Professional Documents
Culture Documents
Sumpah Pemuda
Pendahuluan
“…kalau bagi Kaum Tua Budi Utomo menjadi titik tolaknya (20 mei 1908), yang
kemudian diakui sebagai hari kebangkitan nasional, maka bagi Kaum Muda
perlambang kebangkitan nasionalnya bertitik tolak pada Tri Koro Dharmo pada
tanggal 7 Maret 1915.”
“…lahirlah untuk pertama kalinja pergerakan pemuda dengan nama ‘Tri Koro
Dharmo’ pada tanggal 15 Maret 1915.”
Isi
PERTAMA.
Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe,
Tanah Indonesia.
KEDOEA.
Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa
Indonesia.
KETIGA.
Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean,
Bahasa Indonesia.
Kongres Pemuda II
Peserta
Para peserta Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi
pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong
Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, dll. Di
antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat,
yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie serta Kwee
Thiam Hong sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond.
Museum
Dewasa ini, ketika negara dan bangsa kita sedang dilanda oleh berbagai krisis
di banyak bidang, adalah amat penting bagi kita semua untuk menyimak
kembali arti penting hari yang bersejarah ini, dan berusaha menghayati
maknanya bagi kelangsungan kehidupan kita bersama. Selama lebih dari 32
tahun, Hari Sumpah Pemuda telah diperingati dengan upacara-upacara yang
kebanyakan dikemas dengan pidato-pidato para “tokoh” yang kosong isinya,
dan terlepas dari jiwa sejarah revolusioner yang melahirkannya. Tidak bisa
lain!. Sebab, jelaslah kiranya bahwa tidak bisa diharapkan adanya pemahaman
yang tepat dari para pendukung politik Orde Baru, yang umumnya terdiri dari
oknum-oknum reaksioner, tentang sejarah lahirnya Sumpah Pemuda dalam
tahun 1928. Mereka TIDAK MAU mengerti, dan tidak bisa memahami bahwa
Sumpah Pemuda tidak bisa dipisahkan dari perjuangan politik revolusioner
Bung Karno. Mereka juga TIDAK MAMPU memahami bahwa Sumpah Pemuda
ada kaitannya yang erat dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh
pembrontakan melawan kolonialisme Belanda yang dilancarkan oleh PKI dalam
tahun 1926.
Perlulah kiranya selalu kita ingat bersama-sama bahwa Sumpah Pemuda, yang
dilahirkan sebagai hasil Kongres Pemuda II yang diselenggarakan tanggal 27-
28 Oktober 1928 di Jakarta adalah manifestasi yang gemilang dari hasrat kuat
kalangan muda Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku dan agama, untuk
menggalang persatuan bangsa dalam perjuangan melawan kolonialisme
Belanda. Mereka ini adalah wakil-wakil angkatan muda yang tergabung dalam
Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Jong
Celebes, Jong Ambon, Minahasa Bond, Madura Bond, Pemuda Betawi dan lain-
lain. Atas prakarsa Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) inilah kongres
pemuda itu telah melahirkan Sumpah yang berbunyi : “Kami putera dan puteri
Indonesia mengaku bertumpah-darah yang satu : tanah Indonesia. Kami
putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu : bangsa Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa yang satu : bahasa
Indonesia “.
Aspek-aspek penting inilah yang harus kita camkan bersama-sama dalam hati
kita masing-masing, ketika dewasa ini negara dan bangsa kita sedang
menghadapi berbagai krisis. Sebab, kecenderungan-kecenderungan negatif
sudah makin terdengar di sana-sini, yang bisa membahayakan persatuan dan
kesatuan bangsa kita. Sebagai akibat politik pemerintahan Orde Baru, telah
muncul permusuhan dan pertentangan suku, agama, dan aliran politik.
Sebagian dari golongan reaksioner Islam telah memunculkan isyu-isyu
keagamaan dan kesukuan yang berbahaya. Golongan yang menganut faham
politik marxis, sosialis atau komunis telah dikucilkan selama puluhan tahun.
