You are on page 1of 19

KEGIATAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

DIREKTORAT BANJAMSOS – BSKBA


Oleh : Dr. Ir. Dina Ruslanjari, MSi
PSBA (Pusat Studi Bencana) UGM

Doktor Bidang Ilmu Lingkungan


Dosen Sekolah Pascasarjana - UGM
Dosen Fakultas Geografi - UGM
Peneliti Ahli PSBA (Pusat Studi Bencana) - UGM

Kegiatan sosialisasi dan mitigasi bencana merupakan pembekalan, pembelajaran dan


pendidikan kepada masyarakat mengenai pengetahuan kebencanaan. Kegiatan yang dilakukan
mulai tahun 2006 ini merupakan kerjasama BSKBA dengan PSBA – UGM, atas inisiator Bapak
Bachtiar Chamzah (mantan Mensos), didukungan bapak Chazali Situmorang (pada saat itu
Sekdirjen Banjamsos) serta bapak Purnomo Sidik (pada saat itu Direktur BSKBA).

Kegiatan sosialisasi dan mitigasi merupakan kegiatan pengurangan risiko bencana.


Kegiatan ini dilakukan sebelum keluarnya undang-undang tentang penanggulangan bencana (UU
No. 24 Tahun 2007), yang mengamanatkan kegiatan sosialisasi mitigasi bencana (pra bencana)
sebagai upaya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi Bencana yang setiap saat dapat
terjadi. Kegiatan sosialisasi ini antara lain : 1) Perencanaan Partisipatif Penanggulangan
Bencana, 2) Pengembangan Budaya Sadar Bencana, 3) Peningkatan Komitmen Terhadap Pelaku
Penanggulangan Bencana dan 4) Penerapan Upaya Fisik, Nonfisik, dan Pengaturan PB
Dalam kegiatan ini, dibentuk kelompok masyarakat penanggulangan bencana, yang
berada dalam satu desa/kelurahan, di berbagai kabupaten/kota yang paling rawan di berbagai
provinsi di Indonesia. BSKBA melalui PSBA - UGM menjadi pelopor dalam kegiatan ini, yang
kemudian diikuti oleh berbagai Departemen/Institusi Pemerintah.

Kegiatan sosialisasi dan mitigasi bencana ini dilakukan di Selat Sunda, Lampung Selatan dan
Padeglang, Jawa Barat pada tahun 2006 dan di Pantai Selatan (Kabupaten Cilacap dan Pacitan)
pada tahun 2007.

I. Latar Belakang Kegiatan Sosialisasi dan Mitigasi Bencana Alam Gempabumi Dan Tsunami
1
Indonesia secara spasial terletak di wilayah yang sangat strategis bagi bernaungnya
beranekaragam sumberdaya, baik biotik maupun abiotik. Secara geografis, Indonesia merupakan
wilayah yang rawan bencana alam, karena Indonesia terletak pada zona pertemuan tiga lempeng
tektonik yang selalu bergerak, yaitu Lempeng Samudra Indo-Australia, Lempeng Benua Eurasia,
dan Lempeng Samudra Pasifik, serta lempeng-lempeng lebih kecil yang juga selalu bergerak.
Indonesia merupakan daerah yang memiliki jalur gempabumi dan vulkanik aktif. Lokasi ini
menyebabkan aktivitas kegempaan tinggi, yang rentetan peristiwanya mengakibatkan terbentuknya
struktur geologi baru, rusaknya struktur geologi yang ada sebelumnya, sehingga akan
mengakibatkan bencana alam gempabumi, longsoran, dan tsunami. ( Ellen J. Prager dalam Furious
Earth, 2006)

Setiap orang yang tinggal di wilayah rawan bencana harus menyadari bahwa mereka hidup
di lingkungan yang mempunyai potensi terhadap terjadinya bencana. Mereka harus hidup
berdampingan secara harmonis dengan lingkungan dalam memanfaatkan sumberdayanya, namun
mereka tetap harus meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat harus mengetahui keberadaan
ancaman bencana, tingkat ancaman bencana, serta gejala-gejala alam yang terjadi sebelum ancaman
berubah menjadi bencana. Pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan akan dapat meningkatkan
kapasitas masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana, sehingga meminimalkan dampak
negatifnya menjadi sekecil mungkin atau mengurangi korban, baik manusia dan harta benda,
melalui kegiatan sosialisasi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mampu melakukan
penanggulangan bencana alam gempabumi dan tsunami yang akan terjadi.

