Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri anak itu sendiri
misalnya faktor keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat.
Situasi keluarga yang kurang menunjang proses belajar seperti: kekacauan
rumah tangga (broken home), kurang perhatian orang tua, cara orang tua mendidik
yang kurang baik, kurang kemampuan orang tua dalam memberikan pengawasan
dan perhatian.
Faktor lingkungan sekolah yang kurang mampu menunjang proses belajar,
seperti kurang memadainya sarana atau sumber belajar; cara-cara guru dalam
mengajar yang kurang menarik, kurikulum atau materi yang dipelajari tidak sesuai
dengan kemampuan peserta didik, perlengkapan belajar yang kurang, cara
evaluasi, ruang belajar, sistem administrasi, waktu belajar, situasi sekolah dan
sebagainya.
Lingkungan sosial yang yang kurang memadai, seperti: pengaruh negatif
dalam pergaulan, situasi masyarakat yang kacau, gangguan kebudayaan, seperti
film, bacaan-bacaan dan sebagainya (Slameto, 2003:24).
Banyak orang yang belajar dengan susah payah, tetapi tidak mendapatkan
hasil apa-apa, hanya kegagalan yang ditemui. Penyebabnya tidak lain karena
belajar tidak teratur, tidak disiplin, dan kurang bersemangat, tidak tahu bagaimana
cara berkonsentrasi dalam belajar, mengabaikan masalah pengaturan waktu dalam
belajar, istirahat yang tidak cukup, dan kurang tidur. Oleh karena itu, dalam
belajar terdapat hal-hal yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada siswa.
Djamarah (2002:10) berpendapat bahwa “siswa perlu ditanamkan kebiasaan
belajar, yaitu: (1) belajar dengan teratur; (2) disiplin; (3) konsentrasi; (4)
pengaturan waktu.”
Menurut pendapat Winkel (2004:22) bahwa
Kedisiplinan adalah suatu peraturan yang sedikit, tetapi jelas atau
tegas di mana isi dan rumusan peraturan dipikirkan secara mantap
dan matang, dibina dan dikembangkan secara lebih nyata agar
supaya apa yang diinginkan itu dapat terwujud dengan baik,
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menumbuhkan kedisiplinan merupakan bagian dari tugas orang tua di
rumah. Menciptakan kedisiplinan ini harus dimulai dari dalam diri kita sendiri,
barulah dapat mendisiplinkan orang lain sehingga akan tercipta ketenangan,
ketentraman, dan keharmonisan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Darmodihardjo (1999:12) yang mengatakan bahwa “seorang tidak akan efektif
menanamkan kedisiplinan apabila dia sendiri tidak mengetahui apa yang menjadi
keinginan orang lain.”
Menerapkan disiplin yang konsisten merupakan kunci utama untuk
mengatasi sebagian besar masalah yang dihadapi para orang tua dalam mendidik
anak-anak. Proses pendisiplinan memungkinkan orang tua untuk mempertahankan
kewenangan yang efektif di rumah, sehingga hubungan yang serasi antara orang
tua dan anak-anak dapat terwujud.
Orang tua yang disiplin, yaitu mereka yang bisa bersikap tegas, layak
dipercaya dan dapat berkomunikasi dengan jelas, pasti mampu menciptakan suatu
sistem dan menjadi suri teladan bagi anak-anak mereka. Orang tua seperti ini akan
mampu mendorong anak-anak untuk menjadi anak-anak yang disiplin juga.
Dalam hal ini Clemes (2001:7) mengemukakan bahwa “alasan utama mengapa
anak-anak yang bermasalah tidak mau berubah adalah karena kedua orang tua
mereka tidak bersedia mengubah cara mereka dalam mengatasi setiap masalah.”
Dalam belajar disiplin sangat diperlukan. Disiplin dapat melahirkan
semangat menghargai waktu, bukan menyia-nyiakan waktu berlalu dalam
kehampaan. Budaya jam karet adalah musuh besar bagi mereka yang
mengagumkan disiplin dalam belajar. Mereka benci menunda-nunda waktu
belajar. Setiap jam bahkan setiap detik sangat berarti bagi mereka yang menuntut
ilmu di mana dan kapan pun juga.
