Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
berkat rahmat-Nya lah paper yang berjudul “Hukum Agraria” dapat diselesaikan.
Di samping itu, tentu saja paper ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan
dukungan dari pihak lain. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin
3. Teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan yang telah ikut serta
Penulis juga sadar bahwa paper yang telah dibuat ini sangat jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang nantinya berguna
dalam penyempurnaan paper ini. Penulis juga berharap agar apa yang penulis buat ini
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
lapangan agraria, baik untuk kepentingan latihan apalagi untuk kepentingan bisnis
militer.
B. Perumusaan Masalah
suatu perumusan masalah dalam paper ini yaitu sebatas mengurai konflik agraria
atas hak milik khususnya yang melibatkan militer dan berkaitan dengan fungsi
C. Tujuan
D. Manfaat
khususnya di Indonesia.
agraria.
E. Sistematika Penulisan
Bab I yaitu tentang Pendahuluan tentang penulisan kliping ini, yaitu terdiri
Bab III yaitu sebagai penutup penulisan kliping ini, terdiri dari kesimpulan dan
saran.
Studi Kepustakaan yaitu dengan membaca buku dan mengkaji buku-buku sumber
HUKUM AGRARIA
Definisi hukum agraria (Prof. Budi Harsono) yaitu “Hukum agraria adalah
keseluruhan kaidah-kaidah hukum tertulis/ tidak tertulis mengenai bumi, air, dan
dalam batas-batas tertentu ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya.
Pengertian agraria dalam arti luas (UUPA) meliputi bumi, air dan
ditentukan dalam pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa. Yaitu ruang di
atas bumi dan air yang mengandung: tenaga dan unsur-unsur yang dapat
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya
permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi di bawahnya serta yang berada
di bawah air (pasal 1 ayat 4 jo pasal 4 ayat 1). Dengan demikian pengertian
“tanah” meliputi permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang
dipakai dalam aspek publik, seperti yang dirumuskan dalam pasal 2 UUPA.
Hierarkhi hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita,
yaitu:
beraspek publik;
atas:
dan pemeliharaannya.
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, yang meliputi semua
obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual
atau massal, yang dilakukan atas permintaan pemegang atau penerima hak
sifatnya ditunjukan oleh pasal 1 ayat 2. Seluruh bumi, air dan ruang
Bahwa
Nasional
membangun sesuatu.
Dalam Pasal 20 UUPA dinyatakan bahwa Hak Milik adalah hak atas tanah
hak-hak atas tanah Hak Miliklah yang “ter”-(dalam arti “paling”) kuat dan
Hak Pakai dengan sebutan nama Hak Guna Usaha dan Hak Guna
Bangunan
Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan sebagai ditentukan dalam
dengan HM,HGU atau HGB. Hak-hak Pakai yang sangat khusus ini diberi
Pasal 6 yaitu : “ Tidak hanya hak milik semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Hal ini telah diuraikan dalam Penjelasan Umum (II angka
Dinyatakan dalam Penjelasan Umum tersebut: Ini berarti, bahwa hak atas
tanah apa pun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan,
bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Tetapi dalam pada itu,
oleh Tuhan Yang Maha Esa kepadanya dengan suatu Amanat, yaitu
27,34, dan 40, tanah tidak boleh “ditelantarkan”. Menurut konsepsi Hukum
kemasyarakatan.
