You are on page 1of 86

Editorial

Psikobuana Volume 1 Nomor 2 ini menghadirkan lima buah artikel. Artikel pertama ditulis
oleh Reni Kusumawardhani, dengan judul “Pendampingan Psikologis Bagi Atlet Cilacap dalam
Pekan Olah Raga Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 di Solo (Studi Preliminer)”. Sebagaimana
diketahui, Psikologi Olahraga merupakan salah satu bidang psikologi yang belum banyak
dioptimalkan perannya dalam dunia olahraga di Indonesia. Dalam konteks inilah, studi
Kusumawardhani antara lain menjadi penting. Meskipun komunitas psikologi di Indonesia
memiliki Ikatan Psikologi Olahraga (IPO) yang bernaung di bawah organisasi profesi Himpunan
Psikologi Indonesia (HIMPSI), kiprahnya belum banyak telaporkan. Bahkan dalam suatu rapat
kerja HIMPSI pada Oktober 2009, terungkap bahwa masa kepengurusan periode pertama IPO—
sejak berdiri pertama kalinya tahun 1999—sudah berakhir dan sedang menantikan pemilihan
kepengurusan berikutnya. Nampak bahwa kepengurusan IPO sendiri seolah “tidak terurus”.
Sementara itu, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia membuka program studi Magister Sains
Psikologi Terapan Kekhususan Psikologi Olahraga yang dapat diikuti oleh Sarjana non-Psikologi
(multi entry). Memang, ahli-ahli psikologi olahraga sangat diperlukan kehadirannya oleh
masyarakat oleh karena arti pentingnya dalam rangka pengembangan olahraga dan atlet dengan
pemerhatian terhadap aspek-aspek psikologisnya, baik secara akademis maupun profesional.
Artikel kedua ditulis oleh Lisa Ristargi, dengan judul "Dinamika Psikologis Sutradara Teater
Peserta Festival Teater Jakarta”. Studi-studi empiris mengenai peran ilmu psikologi dalam dunia
teater juga belum banyak. Indonesia memiliki Dra. Sri Rochani Soesetio, M.Si. (Niniek L. Karim)
yang aktif dan populer sebagai pemain dalam dunia teaterikal sejak masa mudanya dan yang juga
mengajar sebagai dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Namun demikian, Niniek L.
Karim belum secara khusus mengembangkan disiplin “Psikologi Teater”. Sementara itu, di luar
negeri, disiplin Theatrical Psychology berkembang sangat pesat. Artikel Ristargi, meskipun belum
memerlihatkan sungguh persenyawaan psikologi dan teater, namun melalui riset kualitatifnya
mampu menawarkan gambaran peran ilmu psikologi dalam memahami kehidupan dunia teater.
Artikel ketiga ditulis oleh Eunika Sri Tyas Suci, yang juga Pengurus Himpsi Jaya 2005-2008,
dengan judul ”Himpsi Jaya 2005-2007, Apa yang Telah Kau Kerjakan? Sebuah Evaluasi Tentang
Kinerja Organisasi Profesi Psikologi wilayah Jakarta". Sudah sejak ulang tahun ke-46 Himpunan
Psikologi Indonesia, Rahmat Ismail dan Ieda Poernomo Sigit Sidi (2005), menulis, "Kita masih
diliputi pertanyaan, apakah benar kita mau bersama dalam Himpsi?" Artikel Suci seolah ingin
menjawab bahwa kemauan itu ada, bahkan besar, khususnya dari generasi muda, dengan berbagai
variasi kepentingannya. Namun, kita mesti mengingat pula pernyataan Ismail dan Sidi (2005),
“Saat ini memang belum saatnya bertanya, apa yang dapat saya peroleh dari Himpsi. Kini saatnya
kita mawas diri, bertanya, akan ke mana kita bawa Himpsi.” Pada akhirnya, Septa Lestari Saragih
dan Amitya Kumara serta J. M. van Tiel menyampaikan hasil penelitiannya mengenai penggunaan
strategi belajar bahasa Inggris serta deteksi dan penanganan gifted visual-spatial learner.

Penyunting
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2

Daftar Isi

Editorial i
Penyunting

Daftar Isi ii

Pendampingan Psikologis Bagi Atlet Cilacap dalam Pekan Olah Raga Provinsi 73–85
Jawa Tengah Tahun 2009 di Solo (Studi Preliminer)
Reni Kusumowardhani

Dinamika Psikologis Sutradara Teater Peserta Festival Teater Jakarta 86–92


Lisa Ristargi

Himpsi Jaya 2005-2007, Apa yang Telah Kau Kerjakan? Sebuah Evaluasi 93–109
Tentang Kinerja Organisasi Profesi Psikologi Wilayah Jakarta
Eunike Sri Tyas Suci

Penggunaan Strategi Belajar Bahasa Inggris Ditinjau dari Motivasi Intrinsik 110–127
dan Gaya Belajar
Septa Lestari Saragih dan Amitya Kumara

Permasalahan Deteksi dan Penanganan Anak Cerdas Istimewa Dengan 128–146


Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa Ekspresif (Gifted Visual-spatial
Learner)
Julia Maria van Tiel

Panduan Bagi Penulis 147–148

Indeks
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2, 73–85

Pendampingan Psikologis Bagi Atlet Cilacap dalam


Pekan Olah Raga Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2009 di Solo (Studi Preliminer)

Reni Kusumowardhani
Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, Jawa Barat

Sport psychology is not a new psychological field in Indonesia.


Unfortunately there are only a few psychologists in Indonesia interested
studying the subject seriously. The writer of this paper would like to share
experience of working along closely with the athletes of Cilacap when
they participated in Central Java Province Sports Week Event
(PORPROV) in the year 2009. The writer did a series of psychological
intervention program which was started with needs analysis, capacity
building, and some basic skills of mental management. These programs
were held in groups and through individual counseling. The individual
counseling and psychotherapy were delivered before the event and mental
supports were given during the event. Based on the experience dealing
with the athletes, the writer learned that: (1) techniques for self-control
skills, such as positive self-talk and positive screen were found adequate
for the athletes' emotion and mind management, (2) the counseling and
psychotherapy programs recommended during the tournament were
several single session modified techniques such as single session EMDR,
single session CBT or solution focused therapy, combined with
psychological stabilization practice, (3) mental support would be more
effective when given continuously together with physical and skill
exercises which were suited to sport event typology in order to achieve
maximum performance, (4) more sport psychologists were needed for a
big number of athletes participated in the event.

Keywords: mental skill, self control, counseling, psychotherapy, clinical


psychology

Peran psikologi dalam olah raga prestasi dalam kelompok dibandingkan pada saat ia
sebenarnya sudah diakui sejak lama. Pada 1898, bersepeda sendirian. Triplett menemukan
Norman Triplett melakukan penelitian pertama bahwa faktor keberadaan orang lain secara
di bidang psikologi olahraga, khususnya psikologis memberikan pengaruh karena
terhadap atlet balap sepeda untuk mengetahui dianggap memberikan dampak perasaan
mengapa para pembalap sepeda dapat kompetitif sehingga memotivasi pembalap
mengayuh sepeda lebih cepat saat bertanding untuk mengayuh lebih kencang (Weinberg &

73
74 KUSUMOWARDHANI

Gould, 1995). Sejak itu mulai bermunculan dilaksanakan secara klasikal, serta konseling
berbagai studi psikologi yang berkaitan dengan individual sejak pra-PORPROV, sampai dengan
olah raga. Aspek-aspek psikologis seperti konseling dan psikoterapi serta dukungan
kesejahteraan emosi, motivasi, kepribadian, (support) pada saat PORPROV berlangsung.
inteligensi, citra tubuh (body image), perasaan Untuk keperluan tersebut KONI Kabupaten
kendali (sense of control) terbukti berpengaruh Cilacap menunjuk penulis sebagai ahli
terhadap prestasi olahraga para atlet. Banyak psikologi yang bertanggungjawab
negara, baik di Eropa, Amerika, dan Asia mulai melaksanakan rangkaian program
memerhatikan pentingnya aspek psikologis pendampingan psikologis dimaksud terhitung
dalam kaitannya dengan prestasi atlet. Di sejak tiga bulan sebelum PORPROV dan
Indonesia sendiri, sejak 1967, Singgih Dirga dilanjutkan sampai saat pelaksanaan
Gunarsa bersama Sudirgo Wibowo memelopori PORPROV tanggal 27 Juli hingga 1 Agustus
kegiatan psikologi di cabang olahraga 2009. Uraian di bawah ini terbatas sebagai studi
bulutangkis (Satiadarma, 2000), dan kemudian preliminer penulis terhadap program
mulai bermunculan ahli-ahli psikologi lain yang pendampingan dan intervensi psikologis bagi
tertarik untuk menekuni bidang ini meskipun atlet kabupaten Cilacap untuk kegiatan pekan
belum terlalu banyak. olah raga provinsi yang dapat menjadi kajian
Menjelang Pekan Olah Raga Provinsi awal dalam rangka penelitian lebih lanjut.
(PORPROV) Jawa Tengah tahun 2009,
Cilacap—sebagai salah satu kabupaten yang Program Kegiatan Pra-PORPROV
berada di Jawa Tengah—memersiapkan
atletnya tidak hanya dalam hal keterampilan
Analisis Kebutuhan
teknis atau fisik, tetapi juga mulai
menggunakan jasa ahli psikologi untuk
Untuk mendesain program pendampingan
memaksimalkan keterampilan psikologis atlet
psikologis, mula-mula dilakukan analisis
yang diharapkan dapat meningkatkan
kebutuhan dengan metode observasi dan
performance atlet. Seluruh atlet (257 orang) dan
wawancara yang dilakukan terhadap 34 atlet
pelatih (50 orang) dari semua cabang yang akan
dan 10 pelatih dari cabang atletik, karate,
diikuti oleh Kabupaten Cilacap, yaitu dayung,
kempo, senam, drum band, catur, golf, sepak
atletik, senam, kempo, tae kwon do, wushu,
takraw, tenis, dan sepak bola. Pemilihan cabang
tinju, karate, tenis, tenis meja, bulu tangkis,
olahraga tersebut dilakukan secara acak di
sepak bola, sepak takraw, catur, bridge, biliar,
antara cabang-cabang olahraga yang akan
golf, dan drum band diikutsertakan dalam
diikuti di arena PORPROV. Wawancara juga
program pendampingan psikologis. Adapun
dilakukan terhadap dua pengurus daerah cabang
yang dimaksud dengan ”pendampingan
sepak bola serta empat pengurus harian KONI
psikologis” dalam tulisan ini adalah serangkaian
Kabupaten Cilacap.
program intervensi psikologis, mulai dari
Problem-problem yang teridentifikasi dari
analisis kebutuhan, pembangunan kapasitas
aktivitas observasi dan wawancara dapat
(capacity building) dan latihan beberapa
dipaparkan, sebagai berikut: (1) problem
keterampilan dasar pengelolaan mental yang
internal atlet, yakni problem yang ada dan
PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS 75

berasal dari diri atlet, seperti latar belakang dalam olahraga prestasi, dan pelatihan teknik-
sosial ekonomi, kedisiplinan, kemampuan teknik dasar untuk meningkatkan keterampilan
pengelolaan emosi dan pengendalian diri dalam psikologis atlet ini dilaksanakan kurang dari
suasana stres, toleransi frustrasi, serta tiga bulan sebelum pelaksanaan PORPROV
kemampuan konsentrasi, (2) problem internal Jateng. Program ini merupakan program
pelatih, yakni permasalahan yang ada dan pembangunan kapasitas dengan metode
berasal dari diri pelatih, seperti latar belakang experiential learning agar ada tilikan (insight)
sosial ekonomi pelatih, tipe kepribadian pelatih pada setiap atlet tentang status psikologis yang
yang belum tentu sesuai dengan atlet, pola ada dalam diri masing-masing, khususnya
komunikasi pelatih yang kurang suportif, cara mengenai disiplin, motivasi, nilai-nilai, sifat-
pembinaan yang menggunakan kekerasan fisik sifat yang dimiliki, citra diri serta kemampuan
dan penanaman disiplin yang kurang, (3) diri dalam mengendalikan emosi saat
problem eksternal atlet dan pelatih seperti, bertanding. Setelah proses tilikan, diberikan
seperti hambatan yang muncul dari status latihan beberapa teknik keterampilan kontrol
pekerjaannya, misalnya sulitnya mendapat ijin diri untuk meningkatkan konsentrasi, mengelola
untuk mengikuti latihan di jam kerja atau jenis emosi, dan mengelola kognisi atlet, yakni
pekerjaan dalam pola shift sehingga atlet tidak melalui teknik: (1) visualisasi positif (Positive
dapat mengikuti latihan secara maksimal, Screen Technique), (2) Self-talk, (3) teknik
kurangnya dukungan sosial dari keluarga dan Light Stream, (4) latihan relaksasi otot dan
orang-orang terdekat yang berpengaruh, sarana relaksasi dengan pernafasan perut, serta (5)
dan prasarana yang dianggap dan dirasakan Spiritual Emotional Freedom Technique/SEFT.
kurang memadai, konflik organisasi Pengurus Di sisi lain, peran pelatih dalam meningkatkan
Daerah dan aspek finansial. keterampilan psikologis atlet merupakan hal
Hasil observasi dan wawancara tersebut yang tidak kalah penting karena dalam
menunjukkan bahwa di samping terdapat keseharian atlet berlatih selalu berkomunikasi
problem yang sifatnya teknis, ada pula problem dengan pelatihnya. Oleh karena itu, materi
non teknis, yang dianggap dapat berpengaruh untuk pelatih adalah keterampilan komunikasi
pada prestasi atlet seperti kedisiplinan atlet, yang suportif dan motivasional.
toleransi frustrasi atlet, kemampuan atlet Pelatihan dilakukan secara klasikal dengan
mengelola emosi, serta keterampilan mengelompokkan atlet berdasarkan cabang
komunikasi pelatih. olahraga yang sejenis, sedangkan untuk pelatih
Atas dasar analisis kebutuhan tersebut, digabungkan dalam satu kelas pelatihan yang
penulis mencoba menyiapkan dan menyusun terpisah dengan kelompok atlet. Mengingat
materi yang relevan untuk dilatihkan kepada terbatasnya waktu yang ada, maka pelatihan
atlet dan pelatih. yang terbagi dalam tujuh kelas hanya
dilaksanakan untuk masing-masing kelas
Pembangunan Kapasitas selama sembilan jam. Titik berat pembangunan
kapasitas ini lebih ditekankan pada atlet
Pemberian informasi untuk menyamakan dibandingkan untuk pelatih.
persepsi tentang pentingnya aspek psikologis Evaluasi terhadap program pembangunan
76 KUSUMOWARDHANI

kapasitas dilakukan melalui observasi, sulit menerapkan komunikasi yang bersifat


wawancara, pengisian umpan-balik tertulis serta suportif, tetapi belum sepenuhnya ada insight
data daftar hadir. Rangkuman hasil evaluasi bahwa komunikasinya tidak mendukung
terhadap atlet adalah sebagai berikut: (1) tingkat prestasi, melainkan sebaliknya menimbulkan
kehadiran 80% dari 257 Atlet yang seharusnya keluhan di kalangan atlet, dan (5) 41% dari
mengikuti program, (2) kedisiplinan waktu pelatih belum ada rencana memasukkan latihan
hadir menunjukkan 92% datang terlambat keterampilan psikologis dalam proses latihan
dengan berbagai alasan, (3) keseriusan berlatih dan lebih memilih bahwa latihan mental
tidak diukur secara kuantitatif, namun nampak merupakan bagian tugas dari tim ahli psikologi
dari observasi bahwa sebagian besar atlet serius karena dianggap sulit. Secara umum dapat
berlatih, (4) 90,5% peserta melaporkan merasa disimpulkan bahwa pada sebagian besar pelatih,
lebih nyaman dan fresh setelah mengikuti meskipun menyadari dan mengetahui bahwa
pelatihan, (5) 71% peserta merasakan pengaruh faktor psikologis atlet sangat penting, namun
positif pada teknik positive self-talk, dan (6) masih banyak pemahaman yang keliru
hanya sedikit atlet (± 10%) yang melaporkan mengenai pentingnya proses pelatihan mental
terus berlatih keterampilan psikologis pasca secara rutin dan terstruktur
pelatihan pembangunan kapasitas. Alasan yang
dikemukakan atlet adalah: (1) tidak ada waktu Konseling Individual di Klinik Psikologi dan di
yang cukup untuk melatih keterampilan Tempat Latihan
psikologis, (2) belum terbiasa dengan latihan-
latihan tersebut, (3) tidak ada tuntutan dari Untuk membantu atlet dan pelatih
pelatih, dan (4) tidak diintegrasikannya program mengembangkan ketrampilan-keterampilan
latihan mental dengan latihan fisik. psikologis yang telah dilatihkan dalam sesi
Evaluasi pembangunan kapasitas bagi 41 pembangunan kapasitas, program selanjutnya
pelatih yang mengikuti pelatihan, berdasarkan yang dirancang adalah konseling psikologis
laporan lisan para pelatih dan umpan-balik yang individual bagi atlet maupun pelatih. Di
diajukan dalam bentuk pengisian kuesioner samping itu, dilakukan kunjungan ke tempat
selama program, serta diskusi, menunjukkan latihan untuk memberi kesempatan pada atlet
hal-hal sebagai berikut: (1) 91% pelatih jika akan berkonsultasi baik untuk
menyadari dan mengakui bahwa faktor meningkatkan keterampilan psikologisnya
psikologis sangat berperan dalam prestasi atlet, sebagai atlet maupun untuk mengurangi beban
(2) 99% pelatih menganggap dan berharap dan mencari solusi atas problem-problem
pelatihan keterampilan psikologis bagi atlet ini psikologis yang dialaminya. Namun demikian,
dapat bersifat instan atau cukup hanya dengan karena keterbatasan waktu dan tenaga ahli
pertemuan selama pelatihan saja, (3) masih psikologi di Cilacap, maka konseling individual
cukup banyak pelatih (37%) yang menerapkan hanya sempat dilaksanakan bagi 22 atlet saja.
cara-cara kekerasan fisik untuk meningkatkan Berbagai keluhan yang muncul dalam sesi
disiplin dan motivasi atlet serta meyakini bahwa konseling individual adalah berkaitan dengan
metode tersebut efektif untuk mencetak sistem pembinaan dari pelatih, sistem imbalan
prestasi, (4) kebanyakan pelatih (73%) masih (reward system), problem-problem pribadi yang
PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS 77

mengganggu konsentrasi atlet, krisis atlet yang datang atas inisiatif sendiri dan yang
kepercayaan diri, kemampuan pengendalian dikirim oleh tim pelatih serta ofisial, dari
emosi sampai dengan pengambilan keputusan cabang olahraga tae kwon do, kempo, wushu,
strategis saat menghadapi tekanan di tinju putri, tenis meja putri, catur, panahan,
pertandingan, serta kesulitan dalam melatih dayung, dan sepak bola, yang memanfaatkan
ketrampilan-keterampilan psikologis yang layanan pendampingan psikologis serta
sudah diterimanya dalam program melaporkan kondisi-kondisi psikologisnya
pembangunan kapasitas. menjelang pertandingan yang dirasakan sebagai
Dari laporan pelatih dan atlet yang gangguan bagi dirinya. Sedangkan tim pelatih
mengikuti program konseling, saat penulis serta ofisial lebih banyak meminta pemberian
melakukan observasi dan wawancara dalam support agar atletnya menampilkan performa
konseling, dan di tempat latihan pasca pelatihan yang maksimal, dan menaruh harapan besar
dan konseling, diketahui adanya: (1) agar proses konseling dapat mendongkrak
peningkatan semangat dan motivasi, (2) mampu prestasi atlet bersangkutan.
melakukan relaksasi untuk mengurangi Dalam hal ini, atlet diminta mengisi
ketegangan, (3) merasa terpacu untuk mulai kuesioner berkaitan dengan kondisi pikiran dan
lebih banyak mengenali self-talk yang kontra perasaannya saat itu. Kuesioner tersebut
produktif dan menggantinya dengan self-talk merupakan adaptasi dari proses anamnesis
yang positif dan suportif. klinis yang biasanya dilakukan dalam praktek
psikologi klinis, seperti adaptasi dari Hamilton
Program Pendampingan Selama Rating Scale serta kuesioner yang dibuat sendiri
PORPROV Berlangsung dalam rangka memperjelas keluhan yang
dirasakan oleh atlet. Guna memudahkan
Atlet sebagai individu yang terbiasa mandiri pengukuran, disiapkan juga kuesioner dengan
dalam menghadapi tantangan-tantangan yang model bedaan semantik sehingga identifikasi
muncul dalam setiap kompetisi, pada umumnya kognisi dan emosi atlet dapat terukur secara
memiliki cara untuk mengelola emosinya cepat. Model lain seperti daftar periksa (check
sendiri. Di samping itu, program pendampingan list) mengenai pikiran dan perasaan serta
psikologis masih belum membudaya di perilaku juga dibuat dan diberikan pada atlet. Di
kalangan atlet Cilacap dan merupakan satu hal samping teknik asesmen dalam bentuk laporan
yang belum menjadi kebutuhan utama bagi diri (self-report), juga diperoleh informasi dari
atlet. Oleh karena itu, intervensi psikologis pelatih atau ofisial mengenai kondisi atlet
tidak dapat dipaksakan apabila atlet yang bersangkutan.
bersangkutan tidak merasa membutuhkannya. Berbagai keluhan diidentifikasi sebagai
Untuk mengetahui apakah atlet dan atau tim problem kognitif, emosi dan perilaku yang
pelatih serta ofisial membutuhkan kemudian dilaksanakan intervensi psikologis
pendampingan psikologis, dibuka klinik untuk mengurangi atau menghilangkan simtom
konseling psikologis di tempat yang telah yang muncul di kalangan atlet-atlet itu.
ditentukan.
Dalam arena Pekan Olah Raga Provinsi Problem Kognitif, Emosi, dan Perilaku
Jawa Tengah tahun 2009 di Solo, tercatat 65
78 KUSUMOWARDHANI

Enampuluh lima atlet yang mengikuti kemungkinan negatif yang dapat terjadi saat
konseling melaporkan adanya ketegangan baik pertandingan nantinya. Aspek-aspek yang
ringan maupun berat yang mengganggu melatarbelakangi kecemasan yang dirasakan
emosinya dalam menghadapi pertandingan antara atlet satu dengan yang lainnya tidak
keesokan harinya Tercatat beberapa problem sama. Namun demikian, secara umum
kognitif, emosi dan perilaku di antara para atlet kekhawatiran bila tidak dapat memenuhi target
yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: (1) yang ditetapkan dan diharapkan dapat
stres (38 atlet mengalami ketegangan ringan, 27 diraihnya, membuat kondisi psikologisnya
atlet mengalami ketegangan yang kemudian menjadi cemas; bahkan ada sedikit di
mengakibatkan kecemasan dan reaksi antara atlet yang bereaksi panik dan berpikir
psikosomatis, serta mengalami intrusi akibat mundur dari arena. Untuk mengukur intensitas
pengalaman traumatis), (2) cemas (14 atlet), (3) kecemasan atlet digunakan daftar periksa
gangguan stres pasca-trauma/PTSD (2 atlet), Hamilton Rating Scale yang berisi gejala-gejala
dan (4) psikosomatis (11 atlet) yang biasa terjadi pada situasi cemas dan panik
Pada umumnya, pola-pola stres yang terjadi Beberapa atlet juga ada yang mengalami
sesuai dengan formula dasar dari sindrom stres intrusi, seperti muncul kembali kondisi pikiran
yang dikemukakan dalam teori atribusi Stanley dan emosi yang kuat berkaitan dengan
Schachters (dalam McKay, Davis, & Fanning, kegagalan-kegagalan pada pertandingan
1997). Adanya stimulus dari lingkungan yang sebelumnya. Hal ini terjadi terutama pada atlet
menekan mengakibatkan adanya interaksi yang kebetulan akan bertemu lawan berat atau
antara pikiran, perasaan dan fisiologis yang lawan “bebuyutan”-nya. Luapan emosi yang
memicu ke arah ketegangan. Pada sebagian tidak dapat dikendalikan saat terekspos oleh
atlet, kondisinya seperti yang diargumentasikan pengalaman traumatisnya tersebut kemudian
oleh Ellis (dalam Corey, 1996) bahwa manusia mengakibatkan ketidaknyamanan fisik dan
cenderung berbicara pada diri sendiri, menilai emosi sehingga reaksi perilakunya ada yang ke
diri sendiri dan defensif. Pola pikir tidak arah emosi rendah (low emotion), seperti
rasional yang kemudian termanifestasi pada khawatir, tidak percaya diri hingga depresi; atau
kata-kata, yang meningkatkan keinginan reaksi ke arah emosi tinggi (high emotion),
seseorang untuk menjadi irasional, dapat seperti mudah marah dan uring-uringan.
menimbulkan gangguan perasaan yang Keadaan ini lazim disebut sebagai trauma
selanjutnya dapat menghasilkan gangguan (Shapiro, 2001).
tingkah laku pula. Pada atlet yang mengalami Cukup banyak atlet yang melaporkan
ketertekanan dan ketegangan ini, didapati gangguan fisik karena adanya ketegangan,
penyebabnya adalah pikiran yang kurang kecemasan, panik atau karena adanya trauma.
rasional dan kemudian terjadi self-talk yang Manifestasi psikosomatis ini juga beragam. Ada
justru mengganggu dan memperburuk yang melaporkan gangguan lambung (3 orang),
perasaannya serta mengurangi kesigapan insomnia (2 orang), jantung terasa berdebar dan
kontrol motoriknya. berdetak kencang (1 orang), sesak nafas (1
Pada kasus cemas, atlet merasa khawatir orang), kandung kemih tidak terkendali
sampai dengan cemas terhadap segala sehingga ingin buang air kecil terus menerus (3
PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS 79

orang) sampai ke reaksi pertahanan diri terbang”-nya saja yang kurang, atau (2) untuk
(defense mechanism) seperti merasa ambeien (1 atlet yang nervous dan mengalami ketegangan
orang) agar dapat dimaklumi jika ia tidak dapat yang relatif ringan semacam “demam
konsentrasi penuh, tetapi hasil pemeriksaan panggung”, serta (3) pada kondisi atlet dalam
dokter tidak ada indikasi penyakit tersebut. kepercayaan diri yang baik tetapi kurang
mampu percaya pada anggota timnya—
Intervensi: Konseling, Psikoedukasi, sementara cabang olahraganya memerlukan
Psikoterapi dan Latihan Keterampilan Mental kerjasama dalam tim. Konseling tersebut
dilaksanakan dalam setting individual (untuk
Untuk membantu atlet mengatasi problem atlet yang bertanding secara individual) dan
psikologisnya, dilaksanakan berbagai jenis dilaksanakan dalam setting kelompok (untuk
intervensi disesuaikan dengan keluhan dan atlet yang bertanding secara tim seperti sepak
kebutuhan atlet bersangkutan. Jenis intervensi bola). Dalam konseling suportif, atlet mendapat
yang diberikan mempertimbangkan aspek kesempatan untuk mengurangi tekanan emosi
kesegeraan dan sedapat mungkin merupakan melalui ekspresi emosi yang mendalam atau
sesi tunggal. Hal ini disebabkan karena atlet katarsis (Prawitasari, dalam Subandi, 2002).
saat itu tidak memiliki waktu cukup untuk Cognitive Behavior Therapy dan terapi-
mengikuti proses intervensi yang panjang, terapi kognitif dipilih sebagai alternatif terapi,
terlebih lagi dengan pengulangan kunjungan. utamanya apabila atlet mengalami kesenjangan
Intervensi yang dipilih untuk dilaksanakan antara struktur kognitifnya dengan kenyataan
adalah dalam bentuk: (1) konseling suportif yang dihadapinya. Melalui terapi ini, atlet
baik secara individual maupun kelompok, (2) diajak untuk meneliti kembali struktur
psikoterapi seperti terapi kognitif-perilaku kognitifnya yang perlu diubah menyesuaikan
(Cognitive Behavior Therapy/CBT) (misalnya, dengan kondisi yang ada (Oemarjoedi, 2003).
Oemarjoedi, 2003), dan Eye Movement EMDR diberikan sesuai protokol
Desensitization Reprocessing (EMDR) yang lengkapnya, namun dalam bentuk modifikasi
dimodifikasi dalam sesi tunggal (Kutz, Resnik, sesi tunggal dengan memilih satu kejadian yang
& Dekel, 2008), dan Solution Focused Therapy paling menimbulkan intrusi (Kutz, Resnik, &
dari deShazer, (3) teknik stabilisasi emosi. Dekel, 2008), mengingat atlet tidak mungkin
Misalnya, Positive Screen Technique atau menunggu terlalu lama dalam menyelesaikan
teknik imajeri positif, teknik Container, teknik problem psikologisnya. Teknik intervensi
Light Stream (Shapiro, 2001), teknik Cypos dan EMDR ini diberikan untuk atlet yang
teknik-teknik relaksasi seperti teknik Relaksasi mengalami kilas balik terhadap peristiwa
Otot, serta (4) latihan Positive Self-talk untuk traumatik yang pernah dialaminya; sehingga di
mengubah narasi self-talk yang kontra samping stabilisasi psikis untuk mengurangi
produktif. simtom yang muncul, juga dibutuhkan proses
Konseling suportif diberikan kepada atlet bilateral agar atlet dapat lebih netral apabila
dengan keluhan ringan, seperti: (1) merasa dihadapkan pada ekspos pengalaman
kurang percaya diri sementara menurut pelatih traumatisnya
sebenarnya atlet tersebut mampu, hanya “jam Solution Focused Therapy dari deShazer
80 KUSUMOWARDHANI

menjadi pilihan yang sangat ideal karena dalam merasakan perbedaan antara tegang dan
jenisnya yang merupakan terapi ringkas (brief rileks hingga dapat memerintahkan pikiran
therapy) dan memberikan penyelesaian secara untuk merasa lebih rileks (Prawitasari, dalam
cepat terhadap cara emosi dan kognitif atlet Subandi, 2002). Teknik-teknik stabilisasi
dalam menghadapi problem psikisnya yang kognitif dan emosi serta teknik relaksasi
muncul sebelum pertandingan. Melalui tersebut, meskipun belum sampai pada
pertanyaan miracle, dicari kondisi-kondisi tingkatan penyelesaian akar permasalahan,
pengecualian dari apa yang dipikirkan dan tetapi dilaporkan sangat efektif untuk
dirasakan atlet. Dengan demikian, atlet akan mengurangi sampai dengan menghilangkan
mendapatkan insight untuk berada pada kondisi simtom yang muncul dan relatif mudah untuk
exceptional yang membuat keadaan psikisnya dilakukan dalam waktu yang cukup singkat.
lebih baik. Teknik ini sudah cukup familiar bagi atlet
Teknik stabilisasi emosi seperti Positive karena sudah dilatihkan saat pelatihan
Screen Technique atau teknik imajeri positif pembangunan kapasitas.
merupakan teknik dimana atlet diminta untuk
mengekspos pengalaman positif yang pernah Pendampingan Terhadap Atlet yang Bertanding
dialaminya yang masih menimbulkan sensasi
pikiran dan perasaan positif pada saat “di sini Mengingat adanya beberapa keluhan atlet
dan sekarang” (Shapiro, 2001). Teknik yang mengikuti konseling, penulis memutuskan
Container adalah teknik dimana atlet diminta untuk melakukan pendampingan pasif terhadap
mengekspos kembali situasi atau kejadian yang atlet tersebut saat bertanding. Karena lokasi
menimbulkan sensasi pikiran dan perasaan pertandingan digelar di tempat terpisah yang
negatif lalu dilokalisasi serta secara imajeri saling berjauhan, hanya mampu dilakukan
disimpan dalam tempat tertutup yang untuk pendampingan pasif terhadap 3 atlet wushu, 1
sementara waktu tidak dapat dibuka kembali, atlet catur, dan 1 atlet tae kwon do. Yang
Teknik Light Stream adalah teknik yang dimaksud dengan pendampingan pasif adalah
menggunakan imajinasi untuk memunculkan hanya menunggu dan berada di arena
pancaran cahaya yang menyembuhkan serta pertandingan tanpa melakukan tindakan apapun
yang mampu menghancurkan blokade yang kecuali apabila atlet membutuhkan bantuan atau
dirasakan dalam citra tubuhnya (Shapiro, 2001). meminta dukungan, baik sebelum memulai
Teknik Positive Self-talk adalah proses dalam pertandingan, saat beristirahat atau saat
terapi naratif yang pada dasarnya mengacu teori pertandingan berakhir—terutama jika hasil
kognitif. Dalam teknik ini, atlet berlatih agar pertandingan kurang atau tidak memuaskan dan
mengenali bentuk-bentuk self-talk yang tidak sesuai dengan harapan.
kontraproduktif dan mencari kosa kata lain Kegiatan pendampingan terhadap atlet yang
untuk mengubahnya menjadi self-talk yang sedang bertanding ternyata mendapatkan reaksi
suportif. Teknik-teknik relaksasi seperti teknik yang beragam. Empat atlet melaporkan merasa
Relaksasi Otot merupakan latihan dengan cara nyaman saat ahli psikologi ada di arena
menegangkan dan mengendurkan beberapa pertandingan, tetapi satu atlet melaporkan
bagian otot tubuh serta menggunakan imajinasi sebaliknya—seolah seperti diingatkan bahwa
PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS 81

dirinya memiliki problem psikologis. Dalam hal peristiwa yang positif, netral maupun negatif
ini, tampaknya tipe kepribadian atlet perlu yang dapat mempengaruhi perasaan
dipertimbangkan sebelum mendampinginya di (Prawitasari, dalam Subandi, 2002). Self-talk
arena kompetisi. yang dikoreksi melalui teknik kognitif akan
Penulis mencoba meminta umpan balik dari memperbaiki respon emosional individu
seluruh atlet melalui angket mengenai beberapa terhadap sebuah peristiwa. (Oemarjoedi, 2003).
keterampilan mental yang sudah pernah Hal ini lebih lanjut banyak dikembangkan
dilatihkan. Angket tersebut berisi pertanyaan secara lebih praktis sebagai terapi naratif, yakni
terbuka tentang teknik apa yang mereka bahwa penggunaan kata-kata positif akan
terapkan, mengapa dan yang mana yang direspon berbeda dengan penggunaan narasi
dirasakan membantu atlet. Dari 92 angket yang negatif. Enampuluh lima atlet merasakan
dikembalikan, dilaporkan oleh 65 atlet bahwa perbedaan yang nyata saat menggunakan
teknik yang paling banyak diingat dan dapat Positive Self-talk mereka lebih mampu
diterapkan oleh mereka adalah teknik Positive mengendalikan perhatian, konsentrasi dan
Self-talk baik sebelum bertanding maupun pada semangat, Di samping itu, atlet merasa bahwa
saat pertandingan (65 atlet) dan Positive Screen untuk melatih self-talk—meskipun tidak
Technique pada saat sebelum pertandingan (32 mudah—tidak harus dengan meluangkan waktu
atlet). Dengan melakukan teknik-teknik secara khusus. Dalam setiap aspek kehidupan,
tersebut, mereka melaporkan dapat merasa lebih atlet dapat berlatih untuk menyadari self-talk-
percaya diri serta tidak putus asa untuk berjuang nya dan segera mengubahnya apabila self-talk
hingga akhir pertandingan (53 atlet). Di sisi tersebut merugikan.
lain, ada pula sejumlah atlet yang melaporkan Adapun Positive Screen Technique
tidak maksimal dalam menerapkan teknik- merupakan teknik kontrol diri untuk
teknik tersebut karena belum terbiasa serta menstabilkan kondisi psikis seseorang yang
menganggapnya sulit, terutama dalam hal mengalami stres, tegang dan cemas sampai
mengubah self-talk (27 atlet). dengan depresi dan trauma. Teknik imajeri ini
juga kerap dilatihkan sebelum proses terapi
Hasil dan Diskusi EMDR (Shapiro, 2001). Dengan melakukan
teknik ini, atlet dapat mengaktifkan sumber
Terdapat beberapa hal yang dapat diambil
daya positif atau jejaring pengalaman positif
sebagai pembelajaran dari program
yang dimilikinya sehingga mengurangi pikiran
pendampingan psikologis ini.
dan emosi negatif yang terekspos serta
memberikan keseimbangan psikologis.
Teknik Keterampilan Mental yang Efektif
Tigapuluh dua atlet melaporkan bahwa setelah
melakukan Positive Screen Technique, perasaan
Dari beberapa teknik keterampilan mental
mereka menjadi lebih rileks, gembira, dan
yang diajarkan, ternyata ada teknik yang
bersemangat, sehingga atlet dapat
dilaporkan efektif bagi atlet yaitu: teknik Positif
mengendalikan kecemasan, ketegangan serta
Self-talk dan Positive Screen Technique. Self-
mempertahankan motivasi.
talk pada dasarnya secara teoretis merupakan
hasil dari penafsiran terhadap peristiwa-
82 KUSUMOWARDHANI

