You are on page 1of 50

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat sebagai


input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan produk tersebut juga
harus memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan, kebutuhan spare-part
dan service, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan
sebagaimana yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis.
Peramalan permintaan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok produk secara
kasar (tanpa memperhatikan perbedaan spesifikasi produk), khususnya selama periode
waktu yang panjang. Perencanaan agregat kemudian dikembangkan untuk merencanakan
kebutuhan produksi bulanan atau triwulanan bagi kelompokk elompok produk
sebagaimana yang telah diperkirakan dalam peramalan permintaan.
Perencanaan produksi akan mudah dibuat bila tingkat permintaan bersifat konstan
atau bila waktu produksi tidak menjadi kendala. Tetapi kedua kondisi mi jarang terjadi
dalam keadaan sebenarnya, dimana secara nyata tingkat permintaan akan berfluktuasi dan
perusahaan selalu dibatasi oleh tanggal waktu penyerahan produk.
Perencanaan produksi yang tidak tepat dapat mengakibatkan tingginya/rendahnya
tingkat persediaan, sehingga mengakibatkan peningkatan ongkos simpan/ongkos
kehabisan persediaan. Dan yang lebih fatal, hal tersebut dapat mengurangi pelayanan
kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan produk.
Perencanaan produksi sebagal suatu perencanaan taktis adalah bertujuan
memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki
perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Yang dimaksud
dengan sumber daya yang dimiliki adalah kapasitas mesin, tenaga kerja, teknologi yang
dimiliki, dan Iainnya.
Keterlibatan manajemen puncak pada tahap perencanaan produksi sangat
diperlukan, khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, pemasaran dan
keuangannya. Dan sudut pandang pabrikasi, perencanaan produksi membantu dalam
menentukan berapa peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan penyesuaian-penyesuaian
kapasitas apa saja yang perlu dilakukan. Dan sudut pandang pemasaran, perencanaan

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

produksi menentukan berapa jumlah produk yang akan disediakan untuk memenuhi
permintaan. Dan sudut pandang keuangan, perencanaan produksi mengidentifikasikan
besarnya kebutuhan dana dan memberikan dasar dalam pembuatan anggaran.

B. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dan praktikum mi antara lain:
1. Permasalahan yang akan di bahas adalah mengenai perencanaan agregat.
2. Pengolahan data perhitungan yang berhubungan dengan Perencanaan Agregat.
3. Penyelesaian persoalan yang berhubungan dengan perencanaan agregat.

C. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dan praktikum ini adalah:
1. Mengetahui konsep mengenai agregat
2. Mampu menyusun rencana agregat
3. Mengetahui tujuan, dan sifat Perencanaan Agregat
4. Mengetahui input dan output Perencanaan Agregat.
5. Mengetahui ongkos-ongkos yang terlibat dalam Perencanaan Agregat.
6. Mengetahui strategi PerencanaanAgregat beserta keuntungan dan kerugiannya
masing-masing.
7. Mengetahui contoh perhitungan yang berhubungan dengan Perencanaan Agregat.
8. Mengetahui metode dalam menyusun rencana agregat

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perencanaan Agregat

Perencanaan agregat ( agregat planning) juga dikenal sebagai penjadwalan agregat


adalah suatu pendekatan yang biasanya dilakukan oleh para manajer operasi untuk
menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah ( biasanya antara 3
hingga 12 bulan ke depan). Perencanaan agregat dapat digunakan dalam menentukan
jalan terbaik untuk memenuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai
produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerja lembur, tingkat subkontrak
dan variable lain yang dapat dikendalikan.

Keputusan penjadwalan menyangkut perumusan rencana bulanan dan kuartalan


yang mengutamakan masalah mencocokkan produktifitas dengan permintaan yang
fluktuatif. Oleh karenanya perencanaan agregat termasuk dalam rencana jangka
menengah.

B. Tujuan Perencanaan Agregat

Pada dasarnya tujuan perencanaan agregat adalah berusaha untuk memperoleh


suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada periode perencanaan.
Namun bagaimanapun juga, terdapat permasalahan starategis lain yang mungkin lebih
penting daripada biaya rendah. Permasalahan strategis yang dimaksud itu antara lain
mengurangi permasalahan tingkat ketenagakerjaan, menekan tingkat persediaan, atau
memenuhi tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Bagi perusahaan manufaktur, jadwal
agregat bertujuan menghubungkan sasaran strategis perusahan dengan rencana produksi,
tetapi untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan menghubungkan sasaran
dengan jadwal pekerja.

Ada empat hal yang diperlukan dalam perencanaan agregat antara lain:

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

1. Keseluruhan unit yang logis untuk mengukur penjualan dan output.


Maksudnya di sini adalah untuk meramalkan agregat yang

2. Prediksi permintaan untuk suatu periode perencanaan jangka menengah yang


layak pada waktu agregat.

3. metode untuk menentukan biaya.

4. model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan


penjadwalan dapat dibuat untuk periode perencanaan.

C. Sifat Perencanaan Agregat

Perencanaan agregat menurut istilah agregat berarti mengombinasikan sumber


daya yang sesuai ke dalam jangka waktu keseluruhan. Dengan prediksi permintaan,
kapasitas fasilitas, tingkat persediaan, ukuran tenaga kerja, dan input yang saling
berhubungan, perencana harus memilih tingkat output untuk sebuah fasilitas selama 3
hingga 12 bulan yang akan datang. Dalam perencanaan agregat, rencana produksi tidak
menguraikan per produk tetapi menyangkut berapa banyak produk yang akan dihasilkan
tanpa mempermasalahkan jenis dan produk tersebut. Sebagai contoh pada perusahaan
pembuat mobil, hanya memperhitungkan berapa banyak mobil yang akan dibuat, tetapi
bukan berapa banyak mobil dua pintu atau empat pintu atau berapa banyak mobil
berwarna merah atau biru.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

D. Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat

Input Dan Output Perencanaan Agregat

Pembatasan kapasitas Alokasi permintaan untuk


produksi
untuk alternatif produksi Keputusan menggunakan alternatif yang
mungkin

INPUTS OUTPUTS

Ramalan permintaan Rata-rata produksi


tiap periode
Alternatif produksi
Perencana Ukuran tenaga kerja
yang mungkin
an
Data biaya pada item 2
Agregat Inventori tersimpan
Kondisi inisial : P1, I1 Jumlah subkontrak St
Untuk t = 1,2,.....,12
Kriteria Performan

Peminimalan total biaya produksi

E. Ongkos-ongkos yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat

Berdasarkan keterangan diatas, maka ongkos-ongkos yang terlibat dalam


perencanaan agregat adalah:
1. HIRING COST (Ongkos Penambahan Tenaga Kerja)

