Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wilayah pesisir dan lautan memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara
ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan
yang sangat kaya. Namun, karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan
diintegrasikan secara terpadu. Kebijakan pemerintah yang sektoral dan bias daratan, akhirnya
menjadikan lautan sebagai kolam sampah raksasa. Dari sisi social ekonomi, pemanfaatan
kekayaan laut masih terbatas pada kelompok pengusaha besar dan pengusaha asing. Nelayan
sebagai jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia. Kekayaan
sumber daya laut tersebut menimbulkan daya tarik dari berbagai pihak untuk memanfaatkan
sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi pemanfaatannya.
Bila dibandingkan dengan kelompok pelaku ekonomi lainnya, kelompok ekonomi yang
mengalami kondisi keterasingan dari dinamika perekonomian nasiaonal lebih parah terjadi
pada kelompok nelayan. Hal ini banyak bersumber dari sifat dasar arena aktifitas yang
dimiliki yang tidak memiliki dukungan perangkat hokum yang memadai, seperti tidak
dimungkinkannya pemilikan laut atau kawasan pantai sebagai asset produksi, kebutuhan
investasi yang relatif besar dan beresiko tinggi, serta luas pemasaran yang cenderung hanya
untuk memenuhi kebutuhan local. Kondisi seperti ini mengakibatkan kelompok masyarakat
nelayan cenderung tertinggaljauh dibandingkan dengan kelompok lain yang bekerja
didaratan.
Hal ini yang muncul di permukaan dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas hidup
nelayan adalah keterdesakkan kelompokm masyarakat ini akibat semakin intensifnya
penetrasi nelayan asing terhadap sumber daya dan pasar domestic. Pengusaha dalam bidang
marine-bisnis nasional dengan modal besar dengan jaringan pasar yang luas dan pemanfaatan
teknologi yang hmpir mustahil tersaingi oleh kelompok masyarakat nelayan nasional. Upaya
perlindungan melalui peraturan daerah dan peningkata kemandirian kelompok masyarakat ini
merupakan agenda yang mendesak untuk segera dise;esaikan sebagai bagian integral
pengembangan masyarakat nelayan.
Keseluruhan kecenderungan pembangunan tersebut melahirkan ketersaingan kelompok yang
tidak hanya nampak pada tingkat pendapatan yang dimiliki, melainkam juga pada kualitas
hidup, pola aktifitas ekonomi, skala dan jenis output yang dihasilkan. Tentu saja pergantian
generasi pada kelompok masyarakat ini juga berlangsung secara marjinal dengan segala
konsekwensi social yang terbawa serta. Bila kieadaan seperti ini berlanjut, maka investasi
yang dibutuhkan untuk pengelolaan sumber daya kelautan, dan upaya pengembangan
sumberdaya manusia makin bertambah mahal.
B. Pembangunan Kualitas Manusia
Menurut Brian dan White dalam Widodo, menyatakan ada 4aspek yang terkandung dalam
pembangunan kualitas manusia sebagai sebagai upaya peningkatan kapasitas mereka :
1.
Pembangunan harus memberikan penekanan pada kapasitas kepada apa yang harus
2.
pada masyarakat, akan memecahkan masyarakat dan akan menghancurkan kapasitas mereka.
3.
Pembangunan mengandung arti pemberian kuasa dan wewenang yang lebih besar pada
rakyat. Hal pembangunan baru cukup bermanfaat bagi masyarakat bila mereka memiliki
wewenang yang sepadan. Pembangunan harus mengandung upaya peningkatan wewenang
pada kelompok masyarakat lemah. Koreksi terhadap keputusan-keputusan yang tidak adil
tentang alokasi hanya dapat dilakukan bila kelompok lemah ini mempunyai wewenang yang
4.
sangat besar.
Pembangunan mengandung kelangsungan perkembangan (sustainable) dan interdependensi
di antara Negara-negara dunia. Karena konsep kelangsungan dan kelestarian pembangunan,
kendala sumber daya yang bterbatas dan langka akan menjadi pertimbangan pertama dalam
upaya peningkatan kapasitas.
Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan suatu usaha untuk mengatasi ketidak berdayaan
individu dan masyarakat, mengatasi adanya perasaan inpotensial emosional dan sosial
dalam menhadapai masalah dan meningkatkan kemampuan mengambil keputusan yang
menyangkut dirinya sendiri dan memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri.
pemberdayaan adalah peningkatan potensi atau daya individu dan masyarakat atas dasar
aspirasi dan kebutuhannya dan bertumpuh pada kemampuan dan perkembangan individu dan
masyarakat yang bersngkutan.
C.
Menurut Widodo, untuk dapat memberdayakan sumberdaya manusia dapat digunakan salah
satu paradigma yang disebut dengan paradigma pembanguna yang bertumpuh pada manusia.
Paradigma yang bertumpuh pada manusia ini, memberikan peran individu bukan sebagai
objek pembangunan, tetapi sebagai subjek (pelaku) yang menentukan tujuan, menguasai
sumber-sumber, mengarahkan proses menentukan hidup mereka. Karenanya paradigma
pembangunan yang dipusatkan pada kepentingan rakyat sebagai lawan bagi pembangunan
yang berpihak pada produksi dan akumulasi.
Pokok pikiran dari paradigma pembangunan yang bertumpuh pada manusia, dijadikan
tumpuan dari pengelolaan sumber daya local yang disebut dengan community based
resources management (CBRM). CBRM merupakan sosok manajemen pembangunan yang
mencoba menjawab tantangan yaitu kemiskinan, memburuknya lingkungan hidup, dan
kurangnya partisipasi masyarakat didalam proses pembangunan yang menyangkut dirinya.
CBRM merupakan mekanisme perencanaan people centered development yang
menekankan pada teknologi social learning, dan strategi perumusan program yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengaktualisasikan diri (empowerment).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sektor kelautan mulai diperhatikan oleh pemerintah Indonesia dalam pembangunan sejak
Repelita VI rezim Orde Baru. Sejak kemerdekaan sampai awal Repelita VI tersebut,
pemerintah lebih memperhatikan eksploitas sumber daya daratan, karena pada masa tersebut
daratan mempunyai potensi yang sangat besar, baik sumber daya mineral maupun sumber
daya hayati, seperti hutan. Namun setelah hutan ditebang habis sumber minyak dan gas baru
sulit ditemukan didaratan, maka pemerintah berpaling ke sektor kelautan.
Potensi kelautan Indonesia sangat besar dan beragam, yakni memiliki 17.508 pulau dengan
garis pantai sepanjang 81.000 Km dan 5,8 juta kilometer laut atau sebesar 70% dari luas total
wilayah Indonesia. Potensii tersebut tercermin dengan besarnya keanekaragaman hayati.
Potensi budidaya perikanan pantai dan laut sentral pariwisata bahari.
Namun potensi kelautan yang besar tersebut baru dimanfaatkan sebagian kecilnya saja.
Sebagai contoh, potensi perikanan laut baru dimanfaatkan sebersar 62% saja. Potensi
perikanan pantai dan lautan juga baru dimanfaatkan sebagian kecil saja. Demikian juga
pariwisata bahari baru dimanfaatkan pada pulau-pulau tertentu saja. Biota laut untuk
pengembangan industri pangan, kosmetik, dan farmasi baru sebagian kecil dimanfaatkan.
Jasa perhubungan laut antara pulau di tanah air maupun dengan negara-negara lain sebagian
besar masih didominasi oleh pelayaran asing. Sumber minyak dan gas buni dilaut sudah
banyak dimanfaatkan, namun baru sebagian kecil dari potensi yang ada.
Masalah
Ada beberapa masalah yang dilihat dari beberapa aspek yang dihadapi dalam pemanfaatan
dan pengelolaan sumber daya pesisir, yaitu :
a.
1.
2.
Aspek sosial
Masih lemahnya kesadaran masyarakat terhadap ancaman kerusakan pesisir.
Masih kurangnya keterlibatan dan kemampuan masyarakat lokal untuk berpartisipasi secara
aktif dan diberdayakan dalam upaya berbagai pelestarian lingkungan serta dalam proses
pengambilan keputusan untuk pengelolaan sumber daya pesisir.
b.
a.
