Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar – Indonesia y b8bri@yahoo.com yb8bri.blogspot.com The Development and Upgrading of Haluoleo University Project IDB Loan IND-105 an d IND-106 2008 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan PEMBAYANGAN MATAHARI DAN ENERGI BANGUNAN Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar – Indonesia y b8bri@yahoo.com yb8bri.blogspot.com 1. Pendahuluan Tingkat pencahayaan di dalam ruangan, misalnya pada suatu titik p ada bidang kerja, mengalami perubahan yang sama seperti yang terjadi pada tingka t pencahayaan di bidang horizontal di luar ruangan yang berasal dari langit yang tidak terhalang. Sebagai suatu pendekatan bahwa tingkat pencahayaan di dalam ru angan merupakan suatu fraksi dari pencahayaan di luar, pada saat yang sama. Mesk ipun demikian korelasi tersebut hanya dapat terjadi jika terdapat suatu pola dis tribusi luminansi langit tertentu. Hal ini disebabkan karena ratio tingkat penca hayaan di dalam terhadap di luar bangunan tergantung dari bagian langit yang ter lihat melalui jendela. Karena distribusi luminansi langit sering berubah, maka s uatu perancangan pencahayaan alami harus ditentukan. Tingkat pencahayaan pada bi dang horizontal yang ditimbulkan oleh cahaya langit yang selalu terjadi atau dil ampaui besarnya, misalnya untuk 90 % atau lebih dari selang waktu antara jam 08. 00 sampai 16.00, pada umumnya dapat digunakan. Perlu diketahui bahwa tingkat pen cahayaan tersebut adalah hanya yang dihasilkan oleh cahaya langit. Jika dimasukk an juga cahaya matahari, maka tingkat pencahayaan yang terjadi akan jauh lebih b esar. Dalam perancangan pencahayaan alami, cahaya matahari dihindarkan masuk lan gsung ke dalam ruangan, karena adanya kerugian yang dapat ditimbulkan. Kerugian tersebut adalah pemanasan ruangan, penyilauan dan pemudaran warna yang terkena c ahaya matahari langsung. Kerugian ini dapat dikurangi jika cahaya matahari diref leksikan oleh benda yang berada di luar bangunan, baru nasuk ke dalam ruangan. 2 . Pencahayaan Alami Pada Bangunan Tujuan dari pencahayaan adalah disamping menda patkan kuantitas cahaya yang cukup sehingga tugas visual mudah dilakukan, juga u ntuk mendapatkan lingkungan visual yang menyenangkan atau mempunyai kualitas cah aya yang baik. Dalam pencahayaan alami, yang sangat mempengaruhi kualitas pencah ayaan adalah terjadinya penyilauan. Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila : pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu s etempat, terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. distribusi ca haya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengg anggu. Penyilauan adalah kondisi penglihatan dimana terdapat ketidaknyamanan ata u pengurangan dalam kemampuan melihat suatu obyek, karena luminansi obyek yang t erlalu besar, distribusi luminansi yang tidak merata atau terjadinya kontras yan g berlebihan. Ada dua jenis penyilauan : 1) penyilauan yang menyebabkan ketidakm ampuan melihat suatu obyek (disability glare), dan 2) penyilauan yang menyebabka n ketidaknyamanan melihat suatu obyek tanpa perlu menimbulkan ketidakmampuan mel ihat (discomfort glare). Wilayah negara kita berada pada daerah di mana angin da n matahari merupakan sumber daya yang melimpah dan tiada kunjung habis. Dengan d emikian, seandainya tidak ada persyaratan khusus, seandainya tidak ada tuntutan khusus, seandainya tidak ada kekhususan-kekhususan lainnya, sebaiknya dan seyogi anyalah rancangan bangunan kita didasarkan atas pemanfaatan matahari dan angin s eoptimal mungkin. Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 1 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Matahari memberikan banyak hal kepada kita. Dia memberi sinar terang, dia member i kehangatan, dia memberi kesehatan, dia memberi energi. Angin pun memberi banya k keuntungan bagi kita. Dia memberi kesejukan, dia memberi kebersihan aroma, dia memberi kelegaan bernafas paru-paru kita. Kenapa kita harus menyia-nyiakan manf aat sebesar itu? Kenapa kita harus menutup rapat pintu dan jendela? Kenapa kita harus menyempitkan lubang ventilasi kita? Kenapa kita harus menghidupkan lampu t erus-menerus? Kenapa kita harus bergantung-diri kepada AC dan mekanis lainnya? K enapa kita tidak menarik terangnya sinar surya ke dalam ruangan kita sebanyak-ba nyaknya, padahal kita tidak usah bersusah payah untuk itu? Kenapa kita tidak mem anaskan air kita dengan energi matahari? Kenapa kita tidak menyejukkan ruangan k ita dengan angin yang sepoi-sepoi basah menyapu lewat lubang angin dan jendela? Oleh karenanya, sebisa-bisanya, sedapat mungkin, kita harus merancang bangunan k ita dengan memanfaatkan matahari dan angin yang melimpah di sekitar kita. Tentu saja hal-hal demikian tidak berati kita menutup diri terhadap pemakaian elemen-e lemen mekanis seperti lampu dan AC, karena untuk kondisi-kondisi tertentu yang d ipersyaratkan oleh fungsi ruangan, kita mungkin harus memecahkan masalahnya deng an elemen mekanis tersebut. Yang jelas, rancangan-rancangan yang kita ciptakan h arus dapat memecahkan masalah-masalah pencahayaan dan pengahawaannya secara tepa t dan logis; artinya, kita harus tahu benar kapan saatnya memakai bantuan elemen -elemen mekanis, dan kapan pula kita harus terapkan pemecahan-pemecahan alami ba gi masalah pencahayaan dan pengudaraan tersebut. Pemecahan masalah pencahayaan b agi bangunan-bangunan pada dewasa ini, umumnya dilakukan dengan dua cara : • • C ara alami dengan pemanfaatan sinar matahari, dan Cara mekanis, dengan penggunaan energi listrik. Kedua cara tersebut tentu saja harus diterapkan secara tepat-guna, artinya cara manapun yang dipilih, sebaiknya berdasarkan kebutuhan yang dituntut oleh fungsi ruangan yang bersangkutan. Penerapan cara mekanis, sebaiknya hanya dalam hal-hal darurat saja : • • • Dalam hal sinar matahari tidak cukup memberi kadar cahaya yang dibutuhkan oleh fungsi ruangan, Dalam hal sinar matahari tidak boleh masuk, dikarenakan persyaratan yang dituntut oleh fungsi ruang. Dalam hal sinar mataha ri tidak ada, misalnya pada malam hari ataupun adanya gangguan-gangguan cuaca se hingga sinar matahari terhalang sampai ke permukaan bumi. Dalam hal diperlukanny a „permainan cahaya“ bagi kesan-kesan ruang tertentu sesuai dengan fungsi khusus ruangan yang bersangkutan. Misalnya : ruang pameran, ruang peragaan koleksi mus eum/ perpustakaan, dan sebagainya. • Dalam hal penerangan alami, kita dapat memanfaatkan sinar matahari. Sinar mataha ri yang masuk ke dalam ruangan, sebenarnya terdiri atas beberapa unsur : • • • S inar matahari yang langsung tanpa halangan apapun. Sinar matahari yang berasal d ari pantulan-pantulan awan. Kedua sinar matahari tersebut disebut berasal dari l angit. Sinar matahari refleksi luar, yakni hasil pemantulan cahaya dari bendaben da yang berdiri di luar bangunan dan masuk ke dalam ruangan melalui lubang jende la atau bukaan cahaya lainnya. 2 Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan • Sinar matahari refleksi dalam, yaitu hasil pemantulan cahaya dari bendabenda yan g dekat setar bangunan kita maupun benda-benda dan elemen dalam ruangan itu send iri. Termasuk disini adalah cahaya yang terpantul dari tanah/halaman, taman rump ut, pepohonan, pengerasan halaman, dan sebagainya, yang terpantul lagi ke bagian -bagian bangunan dan dipantulkan lagi ke bidang kerja dalam ruangan (bidang seti nggi 75 cm dari lantai ruangan). Gambar 1 Ilustrasi pengaruh sinar langsung dan sinar pantul Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa prosentase dan angka-angka menunjukkan perbandingan porsi antara s inar langsung dengan sinar pantul/bias dalam hal penerangan alami. Semakin jauh dari lubang cahaya, tentu saja semakin kurang penerangan yang dapat diterima. Se mentara peranan sinar pantul/bias makin besar dibandingkan peranan sinar langsun g. 3. Sinar Matahari Langit dan Sinar Pantul Sinar matahari langsung selalu terk ait dengan panas matahari. Oleh karena itu, secara umum dapatlah dikatakan bahwa kita selalu berusaha menghindari atau mengurangi sejauh mungkin sinar matahari langsung ini, kecuali dikarenakan sesuatu hal yang mengharuskan berhubungan deng an sinar langsung tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandin gan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam sua tu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang me rupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi : 1. Komponen langit (faktor langit- fl) yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit 2. Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar - frl) yakni komponen pencahayaan yang berasal dari r efleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan. 3. Kompon en refleksi dalam (faktor refleksi dalam frd) yakni komponen pencahayaan yang be rasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda-benda di luar ruangan maupun dari cahaya la ngit (lihat gambar 2). Dengan demikian penerangan yang memanfaatkan sinar alami, sinar pantul merupakan hal yang perlu diperhatikan dan diprioritaskan penggunaa nnya. Salah satu elemen bangunan yang berkaitan erat dengan sinar pantul ini ada lah permukaan bidang tanah/halaman terutama yang letaknya dengan bangunan. Untuk itu perlu dipikirkan kemungkinan pemilihan material halaman untuk penyelesaian detail dari rancangan halaman atau lansekap bangunan. Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 3 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Perlu diketahui bahwa sinar pantul dari bidang tanah tersebut, akan dipantulkan ke langit-langit/plafon di dalam bangunan yang pada gilirannya akan dipantulkan ke bidang kerja dalam ruangan. Dengan demikian, kedua hal tersebut yakni bidang tanah dan bidang plafon/langit-langit bangunan merupakan dua hal yang berkaitan dalam pemecahan penerangan alami bangunan. Gambar 2 Tiga Komponen cahaya langit yang sampai pada suatu titik di bidang kerj a. 4. Menciptakan Pembayangan Matahari Dalam pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber pencahayaan, beberapa hal yang perlu disimak adalah : • Sinar matahari di samping memberikan „terang“ juga memberi „panas“. Dalam pemecahannya secara tekn is harus diusahakan agar didapatkan terangnya secara maksimal, tetapi sekaligus menolak atau mengurangi panasnya. Sejauh mungkin menghindari cahaya langsung, da n mendapatkan sinar pantul/bias. Untuk mendapatkan cahaya pantul/bias, diupayaka n lubang/bukaan cahaya pada daerah bayang-bayang. meletakkan • • Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 4 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Menciptakan tabir matahari akan merupakan salah satu kunci dari pengolahan dan p ermainan tampak bangunan dalam kaitannya dengan pemanfaatan sinar matahari sebag ai sumber daya bagi pencahayaan bangunan. Jendela Kaca Jendela Kaca dan Kisi-kisi Dalam Jendela Kaca dan Kisi-kisi Luar Gambar 3 Pengaruh sinar langsung pada permukaan jendela kaca Pengaruh sinar langsung pada permukaan jendela kaca akan merambatkan panas ke da lam ruangan sebesar 80-90%. Pada situasi tersebut, selain mendapatkan cahaya ter ang dari matahari, sekaligus mendapatkan panas. Hal ini dapat dilakukan pada per ancangan yang membutuhkan kondisi seperti itu. Selanjutnya. pemasangan kisi-kisi /tabir pada bagian dalam jendela, akan menurunkan perambatan panas ke dalam ruan gan hingga 30-40%. Pada situasi tersebut, selain mendapatkan cahaya terang denga n sinar pantul, sekaligus menurunkan panas ruang. Pemasangan kisikisi/tabir pada bagian luar jendela, akan menurunkan perambatan panas ke dalam ruangan hingga 5 -10%. Pada situasi tersebut, selain mendapatkan cahaya terang dengan sinar pantu l, sekaligus menurunkan panas ruang. Gambar 4 Ilustrasi penciptaan daerah bayang-bayang matahari dengan pemasangan pe rgola/leuvel dan tabil pelindung matahari. 