You are on page 1of 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario
Anakku Sering Pingsan
Anak Dodi ,laki-laki 12 tahun dibawa ibunya kedokter dengan keluhan
sering pingsan dan cepat merasa lelah.Pada pemeriksaan ,anak tampak
pucat,didapatkan splenomegali .Hasil pemeriksaaan laboratorium darah diperoleh
kadar Hb 8 gr/dl dan jumlah leukosit meningkat dari keadaan normal .Dari
hapusan darah tepi didapatkan banyak leukosit muda.Dokter menyarankan untuk
melakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.

B. Analisa Kasus
I. Klarifikasi kata/istilah (clarify terms)
Leukosit muda = leukosit yang imatur, belum mencapai bentuk
fungsionalnya
Hapusan darah tepi = Sediaan darah yang diambil dari darah perifer
Hematologi = Ilmu yang mempelajari tentang darah,dari
mekanisme pembentukan sampai dengan
kondisi patologis dari darah tersebut.

II Daftar Masalah (define the problems)


1. Diagnosis sementara ?
2. Mengapa sering pingsan dan cepat lelah ?
3. Berapa kadar Hb dan jumlah leukosit normal pada anak-anak ?
4. Mengapa kondisi fisik anak pucat dan splenomegali ?
5. Mengapa jumlah leukosit meningkat sampai 2 kali lipat ?”
6. Mengapa banyak ditemukan banyak leukosit muda ?
7. Pemerikasaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan ?
8. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin ,umur,faktor hereditas
dengan penyakit ini ?”

1
9. Mengapa pada kasus ini kadar Hb rendah?
10. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan penunjang ?”
11. Prognosis dan etiologi terhadap penyakit kasus diatas?
12. Bagaimanakah penatalaksaan dan terapi terhadap penyakit ini?”
13. Adakah gejala klinis lain terhadap penyakit ini ?
14. Bagaimanakah proses hemopoeisis secara fisiologis?
15. Fungsi masing-masing unsur darah?”

III. Menganalisis Masalah (analyze problems)


1. Leukimia ,khususnya leukimia akut .
2. Karena kadar Hb yang menurun disebabkan oleh menurunnya sel
darah merah.Nutrisi berupa vitamin dan asam amino yang ada
diserap oleh sel kanker Ada beberapa penyebab pingsan, yaitu:
karena peningkatan proliferasi leukosit sehingga menekan
eritropoesis, terjadinya penurunan nafsu makan, suplai oksigen yang
kurang karena gangguan saluran nafas dsb
3. Kadar Hb normal 11-13 gr/dl ,kadar leukosit 5000-9000 ml
4. Splenomegali terjadi karena peningkatan beban kerja limpa
menghancurkan sel abnormal yang berlebihan sehingga terjadi
hipertropi.
5. Leukosit yang tidak terkontrol diikuti sifat metastais kanker ,leukosit
terus bereproduksi menggantikan sel normal ,sehingga terjadi
peningkatan sel abnormal mengganggu proses hemopoesis terjadilah
peningkatan leukosit.
6. Banyak detemukan leukosit muda karena terjadi proliferasi sehingga
tidak sempat matur tetapi sudah menyebar kemana-mana terutama ke
sirkulasi sehingga banyak ditemukan didarah tepi.
7. Pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan sum – sum tulang dan lainnya.
8. Ada, leukemia cenderung pada jenis kelamin laki – laki, untuk LLA
lebih cenderung pada anak – anak dan hereditas sangat berpengaruh
pada leukemia.

2
9. Kadar Hb rendah dihubungkan dengan kadar leukosit yang
meningkat adalah karena terjadinya penekanan eritropoesis karena
terdesak oleh leukosit, sehingga proses pembentukan Hb menurun.
10. Untuk menegakkan diagnosis
11. Prognosis LLA tipe L1 lebih baik daripada tipe L2 dan L3.
12. Secara umum penatalaksanaan dibagi menjadi 2 yaitu farmakologis
dan non farmakologis. Contoh farmakologis adalah pemberian obat
yang mampu menekan sel kanker dan non farmakologis berupa
terapi radiasi.

3
IV. Pohon Masalah (problem tree)

Hoemopoesis

Etiologi Leukemia Diagnosa banding:


Leukemia Limfoblas
Akut

Leukemia
Limfoblas Akut

Manifestasi Klinis

Pemeriksaan Terapi dan


Patofiologi Fisik dan Penatalaksana
Penunjang an

Farma Non Farma

V. Sasaran belajar
1. Menjelaskan proses hemopoesis.
2. Menjelaskan definisi dan klasifikasi leukimia.
3. Menjelaskan etiologi leukimia.
4. Menjelaskan patofisiologi leukimia.
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari leukimia.
6. Menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang dari leukimia.

4
7. Menjelaskan komplikasi dari leukimia.
8. Menjelaskan penatalaksanaan secara non-farmakologi untuk
leukimia.
9. Menjelaskan penatalaksanaan secara farmakologi untuk leukimia.
10. Menjelaskan prognosis dari leukimia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DARAH
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di
dalam cairan yang disebut Plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap
sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas
unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi
utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di
seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi,
mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan
penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit.[1]
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah
disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein), yang
terdapat dalam eritrosit dan mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah juga
mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia
asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
Pada manusia umumnya memiliki volume darah sebanyak kurang lebih 5 liter
dengan unsur-unsur pembentuknya yaitu sel-sel darah, platelet, dan plasma.
Sel darah terdiri dari eritrosit dan leukosit, platelet yang merupakan trombosit
atau keping darah, sedangkan plasma darah pada dasarnya adalah larutan air
yang mengandung :
Air (90%).
Zat terlarut (10%) yang terdiri dari :
- Protein plasma (albumin, globulin, fibrinogen) 7%
- Senyawa Organik (As. Amino, glukosa, vitamin, lemak) 2.1%
- Garam organik (sodium, pottasium, calcium) 0.9%

6
Untuk dapat melihat perbedaan dari sel darah dengan plasma dapat
dilakukan dengan cara sentrifugasi tabung hematokrit berisi darah yang telah
diberi bahan anti pembekuan.Eritrosit, leukosit, plasma dapat dilihat untuk bagian
yang berwarna merah merupakan eritrosit, selapis tipis warna putih merupakan
kumpulan sel-sel darah putih (leukosit) can cairan kuning merupakan plasma.
2.1.1 Eritrosit
Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau
sekitar 99%, oleh karena itu setiap pada sediaan darah yang paling banyak
menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal, eritrosit manusia
berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7 -8 μm, tebal ± 2.6 μm dan tebal
tengah ± 0.8 μm dan tanpa memiliki inti. Komposisi molekuler eritrosit
menunjukan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari air (60%) dan sisanya
berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi eritrosit merupakan
substansi koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak.
Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin
yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk
mengikat oksigen yang akan diedarkan keseluruh bagian tubuh. Seperti halnya
sel-sel yang lain, eritrositpun dibatasi oleh membran plasma yang bersifat
semipermeable dan berfungsi untuk mencegah agar koloid yang dikandungnya
tetap didalam.[1]
Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus diperhatikan untuk
mengungkapkan berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk,
ukuran, warna dan tingkat kedewasaan eritrosit dapat berbeda dari normal.
Jika dalam sediaan apus darah terdapat berbagai bentuk yang abnormal
dinamakan poikilosit, sedangkan sel-selnya cukup banyak maka keadaan
tersebut dinamakan poikilositosis. Eritrosit yang berukuran kurang dari
normalnya dinamakan mikrosit dan yang berukuran lebih dari normalnya
dinamakan makrosit.[1]
Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian
tengah yang lebih pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian
pinggirnya. Pada keadaan normal bagian tengah tidak melebihi 1/3 dari

7
diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit normokhromatik. Apabila
bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang kurang
terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik. Sebaliknya
apabila bagian tengah yang memucat menyempit selnya dimanakan eritrosit
hiperkhromatik.[1]
2.1.2 Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel
darah putih. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan
humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Didalam darah manusia, normal
didapati jumlah leukosit rata-rata 6000-10000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih
dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut
leukopenia. Sebenarnya leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa jenis.
Untuk klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus
dalam sitoplasmanya. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih
dapat dibedakan yaitu :[1]
A. Granulosit
Yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan hidup berupa tetesan
setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang
bervariasi.
Terdapat tiga jenis leukosit granuler :
Neutrofil, Di antara granulosit, netrofil merupakan merupakan jenis sel yang
terbanyak yaitu sebanyak 60 – 70% dari jumlah seluruh leukosit atau 3000-
6000 per mm3 darah normal. Pada perkembangan sel netrofil dalam sumsum
tulang, terjadi perubahan bentuk intinya, sehingga dalam darah perifer selalu
terdapat bentuk-bentuk yang masih dalam perkembangan. Dalam keadaan
normal perbandingan tahap-tahap mempunyai harga tertentu sehingga
perubahan perbandingan tersebut dapat mencerminkan kelainan. Sel netrofil
matang berbentuk bulat dengan diameter 10-12 μm. Intinya berbentuk tidak
bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi bahkan dapat lebih. Makin muda
jumlah lobi akan berkurang. Yang dimaksudkan dengan lobus yaitu bahan inti
yang terpisah-pisah oleh bahan inti berbentuk benang. Inti terisi penuh oleh

