You are on page 1of 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) telah melaju dengan pesatnya

karena selalu berkaitan dengan perkembangan teknologi yang memberikan warna

baru pada wajah dunia, semakin pesat perkembangan teknologi tingkat kebutuhan

akan sumber daya manusia yang memiliki daya analisa yang tinggi melihat potensi

yang ada dilingkungan tempatnya tinggal maupun mengikuti perkembangan dunia

akan semakin tinggi, hal tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa proses

belajar.

Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan

dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir hayat. Pernyataan

tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas dari proses belajar

dimanapun sampai kapanpun, serta dimana dia berinteraksi dengan lingkungannya,

belajar sudah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

aktualisasi diri untuk diakui oleh lingkungannya, serta menyesuaikan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan.

Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat telah menggugah para pendidik

untuk dapat merancang dan peserta didik pendidikan yang lebih terarah pada

penguasaan konsep IPA, peserta didik didorong untuk berpikir secara ilmiah, kreatif,
2

intuitif, dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur

dan terbuka.

Konsep dasar IPA tersebut tidak akan timbul dengan sendirinya tanpa wadah,

wadah tersebut adalah melalui jalur pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas peserta

didik melalui pengajaran IPA, guru diharapkan tidak hanya memahami disiplin ilmu

IPA, tetapi hendaknya juga memahami hakikat proses belajar IPA yang mencakup

tiga ranah menurut BLOOM (taxonomy bloom) meliputi kemampuan kognitif,

afektif, dan psikomotor. Pengalaman belajar peserta didik harus mampu menyentuh

ketiga ranah tersebut.

Namun kenyataan sehari-harinya, dalam suatu kelas ketika sesi kegiatan

proses belajar mengajar (PBM) berlangsung, nampak beberapa atau sebagian siswa

belum belajar ketika guru mengajar. Apabila masalah ini dibiarkan berlarut maka

generasi penerus bangsa yang akan tumbuh menjadi generasi yang miskin tingkat

pemikiran ilmiahnya, sulit ketika harus bersaing dengan generasi bangsa lain. Di era

pembangunan yang berbasis ekonomi dan globalisasi yang digaungkan diseluruh

bagian bumi, diperlukan penunjang dasar yaitu pengetahuan dan keanekaragaman

keterampilan agar peserta didik mampu berpikir secara ilmiah, menafsirkan, menilai

dan menggali informasi serta melahirkan karya ilmiah.

PBM adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memadukan

secara sistematis dan berkesinambungan kegiatan pendidikan didalam sekolah dengan

kegiatan yang dilakukan diluar sekolah dalam wujud penyediaan beragam

pengalaman belajar untuk semua peserta didik. PBM dirancang mengikuti prinsip
3

belajar mengajar. Belajar mengajar merupakan kegiatan aktif peserta didik dalam

membangun makna atau pengalaman.

Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukan dengan pengumpulan data/ fakta

(produk ilmiah) yang dapat dikerjakan oleh peserta didik, tetapi timbulnya metode

ilmiah dan sikap ilmiah yang dapat ditunjukan oleh peserta didik. Metoda ilmiah

merupakan bagian dari IPA yang didalamnya terdapat IPA-Biologi. Selama proses

belajar mengajar sejalan dengan hakikat IPA maka pemahaman peserta didik tentang

IPA akan menjadi lebih bermakna.

