You are on page 1of 13

Mengatasi Masalah Wanita

Kecantikan, Kesehatan, Keluarga, Fashion, Karir dan Cinta

• Home
Frontpage
• Post (RSS)
Syndicate
• Comments (RSS)
Syndicate
• Main
Skip to content

Sep 19, 2008


Browse » Home » Keluarga » Faktor anak malas belajar

Faktor anak malas belajar

Melihat perkembangan jaman akhir-akhir ini dibidang teknologi


yang semain canggih membuat beberapa anak kehilangan minat dalam belajar.
Seringkali orang tua mengeluhkan akan hal ini, memang tidak bisa kita hindari
perkembangan IPTEK yang terus maju di Indonesia, meskipun beberapa factor penyebab
nya dikarenakan budaya luar yang mulai masuk di Indonesia.

Ada baik nya bagi para orang tua mulai mengawasi aktivitas anak, yang mungkin nanti
nya akan berdampak besar terhadap anak tersebut, maka dari itu inilah pentingnya
peranan orang tua didalam keluarga.

Beberapa contoh penyebab anak malas belajar, salah satu nya yang paling sering terjadi
adalah game, mungkin bukan hal yang aneh lagi jika anak mulai malas belajar
dikarenakan terlalu asik bermain play station atau lain nya. Disini lah para orang tua
mulai meng-antisipasi anak-anak nya agar tidak membebaskan dalam bermain.

Ada beberapa kemungkinan dari anak yang sering bermain game selain malas belajar,
diantara nya adalah kurang nya jam istirahat dan lupa segala mulai dari makan, mandi
dan masih banyak lagi, anda setuju dengan saya..? Jadi mulai sekarang kurangi jam anak
dalam bermain.
http://www.harianku.com/2008/09/faktor-anak-malas-belajar.html
Kamis, 28 Mei 2009 , 11:29:00
Dua Penyebab Anak Malas Belajar
Ciptakan Suasana yang Baik dan Nyaman saat Anak Belajar

Bagi berita/artikel ini kepada rekan atau kerabat lewat Facebook


ANAK malas belajar sudah menjadi salah satu keluhan umum para orang tua. Kasus
yang banyak terjadi di masyarakat adalah anak lebih suka bermain dari pada belajar.
Demikian yang diungkapkan psikolog anak Hermin R.Seviana, Psi.

Wanita yang akarab disapa Hermin ini menjelaskan, perbuatan malas dijabarkan sebagai
tindakan yang tidak mau berbuat sesuatu, segan, tak suka, tak bernafsu. Malas belajar,
katanya, memiliki pengertian yang artinya si anak tidak mau, enggan, tak suka, tak
bernafsu untuk melakukan aktivitas belajar.

“Jika anak-anak tidak suka belajar dan lebih suka bermain, itu berarti belajar dianggap
sebagai kegiatan yang tidak menarik buat mereka, dan mungkin tanpa disadari belajar
dianggap sebagai kegiatan yang tidak ada gunanya karena hasilnya tidak secara langsung
dapat dinikmati. Bertolak belakang dengan kegiatan bermain yang keuntungannya dapat
mereka rasakan secara langsung,” terangnya.

Dikatakan, anak yang malas belajar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intinsik
(dalam diri anak sendiri) dan faktor ekstrintik (dari lingkungan sekitar anak). Faktor
intinsik, papar Hermin, terjadi karena kurangnya waktu yang tersedia untuk bermain,
kelelahan dalam beraktivitas, misalnya, terlalu banyak bermain atau membantu orang tua,
sedang sakit dan masalah IQ/EQ anak. Sedangkan faktor ekstrinsik, biasanya dikarenakan
sikap orang tua yang tidak memperhatikan anak dalam belajar atau sebaliknya, misalnya
memaksakan anak untuk les ini itu dan sebagainya.

