You are on page 1of 51

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII

DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK BERITA MELALUI MODEL


PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kurikulum nasional untuk mata ajar Bahasa dan Sastra Indonesia
berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Hakikat
belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Hakikat belajar sastra adalah
memahami manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, hakikat
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ialah peningkatan kemampuan siswa
untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar secara lisan
dan tulis.
Pembelajaran bahasa Indonesia yang diberikan kepada para siswa meliputi
empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Di antara
keempat aspek tersebut, peneliti hanya memfokuskan pada aspek menyimak.
Aspek menyimak ini dipilih karena sangat mendukung terjadinya proses
berkomunikasi secara lisan.
Kegiatan menyimak merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh
siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Hampir seluruh guru yang
mengajar, tak terkecuali bahasa Indonesia, selalu memberikan penjelasan materi
pelajaran kepada siswa melalui proses lisan. Untuk memahami penjelasan guru,
siswa harus menyimak dengan baik. Jika tidak, siswa menemui kegagalan dalam
proses pembelajaran.
Kegiatan menyimak berperan penting dalam pengembangan kemampuan
berbahasa seseorang terutama para siswa. Namun, pembelajaran menyimak bukan
semata-mata penyajian materi dengan mendengarkan segala sesuatu informasi,
melainkan ada proses pemahaman yang harus dikembangkan.
Penelitian tentang menyimak kurang mendapat perhatian dari kalangan
peneliti. Hal ini berdasarkan pendapat Tarigan (1994:132), “Suatu penelitian yang
sangat berharga dalam bidang keterampilan menyimak yang sampai kini masih
langka.” Kelangkaan penelitian menyimak tersebut cukup beralasan, sebab di
sekolah tidak pernah dilakukan tes menyimak. Umumnya tes yang dilakukan oleh
pihak sekolah adalah mengukur hasil belajar, sedangkan kemampuan menyimak
menitikberatkan pada proses. Itulah sebabnya, kemampuan menyimak kurang
mendapat tempat di sekolah.
Menurut Surya (2003:29), “Di negara Indonesia, anak didik sebagian besar
hanya mampu memusatkan perhatian dan pikiran berkisar 10-20 menit saja setiap
tatap muka. Hal ini disebabkan kurangnya keterlibatan siswa secara kontinyu
dalam belajar.”
Pembelajaran menyimak berita telah diberikan guru kepada siswa kelas VII
SMP Muhammadiyah Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir, namun gambaran yang
ada menunjukkan bahwa secara klasikal, hasilnya hanya mencapai rata-rata 55
atau belum memuaskan. Hal ini didapat dari hasil tes yang diberikan pada tanggal
4 April 2009 terhadap siswa. Hasil ini juga tergambar saat peneliti menanyakan
kembali isi bagian berita yang diambil dari salah satu surat kabar Palembang, para
siswa banyak tidak bisa menjawabnya dengan baik. Siswa masih kurang
konsentrasi dalam menyimak sehingga mereka sulit menceritakan kembali isi
berita yang menjadi objek simakan. Kondisi ini disebabkan kenyataan bahwa
pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan guru masih bercirikan
pendekatan struktural dengan metode ceramah, sehingga siswa kurang mampu
mengungkapkan kembali isi bahan simakan.
Atas dasar kenyataan lapangan tersebut maka perlu diterapkan sebuah
model pembelajaran skrip kooperatif (cooperative script) yang dapat membantu
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimak berita. Penggunaan model
pembelajaran skrip koperatif dapat meningkatkan proses belajar siswa dalam
pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Dalam proses pembelajaran, model pembelajaran cooperative script
diterapkan secara berpasangan, yakni satu orang sebagai pendengar dan satu orang
sebagai pembicara atau sebaliknya untuk melisankan ikhtisar, bagian-bagian dari
materi yang dipelajari. Model pembelajaran ini dapat menggunakan metode
bermain peran (role playing), diskusi, atau pemberian tugas.
Sepanjang sepengetahuan penulis, model pembelajaran cooperative script
belum pernah dipakai dalam penelitian tindakan kelas oleh mahasiswa. Penulis
juga tidak menemukan hasil penelitian penerapan model pembelajaran
cooperative script, baik berjenis eksperimen maupun penelitian deskriptif.
Penelitian Yuridah (2004:49) mengenai kemampuan menyimak melalui
model distogloss dapat meningkat sebesar 90%. Penelitian ini dilaksanakan pada
siswa kelas V SD Negeri Tanjung Karang kecamatan Rambutan Kabupaten
Banyuasin. Berbeda dengan penelitian terdahulu, peneliti kali ini peneliti
menggunakan model pembelajaran cooperative script untuk meningkatkan
kemampuan menyimak siswa.
Pentingnya model pembelajaran cooperative script karena model
pembelajaran ini mempunyai peran strategis dalam upaya mendongkrak hasil
belajar siswa. Dalam penerapannya guru menyesuaikan dengan kondisi kebutuhan
siswa, sehingga guru diharapkan mampu menyampaikan materi dengan tepat
tanpa mengakibatkan siswa mengalami kebosanan.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti
melakukan penelitian tindakan kelas mengenai upaya meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VII dalam pembelajaran menyimak berita melalui model
pembelajaran Cooperative Script di SMP Muhammadiyah Tanjung Raja
Kabupaten Ogan Ilir. Dipilihnya siswa kelas VII SMP Muhammadiyah Tanjung
Raja Kabupaten Ogan Ilir sebagai lokasi penelitian karena peneliti sebagai guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tersebut. Di samping itu, kemampuan
siswa kelas VII menyimak berita masih perlu ditingkatkan lagi.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar siswa kelas VII
dalam pembelajaran menyimak berita dapat meningkat melalui model
pembelajaran cooperative cript di SMP Muhammadiyah Tanjung Raja Kabupaten
Ogan Ilir.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan hasil
belajar siswa kelas VII dalam pembelajaran menyimak berita melalui model
pembelajaran cooperative cript di SMP Muhammadiyah Tanjung Raja Kabupaten
Ogan Ilir.

1.4 Manfaat Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun
praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan tambahan
literatur dalam menunjang program pengajaran Bahasa Indonesia di SMP.

1.4.2 Manfaat Praktis


Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa, yang
hasilnya dapat dirasakan langsung dalam mengatasi kesulitan siswa pada waktu
menyimak. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat bermafaat bagi guru sebagai
alternatif untuk meningkatkan kemampuan menyimak berita melalui pembelajaran
cooperative script.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Belajar


Menurut Sahertian (2004:20), “Hasil belajar merupakan gambaran tingkat
penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dipelajari,
yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang
disusun sesuai dengan sasaran belajar.”
Gagne dan Briggs (dalam Nasution, 2006:2) menyatakan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses
belajar. Reigeluth (dalam Nasution, 2006:2) mengemukakan bahwa hasil belajar
adalah prilaku yang dapat diamati yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki
seseorang. Pendapat lain dikatakan oleh Surya (2003:64) bahwa hasil belajar ialah
“berbentuk perubahan pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan.”
Prayitno (2002:164) menyatakan bahwa hasil belajar adalah “sesuatu yang
baru, baik dalam kawasan kognitif, afektif, konatif, maupun psikomotorik/
keterampilan.” Pendapat yang senada dikemukakan oleh Depdiknas (2003:3),
“Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang utuh yang mencakup kemampuan
kognitif, kemampuan psikomotor, dan kemampuan afektif atau perilaku.”
Sedangkan menurut Hamalik (2004:28), “Hasil belajar yang utama ialah
perubahan pola tingkah laku yang bulat.”
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik
bahasan yang dipelajari berupa perubahan perilaku belajar siswa. Perubahan
tingkah laku ini meliputi segenap ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Berkaitan dengan penelitian ini penulis membatasi hasil belajar pada ranah
kognitif yang dilihat dari kemampuan siswa dalam proses pembelajaran yang
ditinjau dari nilai-nilai yang diperoleh oleh siswa.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Hasil belajar adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai Menurut
Winkel (2004:162). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah bukti dari suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu
guna memperoleh perubahan tingkah laku yang ditempatkan dalam interaksi
dengan lingkungan sekitarnya.
Dalam upaya meningkatkan daya serap hasil belajar dapat dipengaruhi
faktor antara lain :
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri anak, misalnya
motif tertentu dalam siswa. Siswa yang mempunyai motif tertentu dalam
belajar akan lebih berhasil dari pada siswa yang tidak mempunyai motif.
Seseorang melakukan aktivitas karena ada yang mendorongnya.
Dalam hal ini motivasilah sebagai dasar penggeraknya yang mendorong
seseorang untuk belajar. Seseorang yang berminat untuk belajar yang belum
sampai pada tataran motivasi maka belum menunjukkan aktivitas nyata.
Motivasi seseorang dapat dijabarkan dalam bentuk minat. Minat merupakan
kecenderungan psikologis yang menyenangi objek, belum sampai melakukan
kegiatan. Hal ini berarti pula bahwa minat adalah alat motivasi dalam belajar.
Minat merupakan potensi psikologis yang dapat dimafaatkan untuk menggali
motivasi. Bila seseorang telah termotivasi untuk belajar, maka ia akan
melakukan aktivitas belajar dalam rentangan waktu tertentu. Oleh karena itu,
motivasi diakui sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar
seseorang.
Motivasi siswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada
bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan saat siswa
melaksanakan kegiatan. Pada pembelajaran kooperatif siswa yakin bahwa
tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa lain juga akan mencapai
tujuan tersebut.