Secara umum tujuan dilakukan sosialisasi dan mitigasi bencana ini antara lain membangun
masyarakat sadar bencana, meningkatkan SDM yang handal dalam penangulangan bencana, serta
memberikan informasi kepada masyarakat yang bersifat edukasi dalam upaya meningkatkan
peranan DEPSOS terhadap penanganan kebencanaan nasional dengan lingkup konsep “Disaster
Management Cycle”. Kegiatan sosialisasi ini dilakukan di beberapa lokasi antara lain Selat Sunda
yang meliputi Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pandeglang serta Pantai Selatan Jawa
yang meliputi Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Pacitan. Pemilihan daerah sosialisasi didasarkan
pada kondisi daerah yang rawan terhadap bencana khususnya gempabumi dan tsunami.

2
Sosialisasi ditujukan kepada segenap lapisan masyarakat baik individu maupun
lembaga serta komunitas yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat. Sasaran kegiatan
meliputi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan,
lembaga pendidikan, lembaga sosial, lembaga swadaya masyarakat, media informasi, karang
taruna, ibu-ibu PKK, dan lembaga swasta.

Didalam rangkaian kegiatan Sosialisasi Mitigasi Bencana, adapun tahapan kegiatan


meliputi :

a. Analisis sejarah tentang bencana alam


Penggalian informasi langsung dari masyarakat dilakukan dengan curah pendapat
(sharing idea). Informasi yang diperoleh dari masyarakat didokumentasikan untuk
menunjukkan bahwa masyarakat telah memiliki pengetahuan tentang lingkungan sekitar
yang berkaitan dengan kejadian-kejadian bencana.
b. Diskusi kelompok terarah (Focus Groups Discussion)
Diskusi kelompok terarah merupakan kegiatan diskusi yang bertujuan menggali
opini masyarakat (peserta diskusi) mengenai bencana. Dalam kegiatan sosialisasi mitigasi
bencana, diskusi kelompok terarah dilakukan untuk menggali kearifan budaya lokal dan
pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan.
c. Tutorial tentang kajian daerah rawan bencana dan risiko yang dihadapi
Kegiatan ini dilakukan dengan pemutaran film bencana yang pernah terjadi,
penyampaian materi tentang kebencanaan dan diskusi
d. Penyusunan Tupoksi
Penyusunan kesepakatan peran para pihak (stakeholders) dalam bertindak
(comitment to act) menghadapi bencana yang diwujudkan dalam tugas pokok dan fungsi
sesuai dengan peran para pihak pemangku kepentingan.
e. Simulasi gladi posko
Gladi dan simulasi lapangan merupakan media praktek bagi peserta untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan penanggulangan bencana pada saat terjadi bencana.
Kegiatan ini diharapkan menjadi penggerak bagi masyarakat untuk secara mandiri
mampu mengenali gejala dan tanda bencana yang ada di daerahnya, tanggap dalam
melakukan antisipasi terjadinya bencana. Masyarakat diharap mampu menjalankan
mekanisme koordinasi tugas dan tanggungjawab secara otomatis di antara
3
multistakeholders lokal dalam penanggulangan bencana serta membudayakan proses
transfer pengetahuan bencana lintas generasi secara berkelanjutan.

