Professional Documents
Culture Documents
Kayu secara alami merupakan bahan yang tahan lama yang telah dikenal selama
berabad-abad di seluruh dunia karena fungsinya yang bermacam-macam dan sifat
struktur serta bahan bangunan yang menarik. Namun demikian, seperti bahan-bahan
biologi lainnya, kayu sangat rentan terhadap degradasi lingkungan. Jika kayu
dibiarkan berada di ruangan terbuka, maka sebuah kombinasi yang kompleks dari
faktor-faktor kimia, mekanik, dan energi cahaya berperan dalam apa yang disebut
dengan pelapukan (1). Pelapukan di sini tidak sama dengan dekomposisi yang
disebabkan oleh kegiatan organisme (cendawan) pada kondisi air dan gas yang
berlebih dalam jangka waktu yang lama (2). Pada kondisi yang sesuai untuk
terjadinya dekomposisi, kayu dapat mengalami deteriorasi dengan cepat dan hasilnya
sangat berbeda dengan apa yang terlihat pada pelapukan di ruangan terbuka secara
alami.
Degradasi kayu oleh berbagai agen biologi dan fisik memodifikasi beberapa
komponen organiknya. Komponen organik di dalam kayu terutama adalah
polisakarida dan polifenolik: sellulosa, hemisellulosa, dan lignin. Selain itu juga
terdapat extractive dalam jumlah yang relatif sedikit dan konsentrasinya dapat
menentukan warna, bau, dan sifat non mekanik lainnya dari sebuah spesies kayu.
Stalker (3) membagi agen lingkungan yang menyebabkan degradasi kayu ke dalam
beberapa kategori. Bentuk fisik energi digunakan untuk menggambarkan seluruh
faktor selain cendawan, serangga, atau hewan. Pentingnya berbagai agen perusak
fisik pada kayu dapat ditunjukkan dengan membandingkan dua keadaan, yaitu di
dalam dan di luar struktur kayu (Tabel 1). Resiko yang paling serius bagi kayu dalam
ruangan tertutup adalah kebakaran. Sedangkan faktor yang paling penting di ruangan
terbuka adalah pelapukan.
Bab ini memperbaharui dan merangkum berbagai pustaka yang telah ada tentang
pelapukan dan perlindungan kayu, dan menekankan penelitian terbaru di bidang ini.
Tabel 1. Dampak relatif dari berbagai bentuk energi pada kayu
Latar Belakang
Marah adalah sebuah daerah gurun pasir di sekitar Laut Merah di semenanjung Sinai.
Air gurun tersebut rasanya pahit karena tingkat basa yang tinggi. Pelapukan kayu di
gurun pasir oleh matahari menyebabkan gugus alkohol dari sellulosa dan
hemisellulosa teroksidasi menjadi gugus karboksil. Dengan memasukkan kayu yang
terlapuk ke dalam air basa, maka terjadi reaksi asam–basa sehingga tingkat kebasaan
air turun. Oleh karena itu air tersebut menjadi manis.
Sebagai tambahan dari peristiwa ini, manusia tertarik dengan pengaruh degradasi oleh
lingkungan terhadap kayu sejak pertama kali menggunakan bahan tersebut. Namun,
tidak demikian sampai pada tahun 1827 ketika fenomena kimia dari pelapukan kayu
dilaporkan oleh Berzelius (4), diikuti oleh Wiesner (5) pada tahun 1846, dan
Scharmm tahun 1906. Namun demikian, penelitian secara sistematis tentang reaksi
pelapukan di dalam kayu belum dimulai hingga tahun 1950-an (1).
Aspek Umum dari Pelapukan Kayu
Pada pelapukan kayu lunak di ruangan terbuka, permukaan menjadi kasar dengan
meningkatnya butiran, kayu menjadi retak, dan retakan tersebut berkembang menjadi
retakan besar; butiran terlepas, dan papan melengkung dan bengkok dan terlepas dari
ikatannya. Permukaan yang kasar berubah warna, bercampur dengan kotoran dan
lumut, dan menjadi suram kayu tersebut kehilangan ikatan permukaannya dan
menjadi rapuh sehingga menimbulkan serpihan-serpihan. Seluruh dampak ini,
disebabkan oleh kombinasi cahaya, air, dan panas dapat dirangkum dalam satu kata:
pelapukan.
Dampak perusakan dari pelapukan kayu diduga disebabkan suatu reaksi yang
kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor pelapukan yang berperan
pada perubahan yang terjadi di permukaan kayu adalah radiasi sinar matahari (ultra
violet, sinar tampak, dan infra merah), air (embun, hujan, salju, dan kelembaban),
suhu, dan oksigen. Dari berbagai faktor ini, energi foton dari radiasi sinar matahari
merupakan komponen lingkungan di ruangan terbuka yang paling merusak dan
menyebabkan berbagai perubahan kimia pada permukaan kayu. Selanjutnya, faktor
pelapukan lainnya muncul dengan adanya bahan pencemar pada atmosfer seperti
sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan ozon dengan ada atau tidaknya sinar ultra
violet.Struktur anatomi kayu dan kerentanannya terhadap pelapukan. Dinding sel
kayu memiliki lapisan ganda. Mereka terdiri dari lamella tengah, dinding utama (P),
dan lapisan dinding sekunder bagian luar (S1), tengah (S2), dan dalam (S3). Lapisan-
lapisan ini berbeda satu sama lain menurut struktur, orientasi dan jumlah fibril pada
serat, demikian juga dengan komposisi kimianya. Distribusi dari unsur-unsur kimia
di dalam dinding sel pada permukaan memiliki pengaruh yang kuat terhadap stabilitas
pelapukan kayu. Unsur kimia pada dinding sel digambarkan dalam Gambar 1.
