You are on page 1of 96

DEKLARASI

Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia Muda

ICMI MUDA PROVINSI BANTEN

ALLAHU AKBAR !!!

Sesungguhnya hikmah, manah selaku khalifatun fil-ardh, dan tanggungjawab untuk


mengemban peran pembaharuan berkesinambungan, adalah nikmat Allah subhanahu
wata’ala yang tertinggi dan termulia yang dikaruniakan kepada hamba-Nya yang
beriman, bertaqwa, berilmu, dan beramal. Oleh karena itu, penerima nikmat wajib
bersyukur dengan memanfaatkan dan menunaikannya sebagai wujud pengabdian kepada
Allah subhanahu wata’ala melalui perjuangan membangun Umat, Masyarakat, Bangsa,
Negara, dan Dunia.

Dikaruniai nikmat hikmah yang berlimpah, cendekiawan muslim muda dalam


kedudukannya sebagai abdi Allah subhanahu wata’ala selaku warga Negara Republik
Indonesia yang sadar akan besarnya tantangan perubahan paradigmatic internal dan
eksternal yang sedang dan akan dihadapi oleh bangsa, berusaha mengembangkan peluang
dan merumuskan pemikiran dan konsep strategis, sekaligus mengupayakan pemecahan
kongkret permasalahan strategi lokal, regional, nasional dan global.

Perwujudan berhikmah berupa pengembangan peluang, rumusan pemikiran dan konsep


strategis, serta upaya pemecahan strategis, selanjutnya perlu dibumikan dalam
serangkaian amalan nyata yang didasari niat pengabdian kepada Allah subhanahu
wata’ala. Cendekiawan Muslim Muda selaku khalifatun fil-ardh dan sebagai generasi
penerus, pengganti, pelopor, dan pembaharu yang mengemban tanggung jawab secara
berkesinambungan, secara cerdas dan kritis, energik dan produktif, progresif dan penuh
percaya diri, serta istiqomah dan kaffah, sekaligus rendah hati dan lemah lembut, harus
berkinerja dan bersinergi untuk membumikan nikmat hikmah melalui perjuangan
membangun umat, masayarakat, bangsa, Negara, dan dunia, sekaligus mewujudkan
kepemimpinan umat yang shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh.

1
Icmi Muda Banten bertujuan menghimpun dan menggerakan potensi cendekiawan
muslim muda se-Provinsi Banten dalam mewujudkan tata kehidupan masyarakat madani
yang damai, adil dan sejahtera lahir dan bathin, yang diridhoi Allah subhanahu wataala,
dengan meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan, pemahaman, dan pengamalan
ajaran Islam, kecendekiaan dan peran serta cendekiawan muslim muda dalam bentuk
manifestasi gerakan dakwah sosial, gerakan pemikiran dan kebudayaan, gerakan
kaderisasi, dan gerakan pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan keyakinan dan kesadaran tersebut serta dengan berharap ridho serta hidayah
Alah subhanahu wata’ala , maka para cendekiawan muslim muda di Banten bersepakat
untuk menyatakan DEKLARASI ICMI MUDA BANTEN.

Selanjutnya dalam upaya keberlangsungan proses organasisasi akan dirumuskan melalui


Musyawarah Tim Formatur Wilayah untuk membentuk Kepengurusan dan Mekanisme
kebijakan Organisasi.

Ditetapkan : di Masjid Agung Serang


Pada Tanggal : 6 Syawwal 1427 H
29 Oktober 2006 M

Deklarator
Tim Formatur ICMI MUDA BANTEN

AGUS FAISAL KARIM JUHDI


ABDUL LATIEF JINDAR TAMIMI
ALI MUSTHOFA KOMARUZZAMAN BARAJA
ACHMAD NASHRUDIN MANAR MAS
AHMAD TAUFIQ ROHMAN MUHAMMAD JAIZ
BUKHORI ARSYAD
MUHAMMAD SHODIQIN
BAMBANG DWI SUSENO
DARULQUTHNI
MUHAMMAD AL FARIS
DENI KURNIA
SA’ADULLAH
EDI HUDIATA SAID ARIYAN
EKA SETIALAKSMANA Tb. SYAHRI
FAJRI ALI UJON SUDJONO
HERI HERLANGGA USMAN MUSTHOFA
ISBANDI

2
RUANG LINGKUP GERAKAN
ICMI MUDA BANTEN

KEPAKARAN:
• Keagamaan
• Infokom & Hubungan Luar Negeri
• Hukum dan HAM
• Pengembangan IPTEK, Teknologi dan Seni
• Ekonomi dan Kewirausahaan
• Politik, Pertahanan dan Keamananan
• Pendidikan & Pengembangan SDM Umat
• Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan
• Kepemimpinan, Kaderisasi & Kepemudaan
• Pemberdayaan Muslimah

GERAKAN DAKWAH SOSIAL


• Pengembangan Kepribadian Muslim
• Informasi dan Komunikasi
• Hubungan Luar Negeri

GERAKAN PEMIKIRAN & KEBUDAYAAN


• Kajian Pengembangan Islam
• Kajian Hukum dan HAM
• Kajian Pengembangan IPTEK
• Kajian Seni dan Budaya
• Kajian Sosial dan Kemasyarakatan
• Kajian Ekonomi
• Kajian Politik
• Kajian Pertahanan dan Keamanan

GERAKAN KADERISASI
• Kelembagaan
• Kaderisasi
• Pengembangan Potensi Kader

GERAKAN PEMBERDAYAAN UMMAT


• Pendidikan dan Pengembangan SDM Umat
• Kewirausahaan dan Ekonomi Umat
• Pemberdayaan Muslimah
• Aksi Sosial
Lampiran Surat Keputusan Majelis Pimpinan ICMI Muda Pusat
Nomor : 05/SK/MPP-ICMI Muda/XI/2006

STRUKTUR DAN PERSONALIA


MAJELIS PIMPINAN ICMI MUDA WILAYAH
BANTEN PERIODE 2006-2011

Ketua Umum : DARULQUTHNI


Ketua 1 : TAUFIQ RAHMAN
Ketua 2 : QOMARUZZAMAN
Sekretaris Umum : ISBANDI
Sekretaris I : M. SHODIQIN
Sekretaris II : AL-FARIS
Bendahara : HERI HERLANGGA
Wakil Bendahara : BUHORI ARSYAD

Departemen Gerakan Dakwah Sosial :


Ketua : MANAR MAS
Anggota : AGUS FAISAL KARIM
EKA SETIALAKSMA NA
MANAR MAS
SA’ADULLAH
ARLI PRASTOWO
Departemen Gerakan Pemikiran dan Kebudayaan :
Ketua : ACHMAD NASHRUDIN
Anggota : ALI MUSTHOFA
ACHMAD NASHRUDIN
EDI HUDIATA
MUHAMMAD JAIZ
UJON SUDJONO
USMAN MUSTHOFA

Departemen Gerakan Kaderisasi :


Ketua : JINDAR TAMIMI
Anggota : SAID ARIYAN
SUTOTO
TITIN PRIHATINI

Departemen Gerakan Pemberdayaan Masyarakat :


Ketua : FAJRI ALI
Anggota : ABDUL LATIF
JUHDI
Tb. SYAHRI
DENI KURNIA
EKA JULAIKHA
JUNAENAH
Daftar Isi :
• ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah
• Menggugat Kecendekiawanan ICMI
• ICMI Muda : Mengemban Amanah, Meretas Jalan Sejarah
• Good Governance: Obat Mujarab untuk Korupsi?
• Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial
• OTONOMI DAERAH & TANTANGAN CLEAN GOVERNANCE
• Revitalisasi kesadaran kritis mahasiswa Dalam mewujudkan banten
otonom dan demokratis
• Pragmatisme Kekuasaan dan Kekerasan Sosial
• Siapa Mengawasi DPRD Kita?
• Perencanaan dan Penganggaran Daerah: Sudah Pro-Poor kah?
• Good Governance dan Welfare State
• Pembangunan ekonomi daerah Mencapai kesejahteraan rakyat
• Pers Dan Praktisi Humas Sebuah Simbiosis Mutualisme
• Klaster Indutri di Banten Potensi dan Kendala
• Pendidikan sebagai Paradigma politik
• Hari Kebangkrutan Nasional
• Banten Dan Karakter Radikalisme
• Membangun Value Bisnis Islami dengan Corporate Social Responsibility
(CSR)
• Demokrasi dan Pendidikan
• Membangun Moralitas PBJ Di Banten
• Wacana Putra Daerah
• Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial
icmi - Telusuri dengan Google http://www.google.co.id/search?q=icmi&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&r...

Web Gambar Grup Direktori


Google Pencarian Khusus
icmi Telusuri Acuan
Telusuri: di web halaman dari Indonesia

Web Urutan 1 - 10 dari sekitar 441,000 hasil penelusuran untuk icmi. (0.16 detik)

4lll - I . C . M . I
www.icmi.or.id/ - 4k - Tembolok - Laman sejenis

PERNYATAAN ICMI BERSAMA ORMAS-ORMAS ISLAM - ..:: ICMI - Ikatan ...


ICMI mendorong pemerintah agar segera dibangun pusat informasi tentang anak-anak Aceh
yang terpisah dari keluarganya maupun yang orangtuanya meninggal dunia ...
www.icmi.or.id/ind/content/view/102/60/ - 27k - Tembolok - Laman sejenis
[ Hasil temuan lainnya dari www.icmi.or.id ]

ICMI - Call Center Management Training Seminars, Publications ...


The International Customer Management Institute (ICMI) is a global leader in call center
consulting, training, publications and membership services.
www.incoming.com/ - 41k - Tembolok - Laman sejenis

The International Commission on Mathematical Instruction


Symposium on the Occasion of the 100th Anniversary of ICMI; ICME: The International ...
Proceedings of the EM-ICMI Symposium celebrating the centennial of ...
www.mathunion.org/ICMI/ - 7k - Tembolok - Laman sejenis

THC The Habibie Center


Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) diingatkan untuk tidak terlibat ... ICMI justru
harus berada di atas semua gerakan politik, untuk memberikan ...
www.habibiecenter.or.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail&detailid=87&bhs=ina - 26k -
Tembolok - Laman sejenis

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia - Wikipedia Indonesia ...


Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia disingkat ICMI adalah sebuah organisasi
cendekiawan muslim di Indonesia. ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di ...
id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Cendekiawan_Muslim_Indonesia - 17k -
Tembolok - Laman sejenis

ICMI Muda - Depan


ICMI Muda - Keislaman, Keindonesiaan, Kecedekian, Kemudaan.
www.icmimuda.org/ - 37k - Tembolok - Laman sejenis

Republika Online : http://www.republika.co.id


Pertanyaan provokatif itu diucapkan oleh Sekretaris Umum ICMI, ... Selaku Sekretaris Umum
ICMI, ia melakukan perjalanan ke daerah-daerah di seluruh ...
www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=1823&kat_id=49&kat_id1=&kat_id2= - 34k -
Tembolok - Laman sejenis

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


Analogi untuk menggambarkan hubungan ICMI Muda dengan ICMI, seperti niat awal, yaitu:
anak dengan orangtua, atau adik dengan kakak. ICMI Muda diniatkan ...
www.icmimudabanten.org/ - 32k - Tembolok - Laman sejenis

Inductive Components Manufacturing Inc. 1-866-877-4267

1 of 2 23/07/2007 20:57
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah http://icmimudabanten.org/?p=11

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( October 29, 2006 )

ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah


Oleh : AM Iqbal Parewangi *

Alhamdulillahirabbil’alamin, setelah melewati jalan panjang, sempit, tajam dan berliku, pada hari ini, Ahad
tanggal 23 Juli 2006, segenap perwakilan cendekiawan muda muslim dari seluruh penjuru tanah air
tercinta Indonesia, yang ternafasi oleh spirit keislaman, keindonesiaan, kecendekiaan, dan kemudaan,
akhirnya dapat berkumpul di tempat ini. Kita berkumpul dengan kerendahan hati yang cerdas, niat tulus
yang konsisten, dan keteguhan sikap nan santun, untuk secara bersama-sama memancangkan sejarah
baru kecendekiawanan.

Sahabat-sahabat cendekia muda muslim, hari ini kita berkumpul di sini untuk bersama-sama
melaksanakan Muktamar Ke-1 ICMI Muda, sebuah muktamar yang tak mudah. Dalam persaksian alam
yang berdecak penuh rindu dan cemburu, kita semua bersama-sama menjalin nawaitu, komitmen, dan
konsistensi, untuk bangsa, untuk umat, dan untuk dunia, dalam bingkai ukhuwah islamiah yang kental.

Sahabat-sahabat cendekia muda muslim, izinkan saya menyampaikan bahwa Muktamar Ke-1 ICMI
Muda ini menjadi mungkin terselenggara semata-mata karena ridha Allah subhanahu wa ta’ala. Muktamar
ini adalah muktamar untuk memenuhi permohonan sejarah. Muktamar ini adalah muktamar dengan
keprihatinan mendalam.

Keprihatinan itu tidak hanya karena Ibu Pertiwi terus didera bencana, tetapi juga karena muktamar ini
dapat berlangsung dengan bermodalkan nawaitu, komitmen, dan konsistensi. Muktamar ini tanpa sponsor
sama sekali, kecuali sponsor untuk lima lembar spanduk. Tetapi alhamdulillah, nyatanya Muktamar Ke-1
ICMI Muda ini memang berlangsung. Saat doa penutup rapat koordinasi TiKNas ICMI Muda dinihari
tadi, masih terlontar kesangsian yang riang sekaligus getir dari beberapa sahabat. “Ternyata kita
betul-betul muktamar ya?,” kata mereka dalam bauran rasa tak menentu.

Memang tanpa sponsor. Maka perlu kami haturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Gubernur
Sulawesi Selatan Bapak HM Amin Syam, Pangdam VII Wirabuana Bapak Arif Budi Sampurno,
Kapolda Sulawesi Selatan Bapak Arianto Budiharjo, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan Bapak Syahrul
Yasin Limpo, Walikota Makassar Bapak HM Ilham Arif Sirajuddin, dan Bapak Hatta Rajasa, atas
“empati-empati personal”-nya untuk berkenan membantu pelaksanaan muktamar bersejarah ini.

Dan yang terpenting, muktamar ini dapat berlangsung hari ini karena kita semua menginginkannya. Karena
Sumatera menginginkannya. Karena Jawa menginginkannya. Karena Nusa Tenggara menginginkannya.

1 of 9 23/07/2007 20:05
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah http://icmimudabanten.org/?p=11

Karena Kalimantan menginginkannya. Karena Maluku menginginkannya. Karena Papua


menginginkannya. Karena Sulawesi menginginkannya. Maka muktamar ini sudah seharusnya berlangsung
di atas kesadaran berazaskan KESETARAAN. Seluruh deklarator ICMI Muda setara, baik deklarator
nasional, wilayah, daerah, juga kampus, memiliki kesetaraan sebagai sesama deklarator. Tak perlu ada
jarak, apalagi hierarki.
Tiga Prinsip & Satu Realitas

Setelah TiKNas ICMI Muda terbentuk, deklarasi ICMI Muda terus berlangsung di berbagai propinsi,
kabupaten/kota, dan kampus. Hanya dalam rentang waktu kurang dari tiga bulan, ICMI Muda sudah
merebak di seluruh penjuru tanah air. Lewat ICMI Muda, izinkan sebutan ini, “cendekiawan muda tengah
mencendawan”.

Bermula dari sesudut kecil Indonesia bersemilir anging mammiri, bernama Makassar, deklarasi ICMI
Muda merebak. Di ujung timur negeri ini, Papua dan Irian Jaya Barat serta Maluku dan Maluku Utara
mendeklarasikan ICMI Muda. Di ujung barat, Aceh, Riau, Jambi dan Medan, ICMI Muda
dideklarasikan. Juga di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Di seluruh Sulawesi, kecuali
tersisa Manado, deklarasi ICMI Muda membuncah.

Di pulau terbesar negeri ini, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
mendeklarasikan ICMI Muda. Dan ICMI Muda akhirnya menetas di Jawa, melalui deklarasi ICMI
Muda DKI Jakarta. Jakarta tidak hanya sibuk dengan lencana, kencana, dan bencana. Jakarta juga
disarati rencana, untuk bangsa dan umat. Beberapa hari menjelang muktamar ini, menyusul deklarasi
ICMI Muda di Jawa Barat, setelah melalui rintangan yang tak mudah.

Mengapa dan bagaimana secara tiba-tiba dan serempak deklarasi ICMI Muda terjadi dimana-mana
dalam waktu sangat singkat, menghadirkan realitas baru yang mengejutkan, “cendekiawan muda tengah
mencendawan” itu?

Ada setidaknya tiga prinsip dasar. Pertama, prinsip bottom-up berazas kesetaraan. Ditambah sinergitas
serta kerja dan kinerja cerdas, prinsip bottom-up berazas kesetaraan merupakan roh organisasi modern
masadepan. Rekayasa bersifat top-down akan semakin kehilangan auranya. Di alam demokrasi publik,
partisipasi saja sudah tidak memadai. Inisiatif jadi lebih penting. Maka ketimbang merekayasa instruksi
secara top-down kepada sahabat-sahabat muda di seluruh negeri untuk mendirikan ICMI Muda di
daerah masing-masing, dipandang jauh lebih efektif membuka ruang seluas-luasnya untuk mereka
mengambil inisiatif sendiri dan mandiri untuk mendeklarasikan ICMI Muda. Hasilnya sungguh
mencengangkan!

Kedua, prinsip pelangi. Ada pelangi profesi, pelangi akademik, pelangi organisasi, dan pelangi politik.
ICMI Muda tidak hanya berisi profesional saja, atau akademisi saja, atau aktivis ormas saja, atau politisi
saja. ICMI Muda diinisiasi dan diaktivasi oleh semua komponen muda strategis bangsa dan umat.
Kemudian, setiap pelangi punya sub-pelangi. Pelangi politik, misalnya. Tidak boleh hanya dari satu partai
tertentu, tapi dari beragam partai. Pelangi profesi, misal kedua. ICMI Muda terdiri dari beragam latar
profesi. Ada da’i, wartawan, pengacara, pengusaha, guru atau dosen, aktivis LSM, dan lainnya. Begitu
pun pelangi organisasi dan keilmuan, dengan sub-pelanginya.

Dengan prinsip pelangi, ICMI Muda akan terjaga dari kooptasi kepentingan kelompok atau golongan,
apalagi pribadi. Sebaliknya, akan tercipta dinamika gravitasional, seperti halnya tatasurya bergerak
dinamis dan seimbang oleh adanya gaya-gaya gravitasi perekat diantara planet-planet yang bermuatan
dan berkarakter saling berbeda. Pada penerapannya, diharapkan tercipta dynamic equilibrium atau
keseimbangan dinamis di, dari dan oleh ICMI Muda.

2 of 9 23/07/2007 20:05
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah http://icmimudabanten.org/?p=11

Prinsip ketiga, kesadaran akan ruang kosong.

Tiga prinsip itu bersemi di atas satu realitas penting, yaitu bahwa terdapat potensi baru maha dahsyat
cendekiawan muda muslim di negeri ini yang tengah menunggu persemaian baru untuk mengakarkan
kebersamaan, menumbuhkan peran kesejarahan umat, dan meranggaskan diri pada semesta
kemanusiaan.
ICMI dan ICMI Muda

ICMI Muda, sejauh ide, makna dan spirit yang selama ini mungkin merambati, meranggasi, kemudian
meruangi nawaitu dan imajinasi kita, adalah merupakan persembahan bernas dari generasi baru abad-21
cendekiawan muda muslim, untuk bangsa, untuk umat, dan untuk dunia.

Di bernas itu menegas kuat ruas-ruas kesejarahan, kebangsaan, keumatan dan kemanusiaan.
Sesungguhnya, di ruas-ruas itu pulalah seharusnya ICMI Muda dan ICMI bersua. Bersua dan bersama,
berjejalin harapan dan kinerja. Bersama merenda sejarah, sekali lagi, untuk bangsa, untuk umat, dan
untuk dunia. Tentu, dengan ruang peran yang tertata sinergis, tetapi tak mesti berhimpit apalagi saling
menjepit.

ICMI dengan peran konseptualisasi strategisnya, terus memroduksi gemawan konsep di lelangitan
kehidupan. Lalu ICMI Muda menjemput gemawan itu, mengurainya secara cerdas dan kreatif, bila perlu
menapisnya melalui proses alami yang dinamis dan kritis, dan kemudian secara energik dan produktif
menurunkannya menjadi rinai-rinai hujan untuk menghidupkan bumi kehidupan. ICMI memintal gemawan
konsep, ICMI Muda menjadikannya hujan di bumi kehidupan.

Membiarkan gemawan konsep oleh ICMI tersebut menggelantung abadi di lelangitan adalah mubazzir.
Gemawan itu bukan hanya tidak memberi barakah di bumi kehidupan, tetapi juga malah membuat bumi
gerah dan suram. Maka bagi ICMI Muda, “retas saja gemawan itu, curahkan jadi hujan, biar air di
tempayan membuncah, dan bumi kehidupan semarak!”

Bumi kehidupan, lagi-lagi sekali lagi, adalah bangsa, adalah umat, adalah dunia. Dan juga adalah ICMI.
Tetapi, di bumi kehidupan itu ada ruang-ruang kosong. Dalam konteks mengapa sejarah seakan
memohon ICMI Muda harus lahir dan hadir, ada tiga ruang kosong strategis yang mendesak untuk
dimasuki dan digairahi oleh ICMI Muda.
Pertama: Ruang Kosong “ICMI”

Ruang kosong pertama, di, oleh dan untuk ICMI sendiri. Ironisnya, ruang kosong itu muncul pada rentang
usia energik-produktif 25 – 45 tahun. Usia energik-produktif itu hampir tak terjamah oleh olahan
kaderisasi ICMI. Tidak teroptimalkan partisipasi apalagi inisiatifnya. Diakui, 15 tahun fase longmarch
pertama ICMI disarati prestasi dan prasasti. Tetapi tidak dalam hal kaderisasi. Akibatnya, ICMI sempat
hanya jadi gerbong. Sarat muatan, sarat tokoh, tetapi hampir-hampir tanpa kader sendiri. Comot tokoh
sana, comot tokoh sini. Ketika tokoh turun sana, tokoh turun sini, ICMI menjadi gerbong sepi yang
berderak di jalur sunyi, seperti terjadi seusai lengser keprabon-nya Habibie.

Dr. Ir. Muslimin Nasution, Ketua Umum terakhir dalam era model kepemimpinan presidensil ICMI
sebelum beralih ke model presidium, sampai harus membuat tiga kategorisasi: ICMI sejati, ICMI merpati,
dan ICMI pedati. Miris, dan ironis. Merpati datang dan pergi, tergantung bebijian keuntungan. Pedati
mungkin menggelinding, tergantung daya dorong.

ICMI sempat matisuri, sebelum kembali menemukan binar kebangkitannya pada Muktamar IV di
Makassar. Di arena muktamar tersebut, salah satu frase fenomenal yang paling dikenang adalah “ICMI

3 of 9 23/07/2007 20:05
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah http://icmimudabanten.org/?p=11

lahir di Malang, ICMI lahir kembali di Makassar.”

Cukup sering terdengar pertanyaan, mengapa ICMI matisuri? Ada berbagai uraian dan spekulasi, antara
lain bahwa itu merupakan akibat dari “perselingkuhan ICMI dengan kekuasaan” yang melahirkan ICMI
merpati, atau akibat dari “pengepompongan intelektual yang tak membumi” yang melahirkan ICMI
pedati, serta beragam spekulasi lainnya.

Namun pertanyaan yang lebih penting sesungguhnya adalah “bagaimana agar ICMI tidak matisuri lagi?”
Salah satu masalah fundamental sekaligus menjadi jawaban strategis untuk itu, yaitu kaderisasi. Tentu saja
bukan semata kaderisasi konvensional apalagi formalistik. Kaderisasi berkesinambungan merupakan
solusi kreatif mendesak, tak hanya untuk ICMI, tetapi lebih luas lagi adalah untuk umat. Oleh karena
itulah, frase fenomenal “ICMI lahir kembali di Makassar” harus disempurnakan dengan frase “ICMI
melahirkan di Makassar”. Maka sebelum Muktamar IV ICMI lalu, lahirlah ICMI Muda.

Sahabat-sahabat cendekia muda muslim, maka izinkan saya mengatakan bahwa ICMI Muda bukan
hanya memiliki akar kesadaran yang memancang kuat di rahim kesejarahan ICMI. Tetapi juga dan
terutama, ICMI Muda seharusnya diapresiasi oleh ICMI sebagai solusi strategis bagi masadepan ICMI.

Kesadaran tentang ICMI Muda merupakan kesadaran yang tulus dan bertumpu pada gagasan strategis
positif yang kelahirannya tak terpisahkan dari dinamika besar ICMI. Kesadaran itu berangkat dari
kegelisahan positif, kreatif dan visioner cendekiawan muda muslim untuk turut secara aktif mengemban
serta mengembangkan peran dan tanggung jawab besar ICMI terhadap bangsa, negara dan umat.

Berawal dari pertemuan penuh suasana kekeluargaan—layaknya pertemuan anak dan bapak—antara
Deklarator Nasional ICMI Muda dengan Pendiri sekaligus Ketua Umum pertama ICMI, Bapak Prof.
Dr.-Ing. BJ. Habibie, dan Ketua Umum ICMI saat itu, Bapak Dr. Ir. Muslimin Nasution, pada tanggal 5
Desember 2005 di Hotel Sahid Jaya Makassar saat pelaksanaan Muktamar IV ICMI. Bapak Prof.
Dr.-Ing. BJ. Habibie dan Bapak Dr. Ir. Muslimin Nasution menyambut sangat positif gagasan
pembentukan ICMI Muda begitupun dengan pelaksanaan Muktamar ke-1 ICMI Muda. Bapak Prof.
Dr.-Ing. BJ. Habibie menyatakan agar muktamar pertama ICMI Muda dilaksanakan di Makassar dalam
rentang waktu tidak lebih dari setahun sejak pertemuan tersebut, dan Bapak Dr. Ir. Muslimin Nasution
menuliskan 4 (empat) alternatif nama, yaitu: (1) Forum Cendekiawan Muda ICMI, (2) Forum Kader
ICMI, (3) Forum ICMI Muda, dan (4) Forum Pemikir, Pembaharu, dan Pejuang ICMI.

Ruang kekeluargaan yang telah kami rasakan tersebut semakin kuat menyemangati kami dengan
berkenannya Bapak Ir. M. Hatta Rajasa dan Bapak Prof. Dr. Nanat Fatah Nasir selaku Presidium
ICMI, Bapak Dr. Ahmad Watik Pratiknya selaku Direktur Eksekutif The Habibie Centre, dan Bapak Ir.
Shalahuddin Wahid, menerima Tim Kerja Nasional ICMI Muda untuk menerima kami bersilaturahmi.

Pada silaturahmi tanggal 22 Juni 2006 di Jakarta, Bapak Ir. M. Hatta Rajasa menyatakan dapat
memahami dan menyambut positif gagasan pembentukan ICMI Muda. Kembali kami merasakan
sambutan hangat dari nurani seorang bapak melalui kalimat-kalimat motivasional beliau, bahwa “ICMI
Muda harus menjadi sumber kader-kader bagi kesinambungan kepemimpinan ICMI ke depan.”

Pada tanggal 14 Juli 2006 di Bandung, Bapak Prof. Dr. Nanat Fatah Nasir berkenan menerima kami dari
TiKNas ICMI Muda dan berdialog dalam suasana kekeluargaan yang kental. Beliau dengan arif dan
sabar menyimak pemaparan tentang nawaitu dan tekad ICMI Muda untuk menjaga martabat dan
keutuhan ICMI, menjaga persatuan dan kesatuan umat, serta menghindari kemungkinan munculnya image
seakan ICMI pecah. Bagi ICMI Muda, nawaitu dan tekad itu tidaklah asing. Sejak semula kami meyakini
prinsip bahwa “ICMI Muda bukan pecahan dari ICMI dan tidak untuk memecah ICMI”. Kami sangat

4 of 9 23/07/2007 20:05
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah http://icmimudabanten.org/?p=11

sadar, bahwa jika image perpecahan kemudian benar-benar muncul maka akan sangat merugikan ICMI
khususnya dan umat pada umumnya.

Pada silaturahmi tanggal 11 Juli 2006 di kantor The Habibie Centre Jakarta, Bapak Dr. Ahmad Watik
Pratiknya, Direktur Eksekutif The Habibie Centre, merespon ICMI Muda sebagai lembaga kaderisasi
ICMI. Demikian pula dukungan positif datang dari Bapak Ir. Shalahuddin Wahid yang menyatakan
bahwa pada tahun 2000-2001 sudah berlangsung diskusi diantara beberapa tokoh ICMI tentang
perlunya lembaga kaderisasi bagi ICMI. Begitupun dukungan Bapak Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie melalui
mailing list tertanggal 6 Juli 2006 yang mengharapkan kehadiran ICMI Muda tidak hanya dipandang
secara formal legalistik, tetapi juga secara substantif.

Selanjutnya, menyadari bahwa Sulawesi Selatan adalah tuan rumah pelaksanaan Muktamar Ke-1 ICMI
Muda, yang berarti tuan rumah tempat sejarah baru kecendekiawanan akan dipancangkan oleh para
cendekia muda muslim Indonesia, maka Tim Kerja Nasional (TiKNas) ICMI Muda bersama Tim Kerja
Wilayah (TiKWil) ICMI Muda Sulawesi Selatan dan Tim Kerja Daerah (TiKDa) ICMI Muda Makassar
bersama-sama melakukan serangkaian silaturahmi. Yaitu, dengan Kapolda Sulsel pada tanggal 18 Juli
2006, dengan Walikota Makassar pada tangga 19 Juli 2006, dan dengan Gubernur Sulawesi Selatan HM
Amin Syam pada tanggal 20 Juli 2006. Sebelumnya juga telah dilakukan silaturahmi dengan Pangdam VII
Wirabuana dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan. Alhamdulillah, ICMI Muda mendapatkan respon dan
dukungan sangat positif dari mereka.

Dukungan dan support yang tiada henti dari ribuan sahabat-sahabat cendekia muda muslim yang
terus-menerus mengalir dari seluruh Indonesia —sampai saat ini ICMI Muda telah dideklarasikan secara
bottom-up di 23 propinsi, 138 kota/kabupaten, dan 14 perguruan tinggi—, semakin meneguhkan
keyakinan kami untuk melangsungkan Muktamar Ke-1 ICMI Muda. Antusiasme sahabat-sahabat untuk
turut serta mendukung visi dan misi ICMI, dan keteduhan jiwa para orang tua di dewan presidium dan
tokoh-tokoh ICMI yang menjadi panutan kami, menjadi anugerah besar bagi nawaitu ikhlas kami untuk
turut memberikan sumbangsih riil bagi bangsa, negara, dan umat melalui ICMI Muda.

Pertanyaannya, dengan seluruh nawaitu, komitmen dan konsistensi itu, dengan serangkaian perjalanan
panjang meniti jalan sempit, tajam dan berliku seperti itu, mengapa Muktamar Ke-1 ICMI Muda ini,
muktamar yang semula diharapkan menjadi perhelatan anak-anak ICMI, muktamar kader-kader muda
ICMI, justru harus berlangsung tanpa rekomendasi dari orangtuanya, tanpa rekomendasi ICMI?

Sahabat-sahabat cendekia muda muslim, izinkan saya menyatakan bahwa Muktamar Ke-1 ICMI Muda
ini memang tanpa rekomendasi. Tetapi sejarah tidak mungkin dihentikan hanya oleh ketiadaan
rekomendasi. Sejarah bergulir lebih sering tanpa rekomendasi. Sesungguhnya, sejarah tidak butuh
rekomendasi. Negeri tercinta Indonesia ini pun tidak akan pernah merdeka andai founding father negeri ini
harus menunggu rekomendasi dari para penjajah.
Kedua: Ruang Kosong “Umat”

Ruang kosong kedua, dari, oleh dan untuk umat Islam Indonesia.

Cendekiawan muslim adalah satu, dari, oleh, dan untuk umat. Umat yang satu, ummatan wahidah. Oleh
karena itu, tentu saja tidak seharusnya ada perceraian, perberaian, ataupun perpecahan. Bahwa terjadi
penguraian berdasar karakter maupun kategori tertentu, analogi cahaya menggambarkan hal itu dengan
cukup tepat—tamsil cahaya digunakan Ilahi untuk menunjuk diri-Nya, nuru ‘ala nur, Cahaya Maha
Cahaya.

Cahaya polikhromatik putih terdiri dari spektrum warna-warni monokhromatik bersifat kontinuum

5 of 9 23/07/2007 20:05
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah http://icmimudabanten.org/?p=11

sekaligus kompositum. Visualisasi aura keindahan alam dimungkinkan justru oleh adanya warna-warni.
Ada merah, jingga, sampai nila dan ungu. Aura keindahan alam merona justru oleh hijau dedaunan, coklat
tanah, senja yang disemburat merah-gradasi, juga gemawan putih yang berarak gemulai. Warna-warni tak
hanya berefek indah, tetapi juga penuh faedah. Reaksi fotosintesis pada tumbuhan terjadi dalam rentang
frekuensi hijau. Alat modern anti-serangga menggunakan frekuensi ungu. Dan banyak lagi contoh
pemutakhiran faedah warna-warni.

Yang penting disebutkan dalam konteks analogi cahaya ini di sini, bahwa penguraian dan pemburaian
cahaya polikhromatik menjadi monokhromatik tidak hanya berlangsung searah, melainkan bolak-balik.
Bergabungnya seluruh unsur cahaya monokhromatik dalam komposisi yang tepat akan menciptakan
polikhromatik putih yang kemilau. Menarik, bahwa cahaya dalam eksistensi polikhromatik maupun
monokhromatiknya tidak pernah harus kehilangan karakteristik khasnya, baik ketika berdiri sendiri
maupun saat bersama dalam jamaah.

Dalam keberdiri-sendirian monokhromatiknya, masing-masing warna menyumbangkan tak hanya indah


tetapi juga faedah. Dalam jamaah polikhromatiknya, dalam ber-wahidah-nya, cahaya putih memberikan
binaran yang menerangi.

Melihat analogi dispersi cahaya itu dalam perspektif sebentuk mozaik indah, akan lebih memudahkan kita
untuk memahami bahwa keragaman pilihan organisasional bagi para cendekiawan muslim bukan hanya
karena keragaman dan pilihan itu dibutuhkan, sehingga harus ada, tetapi juga dan terutama bahwa
keragaman itu merupakan bagian dari “strategi kesejarahan” untuk semakin membumikan Islam sebagai
rahmatan lil’alamin.

Strategi yang jitu tak pernah hanya butuh satu pintu, tetapi banyak pintu, juga banyak jendela, juga
banyak ventilasi. Menggunakan analogi arsitektural, metode satu pintu hanya akan mengakibatkan “ruang
dalam” terbekap dalam pengap yang lembab, sekaligus mengakibatkan isolasi hampir sempurna terhadap
“ruang luar”. Pengap yang lembab menimbulkan fermentasi (pembusukan) dan fragmentasi (perpecahan)
alamiah, sementara isolasi hanya mengakibatkan keterkucilan di ruang-ruang sempit primitivisme. Akibat
lanjutannya bersifat aborsif, kehilangan eksplorasi, lalu kehilangan ruang bagi ekspedisi kesejarahan. Dan
itu memalapetakakan umat.

Sayangnya, bagi umat Islam Indonesia khususnya, keberdiri-sendirian monokhromatik berbagai organisasi
keumatan masih lebih sering terpahami sebagai keterpisahan-keterpisahan absolut diantara
komponen-komponen strategis umat, ketimbang disadari sebagai spektrum warna-warni indah penuh
faedah. Jadilah keberdiri-sendirian itu bermakna fragmentatif sekaligus fermentatif. Berpecah-belah
diantara sesama organisasi-organisasi keumatan, dan kemudian menjalani pembusukan di dalam
organisasinya masing-masing. Azas alami reversibilitas cahaya, yaitu gerak bolak-balik diantara proses
monokhromatisasi dan polikhromatisasi umat, seakan dianggap tak pernah ada. Dispersi seakan hanya
berjalan satu arah makna: terurai untuk berpecah. Maka jadilah jamaah polikhromatik umat hampir tidak
pernah mewujud dengan cerdas dan ikhlas, proses ber-ummatan wahidah hampir-hampir hanya melulu
bersifat seremonial, dan cahaya putih itu tak pernah utuh memberikan binaran yang menerangi.

Akibatnya, umat Islam Indonesia hampir-hampir selalu harus terpinggirkan ke dan terjebak dalam
ruang-ruang kosong kesejarahan, kecuali pada setiap awal fase-fase pendobrakan kevakuman sejarah.
Begitu yang terjadi pada fase-fase panjang sebelum kemerdekaan. Terjadi pada fase-fase penting
kemerdekaan. Terjadi lagi pada fase peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru. Juga terjadi pada fase
peralihan dari Orde Baru ke Era Reformasi. Umat Islam selalu tampil di barisan terdepan dengan
patriotisme membuncah, berjihad dengan harta, darah, dan nyawa, untuk negeri tercinta Indonesia, tetapi
kemudian buru-buru surut dan menghilang ke wilayah antah-berantah sejarah.

6 of 9 23/07/2007 20:05
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah http://icmimudabanten.org/?p=11

Salah satu yang paling jelas terlihat, keterlibatan umat Islam pada berbagai ruang kehidupan di negeri ini
masih sebatas partisipan. Umat turut berpartisipasi, tetapi belum sebagai pengambil inisiatif. Padahal
eksplorasi potensi inisiatif berhubungan langsung dengan kepemimpinan. Oleh lemahnya eksplorasi
potensi inisiatif itu, masih sulit terwujud kepemimpinan politik umat, kepemimpinan ekonomi umat,
kepemimpinan pendidikan umat, juga kepemimpinan kultural umat, di negeri berpenduduk mayoritas
muslim ini. Sudah saatnya ditumbuh-kembangkan kesadaran baru tentang pentingnya kepemimpinan umat
di negeri tercinta ini, di seluruh lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga: Ruang Kosong “Global”

Ruang kosong ketiga, dari, oleh dan untuk umat Islam global.

Kelahiran ICMI Muda dan ICMI memiliki latar kesadaran dan kesejarahan yang boleh dikatakan sangat
jauh berbeda. ICMI lahir terutama oleh kontraksi sosial bergetaran keindonesiaan, lebih spesifik lagi
kontraksi politik Orde Baru. Sedikit miopis, dan Indonesia buanget.

ICMI lahir saat kondisi bangsa Indonesia tengah dibuncah oleh kesadaran nation state, negara
kebangsaan, sebentuk kesadaran yang begitu gigih menjangkarkan setiap ruas kesejarahan dalam
perspektif kebangsaan.

