You are on page 1of 5

PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DI INDONESIA

Pendahuluan

Anggaran Berbasis Kinerja


1
Paradigma (pandangan) baru pada masyarakat modern telah membentuk suatu perubahan di
berbagai bidang salah satunya adalah di bidang keuangan dengan mengedepankan keterbukaan
(transparansi), peningkatan efisiensi (efisiensi), tanggung jawab yang lebih jelas (responsibility),
kewajaran (fairness) yaitu dengan penerapan anggaran berbasis kinerja (performance based
budgeting). Paradigma tersebut merupakan akibat perkembangan proses demokrasi dan
profesionalisme di dunia. Paradigma ini memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Proses
reformasi dan krisis multidimensional (ekonomi, moneter, hukum, politik) di Indonesia mendorong
berkembangnya paradigma tersebut. Paradigma tersebut di Indonesia sering disebut good
governnance. Good governance dapat diartikan sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem
pengadilan yang dapat diandalkan, pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable) pada
publiknya. Prinsip-prinsip dari good governance antara lain adalah seperti transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas (Taufiequrachman Ruki, Buletin Komisi Yudisial, Vol 2 No. 3, Hal. 17).
Paradigma good governance tersebut mendorong adanya reformasi manajemen keuangan
daerah. Reformasi keuangan daerah ditandai dengan dikeluarkan berbagai undang-undang dan
peraturan pemerintah. Paket undang-undang di bidang Pengelolaan Keuangan Negara tersebut adalah
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Ketiga undang-undang ini telah
mengubah sistem penganggaran di Indonesia dan merupakan fondasi bagi pelaksanaan reformasi di
bidang keuangan di Indonesia. Reformasi bidang keuangan negara tersebut antara lain adalah
penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), penerapan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework / MTEF), Penerapan
Anggaran terpadu (Unified Budget).
Ketiga hal tersebut bertujuan untuk menciptakan tranparansi, akuntabilitas dan profesionalitas
dalam pengelolaan APBN. Sistem penganggaran yang berbasis kinerja (Performance Based
Budgeting) merupakan pengganti sistem penganggaran lama dengan sistem Line Item Budgeting yang
lebih mementingkan input daripada output serta kurang mempertimbangkan prioritas dan kebijakan
yang ditetapkan secara nasional. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja ini diharapkan akan
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Performance Based Budgeting memperhatikan keterkaitan
antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian
hasil dan keluaran tersebut sehingga prinsip-prinsip transparansi, efisiensi, efektivitas dan
akuntabilitas dapat dicapai.
Secara umum prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja didasarkan pada konsep value for
money (ekonomis, efisiensi dan efektivitas) dan prinsip good corporate governance, termasuk adanya
pertanggungjawaban para pengambil keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk
mencapai tujuan, sasaran, dan indikator yang telah ditetapkan.
Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah
tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya serta pengumpulan informasi yang sistimatis atas
realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara
biaya dengan prestasinya.
Penyediaan informasi dilakukan secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam
manajemen perencanaan, pemrograman, penganggaran dan evaluasi. Kondisi yang harus disiapkan
sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu
kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi, kemudian fokus pada
penyempurnaan administrasi secara terus menerus, sumber daya yang cukup untuk usaha
penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang), penghargaan (reward) dan sanksi (punishment)
yang jelas, serta keinginan yang kuat untuk berhasil.

Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja


Sesuai dengan Pasal 3 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004, Kementrian Negara /
Lembaga diwajibkan menyusun program dan kegiatan yang berbasis kinerja. Anggaran dengan
pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja
atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan (Penjelasan PP No. 105 Tahun
2000, Pasal 8). Untuk menyusun anggaran berbasis kinerja, Kementerian Negara / Lembaga terlebih
dahulu harus mempunyai perencanaan stratejik (Renstra). Substansi Renstra memberikan gambaran
tentang kemana organisasi harus menuju dan bagaimana cara (strategi) untuk mencapai tujuan itu.