Orang-orang yang berhasil dalam belajar dan berkarya disebabkan mereka
selalu menempatkan disiplin di atas semua tindakan dan perbuatan. Semua jadwal
belajar yang telah disusun mereka taati dengan ikhlas. Mereka melaksanakannya
dengan penuh semangat. Rela mengorbankan apa saja demi perjuangan
menegakkan disiplin pribadi.
Untuk mengatasi permasalahan dalam belajar siswa memerlukan
bimbingan belajar secara efektif, yaitu lebih praktis dan mengarah kepada hal
yang sedang dihadapi. Masalah belajar merupakan masalah yang sering terjadi
pada anak-anak di sekolah, karena itu betapa pentingnya peranan orang tua dalam
usaha untuk mengatasi kesulitan belajar siswa, agar apa yang diharapkan dapat
tercapai dengan baik.
Bimbingan memegang peranan penting baik bersifat individual maupun
kelompok. Bimbingan yang bersifat individual maksudnya sesuatu yang diberikan
kepada siswa memuat apa yang ia terima, didengar dan apa yang ia amati
sehingga menjadi milik individu. Bimbingan kelompok dilakukan secara
kelompok kepada siswa yang bermasalah.
2.4 Berita
2.4.1 Pengertian Berita
Berita adalah hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial yang terdapat
dalam kehidupan. Itulah sebabnya ada orang yang beranggapan bahwa penulisan
berita lebih merupakan pekerjaan merekonstruksikan realitas sosial daripada
gambaran dari realitas itu sendiri. Pendapat Nancy Nasution (dalam Basuki,
1983:1) menyebutkan bahwa berita iala laporan tentang peristiwa-peristiwa yang
terjadi, yang ingin diketahui oleh umum, dengan sifat-sifat aktual, terjadi di
lingkungan pembaca, mengenai tokoh terkemuka, akibat peristiwa tersebut
berpengaruh terhadap pembaca.
Purwadarminta (1998) mengatakan bahwa berita adalah laporan tentang
satu kejadian yang terbaru. Kedua pengertian ini menimbulkan pendapat bahwa
tidak semua yang tertulis dalam surat kabar atau majalah bisa disebut sebagai
berita. Iklan dan resep masakan tidak bisa disebut berita. Yang disebut berita
adalah laporan tentang sebuah peristiwa. Dengan perkataan lain, sebuah peristiwa
tidak akan pernah menjadi berita bila peristiwa tersebut tidak dilaporkan.
3) Dekat
Informasi yang memiliki kedekatan emosi dan jarak geografis dengan
khalayak perlu segera dilaporkan. Makin dekat satu lokasi peristiwa dengan
tempat khalayak, informasinya akan makin disukai khalayak.
4) Aktual
Informasi tentang peristiwa yang unik, yang jarang terjadi perlu segera
dilaporkan kepada khalayak. Banyak sekali peristiwa yang unik, misalnya mobil
bermain sepak bola, perkawanan manusia dengan gorila, dan sebagainya.
5) Manusiawi
Informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak, seperti yang bisa
membuat menangis, terharu, tertawa, dan sebagainya, perlu dilaporkan kepada
khalayak. Dengan begitu, khalayak akan bisa meningkatkan taraf
kemanusiaannya.
6) Berpengaruh
Informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan orang
banyak perlu dilaporkan kepada khalayak. Misalnya informasi tentang operasi
pasar Bulog, informasi tentang banjir, dan sebagainya. Jumlah unsur nilai berita
yang harus dipenuhi setiap peristiwa sebelum dijadikan berita berbeda pada setiap
penerbitan pers. Ada surat kabar yang menetapkan hanya lima unsur nilai berita.
Tetapi, ada juga yang enam unsur. Yang jelas, makin banyak sebuah peritiwa
memiliki unsur nilai berita, makin besar kemungkinan beritanya disiarkan oleh
penerbitan pers.