ICMI bangkit untuk menjawab realitas sejarah masa lalu umat Islam di Indonesia yang banyak dilaburi
nuansa suram dan buram. Jadi ICMI terutama sebagai hasil proyeksi dari ruang masalalu yang ditarik ke
dalam pergulatan kekinian, untuk sebentuk sejarah baru. Belum lagi, kehadiran ICMI yang banyak
ditengarai berkelindang dan berkubang di wilayah kekuasaan berwajah khas Orde Baru.

Sementara ICMI Muda—dalam akronim I terakhir berarti “Indonesia”—, sesungguhnya perlu dipahami
sebagai embrio historis bagi sebentuk gagasan yang berskala jauh lebih luas, skala global village. ICMI
Muda akan menjembatani proses metamorfosa peran keumatan ICMI dari yang semula akronim I
terakhir yang berarti “Indonesia” menjadi I yang berarti “Internasional”.

Dalam konteks metamorfosa historis di ruang-waktu masadepan seperti itu, ICMI Muda tentu saja tidak
lagi cukup dipandang hanya akan mereaktualisasi sekaligus merekonstekstualisasi peran kesejarahan
ICMI. Lebih penting dari itu adalah ICMI Muda akan memberi jembatan “kontinuum eksploratif” bagi
ICMI, khususnya, untuk mungkin menjalani metamorfosa historisnya dari “I = Indonesia” menjadi “I =
Internasional”, serta bagi cendekiawan muslim dan umat Islam. Disebut “kontinuum eksploratif” karena
tak hanya berupa kesinambungan kesejarahan secara linear, tetapi kesinambungan dalam gerak meruang
yang semakin meluas.

ICMI Muda seharusnya menjadi cikal-bakal pemeran global cendekiawan muslim, sekaligus cikal-bakal
globalisasi peran cendekia muda muslim. Dalam konteks I = Internasional itu, Muktamar Ke-1 ICMI
Muda semoga merupakan tapakan awal starategis untuk selanjutnya akan dikembangkan ke tahap
pertemuan cendekiawan muda muslim se-Asia, dan kemudian semakin berkembang ke tahap pertemuan
cendekiawan muda muslim pada skala internasional, menuju terbentuknya Ikatan Cendekiawan Muslim
Internasional Muda yang akronim Indonesianya juga adalah ICMI Muda. Insya Allah.

Penulis adalah Ketua Tim Kerja Nasional (TiKNas) ICMI Muda

Berita | E-mail this Artikel

No Comments to “ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah” »

7 of 9 23/07/2007 20:05
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Menggugat Kecendekiawanan ICMI http://icmimudabanten.org/?p=27

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( December 24, 2006 )

Menggugat Kecendekiawanan ICMI


Oleh: Muhammad Muhibbuddin

Mulai sekarang harus ada reorientasi kerja ICMI. Kerja yang sifatnya elitis harus diubah menjadi kerja
yang sifatnya humanis dan merakyat. Karena status kecendekiawanan seseorang atau organisasi tidak
terletak pada label atau bendera yang dikibarkannya. Tetapi pada konteks yang paling pokok adalah
terletak pada komitmennya untuk selalu berpihak pada masyarakat bawah.

ENAM belas tahun yang lalu tepatnya pada 6 Desember 1990 di kota dingin Malang digelar perhelatan
besar dalam sejarah perjalanan intelektual Indonesia. Pada saat itulah di gedung Student Center
Universitas Brawijaya ratusan orang mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai
wadah pengabdian para intelektual muslim Indonesia pada bangsa dan agamanya. Di awal kelahirannya
sampai sekarang perjalanan ICMI selalu mengundang polemik dan kontroversi yang tinggi dari berbagai
kalangan, terutama dari berbagai pakar disiplin ilmu penegetahuan. Poin yang paling dikritisi adalah
komitmen dan orientasi perjuangan ICMI dalam konteks keindonesiaan.

Tentu saja hal itu menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro dengan kehadiran ICMI memandang
bahwa ICMI akan menjadi kekuatan vertikal umat Islam dalam memberikan peran dan kontribusinya
dalam membangun bangsa dan negara Indonesia. Dengan alasan karena sudah waktunya umat Islam
memainkan peran sentral dalam percaturan politik nasional.

Alasan ini muncul karena pada waktu itu Islam masih terkesan di luar pagar peta politik nasional. Islam
masih berstatus sebagai penonton belum bisa menjadi pemain.

Kalau perasaan di luar pagar umat Islam ini terus berlarut-larut maka menurut almarhum Nurcholis
Madjid sangat membahayakan. Alasannya umat Islam bisa jadi akan menjadi oposan, melihat apa yang
datang dari negara sebagai sesuatu yang tidak baik.

Hal semacam ini tentu mudah sekali menimbulkan konflik. Sementara bagi mereka yang kontra tentu saja
mempunyai alasan tersendiri. Antara lain kehadiran ICMI akan digunakan segelintir orang untuk meraih
kekuasaan.

Dengan tujuan yang semacam ini ICMI akan menjadi politik aliran yang eklusif dan primordialis atas nama
Islam, sehingga Islam dianggap tidak begitu strategis dalam memberikan kontribusinya dalam konteks
pembangunan dan perkembangan umat Islam Indonesia.

1 of 4 23/07/2007 20:22
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Menggugat Kecendekiawanan ICMI http://icmimudabanten.org/?p=27

Spirit Kecendekiawanan

Terlepas dari pro dan kontra di atas, hal yang paling penting untuk kita kritisi pada era sekarang ini adalah
komitmen kecendekiawanan ICMI. Sebagai komunitas intelektual, kaum cendekiawan, manusia
terpelajar atau apa pun namanya ICMI seharusnya memosisikan diri sebagai kekuatan pemberdayaan
masyarakat. Karena secara moral tugas dan tanggung jawab seorang intelektual, apalagi intelektual
muslim, adalah memperjuangkan dan membela hak-hak masyarakat bawah, terutama ketika
berhadap-hadapan dengan pihak penguasa.

Dalam sejarah peradaban Islam terlihat jelas bagaimana para nabi dan rasul berjuang keras membela
umatnya dari penindasan para tiran. Baik penindasan secara teologis, politis maupun ekonomis. Seperti
Nabi Ibrahim yang dengan gigih melawan kesewenang-wenangan raja Namrud, Nabi Musa yang dengan
perkasa menghancurkan kediktatoran Fir’aun sampai nabi Muhammad yang gagah berani menentang
kebiadaban kaum bangsawan Arab seperti Abu Jahal, Abu lahab dsb.

Selain peristiwa historis para nabi di atas, semangat kerakyatan dan kemanusiaan intelektual muslim
tersebut juga ditegaskan oleh cendekiawan muslim asal Iran, Dr. Ali Shariati (1991) , bahwa para
intelektual Muslim hanya akan memiliki makna dan fungsi bila mereka selalu berada di tengah-tengah
massa rakyat, menerangi masa, membimbing massa dan bersama-sama massa melakukan pembaruan ke
arah kehidupan yang lebih baik, lebih Islami.

Satu hal yang menjadi masalah dalam tubuh ICMI sampai sekarang ini adalah belum konkretnya misi
kecendekiawanan tersebut dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim. Hal
ini terbukti dengan statusnya ICMI yang masih elitis dan berdiri di menara gading. Belum ada itikad dari
ICMI untuk dekat masyarakat bawah (grass root). Bahkan orientasi ICMI sampai sekarang lebih
terfokus pada wilayah struktural politik daripada ke wilayah kultural masyarakat, sehingga budayawan
Emha Ainun Nadjib(1995) dengan nada kritiknya yang khas mengatakan bahwa ICMI justru menjadi
suatu jenis aristokrat gaya baru yang kesiapan utamanya adalah dijunjung, dikagumi dan dibenarkan.
Sebuah cendekiawan yang sudah merupakan sebuah jenis kekuasaan dalam sejarah.

Kritikan dan celotehan seperti di atas tentu bukan hanya dari Emha semata, dari pakar yang lain juga
banyak yang melontarkannya terkait elitisme ICMI.

Sebagai komunitas yang mengaku sebagai agen cendekiawan, anggota ICMI seharusnya tidak alergi
untuk turun ke bawah melihat realitas langsung masyarakat dengan segala problematikanya. Dari dulu
sampai sekarang, program yang digarap oleh ICMI pun, secara nyata, masih belum menyentuh
probelmatika umat. Bahkan ICMI seakan-akan menutup mata ketika melihat permasalahan riel
masyarakat, sehingga para cendekiawan yang seharusnya populis, familiar dan akrab dengan masyarakat
justru asing dengan masyarakat.

Kalau kenal dengan masyarakat saja susah bagaimana bisa mengetahui problematika umat, kalau
permasalahan umat saja tidak tahu bagaimana bisa menyelesaikannya, kalau tidak bisa menyelesaikan
problematika umat bagaimana bisa dikatakan dengan cendekiawan?

Maka, dengan usianya yang ke -16 ini saatnya dipertanyakan komitmen kecendekiawanan ICMI
terhadap problematika rakyat kecil. Apa peran ICMI sekarang ketika melihat masyarakat bawah, secara
kasat mata, ditimpa musibah seperti kasus lumpur panas, gempa bumi, busung lapar, keterbelakangan,
penggusuran sewenang-wenang, biaya pendidikan tinggi, pengangguran dan seabrek permasalahan wong
cilik lainnya. Fakta yang ada sekarang ICMI hanya bungkam dan terkesan cuek dengan permasalahan
masyarakat tersebut.

2 of 4 23/07/2007 20:22
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Menggugat Kecendekiawanan ICMI http://icmimudabanten.org/?p=27

Pada hal sebenarnya, secara moral, masalah tersebut adalah tanggung jawab para cendekiawan. Maka
idealnya ICMI juga turut berada di garda depan untuk melakukan kerja sosial yang bertujuan
menyelesaikan permasalahan tersebut.

Oleh karena itu mulai sekarang harus ada reorientasi kerja ICMI. Kerja yang sifatnya elitis diubah
menjadi kerja yang sifatnya humanis dan merakyat. Karena status kecendekiawanan seseorang atau
organisasi adalah tidak terletak pada label atau bendera yang dikibarkannya. Tetapi pada konteks yang
paling pokok adalah terletak pada komitmennya untuk selalu berpihak pada masyarakat bawah. Kalau
ICMI tidak bisa mengaktualisasikan komitmen seperti itu tidak perlu mengaku sebagai komunitas
cendekiawan. (11)

- Muhammad Muhibbuddin, staf Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta (LKKY) dan aktivis Jaringan Islam
Kultural Yogyakarta.

sumber: Suara Merdeka

Berita | E-mail this Artikel

No Comments to “Menggugat Kecendekiawanan ICMI” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

« Pers Dan Praktisi Humas Sebuah Simbiosis Mutualisme Perencanaan dan Penganggaran Daerah:
Sudah Pro-Poor kah? »
|

Berita (24)
Budaya (2)

3 of 4 23/07/2007 20:22
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda : Mengemban Amanah,... http://icmimudabanten.org/?p=86

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( June 6, 2007 )

ICMI Muda : Mengemban Amanah, Meretas Jalan Sejarah


Download Hasil Rakernas ICMI Muda 2007

Analogi untuk menggambarkan hubungan ICMI Muda dengan ICMI, seperti niat awal, yaitu: anak
dengan orangtua, atau adik dengan kakak. ICMI Muda diniatkan berperan untuk semakin
mengilau-suburkan ICMI, yaitu sebagai lembaga kaderisasi, penopang, dinamisator, dan inspirator bagi
ICMI.
Dalam konteks lebih luas, ICMI Muda digagas untuk umat. ICMI Muda lahir dari kontraksi rahim empati
yang sangat kuat terhadap kondisi kesejarahan dan kekinian umat—termasuk ICMI dengan keutuhan
realitasnya dan ICMI sebagai salah satu komponen strategis umat dan bangsa.
Salah satu tanggungjawab generasi baru umat yang diemban ICMI Muda adalah: mencendekiakan umat
dan mengumatkan kecendekiaan. Tujuan utamanya adalah mewujudkan kepemimpinan umat di seluruh
lini kehidupan, meliputi kepemimpinan umat dalam bidang pendidikan atau disebut kepemimpinan
pendidikan umat, begitu pun kepemimpinan IPTEKS umat, kepemimpinan ekonomi umat, kepemimpinan
politik umat, kepemimpinan sosial dan budaya umat, dan lainnya.
Berangkat dari kesadaran dan nawaitu untuk umat, bangsa, dan ICMI, seperti itu, ICMI Muda hadir
dengan spirit keislaman, keindonesiaan, kecendekiaan, dan kemudaan.
Amanah Pendiri ICMI
ICMI Muda pertama kali dideklarasikan dengan nama Forum ICMI Muda pada tanggal 29 September
2005 di Makassar.
Tanggal 5 Desember 2005, di arena Muktamar Ke-IV ICMI di Hotel Sahid Jaya Makassar, pendiri
ICMI Bapak Prof. Dr.-Ing. BJ. Habibie bersama Ketua Umum ICMI ketika itu Bapak Dr. Ir. Muslimin
Nasution menerima khusus sejumlah Deklarator Nasional ICMI Muda.
Pada kesempatan tersebut Bapak Habibie mengamanahkan dua hal. Pertama, amanah untuk
melaksanakan muktamar pertama ICMI Muda paling lambat setahun setelah pertemuan itu, dan agar
muktamar itu dilaksanakan di Makassar—tempat lahirnya gagasan ICMI Muda. Kedua, amanah untuk
tidak menanggalkan kata ‘ICMI’, dengan memilih salah satu diantara empat alternatif nama, yaitu: (1)
Forum Cendekiawan Muda ICMI, (2) Forum Kader ICMI, (3) Forum ICMI Muda, dan (4) Forum
Pemikir, Pembaharu, dan Pejuang ICMI.
Untuk menunaikan amanah tersebut Deklarator Nasional ICMI Muda dimekarkan menjadi Tim Kerja
Nasional (TiKNas) ICMI Muda dengan tanggungjawab utama adalah melaksanakan Muktamar Ke-1
ICMI Muda.
Menyusul terbentuknya TiKNas ICMI Muda, deklarasi ICMI Muda berlangsung hampir serempak di

1 of 5 23/07/2007 20:00
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda : Mengemban Amanah,... http://icmimudabanten.org/?p=86

seluruh tanah air, baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun kampus. Hanya dalam jangka waktu
kurang dari tiga bulan, tercatat deklarasi ICMI Muda sudah berlangsung di 23 provinsi, 118
kabupaten/kota, dan 16 perguruan tinggi, ditambah Iran dan Jepang.
Alhamdulillah, amanah dari pendiri dan pemimpin ICMI, Bapak BJ Habibie dan Bapak Muslimin
Nasution, tersebut dapat ditunaikan. Tanggal 23 - 25 Juli 2006, bertempat di Hotel Sahid Jaya
Makassar, Muktamar Ke-1 ICMI Muda berlangsung sukses dengan dihadiri peserta 700 orang
perwakilan dari seluruh provinsi, kabupaten/kota dan kampus yang telah mendeklarasikan ICMI Muda.
Tiga Prinsip Dasar
Muncul frasa motivasional, “cendekiawan muda tengah mencendawan”. Lewat ICMI Muda,
cendekiawan muslim muda Indonesia bagai mencendawan. Mengapa dan bagaimana itu terjadi?
Ada tiga prinsip dasar. Prinsip pertama, bottom-up berazas kesetaraan. Ditambah sinergitas serta kerja
dan kinerja cerdas, prinsip bottom-up berazas kesetaraan merupakan roh organisasi modern masadepan.
Rekayasa bersifat top-down akan semakin kehilangan auranya. Di alam demokrasi publik, partisipasi saja
sudah tidak memadai, inisiatif jadi lebih penting. Terbukti, jauh lebih efektif dengan membuka ruang
seluas-luasnya bagi sahabat-sahabat muda di seluruh negeri untuk mengambil inisiatif mandiri
mendeklarasikan dan mendirikan ICMI Muda di daerah masing-masing.
Prinsip kedua, prinsip pelangi: pelangi profesi, pelangi akademik, pelangi organisasi, dan pelangi politik.
ICMI Muda diinisiasi dan diaktivasi oleh semua komponen muda strategis bangsa dan umat. Dengan
prinsip pelangi, ICMI Muda akan terjaga dari kooptasi kepentingan kelompok atau golongan, apalagi
pribadi. Sebaliknya, justru akan tercipta dinamika gravitasional, seperti halnya tatasurya bergerak dinamis
dan seimbang oleh adanya gaya-gaya gravitasi perekat diantara planet-planet yang bermuatan dan
berkarakter saling berbeda. Akan tercipta dynamic equilibrium atau keseimbangan dinamis di, dari dan
oleh ICMI Muda.
Prinsip ketiga, kesadaran akan ruang kosong. Di ICMI, misalnya, terdapat ruang kosong pada rentang
usia energik-produktif 26 - 45 tahun yang belum teroptimalkan partisipasi apalagi inisiatifnya. Lebih luas
lagi, ruang kosong oleh umat. Keterlibatan umat pada berbagai ruang kehidupan umumnya sebatas
partisipan, bukan pengambil inisiatif. Yang terjadi, kepemimpinan umat belum terwujud di negeri
berpenduduk mayoritas muslim ini.
Tiga prinsip itu bersemi di atas satu realitas penting, yaitu bahwa terdapat potensi baru maha dahsyat
cendekiawan muda muslim di negeri ini yang tengah menunggu persemaian baru untuk mengakarkan
kebersamaan, menumbuhkan peran kesejarahan umat, mewujudkan kepemimpinan umat, dan
meranggaskan diri pada semesta kemanusiaan.
Menjaga Nawaitu, Komitmen, dan Konsistensi
Tidak semua berjalan mulus, memang. Kehadiran ICMI Muda masih harus menapak di atas hamparan
panjang sajadah sejarah, itu sunnatullah. Tetapi mengapa amanah pendiri ICMI terhadap ICMI Muda
tersebut tiba-tiba harus tersandung oleh dan dianggap tidak sesuai dengan aturan organisasional ICMI,
sampai kini belum jelas masalahnya.
Namun dengan kerendahan hati yang cerdas, niat tulus yang konsisten, dan keteguhan sikap nan santun,
ICMI Muda dapat memahami dan menyadari itu sebagai irama alamiah sejarah. Bahwa riak adalah
doa-doa cendekia. Rintangan dan tantangan adalah suplai energi strategis. Badai sekalipun adalah nafas
samudera, adalah jiwa sejarah.
Muktamar Ke-1 ICMI Muda adalah muktamar dengan keprihatinan mendalam: tanpa sponsor, juga
tanpa rekomendasi. Muktamar itu menjadi mungkin terselenggara semata-mata karena ridha Allah
subhanahu wa ta’ala. Meski demikian, muktamar tersebut diyakini sebagai muktamar untuk memenuhi
permohonan sejarah.
Yang juga diyakini hingga kini, bahwa ICMI Muda bukan hanya memiliki akar kesadaran yang
memancang kuat di rahim kesejarahan ICMI. Tetapi juga dan terutama, ICMI Muda seharusnya
diapresiasi sebagai solusi strategis bagi masadepan ICMI.

2 of 5 23/07/2007 20:00
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » ICMI Muda : Mengemban Amanah,... http://icmimudabanten.org/?p=86

Karena itulah, maka dalam proses persiapan Muktamar Ke-1 ICMI Muda, Tim Kerja Nasional ICMI
Muda melakukan serangkaian sowan silaturahim kepada tokoh-tokoh umat termasuk Presidium ICMI.
Tanggal 13 Mei 2006, Ibu Dr. Marwah Daud Ibrahim berkenan menghadiri Tudang Sipulung
Pra-Muktamar Ke-1 ICMI Muda di Makassar, dan memberi pernyataan motivasional, “Kalian dengan
ICMI atau tanpa ICMI, saya tetap bersama kalian.” Tanggal 22 Juni 2006 di Jakarta, Bapak Ir. M.
Hatta Rajasa berkenan menerima kami dan menyatakan dapat memahami dan menyambut positif gagasan
pembentukan ICMI Muda. Melalui mailing list tertanggal 6 Juli 2006, Bapak Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie
mengharapkan kehadiran ICMI Muda tidak hanya dipandang secara formal legalistik, tetapi juga secara
substantif. Tanggal 11 Juli 2006 di The Habibie Centre Jakarta, Bapak Dr. Ahmad Watik Pratiknya,
Direktur Eksekutif The Habibie Centre, berkenan menerima kami dan merespon ICMI Muda sebagai
lembaga kaderisasi ICMI. Demikian pula dukungan positif Bapak Ir. Shalahuddin Wahid yang berkenan
menerima kami di kediamannya, dan menyatakan bahwa sejak tahun 2001 sudah berlangsung diskusi
diantara beberapa tokoh ICMI tentang perlunya lembaga kaderisasi bagi ICMI. Tanggal 14 Juli 2006 di
Bandung, Bapak Prof. Dr. Nanat Fatah Nasir berkenan menerima kami dan berdialog dalam suasana
kekeluargaan yang kental.
Bahwa kemudian Muktamar Ke-1 ICMI Muda berlangsung tanpa rekomendasi dari Ketua Presidium
ICMI, itu kami apresiasi dalam dua pendekatan positif. Pertama, sejarah tidak mungkin dihentikan oleh
ketiadaan rekomendasi. Sejarah bergulir lebih sering tanpa rekomendasi. Kedua, dalam mendidik
anak-anaknya, seringkali orangtua secara arif dan bijaksana mengembangkan berbagai variasi cara. ICMI
membutuhkan lahirnya kader-kader cendekia pelanjut yang tangguh, tidak bersimpuh cengeng dan
mandul di pesisir peradaban. Mungkin, dan semoga, ICMI melihat peluang itu ada pada ICMI Muda.
Maka ICMI Muda diperlakukan dengan cara-cara sangat khusus: berjibaku dengan kemandirian.
Alhamdulillah, Muktamar Ke-1 ICMI Muda telah melahirkan berbagai kebijakan, keputusan, dan
ketatapan strategis organisasi. Antara lain, (1) bahwa ICMI Muda bukan pecahan dari ICMI dan tidak
untuk memecah ICMI, (2) bahwa ICMI Muda berorientasi sebagai organisasi gerakan, meliputi gerakan
dakwah sosial, gerakan pemikiran dan kebudayaan, gerakan kaderisasi, dan gerakan pemberdayaan
masyarakat, (3) menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ICMI Muda, (4)
menetapkan struktur organisasi dan kelembagaan ICMI Muda, (5) menetapkan Garis-Garis Besar
Kebijakan dan Program Kerja ICMI Muda, (6) menetapkan Presidium ICMI Muda periode
2006-2011, (7) menetapkan Sumatera Utara sebagai tempat pelaksanaan Rapat Kerja Nasional Ke-1
ICMI Muda, dan (8) menetapkan DKI Jakarta sebagai tempat pelaksanaan Muktamar Ke-2 ICMI
Muda.

Profil | E-mail this Artikel

No Comments to “ICMI Muda : Mengemban Amanah, Meretas Jalan Sejarah” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

3 of 5 23/07/2007 20:00
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Good Governance: Obat Mujarab un... http://icmimudabanten.org/?p=82

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( May 31, 2007 )

Good Governance: Obat Mujarab untuk Korupsi?


1. Korupsi, tak pelak lagi, adalah salah satu masalah scrius di
Indonesia. la adalah penyakit kronis yang tcrjadi di hampir semua aspck
kchidupan masyarakat sehingga akibat merusak yang ditimbulkannya sangatlah
besar. Tidaklah mcnghcraiikan karcnanya bila lembaga scpcrti Transparency
International secara konsisten mencmpatkan Indonesia scbagai salah satu
ncgara berperingkat rendah dalani kal korupsi lewat penerbitan tahunan
Corruption Perception Index (CPI)-nya.
2. Berbagai kasus korupsi besar, dcngan aroma politis yang kuat, belum
(tidak?) diselesaikan secara tuntas bahkan di era reformasi. Terlepas dari
persoalan ini, harus dicatat bahwa meskipun Indonesia telah memiliki
banyak instrumcn dan mcnjalankan berbagai kebijakan untuk mengurangi
korupsi, hasilnya sampai scjauh ini bclumlah mcmuaskan; korupsi
sco-lah-olah menjadi bagian yang inhcrcn dari kchidupan bangsa Indonesia.
Salah satu dari ke¬bijakan antikorupsi itu adalah desentralisasi luas yang
dijalankan sejak tahun 2001 dengan diiringi semangat untuk menegakkan good
governance?
3. Good governance dapat dimaknai sebagai konscnsus antara pemerintah,
masyarakat, dan sektor swasta untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran
bersama. Dalam literatur ten-tang good governance, kita akan temukan bahwa
good governance menyangkut aspek-aspek
partisipasi, tegaknya aturan hukum, transparansi, tanggung jawab,
oricntasi pada konsen-sus, kesamaan, cfektivitas dan efisiensi,
akuntabilitas, serta visi strategis. Secara dcmikian, bila scbuah
lokalitas tertcntu bermaksud menegakkan good governance, maka yang dinilai
adalah tingkat partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas,
cfektivitas, tegaknya aturan hukum, dan konsensus di antara para pernangku
kepentingan.
4. Dari paparan di atas, kita bisa menarik kcsimpulan bahwa dalam
kaitannya dengan korupsi, good governance adalah tujuan dari scbuah
mekanismc konsensus bcrdasarkan asas-asas transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi masyarakat, serta disokong oleh penegakan hukum yang kuat
untuk mewujudkan sebuah sistem politik yang bcrsih dan bertanggung jawab.

1 of 4 23/07/2007 20:10
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Good Governance: Obat Mujarab un... http://icmimudabanten.org/?p=82

Dilihat dari sisi ini, tidaklah salah bila ada yang mengatakan bahwa
scderhananya, good governance adalah salah satu obat yang diperlukan untuk
‘menyembuhkan’ penyakit korupsi.
5. Tetapi, pengkajian kritis atas ‘teori’ tcrsebut memunculkan
pertanyaan besar: benarkah mewujudkan good governance secara otomatis
dapat mengurangi terjadinya korupsi? Di satu sisi, para ahli dari World
Bank, lembaga yang selama ini dikenal luas dcngan proyek-proyck good
governance dan antikorupsinya, tampaknya percaya bctul bahwa good
govern¬ance pada gilirannya akan mendukung secara signifikan usaha-usaha
antikorupsi.7 Di sinilah mereka yang percaya pada ‘ampuhnya’ good
governance menekankan pada aspck-aspck transparansi, akuntabilitas,
partisipasi masyarakat, dan tegaknya aturan hukum un¬tuk mengurangi
‘gejala-gejala’ korupsi. Di sisi lain, pengkajian secara mendalam terhadap
dua variabel ini akan mengarahkan kita kcpada hipotesis bahwa good
governance tidak sama artinya dengan berkurangnya korupsi. Hal ini
dikarcnakan korupsi adalah fcnomcna yang sangat kompleks, yang tidak bisa
didekati semata-mata dari sisi governance saja. Persoalan korupsi munctil
dari disfungsi sistem politik, rendahnya tingkat sosio-ekonomi masyarakat
(pendidikan, kemiskinan, infrastruktur, dan sebagainya), hingga lemahnya
tata-nilai (korupsi dilihat scbasai persoalan moral).
6. Good governance sebagai sebuah sistem sekaligus nilai besar artinya
bagi proses transisi menuju demokrasi dan pembangunan masyarakat di
Indonesia. Bcrsamaan dengan itu, si-kap optimis terhadap upaya-upaya
pembcrantasan korupsi di Indonesia dapat dijalankan bersama dengan agenda
good governance. Sebagaimana halnya good governance dipercaya sebagai
pcnting bagi terwujudnya kemakmuran, bangsa ini pun harus percaya bahwa
‘pe¬nyakit’ korupsi dapat discmbuhkan. Tanpa adanya dua kepercayaan itu,
bangunan Indo¬nesia masa depan yang maju dan dinamis tidak akan berdiri
dengan sempurna.

[DRAFT - TIDAK UNTUK DIKUTIP]

Nur Rachmat Yuliantoro2


nur.rachmat@yahoo.com

Politik | E-mail this Artikel

No Comments to “Good Governance: Obat Mujarab untuk Korupsi?” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

2 of 4 23/07/2007 20:10
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Urgensi Pembangunan Kesejahteraa... http://icmimudabanten.org/?p=83

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( May 31, 2007 )

Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial


Pada 27-29 April 2007, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Muda (ICMI Muda) menggelar
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ke-1 di Medan, Sumatera Utara, dengan tema kegiatan “Mewujudkan
Kepemimpinan Umat, Menegakkan Kedaulatan Bangsa”. Salah satu agenda utama Rakernas yaitu
Diskusi Panel Nasional bertajuk “Peran Cendekiawan Muslim Muda dalam Mewujudkan Kepemimpinan
Umat dan Menegakkan Kedaulatan Bangsa”.
Beberapa narasumber yang diminta untuk memberikan materi berasal dari kementerian, departemen dan
intitusi-institusi seperti, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan, Departemen KUKM, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen Sosial RI, KPK dan MER-C.
Pada kesempatan itu, salah satu departemen, yaitu Departemen Sosial (Depsos) yang diharapkan dapat
memberikan materinya, urung mengirimkan narasumber perwakilannya. Padahal, materi terkait dengan
departemen sosial sangat dinantikan adanya.
Artikel ini tidak dimaksudkan untuk membahas ketidakhadiran narasumber di atas, melainkan untuk
mencermati dan menelaah urgensi dari pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia, yang dalam hal ini
tranformasi dan sharing pemikiran dan pendapat sedianya diharapkan akan dapat terjadi antara para
cendekiawan muslim muda peserta Rakernas dengan Depsos yang memiliki keterkaitan dibidang tersebut.
Barangkali mengukur kedaulatan sebuah bangsa dapat dilihat dari tingkat kemerdekaan dan keberdayaan
bangsa dan negaranya dalam menunjukkan eksistensi dirinya. Tentunya dengan kemerdekaan dan
keberdayaan itu, ia berusaha merancang, melaksanakan, dan mengembangkan visi dan misi negara dalam
mensejahterakan rakyatnya. Manakala sebuah negara dan bangsa mengalami kehilangan keberdayaan
dalam menunjukkan jati dirinya, sesungguhnya nilai kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara
tersebut patut dipertanyakan.
Ancaman terhadap kedaulatan bangsa dapat berasal dari luar maupun dalam negeri. Ancaman dari luar
misalnya agresi baik secara terang-terangan (kekuatan militer) maupun secara laten (kekuatan ekonomi).
Sedangkan dari dalam negeri, dapat muncul dari buruknya kualitas kehidupan sosial, situasi politik yang
tidak menentu, dan disintegrasi sosial.
Jika kita cermati kondisi Indonesia saat ini, sebagai negara-bangsa (nation-state) yang cita-cita
pembangunan kesejahteraan sosial-nya secara gamblang dinyatakan UUD 1945, rupanya masih
dihadapkan pada kompleksitas permasalahan sosial, seperti masalah kemiskinan, pengangguran,
kelaparan massal, perumahan kumuh, bencana alam, kerusuhan sosial, anak jalanan, perdagangan
manusia, pelacuran, gelandangan dan pengemis, yang pada akhirnya menunjukkan bagaimana tingkat
keberdayaan dan kedaulatan bangsa.

1 of 5 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Urgensi Pembangunan Kesejahteraa... http://icmimudabanten.org/?p=83

Pada titik ini, urgensi pembangunan kesejahteraan sosial menemukan momentumnya. Dengan
mengedepankan wacana kesejahteraan sosial di tengah hiruk pikuk politik, misalnya, kita akan
menemukan hubungan yang dibangun antara dua keluaran sistem politik, sebagaimana dijelaskan
Bambang Shergi Laksono (2003) : 1) legitimasi kebijakan, dan 2) kualitas substansi kebijakan yang
diambil. Pemahaman pelaku politik sejauh ini masih terfokus pada wacana sempit yaitu pada kedudukan
politik saja. Sementara, konsensus dan konflik yang terjadi sejauh ini hanya pada agenda power sharing
dan bukan pada public agendas, tidak lebih dari itu. Dalam sistem pemilihan langsung dengan pemilihan
figure seperti dewasa ini, maka tuntutan akuntabilitas akan semakin tinggi dan aspirasi pengelelompokan
dan tuntutan konstituen akan lebih terlihat jelas. Dan, dimasa ini, pembangunan kesejahteraan sosial
(pelayanan sosial) menjadi isu politik penting, bahkan memiliki kemungkinan menjadi sektor penentu
kemenangan kontestan politik.
Upaya pembangunan kesejahteraan sosial memang bukan saja tanggungjawab Pemerintah (Departemen
Sosial), tetapi juga merupakan tanggungjawab sosial warga negara, baik secara individu maupun
kelompok. Namun demikian, dalam konteks pembangunan nasional, negara memiliki kewajiban utama
sebagai penyelenggaranya. Mengapa negara mesti terlibat dalam pengelolaan pelayanan sosial? Karena
menyerahkan sepenuhnya pemenuhan kebutuhan dasar kepada masyarakat, bukan saja mengingkari salah
satu fungsi negara sebagai pelayan publik, melainkan pula memperburuk situasi penanganan masalah
sosial.

Masalah Kemiskinan
Untuk itu, konsentrasi pemerintahan SBY-JK dalam upaya menuntaskan agenda pembangunan
kesejahteraan sosial mestinya mulai difokuskan. Hal ini terutama terkait dengan upaya penanganan
masalah kemiskinan yang semakin meluas di kalangan masyarakat. Dengan demikian, perlu dicermati
kembali apakah pendekatan yang selama ini digunakan sudah menjangkau variabel-variabel yang
menunjukkan dinamika kemiskinan?
Membahas hal itu, kiranya gagasan yang dikembangkan Edi Suharto, Phd menemukan relevansinya.
Pertama, dalam upaya mengatasi kemiskinan, diperlukan sebuah kajian yang lengkap sebagai acuan
perancangan kebijakan dan program anti kemiskinan. Ia menyayangkan, hampir semua pendekatan dalam
mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (modernisation paradigm) yang
dimotori oleh Bank Dunia. Paradigma ini bersandar pada teori-teori pertumbuhan ekonomi neo klasik
(orthodox neoclassical economics) dan model yang berpusat pada produksi (production-centred model).
Sejak pendapatan nasional (GNP) mulai dijadikan indikator pembangunan tahun 1950-an, misalnya, para
ilmuan sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut manakala berbicara masalah kemiskinan satu
negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang
menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator “garis kemiskinan”.
Sementara, pendekatan kemiskinan versi UNDP berporos pada paradigma pembangunan
populis/kerakyatan (popular development paradigm) yang memadukan konsep pemenuhan kebutuhan
dasar dari Paul Streeten dan teori kapabilitas yang dikembangkan peraih Nobel Ekonomi 1998, Amartya
Sen. Menurutnya, kedua paradigma tersebut masih melihat kemiskinan sebagai kemiskinan individu dan
kurang memperhatikan kemiskinan struktural. Sistem pengukuran dan indikator yang digunakannya
terfokus pada “kondisi” atau “keadaan” kemiskinan berdasarkan faktor-faktor ekonomi yang dominan.
Orang miskin hanya dipandang sebagai “orang yang serba tidak memiliki”: tidak memiliki pendapatan
tinggi, tidak terdidik, tidak sehat, dsb.
Metode yang digunakan juga masih berpijak pada outcome indicators. Sehingga kurang memperhatikan
aspek aktor atau pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya. Si miskin dilihat hanya
sebagai “korban pasif” dan objek penelitian. Bukan sebagai “manusia” (human being) yang memiliki
“sesuatu” yang dapat digunakannya baik dalam mengidentifikasi kondisi kehidupannya maupun
usaha-usaha perbaikan yang dilakukan mereka sendiri.
Kedua, Kelemahan pendekatan di atas menuntut perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan,

2 of 5 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Urgensi Pembangunan Kesejahteraa... http://icmimudabanten.org/?p=83

khususnya menyangkut kerangka konseptual dan metodologi pengukuran kemiskinan. Paradigma baru
tidak lagi melihat orang miskin sebagai orang yang serba tidak memiliki. Melainkan orang yang memiliki
potensi (sekecil apapun potensi itu), yang dapat digunakan dalam mengatasi kemiskinannya. Paradigma
baru menekankan pada “apa yang dimiliki orang miskin” ketimbang “apa yang tidak dimiliki orang
miskin”. Potensi orang miskin tersebut bisa berbentuk aset personal dan sosial, serta berbagai strategi
penanganan masalah (coping strategies) yang telah dijalankannya secara lokal.
Ketiga, Paradigma baru studi kemiskinan sedikitnya mengusulkan empat poin yang perlu
dipertimbangkan: 1) kemiskinan sebaiknya dilihat tidak hanya dari karakteristik si miskin secara statis.
Melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si miskin dalam merespon
kemiskinannya. 2) Indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan indikator
komposit dengan unit analisis keluarga atau rumahtangga. 3) Konsep kemampuan sosial (social
capabilities) dipandang lebih lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi
sekaligus dinamika kemiskinan. 4) Pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada
beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata
pencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic needs fulfillment), mengelola asset
(asset management), menjangkau sumber-sumber (access to resources), berpartisipasi dalam kegiatan
kemasyarakatan (access to social capital), serta kemampuan dalam menghadapi goncangan dan tekanan
(cope with shocks and stresses).

Catatan Akhir
Untuk bangkit dari keterpurukan akibat krisis sejak 1997 lalu, sungguh, bangsa ini memerlukan kerja
keras dan keseriusan semua pihak, tak terkecuali para cendekiawan muda dalam proses pembangunan
nasional. Harapan bahwa Depsos yang merupakan piranti negara yang berperan sebagai perancang
kebijakan sosial makro yang memayungi berbagai upaya penanganan masalah sosial pada tingkat
nasional, mampu memposisikan dirinya sebagai lembaga “steering” daripada “rowing” dan menjadi
lembaga audit sosial yang bertugas memberi peringatan dini kepada lembaga lain yang memproduksi
kebijakan dan program yang merugikan kesejahteraan masyarakat, saat ini dinilai belum tercapai. Dengan
demikian, bisa dipastikan, tanpa ada suatu sinergitas optimal dari Pemerintah (Departemen Sosial)
sebagai fasilitator utama, dengan berbagai pihak (steak holders), masalah-masalah sosial menjadi semakin
sulit dipecahkan. Wallahu’alam bi Ash Showwab.

Penulis, Alumni Kesejahteraan Sosial, FISIP UNPAS, Sekretaris Majelis Pimpinan ICMI Muda
Wilayah Provinsi Jawa Barat, Tinggal di Bandung

Berita | E-mail this Artikel

No Comments to “Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

3 of 5 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » OTONOMI DAERAH & TANTA... http://icmimudabanten.org/?p=80

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( May 31, 2007 )

OTONOMI DAERAH & TANTANGAN CLEAN


GOVERNANCE
Oleh : ISBANDI

Konsep pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, dilatarbelakangi oleh dukungan kondisi heterogenitas
geografis, linguistik dan karakteristik sosio-kultural masing-masing daerah yang terintegrasi dalam tatanan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Langkah yang tepat dalam mengembangkan penyelenggaraan
pembangunan di daerah, diperlukan pemberian kewenangan yang luas dalam sistem pemerintahan. Oleh
karenanya, pemberlakuan otonomi daerah sebagai bentuk pembagian kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah, memberikan konsekwensi bagi tumbuh kembangnya kreativitas daerah dalam
mengatur dan mengelola potensi daerah bersama peran aktif masyarakat, sehingga dapat meningkatkan
taraf pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Otonomi daerah pada hakikatnya sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No 32/2004).