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Penambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan, proses


seleksi dan training. Ongkos training merupakan ongkos yang besar apabila tenaga
kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.
2. FIRING COST (Ongkos Pemberhentian Tenaga Kerja)
Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya
permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan
drastis. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang
pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktifitas
karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Kesemua akibat ini
dianggap sebagai ongkos pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung
perusahaan.
3. OVERTIME COST DAN UNDERTIME COST (Ongkos Lembur Dan Ongkos
Menganggur)
Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output
produksi,tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan ongkos tambahan
lembur yang biasanya 150% dari ongkos kerja reguler. Disamping ongkos tersebut,
adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan karena capek. Kebalikan
dari kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja
dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi.
Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang
produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang
efektif, maka perusahaan dianggap menanggung ongkos menganggur yang besarnya
merupakan perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah
dan tunjangan lainnya.
4. INVENTORY COST DAN BACKORDER COST (Ongkos Persediaan Dan Ongkos
Kehabisan Persediaan)
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan
pada saat-saat tertentu. Konsekwensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan
adalah timbulnya ongkos penyimpanan (inventory cost/holding cost) yang berupa
ongkos tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan ongkos sewa
gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan
seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

bentuk ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini dihitung


berdasarkan berapa permintaan yang datang tetapi tidak dapat dilayani karena barang
yang diminta tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO (Make TO Order =
Memproduksi Berdasarkan Pesanan) akan mengakibatkan jadwal penyerahan order
terlambat, sedangkan pada sistem MTS (Make To Stock = Memproduksi Untuk
Memenuhi Persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain.
Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diingikan akan
diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan
dikelompokkan sebagai ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan
ini sama nilainya dengan ongkos pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia
menunggu.
5. SUBCONTRACT COST (Ongkos Subkontrak)
Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya
perusahaan mensubkontrakkan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya
sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya
ongkos subkontrak, dimana biasanya ongkos mensubkontrakkan ini lebih mahal
dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan
penyerahan dari kontraktor.

F. Strategi Perencanaan Agregat.

Pada umumnya, ada empat jenis strategi yang dapat dipilih dalam membuat
perencanaan agregat. Pemilihan strategi tersebut tergantung dari kebijaksanaan
perusahaan, keterbatasan perusahaan dalam prakteknya, dan pertimbangan biaya.
Keempat jenis strategi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan


kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan. Alternative ini akan menghasilkan tingkat
produksi relative konstan, tetapi mengakibatkan ongkos persediaan yang tinggi.

2. Merekrut (menambah) tenaga kerja pada saat permintaan tinggi dan


memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah. Penambahan tenaga
kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan. Biaya konpensasi dan reorganisasi
sering kali harus dikeluarkan jika dilakukan pengurangan tenaga kerja. Biaya-biaya

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

ini biasanya diikuti oleh biaya tak tampak seperti: kemerosotan moral kerja dan turn
over tenaga kerja yang tinggi. Karena kapasitas fasilitas produksi adalah tetap, maka
penurunan produktivitas mungkin akan terjadi jika penambahan tenaga kerja tanpa
disertai dengan penambahan peralatan produksi (mesin-mesin).

3. Melemburkan pekerja. Alternative ini sering dipakai dalam perencanaan agregat,


tetapi ada keterbatasannya dalam menjadwalkan kapasitas mesin dan tenaga kerja
yang ada. Jika permintaan naik, maka kapasitas produksi dapat dinaikkan dengan
melemburkan pekerja. Tetapi penggunaan lembur hanya dapat dilakukan dalam batas-
batas maksimum kerja lembur yang bisa dilakukan perusahaan, misalnya pemerintah
mengatur kerja lembur tidak boleh melebihi 25% dari waktu total kerja regular.
Kenaikkan kapasitas produksi melebihi aturan tersebut hanya dapat dilakukan melalui
penambahan tenaga kerja. Alternative lembur akan menyebabkan biaya tambahan
karena biasanya tarif upah lembur adalah 150% dari upah regular. Jika permintaan
turun, maka kapasitas produksi dapat disesuaikan dengan mengatur pekerja
(undertime). Undertime akan mengakibatkan biaya tetap yang harus dibayar meskipun
tenaga menganggur, kecuali manajemen dapat memberikan kerja tambahan selama
mereka menganggur seperti pemeliharaan mesin dan lain-lain.

4. Mensubkontrakkkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk. Alternative ini akan


mengakibatkan tambahan ongkos karena subkontrak dan ongkos kekecewaan
konsumen bila terjadi kelambatan penyerahan dari barang yang disubkontakkan.

Masing-masing alternative tersebut akan mempunyai dampak yang berpengaruh


secara psikologis (moral, produktivitas) maupun non psikologis (ongkos, efisiensi).
Sebagai contoh, perusahaan yang menaikkan tingkat produksi dengan cara lembur pada
saat permintaan tinggi ada kemungkinan akan mengalami penurunan semangat pekerja
pada saat lembur ditiadakan. Biasanya bagian perencanaan produksi akan membuat
perencaan agregat dengan mengkombinasikan alternate-alternatif di atas sehingga
fluktuasi permintaan dapat dikendalikan dan biaya total produksi yang direncanakan
dapat ditekan seminim mungkin.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

G. Metode Perencanaan Agregat.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan


pada perencanaan produksi agregat. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

 Jumlah Tenaga Kerjanya Tetap dan Struktur Biayanya Linier


• Trial and Error
• Program Linier
• Transportasi
• Programa Dinamis
 Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Linier
• Programa Linier
 Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Non Linier
• Linier Decision Rule
• Heuristic Search

Metode Trial-Error
Metode trial-error ini merupakan metode yang paling sederhana, tetapi tidak
menghasilkan keputusan yang optimal. Metode ini memerlukan ketelitian dalam
perhitungannya, karena sekali langkah awal salah, maka langkah berikutnya akan
salah.

Metode Transportasi
Perencanaan agregat dapat mengunakan metode transportasi yang merupakan
bagian dari perencanaan produksi programa linier dengan jumlah tenaga kerja ( work

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

force) tetap. Metode ini mengijinkan penggunaan produksi reguler, overtime,


inventori, backorder, dan subkontrak. Hasil perencanaan yang diperoleh dapat dijamin
optimal dengan asumsi optimistik bahwa tingkat produksi (yang dipengaruhi oleh
hiring dan training pekerja) dapat dirubah dengan cepat. Agar metode ini dapat
diaplikasikan, kita harus memformulasikan persoalan perencanaan agregat sehingga :
1. Kapasitas tersedia (supplay) dinyatakan dalam unit yang sama dengan kebutuhan
( demand).
2. Total kapasitas untuk horison perencanaan harus sama denga total peramalan
kebutuhan. Bila tidak sam, kita gunakan variabel bayangan (dummy) sebanyak
jumlah selisih tersebut dengan unit cost = 0.
3. Semua hubungan biaya merupakan hubungan linier.

Metode Programa Dinamis Tanpa Backorder


Programa dinamis dapat diaplikasikan dalam menyelesaikan problem
perencanaan produksi agregat dengan batasan-batasan tertentu. Ada 2 algoritma yang
diperkenalkan, yaitu Algoritma Wagner Within yang digunakan untuk membuat
perencanaan produksi tanpa ada kasus backorder, dan Algoritma Zangwill yang
digunakan untuk membuat perencanaan produksi yang melibatkan kasus backorder.
Asumsikan bahwa biaya produksi pada periode-t (C(Pt)) mengikuti tungsi sebagai
berikut :

0 , bila Pt = 0
C(Pt) =
At + bPt , bila Pt > 0 (1.1)

dimana :
At = biaya produksi tetap pada periode-t
b = biaya produksi variabel per-unit
Pt = jumlah produksi pada periode –t

Bila kita definisikan variabel-variabel berikut ini sedemikian, dimana :


Ft = peramalan (forecast) permintaan pada periode t

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

It = persediaan (inventory) pada akhir periode t


Maka Wagner dan Within menyatakan bahwa solusi optimal akan mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut :
It-1 . Pt (1.2)
Pt = 0, Ft, Ft+Ft+1, Ft+ Ft+1+ Ft+2,........., ∑ Ft (1.3)

