You are on page 1of 11

ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI BALITA

DI RSUD MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG 2009

Sugeng Hadisaputrai1 , Yeni Rustina2, Kuntarti3

Abstrak

Kurang gizi pada balita merupakan suatu keadaan yang sangat penting dan serius bagi kelangsungan
hidup anak karena selain dapat menggangu tumbuh kembang anak juga dapat menyebabkan
kematian. Perawat sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan mempunyai peran penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan anak, salah satunya dengan memantau status gizi anak balita.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui determinan status gizi balita di RSUD Majalaya Kabupaten
Bandung. Penelitian ini menggunakan desain penelitian retrospektif case control di rumah sakit
dengan 35 pasien sebagai kasus dan 105 sebagai kontrol dari pasien yang dirawat dalam kurun waktu
Juni 2008 sampai dengan Juni 2009 dengan melihat data sekunder rekam medis pasien. Analisis yang
digunakan adalah dengan analisis univariat, bivariat dengan chi square, dan multivariat dengan
regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak
ada hubungan usia balita, status infeksi penyakit kronis, status pendidikan ibu, status pekerjaan ibu,
dan jumlah anak dengan status gizi balita. Ada hubungan usia ibu dan jumlah penghasilan keluarga
dengan status gizi balita. Akan tetapi, ada kecenderungan bahwa usia balita yang lebih muda, balita
yang mengalami infeksi penyakit, pendidikan ibu yang rendah, ibu yang bekerja, dan keluarga yang
memiliki jumlah anak lebih dari dua memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya kurang gizi pada
balita. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor paling dominan terhadap status gizi balita
adalah usia ibu (p=0,002, OR=12). Berdasarkan temuan tersebut, pelayanan keperawatan harus
meningkatkan pendidikan kesehatan kepada ibu usia muda tentang pemenuhan gizi pada balita,
sehingga status gizi balita dapat meningkat dan kasus kurang gizi pada balita menurun.

Kata kunci: Kata Kunci : Status gizi, balita, gizi, determinan

ABSTRACT

Under nutrition in children under five years is very important and serious situation because it
influence child development and can cause death. Nurse as a care giver has an important role to
increase child health development with monitoring the child nutritional status. Purpose of this
research is to determine the nutritional status risk factors for children under five years in the
Majalaya Hospital. Retrospective hospital based case control is used with 35 patient as case and 105
control on June 2008-Juni 2009 by medical record analyzing as secondary data. Descriptive, chi
square and logistic regression method are used in data analyzing. This research showed that there are
no relation between child age, infectious status, mother educational status, mother job status, and
number of child in family with nutritional status of under five years child. However, there are
possible risk for them to influence child nutritional status. There is a relation between mother age and
salary with nutritional status of under five years child with dominant factor is mother age (p=0,002,
OR=12). Base on this result, the nursing health care must increase the promoting and educating
function to mother with under five years child to required the child nutrition and decrease the
mortality and the incidence of under nutrition in child.

Key words: Key word : nutritional status, nutrition, risk factor, under five years child

1
Staf Pengajar Universitas Respati Indonesia
2
Staf Pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
3
Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

1
LATAR BELAKANG Departemen Kesehatan RI (Depkes RI)
Tujuan utama pembangunan nasional adalah mencatat jumlah balita (anak usia di bawah lima
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tahun) yang memiliki gizi kurang meningkat
dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan dari 17.1% pada 2000 menjadi 19.3% pada
visi pembangunan nasional melalui 2002. Balita yang memiliki gizi buruk
pembangungan kesehatan yang ingin dicapai meningkat dari 7.5% pada 2000 menjadi 8.0%
untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010, visi pada tahun 2002 (Untoro, 2004). Dengan
pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga demikian, jumlah balita kurang gizi (gizi kurang
mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi ditambah gizi buruk) meningkat dari 24.6%
keluarga yang optimal. Keadaan gizi dapat pada 2000 menjadi 27.3% dari lebih kurang 20
dipengaruhi oleh keadaan fisiologis, dan juga juta anak balita pada 2002. Menurut Untoro
oleh keadaan ekonomi, sosial, politik dan (2002), peningkatan balita kurang gizi karena
budaya. Pada saat ini, selain dampak dari krisis perilaku gizi masyarakat seperti tidak
ekonomi yang masih terasa, juga keadaan memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi
dampak dari bencana nasional mempengaruhi usia 0-6 bulan, dan tidak memberikan makanan
status kesehatan pada umumnya dan status gizi dengan gizi yang seimbang.
khususnya (Soekirman, 2001). Kasus gizi buruk di Indonesia pada tahun 2005
Gambaran perkembangan keadaan gizi terdapat 5% (Depkes RI, 2005). Di Pulau Jawa,
masyarakat menunjukkan kecenderungan yang khususnya Provinsi Jawa barat pada tahun 2005,
sejalan. Kasus gizi buruk pada anak balita yang sebanyak 25,971 balita dinyatakan mengidap
meningkat akhir-akhir ini telah membangunkan gizi buruk, sedangkan gizi kurang terdapat 16%.
pemegang kebijakan untuk melihat lebih jelas Pada tahun 2006 jumlah anak yang menderita
bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk gizi buruk menunjukkan kenaikan dari 1,08%
masa depan ternyata mempunyai masalah yang menjadi 1,17% pada 2007. Secara keseluruhan,
sangat besar. Berdasarkan angka human gizi kurang dan gizi buruk di Jabar mencapai
development index (HDI), Indonesia menduduki 17% pada tahun 2008, sedangkan angka
peringkat ke 112 di dunia. Tidak tertutup penderita gizi kurang pada tahun 2007 mencapai
kemungkinan peringkat ini akan bergeser ke 11,02%. Relatif tingginya kasus gizi buruk di
posisi lebih rendah apabila kondisi ini tidak provinsi ini berkorelasi dengan tingkat
ditangani secara cepat dan tepat (Taslim, 2008). kemiskinan (DKR Jawa Barat, 2008).
Menurut WHO, terjadinya kekurangan gizi (gizi Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
kurang dan gizi buruk) lebih dipengaruhi oleh Jawa Barat, di Kabupaten Bandung terdapat
penyakit infeksi dan asupan makanan yang sebanyak 2.529 balita berstatus gizi kurang dan
secara langsung berpengaruh terhadap kejadian buruk pada tahun 2007. Tahun 2008, sebanyak
kekurangan gizi. Pola asuh serta pengetahuan 2.740 balita di wilayah ini berstatus gizi kurang
ibu juga merupakan faktor yang secara tidak dan gizi buruk, yang berarti ada kenaikan
langsung dapat berpengaruh terhadap jumlah kasus gizi kurang dan buruk di
kekurangan gizi. Masalah gizi kurang dan gizi Kabupaten Bandung. Dari seluruh
buruk bila tak ditangani secara serius akan kabupaten/kota di Propinsi Jabar, Majalaya
mengakibatkan “lost generation“. Perlu termasuk daerah dengan kasus gizi buruk yang
keterlibatan keluarga selama 24 jam dalam cukup tinggi dari total kasus gizi kurang di
mendampingi anak yang menderita kekurangan Kabupaten Bandung. Tingginya kasus gizi
gizi tersebut. Perhatian cukup dan pola asuh buruk balita terkait dengan daya beli masyarakat
anak yang tepat akan memberi pengaruh yang yang makin berkurang, serta pola asuh gizi yang
besar dalam memperbaiki status gizinya kurang baik. Pola asuh gizi ini meliputi
(Herwin, 2004). pemberian ASI segera pada bayi baru lahir,
Gizi buruk masih menjadi masalah sosial dan pemberian ASI eksklusif, Pemberian Makanan
kesehatan di Indonesia. Data UNICEF tahun Pendamping ASI (PMT-ASI), pola makan
1999 menunjukan, 10-12 juta (50-69.7%) anak balita, pemantauan tumbuh kembang, dan
balita di Indonesia (4 juta diantaranya dibawah pengasuhan anak (Dinas Kesehatan Provinsi
satu tahun) bersatus gizi sangat buruk dan Jawa Barat, 2008).
mengakibatkan kematian. Setiap tahun RSUD Majalaya berada di Kecamatan
diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar Majalaya Kabupaten Bandung. Kecamatan
300000 jiwa) meninggal. Berarti setiap 2 menit majalaya berada di urutan VI dalam jumlah KK
terjadi kematian satu anak balita dan 170000 miskin yaitu 48,92%. Majalaya dan sekitarnya
anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Dari juga merupakan lahan kritis dan daerah rawan
seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah banjir. AKB (Angka Kematian Bayi) di
4.9 juta di Indonesia, sekitar seperempat Kabupaten Bandung tahun 2007 tercatat 39,17
sekarang berada dalam kondisi kurang gizi per 1000 kelahiran hidup. AKB dipengaruhi
(Herwin, 2004). oleh faktor antara lain gizi ibu hamil, penolong

