Professional Documents
Culture Documents
TERHADAP
PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH (APBD)
I. Latar belakang
II. Analisis
II.1. Otonomi Daerah
II.1.1. Permasalahan Otonomi Daerah
Dengan menurunnya penerimaan negara dari
minyak pada tahun 1983/1984 dan berdampak pada
menurunnya anggaran pendapatan dan belanja negara, maka
timbullah kesadaran akan menurunnya kemampuan
2
pemerintah pusat dalam memberikan subsidi kepada
pemerintah di daerah. Untuk itu maka pemerintah pusat
bertekad untuk memberikan kebebasan kepada pemerintah
daerah dalam berusaha meningkatkan pendapatan asli
daerah agar melemahnya subsidi dari pemerintah puasat tidak
mengganggu perkembangan ekonomi maupun jalannya
pemerintahan di daerah. Dengan kata lain lahirnya otonomi
daerah disebabkan antara lain oleh :
1) penurunan penerimaan negara dari sektor
minyak bumi dan gas
2) meningkatnya permintaan daerah dalam
pemerataan dan transparansi pembagian
hasil dari daerah
3) menguatnya system demokrasi dalam
pemerintahan
Sedangkan permasalahan otonomi daerah sendiri , adalah :
1) Bagaimana bentuk desentralisasi
pemerintahan dan keuangan yang akan
diberlakukan sehingga efektif dan efesien.
2) Bagaimana bentuk pertanggung jawaban
keuangan antara pusat dan daerah.
3) Bagaimana bentuk pembagian sumber
keuangan antara pusat dan daerah
Semua permasalahan tersebut telah memperkuat desakan
untuk segera dilaksanakan otonomi daerah yang diikuti
dengan tuntutan adanya perubahan sistem pemerintahan dan
keuangan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan hal ini
pun telah membuka masalah baru mengenai mekanisme
pemerintahan dan sistem keuangan antara pusat dan daerah
serta hubungannya dengan daerah lainnya.
3
II.1.2. Pengertian Otonomi Daerah
4
baru. Maka, sebagai bangsa yang berupaya untuk cerdas,
kita harus berani mengubah pola hubungan pusat dan
daerah yang paternalistic dan sentralistik menjadi pola
hubungan yang bersifat kemitraan dan desentralistik. Itulah
yang kemudian melahirkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU
No. 25 tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan UU
No.32 dan 33 tahun 2004, yang masing – masing mengatur
pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah. Selanjutnya Undang-undang
tersebut disebut dengan undang-undang otonomi daerah.
Otonomi daerah menurut undang-undang otonomi
daerah, adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut
kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Pertimbangan yang mendasari perlunya
diselenggarakan otonomi daerah (Abdul Halim,2002),
adalah perkembangan kondisi didalam dan diluar negeri.
Kondisi didalam negeri mengindikasikan bahwa rakyat
menghendaki keterbukaan dan kemandirian ( desentralisasi).
Dilain pihak, keadaan diluar negeri menunjukkan semakain
maraknnya globalisasi yang menuntut daya saing tiap – tiap
negara, termasuk daya saing pemerintah daerahnya. Daya
saing pemerintah daerah diharapkan akan tercapai melalui
peningkatan kemandirian pemerintah daerah, selanjutnya
kemandiarian pemerintah daerah dapat diperoleh melalui
otonomi daerah. Dengan adanya UU No. 22 tahun 1999
yang diubah dengan UU No.32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah tersebut , maka dapat diduga bahwa
terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan
5
daerah , termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal
ini disebabkan pengelolaan keungan daerah merupakan alat
untuk mengurus dan mengatur rumah tangga pemerintah
daerah. Perdebatan tentang bentuk otonomi merupakan
sebuah persoalan yang muncul dari berbagai pilihan bentuk
negara dalam rangka otonomi daerah. Salah satu bentuk
yang popular yang diusulkan adalah bentuk negara federal
yang banyak diusulkan oleh penggagas otonomi daerah.