“Faktor ekstrinsik juga bisa terjadi kurangnya sarana penunjang belajar anak seperti, meja
belajar, buku penunjang , dan penerangan yang bagus dan sebagainya. Atau bisa juga
dikarenakan suasana rumah yang tidak nyaman, seperti misalnya rumah penuh dengan
kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap,” sebut
Hermin.

Bagaimana mengatasi anak yang malas belajar ini? Hermin mengatakan, langkah pertama
yang dilakukan adalah mencari sebab musababnya anak menjadi malas. Langkah
berikutnya adalah dengan menanamkan pengertian yang benar tentang seluk-beluk
belajar pada anak sejak dini.

“Terangkan makna belajar dengan bahasa yang dimengerti anak. Menumbuhkan inisiatif
belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar
pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang,” bebernya.

Ditambahkan, langkah penting lainnya yang harus dilakukan orang tua adalah dengan
memberikan contoh “belajar” yang pada anak. Misalnya, ketika menyuruh dan
mengawasi anak belajar, orang tua juga perlu untuk terlihat belajar misalnya dengan
membaca buku-buku dan sebagainya.

Orang tua, tutur Hermin, juga harus menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman
pada saat anak belajar. Setidaknya dengan memenuhi kebutuhan sarana belajar,
memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar.

“Sebagai selingan, orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang


mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian,” tandasnya.
(dha)
http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=26372
Kamis, 17 Desember 2009

Anak Malas Belajar

Ada dua Faktor Utama penyebab anak malas belajar yaitu :


1. Faktor intrinsik
Berasal dari dalam diri anak sendiri misalnya lemahnya motivasi diri, kelelahan karena
beraktifitas, membantu orang tua,

2. Faktor ekstrinsik
Seperti sikap orang tua yang kurang perhatian, sikap guru yang apatis, terpengaruh perilaku
buruk teman, suasana rumah kurang kondusif, sarana belajar yang kurang mendukung.

Untuk meningkatkan minat belajar anak, menurut para pakar psikologis ada beberapa hal
yang dapat dilakukan, antara lain :

1) Mencari informasi,
usahakan mencari tahu langsung dari anak apa penyebab ia malas belajar

2) Buat kesepakatan dengan anak


tentang rutinitas kesehariannya untuk melahirkan rasa tanggung jawab dan motivasi. Beri
hadiah untuk situasi tertentu bila ia dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

3) Menciptakan disiplin,
para orang tua yang meneladani sikap dan perilaku disiplin ini akan lebih mudah untuk diikuti
oleh anak. Ini bisa dimulai dengan menyiapkan peralatan sekolah, menanyakan tugas sekolah,
dll.

4) Menegakkan disiplin,
bila anak melanggar kesepakatan yang telah disepakati bersama maka berilah sanksi yang
mendidik.
5) Ketegasan Sikap.
Pelanggaran yang berulang-ulang tak dapat ditolerir. Orang tua perlu memberikan sanksi yang
lebih tegas dan konsekuen

6) Menciptakan suasana belajar yang kondusif.


Orang tua setidaknya memberikan sarana belajar. Permainan edukatif dapat meningkatkan
kecerdasan anak.
http://saidazan72.blogspot.com/2009/12/anak-malas-belajar.html
Empat Penyebab Anak Malas Belajar
Juni 13, 2008 oleh ikhwankopral

Berbagai upaya sudah dilakukan agar anak semangat belajar. Tapi, hasilnya justru
sebaliknya. Seringkali penyebabnya muncul dari orangtua.

Memahami anak sebagai individu yang sedang menjalani tahapan-tahapan dalam masa
pertumbuhannya, diperlukan kesabaran ekstra. Demikian pula ketika mendapati anak
yang telah memasuki usia sekolah begitu malas belajar. Mengandalkan guru untuk
menyelesaikan masalah? Tentu tak bisa begitu.

Apalagi bila kita menyadari bahwa anak sesungguhnya memulai pendidikannya dari
rumah. Sehingga, peran orangtua untuk membantu secara langsung kesulitan yang
dialami anak merupakan hal yang sangat penting. Mencari penyebabnya adalah langkah
awal untuk menerapkan solusi yang tepat.

