You are on page 1of 182

K

KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI

KINERJA
TIM KOORDINASI PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN
KELUARGANYA DARI MALAYSIA
(TK-PTKIB)
TAHUN 2009

Jakarta, Desember 2009


Tim Penyusun:
Dra. Maswita Djaja, MSc (Penanggung Jawab)
Ir. Parjoko, MAppSc (Editor)
Ir. Tri Rahayu, MM, Dr. Ir. Moon Cahyani
(Penulis, Pengolahan Data)
Puji Astusi, SSos, Rini Rahmawati, Endang Susilowati, Budi
Rahayu, SE
(Administrasi, Pengolah Kata)
Dengan kontribusi
dari seluruh Anggota Satgas TK-PTKIB

ii
PENGANTAR

Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden No. 106 Tahun


2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB), Pemerintah bertindak
responsif mengantisipasi perkembangan kebijakan pemerintah
Malaysia dalam mendeportasi pendatang asing tanpa ijin (PATI)
kembali pulang ke negara asalnya termasuk ke Indonesia yang
jumlahnya paling besar.
Rencana Pemerintah Malaysia untuk melakukan razia,
penangkapan dan pemulangan besar-besaran terhadap PATI pada
tahun 2009, ditangguhkan pelaksanaannya dan atas diplomasi
Departemen Luar Negeri RI melalui Perwakilan RI di Malaysia,
sekitar 214.000 TKI bermasalah dan keluarganya di Negeri Sabah
mendapat jaminan perusahaan/majikan Malaysia dan diperbolehkan
untuk memperbaharui dokumen tanpa harus pulang ke Indonesia.
Sehubugan dengan itu, TK-PTKIB lalu mengirim 150.000 paspor ke
Malaysia guna keperluan tersebut.
Laporan Kinerja Satgas TK-PTKIB Tahun 2009 ini disusun
sebagai pertanggung jawaban dan bahan evaluasi untuk peningkatan
pelayanan di masa mendatang, yang diperkirakan masih akan terus
ada TKI Bermasalah, yang keberadaan dan jumlahnya sejalan dengan
upaya pembenahan 80% permasalahan yang ditengarai justru terjadi
di dalam negeri.
Semoga Allah SWT menerima amal perbuatan ini dan berkenan
memberikan kekuatan dan petunjukNya kepada kita semua dalam
mengemban tugas selanjutnya.

Jakarta, Desember 2009

Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan


Perempuan dan Kesejahteraan Anak,

Dra. Maswita Djaja, MSc

iii
DAFTAR ISI

Halaman
PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tugas dan Fungsi 2
C. Landasan Kerja 3
D. Ruang Lingkup 5
II. RENCANA STRATEGIS
A. Visi dan Misi 6
B. Tujuan dan Sasaran 7
C. Strategi 8
D. Kebijakan 9
E. Program 10
III. KINERJA TAHUN 2009
A. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia 13
B. Koordinasi Pemulangan TKIB 15
C. Sosialisasi Safe Migration 19
D. Sosialisasi Peluang Kerja Dalam Negeri 21
E. Pemantauan dan Evaluasi 22
F. Kesimpulan dan Rekomendasi 30
IV. PENUTUP 32
LAMPIRAN
1. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia (TK-PTKIB).
2. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
No. 05A/KEP/MENKO/KESRA/I/2009 tentang Satuan Tugas
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah serta Pekerja
Migran Indonesia Bermasalah Sosial dan Keluarganya dari
Malaysia.
3. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Nomor 12/KEP/SESMENKO/KESRA/I/2009 tentang Sekre-
tariat Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
4. Koordinasi dan pemantauan Satgas TK-PTKIB Tahun 2009,
serta Sistem Jaringan SMS-Net GAT.

iv
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rencana Pemerintah Malaysia untuk merazia dan
memulangkan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) secara besar-
besaran pada tahun 2009, tidak jadi dilaksanakan karena
keberhasilan diplomasi yang dilakukan oleh Departemen Luar
Negeri melalui Perwakilan RI di Malaysia. Atas kesepakatan
bersama, 217.367 TKI Bermasalah dan keluarganya di Sabah,
Malaysia Timur tidak perlu dipulangkan ke Indonesia dan
diijinkan utuk melengkapi dokumennya di Malaysia karena
adanya jaminan kerja dari perusahaan/majikan di Malaysia.
Namun kebijakan Pemerintah Kerajaan Sabah, Malaysia tersebut
tidak berlaku di negara bagian lainnya, sehingga pemulangan
TKI bermasalah dari Malaysia terutama dari Semenanjung tetap
terus berlangsung.
Pemulangan TKI Bermasalah dan keluarganya dari
Malaysia seolah sudah menjadi kisah klasik yang terus terjadi
tanpa ada akhirnya. Moratorium yang dilakukan oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI pada pertengahan tahun
2009 untuk menghentikan sementara penempatan TKI sektor
informal ke Malaysia, tidak menyurutkan gelombang
pemulangan TKI bermasalah dari negeri itu. Dan kembali upaya
ad hoc atas dasar Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004
tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) – yang sudah berumur 5
tahun lebih - tetap harus diberlakukan.
Penanganan serta pemulangan TKI Bermasalah dan
keluarganya dari Malaysia masih akan terus berlangsung apabila
permasalahan rekrutmen, pelatihan, kelengkapan dokumen,
penempatan dan perlindungan calon pekerja migran yang terjadi
di dalam negeri tidak dibenahi dengan segera. Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) harus
bekerjasama dan bersinergi menyelesaikan masalah tersebut

1
yang oleh banyak pakar merupakan 80% masalah penyebab
terjadinya TKI Bermasalah di Malasia dan di negara penempatan
lainnya.
Menimbang besarnya permasalahan ketenagakerjaan di
dalam negeri yang harus dibenahi, diperkirakan penanganan dan
pemulangan TKI Bermasalah tidak akan selesai dalam 5 tahun
ke depan sehingga diperlukan perencanaan jangka menengah
yang lebih matang. Laporan Kinerja TK-PTKIB Tahun 2009 ini
yang merupakan tahun akhir Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004-2009, menyampaikan hasil
kerja TK-PTKIB dalam mengimplemen-tasikan Keppres No. 106
Tahun 2004, yang sehari-hari dilaksanakan oleh Satuan Tugas
TK-PTKIB, dan didukung oleh Satgas Pemulangan TKIB
(PTKIB) yang berada di 11 daerah entry point di Indonesia.

B. Tugas dan Fungsi


Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No.
106 Tahun 2004, tugas TK-PTKIB adalah untuk menyusun dan
mengkoordinasikan kebijakan dan program pemulangan TKIB
ke Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku dan HAM. Dalam melaksana-
kan tugas, TK-PTKIB melakukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk:
1. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah
Malaysia atas dasar prinsip tanggung jawab bersama.
2. Melakukan pendataan sebelum keberangkatan dan
pemulangan.
3. Melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan.
4. Melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/
upah/penghasilan lain, harta benda, piutang serta hak-hak
melekat lainnya.
5. Memfasilitasi pemberian dokumen perjalanan/Surat Per-
jalanan Laksana Paspor (SPLP).
6. Mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi
tujuan pemulangan/daerah asal.
7. Melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan
perlindungan selama perjalanan sampai ke tempat asal.

2
8. Memberikan pelayanan kebutuhan dasar sejak dari
penampungan, selama perjalanan sampai ke tempat asal.
9. Mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, TK-PTKIB


melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat No.05A/KEP/MENKO/KESRA/I/2009, membentuk
Satuan Tugas Pemulangan TKI Bermasalah serta Pekerja Migran
Bermasalah Sosial dan Keluarganya dari Malaysia, yang terdiri
dari pejabat-pejabat teknis sektor terkait. Di Pusat, TK-PTKIB
menggalang kerjasama dengan badan-badan dan lembaga
internasional, sedang di tingkat daerah, TK-PTKIB bekerja-sama
dengan Gubernur dan Bupati/Walikota daerah entry dan exit
point serta daerah asal TKIB, dan/atau dengan pihak lain yang
dipandang perlu.

C. Landasan Kerja
Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB mengacu kepada:
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut.
2. Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan
Sosial.
3. Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
4. Undang-undang No.10 Tahun 1992 tentang Kependudukan
dan Keluarga Sejahtera.
5. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan.
6. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
7. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
8. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
Luar Negeri.
9. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
10. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
11. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
12. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-
kerjaan.

3
13. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
14. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
15. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
16. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
17. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
18. Undang-undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya).
19. Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civic and Political Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).
20. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan RI.
21. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban.
22. Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
23. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
24. Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
25. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
26. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang
Pengesahan Piagam Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia
Tenggara.
27. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
28. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi.
29. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indinesia (BNP2TKI).
30. Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak Anak.

4
31. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
32. Instruksi Presiden RI No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia.
33. Akta Imigrasi Malaysia dan Instrumen HAM Internasional.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup tugas TK-PTKIB meliputi:
1. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia membahas
masalah pemulangan TKIB dan penempatan kembali TKI
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Koordinasi Satgas TK-PTKIB dengan instansi sektoral
Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu,
membahas berbagai hal yang berkaitan dengan
pemulangan TKIB serta upaya mempersiapkan kembali
menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Koordinasi dengan instansi sektoral pusat dan Daerah serta
pihak lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
sewaktu-waktu dari Pimpinan.
4. Pengendalian dan tindak lanjut penyelesaian masalah
pemulangan TKIB dan penempatan TKI sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui
kegiatan monitoring dan evaluasi, analisis dan
penyampaian rekomendasi tindak lanjut kepada Pimpinan,
serta penyampaian informasi kepada publik.

5
BAB II. RENCANA STRATEGIS

A. Visi dan Misi


Visi TK-PTKIB adalah “Terwujudnya koordinasi lintas
sektor Pusat, Daerah dan di Malaysia agar terselenggara
pemulangan TKIB dengan selamat dan bermartabat serta
terbina menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan”.
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka sejalan dengan
tugas dan fungsinya, misi TK-PTKIB adalah:
1. Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Malaysia agar
terselenggara pemulangan TKIB dengan selamat dan
bermartabat.
2. Peningkatan koordinasi, keterpaduan dan sinkronisasi
kebijakan, program dan kegiatan pelayanan kepada TKIB
dan TKI, antar instansi sektoral Pusat dan Daerah, dengan
Perwakilan RI di Malaysia dan dengan pihak-pihak lain yang
diperlukan.
3. Peningkatan mekanisme kerjasama dalam memfasilitasi
pelayanan dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB
sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di Indonesia, dan
dalam memfasilitasi pengiriman kembali TKI sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Peningkatan pemantauan, analisis dan evaluasi kebijakan,
program dan kegiatan pelayanan dan pemberian bantuan
dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah
asalnya di Indonesia.

6
B. Tujuan dan Sasaran
Sejalan dengan arahan Keputusan Presiden RI No. 106
Tahun 2004, maka TK-PTKIB menetapkan tujuan yaitu:
1. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi penyiapan dan
perumusan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan.
2. Mewujudkan dan melaksanakan sistem/mekanisme dalam
memfasilitasi pemangku kepentingan (stake-holder) terkait
dalam memberikan pelayanan dan bantuan kepada TKIB
dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
3. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan, program dan
kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
4. Mewujudkan dan melaksanakan sistem pemantauan, analisis
dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, yang efektif dan berhasilguna.
Adapun sasaran yang akan dicapai, adalah:
1. Terwujudnya kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan yang tidak tumpang tindih,
manusiawi dan menghormati HAM.
2. Terlaksananya mekanisme untuk memfasilitasi stake-holder
terkait dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi
TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Meningkatnya akuntabilitas kebijakan, program dan
kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
4. Terwujudnya rekomendasi peningkatan kebijakan, program
dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi
TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
5. Terwujudnya sistem informasi dan networking pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, yang menyeluruh dan dapat
dipercaya (reliable).

7
Sasaran tersebut akan dicapai, disesuaikan dengan
ketersediaan sumberdaya yang ada dan kondisi lingkungan
strategis yang berkembang.

C. Strategi
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut di
atas, berbagai faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi
dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Demokratisasi, yang tercermin dari kehendak masyarakat
untuk ikut mengawasi dan mengontrol pelaksanaan
kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
2. Desentralisasi, yang diwujudkan dengan memberikan ruang
gerak yang memadai bagi daerah sesuai dengan kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya, untuk ikut berpartisipasi
dalam menyelesaikan masalah nasional berkaitan dengan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Globalisasi, yang mempengaruhi hubungan antar negara
baik bilateral, multilateral maupun regional.
4. Akuntabilitas, yang menghendaki adanya transparansi yang
berkaitan dengan pelayanan dan pemberian bantuan
Pemerintah RI dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan pula kesiapan
sumberdaya yang ada, maka strategi yang akan ditempuh dalam
rangka pencapaian tujuan dan sasaran adalah:
1. Memfasilitasi dan menjembatani instansi sektoral Pusat dan
Daerah serta pihak lain yang diperlukan, dalam
penyelenggaraan pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan
calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta
terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap
PATI di Malaysia.

8
3. Pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di Perwakilan
RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan, dalam
pemberian layanan dan bantuan dalam pemulangan TKIB
dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
4. Meningkatkan dan pengembangan kemitraan dan jejaring
kerja baik antar instansi sektoral Pusat dan Daerah serta
pihak lain yang diperlukan.
5. Memfasilitasi pengembangan Polmas di daerah perbatasan
guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengawasan dan pengendalian

D. Kebijakan
Strategi tersebut di atas dituangkan dalam bentuk
kebijakan operasional TK-PTKIB sebagai berikut:
1. Koordinasi dalam rangka memfasilitasi dan menjembatani
instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang
diperlukan, dilakukan dengan memprioritaskan pada
institusi/ lembaga yang terkait langsung di lapangan.
2. Koordinasi peningkatan pengetahuan dan pemahaman TKIB
dan calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman
serta terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia
terhadap PATI di Malaysia dilakukan dengan proaktif
melibatkan aparat Perwakilan RI di Malaysia dan komunitas
penduduk Indonesia yang ada di Malaysia, bekerja sama
dengan institusi/lembaga tempatan yang peduli.
3. Koordinasi pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di
Perwakilan RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan,
dilakukan melalui pembina teknis instansi sektoral masing-
masing.
4. Koordinasi peningkatan dan pengembangan kemitraan dan
jejaring kerja dilaksanakan dengan memanfaatkan kemajuan
sistem informasi dan kemudahan komunikasi serta
ketersediaan fasilitas jaringan internet dan mengupayakan
adanya pertukaran data dan informasi secara teratur.
5. Koordinasi pengembangan Polmas di daerah perbatasan
dilakukan dengan memfasilitasi peningkatan peran
masyarakat dengan petugas.

9
E. Program
Berdasarkan asas prioritas dan kesiapan sumber daya yang
diperlukan, maka disusun program pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan, sebagai berikut:
1. Tahun Anggaran 2007
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas proses pemulangan
TKIB secara bermartabat dan selamat sampai ke daerah
asalnya di Indonesia.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi
TKIB dari Malaysia.
c. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah
asal TKIB di Indonesia.
d. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
e. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar
Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan
masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB
menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
f. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

2. Tahun Anggaran 2008


a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah
TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi
TKIB dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada
TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.

10
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di perdesaan
melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM
Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, daerah transit dan
daerah asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan
standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB
dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang
BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan
Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

3. Tahun Anggaran 2009


a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah
TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi
TKIB dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada
TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan
melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM
Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah
asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.

11
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi implementasi dan evaluasi juklak/juknis dan
standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB
yang telah disempurnakan.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

12
BAB III. KINERJA TAHUN 2009

Pelaksanaan program dan kegiatan Tim Koordinasi Pemulangan


TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) Tahun
2009, adalah sebagai berikut:

A. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia


Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia dilakukan oleh
Perwakilan RI di Malaysia baik oleh KBRI di Kualalumpur pada
tingkat federal maupun oleh KJRI pada tingkat negara bagian.
1. Pembentukan Joint Committee oleh Pemerintah Malaysia
yang melibatkan KBRI di Kualalumpur untuk membantu
penyelesaian masalah TKIB. Pembentukan Joint Committee
ini baru pada tingkat Federal sementara untuk Pemerintah
Negara Bagian belum dibentuk, sehingga penyelesaiaan
masalah TKIB memerlukan waktu yang agak lama.
2. KJRI Johor Bahru membentuk Special Task Force dan
berkoordinasi dengan Jabatan Tenaga Kerja Malaysia untuk
mengidentifikasi dan membuat Daftar Hitam bagi Agen
Malaysia dan majikan yang melakukan penipuan dan
pelanggaran lainnya seperti tidak membayar gaji, pekerjaan
tidak sesuai dengan yang dijanjikan, melakukan tindak
kekerasan, pelecehan dan tindak kekerasan lainnya.
KJRI Johor Bahru juga mengupayakan adanya kenaikan
upah minimum TKI di berbagai sektor yang kemudian
menjadi standar baku di seluruh Semenanjung Malaysia.
Kenaikan upah ini memberikan dampak dengan menurunnya
TKI yang lari ke tempat kerja lain yang menyebabkan
statusnya menjadi ilegal.
3. KJRI Kuching mengupayakan adanya pemutihan TKIB di
Sarawak dengan melakukan pendekatan kepada perusahan di
Sarawak. Berbeda dengan Sabah, di Sarawak tidak ada
dukungan dari Pemerintah Kerajaan setempat sehingga
pemutihan diupayakan atas pendekatan dari KJRI ke
perusahaan/majikan. Tahun 2007-2008, sebanyak 2.700

13
TKIB telah diberikan paspor untuk melengkapi dokumen
ketenagakerjaan dengan perusahaan/majikannya. Program
pemutihan ini terus dilakukan oleh KJRI karena
menguntungkan kedua belah pihak dan efektif dalam rangka
perlindungan TKI.
4. KJRI Kota Kinabalu di Negeri Sabah, Malaysia dan KBRI di
Kualalumpur, serta Departemen Luar Negeri RI, atas dasar
win-win solution termasuk pertimbangan masalah
perekonomian Negeri Sabah, Malaysia, menyepakati program
pemutihan untuk TKI Bermasalah dan keluarganya, yang
mendapat jaminan dari perusahaan di Sabah. Pemutihan
tahap pertama dilakukan bulan Juli–Oktober 2008 untuk
217.367 orang TKIB, dan terus dilanjutkan dengan tahap 2
bulan Agustus–Oktober 2009. Pada tahap pertama, biaya levi
dikenakan sebesar 100% tetapi kemudian diberikan
keringanan sampai 50% untuk mengurangi beban TKIB.
5. Satgas TK-PTKIB bersama dengan Tim Inter Departemen
dan LSM, didukung oleh International Migration
Organization (IOM) Kantor Jakarta, mengadakan study visit
ke Malaysia, Singapura, Kuwait dan Bahrain. Kesempatan ini
sekaligus dipergunakan untuk mengkoordinasikan berbagai
hal terkait dengan TKI bermasalah di negara tersebut.
Di Malaysia, penanganan Pekerja Asing dilakukan oleh
Kementerian Sumber Manusia (dari segi Human Resource
Development dalam rangka “Merealisasikan Decent Work“
dan Harmonize Working Environment), Kementerian Dalam
Negeri (dalam hal Imigrasi, visa, permit, dan sebagainya),
dan Kementerian Kesehatan. Berbagai Akta dan Peraturan
Pelaksanaan telah diterbitkan Pemerintah Malaysia tetapi
implementasi di tingkat lapangan masih banyak terjadi
penyimpangan yang menimbulkan banyak persoalan seperti
banyaknya Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI), overstayer
karena kelalaian majikan (pemegang paspor pekerja asing)
dalam memperpanjang ijin kerja pekerja asing yang bekerja
padanya, serta masalah banyaknya permit asli tapi palsu.
Berkaitan dengan PATI, hal ini bukan merupakan kebijakan
ketenagakerjaan Pemerintah Malaysia, sehingga
penanganannya lebih didasarkan pada pendekatan HAM dan
sebagai bangsa serumpun. Tetapi di lapangan, penanganan
PATI lebih cenderung melalui pendekatan Keimigrasian, dan
belum mempertimbangkan situasi PATI yang banyak
menjadi korban perdagangan orang (trafficking in persons).

14
Malaysia telah mempunyai Anti-Trafficking in Persons Act
(Act 670, 2007) yang telah mendorong meningkatnya kasus-
kasus yang ditangani dan jumlah korban yang diselamatkan,
namun dalam US TIP Report 2009, Malaysia dimasukkan
dalam Tier 3, menurun dari tahun 2008 (Tier 2 Watch-list)
karena dinilai tidak cukup mengambil tindakan dalam
pemberantasan trafficking in persons.
Malaysia juga menyatakan belum akan meratifikasi Konvensi
Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya, karena belum
yakin dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam
konvensi tersebut.

B. Koordinasi Pemulangan TKIB


Dalam rangka meningkatkan operasional pelaksanaan
tugas TK-PTKIB, berbagai kebijakan ditetapkan pada tahun
2009, sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat No. 05A/KEP/MENKO/KESRA/I/2009 tentang
Satuan Tugas Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah serta Pekerja Migran Indonesia Bermasalah
Sosial dan Keluarganya dari Malaysia, yang dimaksudkan
untuk memperjelas lingkup tugas antar kelembagaan
pemerintah yang menangani masalah ketenagakerjaan di
dalam dan luar negeri.
2. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat Nomor 12/KEP/SESMENKO/KESRA/I/2009 tentang
Sekretariat Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-
PTKIB), yang dimaksudkan untuk mendukung secara
administratif agar pelaksanaan Satgas TK-PTKIB dapat
berjalan dengan optimal.
3. Petunjuk Pelaksanaan Satgas TK-PTKIB tentang Penanganan
dan Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia, yang dimaksudkan agar Satgas Pemulangan TKIB
Daerah dapat memberikan pelayanan yang sama dan adanya
jaminan pembiayaan dari Pusat.
Petunjuk Pelaksanaan tersebut telah disosialisasikan ke
Satgas PTKIB Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Pontianak,
Kalimantan Barat dan Nunukan, Kalimantan Timur, sebagai
daerah entry point yang banyak menerima pemulangan TKIB
dan keluarganya dari Malaysia.

15
4. Kebijakan untuk membentuk Satgas Pemulangan TKIB
Tanjungpriok, DKI Jakarta, yang selama ini operasionali-
sasinya di bawah Koordinasi Departemen Sosial. Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta akan mengakselerasi proses
pembentukan Satgas PTKIB DKI Jakarta sehingga pada akhir
tahun 2009 diharapkan Satgas PTKIB DKI Jakarta sudah
dapat resmi operasional.
5. Kebijakan bagi Satgas TK-PTKIB untuk membantu
penanganan dan pemulangan TKI Bermasalah dari Timur
Tengah di dalam negeri.
6. Kebijakan penganggaran penanganan dan pemulangan TKIB
dari Malaysia dan Negara Lainnya melalui APBN-P Tahun
2009, serta kebijakan pembiayaan pemulangan TKIB dari
Timur Tengah secara terpadu oleh Pemerintah, PT. Garuda
Indonesia, PJTKI/PPTKIS dan Konsorsium Asuransi.
7. Kebijakan penanganan dan pemulangan TKIB dan
keluarganya serta penganggarannya selama 5 tahun ke depan
yang diperkirakan masih akan tetap ada sejalan dengan
penuntasan masalah ketenagakerjaan yang sebagian besar
terjadi di dalam negeri.
8. Kebijakan tentang prosedur penerimaan, penanganan dan
pemulangan TKIB dan Keluarganya dari Timur Tengah sejak
penerimaannya di Bandara Soekarno-Hatta, pemeriksaan
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Mabes
POLRI, pendalaman kasus, rehab psikososial dan
penampungan di Rumah Perlindungan dan Trauma Center
(RPTC) Depsos, serta pemulangan dan pengawalan TKIB
sampai ke daerah asalnya.
9. Kebijakan pengembangan Perpolisian Masyarakat (Polmas)
dari Mabes POLRI untuk Daerah Perbatasan sebagai upaya
memperkuat pengawasan keluar-masuknya orang dan barang
melalui pelabuhan dan lorong tradisionil di daerah
perbatasan, serta upaya pemberdayaan masyarakat agar
mempunyai pengetahuan dan keberdayaan dalam membantu
TKIB yang melewati daerahnya.

Dengan berbagai kebijakan tersebut di atas, pemulangan


TKIB dan keluarganya dari Malaysia sepanjang Tahun 2009
mencapai 38.839 orang, dengan 27.026 orang di antaranya
mendapat bantuan permakanan dan transportasi dari
Departemen Sosial yaitu untuk selama di penampungan dan

16
untuk perjalanannya ke daerah asal. Sementara untuk proses
pemutihan yang dilaksanakan oleh Perwakilan RI di Sabah,
Malaysia telah mencapai 140.618 orang dari 217.367 TKIB dan
keluarganya yang terdaftar di Imigresen Malaysia. Dengan
difasilitasi oleh Perwakilan RI di Kuching, pemutihan di Sarawak
juga masih terus berlangsung.

Pemulangan TKIB Malaysia


Tahun 2004-2009
400,000
356,256

300,000

200,000
170,585

100,000

30,604 36,315 42,133


38,839
0

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pemulangan TKI Bermasalah termasuk anak-anak dan bayi


dari Timur Tengah selama bulan Oktober-Desember 2009
mencapai 1.314 orang, yang berasal dari Abu Dhabi (69 orang),
Jeddah (200 orang), Riyadh (101 orang), Amman (125 orang),
Kairo (35 orang), Damaskus (53 orang), Doha (44 orang), Dubai
(115 orang), Sana’a (13 orang) dan Kuwait (559 orang).
Pemulangan TKIB dari Timur Tengah ini dilanjutkan sampai
dengan akhir bulan Januari 2010, yang merupakan akhir dari
Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II.
Untuk penanganan dan pemulangan TKIB dari Malaysia
dan negara lainnya, penganggarannya selain didukung oleh
sektor terkait (Deplu, Depnakertrans, BNP2TKI, Depsos), juga
didukung oleh PT. Garuda Indonesia, PJTKI/PPTKIS dan
Konsorsium Asuransi. Di samping itu, Satgas TK-PTKIB juga
berhasil mengupayakan adanya tambahan dana APBN-P Tahun
2009 sebesar Rp 16,3 milyar yang dialokasikan untuk koordinasi

17
(Kemenko Kesra, Rp 0,6 milyar), permakanan dan transportasi
TKIB (Depsos, Rp 9,2 milyar), pelayanan kesehatan TKIB dan
rujukan Rumah Sakit (Depkes, Rp 2,1 milyar), penguatan
operasional 12 Satgas PTKIB Daerah (Ditjen PUM Depdagri, Rp
2,3 milyar), penertiban administrasi kependudukan (Ditjen
Adminduk, Depdagri Rp 0,6 milyar), serta pengamanan dan
pengembangan Polmas (Mabes POLRI, Rp 1,3 milyar).
Realisasi penggunaan anggaran APBN-P tahun 2009
sampai dengan 31 Desember 2009, sebesar 31,76% dengan
rincian sebagai berikut:
1. Perlindungan Sosial Pekerja Migran, Depsos: 2,90%.
2. Koordinasi Pemulangan TKIB, Kementerian Koordinator
Bidang Kesra: 97,98%.
3. Layanan Kesehatan TKIB, Depkes: 41,16%.
4. Penguatan dan Operasional Satgas PTKIB Daerah, Ditjen
PUM, Depdagri: 68,02%.
5. Pelayanan dokumen kependudukan bagi TKIB, Ditjen
Adminduk, Depdagri: 82,91%.
6. Pengamanan TKIB dan pengembangan Polmas Daerah
Perbatasan, Mabes POLRI: 94,26%.

Rendahnya serapan anggaran selain karena turunnya DIPA


yang sudah mendekati akhir tahun 2009, juga karena pengaruh
keberhasilan diplomasi Deplu dan Perwakilan RI di Malaysia
sehingga 217.367 orang TKIB dan keluarganya tidak jadi
dipulangkan karena mereka diijinkan oleh Pemerintah Sabah
untuk memperbaharui dokumennya di Malaysia.
Sehubungan dengan itu, anggaran perlindungan sosial dan
layanan kesehatan banyak yang tidak tergunakan sehingga
serapan anggaran menjadi kecil. Selain itu, kecilnya serapan
anggaran juga diakibatkan adanya 3 Satgas PTKIB Daerah
(Sumatera Utara, Tanjungbalai Karimun dan Dumai) yang tidak
mengambil alokasi dana yang disediakan, karean sudah
didukung oleh anggaran daerah. Hal yang sama juga terjadi pada
anggaran Mabes POLRI yang tersisa karena alokasi dana untuk
Polmas Jakarta Utara tidak dipergunakan karena sudah tersedia
anggaran pendukungnya. Kegiatan Ditjen Adminduk Depdagri,
oleh karena ketidaksiapan beberapa daerah, sebagian kegiatan
tidak dapat dilaksanakan sehingga menyisakan anggaran. Sisa
anggaran yang tidak terpakai, oleh Kementerian/ Lembaga
dikembalikan ke Kas Negara.

18
Sejalan dengan pemikiran bahwa TKIB hanyalah
merupakan dampak dari permasalahan rekrutmen, diklat,
penempatan dan perlindungan tenaga kerja yang 80%
masalahnya terjadi di dalam negeri, diperkirakan untuk 5 tahun
ke depan penghapusan TKIB belum akan tuntas karena beratnya
mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di dalam negeri.
Sehubungan dengan itu, Satgas TK-PTKIB kemudian
berkoordinasi dengan Bappenas dan berhasil memasukkan
penanganan TKI bermasalah dalam draft RPJMN Tahun 2010-
2014 lengkap dengan alokasi anggarannya untuk 5 tahun ke
depan.
1. Koordinasi Pemulangan TKIB, Kementerian Koordinator
Bidang Kesra, Rp 4,25 milyar.
2. Bantuan dan Jaminan Sosial TKIB, Depsos, Rp 123,2 milyar.
3. Layanan Kesehatan TKIB, Depkes, Rp 4,5 milyar.
4. Kesiapsiagaan Satgas PTKIB Daerah, Ditjen PUM, Depdagri,
Rp 28,7 milyar.
5. Pelayanan dokumen kependudukan bagi TKIB, Ditjen
Adminduk, Depdagri, Rp 4,6 milyar.
6. Pengamanan TKIB dan pengembangan Polmas Daerah
Perbatasan, Mabes POLRI, Rp 22,5 milyar.
7. Verifikasi TKIB, Ditjen Imigrasi, Depkumham, Rp 1,5 milyar.
Namun karena RPJMN Tahun 2010-2014 belum definitif,
maka kebutuhan untuk penanganan dan pemulangan TKIB
Tahun 2010 belum teralokasikan. Satgas TK-PTKIB akan
mengupayakan kembali adanya APBN-P Tahun 2010 untuk
mendanai penanganan dan pemulangan TKIB yang cakupannya
diperluas tidak hanya yang berasal dari Malaysia namun juga
dari negara lainnya.

C. Sosialisasi Safe Migration


Safe Migration (Bermigrasi Secara Aman), oleh sebagian
besar TKIB dan keluarganya belum diketahui dan difahami
dengan baik. Hal ini sudah selayaknya jika dikaitkan dengan
rata-rata rendahnya pendidikan tenaga kerja Indonesia dan
kurang intensifnya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
tentang prosedur mencari dan menjadi TKI yang sebenarnya,
terutama di sektor informal yang sebagian besar TKI bekerja di
sektor itu.

19
Kurangnya informasi mengenai safe migration juga
disebabkan oleh ulah para calo tenaga kerja yang karena
mengharapkan komisi perekrutan yang menggiurkan, sering
justru membujuk dengan memberikan informasi yang tidak
benar, yang kemudian ternyata menyebabkan TKI yang
bersangkutan menjadi bermasalah.
Perihal ketentuan mengenai umur banyak diabaikan dan
dengan berbagai cara mengupayakan dokumen kependudukan
yang datanya dipalsukan, antara lain mengenai umur yang
dituakan agar dapat memenuhi persyaratan. Keterangan
mengenai kompetensi dan kesehatan sering kali banyak
dimanipulasi sehingga calon tenaga kerja yang tidak memenuhi
persyaratan dapat lolos ketentuan administrasinya. Biaya yang
timbul dibebankan kepada calon tenaga kerja yang harus
dikembalikan melalui pemotongan upah kerja selama 6-8 bulan
dengan hanya sedikit menyisakan atau bahkan tidak sama sekali
untuk pekerja yang bersangkutan.
Untuk melengkapi berbagai model KIE yang sudah ada,
Satgas TK-PTKIB mengembangkan Perpolisian Masyarakat
(Polmas) di Daerah Perbatasan, yang selain ditugasi untuk
membantu Kepolisian dalam ketertiban dan keamanan
masyarakat, juga dilengkapi dengan informasi tentang safe
migration sehingga masyarakat dapat memberikan keterangan
kepada TKIB dan keluarganya yang keluar-masuk melalui
desanya.
Tahun 2009, Satgas TK-PTKIB mengembangkan 4 Polmas
Daerah Perbatasan di Tanjungpinang dan Batam, Kepulauan
Riau, di Entikong, Kalimantan Barat dan Nunukan Kalimantan
Timur. Dalam jangka panjang diharapkan agar titik-titik Polmas
Daerah perbatasan ini dapat berkembang menjadi sabuk
pengaman daerah perbatasan RI-Malaysia dan negara tetangga
lainnya. Selain menjadi mata-telinga pihak Kepolisian dan
Pertahanan, Polmas juga dapat menjadi agen KIE bagi pekerja
migran baik dari daerah itu sendiri maupun yang berasal dari
luar tentang Safe Migration, bagaimana bermigrasi secara aman.
Dalam pengembangan Polmas, Satgas TK-PTKIB
bekerjasama dengan Biro Bina Masyarakat Mabes POLRI,
Bagian Bina Mitra Kepolisian Daerah, Pemerintah Daerah, serta
dengan Kelembagaan Masyarakat setempat dalam
mengembangkan Polmas Daerah Perbatasan.

20
Berkaitan dengan Identitas TKI yang asli tetapi datanya
dipalsukan agar memenuhi persyaratan umur, Satgas TK-PTKIB
melalui Ditjen Adminduk mendorong implementasi Sistem
Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang menerapkan
single identity number dan sudah diujicobakan di beberapa
kabupaten, agar diaplikasikan untuk TKI Bermasalah dan
Keluarganya. Dalam rangka membantu TKIB yang ingin kembali
bekerja menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan, Ditjen Adminduk dan Ditjen Imigrasi memfasilitasi
dengan pemberian Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri
sebagai pengganti KTP dan Kartu Keluarga untuk pembuatan
paspor bagi TKIB yang memenuhi persyaratan.
Berbagai kemudahan ini diharapkan dapat mengurangi
migrasi penduduk secara ilegal, karena untuk bermigrasi dengan
aman sebetulnya dapat dilakukan dengan mudah dan dengan
biaya yang tidak memberatkan.

D. Sosialisasi Peluang Kerja Dalam Negeri


Selama lima tahun terakhir, Pemerintah RI telah berupaya
untuk membuka kesempatan dan peluang kerja di pedesaan, di
dalam negeri. Berawal dari Program Pembangunan Kecamatan
(PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) yang dikembangkan sejak tahun 1998, pada tahun 2007
Pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan cakupan yang diperluas,
yang pada tahun 2009 meliputi seluruh kecamatan di Indonesia.
PNPM Mandiri yang diwujudkan dalam bentuk Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM), langsung ditransfer ke Kecamatan
guna mendanai berbagai kegiatan pembangunan di pedesaan
yang dirancang dan dilaksanakan serta diawasi oleh masyarakat
sendiri. Pengajuan proposal kegiatan pembangunan di pedesaan
bersifat kompetitif dengan sekitar 30-40% dilokasikan untuk
kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan.
Potensi peluang dan kesempatan kerja di pedesaan inilah
yang disosialisasikan dan terutama ditujukan kepada tenaga
kerja Indonesia di luar negeri dan juga TKI Bermasalah dan
Keluarganya yang menjadi kelompok sasaran layanan Satgas TK-
PTKIB. Dengan sosialisasi ini, diharapkan TKIB setelah kembali
ke daerah asalnya dapat menentukan sikap untuk mencari
pekerjaan dan peluang kerja di pedesaan, atau kembali menjadi
TKI tetapi dengan kompetensi yang telah berkualitas dan
memenuhi persyaratan.

21
Pengembangan Polmas Daerah Perbatasan mempunyai
banyak fungsi termasuk memberikan KIE tentang ketenaga-
kerjaan serta peluang dan kesempatan kerja di pedesaan kepada
TKIB dan orang-orang yang keluar-masuk melalui daerahnya.
Oleh karena itu, Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat
(FKPM) sebagai perwujudan Polmas di pedesaan, perlu
mendapat bahan-bahan dan informasi mengenai berbagai
program pembangunan di pedesaan dari dinas/sektor terkait.

E. Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penanganan dan
pemulangan TKIB dan keluarganya dari Malaysia dilaksanakan
secara terpadu lintas sektor maupun secara sendiri-sendiri ke
daerah entry point dan provinsi asal TKIB Indonesia, serta ke
negara tujuan yaitu Malaysia. Dengan adanya tambahan tugas
untuk membantu penanganan dan pemulangan TKIB dari Timur
Tengah, pemantauan juga dilakukan ke Singapura, Kuwait,
Bahrain, dan Saudi Arabia. Pemantauan ke negara tersebut
mendapat dukungan dari International Migration Organization
(IOM).

1. Daerah Entry Point


Tahun 2009, Kota Dumai sebagai daerah entry point TKIB
di Provinsi Riau menghidupkan kembali Satgas
Pemulangan TKIB sehingga jumlah Satgas PTKIB Daerah
menjadi 12 yaitu: Medan (Sumatera Utara), Dumai (Riau),
Tanjungpinang, Tanjungbalai Karimun, Batam (Kepulauan
Rau), Pontianak-Entikong (Kalmanntan Barat), Nunukan
(Kalimantan Tmur), Pare-pare (Sulawesi Tengah),
Tanjungpriok (DKI Jakarta), Tanjungemas (Jawa Tengah),
Tanjungperak (Jawa Timur), dan Mataram (NTB).

22
Medan
Nunukan

Batam Tgpinang
Entikong
Dumai Tgbalai Krm

Pare-
pare

Jakarta
Semarang
Surabaya

Mataram

Entry Point: Belawan-Medan, Dumai, Tg-Balai Karimun, Batam,


Tg-Pinang, Entikong, (Tarakan), Nunukan, Pare-pare, Tg-Priok,
Tg-Emas, Tg-Perak, Mataram.

Berdasarkan pemantauan ke 12 Satgas Pemulangan TKIB


tersebut diperoleh informasi dan masukan sebagai berikut:
1) Seluruh Satgas Pemulangan TKIB Daerah menyatakan
komitmennya untuk berpartisipasi menyelesaikan
masalah nasional pemulangan TKIB dan keluarganya
dari Malaysia.
2) Pada umumnya Satgas Pemulangan TKIB Daerah
belum mempunyai shelter yang memadai.
3) Juklak Penanganan dan Pemulangan TKI Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia Tahun 2009, belum
tersosialisasikan dengan baik sehingga pelaksanaan di
lapangan belum optimal.
4) Prosedur layanan kesehatan melalui Kantor Kesehatan
Pelabuhan dan Rumah Sakit Rujukan di beberapa
Satgas PTKIB belum berjalan lancar. Termasuk dalam
hal ini layanan kesehatan untuk TKIB yang mengalami
stress atau gangguan jiwa.
5) Prosedur penanganan dan pemulangan TKIB dan
keluarganya yang meninggal dunia di daerah entry
point belum berjalan dengan baik.
6) Banyak Satgas PTKIB yang belum mendapat dukungan
biaya operasional dari APBD dan APBN.

23
7) Satgas PTKIB mengalam kesulitan untuk memproses
penempatan kembali TKIB menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, karena TKIB (deportan) tidak
dilengkapi dengan Surat Perjalanan Laksana Paspor
(SPLP) tetapi hanya berupa Surat Pengantar dari
Perwakilan RI. SPLP merupakan persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh Surat Kedatangan dari
Luar Negeri bagi TKIB yang ingin kembali bekerja ke
luar negeri.

2. Daerah Asal TKIB


Berdasarkan pemantauan ke beberapa daerah asal TKIB,
diperoleh informasi dan masukan sebagai berikut:
1) Beberapa daerah asal TKIB belum mempunyai Satuan
Tugas atau kelembagaan yang ditetapkan untuk
mengurus penanganan dan pemulangan TKI
bermasalah walaupun banyak TKIB berasal dari daerah
tersebut.
2) Layanan kesehatan bagi TKIB dan keluarganya di
daerah asal walaupun sudah diatur dalam Petunjuk
Pelaksanaan Pemulangan TKIB dan Keluarganya dari
Malaysia Tahun 2009, masih memerlukan sosialisasi
dan advokasi lebih lanjut agar Puskesmas, Rumah Sakit,
Dinas Kesehatan, dan pihak lain terkait dapat
menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
3) Masih rendahnya sosialisasi mengenai safe migration
di pedesaan sehingga masih banyak calon tenaga kerja
khususnya perempuan yang belum mengerti bagaimana
mencari kerja dan berbagai persyaratan untuk bekerja
ke luar negeri. Kondisi ini dimanfaatkan oelh calo-calo
tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab untuk
membujuk perempuan di pedesaan termasuk yang di
bawah umur untuk bekerja di luar negeri dengan resiko
bermasalah dan masuk dalam jeratan hutang (debt
bondage).
4) Tindak lanjut pemberdayaan TKIB dan keluarganya
yang sudah kembali ke daerah asalnya masih
memerlukan pengembangan lebih jauh agar yang
bersangkutan mempunyai alternatif yang terbaik bagi
dirinya akan menjadi pekerja atau pengusaha di
desanya, atau kembali bekerja ke luar negeri namun
dengan kompetensi yang lebih baik dan menempuh

24
prosedur rekrutmen dan penempatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
5) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri dan program nasional pembangunan pedesaan
lainnya (kesehatan, pendidikan, usaha ekonomi) belum
banyak dimengerti oleh masyarakat di pedesaan
sehingga mereka belum dapat mengaksesnya.

