You are on page 1of 15

MAKALAH GEOMORFOLGI

REGIONAL INDONESIA
“SULAWESI”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3

DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2009
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Geografi adalah ilmu yang mempelajari mengenai segala fenomena di ruang muka
bumi baik persamaan maupun perbedaan yang terdapat di dalamnya. Dapat dikatakan
juga bahwa geografi ialah ilmu yang sangat luas cakupannya, karena segala sesuatu yang
ada dipermukaan bumi dapat dijadikan suatu objek untuk dibahas dalam geografi.
Pendekatan dalam geografi itu sendiri lebih menekankan pada sifat spasial segala sesuatu
di ruang muka bumi.
Dari pengertian geografi tersebut dapat dikatakan Indonesia memiliki fenomena yang
berbeda di setiap pulaunya, dari Sabang sampai Merauke memiliki keunikan masing-
masing. Dari perbedaan inilah kita dapat mengetahui segala sesuatu tentang pulau
tersebut, seperti sejarah pembentukannya, pemanfaatan lahannya, keanekaragaman
wilayahnya dan lain sebagainya.

Dalam makalah ini dijelaskan lebih spesifik mengenai keanekaragaman wilayah di


Pulau Sulawesi

1.2 Rumusan Masalah.


Dari makalah ini dapat dirumuskan masalah dengan pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk rupa bumi dari Pulau Sulawesi pada umumnya?

2. Bagaimanakah sejarah dan proses pembentukan Pulau Sulawesi?

3. Apakah bentuk rupa bumi tersebut mempengaruhi penggunaan lahan dan mata
pencaharian di wilayah tersebut?

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman bentuk rupa bumi di
Pulau Sulawesi, dan untuk mengetahui sejarah dan proses pembentukannya
BAB 2
WILAYAH KAJIAN

Sulawesi adalah pulau dalam wilayah Indonesia yang terletak diantara Pulau Kalimantan
dan Kepulauan Maluku. Dengan luas wilayah sebesar 174.600 km²,Sulawesi merupakan
pulau terbesar ke-11 sedunia.

Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat, Filipina di utara, Flores di


selatan, Timor di tenggara dan Maluku di sebelah timur.

Sulawesi terdiri dari beberapa provinsi, yakni:

 Gorontalo
 Sulawesi Barat
 Sulawesi Selatan
 Sulawesi Tengah
 Sulawesi Tenggara
 Sulawesi Utara

Geografis
Sulawesi merupakan pulau terbesar keempat di Indonesia setelah Papua, Kalimantan dan
Sumatera dengan luas daratan 174.600 kilometer persegi. Bentuknya yang unik
menyerupai bunga mawar laba-laba yang membujur dari utara ke selatan dan tiga
semenanjung yang membujur ke timur laut, timur dan tenggara. Pulau ini dibatasi oleh
Selat Makasar di bagian barat dan terpisah dari Kalimantan serta dipisahkan juga dari
Kepulauan Maluku oleh Laut Maluku.

Pemerintahan di Sulawesi dibagi menjadi enam propinsi yaitu propinsi Sulawesi


Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat,
dan Gorontalo. Sulawesi Tengah merupakan propinsi terbesar dengan luas wilayah
daratan 68,033 kilometer persegi dan luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi yang
mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta
Kepulauan Togean di Teluk Tomini dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk
Tolo. Sebagian besar daratan di propinsi ini bergunung-gunung (42.80% berada di atas
ketinggian 500 meter dari permukaan laut) dan Katopasa adalah gunung tertinggi dengan
ketinggian 2.835 meter cari permukaan laut.