Pelaksanaan otonomi daerah telah disalahgunakan oleh para oknum korup dan
anti-rakyat di banyak daerah.
Sumpah Pemuda mengingatkan kita semua bahwa Indonesia ini adalah milik
kita bersama, tidak peduli dari kalangan agama atau suku yang mana pun,
atau dari kalangan aliran politik yang bagaimana pun. Sumpah Pemuda telah
meng-ikrarkan bahwa kita adalah satu bangsa, satu tanah-air dan satu
bahasa. Tetapi, Sumpah Pemuda hanya bisa betul-betul dihayati atau dipatuhi,
kalau semua merasa mendapat perlakuan yang adil. Sumpah Pemuda hanya
bisa betul-betul diakui atau ditaati secara bersama dengan sepenuh hati, kalau
semua merasa dihargai setara. Adalah pengkhianatan terhadap Sumpah
Pemuda, kalau ada golongan yang mau memaksakan secara sewenang-wenang
faham keagamaannya atau aliran politiknya. Sumpah Pemuda mengingatkan
kita semua, bahwa di Indonesia tidak boleh ada golongan yang merasa
ditindas, dianak-tirikan, dikucilkan, atau diabaikan.
Dan dalam perjuangan panjang ini telah gugur banyak orang, dan banyak pula
yang telah mengorbankan sebagian dari hidup mereka dalam penderitaan.
Sekarang ini, setelah bangsa kita sudah merdeka, Sumpah Pemuda masih
perlu kita kibarkan terus, dalam menghadapi berbagai persoalan nasional
maupun ingernasional. Negara dan bangsa yang sudah dirusak secara besar-
besaran oleh Orde Baru harus kita bangun kembali lewat reformasi di segala
bidang. Kita semua sedang menghadapi berbagai akibat globalisasi ekonomi
dan globalisasi komunikasi. Kita juga sedang menghadapi berbagai dampak
dari aksi-aksi terorisme, baik yang dilakukan di tingkat nasional maupun
internasional.
Kita semua belum tahu bagaimana dan apa kelanjutan dari peristiwa
peledakan bom terror di Bali. Dan kita juga tidak tahu apakah Irak memang
akan diserang oleh Amerika Serikat. Namun, yang sudah jelas yalah bahwa
kita semua perlu tetap mengibarkan panji-panji Sumpah Pemuda, dalam
menghadapi berbagai prahara politik, sosial dan ekonomi, yang mungkin akan
muncul lebih serius di masa datang.
Dengan semangat dan jiwa asli Sumpah Pemuda yang dicetuskan dalam tahun
1928, kita perlu berusaha bersama-sama untuk menjadikan Indonesia yang
berpenduduk 210 juta orang ini sebagai milik kita bersama. Indonesia adalah
untuk semua golongan, yang merupakan berbagai komponen bangsa. Dengan
mengibarkan panjji-panji Sumpah Pemuda, Bhinneka Tunggal Ika dan
Pancasila kita perlu berjuang terus bersama-sama demi kepentingan seluruh
rakyat, demi kesejahteraan dan kedamaian berbagai golongan suku,
keturunan, agama, dan aliran politik.
Satu-satunya tokoh yang berperan aktif dalam dua peristiwa yang menjadi
tonggak sejarah nasional itu adalah Prof Mr Sunario. Ketika Manifesto Politik
itu dicetuskan ia menjadi Pengurus Perhimpunan Indonesia bersama Hatta.
Sunario menjadi Sekretaris II, Hatta bendahara I. Akhir Desember 1925, ia
meraih gelar Meester in de rechten, lalu pulang ke Indonesia. Aktif sebagai
pengacara, ia membela para aktivis pergerakan yang berurusan dengan polisi
Hindia Belanda. Ia menjadi penasihat panitia Kongres Pemuda II tahun 1928
yang melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam kongres itu Sunario menjadi
pembicara dengan makalah "Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia."