3. Negara Tujuan
Berdasarkan pemantauan ke beberapa negara tujuan TKI,
diperoleh informasi dan masukan sebagai berikut:
1) Tingginya biaya penempatan TKI di Malaysia disinyalir
karena besarnya biaya untuk pendewasaan umur dan
atau ganti nama, perijinan (suami), “surat keterangan“
kesehatan, pelatihan yang tidak cukup, yang
kesemuanya memerlukan uang dan menjadi “jeratan
hutang“ yang harus dibayar TKI melalui pemotongan
selama 6-8 bulan gaji. Banyaknya Outsourcing Agent
(Malaysia) ditengarai juga telah menyebabkan
terjadinya under-wages bagi TKI serta adanya
penyalahgunaan “pass lawatan kerja sementara“ yang
dipakai untuk menekan pekerja asing agar menerima
persyaratan kerja di bawah standar.
Di Malaysia sangat sulit untuk menuntut majikan
karena keterbatasan permit pekerja asing yang jika
dilanggar dapat ditindak dan dideportasi. Disarankan
agar masalah paspor, wages dan one-day off sebagai
hal yang mendasar tidak bisa ditawar lagi untuk
diperjuangkan pihak Indonesia, dan dilanjutkan pada
isu-isu lainnya seperti adanya pengecualian dari
ketentuan undang-undang yang tidak membolehkan
pekerja asing untuk menikah dan membawa famili,
tetapi ternyata dibiarkan terjadi di Sabah.
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan perlindungan
kepada pekerja asing PLRT di Malaysia, disarankan
agar penempatannya tidak melalui PJTKI/PPTKIS
tetapi G to G, dan diharapkan jangan mengirim TKI
melalui Outsourcing Agent. Sementara remintansi TKI
yang besar dan kutipan US$15 setiap penempatan
sudah selayaknya dikembalikan untuk membantu TKI
yang bermasalah.

25
2) Ministry of Manpower (MOM) Singapura menginfor-
masikan bahwa kebijakan terhadap pekerja asing
adalah menarik tenaga ahli (talent) asing secara
seimbang dengan pengembangan tenaga ahli lokal.
Untuk tenaga ahli asing dalam rangka pengembangan
ekonomi dan daya saing Singapura, diberikan pas kerja,
fasilitas dan pajak (levy) yang berbeda dengan tenaga
kerja terampil (mid-skilled) dan tenaga kerja
unskilled/semi-skilled.
Untuk PLRT yang dikategorikan sebagai tenaga kerja
unskilled/semi-skilled, MOM tidak menetapkan upah
minimum tetapi menyerahkannya dalam hubungan
supply-demand antara PLRT dan majikan. Persyaratan
untuk PLRT asing di Singapura menurut MOM adalah
berumur minimal 23 tahun dan menempuh 8 tahun
pendidikan formal. Pihak MOM mengatakan bahwa
banyak kasus ditemukan, PLRT Indonesia secara fisik
diperkirakan umurnya lebih rendah daripada yang
tertera dalam dokumen (paspor).
PLRT asing yang baru datang ke Singapura mendapat
Safety Awareness Cource (SAC) yang mendidik PLRT
tentang praktek keselamatan, nomor kontak dan
bantuan, hak, kewajiban dan perlindungan di bawah
Undang-undang Singapura, dan paket informasi
lainnya. PLRT secara hukum mendapat hak minimum
satu hari libur, namun ketentuan libur ini dapat
dinegosiasikan majikan agar PLRT tetap bekerja dengan
mendapat kompensasi. Secara random, PLRT asing
diwawancarai untuk meyakinkan bahwa PLRT mampu
beradaptasi dengan suasana kerja dan suasana tinggal
di masyarakat Singapura.
Namun menurut NGO Singapura, ketentuan MOM
tersebut tidak berjalan dengan semestinya. Banyak
Agency Singapura mengambil (paksa) materi SAC
sehingga PLRT menjadi terputus hubungan dengan
lingkungan luar, sehingga berbagai perlakuan majikan
yang buruk tidak terdeteksi dan atau tidak terlaporkan.
Banyak juga praktek tidak baik Agency Tenaga Kerja
Indonesia dan Singapura, seperti misalnya menuakan
umur TKI untuk memenuhi persyaratan umur PLRT di
Singapura (23 tahun).

26
Mengenai batasan umur ini perlu dibahas dengan
Pemerintah Singapura dengan menurunnya umur
seseorang mencapai kedewasaan fisik dan
psikologisnya.
Perihal one-day off, banyak Agency Singapura sering
meminta PLRT untuk tetap bekerja, dan kompensasi-
nya dimasukkan sebagai komponen pengembalian
pinjaman untuk biaya pelatihan dan penempatan. Biaya
rekrument dari Agency Singapura, oleh PJTKI
disebutkan sebagai pinjaman PLRT. Menurut Undang-
undang Singapura, placement fee dibayar 10% dari gaji
PLRT, tetapi karena disebut sebagai pinjaman, maka
Pemerintah Singapura tidak bisa menindak kejadian
pemotongan gaji PLRT yang dapat berlaku selama 8-10
bulan.
Menurut pengamatan NGO, PLRT Indonesia walaupun
mempunyai sertifikat lulus bahasa Inggris tetapi dalam
prakteknya tidak mampu berkomunikasi dengan
majikan, kurang familiar dengan berbagai peralatan
elektronik dan peralatan rumah tangga keluarga
Singapura, dan mengalami culture shock.
Menurut Undang-undang Singapura, selama 2 tahun
hubungan kerja, pekerja asing (PLRT) tidak boleh
hamil, yang akan diketahui karena setiap 6 bulan sekali
harus menjalani check medis. Bagi yang hamil
diberikan alternatif digugurkan (legal dan murah di
Singapura), atau kembali pulang ke negara asalnya.
Untuk memberikan perlindungan yang lebih lebih baik
kepada pekerja sektor informal (di Singapura),
Indonesia diharapkan dapat mengakui pekerja sektor
informal sebagai “pekerja“, sehingga dapat
dipergunakan untuk berunding dengan negara
penempatan. Indonesia juga perlu menginfomasikan
kepada NGO Singapura tentang prosedur penempatan
dan perlindungan pekerja migran agar dapat membantu
mengadvokasi berbagai pihak yang terkait.
3) Penanganan Pekerja Asing di Kuwait dilakukan oleh
Kementerian Kehakiman, Sosial dan Tenaga Kerja bagi
ekspatriat yang bekerja di sektor formal, sementara
untuk sektor informal seperti pekerja rumah tangga
dilakukan oleh Domestic Labour Department,
Departemen Dalam Negeri.

27
Sistem rekruitmen adalah sponsorship, melalui kontrak
bisnis, kerjasama pemerintah, swasta dan untuk
domestic worker melalui Agency Tenaga Kerja Kuwait
(PJTKA), bekerja-sama dengan PPTKIS di Indonesia.
Pemerintah Kuwait menyampaikan komitmennya
untuk meningkatkan perlindungan HAM dan
menghapus diskriminasi atas dasar gender, warna
kulit/ras, dan agama, dengan memberikan perlakuan
yang sama terhadap pekerja asing (ekspatriat). Untuk
sektor formal (pemegang visa 18) yang diatur Undang-
undang Ketenagakerjaan (Private Sector Law of
Labour) memang tidak ada masalah, namun berbeda
dengan sektor informal (pemegang visa 20) yang diatur
dengan Undang-undang Ijin Tinggal Orang Asing
(Aliens Resident Law) masih ada berbagai
permasalahan.
Pemerintah Kuwait akan melanjutkan pembahasan
revisi MoU antara RI dan Kuwait yang disepakati tahun
1996. Untuk menekan permasalahan pekerja rumah
tangga, disarankan agar ditingkatkan penyelenggaraan
cultural training bagi calon pekerja rumah tangga
(culture, nature, climate, law dan lain-lain tentang
negara Kuwait).
Untuk meningkatkan perlindungan terhadap domestic
worker di Kuwait, Pemerintah Kuwait akan
mengamandemen undang-undang terkait perlindung-
an pekerja asing terutama pekerja rumah tangga,
pemberantasan kejahatan terorganisir, kejahatan lintas
negara dan trafficking in persons. Pemerintah Kuwait
juga berencana membangun Home Helper Operating
Agency yang dilengkapi dengan fasilitas general check-
up, penampungan, pakaian, transportasi, ID Card
(untuk yang paspornya ditahan majikan) dan kegiatan
pemberdayaan melalui workshop, training, pendidikan
dan juga pemberian informasi.
Untuk operasional Home Helper Operating Agency ini,
diperlukan trainee yang berpengalaman dari negara
pengirim tenaga kerja. Sampai dengan saat ini,
domestic worker di Kuwait terbesar berasal dari India
(576.881 orang), Filipina (103.069 orang), Sri Lanka
(98.634 orang) dan Indonesia (64.780 orang).

28
4) Penduduk Bahrain sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 70
persennya adalah pekerja asing yang sebagian besar
berasal dari India, Pakistan, Banglades, Filipina,
Srilangka, Thailand dan Indonesia. Bahrain telah
mempunyai Undang-undang Ketenagakerjaan (Labour
Law) yang juga mengatur mengenai pekerja rumah
tangga, dan diberlakukan kepada penduduk Bahrain
maupun Non Bahrain.
Di Bahrain tidak ada peraturan apapun yang
membolehkan paspor TKI dipegang oleh orang lain.
Pengendalian Agency Tenaga Kerja (PJTKA) Bahrain,
dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja, dan kepada
pekerja asing diberi kebebasan untuk pindah pekerjaan
atau pindah employer.
Kelemahan TKI/TKW Indonesia di Bahrain adalah
kurangnya pengetahuan tentang hak-haknya, tentang
pekerjaannya, dan keyakinan tentang apa yang akan
dikerjakannya datang ke Bahrain. Ditengarai, banyak
TKI/TKW di Indonesia mendapatkan informasi dan
janji-janji yang tidak benar tentang bekerja di Bahrain.
Pemerintah Bahrain mengharapkan agar pekerja rumah
tangga dari Indonesia telah berumur dewasa (25 tahun).
Dalam rangka implementasi Unemployment Insurence
Act (2008), Pemerintah Bahrain membentuk Labour
Market Regulatory Authority (LMRA) dan Labour
Fund yang bersama-sama dengan Ministry of Labour
mengharmonisasikan antara kebijakan dan program
ketenagakerjaan Bahrain, administrasi pekerja asing
serta training dan pemberdayaan tenaga kerja Bahrain.
Dana yang masuk ke LMRA, 80% akan disetorkan ke
Labour Fund yang akan dikembalikan ke pasar kerja
dalam bentuk training tenaga kerja sehingga lebih
produktif. LMRA sendiri bertugas untuk melayani visa
dan ijin tinggal, ID Card, pemeriksaan kesehatan, serta
mendeteksi, menahan dan mendeportasi tenaga kerja
ilegal, yang didukung dengan sistem terkomputerisasi.
Pemerintah Bahrain mempunyai shelter Dar Al Aman
untuk korban tindak kekerasan dalam rumah tangga,
yang dikelola oleh Badan Administrasi Shelter yang
terdiri dari wakil-wakil kementerian dan non-
pemerintah yang menetapkan kebijakan, dan peraturan

29
tentang administrasi, keuangan dan ketentuan teknis
operasional shelter.
Shelter dilengkapi dengan dokter, psikiatri, peneliti
kasus dan kerjasama dengan lembaga lain, dan
memberikan layanan penampungan, kesehatan, sosial,
psikologis dan bantuan hukum, rekreasi, kebudayaan
dan peningkatan kepedulian, untuk jangka waktu
maksimum delapan minggu. Kepada korban juga
diberikan pembinaan lanjutan setelah keluar dari
shelter. Untuk mencegah masuknya pendatang ilegal,
shelter hanya menerima korban dari pihak kepolisian.
Hambatan bahasa yang ada, diatasi melalui kerjasama
dengan pekerja migran sebagai penterjemah.

F. Kesimpulan dan Rekomendasi


1. Pelaksanaan Program sebagaimana tertuang dalam
Rencana Strategis TK-PTKIB dapat direalisasikan
walaupun ada keterbatasan anggaran tahun 2009, baik dari
sisi jumlah maupun waktu pencairan dana APBN-P Tahun
2009 yang turun di empat bulan terakhir tahun 2009. Dari
Rp 16,3 milyar dana APBN-P Tahun 2009, terserap 31,76%
dan sisanya dikembalikan ke Kas Negara. Rendahnya
serapan dana karena 217.367 orang TKIB dan Keluarganya
di Sabah, Malaysia tidak perlu pulang ke Indonesia karena
mendapat jaminan dari perusahaan/majikan dan diijinkan
untuk memperbaharui dokumen di Malaysia.
2. Selama tahun 2009, telah dipulangkan 38.839 roang TKIB
dan keluarganya dari Malaysia, dengan 27.026 orang di
antaranya mendapat bantuan permakanan dan transportasi
dari Departemen Sosial. Data pemulangan TKIB ini tidak
termasuk mereka yang pulang melalui jalur pelabuhan dan
lorong-lorong tradisionil yang banyak terdapat di
perbatasan RI-Malaysia.
3. Tambahan tugas kepada Satgas TK-PTKIB untuk
membantu pemulangan TKIB dan keluarganya dari Timur
Tengah, selama bulan Oktober-Desember 2009, telah
berhasil dikoordinasikan pemulangan 1.314 orang TKIB
dari Timur Tengah termasuk anak-anak dan bayi.

30
4. Petunjuk Pelaksanaan tentang Penanganan dan
Pemulangan TKIB dan Keluarganya dari Malaysia Tahun
2009, perlu disempurnakan terutama prosedur untuk
pengurusan dokumen bagi TKIB yang ingin kembali
menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persayaratan.
5. Pengembangan Polmas Daerah Perbatasan yang diawali di
4 titik di perbatasan Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan
Barat dan Kalimantan Timur, perlu diteruskan sehingga
terbentuk sabuk pengaman di sepanjang daerah perbatasan
RI-Malaysia.
6. Untuk mendukung penanganan dan pemulangan TKIB dan
keluarganya dari Malaysia dan negara lainnya, kegiatan ini
perlu dimasukkan dalam konsep RPJMN Tahun 2010-
2014, dengan alokasi kebutuhan dananya.
7. Perlu dibangun shelter TKIB yang berkualitas dengan daya
tampung yang mencukupi di daerah entry point
kedatangan TKIB dari luar negeri.
8. Perlu dilakukan penegakan hukum yang konsisten kepada
PJTKI/PPTKIS yang terbukti melakukan praktek
trafficking in persons dengan kedok pengiriman tenaga
kerja Indonesia.
9. Perlu payung hukum yang lebih tinggi agar dapat semakin
meningkatkan partisipasi berbagai komponen good
governance dalam penanganan dan pemulangan TKI
bermasalah dan keluarganya dari Malaysia dan negara
lainnya.
10. Peningkatan sosialisasi dan advokasi tentang kesempatan
kerja dan peluang berusaha di pedesaan dalam negeri
melalui program transmigrasi, perkebunan, Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan
program pembangunan pedesaan lainnya.
11. Meningkatkan kerjasama dengan kelembagaan masyarakat,
dunia usaha serta lembaga pemerintah pusat dan daerah
dalam sosialisasi dan advokasi cara-cara bermigrasi yang
aman dalam mencari kerja di luar negeri.
12. Mendorong Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dan BNP2TKI serta sektor terkait untuk secara sinergis
membenahi masalah ketenagakerjaan di dalam negeri.

31
BAB IV. PENUTUP

Demikian laporan kinerja TK-PTKIB Tahun 2009 disusun dalam


rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana diarahkan
dalam Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 yaitu agar
pemulangan TKIB dari Malaysia dapat dilaksanakan secara
bermartabat dan dengan menjunjung tinggi HAM, dan selanjutnya
dibina dan diberdayakan agar menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
Selain sebagai laporan pelaksanaan Program Kerja TK-PTKIB
Tahun 2009, juga dimaksudkan sebagai bahan evaluasi agar tindak
lanjut penanganan dan pemulangan TKIB dan keluarganya dari
Malaysia dan negara lainnya di masa yang akan datang dapat semakin
ditingkatkan.
Kepada seluruh unsur TK-PTKIB dan unit teknis yang tergabung
dalam Satgas/Posko TK-PTKIB Pusat dan Daerah yang telah bekerja
ekstra keras dalam memberikan pelayanan terbaik dalam pemulangan
TKIB dan keluarganya serta penempatannya kembali menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan, kami sampaikan penghargaan
dan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menerima amal
ibadah kinerja Satgas TK-PTKIB dan memberikan kekuatan dan
petunjuk-Nya dalam penugasan selanjutnya.

Jakarta, Desember 2009

Satgas TK-PTKIB.

32
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 106 TAHUN 2004
TENTANG
TIM KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA
BERMASALAH DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945,
salah satu tujuan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia;
b. bahwa perkembangan kebijakan Pemerintah Malaysia tentang
pemulangan Tenaga Kerja Indonesia bermasalah dan keluarganya
sangat berpengaruh terhadap keberadaan tenaga kerja asal Indonesia
yang bekerja di Malaysia beserta keluarganya;
c. bahwa masalah ketenagakerjaan di Indonesia saat ini dan pada
waktu mendatang masih berada pada tingkat pertumbuhan angkatan
kerja baru yang cukup tinggi dan terbatasnya kesempatan kerja
yang tersedia di dalam negeri;
d. bahwa proses pemulangan tenaga kerja Indonesia bermasalah dan
keluarganya dari Malaysia perlu mendapat perhatian khusus,
ditangani secara koordinatif dengan tetap menjunjung tinggi harkat
dan martabatnya sebagai manusia, hak-hak pekerja dan keluarganya
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kaidah-
kaidah hukum internasional;
e. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu
membentuk Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia dengan Keputusan
Presiden;
Mengingat :
1. Pasal 4 ay at (1) Pas al 27 ayat (2) pasal 28 G ayat (1) Pasal 28 I ayat
(4) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3882);

1
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TIM KOORDINASI PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN KELUARGANYA
DARI MALAYSIA.

BAB I
KETENTUAN UM UM
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah adalah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di
Malaysia yang tidak memiliki izin kerja dan/atau dokumen-dokumen
yang sah untuk bekerja di Malaysia dan/atau yang bekerja tidak sesuai
dengan izin kerja yang dimiliki.

BAB II
PEMBENTUKAN DAN TUGAS
Pasal 2
(1) Membentuk Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia yang selanjutnya dalam
Keputusan Presiden ini disebut dengan TK-PTKIB, sebagai
wadah koordinasi baik di tingkat Pusat, di Perwakilan Republik
Indonesia di M alaysia, maupun di tingkat Daerah.
(2) TK-PTKIB berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 3
(1) TK-PTKIB mempunyai tugas menyusun dan mengkoordinasikan
kebijakan dan program pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia ke Indonesia.
(2) Pelaksanaan tugas TK-PTKIB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan hak asasi manusia.
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas, TK-PTKIB mengambil langkah-lanngkah yang
diperlukan untuk:
a. melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Malaysia
atas dasar prinsip tanggung jawab bersama;
b. melaksanakan pendataan sebelum keberangkatan/pemulangan;
c. melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan;
d. melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/
penghasilan lain, harta benda, piutang serta hak-hak melekat lainnya;

2
e. pemberian dokumen Perjalanan Laksana Paspor (SPLP);
f. mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi tujuan
pemulangan/daerah asal;
g. melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan perlindungan
selama perjalanan sampai ke tempat asal;
h. pemberian pelayanan kebutuhan dasar sejak dari penampungan,
selama perjalanan sampai ke tempat asal;
i. mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB bekerja sama dengan
Gubernur dan Bupati/Walikota asal Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
dan/atau pihak-pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 6
Dalam melaksanakan tugas, TK-PTKIB mendapat pengarahan dari Tim
Pengarah yang terdiri dari :
a. Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
b. M enteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian;
c. Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanaan.

BAB III
ORGANISASI

Bagian Pertama
Keanggotaan
Pasal 7
Susunan keanggotaan TK-PTKIB terdiri dari :
1. Ketua: Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
2. Wakil Ketua I : Menteri Luar Negeri
3. Wakil Ketua II : Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
4. Anggota :
a. Menteri Dalam Negeri
b. M enteri Kehakiman dan Hak Asasi M anusia
c. Menteri Sosial
d. M enteri Kesehatan
e. M enteri Perhubungan f. M enteri Keuangan
g. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
h. M enteri Negara Badan Usaha M ilik Negara i. Panglima Tentara
Nasional Indonesia
j. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3
k. Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia.
l. Para Konsul Jenderal Republik Indonesia di Malaysia
5. Sekretaris: Sekretaris Menteri Negara Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat.
6. Wakil Sekretaris I: Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler,
Departemen Luar Negeri.
7. Wakil Sekretaris II: Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan
Tenaga Kerja Luar Negeri, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.

Bagian Kedua
Kesekretariatan
Pasal 8
(1) Dalam M elaksanakan tugasnya, TK-PTKIB dibantu oleh sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipimpin oleh
sekretaris TKPTKIB.
(3) Keanggotaan Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diangkat oleh ketua TK-PTKIB.

Bagian Ketiga
Satuan Tugas
Pasal 9
(1) Untuk menunjang kelanc aran pelaksanaan tugas, TK-PTKIB
membentuk satuan tugas.
(2) Keanggotaan satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan Pejabat Instansi Pemerintah terkait.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, dan tata kerja
satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Ketua TKPTKIB.

BAB IV
TATA KERJA
Pasal 10
Ketentuan mengenai tata kerja TK-PTKIB diatur lebih lanjut oleh
Ketua TK- PTKIB.
Pasal 11
TK-PTKIB melaporkan hasil pelaksanaan tugas TK-PTKIB kepada
Presiden.

4
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 12
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas TK-PTKIB dan
pelaksanaan pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia ke Indonesia dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Oktober 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd
M EGAWATI SOEKARNOPUTRI

5
KEPUTUSAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
Nomor: 05A/KEP/MENKO/KESRA/I/2009

TENTANG

SATUAN TUGAS PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA


BERMASALAH SERTA PEKERJA MIGRAN INDONESIA
BERMASALAH SOSIAL DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT,

Menimbang : a. bahwa untuk menunjang kelancaran


pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 106
Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
(TK-PTKIB), telah dibentuk Satuan Tugas TK-
PTKIB yang diperbaharui setiap tahun;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan di atas,
maka tahun 2009 ini dipandang perlu
membentuk kembali Satuan Tugas TK-PTKIB
yang tugasnya diperluas meliputi pekerja
migran Indonesia bermasalah sosial;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999


tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3882);
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja di Luar Negeri (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4445);

1
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR


BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
TENTANG SATUAN TUGAS PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH
SERTA PEKERJA MIGRAN INDONESIA
BERMASALAH SOSIAL DAN KELUARGANYA
DARI MALAYSIA.
PERTAMA : Membentuk Satuan Tugas Pemulangan Tenaga
Kerja Indonesia Bermasalah serta Pekerja
Migran Indonesia Bermasalah Sosial dan
Keluarganya dari Malaysia yang selanjutnya
dalam Keputusan ini disebut Satgas PTKIB-
PMIBS dengan susunan keanggotaan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
KEDUA : Satgas PTKIB-PMIBS sebagaimana dimaksud
dalam diktum PERTAMA bertugas membantu
kelancaran pelaksanaan tugas TK-PTKIB dalam
pemulangan tenaga kerja Indonesia bermasalah
serta pekerja migran bermasalah sosial dan
keluarganya dari Malaysia, meliputi:
1. melakukan koordinasi lebih lanjut dengan
Pemerintah Malaysia atas dasar prinsip
tanggung jawab bersama;
2. melakukan koordinasi dengan pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten/kota asal
tenaga kerja Indonesia bermasalah serta
pekerja migran Indonesia bermasalah
sosial dan/atau pihak-pihak lain yang
dianggap perlu;
3. memberikan informasi kepada tenaga kerja
Indonesia di Malaysia mengenai kebijakan
Pemerintah Malaysia yang mengatur
tentang tenaga kerja;

2
4. melaksanakan pendataan sebelum
keberangkatan/ pemulangan;
5. melakukan pemeriksaan dan pelayanan
kesehatan;
6. melakukan pengecekan dan pengurusan
hak-hak gaji/ upah/penghasilan lain, harta
benda, piutang serta hak-hak melekat
lainnya;
7. pemberian dokumen perjalanan/Surat
Perjalanan Laksana Paspor (SPLP);
8. mengatur pengangkutan sesuai dengan
jadwal dan lokasi tujuan
pemulangan/daerah asal;
9. melaksanakan pengawalan, penjagaan,
pengamanan dan perlindungan selama
perjalanan sampai ke tempat asal;
10. meningkatkan Perpolisian Masyarakat
(Polmas) untuk pengawasan pelabuhan
dan jalur lintas tradisionil di daerah
perbatasan;
11. pemberian pelayanan kebutuhan dasar
sejak dari penampungan, selama
perjalanan sampai ke tempat asal;
12. mempersiapkan kembali menjadi tenaga
kerja Indonesia yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan;
13. mensosialisasikan peluang kerja dan
berusaha di pedesaan melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat,
transmigrasi dan pengembangan
perkebunan di wilayah Indonesia;
14. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas
kepada TK-PTKIB.
KETIGA : Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
tugas pemulangan tenaga kerja Indonesia
bermasalah serta pekerja migran Indonesia
bermasalah sosial dan keluarganya dari
Malaysia, Kementerian/Lembaga dapat
membentuk Tim Teknis Operasional yang
susunan keanggotaan dan tugasnya ditetapkan
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang
bersangkutan.

3
KEEMPAT : Segala pembiayaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas Satgas PTKIB-PMIBS
dibebankan kepada anggaran masing-masing
Kementerian/Lembaga sesuai dengan bidang
tugasnya.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan
dengan ketentuan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Januari 2009

Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat,

Ttd

Aburizal Bakrie

4
Lampiran:
Keputusan Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat
Nomor :
05A/KEP/MENKO/KESRA/I/2009
Tanggal: 6 Januari 2009

SATUAN TUGAS PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA


BERMASALAH SERTA PEKERJA MIGRAN INDONESIA
BERMASALAH SOSIAL DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA

A. PENGARAH
Ketua Sekretaris Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Ketua I Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler,
Departemen Luar Negeri.
Ketua II Direktur Jenderal Pembinaan dan
Penempatan Tenaga Kerja, Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Anggota 1. Direktur Jenderal Pemerintahan
Umum, Departemen Dalam Negeri.
2. Direktur Jenderal Administrasi
Kependudukan, Departemen Dalam
Negeri.
3. Direktur Jenderal Bantuan dan
Jaminan Sosial, Departemen Sosial.
4. Direktur Jenderal Imigrasi,
Departemen Hukum dan HAM.
5. Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
Departemen Perhubungan.
6. Direktur Jenderal Perhubungan
Darat, Departemen Perhubungan.
7. Direktur Jenderal Perhubungan
Udara, Departemen Perhubungan.

5
8. Direktur Jenderal Anggaran dan
Perimbangan Keuangan, Departemen
Keuangan.
9. Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Departemen Kesehatan.
10. Direktur Jenderal Bina Pelayanan
Medik, Departemen Kesehatan.
11. Deputi Bidang Perlindungan,
BNP2TKI.
12. Deputi Bidang Perlindungan
Perempuan, Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan.
13. Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan,
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian.
14. Asisten Operasi Kepala Staf Umum,
MABES TNI.
15. Kepala Babinkam, MABES POLRI.
16. Duta Besar Republik Indonesia untuk
Malaysia.
B. KOORDINASI PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN
Ketua Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak,
Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat.
Wakil Ketua I Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan dan
Tenaga Kerja Indonesia, Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat.
Wakil Ketua II Direktur Perlindungan WNI dan BHI,
Departemen Luar Negeri.
Sekretaris Asisten Deputi Urusan Kesempatan Kerja
Perempuan dan Ekonomi Keluarga,
Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat.

6
Wakil Sekretaris Direktur Bantuan Sosial Korban Tindak
Kekerasan dan Pekerja Migran,
Departemen Sosial.
Anggota 1. Direktur Penempatan Tenaga Kerja
Luar Negeri, Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.
2. Direktur Pemberdayaan Keluarga,
Departemen Sosial.
3. Direktur Dokumen Perjalanan, Visa
dan Fasilitas Keimigrasian,
Departemen Hukum dan HAM.
4. Direktur Tata Negara, Departemen
Hukum dan HAM.
5. Direktur Ketentraman Ketertiban
dan Perlindungan Masyarakat,
Departemen Dalam Negeri.
6. Direktur Pendaftaran Penduduk,
Departemen Dalam Negeri.
7. Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut,
Departemen Perhubungan.
8. Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan,
Departemen Perhubungan.
9. Direktur Lalu Lintas Angkutan
Udara, Departemen Perhubungan.
10. Direktur Anggaran II, Departemen
Keuangan.
11. Direktur Bina Pelayanan Medik
Dasar, Departemen Kesehatan.
12. Direktur Surveilans Epidemiologi
Imunisasi dan Kesehatan Matra,
Departemen Kesehatan.
13. Direktur Perlindungan dan Advokasi
Kawasan Asia Pasifik dan Amerika,
BNP2TKI.
14. Direktur Pengamanan, BNP2TKI.
15. Asisten Deputi Urusan Tenaga Kerja
Perempuan, Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan.

7
16. Perwira Pembantu Utama IV, OPS,
MABES TNI.
17. Direktur Samapta, Babinkam MABES
POLRI.
18. Para Konsul Jenderal Republik
Indonesia di Malaysia.

Menteri Koordinator Bidang


Kesejahteraan Rakyat,

Ttd

Aburizal Bakrie

8
KEPUTUSAN
MENTERI KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
Nomor: 12/KEP/SESMENKO/KESRA/I/2009

TENTANG

SEKRETARIAT TIM KOORDINASI


PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH
DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA (TK-PTKIB)

MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT,

Menimbang: a. bahwa ketentuan Pasal 8 Keputusan Presiden


Indonesia Nomor 106 Tahun 2004 tentang
Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia (TK-PTKIB) menetapkan perlunya
TK-PTKIB dibantu oleh Sekretariat;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di
atas, dipandang perlu membentuk Sekretariat
TK-PTKIB;

Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999


tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3882);
2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja di Luar Negeri (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4445);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia;

1
4. Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor 10/PER/
MENKO/KESRA/III/2007 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat;
5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor 1A/KEP/
MENKO/KESRA/II/2002 tentang Pendele-
gasian Wewenang Penandatanganan
Keputusan Pembinaan dan Pemberian
Dukungan Administrasi.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR


BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
TENTANG SEKRETARIAT TIM KOORDINASI
PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA
BERMASALAH DAN KELUARGANYA DARI
MALAYSIA.
PERTAMA: Membentuk Sekretariat Tim Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
yang selanjutnya disebut Sekretariat TK-PTKIB,
dengan susunan keanggotaan terdiri dari
pejabat dan staf Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat sebagaimana
tersebut dalam lampiran Keputusan ini.
KEDUA: Sekretariat TK-PTKIB sebagaimana dimaksud
dalam diktum PERTAMA mempunyai tugas
membantu kegiatan Tim Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
(TK-PTKIB) dalam:
1. melakukan koordinasi lebih lanjut dengan
Pemerintah Malaysia atas dasar prinsip
tanggung jawab bersama;
2. melakukan koordinasi dengan Pemerintah
Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota asal
Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
dan/atau pihak-pihak lain yang dianggap
perlu;

2
3. memberikan Informasi kepada Tenaga
Kerja Indonesia di Malaysia mengenai
Kebijakan Pemerintah Malaysia yang
mengatur tentang Tenaga Kerja;
4. melakukan pendataan sebelum
keberangkatan dan pemulangan;
5. melakukan pemeriksaan dan pelayanan
kesehatan;
6. melakukan pengecekan dan pengurusan
hak-hak gaji/upah/penghasilan lain, harta
benda, piutang serta hak-hak melekat
lainnya;
7. memberikan dokumen perjalanan/Surat
Perjalanan Laksana Paspor (SPLP);
8. mengatur pengangkutan sesuai dengan
jadwal dan lokasi tujuan pemulangan/
daerah asal;
9. melaksanakan pengawalan, penjagaan,
pengamanan dan perlindungan selama
perjalanan sampai ke tempat asal;
10. meningkatkan Perpolisian Masyarakat
(Polmas) untuk pengawasan pelabuhan
dan jalur lintas tradisionil di daerah
perbatasan;
11. pemberian pelayanan kebutuhan dasar
sejak dari penampungan, selama
perjalanan sampai ke tempat asal;
12. mempersiapkan kembali menjadi tenaga
kerja Indonesia yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan;
13. menyiapkan pendidikan anak-anak tenaga
kerja Indonesia di Malaysia;
14. mensosialisasikan peluang kerja dan
berusaha di pedesaan melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat,
transmigrasi dan pengembangan
perkebunan di wilayah Indonesia.
15. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas
kepada TK-PTKIB.

3
KETIGA: Segala pembiayaan yang berkaitan dengan
kegiatan Sekretariat TK-PTKIB dibebankan
kepada DIPA Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Tahun Anggaran 2009.
KEEMPAT: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 06 Januari 2009

AN. MENTERI KOORDINATOR


BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
Sekretaris Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat,

Ttd,

Indroyono Soesilo

4
Lampiran:
Keputusan Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat
Nomor:
12/KEP/SESMENKO/KESRA/I/2009
Tanggal: 06 Januari 2009

SUSUNAN KEANGGOTAAN SEKRETARIAT TK-PTKIB


TAHUN 2009

JABATAN DALAM
No. JABATAN DALAM INSTANSI
SEKRETARIAT
1. Pengarah Sekretaris Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat.
2. Penanggung Jawab Deputi Bidang Koordinasi
Pemberdayaan Perempuan dan
Kesejahteraan Anak.
3. Koordinator Kepala Biro Perencanaan dan KLN.
4. Ketua Asisten Deputi Urusan Kesempatan
Kerja Perempuan dan Ekonomi
Keluarga.
5. Wakil Ketua Asisten Deputi Urusan Keluarga dan
Kesejahteraan Anak.
6. Sekretaris Kepala Bidang Kesempatan Kerja
Perempuan.
7. Wakil Sekretaris Kepala Bidang Ekonomi Keluarga.
8. Anggota 1. Kepala Biro Umum.
2. Kepala Biro Informasi dan
Persidangan.
3. Asisten Deputi Urusan Kualitas
Hidup Perempuan.
4. Asisten Deputi Urusan
Perlindungan Perempuan dan
Anak.
5. Asisten Deputi Urusan
Pendidikan Formal.
6. Asisten Deputi Urusan
Pendidikan Non Formal.

5
JABATAN DALAM
No. JABATAN DALAM INSTANSI
SEKRETARIAT
7. Asisten Deputi Urusan
Pelayanan Kesehatan.
8. Kepala Bagian Penyusunan
Program dan Anggaran.
9. Kepala Bagian Keuangan.
10. Kepala Bagian Perundang-
undangan dan Ortala.
11. Kepala Sub Bagian Penyusunan
Program.
12. Kepala Sub Bagian Penyusunan
Anggaran.

8. Teknis Komputasi, 1. Kepala Sub Bagian Tata Usaha


Komunikasi dan Deputi VI.
Administrasi 2. Budi Rahayu, SE, Staf Subag TU
Deputi VI.
3. Rini Rahmawati, Staf Subag TU
Deputi VI.
4. Endang Susilowati, Staf Subag
TU Deputi VI.
5. Nurdin, Staf Subag TU Deputi
VI.

AN. MENTERI KOORDINATOR


BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
Sekretaris Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat,

Ttd,

Indroyono Soesilo

6
KOORDINASI SATGAS TK-PTKIB
TAHUN 2009

Koordinasi Satgas TK-PTKIB tentang


Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan Pemulangan TKIB
Tahun 2009.
Tanjung Pinang, 14 Februari 2009

1. Dalam rangka penyempurnaan Petunjuk Pelaksanaan


Penanganan dan Pemulangan TKIB dari Malaysia Tahun 2009,
pada tanggal 14 Februari 2009 di Tanjung Pinang, Kepulauan
Riau, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi yang
dihadiri oleh Satgas TK-PTKIB (Pusat), Satgas PTKIB Tanjung
Pinang, Perwakilan RI di Johor Bahru, Malaysia, Pemerintah
Provinsi Kepulauan Riau dan Kepolisian Daerah Kepulauan
Riau.
2. Wakil Walikota Tanjung Pinang membuka rapat koordinasi dan
mengharapkan penanganan masalah TKIB dilakukan dengan
pendekatan kemanusiaan tetapi harus diimbangi dengan upaya
pemberdayaan calon tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja di
bawah koordinasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Selain
peningkatan keterampilan, calon tenaga kerja perlu dibekali
dengan pengetahuan tentang sosial budaya negara tujuan.
3. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak melalui sambutan
tertulisnya menyampaikan penghargaan kepada Satgas PTKIB
Tanjung Pinang yang telah memberikan layanan dengan baik
kepada TKIB yang dipulangkan melalui Tanjung Pinang.
Diperkirakan pemulangan TKIB masih akan terus terjadi dan
agar pelayanan dapat diselenggarakan dengan baik dan tertib
administrasi, diperlukan petunjuk pelaksanaan Penanganan dan
Pemulangan TKIB dari Malaysia. Berdasarkan pengalaman
Satgas PTKIB Tanjung Pinang, diharapkan Juklak dapat
disempurnakan sebelum ditetapkan oleh Pimpinan.

1
4. Ketua Satgas PTKIB Tanjung Pinang memaparkan
perkembangan dan permasalahan penanganan TKIB di Tanjung
Pinang, antara lain kebutuhan akan adanya tempat
penampungan dan sarana prasarananya, layanan kesehatan
termasuk yang mengalami gangguan kejiwaan, kerjasama
dengan Pemerintah Daerah Asal, dan perlunya rekomendasi dari
Atasan bagi anggota TNI yang ingin mengambil saudaranya yang
menjadi TKIB.
5. Dari diskusi yang berkembang, dihasilkan beberapa kesimpulan
dan tindak lanjut sebagai berikut:
1) Perlu segera dibentuk Satgas PTKIB Provinsi Kepulauan
Riau untuk mengkoordinasikan penanganan dan
pemulangan TKIB/PMBS di daerah entry point di Provinsi
Kepulauan Riau yaitu di Tanjung Pinang, Tanjung Balai
Karimun, dan Batam.
2) Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau perlu memiliki tempat
penampungan yang memadai untuk memberikan pelayanan
kepada TKIB/PMBS yang banyak dipulangkan melalui
Provinsi Kepulauan Riau.
3) Diperlukan adanya pengawalan dari kepolisian dalam
transportasi TKIB/PMBS dan pendampingan petugas
kesehatan selama dalam perjalanan dari entry point ke
daerah asal TKIB.

2
4) Peningkatan operasional Balai Latihan Kerja untuk
meningkatkan kompetensi calon TKI dan atau calon pekerja
migran Indonesia.
5) Perlu klinik kesehatan jiwa di RSU Tanjung Pinang untuk
menampung dan merawat TKIB/PMBS yang memerlukan.
Dalam hubungan ini, perlu ditingkatkan kerjasama dengan
Shelter dan Rumah Singgah ”Engku Putri” di bawah
koordinasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
6) Pengembangan Perpolisian Masyarakat (Polmas) dalam
meningkatkan pengawasan pelabuhan dan lorong-lorong
tradisionil yang dipergunakan untuk keluar masuknya
pekerja migran non prosedural di daerah perbatasan, yang
rawan dengan tindak pidana perdagangan orang,
penyelundupan orang (people smuggling), penyelundupan
senjata dan narkoba termasuk pelaku terorisme.
7) Perlu screening kesehatan oleh Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) untuk mencegah keluar masuknya
penyakit yang berpotensi wabah dan penyakit menular
dengan tetap mempertimbangkan agar tidak menambah
beban bagi TKIB/PMBS dan atau calon TKI/PM.
8) Memperjuangkan ketersediaan anggaran yang memadai
untuk Operasional Satgas PTKIB Daerah dan peningkatan
pelayanan kepada TKIB/PMBS.
9) Peningkatan pemberdayaan ekonomi di Provinsi Kepulauan
Riau dan provinsi lainnya melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dalam rangka
meningkatkan kesempatan kerja di dalam negeri.
10) Sejalan dengan Keputusan Kepala BNP2TKI No.
KEP.128/KA-PEN-PP/IV/2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penempatan Kembali TKIB di Tanjung Pinang
Kepulauan Riau, perlu ada kejelasan dan ketegasan tugas
dan tanggung jawab antara Satgas PTKIB yang selama ini
telah menangani pemulangan TKIB/PMBS dengan Tim
Penempatan Kembali TKIB, sehingga perlu diatur secara
khusus.
11) Untuk meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah
Asal TKIB/PMBS, perlu dilakukan koordinasi antara
Pemerintah Daerah entry point dangan Pemerintah Daerah
Asal dengan difasilitasi oleh Kementerian Koordinator
Bidang Kesra. ***

3
Koordinasi Satgas TK-PTKIB tentang
Pembiayaan Transportasi Pemulangan TKI/TKW
Bermasalah dari Timur Tengah (Kuwait dan Jeddah)
Jakarta, 9 Oktober 2009

1. Dalam rangka membahas pembiayaan transportasi pemulangan


TKI/TKW Bermasalah dari Timur Tengah (Kuwait dan Jeddah),
pada hari Jumat, 9 Oktober 2009 Satgas TK-PTKIB mengadakan
rapat koordinasi terbatas yang dihadiri oleh Depnakertrans,
BNP2TKI, Dit. Perlindungan WNI dan BHI, Deplu, Perwakilan RI
Kuwait, PT. Garuda Indonesia, Konsorsium Asuransi, dan
Asosiasi PJTKI (APJATI).
2. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak selaku Satgas TK-PTKIB
memandu rapat koordinasi membahas kemungkinan alokasi
kewajiban dan teknis pembayaran tiket Garuda untuk
mengangkut TKI/TKW-B dari Kuwait dan Jeddah, yang
direncanakan akan tiba di Jakarta bulan November 2009.
Untuk terselenggaranya penerbangan Garuda tersebut,
diperlukan adanya perjanjian antara PT. Garuda Indonesia (GI)
dengan Kemenko Kesra yang menjamin mengenai masalah
pembayaran tiket dari Jeddah dan Kuwait yang harganya akan
disepakati antara Pemerintah dan PT. Garuda Indonesia.
Untuk biaya tiket TKI/TKW-B dari Jeddah menjadi tanggung
jawab Deplu dalam penyelesaiannya, sementara TKI/TKW-B
Kuwait, karena mereka semua melalui penempatan resmi,
diharapkan Konsorsium Asuransi dan APJATI membantu
pembayaran tiket pesawat dari Kuwait ke Jakarta, dan dari
Jakarta ke daerah asal masing-masing berkoordinasi dengan
BNP2TKI.
3. BNP2TKI menyampaikan kesiapannya untuk membiayai 300
tiket yang dialokasikan untuk pemulangan TKI/TKW-B dari
Kuwait. Namun BNP2TKI sifatnya melengkapi kekurangan biaya
pemulangan yang tidak dapat dipenuhi dari klaim asuransi dan
dari APJATI.
4. Dit. Perlindungan WNI dan BHI menyampaikan bahwa alokasi
dana Deplu akan disalurkan melalui Perwakilan RI setempat, dan
sifatnya juga melengkapi kekurangan biaya pemulangan, yang
tidak dapat dipenuhi dari klaim asuransi dan dari APJATI, serta
dari BNP2TKI. Deplu menyatakan bahwa biaya pemulangan
TKI/TKW-B dari Jeddah, menjadi tanggung jawab Deplu dan
akan dikoordinasikan secara terpisah.