Persamaan (1.2) menyatakan bahwa untuk periode-t kapanpun kita dapat


memakai persediaan dari periode sebelumnya untuk memenuhi semua permintaan
pada periode sekarang (It-1 > Ft, Pt = 0) atau kita dapat memenuhi semua permintaan
pada periode sekarang hanya memproduksi saja tanpa menggunakan persediaan (Pt >
Ft , It-1 = 0).
Persamaan (1.3) menyatakan bahwa jumlah produksi yang ditetapkan dalam
periode kapanpun akan merupakan produksi keseluruhan periode atau kombinasi dari
keseluruhan periode.
Asumsikan bahwa akan dibuat perencanaan produksi yang sederhana untuk dua
periode dengan peramalan permintaan F1 = F2 = 10. Jika backorder tidak
diperbolehkan, maka akan ada 11 kombinasi yang mungkin dan jumlah produksi (Pt)
sebagai berikut :

P1 P2

20 0

19 1

18 2

- -

- -

- -

12 8

11 9

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

10 10

karena It-1 . Pt=0, maka kasus tersebut akan mengakibatkan dua jadwal utama yaitu : karena
kita hanya perlu mengevaluasi jadwal yang utama, maka akan ada pengurangan usaha yang
besar dalam perhitungan.

P1 P2

20 0

10 10

Struktur dari situasi perencanaan untuk banyak periode ditunjukkan pada gambar dibawah ini
:
Pada akhir periode ke-j kapanpun, dimana Ij = 0, maka akan ada sejumlah strategi produksi
yang mungkin sehingga memenuhi seluruh permintaan yang masih tersisa dalam horison
perencanaan, J+1 sampai T.

0 j k t

Bila Cjk = ongkos produksi pada periode –j+1 untuk memenuhi permintaan pada j+1,
j+2,....,k.
Cjk diatas termasuk biaya produksi dan biaya persediaan selama sub-periode-j ke periode-k
adalah sebagai berikut :
C(Pjk) = AI + bI (Fj+1 + Fj+2 +.....+ Fk)
= A I + bI P I

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

]
j<r<k
C (Ir) =

dimana :
hr = biaya simpan untuk periode-r
C(Pjk) = biaya produksi untuk interval j ke k
C (Ir) = biaya persediaan yang dibawa pada akhir periode-r
C(Ijk) = biaya persediaan yang dibawa selama interval j ke k

Oleh karena itu, total biaya produksi dan persediaan selama periode –j ke –k dapat ditulis
sebagai berikut :
TCjk = C(Pjk) + C(Ijk)
= Aj+1 + bPj+1 +
TCjk merupakan semua biaya-biaya yang terlibat dalam subperiode ke-k dalam keseluruhan
horizon perencanaan dari 0 ke T.
Untuk mendefinisikan persamaan, program dinamis rekursiv yang akan menghasilkan solusi
optimal, maka diperoleh persamaan ;
Zk = TCjk} , k = 1,2,......,T
Hal ini berarti bahwa setiap tahap rekursiv, kita mencari kombinasi biaya produksi
mminimum diantara dua titik regenerasi (j dan k) ditambah dengan solusi optimal ke-j.
Langkah rkursiv dihitung untuk ke T, dimana Zo* = 0.

Metode Programa Dinamis Dengan Backorder


Pada bagian sebelumnya, algoritma Wagner –Within terlihat dapat
dialokasikan pada kondisi dimana kurva biaya yang berbeda dari periode ke periode
tanpa mempunyai sifat peningkatan biaya marginal. Hal ini berlaku pada kasus
dimana biaya-biaya bersifat konkav dan pada kasus khusus dengan:
0 , bila Pt = 0
C(Pt) =
At + bPt , bila Pt > 0

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

dimana bt tidak konstan untuk semua periode-t.

Zangwill memperbaki algoritma Wagner-Within untuk kasus yang


memperbolehkan terjadinya backorder. Keputusan produksi pada kasus dengan
backorder ini dapat digambarkan sebagai berikut :

0 j l k t

Bila TCjk adalah biaya minimum untuk satu periode, j+1, j+2,....., k untuk
memenuhi permintaan yang terjadi selama periode j+1 sampai k, dan bila kegiatan
produksi terjadi selama periode I, dimana terjadi backorder terakumulasi dari periode
j+1 sampai I, maka kegiatan produksi pada periode-I harus dapat dengan segera
memenuhi kondisi backorder sebelumnya dan juga harus dapat menyediakan
inventori untuk memenuhi permintaan dari periode I+1 sampai k, secara lebih
tepatnya, karena

C(Pjk) = AI + bI (Fj+1 + Fj+2 +.....+ Fk)


= A I + bI P I

dimana :
PI =

Ongkos persediaan dan backorder adalah sebagai berikut :


C(Ijk) = =

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

C(Sjk) = =

dimana :
St = backorder pada akhir periode-t
Pt = ongkos penalti per-unit terjadinya backorder (Pt biasanya disimbolkan juga dengan
t )

sehingga :
TCjk =
dan programa dinamik rekursivnya adalah :
Zk =

11.8. Fase-Fase Perencanaan Agregat

Pengembangan perencanaa agregat mengikuti prosedur yang terdiri dari empat fase.
Setelah prosedur ini diaplikasikan beberapa kali dan persoalan-persoalan pokok yang terlibat
pada fase 2 dan 3 telah dapat dipecahkan, maka pihak manajemen dapat memproses langsung
dari fase 1 ke fase 4.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

FASE 1 : Persiapan Peramalan Permintaan Agregat


Peramalan permintaan agregat mencakup beberapa permintaan yang diperkirakan
pada tiap-tiap periode selama horison perencanaan dalam satuan unit yang sama untuk semua
jenis item produk yang dihasilkan. Peramalan ini dapat menggunakan analisis deret waktu,
rata-rata bergerak, dan lain-lain.
FASE 2 : Mengkhususkan Kebijaksanaan Organisasi Untuk Melancarkan Penggunaan
Kapasitas
Pada fase ini, manajemen mencoba mengidentifikasi kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang dapat melancarkan perkiraan permintaan agregat yang telah diramalkan pada fase
sebelumnya. Kombinasi dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang paling diinginkan akan
merupakan strategi terbaik untuk mengantisipasi permintaan dimasan mendatang yang
bersifat musiman dan berfluktuasi secara acak. Penentuan kebijaksanaan ini akan melibatkan
kerja sama divisi marketing dengan divisi produksi, dimana kebijaksanaan-kebijaksanaan
umum yang biasa diambil adalah:

