You are on page 1of 19

Daftar Isi

• Cover 00.

• Daftar Isi 0.

• Pendahuluan 1.

• Remaja Dan Permasalahannya 2.

I. Definisi Remaja 2.

II. Perubahan Yang terjadi Pada Remaja 4.

III. Permasalahan Yang Terjadi Pada Remaja 9.

• Penutup 17.

1 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa
saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini.
Tim penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu tim penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
teman-teman. Amin...

Ttd

(Tim Penyusun)

2 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
REMAJA DAN PERMASALAHANNYA
I. Definisi Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai
tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa
atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh
status dewasa dan tidak lagi memiliki status anakMenurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004:
53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung
antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22
tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah:

Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak
mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan
psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21
tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun =
masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa
remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat
bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja
pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006: 192)

Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan
Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-
anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa
tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.

Ada beberapa definisi mengenahi remaja, Hurlock dalam bukunya Psikologi


Perkembangan mendefinisikan masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari
identitas diri dan merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Zakiah Darajad
mendefinisikan remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari anak-anak
menuju dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki
masa dewasa (Darajad, 1990). Zakiah Darajad dalam bukunya yang lain mendefinisikan
remaja sebagai tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh
pertumbuhan fisik yang cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan membawah akibat yang
tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Darajad, 1995).
Hasan Bisri dalam bukunya Remaja Berkualitas, mengartikan remaja adalah mereka yang
telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa
pembentukan tanggung jawab (Bisri, 1995).

Dari beberapa definisi diatas dapat ditar ik suatu kesimpulan masa remaja adalah masa
peralihan dari anak-anak menuju dewasa, karena pada masa ini remaja telah mengalami
perkembangan fisik maupun psikis yang sangat pesat, dimana secara fisik remaja telah

3 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
menyamai orang dewasa, tetapi secara psikologis mereka belum matang sebagaimana yang
dikemukakan oleh Calon (1953) masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa
transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki
status anak-anak (Monsk, 2002). Perkembangan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan
dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode sturm und
drung dan akan membawah akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta
kepribadian remaja.

Lebih jelas pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja secara lebih
konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001): Remaja adalah suatu masa dimana: Individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
saat ia mencapai kematangan seksual.

Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak


menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.

Jelasnya remaja adalah suatu periode dengan permulaan dan masa perlangsungan yang
beragam, yang menandai berakhirnya masa anak dan merupakan masa diletakkannya dasar-
dasar menuju taraf kematangan. Perkembangan tersebut meliputi dimensi biologik, psikologik
dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan
percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai dengan akhir perkembangan
kognitif dan pemantapan perkembangan kepribadian. Secara sosiologik ditandai dengan
intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda.

Mengenahi umur masa remaja, ahli-ahli ilmu jiwa tidak mempunyai kata sepakat
tentang batasan umur yang jelas dan dapat disetujui bersama sebab dalam kenyataannya
konsep remaja ini baru mulai muncul pada abad ke-20. Menurut Powel, masa remaja
digolongkan: “Pre adolescence, from ten to twelve years; early adolescence from thirteen to
sixteen, and late adolescence, from seventeen to twenty one years (Mulyono, 1995). Leulla
Cole menyebutkan masa adolescence dan membagi menjadi tiga tingkata, yaitu: “early
adolescence 13 to 15 years, middle adolescence 16 to 18 years, late adolescence 19 to 21
(Mulyono, 1995). Sedang WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan
usiaremaja (Sarwono, 1995).

Kaplan & Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri
atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20)
tahun. Sementara F.J. Monks berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung
antara 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12 – 15 tahun: masa remaja awal, 15 – 18 tahun:
masa remaja pertengahan, 18 – 21 tahun masa remaja akhir (Monsk, 2002). Dari beberapa
pendapat diatas dapat dibuat suatu batasan usia remaja adalah dimulai dari umur 10 – 21
tahun.

Kesimpulan

Setelah membaca penapat-pendapat dari para ahli psikologi, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian remaja dapat didefinisikan menjadi beberapa pengertian, antara lain :

• Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa.
• remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan
periode yang paling berat.
• remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh
dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.

II. Perubahan-Perubahan Pada Remaja

4 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya
usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai
tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-
18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10
tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah
bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap
menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi.
Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir
tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu
mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai
dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Batasan remaja dalam hal ini adalah usia 10
tahun s/d 19 tahun menurut klasifikasi World Health Organization (WHO).

Sementara United Nations (UN) atau PBB menyebutnya sebagai anak muda (youth)
untuk usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum muda (young people)
yang mencakup usia 10-24 tahun. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya
kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai
bertindak terlepas dari orang tua mereka.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun
seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai
pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi
oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan
dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan
pada dimensi-dimensi tersebut.

