You are on page 1of 9

BAB 3

MENGGALI DAN MEMBURU


BERITA
Setelah membaca dan mempelajari bob ini. Anda
diharapkan dapat
1. memahami proses pelaporan dan penulisan berita
2. memahami teknik pendalaman berita, antara lain
melalui wawancara dan pengamatan
3. memahami apa yang dimaksudkan dengan "sumber
berita"
Berilii tentu tidak tidak datang dengan sendirinya.
Seorang wartawan, koresponden, atau pelapor haruslah
jeli di dalam menangkap berbagai fenomena di
sekelilingnya untuk dijadikan balian pemberitaan.
Dalam lugas sehari-hari sebagai jurnalis, seorang
wartawan haruslah pencari berita. Wartawan sepanjang
waktu -konon jam kerja wartawan 24 jam!—terus-menerus
memikirkan bagaimana mendapat berita yang eksklusif
dan bernilai berita. Kalau perlu, media lain belum
menyiarkannya dan berita itu hanya diperoleh dan dimuat
dalam media tempat sang wartawan bekerja.
Proses mendapatkan berita dapat melalui berbagai
cara. Setelah berita didapat, masih periu diolah lagi
-ibarat "tukang masak" yang meracik dan meramu
makanan agar enak dan menarik ketika disajikan.
Lazimnya berita didapat dari enam cara: i .
 Penemuan peristiwa {fact finding)
 Mencari keterangaan dari saksi/tokoh terkait
 Wawancara
 Investigasi
 Mengambil dari sumber lain
 Kantor berita

3.1 Penemuan Peristiwa (fact finding) dan


angle
Berita yang "ditemukan" sifatnya berupa peristiwa
yang terjadi. Bisa peristiwa alam. seperti: banjir, tsunami,
gunung meletus, gempa bumi, meteor jatuh, gerhana
matahari, kebakaran, dan sebagainya. Wartawan tinggal
melaporkan, atau menuliskan, dampak yang ditimbulkan
oleji peristiwa itu dan memilih angle manakah yang paling
menarik bagi pembaca?
Apakiih yang dimaksudkan dengan angle? Secara
harilah, angle berarti "to hold am opinion or perspective
on something" (Dictionary of American English, 2002: 45).
Jadi. angle ialah sudut pandang, sisi pandang, atau titik
awal yang diambil wartawan untuk mulai menulis berita.
Agar lebih jelas, barangkali angle dimasukkan dalam
contoh berikut ini. Misalnya, ada peristiwa kebakaran di
sebuah lokalisasi WTS di wilayah Jakarta Barat. Rentetan
peristiwanya panjang dan tentu saja banyak yang terkait
di dalamnya. Setelah diselisik, ternyata kebakaran itu
tidak hahya semata-mata kebakaran, tetapi ada by
design, ada skenario tertentu di sana. Wartawan harus jeli
melihat sesuatu di balik berita, untuk menangkap "apa"
di balik peristiwa. Laporan wartawan harus dalam, ia
tidak hanya sekadar melaporkan sesuatu yang tampak di
permukaan saja. Karena itu, si wartawan—setelah
menyaksikan peristiwa—menggali lebih dalam, akhirnya,
ia menemukan tali temali peristiwa. Ternyata, kebakaran
di lokalikasi WTS disulut oleh pihak tertentu yang ingin
tempat lokalisasi dijadikan gedung perkantoran. Sudah
banyak jalan ditempuh untuk mencoba membeli areal di
sana, namun selalu gagal. Satu-satunya cara ialah dengan
membumihanguskan areal tersebut.
Kebakaran membawa efek domino. Warga ada yang
luka parah, sampai meninggal. Harta benda ludes.
Seorang WTS—katakanlah namanya Mawar Indah Berduri
—ikut tewas dalam peristiwa naas im. Padahal. Mawar
dikenal sangat cantik, ramah, dan menjadi tumpuan hidup
keluarganya di kampung.
Sebagai wartawan, apa cmgle yang hendak Anda
ambil? Terserah! Asalkan setiap angle perlu didalami, dan
tentu saja, memenuhi tiga unsur berikut ini.
 > What peopie WANT to know ?
 > What people NEED to know ?
 > What people WANT and NEED to know ?

