Professional Documents
Culture Documents
MODUL PELATIHAN
Tujuan dari evaluasi program, paling tidak ada empat tujuan umum, seperti:
1) Memperbaiki pelaksanaan program (penerapan dan hasilnya);
2) Menuntun arah kebijakan dan inisiatif-inisiatif program di masa yang
akan datang;
3) Memperoleh atau meningkatkan pengetahuan, mendapatkan
pemahaman yang lebih baik (insight) atau menguji suatu teori sosial atau
ekonomi;
4) Meningkatkan akuntabilitas.
AKUNTABILITAS PROGRAM
1
Beberapa negara dalam OECD (organization for economic cooperation and
development) bersepakat tentang daftar yang menjadi perhatian (concern) yang
menggambarkan “social concern” sebagai berikut:
a. Umur hidup (length of life);
b. Kesehatan hidup;
c. Penggunaan fasilitas pendidikan;
d. Learning (pembelajaran);
e. Kemampuan angkatan kerja;
f. Kondisi kerja;
g. Penggunaan waktu (leisure);
h. Pendapatan (income, including distribution);
i. Kemakmuran;
j. Kondisi perumahan;
k. Akses kepada pelayanan sosial (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll.)
l. Mutu lingkungan (environmental nuisances);
m. Social attachment (sense of belonging, marginalization, etc)
n. Exposure to risk and perceive threat (kriminalitas, keamanan pribadi,
kerusuhan, keamanan, keadilan, dll.).
Jika evaluasi program sudah dilakukan atau akan dilakukan yang perlu menjadi
perhatian adalah perlunya mengecek kembali cara mengelola program,
termasuk cara memonitor dan mengevaluasi program. Perbaikan sistem dan
metode untuk pelaksanaan akan dapat dilakukan jika secara terus menerus
dilakukan pengamatan dan melihat berbagai kemungkinan perbaikan.
2
BAB 2
PROSES DAN DESAIN EVALUASI
PROGRAM
OVERVIEW
Sekali suatu program ditentukan akan dievaluasi, maka itu berarti bahwa
evaluasi program dilakukan atas prinsip dasar bahwa sumber daya dan aktivitas
yang dilakukan untuk melaksanakan program tersebut membuahkan hasil baik
output atau outcomes yang telah ditentukan. Tugas dari evaluasi program
adalah menentukan apakah output dan outcomes tersebut bisa diwujudkan atau
terealisasikan. Evaluasi itu tentulah melalui pengumpulan dan analisis data yang
memadai.
Dalam hal evaluasi program dilakukan secara komprehensif, maka evaluasi itu
mencakup:
a. Monitoring program, ini adalah penilaian apakah suatu program
dilaksanakan sebagaimana direncanakan. Monitoring program ini akan
memberikan umpan balik yang terus menerus pada program yang
dilaksanakan dan mengidentifikasikan masalah begitu muncul.
b. Evaluasi proses; ini merupakan penilaian bagaimana program
dioperasikan; berfokus pada pelaksanaan program kepada peserta
(service delivery).
c. Evaluasi dampak, ini adalah penilaian apakian suatu program telah
mewujudkan pengaruh terhadap individu-individu, rumah tangga,
lembaga atau lingkungan hidup, dan apakah dampak tersebut dapat
secara ilmiah diatribusikan kepada pelaksanaan intervensi program
tersebut.
d. Cost-benefit atau cost effectiveness, adalah penilaian dari biaya program
dan manfaat yang dihasilkan oleh biaya tersebut, untuk menentukan
apakah manfaatnya cukup bernilai dibandingkan biaya yang digunakan.
Proses dasar evaluasi biasanya terdiri dari beberapa komponen atau unsur
sebagai berikut:
3
2. Komponen kedua: Desain Evaluasi
Desain evaluasi adalah pendekatan atau cara-cara yang diambil dalam
memverifikasi apakah program logic atau program theory itu terjadi dan
direalisasikan dalam kenyataan di lapangan. Wujud dan nuasa dari
control-stage evaluation dari program secara analitikal berbeda dari suatu
planning-stage evaluation untuk kelayakannya. Perbedaan yang penting
adalah bahwa control evaluation adalah secara empiris dan lebih
independen dari pada instansi pelaksana, sedangkan pada planning-
stage evaluation lebih banyak berhubungan dengan kelayakan dan
masalah potensial dari implementasi program.
