You are on page 1of 34

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI SEL MOLEKULER

Oleh

KURNIAWAN
NIM. P2BA09003

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2010
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan praktikum biologi molekuler program studi S 2 Biologi
Universitas Jenderal Soedirman ini yang telah tertunda sekian lama.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Dosen Pengampu Mata Kuliah Biologi Sel Molekuler yang terdiri atas Dr. Hendro Pramono,
MS dan Ibu Alice Yuniati, Ph.D. Tidak lupa pula ucapan terima kasih penulis tujukan kepada
dua Asisten Praktikum Biologi Sel Molekuler yaitu Mas Farid Fatkhomi dan Arief Mulyanto
yang telah dengan penuh dedikasi mengarahkan kami dalam pelaksanaan praktikum ini.
Penyusunan laporan praktikum ini telah diusahakan sesuai dengan aturan penulisan
laporan yang telah ditetapkan baik tentang sistematika maupun isi laporan. Mengenai isi
laporan telah diupayakan sesuai dengan tujuan acara praktikum dengan didasarkan pada
berbagai sumber referensi yang relevan.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bisa memberikan sedikit manfaat bagi
studi biologi sel molekuler. Amin.

Purwokerto, Maret 2010

ttd

Penulis

2
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL MOLEKULER


PROGRAM STUDI S 2 BIOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Oleh
KURNIAWAN
P2BA09003

Diajukan sebagai salah satu kelengkapan penilaian mata kuliah biologi sel molekuler

Disetujui dan disahkan


Pada tanggal .................................

Asisten Praktikum

................................

3
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................... 2


Lembar Pengesahan ............................................................................................... 3
Daftar Isi ................................................................................................................ 4
I. Isolasi DNA plasmid .................................................................................... 5
II. Pemotongan DNA plasmid ........................................................................... 11
III. Elektroforesis gel agarosa ............................................................................. 18
IV. Transformasi ................................................................................................. 26
Lampiran ................................................................................................................ 33

4
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

I. ISOLASI DNA PLASMID

1. Landasan Teori
Semua organisme tersusun atas sel – sel, yang merupakan struktur fungsional
terkecil dari suatu organisme. Berdasarkan jumlah sel penyusunnya, organism dapat
dibedakan atas organisme yang hanya terdiri atas satu sel (uniseluler) dan organisme
yang terdiri atas banyak sel (multiseluler) (Raven and Johnson, 1989).
Berdasarkan klasifikasi yang disampaikan oleh Carl Woese, organisme yang ada
di dunia ini dapat dikelompokkan atas tiga domain yaitu prokariotik, eukariotik, dan
archaea. Masing – masing domain ini memiliki ciri dan karakteristik yang spesifik yang
menjadi pembeda antara domain satu dengan yang lainnya.
Setiap sel baik itu prokariotik, eukariotik, maupun archaea mempunyai informasi
hereditas yang dikode oleh DNA. Eukariotik memiliki DNA berbentuk linier yang terdiri
atas segmen – segmen dan terikat dengan protein untuk membentuk kromosom yang
tersimpan di dalam nukleus. Berbeda dengan bentuk DNA eukariotik, DNA prokariotik
berbentuk sirkular untai ganda yang terletak di dalam sitoplasma (Raven and Johnson,
1989).
Bakteri merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam kelompok
organism prokariotik sehingga memiliki DNA kromosom yang berbetuk sirkuler dan
terletak di sitoplasma. Selain memiliki DNA kromosom, bakteri ternyata juga memiliki
DNA sirkuler lain yang kemudian dikenal dengan sebutan plasmid. Plasmid merupakan
molekul DNA untai ganda berbentuk sirkuler yang terpisah dari DNA kromosom dengan
ukuran mulai dari beberapa ribu pasang basa sampai dengan 100 kilobasa (Lodish et all,
1995).
Gen-gen yang terdapat di dalam plasmid pada umumnya tidak esensial bagi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri (Raven and Johnson, 1989). Tetapi gen –
gen tersebut berperan dalam menyandi sintesis protein yang memiliki resistensi terhadap
antibiotik. Nilai lebih lain yang dimiliki oleh plasmid adalah kemampuannya untuk dapat
ditransfer ke sel lain dan kemampuan untuk dapat memperbanyak diri sendiri
(www.en.wikipedia.org/wiki/Plasmid).
Melihat adanya kemampuan tersebut, maka para ahli sekarang telah menjadikan
plasmid sebagai salah satu vektor yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan.
Dalam teknologi ini, plasmid akan diberi perlakuan tertentu sehingga dapat membawa
gen – gen yang menyandi senyawa, produk, atau sifat tertentu untuk kemudian ditransfer
dari organisme satu ke organisme lainnya (Retnoningrum, 2010)

5
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Lodish et al (1995) menyatakan bahwa plasmid merupakan salah satu materi


yang sangat diperlukan dalam teknologi DNA rekombinan. Oleh karena itu, pada
praktikum biologi sel molekuler ini sangat tepat dilakukan acara praktikum isolasi DNA
plasmid.

