You are on page 1of 9

PERKEMBANGAN SOSIAL, KECERDASAN, MORAL DAN

KEBERAGAMAAN ANAK USIA SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap makhluk yang ada di dunia ini pasti memiliki sketsa kehidupan
yang berbeda-beda. Orang yang telah lama merasakan hawa kehidupan, tentunya
akan berbeda dengan anak yang masih kecil atau dalam istilahnya baru lahir
kemarin sore. Dan hal itu dapat mematahkan teori yang mengatakan bahwa
sebenarnya anak-anak adalah sesosok manusia dewasa dalam bentuk mini. Orang
dewasa jelaslah berbeda dengan anak kecil, baik dari segi fisik maupun psikis.
Jika orang dewasa dapat menerima tentang adanya Tuhan tanpa wujud
yang real, dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, hal ini tidak
berlaku bagi anak-anak. Pastinya anak-anak akan sulit menerima keberadaan
Tuhan tanpa adanya bukti yang nyata. Begitu pula dalam menentukan suatu
kebenaran, orang dewasa akan lebih mudah mengidentifikasi mana hal-hal baik
yang harus dikerjakan dan mana hal-hal buruk yang harus ditinggalkan.
Oleh karenanya kita sebagai orang yang lebih tua (orang tua) haruslah
dapat memahami karakteristik dari seorang anak. Dalam makalah ini nantinya
akan dibahas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan karakter seorang anak.
Bagaimana perkembangan anak usia sekolah dari segi sosial, moral, kecerdasan
dan keberagamaan serta bagaimana hubungan antara keempat aspek tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sosial
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang yang hidup di dunia ini tak
bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sebagaimana Aristoteles menyebutkan
bahwa manusia itu adalah zoon politicon. Maksudnya, selain berperan sebagai
makhluk individu, manusia juga harus berperan sebagai makhluk sosial.
Dalam hal itu juga berlaku bagi anak-anak usia sekolah, paling tidak kita harus
mengetahui terlebih dahulu makna dari perkembangan sosial itu sendiri.
Perkembangan sosial berarti peroleh kemampuan yang sesuai dengan
tuntunan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized)
memerluka 3 proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu
sama lain, tetapi saling berkaitan sehingga kegagalan dalam satu proses akan
menurunkan kadar sosialisasi individu.1
Sikap anak terhadap orang lain dalam bersosialisasi akan sangat
dipengaruhi oleh lingkungan pertama kali ia dibesarkan. Dan tuntunan untuk
sesuai dengan kehendak masyarakat sudah mulai berlaku. Berikut ini adalah
beberapa fakta yang dapat menentukan dan mendukung keberhasilan anak
dalam berinteraksi dengan orang lain :
a. Kesempatan
Kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah penting karena anak-anak
tidak dapat belajar hidup bermasyarakat denga orang lain jika sebagian
besar waktu mereka dipergunakan seorang diri.
b. Dalam keadaan bersama-sama anak-anak tidak hanya harus mampu
berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lian, tetapi

1
Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak jilid 1, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1978),
hlm. 250.

1
juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan
menarik bagi orang lain.
c. Anak akan belajar sosialisasi hanya apabila mereka mempunyai motivasi
untuk melakukannya. Motivasi sebagian besar bergantung pada tingkat
kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas sosial kepada anak. Jika
mereka memperoleh kesenangan melalui hubungan dengan orang lain,
mereka akan mengulangi hubungan tersebut, dan begitu pula sebaliknya.
d. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting, dengan
metode coba ralat anak mempelajari beberapa pola perilaku yang penting
bagi penyesuaian sosial yang baik.2
Dalam berinteraksi dengan masyarakat, keluarga dan umumnya orang
lain, pastilah tumbuh harapan-harapan yang ingin diwujudkan. Dan itulah
yang dimaksud dengan harapan sosial. Kadang harapan-harapan sosial itu
menjadi sebuah tuntunan bagi setiap orang. Tenyata anak-anak usia sekolah
tersebut juga memiliki tanggungan untuk memenuhi harapan tersebut. Sebagai
contoh, sebelum anak-anak memasuki usia sekolah, diharapkan dapat
menunjukkan hubungan secara emosional dengan menunjukkan kasih sayang
dan perhatian terhadap saudara, orang tua serta orang lain. Dapat bergaul
dengan teman sebaya secara baik serta dapat membedakan mana yang benar
dan mana yang salah.
Yang menjadi masalah saat ini adalah sulitnya seorang anak dalam
memenuhi harapan-harapan sosial tersebut. Karena harapan sosial itu memiliki
perbedaan ditiap-tiap budaya, dan harapan itu juga ditentukan oleh usia.
Misalnya saja anak usia TK memiliki tuntutan yang berbeda dengan anak usia
12 tahun. Semakin bertambah usia anak maka akan meningkat pula perilaku
sosialnya. Sebagai contoh, anak yang memasuki usia sekolah akan lebih
banyak melakukan interaksi dengan orang lain.
Dalam berinteraksi mereka identik dengan pembentukan “gang”. Gang
masa kanak-kanak merupakan suatu kelompok setempat yang spontan yang

