Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia sering mengabaikan tentang
kelogisan dalam berpikir atau berbicara di depan khalayak umum. Kebanyakan orang
tertentu menganggap bahwa kelogisan adalah suatu hal yang rumit dan sulit untuk
dipelajari, mereka menginginkan suatu hal yang mudah dan praktis. Sehingga ketika
mereka diberikan suatu pernyataan tentang silogisme, terkadang mereka tidak
memeperhatikan aturan-aturan dalam silogisme, bentuk-bentuk silogisme, dan
pelanggaran-pelanggaran yang menimbulkan kesalahan. Sehingga dalam membuat
sebuah pernyataan, terkadang seseorang tidak memperhatikan aturan-aturan dalam
sebuah silogisme. Khususnya dalam dalam membuat suatu pernyataan silogisme
kategoris, seseorang sering tidak memperhatikan aturan-aturan dalam pembuatannya,
sehingga kebenaran dari pernyataan dari silogisme kategoris tersebut tidak dapat
terbukti atau terjamin dan pernyataan silogisme tersebut akan menghasilkan suatu
kesimpulan yang salah. Oleh karena itu manusia perlu mengetahui aturan-aturan
dalam membuat pernyataan silogisme kategoris dan bentuk-bentuk dari silogisme.
Silogisme kategoris merupakan suatu pernyataan yang terdiri dari tiga proposisi.
Dua proposisi pertama sebagai premis, dan proposisi ketiga sebagai kesimpulan. Jadi
silogisme kategoris merupakan perbincangan deduktif yang digunakan untuk
memperoleh kesimpulan yang benar dari kedua premis pertama. Dalam pembuatan
pernyataan sebuah silogisme kategoris perlu memperhatikan aturan-aturan dalam
penyusunannya, karena bila tidak benar dalam penyusunannya, tidak memperhatikan
aturan-aturan tersebut, maka kesimpulan dari pernyataan silogisme kategoris akan
bernilai salah. Di samping itu perlu diketahui bentuk-bentuk silogisme itu sendiri serta
pelanggaran-pelanggaran yang menimbulkan kesalahan karena dengan mengetahui
bentuk-bentuk silogisme dan pelanggaran yang menimbulkan kesalahan tersebut
maka kita akan cenderung berhati-hati dalam membuat suatu pernyataan tentang
silogisme. Sehingga kesimpulan yang kita buat akan bernilai benar.
BAB II
PERMASALAHAN
A. Pengertian Silogisme
Hal yang paling penting yakni bahwa silogisme dan bentuk-bentuk inferensi yang
lain, persoalan kebenaran serta ketidakbenaran pada premis-premis tidak pernah
timbul. Hal itu disebabkan oleh premis-premis selalu diambil yang benar.
Akibatnya, konklusi sudah dilngkapi oleh hal-hal yang benar. Dengan perkataan
lain, silogisme hanya mempersoalkan kebenaran formal (kebenaran bentuk) dan
tidak lagi mempersoalkan kebenaran material (kebenaran isi). Silogisme inilah
sebenarnya inti dari logika.
B. Struktur Silogisme
Sebuah silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu dua proposisi yang disajikan dan
sebuah proposisi yang ditariknya. Proposisi yang disajikan dinamai premis mayor
dan premis minor, sedangkan kesimpulannya dinamai konklusi. Setiap proposisi
terdiri atas dua term. Oleh karena itu, silogisme harus mempunyai enam term.
Sebenarnya, silogisme hanya memiliki tiga term, karena untuk masing-masing
dinyatakan dua kali. P konklusi disebut term mayor, sedang S-nya disebut term
minor, dan term yang sama-sama terdapat pada kedua proposisi disebut term
pnengah. Term penengah ini merupakan factor terpenting dalam silogisme, karena
penyebab kedua premis dapat saling berhubungan sehingga menghasilkan konklusi.
Dengan perkataan lain, term penengah menetapkan hubungan term mayor dengan
term monir.
(1) Premis mayor disajikan terlebih dahulu, lalu diikuti premis minor;
(2) term penengah dilambangkan oleh M;
(3) term mayor dilambangkan oleh P; dan
(4) term minor dilambangkan oleh S.
C. Pembagian Silogisme
Secara garis, silogisme dapat dibedakan atas dua macam yatu silogisme murni dan
silogisme campuran, silogisme mempunyai hubungan yang sama pada
proposisinya. Kebalikanya, silogisme campuran memiliki hubungan yang berbeda
pada proposisinya.