2.1 SULAWESI TENGGARA

2.1.1 Struktur Sulawesi Tenggara

Koolhofen (1932) menduga bahwa katil matano berlandasan peridotitic, ither dari
NW ke SE atau pada arah terbalik.
Brouwer (1934) menyebutkan pelipatan intensive dan local, menyerupai ular pada
saat Mesozoic seperti weel sebagai katil tersier, pada selatan penampang melintang dari
Danau Towuti.
Pada 1947 pengarang ini memberikan rangkuman berikut pada observasinya,
“Penggelunturan persilangan kita dari bagian utara, dari semenanjung bagian tenggara
peridotites yang menyerupai ular, yaitu sebagian mylonitic, terjadi dekat pantai barat,
stratigraphic dan hubungan tektonis di antara batu tulis terdiri dari kristal dan berlipat,
bukan batuan sediment yang sedikit metamorf, yang terjadi dari timur.
Bagian tengah dari semenanjung, sebagian besar consistent dengan menyarupai ular
dan peridotites. Irisan kecil dan berkumpul besar dari mesozonic dan endapan tersier
ditemukan di antara dasar teramat sangat bergoyang. Thrustplanes dan penghancuran
berulang dan brecciation dari berapi-api dan titik batuan sediment ke satu struktur silang
selimpat dari daerah ini.
Diamati thrustplanes yang mempunyai verying, sering curam pencelupan dan satu
arah umum dari penelusuran tidak dapat diperoleh dari observasi. Struktur silang selimpat
yang serupa ditemukan pada zona untuk mendominasi jeruk nipis Mesozoic melempar
dekat pantai timur.”
BOTHE, HETZEL, dan STRAETER, dikerjakan setelah tahun 1925 untuk Geol.
Survey pada bagian selatan, selatan dari baris Kolaka- Kendari, adalah semua pendapat
yang tertutup atau struktur overthhrust terjadi pada batu tulis terdiri dari kristal dan
endapan Mesozoic, dari area ini adalah kemungkinan untuk menelusuri unit structural.
BOTHE mencoba menyusun satu peta tektonos dari SE persenjatai (pada file dari survey
geologi di Bandung), tapi peta ini adalah stiil ke hipotetis ke permisi penerbitan ini.
Pada umumnya dapat disebutkan tektonis trenndlines pada pusat bagian dari Sulawesi
Tengggara garis lintang sejajar kea rah dari lengan ini (NW SE), sedangkan pada bagian
selatan dari baris Kolaka-Kendari, berbenturan dan jadilah lebih w e atau di tempat itu
juga MODA SW, dengan upthrusts atau overthrusts mengarahkan pada n dan NW.
BOTHE mencirikan untuk unit tektonis pada ares :
1. Satu kompleks batu gneiss, batu tulis mika, dan batu tulis glautophane dengan
tidak pasti, kirangya pra umur nesozoic.
2. Satu kompeks beruban, seperti grafit phyllites, serpihan batu phyllitic,
graywackes, batu gamping, schistose quartziter dan serpihan batu beraneka warna,
punya yang satu umur Mesozoic, bagian lebih dalam adalah triasso Jurassic,
sedangkan umur bagian lebih tinggi adalah jorasso seperti kapur.
3. Satu kompleks dari batuan beku gunung berapi dasar teramat sangat, dengan satu
marjin dari batu tulis hornblende dan amphibolites, termasuk dalam pulau dari
Kabaena dan di batu tulis nonrth laiwu garnetmica, khlorit batu tulis epidore,
kwarsit piemontite, biru dan marbels beruban, radiolarites dan batu gamping
globotruncana.
4. Satu kompleks dan Mesozoic dan batuan tersier pegawai rendahan, didirikan di
Buton.

BOTHE dari pendapat bahwa bentuk kompleks ini overthrust nappes, yaitu MODA
bangsal thrust. Dia menyebutkan dari atas sampai ke bawah :
a. Satu Buton atau Tobelo Nappe (meliputi kompleks No.4)
b. Satu Kabaena atau peridotite nappe (meliputi kompleks No.3)
c. Satu Kendari Nappe (meliputi kompleks No.2)