Sellulosa, sebuah polimer kristal linier dari (1,4)-β-D-glucopyranose, merupakan
komponen utama dinding sel (~45% dari total berat kering), dan sebagian besar
terletak pada dinding sekunder. Hemisellulosa (~20%) adalah karbohidrat polimer
amorf yang memiliki sedikit struktur bercabang. Lignin, sebuah jaringan polyphenol
tiga dimensi (~20—30%) tersebar di seluruh dinding sel tetapi sebagian besar
terkonsentrasi di daerah lamella tengah. Bahan-bahan polimer ini sangat beragam
dalam kerentanannya terhadap pelapukan. Keragaman stabilitas tersebut terutama
disebabkan oleh perbedaan struktur kimia, khususnya pada gugus fungsional
kromoforik. Ion logam dan kontaminan lainnya juga dapat mendorong deteriorasi
oleh cahaya (1, 7, 8).
Faktor Pelapukan. AIR. Salah satu penyebab utama pelapukan adalah seringnya
singgungan permukaan kayu dengan kandungan air yang berubah dengan cepat (1).
Turunnya hujan atau embun pada kayu yang tidak terlindungi secara cepat diserap
oleh gaya kapiler pada lapisan permukaan kayu, diikuti dengan penjerapan di dalam
dinding sel kayu. Uap air diambil secara langsung melalui adsorpsi pada kondisi
kelembaban relatif yang tinggi; sehingga kayu mengembang. Tekanan (stress) terjadi
di dalam kayu dengan pengembangan dan pengerutan yang disebabkan oleh gradien
air antara permukaan dan bagian dalam. Stress tersebut lebih besar pada gradien air
yang lebih mendadak dan biasanya paling besar di sekitar permukaan kayu. Stress
yang tidak seimbang dapat menyebabkan lengkungan dan retakan permukaan (9–16).
Gambar 1. Komponen kimia pada dinding sel kayu
CAHAYA. Degradasi fotokimia kayu yang disebabkan oleh sinar matahari berlangsung
dengan sangat cepat pada permukaan kayu yang terbuka (1, 8, 17). Permulaan
perubahan warna kayu yang terkena sinar matahari adalah menguning atau coklat
yang akhirnya menjadi kelabu. Perubahan warna ini dapat dihubungkan dengan
dekomposisi lignin pada permukaan sel kayu dan hanya terjadi pada permukaan (17
—20). Perubahan ini hanya terjadi pada kedalaman 0,05—2,5 mm (lihat bagian yang
bertajuk “Penetrasi Sinar dan Deteriorasi Permukaan Kayu”) dan disebabkan oleh
sinar matahari, khususnya sinar ultra violet, yang menyebabkan fotodegradasi.
Fotodegradasi oleh sinar ultra violet menyebabkan perubahan komposisi kimia,
khususnya lignin, dan selanjutnya perubahan warna (7, 8, 21—26).
Dua unsur yang paling penting dari pelapukan, yaitu sinar matahari dan air,
cenderung terjadi pada waktu yang berbeda. Kayu dapat tersinari setelah dibasahi
oleh air hujan atau ketika kadar air permukaan tinggi setelah semalaman terkena
embun atau kelembaban yang tinggi. Oleh karena itu, waktu pembasahan sangat
penting dalam hubungannya dengan kondisi iklim terhadap degradasi bagian luar.
Kombinasi dari berbagai unsur tersebut dapat menghasilkan jalur degradasi yang
berbeda, dengan penyinaran yang mempercepat pengaruh air atau sebaliknya.
FAKTOR LAIN. Panas bukan merupakan faktor yang penting seperti sinar matahari dan
air, tetapi dengan meningkatnya suhu, maka tingkat reaksi fotokimia dan oksidatif
juga meningkat (1). Cahaya tampak juga berperan dalam penguraian kayu selama
pelapukan (27, 28). Hilangnya kekuatan berhubungan dengan depolimerisasi lignin
dan unsur dinding sel yang disebabkan oleh cahaya dan juga berhubungan dengan
penguraian struktur mikro kayu berikutnya. Faktor penting dalam pelapukan kayu
pada musim panas adalah intensitas radiasi matahari, dan pada musim dingin,
tingginya kandungan SO2 di udara sekitar merupakan faktor pelapukan utama (central
Europe exposure) (29).