3) Lead
Lazim disebut teras berita. Biasanya ditulis pada paragraph pertama
sebuah berita. Ia merupakan unsur yang paling penting dari sebuah berita, yang
menentukan apakah isi berita akan dibaca atau tidak. Ia merupakan sari pati
sebuah berita, yang melukiskan seluruh berita secara singkat. Contoh:
Selama persidangan, Terdakwa Artalyta Suryani menolak dituduh
menyuap jaksa Urip dan menyatakan pemberian uang sebesar 660
ribu dolar Amerika adalah uang pinjaman modal untuk jaksa Urip
guna kepentingan bisnis bengkel. Namun, majelis hakim
menyatakan alasan tersebut tidak masuk akal, salah satu anggota
majelis hakim Andi Bachtiar.
4) Body
Atau tubuh berita. Isinya menceritakan peristiwa yang dilaporkan dengan
bahasa yang singkat, padat, dan jelas. Dengan demikian body merupakan
perkembangan berita. Contoh:
Artalyta Suryani alias Ayin ditangkap petugas komisi
pemberantasan korupsi awal bulan Maret lalu sehari setelah petugas
menangkap jaksa Urip dengan uang dolar Amerika senilai 6 miliar
rupiah di tangan. Uang tersebut diduga kuat sebagai suap atas
penghentian penyelidikan kasus BLBI untuk bank BDNI milik
Sjamsul Nursalim. Dalam persidangan ditemukan fakta bahwa
Artalita menghubungi sejumlah jaksa agung muda terkait masalah
ini yang kemudian memaksa jaksa agung Hendarman Supanji
mencopoti sejumlah jaksa agung muda yang diduga terlibat kasus
suap tersebut.
Tabel 1
Menyimak yang Efektif
Menyimak yang
Menyimak yang Efektif Menyimak yang Kuat
Lemah
1. Temukan beberapa area Menghilangkan Menggunakan peluang
minat pelajaran yang dengan bertanya “Apa
“kering” isinya untuk saya?”
2. Nilailah isinya, bukan Menghilangkannya Menilai isi, melewati
penyampaiannya jika penyampaiannya kesalahan-kesalahan
jelek penyampaian
3. Tahanlah semangat Anda Cenderung Menyembunyikan
berargumen penilaian sampai paham
4. Dengarkan ide-ide Menyimak kenyataan Menyimak tema inti
5. Bersikap fleksibel Membuat catatan Membuat catatan lebih
intensif dengan banyak. Memakai 4-5
memakai hanya satu sistem berbeda tergantung
sistem pembicara
6. Bekerjalah saat menyimak Pura-pura menyimak Bekerja keras,
menunjukkan keadaan
tubuh yang aktif
7. Menahan gangguan Mudah tergoda Berjuang/menghindari
gangguan, toleransi pada
kegiatan-kegiatan jelek,
tahu cara berkonsentrasi
8. Latihlah pikiran anda Menahan bahan yang Menggunakan bahan yang
sulit, mencari bahan padat untuk melatih pikiran
yang sederhana
9. Bukalah pikiran anda Setuju dengan Mempertimbangkan sudut
informasi jika pandang yang berbeda
mendukung ide-ide sebelum membentuk
yang terbentuk pendapat.
sebelumnya
10. Tulislah dengan huruf Cenderung melamun Menantang,
besar tentang fakta karena bersama dengan mengantisipasi,
berpikir lebih cepat pembicara yang lemah merangkum, menimbang
daripada berbicara bukti, mendengar apa yang
tersirat.
2.7 Model Pembelajaran Cooperative Cript
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan
pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang
memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar
materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas.
Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang
penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat
diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi
proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas,
misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur
materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor
proses belajar.
Menurut Sudrajat (2007:2), model pembelajaran cooperative script (skrip
kooperatif) adalah metode belajar di mana siswa bekerja berpasangan dan
bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang
dipelajari.
Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran cooperative
script adalah sebagai berikut:
a. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
b. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat bahan
ringkasan.
c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar
menyimak/mengoreksi/ menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan
membantu mengingat/ menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya, serta melakukan seperti di atas.
f. Kesimpulan guru.
g. Penutup.