b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri anak itu sendiri
misalnya faktor keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat.
Situasi keluarga yang kurang menunjang proses belajar seperti: kekacauan
rumah tangga (broken home), kurang perhatian orang tua, cara orang tua mendidik
yang kurang baik, kurang kemampuan orang tua dalam memberikan pengawasan
dan perhatian.
Faktor lingkungan sekolah yang kurang mampu menunjang proses belajar,
seperti kurang memadainya sarana atau sumber belajar; cara-cara guru dalam
mengajar yang kurang menarik, kurikulum atau materi yang dipelajari tidak sesuai
dengan kemampuan peserta didik, perlengkapan belajar yang kurang, cara
evaluasi, ruang belajar, sistem administrasi, waktu belajar, situasi sekolah dan
sebagainya.
Lingkungan sosial yang yang kurang memadai, seperti: pengaruh negatif
dalam pergaulan, situasi masyarakat yang kacau, gangguan kebudayaan, seperti
film, bacaan-bacaan dan sebagainya (Slameto, 2003:24).
Banyak orang yang belajar dengan susah payah, tetapi tidak mendapatkan
hasil apa-apa, hanya kegagalan yang ditemui. Penyebabnya tidak lain karena
belajar tidak teratur, tidak disiplin, dan kurang bersemangat, tidak tahu bagaimana
cara berkonsentrasi dalam belajar, mengabaikan masalah pengaturan waktu dalam
belajar, istirahat yang tidak cukup, dan kurang tidur. Oleh karena itu, dalam
belajar terdapat hal-hal yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada siswa.
Djamarah (2002:10) berpendapat bahwa “siswa perlu ditanamkan kebiasaan
belajar, yaitu: (1) belajar dengan teratur; (2) disiplin; (3) konsentrasi; (4)
pengaturan waktu.”
Menurut pendapat Winkel (2004:22) bahwa
Kedisiplinan adalah suatu peraturan yang sedikit, tetapi jelas atau
tegas di mana isi dan rumusan peraturan dipikirkan secara mantap
dan matang, dibina dan dikembangkan secara lebih nyata agar
supaya apa yang diinginkan itu dapat terwujud dengan baik,
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menumbuhkan kedisiplinan merupakan bagian dari tugas orang tua di
rumah. Menciptakan kedisiplinan ini harus dimulai dari dalam diri kita sendiri,
barulah dapat mendisiplinkan orang lain sehingga akan tercipta ketenangan,
ketentraman, dan keharmonisan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Darmodihardjo (1999:12) yang mengatakan bahwa “seorang tidak akan efektif
menanamkan kedisiplinan apabila dia sendiri tidak mengetahui apa yang menjadi
keinginan orang lain.”
Menerapkan disiplin yang konsisten merupakan kunci utama untuk
mengatasi sebagian besar masalah yang dihadapi para orang tua dalam mendidik
anak-anak. Proses pendisiplinan memungkinkan orang tua untuk mempertahankan
kewenangan yang efektif di rumah, sehingga hubungan yang serasi antara orang
tua dan anak-anak dapat terwujud.
Orang tua yang disiplin, yaitu mereka yang bisa bersikap tegas, layak
dipercaya dan dapat berkomunikasi dengan jelas, pasti mampu menciptakan suatu
sistem dan menjadi suri teladan bagi anak-anak mereka. Orang tua seperti ini akan
mampu mendorong anak-anak untuk menjadi anak-anak yang disiplin juga.
Dalam hal ini Clemes (2001:7) mengemukakan bahwa “alasan utama mengapa
anak-anak yang bermasalah tidak mau berubah adalah karena kedua orang tua
mereka tidak bersedia mengubah cara mereka dalam mengatasi setiap masalah.”
Dalam belajar disiplin sangat diperlukan. Disiplin dapat melahirkan
semangat menghargai waktu, bukan menyia-nyiakan waktu berlalu dalam
kehampaan. Budaya jam karet adalah musuh besar bagi mereka yang
mengagumkan disiplin dalam belajar. Mereka benci menunda-nunda waktu
belajar. Setiap jam bahkan setiap detik sangat berarti bagi mereka yang menuntut
ilmu di mana dan kapan pun juga.
Orang-orang yang berhasil dalam belajar dan berkarya disebabkan mereka
selalu menempatkan disiplin di atas semua tindakan dan perbuatan. Semua jadwal
belajar yang telah disusun mereka taati dengan ikhlas. Mereka melaksanakannya
dengan penuh semangat. Rela mengorbankan apa saja demi perjuangan
menegakkan disiplin pribadi.
Untuk mengatasi permasalahan dalam belajar siswa memerlukan
bimbingan belajar secara efektif, yaitu lebih praktis dan mengarah kepada hal
yang sedang dihadapi. Masalah belajar merupakan masalah yang sering terjadi
pada anak-anak di sekolah, karena itu betapa pentingnya peranan orang tua dalam
usaha untuk mengatasi kesulitan belajar siswa, agar apa yang diharapkan dapat
tercapai dengan baik.
Bimbingan memegang peranan penting baik bersifat individual maupun
kelompok. Bimbingan yang bersifat individual maksudnya sesuatu yang diberikan
kepada siswa memuat apa yang ia terima, didengar dan apa yang ia amati
sehingga menjadi milik individu. Bimbingan kelompok dilakukan secara
kelompok kepada siswa yang bermasalah.

2.3 Pengertian Menyimak


Menurut Tarigan (1994:28), “Menyimak adalah suatu proses
mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau
pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang
pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.”
Menurut Erdina (1998:7), “Menyimak pada hakikatnya adalah
mendengarkan dan memahami isi bahan simakan.” Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tujuan utama menyimak adalah menangkap, memahami, atau
menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan simakan.

2.4 Berita
2.4.1 Pengertian Berita
Berita adalah hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial yang terdapat
dalam kehidupan. Itulah sebabnya ada orang yang beranggapan bahwa penulisan
berita lebih merupakan pekerjaan merekonstruksikan realitas sosial daripada
gambaran dari realitas itu sendiri. Pendapat Nancy Nasution (dalam Basuki,
1983:1) menyebutkan bahwa berita iala laporan tentang peristiwa-peristiwa yang
terjadi, yang ingin diketahui oleh umum, dengan sifat-sifat aktual, terjadi di
lingkungan pembaca, mengenai tokoh terkemuka, akibat peristiwa tersebut
berpengaruh terhadap pembaca.
Purwadarminta (1998) mengatakan bahwa berita adalah laporan tentang
satu kejadian yang terbaru. Kedua pengertian ini menimbulkan pendapat bahwa
tidak semua yang tertulis dalam surat kabar atau majalah bisa disebut sebagai
berita. Iklan dan resep masakan tidak bisa disebut berita. Yang disebut berita
adalah laporan tentang sebuah peristiwa. Dengan perkataan lain, sebuah peristiwa
tidak akan pernah menjadi berita bila peristiwa tersebut tidak dilaporkan.

2.4.2 Nilai-nilai Berita


Tidak setiap berita bisa dijadikan berita jurnalistik. Ada ukuran-ukuran
tertentu yang dipenuhi agar suatu kejadian atau peristiwa dapat diberitakan.
Ukuran ini disebut sebagai Kriteria Layak Berita (News Value), yaitu layak
tidaknya suatu peristiwa ditulis oleh suatu media. Menurut Harianto (2007:1),
peristiwa yang dianggap mempunyai nilai berita atau layak berita adalah yang
mengandung satu atau beberapa unsur berikut ini:
1. Actual (kekinian). Peristiwa diliput dan ditulis karena baru saja terjadi atau
mengandung hal kekinian. Jika peristiwa sudah lewat, maka dianggap basi.
Contoh: Acara Dialog Interaktif “Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga“
yang diadakan oleh UKM Penulis UM pada tanggal 23 Nopember 2006, akan
menjadi tidak actual jika beritanya dimuat seminggu kemudian
2. Signikansi (penting). Peristiwa penting yang berpeluang mempengaruhi
kehidupan orang banyak, atau kejadian yang mempunyai akibat terhadap
kehidupan pembaca.
Contoh: bencana alam Tsunami menjadi peristiwa sangat penting karena
dampaknya sangat besar, baik korban jiwa maupun kerugian material.
3. Magnitude (besar). Peristiwa besar yang berpengaruh bagi kehidupan orang
banyak, atau peristiwa yang menyangkut angka-angka yang bila dijumlahkan
akan sangat menarik bagi pembaca.
Contoh: bencana alam Tsunami di Aceh menjadi besar karena dari sekian
banyak daerah yang terkena Tsunami. Aceh adalah daerah yang paling
terbesar dalam jumlah kerusakan dan jumlah korban. Contoh lain adalah
angka drop out mahasiswa yang mencapai angka ratusan.
4. Proximity (kedekatan). Peristiwa yang terjadi dekat dengan pembaca.
Biasanya, kedekatan ini bersifat geografis atau emosional.
Contoh: ledakan bom di India dan Bali yang masing-masing menewaskan 10
orang. Orang Indonesia akan memilih membaca ledakan bom di Bali terlebih
dahulu daripada ledakan bom di India.
5. Prominence (tenar). Peristiwa yang menyangkut orang, benda atau tempat
yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca.
Contoh: perkelahian antara Walikota dan Wakil Walikota atau pemugaran
Candi Borobudur.
6. Human Interest (manusiawi). Peristiwa yang memberi sentuhan perasaan
bagi pembaca. Biasanya, peristiwa menyangkut orang biasa dalam situasi luar
biasa, atau orang besar dalam situasi biasa.
Contoh: peristiwa operasi kembar siam atau Rektor UM melihat konsernya
Tani Maju.
7. Konflik. Peristiwa yang menghadirkan dua pihak yang saling berlawanan
kepentingan.
Contoh: peristiwa perang di Aceh, demonstrasi menentang pembangunan
MATOS, pertandingan Arema melawan Persebaya, perselisihan antara Rektor
dengan mahasiswa.
8. The Unsual (tidak biasa). Peristiwa yang tidak biasa terjadi.
Contoh: wanita yang memiliki tinggi 90 cm menjadi pemain basket yang
sangat andal.
Tidak semua laporan tentang kejadian pantas dilaporkan kepada khalayak.
Pertengkaran antara suami-istri orang kebanyakan tidak perlu dilaporkan kepada
khalayak. Pekerjaan seorang dosen membimbing mahasiswa juga tidak perlu
dilaporkan kepada khalayak. Di samping merupakan peristiwa rutin, kedua
peristiwa tersebut juga tidak memiliki nilai berita. Selanjutnya, kriteria peristiwa
yang patut dilaporkan kepada khalayak, yaitu peristiwa yang memiliki nilai berita.
Nilai berita sendiri, menurut Julian Harriss, Kelly Leiter dan Stanley Johnson,
mengandung delapan unsur, yaitu: konflik, kemajuan, penting, dekat, aktual, unik,
manusiawi, dan berpengaruh (dalam Alief, 2008:3). Artinya, sebelum seseorang
melaporkan sebuah peristiwa, ia perlu mengkonfirmasikannya dengan kriteria-
kriteria tersebut.
1) Konflik
Informasi yang menggambarkan pertentangan antar manusia, bangsa dan
negara perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu khalayak mudah untuk
mengambil sikap.
2) Kemajuan
Informasi tentang kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi senantiasa
perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan demikian, khalayak mengetahui
kemajuan peradapan menusia. Penting Informasi yang penting bagi khalayak
dalam rangka menjalani kehidupan mereka sehari-hari perlu segera dilaporkan
kepada khalayak.

