Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan medik
Pelayanan keperawatan
Pelayanan perhotelan
Pelayanan umum
Konsep mutu merupakan hal yang subjektif, karena setiap orang menilai dari
karakteristik yang berbeda-beda. Pandangan tentang mutu pelayanan kesehatan
rawat inap tergantung pada nilai-nilai serta pengalaman pasien dan atau anggota
keluarganya, oleh karena itu mutu pelayanan sebagai luaran berhubungan dengan
input dan proses pelayanan rawat inap. Azwar (1996), berpendapat bahwa mutu
harus selalu berorientasi pada biaya (cost oriented) dan penghasilan (income
oriented). Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan pada tingkat
kesempurnaan pelayanan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada
setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta di pihak lain
tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Wiyono,
1999). Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien perlu memperhatikan bagaimana
tingkat persepsi pasien terhadap pelayanan rumahsakit. Oleh karena itu persepsi
pasien dapat dijadikan informasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan medik di
rumahsakit (Ong dan Koch, 1994).
Aspek mutu pelayanan rumahsakit berkaitan erat dengan masalah
medikolegal, karenanya mutu pelayanan medik perlu mendapatkan evaluasi dari
11
struktur input, struktur proses dan struktur luaran (Depkes, 2005). Tingkat
kesempurnaan pelayanan di rumahsakit sangat relatif, dari sisi pemberi pelayanan
di rawat inap adalah apabila semua tahapan dalam pelaksanaan semua jenis
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk kesembuhan pasien telah memenuhi
standar pelayanan kesehatan yang disusun dan disepakati untuk dilaksanakan
dalam setiap memberikan pelayanan kepada pasien di rumahsakit (Copeland,
2005).
Donabedian (1988), mengemukakan bahwa kualitas pelayanan dalam
perspektif yang lebih luas meliputi interaksi praktisi medik dengan pasien; kontribusi
pasien dalam pelayanan; kenyamanan pelayanan; akses terhadap fasilitas
pelayanan; pengaruh sosial terhadap akses; dan pengaruh sosial dalam
peningkatan kesehatan melalui pelayanan kesehatan. Pengertian mutu pelayanan
menurut Depkes RI (1993), ialah derajat kesempurnaan pelayanan rumahsakit yang
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif
serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum
dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
pemerintah dan masyarakat konsumen.
Mutu pelayanan kesehatan sebuah rumahsakit akan selalu terkait dengan
struktur input, struktur proses dan struktur luaran dari sistem pelayanan kesehatan
rumahsakit (Green dkk, 1997). Dari rumusan-rumusan mutu pelayanan sebenarnya
menunjukkan pada luaran dari struktur proses pelayanan kesehatan yang telah
mendapatkan input-input terstruktur berupa unsur-unsur manajemen pelayanan
kesehatan di rumahsakit. Luaran ini dapat diukur dengan rasionalisasi terhadap
indikator-indikator mutu pelayanan kesehatan rumahsakit sebagai suatu standar
yang harus dicapai dan dipertahankan dan jika mungkin melampauinya (Azwar,
1996).
Pengertian masalah adalah adanya kesenjangan antara apa yang kita
kehendaki (seharusnya) dengan kenyataan yang ada. Dengan memperhatikan
sistem proses manajemen, maka suatu masalah dapat timbul pada struktur input,
proses, output, outcome atau impact sebagaimana digambarkan dalam gambar 2.
12
Keterkaitan dengan mutu pelayanan yang menjadi sumber dan pokok evaluasi
pelayanan kesehatan, maka standar mutu adalah yang kita kehendaki atau dengan
kata lain mutu yang memenuhi standar yang kita kehendaki. Maka mutu yang
memenuhi standar diawali dari adanya sumberdaya (input) yang memenuhi standar,
hasil yang memenuhi standar diawali oleh proses pelayanan yang terstandar
MUTU
MASALAH
Indikator mutu yang terkait dengan pelaksanaan audit medik, yang dapat
dikembangkan oleh komite medik antara lain: jumlah pembahasan kasus per tahun;
jumlah pelaksanaan audit; prosentase rekomendasi dari pembahasan kasus yang
sudah dilaksanakan; prosentase rekomendasi dari hasil audit medik yang sudah
dilaksanakan; prosentase penurunan medical error. Pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan tentang standar minimal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah
yang memberikan pelayanan umum, intinya untuk memenuhi kebutuhan akan mutu
pelayanan dari masyarakat sebagai konsumen/pelanggan.