II. Hasil Kegiatan


II.1. Selat Sunda
Wilayah Provinsi Banten dan Provinsi Lampung yang terletak di sekitar Selat
Sunda merupakan wilayah tidak jauh dari zone tunjaman antar lempeng. Wilayah tersebut
juga dilewati oleh banyak sesar aktif (antara lain Sesar Semangko dan Sesar Meramang),
dan terletak pada jalur gunungapi aktif yang membentang sepanjang 7000 km dari Aceh
sampai ke Kepulauan Banda di Maluku (ESDM, 2006)
Gunung Krakatau merupakan salah satu gunungapi yang aktif di dunia. Erupsi
Gunung tersebut pada tahun 1883 menimbulkan bencana besar selain letusan gunungapi
seperti gempa bumi dan tsunami. Selat Sunda mempunyai potensi bencana yang
disebabkan oleh adanya sesar yang memotong Selat Sunda dan Gunungapi Krakatau pada
sesar tersebut.
Program sosialisasi sebagai media edukasi bencana sangat penting dilakukan
untuk membekali kesiapsiagaan masyarakat dalam berperikehidupan di kawasan rawan
bencana. Kondisi anak gunungapi Krakatau yang aktif merupakan kawasan yang rawan
terhadap terjadinya bencana alam yang mengancam kehidupan masyarakat sekitarnya
sehingga sangat penting artinya membangun kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya
mitigasi bencana. Adapun kerangka pikir dan skenario mitigasi bencana Selat Sunda
dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut,

4
Gambar 2.1 Alur Kegiatan Sosialisasi dan Mitigasi Bencana Tahun 2006

Kegiatan sosialisasi mitigasi bencana di Selat Sunda dilaksanakan di dua


kabupaten, yakni Kabupaten lampung Selatan dan Kabupaten Pandeglang.

Para stakeholder melakukan FGD tentang bencana

5
Tim Reaksi Cepat Kabupaten Evakuasi Korban

Situasi di Barak pengungsian Penanganan Korban

Gambar 2.1. Pelaksanaan Gladi Posko

II.1.1. Kegiatan Sosialisasi dan Mitigasi Bancana Kabupaten Lampung Selatan


Kegiatan mitigasi bencana di Kabupaten Lampung Selatan dilaksanakan di
Kecamatan Sidomulyo, Kecamatan Kalianda dan Kecamatan Rajabasa. Hasil Diskusi
Terfokus/Focus Group Discussion (FGD) di ketiga kecamatan tersebut walaupun ada
sedikit perbedaan, namun secara garis besar hampir sama. Yaitu:
1. Permasalahan yang dapat dirumuskan oleh warga Kecamatan Sidomulyo
terkait dengan penanggulangan bencana antara lain, kurangnya sarana dan
prasarana yang mendukung dalam menghadapi tanggap bencana, kurangnya
informasi, komunikasi, dan kerjasama antara petugas dengan petugas dan
petugas dengan masyarakat, kurangnya informasi dan sosialisasi oleh
pemerintah setempat kepada masyarakat, kurangnya persediaan logistik dan
peralatan darurat.
2. Permasalahan yang ditemukan di Kecamatan Kalianda adalah masalah
penanggung jawab pemegang kendali informasi, kurangnya ketersediaan alat

6
serta prasarana, kurangnya sarana komunikasi dan kurangnya informasi serta
sosialisasi kesadaran masyarakat.
3.Permasalahan di Kecamatan Rajabasa antara lain kurangnya peralatan,
komunikasi, sosialisasi, dana, letak desa yang jauh, tugas struktur desa yang
kurang efektif serta isu-isu yang terjadi.

Solusi yang disampaikan secara umum dari hasil FGD di Kabupaten Lampung
ini antara lain, penyediaan sarana prasarana dan alat yang mendukung
penanggulangan bencana (rambu-rambu, sirine, megaphone, kendaraan), melakukan
sosialisasi kepada masyarakat, menyiapkan dana dan logistik, memaksimalkan fungsi
kelembagaan dan aparat serta pembuatan jalur evakuasi.

II.1.2. Kegiatan Sosialisasi dan Mitigasi Bencana Kabupaten Pandeglang (Jawa


Barat)

Hasil FGD yang dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang dapat ditunjukkan


pada tabel 2.1. berikut.