3) Dekat
Informasi yang memiliki kedekatan emosi dan jarak geografis dengan
khalayak perlu segera dilaporkan. Makin dekat satu lokasi peristiwa dengan
tempat khalayak, informasinya akan makin disukai khalayak.
4) Aktual
Informasi tentang peristiwa yang unik, yang jarang terjadi perlu segera
dilaporkan kepada khalayak. Banyak sekali peristiwa yang unik, misalnya mobil
bermain sepak bola, perkawanan manusia dengan gorila, dan sebagainya.
5) Manusiawi
Informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak, seperti yang bisa
membuat menangis, terharu, tertawa, dan sebagainya, perlu dilaporkan kepada
khalayak. Dengan begitu, khalayak akan bisa meningkatkan taraf
kemanusiaannya.
6) Berpengaruh
Informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan orang
banyak perlu dilaporkan kepada khalayak. Misalnya informasi tentang operasi
pasar Bulog, informasi tentang banjir, dan sebagainya. Jumlah unsur nilai berita
yang harus dipenuhi setiap peristiwa sebelum dijadikan berita berbeda pada setiap
penerbitan pers. Ada surat kabar yang menetapkan hanya lima unsur nilai berita.
Tetapi, ada juga yang enam unsur. Yang jelas, makin banyak sebuah peritiwa
memiliki unsur nilai berita, makin besar kemungkinan beritanya disiarkan oleh
penerbitan pers.

2.4.3 Jenis-Jenis Berita


Kalau kita sepakat bahwa yang menjadi bahan dasar berita adalah realitas
sosial dalam bentuk peristiwa, maka jelas peristiwa itu bermacam-macam. Ada
peristiwa orang berseminar. Ada pula peristiwa pembunuhan. Bahkan ada
peristiwa pembatalan SIUPP. Untuk memudahkan penggolongan jenis-jenis berita
berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia, Basuki membagi
berita berdasarkan: (1) sifat kejadian; (2) masalah yang dicakup; (3) lingkup
pemberitaan; dan (4) sifat pemberitaan (Basuki 1983:5).
1) Berdasarkan Sifat Kejadian
Berdasarkan sifat kejadian terdapat empat jenis berita, yaitu:
a. Berita yang akan terjadi. Misalnya: wawancara seorang wartawan dengan
Goenawan Mohamad yang tampil dalam sebuah seminar.
b. Berita tentang peristiwa yang terjadi mendadak sontak. Misalnya: peristiwa
kebakaran kantor sentral telepon.
c. Berita tentang peristiwa yang direncanakan akan terjadi. Misalnya: peristiwa
peringatan Hari Lingkungan Hidup setiap 5 Juni.
d. Berita tentang gabungan peristiwa terduga dan tidak terduga. Misalnya:
peristiwa percobaan pembunuhan kepala negara pada acara peringatan Maulid
Nabi Muhammad SAW.

2) Berdasarkan Masalah yang Dicakup


Masalah di sini biasanya merujuk kepada aspek kehidupan yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Secara umum, terdapat empat aspek kehidupan
manusia, yaitu: aspek sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Berikut contoh
berita aspek sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan.
Contoh: Berita Aspek Sosial
Pagelaran peringatan HUT ke- 48 Bank Jabar Banten yang
berlangsung pekan lalu di Aula Bank Jabar Banten, jalan Naripan
12-14 Bandung, diisi dengan berbagai kegiatan sosial. Di antaranya,
sunatan masal kepada 100 orang anak, santunan kepada pensiunan
tenaga dasar, dan bantuan pendidikan kepada 20 yayasan.

Contoh: Berita Ekonomi


Untuk kesekian kalinya PT. Pos Indonesia bersama PT
TELKOM melakukan aliansi strategis dalam hal pemanfaatan
sumber daya perusahaan, yang dituangkan dalam suatu perjanjian
kerjasama. Nota kesepahaman tersebut ditandatangani pekan lalu
oleh Wakil Dirutpos, I Ketut Mardjana, dan Dirut PT. TELKOM,
Rinaldi Firmansyah, yang disaksikan Menteri Negara BUMN
Sofyan Djalil, di Kantor Kementrian BUMN Jakarta.

Contoh: Berita Politik


Untuk meningkatkan kemampuan Petugas Pengawas
Lapangan dan Kecamatan menghadapi Pilpres 2009, Panwaslu Kota
Payakumbuh mengadakan “Pelatihan, Bimbingan Teknis
Pengawasan dan Pelanggaran Pada Pemilihan Presiden 2009”, di
Hotel Bundo Kandung, Kota Payakumbuh.
Pelatihan itu diikuti oleh sekitar 100 orang Petugas Pengawas
Lapangan (Panwas Lapangan) dan Panwas Kecamatan, dengan nara
sumber Sudirman Dt. Paduko Tuan (Ketua Panwaslu Kota
Payakumbuh); Elfaiz, SH (Anggota Panwaslu Kota
Payakumbuh/Koordinator Bidang Pengawasan dan Hubungan Antar
Lembaga) dan Yusril Yazid, SH (Anggota Panwaslu Kota
Payakumbuh/Koordinator Bidang Temuan dan Pelanggaran).
Contoh: Berita Aspek Kebudayaan
Karena sejak Minggu pagi hingga siang hari telah berlangsung acara
pembacaan doa-doa keselamatan/istighosah bersama yang
dilantunkan secara bergantian oleh belasan para Kiai ternama dari
berbagai kecamatan yang tersebar di Kabupaten Banyumas, diikuti
oleh para santriwan/santriwati dan warga kecamatan setempat.
Sedangkan pada minggu malam harinya telah berlangsung acara
pagelaran wayang kulit semalam suntuk, yang dimainkan oleh Ki
Dalang Enthus Susmono dengan menampilkan lakon cerita Raden
Gatotkaca Menuntut Janji (kepada para dewata).

Seiring dengan perkembangan masyarakat, keempat aspek ini terasa tidak


memadai lagi. Ia perlu dipecah lagi menjadi berbagai aspek. Karena itu, tidak ada
salahnya menggolongkan jenis berita berdasarkan masalah yang dicakup menurut
jumlah kementrian yang ada dalam Kabinet Pembangunan 6. Atas dasar
pemikiran ini, jenis-jenis berita tersebut menjadi: berita dalam negeri, berita luar
negeri, berita hukum, berita sosial, berita pendidikan dan kebudayaan, berita
pertanian, berita lingkungan hidup, berita perumahan, berita pemuda dan oleh
raga, berita transmigrasi, berita kesehatan, berita ilmu pengetahuan, berita kopersi,
berita pertanahan, berita penerangan, berita perindustrian, berita perbankan, berita
perhubungan, berita perdagangan, berita kehutanan, berita agama, berita
pertambangan, dan berita pangan.
Contoh:
Sudah menjadi kecendrungan dari keluarga sekarang sekarang untuk
memiliki jumlah anak yang lebih kecil daripada keluarga yang lebih
senior usianya.Kita perlu untuk berterima kasih atas program KB
yang sudah lama diluncurkan oleh pemerintah. Kalau begitu apakah
anak-anak dari keluarga kecil hidup lebih beruntung dibandingkan
dengan anak-anak dahulu dari keluarga besar. Dari segi pertumbuhan
biologi bisa dijawab “ya” karena keluarga kecil bisa menyediakan
kebutuhan bahan sandang dan pangan yang lebih baik. Tetapi dari
segi pertumbuhan mental, emosional dan sosial ,pada sebagian
keluarga kecil sekarang, perlu telaah lebih lanjut.
3) Berdasarkan Lingkup Pemberitaan
Lingkup pemberitaan, biasanya, dibagi menjadi empat bagian, yaitu lokal,
regional, nasional, dan internasional. Sebuah berita disebut berlingkup lokal kalau
peristiwa yang dilaporkannya terjadi di sebuah kabupaten dan akibatnya hanya
dirasakan di daerah itu, atau paling-paling di kabupaten lain dalam propinsi yang
sama. Sebuah berita disebut berlingkup nasional kalau pelaporan peristiwa yang
terjadi di satu negara dapat dirasakan di negara lain. Contoh:
Menurut Data Badan Informasi dan Komunikasi Sumatera Utara,
Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu pemerintahan kota dari 29
Kabupaten / Kota di Sumatera Utara berjarak sekitar 80 km dari Kota
Medan (Ibukota Provinsi Sumatera Utara) serta terletak pada lintas
utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas
Tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing
Tinggi, Pematang Siantar, Parapat, Balige, dan Siborong – Borong.

4) Berdasarkan Sifat Pemberitaan


Sifat berita bisa dilihat dari isinya. Ada isi berita yang memberitahu,
mendidik, menghibur, memberikan contoh, mempengaruhi, dan sebagainya. Bisa
saya sebuah berita mempunyai sifat lebih dari satu. Tetapi, sifat berita yang
terutama adalah memberitahu. Contoh:
Muspika Sambas, telah mengimbau para penjual petasan agar
menghentikan aktivitasnya. Mereka memberikan batas atau deadline
satu minggu setelah keluarnya imbauan bersama yang
ditandatangani Danramil, Camat dan Kapolsek Sambas itu. Jika
imbauan tidak digubris mereka akan melakukan razia.

2.4.4 Unsur-Unsur Berita


Secara umum, unsur-unsur berita yang selalu ada pada sebuah berita
adalah: headline, deadline, lead, dan body (Basuki 1983:22-25).
1) Headline
Biasa disebut judul. Sering juga dilengkapi dengan anak judul. Ia berguna
untuk: (1) menolong pembaca agar segera mengetahui peristiwa yang akan
diberitakan; (2) menonjolkan satu berita dengan dukungan teknik grafika.
Contoh: ”Artalyta Suryani terdakwa kasus penyuapan senilai Rp6 miliar, divonis
5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.”
2) Deadline
Ada yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan tanggal
kejadian. Ada pula yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan
tanggal kejadian. Tujuannya adalah untuk menunjukkan tempat kejadian dan
inisial media. Contoh:
Menurut Camat Sambas, Uray Burhanuddin S Sos kepada
Pontianak Post, pihaknya sudah melayangkan imbauan kepada
penjual mercon sejak 30 Oktober 2003. "Dalam upaya pemeliharaan
keamanan dan ketertiban umum serta untuk menghindari terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan, kita minta kepada masyarakat atau
penjual mercon, agar tidak menjual barang tersebut," kata
Burhanuddin ditemui Pontianak Post disela-sela kegiatan pasar
murah di gedung Pancasila, kemarin. Jika dalam waktu satu
minggu, tetap saja ada yang memandel, kata Burhanuddin, tentu
akan dilakukan razia. "Mengapa demikian, karena selain mercon
barang terlarang, juga sangat berbahaya. Lihat saja beberapa tahun
terakhir terjadi perang-perangan dengan mercon kemudian terjadi
perkelahian. Ini kan merugikan kita semua," kata dia.

