Professional Documents
Culture Documents
Buruh
Nama : Kristiyanto
NPM : 44112131
ABSTRAKSI
menjadi pengambil keputusan yang paling dominant bekerjanya anak pada sektor
formal. Dimana hal ini terjadi karena orang tua memanipulasi umur anak.
. A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak-hak anak, melalui Keputusan
Presiden (Keppres) no. 36/0 tanggal 25 Agustus 1990. Dengan adanya konvensi
tersebut,berarti secara hukum Negara berkewajiban menjamin dan melindungi
hak anak-anak, baik sosial, politik, budaya, dan ekonomi (Usman & Nachrowi,
2004).
Pada kenyataannya, negara masih belum mampu memenuhi kewajibannya
untuk melindungi hak-hak anak. Salah satu permasalahan yang masih terjadi
adalah keberadaan pekerja anak. Tidak hanya melanggar hak-hak anak, dengan
bekerja juga membawa dampak buruk bagi anak-anak, baik secara fisik maupun
psikis. Bahkan dampak yang lebih jauh lagi, dengan bekerja dikhawatirkan akan
mengganggu masa depan anak-anak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
baik, terlebih anak-anak merupakan generasi penerus bangsa (Usman &
Nachrowi, 2004).
Tjandraningsih (1995), mengatakan ketika anak-anak tidak mempunyai
kesempatan untuk bersekolah, maka pilihan hidupnya hanya dua, yaitu: masuk
angkatan kerja atau tidak. Akan tetapi perlu diingat bahwa anak-anak justru putus
sekolah lantaran bekerja. Bahkan, di lingkungan yang kondusif untuk bekerja,
konsekuensi yang muncul adalah gejala putus sekolah yang sering diawali dengan
menggabungkan sekolah sambil bekerja. Keterlibatan anak-anak dalam aktivitas
ekonomi dalam arti bekerja di sektor publik, bila dilakukan secara poporsional
dan mengikuti aturan hukum yang berlaku barangkali persoalan ini tidak akan
terlalu merisaukan, namun lain halnya jika kasus terjunnya anak-anak kedunia
kerja mengandung unsur-unsur eksploitasi (Bagong, 1999).
Menurut Suharto (2005), eksploitasi menunjuk pada sikp diskriminatif atau
perlakuan yang sewenang-wenang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Eksploitasi
1. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenangwenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun masyarakat.
Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial
ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan
perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis & status sosialnya
(Suharto, 2005).
Pengertian lain dari eksploitasi anak adalah memanfaatkan anak secara tidak etis
demi kebaikan ataupun keuntungan orang tua maupun orang lain (Karundeng,
2005).
2. Beberapa Jenis Eksploitasi Anak
Beberapa jenis eksploitasi anak menurut Karundeng (2005), diantaranya adalah :
a. Perdagangan Manusia (Trafficking in Person)
b. Perbudakan (Slavery)
c. Prostitusi Anak (Child Prostitution)
d. Buruh Anak/Pekerja Anak (Child Labour)
e. Anak Jalanan (Children Of The Street)
3. Dampak Eksploitasi Terhadap Anak
Menurut Baquale & Myers (dalam Usman & Nachrowi, 2004) yaitu :
a. Pertumbuhan Fisik
b. Pertumbuhan Kognitif
c. Pertumbuhan Emosional
d. Pertumbuhan sosial dan Moral termasuk rasa identitas kelompok, kemauan
untuk bekerja sama dengan orang lain, dan kemauan untuk membedakan yang
benar dan yang salah.
B. Pekerja Anak (Buruh Anak)
1. Pengertian Pekerja Anak (Buruh Anak)
Pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk
orang tuanya atau untuk orang lain yang membutuhkan sejumlah besar waktu,
dengan menerima imbalan atau tidak (Tjandraningsih, 1995).
Kertonegoro (1997), pekerja anak merupakan tenaga kerja yang dilakukan anak
dibawah umur 15 tahun.