Menurut Baroto (2007:1) model pembelajaran cooperative script
mempunyai kelebihan sebagai berikut:
1) Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan.
2) Setiap siswa mendapat peran.
3) Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Selanjutnya, model pembelajaran cooperative script memiliki kekurangan
yaitu:
1) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2) Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi
hanya sebatas pada dua orang tersebut).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini peneliti melakukan kegiatan antara lain:
a. Guru menjelaskan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa.
b. Guru membagi siswa secara berpasangan.
c. Guru membagikan wacana/materi berita yang bersumber dari salah satu
surat kabar Palembang kepada tiap-tiap siswa
d. Guru memerintahkan kepada siswa untuk membaca mataeri bahan dibaca
dan membuat bahan ringkasan.
e. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
f. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
g. Pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang
lengkap dan membantu mengingat/menghapal ide-ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
h. Bertukar peran, siswa yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya.
i. Guru menyimpulkan materi pembelajaran.
k. Penutup.
3. Observasi
Pada saat pelaksanaan tindakan peneliti melakukan observasi terhadap
ketepatan siswa pada saat melaporkan hasil simakan. Kegiatan observasi ini
digunakan untuk menilai keberhasilan proses pembelajaran. Pada waktu
melakukan observasi peneliti bekerja sama dengan salah seorang guru Bahasa
Indonesia yang mengajar di kelas lain. Aspek yang diobservasi ialah aktivitas
siswa bekerja sama dalam kelompok, aktivitas siswa menjawab pertanyaan,
aktivitas siswa mengajukan pertanyaan, dan tanggung siswa dalam kelompok.
4. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah akhir tindakan. Pada tahap refleksi peneliti
melakukan perenungan terhadap pelaksanaan tindakan, baik dari sisi proses
maupun hasil. Namun, yang paling diutamakan adalah penilaian proses. Tahap ini
dimaksudkan untuk mengetahui beberapa kendala dan hambatan yang terjadi pada
saat pelaksanaan tindakan. Apabila di dalam proses tindakan terdapat kendala atau
hambata, peneliti melakukan perbaikan tindakan. Perbaikan tindakan dilakukan
untuk penyempurnaan perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus
berikutnya.
3.4.2 Dokumentasi
Dokumentasi adalah sumber data tertulis sebagai pendukung pelaksanaan
penelitian. Data dokumentasi yang diperlukan di sini adalah perangkat
pembelajaran, catatan kehadiran siswa dalam mengikuti kegiatan, dan catatan
lapangan.
3.4.3 Teknik Tes
Tes dilakukan secara tertulis. Tes berbentuk esai berjumlah 10 soal. Materi
yang diujikan mengenai kemampuan siswa menyimak berita yang bersumber dari
Surat Kabar Harian Sumatera Ekspres, Sriwijaya Post, dan Berita Pagi. Cuplikan
berita dibaca oleh guru dan siswa. Setelah siswa menyimak isi berita, siswa diberi
soal untuk menanyakan isi berita yang disimak.
fx
X (Arikunto, 2003:256)
N
Keterangan:
X = Nilai rata-rata
fx Jumlah nilai
N = Jumlah siswa
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Nilai Tes Pada Tes Awal
Dari Tabel 4 di atas hasilnya dapat diketahui dalam tabel berikut ini.
Tabel 5
Laporan Aktivitas Siswa dalam Kelompok
No. Kegiatan Jumlah siswa Persentase
1 Kerja sama 23 76,67%
2 Menjawab pertanyaan 18 60,00%
3 Memberikan tanggapan 23 76,67%
4 Keaktifan 25 83,33%
5 Ketekunan 24 80,00%
Jumlah 113 -
Rata-Rata 22,6 75,33%
Tabel 6
Hasil Tes Akhir Siklus 1
No. Nama Nilai
1 TC 80
2 ID 80
3 RDS 60
4 Sup 60
5 AW 70
6 Dam 65
7 MY 90
8 Apr 70
9 HP 80
10 AS 60
11 Ar 60
12 FA 75
13 AI 100
14 Nas 65
15 M.Yud 70
16 Gus 70
17 IP 80
18 OP 90
19 CAW 75
20 KH 60
21 Mu 70
22 M.KR 70
23 EM 100
24 RI 80
25 JS 85
26 AZ 75
27 DR 65
28 Suk 60
29 FW 65
30 Ak Sap 65
Jumlah 2195
Rata-Rata 73,17
Sumber: Data diolah tahun 2009.