daripada kepentingan pribadi, sesui dengan asas hukum yang berlaku bagi
Ruang” (LN 1992-115) ada ketentuan dalam pasal 5 ayat 2, bahwa “Setiap
rencana tata ruang yang telah ditetapkan itu, mengakibatkan kerugian bagi
seseorang yang empunya tanah, ia berhak memperoleh penggantian yang
Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang mempunyai hak
tanahnya, serta sifat dan tujuan pemberian haknya. Jika kewajiban itu
dihapus dan tanah yang bersangkutan jatuh pada Negara, artinya menjadi
tanah Negara kembali (pasal 27 ayat a/3, pasal 34 huruf e dan pasal 40
huruf e). Ketentuan ini sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam
Hukum Adat. Sifat dan tujuan pemberian HGB adalah, bahwa yang
Kalau tanahnya dibiarkan kosong tanpa alasan, maka yang demikian itu
Sebaliknya konsep fungsi sosial dalam Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional
merupakan bagiandari alam pikiran asli orang Indonesia. Yaitu bahwa manusia
Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus mahluk sosial, yang mengusahakan
yang harus ditetapkan dan dipegang teguh dalam perencanaan dan pelaksanaan
Konflik agraria adalah salah satu tema sentral wacana pembaruan agraria.
Christodoulou (1990) mengatakan, bekerjanya pembaruan agraria tergantung watak
konflik yang mendorong dijalankannya pembaruan. Artinya karakteristik, perluasan,
jumlah, eskalasi, dan de-eskalasi, pola penyelesaian dan konsekuensi yang
ditimbulkan oleh konflik-konflik agraria di satu sisi dapat membawa dijalankannya
pembaruan agraria (menjadi alasan obyektif dan rasional), di sisi lain menentukan
bentuk dan metode implementasi pembaruan sendiri.
Konflik agraria mencerminkan keadaan tidak terpenuhinya rasa keadilan bagi
kelompok masyarakat yang mengandalkan hidupnya dari tanah dan kekayaan alam
lain, seperti kaum tani, nelayan, dan masyarakat adat. Bagi mereka, penguasaan atas
tanah adalah syarat keselamatan dan keberlanjutan hidup. Namun, gara-gara konflik
agraria, syarat keberlanjutan hidup itu porak-poranda.
Komitmen politik untuk menyelesaikan segala konflik menjadi prasyarat yang
tidak bisa ditawar. Dalam kerangka politik hukum, sebenarnya kita sudah punya
Ketetapan MPR RI No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
Sumberdaya Alam. Ketetapan MPR ini dapat menjadi kerangka pokok upaya
menyelesaikan aneka konflik agraria yang diwariskan rezim masa lalu yang telah dan
masih berlangsung hingga kini.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pengertian benda dalam arti luas:benda adalah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh
orang.Dalam arti sempit sebagai barang yang terlihat saja.Macam benda adalah
kepada kreditur yang satu diatas kreditur yang lain semata-mata berdasarkan sifat
benda solah-olah benda itu kepunyaan sendiri.Unsur bezit adalah unsur keadaan
verjaring jika benda itu tidak bergerak&bezit itu berjalan tanpa ada gangguan orang
ocupatio&traditio.Hak milik adalah hak yang terkuat karena hak milik orang lain
DAFTAR PUSTAKA
Tarsito.
Intermasa, 2003.
HUKUM AGRARIA
Di susun oleh :
Nama : Siti Fauziah Maharani (3005210301)
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS HUKUM
JAKARTA
2007
LAMPIRAN
Komandan Korpas Marinir (Dankormar), Mayjen TNI (Mar) Safzen Noerdin, pun
sangat terkejut dengan insiden menjelang akhir masa jabatannya di jajaran korps baret
ungu itu. Safzen Noerdin dijadwalkan menjalani regenerasi pada 6 Juni 2007.
"Selama ini marinir dikenal sebagai prajurit yang dekat dan membela rakyat, kok
sekarang justru terjadi peristiwa seperti itu. Saya atas nama pimpinan TNI AL dan
Korps Marinir menyesal, dan meminta maaf kepada keluarga korban," katanya kepada
wartawan di Surabaya, Rabu.
Korban tewas akibat terjangan peluru oknum marinir adalah Mistin yang tertembak di
dada, Rohman tertembak di kepala, Siti Khotijah tertembak di mata dan Sutam (45)
tertembak di kepala.