Kedua tokoh ini sama-sama pernah menjadi Menteri Luar Negeri (Menlu).
Hatta merangkap Menlu pada pemerintahan RIS (20 Desember 1949-6
September 1950). Aktif dan salah seorang pendiri PNI, Sunario menjadi Menlu
semasa kabinet Ali Sastroamidjojo (30 Juli 1953-12 Agustus 1955).
2
Hatta adalah penggagas politik luar negeri yang bebas aktif. Pidato
terkenalnya yang berkait dengan hal ini adalah Mendayung di antara Dua
Karang. Politik luar negeri yang bebas aktif itu dijabarkan Sunario secara
nyata. Ketika menjadi Menlu dilangsungkan KAA (konferensi Asia Afrika) di
Bandung tahun 1955 yang menghasilkan Dasa Sila Bandung. Sunario juga
menandatangani Perjanjian tentang Dwi kewarganegaraan etnis Cina dengan
Chou En Lai, persoalan yang sampai kini tetap krusial.
Hatta mundur sebagai wakil presiden Desember 1956. Pada tahun yang
sama Sunario ditunjuk menjadi Duta Besar di Inggris (sampai tahun 1961).
Setelah itu Sunario diangkat sebagai guru besar politik dan hukum
internasional, lalu menjadi Rektor Universitas Diponegoro, Semarang (1963-
1966). Setelah sama-sama pensiun, kedua tokoh ini kembali bertemu dalam
Panitia Lima tahun 1974. Panitia itu dibentuk pemerintah karena muncul
kehebohan di kalangan masyarakat tentang siapa sebetulnya penggali
Pancasila. Panitia ini diketuai Bung Hatta. Anggota lainnya adalah Ahmad
Subardjo, AA Maramis, Sunario, dan AG Pringgodigdo. Ketiga anggota pertama
adalah tokoh yang ikut merumuskan Piagam Jakarta tahun 1945.
Tahun 1925 diterbitkan buku Uraian Pancasila oleh Panitia Lima. Bung
Karno diakui sebagai tokoh yang pertama berpidato dan mengungkapkan nama
Pancasila sebagai dasar negara. Namun, dalam pidato Soekarno, sila
Ketuhanan itu tercantum pada urutan terakhir. Itulah yang di balik dalam
perumusan naskah Pancasila oleh founding fathers kita. Sila Ketuhanan
(ditambah ungkapan Yang Maha Esa) diletakkan pada urutan pertama. Sila-
sila lain hanya menyangkut perubahan istilah. Panitia Lima termasuk Bung
Hatta dan Sunario menganggap, sila pertama merupakan fundamen moral
sedangkan keempat sila lainnya adalah fundamen politik. Sendi moral harus
ditempatkan di atas sendi politik. Bukan sebaliknya, sebagaimana terjadi
terutama belakangan ini.
Salah satu hal yang menjadi obsesi tokoh nasionalis ini adalah persatuan
bangsa. Sejak dari negeri Belanda sampai proklamasi kemerdekaan, Sunario
adalah tokoh yang konsisten dengan pandangan tentang negara kesatuan. Ia
keberatan dengan dengan negara federal. Pidatonya dalam Kongres Pemuda
mengutip filsuf Perancis Ernest Renant yang kemudian pernah disitir Bung
Karno. Artikel Qu'est-ce qu'une nation? itu, lalu diterjemahkan Sunario ke
dalam bahasa Indonesia menjadi Apakah Bangsa Itu.
Bangsa itu adalah hasil historis yang ditimbulkan deretan kejadian yang
semua menuju ke satu arah. Setelah menguraikan masalah ras, bahasa,
agama, persekutuan kepentingan bersama, keadaan alam, Renant
menyimpulkan, bangsa itu merupakan keinginan untuk hidup bersama (le
desir de vivre ensemble).
Saat bangsa ini sedang terancam disintegrasi perlu kita kenang kembali
pemikiran yang disampaikan Prof Mr Sunario dalam Sumpah Pemuda tahun
1928.