3) Lead
Lazim disebut teras berita. Biasanya ditulis pada paragraph pertama
sebuah berita. Ia merupakan unsur yang paling penting dari sebuah berita, yang
menentukan apakah isi berita akan dibaca atau tidak. Ia merupakan sari pati
sebuah berita, yang melukiskan seluruh berita secara singkat. Contoh:
Selama persidangan, Terdakwa Artalyta Suryani menolak dituduh
menyuap jaksa Urip dan menyatakan pemberian uang sebesar 660
ribu dolar Amerika adalah uang pinjaman modal untuk jaksa Urip
guna kepentingan bisnis bengkel. Namun, majelis hakim
menyatakan alasan tersebut tidak masuk akal, salah satu anggota
majelis hakim Andi Bachtiar.

4) Body
Atau tubuh berita. Isinya menceritakan peristiwa yang dilaporkan dengan
bahasa yang singkat, padat, dan jelas. Dengan demikian body merupakan
perkembangan berita. Contoh:
Artalyta Suryani alias Ayin ditangkap petugas komisi
pemberantasan korupsi awal bulan Maret lalu sehari setelah petugas
menangkap jaksa Urip dengan uang dolar Amerika senilai 6 miliar
rupiah di tangan. Uang tersebut diduga kuat sebagai suap atas
penghentian penyelidikan kasus BLBI untuk bank BDNI milik
Sjamsul Nursalim. Dalam persidangan ditemukan fakta bahwa
Artalita menghubungi sejumlah jaksa agung muda terkait masalah
ini yang kemudian memaksa jaksa agung Hendarman Supanji
mencopoti sejumlah jaksa agung muda yang diduga terlibat kasus
suap tersebut.

2.4.5 Struktur berita


Struktur berita sangat ditentukan oleh format berita yang akan ditulis.
Struktur berita langsung berbeda dengan beritaringan dan berita kisah., tetapi,
untuk berita langsung, menurut Bruce D. Itule dan Douglas A. Anderson, struktur
yang lazim hanya satu, yaitu piramida terbalik (Itule dan Anderson, 1987:62-63).
Bila diskemakan, struktur ini menjadi:
Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa semua bagian berita sama
pentingnya. Struktur ini sering menyertakan sub judul pada bagian body.
Struktur(1) juga cocok untuk menyajikan berita secara kronologis. Sedangkan
struktur (2) memperlihatkan body, yang semakin ke bawah semakin berkurang
bobotnya.
Struktur-struktur berita di atas bisa dipandang sebagai kerangka berita,
yang akan diisi dengan fakta. Dalam mengisi kerangka berita, satu hal yang perlu
diperhatikan adalah keterkaitan ide yang dikandung satu alinea dengan ide yang
dikandung alinea berikutnya. Kalau keterkaitan itu tidak ada, maka ceritanya akan
tersendat-sendat, tidak ”mengalir”. Pengalaman menunjukkan, hanya berita yang
terasa ”mengalir” saja yang disenangi oleh khalayak.

2.5 Komponen/Faktor-Faktor yang Penting dalam Menyimak


Menurut Tarigan (1994:62), komponen/faktor-fantor penting dalam
menyimak adalah sebagai berikut:
a. membedakan antarbunyi fonemis,
b. mengingat kembali kata-kata,
c. mengidentifikasi tata bahasa dari sekelompok kata,
d. mengidentifikasi bagian-bagian pragmatik, eskpresi, dan seperangkat
penggunaan yang berfungsi sebagai unit sementara mencari arti/makna.
e. menghubungkan tanda-tanda lingusitk ke tanda-tanda para linguistik (intonasi)
dan ke non linguistik (situasi yang sesuai dengan objek supaya terbangun
makna, menggunakan pengetahuan awal (yang kita tahu tentang isi dan bentuk
dan konteks (yang telah siap dikatakan) untuk memperkirakan dan kemudian
menjelaskan makna,
f. mengulang kata-kata penting dan ide-ide penting.
Menurut pendapat Rost (1991:108) bahwa faktor-faktor yang penting
dalam keterampilan menyimak dalam kelas adalah siswa menuliskan butir-butir
penting bahan simakan terutama yang berhubungan dengan bahan simakan.
Selanjutya, Michael (1991:108) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
penting dalam keterampilan menyimak dalam kelas adalah siswa menuliskan
butir-butir penting bahan simakan terutama yang berhubungan dengan bahan
simakan. Untuk dapat mengajarkan menyimak sampai pada pemahaman, guru
perlu menyusun bahan simakan. Penyusunan materi menyimak pun tidak asal
mendapatkan materi saja, tetapi ada beberapa yang harus diperhatikan guru dalam
penyusunan materi ini di antaranya: (1) sasaran kegiatan, (2) sasaran kompetensi
siswa, (3) metode pembelajaran, dan (4) faktor keberhasilan menyimak (Budiman,
2008:2).
Sasaran kegiatan berarti tujuan pembelajarabn menyimak, misalnya
menyimak informasi berupa fakta atau opini. Hal ini ditentukan lebih dahulu.
Sasaran kompetensi siswa berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki siswa
di akhir pembelajran. Misalnya: kemampuan menyeleksi informasi yang
mengandung fakta, mengidentifikasi ketidaksesuaian pernyataan seseorang
dengan fenomena yang ada. Selain itu, menyimak dapat mengembangkan
kemmampuan siswa untuk selektif atas informasi.
Keberhasilan menyimak dipengaruhi juga dengan faktor lingkungan.
Lingkungan mempengaruhi kenyataan siswa dapat menyimak bahan dengan baik
atau tidak. Faktor lingungan yang berpengaruh buruk bagi keberhasilan
pengembangan kompetensi menyimak adalah minimnya fasilita atau tidak ada lab,
suasana menyimak tidak nyaman (ruangan telalu lebar, kelas di sebelah kita
terlalu berisik). Oleh karena itu, peran guru dalam menentukan keberhasilan
menyimak sangat penting. Keempat hal di atas perlu diperhatikan. Materi yang
disusun pun sebaiknya memperhatikan tingkat perkambangan siswa. Tema materi
yang dipergunakan sebaiknya bervariatif. Dengan demikian, siswa kita tidak akan
jenuh belajar dan pembelajaran menyimak menjadi menyenangkan.

2.6 Kunci Keberhasilan dalam Kegiatan Menyimak


Penyimak yang baik apabila individu mampu menggunakan waktu ekstra
untuk mengaktifkan pikiran pada saat menyimak. Ketika para siswa menyimak,
perhatiannya tertuju pada objek bahan simakan. Pada saat itulah akan didapatkan
proses menyimak yang efektif, menyimak yang lemah, dan menyimak yang kuat,
sebagaimana dikemukakan oleh Campbell, dkk (2006:16) pada tabel berikut ini.

Tabel 1
Menyimak yang Efektif
Menyimak yang
Menyimak yang Efektif Menyimak yang Kuat
Lemah
1. Temukan beberapa area Menghilangkan Menggunakan peluang
minat pelajaran yang dengan bertanya “Apa
“kering” isinya untuk saya?”
2. Nilailah isinya, bukan Menghilangkannya Menilai isi, melewati
penyampaiannya jika penyampaiannya kesalahan-kesalahan
jelek penyampaian
3. Tahanlah semangat Anda Cenderung Menyembunyikan
berargumen penilaian sampai paham
4. Dengarkan ide-ide Menyimak kenyataan Menyimak tema inti
5. Bersikap fleksibel Membuat catatan Membuat catatan lebih
intensif dengan banyak. Memakai 4-5
memakai hanya satu sistem berbeda tergantung
sistem pembicara
6. Bekerjalah saat menyimak Pura-pura menyimak Bekerja keras,
menunjukkan keadaan
tubuh yang aktif
7. Menahan gangguan Mudah tergoda Berjuang/menghindari
gangguan, toleransi pada
kegiatan-kegiatan jelek,
tahu cara berkonsentrasi
8. Latihlah pikiran anda Menahan bahan yang Menggunakan bahan yang
sulit, mencari bahan padat untuk melatih pikiran
yang sederhana
9. Bukalah pikiran anda Setuju dengan Mempertimbangkan sudut
informasi jika pandang yang berbeda
mendukung ide-ide sebelum membentuk
yang terbentuk pendapat.
sebelumnya
10. Tulislah dengan huruf Cenderung melamun Menantang,
besar tentang fakta karena bersama dengan mengantisipasi,
berpikir lebih cepat pembicara yang lemah merangkum, menimbang
daripada berbicara bukti, mendengar apa yang
tersirat.
2.7 Model Pembelajaran Cooperative Cript
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan
pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang
memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar
materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas.
Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang
penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat
diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi
proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas,
misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur
materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor
proses belajar.
Menurut Sudrajat (2007:2), model pembelajaran cooperative script (skrip
kooperatif) adalah metode belajar di mana siswa bekerja berpasangan dan
bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang
dipelajari.
Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran cooperative
script adalah sebagai berikut:
a. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
b. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat bahan
ringkasan.
c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar
menyimak/mengoreksi/ menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan
membantu mengingat/ menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya, serta melakukan seperti di atas.
f. Kesimpulan guru.
g. Penutup.
Menurut Baroto (2007:1) model pembelajaran cooperative script
mempunyai kelebihan sebagai berikut:
1) Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan.
2) Setiap siswa mendapat peran.
3) Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Selanjutnya, model pembelajaran cooperative script memiliki kekurangan
yaitu:
1) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2) Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi
hanya sebatas pada dua orang tersebut).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (classroom
action researh). Menurut pendapat Wibawa (2003:8), ”…, dilaksanakannya PTK
(Penelitian Tindakan Kelas) di antaranya ialah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan atau pengajaran yang diselenggarakan oleh guru, yang dampaknya
tidak lagi menemukan permasalahan yang mengganjal di kelas.”