Perebutan sebagian tanah di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) itu selama ini tercatat
melalui jalan panjang. Tanah Puslatpur tersebut sejatinya tidak termasuk wilayah
Grati, melainkan di Kecamatan Lekok dan Nguling. Tanah itu lebih dikenal sebagai
tanah Grati karena terletak di bekas Kawedanan Grati.
Tanah yang ditempati warga itu potensial menimbulkan masalah karena warga yang
menghuni sudah mencapai 11 desa, yakni Alastlogo, Wates, Semedusari, Jatirejo,
Pasinan, Balunganyar, Branang, Gejugjati, dan Tampung di Kecamatan Lekok, serta
Desa Sumberanyar, dan Sumberagung di Kecamatan Nguling.
Untuk mempertahankan tanah dan rumahnya, maka warga tidak jarang memblokir
jalan utama Surabaya ke Pulau Bali, khususnya saat proses hukum sedang berjalan di
Pengadilan Negeri (PN) Bangil. Upaya hukum warga pun kalah karena bukti-bukti
yang mereka miliki dinilai lemah.
Di era awal reformasi, warga juga tercatat membabat ribuan pohon mangga yang
ditanam investor di lahan milik TNI AL itu, sehingga penanam modal bersangkutan
mengalami kebangkrutan.
Kasus itu diperparah lagi lantaran ternyata banyak praktik sewa tanah secara tidak sah
di lahan milik TNI AL. Warga yang menyewa ditarik ratusan ribu rupiah oleh oknum
tertentu, yang bukan anggota TNI AL, di wilayah tersebut.
Jalan keluar atas sengketa tanah itu akhirnya datang, Pangarmatim pun bertemu
dengan Bupati Pasuruan, Jusbakir Al Jufri, di Pasuruan, pada 22 Maret 2007, dan
menyatakan bahwa TNI AL bersedia merelokasi warga.
Pada kesepakatan itu, TNI AL memberikan lahan untuk masing-masing rumah warga
seluas 500 meter pesegi (m2).
Ia menjelaskan, pelepasan lahan kepada 5.702 rumah yang ada di lahan Puslatpur itu
akan diusulkan ke Inventaris Kekayaan Negara (IKN).
"Lahan tersebut diberikan kepada warga, agar mereka bisa hidup tenang, damai, dan
tidak demo lagi, sedangkan TNI AL akan segera memberdayakan lahan tersebut
sebagai lahan Pusat Latihan Tempur," kata Pangarmatim.
Menurut dia, relokasi rumah warga bisa dilakukan secara bertahap. Warga yang
paling mendesak direlokasi, seperti warga kurang mampu, atau rumah yang posisinya
berada di tengah, maka relokasi akan segera didahulukan.
TNI AL mengupayakan penempatan rumah baru bagi warga itu berada di pinggir
lahan Puslatpur sehingga keselamatan warga tetap terjaga saat prajurit TNI AL
mengadakan latihan perang. Pihaknya juga mengupayakan pemindahan itu dalam satu
lokasi sehingga tidak mencabut akar budaya mereka.
"Selain pemberian lahan kepada masing-masing pemilik rumah, TNI AL juga akan
memberi lahan untuk fasilitas umum sebesar 20 persen. Lahan tersebut, bisa
digunakan untuk tempat ibadah, pendidikan, pemerintahan, jalan, serta makam,"
katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Koarmatim, Letkol Laut (KH)
Drs Toni Syaiful, mengatakan bahwa TNI AL memiliki landasan hukum yang kuat
terhadap tanah itu, apalagi beberapa kali sidang di pengadilan selalu dimenangkan
oleh TNI AL.
Masalah itu menjadi rumit karena Pemkab Pasuruan, sebagaimana diakui Jusbakir
selaku bupati, bahwa pihaknya tidak memiliki tanah untuk merelokasi warga, dan
sehingga masalah tersebut akan disampaikan secara berjenjang ke Menteri Dalam
Negeri (Mendagri).