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

1. Memperkenalkan produk pelengkap pada saat permintaan tahunan produk utama


menurun, misalnya produsen AC akan memperkenalkan produk berupa unit pemanas
pada saat musim dingin tiba.
2. Memberikan diskon harga pada saat yang tidak sibuk, misalnya tarif pulsa telepon
pada malam hari lebih murah 75% dibanding jam-jam sibuk.
3. Meningkatkan kegiatan promosi untuk mempengaruhi konsumen.
4. Menawarkan perjanjian khusus kepada konsumen untuk mendapatkan batas waktu
pengiriman barang yang fleksibel sehingga kegiatan produksi dapat dijadwalkan lebih
merata.
FASE 3 : Menentukan Alternatif Produksi yang Layak
Fase ini terdiri dari 2 alternati, yaitu :
1. Merubah tingkat produksi dengan tenaga kerja yang sama, hal ini dilakukan dengan
melemburkan karyawan yang ada pada saat permintaan tingggi, dan mengalokasikan
karyawan yang ada ke pekerjaan non produksi pada saat permintaan turun.
2. Merubah tingkat produksi dengan merubah jumlah tenaga kerja, hal ini dilakukan
dengan merekrut tenaga kerja baru pada saat permintaan tinggi dan memberhentikan
tenaga kerja pada saat permintaan turun.
FASE 4 : Menentukan Strategi Produksi yang Optimal
Setelah alternatif produksi yang layak telah dipilih dan dihitung perkiraan ongkosnya,
langkah berikutnya adalah menentukan strategi produksi yang optimal. Langkah ini
melibatkan pengalokasian peramalan permintaan dengan menggunakan alternatif-alternatif
dalam setiap periode yang meminimasikan ongkos total untuk keseluruhan horison
perencanaan. Metode perencanaan agregat untuk mengalokasikan permintaan selama periode
produksi adalah bervariasi tergantung asumsi-asumsi yang dibuat pada alternatif-alternatif
yang dianggap layak dan biayanya (Linier atau Non Linier). Secara matematis, maka ongkos
produksi selama periode-t adalah;
C t = C R + CO + CI + CB + C H + C F + CS
dimana :
Ct = ongkos produksi pada periode-t
CR = ongkos produksi reguler
CO = ongkos produksi overtime (lembur)
CI = ongkos unit yang dipakai dari inventori (persediaan)

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

CB = ongkos backorder
CH = ongkos hiring (penambahan tenaga kerja)
CF = ongkos firing (pemberhentian tenaga kerja)
CS = ongkos subkontrak

Sedangkan ongkos total produksi selama horison perencanaan (TPC) adalah :


TPC – C1 + C2 + ..... + C12 = ∑ Ct

BAB IV
PENGOLAHAN DATA

1. Suatu perusahaan mempunyai data-data permintaan produk X, sebagai berikut :

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

BULAN PERMINTAAN

Januari 65

Februari 60

Maret 50

April 45

Mei 75

Juni 70

Diketahui : tenaga kerja regular sebanyak 5 orang, dimana setiap tenaga kerj arata-
rata menghasilkan 5 unit/bulan , persediaan awal sebesar 35 unit dan biaya tenaga
kerja rata-rata Rp 500.000,- per bulan. Strategi yang digunakan yaitu :

a. Berproduksi dengan jumlah tenaga kerja tetap, dan melakukan subkontrak untuk
memenuhi kekurangan permintaan dan biaya marginal sebesar Rp 30.000,- per
unit. Biaya penyimpangan persediaan ditetapkan Rp 10.000,- per unit.

b. Melakukan variasi jumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan produksi. Biaya
penambahan tenaga kerja sebesar Rp 400.000,- per orang, sedangkan biaya
penurangan tenaga kerja sebesar Rp 600.000,- per orang.

c. Buat produksi konstan sebanyak 60 unit per bulan yang akan memenuhi
permintaan minimal kemudian gunakan subkontrak.

d. Pertahankan tenaga kerja stabil dengan memperthanakan tingkat produksi yang


sama dengan kebutuhan rata-rata dan membolehkan tingkat persediaan yang
SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS
HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

beragam. Jika hari kerja/bulan : Jan = 21, Feb = 18, Mar = 21, Apr = 20, Mei =
20, Jun= 21, dan biaya penjualan yang hilang karena persediaan yang kososng
adalah Rp 6.000,- setiap unit.

2. Ramalan permintaan agregat dalam satuan unit serta waktu produksi yang tersedia
pada PT. UNTUNG adalah :

Bulan Prediksi (unit) Waktu regular Waktu lembur Subkontrak

1 100 200 130 100


2 200 50 - 200
3 150 175 100 75
4 100 250 150 -

Dik :

Persediaan awal 50 unit

Biaya waktu regular : $1/unit

Biaya lembur :$2/unit

Biaya subkontrak : $1/unit

Biaya penanganan persediaan : $0,20/unit

Biaya tunggakan pesanan : $0,50/unit

Dit : Dapatkan rencana optimal dengan menggunkan metode transportasi, jumlah


biaya.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

3. Ramalan permintaan PT UNTUNG


Bulan Bulan Bulan Tidak
Bulan 1 Kapasitas Total
Pasokan dari 2 3 4 Terpakai
yang tersedia
Persediaan (dummy
(pasokan)
Awal 50 )

50 150 100
Bulan
1 - 130

- 100

50 -
Bulan
2 - - 200

150 50

150 25
Bulan
3 - 100 150

- 75

100 150 100


Bulan
4 - 150

- -
Total 100 200 150 100 930 550

B.Bulan 1 = 50 x 1 = 50
B.Bulan 2 = (50x1,2) + (150x1,2) = 60 +
180 = 240
B.Bulan 3 = (150x1,4)=
210
B.Bulan 4 = (100x1,6) =
160

TOTAL BIAYA = B.Bln 1 + B.Bln 2+ B.Bln


3+B.Bln 4
= 50+240+210+160

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

=
470

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

JAWAB:

2.a

PERSEDI PRODU PERMINT PERUBA SUBKONT


AAN KSI AAN HAN RAK UPAH TENAGA KERJA BIAYA SUBKONTRAK
(∑ UNITX BIAYA (∑ UNITX BIAYA
BULAN AWAL PERSEDI T.KERJA/BLN) SUBKONTRAK/BULAN)
AAN (Rp.500.000) (Rp.30.000))
(UNIT) (UNIT) (UNIT) (UNIT) (UNIT) (RP) (RP)
JANUA
RI 35 25 65 5 2.500.000 150.000
FEBRU
ARI 25 60 35 2.500.000 1.050.000
MARET 25 50 25 2.500.000 750.000
APRIL 25 45 20 2.500.000 600.000
MEI 25 75 50 2.500.000 1.500.000
JUNI 25 70 45 2.500.000 1.350.000
TOTAL 150 365 180 15.000.000 5.400.000

Jadi biaya total produksi = ∑ biaya tenaga kerja + ∑ biaya subkontrak

= Rp. 15.000.000 + Rp. 5.400.000

= Rp.20.400.000

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN


PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

2.b

PERSEDI PRODU PERMINTA SUBKONT ∑PEREKRU BIAYA UPAH TENAGA


AAN KSI AN RAK TAN ∑ PHK B.PEREKRUTAN PHK KERJA
(PEKERJAXPENAM (∑ UNITX BIAYA
BAHAN T.K) T.KERJA/BLN)
BULAN AWAL
(Rp.400
.000) (Rp.500.000)
(PEKER
(UNIT)
(UNIT) (UNIT) (UNIT) (PEKERJA) JA) (Rp) (RP) (RP)
JANUA
RI 35 25 65 5 1 400.000 2.500.000
FEBRU
ARI 25 60 35 7 2.800.000 2.500.000
MARET 25 50 25 5 2.000.000 2.500.000
APRIL 25 45 20 4 1.600.000 2.500.000
MEI 25 75 50 10 4.000.000 2.500.000
JUNI 25 70 45 9 3.600.000 2.500.000
TOTAL 150 365 180 36 14.400.000 15.000.000
BIAYA TOTAL PRODUKSI = ∑ B.PEREKRUTAN+ ∑ BIAYA UPAH TENAGA KERJA