Tabel 2.1. Acuan Kerja Penanggulangan Bencana Hasil FGD di Kabupaten Pandeglangan.
No IDENTIFIKASI TUJUAN KENDALA SOLUSI BERSAMA PENANGGUNG
MASALAH JAWAB
REKOMENDASI

1. Sarana dan Prasarana

a. Jaringan Jalan/ - Penambahan alat - Beberapa ruas - Perbaikan sarana 1. Dinas/Instansi/


Transportasi transportasi jalan ada yang transportasi dengan Muspika Kecamatan
- Pembuatan jalan rusak meminta sumbangan 2. Pemerintahan
alternatif - Kemampuan masyarakat setempat Desa
dana 3. Tokoh Masyarakat,
Tokoh Pemuda, LSM
b. Permukiman - Pendirian Posko - Tempat evakuasi - Penyediaan tempat
Penduduk darurat jauh pengungsian
- Pembuatan/
pembangunan
tempat evakuasi
yang aman dan
mudah diakses
oleh korban

c. Fasilitas Umum - Penambahan alat - Belum memiliki - Penyediaan alat


komunikasi alat deteksi dini deteksi dini bencana
- Penyediaan alat bencana (terkait dan alat penunjang
deteksi dini dengan dana) evakuasi bencana:
bencana alam perahu karet,
pelampung, radio

7
komunikasi, kentongan

2. EKONOMI
1. Dinas/Instansi/
a. Penghasilan - Distribusi logistik - Distribusi logistik - Pembentukan tim PBA Muspika
Masyarakat Rendah berjalan dg baik lambat dan tidak (Penanganan Bencana Kecamatan
merata Alam) tingkat 2. Pemerintahan
- Distribusi logistik Kecamatan yang Desa
tidak tepat sasaran bertanggung jawab 3. Tokoh
penuh dalam distribusi Masyarakat,
logistik Tokoh Pemuda,
LSM

- Menghimpun - Kurang adanya - Sosialiasasi mengenai


dana dari kepedulian kepada kepedulian kepada
masyarakat sesama sesama

- Membuat Kas - Kurang adanya - Sosialiasasi mengenai


Desa kepedulian kepada kepedulian kepada
sesama sesama

3. SOSIAL DAN BUDAYA

a. Pendidikan - Meningkatkan - SDM masih - Diklat PBA minimal 3


Masyarakat Rendah kualitas SDM rendah bulan sekali
dalam kegiatan - Membentuk tim PBA di
PBA tiap tingkat kecamatan

b. Situasi Keamanan - Pembentukan - Kesulitan mencari - Diklat untuk relawan


Terganggu relawan yang relawan yang memang di bentuk
bertugas menjaga - Siskamling baru untuk tanggap dalam
keamanan daerah di fokuskan pada kegiatan PBA
yg terkena gempa keamanan - Peningkatan kegiatan
- Peningkatan lingkungan di luar siskamling dengan
Kegiatan kejadian bencana manajemen berbasis
Siskamling PBA

c. Kepanikan - Pembentukan Keahlian tim PBA - Pelatihan tim PBA


Masyarakat relawan yang (misal: tim medis)
bertugas yg masih terbatas
menenangkan
kepanikan
masyarakat

d. Kehilangan Anggota - Pengumpulan - Belum - Melengkapi pendataan


Keluarga informasi/data lengkapnya - Meningkatkan
masyarakat tiap pendataan dan koordinasi tim PBA per
kecamatan lemahnya tiap kecamatan
koordinasi

Kegiatan Sosialisasi Mitigasi Bencana ini selain menghasilkan beberapa perumusan


permasalahan dan alternatif solusi dari FGD. Masyarakat secara bersama-sama menyusun
jalur evakuasi sebagai antisipasi ketika terjadi bencana.

8
Gambar 2.2. Jalur Evakuasi yang Dibuat Masyarakat di Kabupaten Pandeglang
dan Lampung Selatan.

Selain pembuatan jalur evakuasi, masyarakat juga mampu membuat rambu-rambu


bencana sebagai salah satu sosialisasi bahaya bencana terhadap masyarakat.

Gambar 2.3. Rambu-rambu yang telah dibuat warga masyarakat peserta sosialisasi.