Bagaimanapun, overthrust nappes besar, dibangun oleh BOTHE (1927) pada ion
aliran agamanya ke seberang utara Buton, telah dikurangi untuk lebih proporsi rendah
hati oleh HETZEL (1936). Oleh sebab itu, juga sesuai nappes gonstructed oleh BOTHE
pada berdekatan bagian dar Sulawesi adalah sangat diragukan.
Evolusi geologi dari Sulawesi Tenggara dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pembentukan landasan terdiri dari kristal kompleks m dekat dengan ini,
barat ke w e pra bagian atas Triassic
2. Baseleveling diikuti memperbaharui amblesan geosynclinal pada
Mesozoic. Pemecatan dari endapan Mesozoic, kiranya secara terus-menerus dari
Triassic bagian atas ke seperti kapur. Di tempat itu dan kondidi cekng
themporarily axisted (dasar dari pegawai rendahan seperti kapur matano buruk)
selama geosynclinal ini periode kerak surut thje adalah serbu dari di bawah oleh
ophiolitic bergoyang (terutama peridotites dan menyerupai ular)
3. Pada akhir dari pelipatan kuat seperti kapur, kiranya sehubungan dengan
pengangkatan dari mendampingi area, sedangkan pada area dari Danau Towuti
satu synoregenic berkapur claysandtone pembentukan dibentuk, perpaduan dari
pompangeo pembentukan di Sulawesi Tengah.
4. Darat kondisi dan baseleveling selama tersier lebih rendah.
5. Pergeseran dari sae pada Miocene lebih rendah (Te 2) berlalu bagian
tengah (timur dari Danau Towuti). Pada bagian selatan (daerah Kendari)
pergeseran mengikuti, terjadi pada waktu ledocyclina (menempatkan tersier f).
6. Diperbaharui lipatan pada akhir tersier. Rata-rata daerah selatan
(Kendari)cenderung melipat neogene adalah e w atau SW NODA.
7. Angkat umum dan penggundulan semasa quarter. Pada selatan akhir dari
Sulawasi Tenggara juga dikembangkan batu karang-karang, yaitu kemudiannya
pada, dinaikkan di atas permukaan laut. Angkat ini ditemani oleh faulthing
tegang, seperti kesalahan WNW ESE lipat graben dari Danau Matano, permukaan
dari wich berada pada 382 mdpl, sementara kedalamannya 590 m. dekat dengan
ini, barat ke barat 35 n mencenderungi kesalahan, disebut “Arah Matano” oleh
KOOLHOVEN, di sana berada di dalam area ini juga n ke NNW mencenderungi
kesalahan, disebut (Towuti Direction” oleh ahli ini.

Pada selatan akhir dari Sulawesi Tenggara, BOTHE mencirikan satu NNW SSE
mencenderungi kesalahan, timur dari Teluk Kolono, ditandai oleh spings termal. Satu
WNW mencenderungi kesalahan memisahkan Quaternary dan Neogene Utara dari
Torobulu dari Mesozoic di Bukit Tye Baito.

PULAU BUTON DAN KEPULAUAN TUKANG BESI

A. Struktur Pulau Buton

Setelah deposisi dari dasar Sampolakosa Mio-pilocene dan sebelum terbentuknya


pengangkatan coral reef, terjadi fase kuat dimana dari pelipatan dan pengangkatan Pulau
Buton merupakan sebuah pengangkatan antiklinorium. Pemotongan dari lapisan atas
lipatan neogene membentuk sebuah busar, dimana terjadi cekungan ke arah barat. Bagian
selatan dari pulau, struktur neogene barat daya sampai timur laut, di pusat Buton kira-kira
selatan ke utara.
Pada lipatan tidak mempunyai lapisan atasnya, sebagai bidang yang melewati dasar
dari Tondo yang terlipat dan di bagian tengah memotong antiklin dan terjadi
pengangkatan batuan pra-tersier tersingkap.
Lipatan terkadang berbentuk asimetris curam yang mengapit di bagian barat dan
melewati beberapa yang kea rah timur terjadi bidang menurun. Karena itu penurunan
berdampingan dari timur ke barat.
Menginterpretasikan lipatan sebagai pengaruh dari gravitasi tektonik, di tengah
daerah timur dari Buton yaitu Kepulauan Tukang Besi telah terangkat selama pelipatan
pliopleistosen ini, menyebabkan percabangan kea rah basin Buton menurun yang telah
terpadatkan.
Pengangkatan antiklinorium Buton terjadi secara sebagian, dan sebagiannya terjadi
setelah terbentuknya terumbu karang. Pada akhir ini mencapai ketinggian 703 mdpl di
selatan Buton (Gunung Kolnto). Bentang gunung (Kasteelberg) mempunyai ketinggian
425 mpdl, yang menurun curam beberapa tingkatan kea rah selatan Buton.
Puncak dari pengankatan antiklinorium Buton menunjukkan fenomena tegangan.
Yang termuda, NNE-SSW arah gejala graben meluas menyebrangi selatan Buton di
antara Teluk Lawele dan Teluk Sampolakosa. Ini panjangnya 75 km dan lebanrnya 2-7
km dan disebut graben lawele. Sungai Sampolakosa mengalir kea rah bagian selatan
graben lawele, di bagian utaranya pengangkatan coral reef mencapai 682 mdpl (Gunung
marimau).