4
5. Perwakilan RI Kuwait akan menyampaikan tentatif daftar
TKI/TKW-B yang akan dipulangkan melalui pesawat Garuda
bulan November 2009, sebagai bahan bagi BNP2TKI,
Konsorsium Asuransi dan APJATI untuk meneliti jumlah
TKI/TKW-B yang berhak mendapat klaim asuransi dan atau
biaya pemulangannya.
6. Depnakertrans menyampaikan bahwa pada prinsipnya TKI
berhak atas klaim asuransi untuk biaya pemulangannya. Namun
memerlukan penelitian terhadap daftar TKI/TKW-B yang
dipulangkan apakah masih memenuhi persyaratan untuk klaim
asuransi. Depnakertrans akan mengkoordinasikan kegiatan
verifikasi tersebut.
7. Konsorsium Asuransi menyampaikan bahwa berdasarkan
informasi tentang TKI/TKW Bermasalah di Kuwait, akan
diketahui jumlah yang bisa memperoleh klaim asuransi.
Selanjutnya mengenai ketentuan premi Rp 400.000,- per calon
TKI, dalam prakteknya terjadi ”perang” discount sehingga ketika
terjadi klaim mengalami kesulitan. Sebetulnya sudah ada sistem
data base SISCO, yang informasinya dipasok oleh BNP2TKI,
Konsorsium (data asuransi), demikian pula data medical check-
up dari lembaga kesehatan. Namun sistem ini jalannya tersendat-
sendat sehingga tidak efektif. Diperlukan pengaturan terhadap
asuransi TKI yang habis kontrak (2 tahun) dan melakukan
perpanjangan kontrak kerja di luar negeri.
8. APJATI juga akan meneliti TKI/TKW-B yang akan dipulangkan
dari Kuwait, untuk mengetahui berapa jumlah orang yang dapat
didukung pendanaannya dari APJATI.
9. Dari diskusi yang berkembang, dihasilkan beberapa kesimpulan
dan tindak lanjut sebagai berikut:
1) Sudah seharusnya pemulangan TKI/TKW Bermasalah dari
Kuwait menjadi tanggung jawab Konsorsium Asuransi dan
APJATI. Baru bagi yang tidak memenuhi persyaratan klaim,
menjadi tanggung jawab Pemerintah (BNP2TKI, Deplu).
2) Diharapkan data dari Perwakilan RI Jeddah dan Kuwait
dapat segera diterima oleh para pihak sehingga masing-
masing sudah dapat mengetahui jumlah TKI/TKW-B yang
akan didukung pendanaannya, yang selanjutnya akan
dituangkan dalam MoU dengan PT. Garuda Indonesia.***

5
Koordinasi Satgas TK-PTKIB tentang
Penerimaan Pemulangan TKIB Timur Tengah
Tahun 2009
Jakarta, 21 Oktober 2009

1. Dalam rangka teknis penerimaan dan pemulangan TKIB dari


Timur Tengah, pada hari Rabu tanggal 21 Oktober 2009 di
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Satgas
TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh
Satgas TK-PTKIB (Pusat), BNP2TKI, dan Satuan Pelayanan
Kepulangan TKI (SPKTKI) Bandara Soekarno-Hatta, Banten,
Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta, serta LSM Peduli
Buruh Migran dan IOM Jakarta.
2. Asisten Deputi Menko Kesra Urusan Kesempatan Kerja
Perempuan dan Ekonomi Keluarga mewakili Satgas TK-PTKIB
memandu rapat koordinasi dan menyampaikan rencana
penerimaan pemulangan TKI Bermasalah dari Kuwait sebanyak
72 orang yang akan tiba di Bandara Soekarno Hatta hari Senin, 26
Oktober 2009. Dari Kuwait 72 orang TKIB dipulangkan
menggunakan pesawat ke Singapura menggunakan Singapore
Airlines SQ457, dan dari Singapore ke Jakarta, sejumlah 36 orang
menggunakan pesawat Singapore Airlines SQ960 (diperkirakan
tiba di Jakarta pukul 16.00 WIB) dan 36 orang lainnya
menggunakan Singapore Airlines SQ962 (diperkirakan tiba di
Jakarta pukul 18.00 WIB).
Sesuai dengan petunjuk TK-PTKIB, atas permintaan Bareskrim
yang akan menyelidiki kasus pengiriman TKI di bawah umur yang
kemudian menjadi TKI Bermasalah, rombongan TKIB Kuwait
akan dibawa ke Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC)
Departemen Sosial untuk pendataan, menerima perlakuan
pembinaan dari pekerja sosial dan penyelidikan dari Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Bareskrim Mabes
Polri, untuk kemudian baru dipulangkan ke daerah asalnya.
Perlakuan ini dipertimbang-kan perlu untuk dilakukan agar TKIB
Kuwait mendapat informasi yang benar mengenai cara bermigrasi
yang aman dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
oleh pemerintah.

6
Pembagian tugas disesuaikan dengan tupoksi kementerian/
lembaga sebagai berikut:
Penerimaan TKIB Kuwait di Bandara Soekarno-Hatta
dilakukan oleh Deplu, kemudian diserahkan kepada BNP2TKI
untuk dibawa ke RPTC Depsos.
Pengangkutan dari Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC Depsos
menjadi tanggung jawab BNP2TKI, dengan pengawalan dari
Babinkam Polri.
Penampungan TKIB Kuwait di RPTC Depsos menjadi tanggung
jawab RPTC Depsos demikian pula pengamanannya,
bekerjasama dengan pihak Babinkam Polri dan keamanan
setempat. Diperlukan surat dari Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat kepada Depsos untuk dapat
menggunakan dana APBN-P Tahun 2009 yang dialokasikan ke
Depsos guna penanganan TKIB dari Kuwait dan dari daerah
Timur Tengah lainnya.
UPPA Bareskrim Polri akan melakukan penyelidikan di RPTC,
dan jika telah selesai, RPTC Depsos akan menghubungi
BNP2TKI up SPKTKI Bandara Soekarno-Hatta untuk
memulangkan TKIB Kuwait dari RPTC Depsos ke daerah asal
masing-masing.
IOM akan membantu biaya transportasi dari Bandara
Soekarno-Hatta ke RPTC Depsos jika diperlukan, dan akan
mengirim Pekerja Sosial IOM dan LSM Peduli Buruh Migran
untuk ikut bergabung dengan Pekerja Sosial RPTC Depsos.
Kepada Dinas Tenaga Kerja sebagai embrio Satgas
Pemulangan TKIB DKI Jakarta, dimohon agar membantu
penanganan TKIB di RPTC Bambu Apus, dengan
mengkoordinasikan Dinas Kesehatan agar menugaskan
Puskesmas Bambu Apus sebagai lembaga kesehatan yang
berwenang merujuk TKIB yang sakit di RPTC Depsos, ke RS
Rujukan yang ada di Jakarta.
Model penerimaan TKIB Kuwait ini akan diberlakukan untuk
menerima kepulangan TKIB dari Kuwait dan dari Timur
Tengah lainnya, yang akan segera dipulangkan oleh Pemeritah
RI.
3. UPPA Bareskrim Polri menyambut baik dukungan dari berbagai
pihak yang telah memfasilitasi upaya penyelidikan bagi
penegakan hukum kepada pelaku yang mengirimkan TKI di
bawah umur sehingga menjadi bermasalah. Untuk keperluan

7
penyelidikan diperkirakan memerlukan waktu maksimal
seminggu dan akan dimulai esok hari setelah para TKIB Kuwait
beristirahat. Dengan demikian UPPA Bareskrim tidak ikut dalam
rombongan penjemput dari Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC
Bambu Apus.
4. Kasubdit Pemulangan BNP2TKI yang didampingi oleh Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) yang bersangkutan, bersedia
menerima tanggung jawab pengangkutan TKIB Kuwait dari
Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC Depsos, dan dari RPTC Depsos
ke daerah asal masing-masing. Pihak BNP2TKI memohon
dibuatkan surat dari Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat untuk keperluan administrasi.
5. Kepala SPKTKI Selapanjang Bandara Soekarno-Hatta
menyatakan memang daya tampung yang tersedia di GPKTKI
sekitar 50 orang dan telah terisi 25 orang, sehingga menyetujui
jika TKIB Kuwait langsung dibawa ke RPTC Depsos. Untuk
keperluan pendataan, GPKTKI akan berkoordinasi dengan RPTC
Depsos dan UPPA Bareskrim Polri. Kepala SPKTKI menyambut
baik pekerjaan sosial yang diberlakukan kepada TKIB, dan
mengharapkan agar untuk TKIB yang jumlahnya kurang dari 10
orang dapat diberikan perlakuan pekerjaan sosial tersebut di
GPKTKI. Permintaan ini oleh Depsos akan diteruskan kepada
Pimpinan agar dapat menempatkan Pekerja Sosial di GPKTKI
Selapanjang Bandara Soekarno-Hatta.
6. Babinkam Polri telah siap dengan personil pengamanan dan
pengawalan dari Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC Depsos.
Selanjutnya untuk pengamanan di RPTC Depsos akan diserahkan
kepada Security RPTC dengan dukungan dari Kepolisian
setempat.
7. IOM Jakarta sebagaimana penyambutan TKIB dari Kualalumpur,
Malaysia menyetujui TKIB Kuwait langsung dibawa ke RPTC
Depsos karena beberapa keterbatasan yang ada di GPKTKI
Selapanjang terutama dikaitkan dengan keperluan penyelidikan
Kepolisian. IOM Jakarta akan menyertakan Pekerja Sosialnya
untuk ikut dalam Tim Penerimaan dan mendampingi sampai ke
dan selama di RPTC Depsos di Bambu Apus.
8. LSM Peduli Buruh Migran menyampaikan beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian berdasarkan pengalamannya
bekerjasama dengan Satgas PTKIB Tanjungpriok Jakarta.

8
9. Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta menyanggupi untuk
menghubungi Dinas Kesehatan DKI Jakarta agar menunjuk
Puskesmas Bambu Apus sebagai lembaga kesehatan yang diberi
wewenang untuk merujuk TKIB yang sakit di RPTC Depsos di
Bambu Apus.
10. Dari diskusi yang berkembang, dihasilkan beberapa kesimpulan
dan tindak lanjut sebagai berikut:
1) Penerimaan di Bandara Soekarno-Hatta akan didukung Staf
dari BNP2TKI, Deplu, Kemenko Kesra, Babinkam Polri dan
IOM, dan akan langsung membawa TKIB Kuwait ke RPTC
Depsos.
2) Komunikasi melalui HP akan dipergunakan jika ada hal-hal
yang perlu dikoordinasikan guna mendapat penyelesaian
bersama.
3) Model penerimaan TKIB Kuwait tahap pertama ini akan
dievaluasi untuk penerimaan rombongan TKIB Kuwait
selanjutnya. ***

9
Koordinasi Satgas TK-PTKIB tentang
Pemulangan TKI/TKW Bermasalah dari Timur Tengah

Jakarta, 30 Oktober 2009

1. Dalam rangka pemulangan TKI/TKW Bermasalah dari Timur


Tengah yang jumlahnya telah melebihi daya tampung shelter
Perwakilan RI setempat dan telah menjadi isu nasional, pada
tanggal 30 Oktober 2009 di Kementerian Koordinator Bidang
Kesjahteraan Rakyat, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat
koordinasi yang dihadiri oleh Satgas TK-PTKIB (Pusat), PT.
Garuda Indonesian (PT. GI), APJATI, Konsorsium Asuransi, dan
Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta.
2. Sekretaris Menko Kesra selaku Sekretaris Satgas TK-PTKIB
memandu rapat koordinasi yang diarahkan untuk membahas
kemungkinan pemulangan TKIB dari Timur Tengah
menggunakan pesawat Garuda yang mengangkut jemaah haji dan
kembali dalam keadaan kosong. Hal ini perlu dilakukan karena
telah menjadi isu nasional dan walaupun di luar kewenangan
Satgas TK-PTKIB, jika diperlukan akan dirubah payung
hukumnya.
3. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak mempresentasikan hasil Tim
Interdep yang dipimpin Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang
Ketenagakerjaan yang melalui fasilitasi dan dukungan IOM
Jakarta, bulan September 2009 berkunjung ke negara Malaysia
dan Singapura, kemudian bulan Oktober 2009 berkunjung ke
negara Kuwait dan Bahrain.
Khususnya di Kuwait, dilaporkan ada 686 TKI/TKW Bermasalah
yang tinggal di shelter KBRI Kuwait yang daya tampungnya hanya
100 orang, dan menurut informasi juga ada di shelter-shelter
Perwakilan RI lainnya di Timur Tengah yang secara keseluruhan
diperkirakan lebih dari 1.208 TKI/TKW-B yang perlu segera
ditangani, dan hal ini telah dibahas dalam rapat koordinasi di
Kemenko Perekonomian hari Rabu, 21 Oktober 2009, yang
menyepakati penyediaan tiket pulang (BNP2TKI, Asuransi,
APJATI), dan untuk keperluan penyelidikan TKI/TKW-B
underages, Bareskrim Mabes Polri meminta untuk ditampung di
RPTC Depsos sekaligus untuk asesmen rehab psiko, dan

10
selanjutnya dipulangkan ke daerah asal masing-masing oleh
BNP2TKI.
Dari 109 orang yang dipulangkan dari Kuwait tgl. 26 dan 28
Oktober 2009 dengan menggunakan alokasi tiket dari BNP2TKI,
telah ditampung di RPTC Depsos, namun ada 9 orang TKI/TKW-
B melarikan diri dengan cepat yang diduga mendapat bantuan
dari pihak luar. Sisanya dalam proses BAP Kepolisian dan
rencana akan dipulangkan ke daerah asal masing-masing
kemungkinan hari Senin 2 November 2009. Diperlukan
pengaturan lebih lanjut untuk pemulangan TKI/TKW-B dari
Kuwait selanjutnya dan juga dari wilayah Timur Tengah lainnya.
4. Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Ketenagakerjaan
menyampaikan bahwa kunjungan Tim Interdep ke Kuwait telah
mendapat sambutan baik dari Pemerintah Kuwait yang kemudian
ditindaklanjuti dengan melakukan peninjauan dan melaksanakan
finger printing di shelter KBRI Kuwait. Percepatan finger
printing memungkinkan 109 orang TKI/TKW-B Kuwait
dipulangkan ke Jakarta. Berdasarkan rapat di Kemenko
Perekonomian 21 Oktober 2009, disepakati bahwa 300 tiket akan
dibantu BNP2TKI, 100 tiket dari Apjati dan 100 tiket lainnya dari
Konsorsium Asuransi, sementara kekurangannya dari Deplu.
Kondisi terakhir diinformasikan bahwa jumlah TKI/TKW-B di
shelter Kuwait sekarang menjadi 808 orang, dikurangi dengan
109 orang yang telah dipulangkan berarti tinggal 699 orang, dan
ada 351 orang di antaranya yang selesai diperiksa. Mengenai
rencana pemulangan menggunakan pesawat Garuda belum
dibahas dalam rakor tersebut.
5. Deputi Perlindungan Perempuan KNPP menyampaikan jika
TKI/TKW-B Kuwait sudah ada yang siap, kiranya dapat
dipulangkan terlebih dulu, dan jika menggunakan pesawat
Garuda perlu mempertimbangkan waktunya yang hanya 1 bulan
(musim haji). Dipertanyakan kenapa pemulangan TKI/TKW-B
dari Kuwait harus ditampung lebih dahulu (tidak langsung
dipulangkan), demikian pula kepulangan TKI kenapa harus
diarahkan ke Gedung Pendataan Kepulangan TKI (GPKTKI)
Selapanjang.
6. Direktur Perlindungan WNI dan BHI Deplu menyampaikan
bahwa sudah berpengalaman dalam hal diplomasi dan
mengharapkan dalam koordinasi tetap didasarkan kepada tugas
pokok dan fungsi masing-masing. Dalam hal TKI Bermasalah,
Deplu menyampaikan perlunya pembenahan di dalam negeri,
karena berbagai prosedur seperti pelaporan penempatan TKI ke

11
negara tujuan yang seharusnya dilaporkan ke Perwakilan RI,
tidak pernah dilakukan. Diinformasikan bahwa Deplu telah siap
dengan dana sebesar Rp 9 milyar untuk pemulangan TKIB.
Perihal rencana pemulangan TKI/TKW-B dengan pesawat
Garuda disampaikan bahwa untuk penerbangan haji tidak
dimungkinkan pulangnya dipergunakan untuk mengangkut TKIB
karena kesepakatan yang ada Garuda harus pulang dalam
keadaan kosong. Ditambahkan pula bahwa Deplu – dalam rangka
Program 100 Hari - kini juga sedang mempersiapkan kepulangan
orang Irian di PNG yang berniat kembali ke Indonesia.
7. PT. GI menyampaikan keprihatinan terhadap masalah TKI/
TKW-B yang ada di shelter di Kuwait dan Timur Tengah lainnya
dan menyatakan bahwa pemulangan TKI/TKW-B merupakan
masalah kemanusiaan yang harus segera dilaksanakan. Untuk itu,
PT. GI akan mengatur penerbangan Garuda reguler (bukan
pesawat haji) hari Senin, 9 November 2009 dari Jeddah menuju
Kuwait, dan dijadwalkan berangkat dari Kuwait pukul 23.00
waktu Kuwait menuju Jakarta, dan diperkirakan tiba di Jakarta
hari Selasa, 10 November 2009 pukul 13.00 WIB. Kapasitas
angkut pesawat Garuda sejumlah 425 orang, mohon agar dapat
dipersiapkan, dan soal pembayaran tiket dapat dibicarakan dalam
kesempatan tersendiri.
Informasi PT. GI ini disambut baik oleh Sekretaris Kemenko
Kesra, dan sore ini juga akan mengirim surat ke Bapak Menteri
Luar Negeri mengenai rencana ini dan memohon bantuan untuk
berkoordinasi dengan Pemerintah Kuwait guna membantu proses
perijinan sehingga sejumlah 425 TKI/TKW-B di shelter KBRI
Kuwait pada hari Senin, 9 November 2009 telah siap dan dapat
diberangkatkan pulang ke Indonesia.
Staf Ahli Kemenko Perekonomian Bidang Ketenagakerjaan
mengusulkan agar diutus Tim yang terdiri dari Kemenko Kesra,
Depnakertrans dan Deplu ke Kuwait untuk membantu kelancaran
pelaksanaan rencana ini. Namun usulan ini ditanggapi oleh
Sekretaris Kemenko Kesra agar sebaiknya pengaturannya dan
penyiapannya diserahkan kepada yang berwenang yaitu
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI terkait.
8. APJATI menyampaikan bahwa telah menyiapkan 100 tiket dan
berencana untuk segera pergi ke Kuwait untuk realisasi
pemulangan TKI/TKW-B Kuwait ke Indonesia. APJATI bisa
mengupayakan tiket sampai 150 tiket, namun mengharapkan agar
pemulangan TKI/TKW-B ke Indonesia dapat menggunakan

12
pesawat reguler sesuai dengan jumlah kesiapan release bagi
TKI/TKW-B dari Pemerintah Kuwait.
Pernyataan APJATI ini ditanggapi Sekretaris Kemenko Kesra agar
menunda perjalanan ke Kuwait, dan mengintegrasikan dana
penyediaan tiket yang ada untuk mendukung rencana
pemulangan TKI/TKW-B Kuwait dengan pesawat Garuda tanggal
9-10 November 2009.
9. Depsos menyampaikan tanggapan bahwa untuk menyambut
kepulangan 425 TKI/TKW-B dari Kuwait tanggal 10 November
2009, perlu persiapan teknis yang matang karena daya tampung
RPTC Depsos hanya 200 orang. Sehingga diperlukan prosedur
penyambutan, yang mungkin hanya yang diperlukan untuk
penyelidikan Kepolisian yang ditampung di RPTC Depsos.
Menanggapi hal ini, Babinkam Polri menginformasikan bahwa
penyelidikan terkait masalah TKI/TKW-B Kuwait dilakukan oleh
Polwan Unit Perempuan dan Anak (UPPA) Bareskrim Polri, yang
mungkin dapat dilakukan secara cepat dengan menambah
personil yang ada, sehingga bagi TKI/TKW-B dari Kuwait yang
masalahnya ringan dapat segera dipulangkan ke daerah asal
masing-masing.
10. Sekretaris Ditjen Binapenta Depnakertrans menjelaskan bahwa
berdasarkan pengalaman pemulangan TKI/TKW-B dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu (i) membentuk task-force dalam
rangka Program 100 Hari (ii) charter pesawat khusus untuk
pemulangan, dan (iii) melaksanakan pemulangan mengunakan
pesawat reguler.
Disampaikan bahwa Depnakertrans sedang menggarap MoU
dengan Pemerintah Kuwait yang akan meningkatkan
perlindungan pekerja informal (Pekerja Rumah Tangga), namun
pembahasan melalui join workgroup baru disetujui Pemerintah
Kuwait akhir November 2009.
Depnakertrans menyetujui jika koordinasi pemulangan
TKI/TKW-B dari luar negeri diperluas dengan payung hukum
yang kuat.
11. Asosiasi PPTKIS (non APJATI) menyampaikan bahwa bersedia
membantu penyediaan tiket tambahan untuk pemulangan
TKI/TKW-B. Disarankan agar data dari KBRI Kuwait dapat
dipilah dan dipergunakan untuk mengklaim pihak asuransi, yang
dalam hal ini juga dapat berperan serta dalam pemulangan
TKI/TKW-B.

13
Pernyataan ini ditanggapi Sekretaris Kemenko Kesra agar
Asosiasi bersedia untuk mengintegrasikan kesediaan tiket yang
ada untuk mendukung pemulangan 425 orang TKI/TKW-B
Kuwait tanggal 9-10 November 2009. Mekanismenya akan
dibahas lebih lanjut dalam pertemuan yang lebih teknis.
12. IOM Jakarta mengingatkan bahwa banyak diantara TKI/TKW-B
Kuwait yang dapat dikategorikan sebagai trafficking in persons
sehingga IOM mengharapkan tetap diadakan interview untuk
mengidentifikasi masalah tersebut.
Mengenai keterlibatan IOM ini, Staf Ahli Kemenko Perekonomian
Bidang Ketenagakerjaan menyarankan agar IOM Jakarta dapat
berkoordinasi dengan IOM Kuwait untuk membantu
merekomendasikan ke Pemerintah Kuwait sehigga proses
perijinan untuk rencana pemulangan 425 TKI/TKW-B dan
lainnya di shelter KBRI Kuwait dapat terlaksana dengan baik.
13. Dari diskusi yang berkembang, dihasilkan beberapa kesimpulan
dan tindak lanjut sebagai berikut:
1) Disepakati rencana pemulangan 425 TKI/TKW-B dari Kuwait
yang akan diangkut dengan Pesawat Garuda, berangkat pukul
23.00 waktu Kuwait hari Senin, 9 November 2009, dan tiba
di Jakarta pukul 13.00 WIB hari Selasa, 10 November 2009.
Kedatangan TKI/TKW-B dari Kuwait akan disambut oleh
Menko Kesra, Menteri Perhubungan, Menteri Luar Negeri
dan Menteri lainnya terkait.
Kemenko Kesra hari Jumat, 30 Oktober 2009 sore ini juga
akan mengirim surat kepada Menteri Luar Ngeri agar
berkenan menghubungi Menteri Luar Negeri Kuwait untuk
membantu rencana tersebut. Surat akan ditembuskan kepada
Menteri terkait, termasuk PT. GI agar dapat dipergunakan
untuk tindakan selanjutnya.
Dit. Perlindungan WNI dan BHI Deplu akan segera mengirim
kawat ke Perwakilan RI Kuwait untuk segera bergerak
menyiapkan pelaksanaan rencana tersebut.
Semua kegiatan yang berlangsung di luar negeri, sebagai
leading sector adalah Departemen Luar Negeri dan
Perwakilan RI yang bersangkutan.

14
2) Serah-terima TKI/TKW-B dari Kuwait di Bandara Soekarno-
Hatta, diserahkan oleh Deplu kepada BNP2TKI, dan bagi
TKI/TKW-B yang berdasarkan screening harus masuk ke
RPTC Depsos, diserahkan oleh BNP2TKI kepada Depsos.
Penerimaan TKI/TKW-B di Bandara Soekarno-Hatta sebagai
leading-sector adalah BNP2TKI, sedang selama berada di
RPTC Depsos, leading sector-nya adalah Depsos.
3) Secara teknis, sebelum kedatangan TKI/TKW-B dari Kuwait
akan diselenggarakan rapat koordinasi antara kementerian/
lembaga yang terkait. ***

15
Koordinasi Satgas TK-PTKIB tentang
Pemulangan TKI/TKW Bermasalah dari Timur Tengah
(Kuwait dan Jeddah).
Jakarta, 16 November 2009

1. Dalam rangka membahas pemulangan TKI/TKW Bermasalah


dari Timur Tengah, pada hari Senin, 16 November 2009 Satgas
TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh PT.
Garuda Indonesia (PT. GI), Konsorsium Asuransi (Konsorsium
ADIRA, Konsorsium JASINDO, Konsorsium JAS/BUMI
PUTERA, Konsorsium DHAMAN SYAMIL, dan Konsorsium
Mitra Sejahtera), dan Asosiasi PJTKI (APJATI) yang dilakukan
dengan berkomunikasi melalui telepon.
2. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak selaku Satgas TK-PTKIB
memandu rapat koordinasi membahas alokasi kewajiban dan
teknis pembayaran tiket Garuda yang telah mengangkut 406
TKI/TKW-B dari Kuwait dan Jeddah, dan telah tiba di Jakarta
dengan selamat pukul 13.30 WIB hari Selasa, 10 November 2009.
Pihak Konsorsium berdasarkan data yang telah diberikan pada
hari Rabu, 11 November 2009, dari 326 TKI/TKW Bermasalah
dari Kuwait, diminta menyampaikan berapa orang yang dapat
dibiayai dari asuransi untuk membayar tiket tersebut, dan sisanya
akan dipenuhi oleh BNP2TKI.
Sementara untuk biaya pemulangan 80 orang TKI/TKW
Bermasalah dari Jeddah menjadi tanggung jawab Deplu yang
akan membayar biaya tiket melalui Perwakilan RI Jeddah.
3. Depnakertrans yang ditugasi untuk mengkoordinir penyeleksian
data TKI/ TKW Bermasalah yang memungkinkan dibiayai
konsorsium asuransi dan Apjati, melaporkan sebagai berikut:
a. APJATI: 100 Orang.
b. Konsorsium ADIRA: 35 orang
c. Konsorsium JASINDO: 8 orang
d. Konsorsium JAS/BUMI PUTERA: 33 orang
e. Konsorsium DHAMAN SYAMIL: 8 orang
f. Konsursium Mitra Sejahtera: 2 orang
Total tiket dari Konsorsium Asuransi dan APJATI: 186 orang,
sehingga sejumlah 140 orang akan dibiayai dari BNP2TKI.

16
4. Berdasarkan alokasi tersebut kemudian dibuat Surat Perjanjian
Pengangkutan TKI tertanggal 9 November 2009, antara pihak PT.
GI dengan BNP2TKI, Konsorsium Asuransi dan APJATI. Surat
Perjanjian tersebut dilengkapi dengan materai dalam rangkap 9
(sembilan) untuk masing-masing pihak.

5. Mengingat penandatangan perjanjian dari PT. GI (Senior General


Manager) berhalangan hadir, maka Surat Perjanjian sepenuhnya
diserahkan kepada PT. GI untuk melengkapi tanda-tangan para
pihak. PT. GI diwajibkan untuk segera mengeluarkan invoice
dengan persyaratan yang diperlukan dan segera menyampai-
kannya kepada Konsorsium Asuransi, APJATI dan BNP2TKI,
sehingga pembayaran melalui transfer dapat segera dilaksanakan.
Copy dari bukti pembayaran mohon dapat disampaikan ke
Kemenko Kesra sebagai bahan laporan kepada Pimpinan.
6. Dit. Perlindungan WNI dan BHI menyampaikan bahwa alokasi
dana Deplu akan disalurkan melalui Perwakilan RI Jeddah,
sehingga PT. GI diharapkan segera menemui Deplu untuk
menyelesaikan dokumen dan persuratan yang diperlukan. PT. GI
diharapkan dapat segera menyampaikan penagihan kepada
Perwakilan RI Jeddah.
7. BNP2TKI menyampaikan bahwa kewajiban Konsorsium Asuransi
dan APJATI tidak hanya biaya pemulangan dari Kuwait ke
Jakarta, tetapi sampai ke daerah asalnya yang sejauh ini masih
ditalangi oleh BNP2TKI, yang akan ditagihkan kepada yang
bersangkutan.

17
Secara terpisah, BNP2TKI memohon kepada PT. GI agar
diberikan kelonggaran dari ketentuan waktu dalam Perjanjian,
untuk pembayaran tiket mengingat sistem penganggaran
pemerintah seringkali ada kelambatan. Secara prinsip, pihak PT.
GI dapat menerimanya.
8. Tindak lanjut:
1) PT. GI akan melengkapi tanda-tangan para pihak dalam Surat
Perjanjian, dan akan segera mengeluarkan invoice dengan
bukti-bukti yang diperlukan kepada Konsorsium Asuransi,
APJATI dan BNP2TKI sesuai dengan alokasi pembiayaan
yang telah disepakati.
2) Copy bukti pembayaran dari Konsorsium Asuransi, APJATI
dan BNP2TKI akan disampaikan dan dilaporkan kepada
Kemenko Kesra.
3) PT. GI akan segera mengubungi Dit. Perlindungan WNI dan
BHI, Deplu, untuk menyelesaikan dokumen dan surat-
menyurat serta penagihan biaya pengangkutan TKI/TKW
Bermasalah dari Jeddah ke Perwakilan RI Jeddah. ***

18
Koordinasi Sosialiasi
Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan Pemulangan TKIB
Tahun 2009 di Kabupaten Nunukan
Provinsi Kalimantan Timur
Nunukan, 3 Desember 2009

1. Dalam rangka Sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan


Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
Tahun 2009, pada hari Kamis tanggal 3 Desember 2009, di
Ruang Rapat Kantor Bupati Kabupaten Nunukan Provinsi
Kalimantan Timur, Satgas TK-PTKIB bekerjasama dengan Satgas
PTKIB Nunukan, mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri
anggota Satgas Pemulangan TKIB Kabupaten Nunukan, Forum
Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Nunukan, dan Asosiasi
PPTKIS/ PJTKI Kabupaten Nunukan.
2. Asdep Menko Kesra Urusan Kesempatan Kerja Perempuan dan
Ekonomi Keluarga membacakan sambutan Deputi Menko Kesra
Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan
Anak yang mengemukakan pentingnya petunjuk pelaksanaan
Penanganan dan Perlindungan TKIB bagi aparat pelaksana di
lapangan agar dapat memberikan layanan yang sebaik-baiknya
bagi TKI Bermasalah dan keluarganya dari sejak di Malaysia
sampai dengan ke daerah asalnya.
Deputi juga mengingatkan bahwa TKI Bermasalah tidak akan
pernah selesai jika permasalahan rekrutmen, diklat,
penampungan, penempatan dan perlindungan yang 80–90
persen terjadi di dalam negeri, tidak dilakukan secara terarah,
terencana dan sinergis antara pemerintah, swasta dan
kelembagaan masyarakat.
Dalam hubungan itu, untuk membantu mengawasi keluar
masuknya pekerja migran secara ilegal non prosedural melalui
pelabuhan dan lorong-lorong tradisionil yang banyak terdapat di
sepanjang perbatasan RI-Malaysia yang membentang sejak dari
Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara, Satgas TK-PTKIB
bekerjasama dengan Babinkam Mabes Polri sedang
mengembangkan Perpolisian Masyarakat (Polmas) di empat titik
di daerah perbatasan, yang diharapkan dapat berkembang
menjadi sabuk pengaman di daerah perbatasan, yang tidak saja
berguna untuk mengatasi masalah TKI ilegal, tetapi juga narkoba

19
dan terorisme. Oleh karena itu, diharapkan adanya dukungan
dari semua pihak agar ujicoba pengembangan Polmas Daerah
Perbatasan yang diwujudkan dalam bentuk Forum Kemitraan
Polisi dan Masyarakat (FKPM) dapat segera dirumuskan, untuk
direplikasi di daerah pedesaan lainnya di sepanjang daerah
perbatasan.
3. Wakil Bupati Nunukan dalam sambutannya mengemukakan
perkembangan kondisi dan situasi yang terjadi di Nunukan
sebagai pengaruh kegiatan pemutihan TKIB yang atas petunjuk
Pusat dilakukan oleh Perwakilan RI di Sabah, Malaysia.
Diusulkan agar kegiatan pemutihan TKIB di Sabah dapat
dilaksanakan kembali di Nunukan, dengan pertimbangan bahwa
Kabupaten Nunukan memiliki cukup pengalaman dan sarana
penampungan dalam proses pendokumentasian TKIB ke Sabah
sejak tahun 2003 dan merupakan salah satu dari 12 enrty point
yang telah ditunjuk pemerintah untuk mendirikan dan
memberikan Pelayanan Terpadu TKI Satu Atap. Diusulkan agar
sisa program pemutihan yang diinformasikan baru mencapai
50%, dapat diarahkan untuk dapat dilaksanakan di Nunukan.

4. Kabid Ketahanan Keluarga mewakili Asdep Menko Kesra Urusan


Kesempatan Kerja Perempuan dan Ekonomi Keluarga
memaparkan Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan
Perlindungan TKIB Tahun 2009, yang menyampaikan latar
belakang disusunnya Juklak, Pelaksanaan Kegiatan
(Pengorganisasian, langkah-langkah pelaksanaan di Malaysia
maupun di Indonesia, peng-anggaran, dan lain-lain), pembagian
tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi terkait dengan

20
pemutihan dan Pemulangan TKIB/PMBS dari Malaysia. Kepada
Satgas PTKIB Nunukan diberikan Buku Juklak Penanganan dan
Perlindungan TKIB Tahun 2009 untuk dibagikan kepada anggota
Satgas PTKIB agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan
sebaik-baiknya.
5. Kepala Bagian Bina Mitra Kepolisian Resort Nunukan
menyampaikan konsep, pelaksanaan dan capaian FKPM sebagai
bentuk implementasi Polmas di Kabupaten Nunukan. Dilaporkan
bahwa Polmas melalui FKPM di Nunukan khususnya di daerah
perbatasan dengan Malaysia, telah dikembangkan tidak saja dari
sisi ketertiban dan keamanan, tetapi juga melalui pengembangan
usaha ekonomi melalui pembuatan bagang di laut sehingga selain
mendatangkan keuntungan ekonomi bagi FKPM juga
meningkatan ketahanan wilayah dari gangguan pihak asing, yang
seringkali mencoba melanggar wilayah perbatasan.
6. Dari diskusi yang berkembang, dicatat beberapa permasalahan
penting sebagai berikut:
Kebijakan Kependudukan Nasional dengan NIK Tunggal serta
Proses Pemutihan TKI deportasi yang dilakukan di Sabah,
Malaysia dianggap memberikan dampak negatif bagi
masyarakat Nunukan. Diantaranya adalah dari 53 Kantor
Cabang PTKIS/PJTKI yang beroperasional di Nunukan, kini
hanya 10-15 PTKIS/PJTKI yang mampu bertahan sehingga
terjadi beberapa PTKIS/PJTKI yang memberhentikan
karyawannya.
Kebijakan pemutihan dokumen TKI deportasi yang
dilaksanakan di Sabah Kalimantan Timur, dimanfaatkan oleh
para calo ketenagakerjaan untuk mengirim calon TKI yang
masih fresh (baru) melalui cara non-prosedural dengan
memberikan informasi nantinya dapat mengikuti program
pemutihan di Sabah, Malaysia, yang biayanya lebih murah.
Dalam hal ini, peran PJTKA di Sabah sangat besar karena
mereka menampung calon TKI tersebut untuk dipekerjakan
dan selanjutnya diikutsertakan dalam program pemutihan.
Namun banyak di antaranya yang dipekerjakan sebagai TKI
ilegal dan jika ada masalah kemudian dilaporkan kepada RELA
atau Imigresen untuk ditangkap dan dideportasi.

21
Program pemutihan dinilai berjalan lambat karena dari
217.000 TKIB yang akan diputihkan, paspor yang disediakan
baru terserap 115 ribu paspor, sehingga dapat dikatakan bahwa
program pemutihan ini belum berdampak positif.
Masalah pendidikan bagi anak-anak TKI, menurut pihak
imigrasi Nunukan hingga saat ini masih bermasalah. Artinya,
bahwa sarana dan prasarana pendidikan bagi anak-anak TKI
relatif belum tersedia atau akses mendapatkan pendidikan
yang berkualitas relatif masih terbatas (komitmen 20 persen
dana pendidikan belum terealisir);
Sarana Polri dalam rangka pengamanan di laut masih terbatas
terutama untuk melakukan pengejaran para TKI ilegal yang
mencoba masuk ke Malaysia melalui pelabuhan dan lorong-
lorong tradisionil yang banyak terdapat di Nunukan. Para
calon TKI tersebut sangat paham memanfaatkan lengahnya
petugas.
Dalam rangka penyelesaian hal-hal yang menyebabkan
terjadinya TKI Bermasalah yang diibaratkan layaknya gunung
es, diusulkan adanya upaya untuk memperoleh komitmen dari
semua pihak sehingga target penurunan pemulangan TKI
Bermasalah tahun 2014 sebesar 30.000 orang, dapat tercapai.
Komitmen tersebut dapat dicapai setelah adanya kesamaan
persepsi dari semua pihak tentang penanganan dan
pemulangan TKIB.
7. Dari sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan
Pemulangan TKI Bermasalah, beberapa hal perlu ditindaklanjuti
antara lain:
1) Koordinasi di tingkat Pusat untuk pembaharuan dan atau
perpanjangan SK Keimigrasian yang telah berakhir tanggal
17 Nopember 2009.
2) Peningkatan sosialisasi dan advokasi Satgas TK-PTKIB Pusat
untuk mensinkronkan mekanisme kerja Satgas Daerah,
terutama dari sisi pembiayaan yang masih terkesan bersifat
sektoral.
3) Pembinaan dan penguatan FKPM di daerah perbatasan,
mengingat bahwa lembaga ini terbukti dapat dijadikan mitra
bagi Polri dalam pengamanan keluar-masuknya TKI ilegal,
penyelundupan narkoba dan terorisme. Peningkatan
advokasi dari Babinkam Mabes Polri agar bantuan dana
Tahun 2009 untuk FKPM di Nunukan dapat segera
dicairkan.

22
4) Sistem Jaringan melalui SMS yang dikembangan oleh LSM
Gerakan Anti Trafficking (GAT) Batam untuk Polmas di
wilayah tersebut, juga perlu dikembangkan di Nunukan dan
atau Polmas lainnya, agar apabila terjadi masalah di
lapangan dapat cepat tertangani secara komprehensif dan
integratif karena masing-masing petugas akan mendapatkan
tembusan.
5) Untuk lebih meningkatkan keberdayaan FKPM, perlu
dilakukan pemberdayaan ekonomi sebagai stimulus bagi
anggota FKPM. Uji coba pemanfaatan kompor jarak yang
ternyata mampu mengurangi biaya operasional para nelayan
ketika melaut (biaya minyak semalam sebesar Rp 30 ribu
rupiah dapat dihemat menjadi Rp 5 ribu rupiah jika
menggunakan biji jarak), maka penyediaan biji jarak dan
kompor jarak merupakan peluang usaha ekonomi yang dapat
dikembangkan melalui FKPM.
6) Peningkatan advokasi Petunjuk Pelaksanaan Penanganan
dan Pemulangan TKIB/PMBS pada Satgas PTKIB terutama
di daerah entry point, mengingat bahwa masih terjadi salah
pengertian masing-masing anggota Satgas dalam
penanganan, pemulangan dan perlindungan TKIB/PMBS.
Misalnya anggaran yang seharusnya ada di Dinas Sosial
tertampung di BP3TKI, sehingga penggunaannyapun
menjadi kurang tepat sasaran. Mekanisme reemburse masih
dirasakan berbelit-belit, sehingga tidak dapat dimanfaatkan
secara maksimal.
7) Pengkajian berbagai kebijakan daerah Nunukan dengan
mempertimbang-kan berbagai masukan termasuk dari
PTKIS/PJTKI yang dirasakan cukup berpengaruh sehingga
perlu diwaspadai, mengingat bahwa PJTKI sifatnya mencari
profit, meskipun keberadaannya merupakan mitra bagi
Satgas PTKIB Nunukan.
8) Pengkajian masalah dokumen kependudukan bagi calon TKI
dari luar Nunukan yang datang ke Nunukan tanpa membawa
dokumen kependudukan dan surat keterangan pindah,
sementara penerbitan KTP sudah bersifat nasional dan tidak
boleh menggunakan KTP musiman sebagaimana yang telah
dilakukan sebelumnya. Di lain pihak Perda yang mengatur
soal ini juga belum ada (dalam proses pembahasan di DPRD
Nunukan), sehingga kondisi ini menjadikan tidak leluasanya
PJTKI untuk melaksanakan penempatan TKI. Berkaitan

23
dengan menurunnya kegiatan tersebut, beberapa PJTKI
terpaksa menghentikan kegiatannya.
9) Berkaitan dengan penempatan kembali TKI Bermasalah
menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan,
Tim Penempatan Kab. Nunukan yang dibentuk oleh
BNP2TKI masih belum operasional dengan baik, karena
adanya persepsi dari PPTKIS bahwa penempatan kembali
TKI deportasi akan sulit mendapatkan majikan. Perlu
advokasi kepada PPTKIS bahwa TKI Deportans tidak selalu
berkaitan dengan masalah kriminal, tetapi pada umumnya
karena masalah dokumen sehingga dapat dipertimbangkan
untuk dapat ditempatkan kembali menjadi TKI secara legal
prosedural.
10) Berkaitan dengan pemulangan TKI deportasi, diperoleh
informasi bahwa yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan
Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) hanya berupa surat
pengantar dari Konsulat RI di Tawau. Perlu dilakukan
klarifikasi mengenai hal ini sehingga mekanisme pemberian
dokumen kependudukan dapat berjalan dengan sebaik-
baiknya.
11) Perlu peningkatan koordinasi dan sinergi antara anggota
Satgas PTKIB Nunukan terutama dalam meningkatkan
peran BP3TKI sehingga sumber daya yang ada dapat
dipergunakan dengan maksimal dalam menangani
pemulangan TKIB dan penanganan masalah
ketenagakerjaan pada umumnya.
12) Perlu peningkatan koordinasi dan sinergi dengan FKPM
dalam sosialisasi terkait dengan terbukanya kesempatan
kerja di daerah perbatasan melalui pembangunan
perkebunan kelapa sawit di kawasan tersebut.
13) Untuk meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah
Asal TKIB/ PMBS, perlu dilakukan koordinasi antara
Pemerintah Kabupaten Nunukan dengan Pemerintah Daerah
Asal dengan difasilitasi oleh Kementerian Koordinator
Bidang Kesra. ***

24
Koordinasi Sosialiasi
Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan Pemulangan TKIB
Tahun 2009, di Provinsi Kalimantan Barat
Pontianak, 3 Desember 2009

1. Dalam rangka Sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan


Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
Tahun 2009, pada hari Kamis tanggal 3 Desember 2009, di
Ruang Rapat Gubernur Kalimantan Barat di Pontianak, Satgas
TK-PTKIB bekerjasama dengan Satgas PTKIB Kalimantan Barat,
mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri anggota Satgas
Pemulangan TKIB Entikong dan Pontianak, Forum Kemitraan
Polisi dan Masyarakat (FKPM) Entikong, dan Asosiasi
PPTKIS/PJTKI Kalimantan Barat.
2. Direktur Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja
Migran (Bansos KTK-PM) Depsos selaku Satgas TK-PTKIB,
menyampaikan arahan tentang pentingnya Petunjuk Pelaksanaan
Penanganan dan Perlindungan TKIB bagi aparat pelaksana di
lapangan agar dapat memberikan layanan yang sebaik-baiknya
bagi TKI Bermasalah dan keluarganya dari sejak di Malaysia
sampai dengan ke daerah asalnya.
Ditekankan bahwa penanganan TKI Bermasalah tidak akan
pernah selesai jika permasalahan rekrutmen, pelatihan,
penempatan dan perlindungan yang 80–90 persen terjadi di
dalam negeri tidak diatasi secara terarah, terencana dan sinergis
antara pemerintah, swasta dan kelembagaan masyarakat.
Sehubungan dengan itu, untuk membantu mengawasi keluar
masuknya pekerja migran secara ilegal non prosedural melalui
pelabuhan dan lorong-lorong tradisionil yang banyak terdapat di
sepanjang perbatasan RI-Malaysia yang membentang sejak dari
Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara, dikembangkanlah
Perpolisian Masyarakat (Polmas) di daerah perbatasan. Berawal
dari empat titik di 3 provinsi, diharapkan dapat terus berkembang
menjadi sabuk pengaman di daerah perbatasan, yang tidak saja
berguna untuk mengatasi masalah TKI ilegal, tetapi juga narkoba
dan terorisme.