= Rp. 14.400.000 + Rp. 15.000.000

= Rp.29. 400.000

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN


PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

2.c

PERSEDI PERMINT SUBKONT


AAN AAN RAK UPAH TENAGA KERJA BIAYA SUBKONTRAK
(∑ UNITX BIAYA (SUBKONTRAKXB.MARGIN
BULAN T.KERJA/BLN) AL)
AWAL (Rp.500.000) (Rp.30.000))
(UNIT) (UNIT) (UNIT) (RP) (RP)
JANUA
RI 60 65 5 2.500.000 150.000
FEBRU
ARI 60 60 2.500.000
MARET 60 50 -10 2.500.000
APRIL 60 45 -15 2.500.000
MEI 60 75 15 2.500.000 450.000
JUNI 60 70 10 2.500.000 300.000
TOTAL 360 365 15.000.000 900.000

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN


PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Jadi Biaya total Produksi = ∑ Biaya Tenaga Kerja + ∑ Biaya Subkontrak

= Rp. 15.000.000 + Rp. 900.000

= Rp.15.900.000

2.d

PERSEDI PRODU PERMINT KEKURAN B. PENJUALAN YANG


AAN KSI AAN GAN HILANG UPAH TENAGA KERJA
(∑ UNITX BIAYA
BULAN T.KERJA/BLN)
PERSEDIA (∑ UNITXB.P.YANG
AWAL AN HILANG) (Rp.500.000)
(UNIT) (UNIT) (UNIT) (UNIT) (Rp) (RP)
JANUA
RI 35 25 65 40 240.000 2.500.000
FEBRU
ARI 25 60 35 210.000 2.500.000
MARET 25 50 25 150.000 2.500.000

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN


PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

APRIL 25 45 20 120.000 2.500.000


MEI 25 75 50 300.000 2.500.000
JUNI 25 70 45 270.000 2.500.000
TOTAL 150 365 215 1.290.000 15.000.000

Jadi Total Biaya Produksi = ∑ Biaya Penjualan Hilang+ ∑ Biaya Upah Tenaga Kerja

= Rp. 1.290.000 + Rp. 15.000.000

= Rp.16.290.000

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN


PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

BAB V
PEMBAHASAN

IV.1 Metode Transportasi


Model transportasi adalah aplikasi dari model PL merupakan suatu prosedur iteratif
untuk pemecahan masalah minimisasi biaya pengiriman (distribusi) dari pabrik atau
sumber supplai m ke tujuan (pasar) n. Selain untuk persoalan distribusi, metode ini dapat
digunakan untuk menentukan lokasi fasilitas pabrik baru.

A 1

B 2

C 3

Model transportasi

Ada empat langkah dasar dalam model transportasi, yaitu (Krajewski dan Ritzman, 1993,
852) :
a. Menterjemahkan permasalahan menjadi bentuk tabel: pabrik pada baris dan
daerah tujuan pada kolom. Setiap sel dalam tabel merupakan suatu rute
pengiriman dari pabrik ke daerah tujuan.
b. Menentukan solusi fisibel awal (initial fesible solution).
c. Melakukan perbaikan pada solusi awal hingga kemungkinan perbaikan tidak
mungkin dilakukan lagi (solusi optimal telah tercapai).
d. Mengidentifikasi dan mengevaluasi solusi akhir.

Contoh soal :
Sebuah perusahaan pertanian Subur Makmur memproses dan melakukan pengalengan
sayur
mayur dan buah-buahan untuk dijual pada took makanan segar. Saat ini perusahaan
memiliki dua
pabrik yang berlokasi di kota A dan B. perusahaan juga memiliki dan mengoperasikan
empat toko yang berlokasi di kota M, D, L dan J. Diperkirakan bahwa sebuah pabrik
baru dengan kapasitas 8.000 kaleng dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

permintaan ini. Pihak manajemen telah menyetujui pembangunan pabrik baru, tetapi
lokasinya masih belum ditentukan.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Langkah I : Menterjemahkan permasalahan menjadi bentuk table

Langkah II: Solusi Fisibel Awal


a. NorthWest Corner Rule Metode NWCR, sesuai dengan namanya, memulai
alokasi awal dari sel pada sisi paling kiri atas dengan cara:
b. Mengalokasikan semua kapasitas pada setiap baris sebelum pindah
pada baris berikutnya;
c. Memenuhi semua kebutuhan pada setiap kolom sebelum pindah pada
kolom sebelah kanan; dan
d. Menyeimbangkan kapasitas dan kebutuhan.

b. Vogel’s Approximation Method (VAM)


Ada enam langkah dalam aplikasi VAM, yaitu:
1. Menentukan selisih antara dua biaya transportasi terendah pada setiap
kolom dan baris.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

2. Memilih kolom atau baris dengan selisih terbesar. Dalam kasus ini,
kita memilih kolom M.
3. Mengalokasikan unit semaksimal mungkin pada sel berbiaya
transportasi terkecil pada kolom atau baris terpilih. Dalam kasus ini, kita
mengalokasikan 70 unit pada sel BM.
4. Menghapus setiap kolom atau baris yang telah terpenuhi dengan
memberikan tanda X pada setiap sel.
5. Menghitung kembali selisih biaya transportasi setelah menghapus baris
atau kolom pada tahap sebelumnya.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

2. Kembali mulai dari langkah 2 hingga solusi awal telah diperoleh.

Langkah III: Melakukan perbaikan pada solusi awal


1. Metode Stepping Stone
Jumlah rute atau sel yang mendapat alokasi harus sebanyak:
Jumlah Kolom + Jumlah Baris – 1 = 4 + 3 – 1 = 6
a. Memilih salah satu sel kosong (yang tidak mendapatkan alokasi)
b. Mulai dari sel ini, kita membuat jalur tertutup melalui sel-sel yang
mendapatkan alokasi menuju sel kosong terpilih kembali. Jalur tertutup ini
bergerak secara horisontal dan vertikal saja.
c. Mulai dengan tanda (+) pada sel kosong terpilih, kita menempatkan
tanda (-) dan (+) secara bergantian pada setiap sudut jalur tertutup.
d. Menghitung indeks perbaikan dengan cara menjumlahkan biaya
transportasi pada sel bertanda (+) dan mengurangkan biaya transportasi pada
sel bertanda (-).
e. Mengulangi tahap 1 sampai 4 hingga indeks perbaikan untuk semua sel
kosong telah terhitung. Jika indeks perbaikan dari sel-sel kosong lebih besar
atau sama dengan nol, solusi optimal telah tercapai.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Mengikuti arah jalur tertutup, indeks perbaikan untuk sel AL adalah:

AL – AD + BD – BL = 4 – 2 + 1 – 5 = - 2

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Metode Modified Distribution (Modi)

Metode Modi menghitung indeks perbaikan untuk setiap sel kosong tanpa
menggunakan jalur tertutup. Indeks perbaikan dihi-tung dengan terlebih dahulu
menentukan nilai baris dan kolom. Notasi dalam metode MODI terdiri dari:

Ri = nilai yang ditetapkan untuk baris i


Kj = nilai yang ditetapkan untuk kolom j
Cij = biaya transportasi dari sumber i ke tujuan j

Ada lima langkah dalam aplikasi metode MODI, yaitu:

1. Menghitung nilai setiap baris dan kolom, dengan menetapkan Ri + Kj = Cij.


Formula tersebut berlaku untuk sel yang mendapat alokasi saja.
2. Setelah semua persamaan telah tertulis, tetapkan Ri = 0
3. Mencari solusi untuk semua R dan K.
4. Menghitung indeks perbaikan dengan menggunakan formula Iij = Cij - Ri - Kj
.
5. Mengaplikasikan kriteria optimalitas sebagaimana pada metode stepping
stone.

http://www.teknokrat.ac.id/perangkat_ajar/New
%20Folder/TRO/Bab6_Transportasi_Transparansi_Edit.pdf

IV.2 Aplikasi di Perusahaan

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Integrasi Perencanaan Produksi Aggregat Dan Perencanaan


Kebutuhan Mesin Pada Proses Produksi Ubin Keramik

Gan Shu San


Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin – Universitas Kristen Petra
Mirah S. Masbudi
Alumnus Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri – Universitas Kristen Petra

Abstrak
Perencanaan produksi aggregat dan perencanaan kebutuhan mesin biasanya dilakukan secara
terpisah meskipun sebenarnya ada keterkaitan yang erat yang dapat dijumpai pada
lingkungan produksi umumnya. Model integrasi menggabungkan efek pengambilan
keputusan tingkat produksi dan tenaga kerja sekaligus pembelian peralatan produksi pada
biaya produksi. Penelitian oleh Behnezhad dan Khoshnevis8.2) menunjukkan bahwa
mathematical programming model berdasarkan integrasi tersebut memberikan penghematan
biaya dibandingkan dengan penerapan perencanaan produksi agregat dan perencanaan
kebutuhan mesin secara terpisah. Pada makalah ini ingin diketahui keuntungan yang dapat
dihasilkan oleh model integrasi pada proses produksi ubin keramik. Model integrasi disusun
berdasarkan data yang diperoleh dari sebuah pabrik keramik dan penyelesaian model
diperoleh dengan menggunakan software Quant-System. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa perencanaan secara integrasi memberikan penghematan sebesar Rp.179.453.030,-
terhadap perencanaan produksi agregat dan sebesar Rp.470.062.980,- terhadap perencanaan
kebutuhan mesin.

Daftar Notasi
Variabel Keputusan :
Pt Tingkat produksi pada periode t
I t Tingkat persediaan pada periode t
Lr t Jumlah waktu regular yang digunakan pada periode t
Lo t Jumlah overtime yang digunakan pada periode t
Lr t Jumlah undertime pada periode t
L t+ Kenaikan jumlah tenaga kerja dari periode t-1 ke t

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

L t- Pengurangan jumlah tenaga kerja dari periode t-1 ke t


M t Jumlah mesin yang dioperasikan pada periode t
M to Jumlah mesin yang dioperasikan selama overtime pada periode t
W t Tingkat tenaga kerja pada periode t
M t Jumlah mesin yang dioperasikan pada periode t
M to Jumlah mesin yang dioperasikan selama overtime pada periode t

Parameter :
N Jumlah periode perencanaan
Dt Permintaan pada periode t
Ct Biaya produksi selain biaya tenaga kerja
Crh t Biaya satu jam kerja pada waktu regular pada periode t
Coh t Biaya satu jam kerja overtime pada periode t
Cph t Biaya penambahan pekerja pada periode t
Cmh t Biaya pengurangan jam pekerja pada periode t
m Jumlah jam yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk
ht Jumlah regular time dalam tiap periode produksi (jam/periode)
ho Jumlah maksimum over time dalam tiap periode produksi (jam/periode)
Cpt Biaya pengadaan mesin pada awal periode t
Cdt Nilai sisa dari mesin pada awal periode t
Crt Biaya operasi dan perawatan sebuah mesin selama regular time pada periode t
Cot Biaya operasi dan perawatan sebuah mesin selama over time pada periode t
Ci Biaya penyimpanan per unit per periode
Cs Biaya shortage per unit per periode
Crw Biaya gaji regular time per tenaga kerja per periode
Cow Biaya gaji over time per tenaga kerja per periode
Ch Biaya perekrutan seorang tenaga kerja
Cf Biaya pemecatan seorang tenaga kerja
i Tingkat suku bunga tiap periode (minimal MARR)
K Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk sebuah produk (periode/ unit)
R Output mesin berupa produk yang baik per periode regular time (unit/ periode)

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

1. Pendahuluan
Perencanaan kebutuhan mesin dan perencanaan produksi agregat memegang peranan yang
penting dalam perencanaan kapasitas dan operasional suatu proses produksi. Obyektif dari
perencanaan produksi agregat adalah menentukan tingkat produksi dan tingkat tenaga
kerja agar biaya operasional dapat diminimalkan. Di lain pihak, perencanaan kebutuhan
mesin menentukan jumlah optimal dari mesin agar dapat memenuhi permintaan yang
berfluktuasi dengan biaya minimum. Pada kenyataannya, terdapat hubungan yang erat
antara keduanya dalam kebanyakan operasi manufaktur. Hal ini dilihat dari adanya
ketergantungan antara mesin dan tenaga kerja.
Secara umum, tiap unit produk memerlukan sejumlah tertentu kerja manual sejalan dengan
sejumlah tertentu operasi permesinan. Dengan melakukan perencanaan mesin dan tenaga
kerja secara terpisah dapat terjadi ketidak-efisienan implementasi karena kurangnya
keseimbangan antara mesin dan operator.
Pada proses produksi ubin keramik di perusahaan ini, terlihat kondisi bahwa proses
produksi hampir seluruhnya dilakukan oleh mesin namun juga dikendalikan oleh operator.
Karena itu dilakukan penelitian untuk melihat unjuk kerja model integrasi pada proses
produksi ubin keramik ini.
2. Proses Produksi
Proses produksi ubin keramik lantai merupakan proses single firing (pembakaran satu
kali). Proses pembuatan ubin keramik melalui enam tahapan pokok, yaitu :
a) Proses Pembuatan Powder Keramik
Bahan baku body dimasukkan ke dalam mesin penghancur dengan menggunakan
mechanical shovel. Bahan baku yang sudah dihancurkan dimasukkan ke dalam mesin
continuous ball-mill dengan menggunakan beltconveyor. Bahan pendukung yang lain
juga dimasukkan ke dalam ball-mill dan digiling selama 8-10 jam agar diperoleh slurry
yang halus dan homogen. Kemudian slurry dimasukkan dalam sumur slurry dimana
terdapat pengaduk yang selalu berputar agar campuran bahan dasar dengan air yang
dinamakan slip tidak padat dan tidak kering. Slip kemudian dipompakan ke dalam
spray dryer dengan menggunakan pompa piston, untuk kemudian dikabutkan dengan
menggunakan nozel. Udara panas dengan suhu 600°C yang dihembuskan dari bagian
atas spray dryer akan menguapkan air dan mengakibatkan slip yang dikabutkan berubah

