Professional Documents
Culture Documents
SOFTSKILL
SISTEM KLASIFIKASI, NOMENKLATUR dan SIFAT-SIFAT BAKTERI PATOGEN
Oleh:
KELOMPOK II-C
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009
NAMA-NAMA KELOMPOK
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa karena dengan rahmat
dan ridho -Nyalah, penyusunan makalah mengenai SISTEM KLASIFIKASI,
NOMENKLATUR dan SIFAT-SIFAT BAKTERI PATOGEN ini dapat terselesaikan. Kami
menyadari masih sangat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
kami menerima dengan tangan terbuka atas masukan dan kritikan yang membangun sehingga
dapat menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan makalah ini. Atas
masukan, kritik dan saran yang membangun kami ucapkan terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Ilmu pengetahuan semakin berkembang dari masa ke masa. Perkembangan ini sering
menuntut perubahan dalam klasifikasi. Setiap sistem klasifikasi harus bersifat eksklusif
sekaligus inklusif. Taksonomi adalah ilmu pengetahuan penggolongan organisme. Tatanama
penggolongan dan identifikasi untuk pengaturan organisme ke dalam kelompok (taxa)
didasarkan atas persamaan atau hubungan. Tatanama adalah menyebutkan nama bakteri pada
kelompok taxonomic menurut aturan internasional. identifikasi adalah cara yang praktis
pengklasifikasian untuk menentukan identitas dari suatu bakteri dan mengisolasi sebagai
anggota dari suatu taxon atau sebagai suatu anggota dari jenis yang tidak diketahui.
1.2 Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini memiliki beberapa tujuan yaitu:
a. Untuk mengetahui beberapa macam bakteri yang patogen pada beberapa genus serta
mengetahui klasifikasi dan nomenklaturnya.
b. Mengetahui klasifikasi dari spesies patogen yang akan dibahas
c. Morfologi masing-masing spesies yang akan dibahas
d. Mengetahui penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri patogen
e. Mengetahui sifat-sifat kuman patogen melalui identifikasi makroskopis, mikroskopis,
sifat-sifat biokimia, uji biologis, uji serologis
BAB 2
PEMBAHASAN
BAB 2
PEMBAHASAN
Habitat bakteri hampir disetiap tempat, yaitu di tanah, air, udara, dalam makanan,
maupun dalam tubuh makhluk hidup. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan
lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu.
Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan faktor makanan,
suhu,dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain itu dapat mengalami
pleomorfik, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada
syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran 0,5-1,0 µ meter. Bakteri
memiliki peranan pada manusia, baik peranan yang merugikan maupun yang
menguntungkan. Bakteri tersebut menguntungkan karena dapat membantu, dalam proses
industri makanan maupun obat-obatan, dan bakteri tersebut merugikan dikarenakan ada yang
bersifat parasit dan patogen. Oleh karena itu, pembahasan kali mengenai bakteri patogen
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Adapun genus dari bakteri
tersebut yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
b. Morfologi
- Morfologi makroskopik
Staphylococcus aureus mempunyai daya tahan yang lebih kuat
jika dibandingkan dengan bakteri lain yang tidak membentuk spora.
Pada agar miring masih dapat bertahan hidup sampai berbulan–bulan
baik di dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Menurut pada
media PAD Staphylococcus aureus memproduksi pigmen lipochrome
yang membuat koloni tampak berwarna kuning keemasan dan kuning
jeruk atau putih. Menurut Jawetz et all (1996), Staphylococcus aureus
membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua. Bakteri
mudah tumbuh pada media umum secara aerob dengan suhu 370C,
pada media selektif MSA (Mannitol Salt Agar). Pada media MSA
koloni yang terbentuk berwarna kuning emas, dengan ukuran 2-4 mm,
bulat cembung, mengkilat & keruh.
- Morfologi Mikroskopik
Staphilococcus sp. secara mikroskopis dapat dilihat bakteri ini
bergerombol menyerupai buah anggur, pada sifat pewarnaan gram
bersifat gram positif, tidak dapat bergerak (non motil), dan tidak
memiliki spora. Hanya kadang-kadang yang negatif Gram dapat
ditemukan pada bagian tengah gerombolan kuman, pada kuman yang
telah difagositosis dan pada biakan tua yang hampir mati.
Gambar 2.2 Morfologi bakteri Staphylococcus aureus dengan
pembesaran 10000x
c. Sifat-sifat biokimiawi
Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari
interaksi metabolitmetabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia.
Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan senyawa tertentu sebagai
sumber karbon dan sumber energi . Adapun sifat-sifat uji biokimiawi bakteri
Staphylococcus aureus adalah:
I. Uji MR
Hasilnya positif, terjadi perubahan warna menjadi merah setelah
ditambahkan methyl red. Artinya, bakteri ini mengahasilkan asam
campuran (metilen glikon) dari proses fermentasi glukosa yang
terkandung dalam medium MR-VP. Terbentuknya asam campuran pada
media akan menurunkan pH sampai 5,0 atau kurang, oleh karena itu bila
indikator metil ditambahkan pada biakan tersebut dengan pH serendah itu
maka indikator tersebut menjadi merah. Hal ini menandakan bahwa
bakteri ini peragi asam campuran.
II. Uji VP
Hasilnya negatif, karena tidak terbentuk warna merah pada
medium setelah ditambahkan α-napthol dan KOH, artinya hasil akhir
fermentasi bakteri ini bukan asetil metil karbinol (asetolin).
III. Uji Indol
Media ini biasanya digunakan dalam indentifikasi yang cepat.
Hasil uji indol yang diperoleh negatif karena tidak terbentuk lapisan
(cincin) berwarna merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri ini
tidak membentuk indol dari tryptopan sebagai sumber carbon, yang dapat
diketahui dengan menambahkan larutan kovac. Asam amino triptofan
merupakan komponen asam amino yang lazim terdapat pada
protein,sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh
mikroorganisme akibat penguraian protein.
V. Uji Katalase
Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat
memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Pengujian katalase merupakan cara
identifikasi bakteri dengan cara meneteskan cairan H2O2 pada koloni
bakteri. Pada uji katalase bakteri Staphilococcus aureus menunjukkan
katalase positif yang berarti bakteri tersebut bisa menghasilkan
gelembung-gelembung oksigen karena adanya pemecahan H2O2
(hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu
sendiri.
d. Patogenitas Bakteri
Patogenesis dan virulensi Staphylococcus aureus ditentukan oleh
substansi-substansi yang diproduksi antara lain adalah enzim ekstraseluler
yang dikenal dengan eksoprotein (Salasia et al., 2005). Staphylococcus aureus
menghasilkan berbagai faktor virulen baik yang bersifat seluler maupun
ekstraseluler. Sejumlah faktor ini berperan dalam proses kolonisasi dan
pertumbuhan pada berbagai organ tubuh. Adanya berbagai faktor ini dapat
menjelaskan mengapa bakteri dapat menyebabkan infeksi pada seluruh organ
dari berbagai jenis hewan. Staphylococcus aureus membuat 3 macam
metabolisme, yaitu metabolit yang bersifat :
I. Nontoksin
Yang termasuk metabolit nontoksin ialah antigen permukaan,
koagulasa, hialuronidasa, fibrinolisin, gelatinasa, proteasa, lipasa,
tributirinasa, fosfatasa dan katalasa.
- Antigen permukaan/ Protein A
Antigen ini berfungsi antara lain mencegah serangan oleh faga,
mencegah reaksi koagulosa dan mencegah fagositosis.
- Koagulasa (Stafilokoagulosa)
Koagulase merupakan salah satu protein yang menyerupai enzim
dan dapat menggumpalkan plasma oksalat atau sitrat dengan bantuan
suatu faktor yang terdapat dalam serum. Faktor reaksi koagulase
(coagulase reacting factor, CRF) serum bereaksi dengan koagulase untuk
menghasilkan esterase dan aktivitas pembekuan dengan cara yang sama,
seperti pengaktifan protrombin menjadi trombin (Jawetz et al., 2001).
Proses fagositosis Staphylococcus aureus koagulasi positif dapat
dikurangi dengan adanya reaksi penggumpalan darah. Hal ini merupakan
mekanisme penghambatan yang mungkin berasal dari fibrin bagian
permukaan organisme (Merchant dan Parker, 1961). Enzim koagulase
bereaksi terhadap bentuk kompleks yang dapat membelah fibrinogen dan
menyebabkan pembentukan bekuan fibrin, fibrin juga tersimpan pada
permukaan Staphylococcus aureus, yang mampu melindungi bakteri dari
kerusakan sel akibat aksi fagositosis sel. Produksi koagulase terkait
dengan potensi patogenitas yang invasive (Prescott dan Langsing, 1999).
- Hialuronidasa
Hialuronidase adalah enzim yang memecahkan asam hialuronat,
suatu komponen penting dalam jaringan ikat, merupakan antigen spesifik
(Jawetz et al., 1986). Enzim ini terutama dihasilkan oleh jenis
Staphylococcus aureus koagulase positif (Warsa, 1994). Hialuronidase
merupakan spreading factor dari bakteri Staphylococcus aureus
(Merchant dan Parker, 1961). Lebih dari 90% strain Staphylococcus
aureus menghasilkan hialuronidase dan diketahui sebagai faktor
penyebar infeksi. Enzim ini mampu menghidrolisis asam hialuronik
yang berada pada interseluler, sebagai substansi dasar jaringan
penghubung, sehingga mempermudah penyebaran infeksi (Joklik et al.,
1992; Prescott dan Langsing, 1999). Enzim ini dihubungkan dengan
faktor penyebaran. Hialuronidase menurunkan asam hialuronik,
substansi dasar pada jaringan penghubung, dan sebagai sarana
penyebaran organisme melalui jaringan (Carter and Wise, 2004).
- Fibrinolisin atau staphilokinase
Fibrinolisin merupakan enzim yang dapat melisiskan bekuan
darah dari pembuluh darah yang sedang meradang, sehingga bagian-
bagian yang penuh kuman terlepas dan menyebabkan terjadinya lesi
metastatik di jaringan lain (Warsa, 1994). Stafilokinase merupakan
enzim proteolitik yang dihasilkan Staphylococcus. Enzim ini secara
antigenik dan enzimatik berbeda dengan streptokinase yang dihasilkan
oleh Streptococcus. Stafilokinase banyak dihasilkan oleh strain
Staphylococcus aureus. Perbedaan produksi stafilokinase tergantung
pada phage genome dan ekspresinya selama lisogeni. Gangguan
pembekuan darah oleh enzim ini, merupakan akibat proenzim
plasminogen yang diubah menjadi enzim fibrinolitik plasmin (Joklik et
al., 1992).
- Gelatinasa dan proteasa
Gelatinasa adalah suatu enzim yang dapat mencairkan gelatin.
Protease dapat melunakkan serum yang telah diinspirasikan (diuapkan
airnya) dan menyebabkan nekrosis jaringan termasuk jaringan tulang.
- Lipasa dan tributirinasa
Lipase terutama dihasilkan oleh jenis Staphylococcus aureus
koagulase positif (Warsa, 1994). Lipase adalah enzim yang
menghidrolisis lipid. Aktivitas enzim pada berbagai substrat termasuk
lipid yang terdapat dalam plasma, lemak dan minyak yang terakumulasi
pada permukaan tubuh. Aktivitas lipase yang demikian sangat membantu
Staphylococcus aureus bertahan dan berkoloni dalam darah atau pada
daerah kelenjar sebaseous. Lipase sangat penting untuk menembus barier
jaringan kutan dan subkutan (Joklik et al., 1992). Tributirinase atau egg-
yolk faktor merupakan suatu lipase-like enzyme yang menyebabkan
terbentuknya fatty droplets dalam suatu pembenihan kaldu yang
mengandung glukosa dan kuning telur (Warsa, 1994).
- Fosfatase, lisosin, dan penisilinasa
Ada korelasi antara aktivitas asam fosfatase, patogenitas kuman
dan pembentukan koagulasa, tetapi pemeriksaan asam fosfatase jauh
lebih sulit untuk dilakukan dan kurang khas jika hendak dipakai sebagai
petunjuk virulensi. Lisosim dibuat oleh sebagian besar jenis koagulasa
positif dan penting untuk menentukan patogenitas kuman. Penisilinasa
dibuat oleh beberapa jenis Staphilococcus, terutama dari grup.
- Katalase
Enzim ini dibuat oleh Staphilococcus dan Mikrokokus,
sedangkan Pneumokokus dan Streptokokus tidak. Adanya enzim ini
dapat diketahui jika koloni Staphilococcus berumur 24 jam dituangi
H2O2 3% dan timbul gelembung-gelembung udara.
- Nuklease
Nuklease adalah enzim fosfodiesterase dengan kemampuan
endonukleolitik dan eksonukleolitik dan dapat memotong DNA atau
RNA. Enzim ini tersusun atas rantai tunggal polipeptida, berbentuk
kompak globuler, berada dalam permukaan sel, pada permukaan sel atau
dekat permukaan sel Staphylococcus aureus. Enzim ini akan berubah
strukturnya pada pemanasan 65ºC, tetapi bersifat reversible, artinya
strukturnya akan berubah ke bentuk semula setelah suhu turun kembali
dengan cepat (Joklik et al., 1992). Enzim nuklease mempunyai
kemampuan untuk memecah asam nukleat (Prescott dan Langsing,
1999).
II. Eksotoksin
Terdiri dari :
- Alfa hemolisin
Toksin ini terutama dihasilkan oleh jenis Staphylococcus yang
berasal dari manusia (Warsa, 1994). Alfa hemolisin merusak makrofag
dan trombosit manusia, tetapi monosit resisten terhadap toksin ini. Alfa
hemolisin melarutkan eritrosit dan merusak trombosit kelinci, kambing,
domba, dan sapi tetapi tidak melisiskan sel darah merah manusia .
Toksin ini juga merusak sistem sirkulasi, jaringan otot dan jaringan
korteks ginjal. Meskipun alfa toksin bukan satu-satunya faktor virulensi
Staphylococcus, alfa toksin mempunyai peran yang nyata pada
patogenitas dengan menimbulkan kerusakan jaringan (Jawetz et
al.,1982). Toksin ini dibuat oleh Staphilococcus virulen dari jenis kuman
dan bersifat :
- Melisiskan darah merah kelinci, kambing, domba, dan sapi.
- Tidak melisiskan sel darah merah manusia.
- Menyebabkan nekrosis pada kulit manusia dan hewan.
- Tidak menghancurkan sel darah putih manusia
- Menghancurkan trombosit kelinci
- Bersifat sitotoksik terhadap biakan jaringan mammalia
- Dalam dosis yang cukup besar dapat membunuh manusia dan hewan.
- Beta hemolisin
Beta hemolisin mempunyai kemampuan untuk
menghancurkan eritrosit dan sphingomyelin di sekitar sel saraf (Prescott
dan Langsing, 1999). Menurut Joklik et al. (1992), beta toksin adalah
enzim dengan substrat spesifik yaitu merusak sphingomyelin (dan
lisofosfolipida). Degradasi sphingomyelin akan menyebabkan lesi
membran dan akan memacu prose hemolisis jika sel dalam kondisi
kedinginan. Eritrosit berbagai spesies hewan mempunyai tingkat
kepekaan yang berbeda terhadap toksin ini, tergantung konsentrasi
sphingomyelin yang terkandung dalam eritrosit tersebut (Joklik et
al.,1992). Toksin ini dapat dibuat toksoid.
- Delta hemolisin
Toksin ini mempunyai kandungan asam amino hidrofobik
yang tinggi, sehingga jika berada dalam lingkungan cair akan
membentuk molekul amfipatik. Delta hemolisin dari berbagai galur
Staphylococcus aureus yang telah berhasil diisolasi mempunyai berat
molekul antara 68-200 kDa (Wiseman, 1975). Delta toksin mempunyai
aktivitas biologik yang luas dan tidak menunjukkan spesifitas sel
tertentu. Delta toksin relatif termostabil terhadap bahan yang mampu
menurunkan tegangan permukaan yang kuat seperti deterjen. Eritrosit,
makrofag, limfosit, netrofil dan trombosit dapat dirusak oleh delta
toksin. Delta toksin mempunyai kemampuan menghambat absorbsi air
dalam ileum, serta dapat merubah permeabilitas ion pada ileum marmot.
Efek lain delta toksin adalah mempengaruhi fungsi leukosit
polimorfonuklear dan metabolisme platelet activation factor (PAF)
(Joklik et al., 1992). Toksin ini juga dihasilkan oleh Staphylococcus
epidermidis. Delta hemolisin merupakan toksin yang dihasilkan dalam
jumlah yang relatif sedikit oleh sebagian besar dari jenis Staphylococcus
aureus (Todar, 2002).
- Leukosidin
Leukosidin dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, toksin ini
hanya menyerang leukosit polimorfonuklear dan makrofag (Joklik et al.,
1992). Leukosidin mempunyai kemampuan untuk menghambat
fagositosis oleh granulosit dan dapat menghancurkan sel dengan
pembentukan pori-pori pada bekas fagosomnya (Prescott dan Langsing,
1999). Antibodi terhadap leukosidin dapat berperan dalam resistensi
terhadap infeksi Staphylococcus berulang (Jawetz et al., 1986). Toksin
ini dapat merusak sel darah putih beberapa macam binatang dan ada 3
tipe yang berbeda: (1) Alfa hemolisin; (2) Yang identik dengan Delta
hemolisin, bersifat termostabil dan menyebabkan perubahan morfologik
sel darah putih dari semua tipe kecuali yang berasal dari domba; (3)
Yang terdapat pada 40-50% jenis Staphylococcus dan hanya merusak sel
darah putih manusia dan kelinci tanpa aktivitas hemolitik (Warsa, 1994).
Leukosidin mengandung dua komponen protein, yaitu S dan F yang
bereaksi secara sinergis untuk sitolisis. Komponen S dan F berikatan
spesifik pada Gm1-gangliosidase. Pada awal leukositolisis, leukosidin
diaktivasi oleh metiltransferase sehingga leukosit berikatan dengan
komponen protein S. Selanjutnya ikatan leukosit komponen S akan
mengaktivasi fosfolipase dan meningkatkan phosphatidyl binding site sel
membran untuk komponen F. Respon khusus leukosit terhadap
leukosidin adalah perubahan permeabilitas membran untuk kation dan
diikuti perubahan-perubahan lain (Joklik et al., 1992). Enzim ini
berfungsi membunuh granulosit dan makrofag yang tersusun atas dua
heat-labile protein (Carter and Wise, 2004).
- Sitotoksin
Toksin ini mempengaruhi arah gerak sel darah putih dan bersifat
termostabil. Toksin ini dibuat dalam suasana di mana :
Kompleks antigen zat anti menghasilkan suatu kompleks
trimolekuler dari komplemen yang terdiri dari C’5, C’6 dan C’7.