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah Tanjung Raja yang
terletak di Jalan Olahraga nomor 188 Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan
Ilir. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII tahun pelajaran 2008/2009. Jumlah
subjek penelitian adalah 30 orang, yang terdiri atas 21 orang laki-laki dan 9 orang
perempuan. Dipilihnya tempat dan subjek penelitian ini, karena kemampuan
menyimak mereka masih rendah di kelas tersebut. Oleh karena itu, siswa kelas
VII perlu diberi tindakan untuk mengatasi masalahnya.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Membuat Rancangan Pembelajaran
Rancangan pembelajaran mengacu pada model pembelajaran skrip
kooperatif.
3.3.2 Rancangan Pelaksanaan Penelitian
Rancangan pelaksanaan mengikuti langkah-langkah, yaitu:
1. Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan tindakan ini peneliti melakukan kegiatan antara lain:
a. Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan Program Semester.
b. Memnyiapkan instrumen tes dan instrumen observasi.
c. Menyeleksi berita yang bersumber dari salah satu surat kabar Palembang,
misalnya Sumatera Ekspres, Sriwijaya Pos, atau Berita Pagi.

2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini peneliti melakukan kegiatan antara lain:
a. Guru menjelaskan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa.
b. Guru membagi siswa secara berpasangan.
c. Guru membagikan wacana/materi berita yang bersumber dari salah satu
surat kabar Palembang kepada tiap-tiap siswa
d. Guru memerintahkan kepada siswa untuk membaca mataeri bahan dibaca
dan membuat bahan ringkasan.
e. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
f. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
g. Pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang
lengkap dan membantu mengingat/menghapal ide-ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
h. Bertukar peran, siswa yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya.
i. Guru menyimpulkan materi pembelajaran.
k. Penutup.

3. Observasi
Pada saat pelaksanaan tindakan peneliti melakukan observasi terhadap
ketepatan siswa pada saat melaporkan hasil simakan. Kegiatan observasi ini
digunakan untuk menilai keberhasilan proses pembelajaran. Pada waktu
melakukan observasi peneliti bekerja sama dengan salah seorang guru Bahasa
Indonesia yang mengajar di kelas lain. Aspek yang diobservasi ialah aktivitas
siswa bekerja sama dalam kelompok, aktivitas siswa menjawab pertanyaan,
aktivitas siswa mengajukan pertanyaan, dan tanggung siswa dalam kelompok.
4. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah akhir tindakan. Pada tahap refleksi peneliti
melakukan perenungan terhadap pelaksanaan tindakan, baik dari sisi proses
maupun hasil. Namun, yang paling diutamakan adalah penilaian proses. Tahap ini
dimaksudkan untuk mengetahui beberapa kendala dan hambatan yang terjadi pada
saat pelaksanaan tindakan. Apabila di dalam proses tindakan terdapat kendala atau
hambata, peneliti melakukan perbaikan tindakan. Perbaikan tindakan dilakukan
untuk penyempurnaan perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus
berikutnya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


3.4.1 Teknik Observasi
Observasi dilakukan kepada pasangan kelompok, baik sebagai pembicara
maupun sebagai pendengar. Objek yang diobservasi adalah ketepatan siswa
menyampaikan ikhtisar berita (bagi pembicara) dan ketepatan siswa menyimak
ikhtisar berita (bagi pendengar). Instrumen observasi disiapkan dalam bentuk
daftar centang (check list) yang terdiri atas dua pilih yaitu: tepat dan tidak tepat.
Jika siswa tepat melaporkan berita, diberi skor 1. Sebaliknya, jika siswa tidak
tepat melaporkan bahan simakan diberi skor 0. Adapun indikator yang diamati
adalah sebagai berikut.
a. Ketepatan menyampaikan topik simakan
b. Ketepatan menyampaikan pikiran pokok.
c. Ketepatan menyampaikan pikiran penjelas.
d. Ketepatan menarik kesimpulan isi simakan.

3.4.2 Dokumentasi
Dokumentasi adalah sumber data tertulis sebagai pendukung pelaksanaan
penelitian. Data dokumentasi yang diperlukan di sini adalah perangkat
pembelajaran, catatan kehadiran siswa dalam mengikuti kegiatan, dan catatan
lapangan.
3.4.3 Teknik Tes
Tes dilakukan secara tertulis. Tes berbentuk esai berjumlah 10 soal. Materi
yang diujikan mengenai kemampuan siswa menyimak berita yang bersumber dari
Surat Kabar Harian Sumatera Ekspres, Sriwijaya Post, dan Berita Pagi. Cuplikan
berita dibaca oleh guru dan siswa. Setelah siswa menyimak isi berita, siswa diberi
soal untuk menanyakan isi berita yang disimak.

3.5 Teknik Analisis Data


Data-data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) menskor hasil belajar dalam menyimak berita
2) menghitung rata-rata skor yang diperoleh siswa dengan rumus:

 fx
X  (Arikunto, 2003:256)
N

Keterangan:

X = Nilai rata-rata

 fx  Jumlah nilai
N = Jumlah siswa

3) menganalisis ketuntasan belajar siswa secara klasikal


Ketuntasan belajar siswa secara klasikal diketahui jika 85% siswa mendapat
skor ≥ 65. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal ini digunakan untuk
mengetahui keberhasilan pelaksanaan tindakan.
4) menyimpulkan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini berjenis penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada siswa
kelas kelas VII SMP Muhammadiyah Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir
berjumlah 30 orang pada semester genap tahun pelajaran 2008/2009. Waktu
penelitian dimulai dari tanggal 6 April 2009 dan berakhir pada tanggal 4 Mei
2009. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua siklus. Siklus 1 dilaksanakan
pada tanggal 6 April 2009 dan siklus 2 dilaksanakan tanggal 19 April 2009.
Sebelum dilakukan tindakan siswa diberikan tes awal. Tes awal diberikan pada
tanggal 4 April 2009. Adapun hasil tes awal dapat dilihat pada penjelaan berikut
ini.

4.1.1 Hasil Penelitian Tes Awal


Pada awal penelitian, guru memberikan tes awal kepada siswa.
Pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 4 April 2009. Waku pelaksanaan 2 jam
pelajaran. Soal tes awal berbentuk esai. Jumlah soal sebanyak 10 buah.
Soal tes awal dikerjakan siswa secara individual. Siswa diminta
mengerjakan soal, siswa tidak diperbolehkan untuk bekerja sama dalam menjawab
soal. Pada saat pelaksanaan tes awal, guru meminta bantuan kepada salah seorang
guru yang mengajar bahasa Indonesia untuk mengawasi hasil pekerjaan siswa.
Setelah waktu mengerjakan berakhir, siswa diminta untuk meletakkan hasil
pekerjaannya di atas mejanya masing-masing. Kemudian guru dibantu rekan guru
lain mengambil hasil pekerjaan siswa.
Setelah dilakukan pengoreksian, hasil pekerjaan siswa diberi nilai. Adapun
nilai tes awal siswa itu dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Nilai Tes Pada Tes Awal

Frekuensi Frekuensi Frekuensi


No. Nilai
Absolut Relatif Kumulatif
1. 70 – 79 4 13,33% 4
2. 60 – 69 4 13,33% 8
3. 50 – 59 20 66,67% 28
4. 40 – 49 2 6,67% 30
5. 30 – 39 - - -
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan siswa yang memperoleh nilai


nilai 70 – 79 sebanyak 4 orang atau sebesar 13,33%, jumlah siswa yang
memperoleh nilai 60 – 69 sebanyak 4 orang atau sebesar 13,33 %, jumlah siswa
yang memperoleh nilai 50 – 59 adalah 20 orang atau sebesar 66,67 %, dan jumlah
siswa yang memperoleh nilai 40 – 49 hanya 2 orang atau sebesar 6,67 %. Dari
data tersebut dapat disimpulkan keberhasilan siswa mencapai nilai KKM > 65
sebanyak 6 orang. Dengan kata lain, pencapaian ketuntasan belajar siswa pada Tes
Awal hanya sebesar 20 %.

4.1.1 Hasil Pelaksanaan Siklus Pertama


Pelaksanaan penelitian pada siklus pertama pada tanggal 6 April 2009.
Waktu pelaksanaan dimulai dari pukul 07.30 s.d. 08.40 (2 jam pelajaran). Kelas
yang diteliti adalah kelas VII SMP Muhammadiyah Tanjung Raja Kabupaten
Ogan Ilir. Hasil pelaksanaan penelitian deskripsikan berikut ini.
Penelitian siklus pertama dilakukan dalam satu kali tatap muka dan kegiatan
yang dilakukan sesuai dengan kegiatan yang terdapat dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP terlampir) dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative script. Standar kompetensi ialah memahami wacana lisan melalui
kegiatan mendengar berita. Materi yang diajarkan adalah teks berita.
Pada bagian awal pertemuan pertama peneliti melakukan apersepsi dengan
memotivasi siswa. Peneliti menyampaikan indikator pembelajaran (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa). Ada tiga pencapaian indikator yang
harus dicapai oleh siswa, yaitu: 1) mampu mendengarkan pokok-pokok berita
yang dibacakan; 2) mampu menuliskan isi berita dalam beberapa kalimat; 3)
mampu memberikan tanggapan mengenai isi berita. Setelah itu peneliti
melakukan kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan diawali dengan membagi siswa
berpasangan dalam kelompok sehingga terdapat 15 kelompok. Pengelompokan
didasarkan tempat duduk siswa. Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit.
Kemudian, guru membagikan fotokopi isi berita kepada tiap siswa dalam
kelompok. Masing-masing kelompok mendapatkan satu judul berita (judul berita
yang dibagikan terlampir).
Guru menugaskan masing-masing kelompok membuat ringkasan isi berita.
Isi berita yang diringkas mengenai topik berita, pikiran pokok/ide pokok, pikiran
penjelas, dan menyimpulkan isi berita. Kegiatan ini dilakukan selama 20 menit.
Setelah waktu yang disediakan berakhr, guru dan siswa menugaskan masing-
masing kelompok menunjuk satu orang bertindak sebagai pembicara dan yang
lainnya sebagai pendengar. Kemudian guru menugaskan pembicara membacakan
hasil ringkasannya. Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
Kegiatan ini dilakukan bergiliran per kelompok, masing-masing selama 2 menit.
Pada saat berlangsungnya kegiatan peneliti melakukan pengamatan terhadap
kegiatan yang dilakukan siswa. Pada waktu siswa membuat ringkasan tampak
siswa tekun dan bekerja sama dengan baik. Masing-masing kelompok membuat
ringkasan dan berhenti bekerja setelah waktu pengerjaan 20 menit dinyatakan
selesai. Setelah waktu membaca dan meringkas berakhir masih ada tiga kelompok
yang menyatakan belum selesai. Ketiganya adalah kelompok 3, kelompok 13 dan
kelompok 13. Akhirnya peneliti memberikan perpanjangan waktu selama 2 menit.
Setelah waktu perpanjangan, masing-masing pembicara membacakan hasil
ringkasan kelompok mereka di depan kelas, sementara anggota lainnya disuruh
mendengarkan hasil ringkasan kelompok.
Pelaksanaan pembacaan ringkasan berjalan dengan baik. Setelah pembicara
selesai menyampaikan ringkasan isi berita, guru menugaskan siswa memberikan
tanggapan terhadap ringkasan yang disampaikan temannya. Laporan penilaian
pendengar terhadap penyampaian ringkasan berita dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 3
Laporan Penyampaian Ringkasan Berita
Tiap Kelompok oleh Pembicara

