You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses yang melibatkan berbagai faktor dan

merupakan sistem yang melibatkan berbagai masukan berupa masukan mentah

peserta didik dengan berbagai karakteristiknya, dan masukan instrumental

berupa kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dan proses pembelajaran yang

merupakan muara dari seluruh kegiatan pendidikan. Proses pembelajaran

tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan atau dalam lingkup yang

lebih khusus adalah tujuan pengajaran yang meliputi aspek pengetahuan,

keterampilan, dan sikap. Dalam hal ini dari keseluruhan proses tersebut peran

guru sangat menentukan.

Pengajaran merupakan upaya seorang guru yang secara konkret

dilakukan untuk menyampaikan bahan kurikulum agar dapat diserap oleh

peserta didik. Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri dari berbagai komponen

berupa tujuan, bahan ajar, metode mengajar, alat dan media pembelajaran, dan

penilaian. Dalam hal ini tujuan menempati posisi kunci. Bahan atau materi

pelajaran merupakan isi yang apabila dipelajari peserta didik diharapkan dapat

diserap oleh peserta didik sehingga tujuan dikatakan tercapai. Metode dan

media pembelajaran berperan sebagai alat bantu untuk mempermudah guru

dalam mengajar sehingga peserta didik akan lebih mudah menangkap materi

yang diajarkan. Sedangkan penilaian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh

mana peserta didik telah mengalami proses pembelajaran yang ditunjukkan

1
dengan perubahan perilakunya. Secara intelektual, indikator perubahan tingkah

laku tersebut adalah berupa prestasi belajar akademik.

Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-

sekolah, tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri

siswa secara terencana, baik dalam pengetahuan (kognitif), keterampilan

(psikomotor), maupun sikap (afektif). Interaksi yang terjadi selama proses

belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, yang antara lain terdiri dari

murid, guru, kepala sekolah, bahan atau materi pelajaran (buku, modul, lembar

kerja siswa, dan lain sebagainya), berbagai sumber belajar dan fasilitas belajar

(perpustakaan, laboratorium, radio, televisis, dan lain-lain). Proses

pembelajaran akan berlangsung secara baik juga sangat ditentukan oleh metode

serta media yang digunakan.

Perhatian utama guru harus ditujukan pada bagaimana menciptakan

kondisi yang merangsang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Tugas ini

akan dapat terlaksana apabila guru tidak lagi memandang bahwa tugas

pokoknya semata-mata sebagai penyaji materi (bahan) ajar. Pengetahuan dan

keterampilan dalam merancang (mendesain) pelajaran dalam bentuk Rencana

Persiapan Pembelajaran merupakan tuntutan para guru sebagai persiapan dalam

proses pembelajaran.

Ketika akan terjadi proses pembelajaran dan peserta didik dituntut untuk

menguasai kompetensi dari bahan ajar yang dipelajari, maka akan lebih

bermakna jika menerapkan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga.

Sehingga perlu persiapan yang matang dalam pelaksanaan proses

2
pembelajaran di kelas, yang biasanya disebut Persiapan Pembelajaran atau

Desain Pembelajaran.

Agar rancangan (desain) pembelajaran yang dibuat memiliki daya untuk

memecahkan masalah belajar secara optimal, perlu terus menerus diadakan

evaluasi. Evaluasi sistem instruksional dapat menunjukkan efektivitas suatu

program pembelajaran. Hal ini sangat penting artinya bagi guru untuk

menindak lanjuti program pembelajaran yang telah disusun. Dengan demikian,

efektivitas hasil yang dicapai secara optimal sesuai yang diharapkan.

Dalam hal ini belajar kontekstual akan menjadi model yang paling tepat

ketika peserta didik akan menerapkan dan mengalami apa yang telah diajarkan

yang berkaitan dengan masalah nyata, dengan peranan dan tanggung jawabnya

sebagai anggota keluarga, warganegara, peserta didik dan pekerja.

Dari uraian di atas tampaklah bahwa media merupakan komponen yang

memegang peranan sangat penting dalam proses pembelajaran matematika.

Pembelajaran matematika di SD merupakan salah satu kajian yang selalu

menarik untuk dikemukakan, karena adanya perbedaan karakteristik khususnya

antara hakikat anak dengan hakikat matematika. Matematika bagi siswa SD

berguna untuk kepentingan hidup dalam lingkungannya, untuk

mengembangkan pola pikirnya, dan untuk mempelajari ilmu-ilmu hitung.

B. Identifikasi Masalah

Merujuk pada paparan latar belakang di atas, identifikasi masalah

yang dapat diajukan antara lain minat atau motivasi belajar matematika

3
yang perlu ditingkatkan sehingga daya seraf atau prestasi belajar siswa

dalam pembelajaran matematika masih belum optimal.

Tahap perkembangan berfikir siswa SD terutama kelas rendah

yang belum formal dan relatif masih konkret ditambah dengan

intelegensinya serta faktor lainnya perlu menjadi perhatian. Kenyataan

lain ditemukan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas III SDN 1

Jenggik masih kurang memuaskan, yang kemungkinan disebabkan oleh

minat atau motivasi belajar yang sangat kurang. Faktor penyebabnya

sebagai berikut.

1. Faktor tata ruangan yang kurang menarik.

2. Faktor pendukung pembelajaran yang tergolong kurang bahkan tidak

ada.