Anggaran Berbasis Kinerja


2
Renstra kementerian Negara / lembaga harus mencakup pernyataan visi dan misi, rumusan tentang
tujuan dan sasaran, serta uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran, yang terdiri dari program
dan kegiatan/subkegiatan. Renstra ini memberikan petunjuk bagaimana mengerjakan sesuatu program
/ kegiatan yang benar (doing the right things). Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam
perumusan renstra haruslah jelas dan nyata serta tidak bermakna ganda sehingga tidak terjadi salah
tafsir sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk / arah perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
operasional. Dalam rencana strategis juga diperhitungkan hambatan-hambatan, baik dari dalam
maupun dari luar yang akan dapat menghalangi pencapaian tujuan serta struktur dari organisasi yang
disusun untuk mendukung perencanaan strategis dimaksud.
Dari rencana strategis kemudian disusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang bersifat
operasional dan penjabaran lebih lanjut dari rencana RKP tersebut sehingga dapat ditentukan kinerja
yang harus dicapai oleh masing-masing unit organisasi.
Masing-masing Kementerian Negara / Lembaga harus menyusun dan menetapkan program
berdasarkan prioritas. Beberapa kriteria yang dapat membantu dalam penentuan skala prioritas suatu
program, antara lain adalah program yang direncanakan untuk mendukung pencapaian platform
presiden terpilih, program yang mendukung pencapaian misi Kementerian Negara / Lembaga yang
bersangkutan, program yang cukup sensitif secara politis dan mendapat perhatian dari masyarakat dan
pengguna. Selanjutnya juga harus ditetapkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu
program dan kegiatan yang terdiri dari : (i) anggaran yang dibutuhkan, (ii) tenaga kerja yang
dibutuhkan, (iii) aset pendukung seperti bangunan, kendaraan dan aset-aset lainnya.

Perumusan / Penetapan Indikator Kinerja


Bagian penting dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah adanya indikator kinerja
yang merupakan performance commitment yang dijadikan dasar atau kriteria penilaian kinerja
kementerian negara/lembaga. Indikator kinerja memberikan penjelasan tentang apa yang akan diukur
untuk menentukan apakah tujuan sudah tercapai yang terdiri dari : (i) Masukan (input), yaitu tolok
ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber : dana, sumber daya manusia, material,
waktu, teknologi dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan /
subkegiatan, (ii) Keluaran (output), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa)
yang dihasilkan dari program dan atau kegiatan / subkegiatan sesuai dengan masukan yang
digunakan, (iii) Hasil (outcome), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat
dicapai berdasarkan keluaran program dan atau kegiatan / subkegiatan yang sudah dilaksanakan, (iv)
Manfaat (benefit), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan
sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah, (v) Dampak (impact), yaitu tolok ukur kinerja
berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.
Dalam penetapan kinerja harus ditetapkan lebih dari satu indikator kinerja dengan menekankan
pada indikator kunci (key performance indicators) sehingga terhindar dari indikator yang tidak jelas.
Penetapan indikator kinerja umumnya terkait dengan kuantitas dan kualitas. Di samping itu dalam
penyusunan indikator harus jelas (clear), relevan (relevant) atau sejalan dengan pencapaian tujuan
organisasi, dapat tersedia dengan biaya yang ada (economic), mempunyai dasar yang cukup untuk
ditetapkan (adequate), dan dapat dimonitor keberhasilannya (monitorable).