2
pertama kelahiran bayi, gizi, imunisasi ibu, dan Berdasarkan perhitungan didapatkan hasil
ANC (Antenatal Care). RSUD Majalaya bahwa penelitian ini memerlukan sampel 33
merupakan rumah sakit tipe C dan menjadi pasien dengan status kurang gizi sebagai kasus
salah satu rujukan bagi puskesmas dan dan 3x33= 99 pasien yang tidak kurang gizi
puskesmas pembantu yang tersebar di sebagai kontrol.
kecamatan majalaya (Bapeda Kabupaten Alat pengumpulan data dalam penelitian ini
Bandung 2007). dikembangkan sendiri oleh peneliti
Rumah Sakit Umum Daerah Majalaya menggunakan instrumen kuesioner status gizi
Kabupaten Bandung mencatat bahwa pada balita yang berisi karakteristik responden, ibu
tahun 2007 terdapat 273 balita dengan status dan keluarga. Kuesioner ini didapat dari
kurang gizi, dan pada tahun 2008 terdapat 320 Pedoman Pemantauan Status Gizi (DEPKES RI,
balita berstatus kurang gizi yang artinya ada 2008) yang peneliti sesuaikan dengan catatan
peningkatan jumlah balita penderita kurang gizi. rekam medis RSUD Majalaya.
Berdasarkan data tersebut maka peneliti
melakukan penelitian tentang faktor apa saja HASIL PENELITIAN
yang berhubungan dengan kekurangan gizi pada Pengumpulan data dilakukan di RSUD
balita di RSUD Majalaya Kabupaten Bandung Majalaya Kabupaten Bandung Mei sampai
tahun 2009. dengan Juni 2009. Data disajikan dalam bentuk
kategorik dan dianalisis secara univariat,
METODE PENELITIAN bivariat, dan multi variat
Rancangan penelitian menggunakan desain Analisis univariat digunakan untuk
kasus-kontrol di rumah sakit (hospital based mendapatkan proporsi setiap kelompok
case control study), dimana kasus dan kontrol variabel. Analisi bivariat dengan chi-square
berasal dari rumah sakit yang sama. Pendekatan digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
bersifat retrospektif dimana efek diidentifikasi atau hubungan antar dua variabel yang
pada saat ini kemudian faktor risiko independent, sedang uji regresi logistic
diidentifikasi terjadinya pada waktu yang lalu. berganda dilakukan untuk mencari faktor yang
Peneliti menggunakan data yang berasal dari paling dominan
catatan rekam medis pasien yang ada di RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung. Kasus adalah A. Gambaran Status gizi
semua pasien kurang gizi (gizi kurang dan gizi
buruk) dan kontrol adalah pasien yang tidak
kurang gizi. Tabel 5.1
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Distribusi Responden Berdasarkan
balita yang datang berobat ke RSUD Majalaya Determinan Status Gizi Balita
selama periode Juni 2008-Juni 2009. Sampel Pada Kelompok Kasus dan Kontrol
dalam penelitian ini adalah balita kurang gizi
(kasus) dan bukan kurang gizi (kontrol) yang Status gizi
berobat ke RSUD Majalaya selama periode Juni Tidak
Kurang Total
Variabel kurang
2008-Juni 2009. Jumlah sampel kontrol diambil gizi
gizi
dari balita yang berobat ke RSUD Majalaya N % n % N %
yang hasil pemeriksaan status gizi dinyatakan Umur Balita
normal atau baik. Perbandingan jumlah kasus Muda (0-24) 21 60 73 69,5 94 67,1
bulan
dengan kontrol adalah 1:3, dengan menambah Tua (25-59) 14 40 32 31,5 46 32,9
kontrol hingga 3 kali diharapkan kekuatan uji bulan
lebih baik (Ariawan, 2001). Status infeksi
Kriteria inklusi sampel sebagai kasus dan Ya 28 80 68 64,8 96 68,6
Tidak 7 20 37 35,2 44 31,4
kontrol yang peneliti tetapkan adalah: (1) balita
Umur Ibu
berusia 0-59 bulan; (2) balita yang datang dan Muda (19-35) 32 91,4 74 70,5 106 75,7
berobat ke RSUD Majalaya; (3) balita yang tahun
berobat berasal dari wilayah kerja RSUD Tua (36-60) 3 8,6 31 29,5 34 24,3
Majalaya. Sedangkan kriteria eksklusi yang tahun
Status
peneliti tetapkan adalah: (1) pasien dengan data Pendidikan Ibu
yang tidak lengkap; (2) pasien yang status Rendah 18 51,4 75 71,4 93 66,4
gizinya belum jelas. Tinggi 17 48,6 30 28,6 47 33,6
Peneliti menentukan besar sampel minimal Status Pekerjaan
Ibu
berdasarkan penelitian yang dilakukan Bekerja 6 17,1 34 32,4 40 28,6
sebelumnya. Tidak Bekerja 29 82,9 71 67,6 100 71,4
Jumlah anak
Banyak (≥3) 17 48,6 38 36,2 55 39,3
Sedikit (<3) 18 51,4 67 63,8 85 60,7