Remaja sendiri juga memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri utama pada masa remaja
ditandai dengan adanya berbagai perubahan. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:

Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia
mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.

Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis
hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone
(LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan
progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang
juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan
testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem
biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa
sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara
mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan
fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik
mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia
remaja.

Dimensi Kognitif

5 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah
memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan
abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka
berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja
tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi
konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal
ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat


banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap
perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap
perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan
masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini
bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode
belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara
berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang
cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki
keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya
saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk
menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana
hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi
Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan
hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”,
sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood
(swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah,
pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah
berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah
psikologis.

Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang
dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap
pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau
selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri.
Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang
direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan
bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja
putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan
tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi
lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan
remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada
saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan
tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa
mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat
inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian
dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

6 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali
mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering
dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat
jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-
jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati,
lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-
jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja.
Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang
lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai
acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat
dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan
dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini
juga akan menjadi sangat penting bagi remaja.
Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja
adalah masalah "Siapakah Saya?" Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini
kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak
sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya
dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja
dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu
berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan.
Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau
melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses
dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai,
remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”.
Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya.
Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga
sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya
sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran
yang lebih jauh.
Banyak orangtua khawatir jika “percobaan peran” ini menjadi berbahaya.
Kekhawatiran itu memang memiliki dasar yang kuat. Dalam proses “percobaan peran”
biasanya orangtua tidak dilibatkan, kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka
tidak menyetujui, tidak menyenangi, atau malah menjadi sangat kuatir. Sebaliknya, orangtua
menjadi kehilangan pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap
anak remaja mereka. Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya
mulai terlihat. Orangtua dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda
sehingga salah paham sangat mungkin terjadi.
Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah
melalui test-test psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini
menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog umumnya dilatih untuk
menggunakan alat tes itu. Alat tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia
adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar
luas dan dapat ditemukan di toko buku atau melalui internet; misalnya tes kepribadian.
Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test
psikologi dapat diibaratkan sebuah pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di
tangan orang yang “bukan ahlinya” atau yang kurang bertanggung-jawab, alat ini akan
menjadi sangat berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau tidak secara
menyeluruh oleh orang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup
untuk mengartikan secara obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek
negatif. Akibatnya, para remaja akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin
akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan untuk mencari psikolog yang
memang sudah terbiasa memberikan test psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin
Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin obyektivitas test tersebut.
Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak
ditelah mentah-mentah atau dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja
meruipakan masa yang snagat erat dengan perubahan. Alat test ini tidak semestinya dijadikan

7 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
buku primbon atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan, misalnya dalam
mencari sekolah atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan
remaja dan perubahan lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa
berubah dan menjadi tidak relevan lagi. Hal ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja
sangat labil dan mudah berubah.
Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain,
remaja hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-
test psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak diantara test tersebut
masih sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu
dibutuhkan kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak
mengembangkan identitas "virtual" yang berbeda dengan diri yang asli.
Selain beberapa dimensi yang telah disebutkan diatas, masih ada dimensi-dimensi yang lain
dalam kehidupan remaja yang belum sempat dibahas dalam artikel ini. Salah satu dari
dimensi tersebut diantaranya adalah dimensi sosial.

Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai


berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan
nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat
penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan
lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja
tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada
mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran
yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan
lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang
selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat
adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan
melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang
lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia
terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja


berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara
yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa
perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru.
Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap
peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada
seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan
korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi
tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai
dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak
menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai
yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika
orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika
lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban
dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan
memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh
dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak
dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan
mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau

8 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan
mulai menajam.
Banyak orang bilang, bahwa masa remaja adalah masa yang indah. Erikson melihat
perkembangan remaja dalam hubungannya dengan pembentukan identitas diri. Menurut dia,
pada masa remaja, seseorang akan mempertanyakan identitas dirinya. Pencarian akan jati diri
diwakili dengan sejuta pertanyaan yang mewakili rasa ingin tau mereka, seperti pertanyaan
berikut:

1. Siapa sih “gue” ?


2. Mau jadi apa “gue” nanti ?
3. Bisa gak “gue” bikin ortu “gue” bahagia ?

Dan lain-lain

Pertanyaan-pertanyaan yang dicontohkan seperti yang diatas adalah pertanyaan yang


biasanya terlintas di pikiran remaja dulu, sebelum pikiran mereka tercampur oleh pergesseran
moral dan pencampuran budaya asing.