No. Butir Jumlah Keterangan


Siswa
1. Ketepatan menyampaikan topik berita 13 86,67%
2. Ketepatan menyampaikan pikiran 10
pokok 66,67%
3. Ketepatan menyampaikan pikiran 11
penjelas 73,33%
4. Ketepatan menarik kesimpulan isi berita 12 80,00%
Rata-rata 11,5 76,67%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa ada 13 kelompok yang


menyampaikan topik berita dengan tepat, hal ini berarti ada 2 kelompok yang
belum tepat menyampaikan topik berita. Hal ini terjadi karena siswa hanya
membacakan judul berita dan mereka mengganggap judul berita itulah yang
menjadi topik berita. Misalnya berita yang berjudul Prabumulih Minta Tambahan
Dokter, sedangkan topik berita mengenai kesehatan.
Selanjutnya, ketepatan menyampaikan pikiran pokok juga banyak
menimbulkan kesalahan. Pada bagian ini hanya 10 kelompok yang dinilai cukup
baik menyampaikan pikiran pokok yang terdapat di dalam berita, sedangkan 5
kelompok masih salah. Begitu pula pada bagian ketepatan menyampaikan pikiran
penjelas hanya 11 kelompok mampu menyampaikannya dengan baik dan benar,
sedangkan 4 kelompok salah menjawab. Kesalahan siswa dalam membuat pikiran
pokok dan pikiran penjelas berita karena siswa belum memahami isi berita secara
keseluruhan. Pada waktu peneliti menjelaskan tentang pikiran pokok dan pikiran
penjelas siswa tersebut masih ada yang ribut dan berbicara dengan teman
sebangku, sehingga hal ini membuat siswa kurang memahami apa yang peneliti
jelaskan. Kekeliruan siswa menyampaikan pikiran pokok dan pikiran penjelasan
isi berita ada kaitannya dengan kekurangpahaman siswa dengan kata-kata kunci
yang dibicarakan dalam berita.
Kemudian pada bagian ketepatan siswa menarik kesimpulan diketahui 12
kelompok sudah benar dan baik dan masih ada 3 kelompok yang benar membuat
kesimpulan. Siswa masih menyalin kalimat awal berita, ada pula yang hanya
menyalin kalimat judul berita, dan satu kelompok tidak menuliskan kesimpulan
berita.
Dari hasil kegiatan penyampaian ringkasan isi berita secara keseluruhan
cukup baik. Rata-rata 76,67% siswa dapat menyampaikan ringkasan berita,
sedangkan 23,43%-nya masih perlu mendapatkan bimbingan dari peneliti.
Ditinjau dari aktivitas siswa dalam kelompok peneliti juga mengadakan
pengamatan dengan dibantu oleh teman guru bahasa Indonesia. Aktivitas yang
diamati meliputi kerja sama, menjawab pertanyaan, memberikan tanggapan, dan
keaktifan, dan ketekunan. Laporan kelima aktivitas itu dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4
Distribusi Penilaian Aktivitas Siswa dalam Kelompok Siklus 1
Aspek yang dinilai
No Klp Inisial Menjawab Memberikan Ketekunan
Kerjasama Keaktifan
pertanyaan Tanggapan
TS 1 1 1 1 1
1 1 ID 1 1 1 1 0
RS 1 0 1 0 1
2 2 Sup 1 0 1 1 1
AW 0 0 0 0 0
3 3 Dam 0 0 1 1 1
MY 1 1 1 1 1
4 4 Gus 1 1 1 1 1
Apr 0 0 1 1 1
5 5 AS 1 0 1 1 1
Mu 1 1 0 1 1
6 6 Nas 0 1 0 0 0
AI 1 1 1 1 1
7 7 FA 1 1 1 1 1
MY 1 0 1 1 0
8 8 M.KR 1 1 0 0 1
IP 1 1 1 1 1
9 9 HP 1 1 1 1 1
OPN 1 1 1 1 1
10 10 RI 1 1 1 1 1
AZ 0 0 1 1 1
11 11 DR 0 0 0 1 1
EM 1 1 1 1 1
12 12 JS 1 1 1 1 1
Suk 1 0 1 1 0
13 13 FW 0 0 0 0 0
KH 1 1 0 1 1
14 14 CAW 1 1 1 1 1
ASap 1 0 1 1 1
15 15 Arn 1 1 1 1 1
Jumlah 23 18 23 25 24
Rata-rata (%) 76,67 60,00 76,67 83,33 80,00
Keterangan:
Nilai 1 = melakukan kegiatan
Nilai 0 = tidak melakukan

Dari Tabel 4 di atas hasilnya dapat diketahui dalam tabel berikut ini.

Tabel 5
Laporan Aktivitas Siswa dalam Kelompok
No. Kegiatan Jumlah siswa Persentase
1 Kerja sama 23 76,67%
2 Menjawab pertanyaan 18 60,00%
3 Memberikan tanggapan 23 76,67%
4 Keaktifan 25 83,33%
5 Ketekunan 24 80,00%
Jumlah 113 -
Rata-Rata 22,6 75,33%

Aktivitas kerjasama diketahui sebesar 76,67%, aktivitas menjawab


pertanyaan 60,00%, aktivitas memberikan tanggapan sebesar 76,67%, keaktifan
siswa dalam kelompok diketahui sebesar 83,33%, dan ketekunan siswa dalam
menjawab pertanyaan sebesar 80,00%. Rata-rata aktivitas siswa dalam kelompok
diketahui sebesar 75,33%. Artinya masih ada siswa yang tidak melakukan
aktivitas dengan baik yakni sebesar 25,67%.
Pada akhir siklus peneliti memberikan tes simakan (soal terlampir). Pada
saat melakukan tes, peneliti membacakan teks berita. Siswa disuruh menyimak isi
berita tersebut. Setelah siswa menyimak berita, peneliti membagikan soal tes
kepada tiap-tiap siswa. Peneliti mengingatkan kepada siswa agar tidak bekerja
sama dalam menjawab soal. Hasil tes siklus 1 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6
Hasil Tes Akhir Siklus 1
No. Nama Nilai
1 TC 80
2 ID 80
3 RDS 60
4 Sup 60
5 AW 70
6 Dam 65
7 MY 90
8 Apr 70
9 HP 80
10 AS 60
11 Ar 60
12 FA 75
13 AI 100
14 Nas 65
15 M.Yud 70
16 Gus 70
17 IP 80
18 OP 90
19 CAW 75
20 KH 60
21 Mu 70
22 M.KR 70
23 EM 100
24 RI 80
25 JS 85
26 AZ 75
27 DR 65
28 Suk 60
29 FW 65
30 Ak Sap 65
Jumlah 2195
Rata-Rata 73,17
Sumber: Data diolah tahun 2009.
Selanjutnya, dari data di atas akan diuraikan jumlah siswa dan persentase
pencapaian ketuntasan belajar terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 7
Distribusi Hasil Tes Akhir Siklus 1
Hasil Tes
No. Nilai
Frekuensi Persentase (%)
1 ≥ 65 24 80
2 < 65 6 20
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan siswa yang mencapai ketuntasan


belajar pada siklus pertama berjumlah 24 orang atau sebesar 80%, sedangkan
siswa yang belum mencapai batas ketuntasan adalah 6 orang atau 20%.
Dari data di atas menunjukkan bahwa nilai yang dicapai siswa pada tes akhir
siklus 1 rata-rata hanya mencapai 73,17. Secara individual pencapaian nilai akhir
pada siklus pertama masih ada siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 65,
sedangkan pencapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal mencapai 80%.
Dengan demikian secara klasikal hasil belajar siswa belum tuntas. Oleh karena itu,
penelitian ini dilanjutkan pada siklus kedua.
Dari hasil observasi pada siklus 1 ini menggambarkan bahwa tindakan yang
diberikan peneliti masih memiliki kendala-kendala, yaitu:
1) Siswa masih kurang baik dalam membuat ringkasan terutama meringkas
pikiran penjelas dan pikiran pokok isi berita. Hal ini disebabkan oleh siswa
bekerja masih kurang berhati-hati dan kurang mengikuti penjelasan dari
peneliti dan temannya.
2) Pada saat berlangsungnya pembelajaran suasana kelas masih ramai atau ribut.
3) Masih ada siswa yang tidak membuat kesimpulan isi berita.
4) Dalam membuat rangkuman/kesimpulan siswa masih kurang begitu
memahami disebabkan oleh beberapa kendala, yaitu:
(a) Siswa yang membacakan resume masih belum begitu lancar dalam
membaca sehingga pasangan sulit untuk menyimak/memahami maksud
dan tujuan resume.
(b) Informasi yang diberikan dari resume sulit dipahami atau terlalu tinggi.
(c) Dalam wacana resume terdapat kata-kata/kalimat-kalimat yang sulit
dipahami, contoh: JAMKESMAS.
Meskipun terdapat kendala dalam pelaksanaan model Cooperative Script,
selama berlangsungnya tindakan peneliti melihat ada beberapa hal yang
mendukung kegiatan.
1) Siswa terlibat langsung.
2) Siswa tidak merasa takut terpojok bila membuat suatu kesalahan.
3) Siswa merasa percaya diri dalam mengungkapkan pendapat.
4) Kelompok yang terbaik dalam membuat kesimpulan adalah kelompok II,
karena anggota kelompok bekerja sama dengan baik, tekun, dan aktif.
Dari data kelemahan dan kendala di atas peneliti merefleksi pelaksanaan
tindakan pada siklus 1 sebagai berikut:
1) Model pembelajaran cooperative script masih dilanjutkan pada tindakan
berikutnya.
2) Pemberian fotokopi teks berita masih tetap dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
3) Siswa harus diberi penekanan pada kegiatan mencari pikiran pokok dan pikiran
penjelas isi berita.
4) Peneliti mengingatkan kepada siswa agar membuat kesimpulan materi
pelajaran.
5) Guru mengontrol kegiatan siswa secara ketat.

