You are on page 1of 57

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman teh (Camelia sinensis L.) adalah tanaman yang secara komersial

diusahakan pada berbagai kondisi iklim, dari 49 0LU sampai 33 0LS dan ditanam

dari ketinggian 0 m dpl (Jepang dan Turki) sampai pada ketinggian lebih dari

2.500 m dpl (Kenya). Di Indonesia tanaman teh diusahakan di berbagai ketinggian

tempat yaitu dataran rendah (400-800 m dpl), sedang (800-1.200 m dpl), dan

tinggi (>1.200 m dpl) pada berbagai jenis tanah (Setyamidjaja, 2000).

Berdasarkan Taksonomi Tanah, Pramono (2001), mengklasifikasikan tanah

di daerah PTPN VIII Kebun Panglejar Bagian Maswati I blok A.11, sebagai

Inceptisols. Hasil analisis laboratorium tanah PPTK Gambung (1999),

menunjukkan kandungan P-total dan P-tersedia pada Inceptisols asal Panglejar

yang sangat rendah dan pH tergolong masam. Keadaaan ini akan bertambah buruk

dengan adanya erosi dan pencucian yang bersifat menurunkan kesuburan tanah.

Salah satu usaha untuk meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah adalah

melalui pemupukan yang benar dan sesuai kebutuhan. Pemberian pupuk unsur

hara makro seperti N, P dan K perlu dilakukan untuk mengembalikan unsur hara

yang hilang. Pupuk majemuk Phonska produksi PT. Petrokimia Gresik dengan

kandungan N, P dan K, masing-masing 15-15-15 diharapkan dapat menjadi salah

satu alternatif penggunaan pupuk pada tanaman teh.

Keunggulan dari pupuk ini adalah unsur hara yang relatif lengkap

dibandingkan dengan pupuk tunggal. Adapun kelemahannya adalah komposisi

unsur hara sering tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Aplikasi Phonska pada
tanaman untuk menyamai dosis rekomendasi pemupukan unsur hara tertentu,

dapat menyebabkan kelebihan atau kekurangan unsur hara yang lain, sehingga

pemupukan kurang efisien. Selain itu, aplikasi pupuk kimia semacam ini dalam

jangka panjang tidak dapat menjaga produktivitas tanaman teh secara

berkelanjutan (Senapati et al., 2002).

Bahan organik diharapkan dapat mengganti kekurangan unsur hara akibat

aplikasi Phonska yang kurang memenuhi dosis rekomendasi. Penggunaan kompos

bahan organik sebagai pupuk pada tanaman teh telah dilakukan oleh Wibowo dkk.

(2001), dan salah satu bahan bakunya adalah limbah pabrik teh (fluff). Fluff

merupakan hasil sortasi dari pembuatan teh hitam yang terdiri dari bahan padatan

(Rahardjo dkk., 2001).

Menurut Arifin dan Semangun (1999), salah satu cara untuk mengurangi

biaya produksi pada penanaman teh adalah penggunaan bahan organik sebagai

pupuk. Dijelaskan pula bahwa hara bahan organik dari sisa pangkasan yang

dikubur ke tanah seluruhnya, sebanding dengan setengah dosis pupuk anorganik

yang diperlukan. Penggunaan kompos diharapkan mampu mengurangi masalah

dari limbah pabrik teh dan menurunkan input produksi.

Pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk Phonska dan kompos

fluff diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan P dan pertumbuhan tanaman teh

pada Inceptisols asal Panglejar, serta mengurangi biaya waktu dan tenaga.
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh interaksi antara Phonska dan kompos fluff terhadap pH,

P-total, P-tersedia dan pertumbuhan tanaman teh pada Dystric Fluventic

Eutrudepts asal Panglejar?

2. Berapa dosis terbaik Phonska pada setiap taraf kompos fluff terhadap pH, P-

total tanah, P-tersedia dan pertumbuhan tanaman teh pada Dystric Fluventic

Eutrudepts asal Panglejar.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh interaksi antara Phonska dan kompos fluff terhadap pH,

P-total, P-tersedia dan pertumbuhan tanaman teh pada Dystric Fluventic

Eutrudepts asal Panglejar.

2. Mengetahui dosis terbaik Phonska pada setiap taraf kompos fluff terhadap pH,

P-total tanah, P-tersedia dan pertumbuhan tanaman teh pada Dystric Fluventic

Eutrudepts asal Panglejar.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk:

1. Memperkaya khasanah Ilmu Kesuburan Tanah, mengenai Phonska dan

kompos fluff.

2. Rujukan bagi penelitian berikutnya untuk membuat rekomendasi pemupukan

teh yang lebih efisien, menggunakan Phonska dan kompos fluff.


1.5 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil analisis tanah awal diketahui bahwa Inceptisols asal

Panglejar mempunyai pH agak masam dengan kandungan unsur hara secara

umum tergolong rendah, kandungan P dalam tanah, baik P-tersedia maupun P-

total tergolong sangat rendah. Nilai pH yang rendah dapat menyebabkan

terjadinya fiksasi P oleh unsur logam seperti Fe dan Al. Hal ini merupakan

kendala untuk memanfaatkan tanah bagi kepentingan pertanian.

Phonska merupakan pupuk majemuk NPK yang mengandung 15% N-

total, 15% P2O5 tersedia dan 15% K2O. Pupuk ini berfungsi sebagai pemasok

unsur hara utama pengganti pupuk anorganik tunggal. Sifatnya yang mudah larut

dalam air menyebabkan unsurnya mudah tersedia bagi tanaman. Phonska telah

diaplikasikan pada berbagai macam tanaman baik tanaman tahunan maupun

semusim, namun belum pernah diujicobakan untuk tanaman teh di Indonesia.

Penggunaan Phonska pada tanaman tahunan telah dilakukan pada kopi dan

kakao (Brosur PT. Petrokimia Gresik, 2000). Pemberian Phonska diduga akan

memberi pengaruh secara mandiri terhadap parameter yang akan diteliti yaitu pH,

P-total, P-tersedia dan pertumbuhan tanaman teh muda.

Bahan organik tanah diketahui mempengaruhi sifat-sifat tanah secara

keseluruhan, baik sifat fisika, kimia dan biologi. Bahan organik tanah berguna

untuk mempertahankan kesehatan dan struktur tanah, mengurangi erosi,

meningkatkan unsur hara dan efisiensi penggunaan air. Kadar bahan organik

harus dijaga atau ditingkatkan untuk jenis tanah tertentu. Bahan organik pada

perkebunan teh didapatkan dari sisa tanaman lama yang dibersihkan saat
pembukaan kebun teh, daun yang gugur, pangkasan dan mulsa (Unilever

Publication, 2004).

Menurut Dahiya dan Malik (2001), pemberian bahan organik yang berasal

dari hijauan dan limbah tebu, dapat meningkatkan ketersediaan P. Mekanismenya

dapat dijelaskan sebagai akibat dari proses mineralisasi bahan organik sisa

tanaman, yang menyebabkan terjadinya khelasi antara Fe dan Al pada tanah

masam dengan asam organik (Hundal et al. 1988). Proses ini menyebabkan Fe

menjadi tidak aktif dalam menjerap P.

Interaksi antara Phonska dan kompos fluff diduga akan terjadi dan

mempengaruhi parameter yang akan diteliti. Phonska dengan kandungan unsur

hara yang relatif tinggi bertindak sebagai penyumbang unsur hara utama. P yang

terkandung dalam Phonska dapat difiksasi oleh Fe dan Al yang sering terdapat

pada tanah masam seperti Inceptisols. Phonska diduga dapat mempengaruhi pH

tanah. Proses pembuatan pupuk majemuk NPK melibatkan amonia (EFMA

Publication, 2000), dan senyawa ini diperkirakan akan menjadi penyebab

penurunan pH tanah. Ion H+ yang dihasilkan dalam proses penguraian amonuim

akan menyebabkan peningkatan muatan positif pada tanah, sehingga tanah akan

menjerap anion fosfat. Fosfat yang terjerap pada koloid tanah tidak mudah tercuci

dibandingkan fosfat bebas dalam larutan tanah.

Bahan organik (kompos fluff) dapat pula menyumbangkan unsur hara ke

dalam tanah, namun yang terpenting dalam pembahasan ini adalah dekomposisi

bahan organik yang menghasilkan asam-asam organik seperti asam sitrat, oksalat,

tartat, malat dan malonat. Asam organik tersebut akan membentuk senyawa

kompleks dengan Fe yang sukar larut. Diharapkan konsentrasi ion Fe dan Al yang
bebas dalam larutan berkurang jumlahnya, dengan demikian Fe dan Al menjadi

tidak aktif sebagai penjerap P, sehingga ketersediaan P dalam tanah akan

meningkat.

Pemberian bahan organik dari hijauan dan limbah tebu sebanyak 4 dan 6 t

ha-1 ketersediaan P dari pupuk buatan dapat ditingkatkan sampai 23% dan 11%

(Dahiya dan Malik, 2001). Sementara Jen-Hshuan et al. (2003), menyatakan

bahwa Jerapan P menurun kurang lebih 20% akibat pemberian kompos jerami

setelah 20 minggu masa inkubasi pada tanah Lempung liat Da-Du Shan dan tanah

liat Kuan Chi, Taiwan.

Di Indonesia, penelitian tentang pengaruh phonska dan kompos fluff

terhadap tanaman teh belum pernah dilakukan, namun di Taiwan percobaan yang

mirip telah dilakukan oleh Juang (2004). Ia menggunakan pupuk majemuk

organik berupa kompos dicampur dengan pupuk majemuk NPKMg, untuk melihat

pengaruhnya terhadap hasil tanaman teh. Pada hasil terlihat bahwa hasil tertinggi

(438 g tanaman-1) tanaman teh dicapai dengan pemberian pupuk majemuk

organik, dengan perbandingan kompos dan pupuk majemuk NPKMg sebesar

30-10-6-7-3, sedangkan pemberian pupuk NPKMg saja menunjukkan hasil yang

lebih rendah (361 g tanaman-1). Selain itu terjadi peningkatan kualitas rasa dan

aroma teh pada perlakuan dengan pupuk majemuk organik dibandingkan dengan

perlakuan dengan pupuk NPKMg.

Dosis rekomendasi PPTK (2003) untuk tanaman teh muda tahun pertama

adalah 100 kg N, 50 kg P, 50 kg K, pada tanah Inceptisol. Phonska dengan

kandungan NPK 15-15-15 setidaknya membutuhkan 666,67 kg untuk mencapai

kandungan N yang direkomendasikan. Hal ini selain membutuhkan biaya yang


lebih besar dibandingkan pemupukan tunggal, juga dapat menyebabkan

pemborosan unsur hara lainnya akibat ketidakseimbangan perbandingan unsur

hara dalam pupuk Phonska dengan kebutuhan unsur hara tanaman. Dosis phonska

sebanyak 300 kg ha-1 diperoleh dengan menyesuaikan dosis Phonska terhadap

dosis rekomendasi K, dengan dibulatkan dari 333,33 kg ha-1.