2. Tujuan
Tujuan dari acara praktikum kali ini adalah untuk melihat cara kerja isolasi
DNA plasmid pUC 19

3. Alat dan Bahan


3.1. Alat
1. Bunsen burner
2. Cawan petri
3. Freezer
4. Glove
5. Jarum ose
6. Erlenmeyer 100 ml
7. Microcentrifuges 5415D (Eppendorf)
8. Micropipette segala ukuran
9. Refrigerator
10. Shaker incubator
11. Spidol marker
12. Tip micropipette segala ukuran (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
13. Tube microsentrifuge
3.2. Bahan
1. Ampisilin
2. E. coli JM109 yang mengandung plasmid pUC19
3. Es batu
4. Medium Luria Bertani (LB) agar dan LB cair
5. QIAprep Spin Miniprep Kit (Qiagen, USA)

4. Cara Kerja
1. Koloni tunggal bakteri E. coli JM 109 yang mengandung plasmid pUC19
dinokulasikan ke medium LB cair 25 ml kemudian diinkubasi semalam (16 jam) pada
suhu 37 oC di dalam shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 150 rpm;

6
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

2. Kultur hasil inkubasi dimasukkan ke dalam beberapa tube microsentrifuge masing –


masing sebanyak 3 ml dan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g (5000
rpm) selama 5 menit sampai terbentuk pelet sel;
3. Pelet sel yang diperoleh diresuspensi dengan menambahkan 1 ml larutan STE ke
dalam tube microsentrifuge kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g
(5000 rpm) selama 5 menit;
4. Pelet sel diresuspensi kembali (vorteks dan bolak – balik 4 – 6 kali) dengan
menambahkan 250 µl Buffer P1 dingin sampai homogen;
5. Suspensi ditambah dengan 250 µl Buffer P2 dan diresuspensi kembali dengan cara
dibolak-balik sebanyak 4 – 6 kali sampai warnanya berubah menjadi biru;
6. Suspensi selanjutnya ditambah dengan 350 µl N3 dan diresuspensi kembali dengan
cara dibolak – balik sebanyak 4 – 6 kali sampai berwarna putih;
7. Tube microsentrifuge disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm (17,900 x g) selama
10 menit;
8. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam collection tube yang dilengkapi
dengan QIAprep spin column kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan
13.000 rpm (17,900 x g) selama satu menit;
9. QIAprep spin column diangkat dan cairan yang tertampung di dalam collection tube
dibuang kemudian QIAprep spin column dipasang kembali ke dalam collection tube;
10. QIAprep spin column dicuci dengan 500 µl PB dan disentrifugasi dengan kecepatan
13000 rpm selama satu menit.
11. Cairan yang tertampung di dalam collection tube dibuang kemudian ke dalam
QIAprep spin column ditambahkan kembali 750 µl buffer PE dingin dan dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama satu menit.
12. Cairan yang melewati QIAprep spin column kembali dibuang dan disentrifugasi ulang
untuk menghilangkan sisa buffer pencuci.
13. QIAprep spin column dipindahkan ke tube microsentrifuge 1,5 ml baru dan ditambah
dengan 50 µl buffer EB, dan dilanjutkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 13.000
rpm selama satu menit (elusi pertama).
14. QIAprep spin column dipindahkan ke tube microsentrifuge 1,5 ml yang lain dan
ditambah dengan 25 µl buffer EB. Tube microsentrifuge beserta QIAprep spin column
disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm selama satu menit (elusi kedua).
15. Diperoleh DNA plasmid sebanyak 50 µl (elusi pertama) dan 25 µl (elusi kedua) yang
kemudian dicek dengan cara dielektroforesis dalam gel agarosa