Efektivitas Latihan Mental Program konseling dan teknik psikoterapi


yang dapat disarankan saat turnamen
Dalam program pendampingan yang berlangsung adalah teknik-teknik yang
dilakukan penulis, latihan mental yang dimodifikasi menjadi sesi tunggal dan jenis-
diberikan belum sepenuhnya efektif, dan hal ini jenis terapi ringkas, misalnya EMDR single
menurut laporan atlet karena: (1) tidak ada session, CBT single session, atau Solution
waktu yang cukup untuk melatih keterampilan Focused Therapy dikombinasikan dengan
psikologis, (2) belum terbiasa dengan latihan- latihan stabilisasi psikis. Memang terapi-terapi
latihan tersebut, (3) tidak ada tuntutan dari ini tidak serta merta menghilangkan akar dari
pelatih, dan (4) tidak diintegrasikannya program gangguan yang ada, tetapi setidaknya simtom
latihan mental dengan latihan fisik. Di samping yang muncul saat menjelang pertandingan dapat
itu, bagi pelatih, latihan mental belum menjadi diatasi dan dikurangi. Namun demikian, masih
prioritas karena adanya mindset yang keliru perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengenai latihan mental. membuktikan efektivitasnya.
Belajar dari hal tersebut di atas, latihan
mental akan lebih efektif bila dilaksanakan Kebutuhan Pendampingan Psikologis Saat
terintegrasi secara terus menerus bersama Tampil Bertanding
latihan fisik dan skill, dengan menyesuaikan
tipologi cabang olahraga agar dapat mencapai Pendampingan psikologis saat kompetisi
performa maksimal. Untuk itu, terlebih dahulu berlangsung sebaiknya menyesuaikan
perlu ada upaya psikoedukasi kepada pengurus kebutuhan dan tipe kepribadian atlet. Tidak
daerah dan pelatih agar mengubah mindset semua atlet membutuhkan pendampingan
mereka ke arah yang lebih proporsional bahwa psikologis saat bertanding. Jika ahli psikologi
aspek mental merupakan aspek penting dalam keliru memosisikan diri, justru dapat
keberhasilan olahraga prestasi, dan bahwa mengganggu konsentrasi atlet dan hal ini dapat
latihan keterampilan mental bukan sesuatu yang berdampak negatif bagi prestasinya.
bersifat instan dan bukan merupakan jalan Hal di atas sesuai dengan pendapat
pintas atau sebagai obat mujarab untuk Satiadarma (2000), bahwa dalam situasi
mengatasi masalah—seolah-olah merupakan pertandingan, atlet tidak memerlukan intervensi
suatu keterampilan yang mudah atau dilakukan terlalu banyak karena atlet butuh untuk merasa
hanya jika ada waktu saja. Weinberg dan Gould mampu melalui kemandiriannya. Gunarsa
(1995) menyampaikan beberapa contoh latihan (2008) pun menyatakan bahwa dalam
mental, dan penelitiannya membuktikan bahwa melakukan pendampingan psikologis harus
latihan mental merupakan hal yang penting dan dilihat latar belakang sosial budaya, ciri
sangat cocok diterapkan pada semua atlet tanpa kepribadian serta kehidupan emosi dan kognisi
kecuali. atlet.

Psikoterapi yang Cocok Diterapkan dalam Rasio Jumlah Atlet dan Ahli Psikologi
Mendampingi Atlet Mengikuti Turnamen Pendamping
PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS 83

Dalam pelaksanaan program pendampingan laporan atlet setelah program, menurut penulis
psikologis kali ini, penulis merasa kelebihan dapat diajukan hipotesis bahwa ada hubungan
beban, karena penulis dalam waktu empat hari keberhasilan atlet dengan keterampilan mental
melayani konseling dan psikoterapi individual yang dimiliki atlet, sehingga program latihan
untuk 27 orang serta tiga sesi konseling seperti di atas turut memberikan sumbangan
kelompok yang terdiri dari 24 orang, 6 orang, bagi keberhasilan atlet.
dan 8 orang atlet. Dengan total 65 atlet yang Hasil penelitian Greenspan dan Feltz (dalam
terbagi dalam konseling individual dan Gunarsa, 2008) terhadap atlet-atlet ski, tinju,
kelompok tersebut, penulis bekerja lebih dari 10 golf, karate, tenis, voli, senam, dan basket
jam sehari. menunjukkan bahwa intervensi psikologis yang
Pembelajaran yang dapat diambil adalah meliputi penanganan terhadap stres, imajeri,
bahwa perlu diperhitungkan secara cermat relaksasi, ulangan penguatan dan pengebalan
jumlah ahli psikologi yang terlibat agar sistematik sangat efektif untuk meningkatkan
program pendampingan dapat lebih efektif dan penampilan dalam pertandingan-pertandingan.
memenuhi kebutuhan. Kendala yang dialami Selanjutnya, Vealey (dalam Gunarsa, 2008)
oleh kabupaten Cilacap adalah karena menemukan bahwa sembilan dari dua belas
terbatasnya ahli psikologi yang ada. Hal lain bukti mengenai intervensi psikologis dalam
yang juga perlu dipertimbangkan, mengacu olahraga dapat meningkatkan penampilan jika
pada pendapat Prawitasari (dalam Subandi, intervensi tersebut menitikberatkan pada segi
2002) bahwa proses konseling dan psikoterapi kognitif dan perilaku atlet. Gunarsa (2008) juga
adalah sebuah tindakan profesional sehingga mencatat bukti-bukti lain yang menunjukkan
biaya merupakan salah satu agen keberhasilan efektivitas keterampilan mental bagi prestasi
treatment. Penghargaan finansial bagi ahli atlet. Hal ini juga senada dengan laporan-
psikologi dalam ranah olahraga memang belum laporan lisan dari program yang dijalankan
terlalu menjanjikan. Mungkinkah hal ini penulis. Bahwa atlet yang rajin berlatih merasa
menjadi salah satu penyebab mengapa minat dapat lebih mampu mengendalikan emosi
ahli psikologi untuk bidang olahraga belum sehingga konsentrasi meningkat dan permainan
berkembang pesat. Hingga kini menurut menjadi lebih optimal dan maksimal, terlepas
Satiadarma (2000), ahli psikologi di Indonesia dari mereka berhasil menang maupun tidak,
yang bergelut di bidang olahraga masih terlalu karena kemenangan meliputi banyak faktor dan
sedikit. tidak semata-mata faktor keterampilan mental
saja. Analoginya tentu seperti dengan latihan
fisik. Atlet yang mencapai kebugaran fisik
Desain Program Pendampingan Psikologis maksimal akan lebih fit dan baik staminanya
sehingga mendukung permainannya, tetapi
Apakah program psikologi merupakan kebugaran fisik tidak serta merta membuat atlet
program yang signifikan mendukung prestasi menang. Faktor skill dan pembinaan dari pelatih
yang diraih? Kali ini penulis tidak melakukan serta pendekatan yang dilakukan pengurus
studi empiris dengan sistematika metode ilmiah, cabang olahraga juga memiliki peran sendiri.
tetapi jika kita coba kaji secara logis ditambah Permasalahannya adalah pada bagaimana
84 KUSUMOWARDHANI

merancang program pendampingan psikologis pendapat Gunarsa (2008) bahwa pelatihan


dengan sebaik mungkin agar benar-benar mental dalam bentuk latihan dasar-dasar
memberi daya dukung yang signifikan bagi keterampilan mental memang dapat
prestasi atlet. Untuk itu, perlu ada kajian yang dilaksanakan secara klasikal, tetapi lebih lanjut
spesifik tentang perbedaan kebutuhan masing- dalam proses pendampingan perlu
masing atlet serta keunikan dari masing-masing menyesuaikan dengan kebutuhan atlet serta
cabang olahraga. Dengan demikian, meskipun perlu melihat ciri kepribadian atlet—yang
keterampilan yang dilatihkan sifatnya serupa, meliputi ciri khas sehari-hari, pola berpikir,
namun harus dapat diaplikasikan langsung kehidupan emosi dan cara berinteraksi dengan
secara konkrit dan spesifik menurut kekhasan lingkungannya.
jenis masing-masing olahraga. Misalnya, Dalam program yang dilakukan penulis,
latihan konsentrasi pada atlet bulutangkis sepenuhnya disadari masih belum berintegrasi
diterapkan langsung untuk meningkatkan dengan program latihan harian pada setiap
konsentrasi dan fokus saat mengembalikan bola cabang karena keterbatasan tenaga ahli
lawan dengan kontrol yang cermat, atau pada psikologi serta pendeknya rentang waktu
atlet wushu yang harus selalu konsentrasi dan pendampingan. Oleh karenanya, guna
fokus dalam kuda-kudanya agar kokoh, peka mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada,
dan antisipatif terhadap gerakan lawan sehingga dilakukan pembekalan dalam bentuk latihan
tidak mudah dijatuhkan lawan. Dengan kontrol diri, terutama agar atlet sebelum dan
demikian, akan nampak jelas perbedaan antara saat bertanding dapat melakukan stabilisasi
latihan konsentrasi pada atlet yang berbeda dan emosi dan kognitif. Positive Screen Technique
pada cabang olahraga yang berbeda. Belum lagi dilatihkan kepada atlet dengan mengacu pada
perbedaan pada karakteristik emosi yang pandangan Franchine Shapiro (2001) bahwa
dibutuhkan dalam masing-masing cabang teknik tersebut merupakan teknik stabilisasi
olahraga. Pada cabang olahraga seperti catur, yang dapat mengendalikan kecemasan,
golf, biliar dan bridge, emosi atlet perlu tenang. meredakan ketegangan serta mempertahankan
Namun, pada cabang-cabang beladiri, seperti motivasi. Hal ini merupakan sumber daya
wushu, tinju, kempo dan sejenisnya, perlu ada internal yang positif yang dapat mendukung
emosi yang lebih agresif agar atlet lebih berani stamina psikologis atlet. Teknik tersebut juga
melakukan penyerangan dan membalas tergolong mudah dilatihkan sehingga dengan
serangan. Di sisi lain, pada cabang seperti sepak beberapa kali berlatih, atlet sudah dapat
bola, voli, basket dan sejenisnya, dibutuhkan mempraktikannya. Teknik lain seperti latihan
selain ketenangan untuk mampu mengendalikan keterampilan Positive Self-talk juga diberikan
emosi diri sendiri, juga harus ada keterampilan karena secara teoritis self-talk dapat
untuk saling bekerjasama. Hal ini karena memengaruhi situasi kognitif dan emosi
mereka bermain dalam tim. Oleh karena itu, individu seperti yang telah dibahas dalam
Idealnya, latihan keterampilan mental perlu di uraian di atas.
atur secara intensif bersinergi dengan latihan Untuk memperkaya khasanah layanan dan
keterampilan secara konkret agar efektif dalam praktik psikologi dalam bidang olahraga
praktek dan pertandingan. Hal ini sesuai dengan prestasi, tentunya masih sangat dibutuhkan
PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS 85

banyak kajian ilmiah lebih lanjut dan


diharapkan studi preliminer ini dapat menjadi
salah satu rujukan yang bermanfaat bagi
penelitian-penelitian selanjutnya di bidang
psikologi olahraga.

Bibliografi
Corey, G. (1996). Theory and practice of
counseling and psychotherapy. (5th ed.).
Pacific Grove, CA: Brooks/Cole Publishing
Co.
Gunarsa, S. D. (2008) Psikologi olahraga
prestasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Kutz, I., Resnik, V., & Dekel, R. (2008). The
effect of single-session modified EMDR on
acute stress syndromes. Journal of EMDR
Practice and Research, 2(3), 190-200.
McKay, M., Davis, M., & Fanning, P. (1997).
Thoughts and feelings: The art of cognitive
stress intervention. Oakland: New
Harbinger Publications.
Oemarjoedi, A. K. (2003). Pendekatan
cognitive behavior dalam psikoterapi.
Jakarta: Creative Media
Satiadarma, M. P. (2000). Dasar-dasar
psikologi olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Shapiro, F. (2001). Eye movement
desenzitization and reprocessing (EMDR):
Basic principles, protocols, and procedures.
(2nd ed.). NY: The Guilford Press.
Subandi, M. A. (Ed.). (2002). Psikoterapi:
Pendekatan konvensional dan kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Unit
Publikasi Fakultas Psikologi UGM.
Weinberg, R. S., & Gould, D. (1995).
Foundation of sport and exercise
psychology. Champaign, IL: Human
Kinetics.
86
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2, 86–92

Dinamika Psikologis Sutradara Teater


Peserta Festival Teater Jakarta

Lisa Ristargi
Alumnus Program Sarjana Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I.

The author of this article studied the psychological dynamics of the three
theatre directors participated in the Jakarta Theatre Festival. This article
was based on a theory-driven qualitative research. Henry A. Murray’s
personology theory was used as the frame of analysis. There were three
subjects deeply interviewed and the results were analyzed by pattern
matching technique. The findings showed that all the three subjects had
motivational dynamics as explained by Murray in his personology
theory. The main motive found in the subjects was creating excellent
performance on stage. The need of spectators' satisfaction, prestige and
the facilities for aesthetic arrangement were intertwined factors in the
need of excellent performance. The pressuring conditions (press) which
would help or hinder the directors' creative process were the main actors'
and the supportive actors' capabilities, supports and/or compliance, and
finding the ways to fulfill daily material needs. They wanted to learn
from the situation faced and spectators' satisfaction. They also wanted to
develop their esteem and pride of creative ideas manifestation. Those
were the strong motivation found in the subjects in order to be able to
still work in spite of the barriers found in the theatre world.

Keywords: theatre, personology, motivational psychology, directors,


theatre festival, jakarta

Festival Teater Jakarta (FTJ) adalah sebuah tiga grup terbaik yang layak diberikan dana
ajang pementasan grup-grup teater dari seluruh pembinaan guna menggelar pementasan teater
wilayah DKI Jakarta. FTJ pertama kali di TIM. Di samping itu, bagi grup yang
didirikan oleh Wahyu Sihombing pada tahun mendapatkan predikat tiga terbaik sebanyak tiga
1973 yang bertujuan untuk mencari kelompok- kali, maka grup tersebut dinyatakan sebagai
kelompok teater guna meramaikan pentas- grup senior dan tidak lagi mengikuti FTJ,
pentas teater di Taman Ismail Marzuki (TIM) melainkan berhak menggelar pementasan
dengan kualitas yang tidak kalah baik dari dengan bantuan dana sekitar tiga sampai lima
Teater Ketjil, Teater Populer, atau Bengkel juta setiap tahunnya dari Pusat Kesenian Jakarta
Teater Rendra. Oleh karenanya, terdapat sistem (PKJ) atau Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
penyisihan di tingkat wilayah, kemudian final Pada 2005, terjadi semacam demonstrasi
untuk tingkat DKI Jakarta untuk mendapatkan dari para sutradara utusan dari lima wilayah
86
DINAMIKA PSIKOLOGIS 87

DKI Jakarta. Mereka menuntut dana pembinaan disimpulkan bahwa mereka memiliki kebutuhan
pentas ulang yang pada tahun itu tidak lagi untuk mengekspresikan karyanya pada media
diberikan oleh pihak PKJ-TIM maupun DKJ— FTJ, dengan pertimbangan bahwa mereka dapat
dengan alasan tidak lagi tersedia anggarannya. menghemat biaya produksi di tengah sulitnya
Mereka mengajukan tuntutan itu sebagai sebuah dukungan finansial untuk kegiatan teater.
tuntutan atas hak dan penghargaan yang wajib Tujuan penelitian ini adalah untuk
diberikan kepada pemenang FTJ yang telah mengetahui dinamika psikologis sutradara
membudaya selama 33 tahun. peserta FTJ. Teori personologi dari Murray
Sepanjang rentang waktu 33 tahun, apabila digunakan peneliti sebagai teori utama guna
diibaratkan sebagai manusia, maka usia ini telah memahami dinamika psikologis sutradara
beranak-cucu. Namun demikian, kenyataannya, peserta FTJ.
dari 22 grup yang telah dinyatakan senior,
hanya delapan grup yang masih aktif; sisanya Teori Personologi Murray
mati suri (Kurniawan, 2006). Sutradara sebagai
faktor utama dalam sebuah grup peserta FTJ Cara Murray merumuskan kepribadian
adalah bagian yang paling banyak disoroti menunjukkan bahwa ia sangat berorientasi pada
sebagai penyebabnya. Sutradara dianggap pandangan yang memberi bobot memadai pada
cenderung kurang bekerja keras untuk mencari sejarah organisme, fungsi kepribadian yang
referensi atau wawasan lainnya yang mampu bersifat mengatur, ciri-ciri berulang dan baru
mendukung gemilangnya sebuah pementasan pada tingkah laku individu, hakikat kepribadian
teater. yang abstrak atau konseptual, dan proses-proses
Mencari solusi permasalahan di atas, fisiologis yang mendasari proses-proses
banyak gagasan dilontarkan. Misalnya, Radhar psikologis (Hall & Lindzey, 2005, h. 25).
Panca Dahana (2005) mengusulkan agar FTJ Sumbangan Murray yang paling khas bagi teori
reses selama dua tahun, atau, sekalipun FTJ psikologi adalah pembahasannya tentang
tetap dilanjutkan, mekanismenya harus dirubah. perjuangan, pencarian, keinginan, hasrat dan
Di pihak lain, orang-orang yang bergelut dalam kemauan manusia (psikologi motivasi). Ada
FTJ selalu mengeluhkan tentang kemiskinan delapan konsep utama Murray dalam analisis
dan keterbatasan sarana yang mampu dinamika motivasi, yakni (a) kebutuhan, (b)
mendukung pencapaian kerja kreatif mereka, tekanan, (c) reduksi tegangan, (d) tema, (e)
mulai dari kebutuhan materiil, timbal balik yang integrasi kebutuhan, (f) tema kesatuan, (g)
bisa mereka dapatkan, sampai dengan regnansi, dan (h) nilai (Hall & Lindzey, 2005,
penghargaan akan keterlibatan mereka dalam h. 31-46). Konsep-konsep ini dijabarkan
mewarnai perkembangan kebudayaan di sebagai berikut:
Indonesia, yang dianggap tidak seimbang
Kebutuhan adalah suatu konstruk (fiksi
dengan jerih payah mereka.
disepakati atau konsep hipotetis) yang
Berdasarkan wawancara dan observasi
mewakili suatu daya pada bagian otak;
peneliti terhadap sejumlah sutradara teater
kekuatan yang mengatur persepsi, apersepsi,
selama sebulan penuh sebelum dan setelah pemahaman, konasi dan kegiatan sedemikian
penyelenggaraan FTJ ke-35 tahun 2007, dapat rupa untuk mengubah situasi yang ada dan
88 RISTARGI

yang tidak memuaskan ke arah tertentu. kebutuhan dan tekanan yang berhubungan,
Murray menerima fakta bahwa ada suatu yang diperoleh dari pengalaman kanak-kanak,
hirarki kebutuhan-kebutuhan, bahwa ada dan yang memberikan arti serta kesatuan pada
kebutuhan-kebutuhan yang cenderung harus sebagian terbesar tingkah laku individu, yang
dipenuhi lebih dulu daripada kebutuhan- beroperasi sebagai kekuatan tak sadar. Proses-
kebutuhan lain. Dalam keadaan tertentu, lebih proses regnan merupakan proses fisiologis
dari satu kebutuhan dapat dipuaskan hanya atau neurologis yang membarengi proses
oleh satu kali tindakan sehingga menghasilkan psikologis dominan. Kebutuhan-kebutuhan
tingkah laku yang sama. Hal ini disebut juga selalu muncul demi mengejar suatu nilai, atau
fusi kebutuhan-kebutuhan. Sedangkan konsep dengan tujuan untuk menghasilkan suatu
subsidiasi berlaku bagi kebutuhan yang keadaan akhir.
beroperasi untuk melayani kebutuhan-
kebutuhan lain. Tekanan merupakan suatu
Metode
sifat atau atribut dari suatu objek lingkungan
atau orang yang memudahkan atau Penelitian ini merupakan penelitian
menghalangi usaha-usaha individu untuk kualitatif guna memperoleh deskripsi tentang
mencapai tujuan tertentu tergantung dari dinamika psikologis sutradara peserta FTJ.
bagaimana subjek mampu Pengambilan sampel berfokus pada
menginterpretasikan lingkungannya yang
intensitas (Patton, 1990, dalam Poerwandari,
mempunyai implikasi-implikasi langsung
2005, h. 97) dengan menjadikan sebagai sampel
terhadap usaha-usaha individu untuk
sutradara-sutradara yang memiliki kasus-kasus
memuaskan kebutuhannya. Individu menjadi
aktif karena digerakkan oleh sekumpulan yang diperkirakan mewakili penghayatan
dorongan yang kompleks, akibat dari terhadap fenomena secara intens.
munculnya kebutuhan, sehingga individu Subjek penelitian ini sebanyak tiga orang,
berada dalam keadaan tegang. Pemuasan dengan karakteristik: (1) usia subjek tidak
terhadap kebutuhan itu akan mengakibatkan dibatasi, (2) subjek adalah seorang sutradara
reduksi tegangan sehingga individu juga akan teater yang sampai dengan tahun 2007 masih
memperhatikan objek dan melakukan mengikuti FTJ sebagai peserta, (3) subjek telah
tindakan-tindakan yang pada masa lampau lebih dari lima tahun intensif mengikuti
memiliki kaitan dengan reduksi tegangan.
perkembangan FTJ serta tengah mempersiapkan
Tema meliputi situasi yang menggerakkan
karya untuk festival tahun 2008, (4) subjek
tekanan dan kebutuhan yang kemudian
memiliki latar belakang pengetahuan yang
muncul. Tema menyangkut interaksi antar
kebutuhan dan tekanan, yang memungkinkan bukan didapat dari institusi pendidikan formal.
melihat tingkah laku secara lebih global, tidak Pengumpulan data dilakukan dengan
segmental. Integrasi kebutuhan adalah wawancara mendalam. Teknik analisis yang
"disposisi tematis" yang mantap, kebutuhan digunakan adalah analisis perjodohan (pattern
untuk mengadakan bentuk interaksi tertentu matching) (Yin, 2004).
dengan tipe orang atau objek tertentu,
sehingga menyebabkan orang mencari objek Hasil dan Kesimpulan
lingkungan yang cocok dengan gambaran
kebutuhan-kebutuhannya. Tema kesatuan Subjek Pertama (S)
merupakan kesatuan antara kebutuhan-
DINAMIKA PSIKOLOGIS 89

S, laki-laki, berusia 41 tahun, sudah S hanya mendapat prestasi sebagai aktor


menikah, berpendidikan terakhir SMA, anak terbaik, bukan sutradara terbaik. S mengakui
kelima dari enam bersaudara, beragama Islam, bahwa ia sangat bergantung pada kehadiran
ayah dari tiga orang anak. Sebelum menjadi penonton pada setiap pertunjukan-pertunjukan
sutradara, S seorang aktor. Ketika S memilih yang dibuatnya. Kepuasan S sebagai sutradara
menekuni bidang teater, sempat terjadi adalah ketika penonton merasa puas dan senang
pertentangan antara S dengan keluarganya. atas pertunjukan yang S buat. Karenanya, ketika
Namun, S mampu memberikan sedikit pada 2007 sebagai sutradara S tidak lolos dalam
pengertian kepada keluarganya, meskipun penyisihan di FTJ, S mampu mengatasi
hingga sekarang keluarganya masih kekecewaannya; sebab pujian dari penonton
mengharapkan S memiliki pekerjaan rutin sangat banyak terhadap S dan mendorong S
seperti kebanyakan orang sehingga S mencapai untuk tidak terpengaruh penilaian juri.
kehidupan yang mapan. Sebagai aktor, S sudah S menyadari bahwa untuk dapat menjalani
banyak mendapatkan prestasi sebagai aktor fungsinya sebagai sutradara, S membutuhkan
terbaik di beberapa festival teater. pemain yang dapat bekerja sama dengan baik
Sebagai aktor, S sudah mengikuti FTJ lewat agar S mudah mengomunikasikan ide-idenya. S
grupnya, Teater Molek, lebih dari 10 tahun. S merasa sangat kesulitan ketika ada pemain yang
juga diminta untuk bermain bersama Jose Rizal tidak kunjung dapat mewujudkan gagasan S.
Manua, Renny Djajoesman, dan lain-lain, Hingga saat ini, S tidak melepaskan diri
sebagai pemain. Selanjutnya, S membentuk sebagai pemain/aktor. Bahkan hingga sekarang
grup teater baru yaitu Teater Indonesia (TI) di kemampuannya berakting dijadikan S sebagai
mana S sebagai sutradara. Awalnya, keinginan pekerjaan, sebagai pemain bayaran dari grup
S untuk menyutradarai masih S pendam. S teater ke grup lainnya di Jakarta. S
berusaha untuk memperkaya diri terlebih menyebutnya “pemain transferan”. S sangat
dahulu dengan pengetahuan untuk benar-benar senang dan bangga pada pekerjaannya itu.
mampu menjadi sutradara. Baru kemudian pada Dalam menyutradarai, S cenderung memilih
tahun 1999 (FTJ ke-27), ketika ia ditinggalkan naskah yang permasalahannya sesuai dengan
sutradaranya syuting sinetron, S memberanikan kegelisahan yang ingin S sampaikan pada
diri untuk menjadi sutradara. pertunjukannya. Untuk itu, S bersama teman-
Keikutsertaan S sebagai sutradara peserta temannya di grup TI mulai aktif membuat
FTJ baru tiga kali dijalaninya (1999, 2006, naskah sendiri pada setiap pertunjukan yang
2007). S membina grup dan ikut serta dalam dipentaskan.
ajang FTJ didasarkan pada kebutuhan yang S merasa bahwa hidup S adalah untuk
sama dengan teman-temannya, yakni kebutuhan berteater. Aktivitas S di teater S jadikan sebagai
untuk menggelar pertunjukan yang di gedung masa-masa S belajar tentang hidup, terutama
yang bagus dengan fasilitas yang bagus, dan belajar untuk menjadi orang baik. Sebab,
tempat atau lingkungan yang bonafit, sehingga melalui teater, S memperoleh kepekaan untuk
memungkinkan mengenal lingkungan yang baik dan yang
Pada 2007, meskipun penampilannya buruk. Karenanya, S mengakui bahwa S tidak
banyak mendapat pujian dari penonton, namun akan berhenti beraktivitas di bidang teater
90 RISTARGI

sampai S mati. temannya untuk serius di bidang


Dalam rangka proses penyempurnaan penyutradaraan, X berusaha untuk mendalami
penyutradaraan, S selalu mengajak teman- bidang itu dengan membaca, mengikuti seminar
teman S, baik yang terlibat dalam produksi TI dan workshop penyutradaraan hingga akhirnya
maupun yang bukan, untuk menonton proses X membentuk grupnya sendiri. Ketika pada
latihan, dalam mana di akhir proses latihan, S tahun berikutnya, X ikut menjadi peserta
mengajak mereka berdiskusi dan saling Festival Teater se-Jawa Barat dan memenangi
mengevaluasi. Karenanya, S merasa bahwa predikat grup penampil terbaik, tumbuh
teman-teman adalah orang yang berarti dalam motivasi dalam diri X untuk terus
setiap proses penyutradaraannya. menyutradarai.
S juga memiliki kebutuhan vital untuk Dalam hal menyutradarai, X mengaku tidak
melakukan latihan dasar. Latihan dasar itu S menganut paham atau bentuk-bentuk
butuhkan untuk mendapatkan tubuh yang segar, pertunjukan tertentu. Ketika X mendapat
lentur, dan memperkaya kondisi batin, agar S naskah realis, maka X membuatnya realis;
peka terhadap keadaan sekitarnya. namun ketika X mendapat naskah surealis maka
Ajang FTJ dijadikan S sebagai “pesta” atau X membuatnya dengan surealis; disesuaikan
“lebarannya orang teater”, sebab FTJ dengan keadaan zaman dan permasalahan yang
diselenggarakan tanpa ada satu undangan menjadi kegelisahan X.
khusus, namun mampu mengumpulkan aktivis Jika ada beberapa anggota grupnya yang
teater dari wilayah manapun. Momen FTJ S memiliki sedikit wawasan, maka menjadi
jadikan sebagai momen silaturahmi, menambah tanggung jawab dan kerja keras X untuk
teman, saling berbagi kebaikan dengan cara memberikan kemampuan yang sama dengan
saling memberikan selamat atas pertunjukan anggota lainnya. X juga berusaha keras untuk
yang digelar serta saran dan nasehat memberikan jalan keluar bagi anggotanya untuk
sehubungan karya-karya yang telah digelar. mendapatkan kesejahteraan secara materiil.
Konsep X dalam membina grup teater sama
Subjek Kedua (X) halnya dengan membina sebuah keluarga. X
berharap agar teater, di samping menjadi wadah
X, laki-laki, berusia 51 tahun, sudah kreativitas, dapat menjadi sumber penghasilan
menikah, berpendidikan terakhir SMA, anak pelakunya.
pertama dari tujuh bersaudara, beragama Islam, X juga sempat merasa bersalah terhadap
ayah dari tiga orang putra dan putri. keluarganya karena aktivitas-aktivitas X di
Saat ini, X adalah sutradara dari grup teater bidang teater dipandangnya sempat
ST 24 dan Ketua Ikatan Drama Jakarta Barat membuatnya menelantarkan keluarganya.
(INDRAJA). X mengakui bahwa pada awalnya Untuk itu, X berusaha sedapat mungkin untuk
tidak terpikir olehnya bahwa ia akan menjadi membahagiakan keluarganya. X menekankan
sutradara. X awalnya hanya diminta untuk keterbukaan di keluarganya.
menyutradarai salah satu grup yang dibina Aktivitas X di luar kegiatan berteaternya
temannya. Setelah beberapa kali menyutradarai adalah sebagai wartawan honorer pada salah
dan mendapatkan dorongan dari teman- satu media mingguan di Jakarta. Pada saat ini,
DINAMIKA PSIKOLOGIS 91