4.1.3 Hasil Pelaksanaan Siklus Kedua


Pada siklus kedua materi yang diajarkan adalah mendengarkan dan
memahami isi berita yang dibacakan. Pada awal pembelajaran pertemuan peneliti
menyusun perencanaan dengan terlebih dahulu mengadakan tanya-jawab terhadap
materi yang sudah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Peneliti juga mebuat
rencana RPP dan instrumen penilaian dan menyampaikan indikator pembelajaran
(tujuan pembelajaran yang hendak dicapai siswa).
Pada bagian inti/kegiatan pelaksanaan tindakan peneliti menyusun langkah-
langkah dengan tetap terlebih dahulu membagi siswa berpasangan dalam 15
kelompok menurut tempat duduk siswa. Kepada masing-masing siswa dalam
kelompok dibagikan fotokopi isi berita (judul berita yang dibagikan terlampir).
Langkah selanjutnya, guru menugaskan masing-masing kelompok membuat
ringkasan isi berita. Tiap-tiap siswa membuat ringkasan isi berita. Isi berita yang
diringkas mengenai topik berita, pikiran pokok/ide pokok, pikiran penjelas, dan
menyimpulkan isi berita. Kegiatan ini dilakukan selama 10 menit. Setelah
kegiatan selesai siswa diminta bertukar peran, yang pada siklus 1 berperan sebagai
pembicara sekarang berperan sebagai pendengar, begitu pula sebaliknya.
Pembicara kemudian membacakan hasil ringkasan, sementara pendengar diminta
menyimak/mengoreksi dan menunjukkan ide-ide pokok yang kurang tepat. Siswa
diminta pula mengingat/menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya. menggilirkan siswa sebagai wakil
kelompok untuk membacakan hasil ringkasan. Pada bagian selanjutnya, masing-
masing siswa diberi waktu menyampaikan hasil ringkasannya selama 2 menit.
Pada saat berlangsungnya kegiatan peneliti melakukan pengamatan terhadap
kegiatan yang dilakukan siswa. Pada waktu siswa membuat ringkasan, siswa
mampu bekerja sama dengan baik. Masing-masing pasangan membuat rangkuman
dan berhenti bekerja setelah waktu mengerjakan dinyatakan selesai. Setelah waktu
membaca dan meringkas isi berita berakhir, tidak ada lagi kelompok yang bekerja.
Semua kelompok mempersiapkan hasil ringkasannya.
Siswa yang berperan sebagai pembicara membacakan hasil ringkasan ke
depan kelas, kemudian siswa yang berperan sebagai pendengar mencocokkan
hasil ringkasan yang dibuatnya dengan hasil ringkasannya sendiri. Laporan
penilaian pendengar terhadap penyampaian ringkasan berita dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Tabel 8
Laporan Penyampaian Ringkasan Berita
Tiap Kelompok oleh Pembicara
No. Butir Jumlah Keterangan
Siswa
1. Ketepatan menyampaikan topik berita 13 86,67%
2. Ketepatan menyampaikan pikiran 12
pokok 80,00%
3. Ketepatan menyampaikan pikiran 12
penjelas 80,00%
4. Ketepatan menarik kesimpulan isi berita 13 86,67%
Rata-rata 12,5 83.33%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa ada 13 kelompok yang mampu
menyampaikan topik berita dengan tepat dan benar, hal ini berarti ada 2 kelompok
yang belum tepat menyampaikan topik berita, yakni kelompok 5 dan 6.
Selanjutnya, ketepatan menyampaikan pikiran pokok juga banyak menimbulkan
kesalahan. Pada bagian ini hanya 12 kelompok (80%) yang dinilai cukup baik
menyampaikan pikiran pokok yang terdapat di dalam berita, sedangkan 3
kelompok masih salah. Begitu pula pada bagian ketepatan menyampaikan pikiran
penjelas ada 12 kelompok yang mampu menyampaikannya dengan baik dan
benar, sedangkan 3 kelompok masih salah. Kesalahan siswa itu karena ia masih
menyalin kalimat yang ada di dalam berita secara utuh. Kekeliruan siswa
menyampaikan pikiran pokok dan pikiran penjelasan isi berita ada kaitannya
dengan kekurangpahaman siswa dengan kata-kata kunci yang dibicarakan dalam
berita. Kemudian pada bagian ketepatan siswa menarik kesimpulan diketahui 12
kelompok sudah benar dan baik dan masih ada 3 kelompok yang benar membuat
kesimpulan. Hal ini terjadi karena siswa masih menyalin kalimat berita, ada pula
yang hanya menyalin kalimat judul berita, dan satu kelompok tidak menuliskan
kesimpulan berita.
Dari hasil kegiatan penyampaian ringkasan isi berita secara keseluruhan
cukup baik. Rata-rata kemampuan siswa mencapai 83,33%, sedangkan 16,67%-
nya belum tepat.
Ditinjau dari aktivitas siswa dalam kelompok, yang meliputi kerja sama,
menjawab pertanyaan, memberikan tanggapan, dan keaktifan, dan ketekunan.
Laporan kelima aktivitas itu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9
Distribusi Penilaian Aktivitas Siswa dalam Kelompok Siklus 2
Aspek yang dinilai
No Klp Inisial Menjawab Memberikan Ketekunan
Kerjasama Keaktifan
pertanyaan Tanggapan
TS 1 1 1 1 1
1 1 ID 1 1 1 1 1
RS 1 1 1 1 1
2 2 Sup 1 1 1 1 1
AW 1 0 0 1 0
3 3 Dam 1 0 1 1 0
MY 1 1 1 1 1
4 4 Gus 1 1 1 1 1
Apr 1 1 0 0 1
5 5 AS 1 0 0 0 0
Mu 1 0 0 0 0
6 6 Nas 1 0 0 0 0
AI 1 1 1 0 1
7 7 FA 1 1 1 1 1
MY 1 0 1 1 1
8 8 M.KR 1 1 1 1 1
IP 1 1 0 1 1
9 9 HP 1 1 0 1 1
OPN 1 1 1 1 1
10 10 RI 1 1 1 1 1
AZ 1 1 1 1 1
11 11 DR 1 1 1 1 1
EM 1 1 1 1 1
12 12 JS 1 1 1 1 1
Suk 1 0 1 1 1
13 13 FW 1 1 1 1 1
KH 1 1 1 1 1
14 14 CAW 1 1 1 1 1
15 15 ASap 1 1 1 1 1
Arn 1 1 1 1 1
Jumlah 30 23 23 25 25
Rata-rata (%) 100 76,67 76,67 83,33 83,33
Keterangan:
Nilai 1 = melakukan kegiatan
Nilai 0 = tidak melakukan
Dari Tabel 9 di atas hasilnya dapat diketahui dalam tabel berikut ini.

Tabel 10
Laporan Aktivitas Siswa dalam Kelompok
No. Kegiatan Jumlah Siswa Persentase
1 Kerja sama 30 100,00%
2 Menjawab pertanyaan 23 76,67%
3 Memberikan tanggapan 23 76,67%
4 Keaktifan 25 83,33%
5 Ketekunan 25 83,33%
Jumlah 126
Rata-Rata 25,20 84,00%

Aktivitas kerjasama diketahui sebesar 100%, aktivitas menjawab


pertanyaan 76,67%, aktivitas memberikan tanggapan sebesar 76,67%, keaktifan
siswa dalam kelompok diketahui sebesar 83,33%, dan ketekunan siswa dalam
menjawab pertanyaan sebesar 83,33%. Rata-rata aktivitas siswa dalam kelompok
diketahui sebesar 84%. Artinya masih ada siswa yang tidak melakukan aktivitas
dengan baik yakni sebesar 16%.
Pada akhir siklus peneliti memberikan tes simakan (soal terlampir). Pada
saat melakukan tes, peneliti membacakan teks berita. Siswa diperintahkan untuk
menyimak isi berita tersebut. Setelah siswa menyimak berita, peneliti
membagikan soal kepada tiap-tiap siswa. Peneliti mengingatkan kepada siswa
agar tidak bekerja sama dalam menjawab soal.
Hasil tes siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 11
Hasil Tes Akhir Siklus 2
No. Nama Nilai
1 TC 85
2 ID 100
3 RDS 65
4 Sup 60
5 AW 75
6 Dam 70
7 MY 90
8 Apr 85
9 HP 85
10 AS 65
11 Ar 70
12 FA 75
13 AI 90
14 Nas 65
15 M.Yud 75
16 Gus 60
17 IP 75
18 OP 95
19 CAW 75
20 KH 60
21 Mu 85
22 M.KR 75
23 EM 95
24 RI 80
25 JS 85
26 AZ 80
27 DR 65
28 Suk 65
29 FW 75
30 Ak Sap 80
Jumlah 2305
Rata-Rata 76,83
Sumber: Tes akhir siklus 2 diolah tahun 2009.

Selanjutnya, dari data di atas akan diuraikan jumlah siswa dan persentase
pencapaian ketuntasan belajar terdapat pada tabel berikut ini.