Kualitas pelayanan medik menjadi indikator kinerja rumahsakit untuk dapat
meningkatkan kunjungan pasien. Bila kualitas pelayanan medik tidak terus menerus
dipelihara dan ditingkatkan besar kemungkinan rumahsakit akan ditinggalkan
pasien. The American College of Surgeons (ACS) memformulasikan standar untuk
pekerjaan profesional di rumahsakit, antara lain ada 5 (lima) butir yang penting yang
berhubungan dengan kematian, serta ada batas ambangnya dan tidak terlalu sulit
untuk mengumpulkan datanya, mencakup: angka kematian kasar; angka kematian
pasca bedah; angka kematian anastesi; angka kematian persalinan dan angka
kematian bayi (Eachern, 1969).
Standar Kualitas Pelayanan Medik dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka
kematian di rumahsakit dan sebagai indikatornya angka berikut yang merupakan
acuan umum: angka kematian kasar 3-4%; angka kematian pasca bedah 1-2%;
angka kematian anastesi < 1%; angka kematian persalinan 1-2‰ dan angka
kematian bayi 15-20‰ (Soejadi, 1996).
Menurut IOM masalah quality dapat dikategorikan sebagai:
1. misuse, pasien tidak mendapatkan pelayanan yang memadai karena
telah mendapatkan komplikasi yang sebenarnya dapat dihindari;
2. overuse, jika resiko yang akan diterima pasien jauh lebih besar dari
manfaatnya; dan
3. underuse, yaitu gagal untuk menyediakan pelayanan yang
seharusnya dapat lebih memperbaiki luaran pasien (Dwiprahasto, 2005)
15
Maksud dari medikal audit jika dijalankan dengan efektif akan membantu
menyediakan jaminan yang diperlukan kepada dokter, perawat, pasien dan manajer
dimana mutu yang paling baik dari pelayanan dicapai dengan kemampuan sumber
daya yang ada (Legort dkk, 1993, cit. Pranantyo). Manfaat dari audit adalah:
meningkatkan outcome pasien; meningkatkan mutu kehidupan pasien; fungsi
adekuat untuk staf yunior yang sedang belajar dan meningkatkan hasil, cost
effectivenes dari sumber daya yang ada. Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh
audit (jika ada indikasi perilaku dokter spesialis yang arogan) diantaranya adalah:
mengambil waktu tenaga profesional.
Audit medik perlu dilakukan sebagai upaya mengejawantahkan etika
kedokteran dan melindungi pasien (Moeloek, 2005). Tingkatan audit terdiri dari:
tingkat konsultan individu; seorang konsultan secara sistematis riview terhadap
pekerjaan unit kerja dan staf yuniornya, audit peer riview (teman sejawat); adalah
17
Ketentuan dari akreditasi rumahsakit adalah rumahsakit harus mempunyai tim audit
yang dapat merupakan bagian dari sub komite peningkatan mutu dari komite medik.
Pelaporan audit medik dilakukan paling lama setiap 3-6 bulan sekali dalam
rapat khusus membahas hasil audit medik dan bisa dipublikasikan. Naskah tertulis
sebagai hasil akhir dari audit ini dapat dipublikasikan dengan persetujuan pasien
demi perkembangan ilmu kedokteran/kesehatan.
evaluasi dan interpretasi dari semua aspek hasil audit memerlukan pertimbangan
yang sangat bijaksana dengan kesadaran akan adanya kaitan dari satu aspek ke
aspek lainnya. Selain itu, walaupun perhitungan statistik merupakan bagian dari
audit medik, namun harus ditekankan bahwa statistik hanya merupakan suatu
bagian saja dan pada dasarnya hanya berperan sebagai titik tolak dari semua upaya
audit medik untuk keperluan dokumentasi.
Dengan dilakukannya monitoring dan evaluasi kegiatan audit medik tersebut
maka pencatatan dan pelaporan kegiatan perlu dilakukan dengan baik. Notulen
rapat, hasil pembahasan/penelitian kasus yang di audit perlu dilakukan secara
tertulis dan dilaporkan ke direktur rumahsakit. Monitoring dan evaluasi di tingkat
rumahsakit dilakukan oleh komite medik. Untuk melakukan monitoring dan evaluasi
komite medik agar mengembangkan indikator mutu pelayanan yang harus dicapai.
Indikator mutu yang dikembangkan dapat berupa indikator yang sederhana yaitu
hanya mengukur input namun dapat pula indikator yang lengkap yaitu mengukur
input, proses dan luaran. Yang paling penting dari audit medik ini ialah interpretasi
secara profesional tentang fakta-fakta yang ditemukan yang mempengaruhi standar
pelayanan medik. Apabila didapatkan keadaan yang ternyata berbeda dengan yang
normal maka keadaan ini perlu diperhatikan dan dijelaskan.