Secara mendasar hal yang menjadi masalah adalah motivasi belajar peserta

didik yang rendah di SDN Babakan Jampang untuk belajar menganalisa, bersikap

ilmiah khususnya untuk mata pelajaran IPA di kelas V, serta indikator kompetensi

dasar yang dicapai peserta didik masih dalam standar yang rendah, hal tersebut

diambil dari proses Penilaian Nyata (authentic assesment) dan Penilaian Hasil Belajar

Tuntas (Mastery Learning) yang diberikan pada peserta didik dapat berupa tes,

batasan waktu yang harus dicapai peserta didik, pertanyaan yang diajukan oleh

peserta didik, serta nilai hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik baik individu

maupun penilaian kelompok. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pertanyaan

naratif dalam kata-kata) Contoh A : Sangat memuaskan, B : Memuaskan, C :

Cukup, D : Kurang, atau nilai kuantitatif (berupa nilai nominal) 8 : Sangat baik, 7 :

Baik, 6 : Cukup, 5 : Kurang. Guru diharapkan dapat memberikan situasi belajar

student centered agar guru dapat memantau perkembangan peserta didik secara

proaktif.
4

Semuanya dikembalikan pada Standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang ditentukan oleh tiap sekolah. Dari hal inilah muncul pertanyaan mengapa

tingkat KKM peserta didik di SDN Babakan Jampang terutama dalam mata pelajaran

IPA di kelas 5 masih dalam standar yang rendah, dihubungkan dengan tingkat

motivasi peserta didik yang rendah.

Mengapa motivasi belajar sangat berkaitan dengan hasil belajar yang akan

diperoleh peserta didik, tingkat kemampuan peserta didik untuk bersikap Ilmiah,

belajar menganalisa, ketika proses pembelajaran berlangsung maupun ketika proses

pembelajaran usai, apakah pengalaman belajar peserta didik akan bertambah atau

tetap seperti keadaan semula. Motivasi belajar merupakan unsur yang penting dalam

proses pembelajaran. Ada atau tidaknya motivasi belajar dalam diri peserta didik

akan menentukan apakah peserta didik akan terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran atau bersikap pasif dan tidak perduli. Tentu saja kedua kondisi yang

berbeda ini akan menghasilkan hasil belajar yang berbeda pula.

Pada dasarnya tidak semua metode pembelajaran akan sesuai dengan materi

ajar yang akan disampaikan, dibutuhkan kejelian dari seorang guru untuk

menyesuaikan kebutuhan peserta didik akan media dan metode yang baik, sesuai

dengan yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU

SISDIKNAS No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni prinsip

dasar seorang guru adalah membimbing peserta didik bukan mengajar atau mendidik

saja. Sementara konsep dasar dari kode etik guru adalah guru mampu menciptakan

suasana belajar yang sebaik - baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
5

mengajar. Oleh karena itu guru harus aktif menciptakan suasana yang baik dengan

berbagai cara, baik dengan penggunaan metode pembelajaran yang sesuai, maupun

penyediaan alat belajar yang cukup, pengaturan organisasi kelas yang mantap,

ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.

Pendekatan yang akan digunakan adalah pembelajaran experiential learning

(belajar melalui pengalaman) pendekatan yang melibatkan peserta didik secara aktif.

Pembelajaran dengan pendekatan experiential learning (belajar melalui pengalaman)

adalah salah satu tipe pembelajaran koperatif (coopperative learning) yang aktif

melibatkan peserta didik dengan sintaks: beri pengarahan, buat kelompok heterogen,

berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok) berikan contoh kongkrit

yang berkaitan dengan bahan ajar, jelaskan secara garis besar, biarkan peserta didik

mencari jawaban tugas mereka, atas dasar pengalaman yang mereka alami tanpa

dilepas bimbingannya, presentasikan hasil kerja kelompok sesuai dengan tugas

masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor

perkembangan tiap peserta didik, umumkan hasil kuis dan beri reward.