7
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

5. Hasil dan Pembahasan


Teknologi DNA rekombinan pada dasarnya adalah pembentukan kombinasi
materi genetik baru melalui penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami duplikasi di dalam suatu sel
organisme lain yang bertindak sebagai sel inang (Susanto, 2008). Jadi, teknologi ini
merupakan upaya mengubah susunan gen dari suatu organisme dengan maksud untuk
mendapatkan organism yang memiliki keunggulan dan kelebihan dalam sifat – sifat
tertentu.
Dari pengertian di atas, kita dapat menemukan satu istilah penting yaitu vektor.
Istilah ini merujuk pada molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau kendaraan
yang akan membawa suatu fragmen DNA masuk ke dalam sel inang dan memungkinkan
terjadinya replikasi dan ekspresi dari fragmen DNA asing tersebut (Susanto, 2008)
Telah disampaikan di atas, bahwa plasmid memiliki peran yang penting dalam
teknologi DNA rekombinan. Oleh karena itu, sangat perlu bagi kita untuk dapat
mengisolasi DNA plasmid dari suatu bakteri. Terdapat beberapa macam metode isolasi
DNA plasmid sampai saat ini, yaitu boiling lysis, lysis with detergent, mechanical lysis,
alkaline lysis, dan enzymatic digestion (Devi dan Victor, 2009).
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan isolasi DNA plasmid dengan metode
mini preparation dalam kondisi basa (alkaline lysis). Proses isolasi ini dilakukan dengan
menggunakan miniprep kit yang diproduksi oleh Qiagen (Anonim, 2006).
Hasil isolasi DNA plasmid yang diperoleh kelompok kami menunjukkan kualitas
yang kurang bagus, hal ini ditunjukkan dengan kondisi pita yang tipis dan terfragmentasi
(lihat gambar 5.1; 10). Ternyata hal ini tidak terjadi dengan DNA plasmid yang diperoleh
kelompok lain (lihat gambar 5.1; 11), dimana pita DNA plasmid yang diperoleh
menunjukkan dua pita yang tajam dan utuh.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Keterangan :
1. DNA λ/HindIII
2. K1 (pUC 19/HindIII)
3. K2 (pUC 19/EcoRI)
4. K3 (pUC 19/PStI)
5. K4 (pUC 19/HindIII)
6. A1 (pUC 19/EcoRI)
7. A2 (pUC 19/PStI)
8. A3 (pUC 19/HindIII)
9. A4 (pUC 19 uncut)
10. K1 (pUC 19 hasil isolasi)
11. K2 (pUC 19 hasil isolasi)

Gambar I.5.1. Elektroforegram Isolasi DNA plasmid pUC 19

8
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Dari gambar I.5.1. di atas memang terlihat bahwa DNA plasmid yang kita peroleh
sangat tipis dan mengalami fragmentasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
kesalahan prosedur dalam penambahan jenis solution. Ketika praktikum berlangsung,
terjadi kekeliruan penambahan jumlah bufer P2 dari yang seharusnya hanya sebanyak
250 µl, tetapi dalam prakteknya kemarin kita menambahkan sebanyak 350 µl. Akibatnya,
penambahan solution selanjutnya (bufer N3) menjadi berkurang yaitu dari yang
seharusnya 350 µl menjadi 250 µl.
Di dalam protokol yang dikeluarkan oleh qiagen (Anonim, 2006) disebutkan bahwa
penambahan bufer P2 adalah sebanyak 250 µl, sedangkan untuk bufer N3 sebanyak 350
µl. Bufer P2 merupakan bufer yang berperan dalam proses pelisisan sel, dimana
kandungan bufer ini berupa sodium hidroksida (NaOH) dan sodium dedocyl sulphate
(SDS). Sodium hidroksida berfungsi untuk mendenaturasi DNA kromosom dan DNA
plasmid untai ganda menjadi untai tunggal, sedangkan SDS merupakan suatu detergen
yang akan membantu proses pelisisan sel dengan cara melarutkan fosfolipid dan
komponen protein sehingga membran sel akan mengalami kerusakan (Brown (1991);
http://faculty.plattsburgh.edu/donald.slish/Extraction.html)
Bufer N3 dari miniprep kit ini merupakan larutan netralisasi yang mengandung
guanidine hydrochloride dan asam asetat. Potasium asetat akan membentuk endapan yang
tidak larut dalam kompleks SDS/lipid/protein dan mampu menetralisasi sodium
hidroksida yang ada pada tahap sebelumnya untuk menciptakan kondisi pH yang netral.
Pada kondisi netral ini, DNA mengalami renature, dimana DNA kromosom akan terikat
dengan endapan kompleks SDS/lipid/protein, sedangkan DNA plasmid akan membentuk
untai ganda kembali dalam supernatan dan terhindar dari perangkap endapan
SDS/lipid/protein (Anonim, 2006). Selain itu, bufer N3 juga mengandung garam
berkonsentrasi tinggi yang berperan dalam denaturasi protein, DNA kromosom, dan sisa
– sisa sel sehingga akan menghasilkan larutan DNA plasmid murni dan berkonsentrasi
tinggi.

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa DNA plasmid berhasil diisolasi tetapi kualitasnya rendah (tipis dan
terfragmentasi) sebagai akibat dari kesalahan prosedur.

9
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

DAFTAR REFERENSI

Anonim. 2006. Qiaprep Miniprep Handbook second edition. www.qiagen.com. Diakses 20


Februari 2010

Brown, T.A. 1991. Pengantar cloning Gena. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.

Devi dan Victor. 2009. Laporan Praktikum Teknik Analisa DNA: Isolasi DNA Plasmid.
Fakultas Teknobiologi. Universitas Surabaya.

http://en.wikipedia.org/wiki/Plasmid. Diakses 30 januari 2010

http://faculty.plattsburgh.edu/donald.slish/Extraction.html. Diakses 30 januari 2010

Lodish, H., D. Baltimore, A. Berk, S.L. Zipursky, P. Matsudaira, and J. Darnell. 1995.
Molecular Cell Biology. Scientific American Books. New York.