- Toksin eksfoliatif
Toksin ini dihasilkan oleh Staphilococcus grup II dan
merupakan suatu protein ekstraseluler yang tahan panas tetapi tidak
tahan asam. Toksin ini dianggap sebagai penyebab Staphylococcal
Scalded Skin Syndrome (SSS), yang antara lain meliputi dermatitis
eksfoliativa pada neonatus (Ritter’s disease),impetigo bulosa,
Staphylococcal scarlatiniform rash dan toksin epidermal nekrolisis pada
orang dewasa. Secara serologis dan biokimiawi, toksin ini dibedakan
menjadi dua yaitu eksfoliatif A (ETA) dan eksfoliatif B (ETB). Gen
yang menyandi ETA terletak pada kromosom, sedang ETB terletak pada
plasmid. Toksin ini mempunyai berat molekul 30.000 dan 39.500.
Toksin ini merusak interseluler pada lapisan granuler epidermis, tetapi
tidak menimbulkan respon keradangan (Joklik et al., 1992).
- Gamma hemolisin
Gamma hemolisin merupakan protein yang bersifat antigenik
dengan berat molekul 26-45 kDa. Toksin ini mempunyai aktivitas
hemolitik pada eritrosit manusia, kelinci dan kambing, tetapi tidak
beraktivitas pada eritrosit kuda dan unggas (Wiseman, 1975). Menurut
Joklik et al. (1992), gamma toksin mempunyai aktivitas hemolitik yang
nyata, tetapi mekanisme yang pasti belum diketahui. Gamma toksin
terdiri dari dua komponen protein yang bekerja sinergis untuk aktivitas
hemolisis dan toksisitas. Sulfated polimer dan agar menghambat gamma-
hemolisin sehingga tidak efektif pada plat agar darah. Kolesterol dan
kapsula menghambat gamma-hemolisin (Morse, 1980).
III. Enterotoksin
Toksin ini dibuat jika kuman ditanam dalam pembenihan semi
solid dengan konsentrasi CO2 30%. Toksin ini terdiri dari protein yang
bersifat:
- Non hemolitik
- Non dermonekrotik
- Non paralitik
- Termostabil , dalam air mendidih tahan 30 menit
- Tahan terhadap pepsin dan tripsin
Enterotoksin dihasilkan oleh bakteri pada waktu fase
pertumbuhan. Enterotoksin pada umumnya diproduksi oleh
Staphylococcus aureus di dalam makanan basah yang sudah pernah
dimasak atau dipanaskan. Enterotoksin ini bersifat tahan panas (heat
stable) sehingga toksin tidak rusak oleh pemanasan. Enterotoksin
menyebabkan toxic shock like syndrome, keracunan pangan, beberapa
penyakit alergi dan autoimun (Marrack dan Kappler, 1990). Sampai saat
ini telah diidentifikasi ada 19 enterotoksin S. aureus yaitu
Staphylococcal enterotoxin A (SEA), B (SEB), C (SEC), D (SED), E
(SEE), G (SEG), H (SEH), I (SEI), J (SEJ), K (SEK), L (SEL), M
(SEM), N (SEN), O (SEO), P (SEP), Q (SEQ), R (SER), T (SET) dan U
(SEU). Enterotoksin dapat diukur melalui tes presipitasi (difusi gel).
Domain molekul enterotoksin yang berbeda bertanggung jawab terhadap
sindroma syock toksik dan keracunan makanan (Jawetz et al., 2001).
e. Resistensi bakteri
Diantara semua kuman yang tidak membentuk spora, maka
Staphylococcus aureus termasuk jenis kuman yang paling kuat daya tahannya.
Pada agar miring dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari
es maupun pada suhu kamar. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain,
dan dalam nanah dapat tetap hidup selama 6-14 minggu.
Dalam berbagai zat kimia daya tahannya adalah sebagai berikut :
f. Manifestasi klinis
Kemampuan patogenik strain S aureus tertentu merupakan gabungan
faktor-faktor ekstraseluler, toksin-toksin, serta sifat-sifat invasif strain itu.
Pada satu akhir spektrum penyakit adalah keracunan makanan oleh
stafilokokus, akibat termakannya enterotoksin yang sudah terbentuk;
sedangkan bentuk akhir lainnya adalah bakteremia stafilokokus dan abses
yang tersebar di seluruh organ. Peran serta potensial berbagai zat ekstraseluler
pada patogenesis ternyata dari sifat kerja masing-masing faktor. (Jawetz,
1995)
Staphylococcus aureus yang patogen dan invasif cenderung
menghasilkan koagulase dan pigmen kuning, dan bersifat hemolitik.
Stafilokokus yang non patogen dan tidak invasif seperti Staphylococcus
epidermidis, cenderung bersifat koagulase negatif dan tidak hemolitik.
Organisme ini jarang menyebabkan pus tetapi dapat menginfeksi prostesis
ortopedik atau kardiovaskuler. (Jawetz, 1995)
Pernanahan foka (abses) adalah sifat khas infeksi stafilokokus. Dari
setiap fokus, organisme menyebar melalui saluran limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lainnya. Pernanahan dalam vena, yang disertai trombosis, sering
terjadi pada penyebaran tersebut. Pada osteomyelitis, fokus primer
pertumbuhan S aureus secara khas terjadi di pembuluh-pembuluh darah
terminal pada metafisis tulang panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan
pernanahan menahun. S aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis,
empiema, endokarditis atau sepsis dengan pernanahan pada bagian tubuh
mana saja. Stafilokokus yang daya invasinya rendah berperan pada banyak
infeksi kulit (misalnya acne, epiderma, atau impitigo). Stafilokokus juga
menyebabkan penyakit melalui kerja toksin, tanpa memperlihatkan infeksi
invasif. Bula eksoliatif—sindroma lepuh kulit—disebabkan oleh pembentukan
toksin eksoliatif. Sindroma syok toksin berhubungan dengan toksin sindroma
syok toksik-I (TSST-I). Adapun manifestasi penyakit yang disebabkan bakteri
Streptococcus aureus adalah
Kelainan kulit : luka lepuh, abses, furunkel, karbunkel
Tonsilitis, faringitis, sinusitis, pneumonia, abses paru, ginjal,
meningitis
Keracunan makanan: diare dan muntah (6 jam setelah makan)
Pada hewan sapi dapat terjadi mastitis, yaitu pembengkakan pada
kelenjar mammae.
Pada hewan kuda dapat terjadi botryomycosis, yaitu infeksi ujung
saluran epidedimitis.
Pada hewan anjing dapat terjadi pyoderma
b. Morfologi
- Morfologi makroskopis
Pada Media padat: koloni kecil, halus, jernih, licin,
seperti tetes-tetes air. Bakteri ini dapat menghemolisis media
lempeng agar darah. Bersifat aerob – mikroaerofilik.
- Morfologi mikroskopis
Secara mikroskopis bakteri ini berbentuk bulat dengan
diameter 0,5 - 1,0 um. Susunan berderet membentuk rantai.
Bersifat gram positif dan memiliki kapsul.
c. Sifat-sifat biokimia
Ketiga spesies tersebut pada uji indol negatif, mencairkan
gelatin, dan nitrat. St. agalactiae pada uji CAMP (Christie,
Atkins&Munch-Peterson), hasilnya positip, hal ini ditandai dengan
terbentuknya zona hemolisis seperti mata panah. St. uberis dapat
memfermentasi mannitol dan innulin
Kingdom: Bacteria
Phylum: Firmicutes
Class: Bacilli
Order: Lactobacillales
Family: Streptococcaceae
Genus: Streptococcus
Asam tanpa gas glukosa, sukrosa, maltosa dan salicin. Lithmus milk negatip
dan tidak mencairkan gelatin
Diplococcus adalah bakteri yang termasuk gram positif berbentuk oval atau lancet
yang berpasangan. Spesies yang patogen yang akan di bahas adalah Diplococcus
pneumoniae.
Klasifikasi
Domain: Bacteria
Kingdom: Eubacteria
Phylum: Firmicutes
Class: cocci
Order: Bacillales
Family: Staphylococcaceae
Genus: Staphylococcus
Pemeriksaan mikroskopis
Sifat-sifat biokimia
Klasifikasi
Domain: Bacteria
Kingdom: Eubacteria
Phylum: Proteobacteria
Order: Neisseriales
Family: Neisseriaceae
Genus: Neisseria
Morfologi
Pemeriksaan makroskopis
Tumbuh baik pd media serum/ cairan ascites, aerob dan suhu 36oC. Serum
agar : koloni licin, abu-abu dan mengkilat. Pada media cair : tumbuh pada
permukaan, terdapat butir-butir sedimen pada dasar tabung.
Pemeriksaan mikroskopis
Klasifikasi
Domain: Bacteria
Kingdom: Eubacteria
Phylum: Proteobacteria
Order: Neisseriales
Family: Neisseriaceae
Genus: Neisseria
Pemeriksaan makroskopis
Media serum/ darah à koloni lebih besar dari Streptococcus tetapi lebih
kecil dari Staphylococcus. Media cair : tumbuh pada permukaan dan keruh.
Pemeriksaan mikroskopis
Sifat-sifat biokimia
Membentuk asam dari glukosa dan matosa, tidak pada sukrosa, manitol dan
fruktosa.
Mortalitas tinggi
Bakteri ini mempunyai morfologi yang secara umum sama, yaitu bakteri berbentuk
batang, memiliki sifat gram negatif, memiliki spora dan tidak mempunyai flagella. Adapun
genus-genus yang akan dibahas antara lain:
Pada umumnya terdapat di tanah dalam bentuk spora, dan dapat hidup selama
beberapa dekade dalam bentuk ini, dan merupakan penyebab penyakit anthrax. Penyakit
anthrax ini sangat ditakuti karena bakteri penyebabnya dapat mematikan, mudah menyebar,
sulit dimusnahkan dan bersifat zoonotic.
a. Klasifikasi
Adapun klasifikasi bakteri ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacillia
Ordo : Bacilliaales
Famili : Bacilliaceae
Genus : Bacillus
b. Morfologi
Kuman ini berbentuk batang lurus membentuk sudut siku-siku pada ujung-
ujungnya dengan panjang 3-8 mikrometer dan lebar 1-1,2 mikrometer, bersifat gram positif
dan dalam biakan membentuk rantai yang panjang dan tersusun seperti ruas bambu. Kuman
ini tidak bergerak dan di dalam jaringan tubuh berkapsul. Bila cukup oksigen akan
membentuk spora yang terletak di central dan besarnya sama dengan lebar badan kuman.
c. Sifat pertumbuhan
Kuman ini tumbuh secara aerob pada suhu optimum 37 derajat Celcius dan pH
7,5-7,8. pada media sederhana mudah tumbuh dengan membentuk koloni putih keabu-abuan
bergaris tengah 2-3 mm dengan permukaan seperti serpihan kaca dan tepi tak rata, dengan
kaca pembesar terlihat seperti kumpulan berkas dari rambut-rambut panjang. Bila
ditumbuhkan dalam 50 % serum agar dengan tekanan CO2 5 % akan tampak koloni dengan
permukaan halus dan mukoid, sedangkan kumannya berkapsul serta tidak ada hemolisis pada
agar darah. Sedangkan pada media cair membentuk kekeruhan pada permukaan dan
tenggelam dalam waktu 24 jam. Dan tusukan pada gelatin tampak gambaran khas pohon natal
terbalik disertai pencairan gelatin mulai dari atas.
d. Reaksi biokimia
Sifat kuman ini yaitu bias meragikan glucose, maltose, sucrose, trehalose, fructose
dan dextrin dengan hanya membentuk asam saja. Bias membentuk indol negative, MR
positif, VP variable, H2S negative dan NH3 positif. Selain itu juga dapat mereduksi nitrat
menjadi nitrit, mereduksi methylen blue, katalase positif, mencairkan gelatin dan
mengkoagulasi likmus milk.
e. Resistensi
Bentuk vegetatif cepat mati dengan zat-zat kimia atau physis. Pemanasan dengan
suhu 60 derahat Celcius akan membunuh kuman dalam waktu 30 menit. Spora tahan terhadap
kekeringan untuk jangka waktu yang lama, bahkan dalam tanah dapat tahan sampai
berpuluh-puluh tahun. Dalam bangkai hewan tahan hidup sampai 12 tahun. Spora tahan pada
pemanasan 100 derajat Celcius selama 5 menit, tetapi dengan menggunakan autoclave pada
suhu 120 derajat Celcius spora akan mati dalam waktu 15-20 menit. Spora mati dengan
kresol 5 % selama 7 jam. HgCl2 1 % akan mati selama 20 menit dan dengan menggunakan
formalin 40 % akan mati selama 5 menit.
Terdapat tiga macam antigen yang dihasilkan oleh kuman anthrax, meliputi
protectif antigen, berupa protein yang berperan dalam merangsang pembentukan antibodi.
Capsuler antigen, yang merupakan polipeptida yang terdiri dari asam D. Glutamat yang
berfungsi melindungi kuman terhadap proses fagositosis. Dan yang terakhir adalah somatic
antigen, terdiri atas polisakarida dimana antigen initidak memegang peranan penting pada
virulensi kuman. Selanjutnya kuman ini mempunyai eksotoksin komplek yang terdiri atas
protectif Ag ( PA ), lethal faktor ( LF ) dan edema faktor ( EF ). Dan untuk dapat berfungsi
LF dan LE perlu memasuki sel dan tugas ini akan dibantu oleh adanya kerja PA.
Antigen protektif berfungsi membantu lethal faktor dan edema faktor dalam mengekspresikan
sifat virulensinya. Molekul antigen protektif berperan sebagai pembawa faktor lethal atau
faktor edema ke dalam sel inang. Faktor edema menyebabkan peningkatan kadar siklik
adonesine monofosfat yang menyebabkan hilangnya cairan tubuh sedangkan faktor lethal
menyebabkan pemutusan rantai molekul protein kinase dalam sel. Ketiga komponen tersebut
apabila berperan bersama-sama dalam menimbulkan gejala penyakit anthrax akan berakibat
edema, nekrosis dan berakhir kematian.
g. Patogenitas
Kuman ini sangat patogen terhadap sapi, kambing, domba, kerbau dan terkadang
juga menyerang kuda. Umumnya menimbulkan kematian dengan disertai darah berwarna
hitam yang keluar dari lubang hidung dan dubur. Dapat juga menyerang babi, anjing, kucing
dengan adanya orofaringitis. Pada manusia, infeksi dapat terjadi melalui kulit dan
menyebabkan terjadinya anthrax kulit, apabila tertelan menyebabkan terjadinya anthrax
intestinal atau melalui pernapasan menimbulkan anthrax paru-paru. Penularan juga dapat
terjadi melalui vektor penghisap darah yaitu Ornithodorus megnini.
h. Diagnosa klinik
Kuman berbentuk batang dengan ujung tumpul dengan penataan tunggal, berantai dan
bersifat gram positif, pada umumnya bergerak dan membentuk spora dengan letak sentral,
subterminal ataupun terminal. Spora yang dimilikinya berdiameter lebih besar dibanding
dengan kumannya.Kuman ini tumbuh secara anaerob atau tidak memerlukan oksigen untuk
kehidupannya.
Kuman ini merupakan salah satu penyebab gas gangren yang biasa disebut
sebagai penyakit radang paha, boutvuur, blackleg. Penularan penyakitinidisamping melalui
luka-luka ( kastrasi, pencukuran, bulu ) juga bisa melalui peroral.
a. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari bakteri tersebut adalah sebagai berikut
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
b. Morfologi
Kuman ini dapat tumbuh secara anaerob pada suhu optimum 37 derajat Celcius.
Pada agar darah akan membentuk koloni dengan diameter 2-5 mm berwarna keabu-abuan
sampai putih, tidak teratur dan tepi tidak rata dan sedikit membentuk beta hemolisis. Kuman
ini lebih mudah tumbuh pada media cair dengan terlihatnya pertumbuhan di bawah dan
membentuk gelembung gas. Pada media daging, kuman ini bisa merubah daging menjadi
dadu tanpa dicernakan. Dapat juga memecah glukosa, maltosa, laktosa menjadi asam dan gas.
Selain itu juga menghasilkan H2S, tidak membentuk indol, tidak mereduksi nitrat, dapat
mencairkan gelatin dan mengasamkan susu.
d. Resistensi
Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap pemanasan atau zat kimia.dalam bentuk
spora, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak terbunuh pada pemanasan 120 derajat celcius
selama 10 menit. Dapat hidup di tanah selama bertahun-tahun. Dalam larutan formalin3 %
spora akan mati dalam waktu 15 menit, sedangkan dalam larutan HgCl2 1:500 akan mati
dalam waktu 10 menit.
g. Diagnosa
Diagnosa dapat ditentukan berdasarkan gejala-gejala klinis dan pemeriksaan
laboratoris yaitu dengan isolasi kuman pada cooked meat broth dan solid media dan
identifikasi kuman dengan pemeriksaan morfologi, reaksi biokomia dan uji gula-gula.
Selanjutnya dapat diteruskan menggunmakan marmot untuk uji biologis dan protection test
untuk membedakan dengan spesies lainnya. Cara serologis dapat dilakukan yaitu dengan cara
pengecatan secara langsung dengan menggunakan fluorescent antibodies.
a. Klasifikasi
Adapun klasifikai dari bakteri adalah
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
b. Morfologi
Kuman ini dapat tumbuh secara anaerob pada suhu optimum 37 derajat
celcius. Pada media padat membentuk koloni transparan keabu-abuan dengan
pinggiran tidak teratur. Pada agar darah akan membentuk koloni alpha hemolisis dan
2-3 hari kemudian akan menjadi betha hemolisis. Sedangan pada media daging,
kuman ini dapat merubah daging menjadi dadu tanpa dicernakan dan membentuk gas.
Selein itu, kuman ini juga mampu mengurai glukosa, maltosa, laktosa dan salicin
menjadi asam dan gas serta mampu menghasilkan H2S, tidak mampu membentuk
indol, mereduksi nitrat, mencairkan gelatin dan mengasamkan susu.
d. Resistensi
Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap pemanasan atau zat kimia.dalam bentuk
spora, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak terbunuh pada pemanasan 120 derajat
celcius selama 10 menit. Dapat hidup di tanah selama bertahun-tahun. Dalam larutan
formalin3 % spora akan mati dalam waktu 15 menit, sedangkan dalam larutan HgCl2
1:500 akan mati dalam waktu 10 menit.
f. Patogenitas
Secara alami kluman ini dapat menimbulkan gas gangraena pada sapi, domba,
babi dan manusia, serta acute haemorrhagic abomasitis pada domba yang penyakitnya
disebut braxy.
g. Diagnosa
Kuman ini peka terhadap penicillin atau antibiotika yang broad-spectrum. Selain
itu biakan murni yang dilemahkan dengan formalin dapat juga merangsang
pembentukan antibodi. Vaksinasi terhadap boutvuur tidak melindungi terhadap
infeksi dengan kuman ini.
a. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari bakteri ini adalah:
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
b. Morfologi
Kuman ini dapat tumbuh secara aerob pada suhu optimum 37 derajat Celcius.