Pengertian federalisme dikemukakan oleh Seymour
Martin Lipset, (1995 ): federalisme adalah merupakan
bentuk asosiasi politikdan organisasi yang menyatukan
unit-unit politik yang terpisah kedalam suatu system
politik yang lebih komprehensif, dan mengijinkan masin-
masing unit politik untuk memiliki atau menjaga
integritas politiknya secara fundamental. Federalisme
dapat juga dipahami sebagai mekanisme berbagai
kekuasaan secara konstitusional dimana kombinasi dari
Berperintahan sendiri dan Berbagi kekuasaan. Beberapa
cirri yang menonjol dalam federalisme adalah :
1. Didalam sistem federalistik, unit-unit politik otonomi
secara utuh , baik menyangkut kewenangan eksekutif,
maupun legislative dan bahkan kekuasaan yudikatif.
2. Struktur pemerintahan dalam negara federalis tidaklah
bertingkat sebagai mana diamati dalam sejumlah
negara kesatuan, karena hakikat otonomi antara
negara bagian dengan pemerintah daerah pada
dasarnya sama, hal ini terlihat bahwa Gubernur
negara bagian bukanlah atasan langsung dari walikota
di city, County, Township atau apapun namanya.
6
3. Didalam system federalistik, kedaulatan diperoleh dari
unit-unit politik yang terpisah-pisah dan kemudian
sepakat membentuk sebuah pemerintahan bersama.
4. Federalisme akan menjamin rasa aman atas ancaman
dari luar serta pemberontakan dari dalam, sebagai
contoh yang terakhir adalah bergabungnya Malaya,
Singapura, Sabah dan serawak menjadi sebuah
negara federasi yang bernama Malaysia karena ada
kekhwatiran adanya ancaman dari Repulik Rakyat
Cina yang komunis di utara dan Indonesia dari
selatan.
7
demikian mantap untuk mempertahankan format negara
kesatuan , sehingga alternatif bentuk negara yang lainnya
sudah sangat sulit dimunculkan . Disamping itu kekuatan
politik di Indonesia pada masa transisi juga tidak memberikan
dukungan positif terhadap kemungkinan untuk menciptakan
pemerintahan yang federalistik.
8
penyelenggaraan pemerintahan yang responsive terhadap
kepentingan masyarakat yang luas, dan memelihara suatu
mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas
pertanggung jawaban publik. Artinya untuk setiap kebijakan
yang diambil, harus jelas siapa yang diuntungkan, apa
tujuannya, berapa ongkos yang harus dipikul, apa resiko yang
harus ditanggung dan siapa yang harus bertanggungjawab jika
kebijakan itu gagal. Otonomi daerah juga merupakan
kesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai
dengan kebutuhan daerah, membangun system atau pola
karier politik dan administrasi yang kompetitif, serta
mengembangkan sistem manajemen pemerintah yang efektif.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah disatu pihak harus
menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional
didaerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi
pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan
local untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
didaerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan
memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah
untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses
perizinan usaha dan membangun berbagai infrastruktur yang
menunjang perputaran ekonomi didaerahnya. Dengan
demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat
ketingkat kesejateraan yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Dibidang sosial dan budaya, otonomi daerah harus dikelola
sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni
sosial , dan pada saat yang sama , memelihara nilai-nilai local
yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan
masyarakat merespon dinamika kehidupan disekitarnya.
Berdasarkan visi ini, maka konsep dasar otonomi
daerah yang kemudian melandasi lahirnya UU No.22 dan 25
9
tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 32 dan 33 tahun
2004, merangkum hal-hal berikut :
1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan
pemerintahan dalam hubungan domestik kepada
daerah, kecuali untuk bidang keuangan dan
moneter, politik luar negeri, peradilan , pertahanan,
keagamaan serta beberapa bidang kebijakan
pemerintah yang bersifat strategis- nasional, maka
pada dasarnya semua bidang pemerintahan dapat
didesentralisasikan.
2. Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan
penetapan kepala daerah.