Agar kebutuhan unsur hara tanaman tercapai, digunakanlah kompos

limbah pabrik teh untuk menggantikan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Dosis kompos fluff disesuaikan dengan dosis rekomendasi pemupukan kompos

untuk tanaman teh muda tahun pertama sebesar 20 t ha-1, pada tanah dengan

kandungan C-organik kurang dari 3% (PPTK, 2003). Pemberian bahan organik

dan pupuk Phonska diharapkan dapat meningkatkan kandungan P dan

ketersediaannya dalam tanah, dan dicerminkan dari pertumbuhan tanaman teh

yang baik.

I.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

1. Terdapat interaksi antara Phonska dan kompos fluff terhadap P-total, P-

tersedia dan pertumbuhan tanaman teh pada Dystric Fluventic Eutrudepts asal

Panglejar.

2. Terdapat dosis terbaik Phonska pada setiap taraf kompos fluff terhadap

kandungan P-total tanah, P-tersedia dan pertumbuhan tanaman teh pada

Dystric Fluventic Eutrudepts asal Panglejar.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Dystric Fluventic Eutrudepts

Dystric Fluventic Eutrudepts merupakan sub grup tanah yang termasuk

dalam ordo Inceptisols. Tanah ini digolongkan dalam ordo Inceptisol karena

memiliki sifat-sifat berikut:

1. Rejim temperatur tanah isohipertermik (rata-rata suhu tahunan > 22 0C dengan

perbedaan suhu tanah rata-rata musim panas dengan musim dingin kurang dari

6 0C).

2. Memikiki rejim kelembaban udik (tidak pernah kering selama 90 hari

kumulatif setiap tahun).

3. Memiliki epipedon okrik, dan horison pencirinya adalah horison kambik.

4. Memiliki kelas besar butir sangat halus (karena kandungan liat lebih 60%).

Pada kategori sub ordo, tanah ditetapkan sebagai Udepts karena

mempunyai rejim kelembaban Udik. Pada kategori grup, pedon tidak memiliki

horison sulfurik, tidak memiliki duripan, pada kedalaman di antara 25 cm dan 75

cm dari permukaan tanah memiliki kejenuhan basa kurang dari 60% sehingga

tergolong Eutrudepts. Pada ketegori sub grup, pedon tidak memiliki kontak litik,

tidak memiliki rekahan-rekahan di dalam 125 cm dari permukaan tanah dan tidak

memiliki fragmen berukuran lebih kasar dari 2,0 mm yang menyusun lebih dari

35% volumenya, tidak memiliki kondisi aquik, tidak memiliki sifat tanah fragik,

memiliki kemiringan lereng kurang dari 25% dan tidak mengandung karbonat

bebas pada seluruh horison di dalam 100 cm dari permukaan tanah, dan pada
kedalaman 125 cm dari permukaan tanah memiliki kandungan karbon organik

sebesar 0,2% atau lebih sehingga tergolong Dystric Fluventic Eutrudepts. Pada

kategori famili, pedon memiliki kelas mineralogi haloisitik, rejim suhu tanah

isohipertermik dan kelas butirnya tergolong halus.

Inceptisols berasal dari bahasa latin “inceptum” yang berarti mulai.

Perkembangan horison genetik baru dimulai dalam Inceptisols, walaupun

Inceptisols masih dianggap lebih tua dari Entisols (Foth, 1994).

Inceptisols adalah tanah mineral yang selain memiliki horison kambik dan

epipedon histik, molik, plagen, atau umbrik juga memiliki beberapa horison dan

epipedon lain yang bersifat penciri tetapi tidak memenuhi syarat bagi ordo atau

sub ordo tanah yang lain.

Inceptisols merupakan tanah yang belum berkembang dengan

perkembangan profil yang lebih lemah dan masih banyak menyerupai sifat bahan

induknya. Inceptisols memiliki ciri-ciri: bersolum tebal sampai sangat tebal yaitu

dari 130 – 500 cm bahkan lebih, warna tanah terang dan seragam dengan batas-

batas horison baur, remah sampai gumpal, gembur, kejenuhan basa kurang dari

50 %, pH berkisar antara 4,5 – 5,5 dengan kandungan bahan organik kurang dari

1 %.

Tanah Inceptisols mempunyai sifat fisik yang baik, tekstur seluruh solum

tanah umumnya liat, strukturnya remah dan konsistensi gembur, infiltrasi dan

perkolasi dari agak cepat sampai agak lambat, daya menahan air cukup baik dan

agak tahan terhadap erosi (Sarief, 1986).


Inceptisols Panglejar termasuk ke dalam sub ordo Udepts, grup

Eutrudepts, dan famili Dystric Fluventic Eutrudepts. Berdasarkan kandungan dan

mineral liat terdiri dari haloisit (mineral liat tipe 1 : 1) yang cukup banyak

dijumpai disertai sedikit montmorilonit (mineral liat tipe 2 : 1) dan tidak

ditemukannya kaolinit maupun mineral goetit atau gibsit, menunjukkan bahwa

tingkat perkembangan tanah kedua pedon berada pada tahap kambik (Pramono,

2001). Ketinggian tempat 560 m dpl dengan kemiringan lereng 8 % dan bahan

induknya dari tuff vulkan.

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman teh

Teh dikembangkan di berbagai negara yang terletak pada 43 0U sampai

27 0S pada berbagai jenis tanah dengan bahan induk yang berbeda. Ketinggian

tempat untuk pertanaman teh bervariasi mulai dari 0 mdpl sampai 2.300 m dpl,

sementara curah hujan dari 90 sampai 800 mm per tahun. Teh dapat tumbuh pada

suhu –8 0C sampai 35 0C. Walaupun jenis tanah dan kondisi iklim berbeda-beda,

teh dapat tumbuh dengan baik di sebagian besar negara produsen (Natesan, 1999).

Agar pertumbuhan dan produktivitasnya baik, teh memerlukan beberapa

kondisi tanah spesifik disamping kondisi iklim yang sesuai. Pemahaman tentang

alam dan sifat tanah yang baik untuk tanaman teh merupakan hal penting untuk

menyediakan dan menjaga kondisi tanah yang diperlukan untuk memaksimalkan

dan melestarikan pertumbuhan dan produksi teh.

Kondisi fisik, kimia dan biologi tanah yang sesuai bagi tanaman teh

dibutuhkan untuk produktivitas yang tinggi. Teh tumbuh baik pada tanah yang

sangat masam dan bersifat porous dan berdrainase baik, maka karakteristik fisik
dan kimia tanah yang baik merupakan hal yang sangat penting. Tanah untuk

tanaman teh di berbagai negara produsen berbeda-beda dengan bahan induk yang

berlainan, namun ada sifat-sifat umum yang memiliki kesamaan.

Kondisi terpenting yang harus terpenuhi untuk pertumbuhan teh yang baik

adalah pH tanah yang optimal. Secara umum, pH di berbagai negara produsen teh

bervariasi dari 3,3 sampai 6,0. Kemasaman tanah optimum untuk pertumbuhan

teh dan penggunaan unsur hara yang baik adalah 4,5 sampai 5. Meskipun

demikian, sejumlah varietas yang toleran dapat tumbuh pada tingkat pH yang

tinggi, dengan batas atas pH 6 sampai 6,5.

Tanaman teh dapat tumbuh pada berbagai tekstur, tetapi yang paling

dikehendaki adalah pertumbuhan pada tanah yang berstruktur lempung ringan dan

unsur hara yang cukup. Berikut adalah kelas keharaan untuk tanaman teh.

2.3 Kompos Fluff

Limbah pabrik teh (fluff) merupakan hasil buangan yang dihasilkan dari

pengolahan teh hitam, dan merupakan bahan yang tidak mempunyai nilai

ekonomis tinggi. Fluff merupakan hasil sortasi dari pembuatan teh hitam yang

terdiri atas bahan padatan (serat) yang jumlahnya cukup besar, sekitar 1 – 3 %

dari produksi teh yang dihasilkan. Kompos fluff seperti pupuk organik lainnya,

mengandung unsur hara baik makro dan mikro (Rahardjo, 2001).

Fluff dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya sebagai pupuk organik melalui

pengomposan. Wibowo dkk. (2001), pernah menggunakan fluff dan bahan organik

lainnya yang telah dikomposkan sebagai pupuk bagi tanaman teh.


Menurut Hsieh dan Hsieh (1990), proses pengomposan dipengaruhi oleh:

suhu, kelembaban, C/N rasio, efek polutan, mikroorganisme sebagai aditif.

Pengomposan secara manual (manual composting) dapat memakan waktu yang

lama, yakni berkisar 3 – 5 bulan, sedangkan menggunakan teknologi bio

konsentrat PPTK Gambung (Bio Con 21) proses dekomposisi bahan organik fluff

dapat dipercepat hingga kurang lebih dua minggu. Kandungan hara kompos fluff

disajikan pada Lampiran 5.

Mikroorganisme yang terkandung pada Bio Con 21 yaitu Lactobacillus,

ragi, bakteri fotosintetik, bakteri probiotik (B. laterosporus, B. subtilis, B.

licheniformis, B. polymyxa, B. megaterium, Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus), aktinomiset dan jamur pengurai selulosa (Agus

Salim dkk., 1999)

2.4 Sifat Pupuk Majemuk Phonska

Pupuk campuram atau pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung

lebih dari satu unsur hara. Pupuk majemuk biasanya paling sedikit terdiri dari dua

unsur hara. Pupuk yang mengandung unsur N, P dan K disebut pupuk majemuk

lengkap (Hardjowigeno, 1993). Setiap bahan pupuk harus mempunyai jaminan

berapakah banyaknya unsur hara yang dikandung. Kadar nitrogen total biasanya

dinyatakan dalam bentuk elemen N, fosfor tersedia dalam bentuk P2O5 dan kalium

larut dalam air dalam bentuk K2O (Soepardi, 1983 dalam Komaruddin, dkk.,

2001).

Salah satu produk pupuk NPK yang telah beredar di pasaran adalah NPK

(15:15:15) dengan merek dagang Phonska. Phonska merupakan pupuk majemuk


NPK yang mengandung 15% N-total, 15% P2O5 tersedia dan 15% K2O larut

dalam air. Pupuk Phonska berbentuk butiran berwarna merah muda dan hampir

seluruhnya larut dalam air, sehingga unsur hara yang dikandungnya dapat segera

diserap dan digunakan oleh tanaman dengan efektif. Sifat lainnya adalah pupuk

Phonska mempunyai kemasaman sedang sehingga dapat digunakan pada semua

jenis tanah dan tanaman (Brosur Petrokimia Gresik, 2000).

Pada prinsipnya pupuk majemuk harus bersifat lepas dan mudah ditabur.

Sifat higroskopis bahan pembentuk pupuk majemuk dapat menyebabkan pupuk

menggumpal dan mengeras. Hardjowigeno (1993) menyatakan bahwa pupuk

majemuk dibuat dalam bentuk butiran yang seragam sehingga memudahkan

penaburan yang merata. Butiran-butirannya agak keras dengan permukaan licin

sehingga dapat mengurangi sifat menarik air dari udara lembab. Hampir semua

pupuk majemuk dipeletkan untuk menghindari penggumpalan.