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

menjadi powder. Selanjutnya powder disimpan melalui conveyor ke dalam silo-silo


selama ± 8 jam dengan tujuan untuk menstabilkan kadar air.
b) Proses Pembuatan Keramik Mentah (Green Tiles)
Powder yang terdapat dalam silo siap digunakan dan dibawa ke mesin pres dengan
menggunakan tangki pres. Powder ditekan dengan mesin pres hidrolis dengan tekanan
sebesar 220 bar, dan tonase 800 ton. Mesin pres hidrolis berfungsi untuk menempatkan
powder menjadi ubin mentah yang disebut green tile di dalam suatu cetakan dengan
ukuran tertentu.
Di dalam mesin pres, sekali pengepresan akan menghasilkan 3 buah green tiles, dengan
flow rate yang diatur secara otomatis yaitu 8 kali pengepresan per menit. Green tile
tersebut diharapkan memiliki bending strength sebesar 300 kg per cm2. kemudian
green tile tersebut diangkut ke dalam mesin pengering (Horizontal Dryer) dengna
menggunakan Roller Feeding Line. Dalam mesin pengering, kadar air diturunkan
menjadi kurang dari 0,8% dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan tekan dari
green tile sehingga lebih tahan terhadap benturan-benturan yang akan terjadi serta
mempersiapkan green tile agar dapat menerima lapisan glazur dengan baik.
c) Proses Glazur (Glazing line)
Ubin keramik yang biasa dipakai untuk membuat lantai suatu bangunan pada umumnya
mempunyai bagian yang memiliki warna, motif dan tekstur yang beraneka ragam.
Bagian ini disebut glazur keramik, yang terdiri dari :
· Lapisan engobe, merupakan lapisan dasar glazur keramik dan sebagai perekat.
· Glaze, memberi warna dasar pada permukaan ubin keramik.
· Printing, memberi corak atau motif permukaan.
d) Proses Pembakaran
Ubin yang telah melalui proses printing kemudian dibakar dalam kiln dengan tujuan
supaya terbentuk ikatan yang kuat antara body dan glaze dengan kualitas yang baik.
Ubin yang keluar dari proses ini memiliki perubahan karakteristik dibandingkan
sebelumnya yaitu tegangan lentur lebih tinggi, kepadatan lebih tinggi, kandungan
kelembaban lebih rendah. Sepanjang roller kiln terdapat 3 bagian yaitu:
· Preheating, temperatur antara 580°C hingga 930°C
· Firing, temperatur antara 1000°C dan 1200°C
· Cooling, temperatur antara 580°C dan 700°C

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Ubin mengalami penyusutan sebesar 2-3% pada proses ini.


e) Proses Sortir dan Pengepakan
Dari roller kiln ubin menuju ke meja operator yang memberi tanda kualitasberdasarkan
kondisi permukaan ubin, yangdisebut visual sort, yaitu :
· Tanda A: tidak cacat body, glasir maupun printing.
· Tanda B : hanya cacat printing (kabur)
· Tanda C : cacat body dan cacat printing.
Proses selanjutnya adalah calibre sort, dimana mesin sensor memisahkan ubin-ubin
berdasarkan kualitas dan ketelitian ukuran dimensinya. Ubin kemudian dikemas dalam dos
oleh mesin packaging dan disimpan dalam gudang.

3. Data Awal
3.1 Data Permintaan Masa Lalu
Data permintaan aktual selama 3 tahun yaitu dari April 1998 sampai dengan Maret 2001
dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Data Permintaan April 1998 hingga Maret 2001

3.2 Test Faktor Trend


Dilakukan uji t statistik dengan taraf signifikansi 5%.
Hipotesa : H0 : r = 0 (tidak ada trend)
H1 : r = 1 (menunjukkan adanya trend)
Tolak H0 jika t hit > t tabel (t a/2, df = n-2).

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Diperoleh t hit = r Ö [(n-2)/(1-r2)] = 4,162 > 2.0323. Tolak H0, berarti ada faktor trend,
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Faktor Trend

3.3 Peramalan
Metode peramalan yang cocok untuk kondisi berfaktor trend adalah double exponential
smoothing, winter multiplicative dan multiplicative decomposition.
Dari ketiga metode tersebut, dipilih metode peramalan dengan MAD terkecil dan hasil
peramalan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peramalan dengan Metode Multiplicative Decomposition

3.4 Data Mesin

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Tabel 1. Data Mesin

3.5 Waktu Baku


Penggunaan mesin secara otomatis mengakibatkan semua waktu proses di set-up melalui
sistem komputerisasi dengan data seperti pada tabel dibawah ini.

3.6 Kapasitas Produksi


Perhitungan waktu baku digunakan untuk menentukan kapasitas produksi tiap mesin
seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

3.7 Data Pekerja


Total pekerja 108 orang yang terbagi dalam 3 shift. Data pekerja pada masing-masing
bagian adalah sebagai berikut :

Kebijaksanaan perusahaan dalam hal tenaga kerja adalah :


· Hari kerja sebulan 26 hari dengan 8 jam kerja per hari
· Jam lembur maksimal 8 jam per minggu, dilaksanakan pada hari minggu
· Sistem pengupahan :
 Upah pokok : Rp. 20.500,- per hari
 Upah lembur : Rp. 6.161,85 per jam
· Pemutusan hubungan kerja dan perekrutan :
 Pesangon PHK : 6 bulan gaji = Rp. 3.198.000,-
 Biaya rekrut : 2 stel seragam = Rp. 35.000,-
4. Model Integrasi
Perencaan produksi dilakukan untuk 24 bulan yang terbagi dalam 8 periode perencanaan.
4.1 Perencanaan Produksi Agregat

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Pada perencanaan ini ditentukan tingkat produksi dan tingkat tenaga kerja yang
meminimalkan biaya produksi untuk memenuhi permintaan pada tiap periode perencana.
Model ini mengasumsikan bahwa jam kerja overtime menyesuaikan dengan jam kerja
tenaga manual. Pengelompokan produk pada perencanaan agregat dilakukan berdasarkan
body ubin keramik, yaitu body polos kilap dan body bergelombang, dimana :
· body polos kilap : SYG, SYC, SYR, Malibu
· body bergelombang : ROB, ROGreen, ROT, Ob, O’c, Safari
Pengelompokan dilakukan karena kesamaan dalam proses produksi maupun bahan baku
yang digunakan.

Model Perencanaan Agregat :

Variabel keputusan : P, I, S, Lr, Lo, Lu,L+,LMinimasi:

4.2 Perencanaan Kebutuhan Mesin


Model ini digunakan untuk menentukan jumlah mesin atau peralatan kerja sesuai dengan
jumlah permintaan pada tiap periode perencanaan. Pada model ini diasumsikan overtime
dapat digunakan secara penuh, jadi tenaga kerja menyesuaikan dengan jam kerja mesin.

Model Perencanaan Kebutuhan Mesin :


Variabel keputusan : P, I, M, Mo
Minimasi :

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Model ini menggunakan notasi :


(a)+ = max {a,0} dan (a)- = max {-a,0} yang menyebabkan model menjadi non-linier.
Model Kebutuhan mesin diatas dapat dilinierkan dengan transformasi :
Xt = ( Mt – Mt-1 )+ dan X ’t = ( Mt – Mt-1 )-
Pada kendala ditambahkan
Mt – Mt-1 = Xt - X ’t
It = It+ - It-

4.3 Model Integrasi


Pada model perencanaan agregat dan perencanaan kebutuhan mesin, tidak
diperhitungkan adanya ketergantungan antara tingkat tenaga kerja dan mesin. Pada
model perencanaan agregat biasanya diasumsikan kapasitas mesin cukup besar untuk
memenuhi tingkat perencanaan produksi untuk pekerja. Sedangkan model perencanaan
mesin mengasumsikan bahwa tenaga kerja yang tersedia selalu dapat memenuhi
kebutuhan jumlah tenaga kerja manual untuk memproduksi suatu produk.
Model integrasi menggabungkan kedua model tersebut sehingga diperhitungkan semua
biaya baik yang terkait dengan mesin maupun tenaga kerja sebagai berikut :
Variabel keputusan : P, I, W, M, Mo
Minimasi:

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Model ini juga menggunakan notasi (a)+ dan (a)- yang nantinya akan dilinierkan dengan
transformasi yang sama seperti pada perencanaan kebutuhan mesin.