Tabel 12
Distribusi Hasil Tes Akhir Siklus 2
Hasil Tes
No. Nilai
Frekuensi Persentase (%)

1 ≥ 65 27 90

2 < 65 3 10

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan siswa yang mencapai ketuntasan


belajar pada siklus kedua berjumlah 27 orang atau sebesar 90%, sedangkan siswa
yang belum mencapai batas ketuntasan adalah 3 orang atau 10%.
Dari data di atas menunjukkan bahwa nilai yang dicapai siswa pada tes akhir
siklus 2 rata-rata hanya mencapai 76,83. Secara individual pencapaian nilai akhir
pada siklus kedua telah melebihi batas ketuntasan 85%. Dengan demikian secara
klasikal hasil belajar siswa dinyatakan tuntas. Oleh karena itu, penelitian ini
dihentikan karena sudah berhasil mencapai ketuntasan belajar klasikal.
Dari hasil observasi pada siklus 2 menggambarkan bahwa tindakan yang
diberikan peneliti masih ada beberapa kendala, yaitu masih ada siswa kurang baik
dalam membuat ringkasan terutama meringkas pikiran penjelas dan pikiran pokok
isi berita. Hal ini disebabkan oleh siswa bekerja masih kurang berhati-hati dan
kurang mengikuti penjelasan dari peneliti dan temannya. Namun demikian, secara
umumnya ringkasan berita yang dibuat siswa (mampu) dapat dilaporkan sebagai
berikut:
1) siswa sudah lancar membaca resume ringkasan isi berita
2) pasangan tidak mengalami kesulitan dalam membuat ringkasan
3) pendengar melakukan tanggapan secara aktif terhadap isis ringkasan yang
disampaikan pembicara
4) pembaca sudah mampu dan baik dalam membacakan resume ringkasan isi
berita.
Dari data di atas peneliti merefleksi pelaksanaan tindakan pada siklus 2
sebagai berikut:
1) Aktivitas siswa pada siklus 2 dalam tindakan dinyatakan baik.
2) Ketuntasan belajar siswa telah melebihi 85%
3) Hasil belajar siswa siklus 2 mengalami peningkatan dibandingkan dengan
siklus 1.
4) Hasil penelitian siklus 2 dinyatakan berhasil, karena aktivitas siswa dan hasil
belajar siswa telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus 1.
Sebagai perbandingan hasil tes siklus 1 dan siklus siklus 2 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 12
Perbandingan Nilai Tes Akhir Siklus 1 dan Siklus 2
Perbandingan Nilai Jumlah
Hasil Tes Siklus 1 < Hasil Tes Siklus 2 17
Hasil Tes Siklus 1 > Hasil Tes Siklus 2 4
Hasil Tes Siklus 1 = Hasil Tes Siklus 2 9
Total 30

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa perbandingan nilai hasil


tes siklus 1 lebih kecil dari siklus 2 sebanyak 17 orang, nilai hasil tes siklus 1
lebih besar dari tes siklus 2 sebanyak 4 orang, dan nilai hasil tes siklus 1 sama
dengan hasil tes siklus 2 sebanyak 9 orang.
Selanjutnya, apabila dilihat dari hasil pengujian uji t yang datanya diolah
melalui Program SPSS (statistical Product and Service Solution) versi 15.00.
Adapun hasil pengujian uji t dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 13
Hasil Uji t Perbandingan Nilai Tes Siklus 1 dan Siklus 2

Paired Differences
95% Confidence Sig. (2-
Std. Std. Error Interval of the tailed)
Ui Statistik t df
Mean Deviation Mean Difference

Lower Upper
Pair Hasil Tes Siklus 2 -
3,667 6,940 1,267 1,075 6,258 2,894 29 ,007
1 Hasil Tes Siklus 1

Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai uji t hitung sebesar 2,894, berada
pada tahap signifikansi 0,007 atau lebih kecil dari 0,005. Dengan demikian nilai
tes siklus 2 dinyatakan lebih besar daripada nilai tes siklus 1.

4.2 Pembahasan
Dari hasil observasi peneliti pada siklus pertama dan kedua yang dilakukan
pada saat siswa mengerjakan tes akhir maka hasilnya mengalami peningkatan.
Peningkatan aktivitas siswa tersebut tergambar pada grafik berikut ini.

78
76,83
77

76

75

74
73,17
73

72

71
Nilai rata-rata siklus 1 Nilai rata-rata siklus 2
Grafik 1. Hasil Tes Akhir Siklus 1 dan 2

Aktivitas siswa pada siklus 1 rata-rata diperoleh 73,17 %, dan pada siklus
kedua diperoleh 76,83 %. Dengan demikian, terdapat kenaikan aktivitas, baik
aktivitas menulis dan berpikir siswa dari siklus pertama ke siklus kedua.
Selain itu, peningkatan ketuntasan belajar siswa juga terjadi pada setiap
siklus. Ketuntasan belajar siswa pada siklus pertama mencapai 80 %, pada siklus
kedua 90 %. Dengan demikian, terdapat kenaikan pencapaian ketuntasan belajar
siswa secara klasikal dari siklus pertama ke siklus kedua.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman terhadap
isi berita melalui model pembelajaran cooperative script pada siswa kelas VII
SMP Muhammadiyah Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir. Peningkatan tersebut
diketahui dari hasil tes akhir siklus pertama menunjukkan rata-rata pemahaman
siswa 73,17 dan siklus kedua meningkat sebesar 76,83.
Pemahaman terhadap isi simakan berita baik secara klasikal juga mengalami
peningkatan dari siklus 1 sampai dengan siklus 2. Pada siklus 1 jumlah siswa yang
mampu mencapai nilai ≥ 65 adalah 80% dan siklus kedua mencapai 90%. Artinya,
pada akhir penelitian didapatkan lebih dari 85% siswa mampu menyimak isi
berita.
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk
menguraikan langkah-langkah model pembelajaran cooperative script sehingga
siswa diharapkan dapat memahami isi berita. Pemahaman terhadap isi berita
masih perlu dilakukan penegasan kembali dan dipelukan pula bimbingan terutama
pada aktivitas siswa menjawab pertanyaan dan memberikan tanggapan. Selama
berlangsung proses pembelajaran, siswa tampak ragu-ragu untuk menjawab
pertanyaan. Hal ini disebabkan para siswa takut salah dalam menjawab
pertanyaan. Begitu pula pada aktivitas memberikan tanggapan, kegiatan masih
kurang dilakukan siswa. Sebagian besar siswa hanya diam saja mendengarkan
pertanyaan dari temannya. Setelah guru memberikan motivasi dan bimbingan
barulah para siswa berani untuk memberikan tanggapan. Hal ini dilakukan untuk
menarik perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran sehingga pada
akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan ketelitian siswa dalam memahami isi
berita.
Sampai pada akhir tindakan kedua masih ada tiga orang yang mendapatkan
nilai akhir di bawah 65. Batas nilai yang dicapai oleh siswa adalah batas
kemampuan berdasarkan prinsip belajar tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran cooperative script masih menemukan kendala.
Kendala tersebut diketahui dari hasil temuan lapangan bahwa lemahnya daya
ingatan siswa, meskipun sudah berulang-ulang peneliti menjelaskan tentang isi
berita namum ketiga orang siswa tersebut belum juga mencapai batas ketuntasan
minimum. Efektitivitas model pembelajaran cooperative script perlu mendapatkan
perhatian guru pada saat mengajarkan materi pembelajaran. Keefektifan tersebut
terlihat pada saat siswa menjawab soal dari temannya. Di antara siswa masih ada
yang kurang lengkap mengikuti petunjuk untuk mengikuti langkah-langkah model
pembelajaran cooperative script dalam memahami isi berita.
Pada sisi lain diketahui pula bahwa penggunaan model pembelajaran
cooperative script memberikan beberapa manfaat dalam meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami isi berita, khususnya dalam melatih
keterampilan siswa untuk berdiskusi dan tanya jawab, antara lain.
1. Pembelajaran berlangsung lebih efektif.
2. Keaktifan siswa akan lebih meningkat dengan bimbingan dari guru.
3. Terjadi interaksi yang positif antara siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan guru.
4. Proses pembelajaran berjalan lebih terarah dan lebih menarik.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII
SMP Muhammadiyah dalam pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari
adanya peningkatan rata-rata hasil tes siklus 1 diketahui 73,17 dan hasil tes siklus
2 rata-rata 76,83. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1
diperoleh 80% dan siklus 2 diperoleh 90%. Dengan demikian, ketuntasan belajar
siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 10%.

5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas berikut ini dapat penulis sarankan:
1. Kepada guru bahasa Indonesia kiranya dapat menerapkan model pembelajaran
cooperative script sebagai salah satu alternatif yang dapat dipilih dalam proses
pembelajaran berita. Kemudian dalam menerapkan pembelajaran cooperative
script, hendaknya guru bahasa Indonesia dapat memperhatikan efektivitas
dalam mengelola kelas dan penggunaan waktu.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru/peneliti lain, sebagai
upaya mendukung inovasi pembelajaran khususnya dalam menerapkan model
pembelajaran cooperative script.
DAFTAR PUSTAKA

Alief. 2008. “Dasar Penulisan Berita”. http://www.rileks.com. Diakses pada


taggal 9 Februari 2009.

Baroto, Aji. 2008. Cooperative Script. http://bbawor.blogspot.com. Diakses pada


tanggal 12 November 2008.

Wibawa, Basuki. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas.

Basuki, Sulistyo. 1983. Teknik dan Jasa dokumentasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1

Budiman, Kris. 2008. “Dasar-dasar Jurnalistik”. Makalah dimuat dalam Pelatihan


Jurnalistik–Info Jawa, 12 – 15 Desember 2005. www.infojawa.org.
Diakses pada tanggal 9 Februari 2009.

Campbell, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran: Berbasis Multiple


Intelligences. Depok: Intuisi Press.

Clemes, Harris. 2001. Mengajarkan Disiplin Kepada Anak. Jakarta. Mitra Utama.

Darmodihardjo, Dardji. 1999. Sekitar Pendidikan Pancasila. Jakarta: Kurnia Esa.

Depdiknas. 2003. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Erdina, Maria Sinta dan Agus Supriatna. 1998. Penataran Tertulis Tipe A untuk
Guru-Guru SLTP jurusan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Itule, Bruce D., and Anderson, Douglas. 1991. A. New Writing and Reporting for
Today’s Media. New York: Random House Inc.

Nasution, Wahyudin Nur. 2006. “Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif Dan


Ekspositori Terhadap Hasil Belajar Sains Ditinjau Dari Cara Berpikir”.
Makalah dimuat dalam Jurnal Penelitian Edisi 5 Tahun 2006.

Prayitno dan Amti. 2002. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.

Poerwadarminta. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


Rost, Michael. 1991. Listening in Action. London: Prentice Hall International
English Language Teaching.

Sahertian, Christiana Demaja W. 2004. Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar dan


Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar. Artikel penelitian dipublikasikan
melalui www. edukasi.net. Diakses pada tanggal 14 November 2008.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sudrajat, Akhmad. 2007. “Pembelajaran Kooperatif”. http://akhmadsudrajat.com.


Diakses pada tanggal 14 November 2008.

Surya, Hendra. 2003. Kiat Mengajak Anak Belajar dan Berprestasi. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.

Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.

Universitas Sriwijaya. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Palembang: Tim Dosen.

Winkel, W.S. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Yuridah. 2004. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyimak Siswa Kelas V SD


Tanjung Kerang Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin melalui
Model Distogloss. Skripsi mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia,
tidak dipublikasikan. Palembang: FKIP Unsri.

You might also like