3. Komponen ketiga: Metode Analisis
Metode analisis untuk pengukuran dan kualifikasi output program dan
outcomes-nya biasanya mengoperasikan analisis dengan alat statistika,
ekonometrika, sosiometrika, dan sebagainya. Teknik statistik biasaya
mencakup analisis korelasi dan regresi dari dua cara yang berbeda
(target group versus kelompok lain yang tidak menjadi peserta program),
dan uji signifikansi dari perbedaan-perbedaan itu.
4
1) Definisi atau perumusan masalah evaluasis.
2) Tujuan dan fokus studi evaluasi.
3) Keseluruhan pendekatan dan metodologi studi:
a. Hypothesis
b. Lingkup dan coverage
c. Desain evaluasi.
4) Metode Pengumpulan data
a. Dokumen-dokumen yang sudah ada dan data sekunder.
b. Pengumpulan Data primer:
- desain survei
- metode sampling
- kuesioner dan pre-testing
- interviu.
5) Analisis data
a. metode kualitatif
- Perangkuman dan konversi catatan-catatan lapangan
- Analisis isi (content analysis)
- Studi kasus dari target group program atau keluarga yang
terpengaruh program.
b. metode kuantitatif
- analsis statistik (central tendencies, level of confidence, dll)
- analisis korelasidan regresi
- benefit-cost analisis.
6) Pengumpulan hasil evaluasi dan penyimpulan
7) Pelaporan dan presentasi hasil evaluasi.
Evaluasi program sebagai suatu evaluasi yang mendalam seperti halnya riset
terapan, perlu didesain agar dapat menjawab:
- Apakah program telah dilaksanakan dan mencapai tujuan/sasarannya;
- Apakah program telah dilaksanakan secara efisien dan efektif serta tepat
(appropriate).
- Apakah hasil yang diamati memang merupakan hasil program dan bukan
confounding factors atau karena program lainnya.
Terdapat paling tidak tiga kategori jenis desain evaluasi, sebagai berikut:
1. Experimental design
2. Quasi-experimental design
3. Non-experimental, misalnya: Ex pest facto design.
Experimental design
5
eksperimen ini baik jenis perlakuannya dan control group-nya ditentukan secara
random. Dan yang paling penting pada desain ini adalah bahwa kondisi saat
program belum ada dibandingkan dengan sesudah program selesai
dilaksanakan, baik pembandingan atas perserta program (experimental group)
maupun dengan control group tertentu.
Pada desain yang sangat sederhana misalnya,`mungkin saja tidak ada data
pada pretest. Kemudian, evaluator hanya membandingkan peserta program
dengan control group pembanding sesudah program dilaksanakan, untuk
menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan terhadap keduanya.
Quasi-experimental designs
Desain ex post facto dalam evaluasi, contoh yang lazim adalah rekonstruksi dari
suatu program, diikuti dengan observasi pasif terhadap subyek yang menerima
treatment (peserta program – target group program) dan yang tidak menerima
treatment, mereka yang menerima lebih banyak dengan mereka yang menerima
lebih sedikit, jika itu terjadi diteliti outcome yang ada. Sebagai contoh adalah
evaluasi atas efek dari anggaran belanja kepolisian terhadap tingkat kriminalitas
di dalam suatu kota.
6
3) Hasil riset, survei, angket, jajak pendapat yang telah dilakukan terlebih
dahulu.
4) Foto, rekaman video, dokumentasi gambar sebelum dan sesudah program
dilaksanakan.
Evaluasi program sebagai kegiatan yang bersifat riset terapan perlu prosedur
meta analysis ini, agar evaluator memperoleh gambaran yang komprehensif
mengenai pelaksanaan studi sebelumnya, sehingga lebih berfokus kepada
menjawab pertanyaan evaluasi yang ada saat ini. Meta analysis dapat dilakukan
dengan melakukan studi kepustakaan yang masif dan melakukan data searching
melaluai media internet.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pilihan desain yang dipakai
dalam suatu evaluasi program, yaitu:
1) keterbatasan sumber daya;
2) keterbatasan waktu;
3) tahapan program;
4) kemungkinan faktor-faktor yang menutupi, mengurangi atau
mementahkan hasil program (confounding factors);
5) keterbatasan politik dan keadaan.