3
Jumlah Mud
0,66
penghasilan 30 85,7 35 33,3 65 46,4 a
(0,2
Rendah (<1 juta) 5 14,3 70 66,7 75 53,6 (6- 7 69 9 67 0,40
21 60 9-
Tinggi (>1 juta) 24) 3 ,5 4 ,1 6
1,45
bula
)
n
Sebagian besar usia balita berada pada rentang Tua
usia muda (67,1%). Balita yang mengalami (25-
3 31 4 32
kurang gizi paling banyak berada pada rentang 59) 14 40
2 ,5 6 ,9
1
usia 0-24 bulan (60%), begitupun pada balita bula
n
yang tidak kurang gizi (69,5%).
Status infeksi
Sebesar 80% balita kurang gizi disertai infeksi 2,18
penyakit dan balita yang tidak kurang gizi juga 2 6 64 9 68, 0,1
Ya 80 (0,87-
8 8 ,8 6 6 41
mengalami infeksi penyakit sebesar 64,8%. 5,46)
Berdasarkan data seluruh sampel, sebagian Tida
7 20
3 35 4 31,
1
besar mengalami infeksi penyakit. Jenis k 7 ,2 4 4
penyakit terbanyak yang diderita oleh balita Umur ibu
yang kurang gizi adalah TBC dengan persentase
sebesar 48.57%, diikuti oleh bronkopnemoni Dew
asa
14,29%, dan ISPA 8.57%. mud 3 91, 7 70
1
75,
4,47
0,0
0 (1,27-
a 2 4 4 ,5 7 2
6 15,68)
Hampir semua ibu pada balita kurang gizi (19-
berada pada rentang umur ibu muda (91,4%), 35)
Dew
begitupun pada balita tidak kurang gizi (70,5%). asa
Dari seluruh sampel, persentase ibu yang berada 3 29 3 24,
akhir 3 8,6 1
1 ,5 4 3
pada usia muda adalah 75,7%. (36-
60)
Persentase status pendidikan ibu yang rendah Status pendidikan ibu
yaitu 51,4% pada balita kurang gizi dan 71,4%
Rend
pada balita tidak kurang gizi. Secara ah 0,42
keseluruhan, persentase pendidikan ibu berada 1 51, 7 71 9 66, 0,0
(SD- (0,19-
8 4 5 ,4 3 4 5
pada pendidikan rendah (66,4%). SMP 0,93)
)
Ting
Persentase ibu tidak bekerja pada balita yang gi
kurang gizi (82,9%) dan pada balita yang tidak 1 48, 3 28 4 33,
(SM 1
7 6 0 ,6 7 6
kurang gizi (67,6%). Sebagian besar ibu tidak A-
bekerja (71,4%). PT)

Status Pekerjaan
Persentase jumlah anak banyak yang dimiliki
0,43
oleh keluarga balita kurang gizi (48,6%) lebih Beke
6
17, 3 32 4 28,
(0,16-
0,1
besar daripada jumlah anak pada keluarga balita rja 1 4 ,4 0 6 3
1,14)
tidak kurang gizi (36,2%). Tida
1
k 2 82, 7 67 71,
0 1
beke 9 9 1 ,6 4
Sebagian besar keluarga balita kurang gizi rja
0
mempunyai penghasilan rendah (85,7%),
sedangkan keluarga balita tidak kurang gizi Jumlah anak
berada pada penghasilan tinggi (66,7%). Bany 1,67
1 48, 3 36 5 39, 0,2
ak (0,77-
7 6 8 ,2 5 3 7
Tabel 2 (>3) 3,61)
Sedi
Analisis hubungan determinan dengan status kit
1 51, 6 63 8 60,
1
gizi balita 8 4 7 ,8 5 7
(<3)

Jumlah penghasilan
Status gizi
OR Rend
Vari p 12
Tidak Total (95% ah 3 85, 3 33 6 46, 0,0
abel Kurang CI) value (4,28-
kurang (<1 0 7 5 ,3 5 4 0
beba gizi 33,61)
gizi Juta)
s Ting
n % n % N % gi 14, 7 66 7 53,
5 1
(≥1 3 0 ,7 5 6
Umur balita juta)