2
Ibid, hlm. 251-252.

2
kekuasaannya tidak diberi dari luar dan tidak mempunyai tujuan diterima
secara sosial.

Adapun pola-pola yang dipelajari oleh gang adalah :


1. kerentanan terhadap penerimaan dan penolakan sosial
2. kepekaan yang berlebihan
3. mudah dipengaruhi dan tidak mudah dipengaruhi
4. sikap sportif
5. tanggung jawab
6. diskriminasi sosial
7. prasangka
8. antagonis jenis kelamin

B. Perkembangan Kecerdasan
Andaikata pikiran itu umpamakan pisau, bagaimanakah kualitas dari
pisau itu, tajam atau tidak? Membicarakan tentang tajam atau tidaknya
kemampuan berpikir kita maka tidak lain yang kita bicarakan adalah
intelegensi (kecerdasan). Sehubung dengan ini perlu diketahui lebih dahulu
apakah intelek dan apakah intelegensi itu.
Dengan intelek (pikiran) orang dapat menimbang, menguraikan,
menghubung-hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik
kesimpulan. Sedang dengan intelegensi, fungsi pikir dapat digunakan dengan
cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi atau untuk memecahkan suatu
masalah. Dengan kata lain intelegensi adalah kecerdasan berpikir, sifat-sifat
perbuatan cerdas (intelegen).3
Setelah mengetahui apa itu intelek dan apa itu intelegensi, selanjutnya
akan dibahas mengenai bagaimana perkembangan kecerdasan (intelegensi)
pada anak usia sekolah. Perkembangan kecerdasan anak tentu tidak terlepas
dari perkembangan usianya, semakin bertambah usianya maka ia akan

3
Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar, M.A, Psikologi Umum (edisi revisi), ( Surabaya :
PT Bina Ilmu. 1982), hlm 123.

3
semakin memahami arti kehidupan ini. Kecerdasan yang dimaksudkan disini
bukan berarti jika anak tersebut pandai disekolah maka ia memiliki
perkembangan kecerdasan yang bagus dan sebaliknya. Akan tetapi kecerdasan
yang bersifat menyeluruh, menyangkut hal-hal yang telah dibahas dan akan
dibahas pada sub bab selanjutnya yaitu mengenai bagaimana ia dapat
bersosialisasi, bagaimana ia dapat memahami konsep ketuhanan secara kritis,
dan bagaimana ia dapat membawa diri dalam lingkungan masyarakatnya.

C. Perkembangan Moral
Perkembangan moral pada anak masa sekolah memiliki tingkatan yang
berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan mereka, karena moralitas
anak TK atau SD akan berbeda dengan anak SMA dan seterusnya.
Perkembangan moral pada anak TK atau SD mungkin masih dalam tingkat
yang rendah karena perkembangan intelektual anak-anak tersebut belum
mencapai titik di mana mereka dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-
prinsip abstrak tentang benar dan salah. Mereka juga tidak memiliki dorongan
untuk mengikuti peraturan-peraturan karena tidak mengerti manfaatnya
sebagai anggota kelompok sosial.
Berbeda halnya dengan anak SMA yang sudah dapat memikirkan hal-
hal yang bersifat abstrak. Mereka akan dapat memahami, mempelajari serta
menerapkan prinsip-prinsip abstrak yang berhubungan dengan moral yang
berlaku di masyarakat karena mereka sudah mampu memahami bahwa mereka
adalah bagian dari masyarakat dan merupakan makhluk sosial.

