You are on page 1of 4

Shalat Dalam Keadaan Darurat

Juni 25, 2007 oleh ari2abdillah

Ibadah shalat merupakan ibadah yang tidak dapat ditinggalkan walau dalam keadaan
apapun. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain seperti puasa, zakat dan haji.
Jika seseorang sedang sakit pada bulan ramadhan dan tidak mampu untuk berpuasa, maka
ia boleh tidak berpuasa dan harus menggantinya pada hari lain. Orang yang tidak mampu
membayar zakat ia tidak wajib membayar zakat. Demikian pula halnya dengan ibadah
haji, bila seseorang tidak mampu maka tidak ada kewjiban baginya.

Shalat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim selama masih memiliki
akal dan ingatannya masih normal. Kewajiban tersebut harus dilakukan tepat pada
waktunya. Halangan untuk tidak mengerjakan shalat hanya ada tiga macam, yaitu hilang
akal seperti gila atau tidak sadar, karena tidur dan lupa (namun demikian ada kewajiban
mengqadha di waktu lain).

Betapa pentingnya ibadah shalat ini, Rasulullah pernah bersabda :

“Urusan yang memisahkan antara kita (orang-orang Islam) dengan mereka (orang-orang
kafir) adalah shalat. Oleh sebab itu siapa yang meninggalkan shalat, sungguh ia telah
menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Shalat Dalam Keadaan Sakit

Orang yang sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima waktu, selama akal atau
ingatannya masih tetap normal. Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang
yang sakit tersebut. Jika ia tidak mampu shalat dengan berdiri, maka ia boleh shalat
dengan duduk. Jika ia tidak mampu dengan duduk, boleh shalat dengan berbaring ke
sebelah kanan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu berbaring boleh shalat dengan
terlentang dan isyarat.

Yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah apabila ia mendapatkan kesulitan dalam
berdiri atau duduk, atau sakitnya akan bertambah apabila ia berdiri atau ia takut bahaya.
Hal ini dijelaskan dalam hadits sebagai berikut :

Dari Ali bin Abu Thalib ra. telah berkata Rasulullah SAW tentang shalat orang sakit :
“Jika kuasa seseorang shalatlah dengan berdiri, jika tidak kuasa shalatlah sambil duduk.
Jika ia tidak mampu sujud maka isyarat saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujud
lebih rendah daripada ruku;nya. Jika ia tidak kuasa shalat sambil duduk, shalatlah ia
dengan berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Jika tidak kuasa juga maka
shalatlah dengan terlentang, kedua kakinya ke arah kiblat.” (HR. Ad-Daruquthni).

Shalat dalam Kendaraan


Orang yang sedang berada dalam kendaraan mengalami situasi yang berbeda. Ada yang
di dalam kendaraan itu bisa tenang seperti dalam kapal laut yang besar, adakalanya
sesorang tidak merasa nyaman seperti berada di dalam bis yang sempit. Untuk melakukan
shalat di kendaraan ini tentunya di sesuaikan dengan jenis kendaraan yang
ditumpanginya.

Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bagaimana cara sholat di atas
perahu. Beliau bersabda : “Sholatlah di dalam perahu itu dengan berdiri kecuali kalau
kamu takut tenggelam.” (HR. Ad-Daruquthni).

Bila selama perjalanan (dengan kendaraan) itu masih dapat turun dari kendaraan, maka
hendaknya kita melaksanakan sholat seperti dalam keadaan normal. Tetapi bila memang
tidak ada kesempatan lagi untuk turun dari kendaraan seperti bila naik pesawat terbang,
maka kita melakukan shalat di atas kendaraan itu. Hal ini dilakukan mengingat :

1. Shalat adalah ibadah yang wajib dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan baik
secara normal atau dengan menjama‘. Sedangkan meninggalkan sholat walau dalam safar
lalu mengerjakan bukan pada waktunya tidak didapati dalil/contoh dari Rasullullah.

2. Kendaraan di masa Nabi SAW adalah berupa hewan tunggangan (unta, kuda dan lain-
lain) yang dapat dengan mudah kita turun dan melakukan shalat. Bila dalam shalat wajib
Nabi SAW tidak shalat di atas kendaraannya, maka hal itu karena Nabi melakukan shalat
wajib wajib secara berjamaah yang membutuhkan shaf dalam shalat. Atau pun juga
beliau ingin shalat wajib itu dilakukan dengan sempurna.

3. Sedangkan kendaraan di masa kini bukan berbentuk hewan tunggangan, tetapi bisa
berbentuk kapal laut, kapal terbang, bus atau kereta api. Jenis kendaraan ini ibarat rumah
yang berjalan karena besar dan sesorang bisa melakukan shalat dengan sempurna
termasuk berdiri, duduk, sujud dan sebagainya. Dan meski tidak bisa dilakukan dengan
sempurna, para ulama membolehkan shalat sambil duduk dan berisyarat. Selain itu
kendaraan ini tidak bisa diberhentikan sembarang waktu karena merupakan angkutan
massal yang telah memiliki jadwal tersendiri.