25
Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari semua pihak agar
pengembangan Polmas Daerah Perbatasan yang diwujudkan
dalam bentuk Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM),
dapat segera terbentuk untuk direplikasi di daerah pedesaan
lainnya di sepanjang daerah perbatasan.
3. Asisten II Gubernur Kalimantan Barat selaku Pengarah Satgas
Pemulangan TKIB Provinsi Kalimantan Barat menyampaikan
perkembangan pemulangan TKIB dari Malaysia, yang diawali
dari penerimaan TKIB di pintu masuk perbatasan Entikong,
transit di Pontianak, dan dilanjutkan dengan pemulangan TKIB
ke daerah asalnya baik yang ada di Provinsi Kalimantan Barat
maupun provinsi lainnya.
Satgas Pemulangan TKIB di Kalimantan Barat dinilai masih
belum berkoordinasi dengan baik, terlihat dari penanganan TKIB
yang masih belum maksimal, dan belum efektifnya koordinasi
pemulangan TKIB, walaupun petunjuk pelaksanaan penanganan
TKIB dari Malaysia sudah diterbitkan. Sosialisasi Petunjuk
Pelaksanaan Pemulangan TKIB ini diharapkan dapat
memperbaiki kinerja Satgas PTKIB Kalimantan Barat ke depan.
4. Kabid Kesempatan Kerja Perempuan mewakili Asdep Menko
Kesra Urusan Kesempatan Kerja Perempuan dan Ekonomi
memaparkan Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan
Perlindungan TKIB Tahun 2009, mencakup prosedur serta
pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi
terkait dengan pemutihan dan Pemulangan TKIB/PMBS dari
Malaysia.
Beberapa unsur Satgas TK-PTKIB seperti Departemen Sosial,
Babinkam Mabes POLRI dan Departemen Kesehatan, akan
memberikan informasi yang lebih teknis agar pelaksanaan
penanganan dan pemulangan TKIB melalui Kalimantan Barat
dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Kepada Satgas PTKIB
Pontianak dan Entikong disampaikan beberapa buku Petunjuk
Pelaksanaan Penanganan dan Pemulangan TKIB dari Malaysia,
untuk dijadikan acuan.
5. Direktorat Samapta Babinkam Mabes POLRI menyampaikan
konsep Pengembangan Polmas melalui Forum Kemitraan Polisi
dan Masyarakat (FKPM) di perbatasan, serta pelaksanaan dan
capaian FKPM yang sudah dibentuk di Kabupaten Sanggau.
Mabes Polri juga menyampaikan upaya pengamanan pemulangan
TKIB sejak dari perbatasan sampai ke penampungan, dan
pemulangannya ke daerah asal. Untuk pengamanan di daerah

26
perbatasan, diperlukan dukungan masyarakat melalui FKPM
untuk membantu Kepolisian mengawasi keluar-masuknya orang-
orang yang tidak diharapkan melalui lorong-lorong tradisionil
yang banyak terdapat di perbatasan Kalimantan Barat dan
Sarawak, Malaysia.
6. Direktorat Bansos KTK PM menyampaikan keterangan lebih rinci
mengenai prosedur penggunaan dana dari Depsos yang
diperuntukkan bagi pembiayaan permakanan, transportasi dan
kebutuhan perempuan dan anak, serta pemulangan jenazah
TKIB. Dinas Sosial sebagai anggota Satgas PTKIB Provinsi
diharapkan lebih intesif berkoordinasi dengan Departemen Sosial
sehingga berbagai masalah yang ada di lapangan dapat segera
dicarikan solusinya.
7. Departemen Kesehatan menyampaikan Pedoman Penanganan
Masalah Kesehatan bagi TKIB Deportasi dan Keluarganya dari
Malaysia, yang diselenggarakan melalui Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) dan jika diperlukan dapat dirujuk ke Rumah
Sakit Rujukan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan,
kesemuanya atas biaya Departemen Kesehatan. KKP
diperbatasan hendaknya berfungsi sebagai penyaring pertama
dan terdepan agar berbagai penyakit berbahaya dari luar negeri
tidak masuk ke Indonesia.
8. Dari diskusi yang berkembang, dicatat beberapa permasalahan
penting sebagai berikut:
Satgas pemulangan TKIB yang ada di Pontianak dan Entikong
hanya ada satu dibentuk oleh Gubernur Kalimantan Barat
dan sebagai Pengarah adalah Asisten II, sebagai Ketua adalah
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan
beranggotakan Dinas terkait di lingkup Provinsi dan
Kepolisian. Selama ini pemulangan dan penanganan TKI di
entry point diterima oleh Kantor Imigrasi dan diserahkan ke
Satgas yang ada di Entikong yang terdiri dari BP3TKI dan
Polsek Entikong. Bagi TKIB dari luar Kalimantan Barat,
dipulangkan ke daerah asal melalui Dinas Sosial di Pontianak
dengan dititipkan angkutan umum.
Pemulangan TKIB dari entry point di Entikong ke Pontianak
tidak ada pengawalan, hanya dititipkan ke bus umum untuk
diturunkan ke Dinas Sosial. Bila ada TKIB yang sakit
diserahkan juga ke Dinas Sosial, dengan alasan dinas lain
tidak ada anggarannya.

27
Apabila ada TKIB yang perlu penampungan/bermalam,
ditempatkan di BLK dan juga di Polsek sambil menunggu
angkutan ke Pontianak. Biaya permakanan TKIB selama ini
ditanggung oleh Polsek, dan tidak mengetahui kalau dana
tersebut dapat direimburse ke Dinas Sosial. Ke depan, Polsek
Entikong akan mempersiapkan administrasinya sejak awal
agar dana yang dikeluarkan dapat diganti dari Dinas Sosial.
TKIB yang sakit selama ini tidak mendapatkan penanganan
bantuan kesehatan, dan jika ada TKIB yang perlu penanganan
khusus seperti stres atau gangguan jiwa dititipkan ke LSM
Anak Bangsa di Entikong dengan penanganan seadanya.
9. Rencana tindak lanjut:
1) Untuk mengurangi jumlah angkatan kerja Indonesia ke
Malaysia perlu segera disiapkan peluang kerja didalam negeri
misalnya dengan membuka perkebunan kelapa sawit di
perbatasan wilayah RI sehingga tenaga kerja Indonesia dapat
bekerja di negerinya sendiri dengan perlindungan
sepenuhnya sebagai WNI.
2) Pemulangan TKIB dari Malaysia harus diselenggarakan agar
dapat pulang dengan selamat dan bermartabat. Satgas
Pemulangan TKIB yang terdiri dari wakil-wakil dari Dinas
terkait, hendaknya melaksanakan tugasnya dengan baik dan
memanfaatkan dana yang tersedia sesuai dengan kebutuhan
dan prosedur yang sudah ditetapkan.
3) TKIB di Entikong banyak yang tidak mau pulang ke daerah
asal dan tinggal di perbatasan sehingga di Entikong timbul
perkampungan etnis tertentu yang dikhawatirkan akan
membebani daerah perbatasan dengan berbagai
permasalahan sosial yang muncul.
4) BLK yang ada di Entikong belum berfungsi seperti yang
diharapkan, karena belum dilengkapi dengan instruktur yang
diperlukan dan juga belum dilengkapi dengan ruang
pelatihan yang memadai. Untuk itu perlu dukungan semua
pihak agar dapat segera difungsikan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja di negara tujuan sesuai dengan
keterampilan dan keahlian yang diperlukan.

28
5) Diperlukan penjelasan teknis dari Ditjen Imigrasi tentang
penggunaan Paspor 24 halaman dan 48 halaman untuk TKI.
6) Perlu segera disiapkan penampungan TKIB di entry point
Entikong didukung dengan Satgas setempat yang
beranggotakan terutama dari Dinas Sosial, Kesehatan dan
Nakertrans, Imigrasi dan Kepolisian.
7) Perlu penanganan khusus dari Satgas PTKIB tentang
munculnya berbagai perkampungan etnis di Entikong.
8) Perlu keterlibatan dan kerja keras dari Satgas Daerah agar
pelayanan dan perlindungan TKIB dapat diselenggarakan
dengan maksimal. Untuk itu, Satgas PTKIB akan
menyelenggarakan koordinasi internal untuk meningkatkan
kinerja Satgas PTKIB, baik yang ada di Pontianak maupun
yang berada di Entikong. ***

29
Koordinasi Sosialiasi
Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan Pemulangan TKIB
Tahun 2009 di Kota Tanjungpinang
Provinsi Kepulauan Riau
Tanjung Pinang, 21 Desember 2009

1. Dalam rangka Sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan Penanganan dan


Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
Tahun 2009, pada hari Senin, 21 Desember 2009 di Hotel Plaza
Bintan, Kepulauan Riau, Satgas TK-PTKIB bekerjasama dengan
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, mengadakan rapat
koordinasi yang dihadiri anggota Satgas Pemulangan TKIB Kota
Tanjungpinang, Tanjungbalai Karimun, Batam, Kepolisian
Provinsi dan Kota Tanjungpinang, Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat (FKPM) Tanjungpinang, LSM Gerakan Anti
Trafficking (GAT) Batam, dan Rumah Singgah Tepak Sirih
Tanjungpinang.
2. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak mengemukakan pentingnya
petunjuk pelaksanaan Penanganan dan Perlindungan TKIB bagi
aparat pelaksana di lapangan agar dapat memberikan layanan
yang sebaik-baiknya bagi TKI Bermasalah dan keluarganya dari
sejak di Malaysia sampai dengan ke daerah asalnya.
Deputi juga mengingatkan bahwa TKI Bermasalah tidak akan
pernah selesai jika permasalahan rekrutmen, diklat,
penampungan, penempatan dan perlindungan yang 80–90
persen terjadi di dalam negeri, tidak dilakukan secara terarah,
terencana dan sinergis antara pemerintah, swasta dan
kelembagaan masyarakat.
Dalam hubungan itu, untuk membantu mengawasi keluar
masuknya pekerja migran secara ilegal non prosedural melalui
pelabuhan dan lorong-lorong tradisionil yang banyak terdapat di
sepanjang perbatasan RI-Malaysia yang membentang sejak dari
Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara, Satgas TK-PTKIB dari
Babinkam Mabes Polri sedang mengembangkan Perpolisian
Masyarakat (Polmas) di empat titik di daerah perbatasan, yang
diharapkan dapat menjadi acuan pembangunan sabuk pengaman
daerah perbatasan, yang tidak saja berguna untuk mengatasi
masalah TKI ilegal, tetapi juga narkoba dan terorisme. Oleh

30
karena itu, diharapkan adanya dukungan dari semua pihak agar
pengembangan Polmas Daerah Perbatasan yang diwujudkan
dalam bentuk Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) di
Tanjungpinang dan Batam dapat segera terwujud.

3. Dinas Sosial Provinsi Kepulauan Riau menyampaikan bahwa


draft SK Gubernur tentang Pembentukan Satgas Pemulangan
TKIB dan PMBS Provinsi Kepulauan Riau telah diproses dan
tinggal menunggu tandatangan Gubernur, namun karena sedang
diperiksa oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) maka
legalisasi SK menjadi terhambat.
4. Direktorat Samapta Babinkam Mabes Polri menyampaikan
penekanan tugas dan fungsi Kepolisian dalam pengawalan dan
pengamanan pemulangan TKI Bermasalah dari Malaysia,
disamping tugas pembinaan masyarakat untuk mewujudkan
ketertiban dan keamanan khususnya di daerah perbatasan yang
ditengarai menjadi tempat keluar-masuknya orang-orang yang
perlu diwaspadai yang kemungkian berpenyakit menular
berbahaya, penyelundupan orang dan mungin juga kriminal,
narkoba dan terorisme. Mabes Polri menjadikan Polmas Daerah
Perbatasan sebagai prioritas oleh karenanya percontohan Polmas
Daerah Perbatasan di Kepulauan Riau diharapkan dapat
berfungsi dengan optimal.
5. Ditjen Adminduk, Departemen Dalam Negeri mengutarakan
pentingnya pelaksanaan KTP Nasional yang berprinsip One Man
One Identity, yang telah diujicobakan dengan law enforcement di
lima kota, yaitu: Padang, Cirebon, Makassar, Jembrana dan
Yogyakarta. KTP Nasional akan diperluas ke daerah lain, dan
telah disosialisasikan di Kota Tanjung Pinang, melalui Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil diharapkan dapat melakukan

31
supervisi ke kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau. KTP
Nasional diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya TKI
Bermasalah.
6. Kepala Bagian Samapta Kepolisian Kota Besar Batam-Rempang-
Galang (Barelang) menyampaikan konsep dan rencana
pengembangan FKPM terkait dengan Polmas Daerah Perbatasan.
Di Batam pengembangan FKPM/Polmas direncanakan
bekerjasama dengan LSM GAT Batam yang mempunyai daerah
binaan di Teluk Mata Ikan yang seringkali dipergunakan untuk
lalu-lintas kedatangan TKI ilegal dari Malaysia.
7. Dari diskusi yang berkembang, dicatat beberapa permasalahan
penting sebagai berikut:
Masih kurangnya jangkauan layanan dari Satgas PTKIB Kota
Tanjung Pinang karena keterbatasan kewenangan dan
anggaran, kurangnya fasilitas penampungan, ketiadaan
fasilitas untuk penanganan TKIB yang menderita sakit
keras/meninggal dan menderita gangguan jiwa, serta
pembayaran dengan sistem reimburse yang menyulitkan
Satgas karena keterbatasan anggaran daerah.
Terkait dengan masalah penampungan, Dinas Sosial
menyampaikan bahwa Departemen Sosial telah
menganggarkan dan akan segera membangun Rumah
Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) di Tanjungpinang
sehingga diharapkan akan dapat mengurangi beban Rumah
Singgah yang dikelola Tepak Sirih.
TKIB dari Malaysia umumnya berasal dari provinsi lain
sehingga pengurusan jaminan kesehatannya sulit dilakukan,
terutama jika penderita tidak dapat ditangani oleh KKP atau
RS Rujukan yang telah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan.
Bagi TKIB yang menjadi korban trafficking, tempat
penampungan LSM Tepak Sirih sangat terbatas daya
tampungnya, oleh karena itu perlu ada mekanisme, proses dan
prosedur yang jelas dalam menangani korban, sehingga korban
dapat segera dipulangkan ke daerah asal dan ditangani oleh
Pemdanya.
Upaya penanganan TKIB yang bersifat “kuratif”, kiranya perlu
dilengkapi dengan upaya-upaya preventif (pencegahan) yang
mengacu kepada penyelesaian akar permasalahan.

32
8. Simpulan dan Rencana Tindak Lanjut:
1) Penanganan TKIB dari Malaysia oleh Satgas PTKIB Kota
Tanjung Pinang telah berjalan dengan baik, namun
memerlukan peningkatan masalah penampungan dan
penanganan yang perlu dikoordinasikan dengan Pemda dari
kabupaten dan provinsi lain.
2) Pembentukan Satgas Pemulangan TKIB/PMBS Provinsi
Kepulauan Riau harus segera diwujudkan agar dapat
meningkatkan dan memperluas jangkauan pelayanannya ke
kabupaten/provinsi lain. Tim Satgas Pusat, khususnya
Depdagri akan membantu mempercepat proses tersebut.
3) Terkait dengan penanganan trafficking yang dapat berkedok
penempatan TKI, perlu ada MoU antara Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau dengan provinsi/kabuapten daerah asal dan
daerah transit. MoU secara khusus tentang penanganan
trafficking yang difasilitasi oleh Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan telah ada, namun masih
diperlukan MoU dengan cakupan yang lebih luas yang
diharapkan dapat difasilitasi oleh Departemen Dalam Negeri.
4) Dalam rangka pengembangan tindakan preventif mencegah
terjadinya TKIB dan lainnya di Provinsi Kepulauan Riau,
peranan Polmas Daerah Perbatasan perlu dioptimalkan.
Untuk keberdayaan FKPM, perlu dibarengi dengan
pemberdayaan masyarakat termasuk perempuan sehingga
mempunyai sumber daya yang cukup menunjang operasional
Polmas Daerah Perbatasan.
5) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
dalam rangka meningkatkan keberdayaan FKPM, akan
bersinergi dengan Mabes Polri dan LSM GAT Batam untuk
memberdayakan FKPM Batam melalui pengembangan usaha
ekonomi perempuan yang selanjutnya dapat dikembangkan
menjadi usaha ekonomi masyarakat/FKPM. ***

33
Koordinasi Satgas TK-PTKIB tentang
Pemulangan TKI/TKW Bermasalah dari Timur Tengah
Jakarta, 28 Desember 2009

1. Dalam rangka pemulangan TKI Bermasalah dari Timur Tengah


sebagai Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II, pada
tanggal 28 Desember 2009 di Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat
koordinasi yang dihadiri oleh anggota Satgas TK-PTKIB (Pusat),
PT. Garuda Indonesia (PT. GI), PT. Angkasa Pura II, dan Dinas
Tenaga Kerja/Satgas PTKIB Provinsi DKI Jakarta.
2. Sekretaris Menko Kesra selaku Sekretaris Satgas TK-PTKIB
memandu rapat koordinasi yang diarahkan untuk membahas
rencana pemulangan TKIB dari Timur Tengah sampai dengan
sisa waktu Program 100 Hari yang akan berakhir 31 Januari 2010.
Pemulangan menggunakan pesawat Garuda sebagaimana telah
dilaksanakan pada Hari Pahlawan 10 November 2009, yang
mekanismenya melibatkan seluruh kementerian/lembaga yang
terkait (Model-1), dinilai telah berjalan dengan baik. Namun
pemulangan tersebut masih menyisakan 133 tiket yang masih
harus ditagih oleh PT. Garuda kepada APJATI dan Konsorsium
JAS.
Pada tanggal 11 Desember 2009, Deplu kembali memulangkan
100 orang TKIB dari Jeddah, namun di dalam negeri diserahkan
kepada Depnakertrans yang mekanisme pemulangannya agak
berbeda (Model-2) karena langsung diangkut ke Balai Makarti
Mukti Tama Depnakertrans Kalibata Jakarta, dan hanya
memberikan waktu terbatas kepada UPPA Bareskrim untuk
memeriksa TKIB yang kemungkinan menjadi korban
perdagangan orang (trafficking in persons). TKIB langsung
dipulangkan ke daerah asalnya dan diberi bekal setiap orang Rp 3
juta,-.
Sekretaris Menko Kesra menyarankan agar pemulangan 885
orang TKIB (Kuwait 491 orang, Jeddah 80 orang, Jordan 200
orang, Qatar 20 orang, Abu Dabi 34 orang, dan Dubai 60 orang)
yang akan datang, menggunakan mekanisme Model-1. Kepada
PT. Garuda diharapkan dapat memberikan harga tiket yang lebih
murah agar anggaran Deplu mencukupi. Perlu pula disepakati
agar pembayaran tiket kepada PT. Garuda oleh Deplu dapat

34
dilakukan sebelum akhir tahun 2009, dengan pelaksanaan
pengangkutan sekitar pertengahan bulan Januari 2010.
3. Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Deplu melaporkan bahwa
untuk pemulangan TKIB Timur Tengah memperoleh Anggaran
Biaya Tambahan (ABT) Tahun 2009 sebesar Rp 10 milyar untuk
biaya pemulangan 1.367 orang. Sampai dengan 28 Desember
2009, sudah dipulangkan 1.114 orang TKIB, dan masih ada
sekitar 885 orang TKIB yang berada di Jeddah, Aman dan Kuwait
yang akan dipulangkan ke tanah air. Mohon kepada PT. Garuda
dapat memberikan harga tiket yang lebih murah agar dana yang
ada cukup untuk memulangkan TKIB tersebut, yang
direncanakan Minggu kedua dan ketiga bulan Januari 2010.
Deplu telah mengundang Duta Besar Saudi Arabia, Jordan dan
Kuwait ke Jakarta, selain mengucapkan terima kasih atas
kerjasama selama ini juga mohon bantuan agar proses pemberian
exit memo dapat dipercepat, sehingga rencana pemulangan TKIB
bulan Januari 2010 dapat berjalan dengan lancar.
Dilaporkan juga pemulangan warga Papua di PNG yang
direncanakan 644 orang, karena peristiwa meninggalnya Kuali
Kwalik, hanya 320 orang yang kembali pulang ke Papua.
4. PT. Garuda menyatakan sanggup untuk menyediakan
penerbangan dalam rangka pemulangan TKIB dari Timur
Tengah, pada tanggal 12 dan 19 Januari 2009, menggunakan
pesawat Boeing 747-400 yang berkapasitas 425 penumpang.
Untuk harga tiket yang lebih murah, akan dilaporkan kepada
Pimpinan, tetapi mohon agar ada kontak langsung dari Bapak
Sesmenko Kesra kepada Pimpinan Garuda.
Mengenai pembelian tiket yang dilakukan sebelum 31 Desember
2009 untuk penerbangan Januari 2010, secara teknis bisa
dilaksanakan melalui MoU antara Deplu dengan PT. Garuda.
5. Ditjen Imigrasi menyatakan siap untuk melakukan kembali
pemeriksaan keimigrasian TKIB dalam pesawat selama
perjalanan dari Timur Tengah ke Jakarta. Tetapi berdasarkan
pengalaman sebelumnya bahwa petugas selama 27 jam harus
selalu berada dalam pesawat (karena tidak ada visa dari
Pemerintah Kuwait mengingat sempitnya waktu), untuk
pemulangan TKIB yang akan datang mohon agar petugas imigrasi
dapat berangkat lebih dulu agar bisa beristirahat secukupnya.

35
6. BNP2TKI menyatakan sanggup melaksanakan penerimaan dan
pemulangan TKIB melalui mekanisme Model-1. Mengingat bahwa
anggaran 2009 sudah habis, BNP2TKI dalam pemulangan TKIB
bulan Januari 2010 baik ke RPTC Depsos Jakarta, maupun ke
daerah asalnya masing-masing, akan bekerjasama dengan pihak
ketiga (dana talangan).
Dilaporkan bahwa tahun 2009, BNP2TKI telah memulangkan 616
TKIB dari luar negeri (Timur Tengah, Hongkong), dan telah
memulangkan 4.030 orang TKIB dari Bandara Soekarno-Hatta ke
daerah asalnya masing-masing.
7. Mabes Polri yang diwakili Direktorat Samapta Babinkam
menyatakan siap mendukung pengamanan pemulangan TKIB
dan penindakan hukum kepada pihak-pihak yang menyebabkan
terjadinya TKI Bermasalah. Untuk itu, diperlukan adanya surat
dari Kemenko Kesra termasuk jika diperlukan bantuan
pengamanan di RPTC Depsos dengan dukungan anjing penjaga
dari Kepolisian.
8. Dit. Bansos Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran Depsos
menyampaikan siap menerima TKI Bermasalah di RPTC yang
akan diperiksa lebih lanjut oleh Kepolisian. Selain pemeriksaan
Kepolisian, TKIB juga menerima tindakan rehabilitasi sosial oleh
Pekerja Sosial, yang memerlukan waktu tinggal 8-9 hari di RPTC.
Selama ini RPTC Depsos telah menangani 307 orang TKIB dari
Malaysia dan Timur Tengah. Dari sejumlah tersebut, menurut
pemeriksaan Kepolisian ada 169 orang yang diduga menjadi
korban tindak pidana perdagangan orang, dan akan
ditindaklanjuti oleh UPPA Bareskrim Mabes Polri.
9. Perum Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta menyatakan siap
menyediakan sarana, prasarana dan refreshment jika
pemulangan TKIB akan disambut oleh Menteri atau Pejabat
lainnya. Dalam hubungan ini, perlu didesain acara dan tata
letaknya agar para Menteri lebih bisa bertatap muka dengan para
TKIB.
10. Departemen Kesehatan menyampaikan bahwa Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno-Hatta dan Rumah Sakit
Rujukan siap jika ada TKIB yang sakit selama di Bandara. Dalam
hubungan ini, Depsos mengharapkan agar Depkes juga
menyediakan tenaga medis selama TKIB berada di RPTC Depsos,
Jakarta.

36
11. Dari diskusi yang berkembang, dihasilkan beberapa kesimpulan
dan tindak lanjut sebagai berikut:
1) Pemulangan TKIB dari Timur Tengah dengan 2 flight Garuda
yang akan tiba tanggal 13 dan 20 Januari 2010, akan diterima
dan dipulangkan dengan mekanisme Model-1.
2) Sebelum tanggal 31 Desember 2009, Deplu melalui KJRI
Timur Tengah dengan PT. Garuda dapat berkomunikasi
untuk mentransfer dana pembelian tiket yang pelaksanaan
penerbangannya bulan Januari 2010. Harga tiket diupayakan
agar dicukupkan untuk 2 kali penerbangan penuh (850
orang).
3) Petugas Imigrasi akan berada di Timur Tengah beberapa hari
sebelumnya agar dapat memberikan pelayanan keimigrasian
kepada TKIB dalam pesawat selama dalam perjalanan pulang
Timur-Tengah-Jakarta. Akan dibuatkan surat yang
diperlukan dari dari Kemenko Kesra kepada Ditjen Imigrasi
Departemen Hukum dan HAM.
4) Pemulangan TKIB akan disambut oleh Menteri. PT. Angkasa
Pura II menyiapkan tempat upacara dan sarana prasarana
termasuk refreshment, serah terima dari Deplu kepada
BNP2TKI, dan selanjutnya mengiktui mekanisme
penanganan dan pemulangan Model-1.
5) Surat-surat yang diperlukan akan segera diproses dan
dikirimkan kepada pihak-pihak terkait.
6) Program 100 Hari akan selesai akhir Januari 2010, mohon
agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kemenko
Kesra menyampaikan terima kasih atas atas pastisipasi
semua pihak dan keberhasilan pemulangan TKIB Timur
Tengah selama ini.
7) Anggaran tahun 2010 bulan Januari 2010 diperkirakan masih
belum bisa cair sehingga simpul-simpul kegiatan yang
penting mohon diamankan. Dalam hal terjadi masalah
mohon agar segera diinformasikan kepada Sekretaris
Kemenko Kesra untuk dicarikan solusinya. ***

37
MONITORING SATGAS
PEMULANGAN TKIB DAERAH

Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Medan-Belawan,
Provinsi Sumatera Utara
Medan, 2-5 November 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Medan dan
Belawan, Provinsi Sumatera Utara, Satgas TK-PTKIB telah
melaksanakan kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi Sumatera
dan dinas/instansi terkait.
2. Kasus TKIB dan Keluarganya di Provinsi Sumatera Utara
disebabkan antara lain karena permainan mafia transportasi yang
terjadi baik di Indonesia maupun di Malaysia. Pemulangan TKIB
dan Keluarganya dari Malaysia sejak tahun 2007 jumlahnya
relatif sangat sedikit bila dibandingkan dengan tahun 2004.
Pemerintah Sumatera dengan jajaran instansinya bertindak tegas
terhadap PPTKIS dalam hal penempatan TKI ke luar negeri,
pihak PPTKIS harus bertanggung jawab penuh. PPTKIS yang
terdapat di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 60 perusahaan,
namun yang efektif oeprasional sekitar 40 perusahaan yang
terdiri 13 perusahaan yang berpusat di Provinsi Sumatera,
sedangkan 27 lainnya merupakan perusahaan cabang yang
berkantor pusat di Jakarta.
3. Selama bulan Januari sampai dengan Oktober 2009, menurut
BP3TKI Medan, telah dipulangkan sejumlah 137 orang TKIB yang
semuanya berasal dari Malaysia. Dari 137 orang tersebut, 100
orang merupakan TKI bermasalah, sedangkan 37 orang masih
menjadi calon TKI.

38
Permasalahan yang menimpa 100 orang TKI berbeda-beda,
antara lain: 33 orang melarikan diri, 25 orang asuransinya
bermasalah, 14 orang putus komunikasi dengan keluarganya,
13 orang bermasalah dalam gaji, 1 orang karena sakit.
Permasalahan yang menimpa 37 orang calon TKI, meliputi 25
orang karena bermasalah dalam biaya penempatan, 8 orang
bermasalah dalam pemulangan calon TKI oleh oknum
perorangan sehingga dilakukan razia, 2 orang lari dari asrama,
dan 2 orang masalah lainnya.
Pada bulan Januari 2009 terdapat 34 orang TKI/CTKI
bermasalah, yang berkaitan dengan PPTKIS sebanyak 30 orang
penyebabnya adalah 23 orang di antaranya bermasalah karena
asuransi, dan 6 orang bermasalah dalam penempatan (calon
TKI), sisanya 1 orang bekerja tidak sesuai dengan perjanjian
kerja (lain-lain). Sedangkan yang berkaitan dengan perorangan
sebanyak 4 orang, penyebabnya 2 orang karena lari, dan
masing-masing 1 orang karena sakit dan gaji bermasalah.
Pada bulan Pebruari 2009 terdapat 8 orang TKI/CTKI
bermasalah, yang berkaitan dengan PPTKIS sebanyak 5 orang
penyebabnya adalah 3 orang karena lari, dan 2 orang karena
gaji. Sedangkan yang berkaitan dengan perorangan sebanyak 3
orang semuanya karena WNI terlantar.
Pada bulan Maret 2009 terdapat 10 orang TKI/CTKI
bermasalah, yang berkaitan dengan PPTKIS sebanyak 4 orang
dengan rincian masing-masing 1 orang karena gaji, ganti rugi,
putus komunikasi, dan asuransi. Sedangkan yang berkaitan
dengan perorangan terdapat 6 orang dengan penyebab ke
semuanya melarikan diri.
Pada bulan April 2009 terdapat 22 orang TKI/CTKI
bermasalah, yang berkaitan dengan PPTKIS berjumlah 9
orang, dengan rincian masalah disebabkan 4 orang karena
biaya penempatan, dan 5 orang karena pemulangan.
Sedangkan yang berkaitan dengan perorangan terdapat 13
orang yang disebabkan 5 orang karena lari, dan 8 orang CTKI
digerebeg dalam pemulangan.
Pada bulan Mei 2009 terdapat 19 orang TKI/CTKI bermasalah,
yang berkaitan dengan PPTKIS berjumlah 12 orang, dengan
rincian masalah disebabkan 8 orang karena lari, dan masing-
masing 2 orang karena putus komunikasi dan gaji, . Sedangkan
yang berkaitan dengan perorangan terdapat 7 orang semuanya
disebabkan karena lari.

39
Pada bulan Juni 2009 terdapat 19 orang TKI/CTKI
bermasalah, yang berkaitan dengan PPTKIS berjumlah 11
orang, dengan rincian masalah disebabkan 6 orang karena gaji,
3 orang karena putus komunikasi, dan masing-masing 1 orang
karena biaya penempatan dan lain-lain. Sedangkan yang
berkaitan dengan perorangan terdapat 8 orang, 4 orang karena
lari, 1 orang karena gaji, dan 3 orang karena lain-lain.
Pada bulan Juli 2009 terdapat 19 orang TKI/CTKI bermasalah,
semuanya berkaitan dengan PPTKIS dengan rincian masalah
disebabkan 12 orang karena biaya penempatan, 6 orang karena
putus komunikasi, dan 1 orang karena asuransi.
Pada bulan Agustus 2009 terdapat 4 orang TKI/CTKI
bermasalah, yang berkaitan dengan PPTKIS berjumlah 2 orang
semuanya disebabkan putus komunikasi. Sedangkan yang
berkaitan dengan perorangan terdapat 2 orang semuanya
berkaitan dengan biaya penempatan.
Pada bulan September 2009 terdapat 2 orang CTKI
bermasalah, semuanya berkaitan dengan PPTKIS,
penyebabnya adalah penangguhan proses keberangkatan.
4. Saran dan tindak lanjut:
1) Pemerintah daerah Sumatera Utara mempunyai prinsip
bahwa untuk menyelesaian masalah TKI bermasalah harus
bertindak tegas dan bersih. Misalnya kalau terdapat TKI
ilegal yang bermasalah tidak perlu dilindungi, tetapi kalau
TKI legal yang bermasalah maka PPTKIS harus bertanggung
jawab dalam penyelesaiannya.
2) Mulai Desember 2009 penanganan TKI akan mulai
dilaksanakan secara lebih terpadu, dengan instansi/dinas
terkait yaitu: BP3TKI, Disnaker, Kepolisian, Imigrasi, Dinas
Kesehatan, dan Asuransi/perbankan.
3) Perlu dirumuskan penyediaan dana untuk pemberangkatan
TKI, apakah berasal dari Pemerintah atau dari swasta
(perbankan) disertai dengan sistem dan mekanisme
pengembalian uangnya oleh TKI kepada pihak perbankan. ***

40
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang, 5-8 November 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Provinsi
Kepulauan Riau, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di
Tanjungpinang dan dinas/instansi terkait, Satgas Pemulangan
TKIB Kota Tanjungpinang, serta Bagian Bina Mitra Kepolisian
Tanjungpinang dan Poltabes Barelang di Batam.
2. Dinas Sosial telah menginisiasi pembentukan Satgas Penanganan
Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS) Provinsi Kepulauan
Riau dan sedang membahas draft Surat Keputusan Gubernur
untuk segera diajukan. Dalam Satgas ini dipergunakan istilah
Pekerja Migran Bermasalah Sosial karena mempunyai pengertian
yang lebih luas tidak hanya pekerja migran Indonesia yang di luar
negeri (TKI Bermasalah) tetapi juga mereka yang berada di dalam
negeri, seperti calon pekerja migran yang berada di Provinsi
Kepulauan Riau yang gagal diberangkatkan karena ternyata
dokumen dan prosedurnya tidak memenuhi persyaratan. Calon
pekerja migran yang umumnya berasal bukan dari Kepulauan
Riau, perlu juga mendapat bantuan penanganan termasuk
pemulangannya ke daerah asal mereka masing-masing.
Diharapkan akhir tahun 2009, SK ini sudah ditandatangani oleh
Gubernur Kepulauan Riau.
Dengan dibentuknya Satgas Penanganan PMBS Provinsi Riau,
diharapkan jalur pembiayaan bisa dilakukan dengan lebih cepat
karena Departemen/ Instansi Pusat dapat mengalokasikan biaya
penanganan PMBS melalui dana dekonsentrasi di Satgas PMBS
Kepulauan Riau. Selama ini, Satgas PTKIB Kabupaten/Kota
Kepulauan Riau (Tanjungpinang, Batam dan Tanjungbalai
Karimun) harus mereimburs biaya penanganan TKI Bermasalah
langsung ke Departemen Sosial dan Instansi Pusat lainnya.

41
Dinas Sosial mengajukan permohonan kepada Satgas TK-PTKIB
TK
Pusat up. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
untuk memfasilitasi pertemuan dengan Provinsi Asal PMBS
untuk membicarakan masalah penanganan dan pemulangan
PMBS baik yang dari luar negeri maupun yang ada di Kepulauan
Riau, sehingga ada pembagian tanggung jawab yang tegas antara
daerah transit dan
an daerah asal PMBS.
Terkait dengan rencana sosialisasi Juklak Penanganan dan
Pemulangan TKIB dari Satgas TK-PTKIB
TK Pusat di Provinsi
Kepulauan Riau, akan dikerjasamakan dengan Dinas Sosial
sebagai Satgas PMBS Provinsi Kepulauan Riau, yang rencananya
akan diselenggarakan pada akhir November atau awal Desember
2009. Pada kesempatan tersebut, akan diundang Satgas PTKIB
dari Kota Tanjungpinang, Batam dan Tanjungbalai Karimun serta
dari Perwakilan RI di Johor Bahru, Malaysia.

3. Sejalan dengan rencana peningkatan pengawasan keluar


masuknya orang melalui pelabuhan dan lorong-lorong
lorong tradisionil
yang banyak terdapat di daerah perbatasan termasuk di Provinsi
Kepulauan Riau, Kemenko Kesra bekerjasama dengan Babinkam
Mabes Polri telah mengembangkan
engembangkan Perpolisian Masyarakat
(Polmas) di Tanjungpinang dan Batam, dengan tambahan
muatan untuk membantu mengawasi pengiriman dan
pemulangan TKI ilegal dan kemungkinan terjadinya tindak
pidana perdagangan orang, penyelundupan narkoba dan
terorisme.

42
Pada kesempatan bertatap muka dengan Forum Kemitraan Polisi
dan Masyarakat (FKPM) se Tanjungpinang Barat di Gudang
Minyak, disampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat
Tanjungpinang yang telah membantu saudara-saudaranya yang
memerlukan bantuan selama berada di Tanjungpinang.
Pemerintah melalui Bina Mitra Kepolisian akan memberikan
bekal kepada FKPM sehingga dapat memberikan informasi dan
pembinaan kepada calon pekerja migran dan atau TKI
bermasalah yang pulang melalui daerahnya bahwa mencari kerja
dengan menjadi TKI ilegal adalah tidak benar, dan dapat
menyampaikan informasi bagaimana menjadi tenaga kerja yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Masyarakat melalui FKPM menyatakan siap untuk membantu
Pemerintah namun mohon agar diberikan dukungan agar
operasional FKPM dan komunikasi dengan pihak Kepolisian
dapat berjalan dengan lancar.
4. Monitoring Polmas di Batam dilakukan dengan mengadakan
pertemuan dengan Bagian Samapta dan Bina Mitra Poltabes
Barelang, yang djuga dihadiri oleh Satgas Pemulangan TKIB
Batam (Disnakertrans, BP3TKI, Biro Pemberdayaan Perempuan),
serta LSM Gerakan Anti Traficking (GAT) Batam. Pengembangan
Polmas di Batam untuk memperkuat daerah perbatasan baru
dimulai tahun 2009, dan telah mendapat pengarahan dari
Babinkam Mabes Polri namun belum secara operasional terpadu.
Berdasarkan hasil koordinasi yang dilakukan, Polmas yang akan
dijadikan percontohan di Batam adalah FKPM Teluk Mata Ikan
yang kebetulan juga menjadi daerah kerja LSM GAT. Sebagai
Pembina Utama adalah Bagian Bina Mitra Poltabes Barelang
dengan Wakil Bagian Samapta. LSM GAT mendapat tugas untuk
mengobservasi kemungkinan pemberdayaan masyarakat Teluk
Mata Ikan yang menurut rencana tata ruang akan dikembangkan
sebagai daerah wisata. Selama ini ditengarai banyak masyarakat
menambang pasir sehingga merusak lingkungan, sehingga perlu
dicarikan alternatif lainnya untuk kehidupan rakyat.
LSM GAT juga akan dilibatkan dalam pembinaan daerah yang
berfungsi sebagai pelabuhan tradisionil lainnya sehingga dapat
berfungsi sebagai Polmas yang kuat. Satgas PTKIB yang terdiri
dari dinas dan Biro Pemberdayaan Perempuan diharapkan ikut
berpartisipasi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing
memberikan pembinaan kepada masyarakat Teluk Mata Ikan dan
FKPM lainnya sehingga mereka mempunyai keberdayaan
ekonomi, sosial, dan keamanan serta kelengkapan informasi

43
tentang pemberdayaan usaha ekonomi pedesaan, ketenaga-
kerjaan dan trafficking in persons sehingga dapat memberikan
informasi tersebut kepada pada TKI ilegal yang berangkat dan
atau pulang melalui Teluk Mata Ikan dan pelabuhan tradisionil
lainnya.