Pengertian Pekerja anak menurut Putranto , 1999 menyebutkan bahwa pekerja
anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun selain
membantu keluarga, pada komunitas tertentu misalnya pada sektor pertanian,
perikanan, dan industri kerajinan yang dari sejak kecil mereka sudah dididik
untuk bekerja.
Menurut Manurung (1998), Pekerja anak adalah mereka yang berusia 10-14
tahun dan sedang bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam
seminggu.
2. Karakteristik Pekerja Anak (Buruh Anak)
Pekerja anak bekerja demi meningkatkan penghasilan keluarga atau rumah
tangganya secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan kerja yang
diterapkan pada pekerja anak ada bermacam-macam bentuk, yaitu buruh,
magang, dan tenaga keluarga. Sebagai buruh, anak-anak diberi imbalan atau
upah. Untuk pekerjaannya sebagai magang, dan tenaga kelurga, mereka ada yang
dibayar dan ada yang tidak dibayar (Tjandraningsih, 1995).
Menurut Usman dan Nachrowi (2004), jika ditinjau dari pendidikan pekerja anak,
pekerja anak baik disektor garmen maupun rotan atau kayu adalah anak-anak
yang minimal menduduki bangku sekolah dasar (SD), ataupun tamatan SD.
Namun karena pekerjaan inilah yang menyebabkan anak-anak yang asih duduk di
bangku SD sebagan harus drop-out dari sekolahnya dikarenakan waktu mereka
sebagian besar dihabiskan untuk bekerja.
Dari segi pendidikan, anak-anak yang bekerja disinyalir cenderung mudah putus
sekolah, baik putus sekolah lantaran bekerja terlebih dahulu atau putus sekolah
dahulu baru kemudian bekerja (Bagong, 1999).
Secara umum karakteristik tenaga kerja anak tidak jauh berbeda, kecuali dari segi
usia, dengan karakteristik tenaga kerja dewasa perempuan, bahkan tenaga kerja
laki-laki (Tjandraningsih & Haryadi, 1995).
3. Motivasi Kerja Pekerja Anak (Buruh Anak)
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan
kerja.Akan halnya pekerja anak, berarti motivasi kerja pekerja anak adalah segala
sesuatu yang mendorong atau menimbulkan semangat kerja pada pekerja anak.
Motivasi itu baik berasal dari dalam diri pekerja anak maupun dari orang tua
(Anoraga, 2001).
4. Keluarga Pekerja Anak (Buruh Anak) Anggota rumah tangga yang besar diduga
terjadi dalam rumah tangga yang mempunyai pekerja anak, (Usman & Nachrowi,
2004).
5. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Tentang Pekerja Anak (Buruh Anak) Prinsipprinsip piagam PBB tanggal 20 November 1989, mengenai deklarasi sedunia
tentang Hak-Hak Asasi Manusia (HAM), dalam hal ini adalah anak (dalam
Kumpulan Perlindungan Hak Asasi Anak, 2006):
a. Pasal 32
1) Negara-negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi dan eksploitasi
ekonomi dan dari pelaksanaan setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau
membahayakan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, atau sosial
anak.
2) Negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah legislatif,
administratif dan pendidikan untuk menjamin pelaksanaan pasal ini. Untuk
mencapai tujuan ini dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan
perangkat-perangkat internasional lain yang terkait.
b. Pasal 36
Negara-negara peserta akan melindungi anak terhadap semua bentuk eksploitasi
yang merugikan setiap aspek kesejahteraan anak.
Dalam Surat Edaran Menteri Kerja No. SE-12/M/BW/1997 (Irwanto dkk, 1999)
ada beberapa tugas yang tidak ditolerir untuk anak, yaitu:
1) pertambangan dan penggalian.
2) kontak langsung dengan api (termasuk pengelasaan).
3) Segala jenis pekerjaan yang mengharuskan menyelam kedasar laut.
4) Kontak langsung dengan peralatan berat, listrik, dan alat pemotong.