Selanjutnya, dari data di atas akan diuraikan jumlah siswa dan persentase
pencapaian ketuntasan belajar terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 7
Distribusi Hasil Tes Akhir Siklus 1
Hasil Tes
No. Nilai
Frekuensi Persentase (%)
1 ≥ 65 24 80
2 < 65 6 20
Jumlah 30 100
Tabel 8
Laporan Penyampaian Ringkasan Berita
Tiap Kelompok oleh Pembicara
No. Butir Jumlah Keterangan
Siswa
1. Ketepatan menyampaikan topik berita 13 86,67%
2. Ketepatan menyampaikan pikiran 12
pokok 80,00%
3. Ketepatan menyampaikan pikiran 12
penjelas 80,00%
4. Ketepatan menarik kesimpulan isi berita 13 86,67%
Rata-rata 12,5 83.33%
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa ada 13 kelompok yang mampu
menyampaikan topik berita dengan tepat dan benar, hal ini berarti ada 2 kelompok
yang belum tepat menyampaikan topik berita, yakni kelompok 5 dan 6.
Selanjutnya, ketepatan menyampaikan pikiran pokok juga banyak menimbulkan
kesalahan. Pada bagian ini hanya 12 kelompok (80%) yang dinilai cukup baik
menyampaikan pikiran pokok yang terdapat di dalam berita, sedangkan 3
kelompok masih salah. Begitu pula pada bagian ketepatan menyampaikan pikiran
penjelas ada 12 kelompok yang mampu menyampaikannya dengan baik dan
benar, sedangkan 3 kelompok masih salah. Kesalahan siswa itu karena ia masih
menyalin kalimat yang ada di dalam berita secara utuh. Kekeliruan siswa
menyampaikan pikiran pokok dan pikiran penjelasan isi berita ada kaitannya
dengan kekurangpahaman siswa dengan kata-kata kunci yang dibicarakan dalam
berita. Kemudian pada bagian ketepatan siswa menarik kesimpulan diketahui 12
kelompok sudah benar dan baik dan masih ada 3 kelompok yang benar membuat
kesimpulan. Hal ini terjadi karena siswa masih menyalin kalimat berita, ada pula
yang hanya menyalin kalimat judul berita, dan satu kelompok tidak menuliskan
kesimpulan berita.
Dari hasil kegiatan penyampaian ringkasan isi berita secara keseluruhan
cukup baik. Rata-rata kemampuan siswa mencapai 83,33%, sedangkan 16,67%-
nya belum tepat.
Ditinjau dari aktivitas siswa dalam kelompok, yang meliputi kerja sama,
menjawab pertanyaan, memberikan tanggapan, dan keaktifan, dan ketekunan.
Laporan kelima aktivitas itu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9
Distribusi Penilaian Aktivitas Siswa dalam Kelompok Siklus 2
Aspek yang dinilai
No Klp Inisial Menjawab Memberikan Ketekunan
Kerjasama Keaktifan
pertanyaan Tanggapan
TS 1 1 1 1 1
1 1 ID 1 1 1 1 1
RS 1 1 1 1 1
2 2 Sup 1 1 1 1 1
AW 1 0 0 1 0
3 3 Dam 1 0 1 1 0
MY 1 1 1 1 1
4 4 Gus 1 1 1 1 1
Apr 1 1 0 0 1
5 5 AS 1 0 0 0 0
Mu 1 0 0 0 0
6 6 Nas 1 0 0 0 0
AI 1 1 1 0 1
7 7 FA 1 1 1 1 1
MY 1 0 1 1 1
8 8 M.KR 1 1 1 1 1
IP 1 1 0 1 1
9 9 HP 1 1 0 1 1
OPN 1 1 1 1 1
10 10 RI 1 1 1 1 1
AZ 1 1 1 1 1
11 11 DR 1 1 1 1 1
EM 1 1 1 1 1
12 12 JS 1 1 1 1 1
Suk 1 0 1 1 1
13 13 FW 1 1 1 1 1
KH 1 1 1 1 1
14 14 CAW 1 1 1 1 1
15 15 ASap 1 1 1 1 1
Arn 1 1 1 1 1
Jumlah 30 23 23 25 25
Rata-rata (%) 100 76,67 76,67 83,33 83,33
Keterangan:
Nilai 1 = melakukan kegiatan
Nilai 0 = tidak melakukan
Dari Tabel 9 di atas hasilnya dapat diketahui dalam tabel berikut ini.