Pupuk yang biasa digunakan oleh petani teh, baik teh rakyat maupun

PTPN, adalah pupuk tunggal seperti Urea, KCl dan TSP. Penggunaan pupuk

majemuk Phonska diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.


III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilaksanakan dari bulan November – Februari 2003 di

Rumah Kaca Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Desa Mekar Sari

Kecamatan Pasir Jambu, Ciwidey, Kabupaten Bandung, pada ketinggian 1.300 m

dpl, dengan menggunakan tanah Inceptisols asal Panglejar. Deskripsi profil

pewakil disajikan pada Lampiran 3.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi : (1). Tanah lapisan

atas (0 – 30 cm) Inceptisol asal Panglejar, (2). Pupuk majemuk Phonska

(Lampiran 4), (3). Kompos fluff (Lampiran 5), (4). Bibit tanaman teh klon

Gambung-7 berumur 9 bulan (Lampiran 6)

Alat–alat, meliputi : cangkul, arit, spidol, meteran, bambu, timbangan,

polybag 10 kg, saringan 2 mm, dan alat–alat analisis laboratorium.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Perlakuan

Dalam penelitian ini ada dua faktor yang diteliti, faktor pertama adalah

pupuk Phonska (P) yang terdiri dari empat taraf, sedangkan faktor kedua adalah

kompos fluff (F) yang terdiri dari empat taraf.

Taraf perlakuan dosis pupuk Phonska masing–masing adalah (Lampiran 11):

p0 = 0 kg ha-1 / 0 g polibag-1

p1 = 150 kg ha-1 / 3,8 g polibag-1


p2 = 300 kg ha-1 / 7,7 g polibag-1

p3 = 450 kg ha-1 / 11,6 g polibag-1

Keterangan: Phonska diberikan dua kali

Taraf dosis kompos fluff masing-masing adalah (Lampiran 12):

k0 = 0 t ha-1 / 0 g polibag-1

k1 = 10 t ha-1 / 33,3 g polibag-1

k2 = 20 t ha-1 / 66,6 g polibag-1

k3 = 30 t ha-1 / 100 g polibag-1

Kombinasi perlakuan pupuk Phonska dan kompos fluff disajikan dalam Tabel 1

sebagai berikut :

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Pupuk Phonska dan Kompos Fluff


Phonska (P) Kompos Teh (K)
k0 k1 k2 k3
p0 p0k0 p0k1 p0k2 p0k3
p1 p1k0 p1k1 p1k3 p1k3
p2 p2k0 p2k1 p2k2 p2k3
p3 p3k0 p3k1 p3k2 p3k3

3.3.2 Rancangan Perlakuan

Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) pola faktorial. Total kombinasi perlakuan adalah 4 x 4 = 16

satuan yang diulang 3 kali, sehingga seluruhnya berjumlah 48 satuan percobaan

ditambah cadangan untuk penyulaman. Masing–masing tanaman ditanam dalam

polybag yang diisi tanah komposit sebanyak 10 kg kering udara, sehingga jumlah

tanah minimum yang disiapkan sebanyak 48 x 10 kg = 480 kg, tidak termasuk

tanah untuk bibit cadangan (tata letak percobaan disajikan pada Lampiran 1).
3.3.3 Rancangan Respon

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengamatan utama

dan pengamatan penunjang.

1. Pengamatan utama (diuji secara statistika), meliputi :

a. pH tanah, dengan H2O dan ∆pH

b. P-tersedia tanah, menggunakan metode Bray-II (Lampiran 9)

c. P-total, menggunakan ekstrak HCl 25% (Lampiran 10)

d. Pertumbuhan tanaman, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan

diameter batang

Keterangan: a, b dan c dilakukan pada akhir penelitian.

2. Pengamatan penunjang (tanpa diuji statistik), meliputi :

a. Analisis tanah awal (Lampiran 2), analisis kompos fluff

b. Serangan hama dan penyakit tanaman teh

c. Suhu dan kelembaban rumah kaca (Lampiran 8)

3.3.4 Rancangan Analisis Data Percobaan Dan Pengujian Hipotesis

Model linier rancangan percobaan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + τ i +α j + ßk + (α β )jk + εijk

Yijk = Nilai pengamatan respon pada ulangan ke-i yang memperoleh kombinasi
perlakuan dosis Phonska ke-i dan kompos fluff ke-j

µ = Nilai rata–rata umum

τi = Pengaruh perlakuan dosis Phonska taraf ke-i

α j = Pengaruh perlakuan dosis kompos fluff taraf ke-j

ßk = Pengaruh ulangan ke-k


(α β )jk= Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor Phonska dan taraf ke-j faktor
kompos fluff

εijk = Pengaruh galat

Pengujian hipotesis pertama menggunakan Uji Fhitung dengan taraf nyata

5%. Apabila berbeda nyata, dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada

taraf 5% (Gomez & Gomez, 1995).

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Media Tanam

Contoh tanah untuk media tanam diambil dari blok A.11 Bagian Maswati I

Kebun Panglejar dengan kedalaman 0 – 30 cm, kemudian dikering udarakan, dan

selanjutnya disaring dengan saringan (diameter 2 mm). Contoh tanah untuk

analisis tanah awal diambil secara komposit dari kedalaman 0 – 30 cm. Untuk

media tanam, tanah sebanyak 5 kg dicampur dengan kompos fluff dengan

tingkatan dosisnya masing-masing dan dimasukkan ke dalam polibag yang telah

diisi tanah sebanyak 5 kg, kemudian diinkubasi selama dua hari.

3.4.2 Pemilihan Bibit Dan Pemindahan Tanaman

Bibit tanaman teh asal stek dipilih yang berumur 9 bulan, tinggi minimal

30 cm dengan jumlah daun minimal 5 helai. Tanaman disiapkan dan dibawa ke

rumah kaca kemudian dipindahkan dari bekong plastik ke dalam polybag dan

disusun di rumah kaca.

Teknis pemindahannya, mula-mula bekong plastik disobek bagian

bawahnya dengan pisau, lalu bagian samping disobek sampai bertemu dengan

sobekan bagian bawah. Setelah terbuka, bekong plastik yang disangga dengan
potongan bambu, dimasukkan ke dalam polibag yang berisi tanah. Bibit

diturunkan ke bagian tengah polibag, dimana tanah pada bagian tersebut telah

digali sebelumnya. Bibit lalu ditimbun sampai semua akarnya tertutup. Bekong

plastik dan potongan bambu ditarik keluar. Tanah dalam polibag dipadatkan

dengan tangan dan diratakan.

3.4.3 Pemberian Phonska

Pemberian Phonska dilakukan dua minggu setelah penanaman, memberi

waktu pada tanaman, terutama perakarannya, untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan baru. Phonska diberikan sebanyak dua kali aplikasi (Gambar 1),

dengan cara dibenamkan pada daerah perakaran kemudian ditutup kembali

dengan tanah.

3.4.4 Pemberian Kompos Fluff

Kompos fluff diberikan pada media tanam dua hari sebelum penanaman.

Hal ini dilakukan mengingat C/N rasio kompos senilai 7,11 tergolong rendah,

sehingga diperkirakan tidak terjadi proses dekomposisi yang berpengaruh kurang

baik bagi pertumbuhan tanaman. Atas dasar tersebut, inkubasi selama dua hari

yang relatif singkat diduga cukup tepat. Pemberiannya dilakukan dengan

mencampur kompos pada media tanam. Cara pembuatan kompos disajikan pada

Lampiran 13.

3.4.5 Penyulaman

Penyulaman pada tanaman muda (TBM) dilakukan dengan menggunakan

bibit cadangan mulai tanaman berumur dua minggu setelah tanam. Beberapa
tanaman disulam, akibat kesalahan penanaman, seperti penanaman yang kurang

dalam.

3.4.6 Pemeliharaan

• Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada tanah kering udara sampai mencapai kapasitas

lapang (lampiran 13). Perubahan bobot polibag diamati setiap hari pada awal

penelitian. Berdasarkan perubahan bobot tiap harinya, dapat ditentukan bahwa

air yang hilang sekitar 150 mL dalam jangka waktu 2 hari. Penyiraman

dilakukan dengan menggunakan gelas air mineral yang telah ditakar dan

dilubangi bagian bawahnya. Penyiraman dilakukan 2 - 4 hari sekali.

• Penyiangan

Setelah penanaman segera diikuti penyiangan gulma yang tumbuh.

Penyiangan dilakukan setiap kali penyiraman.

• Pengendalian Hama dan Penyakit

Untuk mengatasi hama digunakan cara manual. Pengendalian hama

dilakukan tiap kali penyiraman. Helopeltis antonii diberantas dengan tangan,

demikian pula dengan hama ulat. Pestisida tidak digunakan dalam penelitian

ini.

3.4.7 Pengambilan Sampel Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada akhir penelitian. Tanah pada

tiap polibag dianalisis untuk mengukur pH, P-total dan P-tersedia. Sampel tanah
diambil dengan menggunakan sebilah bambu yang telah dibentuk sedemikian

rupa sehingga dapat digunakan untuk mengambil sampel tanah komposit sampai

kedalaman sekitar 25 cm. Pengambilan sampel dilakukan pada lima titik yang

ditentukan secara acak.

pemberian
kompos fluff Pemberian MST
Pemberian
Phonska Phonska

0 14

Persiapan alat dan Pemeliharaan


bahan
Penanaman Pengambilan
sampel tanah
dan tanaman
MST = Minggu setelah tanam

Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Penunjang

Pengamatan penunjang meliputi analisis tanah awal dan kompos fluff,

serangan hama dan penyakit tanaman, dan suhu dan kelembaban rumah kaca.
Analisis tanah dan kompos fluff disajikan pada Lampiran 2 dan 5. Hasil

pengamatan terhadap hama dan penyakit tanaman, menunjukkan ada sebagian

tanaman yang terserang hama ulat, Helopeltis antonii dan tungau. Ada tanaman

yang terserang satu jenis saja, dan ada yang terserang dua atau tiga hama

sekaligus.

Kondisi cuaca yang lembab akibat musim hujan menyebabkan hama ini

mudah berkembang. Rumah Kaca yang tertutup tidak mampu mencegah hama

tidak menyerang tanaman teh. Diperkirakan hama sudah menyerang sebagian

bibit tanaman yang dibawa dari kebun bibit Pasir Sarongge. Bibit yang tidak

terpakai diletakkan di sudut Rumah Kaca, dan dari sebagian bibit itulah diduga

hama berasal.

Serangan yang dihasilkan oleh Helopeltis antonii dan hama lainnya tidak

menyebabkan kerusakan yang parah, namun cukup mengganggu pertumbuhan

tanaman. Setiap dua minggu sekali dilakukan pembersihan secara manual

terhadap hama-hama ini, dengan cara mengambil dan memusnahkan hama dari

daun yang terserang.

Suhu dan kelembaban rata-rata selama penelitian berturut-turut adalah

25,89 0C dan 68,41 %. Nilai ini didapatkan dari suhu rata-rata dari bulan

November 2003 sampai Februari 2004.