Memperhatikan pada konsepsi penyelenggaraan otonomi daerah, dapatlah dipastikan bahwa sistem
pemerintahan seyogyanya menganut pada asas terwujudnya clean Governance. Prinsip dasar clean
Governance adalah adanya konsensus pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk
mengedepankan asas normatif dan moralitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan berlandaskan
pada prinsip transparansi, akuntabel, partisipatif, dan berorientasi pada kepentingan publik.

Faktor pendukung yang kuat dalam mewujudkan asas clean Governance dalam otonomi daerah adalah
adanya bentuk partisipatif masyarakat dalam memprakarsai pembangunan daerah. Sehingga tuntutan
pertanggung jawaban lebih mengarah pada bentuk public accountability. Kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah dalam ranah otonomi, diprioritaskan pada aspek koordinatif pengembangan prakarsa
pembangunan daerah dari seluruh stakeholder yang ada, dan bukan pada merebaknya sistem kekuasaan
raja-raja kecil yang berlindung dibalik legalitas dukungan masyarakat.

Pada sisi lain, kekuatan clean Governance dalam ranah otonomi daerah dapat terlihat pula dari

1 of 4 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » OTONOMI DAERAH & TANTA... http://icmimudabanten.org/?p=80

mekanisme pemberlakuan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Mekanisme ini sebagai
langkah awal bagi masyarakat setempat untuk menentukan pemimpin daerah sesuai nurani, dengan
harapan semakin memperkuat perwujudan pemerintahan yang bersih (Clean Governance).

Tantangan Otonomi Daerah menuju clean Governance

Sejak tahun 2001 otonomi daerah diberlakukan dalam tatanan pemerintahan di Indonesia, nampaknya
semakin memberikan keleluasaan yang nyata bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pengaturan dan
pengurusan kewenangannya. Beragam hasil telah banyak diperoleh dari mekanisme penerapan asas
desentralisasi ini, bahkan telah mampu mengangkat kehasan potensi pembangunan daerah. Ambillah
contoh pengembangan daerah Gorontalo dengan potensi argoindustri dari komoditas jagung, Banten
melalui pengembangan proyek pariwisata dan perhubungan, serta daerah lainnya melalui komoditas
unggulan masing-masing.

Dibalik beberapa faktor keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah ternyata banyak pula memunculkan
dilematisasi dalam membangun clean governance. Kendatipun telah menampakkan keterlibatan aktif
masyarakat dalam proses pengembangan prakarsa pembangunan, namun belum mampu menempatkan
asas transparansi dalam proses pertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintahan.

Sebagaimana halnya kita ketahui bersama, bahwa konsekwensi terhadap pemberlakuan otonomi daerah
adalah bergesernya paradigma sistem pemerintahan dan politik bangsa yang lebih mendekatkan aspek
kebijakan kepada kepentingan masyarakat setempat. Maka sistem desentralisasi kebijakan telah menjadi
pilihan untuk merubah sistem sentralisasi yang selama masa orde baru menjadi pemicu jurang
kesejahteraan masing-masing daerah. Akan tetapi secara ironis, konsepsi ini malah semakin memperbesar
peluang berkembangnya tindakan penyalahgunaan wewenang, sehingga kondisi yang terjadi adalah
berkembangnya prinsip shared corruption dalam aspek kebijakan pemerintahan hingga daerah.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab merebaknya korupsi dalam pemerintahan daerah, sehingga
semakin menjadi tantangan pengembangan clean Governance. Pertama, sistem desentralisasi yang
diberikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak diperkuat oleh sistem pengawasan yang
ketat. kedua, prinsip partisipasi masyarakat masih dipahami sebatas pada kelompok stakeholder tertentu,
bahkan mengkerucut pada kelompok kepentingan semata. Ketiga, Pemberian otonomi daerah masih
dipandang sebagai pembagian kekuasaan, dan belum menyentuh pada aspek pengembangan prakarsa
masyarakat setempat dalam mengatur dan mengurus potensi pembangunan daerah. Keempat,
Pemberlakuan otonomi daerah yang berdampak pada mekanisme pemilihan kepala daerah langsung, telah
membentuk dikotomi kekuatan otoritas antara legislatif dan eksekutif, sehingga peran pengawasan
semakin rancu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dan, kelima, berkembangnya intervensi kekuasaan
terhadap hukum dalam melegalisasi tindakan penyalahgunaan kewenangan, sebagai akibat dari penguatan
legalitas kekuasaan dari pengembangan aspirasi masyarakat setempat.

Strategi Clean Governance dalam OTDA

Seiring dengan tingginya tuntutan sistem transparansi, efesiensi, akuntabilitas dan demokratisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, telah banyak memberikan dampak terhadap keharusan
pelaksanaan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan berorientasi pada pelayanan publik. Untuk itu, di
Indonesia saat ini tengah dilakukan berbagai upaya untuk mendekatkan sistem kebijakan publik dengan
masyarakat sekitar, melalui pengembangan otonomi daerah dan demokratisasi politik.

Melalui penerapan otonomi daerah yang diikuti oleh sistem politik yang demokratis, diharapkan mampu
memperbesar peluang berkembangnya prinsip clean Governance.

2 of 4 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » OTONOMI DAERAH & TANTA... http://icmimudabanten.org/?p=80

Strategi yang dapat dibangun dalam menjalankan clean governance pada pemerintahan daerah dalam
ranah otonomi mencakup : 1) penegakkan hukum yang dapat mengatur berbagai prinsip pelaksanaan
otonomi daerah dengan mengacu pada asas keadilan, kejelasan, kepatutan, dan ketegasan; 2) perlu
dikembangkan sistem pengawasan dan penilaian yang terbuka bagi publik sebagai unsur yang berperan
dalam mengembangkan prakarsa pembangunan daerah; 3) perlu dikembangkan sistem penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang transparan, partisipatif, efesien, efektif dan akuntabel; dan 4) Perlu
dikembangkan penguatan peran civil society dalam mengawal dan mengawasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah.

Demikian paparan singkat ini disampaikan, semoga dapat menjadi bahan renungan kita dalam
menegakkan clean governance di era otonomi daerah.

Penulis : Sekretaris ICMI Muda Banten, Akademisi pada ASMI Primagraha


Makalah disampaikan pada Diskusi Terbuka ICMI Muda Banten, jum’at, 1 Juni 2007
di Radio PBS Serang

Politik | E-mail this Artikel

No Comments to “OTONOMI DAERAH & TANTANGAN CLEAN GOVERNANCE” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

« Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial Good Governance dan Welfare State »


|

Berita (24)
Budaya (2)
Ekonomi (8)

3 of 4 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Revitalisasi kesadaran kritis mahasis... http://icmimudabanten.org/?p=35

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( January 18, 2007 )

Revitalisasi kesadaran kritis mahasiswa Dalam mewujudkan


banten otonom dan demokratis
(Catatan Kritis untuk BEM Se Banten)

Oleh : Qomaruzzaman

Formasi Historis Banten

Dalam menyusun atlas etnografi sedunia, Koentjaraningrat menulis bahwa di Jawa Barat terdapat empat
suku Bangsa, yaitu suku Sunda, Baduy, Betawi dan Banten. Suku Banten menempati daerah paling barat.
Atas dasar pembagian ini logis jika banten ditempatkan dengan amat eksis secara kultural meski batas
teritorial bisa jadi dipandang relatif. Masyarakat Banten sebagai suatu etnik dapat dibuktikan melalui
definisi ideal yang sekaligus sebagai tanda yang memperkuat Banten sebagai etnik, suku bangsa tersendiri
(Herman Fauzi, 2000 : X). Sebagai suatu suku bangsa yang jelas kebudayaannya, ciri-ciri dan tempatnya
itu tentu dan gerak tersendiri. Inilah yang memungkinkan mahasiswa Banten bisa memotret fenomena
tersebut, yang salah satu hal dapat dibidik ialah kesadaran kritis dan bargaining posisi dalam percaturan
politik bangsa.

Dalam upaya memotret peran tersebut yang diperlukan adalah mengungkapkan gerak masa lalu atau
perkembangan dari masa ke masa, dan ini berarti melihat sejarah, dengan tanpa keterjebakan pada
romantisme sejarah. Banten menjadi sebuah negara merdeka dalam bentuk kesultanan di proklamirkan
oleh Sultan Hasannudin pada tahun 1565. Wilayah proklamasi itu meliputi seluruh Banten, Jayakarta
(sampai Karawang), Lampung, Bengkulu sampai Solebar (Pane, 1950 : 182). Proklamasi ini
menunjukkan suatu keutuhan wilayah yang secara politis harus dipertahankan, berdaulat, dan harus
memakmurkan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku pada saat itu. Rintisan Sultan Banten yang
pertama ini merupakan potensi untuk kemajuan priode berikutnya yang kemudian dilanjutkan oleh Sultan
Maulana Yusuf sebagai Sultan yang kedua, dengan pengembangan-pengembangan ekonomi khususnya
sektor perekonomian yang cukup maju. Keterbukaan niaga juga terjadi pada saat itu dengan
memfungsikan pelabuhan Banten setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis dan pusat perdagangan
Mataram dikuasai oleh kompeni Belanda. Kemajuan Banten mengalami masa keemasan pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1683). Atas kemajuan yang telah dicapai oleh Sultan
Agung Tirtayasa dalam perdagangan luar negerinya, Soekarno Presiden RI pertama barkata:

“ Kini bintang cemerlang yang telah menaburi angkasa nusantara telah pudar, tetapi bintang

1 of 5 23/07/2007 20:52
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Revitalisasi kesadaran kritis mahasis... http://icmimudabanten.org/?p=35

baru muncul di ufuk sebelah barat, Banten dengan rajanya Sultan Agung Tirtayasa, raja yang
paling banyak mempunyai banyak kesempatan untuk mempraktekkan kemampuannya berdagang
dengan dunia luar ”.

Banten dan Pergerakan Rakyat


Proses berkuasa kolonialisme, imperialisme Belanda yang didasari ideologi kapitalisme dan wacana barat
memang sangat menjijikan. Inilah yang menjadi modal kebencian rakyat Banten terhadap koloni Belanda.
Karena itu tidakklah heran, selama penjajahan itu ada, selama itu pula rakyat Banten melawan. Di banyak
daerah terjadi pemberontakan dan perlawanan yang sporadis, terselubung, terang-terangan, dalam bentuk
besar dan kecil. Salah satu perlawanan yang dicatat paling besar adalah perang (geger) Cilegon, dibawah
pimpinan KH. Wasid. Sepanjang abad 19 dan 20 Banten merupakan gelanggang perlawanan dan
pemberontakan terhadap Belanda, sehingga cukup beralasan jika Sartono menamakannya tempat
persemaian kerusuhan yang sudah dikenal (Sartono, 1984:157). Tak hanya berhenti disitu perlawanan
yang digerakan oleh rakyat Banten, masa penjajahan fasisme Jepangpun, rakyat Banten bentrok dan
bergerak. KH. Ahmad Khatib tampil sebagai pemimpin perjuangan pada waktu itu bersama KH.
Syam’un. Atas jasanya yang besar Presiden Soekarno pada tahun 1945 menunjuk KH. Ahmad Khatib
sebagai residen Banten yang pertama. Ada beberapa alasan yang meneyebakan rakyat Banten tidak
pernah berhenti melakukan gerkan perlawanan terhadap setiap penjajah yang singah di Banten. Pertama
masyarakat Banten sangatlah kuat menganut ajaran Islam sehingga tidak terbantahkan jika bertentangan
dengan perilaku penjajah baik itu Belanda ataupun Jepang yang secara ritual berbeda, sementara posisi
Ulama sangat dominan dalam menyusun perlawanan karena sangat strategis. Kedua hegemoni,
represifitas kolonialis Belanda maupun Fasisme Jepang sangatlah merugikan rakyat Banten, sehingga
rakyat Banten sangat cepat dalam melakukan perlawanan.

Banten Dalam Peralihan


Pembanguanan selama 32 tahun Orde Baru, sesungguhnya membawa berbagai perubahan di Banten
tetapi perubahan yang terjadi itu membawa implikasi dengan munculnya berbagai persoalan sosial, politik,
ekonomi, budaya dan lain-lain. Runtuhnya struktur sosial mengakibatkan sebagian warga masyarakat
mengalami proses marginalisasi. Pada tingkatan ini, menurut Ignas Kleden tidak terjadi evolusi yang
teratur, dimana landasan kebudayaan yang satu sempat diperkuat sebelum modernisasi meningkat
kelandasan kebudayaan berikutnya, seperti yang ditunjukkan oleh medernisasi di barat (Ignas Kleden
1986 : 83). Oleh karena itu, sebagai suatu proses fase-fase pembangunan harus dikoreksi dan
direformasi. Koreksi dan reformasi ini sesungguhnya sangat diperlukan karena interaksi antar faktor
eksternal dan internal pasti ada yang tak tertangani dalam manajemen pembangunan. Selama 32 tahun
orde baru berbagai tuntunan terhadap perubahan kebijakan pembangunan dari berbagai pihak, nyaris tak
digubris oleh rezim orde baru. Akibatnya membawa kondisi bangsa tidak tertolong ketika krisis ekonomi
melanda negeri ini dan berujung lengsernya Presiden Soeharto. Selama orde baru konsentrasi
pembangunan wilayah Banten ditekankan pada bidang fisikal, dan kurang perhatiannya pada dimensi
sosial kultural, maka tampak wujud ketimpang yang ditandai dengan rendahnya tingkat intensitas
modernisasi wilayah kognitif kelompok-kelompok sosial. Dalam arti lain bahwa ketika perubahan pada
dataran material kebudayaan berjalan terus dan cepat karena pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
pendapatan, tetapi hal itu tidak diimbangi oleh kekuatan kognitif dan lemahnya faktor apektif sosial. Hal
ini pada tataran sosial kebudayaan di daerah tertentu mengalami pergolakan luar biasa, karena pada saat
yang sama terjadi ledakan penduduk, baik karena urbanisasi maupun migrasi, sementara pada tingkat
mental kognitif pertumbuhan informasi dan peningktan komunikasi membawa gelombang perubahan yang
tidak selalu dapat dikontrol dan dibendung. Perubahan simultan yang demikian menurut Kleden
membawa implikasi besar yang sekalanya amat luas, dan demikian tinggi temponya serta demikian keras
intensitasnya, sehingga sulit untuk dapat diserap secara teratur oleh proses evolusi yang sistematis (Ignas
Kleden, 1986 : 85)

2 of 5 23/07/2007 20:52
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Revitalisasi kesadaran kritis mahasis... http://icmimudabanten.org/?p=35

Darimana kita mulai ?


Melihat realitas politik ekonomi dan budaya masyarakat Banten yang digambarkan diatas, maka dari
mana mahasiswasebagai kelas “terdidik” melakukan kerja-kerja perubahan?. Yang harus dicatat adalah
“setiap transisi selalu meliputi perubahan, namun tidak setiap perubahan mendorong transisi”. Ungkapan
diatas setidaknya bisa dijadikan ukuran dalam melakukan kerja-kerja perubahan di Banten.
Sesungguhnya masyarakat mempunyai kemampuan untuk merubah keadaannya tinggal mereka
merumuskan darimana tema-tema peruabahan itu secara sistematis (Paulo Freire, 1984:7). Ada dua
ruang yang harus ditempati mahasiswa : Pertama, ruang politik, dan kedua ruang pergerakan. Ruang
politik adalah mahasiswa harus terlibat betul dalam pengkontrolan birokrasi secara keseluruhan. Kontrol
dengan menggunakan bargaining position adalah bukan pada konteks mendukung birokrasi dari
kelompok tertentu, tapi mendorong birokrasi agar mampu mengeluarkan kebijakan yang mengkoordinir
kepentingan masyarakat. Ruang pergerakan adalah, mahasiswa memiliki kemestian kerja-kerja
mendorong masyarakat untuk mendorong terbentuknya kesadaran kolektif dan partisifatif terhadap
jalannnya perubahan di Banten, baik disektor ekonomi, politik maupun budaya, sehingga akan tercipta
masyarakat yang di istilahkan oleh Lukman Sutrisno dengan istilah “masyarakat partisifatif”. Sebuah
komuniti masyarakat yang bergerak secara dinamis atas dasar kesadaran dan secara bersama
berpartisifasi dalam pembangunan.

Disamping dua ruang diatas yang harus ditempati mahasiswa pun harus mendorong, elemen-elemen
penting masyarakat, baik itu secara struktural yang menyangkut parpol, maupun kultural yang menyangkut
ulama, jawara dan pengusaha. Disinilah pentingnya mahasiswa untuk memediasi dan mendorong
elemen-elemen tersebut untuk bertindak proporsional sesuai dengan tugasnya, sehingga tidak terjadi
tumpang tindih antara fungsi dan kepentingan dari elemen tersebut. Mendorong, mengawal serta
mengarahkan transisi masyarakat Banten pada kondisi yang utuh (baca : demokratis, religius,
kesejahteraan terjamin dan berkeadilan serta kreatifitas yang produktif), adalah tugas besar yang tentunya
tidak hanya selesai dengan jargon-jargon atau simbol-simbol, namun harus dengan kerja-kerja ilmiah dan
keseriusan dalam kerja praksis.

Stratak Gerak Rubah Mahasiswa


Ada dua strategi yang harus dilakukan oleh mahasiswa di Banten yang menyangkut infra dan sufrastruktur
daerah, yang derifasinya ganda. Disatu sisi mahasiswa berperan birokrasi yang ada, disisi lain
mentransformasikan kesadaran kritis terhadap masyarakat. Mengapa harus di birokrasi?, fakta
menunjukan bahwa birokrasi didaerah mempunyai kaitan erat dengan elemen-elemen yang penting
masyarakat seperti halnya ulama, jawara dan pengusaha. Jika birokrasi bisa diarahkan pada arah yang
proporsional serta profesional, maka tidak menutup kemungkinan ketiga elemen masyarakt tersebut akan
dengan sendirinya proporsional. Jika birokrasi tidak dikontrol betul-betul dikhawatirkan akan terjadi
penyalahgunaan pada kebijakan otonomisasi daerah ini. Dengan kata lain sentralisme kekuasaan akan
terjadi yang pada akhirnya “raja-raja kecil baru” akan lahir. Selain itu transformasi kesadaran masyarakat
harus di massifkan dan sistimatis dengan harapan kesadaran kritis masyarakat bisa terbangun dengan
sendirinya. Masyarakat nantinya yang mengontrol birokrasi dan parlemen, bukan lagi mahasiswa. Disinilah
akan tercipta masyarakat yang berkesadaran dan berpartisifatif.

Jelasnya strategi struktural dan kulturallah yang dikedepankan untuk memerankan gerak rubah mahasiswa
sebagai kaum intelektual, yang di istilahkan Ali Syariati dengan ungkapan “raushanfikr” manusia yang
tercerahkan. Pada akhirnya kita (baca : mahasiswa) tidak akan terjebak dengan ungkapan Gramsci
sebagai intelektual organik, sekelompok intelektual yang hanya memerankan kerja-kerja propaganda dan
mendagangkan keintelektualannya.

*Penulis adalah Ketua I ICMI MUDA Banten

3 of 5 23/07/2007 20:52
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pragmatisme Kekuasaan dan Kekerasa... http://icmimudabanten.org/?p=7

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( December 22, 2006 )

Pragmatisme Kekuasaan dan Kekerasan Sosial


Oleh : Darulquthni

Dunia perpolitikan telah sering kali merekam sejarah mengenai penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan
oleh seorang individu atau sekelompok orang. Ini terjadi ketika posisi kekuasan terkonsentrasi pada satu
pihak, sementara pihak lain berada pada posisi yang dikuasai. Wilayah kekuasaan yang serba tunggal dan
terpusat ini sangat sulit dijangkau dan ditembus lantaran begitu jauh dan kuatnya benteng-benteng yang
mengelilinginya. Keadaan ini menyebabkan perilaku kekuasaan menjadi sangat ekslusif dan tidak terkontrol
yang kemudian menyeretnya menjadi sebuah tindakan yang membahayakan serta mengancam nilai-nilai
kemanusiaan suatu komunitas sosial.

Kekuasaan dalam hal ini teraktualisasi dalam perilaku yang mengedepankan ego dan nafsu pribadi. Akibatnya
berbagai bentuk kesewenang-wenangan dan perilaku yang menghalalkan segala cara pun muncul dalam
tingkatan yang beragam, dari yang paling halus sampai yang secara terang-terangan dan vulgar. Lebih-lebih di
zaman yang sudah tersentuh budaya modernisme dengan dukungan teknologi yang serba canggih ini, perilaku
penyalahgunaan kekuasaan sudah bisa dilakukan secara canggih pula. Seorang pemegang kekuasaan bisa
hadir di belakang layar dan menjadi untochauble (sesuatu yang tak tersentuh) dalam melakukan
maksud-maksud politik kotornya, sehingga yang nampak di permukaan seperti berperilaku baik, tulus, dan
bersih. Lantaran demikian merusaknya kekuasaan manusia modern ketika melakukan tindakan yang buruk
dan jahat, tidaklah mengeherankan kalau kemudian John Dewey mengatakan bahwa manusia modern bisa
lebih dungu dan jahat ketimbang manusia primitif.

Demikian, dalam kehidupan politik, pemegang kekuasaan seringkali menjelma menjadi “tuhan” yang
kemudian menjadikannya sebagai sumber pembenaran “tunggal” dalam melakukan segala perilakunya.
Pemegang kekuasaan manusia seakan lupa diri bahwa kekuasaan yang dipegangnya adalah bersifat nisbi,
sementara ada Tuhan sungguhan yang menjadi Sang Pemilik Mutlak Kekuasaan. Selain itu, pemegang
kekuasaan sering nampak seperti tidak sadar bahwa ada norma-norma dan nilai-nilai tertentu yang harus
dipatuhi dan ditaatinya dalam mengaktualisasikan fungsi kekuasaannya. Tapi karena kerakusannya dalam
upaya melangggengkan kekuasaan yang dimilikinya, manusia seringkali menggunakan kekuasaannya secara
mutlak, menyamai dan bahkan melewati –lantaran suka berkuasa secara membabi-buta– batas-batas makna
kemutlakan yang dimiliki oleh Sang Pemilikinya. Karena itu, tidaklah berlebihan kalau kemudian Lord Acton

1 of 6 23/07/2007 20:23
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pragmatisme Kekuasaan dan Kekerasa... http://icmimudabanten.org/?p=7

mengatakan, “power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutly.” Kekuasaan cenderung jahat,
curang, atau ingin menangnya sendiri.

Pragmatisme Politik

Kekuasaan memang sering kali nampak tak beretika dan karena itu selalu mengimplikasikan pada teror,
intimidasi, tekanan, dan kekerasan. Inilah barangkali yang dimaksud seorang pengamat politik dari UMY,
Haedar Nashir, sebagai gejala dari pragmatisme dalam perilaku politik. Ia mengatakan bahwa gejala ini
secara sederhana dapat dikatakan sebagai gejala menerabas dalam melakukan langkah-langkah politik atau
memperjuangkan kepentingan dengan orientasi capaian hasil yang memuaskan secara praktis dan dipandang
gampang membuahkan hasil tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moralitas dan kepentingan luhur bangsa
secara keseluruhan.

Parameter kebenaran perilaku politik seseorang atau suatu kelompok penguasa seringkali ditentukan oleh out
put dengan tanpa berpijak pada nilai-nilai dan norma-norma sebagai rambu-rambu kekuasaannya. Ini
misalnya terlihat pada kebijakan Orde Baru yang seringkali mengedepankan “atas nama” stabilitas politik,
pembangunan, dan demokrasi, pemerintah secara tak segan-segan melakukan tindakan represif dalam bentuk
pencekalan, per-recall-an, pembredelan, pembungkaman, penangkapan, penculikan, penganiayaan,
pemenjaraan, dan bahkan pembunuhan terhadap kaum “bersuara vokal”. Tindakan menghalalkan segala cara
yang dilakukan oleh penguasa Orde Baru dalam upaya mempertahankan status quo melalui militer sebagai
backing-nya ini sudah mencatat rangkaian daftar korban materi, psikologi, darah, dan nyawa rakyat.

Kasus memprihatinkan yang menimpa rakyat Aceh misalnya, adalah salah satu contoh potret buram tingkah
polah pragmatis kelompok pemegang kekuasaan. Tengok saja, berapa ribu orang rakyat Aceh yang telah
menjadi korban-korban politik “bumi hangus” di sepanjang bercokolnya Soeharto sebagai presiden sekaligus
penglima tertinggi ABRI. Melihat dan mengenang kembali rangkaian kejadian kelam tanah Rencong ke
belakang barangkali kita hanya bisa mengekspresikan kesedihan, keprihatinan, kekesalan, dan kemarahan.
Dan sementara kita “asyik” membuka-buka catatan kelam kehidupan rakyat Aceh di waktu lalu yang
membuat teraduk-aduknya nurani kita, mata hati kita masih berdetak kencang dan”terobok-obok” oleh
rangkaian tragedi berdarah yang terjadi di Semanggi, Kupang, Ketapang, dan Ambon yang sampai detik ini
masih berkcamuk, serta tempat-tempat lainnya. Boleh jadi tragedi demi tragedi yang terjadi di republik Orde
Baru ini telah mencatat jutaan daftar kematian rakyat Indonesia, termasuk kaum perempuan dan anak-anak
yang tak berdosa, baik yang terungkap maupun yang belum terungkap serta yang sengaja disembunyikan dan
dipeti-eskan. Sungguh suatu hal yang sangat ironis terjadi, di negara yang mayoritas masyarakatnya kaum
beragama, namun ternyata sarat dengan kekerasan politik yang dilakukan oleh pemegang tampuk kekuasaan.

Anomi politik

Pragmatisme politik yang ditanamkan di negeri ini melalui beragam bentuk tekanan, baik dalam bentuk
kekerasan fisik maupun dalam bentuk tekanan psikologis, di sepanjang lintasan pemerintahan Orde Baru
sampai hari ini, telah menyeret psokologis masyarakat ke susana yang penuh ketakutan, kecemasan,
kegelisahan serta tekanan-tekanan psikologis lainnya. Situasi politik ini sesungguhnya sangat tidak kondusif
bagi pendidikan dan pemberdayaan politik rakyat. Sebaliknya justru menggiring efek lain pada munculnya
sikap skeptis negatif rakyat terhadap elit politik pemegang kekuasaan. Dari sinilah lalu terbentuk suatu
akumulasi kekecewaan dan keprustasian di kalangan rakyat. Rakyat tidak lagi memandang segan dan
kemudian membenci terhadap segala hal yang berbau kekuasaan. Setiap urusan birokrasi dianggap sebagai

2 of 6 23/07/2007 20:23
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pragmatisme Kekuasaan dan Kekerasa... http://icmimudabanten.org/?p=7

korupsi dan mencekik masyarakat.

Terbentuknya sikap skeptif negatif rakyat ini tak jarang kemudian diikuti dengan munculnya beragam bentuk
perilaku anarkis yang membahayakan tatanan sosial. Rakyat dalam situasi seperti ini mudah sekali terpancing
emosi dan secara tak ragu-ragu lagi menciptakan kekerasan dan kebrutalan politik yang sangat destruktif. Ini
biasanya muncul terutama dari kaum anti kemapanan yang sudah tidak sabar lagi melihat perubahan yang
diinginkannya.

Lihat saja misalnya beragam aksi sebagian masyarakat Aceh, Riau, Maluku, dan Papua Barat, dan
Timor-Timur pada beberapa waktu yang lalu yang menjurus pada revolusi rakyat dengan tuntutan pemisahan
diri dari negara kesatuan Republik Indonesia. Dan belakangan, nama daerah yang terakhir ini ternyata
berhasil memerdekakan diri menjadi sebuah negara tersendiri dengan cara berpisah dari dekapan Republik
Indonesia. Berita senada yang masih hangat muncul dari Makasar. Ribuan mahasiswa Makasar tumpah-ruah
turun ke jalan meneriakan tuntutan pemisahan diri dari Republik Indonesia sekaligus mendeklarasikan negara
Sulawesi Merdeka. Dan bahkan belakangan ini rakyat Irian Jaya –mereka menginginkan disebut rakyat
Papua Barat– telah melaksanakan Kongres Rakyat Papua dengan hasil yang tentu saja sangat mengagetkan
pemerintah Republik ini: merdeka dan lepas dari “cengkraman” Indonesia.

Tengok juga misalnya, penyerangan yang disertai tindak perusakan kantor-kantor kapolsek dan kepala desa
oleh sekelompok masyarakat yang telah sering kali muncul di beberapa daerah. Belakangan nurani kita juga
sempat dikagetkan oleh tindakan pemaksaan kehendak yang membabi-buta masyarakat berseragam PDI
Perjuangan dalam bentuk perusakan pasilitas umum milik negara dan bangunan serta barang-barang milik
masyarakat yang terjadi di beberapa kota seperti Jakarta, Solo, Medan, dan Bali.

Tindakan mereka sesungguhnya tidak lebih dari suatu cermin akumulasi kekecewaan rakyat akibat
pragmatisme politik penguasa yang telah menggunung yang akhirnya meletus dalam bentuk kekerasan dan
kebrutalan politik rakyat. Emile Durkheim menyebut tindakan masyarakat seperti ini dengan perilaku anomi.
Anomi, demikian menurut pelopor paradigma fakta sosial dari Prancis ini, menunjukkan pada gejala
masyarakat yang kehilangan norma-norma sosial (normlessnes) yang disepakati bersama. Ini mengandung arti
bahwa telah terjadi sebuah kegoncangan, kegoyahan, kelonggaran, sekaligus kehilangan norma-norma sosial
yang selama ini mewujud dan berlaku dalam suatu masyarakat.

Dalam perilaku anomi, nilai-nilai kesantunan dan kesusilaan seringkali berada di tempat pinggiran.
Aspek-aspek etika dan moral yang seharusnya dikedepankan dalam setiap perilaku hubungan sosial acapkali
terlupakan. Ihwal inilah yang kemudian menggiringnya pada kian menjangkitnya penyakit munafik di
lingkungan masyarakat kita. Akibatnya hubungan antarmanusia tidak lagi dinuansai oleh rasa perikemanusiaan
dengan penuh pesona cinta dan kasih sayang. Namun sebaliknya yang terjadi adalah hubungan saling
mencurigai, menghalangi, mengganggu, dan bahkan membunuh antarsesamanya. Manusia yang berpenyakit
anomi adalah manusia yang hampir mati rasa. Sehingga prilaku menyakiti perasaan dan fisik sesamanya
dianggap suatu kenikmatan, kepuasan, dan kebanggan tersendiri bagi dirinya. Maka tidaklah mengherankan
kalau tumbuhnya manusia yang berpenyakit anomi cenderung mengarah kepada kekerasan dan kebrutalan
sosial.

Potret kekerasan demi kekerasan sosial politik yang terjadi di republik ini sepatutnya kita ambil hikmahnya
serta kita jadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga. Lebih-lebih di era reformasi (penyehatan bangsa
secara total) ini, kekerasan demi kekerasan serupa semestinya diantisipasi agar tidak terulang lagi di hari ini

3 of 6 23/07/2007 20:23
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pragmatisme Kekuasaan dan Kekerasa... http://icmimudabanten.org/?p=7

serta hari-hari mendatang. Harapan ini tentu saja akan selalu kita gantungkan kepada para pemimpin republik
ini, duet Gus Dur dan Megawati. Adalah tentu saja merupakan “PR” (pekerjaan rumah) yang sangat berat
bagi para pemimpin bangsa ini untuk kemudian secara istiqakamah melaksanakan apa yang telah didambakan
dan dicita-citakan rakyat Indonesia yang terpendam selama lebih dari tiga setengah dasawarsa ini. Karena itu
untuk beberapa saat lagi kita tunggu saja, akan ke arah mana duet nahkoda Gus Dur dan Mega
mengendalikan kapal RI ini, sehingga tidak mogok atau karam di tengah perjalanan yang pada akhirnya
sampai dengan selamat di pulau harapan, pulau yang memberikan ketenangan, kenyamanan, dan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bagi Gus Dur dan Mega, kekerasan demi kekerasan sosial politik –baik yang telah lama dan sering kali
terjadi di level elit kekuasaan dalam bentuk arogansi dan represi kekuasaan yang sarat dengan nuansa
sogok-menyogok, tipu-menipu, nepotisme, kolusi, korupsi, serta beragam penyakit munafik lainnya, ataupun
yang kerap muncul di wilayah grass root dalam bentuk perilaku anomik serta tindakan pemaksaan kehendak
seperti kerusuhan dan amuk massa atau bentrokan antarkelompok masyarakat, yang telah menimbulkan
banyak korban materi dan jiwa rakyat– semestinya dijadikan cermin bagaimana keduanya harus benar-benar
menjadi pemimpin sekaligus pengayom dan pelayan bagi seluruh rakyat. Di sinilah sesungguhnya kepekaan
psikologis dan ketajaman pikiran dari keduanya sedang ditantang. Jika keduanya sanggup merasakan dan
memahami apa yang ada di alam pikiran dan batin seluruh rakyat dan kemudian jika keduanya memiliki
kemampuan yang sangat cerdas, jeli, dan kreatif dalam kapasitasnya sebagai “orang tua” bangsa yang
mengasuh anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, Insya Allah negeri ini akan mengalami perbaikan demi
perbaikan yang berarti. Namun sebaliknya, jika kesalahan demi kesalahan masa lalu yang telah dilakukan
oleh para pemimpin negeri ini terulangi atau malah dengan sengaja diulangi kembali, maka niscaya republik
yang sedang semrawut ini akan semakin hancur dan porak-poranda.

Pada akhirnya, sembari berdo’a kepada Yang Maha Kuasa Mutlak untuk tegaknya bangsa dan negeri yang
di ridhai Allah ini, kita sebagai bagian dari elemen masyarakat juga mesti sama-sama memulai lagi proses
perenungan yang maha mendalam –sambil mencari dan mempelajari akar persoalan yang terjadi selama ini–
bagaimana caranya menghapuskan atau paling tidak meminimalisasi terjadinya pragmatisme dan anomi sosial
politik di negeri ini dalam upaya menuju “Masyarakat Indonesia Serba Baru” yang lebih bermartabat dan
berperadaban. Semoga.

Politik | E-mail this Artikel

No Comments to “Pragmatisme Kekuasaan dan Kekerasan Sosial” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

4 of 6 23/07/2007 20:23
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Siapa Mengawasi DPRD Kita? http://icmimudabanten.org/?p=8

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( November 27, 2006 )

Siapa Mengawasi DPRD Kita?


Oleh : Manar MAS

Siang itu, hujan luar biasa lebat! Di sebuah hotel termewah di kota Serang, suasana tegang mengiringi
Rapat Pleno KPUD untuk menetapkan calon Gubernur pemenang PILKADA Banten 2006. Inilah
puncak dari rangkaian kegiatan berdemokrasi yang panjang dan melelahkan, karenanya wajar acara siang
itu menjadi sorotan banyak pihak.
Beberapa stasiun televisi terlihat menempatkan crew dengan berbagai peralatan mewahnya. Puluhan
wartawan media cetak tak ingin kehilangan moment bersejarah, berjubel berebut tempat dengan para
aktivis politik. Para relawan dari para kandidat berebut hiruk pikuk dengan ratusan polisi yang disiagakan
di hotel termewah itu. Hampir dapat dipastikan, siang itu Rapat Pleno KPUD Banten seperti magnit!
Akan tetapi, ternyata tidak untuk beberapa aktivis, mereka yang rela basah kuyup berunjuk rasa di depan
gedung DPRD Propinsi Banten. Suara mereka lantang meski tak banyak orang tertarik memperhatikan.
Langkah mereka tetap gagah kendati tak satu-pun anggota DPRD bersedia menemui mereka, dan hanya
dilayani puluhan polisi yang menyediakan diri menjadi pagar betus. Thoh, para aktivis itu tetap berteriak
lantang, ”Kembalikan uang Tunjangan Komunikasi Intensif!”
Sebelumnya, unjuk rasa serupa dilakukan oleh gabungan elemen mahasiswa dan LSM. Namun, seperti
juga unjuk rasa siang itu, tak ada anggota DPRD yang berkenan menemui mereka.

Percobaan Menegur Dprd


Kendatipun terkesan biasa, unjuk rasa siang itu serta unjuk rasa serupa sebelumnya sesungguhnya
tidaklah biasa!
Berbagai unjuk rasa yang selama ini memakai pola mendatangi gedung DPRD Propinsi Banten selalu
menempatkan institusi DPRD sebagai sasaran antara. Para aktivis berusaha menekan institusi DPRD
untuk menjalankan fungsi mereka, yaitu fungsi legislasi, fungsi budegting dan fungsi controlling
(pengawasan). Dengan demikian, bagi institusi DPRD berbagai unjuk rasa dengan pola semacam itu
sangat berguna untuk memperkuat positioning institusi DPRD dalam menjalankan berbagai fungsi mereka,
terutama fungsi pengawasan.
Suatu unjuk rasa oleh DPRD akan ditempatkan sebagai data dan informasi dari masyarakat, bahkan
tuntutan, lalu diolah sebagai suatu dasar untuk menanyakan dan menyatakan keberatannya kepada
Pemerintah Daerah jika ternyata dari hasil pengawasan diperoleh indikasi adanya kecenderungan yang
negatif atau merugikan kepentingan rakyat. DPRD memang boleh meminta Kepala Daerah untuk
menunda atau bahkan mencabut kebijakannya jika benar-benar merugikan rakyat banyak. Bahkan, jika
berkategori pelanggaran terhadap hukum, DPRD sewaktu-waktu dapat menindak-lanjuti dengan meminta

1 of 4 23/07/2007 20:07
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Siapa Mengawasi DPRD Kita? http://icmimudabanten.org/?p=8

pertanggung-jawaban Kepala Daerah.