8
butir-butir khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi
biru atau ungu. Oleh karena padatnya inti, maka sukar untuk untuk
memastikan adanya nukleolus.
Dalam netrofil terdapat adanya bangunan pemukul genderang pada
inti netrofil yang tidal lain sesuai dengan Barr Bodies yang terdapat pada inti
sel wanita. Barr Bodies dalam inti netrofil tidak seperti sel biasa melainkan
menyendiri sebagai benjolan kecil. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan
apakah jenis kelamin seseorang wanita. Dalam sitoplasma terdapat 2 jenis
butir-butir ata granul yang berbeda dalam penampilannya dengan ukuran
antara (0.3-0.8μm).
Granul pada neutrofil tersebut yaitu :
- Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase, dimana
sudah mulai tampak sejak masih dalam sumsum tulang yang makin
dewasa makin berkurang jumlahnya. Ukurannya lebih besar dari pada
jenis butir yang kedua dan kebanyakan telah kehilangan kemampuan
mengikat warna. Dengan pewarnaan Romanovsky butiran ini tampak
ungu kemerah-merahan.
- Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat
bakterisidal
(protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Dinamakan butir spesifik
karena hanya terdapat pada sel netrofil dengan ukran lebih halus. Butiran
ini baru tampak dalam tahap mielosit, berwarna ungu merah muda dan
pada sel dewasa akan tampak lebih banyak daripada butir azurofil.
Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit
mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen.
Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad
renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Dengan adanya asam amino D
oksidase dalam granula azurofilik penting dalam pengenceran dinding sel
bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk
peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan

9
dengan peroksida dan halida bekerja pada molekul tirosin dinding sel bakteri
dan menghancurkannya.
- Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin
streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah,
mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasi organel-
organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil mempunyai metabolisme
yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara aerob
maupun anaerob. Kemampuan nautrofil untuk hidup dalam lingkungan
anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh
bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik.
Basofil, Jenis sel ini terdapat paling sedikit diantara sel granulosit yaitu sekitar
0.5%, sehingga sangat sulit diketemukan pada sediaan apus. Ukurannya
sekitar 10-12 μm sama besar dengan netrofil. Kurang lebih separuh dari sel
dipenuhi oleh inti yang bersegmen-segmen ata kadang-kadang tidak teratur.
Inti satu, besar bentuk pilihan irreguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma
basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti,
sehingga tidak mudah untuk mempelajari intinya. Granul spesifik bentuknya
ireguler berwarna biru tua dan kasar tampak memenuhi sitoplasma.Granula
basofil mensekresi histamin yang berperan dalam dalam proses alergi basofil
merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas
kulit basofil.
Asidofil (atau eosinofil), Jumlah sel eosinofil sebesar 1-3% dari seluruh
lekosit atau 150-450 buah per mm3 darah. Ukurannya berdiameter 10-15 μm,
sedikit lebih besar dari netrofil. Intinya biasanya hanya terdiri atas 2 lobi yang
dipisahkan oleh bahan inti yang sebagai benang. Butir-butir khromatinnya
tidak begitu padat kalau dibandingkan dengan inti netrofil.
Eosinofil berkaitan erat dengan peristiwa alergi, karena sel-sel ini ditemukan
dalam jaringan yaang mengalami reaksi alergi. Eosinofil mempunyai
kemampuan melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding
neutrofil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan antibodi, ini
merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap

10
komplek antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga
berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan
cairnya diubah oleh proses-proses Patologi.
B. Agranulosit
Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan inti
bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler yaitu :
Limfosit , Limfosit dalam darah berkuran sangat bervariasi sehingga pada
pengamatan sediaan apus darah dibedakan menjadi : limfosit kecil (7-8 μm),
limfosit sedang dan limfosit besar (12 μm). Jumlah limfosit mendduki nomer
2 setelah netrofil yaitu sekitar 1000-3000 per mm3 darah atau 20-30% dari
seluruh leukosit. Di antara 3 jenis limfosit, limfosit kecil terdapat paling
banyak. Limfosit kecil ini mempunyai inti bulat yang kadang-kadang bertakik
sedikit. Intinya gelap karena khromatinnya berkelompok dan tidak nampak
nukleolus. Sitoplasmanya yang sedikit tampak mengelilingi inti sebagai cincin
berwarna biru muda. Kadang-kadang sitoplasmanya tidak jelas mungkin
karena butir-butir azurofil yang berwarna ungu. Limfosit kecil kira-kira
berjumlah 92% dari seluruh limfosit dalam darah.
- Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas
tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah,
melainkan dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid.
Berbeda dengan sel-sel leukosit yang lain, limfosit setelah dilepaskan
dari sumsum tulang belum dapat berfungsi secara penuh oleh karena
hars mengalami differensiasi lebih lanjut. Apabila sudah masak
sehingga mampu berperan dalam respon immunologik, maka sel-sel
tersebut dinamakan sebagai sel imunokompeten. Sel limfosit
imunokompeten dibedakan menjadi limfosit B dan limfosit T,
walaupun dalam sediaan apus kita tidak dapat membedakannya.
Limfosit T sebelumnya mengalami diferensiasi di dalam kelenjar
thymus, sedangkan limfosit B dalam jaringan yang dinamakan Bursa
ekivalen yang diduga keras jaringan sumsum tulang sendiri. Kedua
jenis limfosit ini berbeda dalam fngsi immunologiknya.

11
Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler
dan mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal
antigen asing. Sel limfosit B bertugas untuk memproduksi antibody
humoral antibody response yang beredar dalam peredaran darah dan
mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan
antigen asing tersalut antibody, kompleks ini mempertinggi
fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari
organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis hanya
dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen.
Monosit , Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh
leukosit. Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena
diameternya sekitar 12-15 μm. Bentuk inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal
kuda atau tampak seakan-akan terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih
halus dan tersebar rata dari pada butir khromatin limfosit. Sitoplasma monosit
terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru abu-abu. Berbeda dengan
limfosit, sitoplasma monosit mengandung butir-butir yang mengandung
perioksidase seperti yang diketemukan dalam netrofil.
- Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk
pseudopodia sehingga dapat bermigrasi menembus kapiler untuk
masuk ke dalam jaringan pengikat. Dalam jaringan pengikat monosit
berbah menjadi sel makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan
sebagai sel fagositik. Didalam jaringan mereka masih mempunyai
membelah diri. Selain berfungsi fagositosis makrofag dapat berperan
menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerjasama dalam
sistem imun.

2.1.3 Tombosit
Walaupun amanya menunjukan bahwa merupakan sebuah sel,
namun sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai sebuah sel yang utuh
karena tidak memiliki inti. Oleh karena itu dinamakan keping darah.
Berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma berukuran 2-5 μm lengkap

12
dengan membran plasma yang mengelilinginya. Trombosit ini khusus terdapat
dalam darah mamalia. Untuk menentkan jumlahnya, tidak begit mudah karena
trombosit mempunyai kecenderungan untuk bergumpal. Diperkirakan
jumlahnya sekitar 150-300ribu setiap μl, sedang umurnya sekitar 8 hari.[1]
Pada sediaan apus darah, trombosit sering terdapt bergumpal. Setiap
keping tampak bagian tepi yang berwarna biru muda yang dinamakan
Hialomer dan bagian tengah yang berbutir-butir berwarna ungu dinamakan
granulomer atau khromomer. Hialomer mempunyai tonjolan-tonjolan
sehingga bentknya tidak teratur.[1]
2.1.4 Proses Hemopoesis
Dalam beberapa minggu pertama kehamilan indung telur (yolk-sac)
merupakan tempat utama haemopoiesis. Dari enam minggu sampai 6-7 bulan
kehidupan janin, hati dan limpa adalah organ-organ utama yang diperlukan
dan keduanya terus menghasilkan sel darah sampai sekitar dua minggu setelah
lahir. Sumsum tulang adalah tempat terpenting dari 6-7 bulan kehidupan janin
dan, selama masa anak dan dewasa normal, sumsum tulang adalah satu-
satunya sumber sel darah baru. Sel yang sedang berkembang terletak di luar
rongga (sinus) sumsum tulang dan sel masak dilepaskan ke dalam rongga
sinus, sirkulasi keci (microsirculation) sumsum, dan dengan demikian ke
dalam sirkulasi umum.[1]
Pada masa bayi, semua sumsum tulang membentuk darah
(haemopoietik) tetapi selama masa anak, terdapat pergantian lemak sumsum
yang progresif sepanjang tulang panjang sehingga, ketika dewasa, sumsum
haemopoietik terbatas pada rangka pusat. Bahkan pada daerah haemopoietik
ini, kira-kira 50% sumsum tulang terdiri atas lemak. Sumsum berlemak
selebihnya sanggup berbalik ke hamopoiesis dan pada banyak penyakit juga
terdapat perluasan haemopoiesis pada tulang panjang. Lebih dari itu, hati dan
limpa dapat memainkan lagi peranan haemopoietik, disebut dengan
extramedullary haemopoiesis.[1]

13
Tabel 1. Tempat Haemopoiesis
0-2 bulan – indung telur (yolk sac)
Janin 2-7 bulan – hati dan limpa
5-9 bulan – sumsum tulang
Bayi Sumsum tulang (semua tulang)
Sumsum tulang (tulang belakang, iga, sternum, tengkorak,
Dewasa
sakrum dan pelvis, ujung proksimal femur)

Sel asal umum (pluripotential) setelah sejumlah pembelahan sel dan


langkah deferensiasi, menjadi urutan progenitor untuk tiga jalur sel sumsum
tulang utama, yaitu eritroid, granulositik dan monositik, dan megakariositik,
sebagaimana sel asal limfoid. Prekursor mieloid yang paling dini dideteksi
membentuk granulosit, eritroblas, monosit, dan megakariosit dan diberi istilah
CFUGEMM. Progenitor yang lebih matang dan khusus dinaman CFUGM
(granulosit dan monosit), CFUEo (eosinofil), CFUe (eritroid) dan
CFUmeg(megakariosit). Sel asal (stem cell) juga memiliki kemampuan untuk
produksi sel baru, jumlah sel keseluruhan tetap konstan pada keadaan
seimbang dan normal. Akan tetapi, sel prekursor sanggup memberi respon
terhadap berbagai rangsang dan pesan hormonal dengan meningkatnya
produksi satu atau lain garis sel bila kebutuhan meningkat. Sumsum tulang
adalah lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan sel asal
(stem cell). Ini dilengkapi oleh sel stroma, sel lemak, dan jaringan
mikrovaskular.[2]