5. Energi dan Arsitektur Menurut Suryabrata (2000), salah satu penyebab degradas i lingkungan adalah antara lain tingginya tingkat konsumsi energi yang sebagian besar berasal dari energi fosil yang tak terbaharukan (non-renewable). Di negara maju, konsumsi energi listrik yang bersumber dari energi fosil untuk pencahayaa n, cooling, dan heating pada bangunan mencapai 25% dari total konsumsi energi listrik dunia. Pada beberapa negara maju, konsumsi energi listrik untuk operasio nal bangunan berkisar antara 20% - 40%. Sementara di Hongkong, menurut Dirdjojuw ono (2001), berdasarkan hasil penelitian Forecast of Annual Energy Hongkong Bank , konsumsi energi listrik terbesar adalah untuk tata udara (air conditioning) se besar 59%, kemudian diikuti oleh tata cahaya (lighting) sebesar 21%, proses data elektronik (electronic data processing) sebesar 17%, sisanya untuk kebutuhan tr ansportasi dan lain-lain. Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 5 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Di Indonesia, meskipun konsumsi energi listrik saat ini relatif kecil bila diban dingkan dengan negara-negara maju, namun kontribusinya terhadap total konsumsi e nergi dan akibatnya pada degradasi lingkungan di masa mendatang tetap akan subst ansial. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan adanya pertumbuhan konsumsi energi sebesar 2 – 3 kali pertumbuhan ekonomi (Suryabrata, 2000). Selanjutnya, Kahl (1 993) mengungkapkan bahwa potensi iklim dalam arsitektur sangatlah substansial, n amun tetap bergantung pada lokasi dan kondisi topografi. Menurutnya, arsitektur yang sadar iklim merupakan suatu langkah yang paling penting dalam usaha penghem atan energi, penciptaan ruang yang nyaman, dan peningkatan kualitas hidup manusi a. Dari sudut filosofis bangunan, Priatman (2002) mengemukakan bahwa arsitektur hemat energi merupakan salah satu tipologi arsitektur yang berorientasi pada kon servasi lingkungan global alami. Kendati pun demikian, menurutnya efisiensi ener gi bukanlah merupakan kriteria baru dalam disain arsitektur. Tabel 1 Prinsip dasar perancangan tipologi arsitektur sadar energi dan arsitektu r hijau PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN ARSITEKTUR Parameter Disain Arsitektur BIOKLIMATIK H EMAT ENERGI Energyefficient Architecture Dipengaruhi Iklim Krusial Responsif Ikl im Pembangkit SURYA Solar Architecture Dipengaruhi Matahari Sangat Krusial Respo nsif Matahari Pembangkit HIJAU Green Architecture Dipengaruhi Lingkungan Krusial Responsif Lingkungan Natural + Pembangkit LAIN-LAIN Architecture Pengaruh lainn ya Relatif tidak penting Pengaruh lainnya Pembangkit Bioclimatic Architecture Konfigurasi Bangunan Orientasi Bangunan Fasade Bangunan Dipengaruhi Iklim Krusia l Responsif Iklim Natural Sumber Energi Non Renewable Krusial Non Renewable Krusial Renewable & Non Renewable Renewable Krusial Krusial Non Renewable Tidak Penting Energy Lost Sistem Operasional Tingkat Kenyamanan Konsumsi Energi Sumber Material Material Passive + Mixed Active + Mixed Productive Passive + Active + Mixed + Productive Variabel Konsisten Rendah Minimum Dampak Lingkungan Passive + Active Variabel Rendah Tidak Penting Tidak