Karena itu, rekam medik haruslah merupakan bahan utama dalam upaya
evaluasi terus menerus ini, agar dapat dibandingkan dengan pencapaian rumahsakit
lain ataupun dengan pencapaian upaya sendiri dimasa lalu. Namun untuk
melaksanakan audit diperlukan kesediaan dokter untuk melaksanakan program
audit. Sikap dan perilaku para dokter adalah merupakan kunci keberhasilan. Jika
ada dokter, yang mengatakan bahwa audit medik membuang waktu maka sub
komite peningkatan mutu profesi/tim pelaksana audit medik perlu menanyakan
mengapa dan mengetahui bagaimana pandangannya terhadap audit medik, apabila
ada perbedaan pandangan maka perlu diberi penjelasan tentang tujuan dan
harapan dilaksanakan audit itu.
Audit medik merupakan siklus yang terus menerus karena merupakan upaya
perbaikan yang terus menerus. Berdasarkan hal tersebut diatas maka langkah-
langkah pelaksanaan audit medik sebagai berikut :
21
Menurut Huffman, 1981: rekam medik memuat siapa, apa, dimana, bilamana dan
kapan penderita mendapatkan perawatan selama di rumahsakit.
Tingkat kelengkapan pengisian rekam medik sesuai petunjuk Depkes rata-
rata 95%. Pedoman rekam medik diatur dalam Permenkes RI No: 749a/Men-
Kes/Per/XII/1989. (Depkes, 1997, 2004). Menurut Koeswadji, (1992), manfaat
kelengkapan pengisian rekam medik adalah untuk melindungi rumahsakit dan yang
bekerja di rumahsakit terhadap tuntutan dan gugatan ganti rugi menurut hukum.
Menurut Kartono, (2000), melalui rekam medik dokter akan memperoleh gambaran
yang lebih tepat tentang penyakit pasien. Dalam kenyataan sehari-hari rekam medik
sering tidak tergambar secara berkesinambungan sehingga secara teoritis dapat
diatasi dengan menggunakan rekam medik
Sunartini (1999), mengemukakan bahwa rekam medik mencerminkan
kualitas pelayanan pasien yang diberikan di rumahsakit sehingga merupakan salah
satu pertimbangan dalam akreditasi rumahsakit. Rekam medik yang lengkap
memuat informasi tentang identitas pasien (nomor induk, karakeristik, demografi,
sosial dan informasi lainnya) fakta pendukung diagnosis, alasan dan hasil
pengobatan. Menurut Lazuardy, (2002) kelengkapan pembuatan rekam medik
menjadi tumpuan untuk menjaga kualitas medik.
Keluarga Pasien dapat mengerti dari perihal kematian dari salah satu cara
atau kombinasi dari ketiga cara tersebut di atas dengan melalui tahapan: adanya
pernyataan dari dokter yang merawatnya dan mendengar komentar oleh dokter lain
(second opinion). Tanda-tanda kematian dapat dikenali dengan baik jika
pelaksanaan pengawasan pasien selama dirawat dilakukan dengan baik oleh
tenaga kesehatan di rumahsakit, sebagai contoh: pengawasan terhadap intake dan
output cairan tubuh yang ketat akan menghindari beberapa kondisi akibat dari
kekurangan cairan dan kelebihan cairan tubuh. Penimbunan cairan di rongga paru
akan memberikan pengaruh pada daya kembang paru, pengurangan daya kembang
paru akan memberikan pengaruh pada pendisrtribusian oksigen, terganggunya
pendistribusian oksigen akan mempengaruhi tingkat kebutuhan organ tubuh akan
oksigen dan akhirnya akan memberikan pengaruh pada fungsi fisiologis organ tubuh
dan akhirnya menghentikannya. Penatalaksanaan standar pelayanan medik dan
keperawatan yang bertanggung jawab akan mampu menghindari kejadian terakhir
dari kondisi kekurangan dan atau kelebihan cairan tubuh. (Bucholz, 1993).
Pendidikan dan pelatihan berjenjang berkelanjutan berhubungan dengan
kebutuhan akan upaya peningkatan mutu pelayanan, pengembangan dengan
pembelajaran terus menerus dari pengalaman harian dan meningkatkan sikap
profesional untuk mencegah keterbatasan kinerja perseorangan dalam pelayanan.
(BMA, 2001). Proses pelayanan yang diaudit akan memperbaiki kinerja seseorang,
karena diketahui apa yang tidak terstandar dan apa yang seharusnya dilakukan
untuk mencegah kematian.
Dari teori Donabedian, 1988 maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah
seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
29
PELAYANAN KEMATIAN
STANDAR RAWAT INAP > 48 JAM
PELAYANAN
MEDIK
STANDAR PELAYANAN
ASUHAN PENUNJANG
KEPERAWATAN MEDIK
Struktur input dalam Pelayanan kesehatan rawat inap di RSD yang akan
diteliti adalah standar pelayanan medik dan standar asuhan keperawatan yang
dalam suatu proses pelayanan rawat inap memberikan pengaruh pada mutu luaran
proses berupa peningkatan kematian > 48 jam dan masih adanya rujukan pasien
dari ruang instalasi rawat inap.