Sementara pada kenyataannya dilapangan prosentase peserta didik yang

mampu menjawab atau aktif berinteraksi ketika proses PBM berlangsung hanya 25 %

dari harapan, selebihnya pasif dan hanya menunggu umpan atau pertanyaan dari guru,

peserta didik tidak dapat melihat hubungan antara pelajaran yang satu dengan yang

lain, peserta didik tidak dapat menghubungkan pelajaran IPA dengan kehidupan

sehari – hari serta lingkungan tempat mereka tinggal, keterbatasan sarana dan

prasarana, peserta didik lalai mengerjakan tugas yang diberikan guru baik tugas
6

sekolah maupun tugas rumah, serta berbagai masalah yang dihadapi diakibatkan tidak

adanya pendekatan pembelajaran yang menarik minat peserta didik, hal tersebut

mengakibatkan peserta didik yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal hanya 25

% dari yang diharapkan,dari jumlah keseluruhan peserta didik dikelas V yaitu 48

peserta didik, anak yang aktif hanya 12 orang dibagi 48 dikali 100% hasilnya hanya

25 %, harapan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah mencapai kisaran 25 % - 50 %

peserta didik aktif serta mampu menjawab soal atau tugas yang diberikan.

Mengapa nilai serta prosentase peserta didik yang mampu menjawab tugas

dijadikan dasar dalam mengukur tingkat motivasi peserta didik, karena motivasi

belajar berkorelasi positif dengan hasil belajar yang akan diperoleh peserta didik,

semakin tinggi motivasi belajar peserta didik maka nilai hasil belajar pun akan

mencapai kisaran yang memuaskan, begitupun sebaliknya apabila motivasi belajar

peserta didik rendah maka nilai hasil belajar peserta didik yang dicapaipun akan

rendah pula atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kelebihan dari metode yang peneliti pilih adalah peserta didik diajak belajar,

mengenal konsep IPA dengan pendekatan pengalaman yang mereka peroleh dari

kehidupan sehari – hari serta lingkungan tempat mereka tinggal, keterbatasan sarana

dan prasarana dapat disiasati dengan penggunaan metode ini, karena pokok bahasan

yang peneliti ambil dari silabus IPA kelas V adalah tentang fungsi sistem organ

pencernaan dan pernapasan yang merupakan organ yang menjadi penunjang

kelangsungan hidup, baik manusia maupun hewan,dan pengalaman dasar yang

diambil adalah, proses mereka makan serta bernapas di kehidupan sehari – hari.
7

Kekurangannya adalah guru harus berperan sebagi motivator yang mendekati

anak didiknya dengan kekuatan penuh, bahasa yang digunakan harus bahasa yang

mudah mereka pahami, sementara di IPA banyak bahasa – bahasa ilmiah yang mau

tidak mau anak harus tahu dan mengerti, tingkat pengalaman peserta didik yang

beragam, tingkat IQ peserta didik serta pemahaman konsep yang beragam pula,

menyebabkan guru harus memilah bahasa yang sesuai, tidak main pukul rata, ketika

menjelaskan materi ajar. Disesuaikan dengan jenjang usia mereka yaitu antara usia

10 – 12 (masa operasional), di usia ini mereka sudah mampu berpikir abstrak dan

hipotesis, namun pengalaman belajar dan perkembangan bahasa yang dikuasainya

masih kurang, Dalam arti kata lain tingkat perkembangan kemampuan Afektif,

Kognitif serta Psikomotorik peserta didik berbeda atau beragam khususnya dikelas V

yang peneliti jadikan bahan penelitian.

Standar Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0 – 100 %,

dengan batas kriteria ideal minimum adalah 75 %. Peserta didik harus mencapai skor

75% benar sebelum berlatih pada modul/topik berikutnya. Guru dapat menentukan

skor/batas lulus untuk setiap target belajar.patokan yang digunakan 75% atau kurang

atau bisa juga mendekati. Tidak ada ukuran penentu 75%, yang penting bukan nilai

pasti skor lulusan, melainkan level minimal yang harus diperoleh dan diperoleh

peserta didik. Semua peserta didik, guru, orangtua, berharap peserta didik dapat lulus

dengan menguasai 75% dari materi yang diajarkan. Untuk mencapai batas skor

tersebut, perlu dilaksanakan program remedial bagi yang belum mencapai.