B. Batuan Beku Buton

Batuan Ultra basic (peridotites dan yang berlekuk-lekuk) terjadi dalam waktu yang
lama di sepanjang barat Buton kecuali pada bagian pusat. Masa yang paling besar dari
batuan ini berada di Kapantoreh Mts di bagian selatan pulau. Di beberapa tempat, massif
ini juga ditemukan dengan jenis batuan gabbroic tetapi tidak dipelajari dalam
hubungannya dengan peridotis.
Pengerasan batu apung tuff pada dasar Sampolakosa di Semenanjung Teluk Utara
telah terjadi. Batuan kapur ini lebih muda daripada di dasar Sampolakosa. Itu
kemungkinan meletus selama orogenesa Plio-Plestosen, ketika daeerah tenggara Buton
telahh terangkat dan berdasarkan tekanan yang tinggi yang menybabkan blok patahan di
daerah ini.
Pada paragraph sebelumnya telah disebutkan bagaimana terbentuknya Kepulauan
Tukang Besi dalam hubungannya dengan pembentukan tektonik Buton di akhir tersier.
Pembentukan pulau dari barat laut sampai tenggara dengan arah berbaris, yang
sebagian terjadi penurunan agar terjadi pengangkatan Pulau Karang dan sebagiannya
terangkat supaya bentuk pulaunya dengan pengangkatan terumbu karang.
Pada pengangkatan Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, dan Tomea Hetzei mengamati
batuan kapur globigerina pada lapisan ats neogene, yang kemungkinan sama bentuknya
dengan Sampolakosa dari Buton. Arah strike dari baratdaya menuju timur laut dan arah
lerang yaitu tenggara di neogene disebabkan gravitasi/ pergerakan kea rah dalam dari
Pulau Buton. Kemudian terjadi pergerakan berputar kembali, penekanan pada zona Buton
terangkat dari daerah Kepulauan Tukang Besi tenggelam ke bawah.

C. Sistem dari Pulau Buton


Mengenai kelompok Tukang Besi sebagai bagian dari area perluasan, bahhwa
nampak memiliki system struktur satuan dari Kepulauan Buton pada arah tenggara,
selatan, dan barat daya. Pada saat jaman Neogene area dari Kepulauan Buton dan
kelompok Tukang Besi membentuk bagian basin yang menurun dimana Tondo dan dasar
Sampolakosa telah mengendap.
Terrigenous merupakan bagian yang kecil/ tak penting pada dasar Sampolakosa. Pada
barat dan barat laut neogene saling menyatu Pra-tersier dari Sulawesi Tenggara. Pada
akhir zaman tersier pada bagian pusat basin telah terangkat, dengan Pulau Tukang besi
pada bagian tengahnya. Tektonikgenesa utama membuat bidang gradient menyebabkan
peleburan dan patahan di area yang terangkat dan tekanan di area yang berdekatan atau
berbatasan dengan Kepulauan Buton.
Sesudah itu, selama zaman quarter arah dari pergerakan vertical telah tterbalik,
Kepulauan Buton terangkat sekarang membentuk antiklinorium yang menyambung ke
arah barat dengan arah antiklin bertukar dari barat laut ke tenggara dari wowoni dan utara
Buton, melewati utara selatan di Buton tengah ke NNE-SSE atau NE-SW di selatan
Buton. Sementara itu, pengangkatan dan blok patahan area ke timur, tenggara, dan
selatan dari Kepulauan Buton.
Beberapa blok krustal meliputi kedalaman ribuan meter (lebih dari 5000 m timur dari
utara Buton, lebih dari 4000 m dari Buton melalui tenggara dari selatan Buton, lebih dari
2000 m selatan dari Kabaena.
Pada perbatasan di antara kelompok Tukang Besi dan pada bagian selatan basin
Banda terdapat 2 gunung berapi yang terkenal “Emperor/Kaisar Ciba” dan
“Nieuwerkerk”. Geotektonik Kepulauan Tukang Besi dan Kepulauan Buton memiliki
system gelombang krustal yang menyebar kea rah barat laut dari pusat gangguan
orogenesis di selatan basin Banda. Arahnya berlawanan dengan pergeseran zona
orogenesis pada selatan pusat Banda (Arcs Banda dan lasser Pulau Sunda, termasuk
system Pegunungan Sunda).