Pembekuan dan pencairan air yang terserap juga dapat berperan terhadap retakan
kayu. Abrasi atau tindakan mekanik, seperti angin, pasir, dan kotoran, dapat menjadi
sebuah faktor penting terhadap tingkat degradasi permukaan dan hilangnya kayu.
Partikel kecil seperti pasir dapat mengisi retakan permukaan dan melalui
pengembangan dan pengempisan, dapat memperlemah serat yang bersentuhan dengan
partikel tersebut. Partikel padat yang dikombinasikan dengan angin dapat memiliki
dampak sandblasting (1, 8).
Penetrasi Sinar dan Deteriorasi Permukaan Kayu. Meskipun pelapukan bahan
kayu bergantung pada banyak faktor lingkungan, terdapat banyak bukti bahwa hanya
spektrum elektromagnetik yang relatif sempit saja yaitu bagian ultra violet dari sinar
matahari, yang menjadi penyebab utama degradasi fotooksidatif kayu.
Aturan fotokimia pertama [prinsip-prinsip Grotthus–Drapper (30)] menyatakan
bahwa sebelum terjadi reaksi fotokimia, pertama-tama komponen sistem harus
menyerap cahaya. Aturan fotokimia yang kedua [Prinsip Stalk–Einstein (31)]
menyatakan bahwa sebuah molekul hanya dapat menyerap satu quantum radiasi.
Energi yang terserap menyebabkan pelepasan ikatan molekul penyusun kayu. Proses
homolitik ini menghasilkan radikal bebas sebagai produk primer reaksi fotokimia.
Reaksi ini dengan atau tanpa adanya oksigen dan air, dapat menyebabkan
depolimerisasi dan membentuk kelompok kromoforik seperti karbonil, karboksil,
quinon, peroksida, peroksida air, dan ikatan ganda terkonjugasi.
Karena cahaya harus diserap dahulu sebelum terjadi reaksi fotokimia, maka
konsentrasi, lokasi, dan karakter kromofor sangat penting dalam penentuan tingkat
fotooksidasi kayu. Pada dasarnya, kayu adalah bahan yang mampu menyerap sinar
dengan sangat baik. Meskipun sellulosa tidak demikian, namun mampu menyerap
sinar di bawah 200 nm dengan indikasi penyerapan di antara 200 dan 300 nm, dan
ujung dari penyerapan hingga 400 nm (32, 33). Karena memiliki struktur yang
serupa, maka karakteristik penyerapan sinar ultra violet hemisellulosa sama seperti
sellulosa. Lignin dan polifenol sangat kuat menyerap sinar di bawah 200 nm, dan
memiliki puncak pada 280 nm dengan penyerapan yang semakin menurun mendekati
kisaran sinar tampak (33). Extractive biasanya memiliki kemampuan menyerap sinar
antara 300 dan 400 nm (33, 34). Sehingga, kebanyakan komponen kayu mampu
untuk menyerap sinar tampak dan ultra violet dengan tingkat yang cukup untuk
memungkinkan terjadinya reaksi fotokimia yang menyebabkan pemudaran warna dan
degradasi.
Karena lebarnya kisaran kelompok kromoforik yang berhubungan dengan komponen
permukaannya, kayu tidak dapat dengan mudah ditembus oleh sinar. Pada dasarnya,
pemudaran warna kayu oleh cahaya hanya terjadi pada permukaan. Sinar hanya
mampu mempengaruhi lapisan permukaan pinus ponderosa dan kayu merah yang
berwarna coklat gelap sampai ketebalan kayu 0,5—2,5 mm (1, 17, 35). Dengan
berlangsungnya pelapukan, sebagian besar kayu berubah warna menjadi kelabu,
tetapi hanya sampai ketebalan sekitar 0,10—0,25 mm. Cahaya tampak (400—750
nm) dapat menembus kayu hingga ketebalan 2540 µ m (35). Lapisan permukaan
kayu yang berwarna kelabu dilaporkan memiliki ketebalan 125 µ m; di bawah
lapisan kelabu adalah lapisan coklat dari ketebalan 508—2540 µ m. Perubahan
warna ini merupakan hasil dari reaksi fotokimia yang selalu melibatkan radikal bebas.
Telah dilaporkan penggunaan teknik transmisi sinar ultra violet untuk mengukur
penetrasi sinar melalui permukaan radial dan tangensial dari berbagai kayu yang
berbeda sebagai fungsi dari ketebalan (36). Teknik electron spin resonance (ESR)
digunakan untuk memonitor radikal bebas yang dihasilkan pada berbagai lapisan
kayu yang berbeda. Diketahui bahwa sinar ultra violet tidak dapat menembus lebih
dari 75 µ m; sebaliknya cahaya tampak mampu menembus sampai kedalaman 200
µ m dari permukaan kayu. Cahaya tampak dengan panjang gelombang 400—700 nm
tidak cukup untuk memutuskan ikatan kimia penyusun kayu (36) karena energinya
kurang dari 70 kkal/mol (33, 37). Warna coklat yang terbentuk pada kedalaman 508
—2540 µ m sebenarnya tidak disebabkan oleh cahaya, seperti yang dinyatakan oleh
Browne dan Simonsen (35). Mereka menduga bahwa senyawa aromatik komponen
kayu pada permukaan kayu pertama-tama menyerap sinar ultra violet, sebuah proses
transfer energi dari molekul ke molekul menyebarkan kelebihan energi.