3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai
dengan kultur setempat, demi tampilnya pimpinan
didaerah yang berkualifikasi tinggi.
4. Peningkatan fungsi-fungsi pelayanan eksekutif
melalui pembenahan organisasi dan institusi.
5. Peningkatan efesiensi administrasi keuangan
daerah.
6. Perwujudan desentralisasi fiscal melalui
pembesaran alokasi subsidi dari pemerintah
pusat.
7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga
dan nilai-nilai local yang bersifat kondusif terhadap
upaya memelihara harmoni sosial sebagai suatu
bangsa.
10
sedangkan kelompok lainnya lagi percaya terhadap sebaliknya
yaitu bahwa pemerintah pusat akan bekerja lebih efisien
daripada pemerintah daerah dalam menyediakan barang-barang
publik. Namun sebenarnya akan lebih tepat bila dikatakan
bahwa ada sebagian kegiatan yang lebih efisien bila
dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan ada kegiatan lain yang
lebih efisien bila dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Oleh
karena itu kita harus hati-hati dalam menentukkan kegiatan
macam apa yang sebaiknya diserahkan kepada pemerintah
pusat atau daerah.
Dalam teori keuangan negara dan berbagai
pembicaraan mengenai peranan pemerintah dalam
perekonomian, telah sering disinggung bahwa barang publik dan
ekternalitas akan lebih baik dikelola oleh pemerintah. Tetapi
sekarang harus dilihat dimensi dari barang publik dan
ekternalitas iti dalam kaitannya dengan ruang geografi , sebagai
misal pemerintah menyediakan polisi lalu lintas dikabupaten
Banyumas ; maka usaha tersebut akan memberi manfaat
kepada penduduk kabupaten Banyumas lebih banyak daripada
kepada pendudukan lainnya. Jadi manfaat ini akan semakin
kurang jika semakin jauh jarak lokasi polisi tersebut dari suatu
daerah. Barang publik yang manfaatnya terpusat secara
geografis disebut sebagai barang publik local ( local public
goods), yang dibedakan dengan barang publik nasional
(national public goods) seperti dalam hal pertahanan.
Demikian pula terdapat eksternalitas yang sifatnya
local seperti pencemaran terhadap sumber daya air sungai
tertentu yang dampaknya lebih dirasakan oleh masyarakat atau
lingkungan disekitar sungai tersebut. Kebutuhan – kebutuhan
masyarakat akan kebersihan sungai , danau , sekolah ,
kesehatan, keamanan daerah dan lainnya, akan lebih baik dan
11
efisien jika dipenuhi oleh pemerintah daerah dan bukan oleh
pemerintah pusat. Pemerintah pusat akan lebih baik
menyediakan pertahanan dan keamanan nasional dengan
tentara yang kuat dan berwibawa, tetapi pemerintah pusat akan
tidak efisien dalam menyelenggarakan jasa kepolisian dan
pemeliharaan taman kota. Dengan kata lain system pemerintah
dengan otonomi daerah akan lebih mampu menyediakan jasa
pelayanan publik yang bervariasi sesuai preferensi masing-
masing masyarakat.
Proses politik dalam masyarakat yang lebih sempit
akan lebih cepat dan efisien daripada dalam masyarakat yang
luas. Dengan pemerintahan yang lebih dekat dengan
masyarakatnya akan lebih sedikit kekurangan atau kesalahan
yang akan dibuat dalam mekanisme pengambilan keputusan.
Selanjutnya otonomi daerah akan lebih banyak
eksperimen dan inovasi dalam bidang administrasi dan
ekonomi yang akan dilakukan. Karena banyak pemerintah
daerah yang sifatnya otonom , akan banyak pula cara dan
system administrasi maupun ekonomi yang berbeda –beda
yang diterapkan pada daerah yang berbeda. Keberhasilan dan
kegagalan ekonomi didaerah merupakan eksperimen yang
melahirkan inovasi bagi masing-masing daerah.
Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa dengan
otonomi daerah, masyarakat dapat menyediakan jasa
pelayanan yang berbeda-beda dengan tingkatan yang berbeda
pula sesuai dengan preferensi masyarakat yang bersangkutan.
Juga proses politik akan lebih cepat, sederhana dan efisien
dengan pemerintah daerah serta eksperimen dan inovasi lebih
banyak dan bervariasi di setiap daerah.
12
II.1.4. Kerugian Otonomi Daerah
Dalam hal-hal tertentu pemerintah daerah akan kurang
efektif dan efisien dalam mengatasi masalah yang ada.
Sebagai misal bila pemerintah daerah diminta untuk
menyediakan barang publik nasional seperti pertahanan dan
keamanan nasional, masalah pemerataan penghasilan dan
pemecahan masalah ekonomi makro, tentu hasilnya kurang
memuaskan. Berikut ini penjelasan beberapa kerugian jika
otonomi daerah melahirkan kebijakan yang sepenuhnya
memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah:
a) Dalam hal pertahanan dan keamanan nasional apabila
diserahkan pada diserahkan kepada pemerintah
daerah , tentu saja daerah harus bertanggung jawab
terhadap daerahnya masing-masing dari serangan
dari luar. Apabila kita menjumlahkan semua usaha
pertahanan masing-masing daerah tersebut pasti akan
kurang memadai.
b) Dalam hal redistribusi pendapatan, pemerintah daerah
juga tidak akan efisien dalam mengusahakannya.
Redistribusi pendapatan biasanya ditempuh dengan
mengenakan pajak pada kelompok kaya dengan
pemberian subsidi kapada kelompok berpenghasilan
rendah. Apabila hal ini dilaksanakan oleh daerah maka
daerah tertentu yang kaya akan berpindah kepada
daerah yang pajaknya relatif lebih kecil atau
sebaliknya masyarakat yang miskin akan berpindah
kedaerah yang kaya untuk mendapatkan subsidi.
c) Dalam kaintannya dengan tujuan ekonomi makro,
jelas pemerintah daerah tidak akan dapat
13
melaksanakannya, khususnya yang berkaitan dengan
kebijakan moneter. Pemerintah daerah tidak dapat
menambah atau mengurangi jumlah uang beredar.
Demikian pula kebijakan pemerintah daerah dalam
bidang penyediaan kesempatan kerja dan harga tidak
akan banyak berpengaruh dalam suatu daerah.
Setiap kebijakan fiscal ( perpajakan dan pengeluaran )
tentu akan ditanggapi dengan kepindahan subyek
pajak kedaerah lain yang lebih menguntungkan. Jadi
pemerintah pusatlah yang harus bertanggung jawab
terhadap kebijakan stabilitas ekonomi.
14
Dalam UU No. 22 tahun 1999 Bab VII, pasal 78 dinyatakan
bahwa penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dibiayai dari dan atas beban APBD
sedangkan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat didaerah
dibiayai dari dan atas beban APBN.
APBD harus disiapkan oleh pemerintah daerah dan ditetapkan
dengan peraturan daerah (PERDA) atas persetujuan DPRD,
selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkannya APBD.
Perubahan APBD dimungkinkan dan ditetapkan dengan perda
selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran
berakhir. Selanjutnya perhitungan APBD akan ditetapkan
dengan perda selambat-lambatnya tiga bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Akhirnya
APBD yang telah ditetapkan dengan perda disampaikan
kepada Gubernur bagi pemerintah Kabupaten/Kota dan
Kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi
pemerintah Propinsi untuk diketahui. Sebagai perbandingan
bagaimana struktur manajemen keuangan yang digunakan
oleh federal government Amerika Serikat, sebagai berikut :
Wilson (2004 :445)
15
The The
congress President
Federal Executive
Accounting Agencies
Standards
Advisory Board
16
objectives established for the federal government into their
financial management system so that all the assets and
liabilities, revenue and expenditures or expense and the full
costs of programs and accouratelly recorded, monitored, and
uniformily reported throught of federal government”.