Raven, P.H. and Johnson, G.B. 1989. Biology second edition. Times Mirror/Mosby College
Publishing. Missouri.

Retnoningrum, D.S. 2010. Prinsip Teknologi DNA Rekombinan. Sekolah Farmasi Institut
Teknologi Bandung. www.download.fa.itb.ac.id. Diakses 30 Januari 2010

Susanto, A.H. 2008. Bab VIII. Dasar – Dasar Teknologi DNA Rekombinan.
http://biomol.wordpress.com/bahan-ajar/dasar-tek-dna-rek/. Diakses 30 Januari 2010

10
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

II. PEMOTONGAN DNA PLASMID

1. Landasan Teori
Teknologi DNA rekombinan merupakan suatu teknologi yang dapat diterapkan
sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah sulitnya memurnikan protein dan materi
lainnya dari suatu organisme dalam jumlah besar. Salah satu teknik yang digunakan
dalam teknologi DNA rekombinan adalah teknik pemotongan DNA (restriksi DNA).
Molekul DNA rekombinan dapat diperoleh dengan cara memotong DNA vektor pada
tempat tertentu yang memiliki daerah pemotongan yang sama dengan hasil pemotongan
DNA kromosom. Manipulasi pemotongan DNA dilakukan oleh enzim yang disebut
endonuklease restriksi.
Beberapa enzim seperti BamHI, EcoRI dan PstI dapat memotong masing-masing
strand DNA. Molekul DNA yang dihasilkan memiliki ujung lengket yang kemudian
dapat berasosiasi dengan pasangan basa komplementer pada beberapa fragmen DNA lain
yang juga telah dipotong dengan enzim restriksi.

2. Tujuan
Tujuan dari acara praktikum kali ini adalah untuk melihat cara kerja pemotongan
DNA plasmid

3. Alat dan Bahan


3.1. Alat
1. Freezer
2. Glove
3. Micropipette segala ukuran
4. Microsentrifuge 5415D (Eppendorf)
5. Spidol marker
6. Tip micropipette segala ukuran (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
7. Tube microsentrifuge
8. Water bath tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)
3.2. Bahan
1. BSA
2. Buffer E
3. Buffer H
4. ddH2O

11
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

5. DNA plasmid pUC 19


6. Es batu
7. Restriction enzyme of Hind III, EcoR I, Pst I

4. Cara Kerja
1. Optimasi reaksi restriksi sebelumya dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan
DNA dapat terpotong sempurna dengan kondisi optimasi tersebut. Reaksi restriksi
dipersiapkan dalam beberapa tube microsentrifuge berukuran 1 ml, dengan
komposisi sebagai berikut
Tube (µl)
No Komponen
1 (µl) 2 (µl) 3 (µl) 4 (µl) 5 (µl)
ddH2O 10,5 10,5 10,5 10,5 6
Buffer H 2,5 - - 2,5 -
Buffer E - 2,5 2,5 - -
BSA 0,5 0,5 0,5 0,5 -
DNA pUC 19 10 10 10 10 4
Enzim Hind III 1,5 - - 1,5 -
Enzim EcoR I - 1,5 - - -
Enzim Pst I - - 1,5 - -

Volume reaksi 25 25 25 25 10

2. Campuran reaksi dihomogenkan sebentar dengan cara dispin menggunakan


microsentrifuge selama 1 – 2 detik dan setelah itu tube microsentrifuge diketuk –
ketuk sebentar untuk memastikan campuran sudah tersuspensi;
3. Tube microsentrifuge diinkubasi selama 4 jam di dalam water bath bersuhu 37 oC;
4. Tube microsentrifuge dipindahkan ke dalam water bath bersuhu 70 0C selama 10
menit untuk inaktifasi enzim restriksi;
5. DNA pUC 19 hasil pemotongan dicek menggunakan elektroforesis gel agarosa;

5. Hasil dan Pembahasan


Pada acara praktikum kali ini dilakukan pemotongan DNA plasmid pUC19 dengan
beberapa macam enzim restriksi yaitu enzim Hind III, EcoR I, dan Pst I sesuai dengan
reaksi restriksi di atas. Hasil pemotongan DNA plasmid kemudian dianalisis dengan cara
elektroforesis pada gel agarosa (gambar II.5.1.)