Masuknya kebudayaan asing, sangat mengubah pola kehidupan para remaja, mulai
dari tingkah laku, pola pikir, cara berpenampilan hingga gaya bicara mereka pun ikut
berubah.

Apabila, pertanyaan diatas terlintas di pikiran remaja zaman dulu, maka sangat
berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikiran remaja zaman sekarang, mereka
hanya memikirkan cara agar dapat tampil oke dan tidak kalah cantik/tampan dari remaja lain.
Inilah beberapa pertanyaan yang terlintas di pikiran para remaja zaman sekarang:

1. Gimana caranya supaya bisa dapetin si doi ?


2. Gimana caranya supaya bisa gabung dengan komunitas (mis: emo, punk, dll)
3. Gimana sih rasanya narkoba ?
4. Gimana caranya bisa dapet duit buat taruhan sama temen ?

Atau, rasa ingin tahu mereka juga dapat diwakilkan dengan beberapa tingkah laku, seperti:

1. Menyimpangkan uang SPP/semesteran


2. Membentuk kelompok yang beraliran punk/ emo
3. Merokok, memakai narkoba sebagai bukti soladaritas dalam kelompok
4. Mencuri/berjudi supaya bisa dapet duit untuk taruhan.
5. Dll.

Dari perbandingan pola fikir antara remaja zaman dulu dengan remaja zaman sekarang
tampak sekali jurang besar yang membedakan kedua pola fikir para remaja. Hal ini terjadi
seiring dengan semakin tingginya teknologi, masuknya budaya-budaya asing, tingkat
persaingan yang sangat tinggi.

Menurut Havighurst, remaja mempunyai tugas perkembangan sebagai berikut:


1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria
maupun wanita.
2. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
5. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.
6. Mempersiapkan karier ekonomi.
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku
mengembangkan ideologi.

9 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
Jika dulu yang remaja pikirkan adalah masa depan, dan kebahagiaan orang tua
mereka, maka zaman sekarang gaya adalah yang terpenting!

III. Permasalahan Yang Terjadi Pada Remaja

Bagi sebagian besar orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati
usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan
terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk
apapun saat itu. Sementara banyak orangtua yang memiliki anak berusia remaja merasakan
bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan
remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remaja mereka masih perlu
dilindungi dengan ketat sebab di mata orangtua para anak remaja mereka masih belum siap
menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal
membawa mereka pada keinginan untuk mencari jatidiri yang mandiri dari pengaruh
orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum
menghadapi hidup sebagai orang dewasa.

Sebetulnya, apa yang terjadi sehingga remaja merupakan memiliki dunia tersendiri.
Mengapa para remaja seringkali merasa tidak dimengerti dan tidak diterima oleh lingkungan
sekitarnya?. Mengapa remaja seolah-olah memiliki masalah unik dan tidak mudah dipahami?

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin,
juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat
khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang
berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti
sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain
sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan
anakanak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja
yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan
bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang
yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status
hingga tindak kriminal.(Kartono, 2003).

Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang


melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-
18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.
Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang
melakukannya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek (1977)
mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang
individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat
dikenai sangsi atau hukuman.

Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang


menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan
bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan
remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima
secara sosial sampai tindakan kriminal.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan


remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang
dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain
yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.

10 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kenakalan remaja adalah
seperti yang dijelaskan di bawah ini.
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai
berikut:

1. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996)
masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi.
Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada
kepribadian remaja:

(1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan


(2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi,
nilai- nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut
dari remaja.

Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan
remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia
mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja
yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat
mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin
akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan
mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah
suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.

2.Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan
kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan
kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.
Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan
tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak
mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan
yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan
antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan
perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-
baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan
penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak
(penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan
dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini
sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

3. Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan
serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku
seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord
(dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal
tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka
menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.

4. Jenis kelamin

Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada
perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki-
laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada
gang remaja perempuan.

11 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah
terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk
kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah.
Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan
Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah
terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan
bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak,
sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman
sebaya dan prestasi akademik.

6. Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya


dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya
penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu
timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-
rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak
memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak
sesua i merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan
remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan
dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja,
meskipun persentasenya tidak begitu besar.

7. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja


untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan
dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan
yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang
melakukan kenakalan.

8. Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial
ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah
perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege
diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari
kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat.
Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan
cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status
yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering
ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri
setelah melakukan kenakalan.

9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja.


Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai
model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas
aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan,
pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan
pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam
masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

12 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan
menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang
kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada
masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga
minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja
dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan studi yang dilakukan Mahasiswa S3 program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, FakultasEkologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Herien
Puspitawati, rasa ingin mendapatkan pengakuan sosial (social recognition) dan perhatian
orangtua ternyata merupakan salah satu faktor pemicu kenakalan remaja.

