Professional Documents
Culture Documents
• Cover 00.
• Daftar Isi 0.
• Pendahuluan 1.
I. Definisi Remaja 2.
• Penutup 17.
Ttd
(Tim Penyusun)
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai
tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa
atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh
status dewasa dan tidak lagi memiliki status anakMenurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004:
53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung
antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22
tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah:
Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak
mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan
psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21
tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun =
masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa
remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat
bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja
pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006: 192)
Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan
Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-
anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa
tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditar ik suatu kesimpulan masa remaja adalah masa
peralihan dari anak-anak menuju dewasa, karena pada masa ini remaja telah mengalami
perkembangan fisik maupun psikis yang sangat pesat, dimana secara fisik remaja telah
Lebih jelas pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja secara lebih
konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001): Remaja adalah suatu masa dimana: Individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
saat ia mencapai kematangan seksual.
Jelasnya remaja adalah suatu periode dengan permulaan dan masa perlangsungan yang
beragam, yang menandai berakhirnya masa anak dan merupakan masa diletakkannya dasar-
dasar menuju taraf kematangan. Perkembangan tersebut meliputi dimensi biologik, psikologik
dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan
percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai dengan akhir perkembangan
kognitif dan pemantapan perkembangan kepribadian. Secara sosiologik ditandai dengan
intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda.
Mengenahi umur masa remaja, ahli-ahli ilmu jiwa tidak mempunyai kata sepakat
tentang batasan umur yang jelas dan dapat disetujui bersama sebab dalam kenyataannya
konsep remaja ini baru mulai muncul pada abad ke-20. Menurut Powel, masa remaja
digolongkan: “Pre adolescence, from ten to twelve years; early adolescence from thirteen to
sixteen, and late adolescence, from seventeen to twenty one years (Mulyono, 1995). Leulla
Cole menyebutkan masa adolescence dan membagi menjadi tiga tingkata, yaitu: “early
adolescence 13 to 15 years, middle adolescence 16 to 18 years, late adolescence 19 to 21
(Mulyono, 1995). Sedang WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan
usiaremaja (Sarwono, 1995).
Kaplan & Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri
atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20)
tahun. Sementara F.J. Monks berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung
antara 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12 – 15 tahun: masa remaja awal, 15 – 18 tahun:
masa remaja pertengahan, 18 – 21 tahun masa remaja akhir (Monsk, 2002). Dari beberapa
pendapat diatas dapat dibuat suatu batasan usia remaja adalah dimulai dari umur 10 – 21
tahun.
Kesimpulan
Setelah membaca penapat-pendapat dari para ahli psikologi, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian remaja dapat didefinisikan menjadi beberapa pengertian, antara lain :
• Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa.
• remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan
periode yang paling berat.
• remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh
dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.
Sementara United Nations (UN) atau PBB menyebutnya sebagai anak muda (youth)
untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum muda (young people)
yang mencakup usia 10-24 tahun. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya
kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai
bertindak terlepas dari orang tua mereka.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun
seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai
pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi
oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan
dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan
pada dimensi-dimensi tersebut.
Remaja sendiri juga memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri utama pada masa remaja
ditandai dengan adanya berbagai perubahan. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia
mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis
hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone
(LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan
progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang
juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan
testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem
biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa
sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara
mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan
fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik
mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia
remaja.
Dimensi Kognitif
Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana
hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi
Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan
hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”,
sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood
(swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah,
pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah
berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah
psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang
dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap
pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau
selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri.
Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang
direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan
bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja
putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan
tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi
lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan
remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada
saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan
tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa
mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat
inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian
dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Dimensi Moral
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban
dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan
memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh
dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak
dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan
mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau
Dan lain-lain
Masuknya kebudayaan asing, sangat mengubah pola kehidupan para remaja, mulai
dari tingkah laku, pola pikir, cara berpenampilan hingga gaya bicara mereka pun ikut
berubah.
Apabila, pertanyaan diatas terlintas di pikiran remaja zaman dulu, maka sangat
berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikiran remaja zaman sekarang, mereka
hanya memikirkan cara agar dapat tampil oke dan tidak kalah cantik/tampan dari remaja lain.