Aspek ekonomi
Belum dilaksanakannya secara optimal dan berkelanjutan kegiatan pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya pesisir karena keterbatasan modal, sarana produksi, pengetahuan
dan keterampilan, serta faktor eksternal seperti keterbatasan pelayanan dan penyediaan
b.
Aspek ekologis
Aspek administratif
Isu Strategi
d.
e.
Studi Kasus
Dari seluruh perairan di Indonesia, wilayah yang rentan terhadap pencemaran yang
diakibatkan oleh tumpahan minyak adalah selat malaka, selat makassar, dan jalur-jalur yang
dilalui kapal tangker. Posisi strategi tersebut disamping memberikan manfaat secara ekonomi,
dilain pihak juga mengundang resiko terhadap bahaya kerugian dari segi ekologis. Kerugian
secara ekologis tersebut berdampak cukup luas baik secara ekonomis maupun sumber daya
alam.
C.
Pengembangan kelompok nelayan tidak dapat hanya didekati dari sudut yang sempit atau
secara sektoral. Pengembangan suatu sistem yang didasari oleh pendekatan pembangunan
masyarakat, merupakan cara yang terbaik. Dalam hubunga ini, pengembangan kualitas
kelembangaan, kualitas sumber daya manusia, dan infrastruktur penunjang dan atau
pemanfaatan infrastruktur yang telah ada kedalam skenario pengembangan, merupakan suatu
pola pembangunan masyarakat yang memerlukan perumusan permasalahan secara
terintegrasi. Interaksi fungsional keseluruhan variabel strategis tersebut diharapkan sanggup
menciptakan
proses
pemberdayaan
kelompok
masyarakat
nelayan
yang
dapat
mempertahankan diri dan terlindungi dari pola interaksi yang sehat dengan kelembagaan lain
yang sejenisnyadan atau yang terkait dalam menjalankan usahanya.
D. Strategi Pengembangan
Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam strategi pengembangan, yaitu :
a.
Penentuan kelompok sasaran yakni keluarga nelayan dengan melakukan pemetaan kulitas
b.
c.
Kemudian dirumuskan kendala kelembagaan yang dimiliki, baik yang telah melekat secara
historis maupun karena adanya perkembangan eksternal yang menyebabkan terciptanya
d.
kendala kelembagaan.
Langkah penting lainnya adalah penentu mitra usaha bagi para kelompok nelayan, baik
dari lembaga pemerintah maupun swasta nasional atau asing. Dalam hubungan ini dilakukan
evaluasi peluang dan hambatan pengembangan kemitraan terhadap lembag-lembaga yang
e.
a.
Rumusan bentuk profit shering antara anggota kelompok nelayan, koperasi dan pelaku
b.
c.
d.
peningkatan kemampuan manejerial. Adapun tahapan dari materi yang akan ditawarkan
kepada kelompok masyarakat nelayan secara garis besarnya meliputi :
a.
Pelatihan dan percontohan dalam bidang budidaya hasil laut. Aktifitas ini dilakukan secara
b.
bertahap dan bergilir terhadap kelompok masyarakat nelayan pada wilayah sasaran.
Pemagangan bagi kelompok nelayan yang merupakan target pada tahap lebih lanjut pada
kelompok yang telah terlatih sebelumnya atas pengawasan kelompok penyuluhan, akan akan
c.
d.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan
dalam makalah ini, sebagai berikut :
Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan suatu usaha untuk mengatasi untuk mengatasi
ketidakberdayaan individu dan masyarakat dalam menghadapi masalah dan meningkatkan
kemampuan mengambil keputusan yang menyangkut dirinya sendiri dan memberi
kesempatan untuk mengaktualisasikan diri.
Bila dilihat dari studi kasus, maka dapat disimpulkan bahwa masih kurangnya masyarakat
pesisir terhadap ancaman kerusakan pesisir dan laut, seperti kegiatan-kegiatan perikanan
yang bersifat desktruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun, dan lainlain
Bila dibandingkan dengan kelompok ekonomi lainnya, kelompok pelaku ekonomi yang
mengalami keterasingan dari dinamika perekonomian nasional lebih parah terjadi pada
kelompok nelayan.