Dalam bab kliusus yang membahas teknik (dan


proses) penulisan berita dijelaskan bahwa sebelum
menulis berita, wartawan harus berpikir lebih dulu. Untuk
wartawan junior, yang belum terbiasa menulis, agar
dihasilkan berita yang sempurna kadang diperlukan
outline. Outline sebenarnya sama dengan apa yang ada di
dalam pikiran (map of mind) Anda.
Bagi wartawan senior dan orang yang biasa menulis,
outline itu sudah ada dalam kepalanya. Urut-urutannya
sudah ada. Ia tahu manakah angle yang dipakai untuk
starting point, sehingga begitu sampai di kantor, ia cukup
duduk di depan komputer ialu bisa langsung muiai
menulis berita. Yang mengherankan wartawan junior,
laporan seniornya bagus dan memikat." Aneh! (Inilah
buah dari kebiasaan, berlatih, dan learning by doing!
Neuron (syaraf) menjadi terbiasa atau imun, jika sering
dilatih).
Setelah ditimbang-timbang, akhirnya wartawan yang
meliput peristiwa kebakaran di lokalisasi WTS Jakarta
Barat memilih angle tewasnya korban Mawar Indah
Berduri. Si wartawan menghubungi keluarga di kampung
dengan wawancara tak bersemuka. Ia mendapat
informasi yang menarik, bahwa Mawar adalah kembang
desa, tahun depan akan menikah dengan
kepala desa sebagai istri ketujuh, dan sewaktu pamit
ke Jakarta, Mawar mengatakan bekerja di pabrik sepatu
milik orang Korea. Memang semula dijanjikan begitu,
namun akhirnya Mawar terjebak dalam mata rantai jual
beli perempuan (irafficking), sehingga akhirnya menjadi
penghuni lokalisasi. Setelah menetapkan angle, dengan
tidak lupa memberi bingkai dan latar peristiwa, si
wartawan lalu menulis:
Mawar Indah Berduri tewas mengenaskan dalam peristiwa kebakaran
di sebuah lokalisasi di Jakarta Barot, Tubuhnya yang halus mulus tak
terlihat lagi. Padahal, tahun depan kembang desa Itu bokal
dipersunting kades sebagai istri ketujuh.
"Habis sudah tumpuan hidup komi/ kata Lilin Suci (46 tahun), ibu
Mawar. "Kami tak tahu mesti dapat biaya dari mana lagi/ tombah
sang ibu sambi! menangis histeris ketika mendapat kabar bahwa
putri kesayangannya telah tiada.
Menurut keterangan Lilin Suci, setiap bulan Mawar mengirimkan uang
Rp 1.500.000,00. "Kini kami luntang lantung dan hidup dari mana?'
tanyanya.
Memang kasihan nasib Bu Suci dan keluarga. Sudah jatuh tertimpa
tanggo pulal (nar)
Bagaimana jika tidak ada kejadian alam, atau insiden
kebakaran seperti terjadi di lokalisasi WTS Jakarta Barat,
apakah wartawan menganggur? Ataukah ia malah
membuat bencana -misalnya membakar rumah orang—
agar ada bahan berita yang dapat ia tulis?
Tentu tidak! Seorang wartawan yang kreatif, selalu
memiliki ide-ide untuk dikembangkan menjadi berita.
Peristiwa yang sudah lama terjadi pun dapat
dikembangkan menjadi sebuah tulisan/ berita yang
hangat. Misalnya: bencana tsunami sudah terjadi lebih
dua tahun -ini tentu bukan lagi berita hangat. Tapi berita
itu bisa dihangatkan kembali dengan mengangkat
bagaimana suka duka, atau pengalaman, sebuah keluarga
yang tercerai berai sewaktu tsunami menghantam daerah
Aceh dan sebagian wilayah Sumatera, baru benemu
kembali.
Atau contoh lain. Gunung Merapi meletus tiga tahun
yang lalu -berita basi. Wartawan bisa menghangatkannya
kembali, dengan mengangkat sisa-sisa dampak peristiwa
alam itu dengan mengaitkannya dengan temuan fakta
sekarang. Katakan, seorang petani yang berhasil sukses
karena menjual pasir gunung merapi (pasir malang)
menjadi salah satu media tanam bonsai. Inilah yang
dimaksudkan dengan temuan fakta. Jadi, selalu ada saja
teknik untuk mendapatkan berita. Selalu ada cara jntuk
membuat sebuah berita basi menjadi hangat kembali.