7
a. sasaran program dan target-target dibandingkan dengan kebutuhan dari
target group program;
b. rencana kerja dibandingkan dengan :
- kapasiatas implementasi: logistik, pembiayaan, anggaran, lokasi kantor
di area pelaksanaan program;
- best practices baik di dalam maupun luar negeri.
c. keselarasan dan konsistensi tujuan/sasaran program dengan prioritas
kebijakan pemerintah.
Masalah ketepatan program ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu:
a. ketepatan tujuan/sasaran-sasaran program.
b. ketepatan strategi program, rencana kerja dan alokasi sumber daya:
meriviu hasil studi, literatur, praktik terbaik, analisis logika program, cost-
benefit analysis, analisis risiko (apa yang mungkin menjadi keliru dalam
implementasi program, scenario analysis, kemungkinan efek samping
yang negatif, dan sebagainya).
Dalam menilai ketapatan tujuan/ sasaran program ini kita dapat mengacu
kepada apa yang disebut sebagai konsep ”kebutuhan publik (public needs)”.
Kebutuhan publik atau kebutuhan sosial masyarakat (social need) dapat
berwujud dalam tiga bentuk, yaitu: (1) kebutuhan normatif, (2) kebutuhan yang
diekspresikan (expressed need), (3) kebutuhan komparatif.
EVALUASI EFISIENSI
Evaluasi efisiensi ini dapat dilakukan jika pencatatan akan data keuangan dan
data kinerja sudah cukup baik, sehingga rincian akuntansi biaya dan analisis
biaya dapat dilakukan.
Evaluasi atas efisiensi ini sering dilakukan pada saat program berjalan, dengan
tujuan untuk melakukan perbaikan, hal ini di dalam literatur disebut sebagai
formative evaluation atau developmental evaluation (dibedakan dari summative
evaluation atau accountability evaluation yang dilakukan oleh pihak eksternal
setelah program berjalan).
Data dan informasi yang digunakan untuk analisis efisiensi dapat diperoleh dari
desain berikut:
a. monitoring program, input, proses/aktivitas, outputs.
b. Gap analysis : output vs sasaran.
c. Benchmarking dengan program yang sejenis.
d. Pilot studies dan studi kasus tertentu.
e. Mid-program review.
EVALUSI EFEKTIVITAS
8
Evaluasi efektivitas yang berfokus teradap outcomes dan dampak dari program
sangat penting untuk dilakukan dan akan menambah nilai bagi peningkatan
akuntabilitas instansi pemerintah pelaksana program. Hal ini karena efektivitas
program merupakan harapan masyarakat dan paling dekat dengan responsivitas
pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Desain dari evaluasi efektivitas adalah untuk membandingkan antara apa yang
bisa diobservas setelah implementasi program dengan kondisi sebelum
program.
R
Efektivitas = -------
P
Atau:
R-C
Efektivitas = ------------
P–C
9
BAB 3
LANGKAH-LANGKAH DAN PETUNJUK
EVALUASI PROGRAM
MERIVIU SISTEM
Oleh karena itu, faktor penting dalam melakukan evaluasi yang secara
pragmatis dapat dilakukan adalah mendorong agar evaluability program harus
baik, sehingga evaluasi dapat dilaksanakan secara mudah dan murah.
PROSES EVALUASI
10
teknis menyangkut teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan
analisis, serta pelaporan.
Garis besar diagram proses evaluasi program yang dilakukan (sebagai riset
terapan) dapat disajikan seperti berikut:
Penyusunan TOR
11
PETUNJUK PENGUMPULAN DATA
12
BAB 4
METODE PRAKTIS EVALUASI/ RIVIU
PROGRAM
LATAR BELAKANG
Dalam bab ini akan disajikan evaluasi secara pragmatis atau bahkan praktis
mengingat kendala evaluasi yang ada. Kendala evaluasi tersebut menyebabkan
desain evaluasi tidak menonjolkan keandalan secara ilmiah hasil evaluasi, akan
tetapi lebih menekankan pemenuhan kebutuhan praktis bagi perbaikan
pelaksanaan program dan hasil-hasil program.
