Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Makalah ini akan membahas secara ringkas apa itu semantik dan semiotik,
hubungan antara keduanya, serta tiga tokoh utamanya, yaitu, de Saussure,
Ogden dan Richard, dan Bühler.
II. Isi
Semantik
Semantik adalah bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa, yaitu
kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya (Darmajuwono,
2005 : 114).
Contoh:
Contoh
Semiotik
1. Saussure
Petanda
(reference)
Penanda Acuan
(simbol) (referen)
Ogden dan Richards menambahkan unsur acuan (referen) yang berada di luar
bahasa. Menurutnya tidak ada hubungan langsung antara penanda dan
acuannya (bahasa dan dunia), hubungan itu harus melalui konsep yang ada
dalam pikiran manusia. Itulah sebabnya dalam segitiga semantik ini, garis yang
menghubungkan antara penanda dan acuan ditampilkan dengan garis terputus-
putus.
Sebagai contoh kita sebut saja kata <meja>. Kata meja ini mengandung konsep
meja pada umumnya, meja apa saja, dan berbagai jenis meja. Jadi, kata <meja>
ini merupakan abstraksi keseluruhan meja yang ada. Tetapi dalam dunia nyata
kita akan mendapati berbagai macam meja yang ukuran, bentuk, dan bahannya
masing-masing tidak sama.
Hal ini memperlihatkan bahwa hubungan antara kata <meja> sebagai sign
dengan maknanya atau konsepnya bersifat langsung. Begitu juga hubungan
antara makna itu dengan meja tertentu di dunia nyata bersifat langsung. Namun,
hubungan antara kata <meja> dengan sebuah meja di dunia nyata tidak bersifar
langsung yang ditandai dengan garis terputus-putus antara simbol dan referen.
3. Karl Buhler
Karl Buhler (1879-1963), merupakan salah satu sarjana Jerman, guru besar psikologi
di Universitas Wina (1922-1938), menulis beberapa karya mengenai psikologi, filsafat, dan
filsafat bahasa.
Pandangan dasar dari Buhler tersajikan dalam empat aksioma, antara lain :
3) struktur bahasa
Semua bahasa mempunyai struktur, ada tiga tingkatan struktur menurut Buhler, yaitu :
a. fonem
c. sintaksis
Dengan penggambaran segitiga semiotis dari Buhler dapat diterapkan apa yang
disebutnya Prinzip der abstraktiven Relevanz, yang maknanya ada dua. Pertama, bahwa tanda
bahasa yang sifatnya abstrak lebih jelas daripada yang konkret. Kedua, bahwa pendengar
menambah-nambah pada apa yang ditanggapinya melalui pengalamannya.
“(Tanda bahasa) adalah lambang, karena koordinasinya dengan benda dan perihal;
merupakan indeks atau simtom karena tergantung pada pengirim yang kedalamannya
diungkapkan; dan merupakan isyarat karena rangsangan pada pendengar, yang perilaku luar
atau dalamnya dikendalikannya seperti tanda-tanda lalu lintas”.
Atas dasar itu Buhler mengenalkan tiga fungsi utama bahasa, yakni fungsi
representatif (mengacu pada realita atau selain pengarang dan pembaca), fungsi apelatif
(mengacu pada pembaca), dan fungsi ekspresif (mengacu pada pengarang).
7. Ferdinand de Saussure (1857-1913)
Saussure mengusulkan sebuah tanda model ‘dyadic’ atau dua bagian dari
tanda. Dia membatasi sebagai:
•
Sebuah penanda atau ‘signifier’ (signifiant) – bentuk
dimana tanda itu berada; dan
Dewasa ini, ketika dasar pemikiran ‘Saussurean’ digunakan secara umum, itu cenderung
menjadi lebih materialistic daripada waktu dicetuskan Saussure. Signifier sekarang ini lebih
diinterpretasikan sebagai material (atau physical form) dari tanda – hal yang dapat dilihat,
didengar, disentuh, dicium atau dirasakan. Menurut Saussure, baik signifier maupun signified
semuanya murni ‘psychological’ (Saussure 1983, 12, 14-15, 66; Saussure (974, 12, 15, 65-
66). Baik bentuk maupun substansi:
“Sebuah tanda linguistic bukanlah hubungan antara sesuatu dengan namanya, tetapi antara
konsep dan pola bunyi. Pola bunyi bukanlah sesungguhnya sebuah bunyi; sebuah bunyi
kadang-kadang adalah fisik. Sebuah pola bunyi adalah impresi psikologis dari pendengar,
seperti yang telah diketahui melalui inderanya. Pola bunyi ini mungkin disebut sebuah elemen
‘material’ hanya dalam representasi penangkapan indera kita. Pola bunyi mungkin juga
dibedakan dari unsur lain yang diassosiasikan dengannya dalam suatu tanda linguistic.
Elemen lain ini secara umum lebih abstrak”
( A linguistic sign is not a link between a thing and a name, but between a concept and a
sound pattern. The sound pattern is not actually a sound; for a sound is something physical. A
sound pattern is the hearer’s psychological impression of a sound, as given to him by the
evidence of his senses. This sound pattern may be called a ‘material’ element only in that it is
the representation of our sensory impressions. The sound pattern may thus be distinguished
from the other element associated with it in a linguistic sign. This other element is generally of
a more abstract kind: the concept (Saussure, Ferdinand de dalam Course in General
Linguistics (trans. Roy Harris; Wade Baskin) 1983: 66; 1974:66).