D. Perkembangan Keberagamaan
Dalam kehidupan ini tidak bisa dipungkiri bahwa manusia itu pada
dasarnya butuh akan keberadaan Tuhan. Sekalipun seseorang tidak mengakui
keberadaan Tuhan (atheis) namun mereka tetap mempercayai adanya sesuatu
yang lebih yang patut diistimewakan. Hal diatas tidak hanya dikhususkan bagi
orang-orang yang telah menginjak usia dewasa. Anak-anak usia sekolahpun
juga butuh terhadap keberadaan suatu agama.

4
Dalam memahami agama tentunya seorang anak berbeda dengan orang
dewasa. Dalam konsep ketuhanan misalnya, orang dewasa pasti akan
mengetahui konsep ketuhanan secara mudah, namun berbeda dengan anak-
anak. Mungkin anak-anak akan menghayalkan tentang sosok Tuhan yang
disamakan dengan seorang laki-laki gagah yang kuat dan besar. Dan itu adalah
konsep Tuhan yang kebanyakan mengisi otak anak usia sekolah. Namun
seiring bergantinya waktu, maka seorang dewasa yang dahulunya adalah anak-
anak akan dapat mengidentifikasi terhadap konsep ketuhanan tanpa
mengibaratkan ciptaan-Nya.
Berikut ini akan dipaparkan tentang fase-fase perkembangan agama
pada anak-anak menurut Ernes Harmas.
1. The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng)
Tingkat ini dimulai pada anak usia 3 sampai dengan 6 tahun. Konsep
Tuhan pada usia ini lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.
2. The Realistic Stage (tingkat kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar sampai ke usia
adolesense. Ide ketuhanan pada usia ini telah mencerminkan konsep-
konsep yang berdasar kenyataan. Emosional juga mempengaruhi
pemahaman keagamaan pada usia ini.
3. The Individual Stage (tingkat individu)
Dalam hal ini dibagi menjadi tiga :
a. Konsep ketuhanan yang convensial dan kosmatif dengan dipengaruhi
sebagian kecil fantasi.
b. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik
c. Konsep ketuhanan yang lebih murni dengan dinyatakan dengan
pendangan yang bersifat personnal.
Adapun contoh sifat beragama pada tingkat anak-anak adalah sebagai
berikut :
1. Unreflective (kurang mendalam/tanpa keritik)
Anak-anak menerima ajaran agama tanpa menggugat dan mengkritik apa
yang mereka dapat.

5
2. Egosentris
3. Anthromorphis
Anak dibentuk melalui fantasi masing-masing.
4. Verbalis dan ritualis
Kesgiatan keagamaan yang bersifat verbal (hapalan) dan ritualis (praktek)
akan berarti an merupakan salah satu tingkat perkembangan agama pada
anak-anak.
5. Imitatif
Seorang anak melakukan kegiatan keagamaan dikarenakan meniru orang-
orang yang ada disekitar mereka.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang
terakhir pada anak. Namun perlu diingat bahwa rasa kagum pada anak
berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum memiliki sikap kritis dan
imajinatif. Rasa ini bisa disalurkan lewat cerita-cerita yang membuat
mereka takjub.4

4
Prof. Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia. 2002), hlm. 51-57.

6
BAB III
PENUTUP

Dari uraian makalah diatas dapat diambil simpulan :


1. Perkembangan sosial pada anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang
pertama kali ia temui yaitu keluarga
2. Kecerdasan seorang anak akan berkembang seiring dengan berjalannya usia,
hal ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa metode pendidikan yang baik
yang ia dapatkan baik dari keluarga maupun sekolah dan juga lingkungan
dimana ia tinggal akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
3. Anak usia sekolah akan dapat memahami, mempelajari serta menerapkan
prinsip-prinsip abstrak yang berhubungan dengan moral yang berlaku di
masyarakat jika mereka sudah mampu memahami bahwa mereka adalah
bagian dari masyarakat dan merupakan makhluk sosial.
4. Tentang konsep ketuhanan, mereka belum dapat menerima penjelasan yang
bersifat abstrak melainkan mereka masih membutuhkan penjelasan serta
contoh yang bersifat riil.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu dan Umar Psikologi Umum (edisi revisi). Surabaya : PT Bina Ilmu.
1982.

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga. 1980.

--------------------------. Perkembangan Anak. Jakarta : Penerbit Erlangga. 1978.

Ramayulis. Psikologi Agama. Jakarta : Kalam Mulia. 2002.

Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.1986.

You might also like