Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
PERS DI INDONESIA
A. Pengertian Pers
Apa bedanya jurnalistik dengan pers? Dalam pandangan orang awam,
jurnalistik dan pers seolah sama atau bisa dipertukarkan satu sama lain.
Sesungguhnya tidak, jurnalistik menujuk pada proses kegiatan, sedangkan pers
berhubungan dengan media. Dengan demikian jurnalistik pers berarti proses
kegaitan mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah, memuat dan
menyebarkan berita melalui media berkala pers yakni sura kabar, tabloid atau
majalah kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
2
BAB III
FUNGSI UTAMA DAN UNSUR-UNSUR PERS
B. Unsur-Unsur Pers
B.1. Landasan Pers
Menurut Keputusan Dewan Pers No.79/XIV/1974 tertanggal 1 Desember
1974 yang ditandatangani Menpen Mashuri, SH, pers nasional berpijak kepada
enam landasan. Pada zamn Orde Baru, enam landasan tersebut dijadikan semacam
“rukun iman” bagi para pengusaha pers dan kalangan praktisi jurnalisitk agar
tidak tersandung dan bebas dari ancaman perbredelan yang setiap saat mengahntui
3
mereka oleh “hantu” pemerintah.
Secara yuridis, ketika itu UU Pokok Pers No.21 1982 (sekarang UU pokok
pers No. 40/1999( memang dikenal dengan tegas menyatakan terhadap pers
nasional tidak dikenai pembredelan. Namun secara politis, pemerintah sering tak
menggubrisnya . pemrintah melalui Depatemen Penerangan bisa kapan saj
membrangus pers yang dianggapnya “tidak sejalan dengan kebijakan pimpinan
nasional”. Deppen pada waktu itu adalah depertemen yang paling ditakuti oleh
siapa pun yang berkecimplung dalam penerbitan pers nasional.
Dalam SK Dewan Pers 79/1974 ditegaskan, pers nasional berpijak kepada
enam landasan, yakni (1) landasan idiil adalah pancasila, (2) landasan
konstitusional adalah UUD 1945, (3) landasan strategis operasional adalah garis-
garis besar haluan negara (GBHN), (4) landasan yuridis formal adalah tata nilai
dan norma budaya agama yang beraku pada masyarakat bangsa indonesia, dan (6)
landasan etis opersioanl adalah kodi etik persatuan wartawan indoensia (PWI)
Namun yang menjadi permasalahan apakah SK Dewan Pers 79/1974 yang
dikeluarkan pada era pemerintahan otokratis itu masih relevan untuk dijadikan
rujukan bagi pers saat ini yang telah bernjak pada era demokratis?. Kami
berpendapat bahwa sebagian kecil landasan tersebut sudah tidak relevan.
Sedangkan untuk sebgain bear dampai kini masih tetap sangat relevan setelah
disesuaikan dengan perkembangan serta ketentuan yang berlaku.
Untuk yang tidak relevan, misalnya tentang landasan strategis opersional,
dalam era reformsai MPR tidak lagi menetapkan GBHN. Begitu juga dengan
landasan etis, keharusan untuk menginduk hanya kepada satu organisasi profesi
sudah sangt kadalruwarsa sebab kini wartawan boleh bergabung dengan salah satu
organisasi profesi pers mana saja yang diinginkannya.
Lantas apakah landasan pers nasional jadi menyusut dari enam menjadi lima
atau empat landasan, misalnya? Kami berpendapat, jumlah tidak mengalami
perubahan tetap enam landasan. Hanya isinya dan urutuannya saja yang diubah
serta disesuaikan. Bagaimanapun pers nasional perlu tetap memiliki landasan
untuk menghindari ironi, tirnai, dan bahkan hegemoni kekuasaan dalam
tumbuhnya sendiri.
4
B.1.2. Landasan Konstitusional.
Landasan konstitusional, berarti menujuk kepada UUD 1945 setelah empat
kali dilakukan amandemen dan ketetapan-ketetapan MPR yang mengatur tentang
kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan pikiran, pendapat
baik lisan ataupun tulisan.