12
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

1 2 3 4 Keterangan :
1. DNA λ/HindIII
2. K1 (pUC 19/Hind III)
3. K2 (pUC 19/EcoR I)
4. K3 (pUC 19/Pst I)
23130 pb
9416 pb

6557 pb

4361 pb 5543 pb

4897 pb 5210 pb

Gambar II.5.1. Elektroforegram Pemotongan DNA plasmid pUC 19

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa DNA plasmid yang dipotong
menggunakan enzim restriksi Pst I diperoleh satu fragmen yang cukup baik, meskipun
tidak terlalu tajam (lajur 4). Hasil yang lebih baik diperoleh untuk DNA plasmid yang
dipotong dengan enzim restriksi Hind III (lajur 2) dan EcoR I (lajur 3), dimana pita DNA
terlihat sangat tajam.
Pst I merupakan salah satu enzim restriksi endonuklease yang diperoleh dari
Providencia stuartii yang dapat memotong urutan basa DNA untai ganda dengan sisi
pengenalan CTGCA▼G/GACGT▲C (www.roche-applied-science.com;
www.promega.com; www.en.wikipedia.org/wiki/PstI). Enzim ini dapat digunakan untuk
memotong DNA bakteriofage lambda, DNA kromosom dan DNA plasmid bakteri
(www.promega.com).
Plasmid pUC 19 merupakan salah satu vektor kloning yang biasa digunakan dalam
penelitian – penelitian biologi molekuler (Puspitasari, 2008). Plasmid ini berukuran 2686
pasang basa dan memiliki tiga bagian utama yaitu gen resisten ampisilin, gen lac-Z yang
mengandung Multiple Cloning Site (MCS), dan Origin of Replication (ORI)
(www.en.wikipedia.org/wiki/pUC19)

13
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Telah disebutkan di atas, bahwa plasmid pUC 19 memiliki gen lacZ yang
mengandung Multiple Cloning Site (MCS) yang berisi sisi pengenalan dari beberapa
macam enzim restriksi. Salah satu jenis enzim restriksi yang dikenali oleh plasmid ini
adalah enzim Pst I yang memiliki sisi pengenalan restriksi pada urutan basa nomor 435.

Gambar II.5.2. Struktur Plasmid pUC 19


(dikutip dari www.neb.com/nebecomm/tech.../restriction.../maps/pUC19_map.pdf)

Gambar II.5.3. Grafik Estimasi Ukuran Fragmen DNA Plasmid Hasil Restriksi

14
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Hasil Perhitungan dengan menggunakan software microsoft office excel 2003


menunjukkan bahwa ukuran fragmen DNA plasmid yang telah dipotong menggunakan
enzim Hind III, EcoR I, dan Pst I berturut – turut adalah 4897 pb, 5210 pb, dan 5543 pb
(lihat gambar II.5.1). Penentuan ukuran fragmen DNA plasmid hasil restriksi ini di
dasarkan pada perbandingan jarak migrasi yang ditempuh oleh fragmen DNA plasmid
dengan fragmen DNA marka yang telah diketahui pada suatu gel agarosa hasil
elektroforesis. Menurut Brown, (1991) dinyatakan bahwa elektroforesis akan
memisahkan molekul DNA sesuai dengan ukurannya. Semakin kecil ukuran DNA, maka
semakin cepat migrasinya.
Dari hasil perhitungan ini terlihat bahwa ukuran fragmen DNA hasil restriksi
ternyata lebih besar dari ukuran DNA plasmid pUC 19. Adalah sesuatu yang tidak masuk
akal, bahwa ketika suatu untai DNA dipotong dengan enzim restriksi tertentu ternyata
hasil potongannya memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran DNA asal.
Terdapat beberapa uraian yang bisa digunakan untuk menjawab fenomena tersebut.
Hal ini didasarkan pada hasil studi, bahwa setiap enzim restriksi memiliki permintaan
yang spesifik agar proses restriksi dapat berlangsung optimal. Kondisi penyimpanan dan
pengujian ideal sangat diperlukan untuk mendukung aktivitas dan keakuratan fungsi
suatu enzim tertentu (www.promega.com).
Seperti halnya dengan sifat enzim pada umumnya, aktivitas dan stabilitas enzim
restriksi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH, kofaktor, komposisi
garam, dan kekuatan ionik. Selain itu, jenis buffer, adanya kontaminan (DNA tipe lain,
nuclease, dan inhibitor), pelarut organic, detergen, dan chelating agent juga ikut
mempengaruhi aktivitas dan stabilitas enzim restriksi (www.promega.com).
Pst I merupakan salah satu enzim restriksi yang dalam penggunaannya perlu
ditambahkan buffer solution H agar dapat mencapai aktivitas optimal 100 %. Reaksi
restriksi DNA dengan Pst I biasanya menggunakan buffer H 10X sebanyak 2 – 2,5 ul
untuk volume total 25 ul. (www.promega.com; www.roche-applied-science.com). Pada
praktikum kemarin, untuk pada reaksi restriksi dengan Pst I, digunakan buffer solution E.
Penambahan buffer solution E pada reaksi restriksi dengan Pst I hanya mampu
memberikan persentase aktivitas sebesar 25 – 50 % saja (www.promega.de).
Kemungkinan lain yang bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena ini adalah,
adanya perbedaan bentuk konformasi antara DNA plasmid hasil restriksi dengan DNA
plasmid asal. Brown (1991) menyatakan bahwa bentuk konformasi DNA plasmid dapat
mempengaruhi kecepatan migrasi molekul DNA pada gel agarosa. Secara umum, bentuk
konformasi DNA plasmid ada lima macam. Berikut adalah kelima bentuk konformasi