Tabel 2. Identifikasi beberapa sel darah

Kec. Kec.
Kec. Produksi
Tipe sel Masa hidup Produksi Produksi
Kg/tahun
sel/hari sel/detik

Eritrosit 100 hari 2 x 1011 2.3 juta 7.3

Neutrofil t½ 6 jam 3 x 1010 350,000 10.9

Trombosit 7 hari 1 x 1011 1.2 juta 4.6

14
Limfosit t½ 10 hari 1 x 1010 116,000 3.7

Total per
26.5 Kg
tahun

Jumlah rata-rata eritrosit per mm3 darah adalah 5.200.000 ( +


300.000) pada pria norman, dan 4.700.000 ( + 300.000) pada wanita normal.
Jumlah rata-rata leukosit per mm3 darah adalah 7000. jumlah rata-rata
trombosit per mm3 darah adalah 300.000.[3]
Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan
monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan
sel-sel plasma). Diferensiasi dini sel stem hemopoietik pluripoten akan
menjadi sel-sel commited (prekursor) untuk membentuk sel darah merah dan
juga membentuk dua silsilah utama sel darah putih, silsilah mielositik yang
dimulai dengan mieloblas dan limfositik yang dimulai dengan limfoblas.[3]
Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang.
Limfosit dan sel plasma terutama diproduksi di berbagai jaringan limfogen-
khususnya di kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai kantong
jaringan limfoid di mana saja dalam tubuh, seperti sumsum tulang dan plak
peyer di bawah epitel dinding usus.[3]
Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, disimpan
dalam sumsum sampai diperlukan di sistem sirkulasi. Kemudian, bila
kebutuhan sel darah putih ini muncul, berbagai macam faktor akan
menyebabkan leukosit tersebut dilepaskan. Biasanya luekosit yang
bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali lipat jumlah yang disimpan
dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan leukosit selama 6 hari.
Limfosit sebagian besar disimpan di berbagai area jaringan limfoid, kecuali
sejumlah kecil limfosit yang diangkut dalam darah untuk sementara waktu.[3]

15
Gambar 1. Gambaran diagramatis pembentukan sel-sel darah[4]
Leukosit dan turunannya merupakan sel dan struktur dalam tubuh
manusia yang didistribusikan keseluruh tubuh dengan fungsi utamanya
melindungi organisme terhadap invasi dan pengrusakan oleh mikro organisme
dan benda asing lainnya Sel-sel limfosit ini, mempunyai kemampuan untuk
membedakan dirinya sendiri (makromolekuler organisme sendiri) dari yang
bukan diri sendiri (benda asing) dan mengatur penghancuran dan inaktivasi
dari benda asing yang mungkin merupakan molekul yang terisolasi atau
bagian dari mikro organisme Semua leukosit berasal dari sum-sum tulang.
kemudian mengalami kematangan pada organ limfoid lainnya.
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peranan utama dari
leukosit atau sel darah putih. Batas normal dari sel darah putih adalah 4.000-
10.000/mm3. Lima jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasikan dalam
darah perifer adalah :

16
1. netrofil (55% dari total)
2. eosinofil (1%-2%)
3. basofil (0,5%-1%)
4. mnosit (6%)
5. limfosit (36%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan
bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan
berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau
tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita
penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita
penyakit leukopenia.[5]
Netrofil, eosinofil, dan basofil juga dinamakan granulosit, artinya sel
dengan granula dalam sitoplasmanya. Eosinofil mempunyai fungsi fagosit
lemah yang tidak dipahami secara jelas. Mereka kelihatannya berfungsi pada
reaksi antigen-antibodi dan meningkat pada serangan asma, reaksi obat-
obatan, dan infestasi parasit tertentu. Basofil membawa heparin, factor-faktor
pengaktifan histamine dan platelet dalam granula-granulanya untuk
menimbulkan peradangan pada jaringan. Fungsi mereka yang sebenarnya
tidak dketahui dengan pasti. Kadar basofil yang meningkat (basofilia)
ditemukan pada gangguan mieloproliferatif, yaitu gangguan proliferatif dari
sel-sel pembentuk darah.[5]
Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel
darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata
5.000-9.000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut
leukositosis, bilakurang dari 5.000 disebut leukopenia. Dilihat dalam
mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik
(granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam
sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak
mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau
bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil,
sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih

17
banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil
(atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat
warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap
terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar prekursor (pra
zatnya).[5]
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan
amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler
dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan
penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal
adalah 4.000-11.000, waktu lahir 15.000-25.000, dan menjelang hari ke empat
turun sampai 12.000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi
kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4
tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila
memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase
tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus
diambil.[5]

2.2 DEFINISI DAN KLASIFIKASI LEUKIMIA


2.2.1 Definisi
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya
proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang
tidak normal, jumlah berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia,
penyakit neoplastik yang beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel
pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan
kematian.[6]
Disamping itu leukimia merupakan penyakit dengan proliferasi neoplastik
dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang secara maligna melakukan
transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum yang
normal.[7]

18
Pada sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang
semakin meningkat didalam darah tepi.[8]

2.2.2. Klasifikasi
Leukimia diklasifikasikan dalam beberapa cara :
Menurut awitan dan perjalan klinis :[7,8]
Klasifikasi ini merupakan pendekatan paling awal karena identitas sel-sel yang
terlibat tidak diketahui.Hal ini masih mempunyai manfaat klinis,
1. Leukimia akut memiliki awitan mendadak dengan perjalanan
progresif cepat yang menyebabkan kematian jika tidak diterapi lebih
lanjut .Leukimia ini ditandai dengan sel-sel primitif (blas) yang
secara morfologi berdiferansiasi buruk
2. Leukimia kronik memiliki awitan samar dan perjalanan klinis
lambat ,pasien seringkali bertahan hidup selama beberapa tahun
bahkan jika tidak diterapi .Leukimia kronis biasanya ditandai
dengan tipe sel yang lebih matur / berdiferensiasi baik.

Menurut Gambaran Darah Tepi : [7,8]


1. Leukemik , ditandai dengan peningkatan hitung sel darah putih dan
banyaknya sel leukemik .Bentuk ini adalah bentuk yang sering
terjadi.
2. Subleukemik , ditandai dengan hitung sel darah putih total normal
atau rendah ,tetapi terdapat sel-sel leukemik yang dapat dikenali
didalam darah tepi.
3. Aleukemik , keadaan dengan hitung sel darah putih total normal
atau rendah dan tidak ada sel-sel leukemik yang dapat dikenali
dalam darah tepi.Leukimia ini jarang terjadi ,tetapi dapat terjadi
pada awal penyakit.

Menurut Tipe Sel :


Leukimia Limfositik

19
a. Leukimia Limfositik Akut ditandai dengan keberadaan sel-sel besar
seragam didalam sum-sum tulang dan darah tepi ,menyerupai limfoblas
yang berproliferasi pada perkembangan janin.Lebih lanjut lagi
diklasifikasikan menurut gambaran morfologis atau menurut sifat
imunologik atau genetik :[8]
 L1 :Blas homogen berukuran sedang ,secara imunologi bukan
petanda tetapi meliputi beberapa tipe ,mencakup ALL biasa dan
ALL pra B,sering terjadi pada masa anak-anak dengan prognosis
baik.
 L2 :Sel blas heterogen , sekali lagi merupakan kelompok
campuran,beberapa bukan penanda sebagian besar tipe sel T ,tipe
biasa terlihat pada orang dewasa dan memiliki prognosis buruk.
 L3 :Sel blas tipe Burkitt basofil homogen ,ditandai sebagai sel B
,prognosis buruk.
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak umur
dibawah 15 tahun denga puncak insiden umur 3-4 tahun.manifestasi berupa
proliferasi limfoblas abnormal didalam sum-sum tulang dan tempat-tempat
ekstra medular.LLA selanjutnya digolongkan berdasarkan kriteria imunologik
CD yang sebelumnya telah dibahas mengindentifikasi sel T dengan penanda
CD5 dan CD7 ,antigen LA yang lazim (cALLa) sekarang dikenal sebagai
CD10 ,juga mempunyai gambaran CD19 dan Tdt ,sel B membawa CD19
,CD20,CD21,CD22 .Sel ”nul” menggambarkan sel B imatur sehingga tidak
memiliki penanda CD yang mengidentifikasi.[6,7,8] Leukimia Limfositik
Kronik ditandai dengan proliferasi limfosit matur kecil yang menyerupai sisa
limfosit kecil pada darah tepi .Pada 95% kasus ,limmfosit tersebut adalah sel-
B ,sisanya sel-T.
Bila leukimia limsfositik mengenai kelenjar getah bening ,leukimia tersebut
mempunyai tampilan limfoma maligna.CLL pada kelenjar getah bening
identik dengan limfoma limfoblastik ( tipe B ,T atau tipe bukan penanda
dulu diklasifikasikan dalam kategori lebih luas pada limfoma limfositik
berdeferensiasi buruk).CLL dalam kelenjar getah bening identik dengan

20
limfoma limsitik kecil (tipe B atau tipe T dulu dinamakan limfoma
limfositik terdiferensiasi baik).[6,7,8]