Proses transfer energi yang terjadi di antara kelompok yang tereksitasi secara
elektronik pada lapisan luar permukaan kayu dan kelompok lainnya di bawah
permukaan kayu berperan dalam diskolorasi yang terjadi di bawah permukaan kayu,
yang secara praktis tidak menyerap sinar ultra violet. Selanjutnya, radikal bebas yang
ditimbulkan oleh cahaya memiliki energi tinggi dan cenderung mengalami reaksi
berrantai untuk menstabilkan radikal induk. Sehingga, radikal bebas yang terbentuk
dengan cara ini dapat bergerak lebih dalam pada kayu untuk menyebabkan reaksi
diskolorasi.
Perubahan sifat selama pelapukan
Perubahan Kimia. Sekitar satu abad yang lalu, Wiesner (5) melaporkan bahwa zat
di dalam sel kayu hilang karena pelapukan dan menyimpulkan bahwa lapisan kelabu
terdiri dari “sel yang, tercuci oleh hujan, telah kehilangan seluruh atau sebagian besar
produk infiltrasi mereka sehingga membran yang tersisa hampir atau hanya terdiri
dari sellulosa murni.” Hasil pengamatan yang serupa dilaporkan oleh peneliti lainnya
(6, 38, 39).
Telah dilaporkan adanya peningkatan kandungan sellulosa pada permukaan kayu
yang terlapuk (40, 19). Data analitik tentang kayu pinus putih yang telah dilapukkan
di ruangan terbuka selama 20 tahun menunjukkan bahwa pelapukan tersebut
menyebabkan degradasi dan melarutkan lignin. Sellulosa tampaknya hanya sedikit
terpengaruh, kecuali untuk lapisan permukaan kayu bagian luar. Hasil yang sama
diperoleh dengan berbagai jenis kayu yang dibuat pagar selama 30 tahun. Lapisan
kelabu bagian atas memiliki kandungan lignin yang sangat rendah. lapisan coklat di
bawah lapisan kelabu memiliki kandungan lignin bervariasi sekitar 40—60% dari
kandungan lignin yang secara normal terdapat dalam kayu segar. Lapisan kayu
bagian dalam hanya beberapa milimeter di bawah permukaan kelabu memiliki
komposisi yang sama dengan kayu normal, kayu yang tidak terlapuk. Analisis gula
kayu dari hidrolisis ekstrak air dari kayu yang terlapuk menunjukkan bahwa xylan
dan araban terlarut lebih cepat dari pada glukosan. Glukosa tidak banyak terdapat
dalam ekstrak air yang terhidrolisis selama analisis, meskipun unit glukosa sangat
banyak terdapat pada polisakarida kayu normal.
Proses degradasi yang disebabkan sinar ultra violet dimulai dengan pembentukan
radikal bebas dan kemungkinan dimulai dengan oksidasi fenolik hidroksil (7, 8, 19,
24, 41). Proses degradasi ini menghasilkan penurunan kandungan metoksil dan
lignin dan peningkatan derajat keasaman dan konsentrasi karboksil pada kayu (lihat
juga pustaka 24 dan 25). Perubahan fotokimia ini lebih banyak dipengaruhi oleh
kadar air dari pada panas (41). Hasil dekomposisi dari kayu yang terlapuk, di
samping gas dan air, terutama adalah asam organik, vanillin, syringaldehyde, dan
senyawa dengan berat molekul yang lebih tinggi, yang seluruhnya dapat tercuci (19,
41). Perubahan kimia yang menyertai radiasi sinar pada kayu juga telah dilaporkan
oleh beberapa penulis (19, 21–23, 25, 26, 42–45).
Kesimpulan kami adalah penyerapan sinar ultra violet oleh lignin pada permukaan
kayu menyebabkan degradasi lignin. Sebagian besar hasil degradasi lignin tercuci
oleh air hujan. Serat yang memiliki kandungan sellulosa tinggi dan berwarna
keputihan hingga kelabu tetap berada pada permukaan kayu dan tahan terhadap
degradasi sinar ultra violet.
Percobaan infra merah menunjukkan bahwa selama radiasi sinar ultra violet pada
kayu, penyerapan oleh gugus karbonil pada 1720 cm–1 dan 1735 cm–1 meningkat,
sementara penyerapan untuk lignin pada 1265 cm–1 dan 1510 cm–1 secara bertahap
menurun (Gambar 2). Peningkatan gugus karbonil merupakan hasil dari oksidasi
sellulosa dan lignin. Penurunan jumlah lignin disebabkan oleh degradasi lignin oleh
cahaya.