Rencana tindak yang akan dilakukan dalam waktu dekat antara


lain adalah:
1) Bagian Samapta Poltabes Barelang akan segera berkoordinasi
dengan FKPM Teluk Mata Ikan mengenai rencana
menjadikan FKPM Teluk Mata Ikan sebagai Proyek
Pengembangan Polmas di Daerah Perbatasan.
2) GAT akan mengembangkan Sistem Jaringan SMS antara
FKPM Teluk Mata Ikan dengan Bagian Samapta, Bina Mitra
Poltabes Barelang, Satgas PTKIB dan Satgas Anti Trafficking
Batam, serta dengan Mabes Polri dan Kemenko Kesra.
3) LSM GAT akan melakukan observasi lapangan dan diskusi
dengan masyarakat untuk pengembangan usaha ekonomi
rakyat yang diharapkan dapat mencegah perusakan
lingkungan hidup karena penjualan pasir yang selama ini
dilakukan oleh masyarakat Teluk Mata Ikan.
4) Disepakati bahwa ada atau tidak ada kegiatan, secara periodik
akan dilakukan pelaporan melalui Sistem Jaringan SMS yang
akan dikembangkan.

44
5. Rekomendasi:
1) Menginformasikan kepada Babinkam Mabes Polri agar
melakukan pembinaan sampai dengan tingkat FKPM di
pedesaan/kelurahan sehingga masyarakat merasa
diperhatikan karena mendapat pembinaan dari Mabes Polri
dan menerima masukan langsung dari masyarakat.
Berdasarkan pertemuan di Tanjungpinang, FKPM di
lapangan tidak pernah menerima bantuan apapun dari
Kepolisian walaupun sudah menandatangani pertanggung-
jawaban.
2) Sosialiasi tentang Penanganan dan Pemulangan TKIB/PMBS
ada baiknya mengundang juga FKPM yang daerahnya ada
pelabuhan tradisionil untuk pemberangkatan dan
pemulangan TKI non–prosedural.
3) Meningkatkan sosialiasi program pemberdayaan ekonomi di
Provinsi Kepulauan Riau dan berbagai sumber daya
pendanaan bagi pengembangan usaha ekonomi masyarakat.
4) Untuk meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah
Asal TKIB/PMBS, perlu dilakukan koordinasi antara
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Pemerintah
Daerah Asal dengan difasilitasi oleh Kementerian
Koordinator Bidang Kesra. ***

45
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Batam, Provinsi Kepulauan Riau
Batam, 16-18 Oktober 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Batam, Provinsi
Kepulauan Riau, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke beberapa LSM di Batam yang selama ini
diketahui telah berpartisipasi dalam penanganan TKI Bermasalah
dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang
(trafficking in persons). Pemantauan ini dimaksudkan untuk
menilai kesiapan LSM terkait dengan rencana pengembangan
Perpolisian Masyarakat (Polmas) yang salah satu daerah uji
cobanya adalah Pulau Batam.
2. Salah satu tugas Satgas Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah serta Pekerja Migran Indonesia Bermasalah Sosial
dan Keluarganya dari Malaysia (Satgas PTKIB-PMIBS) yang
dibentuk melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor: 05A/Kep/Menko/Kesra/I/ 2009
tanggal 6 Januari 2009, adalah meningkatkan Perpolisian
Masyarakat (Polmas) untuk pengawasan pelabuhan dan jalur
lintas tradisionil di daerah perbatasan, yang menurut
pengamatan berbagai pihak banyak terdapat di Provinsi
Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan
Sulawesi Utara. Di sepanjangan daerah perbatasan ini ditengarai
banyak terjadi pemberangkatan dan pemulangan TKI non
prosedural bahkan yang tidak dilengkapi dengan dokumen
ketenagakerjaan apapun.
Perpolisian Masyarakat (Polmas) sudah lama dikembangkan oleh
Kepolisian RI dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kapolri
No. Pol.: Skep/1673/ X/1994 tanggal 13 Oktober 1994 tentang
Pokok-pokok Kemitraan Antara Polri dengan Instansi dan
Masyarakat; Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002
tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Kewilayahan; Surat
Keputusan Kapolri No.Pol.: Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober
2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model
Perpolisian Masyarakat Dalam PenyelenggaraanTugas Polri;
Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/431/VII/2006 tanggal 1

46
Juli 2006 tentang Pedoman Pembinaan Personel Pengemban
Fungsi Polmas; Surat Keputusan Kapolri No. Pol.:
Skep/432/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Panduan
Pelaksanaan Fungsi Operasional Polri dengan Pendekatan
Polmas; Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/433/VII/2006
tanggal 1 Juli 2006 tentang Pembentukan dan Operasionalisasi
Polmas; Kebijakan dan Strategi Kapolri tanggal 8 Desember 2007
tentang Percepatan dan Pemantapan Implementasi Polmas;
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2008 tanggal 26 September 2008 tentang Pedoman Dasar
Strategis dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Tugas Polri.
Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya
dari Malaysia (TK-PTKIB) mempertimbangkan bahwa Polmas
dapat menjadi salah satu jalan keluar untuk mencegah
pemberangkatan TKI non-prosedural melalui pelabuhan dan jalur
lintas tradisionil di daerah perbatasan, yang diharapkan dengan
menurunkan jumlah pemulangan TKI Bermasalah dari Malaysia
yang berbatasan langsung dengan RI.
Berkaitan dengan itu, Mabes Polri melalui Peraturan Kepala
Babinkam No. POL.03 Tahun 2009 tanggal 31 Agustus 2009 telah
mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Pengamanan Pemulangan
TKI Bermasalah yang Berlandaskan Perpolisian Masyarakat
(Polmas) yang mendapat dukungan APBN Perubahan Tahun
2009 untuk dikembangkan di empat daerah yaitu di Tanjung-
pinang dan Batam Provinsi Kepulauan Riau, Entikong Provinsi
Kalimantan Barat, dan Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Dalam pengembangannya, Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat (FKPM) sebagai wadah Polmas, antara lain juga
melibatkan kelembagaan masyarakat yang ada di daerah tersebut.
Dalam hubungan ini, Satgas TK-PTKIB Kementerian Koordinator
Bidang Kesra mengadakan monitoring dan evaluasi kesiapan
kelembagaan masyarakat dalam rangka pengembangan Polmas di
Batam, dengan melakukan berbagai pertemuan dengan LSM
setempat.
3. LSM Gerakan Anti Trafficking (GAT) Batam, selama 2 tahun
terakhir telah memberikan pendampingan kepada para pekerja
migran yang kembali secara non prosedural melalui Teluk Mata
Ikan di Batam (salah satu tempat berlabuhnya perahu
pengangkut pekerja migran ilegal dari Malaysia). Sejalan dengan
harapan GAT Batam untuk meningkatkan kerjasama dengan
Pemerintah Batam, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, dan

47
Pemerintah Pusat dalam penanganan pelabuhan tradisionil
seperti Teluk Mata Ikan dan beberapa pelabuhan tradisionil
lainnya, yaitu dalam rangka mencegah terjadinya penyelundupan
manusia yang berpotensi terjadinya penyelundupan senjata,
narkoba dan pelaku terorisme, maka Pengembangan Polmas di
daerah perbatasan seperti di Teluk Mata Ikan dapat menjadi
model yang sangat mungkin untuk dilaksanakan dalam
mengurangi tindak pidana perdagangan orang (trafficking in
persons) yang berkedok pengiriman tenaga kerja Indonesia.
LSM GAT sering membantu Tenaga Kerja Indonesia, termasuk
anak-anak dan ibu hamil, yang berhasil kabur dari Malaysia.
Mereka biasanya menggunakan speedboat dan turun di pinggiran
pantai Teluk Mata Ikan pada malam dini hari. Mereka yang
banyak berasal dari Surabaya dan Lombok, berhasil kabur dari
Malaysia menggunakan jasa seorang tekong dengan biaya
tertentu dan diturunkan di pinggiran pantai Teluk Mata Ikan.
Hampir semua TKI mengaku sudah lama ingin kembali ke
Indonesia, namun selalu dihalang-halangi majikannya masing-
masing, dan paspornya ditahan oleh majikan sehingga mereka
terpaksa kabur.

Di Teluk Mata Ikan, melalui Pos Pendataan GAT, mereka


diterima di pinggiran pantai yang langsung mendatanya dan
membantu mereka untuk pulang ke daerahnya masing-masing.
Bagi TKI yang swadaya mereka difasilitasi pemulangannya,
sedang bagi yang tidak mempunyai uang, dibantu oleh LSM GAT.

48
GAT juga memfasilitasi tempat istirahat sementara bagi TKI yang
pada umumnya datang pada malam hari. Pelarian TKI seperti itu
juga diketahui oleh Polsek Batam Kota, dan atas dasar
kemanusiaan, bekerjasama dengan GAT, mereka dibantu dan
difasilitasi untuk pulang.
4. LSM Yayasan Setara Kita, Batam, yang berdiri sejak 2 November
2004, adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak
di bidang advokasi dan perlindungan korban trafficking di Kota
Batam. Pimpinan LSM Setara Kita yang juga masuk dalam Forum
182 (terkait pemberantasan tindak pidana perdagangan orang),
sangat mendukung penguatan masyarakat di daerah perbatasan
dalam rangka Perpolisian Masyarakat (Polmas) yang diharapkan
dapat membantu mengurangi jalur-jalur yang dipergunakan
untuk menerima dan mengirimkan tenaga kerja bermasalah dan
mungkin juga korban perdagangan orang.
Terlebih dengan adanya informasi dari Koordinator Nasional
Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual dan Komersial
Anak, yang mengatakan bahwa Indonesia telah menjadi sasaran
child sex tourism (CST/wisata seks anak) dunia, sehingga kian
memperburuk citra Indonesia di mata internasional, khususnya
di dunia pariwisata. Menurut data UNICEF tahun 1998, 30
persen dari pekerja seks komersial (PSK) adalah anak (10-18
tahun) dan diperkirakan 40.000-70.000 anak Indonesia telah
menjadi korban eksploitasi seksual komersil anak (Eska). Dalam
sepuluh tahun terakhir Indonesia menempati posisi nomor tiga
setelah Brasil dan Vietnam dalam pariwisata seksual anak. Saat
ini ada enam provinsi masuk dalam kategori berat pariwisata
seksual anak, di antaranya Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, Batam, Sumatera Utara dan Lombok. Sebelumnya
Indonesia menempati lima besar wisata seks dunia setelah Brasil,
Vietnam, Myanmar dan Thailand. Namun dalam
perkembangannya, karena belum ada aturan yang tegas mengenai
pelacuran anak, maka Indonesia “naik kelas” menjadi tempat
wisata seks anak. Sementara itu Myanmar dan Thailand telah
mengubah aturan yang tegas mengenai pelacuran anak sehingga
peringkat mereka turun.
Departemen Sosial memperkirakan sebagian besar wisatawan
asing dari Malaysia dan Singapura yang pergi ke Batam setiap
minggunya melakukan aktivitas seksual dengan PSK yang 30
persennya adalah anak-anak. Pelacuran yang dilakukan oleh anak
kerap kali dijadikan sasaran para turis asing, dan ini
dimungkinkan terjadi karena belum adanya aturan yang jelas.

49
Kondisi seperti ini memang banyak terjadi di negara-negara
berkembang yang diwarnai dengan tekanan ekonomi (kemiskinan
dan gaya hidup) dan sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan,
serta kurangnya kesadaran dan kontrol sosial di lingkungan
masyarakat dan keluarga. Dalam hubungan inilah, Polmas dapat
berperan sebagai sarana dan wahana untuk pemberdayaan
masyarakat tidak saja di bidang keamanan, tetapi juga di bidang
ekonomi, sosial dan budaya sehingga memliki keberdayaan dan
ketahanan masyarakat yang kuat, yang mampu menangkis hal-hal
yang membahayakan bagi kehidupan warga masyarakat terutama
di pedesaan.

5. Saran tindak lanjut:


1) Menyarankan kepada Babinkam Mabes Polri untuk
mengambil Kelurahan Teluk Mata Ikan Batam sebagai lokasi
pengembangan model Polmas di perbatasan di daerah Batam,
Provinsi Kepulauan Riau.
2) Menyarankan kepada Babinkam Mabes Polri agar dalam
pengembangan Polmas di Batam melibatkan LSM GAT dan
Setara Kita (Forum 182) dan atau LSM lainnya sehingga
terbentuk jejaring yang kuat antara FKPM dengan lembaga
lain dalam penanganan dan pemulangan TKI Bermasalah,
korban tindak pidana perdagangan orang (trafficking in
persons) dan korban tindak kekerasan lainnya, termasuk
penyelundupan manusia. ***

50
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Batam, Provinsi Kepulauan Riau
Batam, 1-4 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Batam, Provinsi
Kepulauan Riau, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Batam, dan berkoordinasi dengan Bagian
Bina Mitra Poltabes Barelang, LSM Gerakan Anti Trafficking
(GAT) Batam, dan kelembagaan masyarakat setempat.
Batam merupakan salah satu daerah entry point pemulangan
TKIB terutama dari Semenanjung Malasia yang dapat ditempuh
dari Johor Bahru, Malaysia dan dari Singapura selama 1 jam
perjalanan kapal laut. Namun di sepanjang garis perbatasan
Singapura-Malaysia-Kepulauan Riau yang berupa laut, sangat
mudah ditembus melalui moda angkutan laut tersebut, yang
berangkat dan mendarat dari dan ke pelabuhan tradisionil yang
banyak terdapat di Batam, Bintan dan pulau-pulau lainnya di
Provinsi Kepulauan Riau.
Satgas TK-PTKIB bekerjasama dengan Babinkam Mabes Polri
bermaksud mengembangkan Perpolisian Masyarakat (Polmas) di
daerah perbatasan yang salah satunya akan dikembangkan di
Batam, yang jika berhasil akan direplikasi sehingga sepanjang
garis perbatasan terbentuk sabuk pengaman Polmas untuk
mengawasi keluar-masuknya TKI ilegal, dan juga trafficking in
persons, penyelundupan manusia, narkoba dan bahkan
terorisme.
2. Bagian Samapta dan Bagian Bina Mitra Poltabes Barelang
menyambut baik prakarsa Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat yang bekerjasama dengan Mabes Polri
bermaksud mengembangkan Polmas Daerah Perbatasan di
Batam, yang memang menjadi salah satu tempat keluar-
masuknya TKI ilegal melalui pelabuhan tradisionil yang banyak
terdapat di Batam. Dengan pegembangan ini, dapat diketahui
berbagai penguatan yang diperlukan agar Polmas Daerah
Perbatasan mampu menjalankan fungsinya yang menjadi
semakin luas dan berat. Untuk itu, agar selanjutnya
pengembangan Polmas Daerah Perbatasan lebih efektif, Poltabes

51
Barelang menyarankan agar melibatkan juga Direktorat Bina
Mitra di Polda Kepulauan Riau yang berkedudukan di Batam.

3. Menurut LSM GAT Batam, ada dua lokasi yang berpotensi untuk
mengembangkan Polmas Daerah Perbatasan karena masyarakat
setempat telah memahami dan telah ikut berpartisipasi dalam
upaya pencegahan dan pemulangan TKIB dan trafficking, yaitu di
Teluk Mata Ikan, Kelurahan Sambau, dan Tanjung Bemban,
Kelurahan Batu Besar di Batam. Kedua tempat tersebut selama
ini sering dijadikan tempat berlabuhnya perahu pengangkut
pekerja migran ilegal dari Malaysia. Meskipun Forum Kemitraan
Polisi dan Masyarakat (FKPM) yang terletak di desa belum
optimal, namun partisipasi masyakarat dan pihak Kepolisian di
lapangan sangat baik. LSM GAT telah melakukan pendekatan ke
Poltabes Balerang agar dapat memfasilitasi penggiatan FKPM
dalam membantu kegiatan pencegahan dan pemulangan TKIB
dan trafficking di kedua lokasi tersebut.
4. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, LSM GAT telah
membuat jaringan informasi inter pemangku kepentingan yang
terkait dengan upaya pencegahan dan penanganan TKIB dan
trafficking. Dan melalui jaringan informasi yang memanfaatkan
layanan Short Message Services (SMS), penyebaran informasi
sangat cepat. Jaringan ini telah memudahkan komunikasi antar
pemangku kepentingan dan telah sangat membantu pencegahan
TKIB dan penanganan korban trafficking. Untuk lebih
meningkatkan daya jangkau dan efektivitas jaringan, maka GAT
akan membentuk jejaring SMS yang lebih spesifik yang
menjangkau semua pihak terkait dengan pencegahan dan
penanganan TKIB dan korban trafficking.

52
Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat, LSM GAT bersama
pihak Pemerintah Kota Batam dan kelompok-kelompok
masyarakat seringkali melaksanakan sosialisasi mengenai
bahayanya menjadi buruh migran ilegal dan trafficking serta
mengangkat kasus-kasus ke media untuk menimbulkan efek jera
bagi calo atau perusahaan yang melakukan penipuan.
5. Dalam pertemuan dengan kelompok masyarakat di Teluk Mata
Ikan dan Tanjung Bemban, mengemuka keinginan masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui usaha ekonomi
melalui pemberdayaan perempuan. Masyarakat mengharapkan
adanya bantuan dari Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Untuk Teluk Mata Ikan, pelatihan pembuatan aneka souvenir asal
kerang dan untuk Tanjung Bemban pelatihan terkait pembuatan
aneka masakan asal ikan, kerang dan siput gonggong menjadi
prioritas.
6. Saran dan tindak lanjut:
1) Merekomendasikan kepada Babinkam Mabes Polri agar
mempertimbangkan Teluk Mata Ikan sebagai daerah
pengembangan Polmas Daerah Perbatasan di Batam,
bekerjasama dengan LSM GAT yang mempunyai pos dan
rumah singgah di daerah tersebut.
2) Untuk meningkatkan keberdayaan FKPM agar dapat
operasional dengan baik berdasarkan kekuatan mandiri,
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat perlu
mempertimbangkan usulan dari masyarakat Teluk Mata Ikan
dan Tanjung Bemban, Batam. ***

53
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Tanjungbalai Karimun,
Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungbalai, 1-4 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Tanjungbalai,
Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Satgas TK-PTKIB
telah melaksanakan kunjungan kerja ke Satgas Pemulangan TKIB
Tanjungbalai Karimun.
2. Satgas Pemulangan TKIB Tanjung Balai Karimun dibentuk
melalui Keputusan Bupati Karimun Nomor 85 Tahun 2006, dan
diperbaharui dengan Keputusan Bupati Nomor 05.B Tahun 2008.
Pelaksanaan tugas Satgas PTKIB Tanjungbalai Karimun tahun
2009 masih dilakukan oleh Satgas PTKIB yang sebelumnya
karena Keputusan yang baru sedang dalam proses penyelesaian,
yang terhambat karena ada perubahan yang mendasar terkait
dengan struktur dan pejabat Pemerintah Daerah dan dinas
terkait.
3. Menurut laporan Satgas PTKIB Tanjungbalai Karimun, selama
tahun 2009 hanya ada 1 orang TKIB yang dipulangkan melalui
Tanjungbalai Karimun karena sebagian besar pemulangan TKIB
dari Semenanjung Malaysia diarahkan ke pelabuhan
Tanjungpinang. Satu orang TKIB yang dipulangkan melalui
Tanjungbalai Karimun dalam kondisi stress dan tidak terdapat
dalam manifest. Saat ini sedang mendapatkan perawatan di
Karimun.
4. Pemulangan TKIB melalui Tanjungbalai, Karimun:
No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 2004 11.062 4.072 15.134
2. 2005 3.432 1.006 4.438
3. 2006 623 79 702
4. 2007 271 56 327
5. 2008 3 1 4
6. 2009 0 1 1

54
3. Koordinasi pemulangan TKIB oleh Satgas PTKIB Tanjungbalai
Karimun cukup efektif. Berdasarkan informasi dari Satgas PTKIB
Tanjungpinang, korban diterima di pelabuhan oleh Administratur
Pelabuhan sebagai anggota Satgas. Setelah pemeriksaan secara
menyeluruh, koban diantar menuju pemondokan/asrama
menunggu pemulangan. Korban dipulangkan menumpang kapal
dari Karimun menuju Jakarta dengan jadwal bergantung kepada
ada tidaknya kapal, umumnya setiap hari Rabu sesuai dengan
jadwal pelayaran kapal yang hanya seminggu sekali.
4. TKIB yang dipulangkan melalui Tanjungbalai Karimun berasal
dari daerah di luar Karimun, terutama dari Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan beberapa daerah Indonesia
Timur lainnya. Sejauh ini, tidak ada TKIB yang berasal dari
Karimun dan sekitarnya. Pengiriman TKIB oleh Satgas PTKIB
Tanjungpinang ke Karimun berdasarkan informasi yang
diperoleh dari para TKIB tersebut, dan kebanyakan memberikan
informasi yang salah tentang daerah asalnya sehingga ’terkirim’
ke Karimun. Hal ini membuat Karimun menjadi tempat transit
pemulangan TKIB.
5. Selain sebagai tempat transit pemulangan TKIB, Tanjungbalai
Karimun juga menjadi tempat transit dalam pemberangkatan
TKI. Pada tahun 2009 pemberangkatan diselenggarakan oleh 7
perusahaan tenaga kerja (PPTKIS) dengan jumlah TKI 1.610
orang. Namun karena TKI tersebut bukan berasal dari Karimun
maka data remitansi tidak dapat diperoleh.
6. Saran tindak lanjut:
1) Agar informasi TKIB yang akan dipulangkan melalui
Karimun dapat disampaikan lebih awal supaya persiapan
lebih matang.
2) Peningkatan koordinasi antara Satgas PTKIB Provinsi,
Kab/Kota dan Pusat dalam penanganan TKIB terutama
dalam pendataan daerah asal TKIB agar lebih cermat
sehingga tidak membingungkan dalam penanganan.
3) Satgas PTKIB Tanjungbalai Karimun telah menerima
informasi tentang anggaran operasional Satgas dari Pusat
namun karena kesulitan administrasi termasuk belum adanya
SK Satgas PTKIB Tahun 2009, karena perubahan struktur
dan pejabat, diputuskan untuk tidak mengambil dana
tersebut. Walaupun demikian Bupati Tanjung Balai Karimun
dan jajarannya tetap mempunyai komitmen yang tinggi
dalam penanganan TKIB. ***

55
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Entikong, Provinsi Kalimantan Barat
Entikong, 3-6 November 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Provinsi
Kalimantan Barat, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Entikong, dan berkoordinasi dengan
dinas/instansi terkait setempat.
Entikong merupakan daerah entry point pemulangan TKIB dari
Negeri Sarawak, Malaysia ke Kalimantan Barat, yang dilakukan
melalui jalan darat. Entikong berjarak 387 km dari Pontianak dan
dapat dicapai dalam waktu 5-6 jam perjalanan darat. Sekitar 10
km jalan masih berupa jalan tanah yang sedang dikeraskan,
selebihnya sudah beraspal halus. Pemantauan ke Entikong
dimaksudkan untuk mengetahui pola kerja Satgas PTKIB
Kalimantan Barat dengan jauhnya jarak tempuh Pontianak-
Entikong. Di samping itu juga ingin diketahui kesiapan LSM
setempat, terkait dengan rencana pengembangan Perpolisian
Masyarakat (Polmas) di Entikong sebagai percontohan Polmas
Daerah Perbatasan.
2. Satgas PTKIB Kalimantan Barat berkedudukan di Pontianak,
sementara Entikong sebagai entry point kepulangan TKIB,
dilayani oleh Polsek Entikong, BP3TKI dan Balai Latihan Kerja
Disnakertrans di Entikong. Pemulangan TKIB berlangsung sejak
dibukanya pintu lintas batas pukul 5.00 pagi sampai pukul 5.00
sore hari.
TKIB yang dipulangkan diserahkan petugas KJRI Kuching kepada
petugas Imigrasi disaksikan oleh BP3TKI, dan kemudian
dilanjutkan pendataan untuk pemulangan ke daerah asal. Bagi
TKIB yang harus bermalam, ditampung di BLK Disnakertrans
Entikong, dan yang perlu bantuan kasus seperti korban
penganiayaan dan perdagangan orang, serta bagi PRT dibawah
umur, disidik dengan BAP oleh Polsek Entikong.
TKIB yang berasal dari daerah sekitar Entikong/Propinsi, mereka
pulang secara mandiri, sedang yang harus pulang keluar
Kalimantan Barat, akan difasilitasi oleh Satgas PTKIB Pontianak.

56
Tidak ada pengawalan Kepolisian bagi TKIB yang ke Pontianak,
tetapi dititipkan kepada awak bus angkutan untuk diserahkan ke
Dinas Sosial di Pontianak. TKIB yang sakit juga mendapatkan
perlakuan yang sama, diteruskan ke Dinas Sosial Pontianak.
Proses penyidikan Polsek sering memerlukan waktu yang lama,
karena ada TKIB yang kebingungan dan sulit berkomunikasi
sehingga sementara di amankan di Polsek Entikong. Hal ini
mengakibatkan beratnya beban biaya Polsek untuk permakanan
TKIB dan transportasinya ke Pontianak.
3. LSM Antar Bangsa di Entikong selama ini telah membantu
menampung korban TKIB yang mengalami tekanan/gangguan
jiwa. Waktu itu terdapat 5 orang korban, 2 orang diantaranya
adalah korban penculikan. Salah satu korban adalah murid
Tsanawiyah Garut yang diculik saat pulang sekolah 11 bulan yang
lalu. Korban dapat meloloskan diri karena rumah bordirnya
digrebek polisi, kemudian diantar seseorang ke KJRI Kuching.
Korban penculikan lainnya belum bisa dimintai informasi karena
sedang stres, sehingga belum diketahui identitasnya. Korban
hanya diam dan tersenyum, namun memiliki cek RM 7.000 yang
diduga penghasilannya selama bekerja.
LSM Antar Bangsa juga membantu pemulangan TKIB yang tidak
berdokumen secara tidak resmi, melalui lorong-lorong tradisionil,
menghindari patroli PDRM Sabah. Cara-cara ini terpaksa
dilakukan karena jika melalui proses hukum sebagaimana
mestinya, memerlukan waktu lama dan TKIB harus menjalani
hukuman penjara terlebih dahulu.

57
4. Terkait dengan pengembangan Polmas Daerah Perbatasan di
Entikong, Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM)
Kecamatan Entikong telah dibentuk 2 tahun lalu dan diketuai Bpk
Sriyono dari Suku Dayak. Bekerja sama dengan Kepolisian
Entikong, FKPM mengawasi keluar masuknya TKI dari dan ke
Malaysia yang banyak melalui Entikong. Banyak TKI/calon TKI
yang menyewa rumah penduduk, tetapi kemudian tinggal
menetap dan menampung saudara atau kerabat yang datang
untuk mencari kerja di negeri jiran. Lama kelamaan banyak
muncul lokasi yang menjadi kampung etnis Jawa, Lombok dan
lain sebagainya. Hal ini memerlukan pendekatan kemasyarakatan
agar tidak terjadi gejolak sosial karena perbedaan adat istiadat
yang dapat memicu gesekan–gesekan yang mengganggu
keamanan wilayah.
5. Saran dan tindak lanjut:
1) Penanganan dan pemulangan TKIB dari Malaysia melalui
entry point Entikong dan di Pontianak, belum sesuai dengan
prosedur pemulangan menurut Petunjuk Pelaksanaan dari
Satgas TK-PTKIB. Untuk meningkatkan kinerja penanganan
dan pemulangan TKIB dan Keluarganya dari Malaysia, perlu
segera dilakukan sosialisasi Petunjuk Pelaksanaan
Penanganan dan Pemulangan TKIB dari Malaysia dan
Keluarganya kepada Satgas Pemulangan TKIB di Pontianak
dan Entikong.
2) Untuk lebih meningkatkan layanan selama penerimaan,
penampungan dan pemulangan TKIB dan Keluarganya dari
Malaysia di Entikong, yang sangat membutuhkan sentuhan
psikologis, sosial dan kesehatan, perlu segera dibentuk Satgas
PTKIB di Entikong yang beranggotakan unsur-unsur
Pemerintah dan Kelembagaan Masyarakat/LSM di Entikong
yang selama ini juga telah memberikan layanan kepada TKIB
dan Keluarganya. ***

58
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur
Nunukan, 2-6 November 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Timur, Satgas TK-PTKIB telah
melaksanakan kunjungan kerja ke Nunukan, dan berkoordinasi
dengan Satgas Pemulangan TKIB Nunukan, Bagian Bina Mitra
Polres Nunukan, dan dinas/instansi terkait lainnya.
Nunukan merupakan salah satu daerah entry point pemulangan
TKIB terutama dari Negeri Sabah, Malasia yang dapat ditempuh
dari Tawau, Malaysia selama 1 jam perjalanan kapal laut. Namun
di sepanjang garis perbatasan Kalimantan Timur-Sabah, banyak
terdapat lorong-lorong pelintasan dan pelabuhan tradisionil yang
dijadikan tempat pemberangkatan dan pemulangan TKI non
prosedural bahkan yang tidak dilengkapi dengan dokumen
ketenagakerjaan apapun.
Satgas Pemulangan TKIB Nunukan melaksanakan tugas
penanganan pemulangan TKIB dari Malaysia dengan baik
meskipun masih ditemukan kendala untuk mengkoordinasikan
dinas terkait yang antara lain disebabkan oleh kurang
tersosialisasikannya kebijakan Satgas TK-PTKIB Pusat di tingkat
lapangan. SK Pemulangan TKIB Nunukan Tahun 2009 telah
diterbitkan sejalan dengan reorganisasi di lingkup Kabupaten
Nunukan yang salah satunya adalah penggabungan institusi
seperti Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
2. Jumlah TKIB yang dipulangkan dari Malaysia ke Nunukan setiap
bulannya antara 200 – 300 orang. Namun jumlah TKI yang
dikirim melalui Nunukan justru berkurang dengan adanya
kebijakan Kependudukan tentang KTP Satu Identitas dan
kebijakan tentang pembuatan paspor yang bisa dilakukan di
mana saja dengan KTP daerah asalnya. Dengan menggunakan
visa melawat/ melancong banyak WNI masuk ke Malaysia melalui
Nunukan, dan banyak kemudian yang overstay karena mendapat
pekerjaan atau paspornya diambil oleh majikan. Kejadian seperti
ini mengakibatkan tetap tingginya jumlah TKIB yang dideportasi.

59
3. Untuk mengurangi masuknya TKI ke Malaysia secara non–
perosedural, Pemerintah Kabupaten Nunukan merencanakan
pemberlakuan Sistem Pelayanan Satu Atap (SINTAP) untuk
pelayanan administrasi bagi calon TKI yang akan bekerja di
Malaysia. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Nunukan juga telah
mengupayakan pembukaan lapangan kerja di Kabupaten
Nunukan khususnya bagi TKIB deportan, sehingga mereka tidak
harus kembali ke Malaysia dengan resiko dideportasi kembali.
Untuk jangka pendek pembukaan kebun kelapa sawit telah
dilaksanakan dan untuk jangka panjang adalah pembentukan
Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang berbasis potensi alam (yaitu
sebagai wilayah pelayanan dan wilayah bahari) yang konsepnya
telah disusun dan sedang disempurnakan.
4. Untuk meningkatkan pengawasan lorong-lorong dan pelabuhan
tradisionil yang banyak terdapat di Kabupaten Nunukan yang
selama ini dipergunakan untuk keluar-masuknya orang-orang
secara non-prosedural, Polres Nunukan telah melaksanakan
perintah Kapolri dan mengembangkan Polmas secara khusus
untuk daerah perbatasan.
Perpolisian Masyarakat (Polmas) sudah lama dikembangkan oleh
Kepolisian RI dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kapolri
No. Pol.: Skep/1673/ X/1994 tanggal 13 Oktober 1994 tentang
Pokok-pokok Kemitraan Antara Polri dengan Instansi dan
Masyarakat; Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/54/X/2002 tanggal
17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-
satuan Organisasi pada Tingkat Kewilayahan; Surat Keputusan
Kapolri No. Pol.: Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005
tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian
Masyarakat Daalam Penyelenggaraan Tugas Polri; Surat
Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/431/VII/2006 tanggal 1 Juli
2006 tentang Pedoman Pembinaan Personel Pengemban Fungsi
Polmas ; Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/433/VII/2006
tanggal 1 Juli 2006 tentang Pembentukan dan Operasionalisasi
Polmas; Kebijakan dan Strategi Kapolri tanggal 8 Desember 2007
tentang Percepatan dan Pemantapan Implementasi Polmas;
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2008 tanggal 26 September 2008 tentang Pedoman Dasar
Strategis dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Tugas Polri.
Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya
dari Malaysia (TK-PTKIB) mempertimbangkan bahwa Polmas
dapat menjadi salah satu jalan keluar untuk mencegah keluar-

60
masuknya TKI non-prosedural melalui pelabuhan dan jalur lintas
tradisionil di daerah perbatasan. Berkaitan dengan itu, Mabes
Polri melalui Peraturan Kepala Babinkam No. POL. 03 Tahun
2009 tanggal 31 Agustus 2009 telah mengeluarkan Pedoman
Pelaksanaan Pengamanan Pemulangan TKI Bermasalah yang
Berlandaskan Perpolisian Masyarakat (Polmas) yang mendapat
dukungan APBN Perubahan Tahun 2009 untuk dikembangkan di
empat daerah yaitu di Tanjung Pinang dan Batam Provinsi
Kepulauan Riau, Entikong Provinsi Kalimantan Barat dan
Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Untuk Kabupaten Nunukan telah dibentuk FKPM di 59 daerah
yang strategis, dengan melibatkan kelembagaan masyarakat yang
ada di daerah tersebut. Keberadaan FKPM cukup efektif dalam
mencegah keberangkatan ilegal calon TKI sebagaimana yang
pernah terjadi di FKPM Sungai Ular, Kecamatan Nunukan
Selatan. Partisipasi aktif anggota FKPM dengan anggota
masyarakat lainnya dalam memberikan informasi telah
membantu polisi untuk melakukan tindakan. Melalui penjelasan
dan pendekatan yang manusiawi, calon TKI tersebut bersedia
pulang ke daerah asalnya, atau menjadi pekerja di perkebunan
kelapa sawit di daerah Nunukan. FKPM juga mampu
mengantisipasi terjadinya berbagai tindak pidana dan membantu
menyelesaikan berbagai kasus yang dapat memicu terganggunya
keamanan dan ketertiban di daerahnya, yang berdampak pada
menurunnya kasus kriminal dan konflik antar anggota
masyarakat yang tidak harus diajukan sampai ke polisi atau
pengadilan.
5. Dari peninjauan ke FKPM kawasan Pelabuhan Tunon Taka,
Kecamatan Nunukan Selatan dan Kecamatan Sebatik Barat (Desa
Tanjung Aru dan di Pos Sungai Nyamuk), diperoleh beberapa hal
penting sebagai berikut:
1) Ketiga FKPM telah memiliki struktur organisasi yang
lengkap, melibatkan warga masyarakat dan petugas polisi
setempat. FKPM telah menyusun program dan melakukan
pertemuan rutin untuk membahas pelaksanaan program, dan
pertemuan khusus untuk membahas kasus-kasus tertentu.
Program rutin mencakup pengawasan terhadap keamanan
dan ketertiban, serta sosialisasi kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran hukum. Berbagai kasus yang
ditangani antara lain keberangkatan calon TKI ilegal, indikasi
trafficking, konflik antar warga (terkait dengan kepemilikan
lahan), dan KDRT.

61
2) Balai Kemitraan untuk kegiatan administrasi FKPM beragam
ada yang berupa bangunan khusus (Pelabuhan Tunon Taka),
menyatu dengan rumah warga (Nunukan Selatan) atau
Kantor Kepala Desa (Sebatik Barat). Fasilitas ruangan Balai
Kemitraan dan pembiayaan kegiatan di tiga FKPM tersebut
hampir sepenuhnya ditanggulangi secara mandiri,
mengandalkan sumbangan sukarela dari anggota FKPM dan
warga. Di Nunukan Selatan FKPM mendapat bantuan telepon
dan pulsa untuk memudahkan komunikasi dengan Polres
Nunukan.
3) FKPM Nunukan Selatan telah memulai pengembangan
ekonomi masyarakat dengan melakukan sosialisasi
penggunaan kompor biji jarak yang manfaatnya dirasakan
cukup menolong, karena dapat mengurangi biaya bahan
bakar (minyak tanah). FKPM telah merencanakan untuk
menanam pohon jarak di lahan tidur seluas 10 hektar dan
meminta bantuan Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat untuk memberikan biji jarak sebagai
bibit tanaman.
6. Saran dan tindak lanjut:
1) Beberapa FKPM di Kabupaten Nunukan telah berjalan engan
baik namun belum semuanya aktif antara lain karena belum
lengkapnya fasilitas dan masih kurangnya partisipasi
masyarakat.
2) Melibatkan Biro Bina Masyarakat, Deops Mabes Polri yang
membidangi pengembangan Polmas dalam Satgas TK-PTKIB
Pusat.

62
3) FKPM Nunukan memerlukan penguatan/status hukum
FKPM berupa SK dari pimpinan Kepolisian Republik
Indonesia, dan mengusulkan adanya seragam untuk
meningkatkan pengakuan masyarakat terhadap keberadaan
dan peran FKPM.
4) FKPM mengajukan permohonan untuk mendapatkan dana
bantuan operasional baik untuk kegiatan rutin FKPM seperti
rapat mingguan, bulanan dan tahunan, maupun untuk
kegiatan insidentil seperti penyelesaian kasus-kasus tertentu.
5) Babinkam Mabes Polri perlu segera mencairkan anggaran
pembinaan Polmas dari Anggaran Biaya Pembangunan
Perubahan Tahun 2009 untuk mendukung operasional
Polmas di daerah perbatasan. ***

63
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Semarang, Provinsi Jawa Tengah
Semarang, 4-6 November 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Semarang,
Provinsi Jawa Tengah, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan
dinas/instansi terkait.
2. Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Tengah menurut data
bulan Februari 2009, adalah sebagai berikut:
Jumlah penduduk berusia 15 tahun atau lebih (penduduk usia
kerja), sebanyak 24.575.820 orang. Dari kelompok tersebut
sebanyak 16.610.167 orang (67,59%) tergolong dalam angkatan
kerja (TPAK).
Kelompok yang terserap sebagai pekerja sebanyak 15.401.496
orang (92,72%) dan yang tidak terserap (pengangguran
terbuka) sebanyak 1.208.671 orang (7,28%). Sisa penduduk
usia kerja sebanyak 7.965.653 orang (32,41%) tergolong
sebagai bukan angkatan kerja.
Para pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan di dalam
negeri mengadu nasib ke luar negeri, khususnya ke Malaysia
yang merupakan Negara terdekat dari Indonesia.
3. Penempatan TKI Jawa Tengah ke luar negeri (2003 - September
2009) sebanyak 129.584 orang, terbanyak ke Malaysia yaitu
sebesar 70.246 orang (54.21 %). Tahun 2008, remitansi TKI Jawa
Tengah (35 Kab/Kota) sejak bulan Januari-September 2008
mencapai Rp 906.244.888.326,-, berasal dari kiriman 44.718
orang TKI yang ditransfer melalui BRI, BNI dan Bank Mandiri.
4. Namun TKI Jawa Tengah di luar negeri juga ada yang
bermasalah, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak
tahun 2005 melalui Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.
560.05/47/2005 tanggal 2 Agustus 2005 membentuk Tim
Penguatan Operasional Satgas/Posko Penanggulangan
Pemulangan TKI Bermasalah Provinsi Jawa Tengah.

64
5. Tahun 2009, pemulangan TKIB asal Jawa Tengah sebanyak
19.231 orang, menurun dari tahun 2008 (25.926 orang), 2007
(30.323 orang), 2006 (20.801 orang).
6. Khusus untuk pemulangan TKIB dari Malaysia, tahun 2009
(Januari-Oktober 2009) mencapai 866 orang.
No. Tahun Laki-Iaki Perempuan Jumlah
1. 2006 1.066 379 1.445
2. 2007 379 209 588
3. 2008 541 316 857
4. 2009 (30 Oktober 2009) 531 335 866
Jumlah 2.517 1.239 3.756
Sumber: Disnakertrans Provinsi Jateng

Permasalahan TKIB yang dideportasi dari Malaysia, dapat


diidentifikasi sebagai berikut:
1) Berangkat memakai paspor kunjungan.
2) Berangkat resmi tetapi dokumen tidak diperpanjang.
3) Karena ulah calo/sponsor TKI tertipu karena tidak sesuai
prosedur.
4) Berangkat keluar negeri (Malaysia) ikut teman/saudara yang
sudah bekerja di tempat tujuan.
5) Banyak warga Jawa Tengah yang bekerja ke Malaysia, tetapi
dokumennya bukan dari Jawa Tengah (mutasi tidak resmi).
6) Karena tidak ada biaya maka banyak TKI menempuh jalur
tidak resmi melalui Tanjung Pinang.
7) TKI lari dari majikan atau pindah kerja karena terjadi tindak
kekerasan/diperlakukan kurang baik/tidak sesuai Perjanjian
Kerja.
8) Kontrak kerja selesai tidak melapor.
9) Ditangkap polisi relawan (tidak membawa identitas).

7. Penanganan yang diberikan terhadap TKIB antara lain:


Penjemputan serta pendataan dan identifikasi kedatangan
TKIB.
Memberikan penyuluhan dan pengarahan kepada TKIB agar
tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri
dan merepotkan Pemerintah.
Memberikan brosur standar operasional penempatan TKI ke
luar negeri yang legal/resmi.
Memberikan permakanan kepada TKIB.

65
Memberikan bantuan transport dari Terminal Semarang ke
Kab/Kota yang berasal dari APBD Provinsi Jawa Tengah.
Memberikan fasilitas angkutan dari Posko ke Terminal di
Semarang dengan menyewakan Bus.
Memberikan surat jalan/pengantar untuk pengamanan di jalan
sampai tempat tujuan daerah asalnya.
Mengantarkan TKIB ke Terminal Bus dan mengarahkan ke
jurusan Bus masing-masing sesuai daerah asalnya.
Mewajibkan TKIB melapor ke Dinas/Kantor yang membidangi
Ketenaga-kerjaan setempat setelah sampai di daerah asalnya.
Melakukan koordinasi dan memberikan informasi kepada
Dinas/kantor yang membidangi ketenagakerjaan kab/kota
untuk memberikan pembinaan lebih lanjut dan membantu TKI
yang bersangkutan apabila ingin kembali bekerja ke luar negeri
melalui prosedur yang legal dan mendaftar pada
PPTKIS/Cabang PPTKIS yang resmi dan baik di Jawa Tengah.
8. Permasalahan yang dihadapi di lapangan:
1) TKIB yang datang dan diterima Tim di Jawa Tengah sulit
diketahui identitasnya secara pasti, karena sebagian besar
TKIB tidak membawa dokumen (SPLP, Paspor, KTP atau
bukti Jainnya)
2) Daftar nama dan alamat TKIB yang dibawa oJeh pengantar
(DAMRI/ Kapal PELNI) tidak jelas.
3) Berdasarkan informasi dari TKIB, bahwa semua dokumen,
uang dan barang lainnya semuanya di sita/diminta paksa oleh
petugas relawan yang melakukan penangkapan.
4) Tidak tersedianya dana untuk permakanan maupun transpor
lokal ke terminal bagi TKIB di Posko Provinsi.
5) Anggaran untuk penanganaan TKI Bermasalah (TKIB)
biasanya turun pada akhir tahun anggaran sehingga
dirasakan kurang efektif karena deportasi TKI terjadi
sepanjang tahun (dari awal tahun), sementara itu dana dari
APBD sangat terbatas.
9. Saran tindak lanjut:
1) Hendaknya petugas embarkasi pemulangan dapat
memberikan daftar nama dan copy/salinan bukti dokumen
identitas bagi TKIB yang dipulangkan, karena sangat
diperlukan untuk menunjukkan kepada petugas yang ada di
Provinsi maupun Kab/kota bahwa mereka benarbenar TKIB
yang mesti harus dibantu.