(1) Terdapat dua buah term, keduanya mempunyai hubungan dengan term lain,
maka kedua term itu satu sama lainnya memiliki hubungan pula (A = C; B = C; ...
A = C).
Contohnya : Pak Budi adalah ayah Anto
Pak Budi adalah guru SD
Jadi, ayah Anto adalah guru SD
(2) Terdapat dua buah term, satu di antaranya mempunyai hubungan dengan
sebuah term ketiga, sedangkan term yang satu lagi tidak, maka kedua term itu tidak
mempunyai hubungan satu sama lain (A = C; B = C; ... A = B).
E. Bentuk Silogisme
Bentuk I : Dalam bentuk I, term penengah adalah S premis mayor dan P premis
minor.
Aturan itu berguna untuk menentukan cara penarikan konklusi dalam bentuk
silogisme atau bukan. Suatu bentuk silogisme harus mempunyai tiga term yaitu
term mayor, term minor dan term penengah yang masing-masingnya disebut dua
kali. Pelanggaran terhadap aturan ini akan berdampak kesalahan adanya empat
buah term atau kesalahan pembolakbalikan (fallacy of equivocation). Contohnya
pada:
Jelaslah bahwa dari dua premis di atas, tidak terdapat konklusi yang dapat diambil.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menarik kenyataan bahwa term yang
dipakai dalam silogisme tidak boleh ada yang bermakna ganda (ambigu). Jika salah
satu term bermakna ganda, maka kita akan membuat kesalahan equivocation. Kata-
kata yang dimiliki makna ganda merupakan beberapa term sesuai dengan jumlah
makna yang terkandung di dalamnya. Jika term mayor bermakna ganda, kesalahan
akan menjadi bermakna ganda mayor. Jika term minor atau term penengah yang
bermakna ganda, maka kesalahan akan menjadi bermakna ganda minor atau
bermakna ganda penengah.
Berikut ini merupakan contoh kesalahan argumen dan pemakaian term yang
bermakna ganda.
Dalam contoh pertama term mayor terbang (flies) dipakai dengan makna ganda.
Dalam premis mayor artinya ‘hilang dari perasaan’ . Dalam konklusi artinya
‘terbang di udara’
Perbuatan kriminal dalam premis mayor artinya ‘kejahatan’ dan dalam premis
minor artinya ‘perkara kriminal’.
Aturan II, sama halnya dengan aturan I yakni hanaya untuk membedakan silogisme
dari bentuk-bentuk penarikan konklusi tidak langsung lainnya. Aturan ini
sebenarnya telah dinyatakan dalam definisi silogisme oleh karena itu, tidak ada
yang harus dibahas lagi.
Aturan III: Term penengah mestilah tersebar dalam premis, paling kurang satu kali.
Karena term penengah menyebabkan term mayor dan term minor mempunyai
hubungan, maka ia mestilah tersebar dalam salah satu premis, paling kurang satu
kali. Jika term penengah itu tak tersebar, jelas tidak akan terdapat hubungan antara
kedua premis itu dan karena itu konklusi tidak akan dapat ditetapkan. Oleh karena
itu, jika sebagian term penengah berhubungan dengan term mayor, dan sebagian
lainnya berhubungan dengan term minor, maka tidak ada konklusi yang dapat
diambil. Misalnya dari dua proposisi di bawah ini tidak ada koklusi yang dapat
diambil.
Semua manusia pasti mati
Kesalahan yang terjadi akibat tidak mengikuti aturan III ini disebut kesalahan
penengah yang tidak tersebar (the fallacy of undistributed middle). Berikut ini
contoh kesalahannya.
Aturan IV: Tak satu pun yang dapat tersebar dalam konklusi bila tak tersebar dalam
premis.
Oleh karena silogisme adalah bentuk penarikan konklusi secara deduktif, maka
konklusi tidak dapat lebih umum dari premis-premisnya. Itulah sebabnya term yang
tidak diambil dari keseluruhan denotasi, yaitu term yang tidak tersebar dalam
premis, tidak dapat pula tersebar dalam denotasi konklusi. Pelanggaran terhadap
aturan ini menimbulkan kesalahan proses yang tidak sah (the fallacy of elicit
process). Jika term mayor tersebar dalam konklusi tanpa tersebar dalam premis,
kesalahan disebut elicit mayor, dan jika term minor tersebar dalam koklusi tanpa
tersebar dalam premis kesalahan disebut illicit minor, misalnya:
Illicit mayor
Argumen di atas ini mempunyai kesalahan illicit mayor, karena term binatang
berkaki empat tersebar dalam konklusi sedangkan dalam premis ia tidak tersebar.