Paling tidak terdapat empat kendala evaluasi saat ini yang dilakukan berbagai
instansi pemerintah dalam rangkat meng-akuntabilitas-kan kinerjanya, yaitu :
1. Biaya.
2. Waktu ;
3. Kemampuan SDM ;
4. Kesulitan koordinasi.
Kendala waktu seringkali menjadi hal yang memaksa untuk tidak melakukan
evaluasi. Misalnya saja, pertama, karena kegiatan-kegiatan yang dibiayai
dengan anggaran pembangunan sudah berlalu, maka sudah dipertanggung
jawabkan secara finansial, sehingga evaluasi menjadi kadaluarsa untuk
dilakukan. Sebab yang kedua, desain waktu pelaksanaan evaluasi memakan
waktu yang panjang sehingga mempengaruhi pembiayaan yang tidak bisa
ditanggung oleh instansi pemerintah tersebut.
Kendala kemampuan sumber daya manusia pada saat ini juga sangat tinggi.
Pelaku evaluasi diberbagai instansi pemerintah kebanyakan kurang memahami
evaluasi program ini. Pengetahuan tentang riset terapan untuk evaluasi program
ini, mungkin hanya dipunyai dan dimiliki oleh satuan kerja penelitian dan
pengembangan.
13
Oleh karena adanya kendala-kendala tersebut, perlu dicari segala kemungkinan
untuk mengatasinya tanpa mengurangi kemanfaatan hasil evaluasi program itu
sendiri. Evaluasi program memang sering dikonotasikan sebagai kegiatan yang
memerlukan waktu dan biaya yang besar. Namun demikian bukan berarti
tertutup kemungkinan melakukan evaluasi program. Berikut akan dijelaskan
salah satu skenario yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi program secara
praktis.
1) Penelitian sistem;
2) Analisis Logika Program;
3) Desain evaluasi, yang menggunakan teknik riviu pencapaian sasaran dan
riviu indikator kinerja, serta pengecekan hasil secara uji petik.
4) Pelaporan.
Penelitian sistem
Penelitian sistem disini yang dimaksud adalah penelahaan sistem AKIP yaitu
sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Bagaimana instansi pemerintah
mengelola kinerjanya berdasarkan sistem AKIP diriviu dan diamati bagian-
bagian yang rawan atau kurang baik. Penelitian ini akan memperlancar
pelaksanaan evaluasi program.
Desain Evaluasi
Desain evaluasi program dengan pendekatan yang lebih praktis ini dapat
diuraikan dalam bentuk langkah dan pengoperasian teknik-teknik sebagai
berikut:
1) Penggunaan teknik riviu pencapaian sasaran;
2) Penggunaan teknik riviu indikator kinerja;
3) Pengecekan hasil secara uji petik.
Tahapan evaluasi (riviu) program dengan pendekatan yang lebih praktis, adalah
sebagai berikut:
14
RIVIU PENCAPAIAN SASARAN
Riviu pencapaian sasaran organisasi instansi beserta indikator kinerjanya.
Riviu ini dilakukan dengan membandingkan antara target-target dengan
realisasinya dan kemudian jika program dan atau kegiatan ini dilakukan
beberapa tahun atau bahkan sepanjang waktu (multi-years) perlu
dibandingkan dengan realisasi tahun lalu. Riviu pencapaian sasaran ini juga
digunakan untuk secara lebih mendalam menguji keselarasan penetapan
sasaran dengan tujuan maupun visi misi organisasi intansi. Di samping itu,
riviu ini dilakukan dengan meneliti ukuran kinerja atau indikator kinerja yang
dipakai dalam mengukur keberhasilan pencapaian sasaran ini.
Dengan demikian, riviu pencapaian sasaran tidak terlepas dari riviu dan studi
terhadap indikator sasaran yang menyertai rumusan sasaran yang
ditetapkan. Karenanya riviu pencapaian sasaran hanya bisa dilakukan bila
berdasarkan riviu dan studi yang dilakukan, indikator kinerja yang terkait
dianggap telah memenuhi kriteria sebagai indikator sasaran yang baik yang
dapat menggambarkan hasil (berupa outcome atau output).