Karenanya, tak dapat ditutupi, bahwa kadang-kadang ada pola yang unik, di mana DPRD benar-benar
membutuhkan suatu unjuk rasa! Ini memang sangat terkait dengan beberapa istilah kunci, seperti
”bersama” dalam kalimat ”…bersama Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Daerah”
atau dalam kalimat ”…bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah”, ”berkedudukan sejaja” dan ”Mitra”. Dalam tataran impelementasi,
beberapa istilah kunci tersebut sering disalah-artikan dan disalah-gunakan menjadi institusi DPRD saling
berhadap-hadapan sebagai ’lawan’ dengan Kepala Daerah beserta perangkatnya. Inilah yang seringkali
menjadi pemicu terganggunya hubungan Pemerintah Daerah dengan institusi DPRD.
Namun, unjuk rasa soal Tunjangan Komunikasi Intensif yang dilakukan oleh Front Aksi Mahasiswa
(FAM), Front Aksi Mahasiswi (FAMi), PMII Serang, LSM Jarum, Banten Movement Centre (BMC)
memang tidak menempatkan institusi DPRD sebagai sasaran antara, tapi justru menjadi sasaran utama.
Karenanya, mungkin yang terjadi nanti bukan DPRD sebagai pahlawan, tapi malah sebagai pesakitan!
Karenanya, terlepas dari cara pandang banyak pihak yang kesulitan memahami aktivitas unjuk rasa
beberapa elemen mahasiswa seperti FAM, FAMi, BMC yang kerap melakukan unjuk rasa, maka
anggaplah unjuk rasa soal Tunjangan Komunikasi Intensif itu sebagai percobaan menegur DPRD kita!

Perilaku Dprd Kita


Menegur DPRD memiliki nilai strategis, dan tak bisa ditunda-tunda lagi, terlebih setelah ditetapkannya
institusi legislatif sebagai lembaga terkorup tahun 2006 sebagaimana dicatat oleh Transparency
International Indonesia (TII) dalam barometer korupsi 2006.
Dalam keseharian, masyarakat selalu dibuat kecut dan geram terhadap munculnya beberapa gejala negatif
yang dipertontonkan oleh anggota DPRD dalam menggunakan hak, tugas dan wewenangnya yang
sedemikian besar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Seperti yang diungkap berbagai mass
media, halaman dan rubrik berita hampir tidak sepi dari pemberitaan mengenai sikap dan perilaku anggota
DPRD yang berindikasi tidak etis, menyimpang atau melanggar norma-norma standar politik dan
pemerintahan.
Terakhir soal Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI), memberikan kesan tidak sabarnya anggota DPRD
untuk menikmati fasilitas tunjangan tersebut, dan hal itu berbanding terbalik dengan kinerja mereka pada
waktu memperjuangkan berbagai kepentingan dasar masyarakat.
Dari sisi normatif, TKI memiliki dasar yang kuat, yaitu PP 37 tahun 2006 yang dikeluarkan tanggal 20
Nopember 2006. Akan tetapi, pada tataran implementatif, PP 37 tahun 2006 tetap tidak dapat
melepaskan diri induknya, yaitu PP Nomor 24 tahun 2004 yang mewajibkan pengaturan lebih lanjut
dalam suatu Peraturan Daerah tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
DPRD Propinsi Banten. Karenanya, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 perlu direvisi terlebih
dahulu.
Dengan demikian, banyak ketentuan yang dilanggar akibat pencairan TKI untuk tahun anggaran 2006 ini,
termasuk prinsip adminsitrasi penganggarannya yang diletakkan padapos belanja Biaya Jasa Tenaga
Kerja Non Pegawai untuk kegiatan Fasilitasi Kegiatan Koordinasi dan Kosultasi Kemasyarakatan DPRD
Propinsi Banten. Mestinya, anggaran untuk tunjangan-tunjangan DPRD diletakkan pada pos kegiatan
Belanja Administrasi Umum DPRD Propinsi Banten. Karenanya, agak aneh bila ada sementara anggota
DPRD Propinsi Banten yang merasa nyaman menerima tunjangan itu. Dengan mengatakan ”Proses
pencairannya sesuai dengan nomenklatur anggaran yang ada di APBD Perubahan tahun 2006. Jadi tidak
ada masalah lagi dan itu legal”.

Siapa Mengawasi
Satu pertanyaan yang hingga kini belum dapat dijawab secara pasti dalam arti melalui pengaturan yang
resmi adalah ”Siapa yang mengawasi DPRD?”
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tidak satu pasalpun ditemukan yang mengatur soal

2 of 4 23/07/2007 20:07
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Siapa Mengawasi DPRD Kita? http://icmimudabanten.org/?p=8

pengawasan DPRD. Padahal, dengan kedudukan dan kewenangan yang demikian besar tanpa disertai
pengawasan atau mekanisme kontrol, akan mendorong pada tindakan powerfull yang tidak terkontrol.
Jadi, siapa yang mengawasi DPRD? Beberapa jawaban selama ini mengatakan, bahwa yang mengawasi
DPRD adalah rakyat! Jadi, salute to FAM dan lain-lain..***

Penulis adalah direktur Lembaga Analisis Kebijakan Publik (LANSKEP) Banten.

Artikel ini Pernah dimuat di Situs http://www.radarbanten.com

Politik | E-mail this Artikel

No Comments to “Siapa Mengawasi DPRD Kita?” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

« Banten Dan Karakter Radikalisme Reformasi Intelektual : Jalan menuju ‘Kemerdekaan’ Mahasiswa »
|

Berita (24)
Budaya (2)
Ekonomi (8)
Jurnalistik (2)
Kebijakan (6)
Komunikasi (5)
Pendidikan (11)
Perhubungan (1)
Politik (9)
Profil (3)

3 of 4 23/07/2007 20:07
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Perencanaan dan Penganggaran Daera... http://icmimudabanten.org/?p=18

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( December 26, 2006 )

Perencanaan dan Penganggaran Daerah: Sudah Pro-Poor kah?


Oleh : Achmad Nashrudin P

Perencanaan dan penganggaran yang pro-poor telah menjadi perhatian sangat luas sejak tahun 1990-an.
Perhatian terhadap topik ini dipicu terutama oleh adanya perbedaan peran pemerintah dari sisi normatif
dengan kecenderungan perkembangan masyarakat di berbagai belahan dunia. Secara normatif, apapun dasar
ideologinya, tugas pemerintah sangat jelas yaitu menciptakan kesejahteraan dan menghindari ketimpangan
pendapatan. Tetapi dalam praktek peran negara dalam dua bidang tersebut justru paling terabaikan. Di
banyak negara, berbagai instrumen pembangunan yang dirancang negara justru menyebabkan pemiskinan dan
ketimpangan pendapatan yang luar biasa.

Peran Mengurangi Kesenjangan


Salah satu fungsi pemerintah yang tidak dapat digantikan oleh institusi lain —merujuk pada Samuelson
(1995)— adalah mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan. Peran ini dapat dilakukan melalui dua
instrumen yaitu regulasi dan anggaran. Berdasarkan beberapa studi, kegagalan pemerintah dalam merancang
instrumen regulasi tidak hanya menyebabkan ketimpangan pendapatan, tetapi juga menghambat orang-orang
miskin mengakumulasi kekayaan. Bukannya mengakselerasi pertumbuhan kekayaan orang miskin, pemerintah
malah menghancurkan potensi dan sumber-sumber pendapatan dan kekayaan orang miskin (lihat Hernando
de Soto, 2002).
Untuk instrumen anggaran, yang penting adalah pajak dan belanja pemerintah. Melalui pajak, pemerintah
mengumpulkan pemasukan dari warga negara yang lebih mampu, selanjutnya uang yang terkumpul
dibelanjakan untuk biaya operasional organisasi pemerintahan, untuk pelayanan publik, dan mengurangi
kemiskinan.
Berdasarkan pada fungsi yang diembannya, suatu anggaran dikatakan pro-poor jika kebijakan anggaran
diarahkan untuk mengakselerasi peningkatan pendapatan secara agregat, memberikan akses pada orang
miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan untuk berkembang, sekaligus sebagai instrumen
utama untuk mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan. Ini berarti anggaran yang pro-poor
memfokuskan pada pelibatan orang miskin dalam proses pembuatan kebijakan, orientasi pengalokasian, dan
penilaian dampak yang mengarusutamakan pemenuhan kebutuhan orang miskin. Anggaran pro-poor
memungkinkan orang miskin memiliki oportunitas untuk mengakses sarana kesehatan, pendidikan, dan

1 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Perencanaan dan Penganggaran Daera... http://icmimudabanten.org/?p=18

usaha-usaha produktif. Dari segi alokasi belanja, anggaran pro-poor harus memberikan benefit yang
proporsional terhadap orang miskin ketimbang orang kaya —–meskipun kita harus hati-hati terhadap bias.
Pertanyaannya adalah, bagaimana perencanaan dan penganggaran yang pro-poor dapat dicapai? Ada
beberapa butir penting yang harus dilakukan (lihat box di akhir tulisan).

Perencanaan dan Penganggaran Daerah


Sejak tahun 1999 banyak perubahan dalam kebijakan daerah di Indonesia. Salah satu yang terpenting adalah
penetapan UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang ini merupakan landasan utama bagi
desentralisasi pemerintahan dengan memberikan kewenangan pada daerah untuk mengelola berbagai urusan
pemerintahan, kecuali urusan pertahanan, keamanan, kehakiman, keagamaan, internasional, dan moneter.
Konsekuensinya, daerah menyelenggarakan urusan yang sangat luas terutama dalam pengelolaan sumber
daya alam, sumber daya keuangan dan penyediaan pelayanan publik.
UU No. 22/1999 saat ini telah diganti dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
nampaknya lebih operasional dari UU sebelumya. Salah satu aspek yang dibahas oleh UU tentang
pemerintahan daerah yang baru adalah mengenai perencanaan dan penganggaran daerah. Untuk Perencanaan
dan Penganggaran Daerah selain merujuk pada UU 32/2004 juga diatur oleh UU No. 25/2004 tentang
Sistem Perencanaan Nasional dan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Merujuk pada ketiga UU di atas maka perencanaan dan penganggaran daerah terutama dari segi prosesnya
akan menjadi kewenangan daerah yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah dengan mengacu pada
Peraturan Pemerintah (PP). Sampai saat ini peraturan pemerintah yang mengatur proses-proses perencanaan
dan penganggaran dimaksud masih belum keluar.
Sebelum keluarnya peraturan pemerintah tentang perencanaan dan penganggaran daerah, dari segi praktek
perencanaan dan penganggaran saat ini pemerintah daerah berpedoman pada PP 105/2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan PP 108/2000 tentang Tatacara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah. PP 105/2000 yang mengatur mengenai asas umum pengelolaan
keuangan daerah, yaitu: tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif,
transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan, serta pendekatan
dalam penyusunan APBD yang dikenal dengan pendekatan kinerja. Sedangkan PP 108/2000 menetapkan
bahwa perencanaan dan penganggaran daerah merupakan tolok ukur penting dalam menilai keberhasilan atau
kegagalan kepala daerah.
Secara operasional, asas umum dan pendekatan kinerja dalam perencanaan dan penganggaran daerah
dituangkan dalam Kepmendagri 29/2002. Kepmendagri ini secara rinci mengatur substansi dan proses yang
harus ditempuh oleh pemerintah daerah agar perencanaan dan penganggaran sesuai dengan asas umum dan
pendekatan kinerja. Berbagai kebijakan mengenai perencanaan keuangan tersebut di atas, selanjutnya diberi
payung hukum yang lebih kokoh yaitu UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur sitem
keuangan —termasuk proses penyusunannya— baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Berdasarkan
UU No. 17/2003, penyusunan anggaran daerah meliputi beberapa tahap penting yaitu: 1) penyusunan arah
kebijakan APBD, 2) penyusunan prioritas dan plafon anggaran, 3) penyusunan rencana satuan kerja, dan 4)

Pembahasan RAPBD.
Karena pengeluaran pemerintah daerah langsung berkaitan dengan kebutuhan dasar rakyat, maka pemerintah
berusaha mendorong agar perencanaan dan penganggaran daerah melibatkan masyarakat. Untuk itu sejak
tahun 2002 pemerintah mengeluarkan SE Mendagri tentang Pedoman Penyelenggaraan Forum Koordinasi
Pembangunan Partisipatif. SE tersebut diperbaharui tahun 2003, dan untuk tahun 2004 pemerintah
menetapkan SE Besama Menteri Perencanaan dan Menteri Dalam Negeri. Meskipun judul dan metode yang

2 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Perencanaan dan Penganggaran Daera... http://icmimudabanten.org/?p=18

digunakan dalam masing-masing SE ada perbedaan, tetapi pada intinya SE tersebut berusaha mendorong
pemerintah daerah agar melaksanakan perencanaan dan penganggaran tahunan dengan melibatkan peran
serta masyarakat yang seluas-luasnya. Untuk menjalankan Kepmen 29/2002 dan SE yang mengisyaratkan
perlunya perencanaan dan penganggaran daerah yang partisipatif, beberapa daerah melakukan inovasi
dengan mengeluarkan peraturan daerah atau SK Walikota yang menetapkan secara rinci proses-proses,
kelembagaan dan instrumen yang harus dikembangkan pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan dan
penganggaran secara partisipatif.
Siklus perencanaan dan penganggaran partisipatif dimulai dari koordinasi perencanaan di tingkat desa, lalu
naik ke koordinasi perencanaan di tingkat kecamatan, dan berakhir di koordinasi perencanaan di tingkat
kabupaten/kota. Hasil koordinasi perencanaan di tingkat kabupaten/kota selanjutnya disusun dokumen
rencana pembangunan tahunan daerah/AKU APBD. Berdasarkan pada rencana pembangunan tahunan
daerah/APBD, dinas, badan, biro, dan kantor (Dibarokan) daerah menyusun anggaran pembangunan tahunan
yang akan dibahas dengan panitia anggaran eksekutif (panggar eksekutif). Dokumen anggaran belanja yang
dikompilasi panggar eksekutif selanjutnya diajukan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan menjadi APBD.
Saat ini telah banyak daerah yang berusaha menggabungkan dua pendekatan dalam perencanaan dan
penganggaran tahunan daerah, yaitu di satu sisi pendekatan anggaran berbasis kinerja dan di sisi lain melalui
proses-proses perencanaan yang paritisipatif. Penggabungan pendekatan tersebut tentu saja tidak mudah.
Studi kasus yang dilakukan di tiga Kabupaten di NTB dan NTT menunjukkan bahwa proses perencanaan
dan penganggaran masih menyisakan masalah pokok. sebagai berikut: (Lihat Studi Deno Kamelus, Jessica L
dan Suhirman, 2004):
1. Tidak ada hubungan yang jelas antara perencanaan jangka menengah dengan perencanaan tahunan.
2. Hubungan perencanaan daerah dengan prioritas pembangunan di tingkat provinsi dan di tingkat nasional
juga tidak jelas, termasuk prioritas yang akan dibiayai dengan dana dekonsentrasi.
3. Perencanaan dan penganggaran daerah mempunyai hubungan tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh
panjangnya alur perencanaan, dan ketidak-sinambungan antara satu proses perencanaan dengan proses
berikutnya.
4. Dualisme antara proses perencanaan dan proses penganggaran karena struktur pemerintahan daerah.
Penyebab utama dari dualisme ini adalah adanya kelembagaan yang berbeda antara perencanaan (Bappeda)
dengan penganggaran di bawah koordinasi Bagian Penyusunan Program/Bagian Keuangan).
5. Kualitas dokumen perencanaan dan penganggaran sangat rendah. Data dasar yang layak seringkali tidak
tersedia.
6. Seringkali, panitia anggaran eksekutif tidak merujuk pada dokumen dan kebijakan perencanaan dan
penganggaran yang telah diproses sebelumnya —melalui perencanaan partisipatif.
7. Dana dekonsentrasi dan DAK secara langsung didistribusikan ke sektor. Dalam hal ini dana dekonsentrasi
dan DAK seringkali tidak berkaitan dengan perencanaan partisipatif.
8. Hanya sekitar 20-30% dari seluruh anggaran kabupaten dibelanjakan dalam program/proyek
pembangunan, dan untuk komponen program/proyek pembangunan itpun masih memuat dana yang berkaitan
dengan aktivitas rutin dan administratif.
9. Dari 20-30% belanja publik, hanya sekitar 20-25% berasal dari usulan yang diproses berdasarkan
perencanaan pembangunan yang partisipatif. Ini berarti hanya sekitar 5% dari total anggaran kabupaten yang
berasal dari proses perencanaan partisipatif.
Jika diasumsikan bahwa proses perencanaan dan penganggaran partisipatif dapat mengakomodasi berbagai
kepentingan —terutama masyarakat marginal di pedesaan— maka dalam prakteknya proses-proses ini telah
“gagal” menjadi instrumen affirmative action yang membela kepentingan si miskin. Ini terlihat baik dari sisi
besaran maupun alokasi anggaran daerah.

3 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Perencanaan dan Penganggaran Daera... http://icmimudabanten.org/?p=18

Identifikasi Kegagalan
Kalau instrumen hukum yang ada telah mendorong pendekatan kinerja serta perencanaan dan penganggaran
partisipatif, maka pengamatan terhadap praktek-praktek perencanaan dan penganggaran daerah dapat
dikatakan telah gagal mewujudkan anggaran yang pro-poor. Dari sisi alokasi dana, kegagalan nampak terlihat
dari sisi jumlah belanja publik dibandingkan dengan total anggaran dan dari sisi belanja antar-sektor. Sebagai
contoh, di Kabupaten Alor yang semua lulusan SMU-nya nyaris tidak dapat memenuhi syarat kelulusan
dengan standar nasional, anggaran belanja untuk pembangunan stadion dan musium jauh lebih besar dari
belanja publik untuk sektor pendidikan.
Contoh lain di Kota Bandung yang dikenal sebagai Kota Pendidikan, anggaran untuk pendidikan pada tahun
2003 hanya sebesar 750 juta. Nilai ini dibawah anggaran untuk klub sepakbola Persib Bandung yang sebesar
800 juta. Bagaimana dengan Kabupaten Serang, atau Provinsi Banten, sudahkah anggaran pendidikan
menyentuh aspek substantif (baca: yang dibutuhkan) dibanding dengan anggaran belanja aparat?
Dari sisi proses, tampaknya perencanaan partisipatif yang ada saat ini masih menghasilkan ‘wish list’. Dalam
beberapa hal nasib usulan masyarakat seperti melempar lotere. Tidak ada kepastian dan kriteria yang jelas
usulan mana yang akan diterima/ditolak. Masyarakat disini perlu dibedakan dengan rakyat. Karena bila
menyebut rakyat, DPRD secara politis adalah representasi rakyat, tapi DPRD dalam banyak hal seringkali
mempunyai kepentingan yang berseberangan dengan masyarakat.
Apa yang salah dalam perencanaan dan penganggaran daerah saat ini dalam perspektif pro-poor? Dari sisi
rasionalitas alokasi anggaran, secara teknis kesalahan terutama terjadi dalam penentuan output dan outcomes
yang ingin dicapai melalui belanja pemerintah. Tetapi menurut penulis ada kesalahan yang lebih mendasar,
yaitu: pertama, asumsi yang keliru mengenai anggaran itu sendiri, dan kedua, pemikiran jangka pendek
—terutama dari sisi cash flow— mengenai dampak yang ingin diperoleh dari kebijakan anggaran. Kesalahan
asumsi yang utama adalah menempatkan anggaran sebagai milik pemerintah yang pengeluarannya menjadi
hak prerogratif elit-elit di pemerintahan (termasuk DPRD). Dampaknya, alokasi anggaran 90% belanja
aparatur dan 10% belanja publik dianggap sebagai hal yang wajar.
Pemikiran jangka pendek mengenai dampak yang ingin diperoleh dari kebijakan anggaran, tercermin dari
orientasi pemerintah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ini tidak salah, tetapi usaha
meningkatkan PAD dengan menarik retribusi dari berbagai sumber tanpa kejelasan rasionalitasnya tentu saja
keliru, karena dalam jangka panjang justru akan mematikan kegiatan ekonomi masyarakat. Orang-orang
miskin, biasanya bekerja di sektor-sektor informal yang tidak memberikan kontribusi langsung pada
peningkatan PAD, berbeda dengan usaha-usaha besar. Kebijakan anggaran yang berorientasi jangka
pendek, seringkali menyebabkan pemerintah hampir pasti memenangkan usaha besar dari usaha kecil dalam
perebutan sumber daya ekonomi (misalnya lahan berusaha). Selain itu, kebijakan peningkatkan PAD melalui
retribusi (pricing pada setiap unit pelayanan) dapat menghambat orang miskin mengakses pelayanan publik
yang bersifat men-dasar yang memungkinkan ia dapat tumbuh (misalnya pendidikan dan kesehatan).
Dari sisi proses, masalah utama dalam penganggaran saat ini adalah: umumnya masyarakat tidak dapat
mengakses informasi mengenai proses perencanaan dan alokasi anggaran. Dengan adanya asimetri informasi
maka sudah dapat dipastikan terjadi asimetri anggaran. Orang-orang miskin, yang memiliki informasi yang
sedikit dibandingkan dengan birokrasi dan dunia usaha, tentu saja tidak memiliki kesempatan yang memadai
untuk mengagregasi kepentingannya. Ini berdampak pada anggaran yang tidak memihak pada mereka.
Meskipun proses perencanaan dan penganggaran secara yuridis diklaim menggunakan pendekatan
bottom-up dan partisipatif, dalam prakteknya unsur-unsur masyarakat yang terlibat bukanlah representasi
yang sesungguhnya. Masyarakat yang terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran kebanyakan
adalah masyarakat yang dipilih atau memiliki hubungan yang dekat dengan birokrasi. Karena itu orientasi
mereka lebih pada kepentingan penguasa atau birokrat yang dekat dengan mereka. Untuk memperbaiki

4 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Perencanaan dan Penganggaran Daera... http://icmimudabanten.org/?p=18

proses ini, perlu segera diperbaharui sistem representasi di satu sisi, dan mendorong kesadaran rakyat miskin
untuk memperjuangkan nasib mereka melalui instrumen anggaran, yang meliputi pemilihan wakil yang
merepresentasikan kepentingan mereka dan mendorong pengalokasian anggaran agar sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Kesalahan ketiga, dalam proses penyusunan anggaran adalah menempatkan orang miskin hanya sebagai
penerima manfaat (beneficiary) dari program. Karena dianggap tidak memiliki kemampuan yang memadai,
orang miskin ‘diputuskan’ dari proses-proses anggaran dan tidak diberi kesempatan untuk memberikan
umpan balik terhadap pelaksanaan dan dampak dari belanja pemerintah. Padahal dalam setiap sistem,
monitoring-evaluasi dan feed-back dari target group program sangat penting. Untuk itu perlu dikembangkan
metode bagi orang miskin untuk dapat memonitor dan mengevaluasi anggaran.

Catatan Akhir
Perencanaan dan penganggaran yang pro-poor merupakan isu yang menantang dan perlu komitmen dari
semua pihak. Ada 3 (tiga) aktor penting yang harus segera didorong untuk mewujudkan gagasan ini.
Pertama, tentu saja orang miskin itu sendiri. Langkah penting yang harus segera dilakukan untuk
memberdayakan orang miskin adalah; bagaimana orang miskin membentuk organisasi mandiri (selforganize
group) yang mampu mengagregasi kepentingan, dan memilih representasinya untuk bernegosiasi dalam proses
perencanaan & penganggaran. Kedua, partai politik dan DPRD. Dari sisi isu, pemberantasan kemiskinan
telah menjadi komoditas hampir semua partai politik pada saat kampanye. Tantangannya adalah bagaimana
partai politik dan DPRD dapat mengoperasionalkan gagasan-gagasannya mengenai pengurangan kemiskinan
dan pengurangan kesenjangan pendapatan serta bagaimana konstituen partai politik dan DPRD dapat terus
mengontrol janji-janji mereka. Dan ketiga, adalah kepala daerah yang memiliki komitmen dan keterampilan
teknis untuk pengurangan kemiskinan. Peran kepala daerah sangat penting, karena proses-proses
perencanaan dan penganggaran adalah proses-proses pemerintahan yang kebanyakan diinisiasi oleh
eksekutif. ***
Tabel - Butir-butir Pencapaian Perencanaan dan Penganggaran Pro-poor
1. Mengidentifikasi siapa orang miskin. Dibutuhkan informasi terbaru mengenai tingkat, intensitas, dan
tipe-tipe ketercerabutan yang me-nyebabkan kemiskinan.
2. Anggaran pro-poor dapat dicapai dengan memberikan perhatian yang khusus mengenai prioritas dan
kategori spesifik yang dibutuhkan orang miskin.
3. Anggaran yang pro-poor tidak berarti hanya mengalokasikan anggaran dalam sektor-sektor sosial/
pelayanan publik yang bersifat dasar. Juga penting untuk memikirkan bagaimana alokasi anggaran dapat
sampai pada target sasaran (bukan hanya alokasi tetapi juga instrumen kelembagaan).
4. Agar upaya pengurangan kemiskinan efektif, alokasi anggaran lebih baik bersifat langsung ketimbang tidak
langsung. Ini dapat mengurangi ketimpangan pendapatan dan membantu pertumbuhan ekonomi.
5. Proses penganggaran harus partisipatif. Anggaran tidak hanya ditentukan atas pertimbangan-pertimbangan
sedikit orang di pemerintahan atau didunia bisnis, melainkan diproses melalui mekanisme yang bottom-up.
6. Desentralisasi dalam sistem anggaran sangat ideal, karena memberikan kemungkinan bagi warga di tingkat
lokal untuk menyuarakan dan mempengaruhi kebijakan anggaran.
7. Anggaran yang pro-poor mensyaratkan mekanisme pelaporan yang memungkinkan pihak-pihak di luar
pemerintahan dapat menelusuri belanja pemerintah.

(Dosen STIKOM Wangsa Jaya Serang, pengamat kebijakan Publik)

Kebijakan | E-mail this Artikel

5 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Good Governance dan Welfare State http://icmimudabanten.org/?p=81

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( May 31, 2007 )

Good Governance dan Welfare State


Oleh : Zaenal Mutaqin
Mahasiswa Economics Faculty Vrije Universiteit Amsterdam

Suatu Negara dibangun oleh empat kaki, lebih mudahnya kita logikakan dengan sebuah meja. Meja
supaya bisa berdiri tegak diperlukan 4 kaki penopong, demikian juga negara. Beberapa literatur
antopologi menyebut empat kaki tersebut yaitu: pemerintah, perusahaan (kapital: pemilik modal),
masyarakat politik (legislatif dan partai politik) serta masyarakat sipil. Kekokohan negara sangat
tergantung dari keseimbangan kaki-kakinya. Bila salah satu kakinya tidak rata, maka negara tersebut
sangat riskan untuk jatuh. Demikianlah yang terjadi di Indonesia. Tiang yang paling lemah adalah
masyarakt sipil, sementara kapital seringkali menjadi dominan karena kelenturannya menuju ke arah profit
dan mentransnasional. Terjadi perselingkuhan yang kasat mata antara pemerintah, kapital dan masyarakat
politik untuk kepentingan pribadi. Peran masyarakat sipil semakin terpinggirkan. Bila tidak segera di atasi
maka dikhawatirkan Indonesia akan menjadi negara yang gagal seiring runtuhnya satu kaki.

Hasil survey TI di tahun 2006 posisi Indonesia berada di peringkat 130 dengan nilai 2.4 (skala 10)
bersama Papua Nugini, Ethopia, Togo, Zimbabwe bahkan masih di bawah Timor Leste (peringkat 111).
Dan jauh di bawah Singapura (5) dengan indeks 9.4.
Should good governance become a solution?

Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana
investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (world bank dikutip dari
www.transparansi.or.id).

Good governance bisa berjalan dengan dukungan 3 pilar (negara, swasta dan masyarakat madani). Hasil
survey governance assesment yang dilakukan oleh (PGR) untuk Propinsi Banten yang melitputi
(memenuhi hak politik, regulasi yang sehat, kemampuan mengelola konflik, kepastian hukum,
pemberantasan korupsi, menyelenggarakan pelayanan publik)
http://www.kemitraan.or.id/data/events/2007.01.governance-assessment/06-profil-ga-banten.pdf)
Pertama, pelaksanaan tata-pemerintahan di Provinsi Banten pada dasarnya masih cukup buruk, Kedua,
dalam hal regulasi, penyelenggara tata-pemerintahan di Provinsi ini dinilai telah mampu untuk menyediakan
seperangkat hukum yang cukup kondusi bagi terciptanya iklim investasi yang baik. Namun demikian,

1 of 4 23/07/2007 20:03
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Good Governance dan Welfare State http://icmimudabanten.org/?p=81

pada tataran implementasi masih terdapat banyak kekurangan dan bahkan kelemahan-kelemahan
mendasar seperti masih kurangnya komitmen pemangku kepentingan untuk melaksanakan aturan dan
hukum dengan baik. Ketiga, rendahnya komitmen untuk melaksanakan hukum menyebabkan merebaknya
korupsi di lembaga-lembaga yang seharusnya bertindak sebagai penjaga tegaknya hukum. Data ini tentu
saja memperkuat kesimpulan-kesimpulan sementara yang melihat aspek kolusi antara penguasa dengan
kekuatan-kekuatan informal merupakan pembentuk wajah paling mendasar di Provinsi Banten. Pada
akhirnya, rendahnya kualitas pelayanan publik, penegakan hukum dan tingginya indikasi korupsi justru
membawa pemangku kepentingan dalam situasi tidak dipercaya oleh publik. Pihak-pihak yang memiliki
tingkat kepercayaan publik terendah adalah pemerintah Provinsi, kepolisian dan pengadilan.

Hasil Governance assessment menunjukan daerah yang baik dalam menjalankan good governance
diantaranya Blitar, Solok, Gorontalo, Sumbar, Jatim, Srage, Jembrana (figur sangat berperan. So
Banten?)

What should we do? (Langkah awal)


• Pembuatan database administrasi yang benar dan terintegrasi (kasus di Belanda sekali berbuat
criminal semua pihak akan tahu karena datanya terrecord)
• Pembenahan system pelayanan (on line) dan digital (meminimalkan human contact)
• Pencerdasan dan pemberdayaan masyarakat (Pembentukan aliansi sistematis dan strategis antar
aktivis dan LSM untuk pemberdayaan masyarakat) terutama di saat pemilu untuk memilih wakil rakyat
yang berempati pada masyarakat, dan pemimpin yang visionaris dan bermartabat.
• Meningkatkan optimisme bahwa korupsi bisa diberantas (korupsi bukan budaya Indonesia, terbukti
masyarakat Indonesia di luar negeri bisa mentaati peraturan yang ada).

Our goal: Welfare State (Mukaddimah UUD 1945) Negara menjamin kebutuhan dasar warganya.
Seperti telah banyak dilakukan oleh Negara di eropa barat (darimana dananya? Dari pajak yang dibayar
secara sukarela oleh masyarakat). Di sini pentingnya mutually trust (saling percaya antara masyarakat dan
negara).

Ekonomi | E-mail this Artikel

No Comments to “Good Governance dan Welfare State” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

2 of 4 23/07/2007 20:03
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pembangunan ekonomi daerah Men... http://icmimudabanten.org/?p=36

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( January 29, 2007 )

Pembangunan ekonomi daerah Mencapai kesejahteraan


rakyat
Oleh : Denny Kurnia

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu pertumbuhan nilai-nilai kesejahteraan masyarakat di


daerah. Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan melihat tingkat pendapatan, tingkat daya beli
tingkat tabungan masyarakat dan tingkat pertumbuhan angkatan kerja masyarakat yang semakin lama
semakin meningkat. Tingkat kesejahteraan masyarakat ini harus dilihat secara universial yang riil bagi
seluruh penduduk daerah. Untuk mengukur tingkat pendapatan masyarakat sebaiknya tidak dilakukan
secara rata-rata dengan menggabungkan pendapatan masyarakat yang tinggi dan yang rendah sehingga
seolah-olah pendapatan masyarakat tersebut setiap tahun meningkat. Pembangunan ekonomi daerah
dapat dikatakan berhasil jika factor-faktor tersebut diatas terus menigkat dan tidak ada lagi masyarakat
yang memiliki pendapatan ekonominya dibawah standar, apalagi sampai ada bagian masyarakat di daerah
yang tidak dapat membeli kebutuhan pokok untuk hidupnya.

Peningkatan pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi dan
semakin adil akan ditentukan oleh keberhasilan upaya/proses pembangunan ekonomi daerah dalam: 1)
meningkatkan pertumbuhan ekonomi riil, keamanan, dan investasi, 2) pemanfaatan peluang prospek
perekonomian nasional, 3) penanggulangan persaingan usaha yang tidak sehat, dan 4) melakukan
inovasi-inovasi daya saing daerah dengan berbekal Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004.
Pertumbuhan Ekonomi Riil, Keamanan, dan Biaya Investasi
Sebagai Daya Tarik Investor

Keberhasilan ekonomi daerah harus berlandaskan kepada kebijakan populer yang riil, misalnya harga
kebutuhan pokok stabil, lapangan kerja, dan pemberantasan kemiskinan yang terus meningkat setiap
tahun. Jika kebijakan ini dapat diterapkan di daerah, maka daerah ini akan menjadi daerah yang diincar
oleh para investor untuk menanamkan dananya atau mengembangkan usahanya di daerah. Selain factor
keamanan di daerah yang merupakan prioritas utama tujuan bagi para investor, ekonomi di daerahpun
merupakan pertimbangan yang tidak kalah pentingnya. Jika kedua faktor mengenai ekonomi dan
keamanan di daerah sudah stabil (berhasil) maka investor hanya memikirikan usahanya atau
perusahaan-perusahaannya yang dibangun di daerah, secara tidak langsung jika di daerah tumbuh dan
berkembang sektor-sektor usaha maka kesejahteraan masyarakat daerah akan terus meningkat.

Sementara ini kadangkala kita berfikir terbalik bahwa pemerintah menginginkan investor datang ke daerah

1 of 6 23/07/2007 20:51
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pembangunan ekonomi daerah Men... http://icmimudabanten.org/?p=36

untuk membangun perusahaan dan dapat mengatasi masalah-masalah ekonomi di daerah, seperti
pengangguran, pemberantasan kemiskinan dan lain sebagainya. Oleh karena itu paradigma berfikir
demikian harus kita kembalikan, sebaiknya untuk mengatasi masalah ekonomi riil di daerah itu adalah
tugas pemerintah daerah dengan modal memanfaatkan dana alokasi umum (DAU) perimbangan dari
pusat dan pendapatan daerah yang ada semaksimal mungkin, dengan diarahkan oleh anggaran daerah
yang berprioritas dan dicerminkan oleh pembangunan-pembangunan daerah baik pembangunan SDM
mapun pembangunan fisik yang terangkum oleh pembangunan ekonomi.

Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Chief Economist Deutsche Bank, Norbert Walter, “menarik
investasi asing ke Indonesia sebenarnya sederhana saja, yaitu menjanjikan keuntungan investasi. Janji
keuntungan investasi tersebut dapat tercermin dalam dua hal, yaitu stabilitas dan pertumbuhan ekonomi”.

Jelas tentunya bahwa factor stabilitas seperti keamanan dan pertumbuhan ekonomi terutama ekonomi riil
yang dapat menyentuh kepada rakyat di daerah relatif jika tidak bermasalah maka daerah akan diburu
oleh investor. Factor lain yang juga penting apabila adanya daerah pesaing atau negara-negara pesaing
seperti yang dikatakan oleh Walter yaitu, “hal yang patut diperhatikan Indonesia saat ini adalah daya saing
terhadap pesaing utama di Asia, yaitu Cina dan Thailand. Kedua negara tersebut, dinilai oleh Walter,
dapat menekan pertumbuhan biaya investasi sampai nol”. Apa yang dikatakan walter memang benar
bahwa apabila negara atau daerah tujuan investor dapat menghilangkan biaya-biaya investasi sampai
dengan nol maka daerah tersebut akan kebanjiran investor.
Prospek Perekonomian Daerah 2007
dilihat dari prospek Perekonomian Nasional

Prospek perekonomian daerah juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi nasional. Tentunya
pemerintah daerah harus dapat membaca perkembangan ekonomi nasional ini sebagai peluang untuk
dapat mengembangkan perekonomian daerah. Menurut rapat dewan gubernur Bank Indonesia
pertumbuhan ekonomi 2007 diprakirakan mencapai 6,0% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi
2006 yang diperkirakan mencapai 5,5%. Pada semester I-2007, peningkatan pertumbuhan ekonomi
2007 terutama didorong oleh konsumsi sedangkan investasi swasta belum meningkat secara signifikan.
Peningkatan konsumsi swasta didorong berlanjutnya perbaikan daya beli masyarakat sejalan rencana
kenaikan gaji PNS dan peningkatan UMR di semester awal 2007. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan
akan semakin kuat pada semester II-2007 sejalan dengan perkiraan peningkatan signifikan pada investasi
swasta dan peningkatan yang semakin besar pada belanja modal pemerintah. Prakiraan peningkatan
investasi swasta baik berbentuk PMA maupun PMDN pada semester II-2007 ini, selain didorong oleh
semakin kuatnya keyakinan pelaku ekonomi terhadap prospek peningkatan perekonomian ke depan,
juga disebabkan oleh kontribusi positif tren penurunan suku bunga domestik.
Sementara dari sisi fiskal, pengeluaran pemerintah yang tepat waktu dan tepat sasaran diharapkan dapat
memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi secara efektif. Selain itu, implementasi beberapa
agenda penting program Pemerintah di 2007 seperti program pembangunan infrastruktur khususnya di
bidang energi dan transportasi serta restrukturisasi mesin-mesin di industri tekstil diharapkan dapat
mendukung prakiraan pertumbuhan ekonomi 2007.
Di sisi eksternal, kegiatan ekspor diperkirakan masih tumbuh tinggi meskipun cenderung melambat akibat
pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak sekuat tahun 2006. Sementara itu, kegiatan impor barang dan
jasa diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan permintaan domestik. Melihat
perkembangan ekspor terakhir yang terutama disumbang oleh komoditi berbasis sumber daya alam,
kecenderungan penurunan harga komoditas dunia harus disikapi dengan peningkatan komoditas ekspor di
sektor manufaktur. Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan terbesar antara lain tekstil,
peralatan listrik, produk kimia dan peralatan mesin.

2 of 6 23/07/2007 20:51
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pembangunan ekonomi daerah Men... http://icmimudabanten.org/?p=36

Peningkatan peran perbankan dalam mendukung sisi pembiayaan menjadi faktor penting dalam
mendukung perkiraan tersebut. Pada tahun 2007 pertumbuhan kredit diharapkan dapat mencapai
15%-18%. Di samping itu, pembiayaan di luar sektor perbankan yang meningkat akhir-akhir ini
diharapkan terus berlanjut.