II.2. Pantai Selatan Jawa


Pada Wilayah Pulau Jawa bagian selatan rawan terhadap bencana alam gempa bumi
tektonik dan tsunami. Daerah yang dipilih pada Pantai Selatan jawa ini adalah Kabupaten
Cilacap dan Pacitan. Kedua kabupaten tersebut dianggap telah mewakili daerah lain di Pantai
Selatan Jawa yang rawan terhadap ancaman bencanaDalam hal ini Perlunya membangun
komunitas masyarakat sadar bencana (yang adaptif dan adoptif), disesuaikan dengan kearifan

9
lokal masyarakat setempat. Program sosialisasi sebagai media edukasi bencana sangat
penting dilakukan sebagai bekal kesiapsiagaan masyarakat dalam berperikehidupan di
kawasan rawan bencana. Adapun diagram alur kegiatan sosialisasi dan mitigasi bancana
untuk wilayah pantai selatan jawa yang meliputi Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Pacitan
dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Alur Kegiatan Sosialisasi dan Mitigasi Bencana Tahun 2007

II.2.1. Kegiatan Sosialisasi dan Mitigasi Bencana Kabupaten Pacitan


Pacitan merupakan teluk yang diapit oleh perbukitan berbatuan vulkanik di
bagian barat dan perbukitan gamping di bagian timur. Wilayah Pacitan dilewati oleh
Sungai Grindulu dan sesar besar yang terbentang ke arah utara dan sesar lainnya.
Sesar Grindulu dapat merupakan faktor pemicu terjadinya gempa atau dapat pula
merupakan pemicu terjadinya longsor. Pacitan terletak pada lembah Sungai Grindulu
yang bila terjadi tsunami, maka daerah Pacitan akan mengalami kerusakan yang
sangat besar. (BPM Pemerintah Kabupaten Pacitan, 2006)
Beberapa daerah yang menjadi tujuan sosialisasi di Pacitan, dilakukan di
Kecamatan Pacitan di :
 Desa Kayen merupakan desa ring dua yang merupakan desa evakuasi atau
tempat penampungan apabila terjadi bencana tsunami dan gempa bumi.

10
 Desa Kembang merupakan desa yang rawan bencana dan merupakan desa
ring satu yang berada dekat dengan muara sungai Grindulu yang belum
pernah dilaksanakan sosialisasi.

Gambar 2.3. Citra Teluk Pacitan

Pada kegiatan Workshop diikuti oleh perwakilan dari Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten (Kesbanglinmas, Dinas Kesehatan, Dinas Kehutanan, Dinas
Pendidikan, Lingkungan Hidup), DPRD, Lembaga Swadaya Masyarakat dalam dan
luar negeri, Media, BMG, Tokoh Masyarakat, Satkorlak dan Satlak, Tagana, dan PMI.
Para peserta mendiskusikan solusi dari kendala atau persoalan yang dihadapi, sehingga
dapat diidentifikasi & dirumuskan konsep penguatan kelembagaan lokal untuk
melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana ditingkat daerah. Hasil workshop
yaitu kesepakatan pemerintah daerah mengantisipasi terjadinya bencana dengan
membentuk sistem manajemen yang baru antara lain :
a. menjalin kerjasama dengan BMG berupa pengadaan alat Early Warning System.
Polres dan Kodim telah siaga dan melakukan koordinasi dengan pengusaha dalam
pengadaan kendaraan besar yang dimiliki untuk evakuasi.
b. Komando Distrik Militer (Kodim) berperan dalam proses evakuasi korban,
menolong dan mengamankan wilayah dan sebagian aparat secara khusus
memberikan bantuan medis.
c. Masing-masing Kepala Desa sudah dibekali pengetahuan kebencanaan beserta jalur
evakuasinya.