Pada media padat membentuk koloni transparan keabu-abuan dengan pinggiran
tidak teratur. Pada agar darah akan membentuk koloni betha hemolisis dan
kemudian akan menjadi alpha hemolisis dengan pengaruh oksigen. Pada media
daging kuman ini dapat merubah daging menjadi dadu tanpa harus dicernakan.
Kuman ini juga mampu mengurai glukosa, maltosa menjadi asam dan gas
sedangkan laktosa dan salisin tidak diuraikan. Selain itu juga menghasilkan H2S,
tidakk membentuk indol, tidak mereduksi nitrat, mencairkan gelatin dan
mengasamkan susu.
d. Resistensi
Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap pemanasan atau zat kimia.dalam bentuk
spora, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak terbunuh pada pemanasan 120
derajat celcius selama 10 menit. Dapat hidup di tanah selama bertahun-tahun.
Dalam larutan formalin3 % spora akan mati dalam waktu 15 menit, sedangkan
dalam larutan HgCl2 1:500 akan mati dalam waktu 10 menit.
Toksin yang dihasilkan kuman ini meliputi toksin alpha ( necrotizing, lethal )
dan betha ( necrotizing, haemolytic. Lethal, lechitinase )
f. Patogenitas
Pada kuman ini telah dikenal terdapat empat tipe meliputi C. Novyi tipe A
( toksin alpha) menimbulkan penyakit kepala besar pada domba jantan. Penyakit
ini menimbulkan kebengkakan oedematus pada jaringan subcutan di daerah
kepala leher. C. Novyi tipe B (toksin alpha dan betha ) menimbulkan penyakit
black disease pada domba dan terkadang pada sapi. C. Novyi tipe C
menimbulkan osteomielitis pada kerbau. Dan C. Novyi tipe D menimbulkan
hemoglobinuria terutama pada sapi.
g. Diagnosa
Diagnosa penyakit yang disebabkan kuman ini dapat berupa pengecatab secara
langsung dengan menggunakan fluorescent antibodies. Dapat juga dengan cara
melihat reaksi Nagler pada biakan kuning telur yaitu terjadi kekeruhan di
sekeliling koloni pada tipe A, B dan D karena aktifitas lesitinase toksin alpha.
Selain itu juga bisa menggunakan uji biologis dan protection test pada marmot.
Bakteri ini sangat dekat hubungannya denga Clostridium novyi yang dikenal
sebagai penyakit yang menyerang sapi dengan nama penyakit kemih merah dan red water
disease. Karena kesamaan inilah akhirnya penyebabnya dinyatakan sebagai Clostridium
novyi type D. Penularan penyakit ini melalui ingesti dan berkembangbiak dalam hati disertai
pembentukan toksin.
a. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
b. Morfologi
Kuman ini berbentuk batang dengan diameter 1-1,3 mikrometer dan panjang
3-5 mikrometer. Spora yang dimiliki kuman ini berbentuk oval, terletak
subterminal, bersifat gram positif dan motil.
c. Sifat pertumbuhan dan biokimia
Kuman ini dapat tumbuh secara aerob pada suhu optimum 37 derajat Celcius,
pada media umum akan membentuk koloni bening dan lama-lama seperti wool.
Pada plat agar darah kuman ini membentuk zona hemolysis yang cukup besar.
Kuman ini juga mampu mencairkan gelatin dalam jangka waktu 2-4 hari. Pada
media daging, kuman ini mampu merubah daging menjadi dadu tanpa dicernakan.
Selain itu juga bisa memecah glukosa dan fruktosa menjadi asam dan gas. Juga
mampu menghasilkan H2S, membentuk indol, tidak mereduksi nitrat, dapat
mencairkan ggelatin dan mampu mengasamkan susu.
d. Resistensi
Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap pemanasan atau zat kimia.dalam bentuk
spora, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak terbunuh pada pemanasan 120
derajat celcius selama 10 menit. Dapat hidup di tanah selama bertahun-tahun.
Dalam larutan formalin3 % spora akan mati dalam waktu 15 menit, sedangkan
dalam larutan HgCl2 1:500 akan mati dalam waktu 10 menit.
f. Patogenitas
Kuman ini terutama menyerang pada sapi dan terkadang juga menyerang
domba. Terjadinya nekrose karena keberadaan cacing hati yang sangat membantu
perkembangan kuman ini. Toksin lesitinase merombak kompleks lesitoprotein yang
terdapat pada permukaan eritrosit. Toksin dalam hati akan menyebabkan hemolisis
intravaskular dan kerusakan pembuluh kapiler sedangkan hemoglobulin dikeluarkan
dalam urin.
g. Diagnosa
Kuman ini merupakan salah satu penyebab dari gangren gas. Dapat juga
menyebabkan keracunan makanan oleh enterotoksin yang termolabil atau enteritis nekrotik.
Seringkali menyerang manusia tetapi juga pada hewan.
a. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
b. Morfologi
Kuman ini berbentuk batang dengan ujung tumpul dengan diameter 0,3-1,5
mikrometer dan panjang 4-8 mikrometer dengan susunan tunggal, berpasangan
atau rantai pendek. Kuman ini tidak dapat bergerak, bercapsul, gram positif, spora
oval dan besar serta terletak subterminal dan terkadang terletak di central.
Kuman ini bersifat anaerob dan dapat tumbuh cepat pada suhu 37 derajat
Celcius. Pada agar nutrient tumbuh koloni bulat halus kesbu-abuan dengan tepi
rata. Pada agar darah akan membentuk koloni besar licin dengan diameter 2-5 mm
dan membentuk zona betha hemolisis yang lebar. Perbenihan pada daging rebus
menjadi keruh dalam waktu 24 jam dengan pembentukan gas, dan dagingnya
berubah menjadi dadu tanpa dicernakan dengan mengeluarkan bau asam. Selain
itu, kuman ini juga mampu mengurai glukosa, maltosa, laktosa menjadi asam dan
gas sedangkan salisin tidak diuraikan. Mampu menghasilkan H2S, tidak
membentuk indol, tidak mereduksi nitrat, mampu mencairkan gelatin dan mampu
mengasamkan susu.
d. Resistensi
Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap pemanasan atau zat kimia.dalam bentuk
spora, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak terbunuh pada pemanasan 120
derajat celcius selama 10 menit. Dapat hidup di tanah selama bertahun-tahun.
Dalam larutan formalin3 % spora akan mati dalam waktu 15 menit, sedangkan
dalam larutan HgCl2 1:500 akan mati dalam waktu 10 menit.
Kuman ini mempunyai empat tipe toksin penting yang bersifat antigenic ( A,
B, C dan D) dan masing-masing mampu mengadakan reaksi silang berdasarkan uji
toksin antitoksin neutralization. Untuk penentuan tipe kuman secara rutin dipakai
serum antitoksin. Ada empat jenis toksin utama yaitu, alpha, betha, epsilon dan
iota merupakan factor penting untuk patogenesitas kuman.
f. Patogenitas
g. Diagnosa
Kuman ini dapat menyebabkan penyakit tetanus, yaitu penyakit akut pada
mamalia yang disebabkan oleh toksin Clostridium tetani. Tetanus terjadi akibat pencemaran
luka oleh kuman ini. Penyakit ini mempunyai gejala tersifat, yaitu adanya kontraksi
spasmodik persisten. Kuman ini banyak terdapat pada usus kuda, terutama pada herbivora.
Bersama feses, kuman ini masuk ke dalam tanah kering lalu membentuk spora dan tahan
hidup sampai berbulan-bulan.
a. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
b. Morfologi
Kuman ini bersifat anaerob dan dapat tumbuh cepat pada suhu 37
derajat Celcius. Pada agar nutrient tumbuh koloni bulat tak teratur, bergaris
tengah 2-5 mm, jernih, kuning kelabu dengan permukaan berbutir dan tepi
yang tidak rata. Pada agar darah membentuk zona alpha hemolysis kemudian
setelah 2-3 hari terlihat adanya betha hemolysis akibat pembuatan hemolisin.
Sedangkan pembenihan pada daging rebus menjadi keruh dalam waktu 24 jam
dengan pembentukan gas, dagingnya tidak dicernakan tetapi menjadi hitam
jika dieramkan cukup lama. Selain itu kuman ini bersifat tidak meragikan gula
apapun dan sedikit proteolitik, membentuk indol dan H2S, tidak mencairkan
gelatin, tidak mereduksi nitrat dan tidak menggumpalkan susu.
d. Resistensi
Bentuk vegetatif kuman ini peka terhadap pemanasan dan tidak dapat
hidup dengan adanya oksigen. Berbeda dengan spora, sangat tahan terhadap
panas dan antiseptic yang biasa digunakan. Spora tahan terhadap pemanasan
100 derajat Celcius selama 15-90 menit dan terbunuh pada suhu 105 derajat
Celcius selama 3-25 menit. Spora juga akan mati dengan phenol 5 % selam
10-12 jam dan berkurang sampai 2 jam dengan pemberian asam hidroklorit 0,5
%.
f. Patogenitas
Tetanus dapat menyerang kuda, sapi, domba, babi, anjing dan manusia.
Kuda sangat peka terhadap penyakit ini. Spora kuman ini terdapat dalam tanah
dan masuk ke dalam luka hanya akan berkembangbiak jika suasananya
menunjang. Infeksi juga dapat terjadi post operasi, pada post partum yaitu
melalui tali pusar. Toksin yang dibuat disebarkan melalui aliran darah dan
sister limphatik dan sampai ke susunan syaraf pusat. Adanya racun inio
mengakibatkan kekuatan otot di seluruh tubuh, terutama otot pengunyah dan
otot tubuh, refleks yang berlebihan dan serangan yang berulang.
g. Diagnosa
a. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
b. Morfologi
Kuman ini berbentuk batang besar dengan ujung membulat dengan diameter
0,5-1,2 mikrometer dan panjang 4-6 mikrometer. Umumnya tampak sendiri-
sendiri, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai pendek. Kuman ini
motil dan bersifat gram positif serta mampu membentuk spora yang berbentuk
oval dengan diameter lebih besar dari kuman dan terletak terminal.
Kuman ini bersifat anaerob dan tumbuh cepat pada suhu 37 derajat Celcius.
Kuman ini tumbuh baik pada media yang sedikit alkalis, juga pada kaldu hati yang
ditambah 0,5 % glukosa dan 0,5 % KH2PO4. Koloni pada plat agar tumbuh
koloni berbentuk tidak rata, kecil, berwarna putih keabu-abuan hingga coklat
kekuningan dengan tepi berserabut. Pada media daging, kuman ini mencerna
daging dan merubah warnanya menjadi hitam (tipe A dan B) sedangkan tipe C, D
dan E tidak mencerna daging. Semua jenis kuman ini mampu meragikan glukosa
dan maltosa sambil membentuk asam dan gas.
d. Resistensi
Spora kuman ini mati pada pemanasan 100 derajat Celcius selama 5 jam, 105
derajat Celcius selama 2 jam. Pada hal ini, dengan mendidihkan saja belum
mampu membunuh spora kuman Clostridium botulinum.
Berdasarkan toksin yang bersifat antigenik kuman ini mempunyai lima tipe
toksin yaitu A, B, C,D dan E. Secara imunologis berbeda dapat dinetralisasi hanya
oleh antitoksin yang homolog, jadi antitoksin dihasilkan dari toksin A tidak dapat
menetraliser toksin B, demikian pula sebaliknya. Kuman ini membentuk
antitoksin kuat yang menimbulkan sifat patogenesitas kuman. Racun ini bersifat
neurotoksin yang bekerja perlahan-lahan dengan menghambat pelepasan
asetilkolin pada sinaps dan jembatan neuromuskuler, sehingga terjadi paralisa.
Toksin bersifat stabil, tahan terhadap pencernaan pada usus dan diserap melalui
selaput lendir usus dalam bentuk aktif. Toksin ini dapat dibuat menjadi toxoid.
f. Patogenitas
g. Diagnosa
a. Morfologi
Listeria monocytogenes adalah batang kecil dengan ujung bulat, dengan
diameter 0.5 μm sampai 1.0μm dengan panjang kurang lebih 2.0 μm. . Bakteri ini merupakan
bakteri non-sporeforming dan non-capsule producing.Listeria monocytogenes adalah
peritrichous dengan maksimal empat flagela ketika tumbuh pada suhu kamar, tetapi mungkin
tidak menghasilkan flagella pada 37 ° C, dengan persentase kecil yang menunjukkan sel-sel
mono-flagellated, beberapa bi-flagellated dan tri-flagellated terbentuk. Organisme ini mudah
diwarnai dengan semua pewarna anilin dan merupakan gram positif.
b. sifat pertumbuhan
- Secara Makroskopis
Pada perbenihan blood agar, identifikasi pada biakan pertama dilakukan pada agar
yang mengandung darah domba, sebab ciri khas terbentuknya zona hemolisis kecil dapat
diamati disekeliling dan dibawah koloni. Isolasi dapat ditingkatkan jika jaringan dijaga pada
suhu 4°C selama beberapa hari sebelum inokulasi ke media bakteriologis. Organisme ini
anaerob fakultatif dan katalase positif serta motil. Listeria menghasilkan asam, tidak
menghasilkan gas, pada berbagai macam karbohidrat.
Motilitas pada suhu kamar dan produksi hemolisin merupakan penemuan primer yang
membantu pembedaan listeria dari bakteri corynebacterium.
- Secara Mikroskopis
Listeria monocytogenes secara mikroskopis, nampak kecil,
berbentuk seperti tangkai yang kadang-kadang membentuk rantai pendek.
Sekilas memang bakteri ini nampak coccus, sehingga kadang orang mengira
bakteri ini streptococcus. Flagel akan dibentuk pada suhu kamar tetapi bukan
pada 37°C. Aktivitas hemolitik pada darah digunakan sebagai indikator yang
membedakan Listeria monocytogenes dengan spesies Listeria yang lain, tetapi
ini bukan kriteria yang pasti dalam klasifikasi.
c. Resistensi
Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat
dan tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan, pengeringan, dan pemanasan. Tetapi
beberapa kasus yang disebabkan oleh bakteri L. monogenes dapat diobati dengan pemberian
antibiotic seperti penicillin dan tobramicin dan jika menginfeksi mata bisa digunakan
antibiotic eritromicin.
g. Imunitas
h. pencegahan
a. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : Bacilli
Order : Actinomucetales
Family : Corynebacteriaceae
Genus : Corynebacterium
Taksonomi
Genus Corynebacterium diciptakan oleh Lehmann dan Neumann pada tahun 1896 sebagai
sebuah kelompok taksonomi mengandung bakteri batang yang bertanggung jawab atas
menyebabkan difteri. Genus didefinisikan berdasarkan karakteristik morfologi. Terima kasih
kepada studi 16S-rRNA, mereka telah dikelompokkan ke dalam pembagian Eubacteria
Gram-positif dengan tinggi G: C konten, dengan philogenetic dekat hubungan Arthrobacter,
Mycobacterium, Nocardia, dan Streptomyces. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani corone
( "melilit batang") dan bacterion ( "batang"). Istilah "diphtheroid" digunakan untuk mewakili
Corynebacteria yang non-patogenik misalnya, C. diphtheriae akan dikecualikan.
Morfologi
Fitur utama dari genus Corynebacterium digambarkan oleh Collins dan Cummins pada tahun
1986. Mereka adalah Gram-positif, katalase positif, tidak bergerak, tidak berspora, bakteri
berbentuk batang yang lurus atau sedikit melengkung, salah satu ujungnya menggembung
sehingga berbentuk gada, serta tidak tahan asam. Metachromatic butiran biasanya disimpan
fosfat hadir mewakili daerah. Ukuran mereka jatuh antara 2-6 mikrometer panjang dan 0,5
mikrometer diameter. Kelompok bakteri bersama-sama dalam cara yang khas, yang telah
digambarkan sebagai bentuk "V,L,Y", "anyaman pagar (palisade)", atau "huruf Cina".
Mereka mungkin juga akan muncul elips. Mereka facultatively aerobik atau anaerobik,
chemoorganotrophs, dengan 51-65% genomik G: C konten. Mereka pleomorphic melalui
siklus hidup mereka: mereka datang dalam berbagai panjang dan sering memiliki thickenings
di kedua ujung, tergantung pada kondisi sekitarnya. Bentuk- bentuk pleomorfik sering
dijumpai terutama bila kuman dibiakkan dalam perbenihan suboptimal. Granula
metakhromatik Babes-Ernst dapat dilihat dengan perwarnaan menurut Neisser atau biru
metilen Loeffler.
Difteri digambarkan sebagai "sebuah penyakit saluran pernapasan bagian atas yang ditandai
dengan sakit tenggorokan, demam ringan, dan sebuah membran pemeluk amandel (s), faring,
dan / atau hidung," oleh CDC. Respons daripada peradangan membentuk suatu
Pseudomembran yang terdiri dari bakteri, sel- sel epitel yang mengalami nekrotik, sel- sel
fagosit dan fibrin. Kemampuan patogenesis difteri tergantung pada kemampuannya untuk
menjajah nasofaringeal rongga atau kulit dan kemampuannya untuk menghasilkan toksin
difteri. C. diphtheriae biasanya menjajah lesi lokal pada saluran pernapasan bagian atas
(walaupun kutaneus difteri bisa terjadi juga) di mana toksin yang disekresi oleh bakteri
nekrotik kasus cedera pada sel-sel epitel. Akibatnya, kebocoran plasma darah ke daerah dan
membentuk jaringan fibrin disebut pseudomembrane, yang penuh C. diphtheriae
berkembang pesat sel. Di lokasi lesi difteri toksin yang diserap dan disebarluaskan ke seluruh
tubuh melalui saluran getah bening. Daerah yang terkena dampak paling umum termasuk
jantung, otot, saraf perifer, kelenjar adrenal, ginjal, hati, dan limpa (bukankomprehensif).
Difteri toksin yang bekerja dengan menyebabkan kematian sel-sel eukariotik dan jaringan
dengan menghambat sintesis protein dalam sel. Dua faktor utama C. diphtheriae bantuan
dalam produksi racun sistemik ini: ekstraselular rendah konsentrasi besi dan kehadiran
lisogenik profag (berbicara tentang secara rinci dalam fag bagian bawah). Peranan besi dalam
C. diphtheriae budaya sangat dramatis, dan diasumsikan memainkan bagian yang sama di
vivo juga. Dalam budaya habis besi C. diphtheriae akan menghasilkan toksin difteri sampai
dengan 5% dari total produksi protein. Telah ditemukan bahwa gen tox diatur oleh kontrol
negatif. Sebuah represor molekul, produk dari gen DtxR, diaktifkan oleh besi. Jika diaktifkan,
represor mengikat ke gen tox operator dan mencegah transkripsi.