Analisis tren juga dapat dilakukan yang akan ditujukan untuk melihat
kesesuaian antara tahun suatu tahun dengan capaian tahun-tahun lainnya
secara keseluruhan sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Sedangkan
benchmarking dengan organisasi sejenis ditujukan untuk mengetahui kinerja
organisasi dalam core business-nya, bila dibandingkan dengan organisasi
yang menjadi panutan untuk bidang tersebut.
15
1. Mengukur Pencapaian Sasaran
Atau:
2. Penyimpulan
Contoh:
16
Simpulan:
Atau
Sasaran-sasaran tahun .... pada dinas/ instansi .... pada umumnya dapat
dicapai dengan baik. Dari 9 sasaran yang ditetapkan hanya terdapat 2
sasaran yang pencapaian rendah.
Dari uraian tersebut diatas, terdapat dua bagian penting dalam melakukan
riviu indikator kinerja ini, yaitu:
17
- Menggambarkan hasil atau sesuatu yang diinginkan
- Relevan dan langsung berkaitan dengan yang diukur merupakan
faktor yang penting dalam memberikan informasi yang obyektif sesuai
dengan kelaziman sehingga mudah untuk diperbandingkan
- Dapat dikuantifikasi, dapat dihitung, atau dapat diobservasi sesuai
karakteristik hal yang diinformasikan
- Obyektif, Tidak bias, yaitu tidak memberikan informasi yang keliru jika
diinterpretasikan oleh berbagai pengguna.
18
lima indikator saja mungkin bisa dianggap baik. Akan tetapi sebaliknya,
sepuluh, limabelas atau seratus juga mungkin saja baik, asal bisa mengelola
dan menggunakannya.
Hal yang cukup sulit adalah menentukan simpulan terhadap hasil pengukuran
capaian indikator kinerja ini secara keseluruhan. Terdapat beberapa cara yang
bisa ditempuh oleh evaluator dalam menyimpulkan hasil pengukuran
pencapaian indikator kinerja ini secara keseluruhan, yaitu:
Cara yang pertama sekedar penyederhanaan yang kurang baik, tapi sangat
mudah untuk melakukannya. Cara kedua bisa jadi evaluator sendiri tidak dapat
melakukan dengan baik, sehingga cara kedua ini tidak disarankan. Cara yang
ketiga, bisa ditempuh oleh evaluator, akan tetapi haruslah berhati-hati karena
penyimpulan dilakukan secara bertingkat. Mulai dari kegiatan atau program
barulah sampai ke tingkat organisasi. Hal ini dapat menimbulkan bias-bias yang
disebabkan agregasi bertingkat tersebut. Cara keempat, dapat juga dilakukan
oleh evaluator, akan tetapi sangat dianjurkan untuk melakukan proses konsultasi
pada pihak ketiga yang ahli dalam bidang ini atau paling tidak berkonsultasi
dengan seluruh tingkatan tim, yaitu ketua tim, supervisor, wakil penanggung
jawab dan penanggung jawab evaluasi. Selanjutnya lihat lampiran: 1 penjelasan
lebih lanjut dan contoh-contoh.
19
mewakili untuk men-generalisasi keadaan. Akan tetapi, untuk tujuan pemberian
saran perbaikan sudah cukup untuk dimanfaatkan oleh instansi yang dievaluasi.
Pengecekan hasil tidak harus sama dengan pengecekan fisik hasil program.
Boleh jadi hasil program sangat sulit untuk diverifikasi dan diobservasi. Oleh
karena itu pemanfaatan data hasil monitoring
Pada proses pengecekan hasil ini hal yang cukup penting adalah mendapatkan
data dari hasil monitoring atau catatan kinerja instansi. Prosedur-prosedur
perolehan data sekunder yang baik haruslah dilalui agar evaluator mendapatkan
data yang valid. Verifikasi data secara terbatas agaknya diperlukan oleh
evaluator agar dapat dinilai kredibilitas data tersebut. Di sini riviu terhadap
sistem pencatatan /pengumpulan data kinerja menjadi penting untuk dilakukan.