15
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

DNA plasmid yang diurutkan berdasarkan kecepatannya dalam bermigrasi pada gel
agarosa yaitu dari yang terlamban sampai yang tercepat.
a. Nicked open circular, merupakan DNA yang memiliki satu untai yang terpotong;
b. Relaxed circular, merupakan DNA yang kedua untainya sepenuhnya tidak terpotong
tetapi telah memiliki kemampuan untuk berelaksasi secara enzimatik;
c. Linear, merupakan DNA dengan ujung bebas dengan kedua untai yang telah
terpotong;
d. Supercoiled (covalently closed circular), merupakan DNA yang yang kedua untainya
sepenuhnya tidak terpotong dan dengan suatu bengkokan, maka akan menghasilkan
bentuk yang padat;
e. Supercoiled denatured, merupakan DNA yang mirip dengan supercoiled, tetapi
memiliki daerah yang tidak berpasangan yang membuatnya menjadi sedikit kurang
padat (www.en.wikipedia.org/wiki/plasmid).
Jadi, berdasarkan pengelompokan plasmid ini, dapat diperkirakan bahwa fragmen
DNA hasil restriksi kemungkinan hanya terpotong satu untai saja sehingga membentuk
konformasi nicked open sirkuler yang lambat dalam bermigrasi pada gel agarosa. Plasmid
dengan konformasi CCC (covalenly closed circular) memiliki kecepatan migrasi yang
lebih tinggi daripada plasmid dengan konformasi OC (nicked open circular) (Brown,
1991).
Pengukuran konsentrasi fragmen DNA plasmid pUC 19 yang dipotong dengan Pst I
dilakukan melalui perbandingan tingkat perpendaran dari pita DNA marka dengan pita
DNA plasmid. Menurut Nicholl (2008) dalam Fathkomi (2009), disebutkan bahwa
estimasi konsentrasi DNA dapat ditentukan melalui perbandingan tingkat perpendaran
DNA sampel dengan tingkat perpendaran DNA marka.
Hasil analisis menunjukkan bahwa fragmen DNA hasil restriksi dengan enzim Pst I
(lajur 4) memiliki tingkat perpendaran yang mirip dengan tingkat perpendaran dari pita
kedua DNA marka (lajur 1). Dari perhitungan secara matematis, diperoleh data bahwa
konsentrasi DNA plasmid hasil restriksi dengan Pst I adalah 5,714 ng/ul (lihat lampiran
1).

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pemotongan DNA plasmid dengan enzim restriksi Pst I tidak berhasil dilakukan.

16
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

DAFTAR REFERENSI

Brown, T.A. 1991. Pengantar cloning Gena. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.

Nicholl (2008) dalam Fathkomi. 2009. Konstruksi Perpustakaan Genom Dari Isolat Bakteri
TS 36 Menggunakan Vektor pUC 19. Skripsi. Fakultas Biologi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.

Puspitasari, A. 2008. Fraksinasi Protein Bungan Kucing – Kucingan (Acalipha indica L) dan
Uji Aktivitas Terhadap pemotongan DNA pUC 19. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. 2008

www.roche-applied-science.com. Diakses 23 Februari 2010

www.promega.com. Diakses 23 Februari 2010

www.en.wikipedia.org/wiki/PstI. Diakses 23 Februari 2010

www.en.wikipedia.org/wiki/pUC19. Diakses 23 Februari 2010

www.neb.com/nebecomm/tech.../restriction.../maps/pUC19_map.pdf. Diakses 23 Februari