Robert D. Carpenter MD adalah seorang peneliti yang pernah mengadakan pengamatan


terhadap perkembangan belajar murid sekolah dasar di California, Amerika Serikat.
Dalam pengamatannya ditemukan adanya penyebab mengapa anak-anak kerap
mengalami masalah dalam belajar yang cenderung membuat mereka jadi malas. Berikut
ini empat penyebab yang kerap terjadi dan menyebabkan anak malas belajar.

1. Komunikasi tidak efektif

Ingat, target kita berkomunikasi adalah memastikan bahwa ‘pesan’ yang ingin kita
sampaikan kepada penerima pesan (anak) diterima dengan benar. Tentu orangtua ingin
agar anak mengerti, menyukai dan melakukan apa-apa yang dipikirkan orangtua.
Komunikasi yang efektif juga bisa mengungkapkan kehangatan dan kasih sayang
orangtua, misalnya, “Ayah bangga sekali, kamu sudah berusaha keras belajar di semester
ini.”

Coba ingat-ingat bagaimana pola komunikasi yang kita bangun selama ini. Sudahkah
anak-anak menangkap pesan yang kita sampaikan sesuai dengan yang kita maksud?

Seringkali orangtua lupa menyampaikan ‘isi’ dari pesannya, tapi lebih banyak merembet
pada hal-hal yang sebenarnya di luar maksud utamanya. Misal, nilai ulangan harian anak
di bawah rata-rata teman sekelasnya. Tanpa bertanya terlebih dulu kepada anak kenapa
nilainya jelek, Ibu langsung komentar, “Itulah akibatnya kalau kamu nggak nurut Ibu.
Main melulu sih. Ibu tuh dulu waktu sekolah nggak pernah dapat nilai 6. Kamu kok
nilainya jelek begini. Gimana sih?” Apa inti pesan yang disampaikan Ibu? Anak salah
karena nilainya jelek dan semakin salah karena Ibu selalu membandingkan anak dengan
keadaan Ibunya sewaktu sekolah. Akibatnya, anak akan berpendapat, “Ah, nggak ada
gunanya bilang ke Ibu kalau nilai jelek. Nanti pasti dimarahin.”
Padahal, mengetahui nilai anak yang di bawah rata-rata buat orangtua sangat penting
untuk mengevaluasi penyebabnya. “Wah, nilai anak saya untuk mata pelajaran
matematika kenapa selalu jelek ya? Apa yang perlu dibantu?” Sederet pertanyaan itu bisa
terjawab bila kita berkomunikasi secara efektif, bukan menyalah-nyalahkan anak. Bila
penyebab bisa segera diketahui, maka orangtua bisa mencari solusinya dan melakukan
perbaikan.

Komunikasi yang tidak efektif yang berjalan selama bertahun-tahun, pastinya akan
berdampak negatif pada pembentukan karakter anak. Padahal, salah satu fungsi
komunikasi adalah untuk mengenal diri sendiri dan orang lain. Bisa dipastikan pola
seperti itu akan membuat anak bingung dalam mengenali dirinya sendiri dan
orangtuanya. ‘Apa sih sebenarnya maunya Ayah/Ibu?’ Kebingungan ini mengakibatkan
dalam diri anak tidak tumbuh motivasi kuat untuk berprestasi, toh mereka tak tahu apa
gunanya mereka belajar.

2. Tak terbantahkan

‘Pokoknya kamu harus ranking satu. Dulu, ayah sekolah jalan kaki, tapi selalu ranking
satu. Kenapa kamu nggak bisa?’ Menekankan dengan kalimat, ‘pokoknya’, ‘seharusnya’,
dan kata sejenis lainnya menunjukkan tidak adanya celah untuk pilihan lain.

Orangtua yang tak terbantahkan membuat anak sulit mengemukakan pendapatnya.