Penting Penting Konsisten Rendah Tidak Penting Tidak Penting Penting Konsisten Rendah Tidak Penting Tidak Penting Penting Konsisten Tinggi/Medium Tidak Penting Tidak Penting Tidak Penting Out-put Ekologi Tapak Reuse-RecycleReconfigure Krusial Sumber : (Priatman, 2002) Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 6 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Arsitektur hemat energi awalnya mencuat pada sekitar tahun 1980-1990 sebagai rea ksi atas berbagai pengungkapan saintifik para ahli tentang fenomena kerusakan pl anet bumi dan atmosfer, termasuk isu pemanasan global dan efek rumah kaca. Hal m ana kemudian mendorong para praktisi dan akademisi dibidang arsitektur memunculk an pemikiran baru dalam perancangan arsitektur yang lebih peduli lingkungan glob al alami dan dikenal dengan istilah arsitektur hijau (green architecture). Menur ut Ken Yeang dalam Priatman (2002), “Arsitektur hijau adalah arsitektur yang ber wawasan lingkungan dan berlandaskan kepedulian tentang konservasi lingkungan glo bal alami dengan penekanan pada efisiensi energi (energy efficient), pola berkel anjutan (sustainability) dan pendekatan holistik (holistic approach)”. Hal terse but bertitik tolak dari pemikiran disain ekologi yang menekankan pada saling ket ergantungan (interdependencies) dan keterkaitan (interconnectedness) antara semu a sistem, artifisial maupun natural dalam lingkungan biosfer dan lingkungan loka lnya. Slogan “form follows function” pun berubah menjadi ”form follows energy” d an akhirnya diperluas menjadi “form follows environment” yang berdasarkan pada p rinsip recycle, reuse, dan reconfigure. Pada dasarnya, terdapat beberapa tingkat operasional yang digunakan dalam bangunan (Wirthington, 1997 dalam Yeang, 1999, dalam Priatman, 2002), antara lain: • Sistem pasif (passive mode); tingkat kons umsi energi listrik paling rendah, tanpa ataupun minimal penggunaan peralatan me kanikal-elektrikal dari sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources). • Sistem hybrid (mixed mode); sebagian tergantung pada energi listr ik (energy dependent) atau sebagian dibantu dengan penggunaan mekanikal-elektrik al. • Sistem aktif (active mode/full mode); seluruhnya menggunakan peralatan mek anikal elektrikal yang bersumber dari energi yang tidak dapat diperbaharui (ener gy dependent). • Sistem produktif (productive mode); sistem yang dapat mengadaka n/ membangkitkan energinya sendiri (on-site energy) dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources), misalnya pada sistem sel surya (photovoltaic ) maupun kolektor surya (thermosyphoning). 5. Alat Bantu Simulasi Bangunan Progr am komputer (software) berkembang dengan cepat, demikian pula halnya dalam ilmu arsitektur. Program komputer telah banyak digunakan seperti: disain bangunan, pe nyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB), penjadualan proyek dan rencana jaringan k erja, analisis struktur bangunan, analisis pengaruh iklim, analisis konsumsi ene rgi, dan lain sebagainya. Contoh program simulasi komputer yang berkaitan dengan pembayangan matahari dan energi bangunan adalah : Ecotect V5.20, NIST-MOIST Pro gram (Release 3.0), Opaque, The Solar Tool, dan sebagainya. Ecotect V5.20 adalah sebuah perangkat lunak yang dikembangkan dengan tujuan untuk mengintegrasikan d an mensimulasikan model tiga dimensi dari sebuah bangunan dengan berbagai macam fungsi analisis, seperti: overshadowing dan solar reflection; sun penetration da n shading device design; solar access dan photovoltaic/heat collection; hourly t hermal comfort dan monthly space loads; natural dan artificial lighting levels; acoustic reflections dan reverberation times; project cost dan environmental imp act (Robert dan Marsh, 2001). Perangkat lunak Ecotect V5.20 dibuat berdasarkan i de-ide yang dikemukakan oleh Dr. Andrew Marsh dalam disertasi doktornya di Schoo l of Architecture and Fine Arts University of Western Australia. Perangkat lunak ini muncul pertamakali di tahun 1997 dengan versi awal 2.50. Disusul kemudian v ersi 3.0 di tahun 1998, versi 4.0 di tahun 2000, dan versi 5.0 di tahun 2002. Ve rsi 5.20 merupakan pengembangan dari versi 5.0. Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 7 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Pengembangan perangkat lunak Ecotect bersumber dari konsepsi yang menyatakan bah wa aplikasi prinsip-prinsip perancangan lingkungan binaan akan menjadi lebih efe ktif bilamana dilakukan ditahap awal proses disain bangunan. Tahap awal pengemba ngan konsep disain merupakan suatu proses yang berulang-ulang dimana berbagai ga gasan bermunculan yang harus diuji dan dievaluasi untuk kemudian ditolak atau me njadi dasar bagi pengembangan disain selanjutnya. Dalam metode pengujian dan eva luasi ide-ide disain yang konvensional, biasanya digunakan sketsa-sketsa perspek tif, analisis geometri yang sederhana, dan berbagai kalkulasikalkulasi sederhana menggunakan kalkulator yang cenderung menghabiskan waktu yang cukup lama. Denga n mengunakan Ecotect, pekerjaan tersebut akan menjadi lebih singkat sehingga men ghemat waktu dan tenaga. Interface Tampilan pada Ecotect V5.20 sebagaimana halnya dengan perangkat-perangkat lunak lainnya yang dapat dijalankan dengan sistem operasi MS Windows terdiri dari berb agai komponen dengan fungsinya masing-masing. Komponen-komponen tersebut terdiri atas: main menu, main toolbar, additional toolbars, modelling toolbar, status b ar, view toolar, control panel, date-time dan cursor toolbar, option toolbar dan drawing canvas seperti terlihat pada Gambar 4. Pemodelan Sistem pemodelan pada Ecotect V5.20 ini menggunakan metode tiga dimensi (3D). Ko ordinat x,y, dan z digunakan untuk menentukan panjang, lebar dan tinggi obyek. O byek-obyek dapat dibuat sendiri dengan bantuan grid ataupun dengan mengimport da ri file-file gambar tiga dimensi dari AutoCAD. Additional toolbars Date-time toolbar/cursor toolbar Main menu Main toolbar Opti on toolbar DRAWING CANVAS Modelling toolbar Control panel Status bar View toolbar Gambar 5 Ecotect V5.20 interface Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 8 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Dalam kaitannya dengan analisis termal, setiap obyek yang dibuat haruslah dibuat sesederhana mungkin. Setiap obyek tiga dimensi yang dibuat dianggap sebagai seb uah zone yang memiliki properti material yang nantinya digunakan sebagai dasar a nalisis termal. Selain properti material, data-data lainnya yang harus dimasukka n adalah; posisi lokasi berdasarkan letang lintang dan bujur, zona waktu, dan da ta iklim. Khusus untuk data iklim, Ecotect memiliki perangkat lunak tambahan (We ather Tool, Gambar 6) yang bisa digunakan untuk menginput data-data iklim (tempe ratur, radiasi langsung, radiasi difus, kelembaban, kecepataran angin, curah huj an, dan rasio awan). Analisis Terdapat lima bagian besar analisis yang dapat dilakukan oleh Ecotect, yakni; shading and overshadowing analysis, natural and artificial lighting analysis, th ermal performance analysis, cost and environmental impact, dan acoustic analysis . Pembahasan berikut akan lebih diarahkan pada thermal performance analysis. Met ode analisis performansi termal (Thermal performance analysis) yang digunakan ad alah Metode Admittansi (Admittance Method) dari CIBSE (Chartered Institute of Bu ilding Services Engineers) untuk menentukan temperatur internal dan beban panas. Asumsi dasar dari metode admittansi adalah temperatur internal bang unan