meskipun kebutuhan materiil tidak seperti dulu, guna mendalami ilmu teater, terutama mengenai
dalam arti: tidak selalu ada, namun X memiliki proses penyutradaraan baik melalui buku-buku
cara agar kondisi tersebut tidak lagi maupun mengikuti workshop dan pembinaan
memengaruhi X dalam berkreasi. Caranya lainnya selama lebih dari empat tahun. Setelah
adalah dengan sholat, sebab dengan sholat, X itu, Z baru memberanikan diri untuk
merasa selalu menemukan rezeki atau jalan membentuk grup teater M, membina dan
keluar dari setiap permasalahannya. Proses menyutadarai grup tersebut.
pemenuhan kebutuhan materiil X memang Proses kreatif yang Z jalani hingga saat ini
cukup banyak mempengaruhi poses kreatif X. diawali dengan jumlah aktor yang Z miliki dan
Misalnya, ketika X tidak mempunyai uang, X kemampuan para aktornya terlebih dahulu.
merasa sulit memikirkan kebutuhan kreatifnya. Setelah itu, Z memilih naskah yang cocok dan
X menganggap FTJ sebagai “setan atau gagasan yang ingin Z wujudkan dalam
candu”. Hal ini karena X tidak dapat menolak pementasannya. Pemilihan tema biasanya tidak
keinginan teman-temannya untuk terus menjadi tahapan yang utama. Z menentukan
berfestival. X menganggap teater sebagai media tema hanya berdasarkan kekuatan instingnya.
pembelajaran berbagai ilmu, sebagai pengganti Namun, pada kenyataannya, banyak tema cerita
ketidakmampuan X untuk melanjutkan sekolah yang Z pentaskan cukup dekat dengan kondisi
ke perguruan tinggi. faktual masyarakat yang ada di sekitarnya.
Sebagai seorang sutradara, pimpinan grup Pada tahun 2005, Z mendapat satu
dan ketua dari organisasi teater wilayah Jakarta kesulitan. Z banyak mendapat pertentangan dan
Barat, X mendasarkan pada kebutuhannya perdebatan antara ide dan gagasan dari para
untuk mengajarkan berbagai macam ilmu pemainnya. Z selalu mengatasinya dengan
pengetahuan kepada anggotanya. X mengalah atau membiarkan ide-idenya itu tidak
menganggap kebutuhan mengajarnya ini tertuang seluruhnya dalam pertunjukannya. Hal
sebagai kebutuhan beribadah atau sedekah. ini Z lakukan mengingat ada keterbatasan
waktu sampai dengan menjelang FTJ dimulai,
Subjek Ketiga (Z) sehingga sikap mengalah, meredam keinginan
marah, itu selalu Z lakukan untuk mendapatkan
Z, laki-laki, berusia 40 tahun, sudah hal yang lain, yakni keutuhan pemain. Z
menikah, berpendidikan terakhir SMA, anak ke mengabaikan kepuasan batinnya demi
empat dari lima bersaudara, beragama Islam. kemenangan yang ingin diperolehnya.
Minat Z di bidang penyutradaraan dimulai “Cobaan” lain yang didapat Z yaitu tuntutan
ketika Z diminta untuk membuat sebuah kebutuhan materiil dari keluarga semakin tinggi
pertunjukan pentas tujuh belasan pada kegiatan sementara kebutuhan-kebutuhan pokok pun
karang taruna di wilayahnya. Minat Z meningkat tidak seimbang lagi dengan
bertambah tinggi ketika pertunjukannya itu penghasilan yang selama ini Z dapatkan.
mendapat sambutan yang sangat baik dari Selama ini Z bekerja secara serabutan. Z merasa
penontonnya. Menanggapi kondisi itu, Z lalu beruntung memiliki lima kamar yang bisa
pergi ke Gelanggang Remaja Jakarta Barat dikontrakkan setiap bulannya. Aktivitas Z pada
untuk bergabung dengan salah satu grup di sana salah satu organisasi teater juga cukup
92 RISTARGI
Tabel 1
Analisis Dinamika Psikologis Sutradara Berdasarkan Teori Murray
Komponen teoretis studi kasus Subjek
I II III
Motif menjadi sutradara FTJ
Membuat pementasan yang bagus √ √ √
Pentas di gedung yang bagus √ √ √
Intens berteater X √ √
Tekanan
Potensi yang dimiliki pemain √ √ √
Dukungan teman-teman √ √ √
Kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan materiil √ √ √
Reduksi tegangan
Keinginan belajar √ √ √
Kepuasan penonton √ √ √
Menuangkan ide-ide √ √ √
Tema
Kerjasama yang dibina antara pemain dan sutradara √ √ √
Pengertian anak dan istri untuk mendukung aktivitas berteater √ √ √
Pengalaman masa lalu yang mengecewakan √ √ X
Pengalaman masa lalu yang tidak mengecewakan X X √
Integrasi kebutuhan
Mengambil sikap mengalah √ √ √
Memimpin grup X √ √
Memilih pemain yang berusia 30 tahun ke atas √ X X
Tema kesatuan
Meredam emosi √ √ √
Melampiaskan emosi √ √ X
Pengalaman masa kanak-kanak berhubungan dengan minat saat ini √ √ X
Kebutuhan dipatuhi X √ √
Proses-proses regnan
Aktivitas berteater membuat tubuh sehat √ √ √
Catatan. √ = dialami, X = tidak dialami

menambah penghasilannya. Namun, pada Bibliografi


dasarnya, Z tidak memiliki pekerjaan yang tetap
selain menjadi aktivis teater. Z cenderung Dahana, R. P. (2005). Homo theatricus.
dihadapkan pada keadaan yang tidak menentu Magelang: Indonesiatera.
setiap harinya bahkan sempat stres dan Hall, C. S., & Lindzey, G. (2005). Teori-teori
merasakan sakit di bagian dadanya. Meskipun holistik (A. Supratiknya, Penerj.).
demikian, Z memiliki keyakinan yang tinggi Yogyakarta: Kanisius.
bahwa suatu hari nanti Z pasti akan berhasil di Kurniawan. (2006, 14 Desember). Mengulang
bidang teater sebagai sutradara, tidak hanya kejayaan. Tempo.
sebagai sutradara yang diunggulkan Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan
kemampuannya, namun juga membawa kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.
penghasilan yang memadai secara materiil. Jakarta: LPSP3 UI.
Tema-tema personologis yang muncul Yin, R. K. (2004). Studi kasus: Desain dan
sepanjang penelitian disimpulkan sebagaimana metode (M. D. Mudzakir, Penerj.). Jakarta:
nampak dalam Tabel 1. RajaGrafindo Persada.
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2, 93–109

Himpsi Jaya 2005-2007, Apa yang Telah Kau


Kerjakan? Sebuah Evaluasi Tentang Kinerja
Organisasi Profesi Psikologi Wilayah Jakarta

Eunike Sri Tyas Suci


Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta

Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) is the only organization for


psychologists in Indonesia. After almost 50 years since it was founded in
1959, Himpsi shows limited improvement to its members. Himpsi Jaya is
the Jakarta chapter of the organization. The lack of significant activities
raises issues whether the organization benefits to its member. Most
complains include slow membership process and difficulties in paying
annual fee. This study attempts to evaluate the organization based on the
perspectives of members, ex. members, and those who want to be
members. It is a descriptive quantitative study and the sample of the
population was taken non-randomly. It was a joint project between Atma
Jaya Catholic University and Himpsi Jaya. The sampling technique was
convenience sampling. Questionnaire was distributed directly when
Himpsi Jaya held activities and indirectly through
beranda@himpsijaya.org mailing list. Of the expected 150 sample size
(about 10% of total members who pay annual fee regularly), 83
respondents returned the questionnaires. Most respondents aged between
21 and 30 years old, not married, had been psychologists, and graduated at
the master level. Some were fresh graduates and in the process of looking
for jobs. This indicates that young members pay attention seriously to the
improvement of the organization, especially because they expect Himpsi
helps their careers improved. Members thought that the performance of
the organization is very limited. The need to develop professional
competency and certification should make Himpsi Jaya improve its
performance.

Keywords: professional organization, evaluation program, Himpsi,


evaluation research

Himpunan Psikologi Indonesia—biasa Psikologi. Perubahan nama menjadi Himpsi


disebut Himpsi—merupakan satu-satunya dilakukan pada tahun 1998 pada Kongres Luar
organisasi profesi psikologi yang diakui di Biasa di Jakarta untuk menyesuaikan perubahan
Indonesia dan didirikan di Jakarta pada 11 Juli sistem pendidikan tinggi di Indonesia dalam hal
1959 dengan nama ISPsi atau Ikatan Sarjana mana sarjana psikologi tidak lagi dianggap

93
94 SUCI

sebagai psikolog seperti pada masa awal psikologi di Indonesia (“Sekilas Himpsi”,
pendirian ISPsi (“Sekilas Himpsi”, 2007). Oleh 2007). Untuk wilayah Jakarta saja, sampai akhir
karena nama ISPsi tidak dapat mewakili tahun 2007 anggotanya mencapai lebih dari
kebutuhan psikolog, maka nama organisasi 3.000 orang (“Sekilas Himpsi Jaya”, 2009).
perlu penyesuaian. Dengan perubahan ini, Meskipun jumlah tersebut nampak cukup besar,
sekarang Himpsi menjadi wadah berhimpunnya pada kenyataannya belum merefleksikan
psikolog dan ilmuwan psikologi dari tingkat seluruh jumlah sarjana psikologi yang ada. Di
sarjana strata satu sampai tiga (sarjana DKI Jakarta saja terdapat 21 perguruan tinggi
psikologi, magister psikologi baik sains maupun yang memiliki fakultas, jurusan, atau program
profesi, dan doktor psikologi). studi psikologi (Sailah, 2009). Apabila semua
Berkait dengan organisasi profesi, fakultas/jurusan/prodi tersebut dalam satu tahun
Wikipedia versi bahasa Indonesia mampu meluluskan 200 sarjana, maka jumlah
mendefinisikan organisasi profesional sebagai sarjana psikologi di Jakarta akan meningkat 200
suatu organisasi, yang biasanya bersifat nirlaba, orang setiap tahunnya. Di samping itu, Jakarta
yang ditunjuk untuk suatu profesi tertentu dan merupakan salah satu kota yang sangat diminati
bertujuan melindungi kepentingan publik oleh lulusan dari daerah sebagai tempat untuk
maupun profesional pada bidang tersebut. bekerja. Dengan demikian, ada kemungkinan
Organisasi profesional dapat memelihara atau terjadi migrasi sarjana psikologi dari daerah ke
menerapkan suatu standar pelatihan dan etika kota Jakarta. Meskipun belum ada data yang
pada profesi mereka untuk melindungi publik. komprehensif tentang jumlah sarjana psikologi
(“Organisasi profesional”, 2009). Dalam yang telah lulus setiap tahunnya, dapat
Wikipedia, disebutkan salah satu organisasi dipastikan bahwa angka kumulatif sarjana
profesional yang diakui adalah American psikologi jauh lebih besar dari jumlah total yang
Psychological Association (APA) namun belum terdaftar sebagai anggota Himpsi, baik di
menyebutkan keberadaan Himpsi, meskipun wilayah Jakarta maupun secara keseluruhan di
ada Himpunan Fisika Indonesia dalam kategori Indonesia.
himpunan (“Kategori:Organisasi profesi”, Hal yang menarik untuk diamati adalah
2009). Namun, bila mengikuti definisi di atas, kenyataan bahwa ada sejumlah sarjana
sangat jelas bahwa Himpsi merupakan psikologi tidak mendaftar menjadi anggota
organisasi profesional karena Himpsi Himpsi. Salah satu penyebab yang sering
merupakan organisasi nirlaba, dan satu-satunya diungkapkan secara tidak formal adalah karena
organisasi yang ditunjuk oleh profesi di bidang mereka tidak merasakan manfaat menjadi
psikologi. Lebih jauh, Himpsi mempunyai anggota Himpsi dan kehidupan kariernya tetap
aturan yang jelas berkait dengan etika profesi berkembang tanpa harus menjadi anggota
untuk melindungi kepentingan publik maupun Himpsi. Apabila mereka yang berkecimpung
profesional dalam bidang psikologi. dalam bidang psikologi saja tidak merasa butuh
Himpsi saat ini telah berkembang di 23 untuk menjadi anggota Himpsi, terlebih lagi
wilayah di Indonesia dengan jumlah anggota lulusan psikologi yang meniti karier di luar
lebih dari 9.100 orang. Misi utama Himpsi bidangnya. Perlu dicatat pula bahwa bidang
adalah mengembangkan keilmuan dan profesi psikologi cenderung lebih diminati oleh
HIMPSI JAYA 95

perempuan daripada laki-laki, dan sebagian dari menjadi perhatian pengurus Himpsi Wilayah
mereka menjadi ibu rumah tangga dan tidak DKI Jakarta Raya (Himpsi Jaya). Dalam situs
bekerja. Dengan demikian, mereka mungkin web Himpsi Jaya, diungkapkan:
tidak berminat untuk menjadi anggota Himpsi
karena memang tidak hubungannya dengan ... secara umum Himpsi tidak dapat
kehidupan rumahtangganya. Namun dapat saja mengayomi anggotanya karena Himpsi
mereka tertarik untuk bergabung menjadi meletakkan pengurus sebagai sentra padahal
anggota Himpsi ketika mengetahui Himpsi seharusnya anggota lah yang menjadi sentra
dari setiap kebijakan yang dibuat oleh
mengadakan acara-acara khusus untuk
pengurus... organisasi ini... nyaris tidak ada
menyegarkan pengetahuan mereka tentang
yang tertarik untuk menjadi anggota karena
psikologi yang lebih bersifat terapan sehingga
tidak menjanjikan sesuatu yang bermanfaat
dapat mereka manfaatkan dalam kehidupan bagi anggotanya kecuali harus membayar,
keseharian mereka, misalnya tentang pola membayar dan membayar tanpa memperoleh
pengasuhan anak. imbalan yang sepadan.
Meskipun usianya sudah 50 tahun, kegiatan-
kegiatan organisasi ISPsi/Himpsi selama ini Psikolog sebetulnya mempunyai
tidak banyak dirasakan oleh anggotanya. Pada kepentingan untuk menjadi anggota Himpsi
awal perkembangannya, organisasi ini bahkan karena izin praktik psikolog hanya diberikan
pernah mengalami "mati suri" karena Kongres oleh Himpsi apabila mereka terdaftar sebagai
ISPsi pertama baru dilakukan pada tahun 1979, anggota dan membayar lunas tagihan
yaitu 20 tahun setelah organisasi ini didirikan tahunannya. Namun, kenyataan di lapangan,
(Sriamin, 2007). Setelah itu pun, Himpsi tidak psikolog dapat membuka praktik psikolog tanpa
menunjukkan banyak kemajuan atau membuat harus memegang izin praktik psikolog.
gebrakan yang berarti di bidang psikologi. Psikolog yang sudah dikenal masyarakat tidak
Sejumlah pemerhati organisasi ini menyebut merasa perlu mendapatkan izin praktik psikolog
Himpsi dengan berbagai istilah, antara lain karena tanpa izin pun klien datang kepadanya.
"jalan di tempat", "hidup enggan-mati tak mau", Sejumlah psikolog senior yang lulus tanpa
dan "floating around" yaitu bergerak terus tapi pendidikan profesi (kurikulum lama) juga tidak
hanya berputar-putar dan tidak menuju pada mempunyai izin praktik psikolog. Dengan
suatu tujuan yang jelas. mengandalkan senioritasnya di bidang
Berlandaskan kenyataan di atas, menjadi psikologi, mereka dapat melakukan praktik
anggota Himpsi ataupun tidak menjadi anggota psikolog. Semua berjalan lancar karena pada
terasa tidak ada bedanya. Padahal, untuk dasarnya klien merasa puas dengan layanan
menjadi anggota, Himpsi menarik iuran reguler psikolog tersebut dan tidak mempertanyakan
setiap tahun dari anggotanya. Apabila izin praktik. Selama layanan psikologi yang
perbedaan antara menjadi anggota dan tidak diberikan mematuhi etika profesi, tentu hal ini
anggota hanya pada iuran setiap tahun, tentu tidak menjadi masalah serius, baik di sisi klien
saja banyak ilmuwan psikologi dan psikolog maupun pemberi layanan psikologis.
yang tidak ingin menjadi anggota. Belum Yang menjadi masalah adalah kenyataan
terasakannya manfaat menjadi anggota telah bahwa sejumlah psikolog dan/atau ilmuwan
96 SUCI

psikologi melakukan praktik psikologi yang juga tidak banyak melakukan sosialisasi
menyalahi etika profesi, misalnya memberi dan/atau advokasi ke masyarakat agar datang ke
bimbingan bagaimana menjawab tes psikologi layanan psikologi yang ada izin praktiknya.
atau melakukan interpretasi tes psikologi secara Informasi lengkap tentang kegiatan Himpsi Jaya
tidak bertanggung jawab (“Makin banyak”, terkait dengan sosialisasi kepada masyarakat
2003; Sriamin, 2004). Apabila mereka tidak untuk datang ke layanan psikologi yang
menjadi anggota Himpsi, terlebih tidak mempunyai izin praktik masih sangat terbatas.
mempunyai izin praktik psikolog, maka Himpsi Jaya telah melakukan sosialisasi melalui
kegiatan mereka juga di luar jangkauan Himpsi situs web, misalnya “Penting bagi pengguna
karena Himpsi hanya mampu memantau dan jasa dan praktik psikologi” (2007). Masalahnya,
menegur anggotanya apabila mereka melakukan sosialisasi melalui media maya hanya terbaca
pelanggaran etika profesi. Dengan demikian, oleh mereka yang mempunyai akses ke Internet
klien akan dirugikan dan mereka tidak dan secara khusus membuka situs web tersebut.
mendapat perlindungan. Apabila praktik-praktik Berdasarkan diskusi internal dengan
yang tidak etis seperti ini meningkat dan tidak seorang kolega psikolog di Fakultas Psikologi
terkontrol, hal ini pada akhirnya akan Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma
memengaruhi kredibilitas psikolog dan/atau Jaya yang sering menjadi saksi ahli dalam
ilmuwan psikologi secara keseluruhan. Oleh persidangan, peneliti menemukan hanya satu
sebab itu perlu adanya pengaturan agar keuntungan menjadi anggota Himpsi yang
kesejahteraan klien dan kredibilitas psikolog mempunyai izin praktik psikolog, yaitu berhak
dan/atau ilmuwan psikologi terlindungi, yaitu maju sebagai saksi ahli di persidangan. Dengan
yang dilakukan oleh organisasi profesi. kata lain, hanya mereka yang punya izin
Dalam melakukan pengaturan dan praktik—dan tentu saja berpengalaman
intervensi kepada anggotanya, Himpsi dapat menangani sejumlah klien—yang dianggap
melakukan teguran, peringatan, sampai layak dan diterima oleh penegak hukum untuk
pencabutan izin praktik psikolog. Namun, menjadi saksi ahli di persidangan.
dalam sejarahnya, Himpsi jarang melakukan hal Dalam sebuah rapat Himpsi Jaya pada awal
tersebut karena sangat sedikit kasus 2006, pengurus Himpsi Jaya (termasuk peneliti)
pelanggaran yang dilaporkan ke Himpsi. Salah mencoba mengidentifikasi beberapa
satu hal yang mungkin menjadi penyebabnya kemungkinan masalah yang ada, khusus untuk
adalah karena masyarakat tidak mengetahui wilayah DKI Jakarta. Salah satu hal yang
tentang aturan praktik profesi psikologi, menjadi perhatian Himpsi Jaya adalah proses
sehingga mereka datang ke layanan psikologi pendaftaran calon anggota yang dirasa
tanpa perlu mengetahui apakah psikolog menyulitkan karena harus membuka rekening
tersebut punya izin praktik. Apabila mereka koran di Bank Negara Indonesia (B.N.I.) yang
mendapat layanan dari psikolog yang tidak ditunjuk terlebih dahulu serta menyetor
mengantungi izin praktik dan tidak memuaskan sejumlah uang. Setelah itu calon anggota harus
atau bahkan merugikan, mereka tidak tahu ke memberitahu dan menunggu proses yang cukup
mana harus melayangkan pengaduan, serta lama untuk akhirnya menerima kartu anggota.
bagaimana prosedurnya. Dalam hal ini, Himpsi Di wilayah Jakarta, hanya satu cabang BNI
HIMPSI JAYA 97

yang ditunjuk untuk memproses keanggotaan, Himpsi Jaya mempunyai akses Internet, mereka
sehingga menyulitkan calon. Dalam hal ini, yang mempunyai akses dan membuka milis
Himpsi Jaya memberi alternatif pendaftaran beranda@himpsijaya.org secara reguler pun
anggota tanpa membuka rekening koran di bank tidak banyak yang merespon dan mengirim
BNI yang ditunjuk. Sejumlah anggota kembali kuesioner yang disebarkan.
(termasuk peneliti) telah menikmati jalur Konsekuensinya, sulit bagi organisasi Himpsi
alternatif tersebut. untuk bergerak lebih lincah mengikuti
Permasalahan lain yang membuat calon perkembangan jaman kalau ternyata anggota
enggan menjadi anggota Himpsi adalah karena Himpsi tidak secara sungguh-sungguh bersedia
kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Himpsi terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan
dirasa kurang cocok dengan kebutuhan semua oleh Himpsi. Temuan awal ini membuat peneliti
anggotanya sehingga kegiatan yang diadakan makin yakin perlunya mengidentifikasi apa saja
kurang memberi manfaat bagi kelompok permasalahan yang dirasakan oleh anggota
tertentu. Sebagaimana disebutkan oleh Ketua Himpsi Jaya.
Himpsi Jaya periode 2005-2008 dalam situs Berlandaskan berbagai permasalahan yang
web Himpsi Jaya, segala kegiatan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
dilaksanakan di setiap wilayah harus bertujuan untuk melakukan evaluasi organisasi
memfasilitasi ilmuwan psikologi dan psikolog Himpsi Jaya kepengurusan periode 2005-2008
sebagai konsekuensi dari berubahnya ISPsi berdasarkan aspirasi anggota, calon anggota,
menjadi Himpsi. Dalam kenyataannya, ilmuwan maupun mantan anggota Himpsi Jaya.
psikologi masih menjadi "anak tiri" (Sriamin, Penelitian ini mencoba melanjutkan apa yang
2007). sudah dimulai oleh peneliti pada tahun 2006,
Untuk menjaring informasi dari anggota, dalam hal mana peneliti tidak berhasil
pada tahun 2006 peneliti—dengan dukungan menjaring informasi melalui survei saat itu,
Himpsi Jaya—menyebarkan survei guna namun mendapat indikasi awal adanya
mengevaluasi apa saja yang menjadi aspirasi permasalahan tentang partisipasi anggota
anggota. Kuesioner disebarkan melalui milis sebagai bagian dari permasalahan.
(mailing list) organisasi, yaitu Keterbatasan biaya merupakan salah satu
beranda@himpsijaya.org. Selain itu, kuesioner kendala untuk melakukan pelacakan dalam
juga disebarkan secara langsung di beberapa meminta anggota mengirimkan kembali
tempat. Namun demikian, ternyata kuesioner kuesioner yang telah disebarkan, termasuk
tidak mendapat tanggapan yang berarti karena upaya untuk menelepon dan melengkapi
hanya lima kuesioner yang kembali ke formulir yang dikirim dengan amplop
sekretariat Himpsi Jaya dan delapan kuesioner berperangko.
yang kembali ke salah satu pengurusnya di Beberapa informasi utama yang ingin digali
Unika Atma Jaya. dalam penelitian ini berkaitan dengan
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa keanggotaan responden dalam organisasi,
permasalahan Himpsi tidak hanya dari pihak pendapat responden tentang kinerja pengurus
pengurus saja, namun juga partisipasi anggota Himpsi Jaya, serta masukan yang ingin
yang minimal. Meskipun tidak semua anggota disampaikan oleh responden untuk menjadi
98 SUCI

perhatian pengurus Himpsi Jaya. Dalam pelaksanaannya, peneliti bersama


Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengurus Himpsi Jaya menyebarkan kuesioner
manfaat terhadap perkembangan dan kemajuan secara langsung pada berbagai kegiatan yang
organisasi. Masukan-masukan yang didapat diselenggarakan oleh Himpsi Jaya, antara lain
diharapkan menjadi dasar organisasi Himpsi sarasehan dalam rangka hari anti-madat se-
Jaya, khususnya periode selanjutnya dalam dunia di Unika Atma Jaya yang dilaksanakan
melakukan perubahan agar dapat berkembang pada tanggal 29 Juni 2007. Peneliti juga
mengikuti perubahan jaman di masa menyebarkan kuesioner ke dosen Fakultas
mendatang. Psikologi Unika Atma Jaya. Pada hampir setiap
bulan di tahun 2007 ada sejumlah responden
Metode yang bersedia menjawab kuesioner yang disebar
(lihat Tabel 1).
Rancangan dan Partisipan
Seluruh kuesioner yang terkumpul di
sekretariat Himpsi Jaya dikirim ke peneliti dan
Penelitian ini merupakan penelitian
digabung dengan kuesioner yang dikumpulkan
deskriptif yang menggunakan pendekatan
peneliti untuk kemudian dilakukan komputasi
kuantitatif. Penelitian ini merupakan kerjasama
dan analisis dengan menggunakan Microsoft
antara Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Excel dan SPSS for Windows. Entri data
Indonesia Atma Jaya, Jakarta dan Pengurus
dilakukan secara bertahap. Untuk data tahun
Himpsi Jaya Periode 2005-2008. Dengan
2006, dilakukan komputasi pada bulan Juli dan
informasi dan bantuan teknis yang diberikan
Desember 2006; sementara data tahun 2007
oleh Pengurus Himpsi Jaya, peneliti melakukan
pada bulan Oktober sampai Desember 2007.
tindak lanjut mengenai apa saja yang sudah
Oleh karena penelitian ini merupakan
dilakukan oleh Pengurus berkaitan dengan
kelanjutan survei yang dilakukan oleh peneliti
survei yang pernah dilakukan dan pelaksanaan
pada tahun 2006, kuesioner penelitian ini
penelitian yang sebaiknya dilaksanakan.
merupakan pengembangan dari kuesioner yang
Menurut Ketua Himpsi Jaya 2005-2008,
pernah disebarkan pada tahun 2006. Dengan
Lukman Sarosa Sriamin (komunikasi personal,
demikian, terdapat beberapa pertanyaan baru
2006), jumlah anggota di Jakarta yang terdaftar
yang berbeda, khususnya berkait dengan
adalah sekitar 2.500 orang. Dari jumlah ini,
pertanyaan terbuka. Karena hanya tiga
anggota yang membayar iuran tahunan secara
pertanyaan tertutup yang ditambahkan, hampir
reguler kepada sekretariat berjumlah sekitar
semua pertanyaan di dua periode pengambilan
1.500 orang. Oleh karena keterbatasan biaya
data tersebut dapat digabungkan untuk dilihat
dan kesulitan teknis untuk mendapatkan
distribusi frekuensinya.
kembali kuesioner melalui pos, peneliti
berharap untuk mendapatkan sampel setidaknya
Hasil dan Pembahasan
10% dari jumlah yang membayar, yaitu 150
orang, dengan teknik sampel dipermudah Sampai dengan akhir tahun 2007, peneliti
(convenience sampling). bersama pengurus Himpsi Jaya berhasil
mengumpulkan 84 kuesioner yang telah diisi,
Prosedur dan Analisis baik oleh anggota maupun bukan/mantan
HIMPSI JAYA 99

anggota Himpsi Jaya. Dari jumlah tersebut, 13 dari separuh responden berada pada rentang
diantaranya merupakan hasil survei periode usia antara 21 dan 30 tahun. Hal ini
pertama pada tahun 2006 dan sisanya sejumlah mencerminkan bahwa kawula muda memberi
71 adalah hasil survei periode kedua yang perhatian sangat besar pada keberadaan dan
dilakukan oleh peneliti dengan dana Unika kinerja organisasi Himpsi Jaya.
Atma Jaya. Dari dua periode pengambilan data,
ternyata ada satu responden yang mengisi dua
kali, sehingga salah satu diantaranya harus Tabel 1
dikeluarkan dari penelitian. Peneliti Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan
mengeluarkan data responden tersebut pada Bulan/Tahun Pengambilan Data dan Wilayah
Tempat Tinggal Subjek (N = 83)
survei periode pertama dengan asumsi bahwa
Karakteristik Jumlah %
survei periode kedua dilakukan lebih mutakhir
Tahap survei
dengan pertanyaan lebih lengkap dan jawaban 2006 12 14,5
yang diberikan berdasar pada perkembangan 2006/2007 71 85,5
kinerja Himpsi Jaya terakhir.
Alamat tinggal
Tabel 1 menggambarkan distribusi
Jakarta Pusat 11 13,3
frekuensi responden yang mencakup seluruh Jakarta Utara 2 2,4
wilayah Himpsi Jaya, termasuk Bekasi, Depok, Jakarta Timur 21 25,3
Bogor, Tangerang dan satu responden dari Jakarta Selatan 12 14,5
Jakarta Barat 10 12,0
Balikpapan. Secara geografis wilayah-wilayah
Bekasi 8 9,6
tersebut tidak termasuk Daerah Khusus Ibukota Tangerang 12 14,5
Jakarta Raya (DKI Jaya). Namun karena Depok 4 4,8
keanggotaan Himpsi dapat terjadi berdasar pada Bogor 2 2,4
Lainnya: Balikpapan 1 1,2
domisili atau tempat kerja, maka responden
yang adalah anggota, mantan anggota, dan Bulan/Tahun
pemerhati Himpsi bisa mencakup wilayah yang Januari 2006 1 1,2
cukup bervariasi, termasuk yang dari Maret 2006 9 10,8
April 2006 4 4,8
Balikpapan. Dari distribusi frekuensi wilayah
Desember 2006 2 2,4
pada Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa Januari 2007 9 10,8
seperempat responden berasal dari Jakarta Februari 2007 1 1,2
Timur. Oleh karena teknik sampling penelitian Maret 2007 18 21,7
April 2007 1 1,2
ini tidak acak, maka jumlah tersebut tidak
Juni 2007 11 13,3
memberi makna tertentu, kecuali bahwa Agustus 2007 7 8,4
penelitian ini mampu mengumpulkan data dari September 2007 13 15,7
responden Jakarta Timur lebih banyak daripada Oktober 2007 3 3,6
Missing 4 4,8
wilayah lain.
Selanjutnya Tabel 2 memberi gambaran
rentang usia, jenis kelamin, status perkawinan, Hal tersebut di atas mungkin karena Himpsi
pendidikan, dan pekerjaan responden. Jaya dipikirkan berpengaruh pada karier masa
Berkaitan dengan usia, nampak bahwa lebih depan mereka sebagai psikolog. Dengan
100 SUCI