Bahkan, sulit mengetahui potensi dirinya sendiri, apalagi mengoptimalkan potensinya.
Kecenderungan tak terbantahkan ini kalau berlanjut terus bisa menjurus pada upaya
memaksakan kehendak orangtua pada anak. Misalnya, “Nanti kamu harus jadi dokter.”
Kalaupun akhirnya anak mengikuti kehendak orangtuanya kuliah di fakultas kedokteran,
ia akan menjalaninya dengan setengah hati. Bisa jadi, hanya setahun dijalani, selanjutnya
keluar karena bertentangan dengan keinginannya. Tentu kita tak ingin ini terjadi bukan?

3. Target tidak pas

Target yang tidak pas, bisa terlalu rendah atau terlalu tinggi dari kemampuannya. Jangan
sampai memaksakan begitu banyak kegiatan pada seorang anak sehingga mereka jadi
jenuh dan terlalu lelah. Akibat overaktivitas, banyak anak yang kemudian mulai
meninggalkan belajar sebagai kegiatan yang seharusnya paling utama.

Di sinilah peranan orangtua sangat penting, jangan sampai terlalu memaksa anak dengan
harapan agar mereka dapat menuai prestasi sebanyak-banyaknya. Mereka didaftarkan
pada berbagai macam kursus atau les privat tanpa mengetahui bahwa batas IQ seorang
anak tidak memungkinkannya menerima berbagai macam kegiatan yang disodorkan oleh
orangtua.

Namun, sebaliknya bagi anak yang memiliki IQ tinggi, juga perlu penanganan khusus,
karena mereka tidak cukup dengan target regular untuk anak lainnya. Mereka
membutuhkan tantangan lebih supaya potensinya teroptimalkan. Untuk mengetahui
potensi ini, orangtua perlu bantuan psikolog.
4. Aturan dan hukuman yang tidak mendidik

Terlalu ketat dalam rutinitas harian bisa menyebabkan akhirnya anak malas belajar.
Namun, sebaliknya tanpa membuat rutinitas harian anak tidak terbiasa memiliki jadwal
belajar yang harus dipatuhinya. Jalan tengahnya, rutinitas tidak bisa ditetapkan secara
sepihak oleh orangtua, namun dibangun bersama-sama.

Membuat aturan juga harus diikuti dengan konsekuensi. Jadi, anak dapat mengerti apa
hubungannya antara kepatuhan menjalani aturan dengan konsekuensinya, bukan sekadar
hukuman yang tidak mendidik, seperti hukuman cubitan bila dapat nilai jelek

Bagi anak usia SD ke atas, orangtua perlu mendiskusikannya dengan anak. Aturan
tersebut ditandatangani dan dipasang di dekat meja belajar. Misal, 1) Belajar sehabis
shalat Maghrib sampai Isya; 2) Boleh nonton Avatar pada minggu pagi; 3) Main PS
paling lama 2 jam di hari libur; 4) dan seterusnya.

Jangan bosan juga untuk meng-up date kesepakatan dan mengingatkan kalau ada yang
melanggar. Ingatkan juga akan konsekwensinya, misalnya “Belajar yuk! Kemarin kita
sepakat kan kalau nggak belajar, gimana hayo?”

Biarkan anak menjawab konsekwensinya. Jika aturan itu sudah dibuat bersama, pasti
anak ingat akan konsekwensinya. Harapannya, kesadaran untuk belajar akan tumbuh dari
dalam diri anak, bukan dipaksakan orangtua. Tidak ada lagi hukuman yang tidak
mendidik, karena hukuman akan membuat anak berpikir “Ugh, belajar sangat tidak
menyenangkan!”

Mewaspadai empat hal tersebut penting untuk mencegah kemalasan anak semakin parah.
Yuk, bantu anak-anak kita agar rajin dan senang belajar.