Leukimia Mieloid (granulositik) ,ditandai dengan proliferasi sel seri


granulosit ,biasanya netrofil meskipun tidak jarang terjadi proliferasi eosinofil
dan basofil secara bersamaan .
a. AML ditandai dengan proliferasi mieloblas .Mieloblas sulit dibedakan
secara morfologi dengan limfoblas kecuali : mieloblas mengandung batang
Auer ,yang merupakan inklusi sitoplasmik kristalin warna ungu,mieloblas
bermaturasi menjadi promielosit dan terlihat granul kasar dalam sitoplasma
dan digunakan sebagai penanda sitokimia atau imunologik.(Patologi
Anatomi sitasi sda) AML lebih lanjut diklasifikasikan menurut sifat
morfologisnya :[7,8](patofisiologi sitasi sda)
 M0 : Berdiferensiasi minimal :
 M1 : Berdifrensiasi granulositik tanpa maturasi
 M2 : Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium
promielositik .
 M3 : Diferensiasi granulositik dengan promielositik hipergranular
,dihubungkan dengan koagulasi intravsakular diseminata.
 M4 : Leukimia mielomonositik akut ,garis sel monosit dan
dranulosit ,garis sel monosit dari granulosit.
 M5a : Leukimia monosit akut ,berdiferensiasi buruk
 M5b : Leukimia monosit akut ,berdiferensiasi baik
 M6 : Eritroblasia yang menonjol dengan diseritropoesis berat.
 M7 : Leukimia megakariosit

b. Leukimia mielositik kronik ditandai dengan proliferasi sel granulosit


yang telah matur melebihi stadium mieloblas.Kurang dai 5% sel didalam
sum-sum adalah mieloblas.Bila pasien leukimia mielositik kronis
memiliki sum-sum tulang yang mengandung lebih dari 5 % mieloblas

21
,pasien tersebut didefinisikan sedang mengalami akselerasi atau fase blas
penyakit yang dideritanya.[7,8]

Leukimia Monositik,secara tradisional dibedakan 2 bentuk leukimia


monositik : monositik akut ( tipe schiling) dan mielomonositik akut (tipe
naegeli) .Keduanya saat ini dimasukan dalam leukimia mielolastik akut pada
klasifikasi FAB,mengingat asalnya yang sama dengan granulosit .Tidak
terdapat bentuk kronis yang terdefinsi baik pada leukimia monositik atau
mielomonositik ,meskipun beberapa gangguan mieloproliferatif memang
menunjukan proliferasi monosit.[7,8]
a. Leukimia monositik ( monoblastik) akut (FAB –M5) ditandai
dengan dengan proliferasi monoblas .Leukimia ini dapat secara
terpecaya dibedakan dari blas lainnya hanya dengan
menggunakan penanda sitokimia .
b. Leukimia mielomonositik akut (FAB-M4) ditandai dengan blas
yang memiliki karakteristik mieloblas dan monoblas,baik
secara morfologis maupun secara sitokimia
Tipe lain ,Eritroleukimia (penyakit di guglielmo),leukimia sel plasma
,leukimia eosinofilik ,dan leukimmia megakarriositik ,semua jarang terjadi.
[7,8]

2.3 ETIOLOGI
Penyebab leukemia tidak diketahui, tetapi dapat diakibatkan interaksi
sejumlah faktor yaitu :[6,7,8,9]
1. Neoplasia. Ada persamaan jelas antara leukemia dan penyakit
neoplastik lain, misalnya proliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas
morfologi sel, dan infiltrasi organ. Lebih dari itu, kelainan sumsum kronis
lain dapat berubah bentuk akhirnya menjadi leukemia akut, misalnya
polisitemia vera, mieosklerosis atau anemia aplastik. Leukemia nyata
menunjukkan perluasan klonal yang timbul dengan mutasi somatik sumsum
tunggal, sel limfoid tepi atau timus seperti dilihatkan dengan teknik

22
kromosomal, isoenzim, imunologis, dan kultur in-vitro. Leukemia
selanjutnya dapat mengembangkan “subclone” dengan perkembangan
abnormalitas baru dan satu atau lebih “subclone” dapat menjadi lebih besar
dan menggantikan “clone” permulaan, seperti diperlihatkan oleh perubahan
leukemia granulositik kronis (CGL = chronic granulocytic leukemia) dari
fase kronis ke fase akut. Biasanya “subclone” lebih ganas dan sering
terdapat abnormalitas kromosom (cytogenetic)
2. Infeksi. Pada manusia, terdapat bukti kuatuntuk etiologi virus baik
pada satu jenis leukemia/limfoma sel T dan pada limfoma Burkitt. HTLV
(virus leukemia T manusia = the human T leukemia virus) dan retrovirus
jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan oleh kultur pada
sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada
provinsi tertentu di Jepang dan yang terjadi sporadis di tempat lain,
khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat. Virus Epstein-Barr,
suatu virus DNA, telah dibiak dari jaringan limfoma Burkitt dan, pada kasus
ini, penyakit ini diduga timbul karena infeksi EB pada orang dengan
pengaturan sel T yang terganggu, mungkin yang disebabkan malaria kronis.
Bukti tidak langsung untuk etiologi virus beberapa leukemia adalah
kambuhnya leukemia pada sel yang berasal donor pada kira-kira enam kasus
setelah transplantasi sumsum tulang untuk leukemia akut.
3. Radiasi. Radiasi, khusunya sumsum tulang, bersifat leukemogenik.
Terdapat insiden leukemia tinggi pada orang yang tetap hidup setelah bom
atom di Jepang, pada pasien “ankylosing spondylitis” yang telah menerima
penyinaran spinal dan pada anak-anak yang ibunya menerima sinar X
abdomen selama hamil.
4. Genetik dan Perubahan kromosom. Ada laporan beberapa kasus
yang terjadi pada satu keluarga dan pada kembat identik. Lebih dari itu, ada
insiden yang meningkat pada beberapa penyakit herediter, khususnya
sindroma Down (dimana leukemia terjadi dengan peningkatan fekuensi 20-
30 kali lipat), anemia Fanconi, sindroma Bloom dan ataksia-talangiektasia.

23
5. Zat kimia. Terkena benzene kronis, yang dapat menyebabkan
displasia sumsum tulang dan perubahan kromosom, merupakan penyebab
leukemia yang tidak biasa. Zat pelarut dan kimia industri lainnya dapat
menyebabkan leukemia lebih jarang tetapi sukar membuktikan ini pada
kasus individual. Zat khemoterapi merupakan penyebab yang ditetapkan
mantap, khususnya obat yang mengalkilasi seperti khlorambusil, mustin dan
melfalan, dan prokarbazin. Leukemia, khususnya AML mielomonositik (M4)
dan eritroleukemik (M6), bisa pada pasien limfoma yang diobat dengan
radiasi dan dengan obat-obatan ini.

2.4 PATOFISIOLOGI
Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari
satu atau beberapa jenis sel darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan
pada kromosom sel induk sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah
sel yang terus menerus berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk
bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka terhadap obat toksik seperti
sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik menunjukkan bahwa pada
Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi hambatan diferensiasi dan sel
limfoblas yang neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang memanjang,
bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi
klonal dan kegagalan pematangan progeni menjadi sel matur fungsional.
Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal hemopoetik
mengalami tekanan.[10]
Kelainan paling mendasar dalam proses terjadinya keganasan adalah
kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA
gen suatu sel mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak
terkendali ini tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan
penghambatan pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya
anemia, trombositopenia dan granulositopenia.2

24
Perubahan kromosom yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis
dan prosesnya sangat kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan
ekstrinsik (lingkungan).[11]
Leukemia diduga mulai sebagai suatu proliferasi local dari sel
neoplastik, timbul dalam sumsum tulang dan limfe noduli (dimana limfosit
terutama dibentuk) atau dalam lien, hepar dan tymus. Sel neoplastik ini
kemudian disebarkan melalui aliran darah yang kemudian tersangkut dalam
jaringan pembentuk darah dimana terus terjadi aktifitas proliferasi,
menginfiltrasi banyak jaringan tubuh, misalnya tulang dan ginjal. Gambaran
darah menunjukan sel yang inmatur. Lebih sering limfosit dan kadang-kadang
mieloblast. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan,
imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet
terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.[12]

25
Faktor
Predisposis
Faktor etiologi
Faktor
pencetus

Mutasi somatik sel


induk

Proliferasi
neoplastik &
differntiation
arrest
Kaheksi
a Akumulasi sel muda dalam
sumsum tulang
Kataboli
sme
meni
ngkat
HIPERKATABO
Keringa
LIK GAGAL SUMSUM
t
mal TULANG
am
Gagal
gi Asam Anemia
nj urat perdarahan
al & infeksi
sel
Gou Inhibisi hemopoesis
leuke
t normal
mia

INFILTRASI KE
ORGAN

Tulan Tempat ekstra


Darah RES
g meduller lain

Limfadenopat
Nyeri Sindroma Meningitis, lesi
i
tulang hipervis kulit,
Hepatomegali 26
kositas Pembesara
Seplenomega
n testis.
li
Gambar. Skema patofisiologi leukimia akut
Adanya priliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
sehingga menimbulkan anemia dan trombositopenia. System
etikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan system
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.[12]
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan
infiltrasi organ, system syaraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme.
Depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit,
eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.[12]
Kelainan sitogenik yang paling sering ditemukan pada LLA dewasa
adalah t(9;22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). Kedua
kelainan sitogenik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen
BCR-ABL merupakan hasil dari translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9;22)
(q34;q11)] yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis
atau reverse-transcriptase polymerase chain reaction. ABL adalah
nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara enzimatik mentransfer
molekul fosfat ke substrat protein, sehingga terjadi jalur transduksi sinyal
yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.[12,13]
Kelainan lain yaitu -7, +8 dan karyotipe hipodiploid berhubungan
dengan prognosis yang uruk; sedangakan t(10;14) dan karyotipe hiperdiploid
tinggi berhubungan dengan prognosis yang baik. Mekanisme umum lain dari
pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor
yang mempunyai peranan penting dalam mengontrol progresi siklus sel,
misalnya p16(INK4A ) dan p15(INK4B). Kejadian yang sering adalah delesi,
mikrodelesi, dan penyusunan kembali sen (gene rearrangement) yang
melibatkan p16(INK4A ) dan p15(INK4B). Kelainan ekspresi dari gen
supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi. Kelainan yang