4.2 Pengamatan Utama

4.2.1 pH dan ∆ pH tanah

Interaksi antara Phonska dan kompos fluff tidak berpengaruh terhadap pH

(H2O) tanah (Tabel 2, Lampiran 15). Pada tabel terlihat bahwa pemberian phonska

dapat mempengaruhi pH tanah. Perlakuan p1, p2 dan p3 memberikan penurunan pH


tanah yang nyata dibandingkan kontrol. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh

kandungan unsur hara dalam Phonska yang mengandung nitrogen. Pupuk yang

mengandung nitrogen sebagian besar menyebabkan penurunan pH pada tanah,

kecuali pupuk nitrogen yang dikombinasikan dengan sejumlah basa.

Tabel 2. Efek Mandiri Phonska dan Kompos Fluff terhadap pH (H2O) dan ∆ pH

Phonska pH ∆ pH
p0 (0 kg ha-1) 4,16 c 0.39 b
p1 (150 kg ha-1) 3,78 a 0.17 a
p2 (300 kg ha-1) 3,78 a 0.14 a
p3 (450 kg ha-1) 3,86 b 0.22 a
Kompos
k0 (0 t ha-1) 3,90 a 0,20 a
k1 (10 t ha-1) 3,92 a 0,20 a
k2 (20 t ha-1) 3,93 a 0,29 a
k3 (30 t ha-1) 3,84 a 0,22 a
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda duncan pada taraf 5%

Menurut Ball et al.,(1999), bahan yang menyebabkan penurunan pH yang

biasa terdapat dalam pupuk buatan adalah sulfur, asam sulfat, aluminum sulfat,

dan amonium polisulfida. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan dari amonium

(NH4) menjadi nitrat (NO3) yang melepas ion hidrogen sehingga kemasaman

tanah akan bertambah. Phonska diduga juga mengakibatkan reaksi serupa karena

mengandung amonium karena salah satu komponennya berupa pupuk ZA yang

mengandung amonium. Starast et al., (2003), menyatakan bahwa pemupukan

menggunakan pupuk majemuk NPK dapat menurunkan pH tanah. Menurut

keterangan dari situs resmi PT. Petrokimia Gresik, Phonska mengandung nitrogen

dan sulfur, dan berdasarkan hasil analisis laboratorium PPTK, Phonska juga

mengandung CaO (1,27%) yang bersifat basa. Pada penelitian ini tampaknya CaO
tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan pH. Kompos fluff dalam penelitian

ini tidak mempengaruhi pH tanah. Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang

singkat, menyebabkan belum terurainya kation-kation basa yang dapat menaikkan

pH tanah.

Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa ∆ pH tanah akibat

pemberian Phonska menurun dibandingkan kontrol (Lampiran 14). Keadaan ini

menunjukkan makin terdegradasinya tanah akibat bertambahnya muatan positif.

Muatan positif yang mendominasi koloid tanah menyebabkan berkurangnya daya

ikat tanah terhadap kation-kation unsur hara, namun membantu mengikat anion

seperti fosfat. Phonska meningkatkan muatan positif tanah dengan cara

menambah ion H+ pada tanah akibat perubahan amonium menjadi nitrat. Ion H+

yang meningkat dapat mengakibatkan terbentuknya muatan positif pada koloid

tanah dengan dijerap oleh gugus OH tersembul yang biasanya terdapat pada liat

tipe 1:1, proses ini amat penting pada tanah yang sangat masam (Soil Science

Network, 1991).

4.2.2 P-Tersedia

Interaksi antara Phonska dan kompos fluff tidak mempengaruhi P-tersedia

tanah (Tabel 3, Lampiran 16). Kondisi ini kemungkinan disebabkan waktu

penelitian yang relatif singkat, sehingga interaksi antara Phonska dan kompos fluff

tidak terjadi. Kompos fluff diduga belum mampu mengikat logam penjerap fosfat

yang terdapat dalam tanah. Efek mandiri kompos yang tidak berpengaruh

terhadap peningkatan P-tersedia memperkuat dugaan ini.


Pemberian Phonska terbukti dapat meningkatkan kandungan P-tersedia

tanah secara signifikan. Pemberian dengan dosis 450 kg ha-1 atau perlakuan p3,

memberikan hasil P-tersedia tanah tertinggi dan berbeda nyata dengan semua

perlakuan lainnya. Perlakuan 300 kg ha-1 dan 150 kg ha-1 meningkatkan P-tersedia

secara nyata dibandingkan dengan kontrol, namun diantara keduanya tidak

terdapat perbedaan yang nyata. Berdasarkan kriteria hara tanah untuk tanaman

teh, diketahui bahwa perlakuan 450 kg ha-1 menghasilkan P-tersedia yang

tergolong tinggi. Perlakuan 300 kg ha-1 dan 150 kg ha-1 menghasilkan P-tersedia

yang tergolong sedang, dan tanpa perlakuan (kontrol) mengandung P-tersedia

yang rendah.

Tabel 3. Efek Mandiri Phonska dan Kompos Fluff terhadap P-tersedia


Phonska P-tersedia (mg kg-1)
p0 (0 kg ha-1) 2,20 a
p1 (150 kg ha-1) 11,83 b
p2 (300 kg ha-1) 13,98 b
p3 (450 kg ha-1) 26,40 c
Kompos
k0 (0 t ha-1) 17,30 a
k1 (10 t ha-1) 13,99 a
k2 (20 t ha-1) 12,98 a
k3 (30 t ha-1) 14,04 a
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda duncan pada taraf 5%

Kontradiksi antara pH yang menurun dengan P-tersedia yang meningkat

tidak dapat dijadikan dasar menyimpangnya penelitian dari teori. Penurunan pH

yang terjadi pada penelitian ini diakibatkan oleh peningkatan dosis Phonska yang

diberikan, yang tentunya mengandung P. Penurunan pH yang disertai dengan

penurunan ketersediaan P dapat diterima secara logis jika perlakuan yang

diberikan bukanlah pupuk yang mengandung P, ini pun harus dilihat


perlakuannya. Selain itu, pH yang menurun diduga bukan akibat meningkatnya

ion logam seperti Al dan Fe yang mampu menjerap fosfat, melainkan oleh

bertambahnya ion H+.

Kompos fluff tidak berpengaruh terhadap peningkatan P-tersedia tanah.

Hasil ini menunjukkan bahwa kompos fluff tidak mampu memperbesar

ketersediaan P tanah seperti yang diharapkan. Unsur P yang terkandung dalam

kompos fluff tampaknya belum termineralisasi sampai tingkatan yang mampu

menaikkan P-tersedia dalam tanah secara nyata.

4.2.3 P-total

Sebagaimana dengan P-tersedia, interaksi antara Phonska dan kompos fluff

tidak berpengaruh terhadap P-total tanah (Tabel 4, Lampiran 17).

Serupa dengan P-tersedia, interaksi antara Phonska dan kompos fluff tidak

berpengaruh terhadap P-total. Waktu penelitian yang singkat dan sifat kompos

yang digunakan, diperkirakan menjadi penyebab tidak terjadinya interaksi antara

Phonska dan kompos fluff terhadap P-total tanah.

P-total tanah sangat dipengaruhi oleh Phonska. Pemberian Phonska pada

semua tingkatan dosis memberikan peningkatan P-total tanah secara nyata

dibandingkan kontrol, sedangkan kompos fluff tidak berpengaruh. Peningkatan P-

total tanah ini sejalan dengan peningkatan P-tersedia. Perlakuan 450 kg ha-1

menghasilkan peningkatan P-total secara nyata dan tertinggi dibandingkan dengan

perlakuan 0, 150 dan 300 kg ha-1. Perlakuan 300 kg ha-1 memberikan hasil yang

berbeda nyata dengan perlakuan 150 kg ha-1 dan kontrol, dalam kriteria sifat kimia
tanah umum diketahui bahwa kandungan P-total tanah pada semua perlakuan

tergolong rendah.

Tabel 4. Efek Mandiri Phonska dan Kompos Fluff terhadap P-total


Phonska P-total (mg 100g-1)
p0 (0 kg ha-1) 8,16 a
p1 (150 kg ha-1) 9,18 ab
p2 (300 kg ha-1) 10,03 b
p3 (450 kg ha-1) 11,77 c
Kompos
k0 (0 t ha-1) 9,98 a
k1 (10 t ha-1) 9,44 a
k2 (20 t ha-1) 9,51 a
k3 (30 t ha-1) 10,20 a
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda duncan pada taraf 5%

Pemberian kompos tidak berpengaruh terhadap P-total tanah. Diketahui

bahwa unsur P yang terkandung dalam kompos fluff relatif kecil jumlahnya

(0,28%), sehingga penambahan P dalam tanah tidak mampu meningkatkan jumlah

P tanah secara signifikan. Waktu penelitian yang singkat menyebabkan kompos

fluff belum mampu mengikat logam penjerap P, yang mampu meningkatkan P

tersedia. Jika ketersediaan P meningkat, maka kandungan P-total akan cenderung

menurun karena P yang tersedia dapat diserap tanaman dan mudah tercuci.

4.2.4 Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter

batang. Berdasarkan uji statistik, terlihat bahwa interaksi antara Phonska dan

kompos fluff tidak berpengaruh terhadap ketiga parameter pertumbuhan yang

diamati (Tabel 5, Lampiran 18).


Tabel 5. Efek Mandiri Phonska dan Kompos Fluff terhadap Pertumbuhan
Diameter Batang (mm), Tinggi Tanaman (cm) dan Jumlah Daun
Phonska Diameter Batang Tinggi Tanaman Jumlah Daun
p0 (0 kg ha-1) 4,31 a 18,39 a 14,16 a
p1 (150 kg ha-1) 3,75 a 18,30 a 15,08 a
p2 (300 kg ha-1) 4,00 a 18,70 a 14,58 a
p3 (450 kg ha-1) 3,62 a 19,65 a 14,41 a
Kompos
k0 (0 t ha-1) 3,99 a 18,56 a 14,75 a
k1 (10 t ha-1) 3,81 a 19,16 a 14,33 a
k2 (20 t ha-1) 4,08 a 18,54 a 13,91 a
k3 (30 t ha-1) 3,79 a 18,79 a 15,25 a
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda duncan pada taraf 5%

Pada bulan pertama pertumbuhan tanaman teh secara visual tidak terlihat

nyata. Pada bulan kedua tunas mulai muncul, dan pertumbuhan tanaman mulai

terlihat. Namun pertumbuhan sampai akhir percobaan tetap tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata antar perlakuan. Rata-rata pertambahan diameter batang,

tinggi tanaman dan jumlah daun sampai akhir penelitian berturut-turut adalah

1,306 mm, 19,102 cm, dan 14,56.

Karakteristik dari tanaman teh yang merupakan tanaman tahunan

menyebabkan pertumbuhannya relatif lambat. Menurut Leopold dan Kriedmann

(1979), pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya,

suhu, CO2, ketersediaan air, dan faktor genetik. Tanaman tahunan umumnya

tumbuh lebih lambat dibandingkan tanaman yang lebih rendah tingkatannya,

seperti tanaman semusim. Diperkirakan faktor genetis menjadi penyebab utama

lambatnya pertumbuhan teh.