(Sarah Handayani/ummi online)

http://ahzami.wordpress.com/2008/06/13/empat-penyebab-anak-malas-belajar/
Tips Mengatasi Anak Yang Malas Belajar
Posted by FradikaZ 1.08.2010

Beberapa hari lalu saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya beliau
bercerita tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar padahal sebentar lagi dia
akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD. Sebuat saja namanya “Ardi”, Ardi ini
termasuk anak yang belum bisa belajar dengan baik atau masih malas-malasan, kalaupun
dia belajar itu hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang selalu
menyuruhnya untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar yang dilakukan
pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah pun hanya sekedar sebagai
rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu saja, sekedar menuruti perintah orang tua.

Apa yang terjadi pada Ardi sebenarnya juga banyak dialami anak-anak usia sekolah di
masyarakat kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa
dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya
tidak jarang juga kita menemukan anak yang ngambek atau menagis gara-gara selalu
disuruh belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk tidak
akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar, membanding-bandingkan
anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang tua yang mengunakan cara kekerasan
(menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Jelas semua ini akan sangat
berpengaruh pada fisik maupun psikis siswa.
Lalu sebenarnya bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih
perlukan kita dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang anaknya yang malas belajar?
Haruskah anak itu ngambek atau menagis gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-
suruh untuk belajar?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu kita mencari
penyebab dari prikalu malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna mengatasinya.
Betul Bu/Pak....? :D

Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari melemahnya kondisi
mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas belajar timbul dari beberapa faktor,
untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari
dalam diri anak), dan 2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak).

1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)


Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan karena
kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh
dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang
ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya
kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain,
terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini
dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab
menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-
marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.
2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk
menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:

a. Sikap Orang Tua


Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu
berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak cukup di situ,
banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk belajar hanya demi angka
(nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak
untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress
dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang berhasil ia peroleh kurang
memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang tua yang marah-marah dan mencela
anaknya bilamana anak mendapat nilai yang kuang memuaskan. Menurut para pakar
psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai
(hasil belajar), tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung
jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.

b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan
dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek
keluhan siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru
dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena
terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering
terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau
membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak
nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.

c. Sikap Teman
Ketikan seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara
langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan sekolah,
pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua teman di sekolah
memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman
yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti
sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, termasuk tas
sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan lainnya, secara tidak langsung dapat
membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut
kepada orang tuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan
temannya. Bilamana tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya
untuk dikabulkan permohonannya.

d. Suasana Belajar di Rumah


Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar,
tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar.
Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang
selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara
yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah
juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan
kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games),
seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations. Kondisi seperti ini berpotensi
besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.

e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar,
kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan
kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak
tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan
penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis,
dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan
otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal.

Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu orangtua dalam
membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:

1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang
tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat berkomunikasi
secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia
malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai seperti saat membantu ibu di dapur,
berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak harus formal yang membuat anak tidak bisa
membuka permasalahan dirinya.

2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.


Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi
anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai
dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama
waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah,
bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa yang harus diterima
dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak
yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan
disepakati bersama.

3. Menciptakan Disiplin.
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak
dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan dalam
kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat
menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar,
buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran
yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu
pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya tugas sekolah.

4. Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan
kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran
sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil, mencubit, atau
memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang
dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila dapat melakukan aktivitas bersama di dalam
satu ruangan saat anak belajar, orang tua dapat sambil membaca koran, majalah, atau
aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian
menegakkan disiplin pada anak tidak selalu dengan suruhan atau bentakan sementara
orang tua melaksanakan aktifitas lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.

5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada
anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang. Ketegasan
sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah dengan alasan
yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-
aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang
diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima
konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.

6. Menciptakan Suasana Belajar


Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab
orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan
perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai
selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar
suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.

Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor.
Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan
membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan
minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak,
menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal
lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak,
maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas
belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.

http://www.blogcatalog.com/blog/free-technology/9e86ce0b451db3dbbe7c20ee37ba3384

You might also like