27
melibatkan dua atau lebh gen-gen ini ditemukan pada sepertiga pasien LLA
dewasa.[14]
Pada awal perkembangannya, berbagai jenis leukemia menghasilkan
sitokin inflamasi dan imunosupresif, serta menggunakan cell-signaling
patway. Sebagai contoh:[14]
Vaskular Endothelial Growth Factor (VEGF)
VEGF dianggap penting dalam pertumbuhan, peluang hidup dan penyebaran
sel leeukimia. Penampakan konsentrasi VEGF yang tinggi berhubungan
dengan mengecilnya peluang hidup pasien chronic lymphocytic leukemia.
1. Basic Fibroblas Growth Factor (BFGF)
BFGF adalah mitogen poten (growth signal) dan penting untuk pertumbuhan
pembuluh darah dan penyebaran sel kanker.
2. Hepatocyte Growth Factor (HGF)
HGF menstimulasi pertumbuhan dan penyebaran sel leukemia. HGF memiliki
penampakan yang berlebihan pada AML, CML, CLL dan chronic
myelomonocytic leukemia.
3. Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-alpha)
TNF-alpha adalah sitokin pra inflamasi yang meningkat secara signifikan pada
pasien leukemia kecuali AML dan sindroma myelodysplastic.
4. Interleukin-6 (IL-6)
IL-6 adalah sitokin proinflamasi dan imunosupresif. Meningkatkan serum IL-
6, berhubungan dengan prognosis yang buruk dan kecilnya peluang hidup
pasien CLL.

Jenis-jenis leukimia yang memperlihatkan sitokin dalam jumlah berlebihan


adalah5
a. Chronic myeloid leukemia
VEGF, BFGF, HGF, TNF-alpha, IL-6
b. Acute myeloid leukemia
VEGF, BFGF, HGF
c. Chronic myelomonocytic lekemia

28
VEGF, BFGF, HGF, TNF-alpha
d. Acute lymphoblastic leukimia
BFGF, HGF, TNF-alpha
e. Chronic lymphoblastic leukimia
VEGF, BFGF, HGF, TNF-alpha, IL-6
f. Myelodysplastic syndromes
VEGF, BFGF, HGF

29
2.5 MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya


timbul cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukimia akut dapat
digolongkan menjadi tiga golongan besar :
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu :[13]
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah.
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam,
infeksi rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis
sampai syok peptik. Pasien sering menunjukkan gejala infeksi atau
perdarahan atau keduanya pada waktu diagnosis.
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan mukosa, seperti
perdarahan gusi, epistaksis, ekimosis (perdarahan dalam kulit), serta
perdarahan saluran cerna dan system saluran kandung kemih.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dan blas
dalam sirkulasi (jumlah melebihi 200.000/mm3) dapat menunjukan gejala
hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan,
kebingungan, dan dispnea yang memerlukan leukoforesis segera
(pembuangan sel darah putih melalui pemisah sel).[8,9]

2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh :[9]


a. Kaheksia
b. Keringat malam (gejala hipermetabolisme)
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

30
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain
seperti
(1. bakta hematologi):
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
Tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan oleh infark tulang atau
infiltrate subperiosteal
b. Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali
c. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
d. Sindrom menigeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.
Pemeriksaan fundus dapat memperlihatkan adanya papiledema dan
kadang-kadang perdarahan. Manifestasi yang lebih jarang terjadi adalah
pembengkakan testis atau tanda- tanda kompresi mediastinum di ALL-T.
Pada pasien LLA dengan resiko tinggi dan standar ditemukan 2 daerah
relaps ekstramedular (di luar sumsum yang penting), yaitu susunan saraf pusat
(SSP) dan testis. Manifestasi awal yang lazim pada leukemia SSP adalah
akibat peninggian intrakranial. Muntah dan nyeri kepala (terutama pagi hari),
papiledema, dan letargi yang progresif. Kejang dan kaku kuduk biasanya
merupakan manifestasi lanjut, demikian juga paresis saraf cranial ke-6 dengan
diplopia dan strabismus. Hipotalamus jarang terlibat tetapi harus dicurigai jika
ditemui peningkatan berat badan yang berlebihan, gangguan tingkah laku,
serta hirautisme. Dengan sendirinya keterlibatan SSP seringkali terdeteksi
sebelum tanda- tanda klinis.[8,9]

2.6 PEMERIKSAAN
2.6.a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik – dokter akan memeriksa pembengkakan di
kelenjar getah bening, limpa dan hati.

2.6.b Pemeriksaan Penunjang


Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :[14]
• Tes darah – laboratorium akan memeriksa jumlah sel – sel darah.
Leukimia menyebabkan jumlah sel –sel darah putih meningkat sangat

31
tinggi, dan jumlah trombosit dan hemoglobin dalam sel – sel darah
merah menurun. Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah
untuk mencari ada tidaknya tanda –tanda kelainan pada hati atau
ginjal.
• Biopsi – dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul
atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa
sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel – sel kanker. Cara ini
disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui pakah
ada sel – sel leukemia di dalam sumsum tulang.
• Sitogenetik – Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari
sampel darah tepi, sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
• Processus Spinosus – dengan emggunakan jarum yang panjang dan
tipis, dokter perlahan – lahan akan mengambil cairan cerebrospinal
(cairan yang mengisi ruang di sekitar otak dan sumsum tulang
belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan
dengan anastesi local. Pasien harus berbaring selama beberapa jam
setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan
apakah ada sel – sel Leukimia atau tanda – tanda penyakit lainnya.
• Sinar X pada dada – sinar X ini dapat menguak tanda –tanda penyakit
di dada.

2.7 KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari Leukemia secara umum yaitu berupa :
• Pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali)
yaitu kompensasi dari beban organ yang semakin berat kerjanya akibat
pemindahan proses pembentukan sel darah dari intamedular (sumsum
tulang) ke ekstramedular (hati dan limpa),
• Osteonekrosis yaitu suatu keadaan yang berpotensi melumpuhkan tulang
akibat dari komplikasi kombinasi kemoterapi berups dosis tinggi steroid.
Insiden dan resiko faktor utama untuk gejala osteonekrosis telah diperiksa

32
pada kelompok perlakuan anak dengan dosis tinggi steroid, prednison dan
dexamitason untuk anak Leukemia Limfoblas Akut,[15]
• Thrombosis meningkat pada pasien dengan Leukemia Limfoblas Akut dan
kejadian ini mungkin komplikasi dari bagian penatalaksanaan dengan
tubrukan prognostic negative. Frekuensi terjadinya komplikasi ini menurut
laporan berkisar diantara 1,1% sampai 36,7%, kesungguhan ini memiliki
variasi besar berhubungan beberapa factor, seperti perbedaan definisi dari
thrombosis ( gejala atau nongejala ), metode diagnosis untuk mendeteksi
terjadinya komplikasi, study design, dan perbedaan pada protocol
pengobatan.[16]
Selain itu dari pengobatan leukemia menyebabkan beberapa
komplikasi oral maupun craniofacial. Masalah mulut mungkin menyusahkan
anak-anak untuk menerima semua pengobatan kankernya. Pada banyak pasien
leukemia, komplikasi oral yang paling menyakitkan dan berpotensi kematian.
Terkadang, pengobatan leukemia harus dihentikan seluruhnya. [17,18]

Komplikasi pada oral [17,18,19]


• Masalah oral yang paling umum adalah peradangan pada
membrane mucus pada mulut, infeksi dan penekanan terhadap
pembentukan leukosit, masalah dengan sensasi rasa; nyeri, mulut
kering, dan lemahnya system imun.
• Mucositis merupakan peradangan garis oral pada mulut
(mukosanya)-berlanjut dengan kemerahan, kehilangan epitel barier
dan ulserasi.
• Pada beberapa pasien, mucositis merupakan bagian terburuk dari
pengobatan kanker. Mucositis oral mungkin muncul selama 4
sampai 7 hari setelah permulaan kemoterapi. Mucositis oral
terutama mempengaruhi mukosa oral yang soft (non-keratin)-
termasuk palatum molle, orofaring, buccal dan mukosa labia, dasar
mulut, dan sisi bawah (ventral) dan permukaan lateral lidah.

33
Resolusi lengkap pada mucositis terjadi 7 sampai 14 hari setelah
kemunculannya.
• Penurunan dramatis jumlah immunoglobulin ludah (IgA dan IgG).
• Penurunan dramatis jumlah neutrofil yang melawan infeksi.
Sebagai hasilnya, terjadi oral infeksi.
• Infeksi jamur (candida) pada mukosa sering terjadi, dan dapat
menyebabkan sensasi terbakar, distorsi rasa, dan masalah
penguyahan.
• Infeksi virus, terutama reaktivasi herpes simplex virus type I
(HSV-1), sangat serius karena dapat menyebabkan nyeri dan
masalah cairan dan nutrisi.
• Perdarahan spontan pada oral yang disebabkan oleh sitotoksik,
induksi obat, penurunan jumlah platelet (thrombocytopenia).
Penurunan dramatis pada platelet mengawali perdarahan spontan
oral ketika jumlah platelet dibawah 20,000 per mm kubik.
• Sel yang membentuk dentin (odontoblasts), dan sel yang
membentuk enamel (ameloblasts), dapat dirusak oleh agen
kemoterapi jika sel-sel ini terletak pada fase yang peka dalam
siklus selnya (fase M atau S). Hasil akhirnya mungkin
menyebabkan gigi lebih pendek, tipis, akar meruncing, atau
hipomineralisasi atau enamel hipomatur.