Rendahnya pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan lautan yang sedemikian besar
terutama disebabkan karena berbagai macam Kendala yang dihadapi terutama pada
masyarakat pesisir misalnya : rendahnya kualitas SDM, keterbatasan akses pasar, sumberdaya
financial, teknologi dan lain-lain.
B. Saran
Makalah ini masih memiliki kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya membangun sangat
kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim, 2003. Pedoman Umum Perberdayaan Masyarakat di Dalam dan Di Sekitar Hutan,
Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Jakarta.
2. Anonim, 2003. Petunjuk Pelaksanaan GN RHL/Gerhan, Departemen Kehutanan. Jakarta
3.
Dewi Mayavanie Susanti, TT. Peranan Perempuan Dalam Upaya Penanggulangan
4.
Kemiskinan.
Faturochman, dkk. 2007. Membangun Gerakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui
Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
a. Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan pada hakekatnya adalah upaya pemberian daya atau peningkatan keberdayaan.
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memandirikan masyarakat
agar mampu berpartisipasi aktif dalam segala aspek pembangunan. Kemandirian buka berarti
mampu hidup sendiri tetapi mandiri dalam pengambilan keputusan, yaitu memiliki
kemampuan untuk memilih dan keberanian menolak segala bentuk bantuan dan atau
kerjasama yang tidak menguntungkan.
Dengan pemahaman seperti itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses terencana guna
meningkatkan skala/upgrade utilitas
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk terus menerus meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat bawah yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam pengertian sehari-hari, pemberdayaan masyarakat
selalu dikonotasikan sebagai pemberdayaan masyarakat kelas bawah (grassroots) yang
umumnya dinilai tidak berdaya.
b. Konsepsi Kemiskinan
Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah pembangunan di Negara Republik
Indonesia tercinta. Kedua permasalahan ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Kemiskinan
adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin
melainkan karena tak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada. Kemiskinan didefinisikan
sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan
sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejehtaraan sekelompok orang.
Kemiskinan memberi gambaran situasi serba kekurangan seperti terbatasnya modal yang
Sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan tak dapat diubah, yang
Penanggulangan Kemiskinan)
Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
4.
5.
6.
Masih banyak faktor lain penyebab kemiskinan, baik eksternal maupun internal, seperti
kenaikan harga BBM dab lain-lain.
B. MAKSUD DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Maksud Pemberdayaan Masyarakat adalah :
a.
b.
dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat yang seimbang dari aspek ekologis dan
ekonomis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat berakar
pada faktor-faktor kompleks yang saling terkait. Ketidakmudahan dalam mengatasi faktorfaktor yang kompleks tersebut telah mempersulit untuk mengatasi secara efektif dan efisien
persoalan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi masyarakat.
Masyarakat yang didera oleh tekanan-tekanan sosial ekonomi yang terus menerus, sekurangkurangnya telah menumbuhkan sejumlah potensi kreatif untuk menghadapi kesulitan hidup.
Namun strategi adaptasi seperti ini belum memberikan solusi terbaik untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka. Pilihan rasional dan kontekstual yang bisa dikembangkan untuk
kepentingan jangka panjang adalah melakukan diversifikasi pekerjaan.
Berbagai program pembangunan pemerintah untuk membantu mengatasi kesulitan kehidupan
masyarakat telah digulirkan, namun hasil yang dicapai belum sepadan dengan biaya yang
telah dikorbankan dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya serta belum membawa hasil
yang memuaskan, terlihat dari semakin banyaknya penduduk miskin.
Beberapa contoh kegiatan pemberdayaan antara lain :
1.
Pola pengentasan kemiskinan yang cenderung kurang mendidik seperti BLT (Bantuan
Langsung Tunai) diduga memberi andil terhadap banyaknya masyarakat terutama kelompok
2.
abu-abu (hampir miskin) yang ingin tetap miskin agar mendapat bantuan.
Motorisasi armada nelayan skala kecil untuk menghapuskan pukat harimau pada awal tahun
3.
5.
Gerakan Peningkatan Ekspor Perikanan pada tahun 2003, namun program ini berakhir
Program
2.
3.
4.