5) Mengangkat dan membawa barang-barang yang berat.
6) Pekerjaan konstruksi dan penghancuran.
7) Kontak langsung dengan bahan-bahan kimia atau substansi yang berbahaya.
8) Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan pelacuran dan pornografi.
9) Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan produksi dan penjualan
minuman keras.
Adapun kondisi kerja
yang diingankan terhadap anak yang bekerja sesuai dengan kebijakan pemerintah,
adalah :
1) Tidak dipekerjaan lebih dari 4 jam sehari.
2) Selama bekerja diberikan waktu istrahat sekurang-kurangnya jam.
3) Tidak dipekerjakan pada malam hari.
4) Tidak dipekerjakan dengan bahan-bahkan/mesin berbahaya.
5) Upah dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UMR).
6) Diberikan Jaminan Sosial(JamSos) dalam bentuk asuransi kecelakaan atau
kesehatan.
Pasal 88
Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud
untuk menguntungan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00
(Dua ratus juta rupiah).
6. Faktor Penyebab munculnya Tenaga Kerja anak (Buruh Anak)
a. Kemiskinan
b. Pendidikan
c. Perubahan Proses Produksi
7. Faktor Penyebab Munculnya Pekerja Anak (Buruh Anak) oleh Orang Tua
a. Ketidaktauan Oang tua Tentang Konvensi Hak-hak Anak dan Undang-Undang
Tentang Anak. Sesuai dengan Konvensi Hak Anak
b. Faktor Nilai Budaya Masyarakat
c. Faktor Kemiskinan
Oleh karena faktor kemiskinan inilah yang menyebabkan anak dari semua subjek
harus bekerja meski mereka masih dibawah umur, sesuai dengan keterangan
UNICEF sebagai badan perlindungan anak sedunia dalam PBB (dalam Irwanto
dkk, 1999).
Saran
1. Bagi para orang tua yang memiliki anak dibawah umur namun mereka tidak
mampu menyekolahkan anak-anak mereka dikarenakan faktor ekonomi,
sebaiknya mengkaji kembali keuntungan serta kerugian jika mereka
mempekerjakan anak mereka pada tempat yang memiliki kondisi kerja yang tidak
sesuai untuk anak dibawah umur, seharusnya orang tua tidak memaksakan
kehendak mereka untuk mempekerjakan anak mereka, meski dalam hal ini
mempekerjakan anak merupakan hal yang cukup menguntungkan bagi
kelangsungan hidup keluarga, namun para orang tua seharusnya menyadari
bahwa dengan mempekerjakan anak-anak mereka, berarti para orang tua telah
mengorbankan kebebasan serta hak-hak anak. Bagi pihak pabrik, hendaknya
mengkaji ulang peraturan yang ada apakah sudah sesuai dengan peraturan
ketenagakerjaan atau belum sesuai.
2. Bagi masyarakat pada umumnya, hendaknya mereka meningkatkan rasa
solidaritas yang tinggi terhadap warga lain di sekitar tempat tinggalnya, dimana
masyarakat yang secara ekonomi lebih mampu daripada masyarakat yang
lainnya, hendaknya mereka memberikan bantuan baik itu berupa modal usaha
maupun dengan menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga yang
kurang mampu agar mereka dapat bersekolah.
3. Bagi pemerintah khususnya, hendaknya pemerintah mengkaji ulang peraturan
ketenagakerjaan serta mensosialisasikan undang-undang dan konvensi hak-hak
anak kepada masyarakat agar pemerintah dapat menindak tegas pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab dalam hal ini pihak yang menyebabkan terjadinya
praktek eksploitasi, baik itu orang tua maupun pihak-pihak lain seperti pihak
pabrik yang mempekerjakan anak dibawah umur.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.C.2002. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta : PT. Raja Orifindo
Perkasa.
Anoraga, P.2001. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Bagong, S.1999. Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan
Dasar di Jawa Timur. Surabaya: Universitas Airlangga Press.