2.8 PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


2.8.1.a Penatalaksanaan Farmakologis
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita
leukemia dan setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing,
Tujuan pengobatan pasien leukemia adalah meneapai kesembuhan total
dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu, penderita leukemia harus
menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit.Sebelum sumsum
tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel

34
darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat
kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau
beberapa minggu.
Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai berikut:[20,21]
1. Kemoterapi

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan


kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat
atau kombinasi dari dua obat atau lebih.

Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

• Melalui mulut
• Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau
intravena)
• Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang
ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di
dada bagian atas - Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam
kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini
akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada
pembuluh darah/kulit.
• Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal -
jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang
mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan
obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini
digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum
tulang belakang.

35
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangisedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.

3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,


metotreksat tau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (Oncovin), rudidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan
sebagainya. Umunya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hatibila jumlah leukosit kurang dari
2.000/mm3.Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita
diisolasi) dalam kamar yang suci hama.

2.8.1.b Penatalaksanaan Non Farmakologi


Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem


cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat
yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-
sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung
fleksibel yang dipasang di pembuluh darah besar di daerah dada atau leher.
Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini.

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus


menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil

36
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang
memadai.

Sumsum tulang adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga


interior tulang yang merupakan tempat produksi sebagian besar sel darah baru.
Ada dua jenis sumsum tulang: sumsum merah (dikenal juga sebagai jaringan
myeloid) dan sumsum kuning. Sel darah merah, keping darah, dan sebagian
besar sel darah putih dihasilkan dari sumsum merah. Sumsum kuning
menghasilkan sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak
yang banyak dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung
banyak pembuluh dan kapiler darah.

Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum


tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum
tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi
radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti
sel-sel darah yang rusak karena kanker. Transplantasi sumsu tulang dapat
menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini

37
disebuttransplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang
juga dapat diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik,
dinamakan transplantasi syngeneic. Sedangkan bila didapat dari bukan kembar
identik, misalnya dari saudara kandung, dinamakan transplantasi allogenik.
Sekarang ini, transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan secara
allogenik.
Kenapa transplantasi sumsum tulang diperlukan dalam pengobatan
Leukemia? Alasan utama dilakukannya adalah agar pasien tersebut dapat
diberikan pengobatan dengan kemoterapi dosis tinggi dan atau terapi radiasi.
untuk mengerti kenapa transplantasi sumsum tulang diperlukan, perlu
mengerti pula bagaimana kemoterapi dan terapi radiasi bekerja. Kemoterapi
dan terapi radiasi secara umum mempengaruhi sel yang membelah diri secara
cepat. Mereka digunakan karena sel kanker membelah diri lebih cepat
dibandingkan sel yang sehat. Namun, karena sel sumsum tulang juga
membelah diri cukup sering, pengobatan dengan dosis tinggi dapat merusak
sel-sel sumsum tulang tersebut. Tanpa sumsum tulang yang sehat, pasien tidak
dapat memproduksi sel-sel darah yang diperlukan. Sumsum tulang sehat yang
ditransplantasikan dapat mengembalikan kemampuan memproduksi sel-sel
darah yang pasien perlukan.

Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu


kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan
kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik
ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia. Apabila berhasil dilakukan
transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien sembuh sebesar 70-80%,
tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan
transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.

Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit saat
ini adalah transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang belakang dan
darah perifer serta darah tali pusat bayi.

38
a. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang

Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah transplantasi
stem cell sumsum tulang belakang yang digunakan untuk mengobati leukimia
dan kanker lain yang termasuk penyakit keganasan darah.Leukimia adalah
kanker sel-sel darah atau leukosit. Seperti sel-sel darah merah lain, leukosit
dibuat dalam sumsum tulang belakang melalui sebuah proses yang dimulai
dengan stem cell dewasa multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel
penting dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran darah
dimana mereka bekerja untuk melawan infeksi dalam tubuh.Disebut leukimia
ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi abnormal menjadi kanker. Sel-sel
abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan dapat mengganggu fungsi organ
lain.

Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal


pada pasien dan membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada tempatnya.
Satu cara untuk lakukan ini melalui kemoterapi menggunakan obat yang keras
untuk mencari dan membunuh sel-sel abnormal.Ketika kemoterapi sendiri
tidak dapat menghancurkan sel-sel abnormal, tenaga medis kadang lebih
memilih transplantasi sumsum tulang belakang.Pada transplantasi sumsum
tulang belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan dengan
donor sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang belakang
pasien dan leukosit abnormal pertama-tama dihancurkan menggunakan
kombinasi terapi dan radiasi.Selanjutnya, sampel donor sumsum tulang
belakang yang mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke dalam aliran
darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell akan berpindah ke sumsum
tulang belakang pasien dan memproduksi leukosit sehat yang baru untuk
menggantikan sel-sel abnormal.[20,21,22,23]

b. Stem Cell Darah Perifer

39
Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang
belakang, sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah. Stem cell
darah perifer multipoten dapat digunakan seperti sumsum tulang belakang
untuk mengobati leukemia, kanker lain dan berbagai gangguan darah.Stem
cell dari darah perifer lebih mudah untuk dikumpulkan dibandingkan dengan
stem cell sumsum tulang belakang yang harus diekstrak dari dalam tulang. Hal
ini yang membuat stem cell darah perifer merupakan pilihan pengobatan yang
tidak seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena ternyata, stem cell
darah perifer jumlahnya sedikit dalam aliran darah sehingga mengumpulkan
untuk melakukan transplantasi dapat menimbulkan masalah. [20,21,22,23]

c. Stem Cell Darah Tali Pusat

Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat ini
akan dibuang. Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem cell multipoten
ditemukan dalam tali pusat terbukti berguna dalam mengobati beberapa jenis
masalah kesehatan yang sama pada pasien yang diterapi dengan stem cell
sumsum tulang belakang dan darah perifer.Transplantasi stem cell darah tali
pusat lebih sedikit untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang
belakang dan darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum
tulang belakang dan darah perifer belum berkembang sehingga dapat dikenali
dan diserang oleh kekebalan tubuh resipien.Juga, karena darah tali pusat baru
memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang berkembang, sehingga risiko kecil sel-
sel yang ditransplantasi akan menyerang tubuh resipien, sebuah masalah yang
disebut penyakit graft versus host.Baik keanekaragaman dan ketersediaan
stem cell darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi
transplantasi.Terapi stem cell seakan menjadi titik terang dalam dunia gelap
yang dihadapi para penderita penyakit keganasan darah seperti multiple
myeloma, chronic lymphatic leukemia,dan thallasemia mayor.Tapi ternyata,
tidak hanya mereka melainkan penderita penyakit lainnya juga dapat
disembuhkan karena terapi stem cell di luar negeri telah terbukti berhasil

40
mengobati penyakit, infark miokard jantung, stroke, alzheimer, dan lain-lain.
[20,21,22,23]

2.8.2. Terapi

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada


pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan
kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama.

Untuk mencapai keadaan tersebut , pada prinsipnya dipakai pola dasar


pengobatan sebagai berikut : [20,21,22,23]
1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan
pemberianberbagi obat tersebut diatas, baik secara sistematik maupun
intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.

2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak


diri.

3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-


dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan
pemberian titostatika separuh dosis biasa.

4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya


dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada
induksi selama 10-14 hari.

5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini


diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad.
Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi
ini tidak diulang pada reinduksi.

6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam


tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan
penderita dapat sembuh sempurna.

41
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protokol sebagai
berikut : [20,21,22,23]
1. Induksi

Sitematik :

a. VCR (vinkristin) : 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

b. ADR (adriamisin) : 40 mg/m2/2 minggu intravena, diberikan 3 kali,


dimulai pada hari ketiga pengobatan.

c. Pred (prednison) : 50 mg/m2/hari peroral diberikan selama 5


minggu, kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP : Profilaksis : MTX (metotreksat) 50 mg/m2/minggu intratekal, diberikan


5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.
Radiasi kranial : dosis total 2.400 rad. Dimulai setelah konsolidasi terakhir
(siklofosfamida).
2. Konsolidasi

a. MTX : 15 mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai 1 minggu setelah


VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

b. 6-MP (6-merkaptopurin) : 500 mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kali.

c. CPA (siklofosfamid) : 800 mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu


kedua dari konsolidasi.

3. Rumat (maintenance)

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :


a. 6-MP : 65 mg/m2/hari peroral.

b. MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam 2 dosis (misalnya senin dan


kamis)

42
4. Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-obat rumat
dihentikan.
Sistematik :
a. VCR : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali.

b. Pred : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan satu minggu penuh dan satu
minggu kemudian tapering off.

SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis profilaksi, diberikan 2


kali.
5. Imunoterapi

Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah


tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
Dengancara ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2
minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan,
diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3
kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumit
diteruskan.

6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah tiga tahun remisi terus-


menerus.

Terapi Biologi

43
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi
untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik (vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi
yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada
sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk
membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi
penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan
adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan
sel-sel leukemia.

2.8.3 Perawatan Penunjang


Terapi penunjang umum untuk kegagalan sumsum tulang mencakup
berikut : [20,21,22,23,24]
Tranfusi Darah
Transfusi darah ,biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6%. Pada
trombositopenia yang berat dan pendarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

Pemasangan Karakter Vena Pusat :


Karakter vena pusat (misalnya Hickman) biasa dipasang melalui vena
kulit dari dada ke dalam vena kava superior untuk mempernudah darah,produk
darah, antibiotika, pemberian makanan intravena, dst. Dan bagi pengambilan
sampel darah untuk tes laboratorium.