Dalam jangka waktu penelitian selama 14 minggu respon tanaman teh

terhadap perlakuan pemberian pupuk NPK dan kompos fluff belum terlihat nyata.
Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2003), dapat dijadikan pembanding bagi

penelitian ini. Ia meneliti respon pertumbuhan tanaman teh akibat pemberian

pupuk P dan bokashi dalam jangka waktu dua belas minggu, dan hasilnya

menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan yang

diberikan terhadap parameter yang diukur.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:
1. Interaksi antara Phonska dan kompos fluff

tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman teh muda, pH tanah,

P-tersedia dan P-total tanah dalam jangka waktu 3,5 bulan.

2. Phonska dengan dosis 450 kg ha-1

memberikan hasil terbaik terhadap P-tersedia dan P-total tanah.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih detail tentang

pengaruh interaksi Phonska dan kompos fluff terhadap pertumbuhan tanaman teh

dan parameter lainnya yang diuji pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Salim, A., Yati Rachmiati, Zuhdi Sri Wibowo. 1999. Penggunaan Bio Con-
21 Dalam Budidaya Perkebunan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina,
Gambung.

Arifin, M.S., H. Semangun. 1999. Tea Industry In Indonesia. Global Advances in


Tea Science. pp. 65 to 82.
Ball Shane T., Robert Flynn, Charles E. Siepel, Darrell Baker. 1999. Selecting
Synthetic Fertilizers in New Mexico. College of Agriculture and Home
Economics New Mexico State University.

Dahiya, R. and R.S. Malik. 2001. Trash And Green Mulch Effects On Soil N And
P Availability. www.uni-kassel.de

European Fertilizer Manufacturers’ Association (EFMA). 2000. Production Of


NPK Fertilizers By The Nitrophosphate Route. Printed by Fisherprint Ltd,
Peterborough, England.

Foth Henry D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Edisi Keenam. Penerbit Erlangga.
Jakarta.

Gomez, K.A., & Artoro A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian. Penerbit UI. Jakarta.

Hapsari Wijayanti. 2003. Pengaruh Kombinasi Jenis Bokashi dan Dosis Pupuk P
terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh Klon Gambung 7 pada Tanah
Ultisol. Skripsi. Tidak dipublikasikan.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV Akademika


Pressindo. Jakarta.

Hsieh, S.C., and C.F. Hsieh, 1990. The Use of Organic Matter In Crop
Production. Taichung District Agricultural Improvement Station.
Extension Bulletin No. 315. Taiwan.

Hundal, H.S., C.R. Biswas, and A.C. Vig. 1988. Phosphorus Sorption
Characteristics of Flooded Soil Amended with Green Manures. Tropical
Agriculture. 65:185-187.

Jen-Hshuan Chen, Wu Jeng-Tzung and Huang Wei-Tin. 2003. Effects Of


Compost On The Availability of Nitrogen And Phosphorus In Strongly
Acidic Soils. www.agnet.org

Juang, T.C. 2004. The Manufacturing And Application of Organic Compound


Fertilizers. www.agnet.com

Leopold, A. Carl and Paul E. Kriedmann. 1979. Plant Growth and Development.
Second Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company. New Delhi.

Natesan, S. 1999. Tea Soils. Global Advances in Tea Science. pp 519 to 532.

Petrokimia Gresik, PT. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk Majemuk NPK


Phonska. Gresik.
PPTK. 2003. Rekomendasi Pemupukan Tanaman Teh di Lingkup PTPN VIII.
Gambung.

Pramono, A. 2001. Tingkat Perkembangan Tanah dan Klasifikasi Tanah pada


Kategori Famili berdasarkan Taksonomi Tanah dari Dua Pedon yang
Berbeda Formasi Geologi di Daerah PTPN VIII Panglejar Bagian Maswati
I. Skripsi. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Rahardjo, P., D.T. Kusumo , Z.S. Wibowo, N. Rusmana, Dachman, A. Agus


Salim, Y. Rachmiati. 2001. Peranan beberapa macam sumber dan dosis
bahan organik terhadap ketersediaan air bagi tanaman teh pada tanah
latosol. Seminar budidaya teh organik, PPTK. Gambung.

Sarief Saefuddin. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. C.V. Pustaka Buana. Bandung.

Senapati, B.K., P. Lavelle, P.K. Panigrahi, S. Giri, G.G. Brown. 2002. Restoring
soil fertility and enhancing productivity in Indian tea plantations with
earthworms and organic fertilizers. www.agnet.org

Setyamidjaja. 2000. Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Penerbit


Kanisius. Yogyakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. dalam Komaruddin Nanang,
Riswandi Dani, Sutari Wawan. 2001. Respon Tanaman Kentang Kultivar
Granola terhadap berbagai Dosis dan Waktu Aplikasi Pupuk Majemuk
NPK (15-15-15) di Kecamatan Lembang. Laporan Penelitian.

Soil Science Network. 1991. Kimia Tanah. Badan Kerjasama perguruan Tinggi
Negeri Bagian Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Starast, M., K. Karp, U. Moor, E. Vool, T. Paal. 2003. Effect of Fertilization on


Soil pH and Growth of LowBush Blueberry (Vaccinium angustifolium
Ait.). Estonian Agricultural University.

Unilever. 2004. Sustainable Tea, Good Agricultural Practice Guidelines.


www.growingforthefuture.com

Wibowo, Z.S., Y. Rachmiati, A. Agus Salim. 2001. Kebutuhan Bahan Organik


pada Budidaya Teh Organik. Seminar budidaya teh organik, PPTK.
Gambung.
Lampiran 1.Tata Letak Percobaan

I II III U
p0k1 p0k0 p3k2
p2k0 p2k1 p2k2
p1k2 p3k1 p1k1
p1k1 p3k0 p1k2
p1k3 p1k1 p2k1
p3k3 p1k2 p2k3
p0k2 p1k0 p3k1
p2k3 p3k3 p2k0
p3k2 p0k3 p1k3
p3k0 p3k2 p0k3
p2k1 p2k3 p3k0
p1k0 p0k2 p0k1
p3k1 p1k3 p0k0
p0k0 p2k2 p1k0
p2k2 p0k1 p3k3
p0k3 p2k0 p0k2

Keterangan:
p0 : Kontrol (tanpa Phonska)
p1 : Phonska150 kg ha-1
p2 : Phonska 300 kg ha-1
p3 : Phonska 450 kg ha-1
k0 : Kontrol (tanpa bahan organik)
k1 : Kompos fluff 10 t ha-1
k2 : Kompos fluff 20 t ha-1
k3 : Kompos fluff 30 t ha-1

Lampiran 2. Analisis Tanah Awal Inceptisols Panglejar

No Sifat Kimia Tanah Nilai Kriteria (*)


1. pH H2O 4 Sangat Masam
2. pH KCl 3,9 -
3. C - organik (%) 1,98 Rendah
4. N – total (%) 0,16 Rendah
5. C/N ratio 9 Rendah
6. P2O5 - Bray (mg kg-1) 2,76 Sangat Rendah
7. K2O – HCl 25% (mg 100 g-1) 1,98 Sangat Rendah
8. P2O5 (Ekstrak HCl 25%) (mg 100 g-1) 9,1 Sangat Rendah
9. Basa-basa dapat tukar
Ca (cmol kg -1) 0,8 Sangat Rendah
Mg (cmol kg -1) 0,4 Sangat Rendah
K (cmol kg -1) 0,5 Sedang
Na (cmol kg -1) 0,1 Rendah
10. Kapasitas Tukar Kation (KTK) (cmol kg -1) 19,1 Sedang
11. Kejenuhan basa (%) 9,4 Sangat Rendah
12. Al-dd (cmol kg -1) 3,5 -
H-dd (cmol kg -1) 0,5 -
13. Fe (mg kg-1) 41,9 -
14. Kejenuhan Al (%) 60 Tinggi
15. Tekstur
Pasir (%) 8
Debu (%) 24 Liat
Liat (%) 68

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK)
Gambung (2004).

*) Kriteria Sifat Kimia Tanah PPT (1982)

Lampiran 3. Deskripsi Uraian Tanah Inceptisols asal Panglejar

Pedon : M.A-11
Ordo : Inceptisols
Sub ordo : Udepts
Grup : Eutrudepts
Sub Grup : Dystric Fluventic Eutrudepts
Famili : Dystric Fluventic Eutrudepts, Haloistik, Isohipertermik, Sangat
halus
Seri : Maswati I
Lokasi Adm : Blok A-11 Bagian Maswati I PTPN VIII Kebun Panglejar
Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung
Elevasi : 560 mdpl
Topografi : 0-8 %
Vegetasi : Tanaman Teh Kloon TRI 2025, Lahan Kering
Bahan Induk : Tuff Vulkan

Horison Kedalaman Uraian


(cm)
Ap1 0-13 Coklat tua (7,5YR 3/4), lembab; liat; butir; halus, sedang;
gembur (lembab); pori mikro sedang; meso sedang; akar
halus banyak, akar sedang sampai kasar, sedang, akar
sangat kasar, sedang; pH (H2O) 4,1; batas horison jelas,
berombak.

Ap2 13-60 Coklat tua (7,5 YR 3/4), lembab, liat; butir, halus, sedang;
sangat gembur (lembab); pori mikro sedikit, meso sedang,
makro sedikit; akar halus, sedang, akar sedang sampai
kasar, sedang, akar sangat kasar, sedikit; pH (H2O) 4,9;
batas horison berangsur, berombak.

Bw1 60-72 Coklat tua kekuningan (10YR 3/4), lembab; liat; gumpal
agak membulat, halus, kuat; sangat gembur (lembab); pori
mikro sedang, meso sedang, makro sedikit; akar halus,
sedang, akar sedang sampai kasar, sedikit, akar sangat
kasar, sedikit; pH (H2O) 5,0; batas horison jelas, tidak
beraturan.

Bw2 72-83 Coklat tua kekuningan (10YR 3/4), lembab; liat; gumpal
agak membulat, halus, sedang; gembur (lembab); pori
mikro sedang, meso sedikit; akar halus, sedang, akar
sedang sampai kasar, sedikit; pH (H2O) 5,0; batas horison
jelas, rata.
BC 83-109 Coklat tua kekuningan (10YR 3/4), lembab; liat; gumpal
agak membulat, sedang; teguh (lembab); pori mikro
sedikit; akar halus sedikit; pH (H2O) 4,9; batas horison
baur, berombak.