3. Media pembelajaran sebagai salah satu alat bantu dalam mencapai

tujuan pembelajaran belum digunakan secara baik dalam proses

pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Pada identifikasi masalah di atas telah dikemukakan beberapa

permasalahan dan faktor yang melatar belakangi minat belajar siswa

dalam pembelajaran matematika masih rendah dan daya seraf atau

kompetensi siswa belum sesuai dengan harapan. Agar penelitian ini

berjalan lancar, objektif, dan terarah perlu adanya pembatasan masalah

4
yang diteliti, yaitu: “Penggunaan alat peraga untuk meningkatakan minat

dan daya seraf bidang studi matematika”.

Mata pelajaran matematika memiliki waktu belajar 6 jam pelajaran

dalam satu minggu, satu jam pelajaran 30 menit. Objek penelitian ini

adalah penggunaan penggunaan alat peraga matematika untuk materi

bangun datar sederhana. Subjek penelitian adalah siswa kelas III SDN 1

Jenggik tahun pelajaran 2009/2010.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, maka masalah utama

dalam penelitian ini adalah “Apakah penggunaan alat peraga dapat

meningkatkan minat belajar dan daya seraf bidang studi matematika siswa

kelas III SDN 1 Jenggik tahun pelajaran 2009/2010?”

E. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah tersebut, maka tujuan

penelitian ini, sebagai berikut.

a. Untuk memperoleh gambaran objektif tentang minat belajar siswa

dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga

pada siswa kelas III SDN 1 Jenggik Tahun Pelajaran 2009/2010.

b. Untuk prestasi hasil belajar atau daya seraf siswa dalam pembelajaran

matematika melalui penggunaan alat peraga kelas III SDN 1 Jenggik

Tahun Pelajaran 2009/2010.

5
F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu, khususnya pembelajaran matematika pada siswa

SD kelas rendah.

2. Manfaat Praktis

a. Mendapatkan informasi penting tentang penggunaan alat peraga

dalam pembelajaran matematika di kelas III SD.

b. Menambah wawasan dalam pengajaran bagi guru kelas dalam

melaksanakan tugas sebagai pendidik dan pengajar.

c. Sebagai bahan masukan bagi guru di sekolah tempat pelaksanaan

penelitian, sehingga dapat meningkatkan motovasi dan kompetensi

siswa di sekolah tempat penelitian.

6
BAB II

KAJIAN TEORI DAN RUMUSAN HIPOTESIS

A. Deskripsi/Analitis

1. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin mediusI yang secara

harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa

Arab, media adalah perantara (wasaa’il) atau pengantar pesan dari

pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely (1971) mengatakan

bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,

materi, atau kejadian yang membangun kondisi membuat siswa

mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam

pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah m erupakan

media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar

mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis,

atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali

informasi visual atau verbal.

Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli yang

sebagian di antaranya akan diberikan berikut ini. AECT (Association

of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan

tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan

untuk menyampaiakan pesan atau informasi. Di samping sebagai

penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata

mediator .

7
Di samping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian

bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai

dari guru sampai kepada pealatan paling canggih, dapat disebut media.

Ringkasannya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan

pesan-pesan pembelajaran (Azhar, 1996:4).

2. Jenis, Fungsi, dan Peranan Media

a) Jenis Media

Media pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Media Visual

Sesuai dengan namanya, media visual adalah media yang

hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan.

Jenis media inilah yang sering digunakan oleh guru-guru untuk

membantu menyampaikan isi atau materi pelajaran. Media visual

ini terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan (non-

projected visuals) dan media yang diproyeksikan (project

visual). Media yang dapat diproyeksikan ini bisa berupa gambar

diam (still pictures) atau bergerak (motion picture).

Media yang tidak dapat diproyeksikan adalah gambar yang

disajikan secara fotografik misalnya gambar tentang manusia,

binatang, tempat, atau objek lainnya yang ada kaitannya dengan

bahan/isi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Media

yang diproyeksikan adalah media yang menggunakan alat

8
proyeksi (proyektor) sehingga gambar atau tulisan nampak pada

layar (screen).

2. Media Audio

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam

bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan para siswa untuk

mempelajari bahan ajar. Program kaset suara dan program radio

adalah bentuk media audio. Penggunaan media audio dalam

pembelajaran pada umumnya adalah untuk menyampaikan materi

pelajaran tentang mendengarkan.

3. Media Audio-Visual

Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi

audio dan visual atau bisa disebut media pandnag-dengar. Sudah

barang tentu apabila menggunakannya akan semakin lengkap dan

optimal penyajian bahan ajar kepada para siswa, selain dari itu

media ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan

peran dan tugas guru. Dalam hal ini, guru tidak selalu berperan

sebagai penyaji materi (teacher) tetapi penyajian materi bisa

diganti oleh media, maka peran guru bisa beralih menjadi

fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa

untuk belajar. Contoh dari media audio-visual di antaranya

program video/televisi, video/televisi instruksional, dan program

slide suara (soundslide).

9
b) Fungsi Media
Apabila dicermati, banyak guru yang menggunakan media

dalam proses pembelajarannya menganggap media hanya sebatas

sebagai alat bantu semata yang boleh diabaikan manakala media

tersebut tidak ada. Tetapi apabila diperhatikan betapa media akan

memberi kontribusi/sumbangan yang sangat besar bagi tercapainya

tujuan pembelajaran yang diharapkan. Beberapa fungsi media

adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan media pembelajaran bukan merupakan

fungsi tambahan, tetapi memilki fungsi tersendiri sebagai sarana

bantu untuk mewujudkan situasi belajar-mengajar yang lebih

efektif.