Terciptanya hubungan kegiatan-kegiatan ekonomi produktif di daerah yang memiliki cirriciri berbasis sumberdaya local (resource based), memiliki pasar yang jelas (market-based),
dilakukan
secara
berkelanjutan
dengan
memperhatikan
kapasitas
sumberdaya
6.
daerah.
Terwujudnya struktur ekonomi Indonesia yang berbasis pada kegiatan ekonomi dengan
wujud pemanfaatan dan pendayagunaan sumberdaya yang ada.
2.2.1. Prinsip Dasar Pemberdayaan
a.
b.
Prinsip keserasian
c.
Prinsip swadaya
f.
g.
2.2.2.
2.
untuk meningkatkan kemampuan, daya saing, dan partisipasi masyarakat kelas bawah.
Pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan yang
mengembangkan peranserta masyarakat, dalam arti semakin memberikan kesempatan yang
lebih besar terhadap masyarakat kelas bawah yang selama ini terpinggirkan dan tidak pernah
dilibatkan dalam pengambil keputusan pembanguan.
3.
Modernisasi melalui penajaman arah perubahan struktur sosial, ekonomi, budaya, dan
politik yang bersumber pada partisipasi masyarakat dalam arti semakin meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas publik dalam pelaksanaan pembangunan
2.2.3
berpartisipasi. Partisipasi di sini tidak terbatas pada keterlibatan dalam memberikan korbanan
dan atau pelaksanaan kegiatan, melainkan keterlibatan masyarakat secara sukarela sejak
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan, dan evaluasi serta
pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.
b. Pengembangan kapasitas individu, organisasi, dan jejaring kelembagaan. Yang dimaksud
dengan kapasitas adalah kemampuan individu dan atau organisasi untuk menunjukkan
efektivitas, efisiensi, dan keberlanjutan fungsi-fungsinya sesuai dengan status dan peran
masing-masing. Kapasitas bukan sesuatu yang pasif, melainkan merupakan bagian dari sustu
proses yang berkelanjutan. Kapasitas menyangkut mutu SDM dan pemanfaatannya. Karena
itu fungsi-fungsi individu dalam organisasi menajdi kata kunci yang harus diperhatikan.
2.2..4 Penguatan Kapasitas
a. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Merupakan pembinaan manusia/kelompok tani sehingga terwujud SDM yang berkualitas
melalui peningkatan kesadaran dan percaya diri, peningkatan pendapatan, peningkatan
kesejahteraan, peningkatan sosial, politik, dan budaya agar mampu dan dapat menjangkau
akses sumber daya alam, permodalan, teknologi, dan pasar sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasar sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, hukum, lingkungan, dan
sosial politik.
1.
2.
3.
4.
5.
guna,
Mendekatkan masyarakat dengan pasar,
Membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat.
2.2.6. Tanggung Jawab Stakeholders dalam Pemberdayaan
Keberhasilan pembangunan atau pemberdayaan masyarakat adalah resultante dari semua
upaya pembangunan yang dilaksanakan atau diprogramkan setiap instansi, sehingga
menuntut adanya sinegitas dan koordinasi yang benar-benar terjalin antara berbagai instansi
pemerintah. Hal ini harus diwujudkan secara lebih komprehensif, terpadu, menyangkut
berbagai aspek pembangunan, bukan saja teknis tetapi juga sosial budaya.
Tanggung jawab pembangunan masyarakat lebih banyak berada pada pundak pemerintah
daerah, dan bukan didominasi oleh pemerintah pusat. Hal ini disebabkan karena pemerintah
daerahlah yang lebih mengenal masyarakatnya, memahami masalah-masalah yang dihadapi
mereka. Dengan desentralisasi kegiatan pembangunan, selayaknyalah pemerintah daerah
lebih banyak memberikan prioritas pada pembangunan yang berbasis pada masyarakat.
Tanggung jawab pemberdayaan masyarakat bukan hanya pada tangan pemerintah tetapi juga
pihak-pihak non pemerintah yaitu, masyarakat sendiri, pengusaha swasta, usaha milik Negara
dan lembaga swadaya masyarakat.