Dari beberapa prakiraan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut diatas tentunya teradapat beberapa
faktor yang menjadi prospek perekonomian daerah 2007 sebagai peluang untuk dapat
dimanfaatkanseperti:
1. Peningkatan konsumsi masyarakat pada semester I-2007 yang di dorong perbaikan daya beli
masyarakat sejalan dengan kenaikan gaji PNS dan peningkatan UMR.
Peningkatan ini akan memiliki semangat pada sektor perdagangan untuk berkembang dan maju. Peran
pemerintah daerah tentunya dapat memfasilitasi mengenai perkembangan dan kemajuan sector
perdagangan ini.
2. Peningkatan investasi swasta, pada semester II-2007
Peningkatan investasi swasta dapat dimanfaatkan oleh daerah dengan menarik PMA atau PMD ke
daerah ini.
3. Kontribusi positif Tren penurunan suku bunga domestik dan Pertumbuhan kredit (pembiayaan)
Penurunan suku bunga akan meningkatkan pertumbuhan kredit yang mengakibatkan semangat usaha
untuk tumbuh dan berkembang, tentunya peran pemerintah daerah dapat memfasiltiasi perijinan usaha
tersebut dengan mudah.
4. Pengeluaran pemerintah yang tepat waktu dan tepat sasaran
Pendapatan dan belanja daerah yang telah dianggarkan tentunya harus dapat direalisasikan tepat waktu
dan tepat sasaran untuk mendukung semangat para pengusaha yang mendapatkan pekerjaan dari
pemerintah.
5. Perkembangan ekspor komoditi berbasis SDA
Perkembangan ini dapat dimanfaatkan dengan memberikan kebijakan daerah untuk dapat memproduksi
hasil komoditi dari SDA dengan lebihproduktif dan baik
6. Kestabilan ekonomi moneter
Kestabilan ini menjadi peluang bagi semua sektor usaha, agar dapat lebih semangat karena moneter tidak
akan terjadi gejolak yang dapat meresahkan para pengusaha seperti pada sekitar tahun 1997 lalu.

Mempertimbangkan kondisi obyektif perkiraan ekonomi 2007 tersebut, maka dibutuhkan kerja keras
dan koordinasi yang erat dari lembaga terkait baik pada tataran kebijakan maupun implementasinya di
lapangan serta peran aktif berbagai pelaku ekonomi sangat dibutuhkan untuk mencapai peningkatan
pertumbuhan ekonomi tersebut. Sebaliknya apabila faktor-faktor perekonomian tersebut tidak dapat
dimanfaatkan dan dilaksanakan dengan baik, maka ekonomi daerah tidak akan tumbuh psotif tetapi akan
menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Persaingan Usaha yang tidak sehat
Merupakan Penghambat Pembangunan Ekonomi Daerah

Persaingan usaha yang tidak sehat dapat menghambat pembangunan ekonomi daerah, hal ini akan
berdampak lemahnya pergerakan factor-faktor pertumbuhan ekonomi. Jika persaingan usaha yang tidak
sehat ini tidak dapat diatasi oleh pemerintah daerah maka pembangunan ekonomi daerah yang
berorientasi kepada sektor riil untuk mencapai kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud.
Persaingan usaha yang tidak sehat ini tentunya dapat dilakukan hanya oleh sebagian pengusaha yang
memilki modal besar, hubungan dengan pemberi kebijakan sangat dekat, pengusaha-pengusaha yang
merasa dirinya sudah kuat, dan pengusaha yang dapat menguasai pasar.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.

3 of 6 23/07/2007 20:51
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pembangunan ekonomi daerah Men... http://icmimudabanten.org/?p=36

UU No. 5 tahun 1999 pada intinya melarang hal-hal sebagai berikut :


1. Perjanjian yang dilarang
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat. Contoh perjanjian yang dilarang adalah penetapan harga, diskriminasi
harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust dan
perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang
Pelaku usaha dilarang melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan,
pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
3. Posisi dominan
Pelaku usaha dilakukan menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar,
menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Pemerintah daerah sangat diharapkan dapat mengendalikan untuk dapat menghindarkan persaingan usaha
yang tidak sehat seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang no. 5 tahun 1999 agar pembangunan
ekonomi daerah dapat tercapai dengan baik.

Ekonomi Daerah berbekal


Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang dicapai belum mampu secara maksimal mengatasi ekonomi
riil, pengangguran dan pertumbuhan angkatan kerja baru yang hingga saat ini mencapai sekitar lebih dari
950 ribu orang. Untuk itu, mendorong pertumbuhan eknomi yang tinggi dan lebih berkualitas perlu
menjadi orientasi pemegang kebijakan dalam mengelola kebijakan perekonomian tahun 2007.
Peran pemerintah dalam membangkitkan kembali perekonomian mutlak adanya. Siklus ekonomi yang
diharapkan dengan hanya mengandalkan pasar ternyata tidak mampu mengatasi depresi tersebut.
Ekonomi baru berjalan ke arah normal setelah pemerintah AS saat itu melaksanakan formulasi kebijakan
yang direkomendasikan Keynes. Artinya, anggaran pemerintah sebenarnya merupakan instrumen
ekonomi yang sangat penting, terutama di saat pasar masih mencari dimensinya yang baru dan lambat
untuk merespons kebutuhan.
Dari sisi permintaan, pengeluaran pemerintah, termasuk investasi, mempunyai pengaruh cukup signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga posisi alokasi anggaran mempunyai kekuatan lebih efektif
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sudah menjadi adagium bahwa upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah harus dilakukan
secara terpadu dan sinergis. Untuk itu, di masa mendatang, perencanaan kebijakan dan program
pembangunan ekonomi dilandasi oleh pemahaman yang lebih komprehensif. Yaitu, 1) Pembangunan
ekonomi daerah tidak lagi semata-mata bersifat sectoral approach, tetapi perlu diimbangi dengan
pendekatan kawasan agar kesenjangan dapat dikurangi. 2) Pembangunan ekonomi daerah bukan lagi
penjumlahan masing-masing sektor secara terpisah, tetapi didasarkan pada kebutuhan wilayah secara
utuh yang di-breakdown ke dalam spesifikasi masing-masing program secara jelas (action oriented). 3)
Pembangunan ekonomi daerah menekankan pada kerja sama dan sinergitas antardaerah dan antarpelaku,
berupa komitmen untuk bekerja sama secara sinergis dalam mengembangkan potensi lokal (local based
resources).

Di masa lalu, perencanaan pembangunan sangat sentralistis dan kurang membuka peluang bagi daerah
untuk melakukan perencanaan yang penuh dengan inisiatif, kreativitas dan inovatif. Dengan bermodalkan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 (Revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

4 of 6 23/07/2007 20:51
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pembangunan ekonomi daerah Men... http://icmimudabanten.org/?p=36

Pemerintahan Daerah), maka perencanaan pembangunan ekonomi daerah di era otonomi daerah
memerlukan lompatan dan inovasi-inovasi agar daya saing dapat lebih diciptakan.

Dari penjelasan-penjelasan yang tersusun di atas untuk mencapai pembangunan ekonomi daerah
mencapai kesejahteraan rakyat maka dibutuhian suatu sinergisitas, kerjasa jeras, ketaatan, kretivitas
inovatif dan keseriusan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat (swasta) sebagai pelaku
ekonomi. Terlebih lagi bagi pemerintah sebagai pemeri kebihakan, pengatur dan regulator ekonomi
tentunya segala kebijakan ekonomi harus berpihak kepada rakyat, sehingga pada akhirnya pembangunan
ekonomi daerah mencapai kesejahteraan rakyat.

Penulis adalah anggota ICMI Muda Prov. Banten

Ekonomi | E-mail this Artikel

No Comments to “Pembangunan ekonomi daerah Mencapai kesejahteraan rakyat” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

« ICMI Muda Diharapkan Bantu Pengentasan Kemiskinan Tak Cukup Hanya Bicara »
|

Berita (24)
Budaya (2)
Ekonomi (8)
Jurnalistik (2)
Kebijakan (6)
Komunikasi (5)
Pendidikan (11)

5 of 6 23/07/2007 20:51
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pers Dan Praktisi Humas Sebuah Simbi... http://icmimudabanten.org/?p=9

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( December 22, 2006 )

Pers Dan Praktisi Humas Sebuah Simbiosis Mutualisme


Oleh : Eka S Dan Ika K

Penyimpangan kehidupan birokrasi seringkali menghasilkan opini publik yang tidak menguntungkan.
Opini publik yang terbentuk oleh adanya aktivitas komunikasi yang bertujuan memengaruhi orang
atau pihak lain, dalam prosesnya banyak diperankan oleh pers.
Opini publik begitu penting bagi humas (hubungan masyarakat) pemerintahan, karena berdasarkan
opini publiklah humas pemerintahan melakukan tindakan dan mengadakan koreksi, serta nasihat
kepada pimpinan atas segala hal kegiatan atau peristiwa di pemerintahan yang menjadi sorotan
atau memungkinkan disorot atau dikritik publik.
Pekerja pers atau jurnalis atau wartawan, selaku pihak yang mengemas dan membuat opini publik
melalui medianya dengan cara mencari fakta, informasi, dan data. Menjadi berita adalah ujung
tombak media yang akan memengaruhi terhadap rasa bahasa dari berita yang diturunkan. Bahasa
merupakan sistem klarifikasi yang memberi kemungkinan seseorang untuk mengontrol dan mengatur
pengalaman pada realitas sosial.
Dalam hubungan ini, humas bagaimana pun harus membangun suasana komunikasi yang sesuai
dengan prinsip-prinsip hubungan media yang baik, yaitu mengatakan yang sebenarnya,
memberikan pelayanan maksimal pada jurnalis, tidak pernah memohon atau memprotes cara media
menyajikan berita, tidak pernah meminta jurnalis untuk tidak memberitakan, tidak pernah
membanjiri media dengan berita yang kurang bernilai atau yang berulang-ulang tentang suatu
kasus.
Surat kabar bukan sekadar memberikan informasi, tapi juga pikiran-pikiran, pandangan-pandangan,
dan membentuk pendapat-pendapat orang.
Mulai dari pencarian, peliputan, penulisan hingga proses editing, nilai-nilai subjektif wartawan ikut
memengaruhi semua proses kerja jurnalistik tersebut. Mengapa suatu peristiwa diliput, siapa yang
diwawancarai, apa yang ditanyakan, ke mana kecenderungan berita ditulis, bagaimana berita
ditulis, bagian mana ditonjolkan, kesemuanya melalui pertimbangan subjektif.
Meski demikian, seorang wartawan, sesuai Kode Etik Jurnalistik, dituntut untuk menempuh
cara-cara profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Wartawan juga dituntut untuk selalu
menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan azas praduga tak bersalah.
Namun, seorang pakar media berpendapat, liputan dua sisi adalah mitos, sebab pada dasarnya
wartawan bukan robot yang mengambil fakta atas dasar pertimbangan objektif. Berita yang
diturunkan wartawan bagaimana pun adalah fakta sosial yang direkonstruksikan untuk kemudian
diceritakan. Cerita tentang fakta sosial itulah yang ditampilkan dalam media.
Mendapati itu, praktisi humas harus paham bagaimana media massa bekerja dengan segala
prinsipnya, mengetahui karateristik redaksional masing-masing media, memproduksi materi publikasi

1 of 4 23/07/2007 20:23
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pers Dan Praktisi Humas Sebuah Simbi... http://icmimudabanten.org/?p=9

untuk masing-masing, paham terhadap deadline, dan paham akan khalayak masing-masing media.
Sejalan dengan perannya, pers mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang
tepat, akurat dan benar. Pada sisi ini, praktisi humas dituntut pula untuk mampu menyediakan
akses infromasi yang dibutuhkan wartawan agar masyarakat mendapatkan hak infromasi yang
benar dan di sisi lain, praktisi humas pun mendapatkan informasi awal dari kebutuhan wartawan
atas akses informasi yang dimiliki praktisi humas.
Ketika mengahadapi wartawan, tak jarang praktisi humas merasa frustasi dan menganggap
wartawan selalu memburu hal-hal yang sensasional dan selalu tidak puas akan apa yang
disampaikan oleh humas. Begitupun wartawan, mereka seringkali menganggap humas hanya
mengatakan yang dianggap baik. Faktanya, praktisi humas dan jurnalis bekerja dalam hubungan
yang saling menguntungkan dan saling ketergantungan.
Konflik kepentingan antara praktisi humas dan jurnalis sering terjadi. Praktisi humas membangun
informasi yang diharapkan dapat menguntungkan lembaganya, sedangkan jurnalis membangun
informasi yang bernilai demi menjalankan fungsi sosial kontrolnya kepada masyarakat.
Keseimbangan dan ketidakberpihakan dalam menurunkan berita ditentukan perspektif jurnalis yang
menyangkut sudut pandang (angle), posisi jarak (distance) dalam menghadapi fakta sosial serta
bahasa yang digunakan. Sudut pandang merupakan langkah awal dalam mengindentifikasi fakta
yaitu saat menentukan subjek yang dipilih sebagai fokus perhatian sedangkan distance adalah
sikap sosial jurnalis dalam menghadapi subjek yakni netral, antipati ataukah simpati, serta sikap
intelektual jurnalis, apakah apriori atau apostestori. Sedangkan bahasa menyangkut pilihan kata
dalam merekonstruksi fakta sosial (Akhmadi 1997:56)
Pendekatan yang harus dilakukan praktisi humas dan lembaganya ketika berhubungan dengan
media adalah dengan cara memandang hubungan media sebagai sebuah investasi. Keakuratan dan
fairness dalam liputan media bukan merupakan hasil dari kerja jurnalis seorang diri. Lebih tepat,
bahwa hubungan antara praktisi humas dan jurnalis memiliki dampak pada kualitas dari peliputan
media yang lebih baik untuk lembaga.
* Wartawan dan Praktisi Humas Banten

Jurnalistik | E-mail this Artikel

1 Comment to “Pers Dan Praktisi Humas Sebuah Simbiosis Mutualisme” »

1. aman says:
January 3rd, 2007 at 2:06 pm

Ha ha ha, inilah nyanyian wartawan cengeng. Humas itu salah satu sumber doang. Bukan satu-satunya
sumber. Nuntut Humas terbuka sama wartawan, sama saja merendahkan martabat wartawan
profesional menjadi wartawan cengeng… ngeng… ngeng, bunyi mobil plat merah yang dipake
wartawan Banten. duh kasian deh. Jadi pengemis fasilitas negara. cengeng!!!

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

2 of 4 23/07/2007 20:23
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Klaster Indutri di Banten Potensi da... http://icmimudabanten.org/?p=37

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( January 24, 2007 )

Klaster Indutri di Banten Potensi dan Kendala


Oleh : Bambang DS

PERUBAHAN lingkung-an bisnis yang sangat dinamis, memaksa setiap penentu kebijakan dibidang
industri baik dalam cakupan nasional maupun daerah untuk secara sadar dan melakukan upaya
pencipta-an iklim yang baik secara terus menerus. Perkem-bangan ilmu dan teknologi yang merupakan
modal utama dalam upaya meningkatkan kemajuan suatu daerah termasuk Banten, harus menjadi
prasyarat utama ketika menyusun perencanaan pembangunan. Basis sumber daya manusia yang
memi-liki tingkat pengetahuan dan teknologi yang memadai akan semakin mudah bagi Banten untuk
mewujudkan visinya sebgai daerah tujuan investasi.
Proses siklus teknologi makin hari makin cepat dan semakin cepat pula teknologi yang dipilih menjadi
usang dan beroperasi secara tidak efisien. Bagi perusahaan atau sekelompok perusahaan (industri)
pemilihan penguasaan teknologi tingkat tertentu memiliki implikasi pada kemampuan menghasilkan produk
yang dapat bersaing.. Untuk membangun daya saing yang berkelanjutan industri di Banten, harus dapat
memanfaatan potensi sumber daya dan maneuver untuk menjalin relasi, secara cepat dan focus.. Seperti
kita ketahui, bahwa bagi perusahaan-perusahaan baru baik perusahaan lokal maupui perusahaan asing
yang menjalankan usahanya di berbagai bidang di Banten , harus diakomodir secara terpadu dan prima.
Secara simultan pemberdayaan usaha kecil dan menengah perlu juga dilakukan bersamaan dengan
penyusunan kebijakan dibidang klaster industri. Hal ini disebabkan oleh masih minimnya peran outputnya
pada pencapaian tingkat pendapatan nasional (GDP/PDB)dibandingkan dengan usaha skala besar.
Peningkatan kualitas usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi prioritas :arena secara realitas, kinerja
kualitatif tidak berbanding lurus dengan jumlal isaha yang ada. Seharusnya struktur perekonomian nasional
yang sehat akai likuasai oleh UKM sebagai tulang punggungnya, bila UKM memiliki daya sain; inggi atau
kemampuan menciptakan nilai (value creation) yang optimal.
Kegagalan program pembinaan UKM secara individual, acapkali dinilai tidak/kurang nemberikan
leverage effects dan multiplier besar (signifikan) pada pertumbuhan usaha secara keseluruhan, yang
berwujud pada rendahnya kontribusi UKM pada pendapatan nasional. Selain itu, pembinaan UKM
secara individual akan nemberikan dampak yang relatif terbatas cakupannya serta tidak bersifi
nenyeluruh. Hal ini bertentangan dengan kondisi riil usaha kecil berup umlah/kuantitas yang besar dengan
kualitas UKM yang belum seperti yang liharapkan.

Paradigma klaster
Berbagai persoalan UKM yang terdeteksi, baik dalam operasi maupun pengembangan, UKM bisa
menyelesaikannya dengan melakukan networking/ jaringan bisnis, partnership, maupun aliansi strategis.

1 of 6 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Klaster Indutri di Banten Potensi da... http://icmimudabanten.org/?p=37

Sehingga pendekatan kelompok dianggap lebih mampu memberikan solusi pada persoalan UKM secara
mandiri, sesuai dengan kebutuhan, partisipatif dan berdimensi bisnis.
Pendekatan penguatan UKM melalui kelompok, dapat berwujud “klaster industri” yang didefinisikan oleh
Porter (2000) sebagai kelompok perusahaan yang saling terhubung, berdekatan secara geografis dengan
institusi-institusi yang terkait dalam bidang khusus, terhubung karena kebersamaan dan saling melengkapi.
Aspek lingkungan industri lebih mengarah pada aspek persaingan dimana bisnis perusahaan berada.
Akibatnya.faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi persaingan, seperti ancaman pada perusahaan dan
kekuatan yang dimiliki perusahaan termasuk kondisi persaingan itu sendiri.
Dengan demikian maka klaster industri adalah sejumlah perusahaan dan lembaga yang terkonsentrasi
pada suatu wilayah, serta saling berhubungan dalam bidang yang khusus untuk mendukung persaingan.
Klaster tidak hanya terbangun dari hadirnyi industri, tetapi industri harus saling terhubung berdasarkan
rantai nilai. Klaster industri dapat dipandang sebagai suatu sistem setiap entitas pelaku (stakeholder)
mempunyai peran sebagai organ dalam klaster industri tersebut dan terkait satu dengan lainnya dalam
metabolisme rantai nilai. Hubungan bisnis ataupun non bisnis yang digerakkan oleh aliran barang, jasa,
kapital, informasi dan pengetahuan dari satu organ ekonomi kepada organ lainnya sebagai energi bagi
setiap organ untuk bekerja, bergerak dan saling melayani..
Stakeholders dalam suatu klaster industri biasanya dikelompokkan kepada industri inti, industri pemasok,
industri pendukung, industri terkait, dan pembeli, serta institusi pendukung “non industri”. Istilah inti,
pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku dalam klaster tertentu dan tidak ada hubungan dengan
tingkat kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja tergantung pada tingkat
ekonomis dari hubungan rantai nilai tertentu. /

Klaster Industri di Banten


Memenuhi tuntutan persaingan yang tinggi, Propinsi Banten harus memiliki model pengembangan industri
daerah dalam jangka panjang dengan tetap menyinkronkan dengan kebijakan industri nasional. Basis
produk klaster industri di Propinsi Banten dapat diarahkan menjadi klaster:
a) Industri berbasis agro
b) Industri alat transportasi
c) Industri telematika
d) Industri alas kaki
e) Industri pulp dan kertas
f) Industri makanan dan minuman
g) Industri petrokimia

Sebelum penentuan klaster perlu dilakukan diagnosis potensi dan kendala klaster sasaran. Diagnosis
dilakukan melalui pemetaan, pertama empat penentu indikator: geografis, sumber daya alam, sumber daya
manusia, infrastruktur fisik, infrastruktur administra-tif dan infrastruktur inovasi. Kedua, industri
pendukung yang telah tersedia seperti industri perbankan dengan berbagai skim kredit yang ada, moda
transportasi, pengepakan dan jasa konsultasi UKMK. Ketiga, kondisi permintaan dan peluang
permintaan. Keempat, kondisi persaingan, seperti hambatan masuk pelaku baru, strategi bersaing yang
dilakukan oleh pelaku yang lebih dulu ada.
Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan misal-nya oleh Siagian (2003) menyatakan bahwa daya saing
suatu daerah akan menghadapi tantangan antara lain dari industri pendukung. Oleh karena itu penting bagi
Propinsi Banten untuk memiliki kemam-puan berbeda dan spesifik serta memiliki keunggulan bila
dibandingkan dengan daerah/propinsi lain. Oleh karena itu model klaster dapat diandalkan untuk menjadi
model pengembangan industri, dengan tujuan:
a) Untuk meningkatkan daya saing produk industri nasional khususnya yang berbasis di Provinsi Banten
b) Untuk lebih mendekatkan industri dengan sentra produksi sumber dayanya.
c) Untuk menjaring industri di Provinsi Banten yang kuat.

2 of 6 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Klaster Indutri di Banten Potensi da... http://icmimudabanten.org/?p=37

d) Untuk kemampuan inovasi produk dan inovai teknologi yang berujung pada peningkatan daya saing
industri.

Adapun tahapan pembentukannya dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas, dengan pemerintah sebagai
fasilitator, dengan syarat yang meliputi:
a) Adanya forum dialog lintas pelaku
b) Dipelopori oleh pihak swasta dan pemerintah
c) Proses pembelajaran diantara pelaku
d) Memperkuat linkage antar pelaku
e) Memenuhi kecukupan ruang lingkup
f) Memberlakukan insentif
g) Memperkuat asosiasi
h) Dari pertimbangan biaya input ke kualitas input
i) Pelaku ekonomi bertambah

Kendala
Dari butir pembahasan seperti yang disampaikan diatas, maka diperoleh suatu gambaran bahwa klaster
industri yan ideal akan terdiri berbagai usaha yang terkait secara vertikal dan horisontal, yang terdiri dari
pemasok input, produsen/ manufaktur, lembaga jasa keuangan, lembaga pelatihan, lembaga penelitian dan
pengembangan, trading house, jasa transportasi eksport, pemerintah dan berbagai lembaga yang terkait
dengan operasi klaster industri (Nasution, 2006). Salah satu yang rasional adalah bagaimana melakukan
pengembangan sentra industri ke bentuk pengembangan usaha dalam bentuk klaster industri. Banyak hal
yang harus dicermati dalam proses transisi dari konsep sentra ke konsep klaster yang memiliki
kompleksitas tinggi. Salah satunya adalah daya saing, penyebab lemahnya daya saing ini disebabkan biaya
yang tinggi untu tranportasi bahan baku industri. Sebagai insentif untuk mendorong pelaksanaan klaster
industri ini ialah dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 148/2000 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk
penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/ atau di daerah-daerah tertentu.insentif bukan saja
diberikan melalui PP tersebut.
Propinsi Banten memiliki potensi sangat besar dalam sektor perikanan dan dapat dilakukan upaya
menarik industri untuk melakukan pengalengan perikanan. Untuk itulah pemerintah Propinsi Banten dapat
memberikan insentif agar sektor perikana dan industri di Banten bisa berkembang, sekaligus
mengkondisikan :
a) Agar terdapat kelompok usaha/perusahaan yang berbeda kepemilikan dan kegiatan usaha tetapi
berdekatan secara geografis.
b) Usaha yang berbeda tetapi saling melengkapi/terkait
c) Terintegrasi antara satu pelaku usaha dengan lainnya yang mengarah pada simbiosis mutua-lisme.
Kegiatan diatas secara simultan disertai dengan mobilisasi stakeholder mulai dar tahap inisiasi,
perencanaan dan implementasi agenda perkuatan daya saing, karena kunci keberhasilan. Mengacu pada
tuntutan kondisi tersebut kendala yang dihadapi oleh Propinsi Banten mungkin berupa pertama
perencanaan yang melibatkan seluruh stakeholder kunci (pihak diluar perusahaan) baik dalam pembuatan
agenda perkuatan maupun dalan berbagi tugas dan sumber daya pada pelaksanaan program. Proses
perancanaan yang melibatkan partisipasi semua stakeholder kunci yang ada, menjadi penting agar agenda
program benar-benar realistis dan dapat diterima oleh stakeholder sehingga dalam pelaksanaan mereka
bukan hanya mendukung tetapi juga memberikan kontribusi pada berbaga kegiatan, yang pada gilirannya
sangat menentukan tingkat keberhasilai program. Kedua, perencanaan bersama yang dimuati oleh
pendekatan yang bercirikan market-driven, yakni fokus pada upaya mempertemukan sisi penawaran dan
permintaan; inclusive yang mencakup tidak hanya perusahaa
berskala kecil menengah saja tetapi juga perusahaan besar dan lembag pendukung, collaborative; yakni
selalu menekankan solusi kolaborati pada isu-isu bersama dari seluruh stakeholder (Pemerintah, BUMN

3 of 6 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Klaster Indutri di Banten Potensi da... http://icmimudabanten.org/?p=37

da swasta besar, pelaku UKM dan berbagai lembaga sumber inovasi); bersifat strategic yang membantu
stakeholder menciptakan visi strategis bersama.yang menyangkut ekonomi serta value-creating, yang
mengupayakan penciptaan atau peningkatan nilai tambah pelaku ekonomi. Ketiga dalam hal
pemanfa-atan sumber daya khususnya, skema sharing (resource-risk, & benefit-sharing) dan proses
partisipatif merupakan kerangka landasan kerja yang disepakati dengan mitra kerja dan stakeholder kunci
dalam pengembangan model bisnis untuk membangun sustainability prakarsa. Walaupun kegiatan ini
bersifat pemberdayaan masyarakat, hal ini tidak otomatis diartikan sebagai charity. Proses pemberdayaan
perlu diarahkan untuk menumbuhkembangkan sikap dan perilaku dari para pelaku Usaha Kecil dan
Menengah sebagai wirausahawan sebenarnya. Seiap elemen kegiatan, diupayakan untuk dikembangkan
dalam konteks model bisnis yang jelas secara proporsional.

Penutup
Pendekatan pembangunan klaster industri ini sering disebut peningkatan produktifitas masyarakat untuk
penguatan daya seiring ekonomi dengan platform klaster industri. Pendekatan di atas bukan lagi hanya
menjadi wacana, tetapi kerangka berfikir klaster industri telah teruji pada beberapa daerah dan berhasil
meningkatkan produktivitas masyarakat terutama Usaha Kecil dan Menengah.
Berdasarkan paparan di atas, tulisan ini dibuat untuk menyebar luaskar konsep, teori dan implementasi
pengembangan ekonomi lokal dengan platform klaster industri, melalui berbagai kegiatan seperti :
Workshop Corporate Social Responsibility (CSR) yang berorientasi pada penguatan ekonomi lokal,
dengan melibatkan seluruh stakeholder di Propinsi Banten.

Ekonomi | E-mail this Artikel

No Comments to “Klaster Indutri di Banten Potensi dan Kendala” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

4 of 6 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pendidikan sebagai Paradigma politik http://icmimudabanten.org/?p=72

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( May 14, 2007 )

Pendidikan sebagai Paradigma politik


Oleh : ISBANDI

Pendidikan dan Politik merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Kualitas pelaksanaan sistem
politik di setiap negara, banyak dipengaruhi oleh tingginya kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki
sebagai hasil dari proses pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan. Demikian sebaliknya, bahwa
keberhasilan proses pendidikan acapkali banyak dipengaruhi oleh sistem politik yang berkembang di
setiap Negara, baik dalam hubungannya dengan pengembangan sistem politik maupun dalam aspek
kebijakan politis dalam pemerintahan.

Dewasa ini di Indonesia sedang berkembang wacana peningkatan mutu para politisi, baik dalam kapasitas
penetapan para calon legislatif maupun calon Presiden. Konsekwensi dasar dalam proses pengembangan
kualitas dimaksud diprioritaskan pada aspek persyaratan pencalonan pada sistem pemilu yang akan
datang. Sebagai studi kasus tentang proses perumusan Revisi UU No. 32 tahun 2004, yang
mewacanakan persyaratan anggota legislatif untuk DPR/DPD RI serta Presiden RI harus berijazah
minimal Sarjana (S-1). Keadaan ini tentu saja sebagai dampak dari kesadaran masyarakat kita yang
memandang bahwa perlunya kekuatan pemimpin Bangsa dalam melakukan kemampuan analisa terhadap
kondisi keterpurukan berbagai sektor kehidupan Negara, yang belum menampakkan hasil secara realistis
dimata publik. Sehingga sektor pendidikan saat ini telah dijadikan obyek sentral dalam membangun
kualitas sistem politik di Indonesia.

Sungguh suatu itikad yang mulia dimata publik bagi para politisi saat ini yang telah berani menelurkan ide
dalam mengedepankan pendidikan sebagai isu politik. Namun tentu saja kita berharap agar proses
perumusannya dapat menghilangkan kemelut kepentingan, dan keputusan lebih diarahkan pada aspek
pengembangan kualitas pemimpin Bangsa yang akan menahkodai kepentingan masyarakat Indonesia
secara holistic. Lantas akankah aspek pendidikan mampu mengembangkan kualitas pemimpin Bangsa?
Jika ya, dapatkah pendidikan dijadikan sebagai skala prioritas kebijakan politis Negara untuk
meningkatkan proses pembentukan karakteristik manusia Indonesia ?

Dimensi Kesarjanaan
Pendidikan saat ini dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer masyarakat dalam menjalankan pranata
kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Kebanyakan orang meyakini bahwa melalui proses pendidikan
akan menciptakan perubahan paradigma berpikir seseorang dalam mendalami berbagai aspek kehidupan
di dunia maupun di alam baqa kelak. Keyakinan ini yang pada gilirannya telah mendorong usulan dalam

1 of 5 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pendidikan sebagai Paradigma politik http://icmimudabanten.org/?p=72

salah satu persyaratan pencalonan anggota legislatif pada tingkat pusat serta syarat calon Presiden RI di
masa mendatang.

Terlepas dari kepentingan politis, nampaknya dapat dianalisa bahwa alasan mendasar terhadap usulan
syarat tersebut dalam sistem pencalonan anggota legislatif pusat dan Presiden dapat diuraikan dalam
dimensi ke-sarjanaan, sebagai berikut : Pertama, dimensi analisis, yaitu suatu bentuk kebutuhan kekuatan
pemimpin bangsa dalam mengembangkan daya imajinatifnya untuk mampu menganalisis berbagai
persoalan bangsa yang demikian kompleks. Pengembangan dimensi ini tentu sebagai bagian dari aspek
kemampuan seseorang untuk dapat merumuskan strategi kebijakan pemerintahan di masa mendatang
dengan mengandalkan pada kekuatan penilaian secara obyektif berdasarkan dukungan hasil analisa
secara mendalam, sehingga mampu menetapkan kebijakan secara tepat dan futuristic. Kedua, dimensi
kemandirian, adalah suatu bentuk kemampuan dari seorang pemimpin yang dapat bertindak secara teguh
dan mandiri dalam mendalami serta memecahkan masalah bangsa dan Negara yang berlandaskan pada
kepentingan umum, tanpa terpengaruh oleh tekanan intervensi kepentingan individu atau kelompok.
Kebutuhan ini tentu saja mencermati dalam menegakkan kedaulatan Negara secara hakiki, baik di mata
masyarakat dalam negeri maupun dunia internasional. Dan, Ketiga, dimensi keilmuan, yaitu suatu bentuk
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam memahami beragam aspek pemerintahan
dan ke-Negaraan, sehingga akan tercapai keputusan yang lebih inovatif, kreatif serta berakhlak mulia bagi
pengembangan kepentingan pembangunan Bangsa dan Negara.

Dimensi yang tergambarkan diatas, tentu merupakan kondisi ideal dari seorang pemimpin yang memiliki
gelar ke-sarjanaan. Namun pada sisi lain, ada sebagian pihak yang memandang bahwa persyaratan
ke-sarjanaan tidaklah mampu menjawab kebutuhan kompetensi pemimpin Bangsa Indonesia, hingga
muncul anggapan bahwa aspek pendidikan tidaklah selamanya signifikan terhadap keberhasilan pemimpin
dalam membawa kemajuan Suatu Bangsa atau Negara. Pendapat ini tentu saja dilatarbelakangi oleh
kondisi hasil proses pendidikan yang belum diyakini sebagai wadah pembentukan karakter bangsa
(Nations of character Building). Namun lebih menghasilkan makelar-makelar ilmu pengetahuan yang
berorientasi pada kebanggaan label gelar akademis dan bukan pada aspek kemampuan psikomotorik
dalam mengembangkan keilmuannya untuk kemaslahatan umat dan Negara. Tentu saja pendapat itu tak
dapat dipersalahkan, ditengah merebaknya sisi dilematis arah kebijakan pendidikan kita yang hingga kini
belum mampu mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia secara hakiki.

Keterpurukan dunia pendidikan kita, pada hakikatnya dilatarbelakangi pula oleh mekanisme kebijakan
politis Negara dalam menempatkan pendidikan dibawah kebijakan politis lainnya. Kendatipun dalam
berbagai kesempatan propaganda pelaksanaan pemilu sektor pendidikan seringkali dijadikan obyek vital
dalam membangun kepercayaan masyarakat untuk memberikan dukungan politis. Untuk mendapatkan
format ideal yang sepadan dengan kepentingan peningkatan kualitas politisi yang ditunjang oleh latar
belakang pendidikan yang memadai, harus dilakukan upaya pemaduan kepentingan pendidikan dan
kepentingan politik di masa mendatang. Keterpaduan ini dapat diwujudkan melalui : pertama, menjadikan
pendidikan sebagai prioritas isu politik dalam perumusan kebijakan pembangunan di Indonesia, baik dari
aspek penganggaran maupun peningkatan kualitas kelembagaan; Kedua, mengembangkan metode
pembelajaran dalam sistem pendidikan di Indonesia yang ditunjang oleh muatan kurikulum yang
mengarahkan pada aspek pengembangan karakteristik manusia Indonesia, baik untuk pengkaderan
kepemimpinan maupun pengembangan keilmuan dan keterampilan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan
Berbangsa dan Bernegara; Dan, ketiga, adanya penegasan sasaran hasil pendidikan pada setiap jenjang
pendidikan dengan standar kompetensi yang diperoleh, sehingga akan terbentuk pemetaan penerapan
kurikulum pada setiap satuan pendidikan yang kapabel bagi standar minimal syarat calon pemimpin
Bangsa.

2 of 5 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Pendidikan sebagai Paradigma politik http://icmimudabanten.org/?p=72

Pendidikan sebagai Panglima Politik

Disadari atau tidak, bahwa kemajuan kualitas berpolitik masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang pernah digeluti. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka dapat dipastikan akan
semakin cermat dan cerdas dalam mendalami perkembangan politik di Negaranya, hingga akhirnya dapat
mewujudkan berkembangnya rasionalitas politik rakyat. Apabila pada masa transisi pemberlakuan sistem
demokrasi kita saat ini masih dilandasi oleh pola pikir masyarakat yang pragmatis, dan menempatkan
‘uang’ sebagai tuntunan dalam berpolitik, maka seiring dengan tingginya minat belajar masyarakat dalam
dunia pendidikan, partisipasi politik akan bergeser pada paradigma logis dan rasional. Keyakinan ini
sudah barang tentu akan menjadikan pendidikan sebagai panglima politik Indonesia di masa mendatang.

Munculnya fenomena tindakan para politisi saat ini di Indonesia, baik dalam skandal tindak pidana
korupsi, kolusi, nepothisme hingga pada tataran amoral serta ketidakberpihakan pada nasib dan
kepentingan masyarakat luas, Bangsa dan Negara. Tentu menjadi cermin bagi kita untuk melakukan
perubahan paradigma berpikir politik ke arah yang lebih bermoral dan rasional. Aspek moralitas
berpolitik tentu dapat tercermin dalam tindakan para politisi maupun masyarakat yang mengagungkan
nilai-nilai normatif baik agama, sosial maupun hukum perundangan yang berlaku di Indonesia. Sementara
aspek rasional adalah mekanisme pelaksanaan sistem politik yang dilandasi oleh logika berpikir, baik
terhadap penilaian kemampuan pemimpin bangsa dalam membawa kemajuan Negara maupun dalam
menempatkan dirinya sebagai wakil masyarakat. Keseluruhan perubahan paradigma politik ini akan
tercapai jika masyarakat berusaha menempatkan pendidikan sebagai bagian dari pengembangan
keberhasilan pelaksanaan politik.

Merujuk pada wacana pemberlakuan persyaratan calon legislatif pusat dan calon Presiden di Indonesia,
maka penetapan persyaratan tersebut hendaklah mengacu pada tataran standar kompetensi setiap jenjang
pendidikan di Indonesia. Penetapan ini sejatinya disesuaikan berdasarkan komposisi kewenangan dalam
perumusan kebijakan pada ranah kekuasaan Pemerintahan. Seperti halnya yang berlaku dalam piramida
manajemen perusahaan, bahwa semakin tinggi jabatan dan tingkat kewenangan yang dimiliki seseorang
pemimpin, maka akan sangat memerlukan kemampuan manajerial, kemampuan human relation lebih besar
dibandingkan skill. Sehingga jika diterapkan dalam ranah politik, maka proporsi aspek kemampuan dan
keahlian pun harus dilandasi oleh standar kebutuhan formasi jabatan dalam setiap tingkatan. Oleh
karenanya, jika persyaratan pencalonan diatas tidak dipahami secara politis, namun lebih mengedepankan
aspek keterpaduan standar kemampuan dan kebutuhan pengembangan jabatan, maka sangatlah logis dan
dapat dipertimbangkan bagi kepentingan perbaikan nasib Bangsa dan Negara Indonesia di masa
mendatang. Namun demikian, seluruh keputusan tentu saja akan ditetapkan oleh beragam kepentingan
politis di Negeri ini. Dan kita hanya berharap bahwa apapun kesepakatannya, semoga rumusan sistem
politik di Indonesia semakin membawa pada arah kemajuan Bangsa untuk mewujudkan kesejahteraan
seluruh Rakyat Indonesia.

Penulis: Akademisi pada ASMI Primagraha, Wakil Sekretaris APTISI Banten, dan Sekretaris ICMI
Muda Banten

Pendidikan | E-mail this Artikel

No Comments to “Pendidikan sebagai Paradigma politik” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

3 of 5 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Hari Kebangkrutan Nasional http://icmimudabanten.org/?p=60

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( July 13, 2007 )

Hari Kebangkrutan Nasional


Oleh : Muhammad Jaiz*

Mungkinkah sebuah nation -state (negara-bangsa) bangkrut, lantas bubar?