Ada tiga strain berbeda dari C. diphtheriae yang dibedakan oleh tingkat keparahan penyakit
yang menyebabkan pada manusia. Tiga strain gravis, intermedius, dan mitis (Anda dapat
membedakan tingkat keparahan dari setiap regangan didasarkan pada nama). Perbedaan
virulensi dari ketiga strain dapat dikaitkan dengan kemampuan relatif mereka memproduksi
toksin difteri (baik rate dan kuantitas), dan tingkat pertumbuhan masing-masing. Galur yang
mitis memiliki waktu generasi sekitar 180 menit sedangkan gravis generasi galur memiliki
waktu sekitar 60 menit. Pertumbuhan yang lebih cepat ini memungkinkan koloni untuk
menguras persediaan besi di daerah terjajah lebih cepat, membiarkan mereka menghasilkan
racun dalam jumlah yang lebih besar lebih cepat.
Corynebacterium pyogenes
Organisme ini telah dianggap pleomorphic dan gram positif oleh sebagian besar penyelidik,
namun priewe, pada tahun 1911. Dianggap hal itu terjadi berkaitan dengan basil influenza,
bahkan, ia melaporkan bahwa antiserum dari basil pyogenes agglutinated suspensi dari basil
influenzae. Organisme pertama kali dimasukkan dalam kelompok dan disebut diphtheroid
Corynebacterium pyogenes (glage) oleh eberson pada 1918.
Morfologi
C. pyogenes adalah kecil, coccoid, basil pleomorphic bervariasi dari 0.2μ ke lebarnya oleh
0.3μ di 0.5μ untuk 2.0μ panjang. Sel dengan bengkak berakhir dan mereka yang ujung-
ujungnya menunjuk umum. Biasanya organisme tunggal namun menunjukkan kecenderungan
memutuskan untuk membentuk rumpun; pengaturan pagar sering diamati. Ini adalah non-yg
dpt mengubah tempat dan noncapsuleproducing.
Basil ini adalah aerobik dan mikroaerofilik. Pertumbuhan lebih berlimpah dalam suasana
oksigen mengurangi ketegangan. Sebuah pH netral lebih kondusif untuk pertumbuhan. Suhu
optimum 37°C.
On serum agar, C. pyogenes menit bentuk seperti titik embun-koloni yang menyerupai koloni
streptocci. Usia Namun, koloni-koloni menjadi buram dan cenderung menjadi kering.
Dikategorikan kecil beta hemolisis adalah oberved sekitar koloni pada agar darah dalam
empat hari. Dalam serum boullion membentuk organisme ringan, berbedak sedimen di
sepanjang dinding dan di dasar tabung tes
Resistensi
C. pyogenes adalah organisme sensitif terhadap peniccilin tetapi sifat proses infeksi dan
eksudat purulen antibiotik ini tampaknya mencegah dari yang datang dalam kontak dengan
organisme.
Patogenitas
C. pyogenes telah diisolasi dari jaringan numereous babi, sapi, domba, dan kambing. Babi
dapat menimbulkan radang paru-paru ditandai oleh pembentukan fokus kecil, dienkapsulasi
abces, diikuti oleh caseouspnumonialuas.
Organisme ini menghasilkan subkutan abcesses di kelinci dan terlokalisasi pada sendi,
menghasilkan deformasi arthritis. Kelinci babi dan tikus yang resisten. Abses terbentuk pada
omentum dan di hati tikus intraperioneal berikut inokulasi. Morse dan rekan kerja telah
menemukan strain organisme dari radang paru-paru sapi mor patogenik untuk tikus daripada
dari sapi mastitis.
Biokimia
C. pyogenes asam tetapi tidak menghasilkan gas dari glukosa, maltosa, galaktosa, laktosa,
fruktosa, mannose, sukrosa, dan dextrin, tetapi tidak ada dari arabinosa, xylose, inulin,
salisin, dulcitol, manitol, atau gliserol.
C. pyogenes telah menjadi media disesuaikan unenriched, mereka memiliki sifat
saccharolytic lebih besar. Tidak organisme dari indol; tidak mengurangi nitrat; tidak
membentuk H2S; adalah negatif untuk metilmerah.
Organisme ini adalah antigen homogen oleh Aglutinasi teknik. Sebuah eksotoksin mematikan
untuk kelinci dan mampu hemolyzing sel-sel darah merah telah dilaporkan oleh Lovell.
Potensi dari eksotoksin dapat ditentukan oleh hemolysin tes. Antitoksin dapat ditemukan
pada serum hewan yang terinfeksi dengan organisme ini.
Corynebacterium renale
Corynebacterium renale adalah hewan patogen bakteri yang menyebabkan sistitis dan
pielonefritis pada-ternak.
Yang paling lengkap deskripsi awal pielonefritis dan organisme dibuat oleh Ernst
pada tahun 1905 dan 1906. Penyelidik ini menunjukkan hubungan antara organisme dengan
basil difteri dan mengusulkan nama Corynebacterium renalis.
Morfologi
Corynebacterium renale adalah pleomorphic batang, 0.5μ untuk 0.7μ oleh 1.5μ untuk 3.0μ
ukuran. Organisme ini lebih seperti basil difteri daripada binatang diptheroids, meskipun
sedikit lebih besar. Terjadi satu per satu, tetapi pagar chumps dan formasi adalah umum,
terutama dismear langsung dari ginjal eksudat
Ketika smear ginjal eksudat yang bernoda dengan biru methylen organisme yang bernoda
tidak merata, dan banyak sel-sel dengan ujung-ujungnya bengkak diamati. Organisme ini
gram positif, tetapi butiran lebih sulit untuk membuat tdk berwarna daripada bagian lain dari
sel.
Resistansi
Organisme ini mirip dengan kelompok sehubungan dengan perlawanan. C. Renale sensitif
terhadap peniccilin, dan antibiotik ini tampaknya akan menjadi agen yang paling efektif
untuk mengobati ternak yang terkena dengan pielonefritis, oleh karena itu dapat dihilangkan
melalui sirkulasi ginjal untuk secara cepat.
Biokimia
C. renale menghasilkan jumlah sedikit asam dalam glukosa, dan beberapa strain dapat
menyerang fractose dan mannose. Tidak organisme dari indol; tidak reduuce nitrat; tidak
membentuk H2S; adalah negatif untuk metil merah dan Voges-Proskauer tes. Tidak
gemolyze sel darah merah. Beberapa strain tidak mengubah susu lakmus, sementara yang lain
mampu mencerna kasein dengan informasi dari alkalinitas berikutnya. Hal ini dapat membagi
urea.
Patogenitas
C. renale menyebabkan pielonefritis pada ternak; itu telah diisolasi dari abcesses ginjal babi.
Penyakit ini tidak lazim, dan pertama dimanifestasikan oleh void hemoglobinuria dan
pembekuan darah. Infeksi ini terbatas pada kandung kemih, ureter, dan pelvis ginjal.
Mungkin unilateral atau bilateral.
C. renale untuk kelinci pertama kali dilaporkan oleh Enderlen, tetapi ditandai dan patologi
ginjal khas yang dihasilkan dalam hewan sejak itu digambarkan oleh Feenstra, Thorp, dan
Gray (1919). Oleh inoculating intravena organisme penyelidik ini diproduksi papillitis dan
pyelitis ditandai oleh nekrosis. Bakteri yang ditemukan di puing-puing nekrotik dari lesi dan
di panggul ginjal.
c. renale belum ditemukan untuk menjadi patogenik bagi babi guinea. Sedikit atau tidak ada
pertumbuhan yang diperoleh dalam embrio ayam.
Corynebacterium pseudotuberculosis
Corynebacterium Pseudotuberculosis
Pada 1888 Nocard organisme terisolasi dari farcy sapi yang tak diragukan lagi
Corynebacterium pseudotuberculosis. Sejak saat itu telah ditemukan organisme sebagai
penyebab limfadenitis caseous domba dan rusa dan ulseratif limfangitis pada kuda, dan
berbagai kondisi suppurative sapi, termasuk lesi kulit yang menyerupai tuberkulosis. Pada
tahun 1911 basil Buchanan disebut organisme pseudotuberculosis. Eberson diklasifikasikan
dengan diphtheroid pada 1918 di bawah nama Corynebacterium pseudotuberculosis.
Morfologi
Lesi alami adalah organisme terutama pleomorphic, tetapi secara seragam coccoid pada
media buatan. Metachromatic butiran yang jelas diamati dalam bentuk bacillary tetapi absen
dari coccoid sel. Organisme ini yg dpt mengubah tempat dan non-noncapsuleforming. Hal
ternoda mudah tetapi tidak merata oleh pewarna biasa, dan gram positif.
c. pseudotuberculosis adalah facultatively aerobik dan an-aerobik. Pertumbuhan lebih banyak
diperoleh dengan penambahan serum ke media budaya. Hal ini dapat diisolasi dari lesi primer
Desease, tetapi hanya beberapa koloni berkembang pada permukaan agar. Bila ini dioleskan
di atas permukaan medium seragam dan berlimpah hasil pertumbuhan.
Organisme ini telah ditemukan untuk menjadi penyebab pseudotuberculosis rusa di gunung
sebelah barat negara Amerika Utara. C. pseudotuberculosis didistribusikan secara luas tetapi
yang paling umum di daerah seperti Australia, Argentina dan barat Amerika Serikat di mana
domba yang dibesarkan dalam kawanan besar. Metode transmisi antara kuda tidak diketahui,
meskipun penggunaan mengerok dan kuas untuk sejumlah kuda mungkin dicurigai.
Biokimia
C. pseudotuberculosis adalah variabel dalam kemampuan fermentasi. Semua strain
menghasilkan asam tetapi bukan gas dari glukosa, fruktosa, maltosa, mannose, dan sukrosa.
Patogenitas
Corynebacterium bovis
Corynebacterium bovis adalah hewan patogen bakteri yang menyebabkan mastitis dan
pielonefritis pada-ternak.
C. bovis adalah facultatively organisme anaerobik Gram positif, ditandai oleh non-
enkapsulasi, non-sporulated, bergerak, lurus atau melengkung batang dengan panjang 1-8 μm
dan lebar 0,3-0,8 μm, yang membentuk sekumpulan bercabang dalam budaya ( tampak
seperti "karakter cina").
Dalam infeksi C. mastitic bovis ini menyebar dari sapi ke sapi paling sering melalui teknik
memerah susu yang tidak benar. Namun biasanya adalah infeksi ringan yang mengakibatkan
peningkatan jumlah sel somatik (SCC). Bakteri ini sensitif terhadap sebagian besar antibiotik,
seperti penisilin, ampisilin, cephalosporins, quinolones, kloramfenikol, tetrasiklin,
cefuroxime dan trimetoprim.
Corynebacterium equi
Corynebacterium equi
Pada tahun 1923 Magnus in swedia, terisolasi organisme ini dari suppurative radang paru-
paru dari anak kuda. Dia memberinya nama Corynebacterium equi. Dimock dan Edward pada
1931, adalah yang pertama mengisolasi organisme dari kasus pneumonia suppurative dari
anak kuda di Amerika Serikat. Sejak saat itu mereka telah menemukan organisme sering di
Kentucky.
Morfologi
C. equi adalah tongkat coccoid mengukur 0.8μ untuk 1.5μ. hal ini sangat pleomorphic,
bagaimanapun, dan berbagai bentuk yang diamati lebih umum di media yang berbeda. Dalam
eksudat dari lesi khas bernanah pneumonia, C. Equi pendek dan gemuk. Media biakan padat
itu coccoid, meskipun bentuk bacillary hadir.
Dalam media fluida. Besar, bengkak bacillary bentuk yang paling umum. Organisme ini
capsuleproducing, nonsporeforming, dan non-yg dpt mengubah tempat. C. Equi ternoda
mudah dengan pewarna umum dan gram positif. Butiran Metachromatic ditunjukkan oleh
noda yang sesuai, tetapi mereka tidak banyak. Hal ini tidak asam-cepat.
Organisme ini dibudidayakan pada salah satu media nutrisi yang digunakan untuk organisme
patogen; koloni pada media padat besar, lembab, dan lengket dengan seluruh tepi. Pigmentasi
adalah organisme menekankan ketika ditanam pada kuning telur beku menengah dan
diinkubasi pada suhu kamar. Ketika organisme yang tumbuh pada agar miring, pertumbuhan
begitu lengket itu mengalir dari permukaan atau menengah dan mengumpul di bagian bawah
tabung.
Transmisi C. Equi tidak cknown; mungkin itu akan mendapatkan pintu masuk melalui saluran
pernapasan pada anak kuda, meskipun asal hematogenous infeksi paru mungkin
.
Uji Biokimia
Patogenitas
c. equi mampu memproduksi bronkopneumonia pada anak kuda. Yang prneumonia disertai
dengan pembentukan abcesesses kecil tersebar di seluruh jaringan paru-paru. Pembentukan
Abcesses juga diamati dalam kelenjar getah bening mediastinum, dan dalam beberapa kasus,
kelenjar getah bening di rongga peritoneum yang terlibat. Suntikan Subcutaneus organisme
menghasilkan abcess diisi dengan khas, tebal, kuning nanah. Pembangkitan berangsur-angsur
dari organisme ke atas saluran udara dari anak kuda mungkin tidak mereproduksi penyakit.
Pada hewan yang terinfeksi enteritis ulseratif luas diamati, dan abcesses hadir di mesenterika
kelenjar getah bening. Penulis ini menganggap infeksi primer di saluran pencernaan dengan
metastasis ke paru-paru. C. Equi telah terisolasi dari os uteri kuda gersang dan dari janin dari
kuda-kuda yang telah dibatalkan.
Dalam babi, C. Equi dikaitkan dengan kecil, lembut, dikemas abcesses yang biasanya
ditemukan di submaxillary kelenjar getah bening. Hal ini juga ditemukan dalam penumonia
dari babi oleh thal dan rutqvist. Plum telah menekankan bahwa diferensiasi Equi C. infeksi
pada babi dari TB ini hanya mungkin dengan pemeriksaan mikroskopis.
Percobaan binatang, terutama kelinci dan tikus, tidak rentan. Beberapa strain organisme
mampu membunuh tikus dan kelinci percobaan. Menurut laporan oleh thal dan Rutqvist.
Embrio ayam dibunuh dalam waktu 4 sampai 6 hari setelah inokulasi.
Infeksi yang dihasilkan oleh C. Equi dapat didiagnosis secara akurat hanya oleh terisolasi dan
identifikasi organisme. Karakteristik seperti morfologi, pertumbuhan pigmen lengket,
kurangnya fermentasi karbohidrat, dan ditandai pengurangan nitrat dianggap luar biasa dan
paling berharga.
Rhodococcus equi adalah Gram-positif coccoid bakteri. Umumnya organisme hidup di tanah
kering dan berdebu dan dapat penting untuk penyakit hewan peliharaan (kuda dan kambing).
Frekuensi infeksi dapat mencapai hampir 60 persen. R. equi adalah patogen penting
pneumonia dari anak kuda. Sejak 2008, ia juga diketahui bahwa R. equi dapat menginfeksi
babi hutan di samping babi domestik. Di samping itu, patogen dapat menginfeksi manusia.
Kelompok-kelompok yang paling terancam adalah orang immunocompromised dan HIV-
AIDS pasien. Rhodococcal infeksi pada pasien kelompok ini mirip dengan tanda-tanda klinis
dan patologis paru TBC.
Daerah variabel dari plasmid mengandung gen virulensi yang sangat dinyatakan berikut R.
equi fagositosis oleh makrofa. Selain itu, penghapusan vapA, sebuah gen di dalam daerah
variabel plasmid kuda yang diberikan beban yang dihasilkan avirulent. Oleh karena itu
percaya bahwa variabel ini kawasan ini adalah pulau yang berisi pathogenicity gen yang
penting untuk virulensi.
Suatu ciri dari pulau pathogenicity adalah bahwa banyak gen di dalamnya tidak memiliki
homolog pada spesies lain. Yang paling terkenal ini adalah gen VAP yang merupakan
singkatan dari Associated virulensi protein. Semua anak kuda yang terinfeksi dengan R. equi
menghasilkan tingkat antibodi tinggi diarahkan untuk VapA, VAP pertama gen yang akan
ditandai. Selain vapA, pulau yang pathogenicity encode lagi penuh panjang lima VAP
homolog, salah satu gen VAP terpotong dan pseudo VAP dua gen. Pathogenicity babi pulau
yang mengandung lima gen VAP penuh panjang termasuk vapA homolog vapB. Selain itu
gen yang unik pada pulau pathogencity mengandung gen yang memiliki fungsi yang
diketahui, khususnya dua gen pengatur pengkodean tipe yang LysR regulator VirR dan
regulator respon Orf8. Kedua protein telah terbukti untuk mengontrol ekspresi beberapa gen
termasuk pathogenicity pulau vapA [9]. Gen lain memiliki kesamaan untuk mengangkut
protein dan enzim. Namun, fungsi gen ini belum dibentuk, atau bagaimana protein yang
dikodekan dalam menumbangkan pulau pathogenicity macrophage.
Rute yang paling umum infeksi pada kuda mungkin melalui menghirup partikel debu yang
terkontaminasi oleh anak kuda. Menghirup virulen strain R. equi adalah phagocytosed oleh
makrofag alveolar, yang bertujuan untuk melindungi tubuh dari invasi mikro organisme.
Setelah fagositosis, bakteri berada di dalam fagosom, yang berfusi dengan lisosom
melepaskan nucleases, protease ke fagosom. Selain itu, kompartemen ini adalah diasamkan,
menyebabkan aktivasi protease. The macrophage bacteriocidal menghasilkan senyawa
(misalnya, oksigen radikal) setelah pernapasan meledak. Namun, seperti halnya kerabat dekat
Mycobacterium tuberculosis, R. equi mencegah dari fagosom fusi dengan lisosom, dan
peningkatan keasaman dari fagosom dan meledak pernapasan tidak terjadi. Hal ini
memungkinkan untuk melipatgandakan equi R. dalam fagosom, dan dengan demikian
terlindung dari sistem kekebalan tubuh oleh sel yang sangat diharapkan untuk membunuh itu.
Setelah sekitar 48 jam dengan macrophage dibunuh oleh nekrosis, tidak apoptosis. Nekrosis
adalah pro-inflamasi menarik sel fagositik lain ke lokasi infeksi, akhirnya mengakibatkan
kerusakan jaringan besar.
C. Resistensi kuman
Resistensi kuman dari kelompok bakteri secara umum adalah
Kuman enterik tidak membentuk spora, mudah dimatikan dengan
disinfektan, konsentrasi rendah zat-zat seperti fenol, formaldehid, B-
glutaraldehid, componen halogen bersifat bakterisid. Pemberian zat khlor
pada air dapat mencegah penyebaran kuman enterik khususnya kuman
penyebab penyakit tifus dan penyakit usus lain. Kuman enterik toleran
terhadap garam empedu dan zat warna bakteriostatik, sehingga zat-zat ini
dipakai di dalam perbenihan untuk isolasi primer.