Inilah beberapa pertanyaan yang terlintas di pikiran para remaja zaman sekarang:
Atau, rasa ingin tahu mereka juga dapat diwakilkan dengan beberapa tingkah laku, seperti:
Dari perbandingan pola fikir antara remaja zaman dulu dengan remaja zaman sekarang
tampak sekali jurang besar yang membedakan kedua pola fikir para remaja. Hal ini terjadi
seiring dengan semakin tingginya teknologi, masuknya budaya-budaya asing, tingkat
persaingan yang sangat tinggi.
Bagi sebagian besar orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati
usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan
terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk
apapun saat itu. Sementara banyak orangtua yang memiliki anak berusia remaja merasakan
bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan
remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remaja mereka masih perlu
dilindungi dengan ketat sebab di mata orangtua para anak remaja mereka masih belum siap
menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal
membawa mereka pada keinginan untuk mencari jatidiri yang mandiri dari pengaruh
orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum
menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Sebetulnya, apa yang terjadi sehingga remaja merupakan memiliki dunia tersendiri.
Mengapa para remaja seringkali merasa tidak dimengerti dan tidak diterima oleh lingkungan
sekitarnya?. Mengapa remaja seolah-olah memiliki masalah unik dan tidak mudah dipahami?
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin,
juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat
khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang
berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti
sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain
sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan
anakanak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja
yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan
bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang
yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status
hingga tindak kriminal.(Kartono, 2003).
1. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996)
masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi.
Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada
kepribadian remaja:
Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan
remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia
mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja
yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat
mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin
akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan
mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah
suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.
2.Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan
kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan
kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.
Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan
tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak
mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan
yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan
antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan
perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-
baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan
penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak
(penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan
dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini
sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.
3. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan
serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku
seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord
(dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal
tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka
menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.
4. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada
perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki-
laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada
gang remaja perempuan.
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah
terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk
kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah.
Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan
Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah
terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan
bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak,
sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman
sebaya dan prestasi akademik.
6. Proses keluarga
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial
ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah
perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege
diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari
kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat.
Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan
cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status
yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering
ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri
setelah melakukan kenakalan.
Berdasarkan studi yang dilakukan Mahasiswa S3 program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, FakultasEkologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Herien
Puspitawati, rasa ingin mendapatkan pengakuan sosial (social recognition) dan perhatian
orangtua ternyata merupakan salah satu faktor pemicu kenakalan remaja.
Hasil studi Herein selama 3 tahun sejak Juni 2001 hingga Desember 2004
menunjukkan tekanan ekonomi keluarga berpengaruh secara tidak langsung pada kenakalan
pelajar melalui gaya pengasuhan orangtua. ”Gaya pengasuhan orangtua terhadap remaja yang
cenderung diwarnai dengan tindakan kekerasan dan kekasaran seperti marah, memaki,
berteriak/membentak, bertengkar dan memukul, berdampak pada meningkatnya perilaku
kenakalan pada remaja, baik kenakalan yang bersifat umum maupun kriminal,” tutur Herein.
Sadar atau tidak, pengasuhan yang dilandasi kekasaran dan kekerasan ini
mengakibatkan jiwa dan psikologi remaja menjadi tertekan, selalu sedih, tidak percaya diri,
tidak berguna, tidak mampu mengendalikan diri, mendendam, dan memberontak.
Menurutnya, remaja seperti ini tidak akan mampu menghargai diri sendiri dan tidak mampu
mengelola serta mengontrol emosinya. Remaja ini melampiaskan emosinya di luar rumah
dalam bentuk perilaku nakal seperti memalak, mencuri, narkoba, free sex, berkelahi/tawuran
dan menyakiti fisik orang lain.
Herien menjelaskan bahwa dari jumlah responden studi yang berlokasi di empat
Sekolah Menengah Kejuruan-Teknik Industri (SMK-TI) dan satu sekolah umum swasta di
Kota Bogor ini sebanyak 667 pelajar ( 540 putra dan 127 putri). Pengambilan sampel
menggunakan metode acak sederhana pada kelas dua. Sebanyak 67 persen contoh pelajar
laki-laki dan perempuan SMK-TI dan 50 persen contoh SMU pelajar perempuan melakukan
jenis kenakalan umum seperti bolos, minggat, merokok, pesta sampai malam, dan menggoda
cewek/cowok.