Pengobatan Anemia
Dapat dilakukan dengan transfusi sel darah merah.

Pengobatan Dan Pencegahan Perdarahan :


“platelet concetrates” dan darah segar digunakan. Karena pendarahan
adalah sebab penting kematian, “platelet concetrates” teratur diberikan dalam

44
penatalaksanaan pasien dengan pendarahan kecil (minor) berulang pada semua
kasus dalam trombositopenia berat (trombosit kurang dari 20 x 109/L) dan
selama terapi induksi permulaan ketika trombositopenia cenderung terjadi.
Penggantian faktor pembekuan dengan plasma beku segar dan transfusi
trombosit dibutuhkan khusus pada pasien dengan DIC yang disebabkan varian
M3 dan AML selama kemoterapi permulaan.
Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi
Jenis infeksi
Neutroponia karena pergantian sumsum tulang oleh blas leukaemik
dan karena terapi sitotoksik intensif membuat pasien sangat rentan terhadap
infeksi, khususnya bila hitung absolut neutropil turun dibawah 0.5 x 109/L.
Pada banyak pasien, hitung neutropil 0.2 x 109/L atau kurang bertahan untuk
beberpa minggu. Infeksi terbanyak bakteri dan biasanya timbul dari
florabakterikomensal pasien sendiri – tersaring bakteri usus gram negatif,
misalnya seudomonas pioceanea, E koli, Proteus, Krepsiella, dan anaero.
Infeksi stafilokok dan streptokok juga sering dan organisme yang biasa
dianggap non-patogen, misalnya Staphylococcus epidermis, dapat
mengakibatkan infeksi yang mengancam jiwa. Lebih dari itu, tidak adanya
neutropil, lesi superfisial setempat cepat menyebabkan septikaemia berat.
Infeksi virus (misalnya Herpes simplex dan zoster), jamur (misalnya Candida)
dan protoza (misalnya pneumocystis carinii) juga terjadi dengan frekuensi
meningkat, khusus bila neuttropenia memajang dan antibiotika telah banyak
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang mungkin. Ukuran berikut
menolong mengatasi problem terbanyak kerentanan terhadap infeksi.
Pencegahan infeksi
Fasilitas isolasi. Pasien harus dirawat dalam kamar terpisah lebih disukai
denganteknik isolasi “reverse-barrier” atau ditempatkan pada kamar “laminar
air-flow”.
Pengurungan flora usus dan komensial lain. Sterilisasi usus dengan
FRAmisetin, Colistin dan Nystatin (FRACON) atau regimen antibiotika yang
tak diserap lainnya dan zat anti-jamur (misalnya ketokonazol atau amfoterisin)

45
digunakan oleh banyak unit. Ko-trimoksazol profilaktik juga telah ditunjukkan
efektif. Kultur teratur harus diambil dari urin, feses, sputum, vagina,
tenggorokan, gusi, hidung,daerah ketiak, umbilikus, dan kulit perianal untuk
mencatat flora bakteri pasien dan sensitivitasnya. Antiseptik topikal digunakan
untuk mandi dan untuk mengobati setiap tempat di mana dideteksi patogen.
Jika ini tidak mempan, terapi antibiotika sistemik dipertimbangkan.
Pengobatan infeksi
Sedikitnya setengah dari pasien LLA mengalami demam. Demam adalah
petunjuk yang baik bahwa infeksi ada. Kultur darah dan kutur dari setiap
fokus yang mungkin harus diambil segera setelah terjadi demam dan usaha
penuh harus dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang bertanggung
jawab dengan pemeriksaan langsung zat yang mungkin terinfeksi sebaik
metode kultur. Mulut, tenggorokan, daerah perineal perianal adalah fokus
khusus yang mungkin. Karena tidak ada neutropil, nanah tidak terbentuk dan
infeksi tak terlokalisasi. Tidak adanya reaksi neutropil menyebabkan hebatnya
infeksi, sebagai contoh, paru-paru, urin, atau kulit lebar sukar dinilai. X-foto
torak dan kultur urin mutlak perlu.Kadang-kadang demam itu dipicu oleh
sitokin pirogenik yang dilepaskan dari sel-sel leukemia, meliputi interleukin-1,
tumor necrosis factor (TNF), dan interleukin-6, tetapi pada sekitar sepertiga
pasien disebabkan karena infeksi. Maka, terapi harus diawali dengan antibiotic
spectrum luas khususnya pada pasien dengan neutropenia, sampai tidak
ditemukan lagi diagnose infeksi. Pada kebanyakan pusat pengobatan,
dilakukan terapi profilaktik pada semua pasien terhadap pneumonia
Pneumocystis carinii menggunakan trimethoprim-sulfamethoxazole, diberikan
selama tiga hari perminggu.
Pengobatan alternative pada pasien yang mengalami intoleransi terhadap
trimethoprim-sulfamethoxazole meliputi pentamidine aerosol, dapsone, dan
atovaquone. Pada pasien dengan sel B atau sel T LLA atau leukemia precursor
sel B dengan sel-sel leukemia yang menyebar luas, hiperurisemia,
hiperkalemia, dan hiperfosfatemia dimana biasa juga terjadi hipokalsemia
sekunder, bahkan sebelum kemoterapi dimulai. Pasien-pasien ini harus diberi

46
hidrasi intravena, sodium bicarbonate untuk mengalkalisasi urin, allopurinol
untuk mengobati hyperuricemia, dan aluminium hidroksida atau kalsium
karbonat (jika konsentrasi serum kalsium rendah) untuk mengobati
hiperfosfatemia. Allopurinol, dengan menghambat sibtesa purin pada sel-sel
blast leukemia, dapat mengurangi jumlah blast-cell tepi sebelum kemoterapi
dimulai. Nonrecombinant urate oxidase, tersedia di Prancis dan Italia,
mengkonversi asam urat menjadi allantoin (suatu metabolit yang siap
dieksresi mempunyai kelarutan 5 sampai 10 kali dari asam urat) dan
mengurangi konsentrasi serum asam urat lebih cepat dari pada allopurinol;
bagaimanapun, hal ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas dan pada
pasien yang mengalami defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase
(G6PD), dapat menyebabkan methemoglobinemia atau anemia hemolitik.
Pada pasien yang mengalami leukositosis parah (jumlah leukosit >
200.000/mm3), leukapheresis atau penukaran transfuse (pada anank kecil)
dapat digunakan untuk mengurangi penyebaran sel-sel leukemia, walaupun
keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dari prosedur-prosedur ini
masih dalam pertanyaan. Iradiasi cranial darurat tidak memiliki peran terapi
pada pasien-pasien seperti ini. Batasan perawatan pendukung, meliputi
penggunaan kateter dan dukungan psikososial juga penting.
Terapi antibiotika harus dimulai segera. Pada paling sedikit separuh
episode demam tidak ada organisme diisolasi. Aminoglikosida (misalnya
gentamisin atau netilmisin) digabung dengan penisilin aktif melawan
pseudomonas (misalnya mezlocillin, ticarcillin, atau piperacillin) atau dengan
sefalosforin dalam dosis tinggi telah terbukti sebagai kombinasi awal yang
sangat baik. Ini mencakup organisme Gram-negatif termasuk pseudomonas
sebaik kokus gram-negatif dan merupakan obat bakterisid efektif meskipun
ada neutropenia berat. Segera setelah sebab infeksi dan antibiotika yang
sensitif diketahui, harus dilakukan perubahan terapi. Jika tidak terjadi respon,
kemungkinan infeksi anaerob, jamur atau virus, harus dipikirkan dan terapi
sesuai harus diberikan, misalnya dengan metronidazol, obat anti-jamur atau
anti-virus. Acylclovir telah dikenal sebagai zat efektif terhadap infeksi herpes.

47
Infeksi ini paling mungkin terjadi setelah episode infeksi permulaan telah
diobatitetapi pulihnya sumsum tulang belum terjadi.
Leucocyte concentrates yang disediakan pada pemisah sel dari donor normal
atau pasien dengan luekaemia granulositikkronis diberikan pada pasien
neutopenia berat dengan septikaemia yang mengancam jiwa atau infeksi lokal
yang luas yang tidak memberi respon dalam 24-48 jam terhadap antibiotika.

Terapi obat sitotoksik


Kebanyakan obat sitotoksik yang digunakan pada terapi leukaemia
merusak kapasitas sel untuk reproduksi . Gabungan paling sedikit tiga obat
sekarang biasanya digunakan pada permulaan untuk menambah efek
sitotoksik, memperbaiki angka remisi dan mengurangi frekuensi timbulnya
resistensi obat. Kombinasi banyak obat ini juga didapatkan memberi remisi
yang lebih lama dari pada obat tunggal.
Terapi permulaan dapat disertai hiperkalaemia hiperurikaemia dan
netropati asam urat, dan dengan demikian pasien harus diberi allopurinol
sebelum memulai terapi dan diberi cukup cairan.
Tujuan terapi sitotoksik mula-mula menginduksi remisi (tidak adanya
bukti klinis atau laboratorium penyakit tersebut) dan selanjutnya secara
sinambung mengurangu populasi sel leukaemikyang tersenbunyi
denganpemberian terapi berulang-ulang. Kombinasi siklik dua, tiga, atau
empat obat diberikan dengan interval bebas-pengobatan ntuk memungkinkan
sumsum tulang pulih (gambar 7.5). Pemulihan ini tergantung pada pola
pertumbuhan kembali (differential regrowth pattern) sel haemopoietik normal
dan sel leukaemik.

