Professional Documents
Culture Documents
1
berbagai bidang, seperti kedokteran, sastra, psikologi, kriminologi,
studi gender, teori poskolonial, dan kajian multikultural.
Pemikirannya cenderung kontroversial tetapi memberi kontribusi
terhadap teori sosial dan kebudayaan dengan menggeser fokus dari
teori-teori besar, analisis kelas dan basis ekonomi kepada hal-hal
kecil yang terpinggirkan oleh paradigma positivisme. Oleh karena
itu, Foucault disebut seorang “pemikir marginal”.
b. Wacana
2
yang memperluas dimensi makna bahasa dan memengaruhi sistem
sosial budaya sampai pikiran manusia. Oleh sebab itulah, maka
wacana harus dilihat dalam satu kesatuan yang utuh. Foucault
mengatakan bahwa sementara wacana dikonstruksi oleh bentuk
diskursif atau episteme (Akhyar Yusuf, 2009: 15).
c. Diskontinuitas
3
strategis berkaitan satu sama lain (Eriyanto, 2001: 65).
4
kuasa tidak bekerja melalui represi, tetapi melalui normalisasi dan
regulasi. Kuasa tidak bekerja secara negatif dan represif, tetapi
melainkan dengan cara positif dan produktif.
Istilah arkeologi ini tidak sama dengan istilah yang dipakai oleh para
ahli dalam ilmu purbakala. Usaha untuk menggali dan
mengeksplisitkan episteme yang menentukan pada suatu periode
oleh Foucault disebut dengan analisis arkeologis. Hal ini dadasari
oleh pemikirannya tang menyatakan bahwa setiap jaman memiliki
episteme atau “sistem pemikiran” yang mengarahkan praktik ilmu
pengetahuan pada jaman itu.
5
dalam teks, melainkan sesuatu yang memproduksi sesuatu yang
lain. Studi analisis wacana bukan sekedar mengenai pernyataan,
tetapi juga struktur dan tata aturan dari wacana. Sebelum
membahas mengenai struktur diskursif tersebut, perlu diketahui
bagaimana keterkaitan antara wacana dengan kenyataan (realitas).
Realitas itu sendiri menurut Foucault tidak bisa didefinisikan jika
kita tidak memiliki akses dengan pembentukan struktur diskursif
tersebut. Karena, menurut Foucault pandangan kita tentang suatu
objek dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh
struktur diskursif yaitu pandangan yang mendefinisikan sesuatu
bahwa yang ini benar dan yang lain tidak.
6
Dalam suatu masyarakat terdapat berbagai wacana yang berbeda-
beda. Ada yang dominan ada yang terpinggirkan. Wacana dominan
adalah wacana yang dipilih dan didukung oleh kekuasaan,
sedangkan wacana lainnya yang tidak didukung akan terpinggirkan
(marginalized) atau terpendam (submerged). Misalnya saja wacana
mengenai PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dibangun oleh Orde
Baru sebagai partai yang memberontak dan anti Tuhan
menyingkirkan wacana lainnya yang menunjukkan PKI sebagai
partai yang paling radikal dan gigih melawan kolonialisme. Wacana
mengenai PKI sebagai pemberontak dan anti Tuhan disebut wacana
dominan. Adapun PKI sebagai partai yang paling gigih melawan
kolonialisme dapat dikatakan sebagai wacana yang terpinggirkan.
Salah satu objek kajian untuk Analisis Wacana Kritis ini adalah teks
media. Teks media sebagaimana diketahui terbentuk dengan
7
beberapa tahap proses. Mulai dari peliputan wartawan, penulisan
berita, pengeditan, sampai berakhir di tangan pembaca. Tentu saja,
teks media tidak luput dari berbagai kepentingan: baik itu
kepentingan si wartawan, redaktur, pemilik modal, ataupun
pembaca dalam memaknainya. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa teks media bukanlah wacana yang bebas nilai. Teks media
juga salah satu contoh bagaimana sesuatu diabsahkan atau diklaim
salah dan benar, baik dan buruk, tanpa kekerasan dan seolah terjadi
begitu saja.
8
Dengan meminjam paradigma kritis, analisis wacana menekankan
pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses dan reproduksi
makna (Eriyanto, 2001: 6). Dengan pandangan semacam ini wacana
melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan,
terutama dalam pembentukkan subjek dan berbagai tindakan
representasi yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai
perspektif kritis maka dinamailah Analisis Wacana Kritis.
a) Tindakan
9
b) Konteks
c) Historis
d) Kekuasaan
10
menentukan sumber mana atau bagian mana yang harus diliput
atau dilarang diliput. Lalu bentuk yang lainnya adalah mengontrol
struktur wacana. Seseorang yang memiliki kekuasaan yang lebih
besar dari yang lainnya tidak hanya memiliki kekuatan untuk
menentukan mana yang boleh ditampilkan mana yang tidak, tetapi
juga memiliki kekuasaan untuk menentukan bagaimana ia
ditampilkan. Dalam teks terlihat misalnya dari penonjolan dan
pemakaian kata-kata tertentu.
e) Ideologi
Ideologi adalah konsep sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini
karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik
ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Dalam pandangan
semacam ini, wacana dipahami mengandung ideologi untuk
mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh karena itu, analisis
wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi
harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompok-
kelompok yang ada berperan dalam membentuk wacana. Dalam
teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul
pencerminan ideologi seseorang (wartawan, redaktur, dan pemilik
modal), apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis, dan
sebagainya.
11
membaca sebuah teks.
Wacana oleh Van Dijk dikatakan memiliki tiga dimensi: teks, kognisi
sosial, dan konteks. Inti analisisnya adalah bagaimana
menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu
kesatuan analisis.
12
Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang
melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan pada level
konteks (struktur makro) mempelajari bangunan wacana yang
berkembang dalam suatu masyarakat akan suatu masalah.
Pada intinya Van Dijk tidak hanya menganalisis wacana dari satuan
struktur kebahasaan saja. Karena, Van Dijk pun menyadari dan
meyakini bahwa makna suatu wacana tidak hanya
terepresentasikan dengan menganalisis struktur kebahasaan
semata, tapi juga harus melihat konteks lahirnya dan bagaimana
wacana itu diproduksi. Terutama untuk teks media yang dapat
dengan mudah memberi pengabsahan pada sesuatu senormal
mungkin.
Ini baru sampai pada tahap analisis teks, jika menggunakan model
analisis Van Dijk maka kecurigaan peneliti (dalam hal ini peneliti
13
analisis wacana kritis tentu saja akan subjektif) harus dapat
dibuktikan dengan temuan dalam level makro yaitu konteks sosial
ketika teks lahir: pandangan masyarakat, para ahli, sekaligus
sejarah media itu sendiri. Tidak lupa diselaraskan juga dengan
analisis kognisi sosial yang akan menjadi benang merah untuk
analisis level mikro dan makro, yaitu dengan mewawancarai
wartawan yang berkompeten untuk menjawab tema yang diangkat.
4. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
15
book).
16