11
d. Kantor dinas sosial atau kesejahteraan sosial sudah siap dengan perahu karet untuk
penanggulangan bencana banjir.
e. Bidang Kesejahteraan Sosial berfungsi dalam menyiapkan peralatan dapur,
transportasi untuk mengangkut bantuan pangan dan sandang, dan peralatan lain
seperti genset untuk penerangan.
f. BAPPEDA dalam proses bencana berperan saat pra bencana, yakni dalam rencana
pembangunan yang mengikuti aturan kesesuaian lahan dan tata ruang.
g. Kesbanglinmas bertindak sesuai dengan SK Bupati mengadakan pertemuan antar
bidang secara rutin setiap dua bulan sekali.
h. Pemerintah desa telah dapat memetakan jalur dan tempat evakuasi menuju desa
Kayen dan desa Jelok, sedangkan masyarakatnya telah menindaklanjuti penyuluhan
kebencanaan.
i. TNI dan POLRI pernah menyelenggarakan gladi yang diikuti oleh lembaga-lembaga
di tingkat kecamatan dan desa yang akan dilakukan secara berkesinambungan.
j. PMI melakukan kordinasi dengan Kodim untuk evakuasi dan menolong korban.
Puskesmas bila memungkinkan berfungsi sebagai pos penanggulangan darurat dan
evakuasi.
k. Penggalangan partisipasi kelompok wanita (Pembinaan Kesejateraan Keluarga)
dalam kesiapsiagaan penanggulangan bencana dilakukan dengan menyampaikan
pengetahuan tentang kebencanaan, menampung bantuan logistik serta mendukung
penyediaan konsumsi di dapur umum.
l. Tokoh masyarakat berfungsi sebagai pemberi informasi kepada masyarakatnya, dan
menggerakannya agar masyarakat mengetahui tindakan yang dilakukan ketika terjadi
bencana.
m. Karang taruna menjadi ujung tombak pemerintah desa dalam penanggulangan
bencana. Kelompok ini membutuhkan pelatihan dan pendampingan tentang simulasi
penangulangan bencana secara berkesinambungan.
n. Tagana belum banyak diketahui perannya di tingkat desa karena keberadaanya diatur
dan dikordinasi oleh propinsi dan fihak kabupaten.
o. RAPI dan ORARI sebagai kelompok yang bertugas di jalur komunikasi, berfungsi
memonitor melalui radio, yang terhubung ke lembaga-lembaga terkait dengan
penanggulangan bencana.
p. INFOKOM dalam hal ini berperan dalam klarifikasi kebenaran berita dan
mempublikasikan melalui media-media yang aktif, seperti radio. Baywatch sebagai
12
suatu organisasi penyelamatan daerah pantai masih perlu dukungan, mungkin karena
kurang koordinasi dengan pihak yang terkait, sehingga kurang fasilitas dan biaya,
serta kewenangan masih belum jelas.
q. Kegiatan yang berkaitan dengan bencana alam menjadi tanggung jawab pokok
pemerintah Kabupaten Pacitan, sehingga harapan yang disampaikan dengan
pelaksanaan sosialisasi ini dapat melengkapi sistem yang sudah berjalan.

II.2.2. Kabupaten Cilacap

Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten yang terletak di pesisir selatan


Samudera Hindia. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Cilacap terletak di sebelah
utara lempeng tektonik, dan rawan terhadap terjadinya bencana. Kabupaten Cilacap
berhadapan langsung dengan zona subduksi antara Lempeng Hindia-Australia &
Eurasia (Asia Tenggara) dan terdapat jalur Sesar Serayu dan Sesar Citandui. Program
sosialisasi sebagai media edukasi bencana sangat penting dilakukan untuk membekali
kesiapsiagaan masyarakat dalam berperikehidupan di kawasan rawan bencana.

Daerah sosialisasi mitigasi bencana di Cilacap dilaksanakan :

1. Di Kecamatan Binangun adalah salah satu kecamatan yang rawan


bencana tsunami dan gempabumi. Desa Binangun merupakan Desa ring dua atau
desa evakuasi yang pada saat terjadi tsunami pada tanggal 17 Juli 2006
merupakan desa yang menampung pengungsi dari Desa Widarapayung Wetan.

2. Desa Widarapayung Wetan yang merupakan desa ring satu, yaitu desa
yang terkena bencana tsunami pada tanggal 17 Juli 2006 dan menimbulkan
banyak korban jiwa. Alasan lain dilaksanakan sosialisasi di daerah tersebut
karena kegiatan sosialisasi mitigasi bencana belum pernah dilaksanakan di kedua
desa tersebut.