3.2 Keterangan dari Saksi/Tokoh Terkait


Saksi/ tokoh yang terkait dengan sualu peristiwa
menjadi penting untuk dijadikan pelengkap, atau berita
tersendiri, di samping berita ulama. Seorang wartawan
dalam pengembangan berita, harus bisa menangkap efek
dan tali temali sebuah peristiwa. Dengan demikian, apa
yang dilaporkan tidak hanya sebatas apa yang terjadi,
tetapi betul-betul tuntas dan memuaskan rasa ingin tahu
audience.
Sebagai contoh, banjir setiap tahun melanda kota
Jakarta—ini sebuah berita biasa. Namun, menjadi berita
luar biasa, jika banjir juga sampai menggenangi rumah
pejabat teras negara, atau rumah seorang public figure,
sehingga ketika hendak masuk rumah sang tokoh mesti
mengangkat celana (atau rok) ke atas dulu. Apalagi, jika
peristiwa itu diabadikan lewat kamera, tentu mengandung
nilai berita yang luar biasa.
Dalam memburu berita yang menyangkut suatu
peristiwa, wartawan ikut terlibat baik secara fisik maupun
nonfisik. Wartawan mengikutinya dengan empati dan
melaporkan hasil amatan dan apa yang ia rasakan.
Wartawan mencatat" semuanya itu. Karena itu, wartawan
yang ditugasi mengikuti dan melapiorkan suatu peristiwa/
event disebut meliput.
Catatan:
meliput = membuat berita atau laporan secara terperinci tentang
suatu masalah atau peristiwa [KBBi 2001: 677).

Dilihat dari prosesnya, ternyata wartawan tidak


hanya menulis atau melaporkan berita secara terperinci,
tetapi juga mengamati dan (sering kalil bahkan
mengalaminya sendiri. Setelah itu. baru peristiwa/ event
itu dilaporkan. Di sinilah sesungguhnya makna kata
"meliput" menjadi penuh, ketika wartawan tidak saja
melaporkan secara terperinci sualu peristiwa/ event,
tetapi juga (sebelumnya) mengamati dan mengalami
sendiri.
3.3 Wawancara
Salah salu teknik untuk mendapatkan berita yang
eksklusif ialah dengan wawancara. Tentu saja. yang dipilih
adalah narasumber yang punya nilai berita, atau
narasumber yang benar-benar relevan dengan isu berita
tersebut.
Sebagai contoh, kini sedang hangat-hangatnya isu
mengenai flu burung. Siapa kira-kira tokoh yang lepat
untuk diwawancarai? Tentu saja, dokter yang pakar di
bidangnya (relevan) atau seorang public figure. kerabat
atau kenalan korban flu burung (narasumber yang punya
nilai berita).
Untuk melakukan wawancara dengan narasumber,
tidaklah mudah. Di samping tidak setiap orang mau
terbuka, banyak narasumber yang sibuk dan nyaris tidak
punya waktu untuk wawancara khusus. Bagaimana cara
melakukan wawancara, seorang wartawan harus punya
trik-trik untuk itu. Bagaimana agar narasumber mau
"buka mulut", seorang wartawan pun harus pandai-pandai
menyiasatinya. Ada narasumber yang untuk
mendapatkan atau mengorek sesuatu darinya harus
melalui pendekatan pribadi, atau personal approach. Ada
yang melalui teknik investigatif (penyelidikan), bahkan
tidak sedikit wartawan yang untuk mendapatkan
informasi dengan menyamar.
Masih ingat bagaimana penyamaran yang dilakukan
wartawan News of The World yang menjadi sheikh dari
Timur Tengah saat mewawancarai pelatih nasional
kesebelasan Inggris, Sven-Goran Erikkson? Dalam
penyamarannya, si wartawan berhasil mengorek informasi
dan memancing komentar Erikkson yang akhirnya
menimbulkan kontroversial itu. Akibat komentarnya,
Erikkson lalu berhadapan dengan publik Inggris yang
berang. Erikkson lalu menuai akibat pahit atas
komentarnya: dipecat sebagai pelatih limnas Inggris usai
Piala Dunia 2006.

3.3.1 Teknik Wawancara I


 Persiapan alat tulis dan rekam
Seorang wartawan, .sebelum melakukan wawancara,
perlu persiapan atas memperlengkapi diri dengan
seperangkat alat tulis dan rekam. Hal ini karena ingatan
manusia pendek, sementara apa yang ditulis itu abadi.
Selain itu, untuk menghindari kesalahan atau
ketidaklengkapan yang dapat ditampung oleh daya ingat
manusia.
Sebelum melakukan wawancara, wartawan harus
melengkapi diri dengan tape recorder. Periksalah, apakah
kaset penuh atau kosong, apa baterai masih baik atau
usang, dan perhitungkan berapa lama waktu wawancara.
Kalau

You might also like