Sangat mungkin, kata seorang kawan bersemangat di sela-sela keasyikannya membaca buku Memahami
Globalisasi, Lexus dan Pohon Zaitun, yang belakangan saya tahu itu terjemahan versi Indonesia dari The
Lexus and the Olive Tree : Understanding Globalization. Sekedar mengingatkan kembali, buku itu merupakan
maha karya dari Thomas L. Friedman, kolomnis harian New York Times, yang edisi terjemahannya di sini
diterbitkan oleh ITB. Ya, semacam Catatan Pinggir-nya Goenawan Muhammad, lah (atau malah bukan ya?).
Sambil matanya tak lepas dari halaman-halaman buku itu, ia menunjuk contoh negara-bangsa masa lampau
yang rontok dan kini tak jelas lagi bagaimana nasibnya, semisal Mesopotamia, Byzantium, ‘Ad, Kan’an, Inca,
Aztec, Mongolia, Sioux, Apache, Majapahit, Padjadjaran, Turki Utsmaniyah, dll. Atau negeri-negeri “yang
kemarin sore rasanya masih ada tapi kok ya bubar juga”, seperti Uni Sovyet (USSR) yang hancur
berkeping-keping, dan Jerman Timur yang memilih merger saja dengan saudaranya, Jerman Barat. Hanya
saja ia tak bisa memastikan apakah runtuhnya negeri-negeri ‘zaman kuda gigit besi’ itu karena para
pembesarnya dari dulu memang doyan korupsi juga, pengusahanya doyan berobat ke luar negeri sambil
menggondol duit trilyunan, atau karena penasihat hukumnya yang suka main suap?
Tauk ah, blank saya, ungkapnya jujur.
Namun ia mengaku bahagia karena sekurangnya hingga 2002 ini belum ada lagi nation-state yang bubar
lantaran bangkrut. Malah di beberapa tempat seperti Taiwan, Aceh, Papua, dan Kurdi lahir tuntutan baru
untuk mendirikan negara. Wah, bisa jadi proyek nih, cetusnya nakal.
Di Amerika Latin sana, ia melanjutkan dongengnya, di jazirah tempat lahirnya Samba, Salsa, Tango, Pele,
Maradona, Tequila, Batistuta dan Telenovela, dulu ada 3 tiga negeri serangkai yang dikenal dengan julukan
“trio MBA” alias Meksiko, Brazil, Argentina. Ketiga negeri ini sering diledek sebagai langganan krisis dan
frustrasi ekonomi. Kalau boleh dibilang bangkrut, sudah lama semestinya negeri-negeri ini gulung tikar dan
dilikuidasi lantaran jumlah utang luar negerinya melebihi surplus perdagangan dan cadangan devisanya. Ambil
misalnya Argentina yang utang luar negerinya kini mencapai US$ 132 milyar, sementara surplus
perdagangannya cuma US$ 4 milyar dan cadangan devisanya US$ 20 milyar. Besar pasak daripada tiang,
kan?
Namun dengan segudang catatan buruk prestasi ekonominya itu, diraibkankah kemudian nama mereka dari

1 of 6 23/07/2007 20:29
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Hari Kebangkrutan Nasional http://icmimudabanten.org/?p=60

peta dunia? Nyatanya tidak. Sampai sekarang trio ini masih bisa lenggang-lenggang kangkung, alias tetap
eksis. Rakyatnya pun masih bisa bergoyang samba, salsa atau tango di Rio dan Acapulco. Paling-paling
setiap kali krisis kambuhan itu datang, sebagaimana dapat kita saksikan laporannya di TV, yang terjadi
adalah lagi-lagi peristiwa kerusuhan dan penjarahan, seperti yang terjadi di Argentina pada 18-20 Desember
2001 lalu. Sebuah liputan yang masih penulis ingat betul rekamannya hingga sekarang, adalah adegan ketika
ternak-ternak sapi -yang entah kenapa truk yang mengangkutnya terbalik di tengah jalan- oleh sekelompok
penduduk desa di Argentina ramai-ramai mereka bantai untuk dimakan dagingnya. Ketika ditanya mengapa
mereka lakukan itu, jawabnya ‘karena kami lapar, Bung!’. Sungguh tragis, ironis, padahal itu terjadi di
Argentina lho, negeri yang GNP per kapitanya tahun 2000 mencapai US$ 7. 470, bandingkan dengan
Indonesia yang cuma US$ 570 (kini US$ 700).
Tujuh ribu trilyun
Pembaca, satu-satunya alasan mengapa tulisan ini dibuat, adalah karena penulis berpikir, sungguh ironis
rasanya bila hari-hari ini, alih-alih bersiap menyambut Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, bangsa kita malah
seperti sedang dipaksa untuk menyambut “Hari (hari) Kebangkrutan Nasional”: tiada lagi yang dapat kita
banggakan di mata dunia. Bangkrut dari segi finansial, dari segi moral, dari perolehan prestasi, serta
bangkrut-bangkrut lainnya. Pembaca boleh menilai ungkapan itu terlalu hiperbolik, berlebih-lebihan, atau
malah absurd. Namun coba renungkan makna data dan fakta yang penulis sajikan di bawah ini.
Pembaca, tahukah anda bahwa utang pemerintah kita saat ini sudah mencapai Rp. 1.300 trilyun? Angka ini
untungnya sudah meliputi utang dalam negeri dan luar negeri. Tapi angka 1.300 trilyun itu sendiri seperti apa
ya? Kalau dibelikan pulau untuk lokasi judi bisa dapat berapa ya? Satu hal yang pasti sih, angka tadi nolnya
bukan banyak lagi, melainkan…buaaanyak. Ada 14 lho. Kalau diketikkan di kalkulator mungkin tidak muat.
Dan itu juga berarti bahwa setiap bayi yang lahir di republik ini, kalau diasumsikan penduduknya kini
berjumlah 220 juta, taken for granted mereka telah berutang paling tidak Rp. 6 juta-an! Syukurlah belum 9
juta-an seperti iklan motor bebek itu.
Tetapi yang lebih dahsyat lagi pembaca, menurut skenario BPPN, jika pemerintah kita tidak pernah dapat
membayar pokok obligasi rekapitalisasi bank yang akan jatuh tempo, dan terpaksa menundanya terus (di
mana per 25 Januari 2000 jumlahnya sudah mencapai Rp. 698, 99 trilyun), maka total kewajiban yang harus
dibayar pemerintah dari APBN berpotensi membengkak hingga Rp. 7000 trilyun, dan baru bisa dilunasi
tahun 2041.
Ini apa artinya, pembaca? Pertama, yang pasti jumlah itu angka nolnya bertambah buanyak. Ada 15
sekarang. Kedua, kalau skenario itu benar, anak cucu kita yang entah apa dosanya itu, yang lahir tahun 2041,
akan otomatis menanggung utang bawaan sebesar Rp. 28 juta! (bisa beli 3 motor yang ‘itu’ tuh). Ini dengan
asumsi jumlah penduduk kita saat itu 250 juta-an, nilai dolar tidak sradak-sruduk (maksudnya, masih sama
seperti kurs saat ini), dan dengan catatan : kalau Indonesia masih berdiri lho! Hayo, mesti jual apa lagi untuk
menutupi utang itu kalau sawah ladang saja kita sudah tidak punya. Jual diri? Naudzubillahi min dzalik.
Ketika membaca fakta di atas, di antara pembaca mungkin ada yang bersikap skeptis, seraya menghibur diri
sambil berkata, ah itu kan utang pemerintah. Saya sih ogah bertanggung jawab. Tapi tahukah pembaca apa
yang membuat harga BOS (bensin-oli-solar), tarif listrik, telepon, pajak hiburan, parkir, ongkos bis, kereta,
kapal laut dll. sahabat setia anda itu naik terus dan tidak pernah turun, serta tak pernah menyisakan
sedikitpun uang dari gaji anda untuk dipakai rekreasi bersama keluarga? Atau tahukah sebabnya mengapa
putera-puteri anda tak pernah bisa menuntut ilmu di sekolah yang baik, lantaran sebentar lagi gedungnya
ambruk; atau berobat di rumah sakit yang baik karena tarifnya kelewat mahal? Silakan anda renungkan
sendiri jawabannya.
Dan apa pula coba maknanya, bila dari hasil survei lembaga konsultan PERC (Political & Economic Risk
Consultancy Ltd.) yang berbasis di Hongkong Februari 2002, diketahui bahwa Indonesia memiliki skor

2 of 6 23/07/2007 20:29
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Hari Kebangkrutan Nasional http://icmimudabanten.org/?p=60

paling parah pada variabel korupsi di antara 13 negara di Asia. Singkatnya, Indonesia adalah negara paling
korup di antara Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, Filipina, Cina,
India, dan Vietnam!
Dampaknya, daya saing kualitas dunia bisnis Indonesia pun anjlok seperti terbaca dalam hasil survei PERC
Desember 2001, di mana Indonesia bersama Vietnam berada di urutan terakhir sebagai tujuan investasi asing
di Asia. Peringkat pertama diduduki Hongkong, disusul Singapura, Taiwan, Malaysia, Jepang, Korsel,
Thailand, Filipina, Cina, India, Indonesia, dan terakhir Vietnam.
Lalu hasil survei PERC Mei 2002 menunjukkan, Indonesia berada di urutan terakhir dalam tingkat
kenyamanan berbsinis di Asia menurut para bankir AS. Urutan selengkapnya adalah AS di urutan pertama,
disusul Australia, Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korsel, Cina, India, Thailand, Malaysia, Filipina,
Vietnam dan terakhir Indonesia.
PERC juga melaporkan bahwa perbankan Indonesia berada di urutan teratas perbankan dengan standar dan
kualitas terburuk di Asia Pasifik. Peringkat terbaik pertama diduduki oleh AS, disusul Australia, Singapura,
Hongkong, Taiwan, Korsel, Jepang, India, Cina, Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam dan terakhir
Indonesia.
Belum lagi kabar tak enak bahwa Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade
Representative/USTR) menetapkan Indonesia sebagai negara yang mendapat prioritas untuk diawasi (priority
watch list) dalam masalah perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI). Dengan status itu, USTR menilai
Indonesia sebagai negara tidak memberi perlindungan yang memadai terhadap HKI. Penyebabnya apalagi
kalau bukan karena Indonesia terkenal sebagai surganya pembajak. Apapun bisa dibajak di sini, dari mulai
CD sampai celana dalam, dari buku sampai software komputer. Untungnya pemerintah AS tidak sampai
melarang investor AS berinvestasi di Indonesia, namun menganjurkan pun tidak. Terserah investor AS-lah
kira-kira, wong pemerintahnya sendiri tidak menjamin investasi tersebut kok.
Dalam aspek pendidikan, kita juga tak kalah terpuruknya, bahkan di antara negara ASEAN sekalipun.
Pertama, menurut survei PERC 2002 kualitas pendidikan nasional kita urutan ke-12 dari 12 negara di Asia
yang disurvei. Prestasi matematika dan IPA siswa kita pun amat rendah dibanding negara lain yang telah
diteliti TIMSS-R (The Third International Mathematics and Science Study – Report 1999). Dari 38 negara di
lima benua (Asia, Australia, Afrika, Amerika dan Eropa) yang diteliti TIMSS-R menunjukkan prestasi belajar
IPA dan matematika siswa SLTP kita masing-masing pada urutan 33 dan 35! Syukurlah belum jadi the worst
among the worse .
Kedua, Human Development Index Report 1999 menempatkan Indonesia pada urutan ke-105 (tahun 2002
tambah jeblok ke urutan 106 dari 174 negara di dunia). Urutan ini jauh di bawah Singapura (22), Brunei
Darussalam (25), Malaysia (56), Thailand (67), dan Filipina (77). Bahkan Srilanka saja pada posisi ke-90.
Ketiga, berdasarkan laporan UNDP tahun 2000, peringkat kualitas sumber daya manusia Indonesia berada
pada urutan 109. Peringkat ini jauh di bawah Filipina (77), Malaysia (61), Brunei (32), dan Singapura (24).
Bahkan masih kalah dibanding negara Afrika seperti Tunisia (101) dan Afrika Selatan (103). Dampaknya,
daya saing kualitas SDM pendidikan Indonesia pun anjlok seperti terbaca dalam penelitian Internasional
Institute of Management Development tahun 2000 terhadap 48 negara. Indonesia menempati urutan ke 47,
kedua dari belakang, jauh di bawah Thailand (34), Filipina (32), Malaysia (27) dan Singapura (2). Demikian
pula dengan angka partsisipasi pendidikan yang hanya 64% dari total jumlah penduduk. Dibanding negara
lain seperti Singapura yang mencapai 90% angka itu masih merah.
Keempat, laporan majalah Asia Week yang berjudul Asia’s Best Universities 2000 pada edisi 30 Juni 2000,
memaparkan tentang rendahnya mutu perguruan tinggi di Indonesia, baik untuk kategori umum maupun
kategori Iptek. Dalam tulisan tersebut tidak ada satupun perguruan tinggi di Indonesia yang masuk 10 besar
terbaik. Sepuluh perguruan tinggi kategori umum terbaik, tiga berasal dari Hongkong, tiga dari Australia, dua

3 of 6 23/07/2007 20:29
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Hari Kebangkrutan Nasional http://icmimudabanten.org/?p=60

dari Jepang, satu dari Korea Selatan, dan satu dari Singapura. Sedangkan 10 perguruan tinggi kategori Iptek
terbaik, lima berasal dari India, dua dari Korea Selatan, satu dari Jepang, satu dari Singapura, dan satu dari
Taiwan. Perguruan tinggi kebanggaan kita, UI Jakarta, UGM Yogyakarta, Undip Semarang, dan Unair
Surabaya masing-masing menempati urutan 61, 68, 73, dan 75 dari 77 perguruan tinggi umum. Sementara
ITB Bandung hanya hanya berada pada peringkat 21 dari 39 perguruan tinggi Iptek.
Untunglah, di ujung tanduk ‘kebangkrutan’ ini kita masih ada yang mbelain. Laporan 2002 World
Competitivenesss Yearboook yang disusun oleh Institute for Management Development (IMD) yang berbasis
di di Swiss, memaparkan bahwa peringkat daya saing perekonomian Indonesia secara global mengalami
perbaikan dua tingkat tahun ini, yakni dari urutan ke-49 dari 49 negara yang disurvei, naik ke urutan ke-47.
Lumayan, masih dua tingkat lebih baik di atas Venezuela dan Argentina. Lalu dari sisi kinerja ekonomi,
Indonesia tahun ini berada di urutan ke-41. Padahal tahun 2001 masih di urutan ke-46 lho. Lumayan juga
‘kan, naik 5 pertingkat?
Namun masalahnya pembaca, dengan seabrek data dan fakta di atas, esensi apa lagi yang kemudian dapat
kita petik dari Hari Kebangkitan Nasional nanti? Apa pula urgensinya merayakan hari itu? Kan katanya
penjajah sudah tidak ada lagi, iya tho? Jujur, ini pandangan pesimis saya lho! Namun syukurlah, berbekal
sedikit sisa positif thinking, saya kemudian berpikir ini sebetulnya malah momen yang tepat untuk kita
merenungkan dan merekonstruksi kembali makna Hari Kebangkitan Nasional. Benarkah Kebangkitan
Nasional cuma dicetuskan oleh segelintir pendiri Boedi Oetomo? Mengapa tidak kita yang kini jadi pelaku?

*Penulis adalah Direktur Eksekutif Aroaita

Ekonomi | E-mail this Artikel

No Comments to “Hari Kebangkrutan Nasional” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

4 of 6 23/07/2007 20:29
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Banten Dan Karakter Radikalisme http://icmimudabanten.org/?p=3

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( November 15, 2006 )

Banten Dan Karakter Radikalisme


oleh : Darulquthni*

Mendengar kata ‘Banten’, ilusi pertama kita melayang pada keangkeran mistis seperti ilmu pelet, kebal,
teluh, santet, golok, kemenyan, dan segala macam bentuk ilmu kebatinan. pada sisi lain, hal tersebut
semakin diperkuat dengan mengedepannya peran para jawara dalam pentas nasional yang berfungsi
sebagai pengganti Tentara Nasional oleh karena tumpul akibat ambiguitas Dwi-fungsi, sekaligus
rongrongan isu-isu Hak Azazi Manusia. pada tataran ini, keseraman Mitos Banten sebagai salah satu
propinsi baru, terkesan tidak kondusif untuk investasi modal. Ibarat Pensylvania, tempat bermarkas para
Vampire dengan Castile tua yang selalu mendatangkan cemas bagi para pendatang. Sangat seram,
angker, buas, dan kasar. Fenomena tersebut disadari atau tanpa disadari, juga ikut mengkonstruksi
sosio-kultur masyarakat kearah terciptanya budaya Radikalisme (Kekerasan). Apalagi secara geografis,
Daerah ini termasuk berdekatan dengan dengan pantai-pantai. Dimana dinamika masyarakat pantai yang
kasar baik secara linguistik sampai pada tempramental individual, menjadi aset awal bermulanya cikal dari
kekerasan personal. sedangkan pada kekerasan kolektif diawali oleh menjamurnya perguruan-perguruan
ilmu ketrampilan bela diri, sekaligus sebagai kawah candradimuka bagi keilmuan batin. oleh karena
semangat e’sprit de corps sangat tinggi dalam membela, mengagungkan pada persaingan simbol. Hal ini
kemudian melebar sampai pada persaingan yang lebih luas, seperti sektor ekonomi, politik. Tidak hanya
pentas nasional, ditingkat lokal sekalipun, ajang pensetiran guna membackup kepentingan sebuah
golongan, sekaligus menjadi garda terdepan pelindung kepentingan kelompok tertentu, dengan
mengandalkan pendekatan represifitas dan physical intervention guna mendapatkan kekuasaan/tujuan.
maka tak heran bila kemudian kita sering mendengar pergumulan elitis yang juga diwarnai dengan
pertikaian secara horizontal. Max Havelar memaparkan bagaimana pribumi lebih radikal ketimbang
imprealis VOC, bagaimana para Adipati beserta para Centeng lebih pedas menindas rakyat ketimbang
Pemerintah Kolonial. Dan kemudian, Jawara adalah sarkasme dari Radikalisme. Secara Historis, ada
yang berpendapat bahwa jawara mulai muncul dan dikenal sejak jaman kesultanan Banten, namun
mereka lebih dikenal sebagai tentara atau pasukan Sultan dengan berlandaskan pada pemikiran bahwa
karakter dan sifat yang dimiliki oleh pasukan sultan itu sama dengan jawara yang biasa dikenal yaitu
orang-orang yang memiliki kemampuan dalam olah kanuragan, keahlian dalam bermain silat dan juga
terkadang memiliki ilmu-ilmu yang dianggap gaib seperti ilmu kekebalan tubuh, ilmu perdukunan, bahkan
kepada hal yang irasional sekalipun seperti ilmu menghilang dan ilmu teluh. Pendapat yang lain
mengatakan bahwa jawara mulai muncul sejak mulai dihapuskannya kesultanan Banten oleh Daendels.
Kesultanan Banten dihapus oleh Daendels tahun 1812 (Sartono Kartodirdjo,1988:46). Pendapat yang
kedua ini berlandaskan pada pemikiran bahwa ketika kesultanan Banten dihapuskan tahun 1812 tersebut,

1 of 4 23/07/2007 20:07
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Banten Dan Karakter Radikalisme http://icmimudabanten.org/?p=3

maka perlawanan terhadap kolonial tidak pernah berhenti dan dilanjutkan secara sporadis oleh berbagai
kelompok masyarakat pengikut Sultan Banten yang didukung oleh masyarakat. Mereka biasanya
dipimpin oleh orang-orang yang memiliki keberanian yang luar biasa dan dianggap memiliki kelebihan baik
dalam ilmu keagamaan (Islam) maupun ilmu peperangan yang biasa dimiliki oleh pasukan Sultan seperti
halnya ilmu kesaktian dalam berbagai bentuk seperti yang diungkapkan oleh pendapat yang pertama.
Para pemimpin kelompok ini biasanya disamping seorang jawara juga merangkap seorang guru mengaji
(kyai) sebagai tumpuan harapan dan tempat berlindungnya masyarakat setelah Sultan. Ulama telah
menjadi panutan rakyat sebagai pemimpin kharismatik setelah lenyapnya pemimpin elit Sultan dan elit
birokrasi kerajaan (Hasan Muarif Ambary, 1988:8). Penelusuran terhadap perlawanan berbagai
kelompok masyarakat terhadap kaum kolonial setelah kesultanan Banten runtuh teryata tidak pernah
berhenti dan merupakan rangkaian dari ungkapan kekecewaan, ketidakpuasan dan kebencian rakyat
Banten terhadap penjajah, yang puncaknya terjadi pada tahun 1888 yang terkenal sebagai peristiwa
geger Cilegon. Serta masih banyak lagi, seperti Pemberontakan Petani Banten. Permusuhan,
pemberontakan atau perlawanan kolonial dari pertengahan abad- 19 di daerah Banten sumber utamanya
yaitu ketidakpuasan dan pergeseran kedudukan kaum aristokrat Banten yang lama dan menginginkan
kembalinya masa keemasan kesultanan Banten. Kemudian kelembagaan hak kepemilikan tanah yang
disatu pihak menimbulkan kepemilikan tanah kepada orang yang kaya, sedang di lain pihak menimbulkan
segolongan rakyat yang melarat dan tergantung kehidupannya kepada pemilik tanah. Penyebab lainnya
adalah sifat keagamaan orang Banten Dari peristiwa-peristiwa pemberontakan tersebut di atas,
penggunaan simbol-simbol kebesaran Sultan ternyata mampu untuk menarik sekaligus mengajak rakyat
Banten untuk menjadi pengikut yang setia dalam melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan
kolonial Belanda yang dianggap sebagai penyebab penderitaan dan malapetaka bagi masyarakat. Unsur
nativisme dalam berbagai pemberotakan tersebut jelas terlihat dengan ditunjukkannya rasa kebencian
yang besar terhadap orang-orang asing (Belanda) dan keiinginan serta kerinduan akan kembali munculnya
kejayan masa kesultanan Banten. Konsep perang sabil terlihat dari adanya himbauan oleh para pemimpin
keagamaan untuk melakukan perang jihad terhadap orang-orang kafir yang dianggap sebagai
orang-orang yang telah menghancurkan nama baik serta ajaran Islam Kedekatan Islam dengan
Masyarakat Banten tertulis dengan tinta emas sebagai bagian sejarah kejayaan Islam seperti
kejayaan-kejayaan Islam di Baghdad, Andalusia, Samudra Pasai, dimana pusat-pusat pendidikan tumbuh
berkembang menuangkan hasil karya ilmiah yang bernilai tinggi bagi khazanah keilmuan, para tokoh besar
berhasil dilahirkan dengan karya-karya besarnya, produktifitas dan kesejahteraan rakyat dirasakan dari
atas sampai bawah, budaya egalitarianisme antar penguasa dengan rakyat, terjaminnya keamanan rakyat
dengan adanya supremasi hukum (Syari’at Islam), termasuk juga pada sektor perdagangan yang cukup
besar pasarnya sampai keluar negeri, India, Eropa-Inggris. maka jangan heran apabila kita melihat
sisa-sisa port (pelabuhan) yang semasa dulu menjadi salah satu pusat perdagangan internasional. dan
kenapa VOC lebih memilih memasuki banten dahulu ketimbang belahan jawa lainnya, hal itu dirasakan
sudah adanya masyarakat yang multi-etnis, seperti adanya perkampungan Arab, India, China dan
sebagainya yang kesemuanya menderminkan bagaimana Banten dahulu pernah menjadi kota yang sama
seperti Washington, Newyork, London, kota yang sarat dengan pluralitas baik etnik, bahasa, ras. sebuah
Banten yang berwawasan Internasional. Dari paparan diatas, terlihat jelas bahwa bagaimana pentingnya
Islam mampu menjadi obat kedamaian bagi mayarakat. tingginya toleransi antar etnik dibawah kesultanan,
tidak adanya disparitas sosial antar masyarakat, serta tingginya peradaban, merupakan entry point yang
harus kita rekonstruksi guna pembangunan masa yang akan datang. Maka bila kita berbicara tentang
ke-Bantenan, maka tidak lepas dari apa yang mampu menjadikan banten maju, yaitu KeIslaman.
Begitupun konteks hari ini, hendaknyalah kita mendekonstruksi paradigma lama yang parokial, lebih
mengedepankan kepentingan kelompok, bersifat status-quo, pendekatan represifitas, serta Patronisme.
saatnya kita berpijak menuju Globalisasi dengan Paradigma Islam. bahwa saat ini merupakan kebutuhan
yang sangat urgen untuk kembali pada nilai-nilai keislaman tersebut. kalau perlu ya uwis bae sih ning

2 of 4 23/07/2007 20:07
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Value Bisnis Islami de... http://icmimudabanten.org/?p=28

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( January 8, 2007 )

Membangun Value Bisnis Islami dengan Corporate Social


Responsibility (CSR)
Strategi Implementasi Sistem Manejemen, dalam Lembaga Bisnis Islam

Oleh : Abdul Latief

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al A’raf 57)

Abstract
Membangun Value Bisnisn Islami dengan Corporate Sosial Responsibility (CSR); Strategi Implementasi
Sistem Manajemen Dalam lembaga Bisnis Islam.

Kecenderungan bisnis modern untuk melakukan aktifitas sosial telah merubah arah bisnis. Dunia bisnis
yang selama ini terkesan profit-oriented hendak merubah citra-nya menjadi organisasi yang memiliki
tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkung. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
menggelar aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR).

CSR, secara non-struktur sudah lama berkembang dalam dunia bisnis, teruma bisnis dalam kategori
Hight-Risk Business seperti usaha pertambangan, penebangan hutan. Lima tahun belakangan ini, CSR
telah merambah ke dalam hampir seluruh segmen bisnis. Bahkan pola penerapan CSR di lembaga usaha
bisnis sudah sangat berbeda orientasi dan nilainya.
Saat ini, implentasi CSR tidak hanya sekedar upaya perusahaan untuk membayar utang sosial yang
diakibatkan oleh proses bisnisnya, melainkan menjadi sebuah tanggung jawab sosial yang menjadi
kewajiban bagi perusahaan untuk laksanakannya. Bahkan lebih jauh dari itu, CSR seakan ditujukan untuk
berlomba meningkatkan nilia dan citra perusahaan dimata pasar yang berujung pada komersialitas
perusahaan.
Lembaga Bisnis Islam sebagai bagian dari Entitas Bisnis, tentunya tidak ingin tertinggal dibelakang dalan
Hal penerapan CSR ini, apalagi Islam adalah agama yang sangat konsen mendorong umatnya untuk
menjadi Rahmatan lil A’alamiin (Rahmat bagi sekalian Alam) dan menerapkan bisnis dengan penuh etika.
Bukti dari keterlibatan Usaha bisnis Islam dalam CSR adalah dengan tidak pelaksanaan berbagai

1 of 9 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Value Bisnis Islami de... http://icmimudabanten.org/?p=28

Program CSR oleh berbegai lembaga bisnis Islam, seperti Asuransi Takaful Indonesia dengan berbagai
program CSRnya.
Lantas sekarang,Apakah CSR merupakan nilai yang baru bagi lembaga bisnis Islam? apa yang menjadi
landasan penerapan CSR dalam sistem Bisnis Islam? Bagaimana strategi Efektif untuk penerapan CSR di
lembaga bisnis Islam? Tulisan ini akan menjawabnya untuk anda

Pendahuluan.
Corporate Social Responsibility (CSR) dalam lima tahun belakangan ini menjadi buah bibir dan
primadona bagi perusahaan di berbagai negara termasuk Indonesia. Banyak perusahaan yang seakan
berlomba mengekspose diri dalam kegiatan yang berorientasi sosial, mereka bergiat mencitrakan diri
sebagai perusahaan yang peduli terhadap masalah lingkungan dan sosial. Sebut saja beberapa nama
seperti PT. Media Group dengan Program Peduli Tsunami Aceh dan Nias, PT.Unilever Indonesia dengan
program Lifebouy Handwashing Campaign, Rinso Bersih itu baik, PT. Kalbe Farma dengan Program
Puskesmas Keliling Procold, Promag mulia, serta banyak lagi perusahaan yang memiliki Program CSR
yang beragam.
Pelaksanaan CSR telah merubah wajah bisnis di mata masyarakat, studi tentang Caused-Related
Marketing (CRM) dan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh Davon Winder yang bertajuk “CSR
threat or Opportunity” menunjukan bahwa 46% konsumen berpendapat bahwa perusahaan yang
menerapkan CSR berkinerja lebih baik, dan 60% konsumen terkesan pada bisnis yang bertanggung
jawab pada lingkungan, masyarakat atau dalam ethical practices. Sedangkan 95% konsumen yang
berpartisipasi dalam program Caused-Related Marketing mengetahui bahwa keuntungan perusahaan
akan disalurkan dalam bentuk donasi dan perbuatan baik.
Melihat fakta ini, apakah CSR telah menjadi mainstrem baru dalam manajemen perusahaan yang
selama ini identik dengan lembaga usaha yang profit Oriented? Ataukah hal ini hanya menjadi bagian dari
strategi pemasaran untuk menarik perhatian konsumen? Bagaimana tanggapan Islam mengenai CSR?
Lantas bagaimanakah keterlibatan lembaga bisnis Islam dalam CSR?

Definisi dan Orientasi CSR

CSR merupakan upaya perusahaan yang bersifat proaktif, terstruktur, dan berkesinambungan dalam
mewujudkan operasi bisnis yang dapat diterima secara sosial (socially acceptable) dan ramah lingkungan
(environmentally friendly) guna mencapai kesuksesan finansial, sehingga dapat memberikan added value
bagi seluruh stakeholder.
Pelaksanaan CSR memang banyak berorientasi korporat diantaranya bertujuan untuk membangun
citra perusahaan, meningkatkan loyalitas konsumen, mencapai kesuksesan financial, meningkatkan saham,
menaikan penjualan, dan meminimalsir konflik antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya. Sehingga
CSR telah menjadi salah satu strategi pemasaran dan manajemen yang cukup intens dilakukan oleh
perusahaan.
Perkembangan awalnya, CSR hanya dilakukan oleh perusahaan beresiko tinggi seperti perusahaan
pertambangan, perkebunan, kimia, penebangan kayu. perwujudan awal CSR ini lebih fokus pada hutang
yang harus dibayar atas dampak yang diakibatkan pada Lingkungan dan masyarakat, bukan merupakan
kewajiban dan tanggung jawab sosial. Pelaksanaannya pun, terbatas hanya pada ekosistem yang berada
di sekitar perusahaan, dengan kegiatan yang masih terbatas (limited) dan berjangka pendek (short term).
Pada era kedua, telah terjadi pergeseran orientasi. CSR tidak lagi ditujukan untuk membayar utang
sosial, melainkan menjadi sebuah tanggung jawab mutlak yang harus dilakukan oleh perusahaan.
Coverage area penerapannya-pun semakin meluas, tidak lagi terbatas lingkungan sekitar perusahaan,
melainkan telah menjadi program nasional.
Era pertama dan kedua ini masih sangat berorientasi corporate, dan biasanya CSR diposisikan
dibawah kordinasi departemen Humas atau departemen komunikasi, dan memang CSR ditujukan untuk

2 of 9 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Value Bisnis Islami de... http://icmimudabanten.org/?p=28

media komunikasi dan kampanye sosial perusahaan.


Selanjutnya di era ketiga, perkembangan CSR mengarah kepada Branded CSR, yang ditujukan
untuk menjadi ‘umbrela’ bagi produk-produk perusahaan. CSR tidak lagi terbatas pada komunikasi,
melainkan sudah bermetamorfosis menjadi nilai dan filosofi perusahaan. coverage area-nya meliputi
seluruh stakeholder, baik internal dan eksternal. Sehingga semua pihak dapat dapat meresapi dan
mengimplementasikan seluruh nilai dan tujuan CSR perusahaan.
Perkembangan terakhir inilah yang merupakan kematang proses implementasi CSR, dengan demikian
penerapan CSR tidak hanya menguntungkan salah satu pihak melainkan keuntungan yang integral bagi
seluruh stakeholder.

Cakupan Stakeholder dalam pengelolaan CSR.


Stakeholder yang terkait dengan sebuah perusahaan akan bervariasi sesuai dengan sektor bisnis, dan
lokasi dimana perusahaan tersebut beroperasi. Variasi pada sektor bisnis dan lokasi akan membedakan
prioritas stakeholder dalam program CSR.
Dalam cakupan Implementasi program CSR, Stakeholder digolongkan ke dalam dua bagian yaitu
stakeholder internal dan stakeholder eksternal.
Stakeholder Internal meliputi Karyawan, keluarga karyawan dan pemegang saham. Sedangkan
stakeholder eksternal meliputi customer, supplier, lingkungan hidup, masyarakat sekitar dan pemerintah.
Keterlibatan aktif seluruh stakeholder merupakan kunci sukses implementasi CSR. Cakupan stakeholder
Program CSR dapat dilihat dalam skema berikut:

Skema 1: Cakupan Stakeholder Dalam Pengelolaan CSR

Value CSR di Lembaga Bisnis Syariah.


Lembaga bisnis syariah adalah lembaga bisnis yang merupakan bagian dari implementasi dakwah
nilai-nilai Islam. Sebagai sebuah lembaga bisnis, maka bank syariah, asuransi syariah, pasar modal
syariah, pegadaian syariah, dan lembaga bisnis syariah lainnya harus mengacu pada aturan dasar mengenai
keseimbangan sistem antara kesejahteraan dunia, dan pembinaan nilai rabbani, sebagaimana Firman Allah
dalam Al Quran “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.(Al Qashas: 28). Ayat ini menjadi isyarat bahwa lembaga bisnis Islam harus memiliki dua
landasasan filosofi yaitu Economic / Profesionalism Philosophy dan Syar’iy Philosophy

3 of 9 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Value Bisnis Islami de... http://icmimudabanten.org/?p=28

Economic / Profesionalism Philosophy, merupakan pijakan umum sebuah bisnis untuk merealisasikan
tujuan yang bersifat profit oriented. Ini berarti bahwa semua lembaga bisnis syariah harus dikelola secara
profesional agar menghasilkan keuntungan dan perkembangan yang baik.
Sedangkan, secara Syar’iy Philosophy perbankan harus menjalankan bisnis sesuai dengan ketentuan
agama yaitu dengan tidak menerapkan bisnis yang mengandung unsur Riba, Gharar dan Maisir serta
menerapkan Ethical business. Dan satu lagi fungsi yang tidak bisa ditingglakan adalah menjalankan
fungsinya sebagai saluran dakwah Islamiyah yang memiliki misi menjadi Rahmatan Lil ‘alamiin (rahmat
bagi seluruh alam) yang dijalankan melalui berbagai sendi kehidupan, CSR adalah salah satu saluran untuk
merealisasikan misi tersebut. ethical invesment dan misi dakwah inilah yang merupakan salah satu faktor
pendorong diterapkannya Corporate Social Responsibility oleh suatu perusahaan
Jauh sebelum CSR marak di terapkan dalam Corporate Management System, Islam sudah sangat
peduli tentang aspek kepedulian sosial ini. Diantaranya adalah Sistem Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
yang merupakan mekanisme terstruktur mengenai kepedulian Islam terhadap sosial.
Konsep Islam mengenai keadilan dan kesejahteraan Sosial juga sebuah bukti lain kesempurnaan
sistem Ekonomi Islam yang sarat dengan tanggung jawab sosial. Dalam keadilannya, Islam sangat
mengecam adanya kesenjangan Sosial “wahay orang-orang yang beriman, kalian tidak akan masuk surga
jika tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetanggamu dalam kelaparan (Hadit)”. Islam juga
menekankan tentang kebebasan individu untuk meraih kesejahteraannya dengan tidak melanggar batas
kebebasan orang lain untuk memperoleh kesejahteraan, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu (An Nisaa:29)”. Islam juga sangat tegas mengenai penerapan sistem
keadilan dalam seluruh sendi kehidupan, dari mulai keadilan sosial lingkungan,keadilan Ekonomi, keadilan
distirbusi. ”Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu”. (Al Baqarah;143)

Skema 2: Sistem Keadilan Islam

CSR dalam Praktek Bisnis Islam.


Semua konsep nilai Corporate Social Responsibility (CSR) pada dasarnya sudah tersefleksikan
dalam nilai-nilai ekonomi Islam. Bahkan jauh sebelum CSR – yang mulai marak 10 tahun belakangan ini –
Islam sejak 1400 tahun yang lalu sudah sangat tegas mengatur sistem nilai CSR, misalnya ketika zaman
awal pemerintahan Islam,hasil usaha umat Muslim banyak digunakan untuk menanggung kebutuhan sosial
masyarakat, termasuk di dalamnya investasi pada pembangunan kota dengan membangun saluran
pengairan dan terusan, pembangunan pasar serta fasilitas sanitasi publik. Persoalannya sekarang adalah
sejauh implementasi konsep CSR dalam lembaga bisnis Islam? Dan bagaimanakah Strategi implementasi
CSR dalam Bisnis Islami?
Lembaga bisnis Islam pada dasarnya sangat diuntungkan dengan sudah terintegrasinya nilai dakwah
dan sosial dalam Corporate Business Value, sehingga tidak perlu ada perubahan mainstream yang drastis
dalam bisnisnya berkaitan dengan penerapan CSR. Terlebih lagi di dalam Islam ada konsep zakat.
Sebagian dari keuntungan perusahaan harus disisihkan pada asnaf zakat yang jumlahnya delapan. Itu juga
bentuk lain dari pelembagaan CSR serta menjadi bagian dari kegiatan usaha syariah. Dari sini kita bisa

4 of 9 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Value Bisnis Islami de... http://icmimudabanten.org/?p=28

pastikan bahwa secara value dan sistem, lembaga bisnis Islam sudah sangat mendukung untuk penerapan
CSR, permasalahannya saat ini adalah Implementasi nilai CSR-lah yang menjadi Homework terbesar
Lembaga Bisnis Islam.
Sejauh ini, implementasi CSR sudah cukup gencar dilakukan oleh lembaga bisnis Islam. Misalnya,
penerapan CSR oleh PT. Asuransi Takaful Indonesia Pada kurun waktu 2001 hingga 2005, zakat yang
mereka terima jumlahnya Rp 2 miliar lebih. Dana ini dikelola oleh Yayasan Amanah Takaful (YAT).
Alokasinya tentunya diproritaskan. Kalau tidak ada bencana seperti di Yogya, Aceh, korban banjir,
kebakaran, atau tanah longsor. dana zakat ini juga disalurkan untuk kepentingan lain. Misalnya
membangun sekolah, program beasiswa, pembinaan sekolah, guru, pengobatan gratis untuk masyarakat,
khitanan massal untuk orang miskin, pembagian sembako, dan kegiatan lain dan berbagai program CSR
yang diwajibkan agama. Dalam Implementasinya, Takaful juga melakukan kerjasama dengan Bank
Muamalat, Laznas, dan pihak lain yang dapat selaras menerapkan CSR.
Saat ini, Takaful juga membuat TPA di tempat musibah Gempa Jogja. Ada sekitar 60 anak dan ada
lima cabang. Juga ada pembinaan mental. Dan ke depan, rencananya Takaful akan menyiapkan segala
peralatan yang dibutuhkan untuk penanganan gempa. Selain itu, kita juga akan mentraining tenaga khusus
penanganan bencana. Mereka memiliki kemampuan dan keahlian khusus. Jadi begitu ada bencana
mereka langsung bisa terjun unuk memberikan pertolongan.
Aktifitas yang dilakukan oleh Takaful adalah sebuah Implementasi dari program CSR yang
merupakan perpaduan antara konsep CSR dan dakwah Islam. Hal ini cukup baik dilakukan. Dan untuk
lebih memaksimalkan fungsi CSR sebagai alat untuk mengembangkan bisnis Islam, ada beberapa hal yang
harus dilakukan oleh Lembaga bisnis Islam.