Hasil dari sosialisasi, workshop dan pembahasan mengenai solusi atas kendala atas
persoalan yang dihadapi, maka pembagiaan tanggung jawab para stakeholder yang ada,
adalah sebagai berikut.

a. Kodim melakukan tindakan dengan menggerakkan pasukan untuk terjun


membantu masyarakat, meskipun dari pusat belum ada perintah.

13
b. Satpol PP mengatur pengungsi yang berada di pendopo kabupaten selama
beberapa malam dikarenakan banyaknya warga masyarakat yang mengungsi ke
pendopo kabupaten. Satpol PP turut meredam kepanikan warga yang mengungsi
ke Banyumas atau yang mengungsi ke masjid, sekolah, dan kantor-kantor.
Setelah pengungsi merasa aman, satpol PP membantu mengatur pengungsi
kembali ke desa masing-masing dengan kendaraan dari kabupaten.

c. Tokoh masyarakat membantu dalam proses evakuasi setelah berkoordinasi


dengan TNI AD, mengamankan wilayah yang terkena musibah dan ditinggalkan
warga sehingga kejadian kehilangan harta benda akibat ditinggal mengungsi
tidak ada.

d. Para nelayan memberikan informasi laporan pandangan mata atas kondisi


lingkungan termasuk fenomena alam sehingga sebelum tsunami terjadi para
nelayan sudah menambatkan perahunya.

e. Staf kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab.Cilacap juga turun tangan
untuk membantu evakuasi, mendata korban, mendirikan dapur umum, dan
mendirikan tenda bagi pengungsi di daerah aman.

f. Lembaga pendidikan anak (LSM di Cilacap) membantu proses evakuasi korban,


rehabilitasi korban, dan juga koordinasi sektoral.

g. Pimpinan Cabang NU Cilacap mengirim informasi bencana dari tingkat cabang


(kabupaten) hingga ranting kelurahan, dan membentuk serta menghimpun
relawan bencana.

h. SAR Wijaya Kusuma juga segera terjun ke lapangan, segera mengevakuasi


korban serta mengungsikan warga ke tempat yang lebih tinggi, serta mengadakan
pengawasan di wilayah yang ditinggalkan.

i. Di tingkat desa, tokoh masyarakat membantu membawa orang-orang dengan


kendaraan roda empat mengungsi menuju ke arah utara (ke Kroya), serta
menugaskan satgaslimnas untuk menjaga keamanan desa yang kosong dan
mencari logistik untuk pengungsi.

j. Karang taruna melakukan proses evakuasi , menyiapkan logistik untuk anak-


anak, menyediakan tempat untuk posko relawan, posko parpol, hingga dapur
14
umum, serta menenangkan warga yang panik dan trauma yang mengungsi di
Sodong maupun di G.Selok.

k. Tagana Kabupaten Cilacap pada saat tsunami membantu penyiapan dan


pengiriman makanan untuk pengungsi ke selok dan pengirimannya yang
diselenggarakan oleh Dinas Sosial

l. Dinas Keluarga Berencana Kabupaten Cilacap Aparat pemerintah desa


melakukan pendataan warga yang mengungsi di pendopo dan masjid agung,
membuat data perahu yang hilang, dan beberapa awak kapal yang hilang, serta
membuat data perahu yang rusak dan terlempar dari bibir pantai.

m. POLRES (Polisi Resort) berperan dalam penggulangan bencana tsunami dengan


melakukan pertolongan korban dan mengamankan masyarakat, harta benda milik
masyarakat, mengatur para pengungsi, mengevakuasi korban dengan sarana dan
prasarana yang ada serta membantu menyebarkan berita tanda bahaya dan
menyebarkannya melalui polres-polres.

n. RAPI membantu komunikasi dan informasi permasalahan kejadian bencana


secara berkala tentang perkembangan/ perubahan yang terjadi kepada instansi
dan masyarakat, mengevakuasi dan mendata korban untuk dilaporkan ke dinas
terkait.

o. DKLH (Dinas Kota Lingkungan Hidup) melakukan identifikasi (pendataan


kerusakan lingkungan pasca bencana).

p. UPT Dinas Sosial Keluarga Berencana Kec.Adipala turut berperan dalam


penanganan korban secara langsung ditempat pengungsian (Gunung Selok),
mengidentifikasi korban dan pendataan para pengungsi, bantuan dan konsumsi.