5. Hasil Perhitungan Dan Analisa


Pada saat model perencanaan agregat yang digunakan, akan didapatkan perencanaan
tingkat tenaga kerja yang paling optimal, sedangkan jumlah mesin dan penggunaannya
akan menyesuaikan dari hasil ini. Dengan cara sama, saat model kebutuhan mesin yang
digunakan maka tingkat tenaga kerja menyesuaikan berdasarkan jumlah optimal dan
penggunaan optimal dari mesin. Hasil dari Perencanaan Agregat dan Perencanaan
Kebutuhan Mesin dapat dilihat pada tabel 5 dan 6 sedangkan hasil dari model integrasi
dapat dilihat pada tabel 7.
Pada model perencanaan agregat terlihat bahwa penggunaan tingkat tenaga kerja adalah
lebih tinggi daripada pada kedua model perencanaan lainnya, namun tidak ada penugasan
over time. Rendahnya biaya perekrutan dan pemecatan dibandingkan dengan biaya
operasional keseluruhan proses produksi menyebabkan begitu mudahnya terjadi
pengurangan dan penambahan tenaga kerja. Misalnya untuk model perencanaan agregat,
pada periode 1 terjadi pemecatan 25 tenaga kerja tetapi pada periode 4, 6 dan 7 dimana

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

demand relatif tinggi maka terjadi penambahan karyawan. Pada model integrasi juga
terjadi pemecatan 51 orang tenaga kerja pada periode 1 dan dengan peningkatan
penggunaan mesin pada over time maka periode selanjutnya tidak memerlukan
penambahan tenaga kerja.
Pada kenyataannya, menurut pengamatan yang dilakukan peneliti pada perusahaan ubin
keramik ini, memang terjadi kurangnya efektifitas kerja dari tenaga kerja yang ada saat ini
karena banyak tenaga kerja yang terlihat menganggur.

Mesin yang beroperasi secara penuh dan terus menerus adalah mesin kiln. Karena itu
dengan penambahan mesin kiln maka biaya produksi akan dapat lebih ditekan. Sedangkan

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

pada perencanaan kebutuhan mesin, jumlah mesin yang dioperasikan pada regular time
sama dengan pada model integrasi. Tetapi pada perencanaan kebutuhan mesin semua
mesin tersebut dioperasikan secara penuh pada over time, sedangkan pada model integrasi
hanya mesin ball-mill yang dioperasikan secara over time namun tidak sepenuhnya, pada
periode ke 6 dan 7. Selain itu tingkat tenaga kerja yang digunakan pada model
perencanaan kebutuhan mesin lebih tinggi daripada pada model integrasi.
Ketiga model perencanaan di atas menghasilkan keputusan bahwa pada tiap periode
produksi tidak ada inventory. Faktor yang mempengaruhi unjuk kerja model integrasi
terhadap kedua model lainnya adalah rasio kontribusi operator dan mesin terhadap proses
produksi. Rasio ini dapat ditentukan dengan T/Tw dimana T adalah machining time yang
diperlukan untuk memproduksi satu unit produk (jam/unit) dan Tw adalah muatan kerja
manual dari satu unit produk (jam/unit). Rasio ini dapat pula ditentukan dengan KR
dimana K adalah kebutuhan tenaga kerja per unit produk (periode-pekerja/unit) dan R
adalah output mesin berupa produk yang baik dari tiap mesin (unit/periode). Semakin
besar rasio ini berarti ketergantungan terhadap tenaga kerja akan semakin besar sehingga
model perencanaan agregat akan lebih cocok. Begitu pula bila rasio ini semakin kecil,
yang berarti peran mesin lebih dominan daripada peran tenaga manual, maka unjuk kerja
model perencanaan kebutuhan mesin akan semakin meningkat.
Analisa ini mendukung hasil penelitian diatas bahwa dengan KR>2 maka penghematan
model integrasi terhadap model perencanaan kebutuhan mesin lebih besar dibandingkan
terhadap model perencanaan agregat.
Perhitungan total biaya dengan model perencanaan agregat adalah Rp.89.540.209.100,-
sedangkan dengan model perencanaan kebutuhan mesin adalah Rp.89.830.819.050,- dan
dengan model integrasi adalah Rp.89.360.756.070,- yang menunjukkan total biaya
terkecil.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

1. Perencanaan agregat ( agregat planning) adalah suatu pendekatan yang biasanya


dilakukan oleh para manajer operasi untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi
pada jangka menengah ( biasanya antara 3 hingga 12 bulan ke depan).

2. Tujuan perencanaan agregat adalah berusaha untuk memperoleh suatu pemecahan


yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada periode perencanaan. Bagi perusahaan
manufaktur, jadwal agregat bertujuan menghubungkan sasaran strategis perusahan
dengan rencana produksi, tetapi untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan
menghubungkan sasaran dengan jadwal pekerja.

3. Ongkos-ongkos yang terlibat dalam perencanaan agregat yaitu Hiring cost (ongkos
penambahan tenaga kerja), Firing cost (ongkos pemberhentian tenaga kerja), Overtime
cost dan undertime cost (ongkos lembur dan ongkos menganggur), Inventory cost dan
backorder cost (ongkos persediaan dan ongkos kehabisan persediaan), dan Subcontract
cost (ongkos subkontrak).

4. Strategi-strategi perencanaan agregat:

5. Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan


kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

6. Merekrut (menambah) tenaga kerja pada saat permintaan tinggi dan


memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah.

7. Melemburkan pekerja.

8. Mensubkontrakkkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk.

9. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada
perencanaan produksi agregat. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

• Jumlah Tenaga Kerjanya Tetap dan Struktur Biayanya Linier


 Trial and Error
 Program Linier
 Transportasi
 Programa Dinamis
• Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Linier
 Programa Linier
• Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Non Linier
 Linier Decision Rule
 Heuristic Search

10. Fase-fase perencanaan agregat antara lain:


Fase 1 : persiapan peramalan permintaan agregat
Fase 2 : mengkhususkan kebijaksanaan organisasi untuk melancarkan
penggunaan kapasitas
Fase 3 : menentukan alternatif produksi yang layak
Fase 4 : menentukan strategi produksi yang optimal

V.2. Saran

1. Ketenangan di laboratorium di jaga terutama keributan pada saat asisten menjelaskan.


2. Volume suara diperbesar pada saat menjelaskan materi ke praktikan.
SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS
HASANUDDIN
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

DAFTAR PUSTAKA
http://74.125.153.132/search?
q=cache:lxenP8LYGUkJ:digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2004/jiunkpe-ns-s1-2004-
25400071-4036-alas-
chapter2.pdf+aplikasi+perencanaan+agregat+pada+perusahaan&cd=21&hl=id&ct=cln
k&gl=id&client=firefox-a

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS


HASANUDDIN

You might also like