2. Media pembelajaran merupakan bagian integral dari

keseluruhan proses pembelajaran. Hal ini mengandung

pengertian bahwa media pembelajaran sebagai salah satu

komponen lainnya dalam rangaka menciptakan situasi belajar

yang diharapkan.

3. Media pembelajaran dalam penggunaannya harus

relevan dengan tujuan dan isi pembelajaran. Fungsi ini

mengandung makna bahwa penggunaan media dalam

pembelajaran harus selalu melihat kepada tujuan dan bahan ajar.

4. Media pembelajaran bukan berfungsi sebagai hiburan,

dengan demikian tidak diperkenankan menggunakannya hanya

sekedar untuk permainan atau memancing perhatian siswa.

10
5. Media pembelajaran berfungsi mempercepat proses

belajar. Fungsi ini mengandung arti bahwa dengan media

pembelajaran siswa dapat menangkap tujuan dan bahan ajar lebih

mudah dan lebih cepat.

6. Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan

kualitas proses belajar mengajar. Pada umumnya hasil belajar

siswa dengan menggunakan media pembelajaran akan tahan lama

mengendap sehingga kualitas pembelajaran memilki nilai tinggi.

7. Media pembelajaran meletakkan dasar-dasar yang

kongkret untuk berfikir, oleh karena itu dapat mengurangi

terjadinya penyakit verbalisme.

c) Peranan Media
Dalam proses pembelajaran, tidak ada lasan bagi guru untuk

tidak menggunakan media bila mengin ginkan proses belajar

mengajar berhasil. Selain itu perlu juga memahami peranan dari

media pembelajarn, seperti berikut :

1. Membuat kongkret konsep yang abstrak, misalnya

untuk menjelaskan sistem peredaran darah, arus listrik, dan

sebagainya.

2. membawa objek yang berbahaya atau sukar didapat

ke dalam lingkungan belajar seperti binatang-binatang buas,

pinguin dari kutub utara dan sebagainya.

3. Menampilkan objek yang terlalu besar, misalnya

kapal laut, pesawat udara, pasar, terminal, dan sebagainya.

11
4. Menampilkan objek yang terlalu kecil yang tidak

dapat diamati dengan mata telanjang, seperti bakteri, molekul,

atom, amuba, virus, dan sebagainya.

5. Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat, misalnya

lintasan peluru, ledakan dengan slow motion, atau terlalu lambat

misalnya pertumbuhan kecambah, mekarnya bunga.

6. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan

lingkungannya.

7. memungkinkan keseragaman pengamatan atau

persepsi belajar siswa.

8. Membangkitkan motivasi belajar.

9. Memberi kesan pehatian individual untuk seluruh

anggota kelompok belajar.

10. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan

dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.

11. Menyajikan pesan atau informasi belajar secara

serempak mengatasi waktu dan ruang.

12. Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.

3. Teori Belajar Matematika dalam Pembelajaran Metematika di SD

Para ahli teori belajar matematika masih belum ada kesepahaman

tentang bagaimana anak belajar dan cara-cara pembelajarannya. Karso

(2003:1.11) menjelaskan beberapa teori belajar matematika yang dianggap

12
sesuai oleh para guru, pengelola pendidikan, termasuk para penyusun dan

pengembang kurikulum adalah sebagai berikut.

a. Teori Belajar Burner

Jerome S Burner menekankan bahwa setiap individu pada waktu

mengalami atau mengenal peristiwa atau benda di dalam lingkungannya,

menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa atau benda

tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa

atau benda yang dialaminya atau dikenalnya.

Menurut Burner (Karso, 2003:1.12), hal-hal tersebut dapat

dinyatakan sebagai proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan,

yaitu :

1) Tahap Enaktif atau tahap Kegiatan

(Enactive)

Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan

benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada

tahap ini anak masih dalam gerak refleks dan coba-coba, belum

harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejrkan, mengutak-

atik, dan bentuk-bentuk gerak lainnya.

2) Tahap Ikonik atau Tahap Gambar

Bayangan (Iconic)

13
Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan

peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Dengan kata lain

anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran

dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau

dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu

atau benda real itu tidak lagi berada di hadapannya.

3) Tahap Simbolik (Symbolik)

Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental

tersebut dalam bentuk simbul, maka bayangan mental yang ditandai

oleh simbul itu akan dikenalnya kembali. Pada tahap ini anak sudah

mampu memahami simbul-simbul dan menjelaskan dengan

bahasanya.

b. Teori Belajar Dienes

Dienes memandang matematika sebagai pelajaran struktur,

klsaifikasi struktur. Relasi-relasi dalam stuktur, dan mengklasifikasikan

relasi-relasi antara struktur. Konsep matematika akan dipahami dengan

baik oleh siswa apabila disajikan dalam bentuk konkret dan beragam.

Menurut pengamatan dan pengalaman umumnya anak-anak

menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan

dengan matematika sederhana. Meskipun banyak pula yang tidak

dipahaminya, atau banyak konsep yang dipakai secara keliru.