Toleran terhadap dingin, hidup berbulan-bulan di dalam es, peka terhadap
kekeringan , menyukai suasana yang cukup lembab dan mati pada
pasteurisasi.
D. Faktor Patogenitas
Endotoksin:
stabil pada pemanasan, dapat diekstrasi dari dinding sel bakteri
dengan menggunakan fenol air, asam trikhloroasetat dan etilen
diamin tetrasetat.
Enterotoksin:
adalah substansi yang mempunyai efek toksik pada usus halus,
menyebabkan pelepasan cairan pada ke dalam ileum. Produksi
enterotoksin oleh kuman E. coli diatur oleh plasmad.
Hemolisis
Enzim-enzim lain.
b. Morfologi
Kuman ini berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4 u x
0,4
sampai 0,7 , gram-negatif, bergerak aktif, tidak berspora dan berkapsul.
c. Sifat biokimia
E.coli menghasilkan tes positif terhadap indol, lisin, dekarboksilase,
dan memfermentasi manitol, menghasilkan gas dari glukosa, dan mereduksi
nitrat.
d. Struktur antigen
E.coli mempunyai struktur antigen K ( pada dinding kuman ), antigen
O ( pada badan kuman),antigen H ( pada flagella ).
kecil, adanya darah dalam urine, dan ada pus dalam urine.
2. Penyakit diare
Perlekatan pada sel epithelial pada usus kecil dan usus besar
dipengaruhi oleh gen dalam plasmid.Terjadi peningkatan konsentrasi
local dari cylic lama dari air dan klorit serta menghambat penyerapan
natrium.Lumen usus digelembungkan dengan cairan dan pergerakan
yang cepat sehingga terjadi diare.
3. Sepsis
Ketika host dalam tubuh normal, E.coli dapat mencapai aliran
darah dan menyebabkan sepsis.Sepsis dapat terjadi setelah infeksi
system saluran kencing.
Isolasi dari air seni dapat dengan cepat diidentifikasikan sebagi E.coli
karena hemolisis dalam agar darah dan mempunyai morfologi yang khas pada
media pembeda seperti media agar EMB akan menunjukkan warna hijau
metalik.Isolasi dari tinja dapat diidentifikasi pada Mac Conkey agar yang
memfermentasi laktosa sehingga koloni tampak berwarna merah.
c. Sifat biokimia
o Klebsiella genitallium :
infeksi pada saluran genatalia pada kuda betina.Pada reaksi
biokimia dapat memfermentasi glukosa, laktosa, sukrosa, xylosa,
salicin, glycerol, adonitol menghasilkan asam dan gas, uji indol dan uji
citrate positif, uji MR dan VP negatife. Dan mereduksi nitrat menjadi
nitrit.
o Klebsiella paralytica :
Menyebabkan kelumpuhan pada rusa. Pada reaksi biokimia
dapat memfermentasi glukosa, laktosa, sukrosa, xylosa, salicin,
glycerol, adonitol menghasilkan asam dan gas, mengurai inulin
menjadi asam, tidak membentuk indol dan H2S, membentuk beta
hemolisis pada darah dan mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Klebsiella memberikan hasil yang positif untuk lisin dekarbosilase
dan sitrat
o Klebsiella pneumonia :
Infeksi pada saluran pernapasan manusia. Pada reaksi
biokimia dapat memecah karbohidrat menjadi asam dan gas.
d. Struktur antigen
Anggota dari genus Klebsiella memiliki struktur antigen yang
kompleks.
e.Patogenesis
Klebsiella pneumoniae merupakan suatu bakteri gram negative
yang tidak bergerak (nonmotil), tidak berselubung, dapat melakukan fermentasi
laktosa, fakultatif anaerob, ditemukan sebagaiflora normal di mulut, kulit dan
usus. Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya hubungan dengan
pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi
agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran.
Spesimen
urine, darah, pus, sputum atau hal lain tergantung
lokaisi proses penyakit.
Smears
adanya kapsul yang besar sangat baik bagi
klebsiella
Kultur
Spesimen dibiakan pada agar darah dan media
diferensial ( Identifikasi menjadi lebih cepat) . Antibodi
spesifik erkembang dalam infeksi yang sistemik,tetapi
tidak diketahui apakah imunitas tersebut sesuai untuk
organisme lanjutan.
d. Sifat koloni
Sifat koloni kuman adakah kecil, halus, tidak berwarna bila ditanam
pada agar SS, EMB, ENDO dan Mac Conkey.
e. Resistensi
Adapun resistensi dari bakteri tersebut adalah sebagai berikut:
Kurang tahan terhadap agen fisik dan nimia dibandingkan dengan
salmonella .
Tahan dalam ½% fenol selama 5 jam dan dalam 1& fenol dalam ½ jam .
Tahan dalam es selama 2 bulan dan laut selama 2-5 bulan.
Toleran terhadap suhu rendah dengan kelembaban cukup.
Garam empedu konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan strain
tertentu.
Kuman akan mati pada suhu 55°C.
f. Faktor-faktor patogenitas
Daya invasi
Kuman menembus masuk ke dalam lapisan sel epitel permukaan mukosa
usus di daerah ileum dan terminal dan kolon, pada lapisan epitel tersebut
kuman memperbanyak diri .
Sebagai reaksi peradangan diikuti dengan kematian sel dan
mengelupasnya lapisan tersebut , terjadilah tukak.
Kuman Shigella yang tidak invasif tidak mampu menimbulkan sakit.
Enterotoksin
Enterotoksin yang dihasilkan Shigella adalah termolabil dan
menyebabkan pengumpulan cairan di ileum kelinci. Aktivitas
enterotoksin terutama pada usus halus yang berbeda bila dibandingkan
disentir basiler klasik dimana yang terkena adalah usus besar.
Patogenisis dan gejala klinik
Salmonella dyesentriae
Menyebabkan disentir basiler atau shigellosis yaitu
merupakan infeksi usus akut yang dapat sembuh sendiri. Shigellosis
dapat menyebabakan 3 bentuk diare yaitu;
o Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah,
mucus dan pus.
o Watery diarrea,
o Kombinasi keduanya.
Masa inkubasi adalah 2-4 hari atau bisa lebih lama sampai 2
minggu. Kuman masuk dan berad di usus halus menuju Terminal ileum
dan kolon, melekat pada permukaan mukosa dan menembus lapisan
epitel kemudian berkembang biak di dalam lapisan mukosa .
Berikutnaya adalah reaksi peradangan yang menyebabkan terlepasnya
sel-sel dan timbulnya tukak pada permukaan mukosa usus. Jarang terjadi
organisme menembus dinding usus dan menyebar ke bagian tubuh yang
lain. Reaksi peradangan yang hebat tersebut mungkin mungkin
merupakan factor penting yang membatasi penyakit ini hanya pada usus,
selain itu juga menyebabakan timbulnya gejala klinik berupa desama,
nyeri abdomen dan tenesmus ani.
Shigella equirulis,
Kuman patogen pada kuda. Penyakit timbul setelah partus.
Infeksi kemungkinan melalui uterus yang nantinya akan menuju ke fetus.
Diagnosis laboratorium
Bahan pemeriksaan yang paling baik untuk diagnosis etiologic
Shigella adalah metode usap dubur atau diambil dari tukak pada mukosa
usus pada saat sedang dilakukannya pemeriksaan sigmoidoskopi. Bahan
pemeriksaan lainnya adalah tinja segar, dalam hal ini harus diperhatikan
bahwa kuman Shigella hidupnya singkat sekali dan peka terhadap asam-
asam yang ada di dalam tinja, sehingga jarak waktu sejak pengambilan
bahan sampai penanaman bahan di laboratorium harus sesingkat
mungkin.
Kekebalan
Infeksi diikuti dengan sebuah reaksi antibody tipe spesifik
Suntikan Shigella mati akan merangsang antibodi dalam serum tetapi
gagal untuk melindungi manusia melawan infeksi. Antibodi IgA dalam
usus penting untuk membatasi infeksi berulang, hal ini dipengaruhi
oleh strain yang dilemahkan yang diberikan secara oral sebagai vaksin
percobaan. Serum antibodi terhadap somatik antigen shigella adalah
Igivi.
Pengobatan dan pencegahan
Penggunaan antibiotika mengurangi beratnya penyakit walaupun
maupun kematian , walaupun banyak penderita yang tidak merasa
perlu untuk pergi ke dokter karena penyakit ini dapat sembuh secara
spontan.
Antibioka ampisilin, tetrasiklin dan thropim-sulfametoksasol banyak
digunakan dalam pengobatan disentir basiler, tetapi dengan semakin
banyaknya ditemikan strain kuman yang resisten terhadap bermacam-
macam antibiotika maka sebaiknya dilakukan terlebih dahulu tes
kepekaan kuman terahadap antibiotika sebelum memulai pengobatan.
Pada pencegahan penyakit disentir basiler kebersihan lingkungan ,
pencarian dan pengobatan carier serta khlorinasi air minum memegang
peranan penting. Carrier tidak diperbolehkan bekerja sebagai food
handler.
Spesimen
Tinja, bintik-bintik klendir pada kulit, dan kain penyeka anus untuk
kultur. Sejumlah besar leukosit anus dan beberapa sel darah merah sering
dilihat dengan mikroskop. Contoh serum bila didinginkan harus diberiakan
dalam 10hari untuk melihat reaksi titter aglutinasi dari antibodi yang
meningkat.
Kultur
Spesimen ditanam diatas media diferencial(misalnya MacConkey’s
atau agar EMB) dan di atas media selektif(agar Hektoen enterik atau agar
salmonella shigella), yang dapat menekan enterobacteriaceae dan organisme
lain. Koloni tak berwarna (laktose negatif) ditanamkan pada triple sugar iron
agar. Organismoe yang memproduksi H2S, yang memproduksi asam tetapi
tanpa gas di bagian ujung dan di bagian miring alkalin pada medium triple
sugar iron agar dan yang nonmotil seharusnya dilakukan slide aglutinasi
menggunakan antiserum shigella spesifik.
Serologi
Orang normal sering mempunyai agglutinin untuk melawan beberapa
spesies shigella. Meskipun begitu beberapa penemuan antibodi titer
memperlihatkan sebuah reaksi dalam spesifik antibodi. Serologi tidak
digunakan untuk mendiagnose infeksi shigella.
c. Fisiologi umum
Kuman tumbuh pada suasana anaerob dan fakultatif anaerob
Pada suhu 15-41°C (suhu pertumbuhan optimum 37,5°C)
Ph pertumbuhan 6-8
Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat;
gerak positifreaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan
memberiakan hasil negatif pada reaksi indol, DNase, fenilalanin,
deaminase, urease, Voges Proskauer, reaksi fermentasi terhadap
sukrose, laktose, adinitol serta tidak tumbuh dalam larutan KCN.
Sebagian besar isolat kuman Salmonella yang berasal dari bahan klinik
menghasilkan H2S.
d. Resistensi umum
Daya invasi
Kuman Salmonella di usus halus melakukan penetrasi ke dalam epitel, kuman
terus melalui lapisan epitel masuk ke dalam jaringan subepitel sampai di
lamina propria. Pada saat kuman mendekati lapisan epitel, brush border
berdegenerasi dan kuman masuk ke dalam sel. Mereka dikelilingi membran
sitoplasma yang invertid, seperti vakuola fagositik. Kadang- kadang penetrasi
ke dalam epitel terjadi pada intracelluler junction. Setelah penetrasi organisme
difagosit oleh makrofag , berkembang biak dan dibawa oleh makrofag ke
bagian tubuh yang lain .
Antigen permukaan
Kemampuan kuman Salmonella untuk hidup intraseluler mungkin disebabkan
adanya antigen permukaan (antigen Vi).
Endotoksin
Peranan pasti endotoksin yang mungkin ada di dalam infeksi Salmonella
belum jelas diketahui. Lebih jauh lagi endotoksin dapat mengaktivasi
kemampuan khemotaktik dari sistem komplemen, yang menyebabkan
lokalisasi sel leukosit pada lesi di usus halus.
Enterotoksin
Beberapa spesies Salmonella menghasilkan enterotoksin yang serupa dengan
enterotoksin yang dihasilkan oleh kuman Enterotoxigenic E. coli baik yang
termolabil maupun yang termostabil. S. typhimurium dan S. enteriditis
menghasilkan enterotoksin yang termolabil, toksin juga diduga berasal dari
dinding sel atau membran luar.
Enterokolitis
Merupakan manifestasi infeksi Salmonella yang wajar. Luka meradang pada
usus besar dan kecil terjadi. Bakterimia jarang terjadi kecuali pada orang yang
tidak tahan.
g. Imunitas
Infeksi Salmonella typhi memberi sebuah derajat kekebalan tertentu. Infeksi
berulang mungkin terjadi namun lebih ringan dibanding infeksi pertama.
Perputaran antibodi dari O dan Vi berhubungan dengan ketahanan terhadap
infeksi dan penyakit. Meskipun demikian kekambuhan mungkin terjadi dalm 2-3
minggu sesudah sembuh. Pengeluaran antibodi IgA mungkin mencegah
penambahan salmonellae pada epithelium intestinal.
Spesimen
Kultur darah harus diambil secepatnya. Demam enterik dan keracunan
darah, kultur darh sering sering positif dalam munggu pertama penyakit.
Kultur sumsum tulang mungkin dapat digunakan. Kultur urine mungkin positif
sesudah minggu kedua. Spesimen tinja juga harus diambil secepatnnya. Dalam
demam enterik , tinja menghasilkan hasil positif pada minggu kedua dan
ketiga, pada enterokolitis pada minggu bpertama.
Identifikasi Akhir
Koloni dari media padat diidentifikasikan oleh bentuk reaksi biokomia dan
tes aglutinasi mikroskop dengan serum spesifik.
Metode Serologi
Tenik serologi digunakan untuk mengidentifikasi kultur yang tidak
dikenal dengan serum yang dikenal dan mungkin digunakan untuk mengenali
antibodi titer pada pasien dengan penyakit yang tidak dikenal, meskipun
kemudian tidak berguan dalam mendiagnosis infeksi Salmonella.
Tes aglutinasi
Pada tes ini, serum yang diketahui dan kultur yang tidak diketahui
dicampur di atas slide. Akan terjadi gumpalan (dapat dilihat dalam beberapa
menit). Tes ini khususnya berguna untuk pengidentifikasian kultur awal secara
cepat.
Sifat biakan
Aerobe ataufakultatif anaerobe.
Daya tahan
o Mudah mati pada pemanasan 60°C → 20’.
o Mudah mati dengan pemakaian disinfektan
Sifat biokimia
o Dapat memecah karbohidrat
o Mereduksi nitrat
o Meningkatkan Ph litmus milk
Penularan
Melalui peroral selain itu juga melalui carier dan transovarial biasanya
pada unggas.
Keganasan
Dapat membentuk endotoksin yang letal dan akut.
b. Penularan
c. Keganasan
Dapat menyebabkan diare yaitu tinja seperti pasta (terutama pada anak
ayam), sedangkan pada ayam dewasa menyebabkan ovaritis yang
mengakibatkan produksi telur dapat menurun.
c. Patogenitas
Spesies Proteus menyebabkan infeksi pada manusia hanya bila bakteri ini
meninggalkan saluran usus. Spesies ini ditemukan pada infeksi saluran kemih dan
menyebabkan bakteremia, pneumonia, dan lesi fokal pada penderita yang lemah
atau pada penderita yang menerima infuse intravena. P mirabilis menyebabkan
infeksi saluran kemih dan kadang-kadang infeksi lainnya. Proteus vulgaris
merupakan pathogen nosokomial yang penting.
d. Uji biokimia
Bakteri ini mampu memproduksi enzim urease dalam jumlah besar. Enzim
urease yang menghidrolisis urea menjadi ammonia (NH3) menyebabkan urin
bertambah basa. Jika tidak ditanggulangi, pertambahan kebasaan dapat memicu
pembentukan kristal sitruvit (magnesium amonium fosfat), kalsium karbonat, dan
atau apatit. Bakteri ini dapat ditemukan pada batu/kristal tersebut, bersembunyi
dalam kristal dan dapat kembali menginfeksi setelah pengobatan dengan
antibiotik. Semakin banyak batu/kristal terbentuk, pertumbuhan makin cepat dan
dapat menyebabkan gagal ginjal. Proteus mirabilis memproduksi endotoksin yang
memudahkan induksi ke sistem respon inflamasi dan membentuk hemolisin.
Bakteri ini dapat pula menyebabkan pneumonia dan juga prostatitis pada pria.
e. Uji serologis
Mendeaminasi fenilalanin, dapat bergerak, tumbuh pada perbenihan kalium
sianida (KCN), dan meragikan xilosa. Spesies Proteus bergerak sangat aktif
dengan memakai flagel peritrika, yang mengakibatkan swarming (pertumbuhan
menyebar pada permukaan, membentuk pola menyerupai lingkaran tahun pada
pohon) pada perbenuhan padat kecuali kalau ini dihambat oleh zat kimia,
misalnya feniletin alcohol atau perbenihan CLED (Cystine-lactose-electrolyte-
deficient). Spesies proteus bersifat urease positif. Proteus meragikan laktosa
secara amat lambat atau tidak sama sekali. Proteus mirabilis lebih peka terhadap
obat antimikroba, termasuk penisilin.
Proteus tidak meragi laktosa. Proteus menghasilkan urease, yang
menyebabkan hidrolisis cepat dari urea, dengan melepaskan amonia.
c. Patogenesis
Menyebabkan infeksi system saluran kencing dan sepsis.
d. Uji biokimia
Mengubah karbohidrat menjadi asam
Mengubah nitrat menjadi nitrit
Mengasamkan dan mengkoagulasi susu
e. Uji diagnosa laboratorium
a. Morfologi
Merupakan bakteri batang bengkok seperti koma dan hidup pada perairan air tawar.
Gerak sangat aktif dengan adanya flagel monotrikh. Tidak membentuk spora. Vibrio
Parahaemolyticus adalah oksidase positif, fakultatif aerobik.
b. sifat pertumbuhan
Kuman ini tumbuh membutuhkan minimal 2% NaCl. Pada agar TCBS membentuk
koloni besar, smooth, berwarna hijau. Kuman ini tumbuh optimum pada pH 7,6-9,0.
a. Morfologi
Merupakan bakteri batang bengkok seperti koma dan hidup pada perairan air
tawar. Gerak sangat aktif dengan adanya flagel monotrikh. Tidak membentuk spora.