66
2) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
atau Depnakertrans bersama KBRI melakukan upaya
pengamanan terhadap TKIB yang dipulangkan agar dokumen
dan barang bawaannya dapat diselamatkan.
3) Setiap kepulangan TKIB melalui manapun asal Jawa Tengah,
hendaknya di informasikan ke Posko Pemulangan TKIB
Provinsi Jawa Tengah, sehingga petugas dapat
mengidentifikasinya.
4) Melalui Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat hendaknya dapat mengalokasikan dana untuk
permakanan bagi TKIB maupun transport lokal ke terminal,
karena para TKIB tersebut dari Jakarta hanya mendapatkan
jatah makan pagi, sedangkan yang bersangkutan masih harus
melanjutkan perjalanan ke daerah asalnya yang jaraknya
cukup jauh (rata-rata 4-6 jam) dan bantuan uang transport
yang diberikan hanya cukup untuk biaya kepulangan dari
Semarang sampai ke daerah asalnya.
5) Melalui Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat diharapkan anggaran untuk penanganan TKI
Bermasalah untuk Satgas di Provinsi dapat turun pada awal
tahun anggaran sehingga penanganan TKIB dapat lebih
optimal. ***

67
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Surabaya, Provinsi Jawa Timur
Surabaya, 5-7 November 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Surabaya,
Provinsi Jawa Timur, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan
dinas/instansi terkait.
2. Satgas Pemulangan TKIB Jawa Timur telah dibentuk dengan
Surat Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan
Kependudukan Propinsi Jawa Timur Nomor 560/06.B/112.05/
2009 tanggal 28 Januari 2009 tentang Tim Satgas Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah (TKIB) dari Malaysia, dengan tugas:
Mengkoordinir tugas sektor secara terpadu.
Mengkoordinir pengangkutan dari debarkasi ke Posko TKIB.
Melakukan pendataan dengan identitas diri yang jelas.
Mempersiapkan tempat transit sementara.
Mempersiapkan pelayanan kesehatan.
Memprioritaskan pelayanan khusus kepada kaum wanita dan
anak-anak.
Mencegah adanya perdagangan, penyelundupan manusia
serta narkoba.
Melakukan pengamanan dan penindakan sesuai ketentuan.
Memberikan pelayanan kepada TKIB dengan memberikan
konsumsi (makanan dan minuman serta bantuan transport).
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
mengharapkan agar dimasukkan dalam keanggotaan Satgas agar
dapat membantu TKIB perempuan dan anak.
3. Selama tahun 2004-2008, TKI bermasalah yang difasilitasi
pemulangannya oleh Satgas TKIB Jawa Timur sebanyak 42.986
orang, terdiri dari: TKIB Jawa Timur (38.436 orang), TKIB luar
Jawa Timur (4.497 orang), dan anak/bayi (4.497 orang).
4. Pemulangan TKIB periode bulan Januari-Oktober 2009, TKI
bermasalah yang yang difasilitasi pemulangannya sebanyak 7.663
orang terdiri dari: TKIB Jawa Timur (7.608 orang), anak-
anak/bayi (46 orang), TKIB Luar Jawa Timur (9 orang).

68
5. Pembiayaan TKI bermasalah untuk wilayah Jawa Timur
dianggarkan oleh Pemda melalui Satgas sebesar Rp 35.000,- per
orang sampai ke daerah tujuan. Jadi dana tidak melalui Dinas
Sosial untuk pemulangannya. Dinas Sosial hanya menganggarkan
dana untuk pemberdayaan korban agar tidak berkeinginan untuk
kembali bekerja di luar negeri. Tahun 2009 Dinas Sosial telah
memberikan dana untuk pemberdayaan bagi 65 orang korban,
termasuk korban tindak kekerasan.
6. TKI bermasalah yang masih membutuhkan biaya pemulangan ke
daerah asalnya seperti Pulau Bawean yang berada di wilayah Kab.
Gresik, dibiayai oleh Satgas Kab. Gresik, dan TKI bermasalah
yang berasal dari kepulauan yang berada di sekitar pulau Madura
dibiayai oleh Satgas Kabupaten yang bersangkutan.
7. Untuk TKIB luar Jawa Timur, Satgas Jawa Timur mengirim TKI
Bermasalah ke daerah tujuan, dan untuk sementara dibiayai oleh
Satgas Jawa Timur. Setelah sampai di daerah tujuan biaya yang
dikeluarkan oleh Satgas Jawa Timur diganti oleh Satgas daerah
tujuan seperti NTB dan NTT.
8. Penampungan TKI bermasalah untuk daerah NTB saat ini
ditangani oleh Satgas TKIB yang berkedudukan di Kota Malang
Jawa Timur, dan langsung dikirim dengan DAMRI lewat jalan
darat ke daerah tujuan seperti Lombok, Sumbawa dan Bima.
9. Saran tindak lanjut:
1) Semua anggaran dan pembiayaan TKI bermasalah
ditanggung oleh Pemda Jawa Timur melalui Dinas
Nakertrans dan Satgas TKIB.
2) Sampai saat ini menurut petugas TKIB Jawa Timur,
pembiayaan Satgas untuk tahun 2009 belum turun dari
Anggaran Pusat.
3) Selama pemulangan TKIB tidak ada masalah, namun
pemulangan ke daerah asal TKIB, perlu dinaikkan dari Rp
35.000,- menjadi Rp 50.000,-
4) Bayi yang dibawa oleh TKIB kebanyakan adalah sebagai hasil
hubungan gelap oleh para majikan yang tidak bertanggung
jawab.

69
5) Dinas Imigrasi terlalu mudah dalam memberikan Paspor,
oleh karena itu Imigrasi dalam memberikan paspor harus
selektif antara paspor kunjungan wisata dengan paspor TKI
pencari kerja.
6) TKI yang dikirim seharusnya TKI yang memiliki keterampilan
sesuai dengan kebutuhan negara tujuan, tidak di bawah
umur, dan tidak memalsukan identitas, dengan demikian
diharapkan TKIB di masa datang dapat berkurang. Untuk itu
Tim Satgas Jawa Timur juga telah berkoordinasi kepada
dinas/instansi terkait dalam upaya peningkatan kualitas TKI.
***

70
MONITORING
DAERAH ASAL TKIB

Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Provinsi Lampung
Bandar Lampung, 2-4 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Provinsi
Lampung, Satuan Tugas Tim Koordinasi Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (Satgas TK-PTKIB)
telah melaksanakan kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi
Lampung dan dinas/instansi terkait.
2. Provinsi Lampung merupakan daerah asal pengiriman TKI, dan
sekaligus juga menjadi daerah transit. Hal ini dikarenakan
Provinsi Lampung mempunyai aksesibilitas antar provinsi dan ke
luar negeri yang baik. Walaupun ada TKIB asal Malaysia yang
berasal dari Lampung, namun Pemerintah Provinsi Lampung
belum membentuk Satgas Pemulangan TKIB. Namun terkait
dengan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang,
Pemerintah Lampung melalui Peraturan Gubernur Nomor 24
Tahun 2009 tanggal 17 Juli 2009 telah membentuk Gugus Tugas
Penanganan dan Pencegahan Trafiking, akan tetapi sampai
dengan akhir Desember 2009 Gugus Tugas tersebut belum
pernah mengadakan rapat koordinasi.
Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan dan Transmigrasi, dan
BP3TKI Lampung sejauh ini hanya menangani penempatan dan
perlindungan TKI formal, dan menginformasikan bahwa untuk
periode 2006-2008 jumlah TKI asal Lampung yang dikirim ke
luar negeri tercatat sebanyak 7.905 orang, yaitu ke Malaysia,
Singapura, Hongkong, Taiwan, Arab Saudi, Kuwait, Jordania, Uni
Emirat Arab, Oman, dan Brunei. TKI Lampung hampir
seluruhnya bekerja di sektor informal, meski ada sebagian kecil

71
yang bekerja di sektor formal. Seluruh TKI yang bekerja di sektor
informal adalah perempuan.
Pada tahun 2006, TKI asal Lampung sebanyak 3.308 orang
dan pekerja sektor informal 2.599 orang. Negara tujuan TKI
asal Lampung antara lain: Malaysia sebanyak 1.824 orang,
Arab Saudi sebanyak 1.100 orang, Singapura sebanyak 93
orang, Taiwan sebanyak 93 orang, Hongkong sebanyak 91
orang, UEA sebanyak 70 orang, Oman sebanyak 18 orang,
Kuwait sebanyak 10 orang, dan Yordania sebanyak 9 orang.
Sedangkan pada tahun 2007, TKI asal Lampung sebanyak
2.994 orang dan 2.591 orang bekerja di sektor informal. Negara
tujuan TKI asal Lampung antara lain: Malaysia sebanyak 1.172
orang, Arab Saudi sebanyak 1.120 orang, Taiwan sebanyak 294
orang, Singapura sebanyak 242 orang, Hongkong sebanyak 137
orang, Brunai Darussalam sebanyak 12 orang, Kuwait sebanyak
12 orang, UEA sebanyak 4 orang, dan Qatar sebanyak 1 orang.
Pada tahun 2008 tercatat sebanyak 1.183 orang, dan dari
jumlah tersebut, pekerja sektor formal hanya 159 orang,
selebihnya 1.024 orang bekerja di sektor informal, antara lain
sebagai pekerja rumah tangga.
3. Jumlah TKI Lampung yang kembali ke tanah air selama periode
2007-2008 sebanyak 32.215 TKI, yang berasal dari Kabupaten
Lampung Timur sebanyak 9.155 orang; dari Kabupaten Lampung
Selatan sebanyak 7.357 orang; dari Kabupaten Tanggamus
sebanyak 4.641 orang; dari Kabupaten Lampung Tengah
sebanyak 3.642 orang, dari Kabupaten Tulang Bawang sebanyak
3.486 orang; dan dari Kabupaten Lampung Utara sebanyak 1.564
orang; sisanya dari kabupaten/kota yang lain.
4. Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan, dan Transmigrasi Lampung
memprihatin-kan buruknya sistem pencatatan dan pendataan
rekrutmen TKI yang menyebabkan terjadinya kerancuan data
antara yang dimiliki dinas dan perusahaan asuransi
pemberangkatan tenaga kerja. Salah satu penyebab tidak
akuratnya data karena kartu tanda kerja luar negeri (KTKLN)
dibuat di Jakarta oleh Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan TKI serta Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.

72
5. Saran dan tindak lanjut:
1) Pemda Lampung sedang membenahi sistem rekrutmen dan
pengiriman TKI Lampung, terutama dengan memper-
timbangkan faktor usia produktif, setelah itu baru dilakukan
pengiriman.
2) Untuk memperbaiki mekanisme penempatan dan
perlindungan TKI, pada tahun 2009 Pemerintah Provinsi
Lampung telah membentuk Pos Pelayanan Penempatan dan
Perlindungan TKI (P4TKI), sebagai kepanjangan BP3TKI
yang berada di Palembang untuk wilayah kerja Sumatera
Bagian Selatan.
3) Untuk kepentingan keakuratan data TKI, Disnakerduktrans
Lampung sudah mengusulkan supaya KTKLN dibuat di
provinsi asal TKI.
4) Pemerintah Provinsi Lampung merasa belum perlu
membentuk wadah koordinasi untuk membahas dan
memecahkan masalah yang terkait dengan penanganan TKI
bermasalah. ***

73
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kupang, 12-15 Oktober 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT), Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan
(TTS) yang menjadi salah satu sumber TKI dari Provinsi NTT.
Provinsi NTT merupakan salah satu daerah yang menjadi sumber
TKI. Tahun 2009 (Oktober), TKI asal NTT yang berangkat ke luar
negeri mencapai 6.592 orang, sebagian besar (90%) ke Malaysia,
dan dari TKI yang berangkat tersebut sebagian besar (68,8%)
adalah perempuan, dan hanya sebagian kecil laki-laki. TKI laki-
laki asal NTT umumnya bekerja di perkebunan atau kilang,
sementara TKI perempuan menjadi pelaksana rumah tangga
(PLRT), keduanya merupakan jenis pekerjaan yang rentan
terhadap tindak kekerasan dan eksploitasi. Mereka yang
berangkatnya legal, karena berbagai tekanan kerja dan situasi,
lalu keluar dari lingkungan kerjanya walaupun dokumennya
ditahan majikan dan kemudian menjadi TKI Bermasalah.
2. Di Provinsi NTT sudah terbentuk Tim Koordinasi Pencegahan
dan Penanganan TKI Non Prosedural Asal Provinsi NTT yang
dibentuk melalui SK Gubernur No. 08/Kep/HK/2009 tanggal 14
Januari 2009 yang bertugas melakukan pencegahan terhadap
perekrutan dan pengerahan calon tenaga kerja secara ilegal oleh
oknum/calo/PPTKIS yang nakal. Kinerja Tim ini diharapkan
dapat menurunkan angka TKIB di luar negeri, karena penyiapan
dan pengiriman tenaga kerja NTT telah memenuhi persyaratan
dan prosedur penempatan sesuai peraturan perundangan.
Namun Tim Koordinasi tersebut tidak melibatkan Dinas Sosial
yang membidangi perlindungan pekerja migran, dan juga Dinas
Kesehatan yang menangani masalah kesehatan calon TKI dan TKI
purna. Tim Koordinasi yang dibentuk terkesan lebih fokus kepada
kegiatan penyiapan dan penempatan TKI, tetapi kurang dalam
hal perlindungan calon TKI dan TKI purna, serta TKI bermasalah.

74
3. TKI Bermasalah asal NTT banyak yang dipulangkan dari Malaysia
melalui Satgas PTKIB Tanjungpinang, Kepulauan Riau atau
melalui Nunukan, Kalimantan Timur dan Pare-Pare, Sulawesi
Tengah. Pada umumnya masalah TKIB asal NTT karena putus
kontak dengan keluarga, gaji tidak dibayar, atau melarikan diri
dari majikan. Kehilangan kontak ini telah menimbulkan
kekhawatiran bagi keluarga yang ditinggalkan di dalam negeri.
4. Salah satu daerah asal TKIB di Provinsi NTT adalah Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS), yang berjarak 115 km dari kota
Kupang ke arah Atambua, dan dapat dicapai melalui jalan darat
dalam waktu 3 jam. Kabupaten yang berpenduduk 423,895 jiwa
ini, sebagian besar penduduknya bertani lahan kering, sementara
kaum perempuan NTT banyak menekuni bidang kerajinan
rumah tangga seperti bertenun dan pengolahan makanan.
5. Tekanan kehidupan dan terbatasnya lapangan pekerjaan di
pedesaan telah mendorong perempuan TTS untuk mencari kerja
ke luar negeri, dan pada umumnya ke Malaysia sebagai PLRT.
Menurut Dinas Tenaga Kerja Kabupaten TTS, tahun 2008 ada
502 orang TTS pergi menjadi TKI di Malaysia dan tahun 2009
meningkat menjadi 834 orang. Daerah yang banyak mengirim
TKI adalah Kecamatan Mollo Utara, Amanuban, dan Amanatun.
6. Menurut penduduk Kecamatan Molok Utara, memang sudah
menjadi budaya penduduk setempat untuk merantau dan merasa
bangga dan terhormat bila dapat bekerja di luar negeri. Di desa
tersebut banyak terdapat para calo yang juga penduduk setempat,
dan bekerja sama dengan aparat desa, mencari kemudahan
seperti pemalsuan identitas untuk dapat memberangkatkan calon
TKI yang sebetulnya tidak memenuhi persyaratan. Karena
ketidaksiapan ini banyak TKI asal NTT yang bermasalah, dan
mengharap dapat segera kembali ke daerah asalnya.
7. Untuk mengurangi minat penduduk ke luar negeri terutama bagi
mereka yang belum memenuhi persyaratan (khususnya umur),
Pemerintah Daerah Kabupaten TTS berupaya membuka lapangan
kerja di pedesaan melalui pemberdayaan masyarakat termasuk
perempuan, dengan memberikan pelatihan keterampilan dan
bantuan modal kerja. Kaum perempuan khususnya yang sudah
berumah tangga dimotivasi untuk mengembangkan usaha mikro
perempuan berbasis sumber daya lokal seperti membuat kue atau
memelihara ternak sehingga tidak harus pergi mencari kerja ke
luar daerah atau keluar negeri meninggalkan fungsinya sebagai
pengasuh anak-anak dan keluarga. Hal seperti ini seringkali

75
menimbulkan dampak sosial yang lebih besar daripada
keuntungan ekonomi yang diperoleh.
8. Saran dan tindak lanjut:
1) Karena Provinsi NTT merupakan daerah pengirim TKI yang
cukup besar, disarankan agar Tim Koordinasi yang dibentuk
juga mencakup fungsi perlindungan dan penanganan TKI
Bermasalah yang berasal dari NTT.
2) Meningkatkan pengawasan rekrutmen dan pengiriman TKI
non-prosedural yang dilakukan oleh calo-calo yang ada di
desa dan berangkat melalui jalur tidak resmi.
3) Meningkatkan pengawasan pengurusan dokumen kepen-
dudukan sehingga pemalsuan data (nama, usia, pendidikan)
dapat dihindarkan.
4) Mengalokasikan dana APBD Provinsi maupun Kabupaten/
Kota untuk penanganan dan pemulangan TKI Bermasalah
NTT ke daerah asalnya.
5) Membuka kesempatan bekerja dan berusaha di pedesaan
sebagai alternatif bagi penduduk setempat khususnya untuk
perempuan dan anak-anak perempuan, sehingga mereka
tidak memaksakan diri mencari pekerjaan di luar negeri. ***

76
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kupang, 7-10 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT), Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi NTT di Kupang, serta
dinas/instansi terkait setempat.
2. Tim Koordinasi Pencegahan dan Penanganan TKI Non
Prosedural yang dibentuk bulan Januari 2009 melaporkan bahwa
selama periode Januari-Desember 2009 Satgas PTKIB Provinsi
NTT telah memfasilitasi pemulangan 304 TKI ilegal yang
dideportasi pemerintah Malaysia. TKI ilegal ini dideportasi
setelah dirazia aparat keamanan negara setempat, karena tidak
memiliki surat-surat kelengkapan dari daerah asal TKI itu.
Sejumlah 304 TKI ilegal tersebut semuanya laki-laki dan berasal
dari Kabupaten Sumba Barat, Nagekeo, Manggarai, Belu, Ende,
Flores Timur, Rote Ndao dan Kabupaten Kupang. Dari jumlah itu,
sekitar 70% berasal dari Kabupaten Belu dan Flores Timur, Ende,
Nagekeo serta Manggarai dan sisanya tersebar di Rote Ndao,
Sumba Barat dan Kupang. Di Malaysia mereka bekerja sebagai
buruh di kebun kelapa sawit dan pembantu rumah tangga (PRT)
secara ilegal karena tidak memiliki kelengkapan administrasi
seperti visa dari Kedutaan Malaysia di Jakarta. Mungkin saja
surat-surat mereka sudah habis masa berlaku tapi belum
diperpanjang sehingga tertangkap saat razia.
Semua biaya pemulangan TKI ilegal dari Kupang ke kabupaten
asal ditanggung Pemerintah Provinsi NTT melalui dana DIPA
Dinsos NTT. Karena hampir semua mereka berdomisili di desa,
Satgas PTKIB Provinsi NTT telah berkoordinasi dengan Dinas
Sosial (Dinsos) kabupaten untuk memfasilitasi perjalanan mereka
ke desa asal.
3. Berdasarkan informasi dari Disnakertrans Provinsi NTT,
sebanyak 95% dari sekitar 40 ribu tenaga kerja Indonesia (TKI)
asal Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerja di Malaysia, baik
sebagai buruh di perkebunan maupun penata laksana rumah

77
tangga. Hanya lima persen yang bekerja di negara lain seperti
Taiwan, Singapura dan Brunei Darussalam.
Malaysia menjadi pilihan utama TKI asal NTT karena selain
permintaan terhadap para TKI cukup tinggi dari negeri jiran itu,
juga tidak membutuhkan keterampilan khusus. Namun tidak
diketahui berapa TKI asal NTT yang bekerja di Malaysia maupun
negara lain secara ilegal, tetapi jumlahnya diperkirakan lebih dari
angka resmi yang tercatat di Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.
4. Setiap tahun NTT mengirim sekitar 9.000 TKI ke luar negeri
dengan masa kontrak rata-rata dua tahun. Para TKI bisa
memperpanjang kontrak jika masih dibutuhkan oleh majikan
atau perusahaan. Para TKI yang bekerja di luar negeri ini, sekitar
93% bekerja sebagai penata laksana rumah tangga dan sisanya
bekerja di perkebunan, yang berarti jumlah TKI dari NTT yang
bekerja secara resmi di luar negeri lebih banyak adalah tenaga
kerja wanita (TKW) yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga.
5. Mengenai perlakuan terhadap para TKW, pemerintah secara
terus-menerus berupaya memperbaiki persyaratan pengiriman
TKI ke berbagai negara tujuan. Diharapkan, ke depan lahir
aturan yang lebih tegas sehingga tidak ada lagi perlakuan yang
tidak adil terhadap TKI. Khusus TKI dari NTT, sejauh ini terdapat
dua kasus menonjol yakni Nirmala Bonat dan Modesta Rangga
Kaka yang mendapat penganiayaan dari majikan mereka.
6. BP3TKI Propinsi NTT melaporkan bahwa penempatan TKI NTT
ke luar negeri menurut negara tujuan dan jenis kelamin posisi
Oktober 2009 sejumlah 6.592 orang, yaitu ke Malaysia 1.367
(Laki-laki), 4.540 (Perempuan); ke Singapura (Laki-laki tidak
ada), 455 (Perempuan); ke Hongkong (Laki-laki tidak ada), 156
(Perempuan); ke Brunai (Laki-laki tidak ada), 58 (Perempuan);
ke Taiwan (Laki-laki tidak ada), 1 (Perempuan); ke Arab Saudi
(Lali-laki tidak ada), 15 (Perempuan). Mereka bekerja di
Perkebunan 1.367 orang, Pelaksana Rumah Tangga 5.210 orang,
dan sebagai Operator 15 orang.
7. Dari data kasus TKIB di luar negeri, tahun 2009 yang meninggal
dunia sebanyak 14 orang, melarikan diri 18 orang, kerja tidak
dibayar 18 orang, dipulangkan 2 orang, putus komunikasi 16
orang, tanpa ijin keluarga 3 orang, unfit setelah tiba/bekerja di
luar negeri (sakit) sebanyak 8 orang, di bawah umur 1 orang,
mencuri 1 orang, majikan meninggal dunia 1 orang, PHK sepihak

78
3 orang, kecelakaan kerja/cacat tidak dapat melanjutkan
pekerjaan, terlibat kriminal sebanyak 1 orang, dan kasus lain-
lainnya sebanyak 14 orang, jadi total kasus TKIB asal NTT
sejumlah 104 orang.
8. Kendala yang dihadapi Tim Koordinasi Pencegahan dan
Penanganan TKI Non Prosedural di Provinsi NTT adalah
terbatasnya dana yang disiapkan sehingga Pemda/Kabupaten
dalam hal ini Dinas yang membidangi masalah Ketenagakerjaan
belum maksimal dalam penanganan TKI Bermasalah.
9. Untuk mengurangi terjadinya TKI Bermasalah, Satgas PTKIB
Provinsi NTT berharap, pelaksana penempatan TKI swasta
(PPTKIS) yang merekrut calon TKI dari berbagai wilayah di NTT
untuk dikirim ke negara tujuan, harus menaati peraturan di
negara tujuan sehingga tidak menyiksa TKI setelah berada di
tempat kerja.
Semua TKI yang hendak bekerja di luar negeri juga diharapkan
menggunakan jalur resmi sehingga permasalahan deportasi bisa
diminimalisasi. Apalagi, animo masyarakat NTT untuk bekerja di
luar negeri cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan
membawa dampak positif bagi devisa negara, pembangunan
daerah dan bagi pekerja itu sendiri. ***

79
MONITORING
NEGARA TUJUAN TKI

Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Kualalumpur, Malaysia
Kualalumpur, 14-17 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Kualalumpur,
Malaysia, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan kunjungan kerja
ke Kedutaan Besar RI di Kualalumpur, yang beralamat di No.
233, Jalan Tun Razak, Kualalumpur 50400, Malaysia.
2. Menurut KBRI Kualalumpur, terdapat sekitar 2 juta WNI di
Malaysia dan banyak di antaranya yang bekerja. Tahun 2009,
jumlah TKI mencapai 991.940 orang atau 51,7% dari jumlah
tenaga kerja asing di Malaysia. Sebagian besar (35,9%) TKI
bekerja di perladangan dan pertanian, 23,2% sebagai PLRT,
19,9% bekerja di konstruksi/binaan, 16,9% di kilang/pabrik, dan
lainnya di bidang service/jasa (3,9%). Karena berbagai
pelanggaran kemanusiaan, banyak terjadi permasalahan
ketenagakerjaan, keimigrasian, sosial, dan kriminalitas yang
menimpa TKI/WNI. Merupakan tugas KBRI Kualalumpur untuk
memberikan perlindungan dan bantuan bagi yang WNI/TKI yang
memerlukan.
Untuk menangani permasalahan WNI/TKI di Malaysia, KBRI
membentuk Satuan Tugas melalui Keputusan Kepala Perwakilan
RI untuk Negara Kerajaan Malaysia di Kuala Lumpur Nomor.
088/SK-DB/I/2007 tanggal 29 Januari 2007 tentang
Pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Pelayanan dan
Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI). Untuk tahun
2009, SK sedang dalam proses revisi sehubungan dengan adanya
pergantian pemangku jabatan di KBRI Kuala Lumpur.

80
3. Dalam rangka menghindari atau melepaskan diri dari
permasalahan, atau dalam proses penyelesaian masalah, banyak
WNI/TKI yang untuk sementara harus tinggal di KBRI, dalam
shelter yang berkapasitas 70 orang, namun terpaksa harus diisi
lebih bahkan mencapai 168 orang (Juli 2009) dengan waktu
sampai 6 bulan bahkan ada yang terganggu jiwanya. KBRI telah
mengajukan anggaran untuk membangun penampungan (shelter)
yang layak namun belum terealisir. KBRI juga menyambut baik
rencana Depsos untuk menempatkan Pekerja Sosial di shelter
KBRI untuk membantu pemulihan psikososial TKI Bermasalah
yang ada di penampungan.
4. Tahun 2009 ada 1.008 orang yang ditampung di shelter KBRI
dengan permasalahan: kondisi kerja tidak sesuai dengan yang
dijanjikan, beban kerja ganda/berat, tidak betah kerja, pindah-
pindah majikan, lari/diusir, majikan kasar, dan penipuan
perjanjian kerja (324 orang), gaji tak dibayar (172 orang),
terlantar/ilegal (166 orang), penyiksaan (104 orang), korban
perdagangan orang (53 orang), pelecehan seksual (45 orang),
ingin pulang, unfit, tidak kuat bekerja (144 orang). Saat ini di
shelter KBRI terdapat 102 orang TKW yang bermasalah dengan 4
bayi/anak.
5. Selama di dalam shelter, WNI/TKIB mendapat permakanan dan
keperluan pribadi. Selain itu juga disediakan pelayanan medis
oleh 2 orang dokter relawan setiap hari Selasa dan Jumat. KBRI
juga mengupayakan pelayanan konsultasi kejiwaan. Untuk
berkomunikasi dengan keluarga, WNI/TKIB diberikan
kesempatan menggunakan telepon khususnya bagi mereka yang
akan dipulangkan guna memudahkan penjemputan oleh
keluarganya di Indonesia. KBRI juga menyediakan fasilitas untuk
mengirim surat ke Indonesia. Selama di shelter, WNI/TKIB
difasilitasi untuk dapat bekerja pada pihak ketiga. Mereka juga
diharapkan berpartisipasi dalam menjaga kebersihan dan
ketertiban shelter termasuk dalam penyiapan permakanan dan
penjagaan bagi yang sakit.
6. Penyelesaian masalah WNI/TKIB tergantung pada berat
ringannya masalah, biasanya untuk kasus perdata (gaji) lebih
cepat daripada penyelesaian kasus kriminal. Keberadaan Joint
Committee sangat membantu penyelesaian masalah WNI/TKI,
dan jika sudah selesai, yang bersangkutan dimintakan check-out
memo dan diberi Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk

81
pemulangannya ke Indonesia. Tahun 2009, Satgas berhasil
mendapatkan kompensasi bagi WNI/TKIB sebesar RM 1,3 juta
atau Rp 264,2 juta,-.

7. Bagi TKIB yang ingin pulang ke Indonesia, Pemerintah Malaysia


mengeluarkan kebijakan baru dengan menunjuk PT. Pangkal
Rejeki untuk mengurus perijinan pulang ke Indonesia tanpa
melalui proses peradilan, dengan biaya sebesar RM 700 per orang
untuk membayar denda, biaya check-out memo, dan fee
perusahaan. Namun dalam pelaksanaannya, di-subkan lagi
kepada 34 perusahaan lainnya sehingga biaya membengkak
menjadi RM 1.200-1.400 per orang. Selain itu, untuk paspor yang
lewat waktu lebih dari 2 tahun, dikenakan biaya maksimum RM
3.000,- Dengan tingginya biaya ini banyak TKIB kembali pulang
ke Indonesia secara ilegal naik kapal tradisional/tongkang ke
pelabuhan terdekat di tanah air. Selain melalui PT. Pangkalan
Rejeki , TKIB juga bisa pulang melalui Imigrasi dengan hanya
membayar denda minimum dan check out memo sebesar RM
400. Kebijakan ini berakhir 2009 namun akan diperpanjang
sampai April 2010.
8. Sampai dengan September 2009, dari shelter KBRI telah
dipulangkan 680 orang ke Indonesia atas biaya sendiri, biaya
majikan dan KBRI. Dari shelter juga ada 31 orang yang bekerja
kembali, melarikan diri (6 orang), diserahkan ke Imigrasi (12
orang) dan ikut keluarganya. Ada 14 orang WNI/TKI yang
meninggal dunia di shelter KBRI. Daerah asal kepulangan
WNI/TKIB antara lain adalah Tanjungbalai Asahan, Medan,

82
Padang, Dumai, Tanjungbalai Karimun, Batam, Pekanbaru,
Palembang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya,
Manado, Mataram, Kupang dan Denpasar. Pemulangan TKIB
didampingi petugas KBRI dan sering juga dari IOM.
9. Selain membantu menangani masalah TKIB, KBRI juga
mengupayakan adanya perpanjangan kontrak baru PLRT dengan
kenaikan gaji menjadi RM 600 per bulan. Namun untuk cuti 1
hari per minggu belum bisa diaplikasikan. Untuk PLRT telah
beberapa kali mengalami kenaikan gaji per bulannya, yaitu
sebelum tahun 2005: RM 420, tahun 2005: RM 450, tahun 2006:
RM 500, dan tahun 2007: RM 550. Dan sejak tahun 2008,
dinaikkan lagi menjadi RM 600 sampai sekarang. Gaji TKI di
sektor formal juga meningkat dari RM 468 menjadi RM 481
ditambah tunjangan makan RM2 per hari, serta tunjangan
kehadiran dan giliran kerja (shift).
10. Terkait dengan pemutihan TKIB dan keluarganya di Sabah,
Malaysia, KBRI menyampaikan bahwa saat sudah lebih dari
100.000 orang dari target sekitar 217.000 PATI Indonesia, yang
diselesaikan dokumennya. Selanjutnya mengenai pendidikan
anak-anak TKI di Sabah, tidak ada masalah yang prinsip. KJRI
telah melakukan pendekatan ke Pemerintah Federal Malaysia
sehingga secara tidak resmi telah mengijinkan pendirian SI-KK
dan kelompok belajar Indonesia di perkebunan. Pemerintah
Negeri Sabah juga tidak menolak yang berarti sekolah Indonesia
dapat terus berjalan. Pemberian ijin secara resmi tampaknya
dihindari oleh Pemerintah Malaysia agar tidak menimbulkan
kesan diskriminatis terhadap negara lainnya.
11. Saran tindak lanjut:
1) KJRI menengarai bahwa terjadinya TKIB sebagian besar
(lebih 80 %) akibat permasalahan yang terjadi di dalam
negeri sehingga pembenahan terlebih dahulu harus dilakukan
di dalam negeri, baik tentang pelatihan calon TKI, kesehatan,
penempatan, perlindungan, maupun legalitas dokumennya.
Masalah kelembagaan juga sangat penting karena ketidak-
serasian Depnakertrans dan BNP2TKI telah menyebabkan
buruknya pelayanan kepada calon TKI dan TKI.
2) Dari sisi Malaysia, KJRI mengharapkan agar Polisi Diraja
Malaysia lebih serius dalam menangani masalah TKIB, dan
mengharapkan agar amandemen MoU RI-Malaysia mengenai
peningkatan perlindungan TKI di Malaysia sudah
ditandatangani pada Januari 2010. Namun diperoleh suatu

83
kemajuan dengan dibentuknya Joint Committee RI-Malaysia
untuk menangani permasalahan TKIB.
3) KJRI mengharapkan Menko Kesra lebih berperan dalam
perlindungan sosial TKI bekerjasama dengan Menko
Perekonomian. Hal ini diperlukan karena bukan hanya
permasalahan ekonomi saja yang menimpa TKIB melainkan
juga permasalahan sosial yang jauh lebih banyak.
Sehubungan dengan itu, diharapkan Menko Kesra segera
mengadakan rapat koordinasi dengan semua instansi terkait
dengan masalah ketenagakerjaan untuk mencari solusi sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
4) Sehubungan dengan ketentuan persyaratan umur pekerja
rumah tangga (PRT) agar bisa bekerja di luar negeri, perlu
ditinjau kembali agar bisa lebih muda dari umur 21 tahun
namun dilengkapi dengan pelatihan yang berkualitas.
5) Diharapkan implementasi Single Identity sesuai amanat UU
No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
dapat terlaksana tahun 2011, untuk mencegah terjadinya
pemalsuan identitas yang menjadi salah satu penyebab
terjadinya TKIB. ***

84
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Johor Bahru, Semenanjung Malaysia
Johor Bahru, 14-17 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Johor Bahru,
Semenanjung Malaysia, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan
kunjungan kerja ke Perwakilan RI (Konsulat Jenderal RI) di
Johor Bahru, yang beralamat di No. 723, Jalan Ayer Molek, Johor
Bahru 80000, Malaysia. Satgas TK-PTKIB juga berkoordinasi
dengan perwakilan LSM Gerakan Anti Trafficking (GAT) Batam
yang ada di Johor Bahru.
2. KJRI Johor Bahru mempunyai wilayah kerja Negeri Johor,
Melaka, Negeri Sembilan dan Pahang. Secara ekonomis, wilayah
tersebut memiliki intensitas bisnis yang tinggi namun tidak
diimbangi dengan ketersediaan tenaga kerja sehingga menjadi
tujuan utama para pencari kerja yang datang dari negara-negara
tetangga, termasuk dari Indonesia, yang masuk secara legal
maupun ilegal karena jaraknya yang sangat dekat dari Provinsi
kepulauan Riau, dan dengan garis perbatasan yang porous mudah
ditembus.
Kedekatan jarak dan kesempatan kerja di Johor dan sekitarnya,
membuat banyak TKI dan Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI)
yang masuk sehingga jumlahnya lebih banyak dari pada negeri
lainnya di Malaysia. Diperkirakan ada 880.000 orang TKI di
Johor dan sekitarnya, dan yang ilegal diperkirakan dua kalinya.
Hal ini memberatkan beban kerja KJRI Johor Bahru yang masih
harus menyewa bangunan gedungnya sehingga mengalami
kesulitan jika ingin membangun sarana pelayanan yang lebih
baik.
3. Jumlah WNI/TKI di wilayah kerja KJRI Johor Bahru sulit
diketahui secara pasti karena tidak pernah melaporkan diri ke
Perwakilan RI dan banyak yang pulang ke tanah air melalui cara
ilegal menumpang perahu malam hari dan mendarat di Batam
atau Bintan, Kepulauan Riau. TKI yang bekerja sebagai Penata
Laksana Rumah Tangga (PLRT) juga sulit dipantau karena
direkrut langsung oleh agen atau majikan. Baru kalau ada
masalah KJRI diberi tahu namun tetap diberikan layanan dan
bantuan sebagaimana mestinya.

85
Penanganan masalah WNI/TKI dilakukan KJRI bekerjasama
dengan Instansi Pemerintah setempat seperti Imigrasi,
Kepolisian, Dinas Lalu Lintas dan Pengangkutan Jalan, Kantor
Tenaga Kerja, Rumah Sakit, Jabatan Agama Islam, Kantor
Pendaftaran/Catatan Sipil, Bea Cukai, beberapa pelabuhan laut
dan udara, penjara, mahkamah/pengadilan, Jabatan Kebajikan
Masyarakat, Jabatan Kelautan dan lain-lain dalam hubungan
kerja yang baik.
Kasus yang banyak ditangani adalah masalah gaji PLRT yang
belum dibayar oleh majikan, dan hubungan kerja antara pekerja
dan majikan. Sehari KJRI rata-rata menerima 10 kasus terkait
dengan masalah penganiayaan, pelecehan seksual, penipuan,
musibah/survivor/kecelakaan di laut, WNI terlantar dan lain-
lain.
4. Dalam rangka optimalisasi perlindungan WNI/TKI, titik
perhatian KJRI adalah mengurangi jumlah TKIB di Malaysia,
yang sebagian besar karena pelanggaran keimigrasian, di samping
ada beberapa yang terlibat dalam tindak kejahatan. Berbagai
langkah yang dilakukan antara lain:
1) Pembentukan Tim Buser KJRI (Special Task Force) yang
bertugas menyelesaikan masalah TKIB dengan para majikan
yang “nakal”. Upaya ini telah menimbulkan “efek jera”
kepada majikan nakal. Tim ini sangat terbantu dengan
pembentukan Joint Committee antara Perwakilan RI dengan
Pemerintah Malaysia (yang terkait dengan penanganan TKIB)
sehingga lebih memudahkan dalam penanganan TKI
Bermasalah.
2) Membuat daftar hitam (black list) agen atau PJTKI Indonesia
yang mengirim calon TKI dengan cara tidak benar atau
menelantarkan TKI yang menjadi tanggung jawabnya. Ada 20
agen yang masuk dalam Daftar Hitam, dan sudah 16
agen/PJTKI yang kemudian memenuhi kewajibannya, seperti
mengupayakan pembayaran upah yang menjadi hak TKIB,
mempekerjakan kembali TKI setelah memenuhi persyaratan
yang diperlukan, atau dipulangkan ke Indonesia tanpa harus
ditahan di penjara Malaysia.
3) Melakukan kerjasama dengan Jabatan Tenaga Kerja Malaysia
untuk mengidentifikasi dan membuat Daftar Hitam bagi
Agen Malaysia dan Majikan yang melakukan penipuan dan
pelanggaran lainnya seperti tidak membayar gaji, pekerjaan

86
tidak sesuai dengan yang dijanjikan, melakukan tindak
kekerasan, dan pelecehan.
4) Mengupayakan biaya yang semurah-murahnya bagi TKIB di
Malaysia untuk mengurus pemulangan dengan amnesti. Hasil
penyaringan dan negosiasi yang dilakukan oleh pihak KJRI
terhadap 16 perusahaan yang ditetapkan oleh Pemerintah
Malaysia untuk melakukan pengurusan pemulangan amnesti
(tanpa harus masuk penjara), maka KJRI merekomendasikan
MT. Abdul Kadir yang menawarkan biaya terendah (RM 800)
untuk proses amnesti. Saat ini razia terhadap PATI
(Pendatang Asing Tanpa Izin) sangat intensif dan jika
tertangkap harus membayar compound (denda) sebesar RM
30 per hari, dan harus melewati proses yang lama bahkan
dapat ditahan dan dipenjara sebelum akhirnya dipulangkan
ke Indonesia.
5) KJRI Johor Bahru mengupayakan adanya kenaikan upah
minimum TKI di berbagai sektor yang kemudian menjadi
standar baku di seluruh Semenanjung Malaysia. Kenaikan
upah ini memberikan dampak dengan menurunnya TKI yang
lari ke tempat kerja lain yang menyebabkan statusnya
menjadi ilegal.
6) Memberikan perlindungan kepada TKI Perkebunan yang
rata-rata masuk menggunakan visa pelancong sehingga
rentan terhadap permasalahan, karena ilegal dari sisi
Undang-undang Ketenagakerjaan Malaysia tetapi legal di
Malaysia karena memiliki permit kerja. KJRI menggalang
kerja sama dengan National Union Plantation Workers
(NUPW) dan menyarankan TKI menjadi anggota Union agar
memperoleh bantuan jika ada permasalahan.
7) KJRI Johor Bahru secara rutin juga mengadakan kegiatan
dialog terbuka melalui kunjungan ke pusat konsentrasi TKI di
wilayah kerja.
5. Terkait dengan masalah ketenagakerjaan, KJRI juga mengawasi
masalah penerbitan Job Order, pelayanan PJTKI, majikan dan
agensi asing serta para TKI di seluruh wilayah kerja KJRI Johor
Bahru.
6. Sehubungan dengan adanya kebijakan Pemerintah Malaysia
untuk menkonsentrasikan pemulangan TKIB dari seluruh penjara
di Semenanjung Malaysia di Johor Bahru, KJRI Johor Bahru
diminta oleh Imigresen setempat untuk memverifikasi orang-
orang yang diduga dari Indonesia, sebelum mereka dideportasi ke

87
Tanjungpinang. TKI Bermasalah di Semenanjung Malaysia
dikonsentrasikan di Depoh Imigrasi Pelabuhan Pasir Gudang, dan
beban kerja KJRI untu memverifikasi WNI mencapai 800-1.500
orang setiap minggunya.
7. Jumlah TKIB yang dideportasi dari Johor Bahru menurut catatan
KJRI selama tahun 2009 (November) berjumlah 30.658 orang.
Informasi tentang pemulangan TKIB yang sudah diverifikasi
KJRI disampaikan ke Satgas PTKIB Tanjungpinang dan ke Pusat
untuk dapat diterima dan diproses dengan sebaik-baiknya.
8. KJRI Johor Bahru menyediakan tempat penampungan sementara
yang letaknya di belakang kantor untuk para WNI/TKI terlantar
dan bermasalah sambil menunggu proses penyelesaian dan
pengantaran pulang ke tanah air. Tempat penampungan tersebut
tidak pernah kosong dalam sebulan minimal menampung 25-50
orang WNI/PLRT terlantar.
Jumlah TKIB yang berada dipenampungan KJRI mencapai 54
orang dengan kasus terbanyak (74%) adalah masalah gaji yang
belum dibayarkan. Kasus lainnya adalah hamil di luar nikah yang
jumlahnya mencapai 2 - 3 orang per bulan. Pada umumnya TKW
tersebut menjadi korban rayuan dan penipuan, di samping
rendahnya kesiapan mental para TKW dalam menghadapi
godaan.