Gambar 2. Perubahan spektra infra merah pada kayu yang disinari dengan sinar ultra
violet
Tabel II. Absorbance infra merah dari kayu yang disinari dengan sinar ultra
violet
Ukuran yang sesuai untuk perubahan gugus karbonil dan lignin diberikan dengan
rasio absorbance infra merah dari gugus karbonil dan lignin terhadap penyerapan
band pada 895 cm–1—sebuah penyerapan yang disebabkan oleh adanya hidrogen pada
C-1, yang secara normal tidak berubah selama fotoradiasi. Hasilnya ditunjukkan
dalam Tabel II. Perubahan kandungan lignin juga dapat ditentukan berdasarkan
kurva kaliberasi lignin vs. penyerapan pada 1510 cm–1. Hasil dari perubahan
kandungan lignin pada permukaan kayu yang mengalami fotoradiasi tersebut
ditunjukkan dalam Tabel III. Hasil ini menunjukkan bahwa terbentuk gugus
karbonil, sementara kandungan lignin menurun, pada permukaan kayu yang terbuka.
Selanjutnya, permukaan kayu yang mengalami pencucian menunjukkan adanya
peningkatan konsentrasi produk oksidasi yang terlarut dalam air, yang dapat dideteksi
menggunakan spektroskopi ultra violet (Gambar 3).
Kayu yang berada di ruangan terbuka sepenuhnya kehilangan penyerapannya pada
1265 cm–1 dan 1510 cm–1, karena terjadinya pencucian lignin yang terdegradasi,
setelah 30 hari mengalami pelapukan di ruangan terbuka (Gambar 4). Penyerapan
gugus karbonil pada 1720 cm-1 dan 1735 cm–1 juga menurun. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa penyusun kimia yang teroksidasi pada permukaan kayu,
khususnya komponen lignin, tercuci dari permukaan kayu oleh air. Sebuah penelitian
tentang kurva perbedaan ionisasi lignin pada kondisi basa menunjukkan bahwa fraksi
terlarut dalam air dari kayu yang terlapuk menunjukkan karakteristik penyerapan
fenolik. Percobaan menggunakan spektroskop elektron untuk analisis kimia
(ESCA=electron spectroscopy for chemical analysis) menunjukkan bahwa
permukaan yang teroksidasi memiliki kandungan oksigen lebih tinggi dari pada
kandungan karbon, sehingga menunjukkan bahwa permukaan kayu yang terlapuk
kaya akan sellulosa dengan gugus karbonil, sementara lignin terdegradasi dan tercuci
oleh air (46).
Tabel III. Perubahan Absorbance infra merah dan kandungan lignin dari kayu
yang disinari dengan ultra violet
Gambar 3. Spektra penyerapan sinar ultra violet pada fraksi kayu terlarut dari kayu
yang disinari dengan ultra violet
Gambar 4. Perubahan spectra infra merah dari kayu yang berada di ruangan
terbuka
Perubahan warna. Warna kayu yang berada di ruangan terbuka berubah secara
cepat. Pada umumnya, seluruh kayu berubah kuning hingga coklat yang disebabkan
oleh penghancuran kimia lignin dan extractive kayu (1, 5, 7, 17, 47a). Perubahan
warna ini terjadi hanya beberapa bulan penyinaran matahari, dan iklim panas
(Gambar 5). Kayu yang kaya akan extractive akan memutih sebelum terlihat menjadi
coklat.
Jika kayu dibiarkan di ruangan terbuka atau disinari dengan ultra violet dalam jangka
waktu yang relatif pendek, maka akan segera terlihat terjadi perubahan kecerahan dan
warna. Penurunan kecerahan dan warna selama 480 hari pelapukan di ruangan
terbuka ditunjukkan masing-masing dalam Gambar 6 dan 7. Perubahan warna, ∆ E,
didasarkan pada unit CIELAB (47b). Beberapa spesies kayu, seperti kayu merah,
pinus kuning, dan Douglas-fir, kehilangan kecerahannya secara nyata pada bulan
pertama. Namun spesies kayu ini akan kembali menjadi cerah setelah 180 hari
berada di ruangan terbuka. Setelah periode pelapukan ini, tingkat kecerahan akan
turun kembali. Redcedar bagian barat kembali cerah pada 180 hari pertama berada di
ruangan terbuka, diikuti dengan penurunan kecerahan setelah 180 hari.
Di samping perubahan kecerahan, seluruh spesies kayu yang berada di ruangan
terbuka mengalami perubahan warna dari kuning pucat menjadi coklat dan kelabu
setelah 180 hari. Seperti yang terlihat pada Gambar 7, diskolorasi secara nyata terjadi
antara 90 dan 120 hari.
Gambar 5. Rendering warna dengan Artist, perubahan dan perubahan permukaan
kayu selama proses pelapukan di ruangan terbuka dari kayu lunak.
Gambar 6. Penurunan kecerahan kayu yang terlapuk di ruangan terbuka.
Keterangan: , western red cedar; , redwood; , pinus kuning; dan ,
Douglas-fir.
Gambar 7. Perubahan warna kayu yang mengalami pelapukan ruangan terbuka.