Illicit minor
Argument ini mempunyai kealahan illicit minor, karena term binatang tersebar
dalm konklusi, sedangkan dalam prenmis tidak tersebar.
Aturan V: Dari dua premis negatif tidak ada konklusi yang dapat diambil
Aturan VI: Bila salah satu premis negative, konklusi mestilah negative, dan
sebaliknya, yaitu untuk membuktikan bahwa konklusi negative, salah satu premis
mestilah negative.
Oleh karena aturan-aturan yang lebih dahulu mengatakan bahwa kedua premis
tidak dapat negative, maka salah satu darinya mestilah afirmatif sehingga konklusi
dapat diambil. Begitu pula aturan ini mengatakan jika salah satu premis negative,
konklusi mestilah negatif. Proposisi negative mengatakan bahwa tidak terdapat
hubungan antara ter penengah dengan term mayor dan minor. Berangkat dari
kenyataan ini kita dapat menyimpulkan bahwa bila tidak ada hubungan antara
mayor dan minor, akibatnya konklusi adalah negative.
Kebalikan dari aturan ini juga benar. Jika konklusi negatif, maka dinyatakan yaitu
antara mayor dan minor tidak terdapat hubungan. Tetapi ini hanya dapat terjadi bila
salah satu dari premmis negatif. Dengan kata lain, hal ini hanya dapt terjadi bila
salah satu premisnya mempunyai hubungan dengan term penengah dan yang satu
lagi tidak.
Aturan VII: Jika kedua premis afirmatif, maka konklusinya afirmatif, dan
sebaliknya jika konklusi afirmatif maka kedua premis mestilah afirmatif
Jika kedua jenis premis afirmatif, maka mayor dan minor mempunyai hubungan
dengan term penengah dan sebagai akibatnya maka mayor dan minor mempunyai
hubungan pula dengan sesamanya, karena itu konklusi afirmatif pula.
Kebalikan dari aturan ini pun benar. Bila konklusi afirmatif, berarti antara mayor
dan minor memiliki hubungan. Hal ini hanya dapat terjadi jika keduanya
mempunyai hubungan pula dengan penengah. Ini berarti pula bahwa kedua
proposisi itu mestilah afirmatif.
Aturan VIII: Jika kedua premis khusus, konklusi tidak dapat diambil
Bila kedua premis khusus, gabungan yang mungkin kita punyai adalah “I” ”I”, “I”
”O”, “O” ”I”, dan “O” ”O” . Marilah kita perhatikan apakah konklusi dapat kita
ambil dengan menyalahi salah satu aturan yang telah kita bincangkan di atas.
Pertama kita perhatikan gabungan “I” “I”. Gabungan ini tidak menghasilkan
konklusi karena proposisi “I” S dan P-nya tidak tersebar dan akibatnya term
penengah mestilah tersebar. Karena itu, gabungan proposisi “I” “I” tidak
menghasilkan konklusi.
Sekarang kita perhatikan pula gabungan “I” “O” dan “O” “I”. Jika satu proposisi
“I” dan proposisi lain “O”, maka hanya ada satu term yang tersebar oleh karena
proposisi “I” termnya yang tersebar, sedangkan proposisi “O” hanya P-nya yang
tersebar. Karena hanya satu ter yang tersebar, maka term yang tersebar itu mestilah
term penengah agar kita dapat menghindarkan kesalahan penengah yang tak
tersebar. Konklusi tentulah negatif karena premisnya negatif. Usaha untuk menarik
konklusi dari gabungan proposisi “I” dan “O” akan menimbulkan kesalahan
penengah yang tidak tersebar atau kesalahan illicit mayor. Sementara itu, gabungan
proposisi “O” “O” tidak dapat menghasilkan konklusi karena kedua proposisi itu
negatif.
Aturan IX: Jika satu premis khusus, maka konklusi mestilah khusus pula
Kebenaran atutan ini dapat diperlihatkan sebagai berikut. Jika salah satu premisnya
khusus, maka premis yang satu lagi mestilah universal seperti yang tampak dalam
kombinasi- kombinasi: “A” “I”, “I” “A”, “A” “O”, “E” “I”, “I” “E”, “E” “O”, dan
“O” “E”. Kombinasi “E” “O” dan “O” “E” dapat kita tolak karena kedua
proposisinya negatif. Sekarang kita perhatikan kombinasi-kombinasi lainnya.