Di penampungan juga ada 5 orang korban trafficking yang telah


maju ke pengadilan dan status perkaranya telah berubah dari
Temporary Protection Order menjadi Protection Order. Namun
untuk mengangkat kasus trafficking ini, dengan keterbatasan
jumlah hakim Malaysia, korban diharuskan menunggu sekitar 3-4

88
bulan sehingga merugikan baginya. KJRI bermaksud mengangkat
masalah sistem peradilan Malaysia yang tidak berpihak kepada
korban trafficking ini dalam Seminar Anti Trafficking yang akan
dilaksanakan di Kuala Lumpur pada akhir bulan Desember 2009.
9. LSM Gerakan Anti Trafficking (GAT) Johor Bahru sangat
menghargai upaya Pemerintah dalam memberikan perlindungan
kepada WNI/TKI Bermasalah dan bersedia membantu khususnya
bagi mereka yang akan pulang ke tanah air menggunakan
program amnesti. Di Batam, LSM GAT juga mempunyai Pos
Pemantauan di Teluk Mata Ikan yang selama ini dipergunakan
untuk membantu TKIB yang pulang melalui jalan laut
menggunakan perahu kecil yang sering membahayakan para TKI
Bermasalah.
10. Saran tindak lanjut:
1) Meningkatkan kerjasama dengan Satgas PTKIB Kepulauan
Riau untuk peningkatan pelayanan pemulangan TKIB
termasuk para korban trafficking dan korban tindak
kekerasan lainnya.
2) Melanjutkan dan meningkatkan komunikasi yang telah
terjalin dengan baik antara Satgas KJRI Johor Bahru dengan
Satgas TK-PTKIB Pusat.
3) Membina hubungan dengan LSM GAT di Batam terutama
untuk membantu menerima pemulangan TKIB yang pulang
menggunakan fasilitas amnesti.
4) Memanfaatkan Joint Committee RI-Malaysia yang telah
dibentuk untuk mengupayakan sebesar-besarnya
perlindungan dan pemenuhan hak-hak TKI Bermasalah di
Malaysia.
5) Menyuarakan kepada berbagai pihak di dalam negeri yang
terkait dengan masalah ketenagakerjaan agar membenahi
berbagai masalah rekrutmen, penempatan dan perlindungan
calon TKI untuk mengurangi dan menghilangkan TKI
Bermasalah. ***

89
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Sarawak, Malaysia
Kuching, 14-17 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Sarawak,
Malaysia, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan kunjungan kerja
ke Perwakilan RI (Konsulat Jenderal RI) di Kuching, Shelter KJRI
Kuching beserta TKI Bermasalah yang berada di shelter, Asrama
para TKI yang bekerja di perkebunan Malaysia di Bau, Kuching,
dan berkoordinasi dengan Satgas Pemulangan TKIB Provinsi
Kalimantan Barat yang sedang bertugas ke Kuching.
2. KJRI Kuching baru pindah menempati Kantor baru yang terletak
di Jalan Stutong MTLD, No. 21, Lot 16557, Block 11, 93350
Kuching, Sarawak. Kantor KJRI yang lama sekarang difungsikan
sebagai shelter untuk menampung TKI Bermasalah.
Dari 1,2 juta TKI di Malaysia, di Sarawak ada sekitar 200.000 TKI
yang legal, belum termasuk TKI ilegal dan Pekerja Rumah
Tangga, yang jumlahnya sulit diketahui karena banyak masuk
melalui jalan-jalan tikus di perbatasan Sarawak-Kalimantan
Timur yang kini berubah menjadi jalan gajah (dapat dilalui
mobil). Untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada
WNI termasuk TKI di Sarawak, KJRI Kuching membentuk
Pelayanan Warga (Citizen Service) yang saat ini sedang dalam
proses pemeriksaan untuk memperoleh sertifikat ISO. Dalam
hubungan ini, KJRI menggunakan sistem jemput bola
mendatangi kantong-kantong di pedalaman tempat kerja para
TKI dan menerapkan jam kerja Monday-to-Monday untuk
memberikan pelayanan dan perlindungan kepada WNI/TKI di
Sarawak.
Pemutihan di Sarawak berbeda dengan di Sabah, karena di
Sarawak tidak ada dukungan dari Pemerintah Kerajaan setempat,
sehingga pemutihan diupayakan atas pendekatan dari KJRI ke
perusahaan/majikan. Tahun 2007-2008, sebanyak 2.700 TKIB
telah diberikan paspor untuk melengkapi dokumen ketenaga-
kerjaan dengan perusahaan/majikannya. Program pemutihan ini
terus dilakukan oleh KJRI karena menguntungkan kedua belah
pihak dan efektif dalam rangka perlindungan TKI.

90
Walaupun sudah ada kebijakan Federal yang mulai Maret 2009
menetapkan bahwa levy pekerja asing dibayar oleh perusahaan
(RM500 untuk PRT, RM 1.000 untuk pekerja kebun), namun
implementasinya di Sarawak belum menyeluruh. Levy yang
tadinya dibayar perusahaan tetap berlanjut demikian pula levy
yang semula dibayar pekerja juga tidak ada perubahan. Upah
Minimum Regional (UMR) tidak diberlakukan di Sarawak
sehingga PRT hanya menerima upah RM100-150 per bulan dan
tidak jarang tidak dibayarkan sehingga menjadi masalah.
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada PRT,
perpanjangan paspor dan kontrak kemudian diwajibkan
dilakukan di KJRI dengan besaran upah dan persyaratan lainnya
disetujui dan disepakati bersama.
Terhadap permintaan gaji PRT minimal sebesar RM450 per
bulan banyak majikan yang setuju, sementara gaji pekerja kilang
(RM10 per hari), pekerja kebun (RM18-19 per hari), dan pekerja
konstruksi (RM25 per hari), diupayakan oleh KJRI untuk
dinaikkan. Mekanisme job order dari perusahaan yang perlu
endorsement dari KJRI, dimanfaatkan untuk upaya menaikkan
gaji TKI tersebut.
3. TKI deportasi di Sarawak yang dikenal dengan Repatriasi WNI,
pada umumnya berasal dari PJTKA yang menerima TKI dari
agen-agen gelap, yang kemudian tertangkap oleh RELA dan
dimasukkan ke Detention Center Imigresen. Sebelum
direpatriasi, Imigresen meminta bantuan KJRI untuk
memverifikasi kebenaran kewarganegaraan para deportan yang
dituangkan dalam Surat Pengantar atau Rekomendasi KJRI, yang
akan dipergunakan oleh Imigresen Sarawak mendeportasi
WNI/TKI Bermasalah melalui exit point Malaysia di Tebedu ke
entry point Indonesia di Entikong, Provinsi Kalimantan Barat.
Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) tidak diberikan kepada
deportan dan atau TKI bermasalah karena memerlukan biaya
yaitu RM18 per orang, RM22 untuk dua orang atau lebih,
sementara untuk WNI yang selesai menjalani hukuman, SPLP
diberikan gratis. Mengenai pemberlakuan Surat Keterangan KJRI
sebagai pengganti SPLP ini memerlukan penyesuaian dalam
Juklak Penanganan dan Pemulangan TKI Bermasalah dan
Keluarganya Tahun 2009, berkaitan dengan proses pemberian
Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri (SKDLN) baik untuk
keperluan membuat KTP di daerah asalnya, maupun untuk upaya
penempatan kembali TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan.

91
Penerbitan SPLP bagi TKI Bermasalah, masih memerlukan exit
memo dari Imigresen Sarawak yang memerlukan penyiasatan dan
penyelidikan terlebih dahulu, jika ternyata pernah tersangkut
kriminal dan masuk ke Malaysia tanpa paspor, yang
bersangkutan dapat ditahan dan diproses secara hukum.
Dengan dibentuknya Joint Committee RI-Malaysia di Kuala-
lumpur yang terdiri dari Imigresen, Departemen Dalam Negeri,
dan Kejaksaan Malaysia serta Perwakilan RI, dapat diajukan
permohonan kepada JC agar bagi TKI Bermasalah dapat
diberikan exit memo untuk segera dipulangkan ke Indonesia.
Proses ini sudah berjalan (sementara langsung ke Kualalumpur
karena JC Sarawak belum ada), diharapkan dapat berjalan
dengan baik.
Hal yang menyulitkan bagi KJRI adalah alamat dari majikan TKI
Bermasalah yang susah ditelusuri karena seringkali dipindah-
pindah majikan. Kepada majikan seperti ini seharusnya juga
ditindak dan diberikan sanksi hukuman oleh Pemerintah
Malaysia.
4. Sejauh ini KJRI Kuching merasa kesulitan untuk memulangkan
TKI Bermasalah ke Entikong karena penyambutan di dalam
negeri dinilai kurang memberikan jaminan atas keselamatan dan
perlindungan kepada TKI. Dengan adanya pertemuan dengan
Satgas Pemulangan TKIB Provinsi Kalimantan Barat, dapat
dibina koordinasi antara KJRI Kuching dengan Satgas
Pemulangan TKIB Kalbar.

92
Dalam kaitan ini, Satgas Pemulangan TKIB Provinsi Kalimantan
Barat yang bergabung dalam rapat koordinasi, menyatakan akan
memperkuat Satuan Lapangan Satgas PTKIB Provinsi Kalbar di
Entikong dengan memanfaatkan Balai Latihan Kerja
Disnakertrans Entikong sebagai tempat penampungan
sementara, dan melibatkan pihak Kepolisian, Kesehatan,
Perhubungan, Sosial dan LSM Anak Bangsa Entikong dalam
penanganan kasus-kasus TKI Bermasalah, serta dalam
pemulangan selanjutnya ke Pontianak terus ke daerah asalnya di
luar provinsi, dan atau ke daerah asalnya di wilayah Kalimantan
Barat.
KJRI Kuching mengharapkan agar permasalahan di dalam negeri
yang menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah di Malaysia dapat
segera diatasi. TKI Bermasalah hanya merupakan akibat dari 80%
masalah ketenagakerjaan seperti masalah kekurangan informasi,
rekrutmen, diklat, penampungan dan penempatan yang sering
kali menggunakan jalur tikus yang jumlahnya sangat banyak di
perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak.
5. Kunjungan ke shelter KJRI Kuching bertemu dengan TKI
Bermasalah sejumlah 35 orang yang terdiri dari 9 orang laki-laki
dan 26 orang perempuan. Mereka berasal dari Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Jakarta, NTT, dan terbanyak dari
Kalimantan Barat. Sekitar 5 orang di antaranya mengaku di
bawah umur, dan banyak pula diantaranya yang masuk ke
Malaysia menggunakan visa kunjungan dan kemudian mencari
kerja. Beberapa orang sudah overstay satu dua hari sehingga
disarankan untuk segera keluar melalui Entikong untuk
menghindari denda yang lebih besar. Sebagian lainnya lagi sudah
bekerja tetapi tidak dibayar sehingga kami menyarankan untuk
segera mengambil keputusan akan menuntut upahnya atau segera
pulang ke Indonesia sehingga prosesnya tidak berlarut-larut.
Sebagian besar paspor mereka ditahan oleh majikan sehingga
para TKIB sehari-hari hanya beraktivitas di dalam shelter.
Kesempatan selama berada di shelter, kami sarankan untuk
dipergunakan saling tukar-menukar informasi dan keahlian
sehingga menambah pengetahuan dan keterampilan masing-
masing.

93
6. Kunjungan ke camp TKI legal di Perkebunan milik Pemerintah
Sarawak dilakukan ke daerah Bau, sekitar 2 jam perjalanan darat
dari Kuching. Di camp ini para TKI yang banyak berasal dari
Sulawesi Selatan, Jawa dan NTT, ditempatkan dalam bangunan
asrama dengan fasilitas listrik dan air leideng, dengan kewajiban
membayar penggunaannya oleh TKI. Disediakan pula fasilitas
gedung olah raga. Kepada TKI diberikan ID-Card sebagai
pengganti paspor yang disimpan di kantor perusahaan. Dengan
surat jalan dari perusahaan, ID-Card dapat dipergunakan sebagai
identitas jika TKI bepergian keluar kebun untuk suatu keperluan
ke Kuching dan daerah lainnya.
Di perkebunan milik Pemerintah Malaysia ini tidak ada TKI
ilegal, karena kalau ada TKI yang datang menggunakan visa
wisata (karena
rena ikut dengan saudaranya di situ), akan difasilitasi
oleh PPTKIS/Agency untuk mendapatkan visa dan kontrak kerja.
Di camp juga ada para isteri TKI yang dibawa dari kampungnya
sementara anak-anaknya
anaknya ditinggal karena tidak diijinkan ikut ke
Malaysia. Mereka ka dititipkan kepada orang tua atau keluarga
untuk bersekolah di kampung. Para isteri itu ada yang ikut kerja
di kebun tetapi juga ada yang tidak bekerja hanya tinggal bersama
suaminya di camp TKI.
Kelompok TKI dari Sulawesi Selatan dan lainnya yang muslim
meminta ijin kepada perusahaan untuk libur hari Jumat dan
bekerja di hari Minggu, sementara TKI dari NTT yang beragama
Kristen mengambil libur hari Minggu untuk beribadat ke gereja.

94
Kepada TKI disampaikan pesan agar jika pulang ke kampung
bersedia memberikan penjelasan kepada rekan, teman dan orang-
orang sekampung bahwa tidak perlu mencari kerja di Malaysia
secara ilegal karena dengan cara legal prosedural juga tidak
terlalu sulit prosesnya. Beberapa PPTKIS bahkan mempunyai
BLK Luar Negeri di Pontianak yang dapat dimanfaatkan untuk
mengikuti diklat sebelum ditempatkan di Malaysia. Di
perkebunan ini, TKI sebagian bertugas di bagian pengambilan
buah, sebagian lagi di bagian penyemprotan dan pemeliharaan.
Mereka pagi-pagi subuh telah berangkat kerja ke kebun
menggunakan kendaraan perkebunan. Beberapa TKI sudah
memperbaharui kontraknya beberapa kali yang berarti sudah
lama tinggal bekerja di Malaysia.
7. Saran tindak lanjut:
1) Memantau pembentukan Satuan Pelaksana Satgas PTKIB
Kalimantan Barat di Entikong yang melibatkan unsur Satgas
di lapangan dan LSM Anak Bangsa Entikong, serta efektivitas
koordinasi Satuan Pelaksana Entikong dalam penanganan
dan pemulangan TKIB dengan KJRI Kuching, Sarawak.
2) Memantau pemulangan TKI Bermasalah yang ada di shelter
KJRI Kuching dengan memanfaatkan terbentuknya Join
Committee RI-Malaysia yang diharapkan dapat mempercepat
keluarnya exit memo bagi TKI Bermasalah sehingga dapat
segera kembali pulang ke daerah asalnya.

95
3) Melakukan pembahasan dengan sektor terkait Satgas TK-
PTKIB Pusat mengenai penggunaan Surat Keterangan KJRI
sebagai pengganti SPLP bagi deportan dan TKI Bermasalah
lainnya, terkait dengan Administrasi Kependudukan.
4) Meningkatkan koordinasi penyelesaian masalah rekrutmen,
penempatan dan perlindungan TKI di dalam negeri yang
ditengarai merupakan bagian terbesar yang telah
menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah. ***

96
Monitoring
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia di Tawau, Sabah, Malaysia
Tawau, 14-17 Desember 2009

1. Dalam rangka memantau dan mengevaluasi penanganan dan


pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya di Sabah,
Malaysia, Satgas TK-PTKIB telah melaksanakan kunjungan kerja
ke Kantor Pelaksana Tugas dan Fungsi KJRI Kota Kinabalu di
Tawau yang beralamat di Batu 2,50, Jl. Sin Onn, Peti Surat No.
742, 91008, Tawau, Sabah, Malaysia.
2. Negeri Sabah, Malaysia berbatasan dengan Provinsi Kalimantan
Timur dengan garis perbatasan darat yang melintang sepanjang
980 km dan batas laut yang jarak terdekatnya dapat ditempuh
dalam waktu 20 menit. Di sepanjang perbatasan terdapat banyak
akses yang memungkinkan keluar masuknya TKI non-prosedural
secara leluasa, yang berakibat banyaknya TKI yang tidak memiliki
dokumen keimigrasian di Tawau.
Sejak 26 Mei 1967 Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat
memfasilitasi mobilitas penduduk wilayah perbatasan kedua
negara untuk melaksanakan kegiatan perekonomian setempat.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Pas Lintas Batas (PLB)
berwarna merah, sementara pemerintahan Malaysia (Imigresen
Tawau) mengeluarkan PLB berwarna hijau yang dapat
dipergunakan masuk ke wilayah Indonesia sebatas di Nunukan
dan Sebatik. Lalu lintas penduduk melintasi perbatasan banyak
dilakukan lewat Pelabuhan Sungai Nyamuk, Lamijung (Sebatik),
Tunun Taka (Nunukan) dan Juwata (Tarakan). Kedua pelabuhan
terakhir ini terutama dipergunakan sebagai pelabuhan umum
nasional yang melayani general cargo dan penumpang.
Tahun 2009, melalui pelabuhan resmi, tercatat ada 123.571 orang
Indonesia melintas ke Tawau, sedang dari Tawau mencapai
167.709 orang. Sementara bagi lalu lintas penduduk melalui
pelabuhan tradisional tidak terpantau karena menggunakan
kapal-kapal kecil/tradisional. Kegiatan perekonomian penduduk
yang dilakukan melalui perdagangan dengan skema barter trade
telah menguntungkan masyarakat di kedua negara, dan telah
diperkuat melalui sertifikasi komoditi untuk memastikan bahwa
komoditi perdagangan aman dikonsumsi.

97
3. Tawau yang berada di bagian selatan Negeri Sabah, menjadikan
sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomiannya,
yang dalam pengelolaannya melibatkan 70% penduduk, dibantu
oleh sejumlah besar tenaga kerja asing (TKA) yang 90%-nya
adalah tenaga kerja Indonesia (TKI). Namun kemudahan keluar-
masuk daerah perbatasan, banyak disalah-gunakan pihak tertentu
yang tidak bertanggungjawab untuk memasukkan TKI
ilegal/tidak berdokumen untuk bekerja di Tawau. TKI ilegal ini
sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, upah rendah dan
tidak mendapat perlindungan maksimal sebagai WNI.
Pemerintah Malaysia sering mengadakan razia kepada TKI ilegal
yang disebut sebagai PATI (pendatang asing tanpa izin), dan
kemudian memberikan sanksi hukuman yang cukup berat, untuk
seterusnya dideportasi ke Nunukan.
Masalah TKI ilegal bahkan telah berkembang menjadi isu
keamanan di Sabah. Kasus TKI yang pindah majikan, melarikan
diri, atau masuk skema outsourcing yang sering mengakibatkan
ketidakpuasan, telah membuat TKI menjadi ilegal dan terjebak
berbagai macam masalah. Skema penggunaan “mandor”, sub-
kontraktor, atau kontraktor, yang karena masalah gaji, sering
memicu terjadinya kekerasan fisik oleh mandor dan tukang
pukulnya yang bahkan masih satu suku bangsa, sehingga
TKI/WNI menjadi terlibat tindak pidana.

Sebagai hasil diplomasi Perwakilan RI di Malaysia dan


Kementerian Luar Negeri, atas dasar win-win solution termasuk
pertimbangan masalah perekonomian Negeri Sabah, Malaysia,
disepakati program pemutihan untuk TKI Bermasalah dan
keluarganya, yang mendapat jaminan dari perusahaan di Sabah.

98
Pemutihan tahap pertama dilakukan bulan Juli–Oktober 2008
untuk 217.367 orang TKIB, dan terus dilanjutkan dengan tahap 2
bulan Agustus–Oktober 2009. Pada tahap pertama, biaya levi
dikenakan sebesar 100% tetapi kemudian diberikan keringanan
sampai 50% untuk mengurangi beban TKIB. Untuk mendukung
pemutihan ini, Kantor Pelaksana Tugas dan Fungsi KJRI Kota
Kinabalu di Tawau mendapat bantuan staf dari Deplu, dari
Kantor Imigrasi Kalimantan Timur dan Dit. Administrasi Hukum
Umum Depkumham.
Perkembangan pemutihan di Tawau sampai dengan 21 Desember
2009, adalah 71.163 orang TKIB dan keluarganya. Ditambah
dengan pemutihan di Kota Kinabalu yang sampai dengan 16
Desember 2009 mencapai 69.455 orang, maka total pemutihan
yang berhasil diselesaikan di Negeri Sabah, Malaysia adalah
140.618 orang.

Depen-
No. Sektor Pekerja Jumlah
den
1. Perladangan 20.552
2. Pertanian 9.661
3. Jasa 1.512
4. Pabrik/kilang 502
5. Konstruksi 2.074
6. PRT 885
Total 35.186 35.977 71.163
Sumber: KPTF Tawau, 2009.

4. Perkebunan Kuala Lumpur Kampong BHD (KLK) yang terletak di


Sempurna sejauh 1,5 jam perjalanan dari Tawau, memiliki 8
lokasi perkebunan dan 3 kilang, yang berada di Sempurna dan
Lahan Datu, dan mempekerjakan hampir 10.000 orang TKI.
Dibantu oleh PJTKA, perusahaan telah memutihkan 3.800 orang.
Layanan pemutihan oleh KJRI dilakukan dengan mendatangi
perkebunan jika jumlah TKIB lebih dari 200 orang.
Pemutihan ini sangat menguntungkan perusahaan karena tidak
harus kehilangan pekerjanya yang pergi mengurus dokumennya
di Indonesia, dan juga menguntungkan bagi TKIB dan
keluarganya karena tidak perlu mengeluarkan biaya perjalanan

99
kembali ke daerah asalnya atau ke Nunukan, termasuk
kemungkinan bagi keluarganya yang mungkin tidak diterima
masuk kembali ke Sabah.

5. Kendala pemutihan di Tawau antara lain terbatasnya sumber


daya manusia di Kantor Pelaksana Tugas dan Fungsi KJRI Kota
Kinabalu di Tawau (15 orang staf lokal dan 1 honorer), sementara
bantuan Staf dari Indonesia terbatas waktunya. Kendala lainnya
adalah sistem penerbitan paspor yang belum on line, sehingga
masih terdapat kemungkinan terjadinya perekayasaan data TKIB
dan keluarganya.
6. Saran tindak lanjut:
1) Untuk memaksimalkan kinerja Kantor Pelaksana Tugas dan
Fungsi KJRI Kota Kinabalu di Tawau sesuai dengan beban
kerjanya, perlu ditingkatkan statusnya menjadi Kantor
Perwakilan KJRI.
2) Paspor TKI yang diterbitkan di Tawau hanya berlaku untuk
jangka waktu 3 tahun sehingga perlu dipikirkan mekanisme
perpanjangannya untuk tahun 2011.
3) Potensi barter trade yang menguntungkan bagi kedua belah
pihak Indonesia dan Malaysia, perlu dipertimbangkan
sebagai dorongan untuk memperkuat pembangunan daerah
perbatasan. ***

100
Studi Visit
Tim Gabungan, LSM dan IOM
ke Malaysia dan Singapura
Kualalupur-Singapura, 31 Agustus-4 September 2009

1. International Organization for Migration (IOM) Kantor Jakarta


memfasilitasi studi visit Tim Gabungan ke Malaysia dan
Singapura sebagai upaya membantu Pemerintah Indonesia dalam
mengatasi tantangan-tantangan migrasi tenaga kerja saat ini dan
ke depan. Tim Gabungan dipimpin oleh Staf Ahli Menko
Perekonomian Bidang Ketenagakerjaan, dengan anggota dari
Depnakertrans, BNP2TKI, Kemenko Kesra, KNPP, Depsos,
Deplu, Bareskrim Mabes Polri, dan IOM. Wakil dari NGO
(Migrant Care dan Ecosoc Institute) berhalangan hadir.
2. Di Malaysia, Tim bertemu dengan Kementerian Sumber Manusia,
NGO (SUHAKAM: The Human Rights Commission of Malaysia;
Migrant Care; CARAM ASIA: Coordination on Action Research
on AIDS and Mobility; Uni Global Union, Malaysian Liaison
Council; Union Migrant Indonesia; dan Prof. Dr. Azizah Kassim
dari Institute of Malaysian and International Studies), KBRI,
Perkumpulan Masyarakat Indonesia di Malaysia (IATMI-KL:
Ikatan Ahli Tenaga Minyak Indonesia; Paguyuban Bocahe Dewe;
Pasomaja: Paguyuban Sosial Masyarakat Jawa; Malaysia
Information and Technology Community, Persatuan Masyarakat
Indonesia), dan meninjau Agency Pekerjaan Sri Nadin di Kuala
Lumpur.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut:
1) Penanganan Pekerja Asing di Malaysia dilakukan oleh
Kementerian Sumber Manusia (dari segi Human Resource
Development dalam rangka “Merealisasikan Decent Work“
dan Harmonize Working Environment), Kementerian Dalam
Negeri (dalam hal Imigrasi, visa, permit dsb), dan
Kementerian Kesehatan.
Berbagai Akta dan Peraturan Pelaksanaan telah diterbitkan
Pemerintah Malaysia tetapi implementasi di tingkat lapangan
masih banyak terjadi penyimpangan yang menimbulkan
banyak persoalan seperti banyaknya Pendatang Asing Tanpa
Ijin (PATI), overstayer karena kelalaian majikan (pemegang
paspor pekerja asing) memperpanjang ijin kerja pekerja asing

101
yang bekerja padanya, serta masalah banyaknya permit asli
tapi palsu.
Berkaitan dengan PATI, hal ini bukan merupakan kebijakan
ketenagakerjaan Pemerintah Malaysia, sehingga
penanganannya lebih didasarkan pada pendekatan HAM dan
sebagai bangsa serumpun. Namun penanganan PATI lebih
cenderung melalui pendekatan Keimigrasian, padahal dalam
praktek banyak PATI yang menjadi korban perdagangan
orang (trafficking in persons). Malaysia telah mempunyai
Anti-Trafficking in Persons Act (Act 670, 2007) yang telah
mendorong meningkatnya kasus-kasus yang ditangani dan
meningkatnya jumlah korban yang diselamatkan, namun
dalam US TIP Report 2009, Malaysia dimasukkan dalam Tier
3, menurun dari tahun 2008 (Tier 2 Watch-list) karena
dinilai tidak cukup mengambil tindakan dalam
pemberantasan trafficking in persons.
Berkaitan dengan Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan
Keluarganya, Malaysia menyatakan belum akan
meratifikasinya karena belum yakin dapat melaksanakan
ketentuan-ketentuan konvensi.
2) Pihak NGO menyampaikan bahwa tingginya biaya
penempatan (RM 8,000) karena besarnya biaya untuk
pendewasaan umur dan atau ganti nama, perijinan (suami),
“surat keterangan“ kesehatan, pelatihan yang tidak cukup,
yang kesemuanya memerlukan uang dan menjadi “jeratan
hutang“ yang harus dibayar TKI melalui pemotongan total
selama 6 bulan gaji. Banyaknya Outsourcing Agent (79
Agents) di Malaysia ditengarai juga telah menyebabkan
terjadinya under-wages bagi TKI serta adanya penyalah-
gunaan “pass lawatan kerja sementara“ yang dipakai untuk
menekan pekerja asing agar menerima persyaratan kerja di
bawah standar.
Di Malaysia sangat sulit untuk menuntut majikan karena
keterbatasan permit pekerja asing yang jika dilanggar dapat
ditindak dan dideportasi. NGO menyarankan agar masalah
paspor, wages dan one-day off sebagai hal yang mendasar
tidak bisa ditawar lagi untuk diperjuangkan pihak Indonesia,
dan dilanjutkan pada isu-isu lainnya seperti adanya
pengecualian dari ketentuan undang-undang yang tidak
membolehkan pekerja asing untuk menikah dan membawa
famili, tetapi ternyata dibiarkan terjadi di Sabah. Hal ini
disarankan untuk dijadikan bahan pembicaraan dalam

102
pembahasan MoU Malaysia-RI di Jakarta. Selanjutnya dalam
rangka meningkatkan perlindungan kepada pekerja asing
PLRT di Malaysia, disarankan agar penempatannya tidak
melalui PJTKI tetapi G to G, dan diharapkan jangan
mengirim TKI melalui Outsourcing Agent. Sementara
remintansi TKI yang besar dan kutipan US$15 setiap
penempatan sudah selayaknya dikembalikan untuk
membantu TKI yang bermasalah. Pihak Indonesia juga
diharapkan untuk memperjuangkan adanya shelter di negara
tujuan migrasi tenaga kerja.
3) KBRI Kuala Lumpur menginformasikan bahwa di Malaysia
ada sekitar 2 juta WNI termasuk TKI dan yang
undocumented. Permasalahan yang muncul merupakan
pelanggaran kemanusiaan dan sudah berlangsung lama tanpa
diketahui. Sebagian besar masalah TKI adalah tidak dibayar
gajinya dan dianiaya. Malaysia juga terkesan membiarkan
adanya majikan yang mempekerjakan TKI ilegal terutama di
bidang konstruksi, namun majikan berdalih bahwa yang
mempekerjakan TKI ilegal adalah Outsourcing Agent yang
merekrut tenaga kerja dan kebetulan boss-nya adalah orang
Indonesia.
Walau menurut Undang-undang Malaysia para pekerja asing
tidak dibolehkan membawa isteri dan anak, faktanya di
Sabah, Malaysia Timur terdapat anak-anak TKI yang tidak
bersekolah yang jumlahnya menurut LSM Humana mencapai
70.000 anak (pendataan KBRI 34.000 anak). Namun ketika
PATI dan keluarganya hendak dideportasi, para pengusaha
tempatan merasa keberatan karena akan menimbulkan
kerugian ekonomi yang besar. Malaysia kemudian setuju
untuk mengadakan pemutihan dan bahkan memotong pajak
(levy) pekerja asing dari RM 2,000 menjadi RM 1,000 saja.
Saat ini ada sekitar 217.000 PATI Indonesia dan keluarganya
sedang dalam proses pemutihan.
Masalah anak-anak TKI ternyata juga terdapat di Port Klang,
ada sekitar 60 anak-anak yang ditampung oleh warga
tempatan karena orang tuanya kerja serabutan. Masalah ini
sudah ditangani oleh KBRI Kuala Lumpur.
Malaysia juga mengeluarkan kebijakan pengampunan bagi
PATI yang akan pulang ke negara masing-masing. Mereka
tidak akan ditangkap tetapi harus membayar denda dan exit
memo sebesar RM 400. Kebijakan ini akan berakhir bulan
Oktober 2009 namun ada kemungkinan diperpanjang.

103
Menanggapi Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Reformasi
Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI, dalam rangka
implementasi UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN yang
mengharuskan adanya laporan penempatan ke Perwakilan
RI, KBRI Kuala Lumpur akan menerapkan “Welcoming
Program“ dengan menerima penempatan TKI di KBRI dan
KJRI sekaligus memberikan briefing tentang berbagai hal
yang harus diketahui oleh TKI.
KBRI juga melaporkan telah mengajukan anggaran untuk
membangun penampungan (shelter) yang layak. Kapasitas
penampungan yang ada di KBRI KL sekarang adalah 70 orang
namun terpaksa harus diisi sampai 141 orang, dengan waktu
sampai 6 bulan bahkan ada yang terganggu jiwanya. KBRI
menyambut baik rencana Depsos untuk menempatkan
Pekerja Sosial di shelter KBRI untuk membantu pemulihan
psikososial TKI Bermasalah yang ada di penampungan.
Dari remitansi TKI yang besar, KBRI mengusulkan adanya
kebijakan tentang pemberian kredit lunak bagi pembiayaan
rekrutmen, penampungan, diklat dan penempatan TKI
sehingga tidak memberatkan yang bersangkutan dan
terhindar dari jeratan hutang dari PPTKIS atau sponsor, yang
berakibat harus membayar hutang tersebut dengan gajinya
selama 6 bulan. Diinformasikan bahwa Bank Syariah telah
siap untuk membantu.
KBRI memerlukan adanya capacity building bagi SDM-nya
yang mungkin dapat didukung oleh IOM.
4) Agency Pekerjaan Sri Nadin di Kuala Lumpur adalah salah
satu Agency yang menjalin kerjasama dengan PPTKIS di
Indonesia untuk penempatan TKI PLRT di Malaysia. Setelah
kedatangannya di Malaysia, para calon PLRT mendapat diklat
singkat mengenai bahasa, dan berbagai keterampilan
pekerjaan rumah tangga. Selama penempatan, bagi PLRT
yang mengalami masalah psikososial (kangen, belum serasi
berhubungan dengan majikan dan keluarga) dapat
ditempatkan kembali di Agency untuk mendapat treatment
dari para tutor yang berpengalaman dan mempunyai
kemampuan multi bahasa.

104
3. Di Singapura, Tim bertemu dengan KBRI, Kementerian Tenaga
Kerja, NGO (Task Force on ASEAN Migrant Worker; HOME: The
Humanitarian Organization for Migration Economics; TWC2
(The Working Committee 2), dan meninjau kantor HOME di
Geylang, Singapura.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut:
1) KBRI Singapura menginformasikan bahwa ada sekitar
158.000 WNI di Singapura yang terdiri dari 85.000 orang
PLRT, 10.000 orang Pelaut Indonesia, 21.000 orang
profesional (finansial, jasa, perbankan), 15.000 orang pelajar/
mahasiswa, dan lainnya pengusaha atau permanent resident.
Untuk memberikan pelayanan kepada WNI di Singapura,
KBRI menerapkan reformasi birokrasi sejak tahun 2007 dan
kini sudah mendapat ISO dan berbagai penghargaan untuk
pelayanan publik yang ramah, murah, cepat dan transparan.
Setiap tahun KBRI Singapura menghasilkan PNBP sekitar 10
juta Sin$ yang kurang lebih setara dengan biaya operasional
KBRI, dan telah memberikan visa sekitar 63.000 per tahun
untuk orang asing.
Untuk perlindungan bagi 85.000 orang PLRT dan 10.000
orang pelaut Indonesia, KBRI telah menyusun SOP dan
membuka Hotline 24 jam termasuk memberikan biaya taksi
bagi WNI yang harus pergi ke KBRI dalam keadaan darurat.
KBRI menyediakan penampungan dengan kapasitas 150
orang yang terisi rata-rata 120 orang per bulan.
Penampungan dilengkapi dengan poliklinik, pelatihan secara
individual dan kelompok, serta pemberdayaan melalui
magang dan menjadi cleaning service di KBRI (dibayar Sin$
10 per hari untuk maksimum 15 hari per bulan). Magang
termasuk membantu pelayanan foto dan fotocopy yang
dilaksanakan oleh Dharma Wanita Persatuan KBRI
Singapura.
Kasus umum yang terjadi di Singapura adalah gaji tidak
dibayar, tidak kerasan, dan tindak kekerasan yang banyak
disebabkan karena ketidakpahaman PLRT terhadap sistem,
gaya hidup dan budaya masyarakat Singapura. Tahun 2008
ada 1.400 kasus yang diselesaikan dengan 60% pulang ke
Indonesia, dan selebihnya bekerja pada majikan baru. Respon
Kepolisian Singapura sangat baik dan pengadilan kasus-kasus
diberitakan di media, yang memberikan efek jera karena
masalah pencitraan sangat penting bagi Singapura.

105
Pemulangan PLRT dilakukan langsung ke daerah asalnya
yang dibiayai oleh majikan dan diurus sepenuhnya oleh KBRI
Singapura.
KBRI juga memfasilitasi perpanjangan kontrak antara
majikan dan PLRT setelah habis masa kontraknya (2 tahun).
KBRI memfasiilitasi untuk mengusulkan kenaikan gaji, 1 day-
off, dan kontrak kemudian dilegalisasi konsuler untuk
mengurus permit kerja ke Ministry of Manpower (MOM).
KBRI juga melakukan akreditasi terhadap PJTKA Singapura,
tahun 2006 dari 250 agency setelah akreditasi terdapat 125
agency yang dinilai baik. Hal yang sama disarankan juga
dilakukan di dalam negeri untuk memperoleh PJTKI yang
berkualitas dan bertanggung jawab.
KBRI juga melakukan upaya pengembangan SDM melalui
pelatihan setiap 2 minggu sekali dalam bentuk kursus Bahasa
Mandarin, Bahasa Inggris, Memasak dan Siraman Rohani.
Lebih lanjut, KBRI bulan Februari 2009 mendirikan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan PLRT Singapura secara formal dan
bersertifikat, dengan biaya pendaftaran Sin$ 50 per paket
diklat, yaitu: Bahasa Inggris (Beginner, Advance), Komputer,
Paket B dan C, dan Universitas Terbuka (4 jurusan). Pusat
Diklat ini didukung oleh mahasiswa Indonesia (61 orang),
dan operasionalnya antara lain didukung oleh DWP KBRI
Singapura melalui hasil usaha foto dan fotocopy di KBRI
(40% dari keuntungan yang diperoleh). Untuk PLRT Purna
Kerja yang kembali ke daerah asalnya, diperlukan adanya
pembinaan lanjutan (pendampingan) agar mampu bekerja
dan atau berusaha dengan baik.
Berkaitan dengan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang
Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI, KBRI
Singapura selalu menginformasikan job-order dari Singapura
ke Jakarta, namun belum secara on-line. Diperlukan
pembahasan bersama untuk operasionalisasi on-line system
sebagaimana dimandatkan oleh Inpres No. 6 Tahun 2006.
Untuk meningkatkan penempatan dan perlindungan TKI,
KBRI Singapura merintis kerjasama dengan Pemda Wonogiri
untuk memperpendek jalur rekrutmen, persiapan
(community based training) dan penempatan TKI (PLRT),
sehingga cost-structure dapat ditekan serendah mungkin agar
tidak memberatkan TKI/PLRT dalam mengembalikan
hutangnya melalui pemotongan gajinya setelah bekerja di
Singapura.

106
2) Ministry of Manpower (MOM) Singapura menginformasikan
bahwa kebijakan terhadap pekerja asing adalah menarik
tenaga ahli (talent) asing secara seimbang dengan
pengembangan tenaga ahli lokal. Untuk tenaga ahli asing
dalam rangka pengembangan ekonomi dan daya saing
Singapura, diberikan pas kerja, fasilitas dan pajak (levy) yang
berbeda dengan tenaga kerja terampil (mid-skilled) dan
tenaga kerja unskilled/semi-skilled.
Bagi perusahaan/majikan yang akan mempekerjakan pekerja
asing, diharuskan membayar security bond sebesar
Sin$5,000 untuk memastikan pekerja asing tersebut dapat
kembali ke negara asalnya pada akhir hubungan kerja.
Pekerja asing juga harus mengikuti medical check untuk
memastikan tidak membawa penyakit menular dan sehat
untuk bekerja. Untuk kelompok tertentu, pekerja asing juga
harus menjalani test HIV dan TB. Untuk asurasi kesehatan,
perusahaan/majikan harus membayar sedikitnya Sin$5,000
per tahun. Khusus untuk PLRT, karena tidak masuk dalam
Akta Kompensasi Kecelakaan Kerja, majikan harus
membayar Asuransi Kecelakaan Pribadi dengan
pertanggungan sedikitnya Sin$40,000 untuk PLRT-nya.
Sangat disayangkan bahwa MOM tidak memiliki statistik
tentang pekerja asing dari Indonesia. MOM juga tidak
menetapkan upah minimum PLRT tetapi menyerahkannya
dalam hubungan supply-demand antara PLRT dan majikan
(rata-rata gaji PLRT sekarang Sin$350). Persyaratan untuk
PLRT asing di Singapura menurut MOM adalah berumur
minimal 23 tahun dan menempuh 8 tahun pendidikan
formal. Pihak MOM mengatakan bahwa banyak kasus
ditemukan, PLRT Indonesia secara fisik diperkirakan
umurnya lebih rendah daripada yang tertera dalam dokumen
(paspor).
PLRT asing yang baru datang ke Singapura mendapat Safety
Awareness Cource (SAC) yang mendidik PLRT tentang
praktek keselamatan, nomor kontak dan bantuan, hak,
kewajiban dan perlindungan di bawah Undang-undang
Singapura, dan paket informasi lainnya. PLRT secara hukum
mendapat hak minimum satu hari libur, namun ketentuan
libur ini dapat dinegosiasikan majikan agar PLRT tetap
bekerja dengan mendapat kompensasi. Secara random, PLRT
asing diwawancarai untuk meyakinkan bahwa PLRT mampu

107
beradaptasi dengan suasana kerja dan suasana tinggal di
masyarakat Singapura.
Agency Tenaga Kerja di Singapura diatur melalui peraturan
perundang-undangan (Employment Agencies Act), perijinan
dan akreditasi. Ijin diberikan melalui penelitian track record
dan jaminan Sin$10,000 atau Sin$20,000. Pelanggaran yang
dilakukan Agency akan dinilai dan dapat berakibat pada
pencabutan ijin. Untuk Agency Penempatan PLRT, wajib
diakreditasi pada tahun pertama beroperasi, oleh dua badan
independen yaitu Asosiasi Agency Tenaga Kerja (Singapura)
dan CaseTrust.
3) NGO Singapura menghargai upaya IOM untuk yang pertama
kalinya telah mempertemukan Official Pemerintah Indonesia
dengan NGO Singapura. Diharapkan agar pertemuan ini
berlanjut menjadi jejaring dalam tukar-menukar infomasi
secara berkelanjutan.
Berdasarkan pengalaman NGO Singapura dalam membantu
Pekerja Asing asal Indonesia yang bermasalah,
diinformasikan bahwa telah terjadi berbagai praktek yang
tidak baik oleh Agency Tenaga Kerja Indonesia dan
Singapura, seperti misalnya untuk memenuhi persyaratan
umur PLRT di Singapura (23 tahun) sering kali umur PLRT
yang masih muda dituakan dalam dokumennya. Dengan
semakin cepatnya seseorang mencapai kedewasaan fisik dan
psikologisnya, kiranya perlu diadakan pertemuan dengan
Pemerintah Singapura mengenai batasan umur ini (agar
dapat diturunkan).
Agency sering mengatakan kepada PLRT bahwa tidak ada
“one-day off“, dan meminta PLRT untuk tetap bekerja.
Kompensasinya dimasukkan sebagai pengembalian pinjaman
untuk biaya pelatihan dan penempatan. Agency Singapura
membayar Sin$ 2,000 kepada PJTKI untuk rekrument, tetapi
ini dianggap sebagai pinjaman PLRT. Menurut Undang-
undang Singapura, placement fee dibayar 10% dari gaji PLRT,
tetapi karena disebut sebagai pinjaman, maka Pemerintah
Singapura tidak bisa menindak kejadian pemotongan gaji
PLRT yang dapat berlaku selama 8-10 bulan. Untuk PLRT
Filipina, karena gajinya lebih besar, pemotongannya dapat
lebih cepat.