4. Tetapi bila kita naik mobil pribadi atau sepeda motor, maka sebaiknya berhenti, turun
dan melakukan shalat wajib di suatu tempat agar bisa melakukannya dengan sempurna.

5. Sedangkan riwayat yang mengatakan bahwa Nabi tidak pernah shalat wajib di atas
kendaraan juga diimbangi dengan riwayat yang menceritakan bahwa Nabi SAW
berperang sambil shalat di atas kuda/ kendaraan. Tentunya ini bukan salat sunnah tetapi
shalat wajib karena shalat wajib waktunya telah ditetapkan.
Shalatlah, Dimana dan Bagaimanapun Keadaanmu!!

Filed Under : Uncategorized 08 November 2009

Kewajiban menegakkan shalat lima waktu berlaku di manapun dan bagaimanapun


keadaannya, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk meninggalkannya. Agama Islam pun
telah menjelaskan tata cara shalat dalam berbagai kondisi darurat, seperti:

1.Dalam keadaan bahaya, seperti perang dan semisalnya. Allah subhanahu wata’ala
berfirman (artinya): “Jika kalian dalam keadaan takut, maka shalatlah sambil berjalan
atau berkendaraan.” (Al Baqarah: 239)

2.Dalam keadaan sakit. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

‫ َوِإّل َفَأْوِم ِإْيَماًء‬: ‫ي ِرَواَيٍة‬


ْ ‫ب َوَف‬
ٍ ‫جْن‬
َ ‫طْع َفَعَلى‬
ِ ‫سَت‬
ْ ‫ن َلْم َي‬
ْ ‫عًدا َفِإ‬
ِ ‫طْع َفَقا‬
ِ ‫سَت‬
ْ ‫ن َلْم َي‬
ْ ‫صّل ّقائًما َفِإ‬
َ

“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu berdiri maka (shalatlah) dengan duduk, jika
tidak mampu duduk maka (shalatlah) dengan berbaring.” (HR. Al Bukhari, dalam riwayat
Al Baihaqi ada tambahan: “Jika tidak mampu berbaring maka cukup dengan isyarat.” )

3.Dalam keadaan bersafar juga wajib melaksanakan shalat, bahkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberikan keringanan bagi musafir (orang yang bepergian) untuk menjama’
(menggabungkan dua shalat dalam satu waktu) seperti menjama’ shalat zhuhur dengan
shalat ‘ashar di waktu zhuhur (jama’ taqdim) atau di waktu ‘ashar (jama’ ta’khir) dan
juga seperti menjama’ shalat maghrib dengan shalat isya’ dengan cara seperti semula.
Dan juga diperbolehkan baginya untuk mengqashar (meringkas shalat yang 4 rakaat
menjadi 2 rakaat seperti shalat isya’, zhuhur ataupun ‘ashar).

4.Dalam keadaan lupa atau tertidur. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

‫صّلَيَها ِإَذا َذَكَرَها‬


َ ‫ن ُي‬
ْ ‫عْنَها َفَكّفاَرُتَها َأ‬
َ ‫لًة َأْو َناَم‬
َ‫ص‬َ ‫ي‬
َ‫س‬
ِ ‫ن َن‬
ْ ‫َم‬

“Barangsiapa yang lupa atau tertidur, maka kaffarahnya (tebusannya) adalah shalat pada
waktu ia teringat (sadar).” (Muttafaqun ‘alaihi)

5.Tidak mendapat air untuk bersuci (wudhu’ atau mandi junub) atau secara medis tidak
boleh menyentuh air, maka diberikan keringanan untuk bersuci dengan tanah/debu yang
dikenal dengan tayammum. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Apabila kalian sakit atau sedang dalam bepergian (safar) atau salah seorang dari kalian
kembali dari tempat buang air besar (selesai buang hajat) atau kalian menyentuh wanita
(jima’) sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan
tanah/debu yang baik (suci), (dengan cara) usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan
kalian, Allah tidak ingin memberatkan kalian, tetapi Allah ingin menyucikan kalian dan
menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. Semoga dengan begitu kalian mau bersyukur.”
(Al Maidah: 6)
Meskipun ia tidak mendapatkan kedua alat bersuci yatu air dan tanah/debu maka tetap
baginya untuk menunaikan kewajiban shalat sesuai dengan kemampuannya. Karena
Allah subhanahu wata’ala tidak memberikan beban kepada siapa pun kecuali sesuai
dengan kemampuannya.

Wallahu A’lam

You might also like