14
Selanjutnya Dienes menggunakan istilah konsep artian struktur

matematika yang mempunyai arti lebih luas daripada pengertian konsep

menurut Gagne. Menurut Gagne, konsep adalah ide abstrak yang

memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda ke dalam contoh

dan bukan contoh, seperti suatu segitiga dengan bukan segitiga, antara

bilangan asli dengan yang bukan bilangan asli, dan seterusnya.

Sedangkan menurut Dienes, kosep adalah struktur matematika yang

mencakup konsep murni, konsep notasi, dan konsep terapan.

Dengan prinsipnyanya yang disebut penyajian beragam, bahwa

kesiapan siswa mempelajari konsep-konsep matematika itu dipercepat.

Menurut Dienes, agar anak bisa memahami konsep-konsep matematika

dengan mengerti maka haruslah diajarkan secara berurutan mulai dari

konsep murni, konsep notasi, dan berakhir dengan konsep terapan.

Konsep murni matematika adalah ide-ide matematika mengenai

pengelompokan bialngan dan relasi antara bilangan-bilangan, misalnya

enam, 8, XII adalah konsep bilangan genap yang disajikan dengan

konsep yang berbeda. Konsep notasi matematika adalah sifat-sifat

bilangan sebagai akibat langsung dari cra bilangan itu disajikan,

misalnya 249 artinya 2 ratusan, 4 puluhan, di tambah 9 satuan akibat

dari notasi posisi yang menentukan besarnya bilangan. Konsep terapan

matematika adalah penggunaan konsep murni dan konsep notasi

matemtika untuk memecahkan masalah matematika (Karso, 2003:1.18).

c. Teori Belajar Brownell dan Van Engen

15
Menurut William Brownell (Karso, 2003:1.22), bahwa belajar itu

pada ahkikatnya merupakan suatu peoses yang bermakna. Ia

mengemukakan bahwa matematika itu harus merupakan belajar

bermakna dan pengertian.

Khusus dalam pembelajaran matematiak di SD, Brownell

mengemukakan apa yang disebut “Meaning Theori (Teori Makna)”

sebagai alternatif dari “Drill Theori (Teori Latihan Hafal/Ulangan).

Teori Drill dalam pengajaran matematika berdasarkan kepada teori

belajar asosiasi yang lebih dikenal dengan sebutan teori belajar stimulus

respon yang dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949).

Teori belajar ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan

proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Menurut

hukum belajar adalah lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu

stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang

atau puas bisa timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau

ganjaran, sehingga ia merasa puas dari sukses yang diraihnya dan

sebagai akibatnya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan

berikutnya.

d. Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne yang dikutip Karso (2003:1.28), bahwa dalam

belajar matematika ada dua objek, yaitu objek langsung belajar

matematika dan objek tidak langsung dari belajar matematika. Objek

langsung meliputi fakta, operasi, konsep, dan prinsip. Objek tidak

16
langsung mencakup kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah,

disiplin diri, bersikap positif, dan tahu bagaimana semestinya belajar.

Gagne menentukan dan membedakan delapan tipe belajar yang

terurut kesukarannya dari yang sederhana sampai kepada yang

kompleks. Urutan ke-8 tipe belajar itu adalah belajar isyarat (signal

Learning), belajar stimulus respon (Stimulus Learning), rangkaian

gerak (motor chaining), belajar konsep (Concept Learning), belajar

aturan (Rule Learning), dan pemecahan masalah (Problem Solving).

Tahap 1. Belajar Isyarat, atau signal ialah belajar sesuatu yang

tidak disengaja sebagai akibat adanya rangsangan. Misalnya sikap

positif dari siswa dalam belajar matematika karena sikap atau ucapan

guru yang menyenangkan.

Tahap 2. Belajar Stimulus Respon, pada tahap ini sudah disengaja

dan responnya adalah jasmaniah. Misalnya siswa menyebutkan atau

menuliskan beberapa contoh bilangan bulat yang negatif setelah guru

memberikan penjelasan tentang bilangan bulat negatif.

Tahap 3. Rangkaian Gerak, belajar dalam bentuk perbuatan

jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.

Misalnya seorang anak yang menggambar ruas garis melalui dua titik

yang diketahui diawali dengan mengambil mistar, meletakkan mistar

melalui dua titik, mengambil pensil (kapur tulis), dan akhirnya menarik

ruas garis.

17
Tahap 4. Rangkaian Verbal, belajar yang berupa perbuatan lisan

terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Misalnya

menyatakan atau mengemukakan pendapat tentang simbul, definisi,

aksioma, dalil, dan semacamnya.

Tahap 5. Belajar Membedakan, belajar memisah-misahkan

rangkaian bervariasi. Ada dua macam belajar membeda-bedakan, yaitu

belajar membedakan tunggal berupa pengertian siswa terhadap suatu

lambang, misalnya menarik akar kuadrat:√. Sedangkan membedakan

jamak adalah membedakan beberapa lambang tertentu misalnya

lambang-lambang ruas garis, sinar, dan garis.

Tahap 6. Belajar Konsep, tipe belajar ini disebut pula tipe belajar

pengelompokan, yaitu belajar mengenal atau melihat sifat bersama

suatu benda atau peristiwa. Misalnya untuk memahami konsep

lingkaranan, siswa mengamati cincin, gelang, permukaan drum,

permukaan gelas, dan semacamnya.