4
Hubungan umur balita dengan status gizi dan 28,6% memiliki ibu dengan status
balita pendidikan tinggi. Tidak ada perbedaan status
Ada sebanyak 60% kurang gizi terjadi pada gizi pada balita yang memiliki ibu berstatus
balita muda dan 40% pada balita tua. Sedangkan pendidikan rendah dengan balita yang memiliki
dari balita yang tidak kurang gizi, terdapat ibu berstatus pendidikan tinggi, atau tidak ada
69,5% balita muda dan 31,5% balita tua. hubungan antara status pendidikan ibu dengan
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa status gizi balita (p=0,05; α=0,05; CI=95%).
tidak ada perbedaan status gizi pada balita yang Balita yang memiliki ibu berstatus pendidikan
berumur muda dengan yang berumur lebih tua rendah mempunyai peluang 0,42 kali untuk
atau tidak ada hubungan antara usia balita mengalami kurang gizi bila dibandingkan
dengan status gizi balita (p=0,41; α=0,05; dengan balita yang memiliki ibu berstatus
CI=95%). Balita muda mempunyai peluang pendidikan tinggi (OR=0,42).
0,66 kali untuk mengalami kurang gizi bila
dibandingkan dengan balita tua (OR=0,66). Hubungan status pekerjaan ibu dengan
status gizi balita
Hubungan status infeksi dengan status gizi Ada sebanyak 17,1% balita kurang gizi
balita memiliki ibu yang bekerja dan 82,9% memiliki
Ada sebanyak 80% balita kurang gizi ibu yang tidak bekerja. Sedangkan pada balita
mengalami infeksi penyakit dan 20% tidak yang tidak kurang gizi, terdapat 32,4% balita
mengalami infeksi penyakit . Sedangkan pada yang memiliki ibu yang bekerja dan 67,6%
balita yang tidak kurang gizi, terdapat 64,8% memiliki ibu yang tidak bekerja. Berdasarkan
balita yang mengalami infeksi penyakit dan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak ada
35,2% tidak. Berdasarkan hasil uji statistik perbedaan status gizi pada balita yang ibunya
diperoleh bahwa tidak ada perbedaan status gizi bekerja dengan balita yang ibunya tidak bekerja,
pada balita yang mengalami infeksi penyakit atau tidak ada hubungan antara status pekerjaan
dengan yang tidak mengalami infeksi penyakit , ibu dengan status gizi balita (p=0,13; α=0,05;
atau tidak ada hubungan antara status infeksi CI=95%). Balita yang memiliki ibu yang
penyakit dengan status gizi balita (p=0,14; bekerja mempunyai peluang 0,43 kali untuk
α=0,05; CI=95%). Balita yang mengalami mengalami kurang gizi bila dibandingkan
infeksi penyakit mempunyai peluang 2,18 kali dengan balita yang memiliki ibu yang tidak
untuk mengalami kurang gizi bila dibandingkan bekerja (OR=0,43).
dengan balita tua (OR=2,18).
Hubungan jumlah anak dengan status gizi
Hubungan umur ibu dengan status gizi balita balita
Ada sebanyak 91,4% balita kurang gizi Ada sebanyak 48,6% balita kurang gizi berasal
memiliki ibu pada usia dewasa muda dan 8,6% dari keluarga dengan jumlah anak banyak dan
memiliki ibu pada usia dewasa akhir. 51,4% berasal dari keluarga dengan jumlah
Sedangkan pada balita yang tidak kurang gizi, anak sedikit. Sedangkan pada balita yang tidak
terdapat 70,5% balita yang memiliki ibu pada kurang gizi, terdapat 36,2% balita berasal dari
usia dewasa muda dan 35,2% memiliki ibu pada keluarga dengan jumlah anak sedikit dan 63,8%
usia dewasa akhir. Berdasarkan hasil uji statistik berasal dari keluarga dengan jumlah anak
diperoleh bahwa ada perbedaan status gizi pada sedikit.
balita yang memiliki ibu pada usia dewasa Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa
muda dengan yang memiliki ibu pada usia tidak ada perbedaan status gizi pada balita yang
dewasa tua, atau ada hubungan antara usia ibu berasal dari keluarga dengan jumlah anak
dengan status gizi balita (p=0,02; α=0,05; banyak dengan balita yang berasal dari keluarga
CI=95%). Balita yang memiliki ibu pada usia dengan jumlah anak yang sedikit, atau tidak ada
dewasa muda mempunyai resiko 4,47 kali untuk hubungan antara jumlah anak dalam keluarga
mengalami kurang gizi bila dibandingkan dengan status gizi balita (p=0,27; α=0,05;
dengan balita yang memiliki ibu pada usia CI=95%). Balita yang berasal dari keluarga
dewasa akhir (OR=4,47). dengan jumlah anak banyak mempunyai
peluang 1,67 kali untuk mengalami kurang gizi
Hubungan status pendidikan ibu dengan bila dibandingkan dengan balita yang berasal
status gizi balita dari keluarga dengan jumlah anak sedikit
Ada sebanyak 51,4% balita kurang gizi (OR=1,67).
memiliki ibu dengan status pendidikan rendah
dan 48,6% memiliki ibu dengan pendidikan Hubungan jumlah penghasilan keluarga
status tinggi. Sedangkan pada balita yang tidak dengan status gizi balita
kurang gizi, terdapat 71,4% balita yang Ada sebanyak 85,7% balita kurang gizi berasal
memiliki ibu dengan status pendidikan rendah dari keluarga dengan jumlah penghasilan