meiliki kecenderungan terhadap rata-rata temperatur luar. Fluktuasi tempera tur luar ataupun radiasi matahari akan menyebabkan temperatur udara dalam berflu ktuasi dengan cara yang sama meskipun di hambat oleh kapasitas termal atau resis tensi dari dinding. Saat total kehilangan panas sama dengan perolehan panas, mak a temperatur internal akan menjadi stabil. Gambar 6 The Weather Tool Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 9 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Pada metode admittansi, kalkulasi temperatur dan beban merupakan dua proses yang terpisah. Potensi perolehan dan pelepasan panas pada bangunan dihitung setiap j am setiap hari sehingga faktor pembebanan harian (daily load factors) dapat dite ntukan. Disebut faktor pembebanan (load factors) sebab nilai tersebut relatif te rhadap kondisi rata-rata, bukan kondisi nyata. Variasi faktor pembebanan terhada p rata-rata harian dapat digunakan untuk menentukan tegangan termal relatif (rel ative thermal stress) masing-masing zone. Saat temperatur internal harian diketa hui maka kalkulasi selanjutnya dilakukan untuk menentukan beban pendinginan dan pemanasan. 6. Kesimpulan Wilayah negara kita berada pada daerah di mana angin da n matahari merupakan sumber daya yang melimpah dan tiada kunjung habis. Matahari memberikan banyak hal : sinar terang, kehangatan, kesehatan, dan energi. Dengan demikian, seandainya tidak ada tuntutan khusus, sebaiknya dan seyogianyalah ran cangan bangunan kita didasarkan atas pemanfaatan matahari seoptimal mungkin. Dal am perancangan pencahayaan alami, cahaya matahari dihindarkan masuk langsung ke dalam ruangan, karena adanya kerugian yang dapat ditimbulkan. Kerugian tersebut adalah pemanasan ruangan yang terkena cahaya matahari langsung. Kerugian ini dap at dikurangi jika cahaya matahari direfleksikan oleh benda yang berada di luar b angunan sebelum nasuk ke dalam ruangan. Dalam pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber pencahayaan, beberapa hal yang perlu disimak adalah : • Sinar matahari d isamping memberikan „terang“ juga memberi „panas“. Dalam pemecahannya secara tek nis harus diusahakan agar didapatkan terangnya secara maksimal, tetapi sekaligus menolak atau mengurangi panasnya. Sejauh mungkin menghindari cahaya langsung, d an mendapatkan sinar pantul/bias. Untuk mendapatkan cahaya pantul/bias, diupayak an meletakkan lubang/ bukaan cahaya pada daerah bayang-bayang. • • Selain lokasi dan orientasi bangunan terhadap perputaran dan deklinasi matahari, pengaruh sinar langsung pada permukaan jendela kaca akan merambatkan panas ke d alam ruangan sebesar 80-90%. Pemasangan kisi-kisi/tabir pada bagian dalam jendel a, akan menurunkan perambatan panas ke dalam ruangan hingga 3040%. Pemasangan ki si-kisi/tabir pada bagian luar jendela, akan menurunkan perambatan panas ke dala m ruangan hingga 5-10%. Menciptakan pembayangan dengan tabir matahari akan merup akan salah satu kunci dari pengolahan dan permainan tampak bangunan dalam kaitan nya dengan pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber daya bagi pencahayaan bangu nan. Potensi iklim dalam arsitektur sangatlah substansial, namun tetap bergantung pad a lokasi dan kondisi topografi suatu bangunan. Menurutnya, arsitektur yang sadar iklim merupakan suatu langkah yang paling penting dalam usaha penghematan energ i, penciptaan ruang yang nyaman, dan peningkatan kualitas hidup manusia. Program komputer (software) berkembang dengan sangat cepat, termasuk dalam ilmu arsitektur. Program komputer telah banyak digunakan seperti: disain bangunan, pe nyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB), penjadualan proyek dan rencana jaringan k erja, analisis struktur bangunan, analisis pengaruh iklim, analisis konsumsi ene rgi, dan lain sebagainya. 