perkataan lain, kawula muda psikologi menaruh Apabila dikaitkan dengan status
harapan yang besar pada organisasi Himpsi perkawinan, maka dapat dilihat bahwa hampir
Jaya dalam mengembangkan karier mereka di separuh dari responden belum menikah (n = 37;
bidang psikologi. Sayang sekali, kuesioner 44,6%) dan separuh yang lain sudah menikah (n
survei tidak menanyakan daerah asal para = 38; 45,8%). Dari 37 responden yang belum
responden sehingga sulit untuk membuat menikah, 31 diantaranya berada pada rentang
gambaran lebih jauh tentang gambaran mereka usia 21 sampai 30 tahun. Hal ini makin
yang berasal dari daerah dan dari Jakarta. memperjelas bahwa kawula muda yang
sebagian besar belum menikah memiliki
harapan besar pada Himpsi Jaya untuk
Tabel 2 meningkatkan karier mereka, khususnya
Latar Belakang Responden (N = 83) sebagai psikolog profesional.
Karakteristik Jumlah % Argumen di atas semakin diperkuat apabila
Usia melihat status pendidikan responden yang
21–30 tahun 42 50,6
sebagian besar telah menyelesaikan pendidikan
41–40 tahun 14 16,9
41–50 tahun 13 15,7 profesi psikolog, baik Pendidikan Profesi
51 tahun ke atas 14 16,9 maupun Magister Profesi, yaitu sejumlah 65
orang (78,3%). Dari seluruh responden yang
Bulan/Tahun
telah lulus Magister Profesi (n = 40; 48,2%), 33
Januari 2006 1 1,2
Maret 2006 9 10,8 diantaranya berada pada rentang usia 21 sampai
April 2006 4 4,8 30 tahun. Pada rentang usia tersebut, seseorang
Desember 2006 2 2,4 sedang memasuki usia dewasa muda atau early
adulthood. Erikson (dalam Santrock, 2006)
Status pernikahan
Belum menikah 37 44,6 menyebutkan bahwa periode ini berada pada
Sudah menikah 38 45,8 tahap perkembangan keenam dari teori tahapan
Janda atau duda 3 3,6 perkembangan yang dirumuskannya. Pada
tahapan ini seseorang memasuki masa dimana
Jenis kelamin
Perempuan 64 77,1 ia mempunyai kebutuhan untuk mendapatkan
Laki-laki 19 22,9 keintiman dengan pasangan. Pada saat yang
sama, individu juga mempunyai keinginan kuat
Pendidikan
untuk mandiri. Dengan demikian perkembangan
Sarjana 8 9,6
Sarjana plus profesi 25 30,1 individu pada tahap ini akan melibatkan
Magister profesi 40 48,2 kemampuan untuk melakukan keseimbangan
Sarjana 8 9,6 antara keintiman dan komitmen pada satu
Sarjana plus profesi 6 7,2
pihak, serta kemandirian dan kebebasan pada
Pekerjaan pihak yang lain.
Tidak bekerja 3 3,6 Temuan di atas, bahwa sebagian besar
Wiraswasta 15 18,1 responden survei adalah kawula muda perlu
Pegawai negeri sipil 9 10,8
menjadi perhatian pengurus Himpsi Jaya agar
Karyawan swasta 35 42,2
Lain-lain 21 25,3 meningkatkan kinerjanya dan memberi layanan
HIMPSI JAYA 101

yang dibutuhkan oleh para psikolog muda yang Apabila dikaitkan dengan teori
sedang meniti karier di bidang psikologi. Perlu perkembangan Erikson yang telah dipaparkan
dipahami juga bahwa mungkin sebagian kawula sebelumnya, dapat dikatakan bahwa kebutuhan
muda yang berada di Jakarta adalah mereka untuk mandiri pada masa kini, yaitu dengan
yang berasal dari daerah dan meninggalkan mendapatkan pekerjaan yang diinginkan
daerah asalnya untuk mendapatkan kehidupan merupakan kebutuhan lintas jender. Mengingat
yang lebih baik, termasuk menikah dan bahwa Himpsi Jaya meliputi wilayah Jakarta
mendapat pekerjaan. Dalam teori konteks Raya yang merupakan ibukota metropolitan,
transisi, Holdsworth dan Morgan (2005) nampak di sini bahwa perempuan muda
menyatakan bahwa umumnya orang muda memiliki kesempatan untuk setara dengan
meninggalkan rumah orangtuanya untuk lawan jenisnya berkait dengan kesempatan
mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, untuk bekerja dan berkarier. Hal ini mungkin
menikah (umumnya terjadi pada perempuan), akan berbeda apabila survei dilakukan di
dan meraih kemandirian dengan bekerja. wilayah lain atau di daerah di mana nilai
Lebih lanjut terkait dengan jenis kelamin, tradisional lebih mengharapkan perempuan
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas untuk memprioritaskan untuk mendapatkan
responden adalah perempuan. Banyaknya keintiman dan komitmen dengan pasangan
responden perempuan ini tidak terlalu dalam wadah pernikahan, dibanding
mengherankan mengingat bahwa, seperti yang mendapatkan kemandirian dan kebebasan.
sudah dikemukakan sebelumnya, sejak di Selanjutnya penelitian ini ingin mengetahui
bangku perkuliahan pun bidang psikologi masalah-masalah yang berkait dengan
merupakan bidang ilmu yang cenderung lebih keanggotaan responden dalam organisasi
diminati oleh perempuan daripada laki-laki. Himpsi Jaya, antara lain, sebagai berikut: tahun
Berkait dengan pekerjaan, sebagian besar pertama kali mereka menjadi anggota, status
responden karyawan swasta, baik di perguruan saat mendaftar, pembayaran iuran, serta apakah
tinggi, perusahaan, maupun di bidang swasta mereka tetap menjadi anggota sampai sekarang.
lain. Tabel 2 menunjukkan bahwa seperempat Tabel 3 memberi gambaran distribusi frekuensi
responden (n = 21; 25,3%) menyatakan tentang keanggotaan responden secara
pekerjaan lain selain yang telah disebutkan keseluruhan. Dari tabel tersebut dapat diketahui
dalam kuesioner. Dari jawaban terbuka didapat bahwa sebagian besar responden menjadi
informasi bahwa mereka adalah mahasiswa anggota Himpsi pertama kali pada tahun 2000-
Magister Profesi Psikologi (M.Psi.), baru saja an (n = 48; 57,8%). Sejumlah 20 responden
lulus S2, belum bekerja atau sedang mencari tidak menjawab pertanyaan ini, mungkin karena
pekerjaan, dosen, pensiunan, dan konsultan atau tidak ingat lagi tahun pertama kali menjadi
associate lepas maupun di lembaga psikologi. anggota. Di samping itu, ada fakta menarik,
Secara umum dapat disimpulkan bahwa yakni adanya 15 responden yang menyatakan
responden yang menanggapi survei ini sebagian bahwa mereka menjadi anggota Himpsi pertama
besar adalah perempuan psikolog muda yang kali jauh sebelum tahun 2000. Dua diantaranya
telah bekerja atau sedang mencari pekerjaan, masing-masing menjadi anggota Himpsi sejak
menikah ataupun belum. 1962 dan 1967, dua yang lain 1977 dan 1979.
102 SUCI

Tabel 3 menjadi responden, namun kesediaan mereka


Keanggotaan Responden (N = 83) mengisi kuesioner penelitian menunjukkan
Karakteristik Jumlah % perhatian dan keprihatinannya yang sangat
Tahun I menjadi anggota besar pada organisasi Himpsi yang telah mereka
1962–1999 15 18,1
ikuti selama puluhan tahun. Dalam konteks
2000–2006 24 28,9
2007 24 28,9 yang normal, keterlibatan generasi tua untuk
Tidak menjawab 20 24,1 menjadi responden sebuah survei merupakan
hal yang sangat istimewa, karena pada
Status saat registrasi
umumnya generasi tua cenderung tidak ingin
Baru lulus sarjana 14 16,9
Lulus M.Psi. 30 36,1 terlibat dalam kegiatan secara aktif. Namun,
Sudah bekerja 1 tahun 14 16,9 Feldman (dalam Weick, 1995) menyatakan
Sudah bekerja > 1 tahun 15 18,1 bahwa kesediaan seorang anggota melakukan
Terlibat layanan 9 10,8
sesuatu dalam organisasi merupakan sebuah
psikologis
Ibu rumahtangga 1 1,2 keputusan yang masuk akal karena anggota
Lain-lain (Dosen, 5 6,0 sebuah organisasi perlu memahami dan berbagi
Mahasiswa M.Psi.) pemahaman tentang hal-hal yang penting dari
organisasi, misalnya apa makna Himpsi, apakah
Sejak registrasi, bayar
iuran secara reguler? organisasi berjalan dengan baik atau tidak, apa
Ya 43 51,8 saja permasalahan yang dihadapi, dan
Tidak 27 32,5 bagaimana solusi yang perlu diambil. Dengan
Tidak menjawab 13 15,7
demikian, dapat dikatakan bahwa kesediaan
Alasan tidak bayar reguler generasi tua untuk menjadi responden akan
Lupa 6 7,2 memperkaya organisasi Himpsi, karena mereka
Tidak ditagih 10 12,0 mempunyai pengalaman organisasi Himpsi
Tidak merasa butuh 3 3,6
pada periode-periode sebelumnya untuk
Tidak bermanfaat 3 3,6
Prosedur sulit 5 6,0 diinformasikan pada generasi muda sebagai
Lain-lain 8 9,6 cermin.
Apabila melihat status akademis dan/atau
Bagaimana bayar iuran?a
profesional responden saat mendaftar pertama
Langsung/kontak 35 49,3
sekretariat Himpsi kali menjadi anggota Himpsi, Tabel 3
Titip teman/anggota 8 11,3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
Melalui B.N.I. 6 8,5 mendaftar menjadi anggota saat lulus program
Lain-lain 8 11,3
Magister Profesi Psikologi/M.Psi. (n = 30;
Masih jadi anggota?a 36,1%). Hal ini sangat wajar karena semua
Ya 58 81,7 lulusan Magister Profesi Psikologi akan
Tidak 2 2,8 mendapat sebutan psikolog dan menerima ijin
a
Pertanyaan tentang masih jadi anggota dan
praktik psikolog dari Himpsi untuk periode
bagaimana bayar iuran hanya terdapat pada
penelitian (N = 71) tertentu. Sebagai syarat untuk mendapat ijin
praktik psikolog, mereka harus menjadi anggota
Meskipun hanya sedikit generasi tua yang Himpsi terlebih dahulu. Oleh karena organisasi
HIMPSI JAYA 103

profesi seperti Himpsi mempunyai aturan yang pengadministrasian organisasi Himpsi Jaya
perlu ditaati oleh anggotanya, maka para perlu dibenahi agar ada sistem yang jelas untuk
psikolog yang baru menyelesaikan pendidikan mengetahui dan segera memberitahu responden
profesinya merasa perlu terikat dengan yang masa keanggotaannya hampir habis.
organisasi profesi tersebut, yaitu Himpsi, agar Apabila dikaitkan dengan apa yang
dapat melakukan tugas keprofesiannya. Hall dikemukakan oleh Hall (2002) sebelumnya,
(2002) menjelaskan alasan yang sangat maka dapat disimpulkan bahwa tidak adanya
sederhana tentang alasan seseorang motivasi untuk membayar secara regular
membutuhkan organisasi, yaitu untuk mengindikasikan bahwa anggota kurang merasa
melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan membutuhkan Himpsi. Pada masa tertentu,
oleh individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, bilamana anggota Himpsi sudah mempunyai
individu sebagai makhluk sosial perlu pekerjaan tetap dan mapan, keanggotaan pada
berinteraksi dengan individu lain, baik dalam organisasi mungkin tidak menjadi urgen lagi
bentuk antar individu tersebut maupun dalam seperti pada masa dewasa muda saat mereka
bentuk organisasi. Terlebih lagi, dalam masa baru lulus dari pendidikan dan menjadi
dewasa muda, mereka sedang meniti karier psikolog. Apabila administrasi keanggotaan
untuk dapat mandiri dan perlu mengembangkan Himpsi tidak memiliki sistem yang secara
jejaring sosialnya. otomatis mengingatkan anggotanya bahwa
Dari 83 responden penelitian, sekitar masa keanggotaannya hampir habis, maka
separuhnya mengaku membayar iuran anggota yang kariernya sudah mapan mungkin
keanggotaan Himpsi secara reguler (n = 43; tidak ingat dan tidak merasa butuh
51,8%). Selain itu 27 responden (32,5%) memperbaharui keanggotaannya sampai pada
menyatakan membayar tidak secara reguler, dan kondisi tertentu dimana mereka harus punya
sisanya sejumlah 13 responden tidak menjawab. izin praktik psikolog sebagai bukti yuridis.
Oleh karena teknik pengambilan sampel tidak Hal lain yang perlu diperhatikan oleh
acak, persentase ini tidak mencerminkan pengurus Himpsi Jaya adalah terkait dengan
seluruh anggota Himpsi Jaya yang berjumlah masalah prosedur yang dianggap sulit oleh
sekitar 2500 orang dan sekitar 1500 diantaranya anggota. Sejumlah delapan responden (lima
(60%) membayar iuran secara reguler. orang dalam jawaban tertutup dan tiga orang
Sejumlah 40 responden yang mengaku tidak dalam jawaban terbuka) menyatakan bahwa
membayar secara reguler maupun yang tidak prosedur pembayaran sulit. Jawaban terbuka
menjawab pertanyaan tersebut memberikan lain menyebutkan kurangnya informasi, tidak
jawaban tentang alasan tidak membayar secara adanya sosialisasi, tidak tahu bayar kemana,
reguler. Seperempat dari mereka, yaitu sepuluh dan belum tahu prosedurnya. Dengan demikian
orang, menyatakan bahwa mereka tidak dapat disimpulkan bahwa meskipun Himpsi
membayar secara reguler karena tidak ditagih. memberitahu anggota bahwa masa berlaku
Di samping itu, ada enam responden keanggotaannya hampir habis, namun bila tidak
menyatakan lupa. Jawaban ini sangat erat disediakan prosedur yang mudah, anggota dapat
hubungannya dengan masalah tidak ditagih. merasa enggan untuk membayar secara reguler.
Penemuan ini memberi indikasi bahwa Untuk itu perlu dipikirkan prosedur yang
104 SUCI

sederhana dan memudahkan anggota keseluruhan, jawaban responden di atas


melakukan pembayaran secara reguler. menunjukkan bahwa sistem pembayaran
Hall (2002) menyatakan bahwa organisasi keanggotaan Himpsi masih sangat manual
melayani kepentingan individu atau kelompok, sehingga kemungkinan cara-cara tradisional
dan kepentingan-kepentingan inilah yang akan seperti ini menjadi kendala sebagian anggota
mempertajam arah organisasi, sehingga dapat dalam membayar iuran secara reguler.
memberi dampak nyata pada masyarakat. Hal terakhir yang ditanyakan terkait dengan
Berdasarkan uraian Hall ini, maka pengurus masalah keanggotaan responden adalah status
Himpsi perlu mempunyai rasa melayani dan keanggotaan saat ini. Dari 71 responden
memikirkan bagaimana kepentingan (kuesioner format baru), hanya 60 yang
anggotanya dapat terpenuhi. Sebagai imbal menjawab dan 58 diantaranya (81,7%)
balik, Himpsi juga akan mendapat manfaat dari menyatakan bahwa mereka masih menjadi
anggotanya. Dengan perkataan lain, apabila ada anggota Himpsi Jaya saat ini. Oleh karena ada
prosedur yang sederhana dan mudah untuk kecenderungan bahwa responden penelitian ini
menjadi anggota dan membayar iuran tahunan, adalah mereka yang memberikan perhatian
anggota akan cenderung dengan senang hati besar pada organisasi Himpsi dan hadir dalam
melakukan perpanjangan masa keanggotaan, berbagai kegiatan Himpsi, maka sangat wajar
dan Himpsi mampu mengumpulkan dana iuran apabila persentase tersebut sangat tinggi.
dengan lebih baik untuk melakukan kegiatan- Sebagaimana telah disebutkan oleh Hall
kegiatan organisasi yang bermanfaat bagi (2002), individu membutuhkan organisasi
anggota. karena tidak dapat melakukan hal-hal tertentu
Selanjutnya terkait dengan pengalaman sendirian. Dengan demikian, komitmen anggota
responden selama ini tentang sistem yang tinggi ini merupakan modal yang baik
pembayaran yang mereka lakukan, Tabel 3 sekali bagi organisasi untuk menjadi agen
menunjukkan bahwa hampir separuh responden perubahan dalam masyarakat.
(n = 35; 49,3%) menyatakan bahwa Topik selanjutnya adalah bagian utama dari
pembayaran dilakukan secara langsung atau penelitian evaluasi ini, yakni bagaimana
dengan mengontak sekretariat Himpsi Jaya, dan responden melihat kinerja pengurus Himpsi
delapan responden (11,3%) menyatakan titip Jaya periode 2005-2008 secara umum, dalam
teman/anggota Himpsi lain. Hanya enam hal layanan kartu anggota, layanan izin praktik
responden (8,5%) yang mengaku membayar psikolog, layanan sosial psikologis, kerjasama
melalui B.N.I., bank yang menjadi rekanan dengan lembaga lain, kualitas layanan,
Himpsi dalam pembayaran iuran anggota. pemberdayaan anggota, dan upaya Himpsi
Apabila menengok jawaban terbuka, responden memelihara komunikasi dengan anggota. Tabel
menyatakan bahwa mereka melakukan 4 memberikan gambaran evaluasi responden
pembayaran secara aksidental atau tidak tentang kinerja Himpsi Jaya.
sengaja, misalnya pada saat ada acara Himpsi, Secara keseluruhan, mayoritas responden
ada pertemuan, acara wisuda, diurus oleh menyatakan bahwa kinerja pengurus Himpsi
kantor, saat ada petugas Himpsi datang, atau Jaya 2005-2008 biasa-biasa saja (n = 39; 52%).
saat mengurus izin praktik psikolog. Secara Yang dimaksud biasa-biasa saja di sini lebih
HIMPSI JAYA 105

pada tidak adanya prestasi yang berarti. Lebih dalam komponen ini biasa-biasa saja.
spesifik, kinerja pengurus Himpsi Jaya yang Oleh karena layanan pengurus yang
secara signifikan dianggap biasa-biasa saja berhubungan dengan kartu anggota, izin praktik
dapat ditemukan pada komponen layanan sosial psikolog, dan pemberdayaan anggota akan
dan psikologi pada masyarakat yang sangat dipengaruhi kecocokan waktu antara
membutuhkan (n = 43; 62%), komponen anggota dan pengurus, maka penelitian ini juga
pemberdayaan anggota (n = 40; 57%), ingin mengetahui hari dan waktu yang
komponen kerjasama dengan perguruan tinggi memungkinkan anggota untuk datang ke
atau lembaga lain (n = 30; 48%), dan komponen sekretariat Himpsi Jaya serta hadir dalam acara-
upaya memelihara komunikasi dengan anggota acara yang diselenggarakan. Tabel 5 memberi
(n = 35; 48%). Lebih lanjut, Tabel 4 gambaran hari dan waktu yang menjadi pilihan
menunjukkan bahwa mayoritas responden juga responden untuk bisa aktif terlibat dan/atau
menyatakan bahwa kinerja pengurus Himpsi hadir dalam kegiatan Himpsi Jaya. Dalam tabel
Jaya biasa-biasa saja pada komponen layanan tersebut nampak dengan jelas bahwa Rabu dan
izin praktik psikolog (n = 27; 36%) dan Kamis siang merupakan hari yang paling
komponen layanan yang cepat dan efektif (n = disarankan bagi sebagian besar responden untuk
29; 39%). Hanya pada komponen layanan kartu datang ke sekretariat Himpsi Jaya. Hal ini tentu
anggota, mayoritas responden menyatakan tidak berarti bahwa sekretariat tidak perlu buka
kinerja pengurus Himpsi Jaya memuaskan (n = pada hari yang lain, namun pilihan responden
26; 33%). Penilaian ini mungkin kurang mengindikasikan bahwa layanan yang berkaitan
signifikan mengingat bahwa sejumlah 23 dengan kebutuhan anggota dapat lebih
responden (30%) menyatakan kinerja pengurus diintensifkan pada kedua hari dan waktu itu.

Tabel 4.
Evaluasi Responden Tentang Kinerja Pengurus Himpsi Jaya
Komponen Kinerja Pilihan Jawaban Jumlah
Himpsi Jaya A B C D E (%)
Kinerja Himpsi Jaya secara 7 (9.3) 15 (20.0) 39 (52.0) 13 (17.3) 1 (1.3) 75 (100)
umum
Kinerja layanan kartu anggota 8 (10.3) 18 (23.1) 23 (29.5) 26 (33.3) 3 (3.8) 78 (100)
Kinerja layanan izin praktik 4 (5.3) 16 (21.3) 27 (36.0) 25 (33.3) 3 (4.0) 75 (100)
Kinerja layanan sosial & 3 (4.3) 5 (7.2) 43 (62.3) 16 (23.2) 2 (2.9) 69 (100)
psikologis pd masyarakat
yang membutuhkan
Kinerja kerjasama dengan 1 (1.6) 6 (9.7) 30 (48.4) 21 (33.9) 4 (6.5) 62 (100)
PT/lembaga lain
Kinerja layanan cepat & 10 (13.3) 11 (14.7) 29 (38.7) 22 (29.3) 3 (4.0) 75 (100)
efektif
Kinerja pemberdayaan 4 (5.7) 13 (18.6) 40 (57.1) 13 (18.6) 0 (0.0) 70 (100)
anggota
Kinerja upaya memelihara 6 (8.2) 15 (20.5) 35 (47.9) 15 (20.5) 2 (2.7) 73 (100)
komunikasi dengan
anggota
Catatan. A = sangat tidak memuaskan, B = tidak memuaskan, C = biasa saja, D = memuaskan, E = sangat
memuaskan
106 SUCI

Tabel 5 hari-hari kerja adalah waktu yang mereka


Saran Tentang Hari/Waktu Sekretariat Buka alokasikan untuk memenuhi kebutuhan akan
dan Kesediaan Hadir kemandiriannya, sementara hari libur adalah
Karakteristik Saran Dapat untuk memenuhi kebutuhan akan keintimannya.
Buka Hadir
Oleh karena kegiatan-kegiatan yang terkait
Hari
Senin 50 14 dengan pemberdayaan anggota maupun layanan
Selasa 51 17 sosial pada publik akan membutuhkan
Rabu 52 17 keterlibatan anggota secara aktif, maka
Kamis 52 16
penelitian ingin mengetahui sejauh mana
Jumat 49 23
Sabtu 38 44 responden berminat dan bersedia terlibat pada
kegiatan yang diadakan oleh pengurus. Tabel 6
Waktu memberi gambaran yang sangat positif dalam
Pagi 47 24
hal mana hampir semua responden menyatakan
Noon time 35 13
Siang 49 25 bersedia hadir dalam kegiatan Himpsi Jaya (n =
Sore 39 20 74; 89%), berminat membagikan pengalaman,
Malam 5 9 tenaga, dan pikirannya untuk ikut terlibat (n =
70; 84%), dan bersedia dikontak saat
dibutuhkan (n = 60; 72%). Dari 60 responden
Dari tabel yang sama dapat dilihat bahwa
yang menyatakan bersedia dikontak, 56
hari Sabtu bukanlah hari yang disarankan agar
diantaranya memberikan nomor teleponnya
sekretariat Himpsi Jaya untuk buka, namun
sehingga dapat dihubungi saat dibutuhkan.
merupakan hari yang paling disarankan untuk
Berkaitan dengan interaksi antara anggota
Himpsi mengadakan acara-acara yang
dan organisasi, maka dapat diambil kesimpulan
menghadirkan anggota karena sebagian besar
bahwa anggota Himpsi pada umumnya
responden menyatakan bisa hadir pada hari
mempunyai harapan yang besar pada organisasi
Sabtu siang. Dengan mengaitkan gambaran
profesi untuk memberi layanan sesuai yang
subyek penelitian yang telah dipaparkan
dibutuhkan anggota. Pada sisi lain, anggota juga
sebelumnya, dimana sebagian besar adalah
bersedia terlibat dalam berbagi pengalaman
perempuan, menikah dan telah bekerja, maka
untuk memberi manfaat pada anggota yang lain.
nampak bahwa mereka ingin menghabiskan
Hall (2002) menyatakan bahwa partisipasi
waktu di akhir pekan bersama keluarganya. Hal
dalam organisasi yang bersifat sukarela, seperti
ini sesuai dengan kebutuhan akan keintiman
organisasi sosial dan profesi, akan memberi
yang menjadi salah satu prioritas pada mereka
anggota segala kemungkinan untuk tumbuh dan
yang berada di masa dewasa awal.
berkembang. Dengan demikian, kesediaan
Sebagaimana disebutkan di awal, bahwa pada
anggota untuk saling berbagi merupakan modal
tahap dewasa awal, individu perlu mengatur dua
yang baik sekali bagi organisasi Himpsi untuk
kebutuhan utama yang mungkin saling
memberi layanan pada anggotanya untuk
menuntut perhatiannya, yaitu keintiman dan
berkembang bersama-sama.
komitmen di satu pihak, serta kemandirian dan
Dari hasil pertanyaan terbuka, ada berbagai
kebebasan di lain pihak. Dengan perkataan
kegiatan yang ingin disumbangkan oleh
lain, individu pada umumnya mengatur bahwa
HIMPSI JAYA 107

Tabel 6 memahami bahwa kawula muda memberi


Minat dan Keterlibatan Responden Pada perhatian besar pada organisasi profesi karena
Kegiatan Himpsi Jaya (N = 83) ini menyangkut nasib kariernya pada masa
Respon Jumlah % mendatang.
Bersedia hadir dalam 74 89,2
Apabila dikaitkan dengan berkembangnya
kegiatan Himpsi
Jaya wacana tentang pengaturan kompetensi dan
Berminat membagikan 70 84,3 sertifikasi profesi psikolog, maka pengurus
pengalaman, tenaga, Himpsi Jaya perlu merancang program-program
dan pikiran
yang konkret guna meningkatkan kompetensi
Bersedia dikontak bila 60 72,3
dibutuhkan anggotanya. Dalam pelaksanaannya, pengurus
Himpsi dapat saja bekerjasama dengan asosiasi-
asosiasi yang sudah terbentuk dalam wadah
responden antara lain pengembangan program Himpsi. Lebih lanjut, pengurus Himpsi juga
masyarakat, ceramah pada masyarakat, dapat melibatkan anggotanya yang—
partisipasi kegiatan, berbagi ketrampilan, berdasarkan dari respon penelitian ini—sangat
konseling, tulisan ilmiah, dan kesediaan antusias untuk ikut terlibat dalam kegiatan yang
menjadi relawan. Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan oleh Himpsi Jaya.
merefleksikan keinginan responden agar Hal yang diperlukan adalah komunikasi
Himpsi memberi kontribusi pada masyarakat yang berkesinambungan antara pengurus dan
luas, khususnya yang membutuhkan bantuan anggota sehingga informasi dapat tersebar
psikologis. dengan baik ke semua anggotanya. Salah satu
bentuk komunikasi adalah perlunya diterbitkan
Kesimpulan dan Saran buletin yang secara reguler diterima oleh
anggota. Dengan demikian informasi tentang
Dari hasil penelitian di atas, dapat
kegiatan Himpsi Jaya selama beberapa bulan
disimpulkan bahwa jajaran pengurus Himpsi
mendatang dapat diterima oleh semua anggota.
Jaya perlu meningkatkan kinerja dan layanan
Di samping penginformasian kegiatan-kegiatan
kepada anggotanya, khususnya karena ada
Himpsi, buletin juga dapat menjadi ajang untuk
sejumlah besar anggota dari kalangan muda
saling menginformasikan tentang kegiatan yang
yang menaruh harapan besar pada organisasi
dilakukan oleh anggotanya, termasuk
profesi ini. Menyadari bahwa responden
pencantuman daftar layanan psikologi yang
penelitian ini mayoritas adalah mereka yang
tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta.
berusia 21 sampai dengan 30 tahun, belum
Gebrakan pengurus Himpsi Jaya sangat
menikah, psikolog, dan lulusan magister
ditunggu oleh anggotanya, mengingat bahwa
profesi, maka Himpsi perlu membuat kegiatan-
sejumlah anggota dari generasi tua tetap
kegiatan yang relevan dengan kebutuhan
memberi perhatian besar pada perbaikan kinerja
mereka dalam meningkatkan karier dalam
Himpsi yang selama ini dianggap jalan di
bidang psikologi. Selanjutnya, sebagian
tempat. Hal ini dapat diketahui dari hasil
responden adalah mahasiswa magister profesi
penilaian sebagian responden yang menyatakan
psikologi, baru lulus S2, belum atau sedang
bahwa secara keseluruhan kinerja pengurus
mencari kerja. Pengurus Himpsi Jaya perlu
108 SUCI

Himpsi Jaya dianggap biasa-biasa saja dalam anggotanya melalui buletin yang diterbitkan
layanan sosial psikologi pada masyarakat, secara reguler.
pemberdayaan anggota, dalam kerjasama
dengan perguruan tinggi atau lembaga lain, dan Bibliografi
dalam memelihara komunikasi dengan anggota.
Hall, R. H. (2002). Organizations: Structures,
Kinerja Himpsi Jaya hanya dianggap
processes, and outcomes. New Jersey:
memuaskan dalam layanan kartu anggota. Hal
Prentice Hall.
ini sebenarnya dapat dianggap sangat wajar,
Holdsworth, C., & Morgan, D. (2005).
karena layanan kartu anggota berkait dengan
Transitions in context: Leaving home,
iuran anggota yang menjadi sumber utama
independence, and adulthood. New York:
pemasukan kas organisasi. Dengan adanya
Open University Press.
pemasukan yang lebih banyak, pengurus
Kategori:Organisasi profesi. (2009).
Himpsi Jaya perlu menyelenggarakan kegiatan
Ditemukembali dari
yang relevan dengan kebutuhan anggota.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Organi
Berkaitan dengan masalah regularitas iuran
sasi_profesi, pada 16 September 2009.
anggota, Himpsi Jaya perlu mencari sistem
Makin banyak malpraktik psikologi. (2003, 7
yang tepat untuk mampu mengingatkan anggota
Maret). Sinar Harapan, 5.
yang akan habis masa berlakunya. Selain itu,
Organisasi profesional. (2009). Ditemukembali
Himpsi Jaya yang sudah melakukan terobosan
dari
dengan mempunyai sistem pembayaran yang
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_prof
mudah perlu dikembangkan dan
esional, pada 16 September 2009.
dikomunikasikan ke Pengurus Pusat Himpsi,
Penting bagi pengguna jasa praktek psikologi.
karena prosedur yang diatur Pengurus Pusat
(2007). Ditemukembali dari
Himpsi dengan melalui B.N.I. yang ditunjuk
http://himpsijaya.org/penting-bagi-
ternyata kurang efektif dan menyulitkan
pengguna-jasa-praktek-psikologi/, pada 16
anggota. Setelah ada sistem atau prosedur yang
September 2009.
lebih jelas dan pasti, Himpsi Jaya perlu
Sailah, I. (2009, Mei). Pemantapan kebijakan
melakukan sosialisasi kepada anggotanya.
akademik pendidikan tinggi di Indonesia
Dalam hal ini, buletin yang disebar secara
(Persebaran program studi psikologi pada
reguler menjadi makin krusial karena ini
institusi di Indonesia). Presentasi Direktur
menjadi wadah komunikasi yang efektif antara
Akademik Ditjen Pendidikan Tinggi pada
pengurus dan anggota.
Kolokium Psikologi Indonesia XIX di
Perlu diingat kembali bahwa anggota
Padang, Sumatera Barat.
Himpsi Jaya yang menjadi responden penelitian
Santrock, J. W. (2006). Life-span development.
ini menunjukkan kesediaannya untuk terlibat
New York: McGraw-Hill International
dalam kegiatan yang diadakan oleh Himpsi
Edition.
Jaya, sehingga pengurus Himpsi Jaya tidak
Sekilas Himpsi Jaya. (2009). Ditemukembali
perlu khawatir kekurangan tenaga. Yang
dari http://himpsijaya.org/, pada 16
diperlukan adalah sikap pro-aktif pengurus
September 2009.
Himpsi Jaya untuk menyapa seluruh
Sekilas Himpsi. (2007). Ditemukembali dari
HIMPSI JAYA 109

http://himpsi.org/content/view/1/3/, pada 16
September 2009.
Sriamin, L. S. (2004). Kembali ke etika
psikologi. Ditemukembali dari
http://himpsijaya.org/2004/10/01/post-
paper-kembali-ke-etika-psikologi/, pada 16
September 2009.
Sriamin, L. S. (2007). Himpsi Jaya: Menuju
organisasi profesi modern dan berkualitas,
yang mengayomi anggotanya.
Ditemukembali dari
http://himpsijaya.org/backup/about.php,
pada 16 September 2009.
Weick, K. E. (1995). Sensemaking in
organizations. Thousand Oaks: Sate
Publications.
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2, 110–127

Penggunaan Strategi Belajar Bahasa Inggris


Ditinjau dari Motivasi Intrinsik dan Gaya Belajar
Septa Lestari Saragih Amitya Kumara
Alumnus Program Magister Sains Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada
Psikologi Pendidikan, Universitas Gadjah Mada

This study was held to find English learning strategy used by 62 high
school students in Yogyakarta who attended English courses and to
discover their different level of intrinsic motivation and learning style.
Oxford's theory of language learning strategy (1990), Amabile's theory
of intrinsic motivation (1994) and Reid's theory of learning style (1987)
were employed in the study. The data which were collected through
Language Learning Strategy Scale, Intrinsic Motivation Scale and
Learning Style Scale, analyzed with two way of ANOVA statistical
technique. The results showed that there was a significant difference of
language learning strategy employed by the students with high,
moderate and low level of intrinsic motivation (F = 41.852, p < 0.05).
There was no significant difference of learning strategy used by the
students with visual, auditory, individual or group learning style.
Cognitive and meta-cognitive strategies were the most frequent strategy
applied by all the students. Auditory learning style and group styles were
dominantly employed among students.