2010

www.promega.de. Diakses 23 Februari 2010

www.en.wikipedia.org/wiki/plasmid. Diakses 23 Februari 2010

17
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

III. ELEKTROFORESIS GEL AGAROSA

1. Landasan Teori
Elektroforesis merupakan suatu teknik yang digunakan di dalam laboratorium
untuk memisahkan suatu molekul tertentu (DNA) berdasarkan muatan dari molekul
tersebut (www.life.illinois.edu/molbio/geldigest/electro.html#run). Elektroforesis gel
agarosa merupakan suatu metode yang digunakan dalam bidang biokimia dan biologi
molekuler untuk memisahkan molekul DNA atau RNA berdasarkan ukuran
(http://en.wikipedia.org/wiki/Agarose_gel_electrophoresis)
Teknik ini merupakan teknik yang sederhana, cepat, dan mudah untuk dilakukan
jika dibandingkan dengan teknik – teknik lain yang serupa. Secara umum, elektroforesis
digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA
(Fatchiyah, 2006), estimasi ukuran molekul DNA hasil pemotongan dengan enzim
restriksi, analisis produk PCR, dan memisahkan DNA atau RNA genom hasil
pemotongan sebelum digunakan untuk Southern transfer atau Northern transfer.
Sampai saat ini telah dikenal dua macam elektroforesis yaitu elektroforesis gel
agarosa dan elektroforesis gel poliakrilamide. Elektroforesis gel agarosa memiliki sifat
sebagai berikut tenaga yang dibutuhkan relatif rendah, mempunyai laju pemisahan lebih
cepat, dapat memisahkan fragmen DNA antara 100 pb sampai 50 kb tergantung dari
konsentrasi gel agarosa yang digunakan, dan medan gerak biasanya horizontal. Berbeda
dengan elektroforesis gel agarosa, elektroforesis gel poliakrilamide memiliki sifat lebih
efektif untuk pemisahan fragmen DNA antara 5 pb sampai 500 pb, membutuhkan tenaga
yang relatif tinggi, ukuran perbedaan DNA yang terpisah mencapai 1 pb, pembuatannya
relatif lebih sulit karena biasanya digunakan poliakrilamide dengan resolusi yang relatif
tinggi, medan gerak secara vertikal dan listriknya konstan.
Pada kesempatan kali ini, yang akan dipraktikumkan hanya sebatas pada
elektroforesis gel agarosa. Hasil yang dirunning hanya berupa hasil restriksi DNA
plasmid dengan beberapa macam enzim restriksi.
Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA
berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa
digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk
memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa
(bp).

18
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi
melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya,
makin rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan
dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen – fragmen molekul
DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi DNA selanjutnya
dilakukan di bawah paparan sinar ultraviolet terhadap gel agarosa yang dalam
pembuatannya telah ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat
visualisasi DNA adalah dengan cara gel direndam di dalam larutan etidium bromid baru
kemudian dipaparkan di atas sinar ultraviolet.

2. Tujuan
Tujuan dari acara praktikum elektroforesis gel agarosa ini adalah untuk melihat
cara kerja elektroforesis gel agarosa

3. Alat dan Bahan


3.1. Alat
1. Digital camera
2. Erlenmeyer 50 ml
3. Gelas Ukur 25 ml
4. Glove
5. Isolasi kertas
6. Kertas parafilm
7. Kompor gas
8. Lempeng asbes
9. Micropipette segala ukuran
10. Seperangkat alat elektroforesis
11. Tip micropipette segala ukuran (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
12. Tube microsentrifuge
13. UV transiluminator
3.2. Bahan
1. Akuades
2. Bubuk agarosa
3. DNA marker (λ/HindIII)
4. DNA plasmid pUC 19 hasil isolasi (uncut)
5. DNA plasmid pUC 19 hasil restriksi (cut)

19
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

6. Etidium Bromide (EtBr)


7. Larutan buffer TAE 50X
8. Loading dye 6x

4. Cara Kerja
1. Membuat 250 ml larutan buffer TAE 1X dengan cara mencampurkan 5 ml TAE 50X
ke dalam 245 ml akuades;
2. Membuat gel agarosa 1 % dengan cara mencampurkan 0,2 g bubuk agarosa ke dalam
buffer TAE 1X hingga volume 20 ml yang kemudian dipanaskan di atas api sampai
homogen;
3. Angkat gel agarosa cair dan biarkan suhunya turun sampai ± 45 oC
4. Menyiapkan cetakan gel agarosa dengan cara menutup kedua ujung cetakan dengan
isolasi kertas dan pastikan isolasi melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing –
masing ujung cetakan;
5. Memasang sisir pencetak sumuran di dekat salah satu ujung cetakan;
6. Setelah suhu gel agarosa cair turun sampai ± 45 oC, tambahkan 1 µl etidium bromide
lalu kocok – kocok sampai homogen (PERHATIAN, selalu gunakan sarung tangan
karena ethidium bromide bersifat karsinogenik);
7. Gel agarosa cair dituang ke dalam cetakan yang telah disiapkan dan biarkan sampai
memadat;
8. Sisir pencetak sumuran diangkat dan isolasi yang menutupi kedua ujung cetakan
dilepas secara hati – hati;
9. Gel agarosa padat dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis sehingga terendam
dalam larutan TAE 1X;
10. Disiapkan beberapa loading dye 6X masing – masing sebanyak 1 µl disepanjang
kertas parafilm berukuran ± 5 cm;
11. Masing – masing loading dye 6X dicampur dengan masing – masing 5 µl DNA
marker, DNA plasmid hasil isolasi (uncut), DNA plasmid hasil pemotongan (cut)
sampai homogen yang kemudian dimasukkan ke dalam sumuran – sumuran gel
agarosa secara urut sesuai dengan penomoran berikut :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Keterangan :