Tabel 10
Laporan Aktivitas Siswa dalam Kelompok
No. Kegiatan Jumlah Siswa Persentase
1 Kerja sama 30 100,00%
2 Menjawab pertanyaan 23 76,67%
3 Memberikan tanggapan 23 76,67%
4 Keaktifan 25 83,33%
5 Ketekunan 25 83,33%
Jumlah 126
Rata-Rata 25,20 84,00%
Selanjutnya, dari data di atas akan diuraikan jumlah siswa dan persentase
pencapaian ketuntasan belajar terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 12
Distribusi Hasil Tes Akhir Siklus 2
Hasil Tes
No. Nilai
Frekuensi Persentase (%)
1 ≥ 65 27 90
2 < 65 3 10
Jumlah 30 100
Tabel 13
Hasil Uji t Perbandingan Nilai Tes Siklus 1 dan Siklus 2
Paired Differences
95% Confidence Sig. (2-
Std. Std. Error Interval of the tailed)
Ui Statistik t df
Mean Deviation Mean Difference
Lower Upper
Pair Hasil Tes Siklus 2 -
3,667 6,940 1,267 1,075 6,258 2,894 29 ,007
1 Hasil Tes Siklus 1
Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai uji t hitung sebesar 2,894, berada
pada tahap signifikansi 0,007 atau lebih kecil dari 0,005. Dengan demikian nilai
tes siklus 2 dinyatakan lebih besar daripada nilai tes siklus 1.
4.2 Pembahasan
Dari hasil observasi peneliti pada siklus pertama dan kedua yang dilakukan
pada saat siswa mengerjakan tes akhir maka hasilnya mengalami peningkatan.
Peningkatan aktivitas siswa tersebut tergambar pada grafik berikut ini.
78
76,83
77
76
75
74
73,17
73
72
71
Nilai rata-rata siklus 1 Nilai rata-rata siklus 2
Grafik 1. Hasil Tes Akhir Siklus 1 dan 2
Aktivitas siswa pada siklus 1 rata-rata diperoleh 73,17 %, dan pada siklus
kedua diperoleh 76,83 %. Dengan demikian, terdapat kenaikan aktivitas, baik
aktivitas menulis dan berpikir siswa dari siklus pertama ke siklus kedua.
Selain itu, peningkatan ketuntasan belajar siswa juga terjadi pada setiap
siklus. Ketuntasan belajar siswa pada siklus pertama mencapai 80 %, pada siklus
kedua 90 %. Dengan demikian, terdapat kenaikan pencapaian ketuntasan belajar
siswa secara klasikal dari siklus pertama ke siklus kedua.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman terhadap
isi berita melalui model pembelajaran cooperative script pada siswa kelas VII
SMP Muhammadiyah Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir. Peningkatan tersebut
diketahui dari hasil tes akhir siklus pertama menunjukkan rata-rata pemahaman
siswa 73,17 dan siklus kedua meningkat sebesar 76,83.
Pemahaman terhadap isi simakan berita baik secara klasikal juga mengalami
peningkatan dari siklus 1 sampai dengan siklus 2. Pada siklus 1 jumlah siswa yang
mampu mencapai nilai ≥ 65 adalah 80% dan siklus kedua mencapai 90%. Artinya,
pada akhir penelitian didapatkan lebih dari 85% siswa mampu menyimak isi
berita.