Jika ditinjau dari prosedur dan aturan penyusunan anggaran di
pemerintahan federal Amerika dengan penyusunan
APBN/APBD di Indonesia memliki kesamaan, terlebih kini
Indonesia telah memilki Standar Akuntansi Pemerintahan
yang terbit pada tahun 2005 yang mengatur pencatatan dan
pelaporan penerimaan dan pengeluaran Negara serta bentuk
pertanggungjawaban keuangannya.
17
3. Lain-lain pendapatan yang sah.
Pendapatan Asli Daerah, merpakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi :
1. Pajak Daerah, terdiri dari Pajak Kendaraan
bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, Pajak Kendaraan diatas air, Pajak Air
Bawah Tanah dan Pajak Air Permukaan.
Sedangkan jenis pajak kabupaten /kota
menurut UU No.34 tahun 2000 tentang
perubahan UU No.18 tahun 1977 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah tersusun dari :
Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan
Pajak Parkir.
2. Retribusi Daerah, meliputi : Retribusi
pelayanan kesehatan, Retribusi pemakaian
kekayaan daerah, Retribusi pasar grosir dan
atau pertokoan,Retribusi penjualan produksi
usaha daerah, Retribusi izin trayek kendaraan
penumpang, Retribusi air, Retribusi Retribusi
jembatan timbangan, Retribusi kelebihan
muatan dan perizinan pelayanan dan
pengendalian.
3. Bagian Laba Usaha Daerah, merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari hasil
perusahaan milik daerah dan pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerimaan
ini antara lain berasal Perusahaan Daerah,
18
Deviden BPR-BKK, dan penyertaan modal
daerah kepada pihak ketiga.
4. Lain – lain PAD, merupakan penerimaan
daerah yang berasal dari lain-lain milik
pemerintah daerah. Penrimaan ini berasal dari :
Hasil penjualan barang milik daerah dan
penerimaan jasa giro.
19
II.2.3. Belanja Daerah
Belanja ( Abdul Halim, 2002), adalah semua
pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode
anggaran. Secara umum belanja dalam APBD dikelompokkan
menjadi lima kelompok, yaitu :
1. Belanja administarsi umum, adalah semua
pengeluaran pemerintah daerah yang tidak
berhubungan secara langsung dengan aktivitas
atau pelayanan publik, terdiri dari : Belanja
pegawai, Belanja barang, Belanja perjalanan
dinas, dan Belanja pemeliharaan.
2. Belanja operasi dan pemeliharaan sarana
dan prasarana publik, merupakan
pengeluaran pemerintah daerah yang
berhubungan secara langsung dengan
pelayanan publik, pengeluaran ini terdiri dari :
Belanja pegawai, Belanja barang, Belanja
perjalanan dan Belanja pemeliharaan.
3. Belanja Modal, merupakan pengeluaran
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi
satu tahun anggaran dan akan menambah
asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya
akan menambah belanja yang bersifat rutin
seperti biaya operasi dan pemeliharaan.
Belanja Modal dibagi menjadi : Belanja publik,
Belanja aparatur,
4. Belanja Transfer, merupakan pengalihan uang
dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga
tanpa adanya harapan untuk mendapatkan
pengembalian imbalan maupun keuntungan
dari pengalihan uang tersebut. Kelompok ini
20
terdiri atas : Angsuran pinjaman, Dana bantuan
dan Dana cadangan.
5. Belanja Tak Tersangka, adalah pengeluaran
yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan
kejadian – kejadian luar biasa.
21
Watch (ICW), Government Watch (GOWA) dan lain
sebagainya.
Dasar hukum yang digunakan oleh DPR maupun DPRD
dalam era otonomi daerah adalah UU No.22 dan 25
tahun 1999 yang menyatakan bahwa DPR atau DPRD
antara lain mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan pengawasan terhadap :
a. pelakasanaan peraturan daerah dan peraturan –
peraturan lainnya.
b. pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
daerah..
c. pelaksanaan kerja sama internasional di daerah.