Pengukuran kinerja/ Akuntabilitas kinerja


Pengukuran kinerja kegiatan merupakan proses penilaian kemajuan pelaksanan kegiatan
terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan termasuk informasi atas efisiensi penggunaan
sumber daya dan efektivitas pencapaian sasaran. Konsekuensi Anggaran Berbasis Kinerja yang
menghubungkan perencanaan strategis dengan penganggaran untuk mencapai tujuan strategis adalah
harus menentukan program dan kegiatan dengan jelas. Pembiayaan dari masing-masing program,
kegiatan dan keluaran juga harus tergambar dengan jelas. Struktur pembiayaan yang jelas akan
muncul apabila sistem akuntansi yang dipakai berdasarkan akrual.
Dalam rangka pengukuran kinerja yang baik diperlukan adanya sistem informasi yang mampu
menghasilkan informasi yang memadai untuk menilai pencapaian kinerja dari masing-masing

Anggaran Berbasis Kinerja


3
lembaga/unit kerja yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan. Tingkat informasi dasar yang harus
dikembangkan meliputi : (i) Ekonomis, sejauh mana masukan yang ada digunakan dengan sebaik-
baiknya; (ii) Efisiensi, sejauh mana perbandingan antara tingkat keluaran suatu kegiatan dengan
masukan yang digunakan; (iii) Efektivitas, sejauh mana keluaran yang dihasilkan mendukung
pencapaian hasil yang ditetapkan.
Informasi yang dihasilkan juga harus dapat membandingkan kinerja yang direncanakan dengan
pencapaiannya. Pengukuran kinerja dilaksanakan oleh masing-masing lembaga / unit kerja yang
selanjutnya dikontrol mutunya serta diverifikasi oleh instansi pusat serta lembaga audit. Agar tercapai
penilaian yang fair diperlukan peran dari pihak eksternal dalam mengukur kinerja secara lebih
independen. Pendekatan dalam mengukur kinerja akan bervariasi antar lembaga / unit kerja,
bergantung pada bentuk keluaran yang dihasilkan.
Pengukuran kinerja harus dilakukan secara efisien dan efektif dengan membandingkan biaya
dan manfaat atas sistem yang dibangun. Jadi harus dipertimbangkan cost benefit dari sistem
pengukuran kinerja yang akan dikembangkan. Suatu sistem pengukuran kinerja sebaiknya hanya
mengukur kinerja yang strategis (key performance indicators), bukan menekankan tingkat
komprehensif dan birokratis atas kinerja yang disusun.

Pelaporan kinerja
Langkah akhir dari anggaran berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban kinerja yang
dituangkan dalam laporan akuntabilitas kinerja yang disusun secara jujur, obyektif dan transparan.
Laporan akuntabilitas kinerja menguraikan tentang pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
dalam rangka pencapaian visi dan misi serta berguna sebagai bahan evaluasi atau umpan balik bagi
pihak pihak yang berkepentingan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah, maka instansi-instansi pemerintah diwajibkan untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan
sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategis yang ditetapkan oleh masing-masing
instansi. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah melalui Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), meliputi perencanaan stratejik, perencanaan kinerja,
pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja.

Penghargaan dan Hukuman (Reward and Punishment)


Pelaksanaan penganggaran berdasarkan kinerja sulit dicapai dengan optimal tanpa didukung
dengan penerapan insentif atas kinerja yang dicapai dan hukuman atas kegagalannya. Pemberian
reward dan punishment ini perlu dilakukan untuk mendorong instansi pemerintah untuk menerapkan
kinerja yang lebih baik mengingat masih banyak kekurangan yang diterapkan di lapangan dan
rendahnya komitmen untuk melaksanakan peraturan tersebut.
Penerapan insentif di sektor publik bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan karena
penerapan sistem insentif perlu didukung oleh mekanisme non keuangan, terutama keinginan dan
kebutuhan atas pencapaian kinerja. Hal ini dapat tumbuh misalnya jika ada aturan bahwa lembaga /
unit kerja yang mencapai kinerja dengan baik dapat memperoleh prioritas atas anggaran berikutnya
walaupun alokasi anggaran telah ditentukan oleh prioritas kebijakan dan program. Hal lain yang bisa
menjadi insentif bagi pencapaian kinerja adalah bertambahnya fleksibilitas bagi pihak manajer dalam
mengelola keuangan publik dan kepastian atas pendanaan suatu program dan kegiatan.
Pendekatan lain dalam pemberian insentif adalah berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh
suatu lembaga dalam mencapai suatu target kinerja. Apabila suatu lembaga dapat mencapai target
yang ditetapkan, dapat diberikan keleluasaan yang lebih dalam mengelola anggaran yang dialokasikan
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Hal ini memungkinkan setiap lembaga untuk maju dan
berkembang secara konsisten dengan kapasitas yang mereka miliki.
Bentuk lain untuk peningkatan kinerja melalui insentif atau disinsentif yaitu penerapan efisiensi
(savings) yang dapat dilakukan untuk program dan kegiatan yang bersifat pelayanan publik. Alokasi
anggaran untuk setiap program dan kegiatan tersebut dikurangi dengan jumlah tertentu untuk
penghematan dalam rangka meningkatkan efisiensi atas pelayanan yang diberikan.