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk
menguraikan langkah-langkah model pembelajaran cooperative script sehingga
siswa diharapkan dapat memahami isi berita. Pemahaman terhadap isi berita
masih perlu dilakukan penegasan kembali dan dipelukan pula bimbingan terutama
pada aktivitas siswa menjawab pertanyaan dan memberikan tanggapan. Selama
berlangsung proses pembelajaran, siswa tampak ragu-ragu untuk menjawab
pertanyaan. Hal ini disebabkan para siswa takut salah dalam menjawab
pertanyaan. Begitu pula pada aktivitas memberikan tanggapan, kegiatan masih
kurang dilakukan siswa. Sebagian besar siswa hanya diam saja mendengarkan
pertanyaan dari temannya. Setelah guru memberikan motivasi dan bimbingan
barulah para siswa berani untuk memberikan tanggapan. Hal ini dilakukan untuk
menarik perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran sehingga pada
akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan ketelitian siswa dalam memahami isi
berita.
Sampai pada akhir tindakan kedua masih ada tiga orang yang mendapatkan
nilai akhir di bawah 65. Batas nilai yang dicapai oleh siswa adalah batas
kemampuan berdasarkan prinsip belajar tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran cooperative script masih menemukan kendala.
Kendala tersebut diketahui dari hasil temuan lapangan bahwa lemahnya daya
ingatan siswa, meskipun sudah berulang-ulang peneliti menjelaskan tentang isi
berita namum ketiga orang siswa tersebut belum juga mencapai batas ketuntasan
minimum. Efektitivitas model pembelajaran cooperative script perlu mendapatkan
perhatian guru pada saat mengajarkan materi pembelajaran. Keefektifan tersebut
terlihat pada saat siswa menjawab soal dari temannya. Di antara siswa masih ada
yang kurang lengkap mengikuti petunjuk untuk mengikuti langkah-langkah model
pembelajaran cooperative script dalam memahami isi berita.
Pada sisi lain diketahui pula bahwa penggunaan model pembelajaran
cooperative script memberikan beberapa manfaat dalam meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami isi berita, khususnya dalam melatih
keterampilan siswa untuk berdiskusi dan tanya jawab, antara lain.
1. Pembelajaran berlangsung lebih efektif.
2. Keaktifan siswa akan lebih meningkat dengan bimbingan dari guru.
3. Terjadi interaksi yang positif antara siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan guru.
4. Proses pembelajaran berjalan lebih terarah dan lebih menarik.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII
SMP Muhammadiyah dalam pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari
adanya peningkatan rata-rata hasil tes siklus 1 diketahui 73,17 dan hasil tes siklus
2 rata-rata 76,83. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1
diperoleh 80% dan siklus 2 diperoleh 90%. Dengan demikian, ketuntasan belajar
siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 10%.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas berikut ini dapat penulis sarankan:
1. Kepada guru bahasa Indonesia kiranya dapat menerapkan model pembelajaran
cooperative script sebagai salah satu alternatif yang dapat dipilih dalam proses
pembelajaran berita. Kemudian dalam menerapkan pembelajaran cooperative
script, hendaknya guru bahasa Indonesia dapat memperhatikan efektivitas
dalam mengelola kelas dan penggunaan waktu.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru/peneliti lain, sebagai
upaya mendukung inovasi pembelajaran khususnya dalam menerapkan model
pembelajaran cooperative script.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Sulistyo. 1983. Teknik dan Jasa dokumentasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1
Clemes, Harris. 2001. Mengajarkan Disiplin Kepada Anak. Jakarta. Mitra Utama.
Erdina, Maria Sinta dan Agus Supriatna. 1998. Penataran Tertulis Tipe A untuk
Guru-Guru SLTP jurusan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Itule, Bruce D., and Anderson, Douglas. 1991. A. New Writing and Reporting for
Today’s Media. New York: Random House Inc.
Prayitno dan Amti. 2002. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Surya, Hendra. 2003. Kiat Mengajak Anak Belajar dan Berprestasi. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.