22
kepada pemerintah daerah di dalam
melaksanakan otonomi daerah.
23
III. Hubungan Otonomi Daerah dengan Anggran PendapatanBelanja
Daerah (APBD)
24
adalah seberapa jauhkah pemerintahan tersebut berhasil
menciptakan lapangan kerja bagi kalangan warga masyarakat,
kemudian disusul dengan kemampuan untuk menghadapi laju
inflasi, serta keseimbangan neraca perdagangan internasional.
Hubungan antara otonomi daerah dengan
pembangunan daerah dapat diungkapkan dalam diagram berikut :
(Syaukani,HR,2004)
25
Otonomi
Daerah
Kewenangan :
Mencari, Menciptakan, Mengelola, dan
Mempetanggungjawabkan sumber dan penggunaan
keuangan di daerah kepada legislatif
APBD
Pemerintah daerah harus :
Memfasilitasi, Kreatif , Memelihara politik local,
Menjamin kesinambungan berusaha, Sensitif terhadap
buruh dan lingkungan, Mengembangkan dunia usaha
Taxes berubah
PAD/APBD meningkat
Pembangunan
Daerah
IV.Kesimpulan
26
Berdasarkan paparan diatas kami mengambil kesimpulan
bahwa Otonomi daerah sangat erat hubungannya dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, hal tersebut didasarkan pada :
27
OTONOMI DAERAH
DAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAERAH (APBD)
Dosen Pembina : Prof. DR. Drs Muhamad Zain, Ak
Adli (L3E05154)
Asep Effendi R. (L3E05114)
Siti Hamidah Rustiana (L3E05081)
TAHUN 2005
28
29
IV. KESIMPULAN
30
dibutuhkan akuntansi sektor publik yang secara
transparan sesuai UU No.25 tahun 1999.
2. Proses perubahan dalam otonomi daerah memerlukan
perencanaan dan pengendalian agar arah perubahan
yang terjadi mendukung pencapaian tujuan yang
dicangkan sebagai landasan otonomi daerah.
3. Pembetukan infrastruktur akuntansi sektor publik harus
segera dilakukan oleh instansi yang diberikan
kewenangan untuk membangun standar sehingga
akuntansi sektor publik memiliki standar akuntansi
keuangan sebagai pedoman yang baku, baik dalam
proses penyelesaian laporan maupun bentuk laporan
keuangan sektor publik.
4. Pengembangan sumber daya manusia harus menjadi
prioritas karena tingkat pendidikan tenaga kerja di daerah
masih berada pada tingkat menengah dan bawah.
Daftar pustaka
1. Hanjari, Kebutuhan Pemakai ditinjau dari persefektif Pemerintah
(BPK), seminar sehari, Yogyakarta 18 mei 2002.
2. Ismail Muhamad, Akuntabilitas dan transparansi , seminar dan
pembetukan kompetensi akuntansi sektor publik, 7 Desember
1999.
3. WR.Scot, Financial Accounting Theory, Practice 1997.
4. Media Akuntansi, Edisi 06 Februari 2000/Vol. VII.
5. ……………., Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang otonomi
daerah.
6. ……..………,Undang-undang No.25 tahun 1999, tentang
pembagian keuangan negara dan daerah
31
II.1.2. Otonomi daerah dan pembangunan daerah
32
jauhkah pemerintahan tersebut berhasil menciptakan
lapangan kerja bagi kalangan warga masyarakat,
kemudian disusul dengan kemampuan untuk
menghadapi laju inflasi, serta keseimbangan neraca
perdagangan internasional.
Hubungan antara otonomi daerah
dengan pembangunan daerah dapat diungkapkan
dalam diagram berikut : (Syaukani,HR,2004)
Kewenangan :
Otonomi Daerah Mencari,menciptakan ,mengelola ,
dan mempertanggungjawabkan sumber dan penggunaan
keuangan di daerah kepada legislatif
APBD
33
Pembangunan Daerah
34