SULAWESI SELATAN
Geologi di bagian selatan Sulawesi terdiri dari 2 struktur yang berbeda bagian. Pada
bagian utara, utara Danau Tempe menyatu pada orogenesa Sulawesi, mengingat pada
bagian selatan menunjukkan adanya hubungan kea rah orogenesa daerah system Gunung
Sunda, garis pemisah di antara kedua bagian adalah penurunan NW-SE dari muara
Sungai Sadang pada pantai barat melewati Danau Tempe ke muara Sungai Tjenrana pada
pantai timur.

A. Bagian Utara dari Selatan Celebes

Bagian ini menyatukan zona Palu dari Sulawesi Tengah. Garis SW-NE dari Teluk
Mandar ke Palopo umumnya sebagai garis batas morfoloogi di antara Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tengah. Tetapi tingginya Pegunungan Quartes (3107 m) di bagian barat
daya dari pangkalan tubuh dari Pegunungan Molengraafs dari zona Palu. Mereka tersebar
dengan daerah dimana batuan kapur Batupu ditemukan di sekitar Limbang dan karua.
Dasar di sekitar tersier Pegunungan Quartey dibentuk oleh batubara, juga diperlebar
dengan penyaluran kea rah selatan, mengingat di zona Palu dan leher utara Eocene
mempunyai permukaan laut. Selebihnya batuan beku leucite bearing batuan beku yang
ditemukan di selatan garis Mamuju-palopo, mengingat potasik batuan jarang ditemukan
di zona Palu.

B. Stratigrafi Bagian Utara dari Sulawesi Selatan

Krostal adalah jenis batuan paling tuan di area ini yang tersembunyi di sisi sebelah
timur dari Pegunungan Quaries dan di puusat Pegunungan Latimodjong. Di sisi di antara
timur dan barat dari pegunungan Latimodjong ditemukan tanah liat pilitis dan pilitik
bertukar-tukar dengan metomorfosis batu kapur. Cerita ini menyerupai susunan bentuk
Tinombo dari bagian utara Sulawesi.
Perkiraan bahwa “pembentukan gunung berapi” yang mempunyai pembagian yang
luas di bagian utara dari selatan arm, dan pada bagian terakhir serupa dengan “maroro”
atau susunan koperier. Ini terjadi pemanjangan sekali. Dengan penemuan kristal feldspare
asli dari letusan andesit di zaman tersier b.
Dekatnya tanah dengan aktivitas gunung berapi selama pengendapan oecene juga
terbukti dengan contoh dari lokasi 45, batu kapur pasir tersusuun bulat, terkadang tekanan
kuarsa schts, quartzite, gneiss, dan chert. Selanjutnya kuarsa terhapus feldspar, kaca
devitrifield dengan bentuk feldspar, semen dengan kristal-kristal kasar. Foraminifera,
Miliolina Sp, Fasciolites Sp, Assilina Sp, Camerina Sp, Discocylina Sp, Lamellibranchiat
pada usia tersier a.
Sesar umumnya NW, dengan lereng kea rah timur laut, pengamatan ini dari Brouwer
(1934) telah membuktikan susunan Marono, hana sebagai bentuk yang sama dari susunan
Tinombo dari utara arm Sulawesi, yang terdiri dari 2 anggota, seri krestasius dengan
dasar gejala vulkanis di bawah laut dan cerita marine eocine dengan ketentuan
pertengahan andesit aktivitas vulkanik, kedua anggota tersebar dengan tidak ada
hubungan.