Daftar Bacaan
Arikunto, Suharsimi, (1998), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi IV,
Penerbit rineka Cipta, Yogyakarta.
BPKP, (2002), Evaluating Public Policies: A General Guide, Capacity Building Project.
Cutt, James and Vic Murray, (2000), Accountability and Effectiveness Evaluation in Non-
Profit Organization, Routledge, London and New York.
Davis, G. and Michael Keating, (2000), The Future of Governance, Policy Choices, Allen &
Unwin, St Leonards, NSW, Australia.
Davis, G. et.al. ((1993), Public Policy in Australia, second edition, Allen & Unwin, Singapore.
Department of Health & Human Services, Office of Inspectorat General, (1994), Practical
Evaluation for Public Managers, Getting The Information You Need, Office of Inspector
General.
Doorley III, Thomas L. And John M. Donovan, (1999), Value Creating Growth, How to Lift Your
Company to the Next Level of Performance, Jossey-Bass Publishers, San Fransisco.
Dunn, William N. ((1994), Public Policy Analysis: An Introduction, diterjemahkan oleh Samodra
Wibawa dkk, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
IMF, (1998), External Evaluation of the ESAF, Report by a Group of Independent Experts.
Kadariah, (1988), Evaluasi Proyek, Analisa Ekonomis, Edisi kedua, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
20
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, (2004), Pedoman Umum Evaluasi LAKIP.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, (1992), Quantitative Data Analysis, diterjemahkan
Tjetjep Rohendi Rohidi, Penerbit UI-Press, Jakarta.
Nogel, Stuart S. (1999), Policy Analysis Methods, Nova Science Publisher, Inc. New York.
Owen, John M. and Patricia J. Rogers, (1999), Program Evaluation, Forms and Approaches-
International Edition, SAGE Publications, London.
Rossi, Peter H. and Howard E Freeman, (1993), Evaluation, A Systematic Approach, Sage
Publication, Inc.
Santoso, Singgih, (2000), Buku Latihan SPSS, Statistik Non Parametrik, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Schmid, A. Allan, (1993), Analisis Biaya Manfaat, Pendekatan Ekonomi Politik, diterjemahkan
oleh Nizam A. Yunus, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan Pusat
Antar Universitas Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Suhardono, Edy, 2001, Panorama Survey, Refleksi Metodologi Riset, PT Gramedia Pustaka
Utama bekerja sama dengan Universitas Surabaya.
Tim Studi Pengembangan Sistem AKIP, BPKP, (2000), Pengukuran Kinerja, Suatu Tinjauan
Pada Instansi Pemerintah.
Walting, Brian (1995), The Appraisal Checklist, Help Your Team to Get The Results You Both
Want, Prentice Hall, London.
Weimer, David L. and Aidan R, Vining, (1998), Policy Analysis, Concepts and Practice, Prentice
Hall, New Jersey.
21
Lampiran: 1
1
Penjelasan dan contoh-contoh ini disadur dari buku “Pengukuran dan Evaluasi Kinerja” , BPKP, dan
Pedoman Evaluasi LAKIP, 2004.
22
pemenuhan kriteria indikator kinerja yang baik. Kriteria indikator
kinerja yang baik adalah :
Contoh:
23
Asumsi yang digunakan : Apabila
suatu keluarga memiliki
pendapatan yang lebih, mereka
akan membeli barang tertentu
seperti yang dikemukakan di atas .
Apabila bukti meyakinkan dan
asumsinya adalah memadai ( misal
berdasarkan riset atau pengalaman
di tempat lain) maka indikator
kinerja pengganti dapat merupakan
indikator kinerja yang memadai,
meskipun tidak seakurat
pengukuran langsung.
Contoh makro :
Indikator Kinerja Keterangan
Indeks pembangunan manusia Tepat, karena untuk
menggambarkan kesejahteraan
sosial suatu daerah tertentu diukur
dari sejauh mana pemerintah
berhasil meningkatkan kualitas
pembangunan manusia yang
memiliki dimensi antara lain : mutu
pendidikan, derajat kesehatan, dan
pendapatan per kapita masyarakat.