5
rendah. Sedangkan pada balita yang tidak serta pola asuh gizi yang kurang baik. Pola asuh
kurang gizi, 66,7% berasal dari keluarga dengan gizi ini meliputi pemberian ASI segera pada
jumlah penghasilan tinggi. Berdasarkan hasil uji bayi baru lahir, pemberian ASI eksklusif,
statistik diperoleh bahwa ada perbedaan status Pemberian Makanan Pendamping ASI (PMT-
gizi pada balita yang berasal dari keluarga ASI), pola makan balita, pemantauan tumbuh
dengan jumlah penghasilan rendah dengan kembang, dan pengasuhan anak (Dinas
balita yang berasal dari keluarga dengan jumlah Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2008).
penghasilan tinggi, atau ada hubungan antara
jumlah penghasilan keluarga dengan status gizi Dari seluruh sampel, didapatkan sebagian besar
balita (p=0,00; α=0,05; CI=95%). Balita yang balita mengalami infeksi penyakit . Sebesar
berasal dari keluarga dengan jumlah 80% balita kurang gizi disertai infeksi penyakit
penghasilan rendah mempunyai resiko 12 kali dan balita yang tidak kurang gizi sebesar 64,8%.
untuk mengalami kurang gizi bila dibandingkan Jenis infeksi penyakit terbanyak yang diderita
dengan balita yang berasal dari keluarga yang oleh balita yang kurang gizi adalah TBC dengan
berpenghasilan tinggi (OR=12,00). persentase sebesar 48,57%, diikuti oleh
bronkopnemoni 14,29%, dan ISPA 8,57% (data
PEMBAHASAN terlampir). Penderita kurang gizi sering disertai
Berdasarkan hasil yang peneliti dapatkan, dari penyakit TBC, tetapi fenomena tersebut harus
35 kasus kurang gizi, hanya sedikit kejadian gizi lebih dicermati karena pada kasus malnutrisi
buruk yang ada dan kurang dari 10%. Hampir sekunder sering terjadi salah diagnosa TBC
seluruh kasus kurang gizi terdiri dari gizi (Taslim, 2008). Penyakit infeksi menjadi
kurang (91,43%). Hal ini sesuai dengan penyebab langsung terjadinya gizi kurang pada
prevalensi status gizi balita menurut Riskesdas balita selain kurang asupan zat gizi (UNICEF,
(2007). Prevalensi status gizi balita berdasarkan 1998).
berat badan menurut umur (BB/U) di Propinsi Hampir semua ibu pada balita kurang gizi
Jawa Barat bervariasi antara 3,70%-11,30% berada pada rentang umur ibu muda (75,7%).
(gizi buruk dan gizi kurang), yang berarti Pada kelompok kasus, persentase umur ibu
kemungkinan untuk terjadinya gizi kurang lebih muda sangat besar (91,4%), begitupun pada
besar bila dibandingkan dengan gizi buruk. kelompok kontrol (70,5%). Hal ini didapatkan
karena banyaknya pasangan usia muda di
Balita yang mengalami kurang gizi paling daerah Kecamatan Majalaya. Rata-rata
banyak berada pada rentang usia 0-24 bulan. perempuan di daerah Kecamatan Majalaya
Pada kelompok kasus, persentase mencapai menikah pada usia 19-21 tahun, namun peneliti
60% dan pada kelompok kontrol 69,5%. Lebih tidak meneliti lebih lanjut.
dari setengah sampel yang ada berada pada
rentang usia 0-24 bulan. Balita merupakan Secara keseluruhan, persentase pendidikan ibu
kelompok yang rawan akan kekurangan nutrisi, berada pada pendidikan rendah (66,4%).
terutama balita dengan usia lebih muda. Apabila dibandingkan, pendidikan ibu yang
Kebutuhan nutrisi, kalori, dan cairan pada anak rendah lebih banyak pada kelompok kontrol
usia muda relatif lebih banyak dibandingkan (71,4%) daripada kelompok kasus (51,4%).
dengan usia yang lebih besar (Hockenbery, Sebagian besar ibu juga tidak bekerja (71,4%).
2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Persentase ibu tidak bekerja pada kelompok
Suryati (2008), didapatkan data bahwa penderita kasus relatif lebih besar. Pendidikan dan
kurang gizi justru lebih banyak terdapat pada pekerjaan ibu akan berpengaruh terhadap
kelompok umur yang lebih besar (24-59 bulan). kualitas tumbuh kembang anak, dalam hal ini
Sedangkan menurut Utomo dkk (2000), termasuk status gizi anak balita (Dewati, 2004).
prevalensi kurang gizi anak berumur 0-24 bulan
berkisar antara 3,8%-8,8% pada tahun 1992 dan Persentase keluarga yang memiliki jumlah anak
menurun menjadi 0.0%-1,5% pada tahun 1997 lebih dari 2 orang pada kelompok kasus (48,6%)
berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U). lebih besar daripada kelompok kontrol (36,2%).
Namun begitu, menurut hasil penelitian Namun begitu, sebagian besar keluarga
tersebut, anak pada usia 0-24 bulan memang memiliki anak 1-2 orang. Jumlah keluarga dapat
lebih banyak mengalami kekurangan gizi dan mempengaruhi status gizi pada balita, dalam hal
penyebab utamanya adalah asupan nutrisi yang ini jumlah anak. Karena semakin banyak anak
kurang, terutama pada anak-anak yang berusia yang harus di asuh didalam sebuah keluarga,
0-6 bulan. Majalaya termasuk daerah dengan maka memerlukan waktu, energi, dan dana yang
kasus gizi buruk yang cukup tinggi dari total lebih banyak pula. Sebagian besar keluarga
kasus gizi kurang di Kabupaten Bandung. balita kurang gizi mempunyai penghasilan
Tingginya kasus gizi buruk balita terkait dengan rendah (85,7%), sedangkan keluarga balita tidak
daya beli masyarakat yang makin berkurang,