“A” “I” dan “I” “A” jika salah satu premisnya berbentuk “A” dan yang satu lagi
berbentuk “I”, maka hanya akan ada satu term yang tersebar di antara keduanya itu,
yaitu term penengah agar dapat dihindarkan kesalahan penengah yang tidak
tersebar. Oleh karena itu, tidak ada term yang tersebar dalam konklusi. Jika ada
konklusi, maka konklusi itu mestilah berbentuk proposisi “I”, karena proposisi “I”
adalah proposisi yang tidak menyebarkan satu term pun.
“A” “O” dan “O” “A”, jika salah satu premisnya berbentuk “A” dan yang lainnya
berbentuk “O”, maka ada dua term yang tersebar, yaitu S proposisi “A” dan P
proposisi “O”. Dari kedua term yang tersebar ini, satu diantaranya haruslah term
penengah, karena dalam konklusi hanya ada satu term yang tersebar. Oleh karena
itu, satu dari premisnya negatif, maka konklusi mestilah negatif dan akibatnya P
yaitu term mayor, tersebar. Karena hanya ada satu term yang tersebar dalam
konklusi, yaitu term mayor, maka konklusi haruslah proposisi yang tidak
menyebarkan S-nya, dan yang tak tersebar itu mestilah term minor yang tak
tersebar dalam premis. Syarat ini hanya dapat dipenuhi oleh proposisi “O” yang
bentuknya proposisi khusus.
“E” “I” dan “I” “E”, pada proposisi “E” dan “I” ada dua buah term yang tersebar,
yaitu S dan P proposisi “E”, sedangkan proposisi “I” tidak menyebarkan satu term
pun. Satu di antara kdua term yang tersebar itu harus jadi penengah dan yang
lainnya menjadi tem mayor. Oleh karena konklusi akan menjadi negatif, proposisi
negatif tidak menyebarkan S. Dengan perkataan lain, jika ada konklusi, maka yang
mungkin hanyalah proposisi “O” karena proposisi “O” adalah proposisi khusus.
Aturan X : dari mayor yang khusus dan minor yang negative, tidak ada konklusi
yang dapat diambil
Jika premis minor negatif, myor mestilah afirmatif dan konklusi mestilah negatif
pula. Pada konklusi negatif, mayor termm tersebar, sedangkan mayor premis yang
berbentuk afirmatif khusus tidak menyebarkan sebuah term pun. Oleh karena itu,
dalam usaha manarik konklusi kita berbuat kesalahan illicit mayor.
Haruslah kita ingat bahwa empat aturan terakhir ini adalah kesimpulan dari enam
aturan yang terdahulu. Pelanggaran terhadap salah satu aturan yang empat ini
merupakan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang lainnya. Enam aturan yang
terakhir disebut aturan sekunder.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Inti sari yang dapat diambil dari pembahasan silogisme, silogisme kategoris, dan
aturan-aturan yang menimbulkan kesalahan, yaitu :
a. Tiap-tiap silogisme terdiri atas dari tiga term
b. Silogisme induksi terdiri hanya tiga proposisi
c. Term penengah tersebar dalam premis, sekurang-kurangnya satu kali
d. Tak satu pun yang dapat tersebar dalam konklusi tak tersebar dalam premis
e. Dari dua premis negatif tidak ada konklusi yang dapat diambil
f. Bila salah satu premis negatif, konklusi meskilah negatif dan sebaliknya, yaitu
untuk membuktikan bahwa konklusi negatif salah satu premis mestilah negatif
g. Jika kedua premis afirmatif, maka konklusinya afirmatif pula
h. Jika kedua premis khusus, konklusi tidak dapat diambil
i. Jika satu premis khusus, maka konklusi mestilah khusus pula
j. Jika term mayor merupakan premis khusus dan term minor merupakan premis
negatif, maka tidak ada konklusi yang dapat diambil
Bentuk-bentuk silogisme :
a. Bentuk I, term penengah adalah S premis mayor dan P premis minor
b. Bentuk II, term penengah P dari kedua premisnya
c. Bentuk III, term penengah adalah S dari kedua premisnya
d. Bentuk IV, term penengah adalah P dari premis mayor dan S dari premis minor
DAFTAR PUSTAKA