Indeks Williamson
Tepat karena untuk menggambarkan
pemerataan pembangunan ekonomi
suatu daerah tertentu diukur dari
tingkat penyebaran pertumbuhan
ekonomi antar suatu daerah di
wilayah tertentu yang memiliki
dimensi : pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan.
Contoh mikro :
24
Indikator Kinerja Keterangan
Jumlah perusahaan eksportir yang Masih argumentatif , karena
berhasil. pengertian eksportir yang berhasil
masih mengandung beberapa
dimensi dan kurang tepat secara
operasional,sehingga dapat
menimbulkan bias.
Contoh :
25
“Berapa indikator kinerja yang harus digunakan untuk mengukur
suatu hasil?”
Jawaban atas pertanyaan tersebut tergantung pada a)
kompleksitas hasil yang akan diukur; b) sumberdaya yang
tersedia untuk memonitor kinerja; dan c) jumlah informasi yang
diperlukan untuk membuat keputusan yang mamadai. Untuk
hasil yang sifatnya langsung dapat diketahui serta mempunyai
pengukuran yang benar dan terbukti, satu indikator sudah dapat
dianggap cukup. Namun untuk hasil yang sifatnya tidak langsung
, satu indikator mungkin tidak cukup, sehingga perlu beberapa
indikator untuk mengukur hasil. Untuk menentukan beberapa
indikator yang akan digunakan perlu dipertimbangkan
keseimbangan antara sumberdaya yang tersedia untuk
pengukuran kinerja dan jumlah informasi yang diperlukan
manajer untuk membuat keputusan yang memadai. Namun
demikian hindari terlalu banyak indikator.
Contoh:
PAD
26
Jumlah angka PAD tahun Jumlah PAD (Rp
200X (Rp Milyard) Milyard)
Laju Pertumbuhan PAD %Kenaikan PAD
tahun 200X dibanding tahun lalu
Contoh:
Hasil yang akan Indikator kinerja Keterangan
diukur
Kualitas Hidup Indeks Pembangunan Kuantitatif, dapat
Manusia (HDI) diukur dan diobservasi.
( Angka rata-rata Kuantitatif, dapat
kualitas SDM ) dikukur dan diobservasi
Kualitas pelayanan ke
kesehatan.
( Tingkat pelayanan
kesehatan di
daerah/propinsi
menurut masyarakat .
Dengan memberikan
kuesioner kepada
masyarakat yang
ditentukan sebagai
responden )
Kapasitas SDM 1. Tingkat pengetahuan Kualitatif, sulit diukur
aparatur dan diobservasi.
Kualitatif, sulit diukur
dan diobservasi
2. Tingkat kepercayaan
masyarakat pada
aparatur
27
Hasil yang akan Indikator kinerja Keterangan
diukur
Contoh :
Indikator Kinerja tidak Indikator Kinerja yang dirinci
dirinci
Tingkat Partisipasi Pendidikan 1. Angka partisipasi kasar SD
2. Angka partisipasi kasar SLTP
3. Angka partisipasi kasar SLTA
4. Angka partisipasi murni SD
5. Angka partisipasi murni SLTP
6. Angka partisipasi murni SMU +
SMK
Rasio jumlah guru terhadap murid 1. Rasio jumlah guru terhadap murid
SD.
2. Rasio jumlah guru terhadap murid
SLTP.
3. Rasio jumlah guru terhadap murid
SMU + SMK
28
memerlukan data yang dapat dikumpulkan sesering mungkin
untuk memberikan informasi kepada mereka mengenai suatu
progres dan untuk mempengaruhi keputusan. Instansi harus
menyadari bahwa untuk mendapatkan informasi kinerja yang
berguna akan mengeluarkan biaya yang wajar, bukan berlebihan.
Berdasarkan pengalaman instansi biaya monitoring kinerja
tersebut jumlahnya antara 3-10% dari jumlah sumberdaya
program.
8. DAPAT DIYAKINI, Pertimbangan terakhir dalam memilih
indikator kinerja adalah apakah kualitas data yang diperoleh telah
cukup memadai untuk pengambilan keputusan. Namun yang
menjadi pertanyaan selanjutnya adalah tentang “standar kualitas
data yang bagaimana yang diperlukan akan berguna? Data yang
diperlukan seorang manajer program untuk membuat keputusan
yang baik mengenai suatu program tidak perlu setara dengan
standar rigid yang dicari ilmuwan sosial.