Keywords: language learning strategy use, intrinsic motivation, learning


style

Kurikulum pendidikan di Indonesia telah Kenyataan bahwa bahasa Inggris telah akrab
memberlakukan bahasa Inggris sebagai salah bagi sebagian besar siswa di Indonesia tidak
satu mata pelajaran wajib yang mulai diberikan seiring dengan kemampuan penerapan yang
sejak bangku sekolah dasar sampai dengan ditunjukkan.
sekolah menengah atas, bahkan di perguruan Sampai saat ini, berbagai penelitian
tinggi. Kemampuan berbahasa Inggris yang menyimpulkan bahwa kemampuan berbahasa
baik tentu akan menjadi modal kompetitif Inggris lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA)
siswa, baik dalam bidang pendidikan maupun di Indonesia masih belum menggembirakan
pekerjaan kelak. Tidak mengherankan bahwa (Artini, 2008). Padahal umumnya siswa SMA
berbagai upaya terus-menerus diupayakan sudah mengecap pelajaran bahasa Inggris
untuk meningkatkan penguasaan siswa setidaknya selama enam tahun. Menurut Artini
Indonesia terhadap bahasa asing tersebut. (2008), rendahnya kemampuan berbahasa

110
PENGGUNAAN STRATEGI 111

Inggris para lulusan Sekolah Menengah Atas di Menurut Oxford (1990), ada enam jenis
Indonesia dipengaruhi oleh status bahasa strategi belajar bahasa yang dapat dipergunakan
Inggris yang belum memiliki fungsi sosial dan oleh pelajar, yaitu strategi memori, strategi
belum dipergunakan secara luas di masyarakat. kognitif, strategi kompensasi, strategi
Keterbatasan penggunaan bahasa Inggris di luar metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosial.
ruang kelas termasuk salah satu faktor yang Pelajar dapat mengombinasikan seluruh strategi
menghambat kemajuan penguasaan siswa akan tersebut, sehingga proses belajar bahasa Inggris
bahasa Inggris. Selain itu cukup dimaklumi menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
bahwa materi-materi yang diberikan dalam Kendala yang sering dihadapi adalah kurangnya
pembelajaran bahasa Inggris di bangku sekolah kepekaan siswa maupun pengajar akan
masih kurang memadai, sehingga tidak keberadaan, pemanfaatan serta faktor-faktor
mengherankan apabila banyak siswa yang yang mempengaruhi penggunaan strategi
beralih ke kursus bahasa Inggris. Kursus bahasa tersebut.
Inggris tersebut diharapkan mampu membantu Semakin banyaknya strategi belajar bahasa
mereka untuk meningkatkan nilai mata yang diketahui, dipilih dan digunakan secara
pelajaran di sekolah dan kemampuan berbahasa fleksibel sesuai konteks tugas oleh pelajar
Inggris secara umum. bahasa, akan membantu keberhasilan dalam
Kendati demikian, keikutsertaan siswa penguasaan bahasa tersebut (O'Malley &
dalam kursus bahasa Inggris tidak menjamin Chamot, dalam Green & Oxford, 1995;
keberhasilan sepenuhnya apabila siswa tidak Wharton dalam Chamot, 2005). Strategi belajar
memiliki motivasi, target dalam belajar, serta bahasa, sebagai elemen penting yang berperan
strategi belajar yang efektif. Strategi belajar dalam kesuksesan pembelajaran bahasa,
merupakan faktor yang berperan penting dalam dipengaruhi oleh banyak faktor (Oxford, 1990),
proses pembelajaran, yang merupakan suatu seperti motivasi, jenis kelamin, latar belakang
cara mengatur kemampuan kognitif untuk budaya, sikap dan keyakinan, tipe tugas yang
memperoleh nilai atau prestasi akademik yang dihadapi, usia, serta gaya belajar yang dimiliki.
baik (Salovaara, 2005). Secara umum, strategi Oxford dan Nyikos (dalam Tabanlioglu, 2003;
belajar diperlukan dalam semua proses dalam Chang, 2005) menemukan bahwa dari
pembelajaran, tidak terkecuali dalam proses keseluruhan variabel yang diteliti, motivasi
belajar bahasa Inggris, yang dikenal sebagai memiliki pengaruh yang terbesar terhadap
strategi belajar bahasa (language learning penggunaan strategi belajar bahasa. Pelajar
strategy). Strategi belajar bahasa diartikan yang memiliki motivasi yang tinggi lebih sering
sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh menggunakan strategi belajar dibandingkan
pelajar untuk membantu penguasaan, pelajar dengan motivasi yang rendah.
penyimpanan, pemanggilan kembali dan Faktor lain yang berkaitan dengan
penggunaan informasi (Oxford, 1990). penggunaan strategi belajar bahasa adalah gaya
Tindakan tersebut bersifat spesifik dan belajar individu. Reid (dalam Zhenhui, 2004)
bertujuan untuk membuat proses belajar bahasa menyatakan bahwa setiap individu mempelajari
menjadi lebih mudah, efektif, menyenangkan bahasa dengan cara yang berbeda-beda. Ada
dan diarahkan oleh diri sendiri. yang lebih mudah menyerap informasi melalui
112 SARAGIH DAN KUMARA

penglihatan (visual), ada yang melalui Reid (Bull & Ma, 2001; Carson & Longhini,
pendengaran (auditory). Telah banyak 2002; Lo, 2006; Tsai, 2006). Tinjauan teoretis
penelitian yang menemukan bahwa gaya belajar dan penelitian mengenai strategi belajar bahasa
yang dimiliki individu memiliki pengaruh juga kerap dihubungkan dengan prestasi belajar.
signifikan terhadap penggunaan strategi belajar Prestasi menjadi tolak ukur keberhasilan
bahasa (Carson & Longhini, 2002; Ehrman & penggunaan strategi belajar bahasa.
Oxford, 1990; Ehrman & Oxford, 1995; Lo, Penelitian ini tidak berfokus pada prestasi
2006; Tsai, 2006). Brown (dalam Jie & siswa, namun lebih bertujuan untuk melihat
Xiaoqing, 2006) menyatakan bahwa strategi strategi belajar apa sajakah yang digunakan
belajar bahasa tidak beroperasi dengan oleh siswa dengan tingkat motivasi intrinsik
sendirinya, namun dipengaruhi oleh gaya yang berbeda serta gaya belajar yang berbeda.
belajar dan berbagai karakteristik individual Gaya belajar yang diteliti dalam penelitian ini
lainnya. hanya melibatkan empat dari enam gaya belajar
Topik strategi belajar bahasa (language perseptual yang dikemukakan oleh Reid (1987),
learning strategy) masih merupakan topik yang yaitu gaya belajar visual, auditori, individual,
hangat dibicarakan dalam konteks pembelajaran dan kelompok. Hal ini berdasarkan
bahasa asing. Namun, di Indonesia, penelitian pertimbangan bahwa gaya belajar kinestetik dan
mengenai strategi belajar bahasa masih belum taktil tidak banyak ditemui penggunaannya
banyak. Di awal-awal perkembangannya, fokus dalam pembelajaran bahasa. Demikianlah,
penelitian mengenai strategi belajar bahasa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bertujuan untuk mengidentifikasi atau perbedaan penggunaan strategi belajar bahasa
mengklasifikasikan jenis strategi belajar bahasa oleh siswa SMA yang mengikuti kursus bahasa
(Griffiths, 2003). Sejumlah penelitian terdahulu Inggris menurut tingkat motivasi intrinsik
lebih banyak menyelidiki hubungan antara (tinggi, sedang, rendah) dan jenis gaya belajar
penggunaan strategi belajar bahasa dengan (visual, auditori, individual, dan kelompok)
prestasi atau tingkat penguasaan bahasa Inggris yang dimiliki oleh siswa.
(Green & Oxford, 1995). Penelitian-penelitian
selanjutnya berkonsentrasi pada faktor-faktor Strategi Belajar Bahasa
yang mempengaruhi penggunaan strategi
Kata "strategi" berasal dari kata "strategia"
belajar bahasa, seperti motivasi, baik intrinsik
dalam bahasa Yunani, yang berarti trik atau
maupun ekstrinsik (Chang, 2005; Liao dalam
teknik yang biasanya digunakan dalam seni
Yu, 2005; Yu, 2005), target belajar bahasa,
berperang sebagai taktik dalam menghadapi
orientasi karir, usia, jenis kelamin dan
musuh (Oxford, 2003). Strategi ini kemudian
kecemasan (Ehrman & Oxford, 1990; Randic &
diterapkan dalam banyak segi kehidupan untuk
Bobanovic, 2008). Penelitian lain mengenai
memecahkan permasalahan-permasalahan yang
penggunaan strategi belajar juga meninjaunya
dihadapi manusia, termasuk juga dalam proses
dari gaya belajar perseptual yang dimiliki oleh
belajar, yang disebut strategi belajar. Strategi
pelajarnya, yang terdiri atas gaya belajar visual,
belajar bahasa menurut Oxford (1990) dapat
auditori, kinestetik, taktil individu dan
diklasifikasikan menjadi dua kategori utama,
kelompok, sebagaimana dikemukakan oleh
yaitu strategi langsung (direct strategy) dan
PENGGUNAAN STRATEGI 113

strategi tidak langsung (indirect strategy). Motivasi Intrinsik


Oxford menjelaskan bahwa strategi langsung
melibatkan penggunaan bahasa target atau Amabile, Hill, Hennessey, & Tighe (1994)
bahasa yang dipelajari—dalam hal ini bahasa (1994) mendefinisikan motivasi intrinsik
Inggris—secara langsung untuk memfasilitasi sebagai suatu kecenderungan yang ada secara
proses belajar. Strategi langsung terdiri atas alamiah dalam diri seseorang untuk
strategi memori, strategi kognitif, dan strategi mengerjakan suatu pekerjaan dan menunjukkan
kompensasi. Strategi tidak langsung kemampuannya karena pekerjaan itu diminati
memberikan dukungan tidak langsung dalam dan menimbulkan suatu kepuasan tertentu. Hal
pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan ini sejalan dengan pernyataan Ryan dan Deci
memfokuskan perhatian, merencanakan, (2000), bahwa motivasi intrinsik mengacu pada
mengevaluasi, mengendalikan kecemasan, ketertarikan atau kesenangan personal yang
mencari kesempatan, meningkatkan kerjasama mendorong individu melakukan sesuatu;
dan empati. Strategi tidak langsung terdiri atas sementara motivasi ekstrinsik mengacu pada
strategi metakognitif, strategi afektif, dan hasil atau manfaat yang akan diperoleh dengan
strategi sosial. melakukan perilaku atau tindakan tertentu..
Meskipun klasifikasi strategi belajar bahasa Motivasi intrinsik telah menjadi salah satu
dari Oxford nampaknya terbagi menjadi dua kajian penting dalam dunia pendidikan. Bukti-
strategi utama, langsung dan tak langsung, bukti empiris di lapangan mendukung bahwa
namun keduanya bahkan keenam sub motivasi intrinsik dapat digunakan untuk
kategorinya tetap saling berkaitan dan memprediksi keberhasilan dalam pembelajaran
mendukung satu sama lain. Oxford (1990) bahasa (Noels, Clement, & Pelletier, 2001).
mengibaratkan keterkaitan strategi langsung Semakin internal motivasi yang dimiliki pelajar
dan tidak langsung ibarat seseorang yang bahasa, maka biasanya pelajar akan semakin
sedang melakukan pertunjukan di panggung dan lama mempertahankan perilakunya. Dengan
sutradara yang bekerja di belakang panggung. demikian, tingkat internalisasi motivasi pelajar
Keduanya saling bekerjasama dan tidak dapat dapat memprediksi hasil pembelajaran kelak
dipisahkan. Gambar 1 merupoakan pencandraan (Levesque, Zuehlke, Stanek, & Ryan, 2004;
operasional strategi belajar bahasa oleh Oxford Noels, Pelletier, Clement, & Vallerand, 2000).
(1990; dalam Tabanlioglu, 2003, h. 28-29). Motivasi intrinsik dapat memunculkan
Dapat disimpulkan bahwa strategi belajar kreativitas, pemahaman konsep, pencarian
bahasa merupakan suatu tindakan yang tantangan dan kesenangan dalam belajar secara
dilakukan pelajar dengan sengaja untuk lebih cepat dibandingkan motivasi ekstrinsik
membantu proses belajar bahasa sehingga (Stipek, 2002). Lepper (dalam Lumsden, 1994)
proses belajar bahasa menjadi lebih mudah, menyatakan bahwa pelajar yang termotivasi
efektif, menyenangkan, dan diarahkan oleh diri secara intrinsik cenderung melakukan strategi
sendiri (self-directed). Penggunaan strategi yang membutuhkan banyak usaha. Hal ini akan
belajar bahasa dapat membantu penyimpanan, memampukan mereka juga untuk memroses
penyerapan, dan penggunaan informasi yang informasi lebih mendalam, meningkatkan
berkaitan dengan bahasa yang dipelajari. kemampuan retensi, dan fleksibilitas kognitif
(Marai, 2001).
114 SARAGIH DAN KUMARA

Gambar 1. Sistem klasifikasi strategi belajar bahasa dari Oxford

Penelitian Pintrich dan Garcia (dalam Gaya Belajar


Chang, 2005) menemukan bahwa pelajar yang
memiliki motivasi intrinsik yang kuat dalam Reid (dalam Peacock, 2000) mendefinisikan
penyelesaian tugas-tugas cenderung gaya belajar sebagai suatu cara yang alami,
menggunakan strategi kognitif, seperti elaborasi hampir seperti kebiasaan, dan cara yang paling
dan organisasi, yang melibatkan proses mental disukai oleh individu dalam menyerap,
yang lebih mendalam. Hal ini sejalan dengan memproses dan mempertahankan informasi.
hasil penelitian yang dilakukan oleh Chang dan Gaya belajar yang satu tidak dapat dikatakan
Huang (dalam Chang, 2005) pada pelajar lebih baik dari gaya belajar yang lainnya,
bahasa Inggris di Taiwan yang menunjukkan karena setiap gaya belajar memiliki kelebihan
bahwa motivasi intrinsik berkorelasi signifikan dan kekurangan masing-masing (Felder &
dengan penggunaan strategi kognitif dan Brent, 2005). Gaya belajar merupakan gaya
metakognitif. kognitif yang digunakan dalam pemrosesan
informasi, sekelompok sikap dan perilaku yang
PENGGUNAAN STRATEGI 115

berkaitan dalam konteks belajar (Ford & Chen, individu. Pelajar dengan gaya belajar kelompok
2001). belajar lebih efektif jika belajar bersama orang
Menurut Honey dan Mumford (dalam lain atau dengan berdiskusi di dalam kelompok.
Yekti, 2007), kemampuan individu untuk Menurut Reid, setiap pelajar memiliki gaya
mengenali gaya belajarnya sendiri akan belajar yang paling dominan (primary/major
membantunya dalam meningkatkan learning style) dan yang tidak terlalu dominan
efektivitasnya dalam belajar dengan alasan (1) (secondary/minor learning style) yang
mengetahui gaya belajar akan meningkatkan digunakan dalam menyerap informasi.
kesadaran tentang aktivitas belajar mana yang Gaya belajar dan strategi belajar kerap
sesuai dan yang tidak sesuai, (2) dapat dianggap sebagai sebuah konsep yang sama,
membantu menentukan pilihan yang tepat dari padahal kenyataannya tidak demikian. Sejumlah
sekian banyak aktivitas, sehingga terhindar dari peneliti, seperti Curry, Riding, dan Rayner
pengalaman belajar yang tidak tepat, (3) (dalam Sadler-Smith & Smith, 2004)
memungkinkan individu dengan kemampuan menekankan perbedaan antara strategi belajar
belajar efektif yang kurang untuk melakukan dan gaya belajar. Strategi belajar merupakan
improvisasi, (4) membantu pembelajar untuk tindakan yang dipilih dengan sengaja oleh
merencanakan tujuan belajarnya, serta pelajar untuk membantu proses belajar, yang
menganalisa tingkat keberhasilan seseorang. sifatnya adaptif serta fleksibel. Artinya, strategi
Gaya belajar yang digunakan dalam belajar disesuaikan dengan konteks tugas yang
penelitian ini adalah gaya belajar sensori dari dihadapi. Sementara itu, gaya belajar
Reid (dalam Hsu, 2007) yang terdiri dari enam merupakan suatu bawaan yang telah ada pada
macam gaya belajar visual, auditori, kinestetik, setiap individu, yang bersifat lebih stabil dan
taktil, individual dan kelompok. Mengingat menetap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reid
gaya belajar taktil dan kinestetik cukup jarang (dalam Peacock, 2000) bahwa gaya belajar
ditemui dalam konteks pembelajaran bahasa— merupakan suatu cara bawaan yang
dan penelitian yang membahas gaya belajar ini memengaruhi cara individu menyerap serta
secara mendetail juga sangat terbatas, maka memroses informasi di pikirannya.
dalam penelitian ini dua gaya belajar tersebut Gaya belajar dan strategi belajar bahasa
tidak disertakan. Gaya belajar yang akan diteliti adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya
meliputi gaya belajar visual, auditori, individual berkaitan erat satu sama lain. Keduanya
dan kelompok. memiliki elemen afektif dan kognitif dan
Individu dengan gaya belajar visual belajar merupakan prediktor keahlian berbahasa
dengan lebih baik melalui penglihatan. Mereka (language proficiency). Menurut Brown (dalam
lebih memahami informasi yang tersaji secara Jie & Xiaoqing, 2006), strategi belajar bahasa
visual. Pelajar dengan gaya belajar auditori tidak beroperasi dengan sendirinya, namun
dapat belajar dengan lebih efektif melalui dihubungkan secara langsung oleh gaya belajar
pendengaran. Mereka akan dapat lebih bawaan yang telah ada pada diri setiap individu
menyerap informasi yang diberikan secara dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan
lisan. Pelajar dengan gaya belajar individual kepribadian. Dapat dikatakan bahwa gaya
dapat belajar lebih efektif ketika belajar secara belajar berkontribusi terhadap kecenderungan
116 SARAGIH DAN KUMARA

individu untuk memilih strategi belajar tertentu. metakognitif, strategi afektif, dan strategi sosial.
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses adaptasi dilakukan dengan metode
gaya belajar berpengaruh secara signifikan back-translation. Artinya, peneliti
terhadap pemilihan strategi belajar (Carson & menerjemahkan skala ke dalam bahasa
Longhini, dalam Chang, 2005; Ehrman & Indonesia, kemudian meminta ahli bahasa
Oxford, 1990; Ehrman & Oxford, 1995; Jie & Inggris untuk menerjemahkannya kembali ke
Xiaoqing, 2006; Lo,2006; Tsai, 2006). dalam bahasa Inggris. Pertimbangan didasarkan
pada kesesuaian makna dan hal yang hendak
Metode digali oleh butir-butir dalam skala.
Sampai dengan saat ini, SILL dianggap
Partisipan sebagai instrumen pengukur strategi belajar
bahasa yang paling komprehensif dalam
Penelitian ini menjadikan strategi belajar mengungkap penggunaan strategi belajar
bahasa sebagai variabel tergantung, dengan bahasa. SILL telah digunakan dalam banyak
motivasi intrinsik dan gaya belajar sebagai penelitian yang menyelidiki penggunaan
variabel bebas. Populasi dalam penelitian ini strategi belajar bahasa, telah teruji validitas
adalah pelajar dari kursus bahasa Inggris di serta reliabilitasnya (Bremner, 1996; Ellis,
pusat pendidikan bahasa Inggris di LBPP LIA, 1994; Griffiths, 2003; Tar, 2007; Tercanlioglu,
Jl. Pierre Tendean 28 Semarang. Populasi yang 2004), dapat diterapkan secara silang-sekat
dipilih peneliti adalah mereka yang berada pada (cross-sectional) dan tidak bergantung pada
tingkat Intermediate sampai High-Intermediate jenis tugas dalam pembelajaran bahasa (not task
yang mayoritas adalah pelajar SMA Populasi based) (Root, 1999). Pada berbagai penelitian
penelitian berjumlah 120 orang. Pengambilan yang menggunakan SILL, ditemukan nilai
sampel dilakukan dengan teknik purposive reliabilitas Alpha Cronbach berkisar antara 0,72
sampling, dengan sampel para peserta kursus sampai dengan 0,98 (Tercanlioglu, 2004).
yang berstatus sebagai siswa SMA, berjumlah Pernyataan dalam SILL berjumlah 50 butir
80 orang. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal yang terbagi menjadi enam strategi. Setiap
21 April 2009 sampai tanggal 30 April 2009. strategi memiliki jumlah butir yang berbeda,
yaitu 9 butir untuk strategi memori (contoh
Pengukuran butir dalam penelitian ini misalnya, "Saya
mengingat kosa kata baru dengan membuat
Data mengenai penggunaan strategi belajar gambaran mental tentang situasi yang berkaitan
bahasa diperoleh melalui Skala Strategi Belajar dengan kata tersebut."); 14 butir untuk strategi
Bahasa yang diadaptasi dari skala Strategy kognitif (misalnya, "Saya melatih pengucapan
Inventory of Language Learning (SILL) versi kata dalam bahasa Inggris."); 6 butir untuk
7.0 dari Oxford (1990) untuk pelajar yang strategi kompensasi (misalnya, "Jika saya tidak
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa dapat menemukan kata yang tepat dalam bahasa
asing. Skala ini berdasar pada enam dimensi Inggris, saya menggunakan kata lain yang
strategi belajar bahasa yang dikemukakan oleh bermakna sama."); 9 butir untuk strategi
Oxford (1990), yakni strategi memori, strategi metakognitif (misalnya, "Saya membuat jadwal
kognitif, strategi kompensasi, strategi
PENGGUNAAN STRATEGI 117

untuk mempelajari bahasa Inggris secara belajar yang diadaptasi dari Perceptual
khusus."); 6 butir untuk strategi afektif Learning Style Preferences Questionnaire
(misalnya, "Saya menuangkan perasaan dalam (PLSPQ) oleh Reid (1987) yang telah
buku harian dengan bahasa Inggris."); dan 6 diadaptasi. Proses adaptasi dilakukan dengan
butir untuk strategi sosial (misalnya, "Saya metode back-translation. Skala ini telah
meminta orang yang fasih berbahasa Inggris digunakan dalam penelitian oleh Tabanlioglu
untuk mengoreksi kesalahan saya ketika (2003) dengan koefisien reliabilitas Alpha
berbicara dalam bahasa Inggris."). Subjek Cronbach sebesar 0,87.
memberikan respon terhadap setiap butir Sesuai kebutuhan penelitian, maka gaya
berdasarkan lima pilihan jawaban yang diberi belajar yang akan diteliti hanyalah empat dari
bobot penilaian 1 (tidak pernah dilakukan sama enam gaya belajar yang dikemukakan oleh
sekali), 2 (hanya sesekali atau amat jarang Reid, yaitu gaya visual (contoh butir dalam
lakukan), 3 (kadang-kadang dilakukan), 4 penelitian ini misalnya, "Saya lebih paham
(cukup sering tapi tidak selalu dilakukan), dan tugas yang diberikan setelah membaca
5 (selalu dilakukan). instruksinya."); auditori (misalnya, "Saya dapat
Oxford (1990) membuat kategorisasi belajar lebih baik setelah teman menjelaskannya
penilaian skor yang terbagi menjadi tiga secara lisan."); individual (misalnya, "Saya
kategori, yakni rendah, sedang dan tinggi. dapat mengingat dan memahami lebih baik saat
Penilaian tersebut dilakukan dengan belajar sendiri."); dan kelompok (misalnya,
menjumlahkan skor yang diperoleh di setiap "Dalam kelas saya dapat belajar dengan baik
dimensi, kemudian dicari reratanya dengan cara ketika bekerja sama dalam kelompok.").
membagi skor total dari setiap dimensi dengan Jumlah butir pada skala berkurang dari 30
jumlah butir yang terdapat dalam dimensi buah pernyataan menjadi 20 buah pernyataan.
tersebut. Diperoleh skor yang bergerak dari Setiap gaya belajar diwakili oleh lima buah
1,0–5,0, baik pada masing-masing strategi pernyataan. Subjek dalam penelitian ini diminta
maupun secara keseluruhan. Untuk kategori untuk merespon terhadap 20 buah pernyataan
rendah, terbagi atas penilaian (1) tidak dengan lima pilihan jawaban yang bergerak dari
digunakan sama sekali (skor 1,0–1,4), dan (2) sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak
biasanya tidak digunakan (skor 1,5–2,4). Untuk setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
kategori sedang, terdiri atas penilaian kadang- Respon SS diberi nilai 5, respon S nilai 4,
kadang digunakan (skor 2,5–3,4). Untuk respon N nilai 3, respon TS nilai 2, dan respon
kategori tinggi, terbagi atas penilaian (1) STS nilai 1. Skor pada setiap pernyataan yang
biasanya sering digunakan (skor 3,5–4,4), dan mewakili masing-masing gaya belajar
(2) selalu digunakan (skor 4,5–5,0). Semakin dijumlahkan, kemudian dikalikan dengan dua.
tingginya skor yang diperoleh menunjukkan Setelah itu skor dari keempat gaya belajar
semakin seringnya individu menggunakan dijumlahkan, kemudian dilakukan kategorisasi.
strategi belajar dalam proses pembelajaran Dari skala ini akan diketahui tiga macam
bahasa yang dilakukannya. kategorisasi, yaitu (1) gaya belajar yang
Data mengenai gaya belajar yang dimiliki dominan (major learning style preference(s)),
oleh pembelajar diperoleh melalui skala gaya dengan skor 38–50, (2) gaya belajar yang
118 SARAGIH DAN KUMARA

kurang dominan (minor learning style 3, dan pilihan STS nilai 4. Skor tinggi yang
preference(s)), dengan skor 25–37, serta (3) diperoleh oleh seorang individu dari Skala
negligible learning style, dengan skor 0–24. Motivasi Intrinsik menunjukkan bahwa individu
Gaya belajar minor biasanya merupakan gaya memiliki motivasi intrinsik yang tinggi.
belajar yang masih bisa dilakukan oleh pelajar, Uji coba alat ukur dilakukan terhadap Skala
meskipun tidak sebaik gaya belajar mayornya. Strategi Belajar Bahasa, Skala Motivasi
Gaya belajar negligible biasanya menunjukkan Intrinsik dan Skala Gaya Belajar pada sejumlah
bahwa pelajar biasanya mengalami kesulitan sampel. Ketiga skala tersebut diujicobakan pada
apabila belajar dengan gaya ini, sehingga ini 51 sampel yang merupakan siswa SMA yang
sering juga disebut gaya belajar yang negatif. mengikuti kursus bahasa Inggris di LBPP LIA
Gaya belajar yang digunakan di dalam (Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional
penelitian hanyalah gaya belajar yang paling Lembaga Indonesia Amerika) cabang
dominan. Yogyakarta.
Pengukuran motivasi intrinsik dalam belajar Jumlah butir yang diujicobakan pada Skala
bahasa dilakukan dengan menggunakan Skala Strategi Belajar Bahasa sebanyak 50 buah butir.
Motivasi Intrinsik yang disusun sendiri oleh Setelah uji coba terdapat 14 butir yang gugur,
peneliti berdasarkan aspek-aspek motivasi sehingga hanya sebanyak 36 butir yang
intrinsik yang dikemukakan oleh Amabile et al. digunakan dalam penelitian. Untuk melihat
(1994). Aspek-aspek tersebut adalah (1) daya diskriminasi butir, dilakukan analisis uji
tindakan melakukan atau memelajari sesuatu coba dengan menggunakan aplikasi komputer
untuk menjadi ahli dalam hal tersebut, serta SPSS version 15.0 for Windows, kemudian nilai
menyukai tantangan di dalamnya (competence), corrected item-total correlation yang diperoleh
(2) tindakan yang didasari oleh adanya dibandingkan dengan Pearson Product
ketertarikan pribadi (interest), (3) keterlibatan Moment dengan interval kepercayaan 95%
dalam tugas, dalam mengerjakan atau yang memiliki corrected item-total correlation
mempelajari sesuatu (task involvement), (4) rasa di atas 0,300. Berdasarkan hasil uji coba
ingin tahu yang tinggi (curiosity), dan (5) tersebut, didapat corrected item-total
tindakan yang dilakukan dengan adanya correlation yang sahih bergerak dari rxx =
penentuan diri, tanpa dipengaruhi oleh 0.301 hingga rxx = 0.663, dengan nilai
lingkungan (self-determination). reliabilitas akhir terhadap butir yang terseleksi
Setiap aspek tersebut di atas diuraikan sebesar 0.900.
dalam tiga pernyataan favorable dan tiga Pada Skala Motivasi Intrinsik, dari 30 buah
unfavorable. Jadi, total butir ada 30 butir. butir yang diujicobakan terdapat 17 butir yang
Subyek diberi empat alternatif pilihan jawaban dapat digunakan dalam penelitian, sedangkan
yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju 13 buah butir lainnya dinyatakan gugur. Butir
(TS), dan sangat tidak setuju (STS). Pada butir- yang digunakan dalam penelitian adalah butir-
butir favorable, pilihan SS diberi nilai 4, pilihan butir yang memiliki nilai corrected item-total
S nilai 3, pilihan TS nilai 2, dan pilihan STS correlation di atas 0,300. Dari hasil uji coba
nilai 1. Pada butir-butir unfavorable pilihan SS didapat corrected item-total correlation yang
diberi nilai 1, pilihan S nilai 2, pilihan TS nilai sahih bergerak dari rxx = 0,302 hingga rxx =
PENGGUNAAN STRATEGI 119

0,610 dengan nilai reliabilitas akhir terhadap Windows. Proses dilanjutkan dengan melakukan
butir yang terseleksi sebesar 0,809. analisis post hoc guna untuk melihat
Jumlah butir yang diujicobakan pada Skala signifikansi perbedaan dalam penggunaan
Gaya Belajar sebanyak 20 buah butir, dari 20 strategi belajar bahasa pada kelompok siswa
butir tersebut hanya sebanyak 11 buah butir dengan tingkat motivasi intrinsik tinggi sedang
yang dapat digunakan untuk penelitian dengan dan rendah, dan pada kelompok siswa dengan
persyaratan memiliki nilai corrected item-total gaya belajar visual, auditori, individual dan
correlation di atas 0,300. Pada penelitian, 9 kelompok. Sebelum dilakukan analisis varians
buah butir yang gugur tetap disertakan untuk dua jalur, untuk menguji hipotesis terlebih
menjaga agar penilaian terhadap masing-masing dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yang
Gaya Belajar dapat dilakukan sebagaimana meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
peraturan yang ditetapkan oleh Reid (1987) Hasil uji menunjukkan data terdistribusi normal
mengenai penilaian skala PLSPQ. Setiap gaya (p > 0,05) serta berasal dari populasi-populasi
belajar diwakili oleh lima buah butir sehingga dengan varian yang homogen (p > 0,05).
skor yang diperoleh dapat dimasukkan kedalam
kategorisasi yang telah ditetapkan. Jumlah butir Hasil dan Pembahasan
pada Skala Gaya Belajar setelah uji coba sama
dengan jumlah pada saat sebelum uji coba, Subyek penelitian berjumlah 62 orang, yang
yaitu sebanyak 20 buah butir. adalah pelajar SMA yang mengikuti kursus di
LBPP LIA Semarang. Subyek terdiri atas 28
Prosedur orang laki-laki (45,2%) dan 34 orang
perempuan (54,8%). Usia subyek penelitian
Skala penelitian dibagikan kepada masing- berkisar antara 15 tahun sampai 18 tahun.
masing guru kelas oleh seorang supervisor Dilakukan penggolongan usia menjadi dua
penelitian. Tiap guru kelas akan membagikan kelompok, yaitu kelompok usia 15-16 tahun
skala kepada subyek setelah jam pelajaran di (37,9%) dan kelompok usia 17-18 tahun
kursus berakhir. Selama lebih kurang 30 menit, (21,1%). Subyek penelitian berada pada
subyek diminta untuk mengisi skala di dalam beberapa level partisipasi kursus, yaitu tingkat
ruang kelas dan dikumpulkan kembali. Intermediate 1 (n = 14 orang), Intermediate 2
Sebanyak 80 buah skala penelitian yang (N = 11 orang), Intermediate 4 (n = 17 orang),
disebar, kembali sebanyak 75 buah. High-Intermediate 1 (n = 7 orang), High-
Berdasarkan kelayakan dan kelengkapan data, Intermediate 2 (n = 9 orang), High-Intermediate
hanya 62 buah skala yang dapat diolah sebagai 4 (n = 4 orang).
data penelitian. Strategi belajar yang paling banyak
digunakan oleh subyek adalah strategi kognitif
Analisis (M = 33,66), strategi metakognitif (M = 30,34),
strategi sosial (M = 16,71), strategi kompensasi
Analisis data yang digunakan dalam (M = 14,61), dan strategi afektif (M = 12,44).
penelitian ini adalah Analisis Varians Dua Jalur Strategi yang paling sedikit digunakan adalah
dengan bantuan program SPSS 15.0 for strategi memori (M = 8,21). Subjek tergolong
memiliki penggunaan strategi belajar bahasa
120 SARAGIH DAN KUMARA