Vibrio Parahaemolyticus adalah oksidase positif, fakultatif aerobik.
b. Sifat pertumbuhan
Kuman ini tumbuh membutuhkan minimal 2% NaCl. Pada agar TCBS
membentuk koloni besar, smooth, berwarna hijau. Kuman ini tumbuh optimum pada
pH 7,6-9,0.
c. Struktur antigen
Dapat berupa gastroenteritis yang self limiting sampai yang berat seperti kolera
Diare timbul tiba-tiba dan sangat cair, tanpa darah dan mucus
Kadang-kadang disertai sakit kepala dan panas
Gejala berlangsung sampai 10 hari, rata-rata 72 jam.
Terdapat filtrasi lemak
e. Uji laboratorium diagnostik
Untuk mengetahui terserang kuman ini atau tidak dapat dilakukan dengan
diagnosa laboratorium dengan menggunakan bahan pemeriksaan tinja dan usap dubur.
f. Pengobatan
Jika terserang kuman ini dapat diberikan antibiotika kloramfenikol, kanamisin,
tetrasiklin dan sefalotin. Pada kasus berat perlu rehidrasi dan penambahan elektrolit.
2.5.1.2 Vibrio Cholerae
a. Morfologi
Vibrio cholerae termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang bengkok
seperti koma dengan ukuran panjang 2 – 4 µm. Pada isolasi, Koch menamakannya
“kommabacillus”, tetapi bila biakan diperpanjang, kuman ini bisa menjadi batang
yang lurus. Kuman ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai 1 buah flagella
polar yang halus ( monotrikh ). Kuman ini tidak membentuk spora. Pada kultur
dijumpai koloni yang cembung ( convex ), halus dan bulat yang keruh ( opaque ) dan
bergranul bila disinari.
b. Sifat pertumbuhan
Vibrio cholerae dan sebagian vibrio lainnya tumbuh dengan baik pada suhu 37° C
pada berbagai perbenihan. Vibrio cholerae tumbuh dengan baik pada agar tiosulfat –
sitrat – empedu – sukrosa ( TCBS ). Selain itu, organisme ini juga mempunyai ciri
khas yaitu tumbuh pada pH yang sangat tinggi ( 8,5 – 9,5 ) dan dengan cepat dibunuh
oleh asam.
c. Struktur antigen
V. cholera menghasilkan antigen :
Gejala yang sering timbul pada infeksi Vibrio vulnificus adalah infeksi pada luka
terbuka, nekrosis, gastroenteritis (muntah, diare, dan masalah pada perut dan usus) dan
septisemia primer (akibat infeksi Vibrio vulnificus pada aliran darah). Septisema primer
umumnya terjadi pada penderita gangguan hati.Gejala yang timbul antara lain demam dan
badan terasa dingin, penurunan tekanan darah secara mendadak (septic shock), muncul
bercak merah bengkak lunak yang meluas pada kulit, dan kematian. Septisima primer adalah
gejala paling berbahaya pada infeksi Vibrio vulnificus. Kemungkinan sembuh penderita yang
terkena septisema adalah 55%, sedangkan pada kasus infeksi luka terbuka 24%. Munculnya
gejala awal infeksi Vibrio vulnificus dapat berkisar antara beberapa jam sampai beberapa
hari. Gejala berupa gastroenteritis umumnya muncul berkisar antara 16 jam sesudah Vibrio
vulnificus terkonsumsi. Gejala berupa septisema muncul kira-kira 36 jam sesudah reaksi
pertama muncul. Gejala infeksi yang relatif cepat kemunculannya adalah bengkak dan
merahnya kulit pada infeksi pada luka terbuka, yaitu sekitar 4 jam setelah infeksi.
Serangan oleh baketeri Vibrio vulnificus pada orang sehat tergolong infeksi akut dan
gejala akan muncul tiba-tiba dan segera sesudah infeksi. Pada penderita yang sembuh dari
infeksi tidak diperlukan penanganan jangka panjang.
c. Diagnosis
Penegakan diagnosis infeksi Vibrio vulnificus ditentukan ditemukannya Vibrio
vulnificus pada isolasi kultur cairan pada luka, feses diare, maupun darah. Untuk penelitian
yang lebih luas, dapat digunakan media khusus untuk sampel-sampel tersebut sehingga dapat
diyakinkan adanya pertumbuhan Vibrio vulnificus.
d. Pengobatan
Penanganan utama pada infeksi Vibrio vulnificus adalah menggunakan antibotik.
Pada gejala nekrosis akibat infeksi luka terbuka, diperlukan amputasi bagian tubuh.
Penggunaan antibiotik untuk penanganan antara lain:
- Doxycycline (100 mg PO/IV dua kali sehari untuk 7-14 hari) dan generasi ketiga
cephalosporin ( Misal: ceftazidime 1-2 g IV/IM setiap delapan jam), maupun
tetrasiklin.
- Pada anak-anak, dimana tidak dapat digunakan doxycycline, dapat digunakan
trimethoprim-sulfamethoxazole ditambah aminoglycoside.
a. Klasifikasi
Klasifikasi genus ini adalah sebagai berikut
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas sp.
Sel berupa batang lurus, kadang-kadang serupa bola. Bergerak dengan flagel
yang terdapat pada ujung. Jumlah flagel satu atau lebih. Beberapa spesies tidak bergerak.
Gram positif. Habitat tanah atau air tawar dan air laut. Banyak spesies hidup sebagai parasit
pada tanaman, tidak begitu banyak pada hewan.
Ada yang patogen bagi binatang atau tanaman dan ada yang patogen bagi
keduanya. Kebanyakan spesies pseudomonas tidak menyebabkan infeksi pada manusia,
tetapi kuman ini penting karena bersifat oportunis patogen dan dapat menyebabkan infeksi
pada individu dengan ketahanan yang menurun.
b. Morfologi
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Bakteri
ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang
pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini bersifat aerob, katalase
positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi
glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai
flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak.
c. Sifat pertumbuhan
Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya
unsur N dan C. Suhu optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa adalah 42o C. P. aeruginosa
mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat
sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan
asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Pembiakan dari spesimen klinik
biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus:
1. Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi.
2. Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berbahan dari alignat.
Tipe ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih. Alignat
merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucoronic acid dan
mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alignat ini memungkinkan bakteri
untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu
permukaan misalnya kateter intravena atau jaringan paru. Alignat dapat melindungi bakteri
dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi,
dan komplemen. P. aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan hidupnya
saat membentuk koloni pada paru-paru manusia. Terkadang menghasilkan bau yang manis
dan menyerupai anggur. Koloni yang dibentuk halus bulat dengan warna fluoresensi yang
kehijau-hijauan. Bakteri ini menghasilkan pigmen yang tak berfluoresensi kehijauan
(plosianin). Strain P. aeruginosa menghasilkan pigmen yang berfluoresensi antara lain :
piooverdin (warna hijau), piorubin (warna merah gelap), piomelanin (hitam). P. aeruginosa
yang berasal dari koloni yang berbeda mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan
kepekaan antimikroba yang berbeda pula.
d. Patogenitas
Faktor sifat yang memungkinkan organisme mengatasi pertahanan tubuh normal dan
menimbulkan penyakit ialah : pili, yang melekat dan merusak membran basalis sel;
polisakarida simpai, yang meningkatkan perlekatan pada jaringan tetapi tidak menekan
fagositosis; suatu hemolisin yang memiliki aktivitas fosfolipasa; kolagenasa dan elastasa dan
flagel untuk membantu pergerakan. Sedangkan faktor yang menentukan daya patogen adalah
LPS mirip dengan yang ada pada Enterobacteriaceae; eksotoksin A, suatu transferasa ADP-
ribosa mirip dengan toksin difteri yang menghentikan sintesis protein dan menyebabkan
nekrosis di dalam hati; eksotoksin S yang juga merupakan transferasa ADP-ribosa yang
mampu menghambat sintesis protein eukariota.
Produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barrier tubuh dan sel-sel inang
menentukan kemampuan Pseudomonas aeruginosa menyerang jaringan. Endotoksin P.
aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram negatif lain menyebabkan gejala sepsis dan
syok septik. Eksotoksin A menghambat sintesis protein eukariotik dengan cara kerja
yang samadengan cara kerja toksin difteria (walaupun struktur kedua toksin ini tidak sama)
yaitu katalisispemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD kepada EF-2.Hasil dari kompleks
ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis protein sehingga mengacaukan fungsi fisiologik
sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler, seperti elastase dan protease mempunyai efek
hidrotoksik dan mempermudah invasi organisme ini ke dalam pembuluh darah. Antitoksin
terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum manusia, termasuk serum penderita
yang telah sembuh dari infeksi yang berat. Psiosianin merusak silia dan sel mukosa pada
saluran pernafasan. Lipopolisakarida mempunyai peranan penting sebagai penyebab
timbulnya demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia, koagulasi intravaskular
diseminata, dan sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa.
Strain Pseudomonas aeruginosa yang punya sistem sekresi tipe III. Secara signifikan
lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak punya sistem sekresi tersebut. Sistem sekresi
tipe III adalah sistem yang dijumpai pada bakteri gram negatif, terdiri dari sekitar 30 protein
yang terbentang dari bagian dalam hingga luar membran sel bakteri, berfungsi seperti jarum
suntik yang menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke dalam sel inang sehingga
memungkinkan toksin mencegah netralisasi antibodi.
e. Manifestasi klinik
Pseudomonas aeruginosa menimbulkan berbagai penyakit diantaranya yaitu: Infeksi
pada luka dan luka bakar menimbulkan nanah hijau kebiruan infeksi saluran kemih. Infeksi
pada saluran napas mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis. Otitis eksterna ringan
pada perenang.
f. Penyebaran
Pseudomonas aeruginosa dapat dijumpai di banyak tempat di rumah sakit;
desinfektan, alat bantu pernafasan, makanan, saluran pembuangan air dan kain pel.
Penyebaran Pseudomonas aeruginosa melalui aliran udara, air, tangan tercemar, penanganan
dan alat-alat yang tidak steril di rumah sakit. Selain itu, dapat juga lewat hewan (lalat,
nyamuk, dsb) yang telah tercemar. Pseudomonas aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada
perlengkapan anestesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses
penyulingan.
g. Penularan
Pseudomonas aeruginosa akan keluar dari sumbernya, mengalami penyebaran dan
mempunyai gerbang masuk bagi inang yang rentan. Pseudomonas aeruginosa akan keluar
dari saluran yang telah diinfeksinya. Apabila menginfeksi pada saluran pernapasan maka
akan meninggalkan saluran tersebut dan berpindah pada inang rentan yang lain. Mengingat
Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen nosokomial, cara pemindahsebarannya dapat
melalui penanganan dan penggunaan alat yang tidak steril. Kemudian akan menginfeksi
inang lain yang rentan pada bagian tertentu misalnya saluran kencing. Inang rentan ini
biasanya pasien bedah, pasien yang terluka atau luka bakar, pasien yang menjalani
pengobatan radiasi, juga pasien dengan peralatan yang menembus tubuh.
h. Gejala
Gejalanya tergantung bagian tubuh yang terkena, tetapi infeksi ini cenderung berat:
Infeksi pada luka atau luka bakar, ditandai dengan nanah biru-hijau dan bau manis seperti
anggur. Infeksi ini sering menyebabkan daerah ruam berwarna hitam keunguan dengan
diameter sekitar 1 cm, dengan koreng di tengahnya yang dikelilingi daerah kemerahan dan
pembengkakan. Ruam ini sering timbul di ketiak dan lipat paha. Hal ini dapat juga dialami
oleh penderita kanker. Infeksi saluran kemih, biasanya kronis dan terjadi pada orang tua.
Pneumonia, pada fibrosis kistik mungkin terjadi kolonisasi kuman strain yang
berlendir pada paru-paru. Infeksi paru-paru pada penderita bila menghirup Pseudomonas
aeruginosa dalam jumlah besar pada alat bantu pernafasan yang tercemar. Sering
menyebabkan gangguan mental, renjatan septik gram negative dan sianosis yang semakin
berat. Otitis eksterna maligna, suatu infeksi telinga, bisa menyebabkan nyeri telinga hebat
dan kerusakan saraf dan sering terjadi pada penderita kencing manis. Infeksi mata,
Pseudomonas aeruginosa bisa menyebabkan koreng pada mata, mencemari lensa mata dan
cairan lensa.
i. Pencegahan
Pseudomonas aeruginosa sering kali merupakan flora normal yang melekat pada
tubuh kita dan tidak akan menimbulkan penyakit selama pertahanan tubuh normal. Karena
itu, upaya pencegahan yang paling baik adalah dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap
tinggi. Upaya pencegahan penularan penyakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit
dilakukan dengan cara kerja steril/ aseptis yang dilakukan oleh setiap personil rumahsakit
(medis dan paramedis) dengan penuh rasa tanggung jawab.
j. Pengobatan
Pseudomonas aeruginosa meningkat secara klinik karena resisten terhadap berbagai
antimikroba dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance
(MDR) yang tinggi. Definisi dari MDR-PA (Multi Drug Resistance-Pseudomonas
aeruginosa) adalah resisten paling tidak terhadap 3-antimikroba yaitu kelas ß-laktam,
carbapenem, aminoglikosida, dan fluoroquinon. Pseudomonas aeruginosa tidak boleh diobati
dengan terapi obat tunggal karena tingkat keberhasilan rendah dan bakteri dengan cepat jadi
resisten. Pola kepekaan bakteri ini bervariasi secara geografik. Maka, diperlukan tes
kepekaan sebagai pedoman untuk pemilihan terapi antimikroba. Penisillin bekerja aktif
terhadap Pseudomonas aeruginosa antara lain : tikarsilin, mezlosilin, dan pipeasilin
digunakan dengan dikombinasikan bersamaaminoglikosida biasanya gentamisin, tobramisin/
amikasin. Obat lain yang aktif terhadap.
Pseudomonas aeruginosa antara lain aztreonam; imipinem; kuinolon baru, termasuk
siprofloksasin. Sefalosporin generasi baru, seftazidim dan sefoperakson aktif melawan
Pseudomonas aeruginosa. Seftazidin digunakan pada infeksi primer.
b. Morfologi :
Merupakan parasit obligat pada binatang dan manusia. Berbentuk bakteri gram
negative coccobacillus berukuran 0,5-0,7x0,6-1,5 um, tidak dapat bergerak, tidak
berspora, dan bersifat aerobic.
c. Sifat pertumbuhan :
Genus ini tumbuhnya lambat dan memerlukan perbenihan yang kompleks
terutama pada isolasi primer. Pada perbenihan agar serum dekstrosa atau agar trip-
tikase, kuman ini membentuk koloni smooth, basah, jernih atau sedikit keruh.
Brucella sensitive terhadap panas dan keasaman. Bakteri ini mati pada susu yang
dipasteurisasi.
b. patogenitas
Brucella melitensis menyerang hewan ternak dan liar terutama kambing,
domba dan sapi. Pada hewan infeksi Brucella melitensis ini dapat menyebabkan keguguran
atau aborsi pada bakal calon anak. Brucella Melitensis juga dapat menginfeksi manusia
apabila terjadi kontak secara langsung dengan hewan yang terinfeksi oleh bakteri itu.
Penyakit yang disebabkan adalah Brucellosis
d. identifikasi
Penyakit bakteri sistemik dengan gejala akut atau insidius, ditandai dengan
demam terus menerus, intermiten atau tidak tentu dengan jangka waktu yang bervariasi.
Gejala yang timbul berupa sakit kepala, lemah, berkeringat, menggigil, arthralgia, depresi,
kehilangan berat badan dan sakit seluruh tubuh. Infeksi supuratif terlokalisir dari organ-organ
termasuk hati dan ginjal bisa terjadi; gejala sub klinis dan infeksi kronis yang terlokalisir juga
bisa terjadi. Penyakit ini bisa berlangsung beberapa hari, beberapa bulan atau kadang-kadang
bertahun-tahun jika tidak diobati dengan tepat. Komplikasi osteoartikuler bisa di temukan
pada 20 – 60 % kasus. Manifestasi pada sendi yang paling sering adalah sakroiliitis. Infeksi
saluran kemih dilaporkan terjadi pada 2 – 20 % kasus dan yang paling umum adalah orkitis
dan epididimitis. Biasanya terjadi penyembuhan tetapi bisa juga terjadi kecacatan. “Case
Fatality Rate” dari bruselosis sekitar 2 % atau kurang dan biasanya sebagai akibat dari
endokarditis oleh infeksi Brucella melitensis. Kompleks gejala neurosis kadang-kadang
dikelirukan dengan bruselosis kronis.
e. Penularan
Penularan terjadi karena kontak dengan jaringan, darah, urin, sekrit vagina, janin yang
digugurkan, dan terutama plasenta (melalui luka di kulit) dan karena mengkonsumsi susu
mentah dan produk susu (keju yang tidak di pasturisasi) dari binatang yang terinfeksi.
Penularan melalui udara oleh binatang terjadi di kandang, dan pada manusia terjadi di
laboratorium dan tempat pemotongan hewan. Beberapa kasus penularan terjadi karena
kecelakaan karena tertusuk jarum suntik pada saat menangani vaksin brusella strain 19, risiko
yang sama dapat terjadi pada waktu menangani vaksin Rev-1. Bakteri Brucella Melitensis ini
dapat masuk ke tubuh manusia dengan banyak jalur. Karena infeksi bakteri ini bersifat
sistemik maka dimungkinkan untuk masuk melalui banyak cara. Cara yang paling umum
adalah melalui mulut. Hal ini dapat terjadi apabila manusia memakan produk dari hewan
yang terkontaminasi (misalnya susu) atau mungkin melalui tangan yang kontak langsung
dengan hewan yang terinfeksi dan jari itu dimasukan ke mulut. Cara lain adalah melalui
saluran pernafasan atau hidung. Udara yang sudah terkontaminasi oleh bakteri dapat masuk
ke tubuh melalui hidung atau juga dapat terjadi di laboratorium. Brucella juga dapat masuk
ketubuh melalui mulut dan kulit.
f. Diagnosis
Diagnosa laboratorium dibuat dengan mengisolasi bakteri penyebab infeksi dari
spesimen darah, sumsum tulang atau jaringan lain, atau juga dari discharge penderita.
Pemeriksaan serologis perlu dilakukan di laboratorium yang berpengalaman, untuk
menunjukkan adanya kenaikan titer antibodi pair sera. Interpretasi hasil pemeriksaan
serologis pada pasien kambuh dan kronis sangat sulit karena titer antibodi biasanya rendah.
Pemeriksaan untuk mengukur antibodi IgG mungkin membantu untuk penegakan diagnosa
pada kasus kronis, karena pada infeksi aktif ada kenaikan titer IgG. Teknik pemeriksaan
serologis spesifik diperlukan untuk deteksi antibodi Brucellosis canis yang tidak bereaksi
silang dengan spesies lain.