Keterangan: , pinus kuning; , redwood; , Douglas-fir; dan ,
western red cedar.
Perubahan warna kayu menunjukkan terjadinya perubahan kimia di dalam kayu
selama pelapukan. Hanya bagian di sekitar Hanya bagian di sekitar permukaan kayu
yang terbuka saja yang terpengaruh (lihat bagian bertajuk “Penetrasi cahaya dan
deteriorasi permukaan kayu”). Air hujan mencuci hasil dekomposisi berwarna coklat
tersebut, sehingga lapisan perak kelabu terdiri dari susunan serat yang tidak teratur
terbentuk pada lapisan berwarna coklat (lihat Bab 5, Gambar 18). Lapisan kelabu
tersusun atas bagian sellulosa kayu yang tahan pencucian. Warna permukaan ini
terlihat berubah menjadi kelabu jika kayu dibiarkan terkena terik matahari dengan
curah hujan rendah. Namun, biasanya didominasi oleh mekanisme perubahan warna
kelabu lainnya yaitu aktivitas cendawan, khususnya jika kelembabannya tinggi.
Diskolorasi (perubahan warna kelabu) pada kayu dengan kelembaban tinggi pada
umumnya disebabkan oleh pertumbuhan cendawan di permukaan kayu (1, 41, 48–
52). Spesies cendawan yang sering kali ditemukan adalah Aureobasidium pullulans
(Pullularia pullulans), di mana pada kondisi yang sesuai tidak hanya tumbuh pada
permukaan kayu, tetapi juga pada lapisan selimut dan berbagai bahan organik dan
anorganik. Pada umumnya cendawan ini dianggap sebagai pembusuk (53).
Persyaratan ekologi dari cendawan ini dan cendawan lainnya bersifat umum, kondisi
yang paling penting untuk pertumbuhannya adalah ketersediaan air. Sebaliknya
cendawan relatif tahan dan mampu beradaptasi.
A. pullulans dapat tumbuh pada kayu jadi sama baiknya seperti pada permukaan kayu
lunak atau keras yang belum jadi atau tidak diberi perlakuan (11). Diskolorasi kayu
oleh lumut lebih umum dari pada yang selama ini diyakini. Infeksi cendawan
merupakan hasil dari pembasahan permukaan kayu oleh air. Dua puluh spesies kayu
lunak dan keras Eropa dan non-Eropa dengan berbagai tingkat kepadatan dan
kekuatan mekanik dibiarkan mengalami pelapukan ruangan terbuka di Swiss
menghadap ke selatan dengan kemiringan 45o (41). Meskipun perilaku di antara
berbagai spesies pada awalnya berbeda nyata, namun secara bertahap berubah, dan
terjadi deteriorasi fotokimia dan mekanik begitu juga dengan intensitas serangan
cendawan biru. Setelah satu tahun pelapukan, seluruh permukaan kayu memiliki
kenampakan kelabu yang seragam.
Perubahan fisik. Pelapukan permukaan kayu oleh kombinasi cahaya dan air
menyebabkan perubahan warna permukaan menjadi gelap dan menghasilkan
pembentukan retakan makroskopis hingga mikroskopis interselluler dan intrasellluler.
Ikatan dinding sel di sekitar permukaan kayu lenyap. Jika proses pelapukan
berlanjut, air hujan mencuci bagian yang terdegradasi dan terjadi erosi lebih lanjut
(Gambar 8). Karena perbedaan type jaringan kayu pada permukaan, maka terdapat
perbedaan intensitas retakan dan erosi, dan permukaan kayu menjadi semakin tidak
rata. Erosi pada kayu keras berlangsung lebih lambat dari pada kayu lunak.
Gambar 8. Permukaan kayu lunak yang terlapuk setelah 15 tahun (di Madison,
Wisconsin).
Browne (54) melaporkan bahwa proses pelapukan berlangsung sangat lambat yaitu
“hanya mencapai ketebalan ¼ inci (6,4 mm) dalam satu abad”. Namun, nilai 1
mm/abad telah dilaporkan untuk kayu di iklim bagian utara dan 13 mm/abad untuk
redcedar bagian barat (51). Nilai ini didasarkan pada data pelapukan ruangan terbuka
selama 8 tahun dengan sudut 90o menghadap ke selatan (55). Data erosi yang
diperoleh dari pelapukan kayu merah, Douglas-fir, Engelmann spruce, dan pinus
ponderosa digunakan untuk menduga pelapukan ruangan terbuka. Data ini
menunjukkan bahwa spesies ini akan tererosi sekitar 6 mm/100 tahun (nilai yang
serupa dengan yang disebutkan oleh Browne) (54). Borgin (56) melaporkan erosi
dinding pelindung pada tong kayu di Norwegia dan menduga bahwa pelindung
setebal 10 mm telah berkurang 50% setelah beberapa ratus tahun pelapukan. Jemison
(57), menemukan bahwa pasak pinus ponderosa berdiameter 5 mm kehilangan 7,8%
beratnya setelah 10 tahun terkena sinar matahari; pasak dengan diameter 13 mm
kehilangan berat 16,4%. Kehilangan berat hingga 10% (58) ditemukan setelah
sampel heartwood redcedar barat, kayu merah, iroko, dan teak dilapukkan selama 3
tahun. Profil permukaan diketahui secara tidak nyata mempengaruhi erosi kayu (59).