Tabel 1
Analisis Varians Dua Jalur dengan Variabel Tergantung Strategi Belajar Bahasa
Source Type III Sum of Df Mean F Sig. Partial
Squares Square Eta
Squared
Corrected Model 8626.297a 10 862.630 10.664 .000 .676
Intercept 555143.483 1 555143.483 6862.529 .000 .993
Motivasi Intrinsik 6771.159 2 3385.579 41.852 .000 .621
Gaya Belajar 16.254 3 5.418 .067 .977 .004
Motivasi Intrinsik x Gaya 108.446 5 21.689 .268 .928 .026
Belajar
Error 4125.639 51 80.895
Total 846560.000 62
Corrected Total 12751.935 61
a
R Squared = .676 (Adjusted R Squared = .613)

yang tergolong tinggi. Hal ini dilihat dari penggunaan strategi belajar bahasa (n = 38
rentang nilai rerata empiris (115,97) yang lebih orang), atau, dengan perkataan lain, mereka
tinggi daripada nilai rerata hipotetisnya (108). hanya menggunakannya kadang-kadang saja.
Subyek tergolong memiliki motivasi intrinsik Kelompok yang menggunakan strategi belajar
yang tinggi, berdasarkan perbandingan nilai bahasa tinggi (rentang 3,5–4,4) atau sering
rerata hipotetis (42,5) yang lebih rendah dari menggunakannya ada sebanyak 20 orang. Tidak
nilai rerata empiris di lapangan (52,06). ada individu yang masuk ke dalam kategori
Untuk gaya belajar, Reid (1987) tidak pernah (1,0–1,4) menggunakan atau selalu
menetapkan suatu kategorisasi berdasarkan nilai (4,5–5,0) menggunakan strategi belajar bahasa.
rerata yang diperoleh seluruh subjek pada setiap Lebih dari setengah jumlah subjek
gaya belajar. Nilai rerata ≥ 13,50 tergolong penelitian (59,6%) memiliki motivasi intrinsik
gaya belajar paling dominan (major learning yang tergolong sedang (45,62 ≤ X < 58,5),
style). Nilai rerata 11,50–13,49 tergolong gaya yakni sebanyak 37 orang. Sebanyak 20,9%
belajar minor (minor learning style). Nilai subjek (13 orang) memiliki motivasi intrinsik
rerata ≤ 11.49 tergolong gaya belajar negligible. yang tinggi (X ≥ 58.5), sementara sisanya
Secara keseluruhan, keempat gaya belajar 19,5%, atau 12 orang, memiliki motivasi
merupakan gaya belajar yang dominan dimiliki intrinsik yang tergolong rendah (X < 46,16).
oleh subyek penelitian Apabila diurutkan Untuk melihat gaya belajar yang paling
berdasarkan nilai rerata maka gaya belajar yang dominan pada subjek, digunakan skor tertinggi
paling dominan adalah gaya belajar auditori (M yang diperoleh pada salah satu dari empat gaya
= 18,87), gaya belajar kelompok (M = 18,08), belajar. Meskipun individu memiliki lebih dari
gaya belajar visual (M = 16,38), dan gaya satu gaya belajar yang dominan, namun hanya
belajar individual (M = 15,70). satu gaya belajar dengan skor tertinggi yang
Mayoritas subjek termasuk kelompok yang akan digunakan dalam analisis (Ann,
tergolong sedang (rentang 2,5–3,4) dalam Rajendram, & Yusof, 1995). Gaya belajar yang
PENGGUNAAN STRATEGI 121

Tabel 2
Perbedaan Penggunaan Strategi Belajar Bahasa Pada Kelompok Subjek dengan Motivasi Intrinsik
Tinggi, Sedang
Motivasi Strategi Belajar Bahasa
Intrinsik
Memori Kognitif Kompensasi Meta Afektif Sosial
kognitif
Tinggi 2,9 3,4 4,2 3,8 3,5 4,0
(sedang) (sedang) (tinggi) (tinggi) (tinggi) (tinggi)
Sedang 2,8 2,7 2,6 3,3 3,1 3,3
(sedang) (sedang) (sedang) (sedang) (sedang) (sedang)
Rendah 2,0 2,4 3,1 2,6 2,7 2,8
(rendah) (rendah) (sedang) (sedang) (rendah) (sedang)

paling banyak dimiliki oleh subjek penelitian kompensasi, sosial, metakognitif dan afektif.
adalah gaya belajar auditori (n = 26 orang), Hasil tersebut sejalan dengan pernyataan
kemudian gaya belajar kelompok (n = 16 Oxford (1990) bahwa motivasi yang tinggi akan
orang), gaya belajar individual (n = 12 orang), mendorong pelajar untuk menggunakan lebih
dan gaya belajar visual (n = 8 orang). banyak strategi belajar bahasa secara bervariasi.
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat Ping dan Zhenhong (2000), misalnya, yang
perbedaan signifikan dalam penggunaan strategi melakukan penelitian mengenai pengaruh
belajar bahasa ditinjau dari tingkat motivasi motivasi, strategi belajar dan inteligensi
intrinsik yang rendah, sedang dan tinggi (F = terhadap prestasi akademik pada mahasiswa
41,852, p < 0,05). Sumbangan efektif motivasi statistika, menemukan bahwa motivasi intrinsik
intrinsik terhadap penggunaan strategi belajar mempengaruhi peningkatan prestasi secara
bahasa adalah sebesar 62% (partial eta-squared tidak langsung dengan meningkatkan tingkat
= 0,621); 38% strategi dipengaruhi oleh faktor- penggunaan strategi belajar. Strategi yang
faktor lain. Hasil ini sesuai dengan hasil paling tinggi (paling sering) digunakan oleh
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pelajar dengan motivasi intrinsik tinggi adalah
motivasi, khususnya yang bersifat intrinsik, strategi kompensasi. Artinya, mereka paling
akan memengaruhi penggunaan strategi belajar sering menggunakan strategi ini untuk
bahasa (Chang, 2005; Liao, dalam Yu, 2005; memudahkan pembelajaran atau pemecahan
Oxford & Nyikos, dalam Tabanlioglu, 2003). masalah dalam pembelajaran bahasa Inggris.
Penyelidikan lebih lanjut dilakukan Cara-cara yang kerap dilakukan misalnya
terhadap subjek yang memiliki motivasi dengan melakukan menebak (guessing) dan
intrinsik tinggi guna mengetahui strategi belajar mencari sinonim. Strategi ini dapat
bahasa yang mereka gunakan, yakni dimanfaatkan baik ketika berhadapan dengan
berdasarkan perbandingan rerata skor menurut konteks bacaan, mendengarkan pembicaraan
standar kategorisasi 1,0–5,0 dari Oxford (1990). (listening), atau berbicara (speaking). Menurut
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari enam strategi Hismanoglu (2006), strategi ini akan
belajar yang diteliti, subjek dengan motivasi memudahkan pelajar untuk membentuk
intrinsik tinggi sering menggunakan strategi ekspresi tertulis maupun terucap dalam bahasa
122 SARAGIH DAN KUMARA

Inggris, meskipun dengan pengetahuan yang menemukan bahwa gaya belajar visual
terbatas. Dengan demikian, pelajar akhirnya berkaitan dengan penggunaan strategi afektif,
belajar untuk tidak selalu bergantung pada Gaya belajar auditori berkaitan dengan
kamus dan mendorong pembelajar untuk penggunaan strategi memori, kognitif, afektif
menciptakan kosa kata lain yang bermakna dan sosial, sementara gaya gelajar individual
sama. berkaitan dengan penggunaan strategi
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pelajar kompensasi. Rossi-Le (dalam Hsu, 2007) dan
dengan tingkat motivasi intrinsik yang sedang Tsai (2006) menemukan bahwa individu yang
ternyata hanya menggunakan seluruh strategi belajar dengan gaya kelompok biasanya
belajar bahasa kadang-kadang saja menggunakan strategi sosial.
(penggunaannya termasuk sedang). Secara tidak Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
langsung dapat diperoleh gambaran bahwa membantah temuan mengenai adanya
semakin rendah tingkat motivasi intrinsik yang perbedaan yang signifikan pada strategi belajar
dimiliki individu, semakin berkurang pula yang digunakan oleh individu-individu dengan
penggunaan strategi belajar bahasanya. gaya belajar yang berbeda. Hal ini dapat
Demikian pula halnya dengan pelajar yang dijelaskan dengan pernyataan Guild (2001)
tingkat motivasi intrinsiknya tergolong rendah; dalam pembahasannya mengenai Diversity,
penggunaan strategi belajar mereka juga rendah Learning Style and Culture. Ia menyatakan
atau biasanya tidak menggunakan strategi bahwa gaya belajar sebagai salah satu
belajar. Strategi belajar yang biasanya tidak perbedaan individual dalam belajar bukanlah
mereka gunakan adalah strategi memori, sesuatu yang sifatnya kaku. Menurutnya, tidak
kognitif dan strategi afektif; sementara itu, semua pelajar yang dilabel sebagai pelajar
penggunaan tiga strategi lainnya berada dalam dengan gaya belajar yang sama adalah benar-
kategori sedang, artinya hanya kadang-kadang benar sama dalam banyak hal, termasuk dalam
saja digunakan. hal pemilihan strategi yang mereka pakai untuk
Tabel 1 menunjukkan hasil lainnya, yakni memudahkan pembelajaran. Strategi belajar
bahwa tidak terdapat perbedaan strategi belajar merupakan sesuatu yang bersifat keahlian
bahasa yang digunakan oleh subjek dengan eksternal (external skill) yang dapat dilatih dan
gaya belajar visual, auditori, individual maupun diajarkan (Oxford, 1990) kepada siapapun,
kelompok (F = 0,067, p > 0,05). Hasil ini sehingga tidak mutlak strategi tertentu atau
menunjukkan bahwa subjek dengan gaya kombinasi beberapa strategi hanya didominasi
belajar visual, auditori, individual maupun oleh individu dengan gaya belajar tertentu saja.
kelompok menggunakan seluruh strategi belajar Penelitian ini memiliki sejumlah
bahasa yang lebih kurang sama, baik dalam keterbatasan. Pertama, peneliti tidak melakukan
frekuensi penggunaan maupun jenisnya. pengawasan langsung dan pendampingan dalam
Beberapa penelitian sebelumnya proses pengambilan data yang berguna untuk
menemukan bahwa terdapat kaitan antara gaya meminimalisasi kemungkinan kesalahan dalam
belajar visual, auditori, individual dan pengisian skala. Hal ini disebabkan karena
kelompok terhadap penggunaan strategi belajar terbatasnya waktu penelitian. Kedua,
bahasa; misalnya, Tabanlioglu (2003) pengambilan data tidak dilakukan dalam suatu
PENGGUNAAN STRATEGI 123

waktu, bilamana semua subjek dikumpulkan sumbangan sebesar 62% terhadap penggunaan
dalam satu ruangan untuk kemudian diminta strategi belajar bahasa. Strategi belajar bahasa
mengisi seluruh skala penelitian. Hal ini karena yang digunakan oleh pelajar dengan gaya
padatnya jadwal belajar mengajar di institusi belajar visual, auditori, individual dan
yang bersangkutan. Ketiga, keseriusan subjek kelompok tidak berbeda secara signifikan.
dalam pengisian skala masih kurang, terlihat Berdasarkan kesimpulan, peneliti
dari jawaban yang diberikan subjek pada skala menyarankan kepada institusi pendidikan
dengan tanda atau simbol yang tidak bahasa Inggris dan pengembangan peneliti
seharusnya; misalnya, menandai jawaban selanjutnya. Bagi institusi pendidikan bahasa
dengan tanda bintang dan tanda-tanda lain. Di Inggris, penelitian ini menunjukkan bahwa
samping itu, terdapat beberapa skala yang strategi belajar bahasa penting perannya
hanya diisi pada pilihan jawaban tengah atau terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa,
netral. Selanjutnya, skala yang digunakan dalam namun tetap perlu diperhatikan cara bagaimana
penelitian ini adalah skala hasil adaptasi. strategi tersebut dapat digunakan pada konteks
Meskipun telah melalui proses penerjemahan tugas dan tujuan yang hendak dicapai. Pengajar
ulang, tetapi masih membutuhkan dapat memfasilitasi siswa untuk mengenali
penyempurnaan. Sebagai contoh, terdapat butir jenis-jenis strategi belajar dan bagaimana
pernyataan pada skala strategi belajar bahasa penggunaannya sesuai dengan jenis tugas yang
dalam hal strategi memori yang menyatakan dihadapi dalam kelas pembelajaran bahasa
bahwa penggunaan kartu bergambar berguna Inggris. Selanjutnya, penelitian ini
untuk membantu mengingat kata-kata baru. memerlihatkan bahwa motivasi intrinsik
Pada kenyataannya, di Indonesia, sangat jarang menjadi salah satu faktor yang besar perannya
ditemui penggunaan kartu bergambar (flash dalam menunjang keberhasilan pembelajaran
card). Faktor budaya dalam pembelajaran bahasa Inggris, melalui peningkatan
bahasa Inggris di Indonesia tentunya tidak penggunaan strategi belajar bahasa. Para
sepenuhnya sama dengan populasi di mana pengajar diharapkan mampu membangun
skala ini kerap digunakan. kondisi belajar yang kondusif, membangun
ketertarikan siswa akan bahasa Inggris,
Kesimpulan dan Saran memberi makna dalam setiap hal yang
dipelajari, sehingga siswa akan memiliki
Berdasarkan penelitian, disimpulkan keinginan untuk mempelajari bahasa Inggris
sejumlah hal. Strategi belajar bahasa yang secara mandiri disertai rasa ingin tahu yang
digunakan oleh pelajar dengan tingkat motivasi besar. Pengenalan akan gaya belajar yang
intrinsik tinggi, sedang dan rendah berbeda dominan dimiliki siswa dapat menjadi masukan
secara signifikan. Pelajar dengan motivasi yang berarti bagi pengajar dan institusi,
intrinsik tinggi lebih sering menggunakan meskipun dalam penelitian ini gaya belajar
seluruh strategi belajar bahasa, yang terdiri atas tidak menentukan strategi belajar yang
strategi memori, kognitif, kompensasi, digunakan siswa. Mengenali gaya belajar siswa
metakognitif, afektif dan sosial dibandingkan akan memudahkan untuk perencanaan fasilitas
pembelajar dengan motivasi intrinsik sedang pembelajaran yang mendukung, serta metode
dan rendah. Motivasi intrinsik memberi
124 SARAGIH DAN KUMARA

instruksional yang dapat mengakomodasi Artini, L. H. (2008). Pengembangan dynamic


berbagai gaya belajar, bukan hanya satu gaya qualities sebagai upaya optimalisasi potensi
tertentu saja. berbahasa Inggris siswa SMA di Indonesia.
Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya Ditemukembali pada 27 Januari 2009, dari
penelitian ini dikembangkan pada faktor-faktor http://puslitjaknov.org/data/file/2008/makal
lain yang berkaitan dengan penggunaan strategi ah_peserta/03_Luh%20Putu%20Artini._Pen
belajar bahasa, seperti kecemasan berbahasa gembangan%20Dynamic%20Qualityi.pdf
(language anxiety), keyakinan akan Bremner, S. (1996). Language learning
kemampuan diri (self-efficacy), dan prestasi strategies and language proficiency: Causes
akademis. Penelitian penggunaan strategi or outcomes. Ditemukembali pada 11
belajar bahasa akan lebih mendalam apabila November 2008, dari
ditinjau pula dari keahlian berbahasa yang http://www.sunzi1.lib.hku/hkjo/view/10/100
hendak dicapai, seperti penguasaan kosa kata, 0125.pdf
kemampuan membaca, menulis, mendengar dan Bull, S. & Ma, Y. (2001). Raising learner
berbicara. Penelitian selanjutnya dapat juga awareness of language learning strategies in
berfokus pada salah satu dari enam strategi situations of limited resources.
belajar bahasa yang ada dan kaitannya terhadap Ditemukembali pada 12 November 2008,
keahlian berbahasa Inggris. Informasi dalam dari http://www.eee.bham.ac.uk/bull/papers-
penelitian mengenai strategi belajar bahasa pdf/ILE-01.pdf
yang digunakan oleh pelajar bahasa dapat Carson, J. G., & Longhini, A. (2002). Focusing
diperkaya dengan memanfaatkan media-media on learning styles and strategies: A diary
tertentu, misalnya video, buku bacaan, atau study in an immersion setting. Language
wacana yang telah disusun secara khusus. Learning, 52, 401-438.
Chamot, A. U. (2005). Issues in language
Bibliografi learning strategy research and teaching.
Electronic Journal of Foreign Language
Amabile, T. M., Hill, K. G., Hennessey, B. A.,
Teaching, 1(1), 14-26.
& Tighe, E. M. (1994). The work preference
Chang, H. (2005). The relationship between
inventory: Assessing intrinsic and extrinsic
extrinsic/intrinsic motivation and language
motivational orientations. Journal of
learning strategies among college students
Personality and Social Psychology, 66(5),
of English in Taiwan. Ditemukembali pada
950-967.
6 Februari 2009, dari
Ann, O. W., Rajendram, S. C., Yusof, M. S.
http://ethesys.lib.mcu.edu.tw/ETD-db/ETD-
(1995). Learning style preferences and
searchc/getfile?URN=etd-0725105-
English proficiency among Cohort 3
105417&filename=etd-0725105-105417.pdf
students in IPBA: Educational research
Ellis, R. (1994). Understanding second
seminar for students 2006.
language acquisition. Oxford: Oxford
Ditemukankembali pada 27 Januari 2009
University Press.
dari
Erhman, M. E. & Oxford, R. (1990). Adult
http://apps.emoe.gov.my/ipba/ResearchPape
language learning style and strategies in an
r/stdntseminar/pg23to36.pdf
PENGGUNAAN STRATEGI 125

intensive training setting. Modern Language strategy use and their relationship with the
Journal, 74(3), 11-27. student’s English learning achievement.
Erhman, M. E. & Oxford, R. (1995). Cognition Ditemukembali pada 6 Februari 2009, dari
plus: Correlates of language learning http://ethesys.lib.pu.edu_tw/ETD-db/ETD-
succes. Modern Language Journal, 79(1), search/view_etd?URN=etd-0723107-
67-89. 141730
Felder, R. M., & Brent, R. (2005). Jie, L. & Xiaoqing, Q. (2006). Language
Understanding student differences. Journal learning styles and learning strategies of
of Engineering Education, 94(1), 57-72. tertiary level English learner in China.
Ford, N., & Chen, S. Y. (2001). RELC Journal, 37(1), 67-50.
Matching/mismatching revisited: An Levesque, C., Zuehlke, A. N., Stanek, L. R., &
empirical study of learning and teaching Ryan, R. M. (2004). Autonomy and
styles. British Journal of Educational competence in German and American
Psychology, 32, 5-22. university students: A comparative study
Green, J. M., & Oxford, R. (1995). A closer based on self determination theory. Journal
look at learning strategies, L2 Proficiency, of Educational Psychology, 96, 68-84.
and gender. TESOL Quarterly, 29(2), 261- Lo, M. (2006). EFL learning strategies and
297. perceptual learning style preferences of
Griffiths, C. (2003). The relationship between vocational high school students in Taiwan.
patterns of reported language learning Ditemukembali pada 11 November 2008,
strategy (LLS) use by speakers of other dari http://pc01.lib.ntust.edu.tw.1793/ETD-
languages (SOL) and proficiency with db/ETDsearch/view_etd?URN=ETD-
implications for the teaching/learning 0705107-155245
situation. Ditemukembali pada 15 Lumsden, L. S. (1994). Student motivation to
November 2008, dari learn. ERIC Digest, 92. Ditemukembali
http://researchspace.auckland.ac.nz/handle/2 pada 20 November 2008, dari
292/9 http://www.ericdigests.org/1995-1/learn.htm
Guild, P. B. (2001). Diversity, learning style Marai, L. (2001). The importance of double de-
and culture. Ditemukembali pada 6 Juni motivation in relation to motivation,
2009, dari negative emotional states and personality
http://newhorizons.org/strategies/styles/guil constructs: An Indonesian study. Tesis,
d.htm tidak Diterbitkan, Universitas Gadjah Mada,
Hismanoglu, M. (2006). Language learning Yogyakarta.
strategies in foreign language learning and Noels, K. A., Clement, R., & Pelletier, L. G.
teaching. Ditemukembali pada 15 (2001). Intrinsic, extrinsic and integrative
November 2008, dari orientations of French Canadian learners of
http://iteslj.org/Articles/Hismanoglu- English. The Canadian Modern Language
Strategies.html Review, 57(3), 425-442.
Hsu, Y. (2007). Elementary school EFL Noels, K. A., Pelletier, L. G., Clement, R., &
student’s learning style preferences and Vallerand, R.J. (2000). Why are you
126 SARAGIH DAN KUMARA

learning a second language? Motivational 68-78.


orientations and self-determination theory. Sadler-Smith, E., & Smith, P. J. (2004).
Language Learning, 50(1), 57-85. Strategies for accommodating individuals’
Oxford, R. (1990). Language learning strategy: styles and preferences in flexible learning
What every teacher should know. New programmes. British Journal of
York: Heinle & Heinle Publishers. Educational Technology, 35(4), 395-412.
Oxford, R. L. (2003). Language learning styles Salovaara, H. (2005). Achievement goals and
and strategies: An overview. cognitive learning strategies in dynamic
Ditemukembali pada 7 November 2008, contexts of learning. Disertasi, tidak
dari diterbitkan, Faculty of Education,
http://s3.amazonaws.com/THM/resources/c University of Oulu. Ditemukembali pada 7
urriculum/maori_language/pedagogy/Oxfor Februari 2009, dari
d%202003%20on%20strategies.pdf http://herkules.oulu.fi/isbn9514277635/isbn
Peacock, M. (2000). Learning style and 9514277635.pdf
teaching style preferences in EFL. Stipek, D. 2002. Motivation to learn. Boston:
Ditemukembali pada 4 November 2009, Allyn & Bacon.
dari Tabanlioglu, S. (2003). The relationship
http://sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/10/10002 between learning styles and language
06.pdf learning strategies of pre-intermediate EAP
Ping, L., & Zhenhong, W. (2000). The students. Ditemukembali pada 14 Januari
influence of motivational factors, learning 2009, dari
strategy and the level of intelligence on the http://etd.lib.metu.edu.tr/upload/1014034/in
academic achievement of students. Acta dex.pdf
Psychologica Sinica, 32(1), 65-69. Tar, I. (2007). Correlation of language learning
Randic, N. A., & Bobanovic, M. K. (2008). strategy selection with language learning
Language learning strategies in different anxiety learning experience and anxiety.
English as a foreign language education Ditemukembali pada 22 Januari 2009, dari
levels. Journal for General Social Issues. http://ganymedes.lib.unideb.hu:8080/dea/bit
Ditemukembali pada 10 November 2008, stream/2437/5759/6/Tar_Ildiko_tezisfuzet_a
dari ngol.pdf
http://www.ceeol.com/aspx/getdocument.as Tercanlioglu, L. (2004). Exploring gender
px?logid=5&id=8b423dbf-0432-4b96-9108- effect on adult foreign language strategies.
490fd122980f Ditemukembali pada 21 Januari 2009, dari
Reid, J. M. (1987). The learning style http://stu.inonu.edu.tr/~mnakdeniz/tercanlio
preferences of ESL students. TESOL glu.html
Quarterly, 21(1), 87-111. Tsai, L. (2006). Learning style preferences in
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self- relation to language learning strategies of
determination theory and the facilitation of VHS students. Ditemukembali pada 13
intrinsic motivation, social development, November 2008, dari
and well-being. American Psychologist, 55, http://ethesys.lib.mcu.edu.tw/ETD-db/ETD-
PENGGUNAAN STRATEGI 127

search/view_etd?URN=etd-0722107-
200523
Yekti, D. A. (2007). Hubungan antara gaya
belajar dengan prestasi belajar pada siswa
kelas X SMAN 9 Yogyakarta. Skripsi, tidak
Diterbitkan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Yu, H. (2005). Motivation and learning strategy
use among junior high school students with
different levels of academic achievement.
Ditemukembali pada 12 Februari 2009, dari
http://203.64.120.207/ETD-db/ETD-
search/view_etd?URN=etd-0821106-
171639
Zhenhui, R. (2004). Matching teaching styles
with learning styles in East Asian contexts.
Ditemukembali pada 13 November 2008,
dari
http://www.flcjxnu.com/xkjs/ShowArticle.a
sp?ArticleID=110
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2, 128–146

Permasalahan Deteksi dan Penanganan Anak Cerdas


Istimewa Dengan Gangguan Perkembangan Bicara
dan Bahasa Ekspresif (Gifted Visual-spatial Learner)

Julia Maria van Tiel


Pharos Nederland

Gifted Visual-spatial learners is one of categories of gifted children that


has been overlooked and under diagnosed. Linda Kreger Silverman (1995;
2002) defined Gifted Visual spatial learner as those highly intelligence
children (gifted) with special developmental pattern and characteristics.
Their strengths are the visual-spatial ability and gestalt cognitive style.
They learn better visually than auditory. They learn all-at-once, and when
they got the concept, the learning is permanent. Gifted children with
visual-spatial learning style often have asynchronous developmental
pattern and tend to have speech and language expressive disorder, or more
commonly known as a Specific Language Impairment (SLI), or Pure
Dysphasic Development. These unique developmental characteristics
often cause problems in social and emotional skills at school, and the
problems generally worsen without proper assistance and strategies of
intervention. They also often misdiagnosed under the label of high
function autism, ADHD and / or learning disabilities. A collaborative
diagnostic with a long term continual observation and special approach is
needed to help this population.

Keywords: gifted children, Specific Language Impairment, gifted visual-


spatial learner

Sekalipun belum banyak penelitiannya, emosional, dan mengalami prestasi rendah di


namun akhir-akhir ini telah mulai banyak sekolah atau underachiever gifted children
dilaporkan tentang perkembangan khusus dari (Kiebom, 2007; Montgomery, 2009; Silverman,
salah satu kelompok anak cerdas istimewa, 2002). Berbagai masalah itu pada umumnya
yaitu kelompok anak cerdas istimewa yang saat duduk di sekolah dasar dan sekolah
mengalami gangguan perkembangan bahasa lanjutan pertama (Mooij, Hoogeveen, Driessen,
dan bicara ekspresif. Perkembangan khusus ini, van Hell, & Verhoeven, 2007; Müller, 2001).
jika tidak ditangani secara tepat, akan Secara populer kelompok cerdas istimewa ini
menyebabkan berbagai masalah lanjutannya, sering disebut sebagai the Einstein syndrome,
yaitu adanya resiko mengalami kesulitan atau sering pula disebut sebagai the late
belajar, ketertinggalan perkembangan sosial bloomer (Silverman, 2002). Disebutkan sebagai

128
PERMASALAHAN DETEKSI 129

the Einstein syndrome karena mempunyai juga mempunyai keterampilan sosial yang baik,
gejala perkembangan yang khas mirip dengan mempunyai perkembangan bahasa yang luas,
Einstein, yaitu mengalami keterlambatan dalam dan mempunyai prestasi yang baik, sekalipun
perkembangan bicara dan bahasa, mengalami saat kecil mempunyai beberapa gejala yang
kesulitan dalam pendidikannya, namun cocok dengan kriteria autisme dari DSM IV.
mempunyai kesuksesan dalam bidangnya, Namun saat dewasa, mereka keluar dari kriteria
matematika dan fisika. Disebut the late autisme tersebut (Greenspan, 1997; Greenspan,
bloomer, karena masa kecilnya mengalami 1998).
kesulitan dan keterlambatan kematangan di Hingga saat ini, kelompok anak cerdas
berbagai aspek perkembangan, dan terjadi istimewa seperti ini masih sangat sedikit
normalisasi perkembangan saat sudah dewasa. dibahas di Indonesia. Namun demikian, anak-
Sekalipun secara umum, kelompok anak ini anak ini membutuhkan perhatian yang besar,
baru banyak muncul ke permukaan dalam karena dengan mudah dapat terjaring ke dalam
literatur berbahasa Inggris di atas tahun 2000- kelompok autisme atau Autism Spectrum
an, namun berbagai literatur yang membahas Disorder seperti Pervasive Development
pendeteksian dan pendidikan anak-anak ini Disorder Not Otherwised Specified (PDD-
dalam bahasa Belanda sudah dapat kita NOS), Asperger Syndrome, atau sebagai
temukan sejak tahun 1990-an. ADHD, serta gangguan psikiatri lainnya (Webb
Dalam perkembangannya, anak-anak cerdas et al., 2005).
istimewa ini juga akan mempunyai kekhususan, Sebagai pembina kelompok diskusi orang
yaitu mempunyai kekuatan dalam kemampuan tua anak cerdas istimewa Indonesia dalam
visual-spasial dan berpikir gestalt (de Groot & format Gifted Parents Support Group dan
Paagman, 2003; Silverman, 2002). Kelompok diskusi dalam milis (mailing list)
ini merupakan kelompok minoritas. Jumlahnya anakberbakat@yahoogroups.com, penulis
belum dilaporkan, namun diperkirakan cukup mencoba mengamati gejala yang ada di
banyak. Kendati demikian, oleh karena selama lapangan dalam keluarga-keluarga Gifted
ini keterlambatan bicara dianggap mempunyai Parents Support Group tersebut. Gifted Parents
prognosis yang baik, anak-anak ini tidak dirujuk Suport Group dan milis yang sudah berjalan
ke profesi lain untuk ditangani. Namun karena sejak tahun 2001 ini menampung orang tua
akhir-akhir ini pemeriksaan tumbuh kembang anak cerdas istimewa yang mengalami kesulitan
anak semakin detil, sementara itu anak-anak ini mencari informasi bahan bacaan ilmiah dalam
memang mempunyai beberapa gambaran gejala rangka mengasuh anak-anaknya. Dari
yang cocok dengan autisme maupun dengan pengamatan di lapangan, sejumlah 500 anggota
Attention Deficit Hyperactivity Disorder yang tersebar di seluruh Indonesia dan
(ADHD) maka anak-anak ini lebih sering sebagiannya berada di luar negeri (Singapura,
dikirim ke psikiater (Tan, 2005). Sekalipun Malaysia, Jepang, Timur Tengah, Eropa dan
demikian, saat dewasa anak-anak ini umumnya Amerika); sejumlah itu adalah orang tua anak
mempunyai tingkat inteligensi yang sangat yang mengalami keterlambatan bicara.
tinggi, berada di atas persentil 98 (Silverman, Sejumlah anak yang telah melalui pemeriksaan
2002). Dilaporkan pula, di saat dewasa mereka psikologi (tes IQ) di usianya yang ke enam
130 VAN TIEL

sampai dengan delapan tahun, menunjukkan Pengertian Anak Cerdas Istimewa


mempunyai kecerdasan yang luar biasa terlihat
dari skala performansinya, dalam hal mana Adanya konsep keberbakatan tertentu akan
logika matematika, berpikir analisis, dan juga menentukan cara pendeteksian dan
pemecahan masalah berada pada skala di atas pendiagnosisan cerdas istimewa. Namun,
rata-rata normal, walaupun pada skala verbal konsep ini dari hari ke hari terus berkembang.
masih berada jauh di bawah skala Dari konsep keberbakatan sebagai faktor
performasinya (terdapat diskrepansi yang tunggal—yaitu melalui tingkat inteligensi atau
besar). Anak-anak anggota Gifted Parents pengukuran IQ, kemudian berkembang ke arah
Support Group ini mempunyai gejala yang konsep multifaktorial dan dinamis, yaitu adanya
sama, yaitu terlambat bicara dengan kapasitas intelektual yang tinggi di atas 130
kemampuan berbahasa simbolik yang baik, (skala Wechsler), motivasi dan komitmen
mempunyai perkembangan afeksi yang baik, terhadap tugas yang tinggi, serta kreativitas
namun—sekalipun terlambat bicara— (Renzulli, 2005). Konsep ini diletakkan oleh
menunjukkan perilaku sangat cerdas. Hampir Josef Renzulli yang dikenal dengan The Three
semua anak-anak ini pernah mendapatkan Ring of Renzulli di tahun 1978 (Renzulli, 2005);
bermacam-macam diagnosis dari pendiagnosis lihat Gambar 1. The Three Ring dari Renzulli
yang berbeda-beda. Umumnya anak-anak ini ini terdiri dari tiga cincin yaitu, tingkat
mendapatkan diagnosis autisme ringan, autisme kemampuan (inteligensi) yang tinggi,
spectrum disorder (ASD), asperger syndrome, kreativitas, komitmen terhadap tugas yang juga
ADHD, brain injury, mental retarded, serta tinggi (komitmen tinggi sebagai perwujudan
learning disorder. Masalah yang dihadapi anak- motivasi yang tinggi). Dengan ketiga
anak ini adalah bahwa hingga saat ini di persyaratan ini (sebagai multifaktor), maka
Indonesia belum ada protokol pendeteksian, diharapkan prestasi istimewa dapat terwujud.
pendiagnosisan, dan penanganan anak-anak ini.
Pada akhirnya anak-anak ini tidak mendapatkan
penanganan dan pendidikan sebagaimana yang
dibutuhkan. Banyak diantaranya yang tidak
diterima oleh sekolah; atau, pihak sekolah tidak
dapat memberikan pendidikan yang dibutuhkan.
Sangat boleh jadi, pihak sekolah tidak pernah
mendapatkan informasi dan bimbingan tentang
anak-anak kelompok ini dari profesi yang
berkaitan.
Pada pihak profesi psikologi juga Gambar 1. Tiga cincin Renzulli
nampaknya belum ada kesepakatan penerimaan
kelompok gifted visual spatial learner ini F. J. Mönks kemudian menambahkan
sebagai kelompok yang perlu menjadi dengan pemahaman bahwa agar keberbakatan
perhatian. Hal ini terlihat dari sering terjadinya dapat terwujud maka ketiga faktor yang
kekeliruan interpretasi gejala. disebutkan Renzulli itu perlu mendapatkan
PERMASALAHAN DETEKSI 131

dukungan dari lingkungan, yaitu dari keluarga, berbagai bidang prestasi.