UUD bukanlah kitab suci yang tak boleh diganti atau direvisi. UUD tidak
perlu disakralkan. Dangat berbahaya apabila UUD hanya dijadikan alat ritual.
UUD harus dijadikan senanriasa aktual. Pers nasional harus memiliki pijakan
konstitusional agar tak kehilangan kendali serta jati diri dalm kompetisi era
global.
5
1. Idealisme
2. Pada pasal 6 UU Pokok pers No.40/1999, pers nasional melaksanakan
peranann sebagai berikut:
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2) Menegaskan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak asasi manusia serta
menghormati kebhinekaan.
3) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat akurat,
dan benar.
4) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap halhal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
5) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
6
BAB IV
PERS DAN POLITIK
7
telah menyebabkan maraknya penerbitan pers. Sayangnya peningkatan kuantitas
media, belum dengan sendirinya disertai oleh perbaikan kualitas jurnalismenya.
Sementara media yng cenderung partisan terus melakukan “sensasionalisme
bahasa” seperti tampak lewat pemilihn judul (headline) yang bombantis atau
desain cover yang norak, majalah dan tabloid hiburan justru melakuakn
“vulgariasasi” dan “erotisasi” informasi seks. Kalau bisa diebut sebagai pers
negatif, seperti itulah kriterianya.
Kedua, maraknya apa yang disebut sebagai “media baru” (new media)
dikalangan masyarakat kita akhir-akhir ini. Untuk menyebut di antaranya adalah
internet dan teknologi multimedia yang semakin canggih. Akses internet
membawa budaya baru dalam pemanfaatan waktu luang (leisure time). Dengan
Internet, batas-batas ruang dan waktu telah musnah. Dan banyak lagi nilai manfaat
dan nilai positif yang bisa diambil dan digunakan oleh pengguna media, demi
efisiensi dan efektif kegiatan sehari-hari, tak berlebih jika kategori pers seperti
adalah pers positif.
Ketiga, menguatnya fenomena aoa yag dikenal sebagai tesisi “imprealisme
media. Fenomena ini disebablan globaliasi media transnasional dan invasi produk
hiburan impor yang menguasasi pasar media dalam negeri.
D. Pers Kepentingan.
Benarkah media massa bebas kepentingan? Jawabanya :tidak! Medi massa
selalu terikat dan tumpang tindih dan sarat dengan pesan sponsor pemilik media,
agenda terselebung dewan redaktur atau pun pelampiasan idealisme si waratwan.
Ecenderungan pemberitaan media mssa akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa
sadar atau tidak, ia mampu membakar pertentangan antar suku, agama dan ras.
8
BAB V
POTRET PERS DI INDONESIA
9
politik dan keleusan massa.
BAB VI
KEBABASAN PERS ATAU KEBABLASAN PERS.
10
seburuk sekarang, adalah bagaimana menciptakan sebuah titik temu atau
keseimbangan antara kebebasan yang dimiliki media massa dan garis batas yang
boleh dilaluinya. Keseimbangan itu harus dibuat dengan tanggung jawab, bukan
dengan pengekangan. Tanggung jawab media dalam membangun budaya harus
diletakkan pada penegmbangan kemampuan pekerja di media massa itu sendiri.
Dan itu hanya mungkin bisa dilakukan jika memang perangkat hukum yang ada di
negeri ini mamapu mengakomodasikan peran dan fungsi pers tanpa harus
kehilangan wibawanya.
Bagaimaan pun, pers bisa memainkan dua sisi yang berbeda. Pers bisa
menjadi faktor kunci yang memberikan pencerahan dan mencerdaskan bagi
publik. Menumbuhkan rasa optimisme, dan bahkan menguatkan budaya bangsa.
Namun pada sisi lain, pers juuga bisa melumpuhkan, menjadi alat perusak taatnan
kehidupan, bahkan disintegrsaikan bangsa. Untuk itulah, seklai lagi, sangat
dibutuhkan, satu titik temu dan kesamaan pandang mengani sosok pers nasional.