Strategi Penerapan CSR dalam Lembaga Bisnis Islam


Maraknya implementasi CSR dalam lembaga bisnis termasuk lembaga bisnis Syaraih, menuntut
adanya sebuah rumusan strategis mengenai pola penerapan CSR yang efektif dan tepat sasaran. Pasalnya,
penerapan CSR tidaklah cukup dengan kegiatan sosial biasa yang bersifat filantropis seperti sumbangan
uang atau pembagian sembako yang sifatnya sesaat (hit and run), melainkan menjadi sebuah program
yang lebih memberikan kontribusi sosial yang berkelanjutan sekaligus memberikan citra positif bagi
perusahaan yang menerapkannya. Untuk itu, penerapan CSR dalam lembaga Bisnis Islam haruslah
memenuhi beberapa strategi berikut:
Pertama, Sustainable Empowerment. Aktifitas CSR jangan hanya kegiatan pilantropis atau kegiatan
giving dan charity belaka. Sehingga manfaat dari CSR bisa dinikmati secara berkesinambungan.
Pembagian sembako atau santunan memang kegiatan yang bermanfaat, tapi hal ini janganlah menjadi
fokus utama karena tidak menyelesaikan masalah kemiskinan secara mutlak, melainkan hanya akan
membuat sebuah ketergantungan masyarakat. Pemberdayaan ekonomi masyarakat,pendidikan dan
pengembangan lifeskill masyarakat, adalah beberapa hal yang bisa memberikan dampak yang lebih
berkesinambungan,
Kedua, Employee Participation, branded your CSR internally. Sebagai kepanjangan tangan dari misi
dakwah Islam untuk menyebarkan nilai-nilai Islam di masyarakat, untuk itu Lembaga Bisnis Islam haruslah
memulai membangun nilai-nilai social dari dalam perusahaan sebelum menyebarkannya ke masyarakat.
Proses kerja yang islami, kesejahteraan karyawan dan pembangunan akhlak akan memancarkan nilai
perusahaan. Untuk itu, focus lain dari CSR adalah menerapkan program CSR untuk karyawan dan
melibatkan mereka dalam setiap aktifitas CSR, akan menambah reputasi perusahaan disamping itu akan
menambah loyalitas karyawan pada perusahaan sebagaimana Riset yang dilakukan oleh National
Employee Benchmark Study yang dilakukan oleh Walker Information yang menunjukan bahwa 62%
karyawan yang bekerja di perusahaan yang memiliki kegiatan CSR akan merekomendasikan perusahaan
tersebut kepada orang lain. Yang lebih menarik lagi,73% karyawan menyebutkna mereka lebih loyal
terhadap perusahaan yang memiliki misi social dengan program CSR.

5 of 9 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Value Bisnis Islami de... http://icmimudabanten.org/?p=28

Ketiga, Good Communication and Social-Politic Buffer Building. Salah satu hambatan perkembangan
ekonomi Islam di masyarakat adalah kurangnya sosialisasi dan komunikasi efektif terhadap masyarakat
mengenai nilai-nilai ekonomi Islam, komunikasi yang terjalinpun seringkali dianggap sebagai commercial
program atau sebagai utang budi perusahaan bagi masyarakat, bahkan tidak jarang malah menimbulkan
conflic atau counter attack dari masyarakat. Untuk itu, sebagai salah satu media kampanye lembaga bisnis
Islam, CSR harus menjalin hubungan sosial politik dan effective approaching dengan masyarakat
diantaranya dengan melibatkan tokoh formal dan non-formal, dan melakukan culture addaptive di tengah
masyarakat.
Keempat, Culture Building and Corporate Focus. Selama ini CSR hanya menjadi fokus dalam divisi
Public Relation dan CSR director, dan belum efektif menyebarkan nilainya lintas divisi dalam perusahaan.
CSR belum menjadi budaya dan komitmen penuh dari perusahaan. CSR hanya dijadikan sebagai
pembentukan Image dan media beriklan, hal inilah yang pada akhirnya sering menjadikan CSR sebagai
kegiatan yang tidak menimbulkan simpati masyarakat. Sincerity (ketulusan) yang merupakan soul (jiwa)
dari CSR menjadi samar tertutupi Commercial focus yang seharusnya hanya menjadi side effect bukan
aim (tujuan).
Kelima, Research and Beneficiary Testimonials. Riset untuk mengetahui pengukuran persepsi dan
tingkat apresiasi masyarakat pada perusahaan sangat diperlukan untuk mengetahui efektifitas penerapan
CSR. Sebab, tanpa studi ini kita tidak akan pernah tahu sejauh mana keberhasilan penerapan CSR, apa
saja yang harus diperbaiki, bagaimana meningkatkan CSR? serta sasaran apalagi yang perlu ditingkatkan?
Keenam, Cause-Business-brand objective (CBBO) analysis. Kegiatan social memang akan
bermanfaat bagi masyarakat tapi apakah aktifitas tersebut akan memberikan manfaat maksimal untuk
perusahaan yang melaksanakannya? Untuk itulah CBBO diperlukan untuk mencari kesesuaian aktiftias
dengan objektif yang ingin dicapai, CCBO juga akan menganalisa kegiatan sosial agar sesuai dengan
business and brand mission, sebab jika hal ini tidak dilakukan, maka CSR akan menyebabkan negative
side effect bagi perusahaan. Side effect yang muncul misalnya pandangan skeptis bahwa perusahaan
hanya memanfaatkan kesulitan dan permasalahan masyarakat untuk mendulang keuntungan.
Ketujuh, Situation and Need assessment. CSR harus relevan dengan kondisi dan kebutuhan stake
Holder, keluasan cakupan stakeholder dalam CSR harus mendapat perhatian yang serius bagi
perusahaan, untuk itu sebelum melakukan CSR perusahaan harus menyesuaikan aktifitasnya dan
memberikan manfaat untuk semua stake holder, baik internal maupun eksternal.
Kedelapan, Branded CSR Execution. Implementasi CSR tidak seluruhnya dieksekusi oleh corporate
resources, biasanya CSR juga melibatkan out-sources baik berupa LSM, yayasan, atau pihak lainya.
Dalam pemilihan mitra CSR, perusahaan harus selektif memilih mitranya dalam CSR, kesalahan eksekusi
bisa memunculkan conflicting imge, dimana antara pihak yang mengeksekusi, misalnya LSM justru
image-nya berbeda dengan brand Image yang ingin diciptakan, atau LSM yang mengeksekusi memiliki
image negative di masyarakat, tentunya kesalahan ini akan merugikan perushaan di sisi financial, reputasi
dan image.

Penutup
CSR merupakan Komitmen dan aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan sebagai wujud tanggung
jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. CSR dalam lembaga bisnis Islam sudah terintegrasi dalam
Corporate Business Value dan system, jadi secara value dan system tidak ada kendala bagi binis Islami
untuk menerapkan CSR.
Persoalan bagi lembaga bisnis Islam adalah stategi dan konsep penerapan CSR di lingkungan dan
masyarakat agar dapat memberikan tepat sasaran dan sesuai dengan corporate bunisnees value. Untuk
itu, riset, komunikasi, sustainable empowerment, sincerity dan stretegi lainnya sangat diperlukan. Agar
proses keberlangsungan dakwah Islam dan tujuan menjadi rahmatan lil aa’lamiin dapat tercapai. Allahu
A’lam bi Ash Shawab.

6 of 9 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Value Bisnis Islami de... http://icmimudabanten.org/?p=28

Bibliografi:
1. BUSINESS WATCH INDONESIA, Ethical Investment Sebagai Motif Penerapan CSR, Jakarta
2006
2. Sumardy, Branded CSR, Artikel dalam Majalah MIX Edisi 30 oktober -15 November 2006.
3. Abidin Miranty, CSR di Indonesia, Artikel dalam Majalah MIX Edisi 30 oktober -15 November
2006.
4. Hendriani Lis, CSR untuk kemaslahatan Perusahaan Juga, Artikel dalam Majalah MIX Edisi 30
oktober -15 November 2006.
5. Dyah Hasto Palupi, Bagaimana Seharusnya CSR. Artikel dalam Majalah MIX Edisi 30 oktober -15
November 2006.
6. PT. Astra International, Astra Friendly Company, Standar Penerapan Corporate Social Responsibility
untuk Grup Astra.2006
7. Karim, Adiwarman Azwar Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. International Institute of Islamic
Thought Indonesia (IIIT), Jakarta 2001.
8. Yafie Ali,Prof. Fiqih Perdagangan Bebas. Teraju, Jakarta, 2003.
9. Syafe’I Antonio Muhammad, Bank Syariah dari teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta 2001.
10. PT. Takaful Indonesia. Dana Zakat untuk kegiatan Sosial, Jakarta,2006.
11. Widjajakusuma Kareber,dkk. Pengantar Manajemen Syariah, Khairul Bayan, Jakarta 2002.

Ekonomi | E-mail this Artikel

1 Comment to “Membangun Value Bisnis Islami dengan Corporate Social Responsibility


(CSR)” »

1. Yudha says:
January 14th, 2007 at 1:46 pm

Artikel ini sangat baik, konsep pemberdayaan memang salah satu nilai yang ada dalam islam
dengan adanya perintah zakat dll, tetapi sayang pemahaman zakat di masyarakat yang begitu
dangkal akhirnya masyarakat islam lebih melihat bahwa “program-progam kebaikan” seperti CSR
malah justru berasal dari barat atau perusahaan2 barat yang notabene non islam

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

7 of 9 23/07/2007 20:50
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( March 2, 2007 )

Demokrasi dan Pendidikan


Oleh: Isbandi

I. Pendahuluan
Peranan pendidikan dalam kehidupan kenegaraan
akan banyak memberikan dimensi pembangunan karakter
bangsa (nations character building). Aktualisasi karakter
masyarakat dapat membentuk nilai-nilai budaya yang tumbuh
pada komunitas lingkungan sosial-politik, baik dalam bentuk
berpikir, berinisiatif, dan aneka ragam hak asasi manusia.
Dengan demikian, pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai
kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang di anut
oleh suatu pemerintahan.
Pada kondisi negara yang memiliki heterogenitas
masyarakat, cenderung menerapkan sistem demokrasi dalam
menjalankan roda pemerintahan. Konteks demokrasi secara sederhana menunjukkan adanya
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip utama dalam penerapan alam demokrasi
adalah adanya pengakuan atas kebebasan hak individual (human right) terhadap upaya untuk menikmati
hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga, pada
gilirannya dapat membentuk kondisi community development pada nilai-nilai keberagaman, baik berpikir,
bertindak, berpendapat, maupun berkreasi.
Sistem demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip,
keberagaman (heterogenitas) nilai-nilai masyarakat dalam suatu negara. Konsekuensi logis dari penerapan
demokrasi adalah memberikan kebebasan bertindak pada setiap orang sesuai dengan kehendaknya
dalam batasan normatif tertentu. Terbentuknya budaya demokrasi pada suatu negara banyak ditentukan
oleh penerapan sistem pendidikan yang berlaku, sehingga semakin demokratis pelaksanaan pendidikan di
suatu negara, akan memberikan implikasi pada peningkatan taraf keperdulian masyarakat terhadap hak
dan kewajibannya dalam menggunakan pikiran, tenaga, dan suaranya. Impact yang sangat kuat dari
penerapan demokrasi pendidikan yaitu berkembangnya keberagaman pola pikir masyarakat, kreativitas,
dan daya inovasi yang tinggi.
Demokrasi dalam dunia pendidikan memiliki konsekuensi bagi terbentuknya desentralisasi
kewenangan, di mana pengelolaan pendidikan akan banyak ditentukan oleh pelaksana langsung, baik
pengelola, tenaga kependidikan, maupun masyarakat dalam menciptakan isi (materi) sistem pembelajaran,
termasuk pengembangan kualitas peserta didik. Di sisi lain, demokrasi pendidikan akan berdampak pula

1 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

pada aspek kurikulum, efesiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan
terhadap perolehan pendidikan masyarakat.
Demokrasi dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, sebagaimana di atur dalam UU nomor 2
tahun 1989 BAB III pasal (5) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan. Artinya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memperoleh pendidikan
dalam rangka mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan, serta kemampuan mereka.
Letak geografis Negara Indonesia yang merupakan negara maritim terbesar dan mempunyai
keberagaman kondisi masyarakat baik secara linguistik, budaya, agama, dan etnis, mengharuskan
penerapan sistem pendidikan yang demokratis. Sejalan dengan adanya tuntutan reformasi, hingga pada
pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU nomor 22 dan 25 tahun 1999, telah memberikan
paradigma baru dalam sistem pendidikan yang mengarah pada prinsip desentralisasi. Demokrasi
pendidikan di Indonesia mempunyai dua tugas utama, yaitu sebagai pengembangan potensi nyata yang
dimiliki oleh setiap daerah, dan pengembangan nilai-nilai hidup yang berlaku di dalam masyarakat suatu
daerah. Namun, koridor tugas pendidikan tersebut tetap berpegangan pada koridor Negara kesatuan
Republik Indonesia.
Desentralisasi pendidikan ternyata merupakan suatu proses yang kompleks, oleh karena:
1. akan menciptakan suatu sistem pendidikan dengan kebijakan-kebijakan yang konkret;
2. mengatur sumber daya serta pemanfaatannya;
3. melatih tenaga-tenaga (SDM) yang professional, baik tenaga guru maupun tenaga-tenaga manajer pada
tingkat lapangan;
4. menyusun kurikulum yang sesuai, dan;
5. mengelola sistem pendidikan yang berdasarkan kepada kebudayaan setempat1).
Sasaran desentralisasi pendidikan adalah sebagai program peningkatan tanggung jawab yang lebih
besar untuk pemerintah daerah dalam mencapai tujuan PUS (pendidikan untuk semua). Peningkatan
kesempatan memperoleh pendidikan di saat ada kendala ekonomi yang serius merupakan tantangan yang
sangat besar bagi para pengambil keputusan bidang pendidikan, sekolah, dan masyarakat. Dalam
mengambil keputusan tentang pendanaan, program-program yang berkaitan dengan persamaan
kesempatan tersebut sering dianggap sebagai program nomor dua, dengan alasan efesiensi ekonomi.
Pengalaman program desentralisasi di negara lain seperti di Filipina mengisyaratkan perlunya masalah
pemerataan kesempatan ini dijadikan perhatian dalam pengalokasian berbagai sumber untuk menghindari
disparitas di antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Agar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat terlaksana secara tepat, diperlukan mekanisme
penerapan demokrasi dalam pendidikan dan pendidikan dalam demokrasi. Hal tersebut sebagai upaya
untuk membentuk budaya masyarakat dan pengambil kebijakan yang lebih mengedapankan pengakuan
terhadap kesamaan hak dan kewajiban yang dilatarbelakangi oleh nuansa keberagaman.

II. Permasalahan
Demokrasi dan pendidikan merupakan suatu kondisi tata nilai yang harus dikembangkan dalam
masyarakat yang heterogen, sehingga dimungkinkan dapat mengembangkan potensi daerah serta nilai-nilai
kebudayaan yang hidup di masyarakat. Demikian pula halnya dengan kondisi bangsa Indonesia yang
memiliki keberagaman letak geografis,linguistik, budaya, dan agama, sangatlah bergantung pada
pola-pola kebijakan yang mengakui adanya perbedaan dan keberagaman potensi dalam bentuk
desentralisasi kebijakan.
Terdapat berbagai masalah yang dihadapi dalam penerapan demokrasi dan pendidikan di
Indonesia, sebagai berikut.

1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.


Terjadinya krisis moneter sejak tahun 1998, telah menciptakan laju inflasi yang tak terkendalikan,
sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Dampak terbesar dari fenomena ini adalah menurunnya

2 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Kendati pun pemerintah telah berupaya membuat
kebijakan wajib belajar 9 tahun yang disertai dana kompensasi BBM serta bantuan jaring pengaman
sosial, namun ironinya kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan bukanlah dijadikan prioritas
utama dalam menghadapi kondisi kebutuhan hidup. Padahal, krisis yang terjadi dalam berbagai bidang
kehidupan, bersumber dari rendahnya kualitas, kemampuan, dan semangat kerja. Secara jujur dapat kita
katakana bahwa bangsa ini belum mampu mandiri dan terlalu banyak mengandalkan intervensi dari pihak
asing. Meskipun agenda reformasi telah digulirkan untuk memperbaiki sendi-sendi kekuatan dengan
menetapkan prioritas tertentu, hal tersebut belum berlangsung secara kaffah (menyeluruh) dan baru pada
tahap mencari kesalahan orang lain.
Pendidikan sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas, kemampuan dan semangat kerja
masyarakat, dalam kondisi bangsa Indonesia yang memiliki rendahnya tingkat partisipasi masyarakat,
secara inheren akan memberikan kondisi bangsa yang sulit untuk dapat keluar dari kendali krisis multi
dimensi. Terutama dalam hubungannya untuk membentuk budaya demokrasi dalam sistem kenegaraan
kita. Peran pendidikan nampaknya masih dianggap sebagai ‘menara gading’ dalam segi kehidupan
bermasyarakat, namun belum diupayakan sebagai bentuk investasi masa depan yang akan membentuk
nilai-nilai hidup kemasyarakatan secara universalitas.

Rendahnya partisipasi pendidikan tentu akan membentuk rendahnya kualitas sumber daya manusia,
sehingga pemikiran kreatif, inovatif, dan progresif akan sukar untuk muncul dalam proses pembangunan
bangsa dalam sistem kenegaraan demokrasi. Demikian pula halnya, pola penyelenggaraan pendidikan
akan cenderung sukar untuk menjiwai nilai-nilai demokratis, sehingga tidak akan menumbuhkan kondisi
kebebasan metode pendidikan yang beragam, dan masih bersandar pada doktrinisasi sebagai wujud
penerapan kebijakan sentralisir.

2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.


Pemberlakuan demokrasi, baik dalam tatanan politik, ekonomi, maupun pendidikan, memberikan
konsekuensi terhadap pembaruan kebijakan yang harus disesuaikan dengan perkembangan tuntutan
mayoritas masyarakat. Dalam dunia pendidikan, system pendidikan nasional yang selama ini masih
menginduk pada UU nomor 1989, dinilai sudah usang dan mengharapkan perubahan ke arah kebijakan
yang lebih democratis, khususnya pemberian kewenangan secara desentralisir.
Prinsip dasar diberlakukannya demokrasi pendidikan diarahkan pada terbentuknya partisipasi
masyarakat di suatu wilayah untuk turut memikirkan dan mengejar kualitas pendidikan sesuai dengan
potensi yang dimiliki. Penerapan desentralisasi pendidikan terkait dengan diberlakukannya otonomi
daerah di Indonesia sesuai UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Konsekuensi asas desentralisasi pendidikan
yaitu berkembangnya penataan pendidikan local dalam membangun kemampuan masyarakat di
sekitarnya, serta pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat yang diupayakan mampu berkiprah dalam
pergaulan global.

3. Tantangan kehidupan Global.


Derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghadapkan dunia pendidikan dalam
situasi persaingan global. Sehingga berbagai kebijakan pendidikan diperlukan penyesuaian dengan standar
kualitas universal. Kondisi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah, tentu dapat
memberikan suasana penerapan pendidikan yang berbasis lokal (education based local), keadaan ini
apabila tidak dapat ditata secara baik, akan memperparah kualitas pendidikan secara global. Oleh karena
itu, prioritas kebijakan dalam era demokrasi, pendidikan diharapkan mampu mengolah potensi lokal
dalam upaya mensejajarkan diri dengan tuntutan kualitas global (the think globally at locally).

III. Deskripsi dan Kajian Teori

3 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah pemberlakuan era globalisasi, namun di sisi lain
era tersebut akan memberikan peluang yang cukup besar dalam mengembangkan peran pendidikan
dalam nuansa universal. Pendidikan pada era global mengharuskan suatu penetrasi peran yang serba
instan, baik dari segi pembaruan manajemen, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
nilai-nilai kebudayaan yang progresif.
Penerapan demokrasi dalam sektor pendidikan merupakan suatu kerangka yang dapat menyerap
berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kondisi heterogenitas linguistik, budaya, agama,
serta geografis. Hal ini diharapkan agar pendidikan lebih mengedepankan keberagaman metode
pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan masyarakat daerah secara professional serta
dapat mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam pergaulan nasional, maupun internasional.
Demokrasi yang dikenal luas sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
ditandai dengan adanya pengakuan dan praktek persamaan hak dan kewajiban dalam masyarakat luas.
Pendidikan berjasa dalam membentuk pondasinya: rakyat yang tahu hak dan kewajibannya, rakyat yang
mengakui persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, membuka kesempatan yang luas
bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan, dan membentuk rakyat yang kritis. Dengan
demikian pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi, tetapi juga membuat
demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi penerapan demokrasi dalam pendidikan berarti menjamin mengembangkan
kebebasan akademik. Artinya pola penyelenggaraan pendidikan harus dapat memberikan kebebasan
kepada seluruh elemen pendidikan dalam mengemukakan pendapat dan menghargai perbedaan
pendapat, sehingga masyarakat belajar akan terbiasa dengan pengembangan daya nalar yang kritis dan
progresif.
Di Indonesia, penerapan demokrasi dalam dunia pendidikan dilandasi oleh adanya kesedaran akan
keberagaman kondisi masyarakat, dimana sistem pengelolaan pemerintahan dalam menangani masalah
pendidikan di arahkan pada prinsip desentralisasi. Hal ini kian menyampingkan kebijakan sentralisasi yang
diterapkan pada era orde baru. Komitmen penerapan demokrasi pendidikan di indonesia dalam
mengemban misi reformasi total, diterbitkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dalam
konteks otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendir atas dasar prakarsa dan partisipasi masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Indra Djati Sidi (2000) mengemukakan empat isu kebijakan
penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah, baik untuk
tujuan peningkatan mutu pendidikan, efesiensi pengelolaan pendidikan, relevansi pendidikan, maupun
pemerataan pelayanan pendidikan, sebagai berikut.
1. Upaya peningkatan mutu pendidikan di lakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi
pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat.
Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan
standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal normal (mainstream), dan unggula.
2. Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis
sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan
sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran
serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional
melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua,
tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring,
serta evaluasi program kerja sekolah.
4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan
dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu
pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi

4 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

siswa pada semua lapisan masyarakat2).


Konsep desentralisasi dalam sistem otonomi pemerintahan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi,
memberikan landasan hidup masyarakat bahwa kebijakan yang diambil harus berdasarkan prinsip dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam komitmen penerapan demokrasi pendidikan sangat
berhubungan dengan upaya pemberdayaan seluruh komponen bangsa dalam membangun dan
meningkatkan kualitas pendidikan dengan kebijakan yang diambil sesuai potensi yang dimiliki.
Dengan demikian, prinsip-prinsip demokrasi dan pendidikan dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1. Adanya kesamaan hak dan kewajiban.
2. Adanya pengakuan atas kebebasan berpendapat, bertindak, dan berinisiatif.
3. Kebijakan yang ditempuh berlandaskan pada keberagaman nilai-nilai masyarakat.
4. Lebih mengutamakan kepentingan mayoritas.

Memperhatikan prinsip di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai penentu keberhasilan
pelaksanaan demokrasi, dan demokrasi akan memberikan keberhasilan kualitas pendidikan. Hal tersebut
lebih memberikan pada makna peranan sumber daya manusia dalam menjalankan nilai-nilai
kemasyarakatan. Semakin tinggi kualitas masyarakat sebagai hasil proses pendidikan, semakin besar
kemungkinan masyarakat mengerti tentang penerapan sistem demokrasi pada suatu bangsa.

IV. Analisis dan Sintesis


Analisis demokrasi dan pendidikan, dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Aspek demokrasi.
Alam demokrasi memberlakukan nilai kehidupan masyarakat yang sadar akan hak dan
kewajibannya dalam sistem kenegaraan dan pemerintahan. Kesadaran demokrasi banyak tercipta akibat
adanya keberagaman kondisi masyarakat yang pluralistik, sehingga segala bentuk kebijakan politis
senantiasa bersandar pada pendapat mayoritas masyarakat. Unsur utama dari demokrasi adalah:
a. adanya persamaan hak dan kewajiban seseorang dalam sistem pemerintahan;
b. arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up;
c. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat;
d. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik;
e. kedaulatan negara berada di tangan rakyat.

2. Aspek pendidikan
Pendidikan sebagai suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada kemandirian
hidup, memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Oleh karenanya, peran pendidikan
senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan kualitas manusia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa,
akan sangat bergantung pada kondisi sumber daya manusia yang cukup tinggi, sehingga dalam realitasnya
dibutuhkan pola penyelenggaraan pendidikan yang mampu mengakomodir tuntutan kebutuhan lingkungan
dan masyarakat.
Unsur-unsur utama yang berhubungan dengan pendidikan, meliputi:
1. adanya tujuan dan prioritas program yang jelas;
2. adanya peserta didik;
3. manajemen yang profesional;
4. struktur dan jadwal yang jelas;
5. isi (materi) yang tersedia;
6. tenaga kependidikan;
7. alat bantu belajar;
8. fasilitas;
9. teknologi;

5 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

10. pengawasan mutu;


11. penelitian;
12. biaya.
Ke dua belas unsur di atas, tentu harus dipenuhi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu
meningkatnya kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan pada analisis di atas, sintesis dari demokrasi dan pendidikan dapat di identifikasikan
sebagai berikut.
1. adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara.
Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara untuk memperoleh
pendidikan. Perlakuan proses penyelenggaraan pendidikan harus di arahkan pada keberagaman potensi
individu peserta didik, dimana mereka diberikan kebebasan untuk mampu mengekspresikan diri dalam
potensi berpikir, bertindak, dan berinovasi.
2. adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up.
Prinsip kebijakan dari bawah ke pucuk pimpinan, dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi
terhadap keterlibatan aktif seluruh komponen peserta didik, orang tua, tenaga kependidikan, kepala
sekolah, masyarakat, dan pemerintahan setempat. Keadaan ini mencerminkan berlakunya asas
desentralisasi melalui prinsip penerapan otonomi daerah.
3. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Bentuk partisipasi dalam demokrasi pendidikan adalah berusaha melibatkan diri dalam proses
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan mutu pelayanan pendidikan. Hal ini
sebagaimana prinsip yang diterapkan dalam manajemen berbasis masyarakat (School based community).
4. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Demokrasi pendidikan pada hakikatnya harus dilaksanakan atas prinsip memperhatikan kebutuhan
perkembangan tuntutan masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, pendidikan dalam era demokrasi
memberikan wahana bagi pembentukan nasib dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dalam
implementasinya, pendidikan akan diarahkan pada kebijakan yang lebih transparan, serta memiliki
komitmen bagi akuntabilitas publik.

V. Temuan-temuan
Penerapan demokrasi dalam pendidikan, disamping memberikan peluang kepada kemajuan
uniformalitas penyelenggaraan, juga memberikan beberapa aspek kelemahan dalam tataran
pelaksanaannya. Beberapa temuan kelemahan pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan, banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1. Rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan.
Secara umum, kondisi masyarakat dalam melihat peran pendidikan hanya sebatas strategi formalistik
untuk memperoleh gelar tertentu. Di sisi lain, peran pendidikan pun masih belum banyak menyentuh
terhadap kebutuhan masyarakat secara riil, sehingga pendidikan sering dinobatkan sebagai ‘menara
gading’ di tengah keberadaan komunitas tertentu. Rendahnya keperdulian masyarakat terlihat dari
menurunnya tingkat partisipasi terhadap standar kualitas yang diinginkan, baik secara fisik maupun bobot
lulusan. Pendidikan sering dipandang hanya sebatas tanggung jawab pemerintah, padahal pendidikan yang
bermutu sangat memerlukan peran aktif seluruh komponen masyarakat, baik dalam segi perancangan
kurikulum, materi pembelajaran, proses pendidikan, dan pembiayaan.
2. Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan.
Proses penyelenggaraan pendidikan masih menitikberatkan pada kondisi pembelajaran yang bersifat
doktrinisasi. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh sistem sentralisasi kewenangan pada masa orde baru
dalam membentuk sistem pendidikan sebagai komoditas politik dan ekonomi. Pada masa transisi dalam
era reformasi, upaya memperbarui pola penyelenggaraan pendidikan ke arah demokrasi, nampaknya
masih memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena dibutuhkan suatu langkah penyesuaian kebijakan
sekaligus peran tenaga kependidikan dan manajemen sekolah yang mengerti terhadap prinsip dasar

6 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

demokrasi pendidikan.
3. Rendahnya pembiayaan pendidikan.
Komponen masalah yang terbesar dalam mengejar kualitas pendidikan bertumpu pada faktor
pembiayaan. Untuk menumbuhkembangkan kondisi pembaruan pendidikan ke arah demokrasi tentu
memerlukan biaya yang cukup besar, baik bagi kepentingan peningkatan kualitas tenaga kependidikan,
maupun sarana pendukung proses pembelajaran.

VI. Pembahasan
Berdasarkan pada beberapa permasalahan, sintesis dan analisis, serta temuan-temuan dalam
hubungannya dengan demokrasi dan pendidikan, penulis mencoba mengkaji dengan beberapa sudut
pandang yang terangkum dalam pembahasan sebagai berikut.

1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.


Peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi merupakan persyaratan dalam menciptakan
pemikiran positif serta proses penetapan kebijakan publik. Demokrasi dalam dunia pendidikan
memberikan konsekuensi terhadap penerapan asasn desentralisasi, efesiensi pengelolaan, relevansi
pendidikan, peningkatan mutu, serta pembiayaan yang harus ditanggung. Partisipasi masyarakat dalam
pendidikan akan terlihat dari seberapa besar prosentase keikutsertaan masyarakat dalam batasan umur
peserta didik setiap jenjang program, disamping itu, peran masyarakat pun dapat ditujukan pada sikap
keperdulian terhadap upaya memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan, baik dari segi
kuantitas, fisik, maupun kualitas pendidikan. Hal yang sepatutnya diterapkan dalam upaya
menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat, adalah pengaturan kebijakan publik yang memberi
peluang kepada masyarakat dalam menentukan model, materi, serta kualitas pendidikan sesuai kebutuhan
tuntutan masyarakat dan lingkungan, sehingga peran pendidikan akan dijadikan sebagai landasan bagi
peningkatan kemampuan potensi lokal serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan.

2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.


Berlakunya demokrasi pendidikan secara inheren akan memberikan implikasi terhadap kemampuan
masyarakat dalam proses perencanaan, dan pengawasan pelaksanaan pendidikan. Strategi penerapan
demokrasi pendidikan membutuhkan komitmen pengambilan kebijakan yang mengarah pada konsekuensi
kondisi demokratis. Dalam dunia pendidikan, alam demokratis lebih ditujukan pada nuansa kebebasan
mimbar akademik, di mana seluruh komponen pendidikan memiliki kebebasan dalam mengemukakan
pendapat serta berpikir kritis terhadap pengembangan daya nalar. Demokrasi tentu saja dapat
mambentuk karakter komponen masyarakat yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan
perbedaan dalam keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif kebijakan yang demokratis dapat
mencakup: kebijakan desentralisasi, konsekuensi kebutuhan SDM yang memadai, fasilitas penunjang
pembelajaran yang cukup, serta mengarah pada aspek keberagaman potensi individual manusia.

3. Tantangan kehidupan Global.


Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan sistem pendidikan, telah
banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula peluang dalam persaingan global. Penerapan
demokrasi dalam sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia
internasional, baik dalam proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal.
Kendati pendidikan diterapkan dalam mekanisme otonomi daerah dengan asas desentralisasi, namun
prakarsa seyogyanya tetap melihat aspek standar kualitas global, sehingga diharapkan dalam
perkembangannya mampu menciptakan inovasi baru baik dari segi pengetahuan, maupun kesenaian dan
kebudayaan daerah yang mampu berperan dalam percaturan global. Pemikiran yang fundamental dalam
kerangka demokrasi pendidikan menuju globalisasi adalah dengan prinsip the think globally at locally.

7 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Demokrasi dan Pendidikan http://icmimudabanten.org/?p=48

VII. Simpulan
Paradigma pendidikan yang mengarah pada era demokrasi banyak memberikan konsekuensi logis
dalam mempersiapkan kondisi masa transisi budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi
umumnya lebih menghargai perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Demokrasi pendidikan
tidak terlepas dari peran aktif seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan sasaran kulaitas
yang diinginkan. Dengan kata lain, demokrasi pendidikan sangat terkait dengan partisipasi aktif seluruh
elemen masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan, melalui mekanisme buttom-up.
Demokrasi pendidikan di Indonesia, dipengaruhi oleh suatu kondisi pluralisme masyarakat yang
memiliki heterogenitas linguistik, budaya, agama, dan letak geografis. Sehingga keseragaman pola
pendidikan yang pernah dilakukan pada pemerintahan orde baru, sangatlah tidak tepat, sehingga akan
menciptakan karakter bangsa yang seba seragam. Oleh karenanya, pada era reformasi, demokrasi
pendidikan mengalami pergeseran paradigma ke araha keberagaman. Bahwa setiap daerah memiliki
potensi yang berbeda untuk dikembangkan, serta adanya komitmen terhadap pengakuan kebebasan
berpikir, pendidikan sebaiknya mencoba memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam menentukan kualitas kemampuan peserta didik serta
pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku.
Permasalahan yang dihadapi dalam demokrasi dan pendidikan adalah rendahnya partisipasi
masyarakat dalam pendidikan, rendahnya inisiatif kebijakan demokratis, serta tantangan era globalisasi.
Adapun sintesis dan analisis yang diambil sebagai prinsip dasar pelaksanaan demokrasi pendidikan adalah
adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara, adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip
buttom-up, adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, berlakunya prinsip transparansi dan
akuntabilitas publik.
Berbagai masalah serta hasil analisis dan sintesis, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
menumbuhkan demokrasi diperlukan suatu pendidikan yang turut menunjang peningkatan kualitas
masyarakat yang dapat memahami budaya demokras, serta pendidikan yang demokratis sangat ditunjang
oleh sistem kenegaraan yang demokratis. Untuk menyerasikan muatan demokrasi pendidikan dalam
konteks otonomi daerah, diharapkan prakarsa kualitas pendidikan disamping harus memperhatikan
potensi lokal yang dimiliki, juga harus mampu melihat peluang dan tantangan kebutuhan kualitas secara
global. Hal tersebut diupayakan agar sistem pendidikan di Indonesia tidak hanya mampu berkiprah dalam
pergaulan nasional, namun dalam era globalisasi perlu memperhitungkan persaingan secara internasional.

Pendidikan | E-mail this Artikel

No Comments to “Demokrasi dan Pendidikan” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

8 of 10 23/07/2007 20:46
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Moralitas PBJ Di Banten http://icmimudabanten.org/?p=10

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( December 11, 2006 )

Membangun Moralitas PBJ Di Banten


(Kasus Keterlambatan Distribusi Susu Dan Biskuit)

Oleh: Manar MAS dan Sudarman LC

KASUS ‘molornya’ distribusi susu dan biskuit dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi
3.303 Balita Gizi Buruk yang tersebar di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Banten sebagaimana telah ‘dibeberkan’ kepada publik oleh Lembaga Analisis Kebijakan Publik
(LANSKEP) Banten, diniscayakan hanyalah salah satu contoh rendahnya akuntabilitas birokrasi publik
pemerintah Provinsi Banten, terutama kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Perlu kerja lebih ’ekstra’
untuk mengungkap contoh-contoh lain yang menjadi realitas rendahnya akuntabilitas birokrasi publik
Pemprov Banten dalam PBJ yang terjadi selama ini.

Di kalangan aparatur Pemprov Banten kegiatan PBJ merupakan ’idola’ bila ingin mendapatkan peningkatan
kesejahteraan secara cepat. Karenanya, setiap penyusunan RAPBD, hampir setiap SKPD berlomba
memperbanyak kegiatan PBJ. Akibatnya, dapat ditebak, pada setiap APBD di provinsi ini, sulit menemukan
alokasi Belanja Aparatur yang rasional. Bahkan, dalam pengalaman lima tahun berjalan ini telah memberikan
kesimpulan kentalnya kepentingan sempit (vested interest) dalam penyusunan APBD daripada pelayanan
publiknya (public servant).

Rendahnya akuntabilitas birokrasi publik di tubuh Pemprov Banten merupakan persoalan serius. Birokrat
secara umum berorientasi kekuasaan dan bukan kepada kepentingan publi. Di lapangan, sebagian besar
birokrat menempatkan dirinya dalam posisi sebagai penguasa (authorities) dan rasanya masih terbatas
birokrat menyadari perannya sebagai penyedia layanan masyarakat. Ini mengindikasikan lemahnya
akuntabilitas birokrasi publik di pemerintahan provinsi Banten, situasi yang memprihatinkan.

Celakanya, dalam perspektif administrasi publik, rendahnya akuntabilitas birokrasi merupakan penyebab
timbulnya praktek korupsi atau penyalah-gunaan wewenang di tubuh Pemprov Banten. Inilah yang menjadi
akar dari semua masalah (the root of all evils) rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik
di tubuh Pemprov Banten. Karenanya rakyat kini sulit menghargai apa yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah, birokrat, atau unsur-unsur lain yang terdapat dalam birokrasi publik.

1 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Moralitas PBJ Di Banten http://icmimudabanten.org/?p=10

Kasus Pmt Susu Dan Biskuit

Sepanjang tahun 2005, berbagai peristiwa yang memprihatinkan dalam bidang kesehatan mewarnai Banten.
Tercatat berbagai wabah penyakit berjangkit dan memakan korban yang tidak sedikit. Tercatat pula, Provinsi
Banten sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terjangkiti virus H5N1 dan telah pula menimbulkan
korban jiwa serta banyaknya balita yang dinyatakan bergizi buruk.

Dari berbagai persoalan kesehatan tersebut, yang memprihatinkan adalah tercatatnya Provinsi Banten sebagai
peraih peringkat kelima dalam urusan kasus balita gizi buruk, peringkat yang menunjukkan berlangsungnya
situasi serius dan gawat. Karenanya, tidak ada jalan kecuali pihak pemerintah mengeluarkan kebijakan
penanganan. Lebih dari itu, kasus tingginya angka balita yang mengalami gizi buruk sesungguhnya layak
disebut sebagai Kejadian Luar Biasa atau dikenal dengan singkatan KLB.