sekolah, dan lingkungan dimana anak itu berada Perkembangan paling akhir saat ini adalah
(Mönks & Ypenburg, 1995). Model ini bahwa model pemahaman anak cerdas istimewa
kemudian disebut Triadisch Renzulli-Mönks. telah berkembang kepada model pemahaman
Konsep dinamis dalam Triadisch Renzulli- yang dibangun oleh Kurt Heller, yang disebut
Mönks itu sendiri ditambahkan oleh Mönks & sebagai Model Munich dari Kurt Heller (Heller,
Ypenburg (1995), sebagai pengertian bahwa Perleth, & Lim, 2005). Dibangunnya model ini
lingkungan akan berinteraksi secara dinamis adalah karena pendeteksian dan pelayanan anak
dengan potensi keberbakatan sehingga cerdas istimewa dirasakan masih kurang
menghasilkan prestasi keberbakatan. Pengaruh mencapai kelompok anak cerdas istimewa yang
lingkungan yang dinamis ini akan berpengaruh tidak berprestasi (karena berbagai sebab).
pada dinamika motivasi, komitmen terhadap Model Munich ini kini sudah mulai digunakan
tugas, dan kreativitas seseorang. Sementara itu, oleh banyak negara di dunia, terutama negara-
potensi inteligensi individu merupakan faktor negara yang tergabung dalam European
yang stabil. Council for High Abilities, karena dirasakan
model ini lebih komprehensif dan multimodal
yang dapat melayani keheterogenan anak cerdas
istimewa. Dengan menggunakan model yang
lebih maju ini, maka ada landasan teoritis untuk
melakukan deteksi, pendiagnosisan, dan
pelayanan berbagai kelompok anak cerdas
istimewa, termasuk anak yang mengalami
gangguan perkembangan, berprestasi rendah
karena tidak terdukungnya keberbakatannya,
maupun karena masalah-masalah individu
dengan komorbiditas lainnya (Mönks &
Pfluger, 2005).
Studi longitudinal tentang berkecerdasan
istimewa (giftedness) yang disebut sebagai The
Gambar 2. The Triadich Renzulli-Mönks Munich Study of Giftedness adalah studi yang
(Mönks & Katzko, 2005, h. 191) berdasar pada klasifikasi psikometrik dengan
beberapa tipe giftedness atau faktor talenta.
Mönks & Katzko (2005) memberikan Model ini disebut model multidimensional
definisi kerja tentang keberbakatan menjadi: karena berisi tujuh kelompok faktor
"Giftedness is an individual potential for kemampuan yang relatif independen. Kelompok
exceptional or outstanding achievements in one faktor kemampuan ini disebut faktor prediktor,
or more domains". Dalam hal ini, jelas bahwa yaitu inteligensia, kreativitas, sosial
keberbakatan luar biasa adalah potensi bawaan kompetensi, musik, artistik, ketrampilan
yang merupakan faktor genetik individu, yang motorik, dan inteligensia praktis. Di samping
kemudian memerlukan pendekatan lingkungan itu, model ini juga mempunyai beberapa
agar potensi itu dapat terwujud dalam bentuk
132 VAN TIEL

Gambar 3. The Munich Model dari Kurt Heller

domain kinerja (criterion variables), yaitu keterlambatan bicara. Kesulitannya adalah


variabel personalitas (misalnya, motivasi), dan bahwa hingga kini masih belum ada daftar
faktor lingkungan yang akan bekerja sebagai periksa (ceklis) baku untuk pendeteksian anak-
moderator yang dapat mengubah potensi anak cerdas istimewa, terlebih untuk kelompok
istimewa individu ke performa istimewa dalam anak-anak yang mengalami keterlambatan
bentuk beberapa domain. Model ini juga bicara ini, agar dapat dipisahkan dari kelompok
mempunyai konsep bahwa giftedness juga penyandang gangguan lainnya. Belum adanya
mempunyai kaitan dengan faktor-faktor daftar periksa baku ini disebabkan karena pola
nonkognitif, yaitu motivasi untuk berprestasi, tumbuh kembang anak cerdas istimewa
pengontrolan terhadap harapan-harapan, dan mempunyai pola yang beragam dan krusial
bagaimana konsep diri si anak (Heller et al., (Mönks & Katzko, 2005; Mooij et al., 2007).
2005); lihat Gambar 3. Keragaman itu akan berupa keragaman dalam
Pengembangan model di atas, sampai saat pola perkembangan senso-motoris, bicara dan
ini, baru dapat digunakan dalam melayani bahasa, sosial emosional, kemampuan
pendeteksian dan pendidikan cerdas istimewa di beradaptasi, dan pola perkembangan
sekolah. Namun, masalah misdiagnosis anak- kognitifnya.
anak cerdas istimewa ini justru sering terjadi di
usia balita atau usia pra-sekolah. Misdiagnosis Tumbuh Kembang Anak Cerdas Istimewa
terbanyak terjadi di usia dua sampai tiga tahun,
saat mana dideteksi anak mengalami Selama ini para psikolog yang membidangi
PERMASALAHAN DETEKSI 133

masalah anak cerdas istimewa lebih banyak pendeteksian lain yang juga membutuhkan
membicarakan masalah akademisnya, dan tidak dukungan teoritis, baik dari segi (1) sinyal
terlalu banyak membicarakan perkembangan tumbuh kembangnya, (2) sinyal
anak-anak cerdas istimewa yang masih di kepribadiannya, dan (3) sinyal
bawah usia lima tahun. Hal ini disebabkan keberbakatannya.
karena di usia balita, anak-anak ini masih belum Berbagai teori yang kini banyak
dapat diukur inteligensinya melalui tes IQ, atau dikembangkan untuk memahami ketiga sinyal
dengan perkataan lain, hasil tes IQ masih belum tadi di usia balita diuraikan sebagai berikut.
dapat dipercaya karena anak masih dalam usia
perkembangan (van Gerven & Drent, 2000). Keberbakatan Sebagai Perkembangan yang
Dengan demikian, jika mengikuti persyaratan Skalanya Besar
tingkatan inteligensi sedemikian sehingga
seorang anak agar dapat disebut sebagai anak Perkembangan dengan skala yang besar ini
cerdas istimewa (yaitu bila mempunyai IQ di dikemukakan oleh seorang psikiater Polandia
atas 130 skala Wechsler), maka anak-anak di bernama Kazimierz Dabrowski tahun 1964.
bawah usia lima tahun masih belum dapat Teorinya yaitu The Theory of Positive
disebut sebagai anak cerdas istimewa atau Disintegration. Dalam teorinya itu, Dabrowski
gifted child. Sebagai ganti istilah gifted child menjelaskan tentang perkembangan yang
untuk anak usia balita, Belanda menggunakan overexcitibility pada berbagai aspek tumbuh
istilah kinderen met ontwikkeling voorsprong kembang individu cerdas istimewa, yang
atau anak dengan lompatan perkembangan (de meliputi aspek: psikomotor, sensual, intelektual,
Hoop & Janson, 1999; Mönks & Ypenburg, imajinasi, dan emosi (de Hoop & Janson, 1999;
1995; Stichting Plato, 2002). O’Conor, 2002; Webb et al., 2005).
Sekalipun masih belum dapat disebut Dabrowski (dalam O’Conor, 2002; Webb et
sebagai anak cerdas istimewa (gifted child), al., 2005) membicarakan perkembangan
anak-anak ini kini dianjurkan oleh berbagai overexcitibilities (superstimulatibilities) yang
pihak baik orang tua, guru, maupun berbagai dijelaskan dengan gambaran bahwa seorang
profesi yang berkaitan dengan anak cerdas anak cerdas istimewa berkembang dalam
istimewa untuk secepatnya teridentifikasi dan kondisi yang sangat (ekstrim) sensitif dalam
segera mendapatkan penanganan yang sesuai lima area. Kelima area itu adalah psikomotor,
dengan pola tumbuh kembangnya. Di samping sensual, imajinasi, intelektual, dan emosional.
itu tujuannya agar pendiagnosisannya juga Ia mempunyai stimulus-respons yang sangat
dapat dipisahkan dari kelompok anak berbeda dengan norma normal. Hal ini berarti
berkekhususan lainnya, tidak mendapatkan bahwa kelima area tersebut akan bereaksi lebih
misdiagnosis yang dapat menyebabkan salah kuat dan lama daripada anak normal, sekalipun
penanganan (Kiebom, 2007; Macintyre, 2008; stimulus itu sangat kecil bentuknya. Hal ini
Müller, 2001; Webb et al., 2005). bukan merupakan faktor psikologis tetapi lebih
Bila pendeteksian cerdas istimewa di usia kepada sensitivitas yang diatur oleh sistem
balita mengalami kesulitan untuk menggunakan susunan saraf pusat atau SSP (Silverman, 2002;
tes inteligensi, maka diperlukan cara Webb et al., 2005).
134 VAN TIEL

Keberbakatan Sebagai Perkembangan yang anak cerdas istimewa ini mempunyai pola
Disinkroni tumbuh kembang yang disinkroni, namun
bentuk disinkroni itu tidak akan sama dari satu
Penggunaan istilah disinkroni anak cerdas istimewa ke anak cerdas istimewa
(dyssynchrony) pertama kali digunakan oleh yang lain (de Hoop & Janson, 1999; Webb et
Jean-Charles Terrasier dari Perancis dalam al., 2005).
bukunya "Les enfants surdoués ou la précocité
embarrassante" (the exceptionally gifted Keberbakatan Sebagai Perkembangan yang
children or the embarrassing precocity) tahun Asinkroni
1970. Jean-Charles Terrasier mengambil
pengertian disinkronitas perkembangan pada Linda Kreger Silverman (1995; 2002) lebih
anak cerdas istimewa ini dari teori Kazimierz banyak menggunakan istilah asynchronous
Dabrowski yaitu The Theory of Positive development (perkembangan asinkroni)
Disintegration tahun 1964 (de Hoop & Janson, daripada perkembangan yang disinkroni
1999; Webb et al., 2005). sebagaimana yang digunakan oleh Jean Charles
Disinkronitas perkembangan dapat Terrasier—yang dipandang oleh Silverman
menyangkut perkembangan antar individu bahwa pengertian disinkroni akan lebih ke arah
cerdas istimewa dengan sebayanya pendekatan klinik. Perkembangan yang
(disinkronitas eksternal), namun juga dapat asinkroni yaitu berupa perkembangan yang
menyangkut perkembangan antar berbagai tidak harmonis (uneven development) dalam hal
aspek tumbuh kembang si anak itu sendiri, yang kompleksitasnya, intensitasnya, tingkatan
disebut disinkronitas internal (de Hoop & kesadarannya, serta sosialisasinya.
Janson, 1999; Webb et al., 2005). Asinkroni internal adalah perkembangan
Disinkronitas perkembangan ini dikatakan individu cerdas istimewa yang mempunyai
sebagai hal yang menjadi awal dari berbagai tingkat perkembangan yang berbeda antar
kesulitan perkembangan anak cerdas istimewa. berbagai aspek tumbuh kembangnya, yang
Disinkronitas perkembangan telah meliputi perkembangan fisik, intelektual,
menyebabkan pola tumbuh kembang yang emosional, sosial, dan perkembangan
berbeda dengan anak-anak lain sebayanya (de kemampuan lainnya. Asinkroni internal ini akan
Hoop & Janson, 1999; Webb et al., 2005). berimplikasi pula pada tingkatan perkembangan
Disinkronitas perkembangan pula lah yang dirinya apabila dibandingkan dengan anak usia
akhirnya menyebabkan ketidak harmonisan sebayanya, maupun dengan anak yang dapat
perkembangan bila diukur dengan pola patokan diharapkan seusia secara budaya (Silverman,
perkembangan normal(de Hoop & Janson, 1995; Silverman, 2002). Dalam hal ini, menurut
1999; Webb et al., 2005). Disinkronitas ini Silverman (2002), konsep disinkroni dan
dapat menyebabkan jurang perkembangan (bila asinkroni adalah sama, namun asinkroni lebih
dibandingkan dengan anak-anak normal merupakan batasan konsep dalam menjelaskan
maupun dengan perkembangannya sendiri) berbagai aspek tumbuh kembang anak-anak
mulai dari jurang yang dangkal hingga yang cerdas istimewa yang kemudian merupakan
dalam. Artinya adalah bahwa sekalipun anak- dasar-dasar pemahaman semua bentuk anak-
PERMASALAHAN DETEKSI 135

anak cerdas istimewa. Gangguan perkembangan bicara dan bahasa


ekspresif adalah istilah yang digunakan dalam
Keberbakatan Sebagai Perkembangan yang The Diagnostic and Statistical Manual of
Temponya Cepat Mental Disorders (DSM-IV) (Nyiokiktjien,
2005). Sementara itu, setiap profesi yang
Perkembangan anak-anak cerdas istimewa mempunyai kaitan dengan kelompok ini
telah banyak diketahui mempunyai mempunyai istilah masing-masing. Neurolog
perkembangan yang lebih cepat dari teman menyebutnya Pure Dysphatic Development
sebayanya (Mönks, 2003; Silverman, 1995). (Tan et al., 2005), speech patolog menyebutnya
Mönks (dalam Mönks & Ypenburg, 1995) Specific Language Impairment atau SLI
menyebut anak berkecerdasan istimewa dengan (Goorhuis & Schaerlaekens, 2008). Sementara
perkembangan yang cepat mendahului teman itu, ahli anak cerdas istimewa menyebutnya
sebaya itu sebagai anak yang mengalami Gifted Visual Spatial Learner (Silverman,
lompatan perkembangan (kinderen met 2002).
ontwikkeling voorsprong). Pada dasarnya, gangguan perkembangan
Dengan menggunakan berbagai pemahaman bicara dan bahasa ekspresif adalah gangguan
di atas, pemerintah Belanda mencoba untuk pada anak-anak yang bukan disebabkan karena
menjaring anak-anak cerdas istimewa sedini gangguan persepsi yang diakibatkan karena
mungkin, termasuk anak-anak cerdas istimewa adanya gangguan sensorik (pendengaran),
yang mengalami keterlambatan bicara ini, inteligensi rendah, kecacatan neurologis (otak),
dengan cara memberikan panduan pengamatan ataupun masalah-masalah emosi dan perilaku.
terhadap anak-anak balita (Stichting Plato, Gangguan ini juga merupakan gangguan yang
2002). Panduan diberikan kepada orang tua, eksklusif, yaitu tidak menyebabkan gangguan
guru, dan dokter sekolah, dokter tumbuh lain dan juga tidak disebabkan oleh gangguan
kembang, serta dokter keluarga. Dokter tumbuh lain (Goorhuis & Schaerlaekens, 2008).
kembang mempunyai peranan yang sangat Dapat disimpulkan bahwa gangguan
besar dalam observasi tersebut, yaitu dengan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif ini
cara melihat berbagai aspek tumbuh kembang adalah memang murni disebabkan oleh
anak pada saat pemantauan berkala untuk perkembangan seorang anak. Penyebab
kemudian dibandingkan dengan pola normal. utamanya adalah genetik atau merupakan hal
Jika didapatkan ada hal-hal yang tidak sesuai yang diturunkan dari orang tuanya. Biasanya
pola normal, segera dokter tumbuh kembang dalam keluarga dari ayah atau ibunya, ada
akan memberikan tanda perhatian dalam status beberapa yang memang mengalami
anak, untuk kemudian dilakukan perujukan keterlambatan bicara (Bishop, North, & Donlan,
kepada berbagai profesi lain yang berkaitan 1995; Goorhuis & Schaerlaekens, 2008).
(Stichting Plato, 2002). Akibat dari keterlambatannya itu, umumnya
memang akan menyebabkan ketertinggalan
Gangguan Perkembangan Bicara dan kematangan di beberapa aspek perkembangan
seperti perkembangan emosi dan perkembangan
Bahasa Ekspresif
sosial, serta ketidakharmonisan pada beberapa
136 VAN TIEL

area perkembangan inteligensi (Silverman, bukan disebabkan karena sebagai hal-hal yang
2002). Dilaporkan oleh banyak ahli bahwa disebutkan pada bagian sebelum ini, maka anak
umumnya hal tersebut terjadi setelah anak akan ini dapat dikelompokkan sebagai anak yang
mulai lagi dengan kegiatan bicara di usia tiga mengalami gangguan perkembangan bicara dan
tahun, dan anak dapat mulai bicara dengan baik bahasa spesifik. Namun, akibat ketertinggalan
pada saat menjelang usia sekolah dasar. ini, ia akan mengalami ketertinggalan
Walaupun demikian, pada saat duduk di sekolah perkembangan bersosialisasi hingga tiga sampai
dasar dan sekolah lanjutan tahun-tahun pertama, dengan empat tahun. Hal ini juga berkaitan
anak tetap akan mempunyai kesulitan dalam dengan perkembangan otak belahan kiri dan
berbahasa dan pelajaran bahasa. Hal ini kanan yang berbeda dengan anak-anak normal
disebabkan karena masih tertinggalnya jumlah pada umumnya (Goorhuis & Schaerlaekens,
daftar kosa kata yang mengakibatkan masalah 2008).
pada pemahaman bahasa, penggunaan Seorang anak dikatakan mengalami
gramatika yang kurang baik, serta penyusunan gangguan perkembangan bicara dan bahasa
elemen-elemen cerita yang kurang baik (de spesifik jika tidak diikuti atau disebabkan
Jong, 2005; Goorhuis & Schaerlaekens, 2008). karena hal-hal di bawah ini (Goorhuis &
Penangkapan bahasa—baik bahasa verbal Schaerlaekens, 2008):
maupun nonverbalnya—mempunyai 1. Inteligensi di bawah rata-rata. Bila anak-
kemampuan yang baik, demikian pula memori anak ini diberi tes IQ dengan tes Weschler
bahasanya kelak dalam perkembangannya akan untuk anak-anak (WISC), maka IQ performansi
semakin membaik. Dilaporkan pula bahwa tidak boleh di bawah normal (di bawah skor
sebelum menjelang pubertas, karena semakin 85).
luasnya penguasaan daftar kosa kata dan 2. Tidak ada gangguan pendengaran,
membaiknya pemahaman bahasa, faktor-faktor dalam mana batas ambang pendengaran adalah
yang semula tertinggal, seperti ketertinggalan 25 dBHL. Anak-anak dengan gangguan
sosialisasi, akan membaik, dan terjadi perkembangan bicara dan bahasa ekspresif ini,
normalisasi perkembangan (Goorhuis & ambang dengarnya tidak boleh lebih dari 25
Schaerlaekens, 2008). Karena melihat pola dBHL.
alamiah perkembangan yang demikian, anak- 3. Bukan akibat dari gangguan pada organ-
anak ini sering disebut mengalami organ bicara, seperti misalnya gangguan otot-
keterlambatan kematangan (maturity delayed). otot mulut, bibir sumbing dan langit-langit
Kondisi maturity delayed ini akan mengalami sumbing, gangguan otot-otot pernafasan serta
normalisasi perkembangan sebelum usia gangguan pita suara.
pubertas (Aldenkamp, Renier, & Smit, 2004). 4. Tidak ada gejala parah maupun ringan
Gejala utama yang dapat kita lihat adalah cacat/gangguan neurologis (sistem saraf pusat).
ketertinggalan perkembangan bicara minimal Gejala adanya cacat/gangguan neurologis pada
satu tahun dari rata-rata usia anak mulai bicara sistem saraf pusat dapat dilihat melalui
(anak mulai bicara usia satu tahun). Artinya, pemeriksaan fisik seperti sistem refleks dan
bila mendapatkan anak mengalami motorik, maupun pemeriksaan melalui
ketertinggalan bicara di usia dua tahun yang pencitraan otak.
PERMASALAHAN DETEKSI 137

5. Tidak ada gangguan kontak sosial Untuk menjelaskan bagaimana


seperti halnya autisme. perkembangannya, Tan (2005) menjelaskan
6. Tidak terdapat adanya sajian bahasa melalui apa yang disebutnya dengan
yang sangat kurang, atau karena menggunakan metamorphose hemisfere, yaitu pergerakan
beberapa bahasa sekaligus (multibahasa), atau dominansi belahan otak sebelah kanan ke arah
disebabkan karena sakit sangat lama sehingga kiri yang mengalami perlambatan, atau bahkan
tidak dapat mengembangkan kegiatan berbicara stagnasi. Akibatnya, si anak akan lebih
dan berbahasa. didominasi oleh fungsi belahan otak sebelah
Dengan demikian, gejala dari gangguan kanan. De Groot dan Paagman (2003)
perkembangan bicara dan bahasa ekspresif menjelaskan bahwa keterlambatan
adalah (Tan et al., 2005): perkembangan belahan otak sebelah kiri ini
● Mempunyai perkembangan bahasa bukan berarti bahwa belahan otak kiri tersebut
reseptif yang baik atau normal mengalami gangguan fungsi. Apabila terjadi
dibanding dengan kemampuan rata-rata adanya gangguan fungsi, maka gangguan itu
anak seusianya (pemahaman bahasa merupakan bentuk komorbiditas dan
lebih baik daripada produksi bahasa). memerlukan pemeriksaan lebih mendalam.
● Gangguan pada gangguan bahasa Dominansi perkembangan belahan otak
ekspresif (produksi bahasa lebih rendah kanan ini ini mengakibatkan keterlambatan
daripada pemahaman bahasa, gangguan bicara (Tan, 2005), namun justru menyebabkan
kesulitan menyampaikan pikiran dalam kemampuan visual-spasial yang tinggi (de
bentuk verbal). Groot & Paagman, 2003; Silverman, 2002).
● Komunikasi dialog lebih sulit daripada Kemampuan visual-spasial yang tinggi ini
berbicara spontan, sebab komunikasi merupakan kemampuan yang mendukung
dialog berada di bawah situasi komando kemampuan pemecahan masalah, logika
(dalam komunikasi dialog, misalnya berpikir analisa, evaluasi, menciptakan sesuatu
tanya jawab, maka ia harus menjawab yang baru yang orijinal secara kreatif, atau
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan disebut juga higher order thinking dalam
orang lain. Situasi ini artinya berada di Taksonomi Bloom (Sousa, 2003).
bawah komando orang lain). Secara normal, saat bayi masih sangat
● Terganggunya kelancaran bicara muda, mereka akan lebih didominasi oleh otak
terutama yang menyangkut pencarian sebelah kanan yang lebih mempunyai fungsi
daftar kosa kata dalam memori (finding kerja yang berkaitan dengan visual dan suara-
words), dan kesulitan menyatukan suara musik. Kondisi asimetris dan hanya
elemen dalam sebuah cerita. didominasi oleh otak sebelah kanan ini akan
● Kesulitan membangun kalimat dan berlangsung hingga usia minggu ke-29. Secara
bentuk kata-kata. perlahan terjadi pergerakan dominasi dan serah
● Menyampaikan sesuatu dengan terima tugas dari kanan ke kiri, kelak saat
menunjuk-nunjuk, menarik-narik, atau berusia enam tahun dominasi akan berubah ke
dengan suara-suara: otak sebelah kiri, sehingga anak akan lebih
aah…uuhh…uuhh…uuuuh menguasai bicara dengan kemampuan kerja
138 VAN TIEL

auditori yang diatur oleh otak sebelah kiri. Di visual-spatial yang kuat. Silverman (2002) dan
usia sepuluh tahun pergerakan ini akan de Groot dan Paagman ( 2003) menyebutnya
berakhir, dan masa krisis anak berakhir (Tan, sebagai visual-spatial giftedness, yang
2005). kemudian juga akan diikuti dengan lebih kuat
Tan (2005) dan Nyiokiktjien (2005) berpikir gestalt (simultan) daripada berpikir
menjelaskan alasan mengapa anak-anak ini auditory-sequential.
yang semula nampak menunjukkan akan bicara De Groot & Paagman (2003) dan von
di usia sekitar satu tahun, tetapi tiba-tiba Károlyi & Winner (2004) menjelaskan bahwa
mengalami hambatan perkembangan yang belum tentu kelak gifted visual-spatial learner
berakibat pada keterlambatan bicara. Menurut ini akan mengalami gangguan belajar (learning
mereka, dalam hal ini terjadi stagnasi (kondisi disabilities), sekalipun dapat saja terdapat
diam) fungsi perkembangan "serah terima adanya seorang anak gifted visual spatial
tugas" dari otak sebelah kanan ke sebelah kiri. learner mengalami learning disablities. Namun
Goorhuis & Schaerlaekens (2008) menjelaskan, demikian, gangguan itu merupakan
bahwa kondisi diam atau stagnasi fungsi kerja komorbiditas. Tidak ada studi yang dapat
otak kiri untuk mengembangkan kemampuan membuktikan bahwa adanya korelasi antara
bicara adalah disebabkan karena perkembangan visual spatial giftedness dan learning
yang membawa stress tersendiri (belajar disabilities.
berjalan dan berlari) yang akan menyebabkan
perkembangan yang lain (berbicara) untuk Masalah Dalam Pendeteksian dan
sementara mengalami periode istirahat. Sebab
Penanganan
kelak, saat mana belajar berjalan dan berlari itu
sudah cukup matang, maka periode belajar Menurut laporan banyak psikolog ahli anak
bicara itu akan kembali menyusul cerdas istimewa (gifted children), kelompok
ketertinggalannya. Aldekamp (2004) anak-anak yang dibahas ini di masa kecilnya
menjelaskan bahwa umumnya saat menjelang mereka telah seringkali menerima berbagai
pubertas, berbagai ketertinggalan itu sudah diagnosa sebagai anak-anak bergangguan dari
dapat dikejarnya. berbagai pendiagnosis yang berlainan. Dengan
Gejala perilaku, emosi, dan kepribadian demikian, keberbakatan mereka seringkali tidak
yang secara khusus mencirikan kelompok anak tertangani, yang menyebabkan masalah baru
ini adalah bahwa ia lebih didominasi oleh cara berupa gangguan perilaku dan gangguan
berpikir primer seperti keras kepala, sulit emosional (Silverman, 2002). Saat berada di
menerima pendapat orang lain, sulit diajak sekolah, prestasi yang berada di bawah
kompromi menginginkan sesuatu sekarang juga, potensinya seringkali telah salah terinterpretasi
dan tidak dapat didikte, dan sangat perfeksionis sebagai anak-anak yang mengalami gangguan
(de Groot & Paagman, 2003; Silverman, 2002). belajar spesifik (specific learning disabilities),
Tan (2005) menjelaskan bahwa dominasi seperti misalnya disleksia (von Károlyi &
belahan otak sebelah kanan ini yang akan Winner, 2004).
menyebabkan perkembangan dengan Kesalahan pertama yang sering terjadi
karakteristik khusus, yaitu berkemampuan adalah karakteristik tumbuh kembang dan
PERMASALAHAN DETEKSI 139

personalitas anak-anak cerdas istimewa secara seringkali menyebabkan si anak diinterpretasi


umum belum banyak dikenal, terlebih di usia sebagai anak lambat belajar, padahal
balita, terutama anak-anak cerdas istimewa sesungguhnya ia adalah pembelajar cepat
yang mengalami keterlambatan bicara (Kiebom, (Silverman, 2002). Dalam struktur
2007). Di samping itu, hingga saat ini memang inteligensinya, anak-anak ini akan lebih kuat
tidak ada daftar periksa baku guna mendeteksi dalam kemampuan tiga dimensi daripada dua
anak-anak cerdas istimewa saat balita sebagai dimensi. Oleh karena itu, ia akan mengalami
pendamping pendiagnosisan kelompok anak kesulitan dalam pelajaran yang menggunakan
bergangguan perilaku dan mental. hafalan serta aljabar linier daripada pelajaran
Pendiagnosisan Autism Spectrum Disorder yang lebih bertumpu pada kemampuan analisis
(ASD) dan Attention Deficit Hyperactivity serta ilmu ukur bidang. Apabila tidak hati-hati,
Disorder (ADHD) yang hingga kini masih anak-anak ini justru sering dianggap bodoh
menggunakan kriteria subjektif melalui kriteria (Silverman,2004; Sousa, 2003).
perilaku (dalam DSM-IV)—bukan kriteria Masalah kesalahan pendeteksian,
objektif, seperti misalnya melalui pencitraan pendiagnosisan dan penanganan ini bukan
otak—telah menyebabkan beberapa perilaku hanya terjadi di Amerika (Webb et al., 2005)
yang mirip dengan kedua gangguan telah salah atau di Eropa (Mönks & Ypenburg, 1995,
terinterpretasi. Hal ini disebabkan karena setiap Kieboom, 2007), namun terjadi di seluruh
pengamat dapat mempunyai interpretasi yang belahan dunia (Webb et al., 2005).
berbeda, serta setiap butir kriteria gangguan
perilaku yang ada di dalam DSM-IV tidak Prognosis Gifted Visual Spatial Learner
dilihat lagi etiologinya (van Schijndel-Jehoel,
2005). Keterlambatan bicara, sulit diajak Sekalipun anak-anak gifted visual spatial
kompromi, tidak dapat didikte, sering learner ini mengalami keterlambatan bicara,
menyebabkan anak-anak ini salah terdiagnosis mengalami ketertinggalan perkembangan sosial
sebagai ASD. Banyak gerak dan tingkat emosional, mengalami kesulitan dalam
aktivitas yang tinggi dengan dorongan internal pelajaran bahasa, kesulitan dalam kemampuan
untuk melakukan eksplorasi yang tinggi, bahasa ekspresif karena mengalami kesulitan
menyebabkan anak-anak terdiagnosis sebagai dalam finding words, mengalami kesulitan
ADHD. Karena anak-anak ini menunjukkan mengikuti pembelajaran konvensional, serta
kemampuan inteligensi yang tinggi, mereka mempunyai resiko mengalami masalah
sering terdiagnosis sebagai kelompok autisme perilaku; namun, apabila ditangani dengan
dengan fungsi tinggi, atau asperger syndrome tepat, sesuai dengan karakteristiknya, serta
(Webb et al., 2005). mendukung faktor kuatnya—yaitu inteligensi
Dalam pemeriksaan melalui tes IQ, anak- istimewa dan kreativitasnya, maka prognosis
anak ini menunjukkan diskrepansi yang tajam umumnya sangat baik (Aldenkamp et al., 2004;
antara skor verbal dan skor performansi. Hal ini de Groot & Paagman, 2003; Goorhuis &
menyebabkan sering salah interpretasi, apabila Shaerlaken, 2008; Silverman, 2002; Tan, 2005).
tidak hati-hati. Total skor IQ yang masih rendah Hal ini karena sebetulnya anak-anak ini adalah
yang sebetulnya masih dalam perkembangan, anak normal, artinya tidak mengalami
kecacatan neurologis (Goorhuis & Shaerlaeken,
140 VAN TIEL