Hasil studi Herein selama 3 tahun sejak Juni 2001 hingga Desember 2004
menunjukkan tekanan ekonomi keluarga berpengaruh secara tidak langsung pada kenakalan
pelajar melalui gaya pengasuhan orangtua. ”Gaya pengasuhan orangtua terhadap remaja yang
cenderung diwarnai dengan tindakan kekerasan dan kekasaran seperti marah, memaki,
berteriak/membentak, bertengkar dan memukul, berdampak pada meningkatnya perilaku
kenakalan pada remaja, baik kenakalan yang bersifat umum maupun kriminal,” tutur Herein.

Sadar atau tidak, pengasuhan yang dilandasi kekasaran dan kekerasan ini
mengakibatkan jiwa dan psikologi remaja menjadi tertekan, selalu sedih, tidak percaya diri,
tidak berguna, tidak mampu mengendalikan diri, mendendam, dan memberontak.
Menurutnya, remaja seperti ini tidak akan mampu menghargai diri sendiri dan tidak mampu
mengelola serta mengontrol emosinya. Remaja ini melampiaskan emosinya di luar rumah
dalam bentuk perilaku nakal seperti memalak, mencuri, narkoba, free sex, berkelahi/tawuran
dan menyakiti fisik orang lain.

Hubungan pertemanan juga mempengaruhi tingkat kenakalan remaja. Remaja yang


memiliki teman yang bermasalah cenderung berperilaku agresif, nakal dan berprestasi rendah.
Kenakalan ini bisa dikurangi dengan komunikasi terbuka dan baik antar anggota keluarga
serta pengiatan pengasuhan ibu. Ia menambahkan bahwa komunikasi yang baik dan terbuka
dalam keluarga berpengaruh terhadap menurunnya perilaku agesif, kenakalan dan
meningkatkan nilai pelajaran.

Herien menjelaskan bahwa dari jumlah responden studi yang berlokasi di empat
Sekolah Menengah Kejuruan-Teknik Industri (SMK-TI) dan satu sekolah umum swasta di
Kota Bogor ini sebanyak 667 pelajar ( 540 putra dan 127 putri). Pengambilan sampel
menggunakan metode acak sederhana pada kelas dua. Sebanyak 67 persen contoh pelajar
laki-laki dan perempuan SMK-TI dan 50 persen contoh SMU pelajar perempuan melakukan
jenis kenakalan umum seperti bolos, minggat, merokok, pesta sampai malam, dan menggoda
cewek/cowok.

Untuk kenakalan kriminal, sebanyak 12, 25 persen contoh SMK-TI dan 11 persen
contoh SMU mengkonsumsi narkoba, morphin, aibon. Sebelas persen contoh SMK-TI dan 5
persen contoh SMU minum-minuman keras dan membawa senjata tajam ke sekolah. Pelajar
kedua sekolah juga pernah melakukan seks bebas yakni 10 persen contoh SMK-TI dan 5
persen contoh SMU.
Pengaruh keluarga yang bisa menyebabkan kenakalan remaja adalah :

1. Keluarga yang Broken Home

Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia
akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa
peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang
serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan
bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman

13 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh
membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan
pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya.

Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah
tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi
dan sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi
merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan
dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari
kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:

a. Orang tua yang bercerai


Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi
dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah
dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan
demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang,
masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus
sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin
melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga
masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.

b. Kebudayaan bisu dalam keluarga


Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota
keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam
komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan
bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan
dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja.

Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa
jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan
komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal
yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-
masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu
ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai
peranan yang sangat penting.

Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan
masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih
mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian
dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil
belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya
dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam
sekumpulan benda mati.

c. Perang dingin dalam keluarga


Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab
dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan
kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami
mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya
mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.

2. Pendidikan yang salah

a. Sikap memanjakan anak


Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi
seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan

14 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga
menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana
pendidikan itu diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah
untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan
mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut.

Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan
kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya.
Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan
pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak. Keadilan orang tua
yang tidak merata terhadap anak dapat berupa perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap
anak maupun perbedaan kasih sayang.

Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil dapat menyebabkan kekecewaan anak
pada orang taunya dan akan merasa iri hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini
biasanya anak melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai
bentuk kenakalan.

b. Anak tidak diberikan pendidikan agama


Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama atau
mencarikan guru agama di rumah atau orang tua mau memberikan pendidikan agama dan
mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat
mengikuti pendidikan agama akan cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama.
Seseorang yang tidak patuh pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan
mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi seperti perbuatan kenakalan remaja.