Contoh :
29
khususnya dalam alokasi sumber-sumber daya instansi dalam
mencapai tujuan dan sasaran.
3. Meyakini apakah indikator kinerja yang telah ditetapkan telah
dikomunikasikan pada setiap tingkatan unit organisasi yang
terkait untuk mengetahui dan menetapkan pihak yang
bertanggung jawab dalam mencapai target kinerja dan untuk
memperbaiki kinerja. Jika terdapat lebih dari satu unit organisasi
yang berkepentingan terhadap satu indikator kinerja, maka harus
ditentukan unit organisasi yang berfungsi sebagai (leader) dalam Comment: Yang akan memberikan
kontribusi paling signifikan
pencapaian target.
Contoh:
30
digunakan untuk mengukur keberhasilan program imunisasi
dengan mempertimbangkan ; karakteristik kualitas indikator
kinerja yang baik, penting dan menjadi prioritas program. Dari
ke duabelas indikator kinerja tersebut setelah diteliti/ditelaah
mungkin indikator yang tepat untuk mengukur keberhasilan
dan kegagalan program imunisasi hanya 8 ( delapan )
indikator kinerja.
P e n e t a p a n in d ik a t o r k in e r ja
p a d a T u ju a n / S a s a r a n m e m -
b u a t p e n ila ia n a t a s p e n c a p a i-
TTuuj juuaann I n d ik a to r a n T u ju a n / S a s a r a n d a p a t
SSt tr raat teej ji k
ik K in e r ja d ila k u k a n s e c a r a la n g s u n g
d a n o b je k t if
SSaassaar raann I n d ik a t o r
SSt tr raat teej ji k
ik K in e r ja
Hal lain yang harus diperhatikan dalam riviu satu set indikator
kinerja ini adalah permasalahan bahwa jumlah indikator harus
cukup memadai dibandingkan kebutuhan akan pengukuran
kinerja. Jumlah indikator yang lebih dari satu bukan masalah
sepanjang bisa memenuhi fungsinya dalam memberikan informasi
untuk perbaikan kinerja. Jadi banyak sedikitnya indikator kinerja
memang tergantung kebutuhan manajemen. Batasan angka yang
31
”lazim” dipakai sebagai norma untuk menentukan jumlah
indikator kinerja sebenarnya tidak ada. Tiga, empat atau lima
indikator saja mungkin bisa dianggap baik. Akan tetapi
sebaliknya, sepuluh, limabelas atau seratus juga mungkin saja
baik, asal bisa mengelola dan menggunakannya.
32
Komponen Rumusan Indikator Kinerja Keterangan
Renstra Komponen
Renstra
Tujuan Stratejik Meningkatnya • Jumlah masyarakat yang secara logis
tingkat kualitas melek huruf dalam tahun terdapat
pendidikan x mencapai a% keselarasan
masyarakat antara
• Tingkat partisipasi indikator
pendidikan masyarakat ( kinerja tujuan,
SD,SLTP,SLTA,PT) dalam sasaran dan
tahun x , mencapai a% program/kegia
tan.
• Tingkat ketersediaan
sarana pendidikan dan
tenaga pengajar dalam
tahun x , mencapai a%
Sasaran Meningkatnya % masyarakat yang melek
Stratejik tingkat melek huruf latin dalam tahun
huruf 200x sebesar a%
masyarakat
33
Pemerintah Propinsi Unit Kerja Ket
Sasaran Indikator Sasaran Indikator
Kinerja Kinerja
Meningkatnya Rasio puskesmas Meningkatnya Pembangunan Puskes-Unit
derajat kesehatan terhadap jumlah pelayan mas di Kecamatan kerja
masyarakat. penduduk kesehatan Dinas
masyarakat Jumlah masyarakat Kesehat
Jumlah yang Berobat Bantuan
an
masyarakat yang PMT-AS
mempunyai akses
Perbaikan gizi ibu hamil
pelayanan
Jumlah pemantauan
kesehatan
status gizi
34