Tahap 7. Belajar Aturan, pada tipe ini siswa diharap mampu

memberi respon terhadap stimulus dengan segala macam perbuatan,

misalnya siswa yang mampu menyebutkansifat penyebaran perkalian

terhadap penjumlahan, tetapi belum mampu menggunakannya atau

sebaliknya.

Tahap 8. Pemecahan Masalah, adalah tipe belajar paling tinggi.

Sesuatu merupakan masalah bagi siswa bila sesuatu itu baru dikenalnya,

tetapi siswa telah memiliki persyaratan, hanya belum tahu proses

18
alogaritmanya (hitungnya/penyelesaiannya). Sesuatu masalah bagi

siswa tetapi bukan bagi guru.

4. Motivasi Belajar

Masnur (2003:42) menjelaskan, motivasi adalah daya atau perbuatan

yang mendorong seseorang; tindakan atau perbuatan merupakan gejala

sebagai akibat dari adanya motivasi tersebut. Seorang siswa dapat belajar

dengan giat karena motivasi dari luar dirinya, misalnya adanya dorongan

dari orang tua atau gurunya, janji-jani yang diberikan apabila ia berhasil

dan sebagainya. Tetapi, akan lebih baik lagi apabila motivasi belajar itu

datang dari dalam dirinya sendiri, siswa akan terdorong secara terus

menerus, tidak tergantung pada situasi luar.

Motivasi atau minat belajar merupakan hasrat untuk belajar dari

seseorang individu. Seorang siswa sdapat belajar secara lebih efesien

apabila ia berusaha untuk belajar secara maksimal, artinya siswa

memotivasi dirinya sendiri. Motivasi belajar dapat datang dari dalam diri

siswa yang rajin membaca buku dan adanya rasa ingin tahu terhadap suatu

masalah.

Motivasi dalam diri seorang individu untuk belajar dapat

dibangkitkan, ditingkatkan, dan dipelihara oleh kondisi-kondisi luar,

seperti penyajian pelajaran oleh guru dengan media bervariasi, metode

yang tepat, komunikasi yang dinamis dan sebagainya.

19
5. Macam-macam Motivasi

Bila ditinjau dari sudut operasionalnya, motivasi ada beberapa

macam bentuk, sebagai berikut.

a. Motif

Bila seorang siswa bewlajar dsiasumsikan di dalam diri siswa adsa

dorongan untuk memulai, melaksanakan, dsan mengatur aktivitasnya.

Dorongan tersebut bergantung pada masing-masing individu siswa.

Dalam hubungan ini dapat dilihat dari dua macam motif, yaitu (1) motif

biogenis; dan (2) motif sosiogenis.

1) Motif biogenis

Motif biogenis adalah motif yang berasal dari masalah bilogis,

yaitu motif yang sifatnya memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis

(“physical needs”). Kebutuhan biologis ini merupakan kebutuhan

yang paling fundamental. Ini bewrarti bahwa sebelum kebutuhan-

kebutuhan lain yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia, kebutuhan

biologis yang pertama harus dipenuhi. Yang termasuk di dalam

kebutuhan biologis ini adalah makan, minum, pakaian, dan

sebagainya. Khususnya untuk memotivasi dalam pembelajaran

bahasa Indonesia, sekolah pwerlu menyediakan kebutuhan fisik yang

cukup memadai, misalnya WC yang bersih, kantin yang sehat, ruang

kelas yang sesuai dengan ventilasi yang memadai, tempat duduk

20
yang nyaman dan aman, halaman sekolah yang rindang, dan

sebagainya.

2) Motif Sosiogenis

Motif sosiogenis adalah motif yang berasal dari segi sosial.

Motif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidup seseorang. Guru

perlu mengetahui adanya motif ini dalam diri setiap siswa, untuk

dimanfaatkan dalam pencapaian belajar.

Motif-motif yang termasuk ke dalam sosiogenis ini

dikelompokkan menjadi :

a) Motif pencapaian, yaitu motif yang berbentuk keinginan

untuk keinginan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang

dihadapi seseorang.

b) Motif untuk bergabung, yaitu motif yang berbentuk

keinginan untuk bergabung menjadi anggota suatu kelompok.

c) Motif keterlibatan pribadi, yaitu motif yang berbentuk

keinginan untuk mendapat perhatian, pengaruh, prestasi, dan

sukses.

d) Motif-motif lain, diantaranya berbentuk :

1) Motif kebutuhan rasa aman;

2) Motif kebutuhan akan cinta dan kasih sayang;

3) Motif kebutuhan harga diri; dan

4) Motif pen ingkatan diri

21
Motif-motif di atas merupakan motif yang kuat, yang dapat

berpengaruh terhadap tingkah laku siswa. Guru harus memanfaatkan

motif-motif tersebut untuk membangkitkan atau memelihara

motivasi siswa untuk belajar. Guru dapat memanfaatkan motif

pencapaian dengan memberikan soal-soal bahasa Indonesia terutama

yang memerlukan pemecahan masalah. Motif untuk bergabung

dimanfaatkan dengan cara diskusi kelompok untuk menemukan

suatu konsep tertentu. Motif terhadap kebutuhan harga diri, guru bisa

memanfaatkannya dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk

saling berkompetisi secara sehat. Guru bersifat wajar, menerima,

menghargai pendapat siswa, dan menghargai eksistensi siswa secara

manusiawi yang merupakan kebutuhan siswa terhadap rasa aman,

tenteram, kebutuhan cinta dan kasih sayang, serta kebutuhan harga

diri.

b. Minat

Minat mempengaruhi proses hasil belajar yang juga berpengaruh

terhadap motivasi. Kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari

sesuatu, tidak dapat diharapkan bahwa dia akan berhasil dengan baik

dalam mempelajari hal tersebut. Sebaliknya kalau seseorang

mempelajari sesuatu sesuai dengan minatnya maka dapat diharapkan

hasilnya akan lebih baik. Minat seseorang terhadap sesuatu hal dapat

dilihat dari keinginannya untuk mengetahui atau belajar lebih banyak.