C. Evolusi Struktural di Bagian Utara dari Sulawesi Selatan

Penurunan geosinklinal pada masa Krestasius diiringi oleh aktivitas vulkanik bawah
laut dan intrusi gabroik. Yang terakhir adalah di sabuk bagian utara-selatan yang
memanjang sepanjang pantai Teluk Bone di sekitar Palopo.
Selama Krestasius, sabuk latimodjong merupakan geosinklinal yang berhadapan
dengan vulkanisme dasar laut dan kaya endapan sediment dalam material terigenous, jauh
ke timur, batua kapur globotruncana di lapisan Matano, di Pegunungan Verbeek.
Sabuk Latimodjong dulu merupakan foredeep dari massa daratan terelevasi di
baratnya. Komplek dasar kristal dari Gunung Quarles juga merupakan area terelevasi
yang merupakan awal muda kehadiran palung Makassar. Pengangkatan daratan di daerah
barat pada akhir Mesozoik menandakan bermulanya vulkanisme andesit kuat. Pada
Oligosen revolusi orogenik nampak, tapi pengangkatan utama terjadi di bagian timur
sabuk latimodjong. Selama Oligosen, sabuk Latimodjong merupakan area depresi antara
sabuk vulkanik di barat dan sabuk non vulkanik di timur.

D. Evolusi Geologi di Bagian Selatan dari Orogenesa Sulawesi


Ada 7 bagian skematik yang menjelaskan tahapan evolusi dari orogenesa di Sulawesi
bagian selatan :
• Bagian I : Mesozoik
Di Sulawesi Tenggara, sedimentasi tampak jauh dari daratan. Di Sulawesi
Selatan, sediment klastik dengan vulkanisme bawah laut terbentuk pada masa
Krestasius. Anggota Krestasius dari formasi Maroro diendapkan foredeep
daerah terangkat di barat, dilanjutkan dengan kehadiran Gunung Quarles dan
Selat Makassar.
• Bagian II : Akhir Mesozoic
Fase orogenik. Akibat dari pengangkatan di Pulau Laut mengakibatkan
perenggangan lateral dari kerak dan vulkanisme eksternal tipe Pasifik.
• Bagian III : Eosen
Awal dari pengangkatan geantiklinal dari sibuk dan subsidence dari
hinterland. Pertama-tama terbentuk urtan batu karang yang diikuti oleh
pembentukan batu kapur.
• Bagian IV : Oligosen
Secara umum pada bagian ini gunung-gunung tinggi mulai terbentuk di
Sulawesi.Bagian selatan dari orogenesa Sulawesi berkembang menjadi unit-
unit berikut.
a) Busur dalam vulkanik, membentuk sabuk marginal Pulu Laut tengah daro
orogenesis dengan pegunungan Quarles.
b) Interdeep, dengan lipatan isoklinal dan pengangkutan kea rah barat di sabuk
Latimodjong
c) Busur luar non vulkanik, berada di area Bight of Palopo di utara Teluk Bone
d) Foredeep dengan kompresi yang mengarah ke tdan pengangkatan yang berada
di area pegunungan Verbeek dengan danaunya di Selawesi Tenggara.
• Bagian V : Neogenesa Tua
Terbentuknya batuan kapur di atas lapisan tua lainnya. Merupakan masa
inkubasi dari revolusi orogenik baru.
• Bagian V! : Neogenesa Muda
Pada masa ini foredeep dan interdeep telah menjadi geantiklin. Pada Sulawesi
Tengah, Palu Renge berubah dari non vulkanik menjadi vulkanik.
• Bagian VII : Quaternary
Terbentuk palung Makassar dengan kedalaman lebih 2000 meter. Ada juga di
barat daya Sulawesi Tengah, beberapa blok antara Teluk Mamudju dan
Mandar terangkat dan blok pegunungan Quarles hingga 3107.

E. Bagian Selatan Daratan Selatan Sulawesi

Daratan selatan dan utara daratan selatan Pulau Sulawesi ini dipisahkan oleh depresi.
Depresi ini membentang dari mulut Sungai Sadang di pesisir barat, melalui Danau
Tempe, hingga berakhir di mulut Sungai Tjenrana di pesisir timur. Jalur ini pada awalnya
ialah sebuah selat.

