You are on page 1of 5

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

Analisis Dalam Madzhab Hanbaliyah*

A. Pendapat Ulama’ Hanbaliyah

Ibnu Qudamah, seorang ulama’ Hanbaliyah, membagi hak dan kewajiban


suami isteri dalam tiga jenis :
1. Hak dan kewajiban bersama
2. Hak isteri kewajiban suami
3. Hak suami kewajiban isteri

A.1. Hak dan kewajiban bersama

Adapun kewajiban bersama antara suami isteri adalah saling bergaul dengan
baik. Hal ini merupakan perpaduan antara kewajiban isteri menyenangkan suami dan
suami mempergauli isteri.
Tentang kewajiban isteri suami, Ibnu Qudamah tidak menyebutkan secaara
tegas. Karena isteri berhak mendapatkan nafkah daaari suami dengan syarat isteri siap
(rela dan siap fisik) untuk berhubungan ( ) dengan suami. Bahkan disebutkan

lebiih tegas lagi, ada atau tidaknya nafkah baagi isteri tergantung pada ada atau
tidaknya hubungan (  ).

Kewajiban suami mempergauli isteri dengan baik, juga tidak dituliskan


secara tegas oleh Ibn Qudamah. Tetapi ada sejumlah syarat yang menjadi dasar dalam
kesimpulan ini. Sebagai contoh menyediakan pembantu, sebab pembantu adalah
sarana untuk mempertahankan pasangan, sama dengan nafkah. Dan jumlah pembantu
menurut Ibn Qudamah adalah saatu orang. Selain itu ada lagi kewajiban suami, yaitu
menyediakan tempat tinggal bagi keluarga yang juga merupakan sarana mempergauli
isteri dengan baik.
Selanjutnya, hak mempergauli pasangan dengan baik adalah suami dan isteri
bersama-sama berhak melihat dan menyentuh seluruh tubuh pasangannya, termasuk
kemaluan. Sebab bersenang-senang dengan kemaluan saja boleh apalagi hanya
melihat atau menyentuh. Kebolehan itu berdasar pada hadits Nabi yang ketika
ditanyatentang aurat, Nabi menjawab ,”Jangan perlihatkan aurat kecuali pada isteri


dan hambanya”. Hanya saja makruh hukumnya melihat kemaluan pasangan, berdasar
hadits Nabi (  ), yang tidak pernah melihat kemaluan ‘Aishah.

A.2. Hak – hak isteri yang menjadi kewajiban suami

1. Suami wajib membayar mahar, dasarnya hadits Nabi yang menyuruh suami
membayar mahar kepada isterinya kalau sudah menyentuh. Artinya, belum wajib
membayar mahar sebelum melakukan hubungan (   ). Sehingga tidak harus

membayar mahar pada saat transaksi (aqad). Kalau fasakh terjadi sebelum
menyentuh (dukhul) maka suami tidak wajib membayar mahar.
2. Suami wajib membayar (memenuhi) nafkah isteri. Berdasar al Qur-an, sunnah
Nabi dan Ijma’. Dasar al Qur-annya adalah at Talaq (65) : 7

..…………       
“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya….”
QS. 65:7
Adapun dasar haditsnya adalah hadits Nabi yang memang menyuruh agar suami
membayar nafkah (sandang pangan) dan menyediakan tempat tinggal. Sedang
dasar ijma’nya adalah bahwa seluruh ilmuan, diklaim oleh Ibnu Qudamah sepakat
tentang wajibnya suami menafkahi isterinya, dengan syarat sudah dewasa
(balighah) dan tidak durhaka (nushuz).
3. Seorang isteri berhak mendapatkan nafkah dengan syarat, pertama, wanita
tersebut sudah dewasa dan siap melakukan hubungan seksual dengan suaminya.
Kedua, si wanita menyerahkan diri sepenuhnya kepada suaminya (fisik siap
meladeni suami) dan ketiga, isteri tidak durhaka (nushuz) kepada suami.
Dalil yang secara khusus menunjukkan kewajiban menyediakan tempat tinggal
isteri adalah surat at Talaq (65): 6.

! " # $% &' () *+), - .#/0  .1 23  *1

&!  )4 53 &' (6


“tempatkanlah mereka (para isteri) di mana pun kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka, dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah

ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya


sehingga mereka bersalin.” QS. (65):6.
Logika yang digambarkan ayat ini, bahwa kalau bagi isteri yang ditalak saja
harus ada (wajib) tempat tinggal, apalagi isteri yang masih hidup bersama suami.
Ditambah lagi dengan an Nisaa (4):19,

……… 89 :; *9<'


“dan bergaullah dengan mereka secara patut……..” (QS. 4:19)
yakni suruhan mempergauli isteri dengan baik, salah satu bentuk pergaulan yang
baik adalah menyediakan tempat tinggal. Sebab tempat tinggal berfungsi
menutupi kekurangn (‘aib), tempat bersenang-senang, dan tempat memelihara
harta dan benda suami dan isteri.
Kewajiban suami yang sekaligus menjadi hak isteri adalah bahwa isteri berhak
menafkahkan hartanya. Disebutkan, kalau nafkah atau kiswah sudah diserahkan
kepada isteri maka terserah isteri untuk menggunakannya, sama statusnya seperti
mahar, pemberian (hibah). Sepanjang penggunaan itu tidak menggakibatkan
madharat pada badan isteri sehingga mengurangi kemampuan untuk meladeni
suami bersenang-senang.