3. Anak yang ditolak

Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa secara psikis.
Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki tetapi memperoleh anak perempuan.
Sering pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak pungut atau anak dari saudara
yang menumpang di rumah mereka.

Faktor lain karena anaknya lahir dengan keadaan cacat sehingga dihinggapi rasa malu.
Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga mereka mudah
sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif.

Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga yang
merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi
kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:

1. Sikap atau cara yang bersifat preventif


Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan
si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap
yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan atau mengadakan tindakan sebagai
berikut :

a. Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.


b. Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu
ikatan keluarga.

Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:


a. Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b. Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c. Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.

15 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
d. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.

2. Sikap atau cara yang bersifat represif


Pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan
untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan
keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan
anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara
kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :

a. Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya


sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b. Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan
yang menimpa anaknya.
c. Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam
mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
d. Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.

Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik,
yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku
menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;

a. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai


b. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang
kurang
f. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.

Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan
faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub
masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan
kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara
lain:

a. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)


1) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
2) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3) Pengangguran
4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5) Wanita tuna susila (wts)
6) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis
dan kekerasan
7) Perumahan kumuh dan padat
8) Pencemaran lingkungan
9) Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan social

b. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)


1) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3) Kebut-kebutan
4) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5) Perkosaan
6) Pembunuhan
7) Tindak kekerasan lainnya
8) Pengrusakan

16 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
9) Coret-coret dan lain sebagainya

Termasuk pengaruh dari komunitas sebuah kelompok aliran music, missal aliran
kelompok music punk. Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan
dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu
ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika
dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini.
Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah
mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka
banggakan.

Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati
remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-
rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja
Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim
band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level
yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik, komunitas punk juga
bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai
sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih
banyak dan juga desain yang lebih variatif.

Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa
disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk
terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia.

Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan
anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan
senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang
dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu
namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren
karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan
sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi
salah satu jalur perkembangan komunitas punk.

Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling
optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya,
dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan
fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan
situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane
Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang
menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria.

Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan
antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut
sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih
seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang
reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka
anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser,
hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.

Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati


masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak
menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi
perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang
menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari
keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara
lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai

17 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.

Kondisi psikososial dan pemaparan diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi
terjadinya kenakalan remaja.

Tip untuk Orangtua

Dalam kebudayaan timur, masih banyak orangtua yang menganggap anak adalah milik
orangtua, padahal seperti yang dituliskan oleh Khalil Gibran: Anak Hanya Titipan Sang
Pencipta. Ia bukan kepanjangan tangan orangtua. Ia berhak memiliki kehidupannya sendiri,
menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Tentu saja peran orangtua sangat besar sebagai
pembimbing. Dalam usia remaja, kemampuan penentuan diri inilah yang semestinya dilatih.
Remaja seperti juga semua manusia lainnya – belajar dari kesalahan. Bagi para orangtua ada
baiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang
yang akan berangkat dewasa. Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja
mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa
keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa.
 Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang
berbentuk teguran atau yang berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi
terbuka. Tidak ada yang lebih dihargai oleh para remaja selain sosok orangtua bijak
yang bisa dijadikan teman.
 Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin
memiliki pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang
kokoh di mana anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah
membedakan dan mempertanyakan alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku
mungkin malah akan menyebabkan sikap pemberontakan dalam diri anak anda.
 Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka
mendengar dan belajar apa yang mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman
anda. Pada dasarnya, tidak ada anak remaja yang ingin kehilangan orangtuanya.
 Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit.
Perubahan mood sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu
panik jika anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis
lalu tak lama kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas.
 Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya
mencat rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-
tiba ber bungee-jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan, mereka layak
mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini.
Berikanlah ruang pada mereka untuk mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa
depan mereka. Ada remaja yang menurut tanpa membantah keinginan orangtua
mereka dalam menentukan peran mereka, misalnya jika kakek sudah dokter, ayah
dokter, kelak iapun “diharapkan dan disiapkan” untuk menjadi dokter pula. Namun
ada juga anak remaja yang memang tidak ingin masuk ke dalam dunia yang sama
dengan orangtua mereka. Dalam hal ini janganlah memaksakan anak mengikuti
kehendak orangtua. Seperti Kahlil Gibran ….anak hanya titipan, ia milik masa depan
dan kita milik masa lalu.
 Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu
memungkinkan. Namun waspadalah jika anak anda sangat tertutup dengan dunia
remajanya. Mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang
disembunyikannya.

PENUTUP

18 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”
Demikian makalah tentang Remaja Dan Permasalahannya yang kami buat, semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

19 Tugas Makalah Bimbingan Psikologi


“Remaja Dan Permasalahannya”

You might also like