Terapi sitotoksik leukaemia limfoblastik akut


Predinisolon, vinkristin, dan asparaginase adalah obat yang biasa yang
biasa digunakan untuk mencapai remisi pada lebih dari 90% anak-anak dalam
4-6 minggu. Daunorubisin atau hidroksodaunorubisin (Adriamycin)

48
ditambahkan ke rejimen baik dalam fase induksi atau dalam konsolidasi
segera setelah dicapai remisi.
Kelompok berikut ini mempunyai prognosis yang kurang
menguntungkan
1. Laki-laki dibandingkan dengan wanita.

2. Mereka dengan tulang leukosit tinggi pada permulaan (misalnya > 20 x


109/L).

3. Sangat muda (< 2 tahun) atau lebih tua (remaja atau dewasa).

4. Pasien dengan komplikasi meninggal.

5. Leukaemia Thy-cell (20% semua kasus) atau B-ALL yang jarang.

Pada kasus-kasus ini, pengobatan dengan rejimen induksi yang lebih


intensif digunakan; walaupun mempermudah komplikasi dini, ini
memperbaiki kemungkinan bertahan hidup lebih lama.

Secara menyeluruh, antara 30% dan 50% anak-anak dengan ALL biasa
(non-T, non-B) bertahan dengan pengobatan lima tahun dari mulai ditemukan.
Nampak mungkin banyak dari mererka yang sembuh. Pada pasien lain,
kematian terjadi selama masa pengobatan permulaan atau terapi pemeliharaan
selanjutnya, atau selama re-induksi setelah relaps, biasanya dari infeksi yang
disebabkan neutropenia dan imunosupresi. Penyakit yang kambuh lebih sukar
diobati dan remisi sekunder, jika diperoleh, biasanya mempunyai jangka
waktu yang pendek. Thy-ALL khususnya cenderung kambuh.

Profilaksis Sistem Saraf Pusat Dan Testikular

Sel leukaemik dalam meningen adalah diluar jangkauan kebanyakan


obat sitotoksik yang dipakai dalam terapi. Leukaemia meningeal biasa terjadi
dalam tiga dari setiap empat anak-anak selama empat tahun pertama setelah

49
diagnosis ALL. Repopulasi sumsum tulang dari meningen mengakibatkan
kekambuhan haematologis.

Penyinaran tengkorak (1.800-2.400 rad) dan pemberian metotreksat


intratekal selama pengobatan permulaan dan setelah remisi diperoleh sekarang
digunakan pada semua kasus ALL di bawah umur 40 tahun untuk mencegah
kekambuhan SSP. Perbaikan bermakna dalam angka perpanjangan hidup
terjadi. Kekambuhan SSP masih dapat terjadi dan tampil dengan sakit kepala,
muntah-munatah, udema papil dan sel blas dalam cairan serebrospinal. Ini
diobati dengan metotreksat intratekal (atau citosin arabinosida). Pada anak
kurang dari 2 tahun, penyinaran sebaiknya dihindari.

Kekambuhan testakular dapat terjadi pada anak laki-laki dan


penyinaran testis secara profilaksis nyata bermanfaat untuk memperpanjang
hidup, walaupun membuat pasien mandul permanen.

Kheomoterapi Pemeliharaan (Maintenance Chemotherapy)

Biasanya ini diberikan selama 2-3 tahun, dengan merkapropurin setiap


hari dan metotreksat setiap minggu. Rejimen yang lebih lengkap ada dengan
vikristin, steroid, dan obat lain yang ditambahkan. Percobaan rejimen
konsolidasi khemoterapi dini atau kemudian yang intensif juga dikembangkan
pada kasus risiko buruk.

Ada risiko tinggi varisela atau campak selama terapi pada anak-anak
yang kurang kekebalan terhadap virus ini. Jika terbuka terhadap virus ini,
imunoglobulin profilaktik harus diberikan.

Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut

Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi
hasilnya kurang baik. Rejimen yang tersering digunakan untuk AML adalah

50
kombinasi tiha obat citosin arabinosida, daunoribisin dan 6-tioguanin (gambar
7.7). Kasus semua subtipe AML (FAB m1-m6) diobati serupa (kecuali bahwa
DIC mungkin ada pada varian promielositik (M3) dan “piatelet concentrates”
dan plasma beku segar untuk memlengkapi faktora pembekuan, digunakan
sampai dicapai remisi). Respon baik khas diperlihatkan pada Gambar 7.8.
Bandingkan dengan ALL :[3,15,16,17,18]

1. Angka remisi lebih rendah (60% - 80%).

2. Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.

3. Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang selektivitas


antara sel leukaemik dan sel sumsum tulang normal.

4. Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang intensif


dibutuhkan dan kematian dini biasa terjadi, khususnya pada pasien diatas 50
tahun.

5. Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang jelas, dan jarang
bertahan hidup lama.

Profilaksis SSP biasa tidak diberika pada AML, walaupun


kekambuhan meningeal (meningeal relapse) memang terjadi pada beberapa
kasus, teristimewa pada anak-anak dan dewasa muda, dimana metotreksat
intratekal dapat digunakan sebagai profialiktik.
Pada sejumlah pasien lebih tua dengan varian AML penyakit berjalan
sub-akut atau “menyala kecil”. Pasien ini dapat mempunyai cukup trombosit
dan neutropil pada mulanya untuk mencegah perdarahan atau infeksi yang
mengancam jiwa tetapi mereka memberi repon buruk terhadap terapi anti-
leukaemia yang agresif. Transfusi penunjang dan pemakaian khemoterapi
ringansering merupakan bentuk pengobatan terbaik pada kasus ini, selama
bentuk blas kurang dari 50% populasi sumsum tulang. [2,3,20,21,22,23]

51
2.9 PROGNOSIS

Adapun beberapa factor prognosis secara umum :

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan


meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis.Lebih dari
90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi
awal.Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak
tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah
pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik. Anak-
anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000
sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada
penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.[20]

Pasien dapat digolongkan ke dalam resiko biasa dan resiko tinggi :


[20,21,22,23]

52
a. Jumlah leukosit awal, yaitu pada saat diagnostik ditegakkan merupakan
prognosis yang bermakna. Pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 untuk
mempunyai prognosis yang buruk.
b. Umur pasien ,pasien dengan umur di bawah 18 bulan atau diatas 10 tahun
mempunyai prognosis lebih buruk, dibandingkan dengan pasien di antara
umur itu.
c. Fenotype imunologis (imunofenotip) dari limfoblas saat diagnosis juga
mempunyai nilai diagnostik.
d. Perempuan lebih baik prognosisnya daripada anak laki-laki.

53
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada kasus tersebut mengarah ke penyakit leukemia pa yaitu LLA


yang merupakan kasus terbanyak ditemui pada kasus kanker darah pada anak
dan memiliki protokol pengobatan yang lama. Program pengobatan dan
perawatan jangka panjang memerlukan kekuatan dan keberlanjutan berbagai
sumber daya keluarga dan pendukungnya. Oleh karenanya, perawatan lanjutan
di rumah pada penderita leukemia anak perlu memperhatikan aspek-aspek
perawatan yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup anak

B. Saran

Pada saat diskusi diharapkan mahasiswa dapat menjadi lebih aktif


berdiskusi dan mampu memberikan pendapat yang relevan serta sistematis

54
DAFTAR PUSTAKA
1. ( http://histofkgsp.blogspot.com/)
2. Hoffbrand, A.V. dan J.E. Pettit. 1996. Kapita Selekta Haematologi. Edisi
2. Jakarta: EGC.
3. Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC.
4. Foon, Kenneth A dan Robert F T. Immunologic classification of leukemia
and lymphoma. Blood. 1986; 68(1):1-31. (ini sitasi gambar)
5. Efendi, Zukesti. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam
Tubuh. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
USU Digital Library, 2003.
6. Mansjoer,Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta :
FKUI,1999
7. Price,Silvya.A, Wilson. Lorainne.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit.Edisi 6. Jakarta : EGC,2005
8. Chandrasoma, Parakrama. Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi. Edisi
2.Jakarta:EGC 2005
9. Bakta, I Made, Prof. Dr. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.
10. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
IPD FK UI, 2007.
11. www.wikipedi.com/leukimia
12. Aguayo, Bieker, Podar, Greaves, Espositon, Felix, etc. Management of
Surgical Injury and Critical Gynecology. Ethical Digest. 2006; 26: 54-59.
13. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007.
14. Berg SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute
Lymphoblastic Leukemia. In Hoffman ed: Hematology: Basic Principles
and Practice 3rd ed. Churchill Livingstone Inc. 2000, pp 1070-76.
15. Maurizio A, Marie F P B, Daniela S, Elena B, et al, Chiara M.
Osteonecrosis : an emerging complication of intensive chemotherapy for
childhood acute lymphoblastic leukemia. Haematologica 2003; 88 : 747 –
753

55
16. Resiko Vanesa C, Licia I, Augusto D C, Sergio S, Guglielmo M, et al.
Thrombotic complications in childhood acute lymphoblastic leukemia : a
meta-analysis of 17 prospective studies comprising 1752 pediatric petiens.
Blood, 2006 ; 108 :2216-2222
17. http://dentalresource.org/topics28.htm. Complication10
18. Weinstein, H.J., et al. 1980. Treatment of acute myelogenous leukemia in
children and adult: N Engl J Med 303:473
19. Miller DR. Baehner RL, Mc Millan CW, Miller LP. Blood Disease of
Infancy and Childhood. 5th ed. St. Louis : Mosby Co., 1997 : 619
20. http://www.medicinenet.com/
21. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata K.M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006.
22. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: EGC, 1997.
23. http://www.Klikdokter.com/ Menuju Indonesia Sehat.
24. Reksodiputro AH, Nasution CA. Prinsip Penatalaksanaan Leukemia. CDK
1995; 101: 5-10.

56

You might also like