Tanggung jawab membangun masyarakat pada hakekatnya merupakan tanggung jawab utama
masyarakat itu sendiri. Supaya pembangunan masyarakat berlangsung dengan tepat maka
pemerintah hanya mempersiapkan dan memfasilitasi lingkungan yang sehat bagi
peningkatan, perluasan serta pendalaman kegiatan-kegiatan yang telah dimiliki oleh
masyarakat sendiri. Hal ini merupakan makna perberdayaan, yaitu mengembangkan apa yang
telah ada pada masyarakat menjadu lebih besar skalanya, lebih ekonomis dan lebih berdaya
guna dan berhasil guna.
2.2.7. Contoh Program Pemberdayaan Masyarakat
a. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (Program PEMP)
Tujuan PEMP adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan system
produksi serta pengelolaan sumberdaya perikanan yang menjamin kelangsungan usaha
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
di wilayahnya.
Adapun lingkup kegiatan PEMP adalah :
Pengembangan dan partisipasi masyarakat melalui pembentukan dan penguatan
9.
10.
11.
12.
kelompok sasaran.
Pelatihan teknis dan manajemen bagi kelompok sasaran.
Pemberian bantuan modal usaha (investasi dan modal kerja)
Pembentukan lembaga keuangan mikro sebagai pengelola bantuan.
Sosialisasi, pemantauan, evaluasi dampak sebagai umpan balik, persipan pembinaan pasca
13.
14.
15.
proyek.
Pembinaan pasca proyek
Prinsip-prinsip pengelolaan PEMP
Pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan masyarakat
16.
(acceptability).
Pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat
17.
18.
(transparency.)
Pengelolaan kegiatan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (accountability)
Pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan
19.
(sustainability)
Kegiatan dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian atas beban penduduk miskin
20.
21.
22.
(responsiveness)
Penyampaian bantuan kepada masyarakat secara cepat (quick Distribursment)
Proses pemilihan peserta dan kegiatan PEMP dilakukan secara musyawarah (Democracy)
Pemberian kesempatan kepada kelompok lain yang belum memperoleh kesempatan, agar
23.
Dalam
kerangka
hutan,
reorientasi
serta
kebijakan
pengelolan hutan tersebut, perlu disimak lebih mendalam bahwa community based
development dapat menjadi titik tolak dalam memperbaharui system pengelolaan hutan yang
lebih mendukung bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pembangunan kehutanan baik bangunan civil teknis maupun pembuatan hutan rakyat serta
hutan mangrove ini meliputi di dalam kawasan (milik pemerintah/Perum Perhutani) maupun
di luar kawasan (lahan milik rakyat). Bisa dibayangkan betapa masyarakat akan makmur bila
program ini berhasil. Di samping kekayaan hasil hutan yang mereka miliki yang memiliki
nilai jual tinggi juga adanya pemberdayaan masyarakat yang begitu gencar disosialisaikan
A.
yang
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Bersifat Top-down
Sentralistik
Rendah partisipatif masyarakat
Berorientasi proyek
Peran pemerintah terlalu besar
Masyarakat hanya menerima
Melalui pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan melalui
Pendahuluan
Sudah menjadi suatu mitos yang berkembang ditengah-tengah masyarakat bahwa
Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah, baik sumber hayatinya maupun non
hayatinya, walaupun mitos seperti itu perlu dibuktikan dengan penelitian yang lebih
mendalam dan komprehensif. Terlepas dari mitos tersebut, kenyataannya Indonesia adalah
negara maritim dengan 70% wilayahnya adalah laut, namun sangatlah ironis sejak 32 tahun
yang lalu kebijakan pembangunan perikanan tidak pernah mendapat perhatian yang serius
dari pemerintah.
Implikasi dari tidak adanya prioritas kebijakan pembangunan perikanan tersebut,
mengakibatkan sangat minimnya prasarana perikanan di wilayah pesisir, terjadinya abrasi
wilayah pesisir dan pantai, pengrusakan ekosistim laut dan terumbuh karang, serta belum
teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan.