8

Standar ketuntasan belajar terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan /KTSP yaitu tingkat ketercapaian kompetensi ketuntasan belajar setelah

peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kriteria

ketuntasan minimal (KKM) tapi sekolah harus mempertimbangkan kemampuan rata-

rata peserta didik, kompleksitas,sumber daya pendukung, sumber daya manusia

(guru) ketika hendak menetapkan kriteria ketuntasan minimal(KKM), sekolah dapat

menetapkan KKM dibawah batas kriteria ideal, tetapi secara bertahap harus dapat

mencapai kriteria ketuntasan ideal, dan Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM) di SDN

Babakan jampang khususnya pada mata pelajaran IPA di kelas V baru mampu pada

kisaran 68 %.

Pada dasarnya penggunaan pendekatan ini dengan tujuan untuk meningkatkan

motivasi belajar peserta didik dan umpan baliknya (feed back) apakah sesuai dengan

harapan yang diinginkan, hasilnya dalam bentuk peningkatan hasil belajar peserta

didik, yang diukur melalui nilai ketuntasan minimal yang dicapai dari proses belajar

mengajar yang telah berlangsung atau sedang dilaksanakan peserta didik. Penulis

bermaksud melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Class Room Action

Research. Kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran IPA merupakan upaya untuk

bagaimana peserta didik dapat memahami konsep-konsep IPA secara utuh.

Pemahaman yang diperoleh peserta didik setelah melalui pembelajaran dengan

pendekatan yang kita gunakan dapat dilihat indikator keberhasilannya melalui hasil

belajar yang diperoleh.


9

Kata pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan,

sikap, atau perilaku peserta didik yang relatif permanen sebagai akibat dari

pengalaman atau pelatihan. Perubahan kemampuan yang hanya berlangsung sekejap

dan kemudian kembali ke perilaku semula menunjukan belum terjadinya peristiwa

pembelajaran, walaupun mungkin terjadi pengajaran. Tugas guru adalah membuat

proses pembelajaran pada peserta didik berlangsung secara aktif, efektif, kreatif,

menarik dan menyenangkan,dengan memperhatikan pendekatan sains, serta harus

menerapkan konsep”Learning to do, Learning to know, Learning to be and Learning

to live together”. Sesungguhnya mata pelajaran IPA adalah mata pelajaran yang

menarik karena banyak sekali peristiwa dalam kehidupan sehari – hari yang dapat

dijelaskan dengan konsep – konsep IPA, mata pelajaran IPA dapat digunakan untuk

menjelaskan berbagai persoalan seperti ; mengapa manusia membutuhkan makan,

organ apa yang berfungsi ketika kita makan,mengapa kita butuh oksigen, mengapa

kita dapat bernapas, organ apa yang berfungsi ketika kita bernapas.

Hal – hal mendasar itulah yang ingin peneliti kenalkan dalam proses

pembelajaran, menghubungkan peristiwa keseharian dengan konsep belajar IPA,

mengidentifikasi fungsi organ pada hewan dan manusia, belajar dari hal –hal kecil

tentang konsep IPA, belajar menganalisa, kreatif, intuitif, bersikap ilmiah, terutama

pada kelas V di SDN Babakan Jampang.


10

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan judul di atas maka penulis mengidentifikasi

beberapa masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik?

2. Bagaimana pendekatan pembelajaran experiential learning dapat

meningkatkan motivasi belajar peserta didik?

3. Bagaimana proses belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi belajar

peserta didik?

4. Bagaimana cara guru mengaplikasikan pendekatan pembelajaran experiential

learning dalam meningkatan motivasi belajar peserta didik?

5. Mengapa pendekatan experiential learning dapat meningkatkan motivasi

belajar peserta didik?

6. Apakah experiential learning yang diterapkan guru mampu memberikan

perubahan pada motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik?