Peluang dan Tantangan


Penerapan anggaran berbasis kinerja ditujukan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan
yang lebih baik (good governance) yaitu penyelenggaraan kepemerintahan yang berorientasi

Anggaran Berbasis Kinerja


4
kepada pelanggan / masyarakat. Tata kelola yang baik membuat pengelolaan urusan masyarakat
dengan cara yang transparan, akuntabel, partisipatif dan berkesetaraan. Tata kelola yang baik juga
mencakup partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik yang efektif, penegakan hukum dan
sistem peradilan yang independen, checks and balances, dan adanya lembaga pengawas yang
efektif. Dengan adanya good governance ini maka celah penyimpangan penggunaan anggaran
yang rawan korupsi dapat diminimalisir.
Penerapan penganggaran berbasis kinerja di Indonesia mempunyai tantangan yang tidak ringan
karena berubahnya sistem penganggaran. Tantangan yang lebih berat adalah mengubah mind set tidak
hanya pada lingkungan Pemerintah (eksekutif), tetapi juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai
lembaga legislatif. Mind set DPR dalam rangka pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) diharapkan juga berubah menjadi output base, tidak lagi input base.
Lambatnya anggaran di awal-awal tahun anggaran, menjadikan kegiatan sering tertunda dan
tidak sesuai jadwal yang diharapkan. Hal ini biasanya terjadi untuk kegiatan-kegiatan kecil di daerah
sehingga kegiatan menumpuk di akhir tahun anggaran yang mengakibatkan output dan outcome tidak
optimal. Apalagi ada anggapan bahwa “jangan sampai ada anggaran tersisa agar ada kenaikan untuk
anggaran tahun depan”, sehingga masih timbul pola tradisional, bukan lagi anggaran berbasis kinerja,
namun anggaran berbasis kegiatan.

Kesimpulan
Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk
mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil
yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Pemerintah
Indonesia telah melakukan persiapan pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja dengan mengeluarkan
berbagai peraturan perundang-undangan serta petunjuk teknis dan pelaksanaannya. Berdasarkan paket
undang-undang keuangan negara terjadi perubahan mindset pengelolaan keuangan negara yang lebih
mengedepankan efisiensi dan efektivitas serta mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi.
Perubahan paradigma baru seharusnya didukung oleh personalia atau sumberdaya manusia yang
handal, memiliki kompetensi yang sesuai dan memiliki kinerja yang jelas dan terukur.
Walau demikian belum semua aturan tersebut diimplementasikan dengan baik dan
konsisten. Masih kurangnya pemahaman semua pihak tentang peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan masih lemahnya komitmen untuk melaksanakannya menjadikan implementasi anggaran
berbasis kinerja belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran (awareness) dan
komitmen yang tinggi dari seluruh pihak untuk menerapkan anggaran berbasis kinerja ini sehingga
dapat tercipta tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good governance).

Anggaran Berbasis Kinerja


5

You might also like