108
Agency Singapura juga mengambil (paksa) materi dari Safety
Awareness Cource (SAC) sehingga PLRT menjadi terputus
hubungan dengan lingkungan luar, sehingga berbagai
perlakuan majikan yang tidak baik tidak terdeteksi dan atau
tidak terlaporkan. Agency lebih senang dengan PLRT yang
masih muda karena gajinya murah dan lebih penurut.
Menurut pengamatan NGO, PLRT Indonesia walaupun
mempunyai sertifikat lulus bahasa Inggris tetapi dalam
prakteknya tidak mampu berkomunikasi dengan majikan,
kurang familiar dengan berbagai peralatan elektronik dan
peralatan rumah tangga keluarga Singapura, dan mengalami
culture shock.
Menurut Undang-undang Singapura, selama 2 tahun
hubungan kerja, pekerja asing (PLRT) tidak boleh hamil, yang
akan diketahui karena setiap 6 bulan sekali harus menjalani
check medis. Bagi yang hamil diberikan alternatif digugurkan
(legal dan murah di Singapura), atau kembali pulang ke
negara asalnya. Hal ini disarankan oleh NGO untuk menjadi
bahasan bagaimana menangani PLRT dan atau siswa
Indonesia yang hamil di Singapura.
Untuk memberikan perlindungan yang lebih lebih baik
kepada pekerja sektor informal (di Singapura), Indonesia
diharapkan dapat mengakui pekerja sektor informal sebagai
“pekerja“, sehingga dapat dipergunakan untuk berunding
dengan negara penempatan. Indonesia juga perlu
menginfomasikan kepada NGO Singapura tentang prosedur
penempatan dan perlindungan pekerja migran agar dapat
membantu mengadvokasi berbagai pihak yang terkait.
NGO Singapura mengharapkan agar pembicaraan dengan
Pemerintah Indonesia diteruskan dan membentuk
networking. Berbagai informasi tentang agency yang nakal,
peraturan tentang PJTKI, kontak person, dan hotline kiranya
dapat disampaikan untuk kedua belah pihak. Pertemuan
seperti ini hendaknya diikuti dengan pertemuan selanjutnya,
yang mungkin dapat difasilitasi oleh IOM.
4) Kantor HOME (The Humanitarian Organization for
Migration Economics) yang didirikan tahun 2004,
mempunyai visi: “Membangun Budaya Selamat Datang, di
mana Tidak Ada Laki-laki, Perempuan dan Anak sebagai
Orang Asing. Kita adalah Keluarga”. Untuk melaksanakan
misinya: (1) Mengembangkan riset dan pendidikan tentang

109
sosial ekonomi migrasi di Singapura (2) Menyediakan
layanan reintegrasi sosial kepada emigran dan imigrant, dan
(3) Menyediakan bantuan kemanusiaan bagi dampak dari
krisis migrasi, HOME mempunyai shelter, layanan kesehatan,
kampanye kepada majikan, bantuan hukum dan mediasi.
Banyak PLRT asal Indonesia yang ditampung di HOME dan
sedang dalam proses mendapat bantuan untuk
menyelesaikan masalahnya.
Bekerjasama dengan Agency Tenaga Kerja, HOME
memberikan pekerjaan kepada PLRT yang sedang dalam
proses mediasi, dalam lingkungan kerja yang benar-benar
terkontrol. Untuk operasional, HOME mengharapkan ada
kontribusi dari IOM.***

110
Studi Visit
Tim Gabungan, LSM dan IOM
ke Kuwait dan Bahrain
Kuwait-Bahrain, 3-8 Oktober 2009

1. International Organization for Migration (IOM) Kantor Jakarta


memfasilitasi studi visit Tim Gabungan ke Kuwait dan Bahrain
sebagai upaya membantu Pemerintah Indonesia dalam mengatasi
tantangan-tantangan migrasi tenaga kerja saat ini dan ke depan.
Tim Gabungan dipimpin oleh Staf Ahli Menko Perekonomian
Bidang Ketenagakerjaan, dengan anggota dari Depnakertrans,
BNP2TKI, Kemenko Kesra, KNPP, Depsos, Depdagri, Bareskrim
Mabes Polri, serta Peneliti NGO dan IOM.
2. Di Kuwait, Tim bertemu dengan Kementerian Luar Negeri,
Kementerian Kehakiman, Sosial dan Tenaga Kerja, Kementerian
Dalam Negeri (Domestic Labour Department dan Immigration
Department); NGO Human Rights Organization: Graduate
Society of Kuwait; Agency Tenaga Kerja (PJTKA) Kuwait; KBRI;
Perkumpulan Masyarakat Indonesia di Kuwait; shelter
Pemerintah Kuwait dan shelter KBRI, UNDP Kuwait, dan Peneliti
dari Kuwait University.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:
1) Kuwait adalah salah satu negara tujuan penempatan TKI.
Negara berpenduduk 3,052 juta jiwa ini, dengan luas wilayah
17.820 km2, berarti kepadatan penduduknya sekitar 168
jiwa/km2. Penduduk asli Kuwait berjumlah kurang lebih 1
juta jiwa, sisanya merupakan pekerja asing (ekspatriat).
Pendapatan per kapita penduduk Kuwait adalah US$ 34.500
(2007) yang berasal dari ekspor minyak dan produk
olahannya.
Potensi penempatan TKI terutama di bidang perminyakan,
konstruksi, kesehatan (nurses), pendidikan, arsitektur,
elderly care dan babby sitter (domestic worker).
Penanganan Pekerja Asing di Kuwait dilakukan oleh
Kementerian Kehakiman, Sosial dan Tenaga Kerja bagi
ekspatriat yang bekerja di sektor formal, sementara untuk
sektor informal seperti pekerja rumah tangga dilakukan oleh
Domestic Labour Department, Departemen Dalam Negeri.
Sistem rekruitmen adalah sponsorship, melalui kontrak

111
bisnis, kerjasama pemerintah, swasta dan untuk domestic
worker melalui Agency Tenaga Kerja Kuwait (PJTKA),
bekerja-sama dengan PPTKIS di Indonesia.
Tahun 2008, Kuwait oleh Pemerintah AS ditetapkan berada
pada Tier III dalam kasus perdagangan orang (Trafficking in
Persons), menurun dari tahun sebelumnya (Tier II). Dalam
rangka penanganan korban, Pemerintah Kuwait berencana
membangun shelter Pemerintah dengan kapasitas 700.000
orang yang akan dioperasionalkan oleh Lembaga lintas
sektor.
Direktur Konsuler Kementerian Luar Negeri, menyampaikan
bahwa Kuwait berketetapan untuk meningkatkan
perlindungan HAM dan menghapus diskriminasi atas dasar
gender, warna kulit/ras, dan agama. Kuwait merupakan salah
satu negara yang dikenal menjamin hak-hak pekerja dan
menyediakan layanan dan fasilitas yang memadai untuk
ekspatriat. Kuwait telah berpengalaman dalam
memberlakukan secara fair para tenaga kerja asing yang
berasal dari lebih 100 negara yang bekerja baik dalam sektor
publik maupun domestik. Kuwait menyatakan mendukung
berbagai kemungkinan kerjasama dengan Pemerintah RI.
Under Secretary Kementerian Kehakiman, Sosial dan Tenaga
Kerja menyampaikan bahwa tidak ada perlakuan yang
berbeda terhadap pekerja asing (ekspatriat). Untuk sektor
formal (pemegang visa 18) tidak ada masalah, berbeda
dengan sektor informal (pemegang visa 20) yang tidak diatur
dalam Undang-undang Ketenagakerjaan (Private Sector Law
of Labour), tetapi di bawah Undang-undang Ijin Tinggal
Orang Asing (Aliens Resident Law). Kementerian
Kehakiman, Sosial dan Tenaga Kerja akan ke Indonesia untuk
pembahasan lebih lanjut/revisi MoU antara RI dan Kuwait
yang disepakati tahun 1996. Untuk menekan permasalahan
pekerja rumah tangga, disarankan agar ditingkatkan
penyelenggaraan cultural training bagi calon pekerja rumah
tangga (culture, nature, climate, law dan lain-lain tentang
negara Kuwait).
Immigration Department dan Domestic Worker
Department, Ministry of Interior Kuwait menyampaikan
bahwa dunia internasional telah menekan Kuwait untuk
meningkatkan perlindungan terhadap domestic worker di
Kuwait. Pemerintah Kuwait bertekad meningkatkan
perlindungan kepada domestic worker melalui program

112
untuk mengamandemen undang-undang terkait
perlindungan pekerja asing terutama pekerja rumah tangga,
pemberantasan kejahatan terorganisir, kejahatan lintas
negara dan trafficking in persons, antara lain menggunakan
pasal 185 Criminal Code yang mengancam memberikan
hukuman penjara sampai dengan 5 tahun dan denda KD
3.000 (1 KD = Rp 35.000,-), dan bertambah berat
hukumannya jika diulangi kejahatannya. Pemerintah Kuwait
juga berencana membangun Home Helper Operating Agency
yang dilengkapi dengan fasilitas general check-up,
penampungan, pakaian, transportasi, ID Card (untuk yang
paspornya ditahan majikan). Juga akan dilengkapi dengan
kegiatan pemberdayaan melalui workshop, training,
pendidikan dan juga pemberian informasi. Untuk operasional
Home Helper Operating Agency ini, diperlukan trainee yang
berpengalaman dari negara pengirim tenaga kerja. Sampai
dengan saat ini, domestic worker di Kuwait terbesar berasal
dari India (576.881 orang), Filipina (103.069 orang), Sri
Lanka (98.634 orang) dan Indonesia (64.780 orang).
Dalam kesempatan ini, menanggapi permintaan KBRI untuk
mempercepat proses pengambilan sidik jari TKW yang ada di
penampungan KBRI Kuwait, diminta agar data para TKW
Indonesia tersebut segera disampaikan ke Immigration
Department, agar dapat segera diproses.
2) Pihak NGO menyampaikan bahwa telah melakukan promosi
ke pihak Parlemen Kuwait untuk mengamandemen undang-
undang agar juga mengatur mengenai pekerja rumah tangga.
Menurut pengamatan NGO, kekurangan pekerja domestik
Indonesia adalah formulasi kontrak dan kelemahan dalam
pelatihan. Diusulkan agar kontrak juga diketahui oleh KBRI.
Diperlukan adanya workshop, dan training yang lebih baik
kepada lawyers Kuwait mengenai HAM termasuk tentang
Anti Trafficking in Persons. IOM diminta untuk
memfasilitasi kegiatan tersebut. Pihak NGO juga berpendapat
perlunya perlakuan non-fisik di shelter yang direncanakan
akan dibangun dengan kapasitas 700.000 orang. Disinggung
pula mengenai isu “black magic“ yang dimiliki oleh calon
pekerja rumah tangga Indonesia yang membuat hubungan
dengan majikan menjadi kurang baik. NGO Kuwait
sependapat perlunya sosialisasi yang lebih luas tentang
trafficking in persons kepada masyarakat Kuwait.

113
Dari pihak Perkumpulan Masyarakat Indonesia di Kuwait,
akan berupaya membantu mensosialisasikan tentang
Indonesia khususnya pariwisata kepada masyarakat Kuwait,
dengan merencanakan kegiatan pameran foto dari fotografer
Indonesia di Kuwait. Selain pembinaan masalah sosial dan
budaya masyarakat Indonesia di Kuwait, juga akan dibangun
jaringan informasi peluang kerja di Kuwait dengan
kelembagan masyarakat di Indonesia.
3) Agency Tenaga Kerja (PJTKA) Kuwait (KAM, Abu Faizal
Alderbas, Abdul Aziz Al Ali, Al Aman, dan AlFail Kawi)
menjelaskan prosedur perekrutan TKW untuk pekerja rumah
tangga. Agency Kuwait, untuk keperluan rekrutmen dan
penerimaan TKW di Kuwait, mengangkat TKI sebagai LO
PJTKA tersebut. Mereka datang ke Indonesia, sering kali
melalui APJATI, memilih PPTKIS sebagai rekan kerja di
Indonesia dan memberikan job order serta berbagai
persyaratan yang diminta. PPTKIS merekrut calon TKW dan
mengirim bio data mereka ke PJTKA Kuwait untuk
ditawarkan kepada employer. Employer yang bersangkutan
mengajukan permohonan visa (perseorangan) ke
Immigration Department dan kemudian dikirimkan ke
PPTKIS untuk pemberangkatan calon TKW yang disetujui.
PJTKA Kuwait menjemput di Bandara, tidak boleh lebih dari
2 jam, karena jika tidak, calon TKW oleh petugas Bandara
akan dibawa ke shelter dan untuk menebusnya dalam waktu
24 jam, harus membayar denda. Selanjutnya calon TKW
istirahat di PJTKA untuk isitirahat dan diberikan briefing
mengenai bekerja di Kuwait. PJTKA lalu memberitahu
kepada employer untuk menjemput calon TKW, namun
ternyata hal ini tidak diinformasikan ke KBRI.
Kepada employer diberikan jaminan selama 6 bulan, jika
tidak ada kecocokan dapat dikembalikan ke PJTKA untuk
diganti. Bagi TKW yang ditolak employer akan dilakukan
lobby, dan seandainya tetap ditolak akan dimintakan
„release“ dari employer agar dapat dicarikan majikan yang
baru. Selama mencari majikan yang baru Calon TKW
menunggu di PJTKA, dan seandainya tidak ada employer
yang mau, maka calon TKW akan dipulangkan ke Indonesia.
Masalahnya adalah bahwa jaminan pengembalian calon TKW
ke PPTKIS hanya selama 3 bulan, selebihnya menjadi
tanggungan PJTKA. Masalah yang lain adalah bahwa calon
TKW yang bermasalah banyak yang lari ke KBRI, dan dalam

114
hubungan ini, keinginan PJTKA untuk membantu shelter
KBRI tidak diijinkan oleh KBRI Kuwait.
Walaupun setiap TKI diwajibkan untuk membayar asuransi
dari konsorsium yang ditetapkan Depnakertrans sebesar Rp
400.000,- per orang selama 2 tahun untuk pertanggungan
penuh (tiket, gaji tidak dibayar, kesehatan, bantuan hukum),
namun dalam prakteknya sulit untuk diklaim karena
TKI/TKW tidak memegang Kartu Peserta Asuransi (KPA).
Sesuai arahan dari KBRI, Agency Kuwait mengasuransikan
TKI tetapi hanya untuk pertanggungan kecelakaan dan
meninggal sebesar KD 9 (Rp 315.000,-) untuk dua tahun
kontrak kerja.
4) Dari pertemuan dengan UN Representative Kuwait dan
Peneliti dari Kuwait University, diperoleh masukan kepada
Pemerintah Indonesia untuk melakukan monitoring dan
evaluasi dan mengadakan pertemuan secara rutin/periodik
dengan TKI di Kuwait. Melakukan koordinasi dan konsolidasi
secara terus- menerus dengan Pemerintah Kuwait terutama
untuk menggali kebutuhan khusus masyarakat Kuwait yang
kemudian diwujudkan dalam bentuk materi training kepada
calon TKI/TKW. Perwakilan RI juga diminta untuk
menerbitkan semacam ID-card agar TKI/TKW yang
bermasalah dapat segera diketahui identitasnya dan
diberikan bantuan.
Kuwait University menyampaikan upayanya dalam
mempromosikan agar para employer yang menyebabkan
terjadinya TKI Bermasalah dapat diproses secara hukum.
Agar para domestic worker dapat bekerja tanpa memikirkan
keluarganya, Kuwait University juga sedang
mempromosikan adanya migration family. Membandingkan
dengan TKW India yang paling banyak jumlahnya di Kuwait,
diinformasikan bahwa TKW India lebih baik bahasa
Inggrisnya, sedikit yang lari dari majikan, memiliki mindset
yang memang mau bekerja di Kuwait, serta memiliki jaringan
sesama bangsa India yang lebih baik. Disampaikan bahwa ke
depan, Kuwait akan banyak memerlukan elderly care yang
juga mempunyai pengetahuan dasar pengobatan.
5) KBRI Kuwait melaporkan bahwa saat ini ada 616 TKW
bermasalah di shelter KBRI yang sempit sehingga berdesak-
desakan. Jumlah tersebut di luar 20 orang TKW bermasalah
yang dititipkan di shelter Pemerintah Kuwait, menunggu
proses penyelesaian masalahnya.

115
Duta Besar RI di Kuwait dalam pertemuan dengan
Immigration Department Kuwait menyatakan bahwa sudah
tersedia 600 tiket di KBRI untuk pemulangan TKW
Bermasalah dan kemudian memohon agar proses finger
printing dipercepat. Namun ternyata hanya tersedia 90 tiket,
sisa dari alokasi BNP2TKI sejumlah 100 tiket yang sudah
dipergunakan 10 tiket. Atas upaya Tim, diperoleh alokasi
tambahan tiket dari BNP2TKI sebanyak 100 tiket lagi
sehingga tersedia 190 tiket. Dalam hubungan ini, pihak
konsorsium asuransi di Indonesia hendaknya ikut
bertanggung jawab dalam pemulangan TKI/TKW bermasalah
di Kuwait.
Sebagai tindak lanjut pertemuan Tim dengan Kementerian
Luar Negeri Kuwait, Sheikh Jaber Al Mubarok telah
berkunjung ke shelter KBRI Kuwait dan hari berikutnya
petugas dari Immigration Department Kuwait datang ke
shelter KBRI Kuwait untuk melaksanakan finger printing
TKI/TKW bermasalah untuk proses selanjutnya. Diharapkan
clearance dari Immigration Kluwait dapat segera keluar
sehingga TKI/TKW Bermasalah dapat segera dipulangkan ke
Indonesia.
Jumlah TKI yang lari ke KBRI beberapa tahun terakhir ini
memang banyak. Tahun 2008 mencapai 3.340 orang,
sementara dari Januari-Juli 2009 sudah 1.597 TKI yang lari
ke KBRI, dan jumlahnya di shelter selama kurun waktu
tersebut mencapai 2.884 orang, yang memerlukan biaya
negara rata-rata Rp 2 milyar per tahun. Jika dibandingkan
dengan jumlah kedatangan TKI, maka tahun 2008, sebesar
16% TKI yang datang/lari ke KBRI, dan meningkat tahun
2009 menjadi 26%. Permasalahan sebagian besar karena gaji
yang tidak dibayar (29%), majikan cerewet/galak (24%) dan
perlakuan kasar (16%). Menurut pengacara yang disewa
KBRI, penyelesaian masalah terkait dengan perkara perdata
(gaji tidak dibayar) maupun pidana (penganiayaan, pelecehan
seksual) melalui pengadilan memang dapat memerlukan
waktu lama terbukti ada TKW yang sudah 2 tahun berada di
penampungan, masalahnya belum terselesaikan. Kasus anak
yang terlahir akibat hubungan TKW dengan ekspatriat/orang
Kuwait, juga memerlukan penyelesaian yang lama, karena
anak tersebut tidak bisa dibawa pulang ke Indonesia jika
ibunya tidak bersedia pulang.

116
Dari observasi yang dilakukan, diperoleh data 62 TKI/TKW
yang pada saat direkrut dan dikirim ke Kuwait dan Bahrain,
masih berusia antara 14-18 tahun.
Berdasarkan data dari KBRI, tahun 2006 terdapat 142
Agency (PJTKA) di Kuwait, tetapi setelah dilakukan
pengelompokan, pada Februari 2009 jumlahnya menjadi 122
agency. Bulan Mei 2009, BNP2TKI melakukan kerjasama
dengan KUDLO (Kuwait Union of Domestic Labour Offices),
dan saat ini terdapat sejumlah 88 agency.
Pada tanggal 14 September 2009, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengeluarkan surat moratorium pengiriman
TKI ke Kuwait, namun surat tersebut belum diterima oleh
KBRI Kuwait, yang oleh Staf Depnakertrans kemudian
diberikan copy suratnya. Surat tersebut sebetulnya telah
dikirim melalui email kepada Atase Tenaga Kerja di Kuwait
namun belum tersosialisasikan kepada Staf KBRI yang lain.
6) Berikut kutipan dari Koran Arab Times, terbitan 5 Oktober
2009:
Kuwait cares for safety, welfare of all expatriates –
Al-Rawdhan
‘Indonesian Team’s visit opens new horizons of cooperation’
KUWAIT CITY, Oct 4, (KUNA): Director of Kuwaiti Foreign Ministry’s
Consular Affairs Department Hamoud Youssef Al-Rawdhan said Sunday
his country cares for the safety and welfare of all foreign nationals
particularly the housemaids.
“The state of Kuwait, out of keenness on protection of human rights, fights
all forms of discrimination based on gender, color or religion,” Al-
Rawdhan said during his meeting with a visiting Indonesian delegation.
“Kuwait is reputed to be one of the leading countries that guarantee all
rights of workers and provide them with the facilities that suit their
convenience on equal footing,” he affirmed.
“With nationals of some 100 countries working in it, Kuwait has a long
experience in dealing fairly with expatriate workers whether in the public
or private sectors,” Al-Rawdhan pointed out.
He promised to offer all possible help to the Indonesian delegation during
their stay here, highlighting the importance of the cooperation deals
signed by the two countries.
The delegation, now on a visit to Kuwait, includes representatives of
several sectors concerned with labor affairs.
On his part, advisor at the Indonesian Ministry of Economy and chief of
the delegation Erivan (Arifin) Habibi said the visit to Kuwait opened new
horizons of cooperation.

117
Loopholes
Speaking to KUNA, Habibi said there are some loopholes in the operation
of the Kuwaiti private employment offices which bring unqualified
workers from Indonesia and other countries.
“In some cases the workers are unable to accommodate themselves to
living and working in Kuwait due to the difference in customs, traditions
and cultures,” he pointed out.
“The delegation was updated on the work regulations in Kuwait as well as
the mechanisms of bringing foreign workers,” he said, highlighted the
need of his country to launch specialized institutes for qualifying workers
for overseas employment.
The visit of the delegation is part of the program of the International
Organization for Migration (IOM) on international dialogue on migration
and regional consultative processes.
The program aims to enhance exchange of information between
Indonesia, Malaysia, Singapore, on one hand and the Middle East
migrant-recipient countries including Kuwait and Bahrain, chief of the
IOM mission in Kuwait Fawzi Al-Ziod said in statements to KUNA.
“It backed the Indonesian government in its efforts to manage its
expatriate workers”.
“The aim of the program is to build the capacity of governments in
tackling the migration issues and challenges,” Al-Ziod noted.
Meanwhile, Kuwait has always been top among nations in the realm of
addressing affairs related to work development and has been keen on
protection of workers’ rights, an official said on Sunday.
Undersecretary for Ministry of Social Affairs and Labor Mohammad Al-
Kandari told KUNA after meeting with the Regional Director and
Assistant Director-General of the International Labor Organization (ILO)
Office for Arab States in Beirut, Nada Al-Nashif, that the organization’s
role is important and deserves praise.
He affirmed Kuwait’s continuous bids to ensure enforcement of
international conventions and laws for the protection of the workers.
Al-Kandari noted significance of the workshop, organized by Kuwait for
GCC for the issue of culture leadership and the business world, due to
open here on Monday and proceed till Thursday.
For her part, Al-Nashif thanked the officials of the ministry for warm
welcome and participation in the workshop, due to be under auspices of
Minister of Social Affairs and Labor Dr Mohammed Al-Afasi.

118
7) Berdasarkan berbagai masalah tersebut, diusulkan langkah-
langkah tindak lanjut sebagai berikut:
a. Mengupayakan penyelesaian kasus TKI Bermasalah di
KBRI Kuwait dan yang ada di shelter Pemerintah Kuwait,
dengan bantuan Pemerintah Kuwait agar TKIB tersebut
dapat segera dipulangkan ke Indonesia.
b. Mengupayakan biaya tiket pemulangan TKI Bermasalah
di Kuwait yang sudah ada sejumlah 190 tiket, dan masih
memerlukan biaya tambahan sekitar Rp 5 milyar untuk
sisanya.
c. Mengupayakan agar konsorsium asuransi ikut
bertanggung jawab dalam pemulangan TKI/TKW
Bermasalah dari Kuwait dan negara Timur Tengah
lainnya.
d. Merencanakan penerimaan TKI Bermasalah di Jakarta,
yang memerlukan pendataan yang lebih teliti termasuk
digital biometrik, penampungan dan “pengarahan”
kepada TKI yang bersangkutan agar lebih menyiapkan
diri jika ingin bekerja ke luar negeri.
e. Koordinasi inisiasi (pilot project) networking data-base
biometric digital antara Ditjen Adminduk, Depdagri –
Bareskrim Mabes Polri – Ditjen Imigrasi, Depkumham,
dengan dukungan teknis dari Depkominfo.
f. Penyusunan RPJMN 2010-2014 tentang tahapan-
tahapan penyelesaian 80-90 persen permasalahan TKI
yang terjadi di dalam negeri.
g. Pemutakhiran Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan
Perlindungan TKI, khususnya pada bagian lampiran
karena tenggat waktu telah terlampaui sehingga
diperlukan adanya langkah-langkah pembaharuan. Untuk
itu, diperlukan adanya laporan menyeluruh tentang
pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2006 tersebut.
h. Perlu revitalisasi Pokja Perlindungan yang dibentuk oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan
program kerja yang lebih komprehensif dan terarah,
didukung oleh dana yang mencukupi.

119
3. Di Bahrain, Tim bertemu dengan Kepala Kantor Urusan Konsuler
(KUK) RI, Kementerian Luar Negeri Bahrain, Kementerian
Dalam Negeri (General Directorate of Criminal Investigation,
CID), Labor Market Regulatory Authority (LMRA), shelter
Pemerintah Bahrain dan shelter KUK RI, NGO (Migrant Worker
Protection Society), Perkumpulan Masyarakat Indonesia di
Bahrain, dan Agency Tenaga Kerja (PJTKA) di Bahrain.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:
1) Bahrain merupakan salah satu negara di Kawasan Teluk,
berpenduduk sekitar 1 juta jiwa, yang menempati wilayah
seluas 678 km2, sehingga kepadatan penduduk sekitar 1.475
jiwa/km2. Pendapatan penduduk per kapita sebesar US$
20.000 (2007) yang diperoleh dari ekspor minyak, gas,
aluminium dan tekstil, perdagangan, jasa (perhotelan) serta
teknologi informasi dan komunikasi. Dari sejuta penduduk
Bahrain, sekitar 70% merupakan pekerja asing yang sebagian
besar berasal dari India, Pakistan, Banglades, Filipina,
Srilangka, Thailand dan Indonesia.
Kementerian Luar Negeri Bahrain menyampaikan bahwa
Pemerintah Bahrain telah mempunyai Undang-undang
Ketenagakerjaan (Labour Law) yang juga mengatur
mengenai pekerja rumah tangga, dan undang-undang
tersebut diberlakukan kepada penduduk Bahrain maupun
Non Bahrain.
Dalam merespons perdagangan orang yang ditengarai
meningkat di Bahrain, Pemerintah Bahrain telah menetapkan
Undang-undang Pemberantasan Perdagangan Orang pada
tahun 2008, membentuk Task Force: The National
Committee to Combat Trafficking in Persons, dan juga telah
menyusun Rencana Aksi Nasional, pembangunan safe house
(shelter) untuk korban, membangun network dengan NGO,
serta peningkatan kapasitas dan peningkatan kepedulian
terhadap pemberantasan perdagangan orang. Tahun 2008,
Bahrain berada pada Tier-2 Watch List. Pemerintah Bahrain
menyambut baik ajakan untuk membangun network Anti
Trafficking in Persons dengan Indonesia. Disarankan agar
Indonesia mengemukakan hal tersebut dalam pertemuan
Gulf Cooperation Countries (GCC) dan kemudian
ditindaklanjuti dengan pertemuan setingkat menteri. Diakui
bahwa banyak penduduk Bahrain yang belum mengerti
tentang trafficking in persons, sehingga masih memerlukan
sosialisasi yang intensif. Menanggapi tentang masalah paspor

120
TKI, Kementerian Luar Negeri menegaskan tidak ada
peraturan apapun yang membolehkan paspor TKI dipegang
oleh orang lain. Pengendalian Agency Tenaga Kerja (PJTKA)
Bahrain, dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja, dan kepada
pekerja asing diberi kebebasan untuk pindah pekerjaan atau
pindah employer.
Menurut pengamatan Kementerian Luar Negeri Bahrain,
kelemahan TKI/TKW Indonesia di Bahrain adalah kurangnya
pengetahuan tentang hak-haknya, tentang pekerjaannya, dan
keyakinan tentang apa yang akan dikerjakannya datang ke
Bahrain. Ditengarai, banyak TKI/TKW di Indonesia
mendapatkan informasi dan janji-janji yang tidak benar
tentang bekerja di Bahrain.
General Directorate of Criminal Investigation (CID) Bahrain,
menyampaikan bahwa dalam rangka mengantisipasi
perdagangan orang, akan menerapkan pengawasan kepada
orang-orang yang transit di Bahrain. Terhadap pekerja rumah
tangga dari Indonesia, diharapkan telah berumur dewasa (25
tahun). Untuk yang berusia di bawah 18 tahun, dapat masuk
ke Bahrain tetapi menggunakan visa keluarga. Menanggapi
permintaan kerjasama Police to Police antara RI dan Bahrain,
secara formal akan dilakukan melalui Interpol dan
komunikasi dengan KUK RI, tetapi secara informal dapat
dilakukan menggunakan sarana komunikasi yang ada
(telepon, internet, email).
Dalam rangka implementasi Unemployment Insurence Act
(2008), Pemerintah Bahrain membentuk Labour Market
Regulatory Authority (LMRA) dan Labour Fund yang
bersama-sama dengan Ministry of Labour meng-
harmonisasikan antara kebijakan dan program ketenaga-
kerjaan Bahrain, administrasi pekerja asing serta training dan
pemberdayaan tenaga kerja Bahrain. Dana yang masuk ke
LMRA, 80% akan disetorkan ke Labour Fund yang akan
dikembalikan ke pasar kerja dalam bentuk training tenaga
kerja sehingga lebih produktif. LMRA sendiri bertugas untuk
melayani visa dan ijin tinggal, ID Card, pemeriksaan
kesehatan, serta mendeteksi, menahan dan mendeportasi
tenaga kerja ilegal.
LMRA (www.lmra.bh) dilengkapi dengan sistem komputer
yang dapat diakses oleh Perwakilan RI dan memberikan
pelayanan secara on-line, sehingga kedatangan tenaga kerja
ke Bahrain sudah lebih siap, karena karena mereka sudah

121
lebih mengetahui apa yang harus di bawa dan apa yang harus
dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan. Perwakilan RI
akan diberi user-ID dan password untuk dapat masuk ke
sistem, dan diharapkan dapat menempatkan stafnya di LMRA
untuk tukar-menukar informasi tentang peraturan di Bahrain
dan peraturan di Indonesia dalam bahasa yang dimengerti
oleh calon TKI. Walaupun sistem sedang dalam proses
penyempurnaan dalam menampung tenaga kerja informal,
apa yang ada sudah dapat dipergunakan untuk mengontrol
TKI formal yang ada di Bahrain.
Diretorate of Social Welfare at the Minstry of Social
Development, membangun shelter Dar Al Aman untuk
korban tindak kekerasan dalam rumah tangga. Melalui
keputusan menteri dibentuk Badan Administrasi Shelter yang
terdiri dari wakil-wakil kementerian dan non-pemerintah
yang menetapkan kebijakan, dan peraturan tentang
administrasi, keuangan dan ketentuan teknis operasional
shelter. Shelter dilengkapi dengan dokter, psikiatri, peneliti
kasus dan kerjasama dengan lembaga lain, dan memberikan
layanan penampungan, kesehatan, sosial, psikologis dan
bantuan hukum, rekreasi, kebudayaan dan peningkatan
kepedulian, untuk jangka waktu maksimum delapan minggu.
Kepada korban juga diberikan pembinaan lanjutan setelah
keluar dari shelter. Untuk mencegah masuknya pendatang
ilegal, shelter hanya menerima korban dari pihak kepolisian.
Hambatan bahasa yang ada, diatasi melalui kerjasama
dengan pekerja migran sebagai penterjemah.
2) Kantor Urusan Konsuler (KUK) RI di Manama, Bahrain
menjelaskan bahwa jumlah WNI yang bekerja di Bahrain
sampai dengan Agustus 2009 sebanyak 98.609 orang, dengan
sekitar 10% yang bekerja di sektor formal (arsitektur, IT,
pemerintahan, perusahaan retail, perhotelan, restoran,
hypermarket, pramugari, pelaut dan sebagainya), selebihnya
bekerja di sektor informal sebagai penata laksana rumah
tangga.
Permasalahan tenaga kerja Indonesia di Bahrain terutama
dari sektor informal, yang memang sedikit diatur dalam
Undang-undang Perburuhan (Labour Law for the Private
Sector 1976), dan hanya menyatakan bahwa PLRT
diperlakukan sebagai bagian dari keluarga, sehingga jika
terjadi perselisihan akan diselesaikan secara kekeluargaan.

122
Dalam upaya memberikan perlindungan kepada WNI/TKI
bermasalah, KUK RI di manama, Bahrain juga menyewa
pengacara dan penampungan sementara (shelter). Saat ini di
shelter terdapat 3 orang PLRT dan seorang bayi hasil
hubungan TKW dengan penduduk setempat, yang
ditinggalkan oleh ibunya. Perlu ada arahan bagaimana
mendapatkan yang terbaik bagi si anak, mungkin melalui
adopsi atau pemulangan ke Indonesia.
Menanggapi tawaran LMRA untuk menempatkan Staf KUK
RI di LMRA, disampaikan bahwa KUK RI Bahrain mengalami
keterbatasan staf untuk keperluan tersebut. Diperlukan
adanya petunjuk KBRI Kuwait dan Pusat mengenai hal ini.
3) Pihak NGO Migrant Workers Protection Society (MWPS)
menyampaikan bahwa organisasinya terdiri dari relawan dan
anggota dari berbagai negara, termasuk Bahrain, India, Sri
Lanka, USA, New Zealand dan Inggris.
Menurut MWPS, pekerja rumah tangga di Bahrain tidak
dilindungi oleh Undang-undang Ketenagakerjaan dan tidak
memiliki sumber daya dan tujuan ke mana harus pergi jika
mendapat perlakuan atau tindak kekerasan. Banyak di
antaranya dapat dikategorikan sebagai kasus perdagangan
orang, karena di negara asalnya, mereka membayar banyak
uang kepada Agensi Perekrut Tenaga Kerja, dan dijanjikan
pekerjaan yang menguntungkan, tetapi kenyataannya jauh
berbeda, bahkan mendapat perlakuan/tindak kekerasan dari
majikan. Para majikan itu merasa bahwa keterampilan
pekerja rumah tangga tidak memadai lalu bertindak kasar
baik verbal maupun fisik, bahkan mengambil paspornya.
Para korban tersebut berhasil lari dan ditampung di shelter
MWPS, yang menerima korban perempuan dari seluruh
kebangsaan, ras dan agama. Sejak berdirinya tahun 2005,
shelter MWPS telah menampung perempuan dari India,
Indonesia, Sri Lanka, Bangladesh, Ethiopia and Eritrea.
Kebutuhan fisik dan lainnya, dipenuhi oleh anggota MWPS
yang secara sukarela menyumbangkan waktu dan
keahliannya tanpa imbalan. Pekerja rumah tangga tersebut
dibantu memperoleh gaji dan hak lainnya dari majikan.
Mereka diberikan layanan kesehatan, dan bagi yang akan
kembali ke negaranya, dihubungkan ke Perwakilan/Konsulat
untuk memperoleh dokumen dan exit memo. Banyak
diantaranya diberikan tiket untuk pulang.

123
Tanpa adanya shelter ini, korban akan ditahan, dipenjara
bahkan dideportasi mengikuti prosedur pemerintah. Tidak
ada tindakan yang dikenakan kepada majikan dan tidak ada
upaya yang dilakukan untuk mengetahui sebab-sebab pekerja
rumah tangga lari dari rumah majikan.
Perkumpulan masyarakat Indonesia di Bahrain (Perkibar),
melalui milist perkibar_dibahrain@yahoogroup.com
berupaya membantu menginformasikan peluang kerja
terutama di sektor formal di Bahrain kepada masyarakat di
tanah air yang mungkin memerlukan. Mereka juga akan
menjajagi kemungkinan untuk berpartisipasi
mempromosikan pariwisata Indonesia bekerjasama dengan
masyarakat Indonesia di Kuwait.
4) Agency Tenaga Kerja (PJTKA) Bahrain menyampaikan
bahwa peraturan perundang-undangan di Bahrain
melindungi semua pihak baik pekerja, employer dan calon
tenaga kerja. Berkaitan dengan masalah pekerja rumah
tangga, disampaikan bahwa kesalahan banyak berada pada
pihak majikan, yang berbuat kasar namun bukannya tanpa
alasan. Para pekerja rumah tangga itu dinilai berlaku tidak
pantas, kebanyakan mereka lari dari majikan bukan karena
sebab yang serius tetapi hanya karena ingin pindah majikan
dan atau pindah pekerjaan. Jika akhirnya kekerasan itu
terjadi, karena berada di ranah privat, hanya yang berwajib
yang bisa mengambil tindakan. Kepada TKW, PJTKA
mengusulkan agar diberikan ID-Card yang juga berisi
informasi tentang alamat keluarga atau kontak person yang
dapat diakses jika yang bersangkutan mendapat masalah.
PJTKA Bahrain menyampaikan bahwa kesalahan juga banyak
berasal dari PPTKIS di Indonesia yang mengirim TKW di
bawah umur, yang atas usulan dari negara pengirim,
disepakati minimal usia TKW dari India 30 tahun, Filipina 25
tahun dan Indonesia 21 tahun. Selain di bawah umur, TKW
Indonesia juga tidak ditraining dengan baik, tidak
mengetahui adat-istiadat Bahrain, dan hanya sedikit memiliki
informasi tentang Bahrain. PPTKIS terkesan hanya ingin
mengirim TKW sebanyak-banyaknya untuk mengambil
keuntungan dari komisi yang diperoleh, tetapi kurang
bertanggung jawab jika ada masalah di Bahrain.
PJTKA mengusulkan adanya kerjasama dengan KUK RI
Bahrain, yang melalui reguler meeting diharapkan berbagai
informasi yang bermanfaat dapat saling diketahui untuk

124
kebaikan bersama. Selanjutnya untuk calon TKW di Bahrain,
diharapkan agar dikirimkan yang berkerampilan, serta
mampu berbahasa Inggris dan Arab (optional).

5) Berdasarkan berbagai masalah tersebut, diusulkan langkah-


langkah tindak lanjut sebagai berikut:
a. Mengupayakan penyelesaian kasus bayi dari TKI
Bermasalah yang ditinggalkan ibunya di shelter KUK RI
Manama, Bahrain.
b. Mengupayakan penempatan Staf KUK RI di Manama
dalam lembaga LMRA Bahrain.
c. Membangun kerjasama dengan Lembaga Pemerintah
Bahrain dalam peningkatan kerjasama pemberatasan
tindak pidana perdagangan orang lintas negara, yang
sering kali berkedok penempatan TKI/TKW Indonesia.
d. Membangun kerjasama dengan Asosiasi Agency Tenaga
Kerja di Bahrain untuk meningkatkan kualitas
penempatan, pelayanan dan perlindungan kepada
TKI/TKW Indonesia di Bahrain.
e. Membangun networking dengan masyarakat Indonesia
di Bahrain dan di Indonesia dalam membantu
menginformasikan peluang kerja di Bahrain dan negara
teluk lainnya.
f. Menindaklanjuti berbagai saran dan masukan dari semua
pihak dalam rangka penyempurnaan sistem penempatan
dan perlindungan TKI terutama TKW di luar negeri. ***

125
SISTEM JARINGAN INFORMASI
SMS-NET POLMAS

Kerjasama pengembangan Perpolisian Masyarakat (Polmas) di


Batam oleh Babinkam Mabes POLRI, Bagian Samapta dan Bagian
Bina Mitra Poltabes Barelang, dan LSM Gerakan Anti Trafficking
(GAT) Batam, antara lain mengembangkan Sistem Jaringan
Informasi menggunakan SMS yang memudahkan pelaporan berbagai
kejadian di masyarakat kepada berbagai pihak yang tergabung dalam
Jaringan SMS-Net Polmas Batam.
Anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM)
sebagai perwujudan Polmas di pedesaan, menyampaikan informasi
terkait dengan ketertiban dan keamanan di daerahnya kepada nomor
server LSM GAT dan secara otomatis akan diteruskan kepada
berbagai pihak seperti Poltabes Barelang, Babinkam dan Baintelkam
Mabes POLRI, Kementerian Koordinator Bidang Kesra, untuk
selanjutnya sesuai dengan tugas dan fungsinya, mengambil tindakan
seperlunya.

126
Peralatan yang diperlukan untuk pengembangan SMS-Net
Polmas Batam sangat sederhana dengan biaya operasional yang relatif
murah, dengan jangkauan informasi sejauh SMS dapat mencapainya
yang berarti seluas jaringan selulair yang telah ada di Indonesia
maupun di dunia.

----***----

127

You might also like