Kegiatan sosialisasi bencana di Kabupaten Pacitan dan Cilacap selain menghasilkan


kesepakatan yang dirumuskan saat workshop juga telah membuat berbagai kesepakatan dan
pencapaian. Hal tersebut antara lain, terbentuknya komunitas masyarakat saadar bencana,
terbentuknya kelompok masyarakat penanggulangan bencana, tersedia dan dibuatnya
infrastruktur penanggulangan bencana serta terbangunya sistem koordinasi dan fasilitasi
penanggulangan bencana.
15
Gambar 2.4. Simulasi Gempabumi Dan Tsunami

Gambar 2.5. Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana :


komunitas masyarakat sadar bencana

16
Gambar 2.6. Infrastruktur (Rambu-rambu) Penanggulangan Bencana.

Gambar 2.7.. Sistem kordinasi dan fasilitasi penanggulangan bencana

17
III. Kesimpulan dan Rekomendasi

III.1. Kesimpulan

Dari serangkaian kegiatan sosialisasi mitigasi bencana di berbagai daerah baik di


Selat Sunda maupun Pantai Selatan Jawa dapat disImpulkan :

1. Kegiatan sosialisasi menjadi media yang sangat penting untuk mempersiapkan


kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana gempabumi dan
tsunami.

2. Model sosialisasi yang dihasilkan dapat menjadi sumber inovasi Depsos RI untuk
diadopsi dan diadaptasikan di daerah-daerah lain secara nasional.

3. Pelatihan terhadap fasilitator daerah dilakukan dalam rangka menyiapkan agen di


daerah menjadi motivator dalam membentuk komunitas masyarakat sadar bencana,
dan di masa selanjutnya berkembangnya innovator daerah menjadi modal dasar yang
sangat strategik untuk menjamin keberlanjutan penyelenggaraan penanggulangan
bencana partisipatif di tingkat daerah. Serta kegiatan sosialisasi yang dilakukan
melalui kegiatan penyuluhan kebencanaan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat, serta penyelenggaraan gladi penanggulangan bencana untuk
meningkatkan sikap tanggap (ketrampilan masyarakat) dalam menghadapi bencana
gempabumi dan tsunami, diharapkan dapat menjadi media edukasi kebencanaan
menuju perubahan perilaku masyarakat untuk lebih sadar dan tanggap terhadap
ancaman bencana yang setiap saat dapat terjadi.

3.2. Rekomendasi

Berdasarkan beberapa kesimpulan, dapat dirumuskan rekomendasi sebagai berikut.

1. pemda harus meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan pelatihan


dan sosialisasi secara berkelanjutan.

2. Masyarakat pesisir Selat Sunda dapat memahami pengetahuan


kebencanaan dan mampu membangun kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
alam gempa bumi dan tsunami yang akan terjadi, sehingga dapat meminimalkan
risiko bencana.
18
3. Perlu melakukan kegiatan serupa di daerah rawan tinggi terhadap
bencana. Pemda harus memelihara dan membentuk kelompok masyarakat sadar
bencana dengan edukasi masyarakat tanggap bencana.

4. Pemda agar melakukan gladi lapang secara periodik, guna meningkatkan


SDM lokal yang handal, sehingga mampu melakukan penanggulangan bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, E.P. 1986. Indonesia. Southeast Aia Association on Seismology and Earthquake
Engineering.Series on Seismology volume V.

BPM Pemerintah Kabupaten Pacitan, 2006, Daftar Isian Profil Desa dan Kelurahan Tahun
2006, Kabupaten Pacitan.

ESDM, 2006, Gempabumi dan Tsunami, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
Bandung

Prager. Ellen J. 2006. Furious Earth : The Science and Nature of Earthquakes, Volcanoes, and
Tsunamis. Bandung : Penerbit Buku Pakar Raya

UNDANG-UNDANG Nomor. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

19

You might also like