10 Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 Ramli Rahim dan Rosady Mulyadi : Pembayangan Matahari dan Energi Bangunan Ecotect V5.20 adalah sebuah perangkat lunak yang dikembangkan dengan tujuan untu k mengintegrasikan dan mensimulasikan model tiga dimensi dari sebuah bangunan de ngan berbagai macam fungsi analisis, seperti: overshadowing dan solar reflection ; sun penetration dan shading device design; solar access dan photovoltaic/heat collection; hourly thermal comfort dan monthly space loads; natural dan artifici al lighting levels; acoustic reflections dan reverberation times; project cost d an environmental impact. Dengan mengunakan Ecotect, pekerjaan evaluasi ide-ide d isain akan menjadi lebih singkat sehingga menghemat waktu dan tenaga. Daftar pus taka Asmaningprojo, A., W. Surjamanto. (2000). Iklim dan Arsitektur. Bandung: Penerbi t ITB. Badan Meteorologi dan Geofisika. (2003). Climate Information Di Beberapa Kota Indonesia Juni 2003. <http://www.meteo.bmg.go.id/klimatologi/infoklimat.htm >, diakses 8 Agustus 2003. Baird, George. (1984). Energy Performance of Building s. Florida: CRC Press.Inc. Departemen Pekerjaan Umum. (1993). Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi energi pada Bangunan Gedung (SK SNI T-14-1993-03). Bandung: Yayasan Lembaga Penelitian Masalah Bangunan. Dirdjojuwono, Roestanto W . (2001). Sistem Bangunan Pintar: Intelligent Building The Future. Edisi I. Bogo r: Pustaka Wirausaha Muda. Hamzah, T.R., Yeang, K. (1994). Bioclimatic Skyscrape rs. Edisi II. London: Ellipsis London Limited. Kahl, Alex. (1993). Introduction to Passive Solar Energy (IPSE). Thermie Programme. <http://www.kahl.net/ipse> , diakses 18 Agustus 2003. Mulyadi, Rosady (2005). Perolehan Panas pada Dinding Lu ar dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Konsumsi Energi pada Bangunan, Tesis, Progra m Studi S2 Arsitektur, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Rasyad, Eka Setiadi. (2000). “Architectural Design Approach According to The Local Climate – A Comparison”. Procedings International Seminar on Sustainable Environmental Ar chitecture di Surabaya, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Surabaya, Surabaya, 23 – 24 Oktober 2000, hal. 58-60. Robert , A. dan Marsh, A. (2001). ECOTECT: Environmental Prediction in Architectural Ed ucation. Cardiff University, Wales <http://cebe.cf.ac.uk/>. Diakses 17 Juli 2003 . Santosa, M. (2000). “Arsitektur Surya, Sebuah Fenomena Spesifik untuk Daerah T ropis Lembab". Makalah disajikan pada Seminar Nasional Arsitektur Surya 2000, Fa kultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra , Surabaya, 18 November 2000. Satwiko, P. (2004). Fisika Bangunan 2. Edisi 1. Yo gyakarta: Penerbit Andi. Soegijanto. (1999). Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditijnjau dari Aspek Fisika Bangunan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Stoecker, Wilber, F. an d Jones, Jerold, W. (1996). Refrigerasi dan Pengkondisian Udara. Edisi II. Terje mahan oleh Supratman Hara. Jakarta: Penerbit Erlangga. Square One, (2001). Heat Balance. Square One Research. SQUARE ONE environmental design, software, archite cture, sustainability__.htm. http://www.squ1.com. Diakses 15 Juli 2005. Suryabra ta, Jatmika A. (2000). ”Perancangan Bioklimatik: Sebuah Strategi untuk Mewujudka n Pembangunan yang Berkelanjutan”. Procedings International Seminar on Sustainab le Environmental Architecture di Surabaya, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Si pil dan Perencanaan Institut Teknologi Surabaya, Surabaya, 23 – 24 Oktober 2000, hal. 171-174. Makalah & Materi Pelatihan Sistem Sunshading pada Energi Bangunan, Kendari 17-18 Nopember 2008 11