CB 109-200 Coklat kekuningan (10YR 5/6), lembab; liat; gumpal agak


membulat, sedang, sedang; teguh (lembab); pori mikro
sedikit; pH (H2O) 5,1.
Sumber: Pramono, 2001.
Lampiran 4. Kandungan Unsur Hara Dalam Phonska
No. Sifat Kimia Nilai
1. pH 6,4*
2. CaO 1,27%*
3. N 15%
4. P2O5 15%
5. K2O 15%
Sumber: PT. Petrokimia Gresik

* Keterangan : Berdasarkan hasil analisis lab PPTK


Lampiran 5. Analisis Kompos Fluff
No Unsur Hasil Analisis
1. pH 6,6
2. C 16,35 (%)
3. N 2,3 (%)
4. C/N ratio 7
5. P 0,28 (%)
6. K 0,56 (%)
7. Ca 0,56 (%)
8. Mg 0,35 (%)
9. Zn 91 mg kg-1

Sumber : Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK), 1999


Lampiran 6. Deskripsi Tanaman Teh Klon Gambung -7
Asal : Mal 2 X PS 1
Golongan : Varietas assamica
Bentuk batang : Silinder
Permukaan batang : Alur pendek sedikit bekerak putih
Sistem percabangan : Baik, 47 -60º
Ruas tunas : 1,3 – 5,2 cm
Warna batang : Coklat
Bangun daun : Eleptico oblongus (2,3 : 1)
Ukuran daun : 40,17 cm2
Tangkai daun : 0,2 –0,6 cm2
Kedudukan daun : 29 -49º
Pangkal daun : Runcing
Tulang daun : 18 –24 buah (9 –12 pasang)
Tepi daun : Bergerigi kecil beraturan
Ujung daun : Meruncing
Muka daun : Bergelombang agak mengkilat
Warna daun : Hijau terang
Daging daun : 0,22 mm
Bulu pada peko : 64,25 mm-2
Pertumbuhan tunas setelah dipangkas : Cepat
Rata–rata hasil : 5,8 t ha-1tahun-1
Perakaran : Baik sekali
Keterangan : Baik ditanam pada daerah rendah,
sedang sampai tinggi
Pemulia : Wenten Astika, D. Muchtar, B.
Sriyadi dan Sutrisno

Sumber : Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) tahun 2001

Lampiran 7. Kriteria Hara Tanah untuk Tanaman Teh


Kriteria Penggolongan
Jenis Hara Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
rendah Tinggi
C organik (%) <1,0 1,0 – 3,0 3,0 – 3,0 5,0 – 8,0 >8,0
N total (%) <0,1 0,1 – 0,3 0,3 – 0,5 0,5 – 0,8 >0,8
P tersedia (mg kg-1) <4,0 4,0 – 9,0 9,0 – 22 22 – 40 >40
-1
K (cmol kg ) <0,3 0,3 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 1,5 >1,5
Mg (cmol kg-1) <0,5 0,5 – 0,1 1,0 – 1,5 1,5 – 2,0 >2,0
-1
Ca (cmol kg ) <2,5 2,5 – 5,0 5,0 – 7,5 7,5 – 10,0 >10
-1
Zn (cmol kg ) <2,0 2,0 – 4,0 4,0 – 8,0 8,0 – 12 >12
PH (H2O) <4,0 4,0 – 4,5 4,5 – 5,5 5,5 – 6,0 >6,0
-1
KTK (cmol kg ) <5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 >40
Kejenuhan basa (%) <20 20 - 35 36 - 50 51 -70 >70
Sumber: PPTK, Gambung (2003)
Lampiran 8. Suhu (0C) dan Kelembaban (%) Rumah Kaca
November 2003 Desember 2003
Jam 10.00 Jam 14.00 Rata-rata Jam 10.00 Jam 14.00 Rata-rata
Tgl Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Tgl Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban
1 24 67 25 70 24,5 68,5 1 32 67 27 70 29,5 68,5
2 25 68 24 69 24,9 68,5 2 29 68 27 71 28 69,5
3 30 65 29 67 29,5 66 3 23 72 28 70 25,5 71
4 28 70 25 74 26,5 72 4 26 72 23 78 24,5 75
5 26 73 28 72 27 72,5 5 24 71 28 70 26 70,5
6 25 72 24 75 24,5 73,5 6 25 67 24 69 24,5 68
7 29 70 28 73 28,5 71,5 7 23 67 25 45 24 56
8 28 74 24 77 26 75,5 8 25 64 24 57 24,5 63,5
9 31 64 25 72 28 68 9 26 67 22 67 24 68,5
10 27 72 25 73 26 72,5 10 28 70 25 71 26,5 70,5
11 29 69 25 74 27 71,5 11 24 65 29 68 26,5 71,5
12 28 70 25 71 26,5 70,5 12 31 35 29 42 30 38,5
13 24 65 29 68 26,5 71,5 13 25 71 27 68 26 73
14 31 70 29 42 30 61 14 24 67 28 74 26 70,5
15 25 71 27 68 26 73 15 24 68 23 72 23,5 70
16 24 67 28 74 26 70,5 16 25 70 23 75 24 72,5
17 24 68 23 72 23,5 70 17 24 68 23 72 23,5 70
18 25 70 23 75 24 72,5 18 26 73 28 72 27 72,5
19 28 70 30 68 29 69 19 25 72 24 75 24,5 73,5
20 32 67 27 70 29,5 68,5 20 29 70 28 73 28,5 71,5
21 29 68 27 71 28 69,5 21 28 74 24 77 26 75,5
22 23 72 28 70 25,5 71 22 28 70 25 71 26,5 70,5
23 26 72 23 78 24,5 75 23 24 65 29 68 26,5 71,5
24 24 71 28 70 26 70,5 24 31 35 29 42 30 38,5
25 25 67 24 69 24,5 68 25 25 71 27 68 26 73
26 23 67 25 45 24 56 26 24 67 28 74 26 70,5
27 25 64 24 57 24,5 63,5 27 24 68 23 72 23,5 70
28 26 67 22 67 24 68,5 28 25 70 23 75 24 72,5
29 23 76 26 68 24,5 72 29 28 70 30 68 29 69
30 24 46 28 78 26 62 30 32 67 27 70 29,5 68,5
31 29 68 27 71 28 69,5
Januari 2003 Februari 2003
Jam 10.00 Jam 14.00 Rata-rata Jam 10.00 Jam 14.00 Rata-rata
Tgl Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Tgl Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban
1 25 72 24 75 24,5 73,5 1 25 67 24 69 24,5 68
2 29 70 28 73 28,5 71,5 2 23 67 25 45 24 56
3 28 74 24 77 26 75,5 3 25 64 24 57 24,5 63,5
4 28 70 25 71 26,5 70,5 4 29 68 27 71 28 69,5
5 24 65 29 68 26,5 71,5 5 23 72 28 70 25,5 71
6 31 35 29 42 30 38,5 6 26 72 23 78 24,5 75
7 25 71 27 68 26 73 7 24 71 28 70 26 70,5
8 24 67 28 74 26 70,5 8 25 67 24 69 24,5 68
9 23 72 28 70 25,5 71 9 23 67 25 45 24 56
10 26 72 23 78 24,5 75 10 25 64 24 57 24,5 63,5
11 24 71 28 70 26 70,5 11 24 65 29 68 26,5 71,5
12 25 67 24 69 24,5 68 12 26 72 23 78 24,5 75
13 23 67 25 45 24 56 13 24 71 28 70 26 70,5
14 25 64 24 57 24,5 63,5 14 25 67 24 69 24,5 68
15 29 68 27 71 28 69,5 15 23 67 25 45 24 56
16 23 72 28 70 25,5 71 16 25 64 24 57 24,5 63,5
17 26 72 23 78 24,5 75 17 29 68 27 71 28 69,5
18 24 71 28 70 26 70,5 18 23 67 25 45 24 56
19 25 67 24 69 24,5 68 19 25 64 24 57 24,5 63,5
20 23 67 25 45 24 56 20 26 67 22 67 24 68,5
21 25 64 24 57 24,5 63,5 21 26 73 28 72 27 72,5
22 26 67 22 67 24 68,5 22 25 72 24 75 24,5 73,5
23 26 73 28 72 27 72,5 23 25 70 23 75 24 72,5
24 25 72 24 75 24,5 73,5 24 24 68 23 72 23,5 70
25 29 70 28 73 28,5 71,5 25 26 73 28 72 27 72,5
26 28 74 24 77 26 75,5 26 25 72 24 75 24,5 73,5
27 28 70 25 71 26,5 70,5 27 29 70 28 73 28,5 71,5
28 24 65 29 68 26,5 71,5 28 28 74 24 77 26 75,5
29 31 35 29 42 30 38,5 29 28 70 25 71 26,5 70,5
30 25 71 27 68 26 73
31 24 67 28 74 26 70,5 Sumber: Pengamatan suhu dan kelembaban rumah kaca November 2003 – Februari
2004
Lampiran 9. Penetapan P-tersedia menggunakan Metode Bray-II

1. Alat-alat
- Dispenser 25 mL
- Mesin kocok dengan gerakan horizontal
- Botol kocok 100 mL
- Corong plastik dan kertas saring berlipat
- Labu ukur 50 mL
- Kolorimeter dengan filter 720 nm
2. Pereaksi
- NH4F 1 M: 37 g NH4F/L disimpan dalam botol plastik
(polyethylene)
- HCl 0,5 M: 20,2 mL HCl pekat/500 mL
- Larutan pengekstrak: (15 mL NH4F 1 M + 100 mL HCl
0,5 M) per 500 mL. Larutan ini mengandung 0,03 N NH4F dan 0,1 N HCl
- Pereaksi fosfor: sama dengan pereaksi penetapan fosfor
lainnya
- Larutan standar baku 100 ppm P2O5: 0,1916 g KH2PO4
(kering) dalam 1 L larutan Bray
- Larutan deret standar 0-2-4-6-8-10 ppm P2O5: Kedalam
labu ukur 100 dipipet masing-masing 0-2-4-6-8 dan 10 mL larutan standard
induk 100 ppm P2O5 penuhkan dengan larutan Bray sampai tanda garis.
3. Cara Kerja
- Ditimbang 2 g tanah dan dimasukkan ke dalam botol
kocok 100 mL, ditambahkan 20 mL larutan Bray, kocok selama 5 menit
- Disaring dengan kertas saring 602 (bila larutan berwarna
ditambahkan norit, dikocok dan disaring kembali)
- Dipipet 2 mL, demikian pula dengan deret standard.
- Ditambahkan 10 mL pereaksi campuran kemudian
dikocok
- Dibiarkan selama 20 menit, diukur pada kolorimeter
dengan filter 720 nm.
4. Perhitungan
P2O5 (mg kg-1) = ppm pembacaan x 10 x 100/BK

Sumber: Instruksi Kerja Laboratorium Pelayanan Teh dan Kina PPTK


Lampiran 10. Penetapan P-total menggunakan HCl 25%

1. Dasar
Fosfor dari tanah diekstraksi dengan HCl 25 % (perbandingan 1:2,5).
Fosfor dengan NH4.Molibdat membentuk senyawa NH4.Fosfomolibdat berwarna
kuning direduksi oleh asam askorbat menjadi senyawa berwarna biru yang diukur
dengan fotometer, filter 720 nm.
2. Alat-alat
- Dispenser 25 mL
- Mesin kocok dengan gerakan horizontal
- Botol kocok 100 mL
- Corong plastik
- Kertas saring berlipat
- Labu ukur 50 mL
- Kolorimeter dengan filter 720 nm
3. Pereaksi
• HCl pekat (37%)
• HCl 25%: 675 mL HCl pekat dilarutkan dengan air
suling sampai 1 L.
• Asam sulfat 5 N: 140 mL H2SO4 pekat dilarutkan
dengan air suling sampai 1 L.
• Kalium Antimonil Tartat: 0,275 g Kalium
Antimonil Tartat dilarutkan dengan air suling sampai 1000 mL.
• Amonium Molibdat 4%: 40 g Amonium Molibdat
dilarutkan dengan ari suling sampai 1 L.
• Asam askorbat: 1,778 g asam askorbat dilarutkan
dengan air suling sampai 100 mL.
• Pereaksi campuran: kedalam labu ukur 1000 mL
dimasukkan:
- 100 mL asam sulfat 5 N
- 30 mL Amonium Molibdat 4%
- 60 mL asam askorbat
- 10 mL Kalium Antimonil Tartat, lalu penuhi dengan air
suling sampai 1 L
• Larutan Standard 1000 ppm P2O5: 1,9166 g KH2PO4
diencerkan dengan air suling sampai 1 L.
• Deret Standard P2O5, 0-25 ppm: Dipipet kedalam 6
buah labu ukur 100 mL masing-masing 0-0,5-1,0-1,5-2,0-2,5 mL larutan
standard 1000 ppm P2O5, ditambah 2 mL HCl 25% dan dipenuhkan dengan
air suling sampai tanda garis.