Tingkat erosi kayu yang berada di ruangan terbuka juga dapat diduga dari data yang
diperoleh dari pelapukan terkendali dari beberapa kayu (Tabel IV) (55). Spesimen
diberikan penyinaran xenon dengan kerapatan tinggi pada ruangan pelapukan.
Penyinaran dilakukan dalam siklus 20 jam yang dilanjutkan dengan 4 jam
penyemprotan dengan air destilata. Pengukuran erosi dilakukan menggunakan
mikroskop (1, 55). Hasilnya menunjukkan bahwa kayu keras yang padat tererosi
pada tingkat yang sama dengan yang terlihat pada latewood spesies kayu lunak
(diduga pada 3 mm/abad dibandingkan dengan 6 mm/abad untuk earlywood kayu
lunak). Secara umum, semakin tinggi tingkat kepadatan, semakin rendah tingkat
erosinya. Kayu dengan tingkat kepadatan lebih rendah, seperti basswood, memiliki
tingkat erosi yang lebih tinggi daripada kayu oak, tetapi lebih rendah dibandingkan
dengan earlywood kayu lunak.
Tabel 4.Erosi pada permukaan kayu setelah pelapukan yang dipercepat
Perubahan Mikroskopis. Perubahan mikroskopis menyertai perubahan fisik kayu
selama pelapukan. Tanda deteriorasi yang pertama kali muncul pada permukaan
kayu lunak adalah membesarnya celah lubang pada dinding radial dari trakheid
earlywood (60—62). Selanjutnya, retakan kecil ini membesar karena adanya
kontraksi dinding sel. Selama pelapukan, dampak pencucian dan plastisisasi air
mendorong perbesaran retakan. Perubahan tersebut lebih cepat lagi terjadi pada kayu
merah dari pada Douglas-fir.
Mikroskop elektron digunakan untuk mempelajari perusakan struktur kayu yang
disebabkan oleh pelapukan (56, 63–65). Dilakukan pengamatan terhadap permukaan
kayu tua, baik yang diproteksi maupun dibiarkan terlapuk. Penelitian ini
menunjukkan deteriorasi lambat dan kerusakan tetap pada lamella tengah, berbagai
lapisan dinding sel, dan kekuatan kohesif jaringan kayu. Serat tunggal lebih stabil
dan tahan lama. Bagian yang paling stabil dari serat kayu adalah mikrofibril.
Berbagai lapisan dinding sel mengalami kerusakan karena kehilangan struktur kohesif
di antara mikrofibril dan kehilangan adesi antara lapisan. Seluruh rongga membesar
sehingga menyebabkan deteriorasi struktur serat. Proses pelapukan hanya terbatas
pada sebuah lapisan permukaan tipis 2—3 mm. Pada kayu sangat tua yang diproteksi
hanya sedikit terjadi kerusakan dari elemen tertentu pada level ultrastruktural, dan
sampel tersebut tetap memiliki sifat dan kenampakan makroskopis normal (65).
Selama kekuatan elemen utama (mikrofibril) tetap padu, sifat utama kayu tidak
mengalami perubahan yang mencolok.
Beberapa publikasi menunjukkan pengamatan yang saling berhubungan tentang
perubahan mikroskopis pada pelapukan buatan (radiasi ultra violet) permukaan kayu
(45, 60, 62). Perubahan permukaan kayu setelah mengalami pelapukan buatan yang
dipercepat terlihat sangat mirip dengan yang ditemukan pada pelapukan ruangan
terbuka secara alami (9). Perubahan ini meliputi pembentukan retakan membujur
antara dinding elemen yang berdekatan yang terlihat terjadi pada atau di dekat
lamella tengah, retakan membujur pada dinding elemen, dan retakan diagonal melalui
rongga yang kemungkinan diikuti dengan sudut fibril dari permukaan S2.
Pola kerusakan sel permukaan kayu dan sel yang berdekatan dengan permukaan kayu
diteliti pada sapwood pinus radiata yang diletakkan di ruangan terbuka untuk
pelapukan selama 4 ½ tahun (66, 67). Pola kerusakan dicirikan dengan terjadinya
deteriorasi dua kali lipat; permulaan kehilangan sifat pewarnaan histokimia dari
lignin yang diikuti dengan meningkatnya penipisan dinding sel. Penipisan dinding
trakheid terjadi secara sentrifugal, dinding sekunder bagian dalam terlihat lebih dulu
menghilang.
Deteriorasi permukaan kayu setelah mendapatkan sinar ultra violet buatan terlihat
setelah penyinaran kayu selama 500 jam (68). Dampak fotodegradatif terhadap
permukaan secara melintang, radial, tangensial dari specimen pinus kuning dijelaskan
dalam bagian berikutnya.