Gizi Buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Kasus Balita Gizi Buruk
di Provinsi Banten yang mendapatkan pemberitaan yang luas berkaitan kasus tingginya angka balita gizi
buruk, baik oleh media massa lokal maupun nasional, cetak dan elektronik. Terutama Kabupaten Tangerang
tercatat 1.290 balita gizi buruk, di antaranya 48 balita meninggal dalam periode 2004-2005.

Karenanya, Pemprov Banten mengalokasikan anggaran Rp 3,06 miliar, untuk kegiatan Perbaikan Gizi
Masyarakat melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa susu dan biskuit untuk balita gizi buruk
dalam Anggaran Biaya Tambahan (ABT) APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2005. Kebijakan ini
sesungguhnya telah memenuhi prinsip keberpihakan kebijakan anggaran kepada publik dalam rangka
menghapus kesulitan hidup dan penderitaan masyarakat.

Alokasi anggaran sebesar Rp 3,06 miliar dalam DASK dimaksudkan memberikan pertolongan kepada
3.303 balita mengalami gizi buruk yang tersebar di kabupaten/kota. Dinas Kesehatan Provinsi Banten
menetapkan kebijakan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit masing-masing satu kotak
setiap harinya selama 60 hari. Dengan alokasi anggaran sebesar itu, berarti pemerintah daerah melalui ABT
Anggaran 2005 mengalokasikan pengadaan susu dan biskuit masing-masing 198.180 kotak.

Melalui suatu proses tender, Dinas Kesehatan Provinsi Banten menunjuk PT Rizky Fitria yang berkedudukan
di Serang sebagai perusahaan yang menyediakan susu dan biskuit, kemudian mengeluarkan Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK) kepada PT Rizky Fitria mulai tanggal 14 November 2005 dengan waktu pelaksanaan
selama 31 hari kalender. Sesuai Kontrak, selambat-lambatnya tanggal 15 Desember 2005, pekerjaan
pengadaan susu dan biskuit untuk 3.303 balita gizi buruk sudah harus diserahterimakan oleh PT Rizky Fitria
di tempat yang telah ditentukan yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Banten Jl. KH. Fatah Hasan No. 28 Serang,
Banten.

Namun distribusi yang semestinya diselesaikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten sebelum berakhirnya
Tahun Anggaran 2005, justru hingga akhir Mei 2006 ternyata belum juga selesai didistribusikan seluruhnya.
Berdasarkan temuan lanskepbanten, susu untuk balita gizi buruk sampai berakhirnya Tahun Anggaran 2005
baru didistribusikan sebanyak 49.200 kotak untuk Kabupaten Lebak. Sehingga masih terdapat 148,980
kotak yang belum didistribusikan ke Kabupaten/kota di Provinsi Banten. Sedangkan, biskuit baru
didistribusikan sebanyak 182.380 kotak ke Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, minus Kota Tangerang,
sehingga karenanya masih terdapat 25,800 kotak milik Kota Tangerang yang belum didistribusikan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

2 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Moralitas PBJ Di Banten http://icmimudabanten.org/?p=10

Fakta Penyimpangan

Mungkin saja, apabila kasus ’molornya’ distribusi Susu dan Biskuit Untuk 3303 Balita Gizi Buruk di Provinsi
Banten tidak muncul di pemberitaan berbagai mass media di Banten, kasus ini akan berlalu begitu saja.
Bahkan mungkin, sisanya ’tidak perlu’ didistribusikan atau diselewengkan! Tapi, syukurlah, semuanya sudah
terungkap di publik, dan pihak Dinas Kesehatan Provinsi Banten juga telah menunjukkan i’tikad baiknya
untuk menyelesaikan pendistribusian sisa Susu dan Biskuit yang belum didistribusikan. Konon, pengiriman
terakhir (untuk Kota Cilegon) akan diselesaikan pada tanggal 15 Maret 2006.

Terlepas dari adanya i’tikad baik pihak Dinas Kesehatan Provinsi Banten untuk menyelesaikan
pendistribusian sisa susu dan biskuit yang belum didistribusikan, ada yang aneh dari cara pihak Dinas
Kesehatan Banten dalam bersikap. Dinas Kesehatan Banten memberikan alasan bahwa keterlambatan
tersebut semata-mata karena adanya keterlambatan dari pabrik di Tulungagung, Jawa Timur.

Cara Dinas Kesehatan Banten dalam memberikan alasan tersebut terkesan sedang ’pasang badan’ untuk PT
Rizky Fitria. Bukankah soal sampainya barang berupa susu dan biskuit ke Dinas Kesehatan Banten adalah
tanggung jawab PT Rizky Fitria, dan bukan tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi Banten? Bukankah
tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi Banten hanyalah mendistribusikan barang berupa susu dan biskuit
ke Kabupaten/Kota di Provinsi Banten? Bila demikian, ada apa sebenarnya? Dan siapa yang patut
disalahkan?

Beberapa fakta penyimpangan telah terjadi dalam kasus ini, yaitu:

1. Keterlambatan penyerahan pekerjaan berupa pengadaan susu sebanyak 198.180 boks dan biskuit
sebanyak 198.180 boks oleh PT. Rizky Fitria untuk diserah-terimakan kepada Dinas Kesehatan Provinsi
Banten adalah merupakan pelanggaran terhadap Kontrak, yaitu Ayat (3) Pasal 2 yang mewajibkan PT. Rizky
Fitria menyelesaikan pekerjaannya paling lambat tanggal 15 Desember 2005.

2. Keterlambatan pendistribusian susu dan biskuit ke Kabupaten dan Kota oleh Dinas Kesehatan Banten
mengabaikan Instruksi Gubernur Banten Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelesaian Pelaksanaan Kegiatan
APBD Provinsi Banten Tahun 2005 yang menginstruksikan kepada para Pengguna Anggaran agar
mengkonsentrasikan pada kegiatan dan penyelesaian tepat waktu sesuai dengan schedule Program Tahun
Anggaran 2005 yang akan berakhir pada bulan Desember 2005.

3. Kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Banten untuk membiarkan keterlambatan penyerahan pekerjaan oleh
PT. Rizky Fitria dan tidak memberikan sanksi atau menolak seluruhnya atau sebagian dengan seluruh
kerugian akibat penolakan tersebut ditanggung oleh pihak PT. Rizky Fitria telah memberikan kesan adanya
kolusi yang karenanya telah melanggar Pakta Integritas dalam Kontrak yang berisi ikrar untuk mencegah dan
tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan barang dan jasa/jasa.

4. Karenanya, dengan fakta-fakta di atas maka baik PT. Rizky Fitria maupun Dinas Kesehatan Provinsi
Banten telah melanggar Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

Peningkatan Akuntabilitas

Sekali lagi, kasus keterlambatan distribusi susu dan biskuit (baca: penyimpangan) dari APBD Provinsi Banten

3 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Moralitas PBJ Di Banten http://icmimudabanten.org/?p=10

tahun 2005 untuk 3303 Balita Gizi Buruk yang tersebar di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten hanyalah salah
satu dari sekian banyak kasus penyimpangan dalam kegiatan-kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah Provinsi Banten selama ini yang terjadi sebagai akibat dari rendahnya akuntabilitas birokrasi
publik di tubuh pemerintahan provinsi Banten. Dan dari sinilah kebocoran anggaran publik terjadi secara
deras. Semakin rendah akuntabilitas birokrasi publik, maka semakin tinggilah tingkat kebocoran anggaran
publik!

Modusnya bervariasi, dari korupsi terhadap volume barang dan jasa, korupsi terhadap anggaran barang dan
jasa, kolusi dengan cara memenangkan perusahaan yang memiliki pressure (politik, kekerasan maupun uang),
maupun nepotisme dengan cara memenangkan perusahaan yang ada kaitan jaringan dengan birokrat
pengguna anggaran. Namun, apapun modusnya, hakikatnya tetap sama, yaitu pengkhianatan terhadap publik!

Maka, selain langkah-langkah kuratif terhadap pelaku-pelaku korupsi di tubuh pemerintahan Banten,
langkah-langkah strategis dalam rangka peningkatan akuntabilitas birokrasi publik di tubuh pemerintahan
selalu bersifat mendesak. Dan dari sini lah kita semua merentas jalan untuk memberantas korupsi, kolusi dan
nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Akuntabilitas birokrasi publik diukur oleh sejauh mana pemerintah sebagai organisasi publik mampu
mengakomodasikan kepentingan publik (public interest) dan sejauh mana pemerintah mampu melaksanakan
urusan publik (public affairs). Akuntabilitas birokrasi publik, dengan demikian, adalah kesediaan untuk
menjawab pertanyaan publik, dan bagi publik akuntabilitas adalah hak publik.

Untuk tegaknya akuntabilitas birokrasi publik di provinsi Banten, diperlukan sejumlah syarat yang harus
dimiliki para birokrat, di antaranya adalah moralitas, perangkat peraturan, responsivitas, keterbukaan,
penggunaan sumberdaya secara optimal dan perbaikan efisiensi dan efektivitas. Akan tetapi, dari
syarat-syarat tersebut, terpenting adalah moralitas. Betapapun, landasan perilaku yang berpedoman pada
moral adalah landasan yang paling kokoh untuk bertindak. Ada kalimat bijak mengatakan, ”Kemampuan dan
kecakapan dapat diperoleh dengan segera, tetapi tidak demikian halnya dengan moralitas dan nurani.”

Dengan landasan moral itu pulalah penyelesaian terhadap suatu penyimpangan sebelum terjadinya keputusan
pidana oleh pengadilan adalah penjelasan kepada publik terhadap suatu penyimpangan, lalu permohonan
maaf kepada publik dan pengunduran diri dari jabatannya agar birokrat lain menggantikannya! Sulit itu semua
dilakukan bila moralitas birokrat berada pada titik yang paling rendah. Bagaimanapun, tinggi-rendahnya
moralitas birokrat berbanding sama dengan besar-kecilnya peluang akuntabilitas seorang birokrat.

Dengan modal syarat-syarat di ats, maka beberapa langkah selanjutnya diperlukan sejumlah langkah konkrit,
di antaranya:

Pertama, sistem pengawasan yang dikembangkan melampaui fungsi-fungsi auditing, akan tetapi hingga
pengawasan material di lapangan, pengecekan secara fisik serta pembuktian-pembuktian lainnya. Di sini,
peran lembaga-lembaga pengawas independent Banten Corruption Watch, Lembaga Analisis Kebijakan
Publik Banten memiliki peran yang signifikan dengan pengawas formal. Tidak perlu ragu untuk membeberkan
adanya penyelewengan dan korupsi.

Kedua, mengembalikan hubungan yang wajar antara kekuasaan (power) dan kejujuran (integrity) dan
kompetensi birokrat di pemerintah provinsi Banten. Karena itu, yang diperlukan bagi penempatan pejabat
adalah mekanisme fit and proper test yang lebih lengkap yang melibatkan pertimbangan track record, reputasi

4 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Membangun Moralitas PBJ Di Banten http://icmimudabanten.org/?p=10

dan integritas calon pejabat dari berbagai sumber yang obyektif.

Ketiga, perlu suatu penyadaran umum bahwa korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan selalu merugikan
publik keseluruhan. Yang jauh lebih penting, semua upaya itu harus dilakukan oleh seluruh komponen
masyarakat. Media massa harus terus meliput berbagai macam tindak korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan, para mahasiswa harus lantang berteriak setiap kali muncul penyelewengan, dan para aktivis LSM
harus punya komitmen untuk ikut mengungkap berbagai bentuk penyelewengan birokrat.

Berkaitan kasus keterlambatan pendistribusian susu dan biskuit bagi 3.303 balita gizi buruk di
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, maka sudah sepatutnya pihak Dinas Kesehatan Provinsi Banten
mempertanggung-jawabkan segalanya kepada publik; pertama, berikan penjelasan kepada publik mengenai
penyimpangan tersebut; kedua, sampaikan permohonan maaf yang tulus kepada publik atas penyimpangan
tersebut; ketiga, para pihak yang menjadi penyebab terjadinya penyimpangan maka dengan legowo
mengundurkan diri.

* Sudarman, LC. adalah Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi Banten


* Manar MAS adalah Koordinator Lembaga Analisis Kebijakan Publik (lanskep) Banten

Artikel ini Pernah dimuat di situs http://www.bantenlink.com

Ekonomi | E-mail this Artikel

No Comments to “Membangun Moralitas PBJ Di Banten” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

5 of 7 23/07/2007 20:24
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Wacana Putra Daerah http://icmimudabanten.org/?p=26

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( February 15, 2007 )

Wacana Putra Daerah


Oleh : Achmad Nashrudin P

Suhu politik menjelang pemilihan gubernur, semakin terasa memanas. Hal tersebut sangatlah wajar
mengingat politik memang sebuah fenomena. Dari sekian bentuk fenomena yang terasa dan tampak
adalah diskursus (Discource) “Putra Daerah”. Sebetulnya, wacana tersebut bukanlah hal baru, karena
semenjak Undang-undang mengenai pemerintahan daerah terbit tahun 1999 melalui UU No. 22/1999,
perbincangan tentang kepemimpinan daerah senantiasa diarahkan pada wacana putra daerah. Padahal
ketika itu prosesi suksesi tidak, bahkan belum mengarah pada pemilihan kepala daerah seara langsung
(pilkadal).

Setelah UU No. 32 Tahun 2004 terbit, wacana putra daerah semakin menguat. Padahal dalam UU
tersebut sama sekali tidak ada satu katapun menyebutkan, baik secara implisit, apalagi eksplisit bahwa
seorang kepala daeraha atau kepemimpinan di daerah harus, atau dianjurkan berasal dari putra daerah.

Belum lagi batasan putra daerah, yang masih belum jelas “border” nya. Apakah putra daerah itu adalah
seseorang yang lahir, besar, menikmati hidup di daerah nya, atau seseorang yang lahir, tetapi besar dan
menikmati hidup di negeri orang, atau seseorang yang punya trah atau titisan darah dari daerah, atau
seseorang yang karena hubungan keluarga, misalnya suaminya, iparnya (atau siapapun tanpa ikatan darah
secara lurus) berasal atau paling tidak “berdarah” daerah tersebut, atau seseorang yang –dalam istilah
sunda disebut poekeun obor, ternyata berasal dari daerah, atau seseorang yang tidak dilharikan,
dibesarkan, tidak punya hubungan darah secara langsung agau tidak langsung dengan daerah, tetapi “saat
ini” tinggal di (wilayah) daerah, atau … seperti apa. Sama sekali masih belum jelas. Sehingga dengan
ketidak jelasan seperti itu, tidak mudah bagi kita untuk mengkategorikan ‘siapa yang pantas disebut putra
daerah’.

Putra Daerah, masihkah Relevan ?


Ketidakmudahan melacak substansi putra daerah, masih sangat mungkin berkembang apabila kita
menambahkan variable lain, seperti seberapa besar konstribusi yang telah diberikan kepada daerah ?
Kontribusi disini jelas mengandung makna positif, dalam arti kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas kita
bisa bertanya apakah yang sudah dilakukan oleh seseorang demi nama baik daerah. Untuk kasus seperti
ini, nampaknya kita harus jujur bahwa ternyata relative banyak mereka yang merasa hanya bertempat
tinggal, sekolah, tetapi mungkin “hatinya” tidak merasa bahwa dia adalah seorang putra daerah. Padahal
prestasinya telah sering membawa harum nama daerah. Sebutlah saudara-saudara kita yang ‘warga

1 of 4 23/07/2007 20:44
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Wacana Putra Daerah http://icmimudabanten.org/?p=26

keturunan”, dengan prestasi akademik dan ekonominya telah secara signifikan menyumbangkan kontribusi
demi mengharumkan nama daerah. Tetapi sekali lagi, mereka tidak pernah menuntut banyak selain bukti
bahwa mereka telah berprestasi. Memang ada juga, bahkan mungkin banyak, seseorang yang lahir dari
daerah, tetapi besar dan mencari makan di negeri orang, namun “diaku” sebagai putra daerah demi untuk
menyampaikan pesan kepada public bahwa ada yang mampu berprestasi dari daerah. Namun sekali lagi,
orang seperti itu, karena pertimbangan ekonomi ‘emoh” pulang kampung. Banyak contohnya
saudarasaudara kita yang merasa lebih kerasa tinggal di negeri orang, karena berfikir lebih realistis. Dan
penulis pikir, orang seperti itu lebih patut dihargai.

Persoalan putra daerah sejatinya tidak lagi menjadi santapan renyah pada konteks kekinian, karena
memang tidak kontekstual, alih-alih tekstual. Buat apa merasa diri menjadi putra daerah, tetapi
kontribusinya nol besar, bahkan lebih mirip berperilaku seperti benalu atau jamur, yang menghisap
kekayaan daerah.

Pilkada versus “Discource” Putra Daerah


Discource atau kita sering menyebutnya wacana, adalah salah satu perpektif pemahaman dalam ilmu
komunikasi. Karena komunikasi seperti kata Dr. Ibnu Hamad (2006) adalah proses pembuatan wacana
(proses mengkonstruksikan realitas ke dalam struktur cerita yang bermakna). Discource (Wacana)
memiliki 2 jenis makna, yaitu discource (dengan “d” kecil) yang melihat bagaimana bahasa digunakan
pada tempatnya “on site” untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas atas dasar-dasar
liguistik. Dan Discource (dengan “D” besar) yang merangkaikan unsure-unsur linguistic pada “discource”
(dengan d kecil) bersama-sama unsur non-linguistik (non-language “stuff”) untuk memerankan
kegiatan-kegiatan, padnagan, dan identitas. Bentuk ini dapat berupa kepentingan ideology, politik,
ekonomi dan sebagainya.
Berangkat dari perpektif di atas, bila kita menyandingkan pilkada dengan “Putra Daerah”, kita, dalam
perepktif komunikasi, telah terjebak pada pemahaman discource yang secara tidak sadar telah juga
menggiring kita pada meng “iyakan” bahwa pilkada memang identik dengan putra daerah. Proses kognisi
kita telah mengalami suatu ketidaknyamanan (comfortless) bagi suatu realitas politik as usual. Padahal
politik, bukanlah milik perorangan, atau sekelompok orang yang merasa diuntungkan oleh suatu kondisi,
tanpa kita diberi waktu untuk mempersoalkannya atau memperdebatkannya. Satu hal lagi, politik adalah
demokrasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Abraham Lincoln bahwa satu dari sepuluh prinsip demokrasi
adalah adanya “fatsoen politik”. Fatsoen memang tidak bermakna eksplisit, tapi bersifat Discource
(dengan D besar). Yang berarti, tidak berdiri secara sendiri, dengan menafikkan variabel lain yang berada
disekelilingnya.
Suatu saat penulis bertanya kepada mantan seorang pejabat kabupaten Serang tentang Putra Daerah.
Jawabannya sungguh sangat mengejutkan. Beliau mengatakan bahwa “saya sangat tidak setuju apabila
Pilkada dikaitkan dengan Putra Daerah”. Jawaban ini mengejutkan (surprised) walaupun memang itulah
yang penulis harapkan.

Jadi, apabila partai tertentu mengusung calon kepala daerah yang nota bene bukan putra daerah, menurut
penulis keputusan tersebut sangat kontemporer dan visioner. Karena, beberapa alasan. Pertama, tidak
ada aturan secuilpun dalam UU No. 32 / 2004 yang mensyaratkan Putra Daerah. Kedua, bukan pada
persoalan putra daerahnya, tetapi bagaimana track record putra daerah tersebut sehingga layak diusung.
Akan menjadi preseden buruk, manakala mengusung putra daerah, yang justru memiliki track record yang
buruk di daerahnya. Ketiga, mengusung orang yang mencintai daerah dimana dia tinggal dengan orientasi
yang jelas (baca : visioner), jauh lebih baik ketimbang putra daerah yang lebih mencintai daerahnya
karena kepentingan oligarkis. Keempat, paling tidak berani tampil beda, karena sama sekali tidak ada
jaminan seorang putra daerah, otomatis dikenal oleh daerah.

2 of 4 23/07/2007 20:44
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Wacana Putra Daerah http://icmimudabanten.org/?p=26

Saatnya kita mulai berfikir rasional, dengan melihat lebih jernih persoalan Discource putra Daerah ini,
apakah relevan ? Jangan biarkan Banten dikungkung oleh perasaan primordial yang sempit dan cenderung
menyesatkan. Bukankah Banten juga adalah Bumi Allah …. Siapa saja punya hak, yang bermotif buruk
saja Allah tidak melarang, apalagi yang berniat baik … tidak ada kuasa manusia untuk mencegahnya.
Wallahu ‘alam Bishshowab.

(Dosen Fisip Unma dan pengajar Ilmu Politik di STIKOM Wangsa Jaya)

Politik | E-mail this Artikel

No Comments to “Wacana Putra Daerah” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

« Sekolah Gratis untuk Dhuafa Desentralisasi Pendidikan »


|

Berita (24)
Budaya (2)
Ekonomi (8)
Jurnalistik (2)
Kebijakan (6)
Komunikasi (5)
Pendidikan (11)
Perhubungan (1)
Politik (9)
Profil (3)

3 of 4 23/07/2007 20:44
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Muswil dan Pelantikan Pengurus IC... http://icmimudabanten.org/?p=42

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( November 12, 2006 )

Muswil dan Pelantikan Pengurus ICMI Muda Banten


Setelah Deklarasi ICMI Muda Banten dilakukan di Masjid Attsauroh Serang
pada 12 November 2006 M atau 19 Syawwal 1427 H, Muswayarah Wilayah
Ke-1 dilaksanakan di Ciomas Villa H.Embay, bertujuan untuk memilih
kepengurusan dan menetapkan program prioritas kerja selama periode
2006-2011.

Sejumlah tokoh muda dan cendekiawan muda banten berkumpul melakukan pembahasan draft yang
disediakan panitia. proses brainstorming antarpeserta dan agregasi pemikiran semakin hangat seiring rintik
hujan yang membasahi bumi para jawara tersebut dilahirkan.

Pada session ahir, disepakati 5 nama yang diusulkan oleh quorum untuk dipilih
menjadi leading sector organisasi, diantaranya; heri herlangga, isbandi,
darulquthni, qomaruzzaman, muhammad shodiqin dan taufiqurrohman. Dalam
pembahasan antar ke-5 orang yang diberi mandat forum tersebut, dihasilkan
formatur kepengurusan berdasar syirah ashabiah.

Dalam kesempatan tersebut, hadir sekjen ICMI Muda Pusat dan Ketua
Presidium Regional Jawa Bali, Ahmad Zakyuddin yang mengegasikan posisi
ICMI Muda sebagai ghiroh muslim dalam pemberdayaan umat dan bukan
menjadi saingan atas ICMI, namun akan bersinergi dalam upaya syiar islam.

Berita | E-mail this Artikel

No Comments to “Muswil dan Pelantikan Pengurus ICMI Muda Banten” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

1 of 3 23/07/2007 20:08
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Urgensi Pembangunan Kesejahteraa... http://icmimudabanten.org/?p=83

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


JOIN NOW !!!
Movement
Deklarasi
Download
CONTACT
Program

( May 31, 2007 )

Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial


Pada 27-29 April 2007, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Muda (ICMI Muda) menggelar
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ke-1 di Medan, Sumatera Utara, dengan tema kegiatan “Mewujudkan
Kepemimpinan Umat, Menegakkan Kedaulatan Bangsa”. Salah satu agenda utama Rakernas yaitu
Diskusi Panel Nasional bertajuk “Peran Cendekiawan Muslim Muda dalam Mewujudkan Kepemimpinan
Umat dan Menegakkan Kedaulatan Bangsa”.
Beberapa narasumber yang diminta untuk memberikan materi berasal dari kementerian, departemen dan
intitusi-institusi seperti, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan, Departemen KUKM, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen Sosial RI, KPK dan MER-C.
Pada kesempatan itu, salah satu departemen, yaitu Departemen Sosial (Depsos) yang diharapkan dapat
memberikan materinya, urung mengirimkan narasumber perwakilannya. Padahal, materi terkait dengan
departemen sosial sangat dinantikan adanya.
Artikel ini tidak dimaksudkan untuk membahas ketidakhadiran narasumber di atas, melainkan untuk
mencermati dan menelaah urgensi dari pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia, yang dalam hal ini
tranformasi dan sharing pemikiran dan pendapat sedianya diharapkan akan dapat terjadi antara para
cendekiawan muslim muda peserta Rakernas dengan Depsos yang memiliki keterkaitan dibidang tersebut.
Barangkali mengukur kedaulatan sebuah bangsa dapat dilihat dari tingkat kemerdekaan dan keberdayaan
bangsa dan negaranya dalam menunjukkan eksistensi dirinya. Tentunya dengan kemerdekaan dan
keberdayaan itu, ia berusaha merancang, melaksanakan, dan mengembangkan visi dan misi negara dalam
mensejahterakan rakyatnya. Manakala sebuah negara dan bangsa mengalami kehilangan keberdayaan
dalam menunjukkan jati dirinya, sesungguhnya nilai kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara
tersebut patut dipertanyakan.
Ancaman terhadap kedaulatan bangsa dapat berasal dari luar maupun dalam negeri. Ancaman dari luar
misalnya agresi baik secara terang-terangan (kekuatan militer) maupun secara laten (kekuatan ekonomi).
Sedangkan dari dalam negeri, dapat muncul dari buruknya kualitas kehidupan sosial, situasi politik yang
tidak menentu, dan disintegrasi sosial.
Jika kita cermati kondisi Indonesia saat ini, sebagai negara-bangsa (nation-state) yang cita-cita
pembangunan kesejahteraan sosial-nya secara gamblang dinyatakan UUD 1945, rupanya masih
dihadapkan pada kompleksitas permasalahan sosial, seperti masalah kemiskinan, pengangguran,
kelaparan massal, perumahan kumuh, bencana alam, kerusuhan sosial, anak jalanan, perdagangan
manusia, pelacuran, gelandangan dan pengemis, yang pada akhirnya menunjukkan bagaimana tingkat
keberdayaan dan kedaulatan bangsa.

1 of 5 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Urgensi Pembangunan Kesejahteraa... http://icmimudabanten.org/?p=83

Pada titik ini, urgensi pembangunan kesejahteraan sosial menemukan momentumnya. Dengan
mengedepankan wacana kesejahteraan sosial di tengah hiruk pikuk politik, misalnya, kita akan
menemukan hubungan yang dibangun antara dua keluaran sistem politik, sebagaimana dijelaskan
Bambang Shergi Laksono (2003) : 1) legitimasi kebijakan, dan 2) kualitas substansi kebijakan yang
diambil. Pemahaman pelaku politik sejauh ini masih terfokus pada wacana sempit yaitu pada kedudukan
politik saja. Sementara, konsensus dan konflik yang terjadi sejauh ini hanya pada agenda power sharing
dan bukan pada public agendas, tidak lebih dari itu. Dalam sistem pemilihan langsung dengan pemilihan
figure seperti dewasa ini, maka tuntutan akuntabilitas akan semakin tinggi dan aspirasi pengelelompokan
dan tuntutan konstituen akan lebih terlihat jelas. Dan, dimasa ini, pembangunan kesejahteraan sosial
(pelayanan sosial) menjadi isu politik penting, bahkan memiliki kemungkinan menjadi sektor penentu
kemenangan kontestan politik.
Upaya pembangunan kesejahteraan sosial memang bukan saja tanggungjawab Pemerintah (Departemen
Sosial), tetapi juga merupakan tanggungjawab sosial warga negara, baik secara individu maupun
kelompok. Namun demikian, dalam konteks pembangunan nasional, negara memiliki kewajiban utama
sebagai penyelenggaranya. Mengapa negara mesti terlibat dalam pengelolaan pelayanan sosial? Karena
menyerahkan sepenuhnya pemenuhan kebutuhan dasar kepada masyarakat, bukan saja mengingkari salah
satu fungsi negara sebagai pelayan publik, melainkan pula memperburuk situasi penanganan masalah
sosial.

Masalah Kemiskinan
Untuk itu, konsentrasi pemerintahan SBY-JK dalam upaya menuntaskan agenda pembangunan
kesejahteraan sosial mestinya mulai difokuskan. Hal ini terutama terkait dengan upaya penanganan
masalah kemiskinan yang semakin meluas di kalangan masyarakat. Dengan demikian, perlu dicermati
kembali apakah pendekatan yang selama ini digunakan sudah menjangkau variabel-variabel yang
menunjukkan dinamika kemiskinan?
Membahas hal itu, kiranya gagasan yang dikembangkan Edi Suharto, Phd menemukan relevansinya.
Pertama, dalam upaya mengatasi kemiskinan, diperlukan sebuah kajian yang lengkap sebagai acuan
perancangan kebijakan dan program anti kemiskinan. Ia menyayangkan, hampir semua pendekatan dalam
mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (modernisation paradigm) yang
dimotori oleh Bank Dunia. Paradigma ini bersandar pada teori-teori pertumbuhan ekonomi neo klasik
(orthodox neoclassical economics) dan model yang berpusat pada produksi (production-centred model).
Sejak pendapatan nasional (GNP) mulai dijadikan indikator pembangunan tahun 1950-an, misalnya, para
ilmuan sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut manakala berbicara masalah kemiskinan satu
negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang
menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator “garis kemiskinan”.
Sementara, pendekatan kemiskinan versi UNDP berporos pada paradigma pembangunan
populis/kerakyatan (popular development paradigm) yang memadukan konsep pemenuhan kebutuhan
dasar dari Paul Streeten dan teori kapabilitas yang dikembangkan peraih Nobel Ekonomi 1998, Amartya
Sen. Menurutnya, kedua paradigma tersebut masih melihat kemiskinan sebagai kemiskinan individu dan
kurang memperhatikan kemiskinan struktural. Sistem pengukuran dan indikator yang digunakannya
terfokus pada “kondisi” atau “keadaan” kemiskinan berdasarkan faktor-faktor ekonomi yang dominan.
Orang miskin hanya dipandang sebagai “orang yang serba tidak memiliki”: tidak memiliki pendapatan
tinggi, tidak terdidik, tidak sehat, dsb.
Metode yang digunakan juga masih berpijak pada outcome indicators. Sehingga kurang memperhatikan
aspek aktor atau pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya. Si miskin dilihat hanya
sebagai “korban pasif” dan objek penelitian. Bukan sebagai “manusia” (human being) yang memiliki
“sesuatu” yang dapat digunakannya baik dalam mengidentifikasi kondisi kehidupannya maupun
usaha-usaha perbaikan yang dilakukan mereka sendiri.
Kedua, Kelemahan pendekatan di atas menuntut perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan,

2 of 5 23/07/2007 20:11
.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Urgensi Pembangunan Kesejahteraa... http://icmimudabanten.org/?p=83

khususnya menyangkut kerangka konseptual dan metodologi pengukuran kemiskinan. Paradigma baru
tidak lagi melihat orang miskin sebagai orang yang serba tidak memiliki. Melainkan orang yang memiliki
potensi (sekecil apapun potensi itu), yang dapat digunakan dalam mengatasi kemiskinannya. Paradigma
baru menekankan pada “apa yang dimiliki orang miskin” ketimbang “apa yang tidak dimiliki orang
miskin”. Potensi orang miskin tersebut bisa berbentuk aset personal dan sosial, serta berbagai strategi
penanganan masalah (coping strategies) yang telah dijalankannya secara lokal.
Ketiga, Paradigma baru studi kemiskinan sedikitnya mengusulkan empat poin yang perlu
dipertimbangkan: 1) kemiskinan sebaiknya dilihat tidak hanya dari karakteristik si miskin secara statis.
Melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si miskin dalam merespon
kemiskinannya. 2) Indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan indikator
komposit dengan unit analisis keluarga atau rumahtangga. 3) Konsep kemampuan sosial (social
capabilities) dipandang lebih lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi
sekaligus dinamika kemiskinan. 4) Pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada
beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata
pencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic needs fulfillment), mengelola asset
(asset management), menjangkau sumber-sumber (access to resources), berpartisipasi dalam kegiatan
kemasyarakatan (access to social capital), serta kemampuan dalam menghadapi goncangan dan tekanan
(cope with shocks and stresses).

Catatan Akhir
Untuk bangkit dari keterpurukan akibat krisis sejak 1997 lalu, sungguh, bangsa ini memerlukan kerja
keras dan keseriusan semua pihak, tak terkecuali para cendekiawan muda dalam proses pembangunan
nasional. Harapan bahwa Depsos yang merupakan piranti negara yang berperan sebagai perancang
kebijakan sosial makro yang memayungi berbagai upaya penanganan masalah sosial pada tingkat
nasional, mampu memposisikan dirinya sebagai lembaga “steering” daripada “rowing” dan menjadi
lembaga audit sosial yang bertugas memberi peringatan dini kepada lembaga lain yang memproduksi
kebijakan dan program yang merugikan kesejahteraan masyarakat, saat ini dinilai belum tercapai. Dengan
demikian, bisa dipastikan, tanpa ada suatu sinergitas optimal dari Pemerintah (Departemen Sosial)
sebagai fasilitator utama, dengan berbagai pihak (steak holders), masalah-masalah sosial menjadi semakin
sulit dipecahkan. Wallahu’alam bi Ash Showwab.

Penulis, Alumni Kesejahteraan Sosial, FISIP UNPAS, Sekretaris Majelis Pimpinan ICMI Muda
Wilayah Provinsi Jawa Barat, Tinggal di Bandung

Berita | E-mail this Artikel

No Comments to “Urgensi Pembangunan Kesejahteraan Sosial” »

RSS feed for comments on this post. | Trackback

Leave a comment

dar Name (required)

darulquthni@telkom.net E-mail (will not be published)

Website

3 of 5 23/07/2007 20:11
Hot News http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=search...

Home Discussion
Search Results: icmi muda
Rubrik Latest Post
Latest Response
Utama
Serang Kota Search Link
Serang Raya
Metro Cilegon ICMI Muda Banten Dideklarasikan
Pandeglang Senin, 30-Oktober-2006, 09:42:44
Lebak SERANG – Berangkat dari keprihatinan terhadap
Metro Tangerang permasalahan umat yang tidak mampu di akomodir oleh kaum
Ekonomi Bisnis cendikiawan, (18 klik)
Hukum & Kriminal Rubrik / Serang Kota
Olah Raga
Sepak Bola Kota Harus Tingkatkan Kesejahteraan
Radar Yunior Senin, 16-Juli-2007, 06:43:06
Wacana Publik SERANG – Ikatan Cedekiawan Muslim Indoensia (ICMI) Muda
Pilgub Banten meminta stakeholders Kota Serang untuk
Budaya memperhatikan peningkatan kesejahteraan masyarakat
setelah Kota Serang tebentuk. (5 klik)
Tentang kami Rubrik / Serang Kota

Meski Dilarang Depdiknas Namun Masih Tetap Marak


Senin, 02-Juli-2007, 06:57:42
*Diskusi Radar Banten: “Fenomena Kelas Jauh Di Banten” (30
klik)
Rubrik / Utama

Pengurus ICMI Muda Terbentuk


Senin, 13-November-2006, 08:47:25
SERANG – Musyawarah Wilayah I Ikatan Cendekiawan
Muslim se Indonesia (ICMI) Muda Provinsi Banten berhasil
menetapkan pengurus Majelis Pimpinan Wilayah ICMI Muda
Provinsi Banten periode 2006-2011. (37 klik)
Rubrik / Serang Kota

© Radar Redaksi dan Tata Usaha Jl. Let Jidun No.7 Kepandean Serang Banten Telp.
Banten2006 0254-214771

1 of 1 23/07/2007 21:23
icmi muda banten - Telusuri dengan Google http://www.google.co.id/search?q=icmi+muda+banten&ie=utf-8&oe...

Web Gambar Grup Direktori


Google Pencarian Khusus
icmi muda banten Telusuri Acuan
Telusuri: di web halaman dari Indonesia

Web Urutan 1 - 10 dari sekitar 606 hasil penelusuran untuk icmi muda banten. (1.08 detik)

.:: ICMI MUDA BANTEN ::.


Analogi untuk menggambarkan hubungan ICMI Muda dengan ICMI, seperti niat awal, yaitu:
anak dengan orangtua, atau adik dengan kakak. ICMI Muda diniatkan ...
www.icmimudabanten.org/ - 32k - Tembolok - Laman sejenis

.:: ICMI MUDA BANTEN ::. » Berita


Pada 27-29 April 2007, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Muda (ICMI Muda)
menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ke-1 di Medan, Sumatera Utara, ...
icmimudabanten.org/?cat=1 - 29k - Tembolok - Laman sejenis
[ Hasil temuan lainnya dari icmimudabanten.org ]

Hot News - Pengurus ICMI Muda Terbentuk


SERANG – Musyawarah Wilayah I Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) Muda
Provinsi Banten berhasil menetapkan pengurus Majelis Pimpinan Wilayah ICMI ...
www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=6419 - 11k - Hasil
Tambahan - Tembolok - Laman sejenis

Hot News - Serang Kota


SERANG – Ikatan Cedekiawan Muslim Indoensia (ICMI) Muda Banten meminta stakeholders
Kota Serang untuk memperhatikan peningkatan kesejahteraan masyarakat ...
www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&
op=viewcat&cid=8&PHPSESSID=a241b0921e2013a9651e88d4... - 13k -
Tembolok - Laman sejenis
[ Hasil temuan lainnya dari www.radarbanten.com ]

4JJI | ICMI MUDA MPW JABAR


Administrator. ·, Buku Tamu. ·, Kajian & Artikel. ·, Kirim Artikel. ·, Profil Organisasi. ·, Kontak.
·, ICMI MUDA. ·, ICMI MUDA BANTEN ...
www.ciptasolusindo.co.id/ - 16k - Tembolok - Laman sejenis

4JJI | ICMI MUDA MPW JABAR


Icmi, Icmi Muda, Icmi Muda Jabar, Icmi Muda Banten. ... Situs ICMI Muda Perkaya
Khazanah Online Ke-islaman Situs ICMI Muda Perkaya Khazanah Online Ke- ...
www.ciptasolusindo.co.id/?pilih=arsip&topik=1 - 15k - Tembolok - Laman sejenis
[ Hasil temuan lainnya dari www.ciptasolusindo.co.id ]

[PDF] Kata Pengantar


Jenis Berkas: PDF/Adobe Acrobat
Ketetapan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ke-1 ICMI Muda di Medan ...... Selanjutnya
tulisan tingkatan Instansi : Pusat, Wilayah Banten, Wilayah ...
info-banten.com/Frame_of_Reference_ICMI_Muda.pdf - Laman sejenis

..:: UPEKS ONLINE..______


Dalam acara Rapat Pimpinan Harian Nasional (Rapimhanas) ICMI Muda di Hotel Sahid ...
yaitu ICMI Muda Sumatera Utara di Regional Sumatera, ICMI Muda Banten, ...
www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=11227 - 26k - Hasil Tambahan -
Tembolok - Laman sejenis

1 of 2 23/07/2007 21:32
diskusi icmi muda (3439x4782x24b jpeg)

You might also like