4. Cara Kerja
Ditimbang 10 g tanah halus <2mm dan dimasukkan kedalam botol kocok.
Ditambah 25 mL HCl 25%. Kemudian dikocok dengan mesin kocok selama 6
jam. Setelah itu disaring dengan kertas saring berlipat dan ekstrak ditampung
dalam Elenmeyer 50 mL. Dari ekstrak ini ditetapkan kadar P2O5 nya (juga dapat
ditetapkan unsur K, Ca dan Mg).
5. Pengukuran Kadar P2O5
1 mL ekstrak HCl 25% dipipet kedalam labu ukur 50 mL, dan dipenuhkan
dengan air suling sampai tanda garis. Dari larutan ini dipipet 1 mL kedalam
tabung reaksi ditambah 9 mL pereaksi campuran, juga deret standar dipipet 1 mL
kedalam tabung reaksi ditambah 9 mL pereaksi campuran. Kocok hingga
serbasama dan dibiarkan selama 20 menit dan diukur dengan spectrophotometer
dengan filter 720 nm.
6. Perhitungan
mg P2O5/100 g = 6,25 x ppm pengukuran x 100/BK

Sumber: Instruksi Kerja Laboratorium Pelayanan Teh dan Kina PPTK


Lampiran 11. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Majemuk Phonska

Kebutuhan pupuk untuk setiap polybag yaitu:


1 ha tanah = 10.000 m2
Populasi tanaman teh dalam satu hektar = 13.000 pohon
• Perhitungan jumlah pupuk Phonska per polybag/tanaman dengan dosis
Phonska sebanyak 150 kg ha-1 untuk 2 dari 6 kali aplikasi dalam satu tahun:
1 1
= x x 150 kg
13.000 3

= 0,0038 kg polybag-1
• Perhitungan jumlah pupuk Phonska per polybag/tanaman dengan dosis
Phonska sebanyak 300 kg ha-1 :
1 1
= x x 300 kg
13.000 3

= 0,0077 kg polybag-1

• Perhitungan jumlah pupuk Phonska per polybag/tanaman dengan dosis


Phonska sebanyak 450 kg ha-1:
1 1
= x x 450 kg
13.000 3

= 0,012 kg polybag-1

Catatan : Pemberian Phonska dilakukan dua kali


Lampiran 12. Perhitungan Kebutuhan Kompos Limbah Pabrik Teh (fluff)

Kebutuhan limbah teh disesuaikan dengan cara pemberian di lapangan. Dosis


kompos fluff setiap polybag:
1 ha tanah = 10.000 m2, Bobot isi = 1 g/cm3
Kedalaman efektif = 30 cm
Berat tanah per ha = 0,3 m2 x 104 m x 1.103 kg/m3
= 3.106 kg
berat tanah per polibag = 10 kg

• Perhitungan jumlah kompos fluff per polybag/tanaman dengan dosis


kompos fluff sebanyak 10.000 kg ha-1 untuk 1 dari 1 kali aplikasi per tahun:
10000
= x 10 kg
3.106

= 33,3 g polybag-1
• Perhitungan jumlah kompos fluff per polybag/tanaman dengan dosis
kompos fluff sebanyak 20.000 kg ha-1 :
20000
= x 10 kg
3.106

= 66,6 g polybag-1
• Perhitungan jumlah kompos fluff per polybag/tanaman dengan dosis
kompos fluff sebanyak 30.000 kg ha-1:
30000
= x 10 kg
3.106

= 100 g polybag-1
Lampiran 13. Tahapan Kerja Pengomposan Fluff

Bahan : Fluff sebanyak 1000 kg, kotoran ternak 20 kg, dekomposer Bio Con 20
L dan air secukupnya
Alat : pisau, plastik warna gelap, karung , termometer
Cara Kerja :
1. Siramkan air bersih pada bahan–bahan yang masih kering supaya
memudahkan pemberian Bio Con 21 dengan keseluruhan bahan kompos
2. Siramkan Bio Con 21 secara pelan–pelan ke dalam adonan secara merata
atau disemprotkan pada adonan tadi sampai kandungan airnya 30%. Bila
adonan dikepal dengan tangan, air tidak keluar adonan, dan bila kepalan
dilepas maka adonan akan buyar
3. Adonan diletakkan di atas tanah yang telah disiapkan dengan ketinggian ±
15 –20 cm kemudian ditutup rapat dengan plastik dengan merata selama 4
hari
4. Masukkan dalam karung dan diikat dengan tali rapia serta karung tersebut
disusun secara ditidurkan
5. Pertahankan suhu harian adonan 40º-50º C, jika suhu lebih dari 50º C buka
tutup tadi dan gundukan adonan dibalik-balik, kemudian ditutup lagi. Suhu
yang tinggi dapat mengakibatkan bahan kompos menjadi rusak karena
terjadi proses pembusukan, pengamatan suhu dilakukan setiap pagi, siang,
dan sore.

Sumber : Rachmiati, dkk (2001)


Lampiran 14. Penentuan Kebutuhan Air untuk Mencapai Kapasitas Lapang
dan Penyiraman

 Kapasitas Lapang:
1. Tanah sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam wadah
2. Lalu air sebanyak 500 mL dituangkan ke wadah yang berisi tanah
3. Wadah dilubangi bagian bawahnya
4. Air yang menetes dari wadah ditampung pada bak penampung
5. Setelah dua hari air dalam bak penampung diukur volumenya (200 mL)
6. Selisih antara air yang diberikan pada awal dengan air yang tertampung,
merupakan air yang tertahan dan tanah dianggap mencapai kapasitas
lapang (500-200 = 300 mL)
7. Dikonversikan untuk tanah 10 kg sehingga air yang dibutuhkan untuk
tanah sebanyak itu adalah 300 x 10 = 3000 mL
 Penyiraman:
1. Disiapkan tanah dalam polibag 10 kg (tanpa tanaman)* dan air 3 kg (berat
jenis air = 1 g mL-1)
2. Air dimasukkan dalam polibag yang berisi tanah
3. Setiap hari diukur pengurangan beratnya (rata-rata berkurang 75 mL hari-1)
4. Selisih berat adalah air yang hilang, sekaligus

• = diukur tanpa tanaman karena timbangan yang ada kapasitas maksimalnya


hanya 10 kg sedangkan berat tanah + air mencapai 13 kg, sehingga sulit
menimbang polibag berisi tanaman (tanah dalam polibag harus dibongkar
dan penimbangan dilakukan dua kali).
Lampiran 15. Analisis Ragam pH Tanah

1. pH H2O

Ulangan
Perlakuan Total Rata-rata
1 2 3
p0k0 4,2 4 4,2 12,4 4,13
p0k1 4,3 4,2 4,2 12,7 4,23
p0k2 4,4 4,2 4,1 12,7 4,23
p0k3 4 4,1 4,1 12,2 4,07
p1k0 3,8 3,7 3,7 11,2 3,73
p1k1 3,9 3,8 3,8 11,5 3,83
p1k2 4,1 3,7 3,7 11,5 3,83
p1k3 3,9 3,7 3,6 11,2 3,73
p2k0 3,9 3,9 3,7 11,5 3,83
p2k1 3,8 3,9 3,8 11,5 3,83
p2k2 3,7 3,7 3,9 11,3 3,77
p2k3 3,7 3,7 3,7 11,1 3,70
p3k0 3,9 3,9 3,9 11,7 3,90
p3k1 3,8 3,8 3,8 11,4 3,80
p3k2 3,9 3,9 3,9 11,7 3,90
p3k3 3,9 3,8 3,9 11,6 3,87
Total 63,2 62 62 187,2
Rata-Rata 3,95 3,875 3,875

Tabel Dwi Arah


k0 k1 k2 k3 Total Rata-rata
p0 4,13 4,23 4,23 4,07 16,67 4,17
p1 3,73 3,83 3,83 3,73 15,13 3,78
p2 3,83 3,83 3,77 3,70 15,13 3,78
p3 3,90 3,80 3,90 3,87 15,47 3,87
Total 15,60 15,70 15,73 15,37 62,40
Rata-rata 3,90 3,93 3,93 3,84

Tabel Analisis Varians


Sumber Ragam DB JK KT Fh F,05
Ulangan 2 0,06 0,03
Perlakuan 15 1,34 0,0893 10,2644** 2,01
p 3 1,1933 0,3978 45,7241** 2,92
k 3 0,0617 0,0206 2,3678 2,92
pk 9 0,085 0,0094 1,0805 2,21
Galat 30 0,26 0,0087
Total 47 1,66
Ket : * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 5%