A.3. Hak suami kewajiban isteri

1. Isteri wajib patuh kepada suami. Secara tegas Ibnu Qudamah tidak
menyebutkan tentang wajibnya isteri patuh kepada suami. Tetapi Ibnu Qudamah
menyebutkan kriteria isteri yang baik, dan salah satunya adalah patuh kepada
suami. Karena itu dengan mencatathadits ini barang kali Ibnu Qudamah ingin
menyebutkan kewajiban yang dimaksud. Asumsi ini diperkuat dengan pandangan
Ibnu Qudamah, bahwa isteri yang ingin bepergian, pindah tempat tinggal,
melakukan tidakan selain tindakan kewajiban pokok syari’ah, harus mendapat izin
terlebih dahulu dari suami. Yang dimaksud dengan pokok syari’ah barang kali
adalah kewajiban –kewajiban yang tidak bisa ditunda, seperti puasa qodho’
2. Isteri wajib menjaga diri dan harta suami. Kewajiban ini sama dengan asumsi
kewajiban patuh dan menyenangkan suami, yakni didasarkan pada pencatatan
hadits kriteria isteri yang baik, diantaranya adalah menjaga diri dan harta suami
ketika suami tidak berada di rumah.

7
B. Analisis Dalam Madzhab Hanbaliyah

Dari penjelasan di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan sebagai analisis
terhadap pendapat Hanbaliyah tentang hak dan kewajiban suami isteri.
1. Dalam penjelasan di atas tidak disinggung sama sekali tentang tujuan
pernikahan untuk memperoleh keturunan (reproduksi) padahal di dalam al Qur-an
disebutkan

(  : >? ) >?6 @A# -0+  2; 0B  &C


“dan dari padanya Allah menciptakan isterinya;dan dari padanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”

"KL  .1GB+ H/3 I; .10B  .1 0 0B .1?6  .1 0 J 

( N
: M )
“ Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan dai isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rizki dai yang baik-baik”

Sehingga mungkin timbul pertanyaan, jika anak dari pasangan suami isteri tersebut
lahir, maka siapa yang berhak dan berkewajiban untuk mengurusi anak dalam
konteks hak dan kewajiban suami dan isteri.
Di samping itu dalam prinsip pekawinan disebutkan keadilan, artinya dalam
kelluarga harus diciptakan suasana adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Jangan sampai terjadi menuntut dan lupa kewajiban. Demikian juga
dengan prinsip ini, suami isteri harus memberikan kesempatan yang sama bagi
anak-anak baik untuk penerapan pendidikan, mengembangkan diri maupun dalam
masyarakat.

( TU : >? ) ………… &* O% "P QR, $ .#9S4 J $%


“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya “

Dan anak merupakan amanat yang diberikan Allah agar manusia yang harus dijaga
dan dirawat serta dididik.

=
2. Dalam kewajiban suami untuk menafkahi isteri, isteri akan mendapatkan
haknya (nafkah) jika suami sudah menyentuhnya dengan syarat isteri siap (rela
dan siap fisik) untuk berhubungan dengan suami. Lebih tegas lagi, ada atau
tidaknya nafkah bagi isteri tergantung pada ada atau tidaknya hubungan. Di sini
ada pemahaman sekilas yang bisa diambil, bahwa suami tidak berkewajiban untuk
menafkahi isteri jika belum menyentuhnya (melakukan hubungan).
Kemudian hak suami dan kewajiban isteri. Isteri harus patuh terhadap suami,
wajib menjaga diri dan harta suami. Dalam memanfaatkan nafkah yang diberikan
suami, isteri harus memperhatikan akibat yang tidak mengurangi kemampuan
untuk meladeni suami bersenang-senang.
Dari masing-masing hak dan kewajiban di atas ada ketidakseimbangan
(diskriminasi) antara suami dan isteri. Hak yang dimiliki oleh suami lebih bersifat
pelayanan dari isteri untuk menyenangkan suami. Sedangkan hak yang dimiliki
oleh isteri juga mengarah kepada hak suami untuk mendapatkan pelayanan dari
isteri.

C. Solusi Alternatif
1. Suami dan isteri hendaknya mempunyai asumsi bahwa anak adalah
tanggung jawab yang harus mereka pelihara dan didik. Sehingga tujuan
dari pernikahan untuk memperoleh keturunan dapat tercapai dan anak
dapat menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.
2. Antara suami dan isteri tidak memandang tentang ada atau tidaknya
diskriminasi dalam pembagian hak dan kewajiban di antara mereka,
menciptakan rasa saling membutuhkan, agar tercapai sebuah keluarga yang
sakinah mawaddah warahmah.




Dikutip dari :
Nasution, Khoiruddin,DR., Hak dan Kewajiban Suami Isteri, JURNAL PENELITIAN AGAMA, Vol.
XI, no. 3, September – Desember 2002

You might also like