2.5.3.2 Brucella Suis
Menyebabkan penyakit pada babi. Penyakit menyebar di air mani selama
perkembangbiakan dan melalui penelanan, inhalasi, atau mata kontak dengan bakteri dalam
susu, cairan reproduksi, plasenta. Penyakit ini terutama terjadi pada babi dewasa yang tidak
spesifik menunjukkan infertilitas atau tidak adanya dorongan seksual. Celeng dapat
menunjukkan tanda-tanda orkitis, kepincangan dan radang sendi.
a. Struktur antigen :
Untuk membedakan antara spesies brucella dapat dilakukan dengan reaksi
absorbsi aglutinin, sifat kepekaan terhadap bahan warna, dan produksi H2S.
Genus ini memiliki beberapa macam antigen yaitu :
Antigen A (abortus)
Antigen M (melitensis)
Antigen O
b. Patogenitas :
Manusia dapat terinfeksi kuman ini karena kontak langsung dengan bahan-
bahan yang tercemar, misalnya pada pemotongan hewan. Kuman ini dapat masuk
melalui kulit yang rusak, terus ke saluran limfe dan nodus limfatikus. Kuman ini
juga dapat masuk ke dalam darah.
Kultur
Darah atau jaringan diinkubasi pada cairan trypticase soy dan
agarthioninetryptose. Pada interval beberapa hari, subkultur dibuat pada
media padatdari komposisi yang serupa. Semua kultur diinkubasi pada
10% CO2
Serologi
Kadar antibody IgM meningkat selama minggu pertama fase akut
penyakit, memuncak pada tiga bulan dan bertahan selama masa penyakit
kronis. Meskipun dengan terapi antibiotic yang sesuai tingkat IgM yang
tinggi dapat bertahan selama lebih dari 2 tahun. Kadar antibody igG
meningkat selama 3 minggu setelah dimulainya penyakit akut, memuncak
pada 6-8 minggu dan tetap tinggi selama penyakit kronis. Kadar IgA
sejajar dengan IgG.
Uji aglutinasi
Hal ini perlu dilakukan dengan antigen brucella standar halus yang
ditambahkan fenol. Titer IgG agglutinin di atas 1:80 menunjukkan infeksi
aktif.
Uji 2-Mercaptoethanol
Penambahan 2-Mercaptoethanol menghancurkan IgM dan membiarkan
IgG untuk reaksi aglutinasi. Tes ini tidak sesensitif tes aglutinasi standar,
tetapi hasilnya lebih berkorelasi dengan penyakit aktif kronis.
“Blocking” antibody
Antibody IgA-lah yang berpengaruh pada aglutinasi IgG serta IgM dan
menyebabkan uji serologi menjadi negative dalam pengenceran serum
yang rendah walaupun positif terhadap pengenceran yang lebih tinggi.
Antibody ini cenderung tidak tergantung pada aktifitas infeksi dan
terdeteksi dengan metode antiglobulin coombs.
d. Pengobatan :
Hingga kini tetrasiklin masih merupakan obat pilihan terhadap brucellosis.
Streptomisin dapat juga diberikan dalam kombinasi dengan tetrasiklin.
Pencegahan terhadap brucellosis terutama dilakukan pada binatang sebagai
sumber infeksi dengan pemberian vaksinasi.
a. Morfologi :
Genus ini merupakan parasit-parasit sejati. Kuman ini berbentuk batang kecil
gram negative, tidak dapat bergerak, dan untuk pertumbuhannya memerlukan media kaya
yang biasanya mengandung darah. Kuman ini bersifat aerob dan fakultatif anaerob. Pada
kuman ini dijumpai 2 macam koloni yaitu :
Koloni R yang dibentuk oleh kuman-kuman tak bersimpai berasal dari saluran
pernafasan
Koloni S yang dibentuk oleh kuman-kuman bersimpai berasal dari penyakit-penyakit
invasive lainnya
b. Sifat pertumbuhan :
Untuk membiakkan haemophillus diperlukan perbenihan yang diperkaya
seperti perbenihan agar coklat, perbenihan levinthal dan fildes. Kuman ini tumbuh optimum
pada suhu 7,4-7,8. Pengeraman dengan suasana CO2 10% dapat meningkatkan pertumbuhan.
c. Pengobatan :
Dalam menggunakan antibiotika perlu dilakukan tes secara in vitro. Kuman ini
peka terhadap ampisilin, tetrasiklin, sulfanomida, dan kotrimoksasol.
Kingdom :Bakcteria
Phylum :Proteobacteria
Class :GammaProteobacteria
Order :Pasteurellales
Family : Pasteurellaceae
Genus : Pasteurella
Salah satu kelompok bakteri gram negative. Secara umum bakteri ini
mempunyai morfologi kecil, batang pendek atau coccobacillus. Merupakan bakteri
non motile, fakultatif anaerob, dan juga dapat memfermentasi karbohidrat dalam
jumlah besar dalam kondisi anaerobik. Pasteurella adalah kuman pathogen yang
dapat menyerang manusia karena gigitan hewan. Spesies dari genus ini yang terkenal
adalah pasteurella multocida.
Pasteurella multocida pertama kali ditemukan pada tahun 1878 pada unggas
yang terinfeksi kolera burung. Kuman ini menyerang pada sapi,kerbau, dan babi.
Pasteurella multocida akan tumbuh baik pada suhu 37 derajat Celsius pada media
blood agar dan agar-agar cokelat, tetapi tidak akan tumbuh pada media agar
MacConkey. Pasteurella umumnya rentan terhadap kloramfapenikol, yang penisilin
dan tetracycline.
Kulit : ini adalah septik phlegmon klasik yang berkembang di tangan dan lengan
bawah setelah gigitan kucing. Tanda-tanda inflamasi sangat cepat berkembang dalam
1 atau 2 jam, edema, Demam tinggi dapat dilihat bersama dengan muntah-muntah,
sakit kepala dan diare. Limfangitis adalah biasa.
Sepsis : sangat jarang, tetapi dapat menjadi fulminan sebagai septicaemic wabah,
dengan demam tinggi, Rigor (obat) dan muntah-muntah diikuti oleh syok dan
koagulopati.
Penyakit pneumonia : ini juga jarang muncul pada pasien kronis patologi paru.
Biasanya muncul sebagai konsolidasi billateral pneumonia, kadang-kadang sangat
berat.
Lokasi lain yang memungkinkan, seperti septik artritis, meningitis dan akut
endokarditis tetapi sangat jarang. Bakteri ini dapat secara efektif diobati dengan
antibiotik beta-lactam, yang menghambat sintesis dinding sel. Juga dapat diobati
dengan fluoroquinolones atau tetrasiklin. Fluoroquinolones bakteri menghambat
sintesis DNA dan tetrasiklin mengganggu sintesis protein dengan cara mengikat
bakteri 30S ribosomalsubunit. Karena pasteurella multocida yang paling sering
diperoleh sebagai hasil dari gigitan (terutama anjing). Sebagai hasilnya, amoxicillin-
clavulanate (beta-laktamase inhibitor / penisilin kombinasi) dipandang sebagai
pengobatan pilihan.
Spirochetes secara umum merujuk pada bakteri yang memiliki morfologi spiral mulai
dari yang berbentuk panjang langsing (hellically coiled), berbentuk spiral atau seperti
pembuka botol dan mempunyai sifat gram negatif.
Morfologi spiral dari Spirochaeta membuat bakteri ini menjadi fleksibel, dinding sel
yang mengandung peptidoglikan sepanjang dari beberapa axial fibril yang dapat berputar.
Fibril-fibril ini memiliki struktur dari flagella dan disebut endoflagella. Dinding sel dan
endoflagella sepenuhnya dilindungi oleh membran outer bilayer yang serupa dengan
membran pada bakteri gram negatif lainya. Pada beberapa spesies, asam hyaluronic slime
layer terbentuk sepanjang eksterior dari organisme dan mungkin memiliki kontribusi terhadap
virulensi mikroorganisme itu sendiri. Spirocheta dapat bergerak, pergerakan ini disebabkan
dari hasil pergerakan filamen endoflagellar.
Banyak bakteri dari genus spirochetes yang susah untuk dilihat dan diamati dengan
menggunakan mikroskop biasa. Walupun bakteri ini adalah gram negatif, banyak diantara
bakteri menghasilkan pewarnaan yang buruk, dikarenakan bakteri ini terlalu tipis (0.15 µm
kurang) untuk dilihat dengan kekuatan resolusi dari mikroskop cahaya. Hanya mikroskop
daerah gelap (darkfield), immunofluorescence atau dengan menggunakan tehknik pewarnaan
khusus tertentu.
PERTUMBUHAN DAN KLASIFIKASI
Spirochetes tumbuh sangat lambat secara invitro daripada bakteri patogen lainya.
Beberapa spesies termasuk agen penyebab sifilis, tidak dapat tumbuh melebihi beberapa
generasi, pada kultur sel. Beberapa spesies dari spirochaeta adalah anaerob, namun beberapa
spesies membutuhkan konsentrasi oksigen yang rendah, namun ada beberapa juga yang
aerob. Dibandingkan dengan grup taxonomy dari bakteri lain, grup dari spirochaeta kurang
maju. Hal ini disebabkan oleh spirocheta sulit untuk ditumbuhkan, sehingga susah untuk
dipelajari lebih lanjut. Spirochaeta secara umum dibagi menjadi delapan genus berdasarkan
habitat, pathogenitas, urutan ribosomal RNA karakteristik morfologi dan fisiologi. Genus
yang penting dalam kedokteran yang terpenting antara lain adalah Treponema, Borelia,
leptospira.
Beberapa spirocheta hidup bebas, namun ada beberapa anggota yang flora normal
terhadap manusia dan hewan. Pada kondisi yang tidak biasa spirocheta ini bersama-sama
dengan normal flora anaerob dapat menyebabkan nekrosis
Kingdom : Eubacteria
Filum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Ordo : Spirochaetales
Family : Spirochaetaceae
b. Morfologi
Spiral langsing berukuran kira – kira 0,2 µm lebar dan 5 – 15 µm panjang. Spiral melilit
teratur berjarak 1 µm satu sama lain. Organisme bergerak secara aktif, terus menerus
berputar mengelilingi sumbu panjangnya. Sumbu panjang spiral biasanya lurus tetapi
kadang – kadang dapat membengkok, sehingga pada suatu saat organisme membentuk
lingkaran yang lengkap, kemudian kembali ke posisi lurus yang normal.
Spiral demikian tipis sehingga tidak jelas terlihat kecuali dipakai penerangan cara
lapangan gelap atau pewarnaan imunofluoresen. Kuman ini tidak terwarnai dengan baik
bila menggunakan zat warna anilin, tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam
perak yang diendapkan pada permukaan, sehingga treponema dapat terlihat dalam jaringan
( impregnasi perak Levaditi ).
Treponema biasanya berkembangbiak dengan pembelahan transversal, dan organisme
yang membelah dapat melekat satu sama lain untuk beberapa saat.
a. Biakan
Treponema pallidum yang patogen untuk manusia dengan pasti belum pernah
dibiakan pada perbenihan buatan, pada telur berembrio, atau dalam biakan jaringan. Strain
– strain yang dianggap Treponema pallidum ( misalnya, Reiter ) dibiak secara aerobik in
vitro mungkin semata – mata saprofit tetapi rupanya masih serumpun dengan Treponema
pallidum.
b. Sifat Pertumbuhan
Karena Treponema pallidum tidak dapat dibiakan, tidak ada penyelidikan sifat – sifat
fisiologi yang telah dibuat. Akan tetapi telah ditetapkan kebutuhan pertumbuhan untuk
satu biakan yang mungkin merupakan strain saprofitik ( Reiter ). Suatu perbenihan tetap
dari 11 asam amino, vitamin, garam, mineral, dan albumin serum menunjang
pertumbuhannya.
Pada cairan suspensi yang cocok dan dengan adanya zat pereduksi Treponema
pallidum dapat tetap bergerak selama 3 – 6 hari pada 25° C. Dalam darah atau plasma
yang disimpan pada 4° C, paling seidkit 24 jam, sesuatu yang hakekatnya pentin pada
transfusi darah.
c. Reaksi terhadap pengaruh Fisika dan Kimia
Pengeringan membunuh spriroketa dengan cepat, demikian pula peningkatan suhu
sampai 42° C. Treponema pallidum dengan cepat kehilangan gerak dan terbunuh oleh
arsen trivalen, air raksa, dan bismut. Efek membunuh ini dipercepat dengan suhu tinggi
dan sebagian dapat dipulihkan dan organisme diaktifkan kembali oleh senyawa yang
mengandung SH ( misalnya, sistein, BAL ). Penisilin bersifat treponemisidal dalam
konsentrasi kecil, tetapi kecepatan membunuhnya lambat, diduga karena mengalami
inaktivasi metabolik dan kecepatan pembiakan organisme yang lambat ( periraan waktu
pembelahannya adalah 39 jam ). Resistensi terhadap penisilin belum pernah ditemukan
pada sifilis.
d. Variasi
Siklus hidup telah dikemukakan untuk Treponema pallidum, termasuk stadium granuler
dan badan sferis menyerupai kista, selain bentuk spirokheta. Kadang – kadang
kemampuan Treponema pallidum untuk lewat jaringan bakteriologik dikaitkan dengan
kemampuan stadium granuler untuk melewati jaringan.
Struktur Antigenik
a. Sifilis didapat : Infeksi alam dengan Treponema pallidum terbatas pada manusia. Infeksi
manusia biasanya disebarkan melalui kontak seksual, dan lesi penyebab infeksi terdapat
pada kulit atau selaput lendir alat kelamin. Pada kira – kira 10 % kasus, lesi primer
terdapat ekstragenital ( biasanya oral ). Treponema pallidum mungkin dapat menembus
selaput lendir utuh, atau dapat masuk melalui epidermis yang rusak.
Sprikheta berkembangbiak pada tempat masuk, dan sebagian menyebar ke dalam
kelenjar getah bening yang terdekat kemudian mencapai pembuluh darah. Dalam 2 - 10
minggu setelah infeksi timbul papula pada tempat infeksi dan pecah membentuk ulkus
dengan dasar yang bersih, keras ( “hard chancre = ulkus durum” ). Peradangan ditandai
terutama oleh limfosit dan sel – sel plasma. “Lesi primer” ini selalu sembuh spontan,
tetapi 2 – 10 minggu kemudian timbul lesi – lesi “sekunder”. Ini terdiri atas ruang
makulipapuler merah di seluruh tubuh, dan papula pucat basah ( kondiloma ) pada daerah
anogenital, ketiak, dan mulut. Juga dapat terjadi meningitis, khorioretinitis, hepatitis,
nefritis ( tipe kompleks imun ), atau periostitis sifilitik. Lesi sekunder juga mereda secara
spontan. Lesi primer dan sekunder keduanya mengandung banyak spirokheta dan sangat
menular. Lesi – lesi yang menular dapat timbul ladi dalam 3 – 5 tahun setelah infeksi,
tetapi sesudah itu orang tersebut tidak dapat menularkan penyakit lagi. Infeksi sifilis
dapat tetap subklinik, dan penderita dapat melewati stadium primer atau sekunder ( atau
keduanya ) tanpa gejala – gejala atau tanda – tanda namun timbul lesi – lesi tersier.
Pada kira – kira 30 % kasus, infeksi dini sifilis berkembang secara spontan sampai
sembuh sempurna tanpa pengobatan. Pada 30 % lainnya infeksi yang tidak diobati tetap
laten( terutama dibuktikan dengan tes serologik yang positif ). Sisanya penyakit
berkembang menjadi “stadium tersier”, ditandai dengan timbulnya lesi – lesi
granulomatosa ( gumma ) pada kulit, tulang, dan hati, perubahan degenrasi susunan saraf
pusat ( parasis, tabes ), atau lesi sifilis kardiovaskuler, terutama aortis ( kadang – kadang
dengan pembentukan aneurisma ) dan insufisiensi katup aorta. Pada semua lesi tersier
treponema sangat jarang, dan respon jaringan yang berlebihan harus dihubungkan
dengan beberapa bentuk hipersensitivitas terhadap organisme. Namun, treponema
kadang – kadang dapat ditemukan dalam mata atau susunan saraf pusat pada sifilis yang
lanjut.
b. Sifilis Konigenital : Wanita hamil penderita sifilis dapat menularkan Treponema
pallidum pada janin melalui plasenta mulai kira – kira pekan kesepuluh kehamilan.
Beberapa janin yang terinfeksi mati dan mengakibatkan keguguran; lainnya lahir mati
aterm. Lainnya lahir hidup tetapi menunjukan tanda – tanda sifilis konigenital pada anak
– anak : keratitis interstisial, gigi hutchinson, “saddle nose”, susunan saraf pusat.
Pengobatan adekwat pada ibu selama masa kehamilan mencegah sifilis kogenital. Titer
reagen dalam darah anak meningkat dengan infeksi aktif tetapi makin menurun bila
antibodi secara pasif dipindahkan dari ibu. Pada infeksi kogenital anak membuat antibodi
antitreponema IgM.
c. Penyakit percobaan. Kelinci secara percobaan dapat diinfeksikan pada kulit, testis, dan
mata dengan Treponema pallidum. Bintang membentuk kanker yang banyak
mengandung spirokheta, dan organisme menetap dalam kelenjar getah bening, limpa,
dan sumsum tulang selama binatang hidup, walaupun tidak ada penyakit yang progresif.
Tes Laboratorium Diagnostik
1. Bahan : Cairan jaringan yang dikeluarkan dari permukaan lesi dini, untuk
memperlihatkan spirokheta; serum darah, untuk tes serologik.
2. Pemeriksaan Lapangan Gelap : Setetes cairan jaringan atau eksudat diletakkan
pada gelas alas dan penutup ditekankan di atasnya untuk membuat lapisan yang tipis.
Preparat kemudian diperiksa di bawah pembesaran 100 x dengan penerangan
lapangan gelap, untuk melihat ciri khas pergerakan spirokheta.
Treponema menghilang dari lesi dalam beberapa jam setelah permulaan pengobatan
antibiotika
3. Imunofluoresensi : Cairan jaringan atau eksudat dioleskan pada gelas alas,
dikeringkan di udara, dan kirimkan ke laboratorium. Sediaan direkatkan, diwarnai
dengan serum anti treponema bertanda fluoresein, dan diperiksa dengan mikroskop
imunofluoresensu untuk melihat spirokheta berfluoresensi yang khas.
4. Tes serologik untuk sifilis ( STS = Serologic Test for Syphilis ) : Test ini memakai
antigen treponema atau bukan treponema.
Tes antigen bukan – Treponema – Antigen yang dipergunakan adalah lipid
yang diekstrak dari jaringan mamalia normal. Kardiolipin murni dari jantung sapi
adalah suatu difosfatidigliserol. Zat ini memerlukan tambahan lesitin dan
kolesterol atau “sensitizer” lainnya untuk bereaksi dengan “reagin” sifilis.