IRISAN MELINTANG. Irisan melintang dari pinus kuning secara normal agak sederhana
dan homogen. Sistem sumbunya pada dasarnya tersusun atas trakheid kayu dengan
sel parenkim yang relatif sedikit. Sebuah mikrograf SEM dari irisan melintang
permukaan pinus sebelum mengalami pelapukan terlihat dalam Gambar 9.
Irisan melintang kayu disinari dengan ultra violet selama 500 jam. Deteriorasi
permukaan kayu segera terlihat dari mikrograf SEM (Gambar 10). Dinding sel pada
zone lamella tengah terpisah. Dalam kondisi yang lebih ekstrim, dinding sekunder
hampir terpecah. Kasarnya permukaan dapat diamati secara visual. Deteriorasi
permukaan terbentuk lebih lanjut jika specimen tersebut disinari sampai 1000 jam
(Gambar 11). Rongga bertepi pada dinding trakheid rusak total. Warna kayu
berubah dari kuning pucat menjadi coklat terang dan kemudian menjadi coklat gelap
masing-masing setelah 500 dan 1000 jam penyinaran ultra violet.
Gambar 9. Irisan melintang pinus kuning (700 × )
Gambar 10. Irisan melintang pinus kuning yang disinari dengan ultra violet selama
500 jam (700 × ).
Gambar 11. Irisan melintang pinus kuning yang disinari dengan ultra violet selama
1000 jam (700 × ).
IRISAN RADIAL. Rongga bertepi pada pinus kuning dapat diamati pada dinding radial
baik pada earlywood maupun latewood. Pada umumnya, rongga bertepi yang terletak
pada earlywood lebih besar dan lebih banyak daripada latewood. Mikrograf SEM
untuk rongga semi bertepi dan rongga bertepi pada dinding radial sebelum
mendapatkan penyinaran ultra violet ditunjukkan dalam Gambar 12 dan 13.
Perubahan yang pertama kali terlihat dalam struktur anatomi dari irisan radial pinus
kuning yang mendapatkan penyinaran terjadi pada rongga (pit). Setelah 500 jam
penyinaran ultra violet, rongga semi bertepi mengalami kerusakan. Rongga bertepi
juga berinteraksi dengan sinar, namun lebih kecil (Gambar 14). Rongga bertepi
masih tetap bertahan. Retakan dan pembentukan ruang kosong kadang-kadang dapat
terlihat dari specimen yang disinari. Namun, setelah 1000 jam penyinaran, terlihat
deteriorasi berat pada rongga bertepi. Mikrograf SEM tersebut (Gambar 15)
menunjukkan bahwa lubang pada rongga bertepi membesar hingga batas chamber.
Kubah pit (rongga) mengalami kerusakan total. Lebih ekstrim, deteriorasi juga
menyebar pada permukaan radial dari dinding trakheid. Degradasi seluruh dinding
sel kemungkinan terjadi pada masa penyinaran yang lebih lama. Menghilangnya
rongga bertepi juga dapat terlihat pada kayu merah yang disinari ultra violet (60, 62).
Gambar 12. Struktur pit setengah bertepi pinus kuning pada irisan radial (700 × )
Gambar 13. Struktur pit bertepi dari pinus kuning pada irisan radial (700 × )
Gambar 14. Deteriorasi pit setengah bertepi dan dinding sel pinus kuning pada
irisan radial setelah penyinaran ultra violet selama 500 jam (700 × ).
Gambar 15. Deterirasi pit bertepi dan dinding sel pinus kuning pada irisan radial
setelah penyinaran ultra violet selama 1000 jam (700 × )
IRISAN TANGENSIAL. Rongga bertepi jarang sekali dijumpai pada permukaan tangensial.
Studi SEM menunjukkan bahwa retakan kecil secara diagonal melalui rongga bertepi
dalam dinding trakheid merupakan perubahan anatomi yang paling nyata pada irisan
tangensial dengan penyinaran ultra violet. Retakan sempit secara diagonal terhadap
sumbu dinding sel, sehingga menunjukkan bahwa retakan kecil tersebut terjadi pada
sudut fibril dari lapisan S2 dinding sel (Gambar 16 dan 17). Pengamatan yang serupa
juga telah dilaporkan (60). Kenampakan yang umum retakan kecil diagonal selama
penyinaran ultra violet diduga disebabkan oleh konsentrasi lokal dari tensile stress
pada sisi sebelah kanan terhadap arah fibril dari lapisan S2. Retakan diagonal yang
lebih besar lagi dapat dilihat pada irisan tangensial dari dinding trakheid latewood
(Gambar 17).
Gambar 16. Microcheck dinding sel pinus kuning pada irisan tangensial
(earlywood) setelah penyinaran ultra violet selama 500 jam (700 × )
Gambar 17. Microcheck dinding sel pinus kuning pada irisan tangensial (latewood)
setelah penyinaran ultra violet selama 500jam (700 × )
Gambar 18. Pandangan irisan melintang kayu lapis mengilustrasikan dampak
pelapukan pada permukaan lapisan dengan pola grain tertentu.