"Kami belum memiliki gambaran mengenai tanah untuk relokasi itu, tapi pada
hakekatnya kami mendukung rencana TNI AL untuk menjadikan tanah Grati ini
sebagai pusat latihan tempur," kata Jusbakir, sebelum dicapai kesepakatan.
Mengenai sejarah kepemilikan tanah itu, Letkol Laut (KH) Drs Toni Syaiful
mengatakan, pembebasan lahan di tahun 1960 itu dilakukan melalui Panitia
Pembebasan Tanah Untuk Negara (PTUN) dengan bukti sertifikat.
"Negara, dalam hal ini TNI AL membeli lahan tersebut untuk membangun Pusat
Pendidikan dan Latihan TNI AL terlengkap dan terbesar, baik untuk pendidikan
kejuruan Korps Marinir maupun Pelaut," katanya.
Namun, TNI AL masa itu belum memiliki dana, sehingga pembangunannya belum
dapat direalisasikan, dan TNI AL memanfaatkannya sebagai area perkebunan dengan
menempatkan 185 Kepala keluarga (KK) prajurit untuk menjaga dan bermukim di
daerah itu, agar lahan tidak terlantar.
Kerjasama itu berhasil membuat areal yang sebelumnya tandus dan kering ekstrim
menjadi area perkebunan yang menghasilkan ditunjang dengan irigasi pengairan yang
baik, dan juga mampu menyerap pekerja dari penduduk sekitarnya.
Setelah itu, warga pun menuntut ke pengadilan dengan didampingi pengacara dari
Probolinggo dan Malang, namun mereka kalah. Setelah kalah di Pengadilan, warga
mulai emosional dan kehilangan kendali dengan melakukan tindakan anarki, antara
lain pada 23 September 2001 menebang 12.000 pohon mangga siap panen.
"Warga juga merusak pompa dan jaringan pengairan perkebunan, penutupan jalan
pantura, penyerobotan lahan secara liar yang dikoordinir oleh oknum kepala desa
dengan menjual dengan dikapling-kapling," ujar Toni.
Oleh karena itu, mulai 16 Mei 2001, TNI AL memutuskan menjadikan wilayah itu ke
rencana semula, yakni sebagai Puslatpur prajurit.
"Untuk itu saya mengimbau warga Desa Alastlogo yang baru saja kalah dalam
gugatannya di Pengadilan Negeri Bangil, tidak perlu lagi menempuh upaya banding,
meski masih mempunyai hak untuk itu. Bukti-bukti yang dimiliki warga tidak sekuat
dengan bukti-bukti yang dimiliki TNI AL," katanya.
Menurut dia, pemberian lahan seluas 500 m2 per rumah sebenarnya juga masih bisa
digunakan untuk persiapan membangun hingga tiga rumah, bagi anggota keluarganya
yang akan mandiri.
Untuk waktu relokasi, Zubaidi berharap, dalam tahun 2007 minimal bentuknya harus
sudah tampak. Minimal fasilitas umum telah terbangun terlebih dulu, sehingga pada
2008 Pusat Latihan Tempur TNI AL sudah busa digunakan sepenuhnya.
Namun, sebelum proses relokasi itu terealisasi, kesepakatan itu ternodai oleh
peristiwa tewasnya empat orang tersebut. Mengenai siapa yang salah dalam peristiwa
itu, Komandan Kormar meminta agar menunggu pengusutan hukum lebih lanjut.
"Prosesnya harus adil. Kalau anggota saya salah, silahkan diproses lebih lanjut, tapi
kalau tindakannya benar, tidak boleh disalahkan. Mereka harus bebas," katanya.
TNI AL dan berbagai pihak yang berharap penyelesaian sengketa Grati tersebut
berlangsung secara positif, akhirnya harus menerima kenyataan adanya "noda" pada
Rabu kelabu itu berkaitan dengan jatuhnya empat korban jiwa, yang kasusnya tengah
disidik pihak berwajib guna dituntaskan secara hukum. (*)