7. Bagaimana pendekatan experiential learning (belajar melalui pengalaman)

pada standar kompetensi mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan

di kelas V SDN Babakan Jampang dapat meningkatkan motivasi belajar peserta

didik?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas terlihat

banyak faktor yang diduga mempengaruhi pemahaman konsep peserta didik dalam
11

proses pembelajaran IPA, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dibatasi

sebagai berikut :

”Upaya meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada standar kompetensi

mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan melalui pendekatan

experiential learning (belajar melalui pengalaman) pada kelas V di SDN Babakan

Jampang”

Variabel X dibatasi pada bagaimana pendekatan experiential learning diaplikasikan

dalam proses belajar mengajar.

Variabel Y dibatasi pada bagaimana upaya guru dalam meningkatkan motivasi

belajar peserta didik.

Standar kompetensi yang harus dikuasai adalah ; peserta didik mampu

mengidentifikasi organ tubuh manusia dan hewan di kelas V SDN Babakan Jampang,

pokok bahasannya adalah organ pernapasan dan organ pencernaan.

Pendekatan experientiel learning merupakan pendekatan yang memupuk kerja

sama peserta didik, mengenal permasalahan yang timbul dikeseharian mereka serta

mampu menghubungkan dengan ilmu IPA. Merangsang tingkat interaksi antar

peserta didik. Penggunaan alat bantu yang menarik perhatian memotivasi siswa untuk

lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, pada akhirnya dapat menciptakan

keaktipan dalam proses belajar mengajar. Peserta didik yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah peserta didik kelas V SDN Babakan Jampang, Kecamatan

Cidahu, Kabupaten Sukabumi.


12

Motivasi belajar merupakan motor pengerak untuk sebuah perubahan perilaku

secara menyeluruh yang meliputi aspek kognitif, aspek apektif dan aspek psikomotor.

Hal ini dapat terjadi apabila dalam proses belajar mengajar terdapat umpan balik

antara guru dan siswa dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi dan kualitas hasil

belajar peserta didik.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah awal saat problematika penelitian dan

merupakan bagian pokok dari kegiatan penelitian. Berdasarkan batasan masalah

diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diajukan sebagai berikut :

”Bagaimana upaya meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada standar

kompetensi mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan melalui

pendekatan experiential learning (belajar melalui pengalaman) di kelas V SDN

Babakan Jampang?”

E. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan diharapkan bermanfaat untuk :

a. Menambah khasanah keluasan ilmu pengetahuan/ pengembangan

pendekatan pendidikan pada peserta didik terutama pada mata pelajaran IPA

khususnya di bidang pendidikan.

b. Dijadikan pertimbangan bagi guru bidang studi khususnya IPA serta

rekan guru SD lain, metode pendekatan Cooperative tersebut sebagai salah


13

satu alternatip dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan sebagai media

untuk meningkatkan mutu hasil belajar dan mutu sekolah.

c. STKIP, dapat dijadikan acuan untuk menambah khasanah keluasan

ilmu, dan tolak ukur meningkatnya kemampuan analisis mahasiswa/i sebagai

standar kelulusan, serta menghasilkan sarjana yang mampu bersaing ketika

terjun didunia pendidikan sebagai guru.

d. Peneliti, menyampaikan informasi tentang pengunaan pendekatan

experiential learning serta meneliti pengaruhnya terhadap tingkat motivasi

peserta didik.

e. Peserta didik, dapat memberikan motivasi belajar, melatih

keterampilan, belajar bertanggung jawab pada setiap tugas, mengembangkan

kemampuan berfikir dan berpendapat positif, serta memberikan bekal untuk

dapat bekerjasama dengan orang lain dalam belajar maupun dalam

masyarakat.

f. Ditemukannya strategi pembelajaran yang tepat, tidak konvensional,

lebih variatif, belajar IPA tidak monoton.

g. Meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPA

dan memenuhi standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

h. Merangsang dalam meningkatkan keberanian peserta didik untuk

mengungkapkan ide, pertanyaan, keaktifan peserta didik dalam mengerjakan

tugas mandiri maupun kelompok.

You might also like