6
kurang gizi berada pada penghasilan tinggi Nababan (2007), juga berpendapat sama bahwa
(66,7%). TBC dapat berpengaruh terhadap status gizi
disamping penyakit, kemiskinan, rendahnya
Hubungan Umur Balita dengan Status Gizi pengetahuan mengenai penyakit, dan kurangnya
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa pelayanan kesehatan. Akan tetapi dari hasil
tidak ada perbedaan status gizi pada balita yang penelitian yang dilakukannya di Propinsi
berumur muda dengan yang berumur lebih tua Sumatera tersebut didapatkan hasil yang
atau tidak ada hubungan antara usia balita diantaranya menerangkan bahwa tidak ada
dengan status gizi balita (p=0,41; α=0,05; perbedaan pengetahuan gizi seimbang antara
CI=95%). Berbeda dengan penelitian Suryati kelompok kasus dengan kelompok kontrol
(2008) yang mengatakan bahwa ada hubungan (p>0,05) dan tidak ada perbedaan status gizi
antara umur balita dengan status gizi. antara kelompok kasus dengan kelompok
Didapatkan data bahwa penderita kurang gizi kontrol (p>0,05).
justru lebih banyak terdapat pada kelompok Penemuan tersebut menunjukkan bahwa
umur yang lebih besar (24-59 bulan). Balita penyakit TBC merupakan salah satu penyakit
yang berumur lebih tua lebih beresiko untuk yang dapat mempengaruhi status gizi, akan
mengalami kurang gizi dibandingkan dengan tetapi ada faktor lain yang turut mempengaruhi
balita dengan usia lebih muda. secara bersama-sama, hal itulah yang
Sedangkan menurut Utomo dkk (2000), memungkinkan terjadinya perbedaan hasil.
prevalensi kurang gizi anak berumur 0-24 bulan Berdasarkan analisis lebih lanjut, didapatkan
berkisar antara 3,8%-8,8% pada tahun 1992 dan bahwa balita yang mengalami infeksi penyakit
menurun menjadi 0.0%-1,5% pada tahun 1997 mempunyai peluang 2,18 kali untuk mengalami
berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U). kurang gizi bila dibandingkan dengan balita tua
Namun begitu, menurut hasil penelitian (OR=2,18). Peneliti menyimpulkan walapun
tersebut, anak pada usia 0-24 bulan memang tidak ada perbedaan proporsi, infeksi penyakit
lebih banyak mengalami kekurangan gizi dan mempunyai kontribusi terhadap status gizi
penyebab utamanya adalah asupan nutrisi yang balita.
kurang, terutama pada anak-anak yang berusia
0-6 bulan. Akan tetapi, dalam penelitian ini juga Hubungan Umur Ibu dengan Status Gizi
didapatkan bahwa balita muda mempunyai Balita
peluang 0,66 kali untuk mengalami kurang gizi Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa
bila dibandingkan dengan balita tua (OR=0,66). ada perbedaan status gizi pada balita yang
memiliki ibu pada usia dewasa muda dengan
Hubungan status infeksi penyakit dengan yang memiliki ibu pada usia dewasa tua, atau
status gizi balita ada hubungan antara usia ibu dengan status gizi
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa balita (p=0,02; α=0,05; CI=95%). Senada
tidak ada perbedaan status gizi pada balita yang dengan penelitian sebelumnya, bahwa umur ibu
mengalami infeksi penyakit dengan yang tidak akan turut mempengaruhi status gizi anak balita,
mengalami infeksi penyakit , atau tidak ada hal ini diantaranya didukung oleh penelitian
hubungan antara status infeksi penyakit dengan yang dilakukan oleh Fraser (1995) yang
status gizi balita (p=0,14; α=0,05; CI=95%). mendapatkan hasil bahwa umur muda seorang
Hal ini bertentangan dengan yang dikemukakan ibu akan meningkatkan risiko terjadinya
oleh UNICEF, bahwa infeksi penyakit sangat kelahiran dengan status gizi balita yang buruk
erat kaitannya dengan status gizi balita dan (Supeni, 2000).
merupakan penyebab langsung. Umur ibu yang didapatkan pada penelitian ini
Sebagian besar balita, baik kelompok kasus memang sebagian besar berada pada rentang
maupun kontrol, disertai infeksi penyakit juga usia muda, baik pada kelompok kasus maupun
seperti TBC dan ISPA. Menurut Bose, K et all kontrol. Balita yang memiliki ibu pada usia
(2007), yang melakukan penelitian tentang TBC dewasa muda mempunyai resiko 4,47 kali untuk
dan status gizi di India, didapatkan bahwa mengalami kurang gizi bila dibandingkan
kejadian TBC dan kurang gizi saling dengan balita yang memiliki ibu pada usia
mempengaruhi satu sama lain. Orang yang dewasa akhir (OR=4,47). Berarti, umur ibu
mengalami penyakit TBC, lambat laun akan berpengaruh terhadap status gizi balita dan
berdampak terhadap status gizinya, karena masa umur ibu muda lebih beresiko daripada umur
otot akan berkurang dan faktor antropometrik ibu yang lebih tua.
lain juga terpengaruh. Hal ini akan berakibat
kepada penurunan berat badan, tebal kulit, Hubungan Status Pendidikan ibu dengan
Indeks Masa Tubuh, dan akhirnya berimbas Status Gizi Balita
kepada status gizi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa
tidak ada perbedaan status gizi pada balita yang