11
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebebasan pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang
sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telah
menanggapinya dengan bahasanya yana khas; kebebasana pers di ndoesia telah
kebablasan! Sementara dari pihak asyarakat, muncul pula reaksi yang lebih
konkert bersifat fisik.
Barangakali, kebebasana pers di Indonesia telah mengahsilkan berbagai ekses.
Dan hal itu makin menggejala tampaknya arena iklim ebebasan tersebut tidak
dengan sigap diiringi dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan pers
akan memunculkan kebabasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi
yan wajar. Yang kemudan harus diantisipasi adalah bagaimana agar kebablasan
tersbeut tidak kemudian diterima sebagai kewajaran.
B. Saran.
Peningkatan Kualitas Pers.
Bersamaan dengan peningkatan perlindungan terhadap kemerdekaan pers,
lembaga pers harus selalu menyempurnakan kinerjannya sehingga mampu
menyampaikan informasi yang akurat, tepat, cepat, dan murah kepada seluruh
masyarakat.
Sudah saatnya lembaga pers terus menyempurnakan diri dalam menyampaikan
informasi, dengan selalu melakukan penelitian ulang sebelum menyiarkannya,
melakukan peliputan berimbang terutama untuk berita-berita konflik agar
masyarakat memperoleh informasi lebih lengkap untuk turut menilai masalah
yang sedang terjadi.
Penyempurnaan kualitas pers merupakan kerja keras yang dilakukan hari demi
hari untuk kepentingan masyarakat.
Pendidikan melek media mengembalikan titik berat upaya pembedayaan
sepenuhnya ada di diri si khalayak media (pembaca, pendenganr dan pemiras).
Orang-orang yang melek media (Media Literari People) jelas akan saenantiasa jeli
dan kritis terhadap media.
Program Media Literacy dimaksudkan mendidik kahlayak suapaya senantiasa
bersiakp kritisa terhadap infrmasi apapun yang ai teriam dari media. Media
Litercy juga menanankan pentingnya kebiasaan untuk bersikap selektif atassetiap
mata acara yang akan ditonton atau setiap berita yang akan dibaca. Sebab oarang-
rang yang krang terdidik dalam memahami medialah yang lebih rentan bagi
bentuk bentuk manipulasi yang halus.
Paling tidak ada lima unsur yang fundamental dalam pendidikan media
literacy. Yakni, kesadaran terhadap dampak media; pamahaman terhadap proses
komunikasi massa; strategis untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan-pesan
media; pemahaman terhadap isi media sebagai tekad yang menyajikan pandangan
bagi kehidupan dan budaya kita; dan kesanggupan untuk menikmati, memahami
dan mengapresiasi isi media.
12
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Cetakan
Pertama. Bandung: Citra Aidya Bakti.
Hamzah, A, I Wayan Suandra dan BA Manalu. 1987. Delik-Delik Pers di
Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta: Media Sarana Pers.
Oetama, Jakob. 1987 Perspektif Pers di Indonesia. Cetakan Pertama.
Jakarat:LP3ES.
Sumadiria, As Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia. Bandung. Simbiosa Rekatama
Media.
Sudibyo, Agus dkk. Kabar-Kabar Kebencian.Jakarta: Insistut Studi Arus
Informasi.2001
Koran HU Pikiran Rakyat, Edisi Sabtu, 9 Febuari 2002.
_____________________, Edisi Rabu 8 Mei 2002.
_____________________, Edisi Selasa, 7 Mei 2002.
13
MAKALAH
KEBEBASAN PERS DAN DAMPAK
PENYALAHGUNAANNYA
Disusun Oleh :
DEVRI HARDIANSYAH
14
Kata Pengantar ............................................................................................ i
Daftar Isi ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
ii
15
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
makalah yang berjudul "Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara" ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. makalah ini disusun
sebagai tugas untuk mata pelajaran PPKN.
Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Penulis
i
16