2008; Nyiokiktjien, 2006; Tan, 2005), hanya semakin banyak faktor yang menghambat serta
saja mereka mempunyai perkembangan yang faktor-faktor yang bersifat kronis, pencapaian
berbeda, yaitu lebih didominasi oleh prestasi akan semakin sulit (Kiebom, 2008; van
perkembangan otak sebelah kanan (Tan, 2005). Gerven, 2008). Dalam hal ini juga perlu dicari
Sementara itu, perkembangan anak-anak normal faktor-faktor yang dapat dieliminasi melalui
lebih dipengaruhi oleh perkembangan belahan pengubahan lingkungan menjadi lebih kondusif,
otak kiri (de Groot & Paagman, 2003; Goorhuis pemberian materi dan strategi pendidikan yang
& Shaerlakens, 2008; Tan, 2005). Hal tersebut sesuai dengan gaya belajar, pelatihan perilaku
menyebabkan anak-anak ini mengalami dan pelatihan pengendalian emosi pada anak.
kesulitan berada di tengah-tengah anak-anak Dengan demikian, prognosis yang akan dicapai
yang mempunyai dominasi perkembangan akan lebih positif (Kiebom, 2008; Montgomery,
belahan otak kiri. Mereka mempunyai gaya 2009; van Gerven, 2008). Namun demikian,
belajar khusus, yaitu gestalt, simultan, dan lebih apabila didapatkan adanya komorbiditas yang
pada kemampuan pemecahan masalah (de etiologinya lebih kepada faktor genetik
Groot & Paagman, 2003; Silverman 2002). (misalnya gangguan psikiatri, gangguan
Namun demikian, perlu diperhatikan apakah neurologi yang menyebabkan learning
ia juga mengalami gangguan ikutan disorder), maka kepadanya diperlukan adanya
(komorbiditas) dengan gangguan lainnya yang toleransi dan penyiasatan gaya belajar agar anak
dapat menyebabkan kesulitan-kesulitan yang dapat beradaptasi dengan gangguan yang
sulit diatasi (de Groot & Paagman, 2003; de disandangnya (Montgomery, 2009).
Jong, 2005; Goorhuis & Shaerlaekens, 2008).
Kelompok gifted yang diikuti dengan gangguan Diskusi dan Saran
lainnya (komorbiditas) disebut exceptional
gifted children, atau dual diagnosis, atau gifted Sekalipun jumlahnya belum diketahui,
plus. Kelompok ini perlu dipisahkan dengan namun laporan anak terlambat bicara yang
gifted visual-spatial learner, karena pandai semakin banyak terdeteksi. Di berbagai
membutuhkan strategi pendekatan yang berbeda negara maju, telah banyak dilaporkan berbagai
(Baum, 2004). Gangguan ikutan atau kasus salah diagnosis terhadap anak-anak
komorbiditas itu dapat berbentuk seperti kelompok gifted visual spatial learner ini
gangguan psikiatri, gangguan fisiologis (Silverman, 2005; von Károlyi & Winner, 2004;
(sensomotor), dan gangguan neurologis (Webb Webb et al., 2005).
et al., 2005) yang memerlukan pendekatan Demikian pula di Indonesia; sudah sering
penanganan lebih kompleks serta rujukan ke ada laporan dari lapangan adanya kelompok
berbagai profesi terkait. anak ini yang telah salah terinterpretasi dan
Dengan menggunakan model keberbakatan salah penanganan. Kesalahan terjadi karena
dari Kurt Heller, maka berbagai pihak seperti telah salah memberikan interpretasi terhadap
pihak profesi yang berkaitan (psikolog, dokter perilaku, kemampuan komunikasi (kemampuan
anak, psikiater, neurolog, dan ortopedagog), komunikasi nonverbal sering luput dari
guru maupun orang tua, dapat memperkirakan perhatian), serta perkembangan sosial dan
bagaimana prognosis anak. Bila ditemukan emosional anak. Tak jarang juga terjadi
kesalahan interpretasi terhadap IQ dengan
PERMASALAHAN DETEKSI 141

diskrepansi verbal dan performansi yang tajam Indonesia, teori yang mendasari pemahaman
(v/P)—yang seharusnya dilakukan interpretasi individu cerdas istimewa masih menggunakan
per-subtes secara canggih namun diberikan total model pendekatan yang lama, yang tidak dapat
skor IQ. Akibatnya, anak terinterpretasi sebagai menjangkau semua tipe anak cerdas istimewa.
anak lamban belajar dan masuk ke dalam Model pemahaman cerdas istimewa yang masih
kategori anak bergangguan lainnya, atau anak digunakan hingga saat ini di Indonesia adalah
yang mengalami brain injury. model dari Renzulli (The Three Ring of
Mengamati pengalaman di lapangan dalam Renzulli). Dengan demikian, berbagai faktor
membina kelompok diskusi dan membimbing psikologis non-kognitif, pola tumbuh kembang,
orang tua mengasuh anak-anaknya dalam Gifted dan kepribadian anak tidak menjadi bahan
Parents Support Groups, penulis melihat pertimbangan saat pendeteksian.
banyak sekali hambatan yang ditemui terutama 3. Hambatan pemahaman individu cerdas
di Indonesia. Hambatan itu berupa: istimewa oleh guru. Hingga kini yang dipahami
1. Hambatan dalam pendeteksian dan oleh para guru umumnya adalah bahwa seorang
pendiagnosisan. Kelompok gifted visual spatial anak cerdas istimewa adalah anak yang
learner ini di Indonesia belum diterima secara mempunyai kecerdasan luar biasa dan tidak
resmi oleh kalangan profesi yang berkaitan mempunyai masalah. Hal ini dapat dipahami,
dengan masalah tumbuh kembang dan karena pemahaman cerdas istimewa masih
inteligensi anak (psikolog, dokter, dan menggunakan model pemahaman dari Renzulli.
ortopedagog atau ahli kependidikan Dengan demikian, anak-anak cerdas istimewa
berkekhususan). Dalam hal ini Gifted Parents yang mengalami disinkronitas perkembangan,
Support Groups yang tergabung dalam milis perkembangan dengan skala yang besar,
anakberbakat@yahoogroups.com hanya dapat keterlambatan bicara, serta pada saat balita
melakukan konsultasi profesional hanya kepada belum dapat dilakukan pendeteksian melalui tes
dua orang ahli cerdas istimewa, yang mana IQ, tidak terdeteksi sebagai anak cerdas
keduanya harus melayani ke seluruh jaringan di istimewa. Pada gilirannya, pihak sekolah juga
Indonesia. Minimnya tenaga ini sebagai akibat tidak mengelompokkannya sebagai anak cerdas
karena tidak adanya pemahaman maupun daftar istimewa yang membutuhkan pendekatan
periksa (ceklis) pendamping bagi gifted visual khusus.
spatial learner yang mengalami keterlambatan 4. Hambatan dalam pendidikannya.
bicara ini, yang sering menyebabkan keraguan Hingga kini, program cerdas istimewa yang
pendeteksian. Oleh karena itu, pada akhirnya, sudah berjalan adalah program kelas akselerasi.
semua profesi yang ada di Indonesia (psikolog, Padahal, anak-anak ini tidak akan dapat
dokter, ortopedagog) memasukkan anak-anak mengikuti pendidikan kelas akselerasi saat
ini dalam kelompok anak bergangguan masuk sekolah dasar karena (1) prestasi
(disorder) sebagaimana kriteria yang ada dalam inteligensi melalui tes IQ belum memenuhi
DSM-IV 1994 dari American Psychiatric syarat (ia mengalami ketertinggalan
Association. perkembangan inteligensi), (2) prestasi
2. Hambatan pemahaman individu cerdas akademis yang tidak memenuhi syarat bagi
istimewa oleh pendiagnosis. Hingga kini di kelas akselerasi, (3) masih mempunyai banyak
142 VAN TIEL

hambatan dan masalah dalam pembelajaran tidak terdeteksi sebagai anak cerdas istimewa
seperti masalah bicara dan bahasa yang masih yang late bloomer.
berada di bawah tingkat perkembangan normal, Beberapa saran yang dapat penulis ajukan
perkembangan sosial emosional yang terlambat, adalah sebagai berikut:
dan masalah dalam perkembangan motorik 1. Pendeteksian sedini mungkin
halus yang belum mendukung ketrampilan memerlukan pendekatan multidisipilin secara
menulis, serta masalah lain, seperti kemampuan terpadu dan observasi berkesinambungan, dari
adaptasi yang masih sulit (karena terlalu berbagai profesi, yaitu psikolog, dokter tumbuh
perfeksionis), belum mampu bekerjasama kembang, dokter neurologi pediatri, audiolog
dalam tim kerja. Akibatnya, anak-anak ini juga atau dokter THT, dan ortopedagog yang
tidak mendapatkan layanan sebagai anak cerdas memang menspesialisasikan diri pada
istimewa yang tengah mengalami perkembangan dan pendidikan anak cerdas
perkembangan. istimewa.
Belum terdapatnya daftar periksa baku yang 2. Profesi psikologi perkembangan yang
dapat digunakan untuk pendeteksian gifted mengkhususkan diri pada anak cerdas istimewa
visual spatial learner ini menjadi masalah, hendaknya bekerjasama dengan kedokteran
yakni tidak terdeteksinya anak-anak ini saat tumbuh kembang untuk menyusun pedoman
balita. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan atau panduan pendeteksian anak cerdas
pendeteksian secara multidisiplin oleh berbagai istimewa melalui pemeriksaan berkala tumbuh
profesi yang berkaitan, agar ia dapat tersaring kembang anak.
dan keluar dari kelompok anak-anak 3. Profesi psikologi perkembangan perlu
penyandang autisme, ADHD, brain injury, mengembangkan panduan pendeteksian gifted
retardasi mental, maupun gangguan belajar visual spatial learner melalui sinyal tumbuh
seperti disleksia. Hal ini agar kemudian anak- kembang, sinyal keberbakatan (de Hoop &
anak ini mendapatkan penanganan yang sesuai Jansen, 1999), dan sinyal personalitas cerdas
sebagaimana yang dibutuhkan, yaitu masalah istimewa, berdasarkan teori yang sudah
perkembangan berbahasa, dan juga pelayanan dikembangkan. Teori itu adalah bahwa anak
perkembangan inteligensi luar biasanya. cerdas istimewa mengalami lompatan
Namun, oleh karena dari profesi psikologi perkembangan (Mönks & Ypenburg, 1995)
di Indonesia masih menggunakan pendekatan mempunyai perkembangan dengan skala yang
teoritis pemahaman cerdas istimewa yang lama besar (Mönks, 2003; Silverman, 1995),
(The Three Ring dari Renzulli), serta belum berkembang lebih cepat daripada anak usia
berpegang pada sinyal-sinyal tumbuh kembang, sebayanya, namun mengalami ketidaksinkronan
sinyal kepribadian, serta sinyal keberbakatan perkembangan (Silverman, 1995; Silverman,
cerdas istimewa, maka pihak kedokteran 2002). Gambar 4 yang dikutip dari de Hoop &
sebagai tenaga profesi terdepan pada masalah Jansen (1999, h. 25) menunjukkan seorang anak
tumbuh kembang anak tidak mengetahui bahwa cerdas istimewa dalam perkembangan
sebenarnya anak-anak ini adalah anak gifted kemampuan pandang ruang yang mengalami
visual spatial learner. Anak-anak ini selalu lompatan perkembangan. Hal ini ditunjukkan
dengan kemampuan menggambarnya yang
PERMASALAHAN DETEKSI 143

lompat pada bentuk tiga dimensional di usianya gangguan kognitif dalam area kemampuan
yang masih sangat dini (2 tahun 10 bulan). pandang ruang (visual-spasial), logika analisis
Gejala perkembangan seperti ini dapat dan sintesis, mengalami keterbatasan
digunakan untuk pendeteksian adanya lompatan pemecahan masalah, mengalami keterbatasan
perkembangan keberbakatan. kreativitas, serta mempunyai bidang minat yang
terbatas dan kaku (Baltussen, Clijsen, &
Leenders, 2003; Vermuelen, 1999; Vermuelen,
2002).
5. Sebagaimana yang disarankan oleh
Silverman (2002), hendaknya kepada anak-anak
ini dilakukan interpretasi terhadap setiap subtes
IQ melalui interpretasi secara canggih guna
melengkapi data dan membantu melihat faktor
kuat dan faktor lemah anak, struktur inteligensi,
gaya belajar, kematangan emosi, ketrampilan
sosial, serta prediksi perkembangan selanjutnya
(Silverman, 2002). Karena sering ditemukan
ketertinggalannya dalam pelajaran di sekolah,
sering pula anak-anak ini diinterpretasikan
sebagai anak penyandang learning disabilities
yang sebenarnya disebabkan karena masalah
perkembangan yang tidak sinkron, dan bukan
karena gangguan neurologis yang menyebabkan
learning disabilities (von Károlyi & Winner,
2004). Oleh karena itu, kepadanya diperlukan
pemberian bimbingan remedial yang sesuai
untuk menunjang berbagai kesulitan mengikuti
Gambar 4. Hasil gambar anak cerdas istimewa pembelajaran.
6. Profesi psikologi perkembangan
4. Jika dalam perkembangan seorang anak bersama dengan profesi ortopedagogi
yang mengalami keterlambatan bicara mengembangkan strategi pendidikan bagi anak-
didapatkan adanya perkembangan kognitif luar anak ini sedini mungkin sejak prasekolah
biasa, yang antara lain ditandai dengan adanya melalui pendekatan faktor kuat dan faktor
perkembangan pemecahan masalah, maka lemah anak. Bentuk sekolah yang sesuai untuk
kepadanya perlu dikeluarkan dari kelompok kelompok ini adalah kelas inklusi dengan
autisme. Hal ini karena pada dasarnya anak- kurikulum berdiferensiasi (Whitehead &
anak autis di samping mengalami gangguan Huxtable, 2009).
perkembangan emosi-sosial yang mendasari Gambar 5 di bawah ini merupakan bagan
hubungan afeksi, gangguan bahasa non-verbal, yang penulis ajukan. Pada usia balita,
gangguan komunikasi, mereka juga mengalami pendeteksian diarahkan untuk melihat adanya
144 VAN TIEL

lompatan perkembangan kognitif. Apabila Een praktische gids voor leraren en intern
positif mempunyai lompatan perkembangan begeleiders. 's Hertogenbosch: Landelijk
kognitif ia segera mendapatkan layanan Netwerk Autisme, KPC.
keberbakatan, dan untuk kemudian anak perlu Baum, S. (2004). Twice-exceptional and special
diikuti perkembangannya hingga usia sekolah populations of gifted students. Dalam Reis,
dasar sampai diagnostik dapat ditegakkan. S. M. (Ed.), Essential readings in gifted
education. Thousand Oaks, CA: Corwin
Press.
Bishop, D. V. M., North, T., & Donlan, C.
(1995). Genetic basis of specific language
impairment: Evidence from a twin study.
Developmental Medicine & Child
Neurology, 37(1), 56-71.
de Groot, R, & Paagman, C. J. (2003).
Denkbeelden over beelddenken: Een beeld
zegt meer dan duizend woorden. Utrecht,
Gambar 5. Bagan pendeteksian dan NL: Uitgeverij Agiel.
pendiagnosisan gifted visual spatial learner de Hoop, F., & Janson, D. J. (1999). Omgaan
met (hoog)begaafde kinderen. Baarn:
Dengan menggunakan bagan ini, kita dapat Uitgevruj Intro.
melakukan pendeteksian lompatan de Jong, J. (2005, April). Dysfatische
perkembangan saat anak masih usia balita dan ontwikkeling aparte stoornis? VHZ
pendiagnosisan dilakukan di usia sekolah dasar. Artikelen, 12-15.
Walau demikian, seringkali di usia sekolah Goorhuis, S. M., & Schaerlaekens, A. M.
dasar pada anak-anak yang mengalami (2008). Handboek taalontwikkelling,
keterlambatan perkembangan yang cukup taalpathologie en taaltherapie bij
parah, maka dalam tes IQ yang diberikan belum Nederlandsspreekende kinderen. Utrecht:
akan memberikan hasil optimal pada skala De Tijdstroom Uitgeverij.
verbalnya. Oleh karena itu, diperlukan Greenspan, S. I. (1997). The growth of the
interpretasi IQ yang canggih pada setiap skor mind, and the endangered origins of
subtes. intelligence. Cambridge-Massachusetts:
Perseus Books.
Greenspan, S. I. (1998). A developmental
Bibliografi
approach to problems in relating and
Aldenkamp, A. P., Renier, W. O., & Smit, L. communicating in autistic spectrum
M. E. (2004). Neurologische aspecten van disorders and related syndromes.
ontwikkelingsproblemen bij kinderen. SPOTLIGHT on Topics in Developmental
Antwerpen / Apeldoorn: Garant. Disabilities, 1(4), 1–6.
Baltussen, M., Clijsen, A., & Leenders, Y. Heller, K. A., Perleth, Ch., & Lim, T. K.
(2003). Leerlingen met autisme in de klas: (2005). The Munich Model of Giftedness
PERMASALAHAN DETEKSI 145

designed to identify and promote gifted van hun hoogbegaafd kind positief
students. Dalam Stenberg, R. J., & beïnvloeden. België-Nederland: Deltas.
Davidson, J. E. (Ed.), Conception of Nyiokiktjien, C. (2005, Agustus). De relatie
giftedness. New York: Cambridge tussen taalontwikkelings-stoornissen en
University Press. autisme. Wettenschaplijk Tijdschrift
Kieboom, T. (2007). Hoogbegaafd, als je kind Autisme, 4(2), 48-56.
(g)een Einstein is. Tielt: Uitgeverij Lanno Nyiokiktjien, C. (2006). De relatie tussen
nv. taalstoornissen en gedragsstoornissen:
Mönks, F. J. (2003). Serving the needs of gifted Psychologische en neuro-psychiatrische
individuals: The optimal match model. inzichten. Logopedie en Foniatrie, 78, 78-
Dalam CEDEFOP / Guggenheim, E. F. 85.
(Ed.), Agora IX: Alternative education and O'Connor, K. J. (2002). The application of
training processes. Luxembourg: Office for Dabrowski's theory. Dalam Neihart, M.,
Official Publikations of the European Reis, S. M., Robinson, N. M., & Moon, S.
Communities (Cedefop Panorama Series, M., The social emotional development of
66). gifted children: What do we know?
Mönks, F. J. & Katzko, W. (2005). Giftedness Washington D. C.: Prufrock Press, Inc.
and gifted Education. Dalam Sternberg, R. Renzulli, J. S. (2005). The Three Ring
J., & Davidson, J.E. (Eds.), Conceptions of conception of giftedness: A developmental
giftedness. New York: Cambridge Univer- model for promoting creative productivity.
sity Press. Dalam Sternberg, R. J., & Davidson, J. E.,
Mönks, F. J. & Pfluger, R (2005). Gifted Conception of giftedness. New York:
education in 21 countries in Europe: Cambrige University Pers.
Inventory and perspective. Nijmegen: Silverman, L. K. (1995). The universal
Radboud University of Nijmegen. experience of being out-of-sync. Dalam
Mönks, F. J., & Ypenburg, I. (1995). Silverman, L. K. (Ed.), Advanced
Hoogbegaafde kinderen thuis en op school. development: A collection of works on
Alpheen aan de Rijn: Samson H. D. Tjeenk giftedness in adults. Denver: Institute for the
Willink. Study of Advanced Development.
Montgomery, D. (Ed.). (2009). Able, gifted and Silverman, L. K. (1997). The construct of
talented underachievers (Edisi Kedua). asynchronous development. Peabody
Great-Britain: Wiley-Blackwell. Journal of Education, 72(3) & (4), 36-58.
Mooij, T., Hoogeveen, L., Driessen, G., van Silverman, L. K. (2002). Upside down
Hell, J., & Verhoeven, L. (2007). brilliance: The visual spatial learner.
Succescondities voor onderwijs aan Denver: DeLeon Publishing,Inc..
hoogbegaafde leerlingen: Eindverslag van Sousa, D. A. (2003). How the gifted brain
drie deelonderzoeken. Nijmegen: Radboud learns. Thousand Oaks, California: Corwin
Universiteit. Press, Inc.
Müller, T. (2001). Mijn kind is hoogbegaafd, zo Stichting Plato (2002). Help een hoogbegafde
kunnen ouders de opvoeding en onwikkeling kind - de consultatiebureau en school arts.
146 VAN TIEL

Wateringan: Landelijk informatiecentrum Kluwer Academic / Plenium Publisher.


hoogbegaafdheid. Webb, J. T., Armend, E. R., Webb, N. E.,
Tan, X. (2005). Het metamorfoseconcept. Goerss, J., Beljan, P., & Olenchak, F. R.
Dalam Tanx, X. (Ed.), Dysfatische (2005). Misdiagnois and dual diagnosis of
ontwikkeling, theorie, diagnostiek, gifted children and adults. Scottsdale,
behandeling. Amsterdam: Suyi Publicaties. Arizona: Great Potential Pers, inc.
Tan, X., Beesems, M. A. G., Nyiokiktjien, C. Whitehead, J., & Huxtable, M. (2009). How can
H., van de Ree, P., Tromp, A., Verschoor, inclusive and inclusion understanding of
C. A., Woertman, J. M. (2005). Dysfatische gifted/talents be developed educationally?
ontwikkeling. Dalam Tanx, X. (Ed.), Dalam Montgomery, D. (Ed.), Able, gifted
Dysfatische ontwikkeling, theorie, and talented underachievers (Edisi kedua).
diagnostiek, behandeling. Amsterdam: Suyi Great-Britain: Wiley-Blackwell.
Publicaties.
van Gerven, E. (2008). Slim beleid, keuzes en
consequenties bij beleid voor hoogbegaafde
leerlingen in het basisonderwijs. Assen:
Van Gorcum.
van Gerven, E., & Drent, S. (2000). Een
doorgaande lijn voor hoogbegaafde
leerlingen. Utrecht: Uitgevrij Lemma BV.
van Schijndel-Jehoel, T. (2005, Agustus). Brein
bedriegt, als een autisme stoornis geen
autisme is. Wetenschaplijk Tijdschrift
Autisme, 4(2), 59-67.
Vermeulen, P. (1999). Brein bedriegt, als
autisme niet op autisme lijk. Berchem.
Vlaamse Dienst Autisme en Uitgeverij
EPO.
Vermuelen, P. (2002). Beter vroeg dan laat,
beter laat dan nooit: De onderkenning van
autisme bij normal tot hoogbegaafde
personen. Berchem: Vlaamse Dienst
Autisme en Uitgeverij EPO.
von Károlyi, C., & Winner, E. (2004). Dyslexia
and visual spatial talents: Are they
connected? Dalam Newman, T. M., &
Sternberg, R. J. (Ed.), Student with both
gifts and learning disabilities, identification,
assessment, and outcomes. NewYork /
Boston / Dordrecht / London / Moscow:
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2, 147–148

Panduan Bagi Penulis Jurnal Psikobuana


(Judul, 22 point Centered)

Nama penulis, lengkap, tanpa gelar, tanpa posisi


Nama dan alamat lembaga (12 point centered)

Abstract is written in English and Indonesian, limited to 200 words, and


written in single paragraph. Abstract should contain goal, research
method, and short description of result. (11 point, use block format, no
indentation).

Keywords: written inline, three to ten words (10 point).

Dokumen ini ditulis sebagai pedoman format Artikel ditulis pada kertas A4, huruf Times New
final artikel Jurnal PsikoBuana. Bagian pendahuluan Roman ukuran 12, spasi 1,25, rata kiri-kanan, tidak
ini tanpa menggunakan heading "Pendahuluan" atau melebihi 15 halaman. Penulisan naskah pada
"Latar Belakang". umumnya mengikuti kaidah-kaidah yang tertuang
dalam Publication Manual of the American
Panduan Bagi Penulis Psychological Association (APA) 6th ed. (2009).
Heading tanpa penomoran dengan maksimal dua
Isi artikel memerhatikan gagasan tematik yang peringkat sub-heading:
dipersiapkan Sidang Penyunting untuk jurnal nomor
berikutnya, yang dapat dilihat dalam situs web
Ini Heading
www.psikobuana.com
Revisi artikel hanya akan diterima dalam bentuk Ini Sub-Heading Peringkat 1 (Italicize, Flush
softcopy, dengan mengikuti format cetak (dokumen Left, Capitalize Keywords)
ini), selambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah
surat pemberitahuan revisi. Teks dalam paragraf ini diberi indentasi first
Penyunting tidak berkewajiban mengembalikan line dengan spasi atas ganda. Apabila sub-heading
artikel yang tidak dimuat. Kepastian peringkat satunya adalah "Prosedur Pengumpulan
pemuatan/penolakan /revisi dilakukan secara dan Analisis Data", maka teks dalam paragraf ini
tertulis. menerangkan hal tersebut.
Manuskrip orisinal beserta tiga eksemplar Badan utama artikel hasil penelitian berisi: (a)
salinannya dikirimkan dalam format soft copy pendahuluan (memuat latar belakang & pernyataan
(Microsoft Word atau OpenOffice Writer) melalui masalah, tinjauan pustaka, kerangka berpikir, tujuan
media cakram kompak ke alamat surat Sidang dan manfaat penelitian, hipotesis yang hendak
Penyunting, atau melalui surat elektronik dengan diuji), (b) metode (memuat rancangan penelitian,
alamat penyunting@psikobuana.com gambaran partisipan, serta prosedur pengumpulan
dan analisis data), (c) hasil (memuat hasil uji
Format, Sistematika, Tabel, dan Gambar hipotesis, yang dapat menyertakan tabel, grafik, dan
sebagainya), (d) pembahasan (memuat interpretasi

147
148 PANDUAN BAGI PENULIS

dan evaluasi terhadap hasil penelitian, serta ulasan berasal dari sumber primer (laporan penelitian,
problem-problem terkait yang dipandang dapat artikel jurnal ilmiah). Contoh penulisan bibliografi:
memengaruhi hasil penelitian), dan (e) kesimpulan,
implikasi, dan rekomendasi. Artikel hasil pemikiran
Bibliografi
meliputi: (a) pendahuluan (latar belakang, tujuan,
ruang lingkup), (b) bahasan utama (terbagi dalam Alison, L., Bennell, C., Mokros, A., & Ormerod, D.
beberapa bagian), dan (c) penutup atau kesimpulan (2002). The personality paradox in offender
dan rekomendasi. profiling: A theoretical review of the processes
Tabel dan gambar harus diberi caption involved in deriving background characteristics
(judul/keterangan) menggunakan huruf besar di from crime scene actions. Psychology, Public
awal kata (Title Case untuk tabel dan Sentence case Policy, and Law, 8(1), 115-135.
untuk gambar), serta dengan penomoran yang Canter, C. (2003). Mapping murder: The secrets of
berurutan. Caption tabel diletakkan di atas, geographical profiling. UK: Virgin Books.
sedangkan gambar di bawah. Tabel dan gambar Harter, S., Waters, P. L., & Whitesell, N. R. (1997,
simetris di tengah (centered), dan dibuat ukurannya April). Level of voice among adolescent males
tidak terlalu kecil. and females. Paper presented at the bi-annual
Usahakan penggunaan gambar dua warna meeting of the Society for Research in Child
(hitam-putih), dan hilangkan garis tepi gambar. Development, Washington, D. C.
Gambar disertakan dalam bentuk soft-copy dalam Johnson, E. (1995). The role of social support and
format JPEG. Sumber gambar disebutkan di bagian gender orientation in adolescent female
bawah gambar apabila bukan karya sendiri. Izin development. Disertasi, tidak diterbitkan,
penggunaan atau bukti kepemilikan gambar harus University of Denver, Denver, CO.
disertakan apabila gambar tersebut dimiliki hak Murphy, H. B. M. (1976). Notes for a theory of
ciptanya oleh orang lain. Penulisan hasil olah latah. Dalam Lebra, W. P. (Ed.), Culture-bound
statistik seperti contoh berikut: F(2, 116) = 2,80, p < syndromes, ethnopsychiatry, and alternative
0,05 untuk ANOVA; atau t(60) = 1,99, p < 0,05 therapies. Honolulu: The University Press of
untuk uji-t; 2 (4, N = 90) = 10,51, p < 0,05 untuk Hawaii.
kai kuadrat, dan sejenisnya. National Council Against Health Fraud. (2001).
Pseudoscientific psychological therapies
scrutinized. NCAHF news, 24(4).
Cara Mengacu dan Bibliografi
Ditemukembali pada 18 Februari 2009, dari
Penulisan acuan mengikuti format APA (2001). http://www.ncahf.org/nl/2001/7-8.html
Contoh cara mengacu: Petition for the recognition of police psychology as
Kotter (1995, h. 152) mengingatkan, "Setiap a proficiency in professional psychology.
fase dari tahapan itu hendaknya dilalui," namun .... (2008). Ditemukembali pada 18 Februari 2009,
Subagyo ("Kesalehan Lingual," 2008) dari http://www.apa.org/crsppp/APA%20Police
berargumen bahwa kekerasan verbal .... %20Psychology%20Proficiency%20Petition-
Sejumlah penulis (Harter, 1990, 1993; Harter, Final.pdf
Whitesell, & Waters, 1997; McIntosh, 1996a; Shaw, M. E., & Costanzo, P. R. (2002). Teori-teori
McIntosh, 1996b) menyampaikan kesimpulan yang psikologi sosial (Sarlito W. Sarwono, Penerj. &
serupa mengenai .... Peny.). Jakarta: RajaGrafindo Persada. (Karya
Bibliografi, terbatas pada sumber yang dirujuk, asli diterbitkan tahun 1970)
disusun urut berdasarkan abjad. Utamakan pustaka Taylor, C., & Clara, S. (2005, April). A New Brain
termuktahir (terbit sepuluh tahun terakhir), dan yang for Intel. Time Magazine, 9-10.
Psikobuana ISSN 2085-4242
2009, Vol. 1, No. 2

Indeks

Indeks Subjek
Kesenian

Budaya RISTARGI, LISA, "Dinamika Psikologis Sutradara


Teater Peserta Festival Teater Jakarta," 1(2), 86-
KADIR, HATIB ABDUL, "Menafsir Fenomena 92, Oktober 2009.
Latah sebagai Emosi Kebudayaan Masyarakat
Melayu (Suatu Kajian Psikoantropologi)," 1(1), Komunitas
49-59, Juni 2009.
SUCI, EUNIKA SRI TYAS, "Himpsi Jaya 2005-
Edukasi 2007, Apa yang Telah Kau Kerjakan? Sebuah
Evaluasi Tentang Kinerja Organisasi Profesi
SARAGIH, SEPTA LESTARI, dan AMITYA Psikologi wilayah Jakarta", 1(2), 93-109,
KUMARA, "Penggunaan Strategi Belajar Oktober 2009.
Bahasa Inggris Ditinjau dari Motivasi Intrinsik
dan Gaya Belajar," 1(2), 110-128, Oktober Olahraga
2009.
KUSUMAWARDHANI, RENI, "Pendampingan
Sosial Psikologis Bagi Atlet Cilacap dalam Pekan Olah
Raga Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 di Solo
KOENTJORO, dan BEBEN RUBIANTO, (Studi Preliminer)," 2(2), 73-85, Oktober 2009.
"Radikalisme Islam dan Perilaku Orang Kalah
Dalam Perspektif Psikologi Sosial," 1(1), 64-70, Pengukuran
Juni 2009.
MARKUM, M. ENOCH, "Pengentasan Kemiskinan WIDHIARSO, WAHYU, "Koefisien Reliabilitas
dan Pendekatan Psikologi Sosial," 1(1), 1-12, Pada Pengukuran Kepribadian yang Bersifat
Juni 2009. Multidimensi," 1(1), 39-48, Juni 2009.

Forensik Perkembangan

JUNEMAN, "Mempertanyakan Pemrofilan VAN TIEL, JULIA MARIA, "Permasalahan


Kriminal sebagai Sebuah Ilmu Psikologis," 1(1), Deteksi dan Penanganan Anak Cerdas Istimewa
13-28, Juni 2009. Dengan Gangguan Perkembangan Bicara dan
Bahasa Ekspresif (Gifted Visual-spatial
Kesehatan Learner)," 1(2), 129-147, Oktober 2009.

SUCI, EUNIKA SRI TYAS, "Gambaran Perilaku Terapi


Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta," 1(1), 29-
38, Juni 2009. SUTANTO, LIMAS, "Menyimak Kritik Bandler,"
1(1), 60-63, Juni 2009.
INDEKS

dan Gaya Belajar," 1(2), 110-128, Oktober


Indeks Pengarang
2009.
SUCI, EUNIKA SRI TYAS, "Gambaran Perilaku
J Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta," 1(1), 29-
38, Juni 2009.
JUNEMAN, "Mempertanyakan Pemrofilan SUCI, EUNIKA SRI TYAS, "Himpsi Jaya 2005-
Kriminal sebagai Sebuah Ilmu Psikologis," 1(1), 2007, Apa yang Telah Kau Kerjakan? Sebuah
13-28, Juni 2009. Evaluasi Tentang Kinerja Organisasi Profesi
Psikologi wilayah Jakarta", 1(2), 93-109,
K Oktober 2009.
SUTANTO, LIMAS, "Menyimak Kritik Bandler,"
KADIR, HATIB ABDUL, "Menafsir Fenomena 1(1), 60-63, Juni 2009.
Latah sebagai Emosi Kebudayaan Masyarakat
Melayu (Suatu Kajian Psikoantropologi)," 1(1), V
49-59, Juni 2009.
KOENTJORO, dan BEBEN RUBIANTO, VAN TIEL, JULIA MARIA, "Permasalahan
"Radikalisme Islam dan Perilaku Orang Kalah Deteksi dan Penanganan Anak Cerdas Istimewa
Dalam Perspektif Psikologi Sosial," 1(1), 64- Dengan Gangguan Perkembangan Bicara dan
70, Juni 2009. Bahasa Ekspresif (Gifted Visual-spatial
KUMARA, AMITYA lihat Saragih, Septa Lestari. Learner)," 1(2), 129-147, Oktober 2009.
KUSUMAWARDHANI, RENI, "Pendampingan
Psikologis Bagi Atlet Cilacap dalam Pekan W
Olah Raga Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009
di Solo (Studi Preliminer)," 2(2), 73-85, WIDHIARSO, WAHYU, "Koefisien Reliabilitas
Oktober 2009. Pada Pengukuran Kepribadian yang Bersifat
Multidimensi," 1(1), 39-48, Juni 2009.
M

MARKUM, M. ENOCH, "Pengentasan Kemiskinan


dan Pendekatan Psikologi Sosial," 1(1), 1-12,
Juni 2009.

RISTARGI, LISA, "Dinamika Psikologis Sutradara


Teater Peserta Festival Teater Jakarta," 1(2), 86-
92, Oktober 2009.
RUBIANTO, BEBEN lihat Koentjoro.

SARAGIH, SEPTA LESTARI, dan AMITYA


KUMARA, "Penggunaan Strategi Belajar
Bahasa Inggris Ditinjau dari Motivasi Intrinsik

You might also like