7
memiliki ibu berstatus pendidikan rendah Hubungan Banyaknya Jumlah Anak dengan
dengan balita yang memiliki ibu berstatus Status gizi Balita
pendidikan tinggi, atau tidak ada hubungan Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa
antara status pendidikan ibu dengan status gizi tidak ada perbedaan status gizi pada balita yang
balita (p=0,05; α=0,05; CI=95%). berasal dari keluarga dengan jumlah anak
Hasil penelitian ini berlawanan dengan banyak dengan balita yang berasal dari keluarga
penelitian sebelumnya. Hasil penelitian Dewati dengan jumlah anak sedikit, atau tidak ada
(2004) di Sukoharjo menyebutkan bahwa ada hubungan antara jumlah anak dalam keluarga
hubungan antara pendidikan orang tua dengan dengan status gizi balita (p=0,27; α=0.05;
status gizi anak. Sedangkan Oktarina (2009), CI=95%).
menyebutkan bahwa ada hubungan antara Berbeda dengan hasil penelitian Dewati (2004)
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara
status gizi balita. Semakin tinggi tingkat jumlah anggota keluarga dengan status gizi
pengetahuan ibu tentang gizi maka semakin balita. Semakin besar jumlah anggota keluarga
tinggi pula status gizi balita. Perbedaan besar semakin besar resiko untuk terjadinya
sampel dari masing-masing penelitian pun dapat penurunan status gizi balita. Hadi (2005), juga
berpengaruh terhadap hasil penelitian. mendapatkan hasil bahwa keluarga yang
Pendidikan ibu berpengaruh terhadap memiliki anak maksimal dua orang mempunyai
pengetahuan ibu tentang cara mengasuh anak anak dengan status gizi lebih baik daripada
yang akan membentuk pola asuh anak. Semakin keluarga yang memiliki lebih dari dua anak.
tinggi pendidikan ibu, diharapkan pola asuh Berdasarkan analisis lebih lanjut, didapatkan
terhadap anak semakin baik. bahwa balita yang berasal dari keluarga dengan
Hasil penelitian Basuki (2005), menunjukkan jumlah anak banyak mempunyai peluang 1,67
bahwa pendidikan secara tidak langsung kali untuk mengalami kurang gizi bila
mempengaruhi status gizi balita, dimana dibandingkan dengan balita yang berasal dari
pendidikan rendah menjadi salah satu penyebab keluarga dengan jumlah anak sedikit
terjadinya masalah gizi balita. Pengetahuan gizi (OR=1,67).
ibu juga terbukti berhubungan dengan status
gizi dalam penelitian (Harsiki, 2002). Hubungan Jumlah Penghasilan Keluarga
Berdasarkan analisis lebih lanjut, didapatkan dengan Status Gizi Balita
bahwa balita yang memiliki ibu berstatus Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa
pendidikan rendah mempunyai peluang 0,42 ada perbedaan status gizi pada balita yang
kali untuk mengalami kurang gizi bila berasal dari keluarga dengan jumlah
dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu penghasilan rendah dengan balita yang berasal
berstatus pendidikan tinggi (OR=0,42). dari keluarga dengan jumlah penghasilan tinggi,
Walaupun peluangnya kecil, ibu yang atau ada hubungan antara jumlah penghasilan
berpendidikan rendah tetap memiliki resiko keluarga dengan status gizi balita (p=0,00;
untuk terjadinya kurang gizi pada balita. α=0,05; CI=95%).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Hubungan Status Pekerjaan ibu dengan sebelumnya yang dilakukan oleh Hardiviani
Status Gizi Balita (2003), bahwa ada pengaruh pendapatan
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa keluarga terhadap tingkat kecukupan energi dan
tidak ada perbedaan status gizi pada balita yang protein anak balita. Demikian pula hasil
ibunya bekerja dengan balita yang ibunya tidak penelitian di Sukoharjo yang dilakukan oleh
bekerja, atau tidak ada hubungan antara status Dewati (2004) menunjukkan ada hubungan
pekerjaan ibu dengan status gizi balita (pe=0,13; antara pendapatan keluarga dengan status gizi
α=0,05; CI=95%). balita. Menurut data Bapeda Kabupaten
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Bandung (2007), Kecamatan Majalaya berada di
sebelumnya. Hasil penelitian Hardiviani (2003) urutan VI dalam jumlah KK miskin yaitu
di Jepara menyebutkan bahwa tidak ada 48,92%. Selain itu, relatif tingginya kasus gizi
hubungan antara status pekerjaan ibu dengan buruk di provinsi ini berkorelasi dengan tingkat
status gizi anak. Namun begitu, berdasarkan kemiskinan (DKR Jawa Barat, 2008). Semakin
analisis lanjut didapatkan bahwa balita yang rendah penghasilan sebuah keluarga semakin
memiliki ibu yang bekerja mempunyai peluang besar resiko untuk terjadinya penurunan status
0,43 kali untuk mengalami kurang gizi bila gizi balita.
dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu
yang tidak bekerja (OR=0,43). Berarti, SIMPULAN
walaupun kecil ada resiko bagi ibu yang bekerja Tidak ada hubungan usia balita, status infeksi
untuk menyebabkan kurang gizi pada balita. penyakit, status pendidikan ibu, status pekerjaan
ibu, dan jumlah anak dengan status gizi balita di

8
RSUD Majalaya Kabupaten Bandung. Akan DAFTAR PUSTAKA
tetapi ada kecenderungan bahwa usia balita
yang lebih muda, balita yang mengalami infeksi Ariawan, I. (2001). Besar dan metode sampel
penyakit, pendidikan ibu yang rendah, ibu yang pada penelitian kesehatan. Jakarta:
bekerja, dan keluarga yang memiliki jumlah FKM-UI
anak lebih dari dua memiliki resiko lebih besar
untuk terjadinya kurang gizi pada balita. Arisman. (2004). Gizi dalam daur kehidupan.
Ada hubungan usia ibu dan jumlah penghasilan Jakarta: EGC
keluarga dengan status gizi balita di RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung. Atmarita dan Fallah, T. (2004). Analisis situasi
Determinan Status gizi balita di RSUD gizi dan kesehatan masyarakat.
Majalaya Kabupaten Bandung adalah usia ibu Makalah pada Widyakarya Nasional
dan jumlah penghasilan keluarga. Pangan dan Gizi VIII. Jakarta 17-19
Faktor yang paling dominan terhadap status gizi Mei 2004.
balita adalah usia ibu.
Ball, J.W., & Bindler, R.C. (2003). Pediatric
SARAN nursing: Caring for children. (3rd ed).
Bagi Layanan Keperawatan New Jersey: Prentice Hall.
Meningkatkan pendidikan kesehatan dengan
pelatihan dan penyuluhan pemenuhan gizi pada Basuki, U. (2003), Faktor-faktor yang
anak balita bagi ibu-ibu yang memiliki anak berhubungan dengan status gizi baduta
balita, terutama ibu-ibu yang berusia muda. (6- 23 bulan) pada keluarga miskin
Melakukan penilaian status gizi balita dengan & tidak miskin di Kota Bandar
baik dan benar untuk meminimalkan kesalahan Lampung. Depok: FKM-UI.
dan meningkatan keakuratan data dengan cara
menimbang dengan baik dan melakukan Bose, K. et al. (2007). Comparison of
penilaian umur dengan tepat. nutritional status between tuberculosis
Melakukan pencatatan yang akurat tentang patients and controls: A Study from
semua faktor yang berhubungan dengan status North 24 Parganas District in West
gizi balita. Bengal. India. Malaysian Journal of
Bagi Pendidikan Keperawatan Nutrition, 13 (2). pp. 131-139. ISSN
Pendidikan keperawatan dapat meningkatkan 1394-035X
kemampuan peserta didik dalam penilaian status
gizi pada balita, dengan cara mengajarkan cara Dewati, M. (2004). Hubungan tingkat
mengukur berat badan dan pengukuran pendidikan ibu dan tingkat pendidikan
antropometrik lainnya dengan baik serta ayah terhadap status gizi balita di
meningkatkan keterampilan dengan kecamatan Polokato kabupaten
memperbanyak latihan. Sukoharjo. Skripsi. Surakarta: UNS.
Bagi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar Dirjen Binkesmas Depkes RI. (2006). Petunjuk
untuk melakukan penelitian lanjutan dengan teknis tatalaksana anak gizi buruk :
variabel lain yang belum diteliti disini, sesuai Buku I. Jakarta: Depkes
kerangka teori. Gunakan metode penelitian yang
lebih baik dan menggunakan data yang diambil Depkes. (2004). Jumlah balita kurang gizi terus
secara langsung oleh peneliti dalam kurun meningkat. Jakarta: Depkes
waktu yang lebih lama dan jumlah sampel yang
lebih besar. Disarankan metode yang digunakan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. (2006).
sebaiknya studi kohort agar dapat diketahui Kondisi gizi buruk pada balita di Jawa
secara pasti perkembangan status gizi balita dan Barat. Bandung: Dinas Kesehatan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Propinsi Jawa Barat
Bagi Pemerintah Kabupaten Bandung
Hendaknya kebijakan penanganan gizi buruk Dinkes Jabar. (2007). Program perbaikan gizi
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan makro. Bandung: Dinkes Jabar.
dievaluasi secara berkala serta meningkatkan
kerjasama dengan berbagai sektor untuk Hardiviani, S.L. (2003). Pengaruh karakteristik
menanggulangi masalah gizi buruk pada balita Ibu dan pendapatan keluarga terhadap
sedini mungkin. tingkat kecukupan energi dan protein
serta status gizi anak balita di desa
Suwawal barat, kecamatan Mlonggo,