Untuk kenakalan kriminal, sebanyak 12, 25 persen contoh SMK-TI dan 11 persen
contoh SMU mengkonsumsi narkoba, morphin, aibon. Sebelas persen contoh SMK-TI dan 5
persen contoh SMU minum-minuman keras dan membawa senjata tajam ke sekolah. Pelajar
kedua sekolah juga pernah melakukan seks bebas yakni 10 persen contoh SMK-TI dan 5
persen contoh SMU.
Pengaruh keluarga yang bisa menyebabkan kenakalan remaja adalah :
Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia
akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa
peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang
serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan
bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman
Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah
tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi
dan sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi
merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan
dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari
kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa
jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan
komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal
yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-
masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu
ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai
peranan yang sangat penting.
Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan
masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih
mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian
dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil
belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya
dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam
sekumpulan benda mati.
Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan
kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya.
Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan
pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak. Keadilan orang tua
yang tidak merata terhadap anak dapat berupa perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap
anak maupun perbedaan kasih sayang.
Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil dapat menyebabkan kekecewaan anak
pada orang taunya dan akan merasa iri hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini
biasanya anak melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai
bentuk kenakalan.
Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa secara psikis.
Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki tetapi memperoleh anak perempuan.
Sering pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak pungut atau anak dari saudara
yang menumpang di rumah mereka.
Faktor lain karena anaknya lahir dengan keadaan cacat sehingga dihinggapi rasa malu.
Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga mereka mudah
sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif.
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga yang
merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi
kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik,
yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku
menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan
faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub
masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan
kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara
lain:
Termasuk pengaruh dari komunitas sebuah kelompok aliran music, missal aliran
kelompok music punk. Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan
dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu
ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika
dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini.
Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah
mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka
banggakan.
Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati
remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-
rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja
Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim
band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level
yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik, komunitas punk juga
bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai
sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih
banyak dan juga desain yang lebih variatif.
Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa
disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk
terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia.
Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan
anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan
senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang
dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu
namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren
karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan
sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi
salah satu jalur perkembangan komunitas punk.
Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling
optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya,
dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan
fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan
situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane
Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang
menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria.
Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan
antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut
sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih
seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang
reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka
anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser,
hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.
Kondisi psikososial dan pemaparan diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi
terjadinya kenakalan remaja.
Dalam kebudayaan timur, masih banyak orangtua yang menganggap anak adalah milik
orangtua, padahal seperti yang dituliskan oleh Khalil Gibran: Anak Hanya Titipan Sang
Pencipta. Ia bukan kepanjangan tangan orangtua. Ia berhak memiliki kehidupannya sendiri,
menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Tentu saja peran orangtua sangat besar sebagai
pembimbing. Dalam usia remaja, kemampuan penentuan diri inilah yang semestinya dilatih.
Remaja seperti juga semua manusia lainnya – belajar dari kesalahan. Bagi para orangtua ada
baiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang
yang akan berangkat dewasa. Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja
mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa
keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa.
Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang
berbentuk teguran atau yang berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi
terbuka. Tidak ada yang lebih dihargai oleh para remaja selain sosok orangtua bijak
yang bisa dijadikan teman.
Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin
memiliki pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang
kokoh di mana anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah
membedakan dan mempertanyakan alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku
mungkin malah akan menyebabkan sikap pemberontakan dalam diri anak anda.
Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka
mendengar dan belajar apa yang mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman
anda. Pada dasarnya, tidak ada anak remaja yang ingin kehilangan orangtuanya.
Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit.
Perubahan mood sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu
panik jika anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis
lalu tak lama kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas.
Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya
mencat rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-
tiba ber bungee-jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan, mereka layak
mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini.
Berikanlah ruang pada mereka untuk mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa
depan mereka. Ada remaja yang menurut tanpa membantah keinginan orangtua
mereka dalam menentukan peran mereka, misalnya jika kakek sudah dokter, ayah
dokter, kelak iapun “diharapkan dan disiapkan” untuk menjadi dokter pula. Namun
ada juga anak remaja yang memang tidak ingin masuk ke dalam dunia yang sama
dengan orangtua mereka. Dalam hal ini janganlah memaksakan anak mengikuti
kehendak orangtua. Seperti Kahlil Gibran ….anak hanya titipan, ia milik masa depan
dan kita milik masa lalu.
Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu
memungkinkan. Namun waspadalah jika anak anda sangat tertutup dengan dunia
remajanya. Mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang
disembunyikannya.
PENUTUP