Oleh karena itu, guru perlu mengetahui minat siswa terhadap suatu

22
mata pelajaran dan mengetahui bagaimana menarik perhatian siswa

terhadap pelajaran.

6. Fungsi Motivasi

Guru sebagai petugas pendidikan, haruslah menguasai materi

pelajaran yang disajikannya, metode penyampaian yang cocok dengan

materi, dan mampu mengelola lingkungan belajar. Salah satu hal yang

sangat penting adalah membangkitkan dan mengembangkan motivasi

siswa untuk belajar. Fungsi motivasi yang berkenaan dengan proses belajar

mengajar, antara lain :

1) Fungsi penggerak dalam motivasi

Penggerak motivasi belajar untuk siswa dapat dilakukan melalui

berbagai cara, antara lain :

a) Metode Penemuan (Bruner)

Meteode ini dimaksudkan agar siswa memberi stimulan terhadap

dirinya sendiri, sehingga siswa itu sendiri melakukan fungsi penggerak

motivasinya.

b) Motivasi Kompetensi (Robert White)

Motivasi kompetensi menggerakkan tindakan-tindakan, seperti

menyelidiki, memperhatikan, berbicara, penalaran, dan memanipulasi.

c) Belajar Terprogram (Bert Kersh)

Kelompok belajar secara terbimbing berisikan serangkaian pertanyaan

dan jawaban, yang disusun secara bertahap sampai pada penyelesaian

masalah. Cara belajar seperti ini menurut siswa untuk membuat

23
inferensi dan mengingat aturan-aturan tanpa bantuan atau penjelasan

dari guru.

d) Prosedur Brainstrorming (Torrance)

Prosedur ini dimaksudkan agar siswa mampu memproduksi ide-ide

yang berbobot tinggi, melalui diskusi dan kritik. Istilah lain dari

prosedur ini adalah prosedur urun pendapat. Beberapa keuntungan dari

prosedur ini adalah bisa menghasilkan ide-ide lebih banyak

dibandingkan dengan cara lain, seperti pengarahan janji, ataupun

hadiah.

2) Fungsi harapan

Guru memberi harapan-harapan tersebut untuk menggugah motivasi

belajar. Cara-cara yang dapat dilaksanakan untuk memenuhi fungsi

harapan ini antara lain :

a) Merumuskan tujuan instruksional sekhusus mungkin. Tujuan-

tujuannya spesifik, operasional, dan dapat diamati akan lebih

mendorong siswa untuk mencapainya. Dalam hubungan ini telah

terkandung harapan-harapan yang diinginkan siswa.

b) Tujuan instruksional hendaknya terbagi atas tiga kategori, yaitu tujuan

instruksional yang langsung “intermediate” , dan jangka panjang. Jauh

dekatnya tujuan instruksional yang ditetapkan memberikan pengaruh

terhadap kepercayaan siswa untuk mencapainya, yang bertalian erat

dengan pengerahan energi.

24
c) Perubahan-perubahan harapan. Harapan adalah produk dari

pengalaman masa lampau. Keberhasilan atau kegagalan pada masa

lampau merupakan unsur utama untuk meramalkan keberhasilan dan

kegagalan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.

d) Tingkat aspirasi. Tingkat aspirasi dimaksudkan pembangkit motivasi

dengan berpedoman bahwa keberhasilan masa lampau mengondisi

siswa untuk menambah harapan-harapan mereka. Kegagalan masa

lampau menyebabkan siswa memperendah harapannya, untuk menjaga

jangan sampai kegagalan yang sama terulang.

7. Teknik-teknik Motivasi

Keberhasilan belajar pada dasarnya terletak di tangan siswa sendiri.

Dengan demikian, faktor motivasi belajar memegang peranan penting dsi

dalam menciptakan efektivitas kegiatan belajar-mengajar. Guru perlu

memotivasi siswa agar mereka aktif belajar, terlibat, dan berperan serta

dalam setiap pelaksanaan proses belajar-mengajar di kelas. Karena itu,

guru perlu memikirkan sebaik-baiknya usaha-usaha apa yang patut

dilakukan untuk membangkitkan motivasi para siswa yang dikelolanya

agar mereka melaksanakan kegiatan belajar secara aktif.

Beberapa teknik/pendekatan untuk memotivasi siswa agar memiliki

gairah dalam belajar, antara lain :

1) Berikan kepada siswa rasa puas untuk keberhasilan lebih

lanjut.

2) Ciptakanlah suasana kelas yang menyenangkan.

25
3) Aturlah tempat duduk siswa secara bervariasi.

4) Pakailah metode penyampaian yang bervariasi sesuai

dengan materi yang disajikan.