F. Evolusi Struktural dari Bagian Selatan Daratan Sulawesi

Evolusi tertier dan quarter bagian ini terdiri dari empat bagian.
• Bagian I : Paleogene & Neogene Awal
Selama masa tertier awal, daratan selatan ini terdiri dari gunungapi di barat
(Pulu Laut, pusat gangguan orogenik). Selama masa susiden dasar
mengaktifkan proses hypodiferensiasi pada lapisan salsima. Hasil diferensiasi
sialik terkumpul di dasar kerak.
• Bagian II : Miosen Tengah
Pada masa revolusi organic ini terdapat asthenolitik yang terdorong ke atas.
Batuan batolit mengangkatan kerak dan mengakibatkan magma mencapai
permukaan, sehingga meningkatan prosesvulkanisme orogenik (Pasifik) di
bagian tertinggi dari Undasi Makassar. Endapat tertier rendah secara perlahan
tertutup dan mengalami patahan karena pengangkatan ini.
• Bagian III : Neogen Muda
Dasar dari undasi Makassar mengalamati petahan pada saat fase diatrophisma.
Kemudian terjadi penyesuaian kembali karena penyebaran asthenolith.
Trangresi laut dan deposisi tingkat neogene muda. Kelanjutan aktifitas
vulkanik, intrusi magna.
• Bagian IV Quartener

G. Pulau-pulau & Terumbu Karang di SW dan SE Daratan Selatan Sulawesi

Grup SW

Bagian selatan ini terhubung dengan lempeng dari Laut Jawa yang membentang
sepanjang 200-400 km. di sini sebelah timur dan baratnya lebih dalam dibandingkan
dengan yang tengah. Di sebelah utara terdapat Laars Banks dan Karang Doangdoangan
yang membatasi dengan Palung Makassar. Sedangkan sebelah selatan dibentuk oleh
beberapa punggungan dari pulau-pulau terumbu karang yang membentuk batasan dengan
basin Laut Flores. Terumbu karang bagian selatan ini memiliki dasar yang kemungkinan
terbentuk dari pengangkatan punggungan dengan bentukan “en echelon”. Dari barat daya
hingga timur laut dapat ditemui Maria Reigersbergen atau Zandbuis Atoll, Paternoster
Ridge, Karang Sapuka dan Pelokang, serta Pulau Postiljon dan de Bril.

Grup SE

Grup ini menunjukkan bentangan dari dua punggungan yang terbentuk secara
parallel. Salah satu punggungan mengarah ke SSE, dari gugusan karang di lepas pesisir
timur hingga kepulauan Tyger, kemudian berbelok kea rah Kalaotoa di ESE. Salah satu
cabangnya mengarah ke dataran Angelika, sedangkan cabang lain bergabung ke arah
timur dimana terdapat pengangkatan dasar laut di selatan basin Banda yang membawa
gunungapi Batu Tara. Punggungan kedua mengarah ke selatan, dari tenggara Tanjung
Lassa hingga Salajar atau Saleyer, kemudian berbelok ke arah ESE, Tana Djampea,
Kalao, dan Bonerate hingga Karang Marianne dan Karang Kaju Panggang.
Selajar merupakan blok yang miring dengan tebing patahan bawah laut d seanjang
sisi timur dengan kedalaman lebih dari 2000 m yang terletak dekat dengan garis pantai.
Ini pulau ini terdiri dari batu pasir tuff dan marls, serta breksi andesit yang dapat
dihubungkan dengan urutan neogene depresi Bone dan Walanae.
Di selatan Salajar, Tambulongang, ditemui leucite dan andesit ditemukan di Pullassi.
Tana Djampea sebagian besar terdiri dari batuan beku. Di bagian pesisir timur ditemukan
terumbu karang hasil pengangkatan, dan di pesisir selatan terdapat lapisan tebal dari
batuan kapur dengan Lepidocyclina yang bnyak (Neogene Tua).
Kalao, sebagian besar terdiri dari pengangkatan terumbu karang, batuan yang
ditemukan di sini marin tuff dan batu pasir tuff. Diperkirakan terbentukk pada masa
Neogene muda.
Bonerate terdiri dari pengangkatan terumbu karang, namu pada pesisir barat terdiri
batuan basalt atau andesit yang terlihat pada daerah dengan gelombang rendah, dan
bagian-bagiannya juga ditemukan menutupi karang batu kapur.

You might also like