“Reagin” adalah canpuran antibodi IgM dan IgA terhadap beberapa antigen yang
banyak terdapat pada jaringan normal. Reagin ditemukan dalam serum penderita
setelah 2 – 3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati dan dalam cairan spinal
setelah 4 – 8 minggu infeksi. Dua jenis tes menentukan adanya reagin.
Tes flokulasi ( VDRL – Venereal Disease Research Laboratories )
berdasarkan pada kenyataan bahwa partikel – partikel antigen lipid ( kardiolipin
jantung sapi ) tetap tersebar dalam serum normal tetapi bergabung dengan reagin
untuk membentuk gumpalan yang terlihat dalam beberapa menit, terutama bila
larutan digerakkan. Tes “rapid plasma reagin” ( RPR ) adalh suatu modifikasi
yang memuaskan untuk pemeriksaan yang cepat. Tes VDRL positif kembali
menjadi negatif 6 – 24 bulan setelah pengobatan sifilif dini yang efektif.
Tes Ikatan Komplemen ( CF = Complement Fixation ) ( Wassermann,
Kolmer ) berdasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin
mengikat komplemen dengan adanya “antigen” kardiolipin. Penting untuk
memastikan bahwa serum bukan bersifat “antikomplemen” ( yaitu, tidak merusak
komplemen dengan tidak adannya antigen ).
Kedua tes diatas dapat memberikan hasil kwantitatif. Suatu perkiraan jumlah
reagin yang terdapat dalam serum dapat dibuat dengan melakukan kedua
percobaan diatas dengan pengenceran serum dua kali dan menggambarkan titer
sebagai pengenceran tertinggi yang memberikan hasil positif. Hasil kwantitatif
bermanfaat untuk menetukan diagnosa dan menilai efek dari pengobatan.
Tes Treponema memberikan hasil positif palsu. Ini disebabkan karena kesulitan –
kesulitan teknis atau positif palsu “biologik” yang diakibatkan oleh adanya reagin
pada berbagai kelainan manusia. Diantara yang terakhir yang menonjol adalah
infeksi – infeksi lain ( malaria, lepra, campak, mononukleosis infeksiosa, dsb ),
vaksinasi, penyakit – penyakit kolagen vaskuler ( sistemik lupus eritematosus,
poliarteritis nodosa, kelainan – kelainan rheumatik ), dan keadaan lainnya.
Tes antibodi Treponema
“Fluorescent treponemal antibody ( FTA – ABS ) Test” suatu test yang
mempergunakan imunofluoresensi tidak langsung ( Treponema pallidum mati +
serum penderita + anti gama globulin manusia bertanda ) menunjukan
kakhususan dan kepekaan terhadap antibodi sifilis yang memuaskan bila serum
penderita, sebelum test FTA, telah diabsorpsi dengan spirokheta Reiter yang telah
di”sonicated”. Test FTA – ABS adalah test yang pertama kali menjadi positif
bertahun – tahun setelah pengobatan efektif sifilis dini. Test ini tidak dapat
dipakai untuk menilai kemanjuran pengobatan. Adanya IgM FTA dalam darah
bayi yang baru lahir adalah bukti yang baik akan adanya infeksi in uteri ( sifilis
kongenital )
Test TPI – Demonstrasi imobolisasi Treponema pallidum ( TPI = Treponema
pallidum Immobilitization ) oleh antibodi spesifik dalam serum penderita setelah
minggu kedua infeksi. Serum yang diencerkan dicampur dengan komplemen dan
dengan Treponema pallidum hidup yang bergerak aktif, yang diekstrasi dari
kanker testis kelinci, dan campuran ini dilihat di bawah mikroskop. Bila terdapat
antibodi spesifik; spirokheta tidak bergerak; dalam serum normal, gerakan yang
aktif terus berlangsung. Test ini memerlukan Treponema pallidum hidup dari
binatang yang terinfeksi dan sulit dikerjakan.
Test Treponema pallidum Ikatan Komplemen – Spirokheta yang diekstrasi dari
sifiloma kelinci membentuk antigen spesifik untuk test ikatan komplemen yang
mungkin mengukur antibodi yang sama seperti Test TPI diatas. Suspensi
spirokheta seperti itu sulit disediakan. Antigen yang disediakan dari biakan
spirokheta Reiter kadang – kadanga dipakai pada Test Ikatan Komplemen Reiter.
Test Treponema pallidum Hemaglutinasi ( TPHA = Treponema pallidum
Hemaglutination ) Sel darh merah diolah untuk dapat menyerap Treponema
pada permukaan. Bila sel darah merah demikian tercampur dengan serum yang
mengandung antibodi treponema, sel darah merah akan menggumpal. Test ini
sama dalam kekhususan dan kepekaan dengan test FTA – ABS, tetapii menjadi
lebih lambat positif dalam masa sakit.
Test VDRL dan FTA – ABS dapat juga dilakukan pada cairan serebrospinal dari
aliran darah tetapi mungkin dibentuk dalam susunan saraf pusat sebagai respon
terhadap infeksi sifilis.
Kekebalan
Orang dengan sifilis atau patek aktif tampaknya resisten terhadap superinfeksi dengan
Treponema pallidum. Namun bila siflis atau patek dini diobati secara adekwat dan infeksi
terbasmi, orang itu kembali menjadi peka terhadap rangsang infeksi terbaru.
Pengobatan
Epidemiologi, Pencegahan
Saat ini, insiden sifilis ( dan lain – lian penyakit yang disebarkan secara seksual ) meningkat
pada sebagian besar dunia. Dengan mengecualikan sifiliss kongenital dan kadang – kadang
sifilis tenaga medis karena kedudukannya, sifilis diperolah melalui hubungan seksual. Orang
yang terinfeksi dapat tetap menular selama 3 – 5 tahun sifilis “dini”. Sifilis “lanjut”, yang
lamnya lebih dari 5 tahun, biasanya tidak menular. Akibatnya tindakan pengawasan
tergantung pada (1) cepat dan cukupnya pengobatan pada semua kasus yang ditemukan (2)
pengawasan dari dekat sumber – sumber infeksi dan kontak sehingga mereka dapat diobati
(3) higiene – seks; dan (4) tindakan pencegahan pada saat kontak. Pencegahan mekanik
( kondom ) dan khemoprofilaksis ( misalnya penisilin setelah kontak ) keduanya mempunyai
keterbatasan yang besar. Pencucian alat kelamin setelah kontak dapat memberikan
perlindungan bagi laki – laki. Beberapa penyakit kelamin dapat disebarkan secara merentak.
Oleh karena itu, penting untuk menyadari kemungfkinan sifilis bila pada seseorang
ditemukan salah satu penyakit yang ditrularkan secara seksual
Penyakit – penyakit
Penyakit – penyakit ini semuanya disebabkan oleh Treponema yang tidak dapat dibedakan
dari Treponema pallidum. Semua memberikan tes serologik positif biologik untuk sifilis, dan
beberapa kekebalan silang dapat ditemukan pada binatang percobaan dan mungkin pada
manusia. Semuanya merupakan penyakit nonverenik dan sering disebarkan dengan kontak
langsung. Tidak ada organisme penyebabnya yang dapat dibiakkan pada perbenihan buatan.
a. Bejel
Bejel terutama terdapat di Afrika tetai juga di Timur tengah, di Asia tenggara, dan dimana
– mana, terutama pada anak – anak, dan menyebabkan infeksi kulit yang sangat menular;
komplikasi viseral lanjut jarang terjadi. Penisilin adalah obat pilihan.
b. Patek
Patek bersifat endemik, terutama di anak – anak, pada banyak daerah tropis yang panas
dan lembab. Patek disebabkan oleh Treponema pertenue. Lesi primer, suatu papula
berulkus, biasa terjadi pada lengan atau tungkai. Penyebaran pada anak di bawah 15 tahun
melalui kontak orang ke orang. Infeksi transplasental, kongenital, tidak terjadi.
Pembentukan parut dari lesi – lesi kulit dan destru8ksi tulang sering terjadi, tetapi
komplikasi viseral atau sistem saraf sangat jarang. Telah menjadi perdebatan apakah patek
merupakan varian sifilis yang beradaptasi pada penyebaran nonvenerik di daerah panas.
Terdapat kekebalan silang antara patek dengan sifilis. Cara – cara diagnosa dan
pengobatan sama seperti pada sifilis. Respon terhadap pengobatan penisilin sangat baik.
c. Pinta
Pinta disebabkan oleh Treponema carateum dan terdapat secara endemikpada semua
kelompok umur di Meksiko, Amerika tengah dan selatan, Philipina, dan beberapa daerah
di Pasifik. Penyakit ini sepertinya terbatas pada ras berkulit hitam. Lesi primer, papula tak
berulkus, terdapat pada daerah terbuka. Beberapa bulan kemudian, lesi – lesi gepeng dan
hiperpigmentasi dan hiperkeratosis berlangsung bertahun – tahun setelahnya. Penyakit
yang lanjut mungkin dapat mengenai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf. Penyebaran
addalah nonvernik, baik secara kontak langsung atau melalui bantuan lalat ( Hipperlates ).
Diagnosa dan pengobatan sama seperti pada sifilis.
d. Sifilis Kelinci
Sifilis Kelinci Treponema cuniculi adalah infeksi verenik alam pada kelinci yang
menghasilkan lesi – lesi kecil pada genitalia. Organisme penyebab secara morfologik tidak
dapat dibedakan dengan Treponema pallidum dan dapat cenderung membingungkan pada
percobaan laboratorium.
c. Perbenihan
f. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan lapangan gelap atau sediaan apus yang diwarnai dengan teknik Giemsa
kadang – kadang menunjukkan leptospira pada darah segar dari infeksi dini. Pemeriksaan
lapangan gelap dari urin yang disentrifugasi juga dapat memberikan hasil yang positif.
Antibodi konjugasi – fluoresensi atau teknik imunohistokimia lainnya juga dapat digunakan.
h. Uji Biologis
Teknik yang sensitif untuk isolasi leptospira terdiri dari inokulasi intraperitoneum
hamster muda atau marmot dengan plasma segar atau urine. Dalam waktu beberapa hari
spiroketa menjadi terlihat dalam rongga peritoneum, pada binatang yang mati ( 8 – 14 hari ).
Lesi hemoragik dengan spiroketa ditemukan pada banyak organ.
i. Uji Serologis
Antibodi yang mengalami aglutinasi dengan titer yang sangat tinggi ( 1 : 10.000
atau lebih tinggi ) terbentuk perlahan – lahan pada infeksi leptospira, mencapai puncaknya
pada 5 – 8 minggu setelah infeksi. Laboratorium standar rujukan menggunakan aglutinasi
yang hidup untuk mendeteksi adanya antibodi leptospira.
j. Epidemiology
Leptospirosis merupakan penyakit yang terdapat diseluruh belahan dunia.
Penyakit ini dibawa oleh hewan liar dan hewan peliharaan terutama oleh hewan
pengerat, sapi dan anjing. Penyakit ini biasanya ditularkan kepada manusia melalui air
yang telah terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi bakteri ini. Penularan dari
manusia ke manusia sangat jarang terjadi. Seseorang yang keseharianya berhubungan
dengan hewan seperti peternak, dokter hewan, dan pegawai pada rumah potong
hewan memiliki resiko yang lebih besar.
l. Aspek klinis
- Manifestasi
Kebanyakan infeksi dari bakteri ini subklinis dan dideteksi hanya melalui test
serologis. Setelah masa inkubasi selama 7 sampai 13 hari, terjadi tanda-tanda
yang memiliki karakteristik seperti penyakit influenza yaitu timbulya demam,
menggigil, sakit kepala, takut cahaya dan sakit disekujur tubuh yang mana
penderita nantinya akan menjadi sakit. Demam biasanya akan hilang setelah kira-
kira satu minggu bersamaan dengan hilangnya organisme dari darah dan mungkin
juga akan terjadi perbedaan dalam bentuk klinis tergantung dari jenis serogroup
dari bakteri tersebut. Fase kedua biasanya baru terjadi setelah 3 minggu atau lebih.
Satu serovar, ichterohemorrhagie, menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai
penyakit weil, yang dapat menyebabkan kematian sampai sebanyak 25 %.
- Pencegahan
Vaksinasi diberikan pada sapi dan hewan piaraan untuk melindungi dari penyakit
ini, dan ini akan mengurangi tertularnya bakteri ini pada manusia. Doxycyline,
diberikan seminggu sekali untuk melindungi seseorang dari penyakit leptospirosis
yang bekerja pada lingkungan yang berisiko tinggi menularkan penyakit tersebut.
Tindakan yang lain juga dilakukanya kontrol terhadap hewan carier/ pembawa
bakteri ini seperti tikus dan hewan rhodensia lainya.
m. Pengobatan
Penicillin, ampicillin dan eritromycin sangat efektif terhadap bentuk
leptospirosis. Tetracycline termasuk doxycycline juga direkomendasikan untuk
penyakit yang lebih ringan. Generasi ketiga cephalosporin dan anti mikroba lainya
aktif bekerja pada keadaan in vitro tetapi belum cukup didukung oleh pengalaman
penggunaan dalam aspek klinis.
2. 7 Bakteri Lainya
2.7.1 Genus Mycobacterium
a. Taksonomi :
Mycobacterium dalam taksonominya dikelopokkan sebagai berikut :
Kingdom : Procaryotae
Phylum : Bacteria
Class : Schizomycetes
Order : Actinomycetales
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
b. Klasifikasi :
Sedangkan klasifikasi mycobacterum sangat kompleks. Spesiesnya dikelompokkan ke
dalam 3 bagian, meliputi :
A. Spesies yang Patogen pada Manusia dan Hewan
1) Mycobacterium tuberculosis
2) Mycobacterium bovis
3) Mycobacterium avium
4) Mycobacterium paratuberculosis
5) Mycobacterium leprae
6) Mycobacterium lepraemurium
7) Mycobacterium muris
B. Spesies Parasit dan Patogen pada Hewan Berdarah Dingin
1) Mycobacterium piscium
2) Mycobacterium marinum
3) Mycobacterium ranae
4) Mycobacterium cheloni
5) Mycobacterium thamnopheos
C. Spesies yang Saprofit
1) Mycobacterium lacticola
2) Mycobacterium phlei
Disini kita akan membahas spesies yang patogen dan penting serta tidak asing di dunia
kedokteran hewan.
c. Morfologi :
Mycobacterium sp. merupakan aerob obligat yang berbentuk basil tuberkel dan
bergerombol. Bentuk saprofit cenderung lebih cepat dan berkembang biak baik pada
suhu (22-23)° C. selain itu bersifat kurang tahan asam.
d. Sifat-sifat biokimia :
Mycobacterium sp. resisten terhadap faktor kimia karena memiliki sifat hidrofobik pada
permukaan selnya dan pertumbuhannya yang bergerombol.
e. Uji biologis :
Uji biologis pada mycobacterium dapat dilakukan dengan melalui penelitian
menggunakan hewan coba di laboratorium. Misal uji biologis in vitro Radiofarmaka
yang menggunakan 99mTc-etambutol untuk mendeteksi infeksi TBC.
f. Uji serologis :
Terbentuknya antibody terhadap berbagai usul sel basil tuberkel. Adanya antibody dapat
diterapkan dengan berbagai tes serologik. Tak satupun dari reaksi serologic ini yang
mempunyai hubungan langsung dengan tingkat resistensi inang, tetapi tinginya titer
antibody IgG terhadap PPD, yang terdeteksi melalui tes ELISA atau reaksi presipitin
dengan polisakarida, ditemui pada banyak penderita tuberculosis paru-paru yang aktif.
II. Klasifikasi :
Adapun klasifikasinya meliputi diantaranya :
1) Mycoplasma mycoides
2) Mycoplasma agalactiae
3) Mycoplasma iners
4) Mycoplasma gallinarum
5) Mycoplasma gallicepticum
6) Mycoplasma hyorhinis
7) Mycoplasma bovigenitalium
8) Mycoplasma spumans
9) Mycoplasma canis
10) Mycoplasma maculosum
11) Mycoplasma pulmonis
12) Mycoplasma neurolyticum
13) Mycoplasma arthritidis
14) Mycoplasma laidlawii
15) Mycoplasma hominis
16) Mycoplasma fermentans
17) Mycoplasma salivarium
III. Morfologi :
Mycoplasma sp. merupakan bakteri Gram Negatif yang bersifat fakultatif anaerob.
Berbentuk coccus dengan susunan soliter dan memiliki inti yang jelas pada bagian
central sel.
IV. Sifat-sifat biokimia :
Mycoplasma sp. sangat sensitive terhadap perubahan tekanan osmotic.
V. Uji biologis :
Uji biologis bakteri ini dilakukan isolasi banyak spesies mycoplasma yang secara
antigenic berbeda dari beberapa hewan diantaranya tikus, ayam dan kalkun. Pada
manusia paling sedikit dapat ditentukan 11 spesies.
Spesies yang akan dibahas diantaranya tercantum di bawah ini. Tentunya yang patogen dan
penting dalam dunia kedoktera hewan.
Pemeriksaan makroskopik :
Pemeriksaan mikroskopik :
3 Mycoplasma agalactiae
Organisme penyebab penyakit menular agalactia pada kambing dan domba.
Morfologi : Memiliki struktur seperti cincin, globules,
bersifat Gram Negatif.
Penyakit yang ditimbulkan : agalactia
Pemeriksaan makroskopik :
Pemeriksaan mikroskopik :
BAB 3
KESIMPULAN
LAMPIRAN
1. ALVIN FEBRIANTH
Judul:
2. ELSA HAPPYANA
Judul: “Evaluation of Gram-Positive rod surveillance for early anthrax detection”
3. AMRULLAH ALHAQ
Judul: ” Six-Color Segmentation of Multicolor Images In the infection Studies 0f
Listeria Monocytogenes”
4. RINA INDRAWATI
Judul: “Effects of water activity in Model Systems on High-Pressure inActivation of
Escherichia coli”
5. MUH. DEDDY TRIANANTA
Judul: “Haemonphillus paraphorophilus, a rare cause of intracerebral abscess in
childreen”
6. AGUNG BUDIANTO ACHMAD
Judul: “Association of Treponema sp. with canine periodontitis”
7. CHRISNA TEDJA MUKTI
Judul: “ Biofilm formation by Mycoplasma fermetans on intraurine devices”
2. ROUDLOTUL ANGGRAINI
Judul : “ Identification and characterization of Clostridium perferingens using single
target DNA microarray chip”
3. TRI YONGKI I
Judul : “
4. YUNITA F. OLA
Judul : “ Wild blak-headed gull ( Larus ridibundus) as an enviromental reservoir of
salmonella strain resistant to anti microbial drugs”
5. IKE MARTANIA
Judul : “Effectivenes of Rose bengal test and fluoroscence polarization assay in the
diagnosis of Brucella spp.”
6. ADE IRMAYANI
Judul : “
DAFTAR PUSTAKA