Persoalan Pembangunan Perikanan
Implikasi langsung terhadap peningkatan pertumbuhan penduduk adalah makin
meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup, sementara potensi sumber daya alam di darat yang
kita miliki sangatlah terbatas. Hal tersebut mendorong kita untuk mengalihkan alternatif
potensi sumber daya alam lain yang kita miliki yaitu potensi kelautan. Ada lima potensi
kelautan yang dapat kita andalkan, yaitu: potensi perikanan, potensi wilayah pesisir, potensi
sumber daya mineral, minyak dan gas bumi bawah laut, potensi pariwisata, dan potensi
transportasi laut.
Kebijakan pembangunan kelautan, selama ini, cendrung lebih mengarah kepada
kebijakan produktivitas dengan memaksimalkan hasil eksploitasi sumber daya laut tanpa
ada kebijakan memadai yang mengendalikannya. Akibat dari kebijakan tersebut telah
mengakibatkan beberapa kecendrungan yang tidak menguntungkan dalam aspek kehidupan,
seperti:
a
Aspek Ekologi, overfishing penggunaan sarana dan prasarana penangkapan ikan telah
cendrung merusak ekologi laut dan pantai (trawl, bom, potas, pukat harimau, dll)
akibatnya menyempitnya wilayah dan sumber daya tangkapan, sehingga sering
menimbulkan konflik secara terbuka baik bersifat vertikal dan horisontal (antara sesama
nelayan, nelayan dengan masyarakat sekitar dan antara nelayan dengan pemerintah).
Aspek Sosial Ekonomi, akibat kesenjangan penggunaan teknologi antara pengusaha besar
dan nelayan tradisional telah menimbulkan kesenjangan dan kemiskinan bagi nelayan
tradisional. Akibat dari kesenjangan tersebut menyebabkan sebagian besar nelayan
tradisional mengubah profesinya menjadi buruh nelayan pada pengusaha perikanan besar.
Aspek Sosio Kultural, dengan adanya kesenjangan dan kemiskinan tersebut menyebabkan
ketergantungan antara masyarakat nelayan kecil/ tradisional terhadap pemodal
besar/modern, antara nelayan dan pedagang, antara pherphery terdapat center, antara
masyarakat dengan pemerintah. Hal ini menimbulkan penguatan terhadap adanya
komunitas juragan dan buruh nelayan
Arah modernisasi di sektor perikanan yang dilakukan selama ini, hanya memberi
keuntungan kepada sekelompok kecil yang punya kemampuan ekonomi dan politis, sehingga
diperlukan alternatif paradigma dan strategis pembangunan yang holistik dan terintegrasi
serta dapat menjaga keseimbangan antara kegiatan produksi, pengelolahan dan distribusi.
Konsep Pembangunan Alternatif
Paradigma pembangunan holistik, yaitu pembangunan yang dilakukan secara
menyeluruh dan terintegrasi yang sangat memperhatikan aspek spasial, yaitu pembangunan
berwawasan lingkungan, pembangunan berbasis komunitas, pembangunan berpusat pada
rakyat, pembangunan berkelanjutan dan pembangunan berbasis kelembagaan.
Untuk mewujudkan pembangunan yang holistik tersebut diperlukan alternatif srategi,
yaitu strategi yang berorientasi pada sumber daya atau Resource Base Strategy (RBS), yang
meliputi ketersedian sumber daya, faktor keberhasilan serta proses belajar.
Pendekatan dalam RBS adalah strategi pengelolaan sumber daya lokal/pesisir dan
kelautan yang berorientasi pada: kualitas, proses, kinerja, pengembangan, budaya, lingkungan
(management by process) yang berdasarkan pada pembelajaran, kompetensi, keunggulan,
berpikir sistematik, dan pengetahuan (knowledge based management).
Memberdayakan Masyarakat Pesisir
Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang
berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi ironisnya masyarakat
tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak
program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan
masyarakat.
Pertanyaan kemudian muncul apakah konsep pemberdayaan yang salah atau
pemberdayaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu dari segolongan orang?
Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat
pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang
akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompokkelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok
kehidupan masayarakat diantaranya:
a
Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian
utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok
besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya
kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan
wilayah tangkapannya.
Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak
dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari
kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal
atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan dana
untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari
masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil,
mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok
masyarakat lain yang membutuhkannya. Pengaturan pergulirannya akan
disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri
dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping
DAFTAR PUSTAKA