Uji Jarak Berganda Duncan


Perlakuan Rata-rata Selisih LSR Hasil Uji
p0 3,78 a
p1 3,78 0 0,077799 a
p2 3,87 0,083333 0,083333 0,081837 b
p3 4,17 0,383333 0,383333 0,3 0,08399 c
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda duncan pada taraf 5%

pH KCl
Ulangan
Perlakuan Total Rata-rata
1 2 3
p0k0 3,8 3,6 3,9 11,3 3,8
p0k1 3,7 3,8 3,9 11,4 3,8
p0k2 3,7 3,9 3,8 11,4 3,8
p0k3 3,7 3,7 3,8 11,2 3,7
p1k0 3,7 3,5 3,7 10,9 3,6
p1k1 3,6 3,7 3,7 11,0 3,7
p1k2 3,5 3,6 3,6 10,7 3,6
p1k3 3,5 3,5 3,6 10,6 3,5
p2k0 3,7 3,7 3,6 11,0 3,7
p2k1 3,7 3,8 3,6 11,1 3,7
p2k2 3,6 3,5 3,6 10,7 3,6
p2k3 3,6 3,6 3,6 10,8 3,6
p3k0 3,7 3,7 3,8 11,2 3,7
p3k1 3,7 3,8 3,7 11,2 3,7
p3k2 3,6 3,7 3,7 11,0 3,7
p3k3 3,6 3,6 3,6 10,8 3,6
Total 58,4 58,7 59,2 176,3
Rata-rata 3,65 3,67 3,70
2. ∆ pH
Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
1 2 3
p0k0 0,4 0,4 0,3 1,1 0,3667
p0k1 0,6 0,4 0,3 1,3 0,4333
p0k2 0,7 0,3 0,3 1,3 0,4333
p0k3 0,3 0,4 0,3 1 0,3333
p1k0 0,1 0,2 0 0,3 0,1
p1k1 0,3 0,1 0,1 0,5 0,1667
p1k2 0,6 0,1 0 0,7 0,2333
p1k3 0,4 0,2 0 0,6 0,2
p2k0 0,2 0,2 0,1 0,5 0,1667
p2k1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,1
p2k2 0,1 0,2 0,3 0,6 0,2
p2k3 0,1 0,1 0,1 0,3 0,1
p3k0 0,2 0,3 0,1 0,6 0,2
p3k1 0,1 0,2 0,1 0,4 0,1333
p3k2 0,5 0,2 0,2 0,9 0,3
p3k3 0,3 0,2 0,3 0,8 0,2667
Total 5 3,6 2,6 11,2
Rata-Rata 0,3125 0,225 0,1625

Tabel Analisis Varians


Sumber Ragam DB JK KT Fh F,05
Ulangan 2 0,1817 0,0909
Perlakuan 15 0,5667 0,0378 2,589 2,01
P 3 0,4434 0,1478 10,1233** 2,92
K 3 0,0567 0,0189 1,2945 2,92
Pk 9 0,0666 0,0074 0,5068 2,21
Galat 30 0,4383 0,0146
Total 47 1,1867
Ket : * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 5%

Uji Jarak Berganda Duncan


Perlakuan Rata-rata Selisih LSR Hasil Uji
P0 0,14 a
P1 0,18 0,033333 0,100805 a
P2 0,23 0,083333 0,05 0,106037 a
P3 0,39 0,25 0,216667 0,166667 0,108828 b
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda duncan pada taraf 5%
Lampiran 16. Analisis Ragam P-Tersedia Tanah (mg kg-1)

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
1 2 3
p0k0 3,06 2,92 2,62 8,60 2,87
p0k1 1,53 1,78 0,80 4,10 1,37
p0k2 2,15 1,73 1,73 5,60 1,87
p0k3 3,49 2,79 1,91 8,19 2,73
p1k0 12,68 9,77 7,90 30,34 10,11
p1k1 12,82 10,53 9,77 33,12 11,04
p1k2 12,82 10,20 7,04 30,07 10,02
p1k3 19,57 16,45 12,44 48,46 16,15
p2k0 10,08 15,54 17,27 42,89 14,30
p2k1 16,54 18,17 18,95 53,66 17,89
p2k2 15,66 12,24 10,50 38,40 12,80
p2k3 11,56 14,41 6,84 32,82 10,94
p3k0 20,26 28,30 30,38 78,94 26,31
p3k1 28,50 24,02 24,58 77,11 25,70
p3k2 30,86 30,35 20,53 81,73 27,24
p3k3 27,97 22,92 28,15 79,04 26,35
Total 229,54 222,11 201,41 653,06
Rata-Rata 14,35 13,88 12,58

Tabel Analisis Varians


Sumber Ragam DB JK KT Fh F,05
Ulangan 2 26,5626 13,2813
Perlakuan 15 3726,087 248,4058 28,3361** 2,01
p 3 3563,281 1187,76 135,4901** 2,92
k 3 9,3107 3,1036 0,354 2,92
pk 9 153,4947 17,055 1,9455 2,21
Galat 30 262,9915 8,7664
Total 47 4015,641
Ket : * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 5%

Uji Jarak Berganda Duncan

Perlakuan Rata-rata Selisih LSR Hasil Uji


p0 2,21 a
p1 11,83 9,6251 2,470119 b
p2 13,98 11,77363 2,148525 2,598326 b
p3 26,40 24,19415 14,56905 12,42053 2,666703 c
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji jarak berganda duncan pada taraf 5%
Lampiran 17. Analisis Ragam P-Total Tanah (mg 100 g-1)

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
1 2 3
p0k0 7,61 7,89 8,25 23,75 7,92
p0k1 6,89 6,77 7,00 20,66 6,89
p0k2 7,85 7,67 6,89 22,41 7,47
p0k3 11,72 8,17 11,23 31,12 10,37
p1k0 9,56 8,42 9,17 27,15 9,05
p1k1 8,75 8,95 8,42 26,11 8,70
p1k2 9,56 8,48 9,00 27,04 9,01
p1k3 12,84 8,42 8,70 29,96 9,99
p2k0 9,39 10,57 11,67 31,63 10,54
p2k1 12,23 9,49 6,88 28,60 9,53
p2k2 9,85 12,16 9,81 31,83 10,61
p2k3 10,28 9,47 8,59 28,34 9,45
p3k0 14,19 11,61 11,50 37,31 12,44
p3k1 12,45 13,76 11,72 37,94 12,65
p3k2 12,00 11,12 9,84 32,95 10,98
p3k3 12,16 11,67 9,21 33,05 11,02
Total 167,35 154,62 147,87 469,85
Rata-Rata 10,46 9,66 9,24

Tabel Analisis Varians


Sumber Ragam DB JK KT Fh F,05
Ulangan 2 12,2311 6,1156
Perlakuan 15 118,5933 7,9062 5,1939 2,01
P 3 83,9093 27,9698 18,3746** 2,92
K 3 4,8525 1,6175 1,0626 2,92
Pk 9 29,8315 3,3146 2,1775 2,21
Galat 30 45,6652 1,5222
Total 47 176,4896
Ket : * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 5%

Uji Jarak Berganda Duncan


Perlakuan Rata-rata Selisih LSR Hasil Uji
p0 8,16 a
p1 9,19 1,02549 1,029302 ab
p2 10,03 1,869973 0,844482 1,082726 b
p3 11,77 3,608027 2,582536 1,738054 1,111219 c
Keterangan: angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda duncan pada taraf 5%
Lampiran 18. Analisis Ragam Pertumbuhan Tanaman Teh

1. Pertambahan Diameter Batang (mm)

Ulangan
Perlakuan Total Rata-rata
1 2 3
p0k0 1,68 1,42 1,46 4,56 1,52
p0k1 2,05 1,20 1,55 4,80 1,60
p0k2 1,00 1,20 1,79 3,99 1,33
p0k3 1,69 1,30 0,90 3,89 1,30
p1k0 0,70 1,20 1,48 3,38 1,13
p1k1 1,00 0,89 1,33 3,22 1,07
p1k2 1,00 1,12 1,69 3,81 1,27
p1k3 1,02 1,50 2,05 4,57 1,52
p2k0 2,10 1,73 0,95 4,78 1,59
p2k1 1,03 0,79 1,38 3,20 1,07
p2k2 1,43 1,40 1,83 4,66 1,55
p2k3 0,70 1,28 1,38 3,36 1,12
p3k0 1,32 1,52 0,40 3,24 1,08
p3k1 1,60 1,12 1,30 4,02 1,34
p3k2 1,10 1,22 1,55 3,87 1,29
p3k3 1,39 1,00 0,97 3,36 1,12
Total 20,81 19,89 22,01 62,71
Rata2 1,30 1,24 1,38 1,31

Tabel Analisis Varians


Sumber Ragam DB JK KT Fh F,05
Ulangan 2 0,1413 0,0707
Perlakuan 15 1,7712 0,1181 0,7996 2,01
p 3 0,3702 0,1234 0,8355 2,92
k 3 0,0787 0,0262 0,1774 2,92
pk 9 1,3223 0,1469 0,9946 2,21
Galat 30 4,4324 0,1477
Total 47 6,3449
Ket : * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 5%
2. Tinggi Tanaman (cm)

Ulangan
Perlakuan Total Rata-rata
1 2 3
p0k0 20 16,5 18,4 54,9 18,30
p0k1 21 14,5 20,8 56,3 18,77
p0k2 20 17 18 55 18,33
p0k3 18,5 15 21 54,5 18,17
p1k0 19 16 16,8 51,8 17,27
p1k1 19,5 23,5 16,8 59,8 19,93
p1k2 16 19 20,5 55,5 18,50
p1k3 18 16 18,5 52,5 17,50
p2k0 17 18 23 58 19,33
p2k1 19 20,5 20 59,5 19,83
p2k2 17,5 18,5 16 52 17,33
p2k3 20 20 15 55 18,33
p3k0 21 19 18 58 19,33
p3k1 17,5 19,5 17,3 54,3 18,10
p3k2 23 17 20 60 20,00
p3k3 16 22,5 25 63,5 21,17
Total 303 295,5 319,1 917,6
Rata-rata 18,9 18,468 19,94 19,10

Tabel Analisis Varians


Sumber Ragam DB JK KT Fh F,05
Ulangan 2 5,6963 2,8482
Perlakuan 15 53,3992 3,5599 0,5271 2,01
P 3 13,7042 4,5681 0,6764 2,92
K 3 2,9758 0,9919 0,1469 2,92
Pk 9 36,7192 4,0799 0,6041 2,21
Galat 30 202,617 6,7539
Total 47 261,7125
Ket : * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 5%
3. Jumlah Daun

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata


1 2 3
p0k0 11 16 16 43 14,33
p0k1 9 17 20 46 15,33
p0k2 10 11 13 34 11,33
p0k3 16 15 16 47 15,67
p1k0 19 15 13 47 15,67
p1k1 13 13 15 41 13,67
p1k2 15 21 11 47 15,67
p1k3 12 17 17 46 15,33
p2k0 14 15 16 45 15,00
p2k1 13 19 11 43 14,33
p2k2 16 17 13 46 15,33
p2k3 15 13 13 41 13,67
p3k0 12 16 14 42 14,00
p3k1 16 12 14 42 14,00
p3k2 10 16 14 40 13,33
p3k3 15 16 18 49 16,33
Total 216 249 234 699
Rata-rata 13,5 15,56 14,62 14,56

Tabel Analisis Varians


Sumber Ragam DB JK KT Fh F,05
Ulangan 2 34,125 17,0625
Perlakuan 15 69,1458 4,6097 0,6051 2,01
P 3 5,3958 1,7986 0,2361 2,92
K 3 11,7292 3,9097 0,5132 2,92
Pk 9 52,0208 5,7801 0,7587 2,21
Galat 30 228,5417 7,6181
Total 47 331,8125
Ket : * = Berbeda nyata pada taraf uji 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf uji 5%

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 April 1982. Merupakan

anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Wijdan Fauzi Rahardjo dan Siti

Lamsapawarih. Lulus dari SD Islam YAKMI Tanggerang tahun 1993, Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 9 Padang tahun 1996 dan Sekolah Menengah

Umum Negeri 10 Bandung tahun 1999. Sejak Agustus 1999, penulis merupakan

mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

You might also like