5) Kembangkan pengertian para siswa secara wajar.

6) Berikan komentar terhadap pekerjaan siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini ada relevansinya dengan penelitian sebelumnya.

Penggunaan alat peraga sebagai alat yang dapat membangkitkan minat dan

daya seraf pelajaran matematika diangkat dalam penelitian sebelumnya oleh

beberapa orang, sebeagai berikut.

1. Bulqairi, tahun 2009 menggunakan judul “Penggunaan alat peraga dalam

pembelajaran kubus dan balok untuk meneingkatkan prestasi belajar siswa

kelas VIII A MTs NW Ketangga (SKIP Hamzanwadi Selong).

2. Hesti Purwati, tahun 204 dengan judul “Pembelajaran dengan

menggunakan alat peraga manipulatif untuk meningkatkan pemahamn

konsep pengukuran bangun datar di SDN 1 Pendem (Universitas

MUhammadiyah Malang).

3. Ery Kurniawan, tahun 2008 dengan judul “Upaya meningkatkan prestasi

belajar dengan menggunakan alat peraga sebagai media pembelajaran

matematika pokok bahsan bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IX D

MTsN Ngemplak-Semarang (UIN Sunan Kalijaga).

26
C. Kerangka Befikir

Sebagai langkah awal penelitian tentang “Penggunaan alat peraga

untuk meningkatkan minat dan daya seraf bidang studi matematika pada

siswa kelas III SDN 1 Jenggik tahun pelajaran 2009/2010, perlu ada

kerangka berpikir. Adapun langkah-langkah berpikir yang dimaksud

adalah sebagai berikut.

Materi Matematika

Tarap Seraf Media/Alat Bantu

Proses

Materi matematika adalah materi yang sesuai dengan kurikulum dan

sedang dipelajari oleh siswa kelas III SDN, dalam hal ini menyangkut letak

bilangan dalam garis bilangan.

Media atau alat bantu pelajaran adalah sarana yang dipergunakan

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu alat peraga yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah benda yang dipergunakan sebagai alat bantu,

berupa garis bilangan yang terbuat dari kartun, triplek, atau plastik.

27
Proses merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan

desain pembelajaran atau RPP. Pada kegiatan ini, siswa dengan guru atau siswa

dengan siswa melakukan interkasi dalam bentuk diskusi. Kegiatan diarahkan

oleh guru, sehingga siswa tidak hanya sebagai subjek, tetapi langsung

menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari.

Tarap seraf merupakan hasil dari kegiatan pembelajaran yang

dilaksanakan. Tarap seraf diketahui dari nilai rata-rata siswa setelah dilakukan

evaluasi pembelajaran.

D. Hipotesis Tindakan

Dalam menjawab tantangan tentang pengaruh alat peraga terhadap

peningkatan minat dan tarap seraf bidang studi matematika pada siswa kelas

III SDN 1 Jenggik akan dilakukan pembelajaran melalui siklus-siklus.

Penggunaan alat peraga matematika pada siswa kelas IIIakan menjadi lebih

menarik dan membangkitkan gairah belajar siswa, terlebih jika dilakukan

dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan menyenangkan.

Kegiatan pembelajaran yang menggunakan alat peraga sudah tentu

akan menjadi suasana baru bagi siswa kelas III yang selama ini belum pernah

dilakukan. Hal ini tentunya akan menambah gairah dan minat belajar yang

pada akhirnya bermuara pada meningkatnya tarap seraf mata pelajaran

matematika. Karena itu, hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut: Penggunaan alat peraga dapat meningkatkan minat dan daya

serap pada bidang studi matematika siswa kelas III SDN 1 Jenggik dalam

hingga 70%.

28
29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yang biasa juga

disebut Classroom Action Research. Pendekatan yang digunakan dalam

pemecahan masalah adalah pendekatan kualitatif. Disebut penelitian

eksperimen karena peneliti sengaja memberikan perlakuan untuk

menimbulkan gejala yang diinginkan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan diadakan pada siswa kelas III SDN 1 Jenggik, mulai dari

bulan Juli 2009 sampai dengan Oktober 2009.

C. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas

III SDN 1 Jenggik tahun pelajaran 2009/2010 dengan jumlah siswa 15 yang

terdiri dari 6 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.

Peneliti mengambil kelas III dengan alasan karena peneliti menganggap

bahwa kelas III memiliki minat dan daya serap mata pelajaran matematika

masih kurang, dan untuk mengaplikasikan penggunaan alat peraga dapat

meningkatkan minat dan daya serap siswa.

30
D. Faktor-faktor yang Akan Diteliti

Faktor-faktor yang akan diteliti kaitannya dengan upaya meningkatkan

minat dan daya seraf bidang studi matematika siswa kelas III SDN 1 Jenggik

adalah sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran matematika oleh guru kelas.

2. Penggunaan alat perga (media belajar).

3. Daya seraf bidang studi matematika.

E. Teknik Pengumpulan Data

Agar tujuan sebuah penelitian tercapai sesuai harapan dan dapat

dipertanggungjawabkan secara akademik. Diperlukan teknik

pengumpulan data yang tepat. Dengan ketepatan teknik pengumpulan data

ini maka data yang dihasilkan dapat dijamin objektifitasnya. Sehubungan

dengan itu dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode

yang berkaitan langsung dengan sumber data. Metode-medode yang

dimaksud adalah metode dokumentasi, metode observasi dan metode

eksperimen.

1. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkrif, buku, surat kabar, majalah,

prestasi, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. (Suharsimi, 2006:202).

Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa metode

dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data dengan cara

mencatat hal-hal penting yang terjadi di masa yang telah lewat dan telah

31
tertulis di dalam buku catatan, buku induk, raport dan sebagainya. Data

penting yang bisa diperoleh melalui metode dokementasi ini adalah

mengenai data siswa, seperti nama, kelas, dan nomor induk. Di samping

data tentang siswa, peneliti juga bisa memperoleh data tentang kurikulum

yang digunakan, termasuk di sini adalah silabus, Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), serta data-data pendukung lainnya yang dibutuhkan

oleh peneliti.

2. Metode Observasi

Penggunaan metode observasi juga sangat penting dalam

pengumpulan data. Metode observasi yang digunakan dalam kaitannya

dengan penelitian ini adalah observasi sistimatik. Artinya peneliti

mempersiapkan terlebih dahulu secara teliti dan sistimatis segala objek

yang masuk ke dalam kategori yang hendak diobservasi. Dengan demikian

proses pemantauan terhadap proses pembelajaran oleh guru kelas tuga

dalam menggunakan alat peraga (media) saat menyampaikan pelajaran

matematika.

3. Metode Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang

dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab yang bertujuan untuk

memperoleh informasi.

Dalam metode wawancara ini peneliti sudah mempersiapkan

panduan wawancara (intervied guide) yaitu butir-butir itemnya terdiri

dari hal-hal yang dipandang perlu, guna mengungkap kebiasaan

32
belajar sehari-hari dari siswa, hal-hal yang disukai dan tidak disukai

dalam belajar matematika, dan hal-hal yang menyebabkan daya serap

masih rendah.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data diperoleh, selanjutnya diklasifikasikan dan disajikan

kembali untuk diidentifikasi. Hasil identifikasi, diklasifikasikan berdasarkan

aspek-aspek yang relevan secara deskriptif. Harus diakui bahwa data yang

diperoleh dari suatu penelitian hanyalah merupakan bahan mentah belaka.

Data itu tidak berarti apa-apa bila tidak diolah sedemikian rupa. Pengolahan

data itu menggunakan metode tertentu yang disebut metode analisis data.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran

yang jelas tentang penggunaan alat peraga untuk meningkatkan minat dan

daya seraf bidang studi matematika pada siswa kelas III SDN 1 Jenggik tahun

pelajaran 2009/2010, maka untuk pengolahan data, metode yang digunakan

adalah metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah riset yang

bersifat eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status

fenomena. Dalam hai ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang

berhubungan dengan keadaan sesuatu (Suharsimi Arikunto, 2006 : 245).

Dalam proses pengolahan data terdapat bagian analisis data. Metode

yang digunakan dalam analisis data adalah metode analisis deskriptif

kuantitatif. Metode analisis deskriftif adalah suatu metode dalam meneliti

status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

33
penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau

lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1999:63)

Metode ini digunakan mengingat data perolehan lebih dominan dalam

bentuk uraian. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam upaya

menganalisis data penelitian ini tediri atas tiga tahap, yaitu :

1. Tahap Identifikasi

Bila kita buka kembali Kamus Besar Bahasa Indonesa karangan

Poerwadarminta, maka kita dapat temukan makna kata identifikasi sebagai

berikut :

1) tanda kenal diri; bukti diri; 2) penentu atau penetapan identitas


seseorang, benda, dsb; 3) Psicologi; proses psikologi yang terjadi
pada diri seseorang karena secara tidak sadar membayangkan
dirinya seperti orang lain yang dikaguminya, lalu dia meniru
tingkah laku orang yang dikagminya itu; mengidentifikasi;
menentukan atau menetapkan identitas (orang, benda, dsab);
korban-korban kecelakaan pesawat terbang (Poerwadarminta,
1997:632)

Mengacu kepada kedua makna di atas, maka yang dimaksud dengan

identifikasi dalam penelitian ini adalah memilih, menyaring, mencocokkan

data. Data hasil dokumentasi, observasi, dan eksperimen digolongkan

berdasarkan jenis data.

2. Tahap Klasifikasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah klasifikasi bermakna

penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut standar

yang ditetapkan (Poerwadarminta, 1997:507). Dari makna tersebut, maka

34
alur analisis data selanjutnya adalah tahap penyusunan data perolehan.

Data yang berupa kumpulan kumpulan metode yang diterapkan tersebut

kemudian diklasifikasikan. Juga dikelompokkan berdasarkan proses dan

hasilnya.

3. Tahap Interpretasi

Interpretasi bermakna tafsiran; memberi kesan pendapat atau

pandangan teoritis terhadap sesuatu (Poerwadarminta, 1997:385). Dalam

penelitian ini data yang telah dikelompokkan dan diurutkan berdasarkan

kriteria yang ditetapkan selanjutnya dikaji berulang-ulang untuk

mendapatkan satu kepastian hasil. Artinya dari data perolehan tersebut

akan ditemukan fakata tentang penggunaan alat peraga dalam

pembelajaran matematika akan meningkatkan minat dan daya seraf pada

siswa kelas III SDN 1 Jenggik.

35

You might also like