9
kabupaten Jepara. Skripsi. Semarang: Notoatmodjo, S. (2003). Metodologi penelitian
FKM UNDIP. pesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Harsiki, T. (2002). Hubungan pola asuh anak Oktarina, D.N. (2009). Hubungan tingkat
dan faktor lain dengan keadaan gizi pengetahuan ibu tentang gizi dengan
anak balita keluarga miskin di status gizi balita di posyandu margi
pedesaan dan perkotaan propinsi rahayu desa soditan rt.09 kecamatan
Sumatera Barat. Tesis. Depok: FKM- Lasem kabupaten Rembang Jawa
UI. Tengah. Skripsi. Surakarta: UNS.

Hadi, I. (2005). Faktor-faktor yang Priyohastono, S. (2001). Analisis data. Jakarta:


Berhubungan dengan Status Gizi Balita FKM-UI
di kelurahan Neglasari dan Kedaung
Wetan. Skripsi. Depok: FKM-UI. Rahmawati, NT dan Hastuti, J. (2003). Status
gizi antropometrik anak usia 7-1 2
Hess, D.R. (2004). Retrospective Studies and tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Chart Reviews. Respiratory Care Vol. 35,No.1. Jurnal
Journal Symposium. 49(10):1171– Kesehatan:Berkala Ilmu Kedokteran.
1174. Daedalus Enterprises. Jogjakarta:.UGM.

Husaini. Y.K. (2000). Perubahan pola konsumsi Sastroasmoro, S. & Ismail, S.(Ed). (2007).
pangan keluarga pada sebelum dan Dasar-dasar metodologi penelitian
sewaktu krisis ekonomi. Bogor: klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.
Puslitbang Gizi
Hockenbery, M.J. & Wilson, D. (2007). Wong’s Soekirman. (2000). Ilmu gizi dan aplikasinya.
nursing care of infants and children. Jakarta: Departemen Pendidikan
Missaouri: Mosby-Elsevier. Nasional.

Judarwanto, W. (2006). Kontroversi gizi buruk Soekirman. (2000). Krisis ekonomi, politik, dan
di kota metropolitan. Jakarta: Picky sosial. Jakarta: UNICEF
Eaters Clinic
Solihin. (2001). Ilmu gizi klinis pada anak.
Kartono, D. et al. (2000). Penelitian keadaan Jakarta: FKUI – RSCM
gizi dan makanan di desa tertinggal
wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif
(Botabek) sebagai dampak krisis kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
ekonomi. Bogor: Lap. Penelitian.
Puslitbang Gizi. Suhardjo. (2003). Perencanaan pangan dan
gizi. Jakarta: Bumi aksara
Kartono, D. et al. (2001). Studi pengembangan
metode identifikasi kelompok Susenas. (2005). Analisis antropometri balita
masyarakt miskin di perkotaan dan tahun 2005. Badan Pusat
pedesaan di Indonesia. Bogor:.Laporan Statistik:Jakarta.
Penelitian. Puslitbang gizi-Bappenas.
Susianto. (2008). Analisis faktor-faktor yang
Mendoza, R.U. (2009). Aggregate shocks, poor berhubungan dengan IMT/U pada
households and children: Transmission balita vegetarian lakto ovo dan non
channels and policy responses. vegetarian di DKI Jakarta. Tesis.
Division of policy and practice : Jakarta.
UNICEF.
Suwiji, E. (2006). Hubungan pola asuh gizi
Nababan, L. (2007). Perbedaan pengetahuan dengan status gizi balita usia 4-12
tentang gizi seimbang, karakteristik bulan di Puskesmas Medang kabupaten
demografi, media promosi kesehatan, Blora. Skripsi. Semarang: UNNES.
dan asupan makanan penderita
tuberkulosis paru di RSUD Sidikalang Taslim, N.A. (2007). Kontroversi seputar gizi
Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera buruk: Apakah ketidakberhasilan
Utara. Tesis. Jogjakarta: Program Pasca Departemen Kesehatan?. GIZI-
Sarjana. UGM. DEPKES. diakses dari

10
http://www.gizi.net/makalah/Kontrover
si -giziburuk -column.pdf.

Utomo, B. et al. (2000). Feeding patterns,


nutrient intake and nutritional status
among children 0-23 onths of age in
Indramayu, West Java, 1997.
Malaysian Journal of Nutrition, 6 (2).
pp. 147-170. ISSN 1394-035X

Untoro, R. (2004). Balita kurang gizi. Jakarta:


Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes.

UNU. (2002). Food and Nutrition Bulletin. vol.


23, no. 3. The United Nations
University.

UNICEF. (1998). The state of the world’s


children. Oxford: Oxford University
Press.

United Nations Administrative Committee on


Coordination Sub-Committee on
Nutrition (UN ACC/SCN). (2000). 4th
Report on The World Nutrition
Situation. Switzerland: UNACC/SCN
Press.

11

You might also like