20
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

1. DNA λ/HindIII
2. K1 (pUC 19/HindIII)
3. K2 (pUC 19/EcoRI)
4. K3 (pUC 19/PStI)
5. K4 (pUC 19/HindIII)
6. A1 (pUC 19/EcoRI)
7. A2 (pUC 19/PStI)
8. A3 (pUC 19/HindIII)
9. A4 (pUC 19 uncut)
10. K1 (pUC 19 hasil isolasi)
11. K2 (pUC 19 hasil isolasi)
12. Hubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis; (pastikan bahwa kabel
yang tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran, jika tidak maka posisi
baki / gel harus dibalik);
13. Tekan tombol power pada posisi angka 1, atur besarnya voltase dan setting waktu
running sesuai keinginan;
14. Tekan tombol run untuk menjalankan elektroforesis dan tunggu sampai terdengar
bunyi alarm yang menandakan eletroforesis telah selesai;
15. Tekan tombol power pada posisi angka 0 dan kemudian angkat gel agarosa dari
tangki elektroforesis;
16. Gel agarosa diletakkan di atas UV transluminator;
17. Tekan tombol power pada posisi angka 1 dan amati pita – pita DNA yang terdapat
pada gel agarosa;
18. Hasil visualisasi pita – pita DNA yang terlihat diambil gambarnya dengan
menggunakan digital camera

5. Hasil dan Pembahasan


Elektroforesis gel agarosa merupakan suatu metode yang digunakan dalam bidang
biokimia atau biologi molekuler untuk memisahkan molekul DNA atau RNA berdasarkan
ukuran. Pada praktikum kali ini, kita mencoba untuk melakukan elektroforesis terhadap
DNA plasmid pUC 19 hasil isolasi dari E. coli JM109, plasmid normal (uncut), dan
plasmid yang telah diberi perlakuan berupa pemotongan dengan beberapa macam enzim
restriksi seperti HindIII, EcoRI, dan PStI (cut). Sebagai pembanding, maka kita juga
menyertakan DNA marka yaitu DNA λ/HindIII untuk memudahkan kita nantinya dalam

21
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

menentukan ukuran – ukuran fragmen dari plasmid yang kita peroleh. Berikut adalah
gambaran secara jelas tentang hasil elektroforesis yang kita peroleh dalam praktikum.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Keterangan :
1. DNA λ/HindIII
2. K1 (pUC 19/HindIII)
3. K2 (pUC 19/EcoRI)
4. K3 (pUC 19/PStI)
5. K4 (pUC 19/HindIII)
6. A1 (pUC 19/EcoRI)
7. A2 (pUC 19/PStI)
8. A3 (pUC 19/HindIII)
9. A4 (pUC 19 uncut)
10. K1 (pUC 19 hasil isolasi)
11. K2 (pUC 19 hasil isolasi)

Gambar III.5.1. Elektroforegram pUC 19 hasil isolasi dan hasil restriksi

Berdasarkan gambar hasil elektroforesis di atas, dapat kita ketahui bahwa hasil
elektroforesis tidak terlalu bagus. Hal ini tercermin dari adanya beberapa sumuran yang
pita DNAnya masih smear, tidak utuh, dan tidak terpisah secara jelas.
Dari beberapa referensi yang kita dapat, diketahui bahwa baik buruknya hasil
elektroforesis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Ukuran DNA
Semakin besar ukuran DNA, maka laju migrasi pada gel agarosa akan semakin
lambat. Hal ini terkait dengan adanya kesulitan bagi molekul – molekul DNA yang
berukuran besar untuk menembus pori – pori gel agarosa. Hal ini terjadi sebaliknya
pada molekul – molekul yang berukuran lebih kecil, dimana molekul ini akan
bergerak lebih cepat dalam menembus pori – pori gel agarosa. Sebagai akibatnya,
maka molekul – molekul DNA akan terpisah berdasarkan ukurannya, dan penentuan
ukuran DNA dapat dilakukan dengan membandingkan dengan DNA marka yang
dirun secara bersama – sama dalam satu gel. Menurut Fatchiyah, (2006), jarak migasi
molekul DNA pada gel merupakan laju terbalik proporsional log-10 dari jumlah
pasangan basa.
2. Konsentrasi Gel Agarosa

22
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Penggunaan gel agarosa dengan konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan


laju migrasi molekul – molekul DNA yang berbeda juga. Penentuan konsentrasi gel
agarosa yang akan digunakan harus memperhatikan ukuran molekul – molekul DNA
yang akan diruning. Umumnya, konsentrasi yang tinggi dari gel agarosa biasanya
digunakan untuk memfasilitasi pemisahan molekul – molekul DNA yang berukuran
kecil, sedangkan konsentrasi gel agarosa yang lebih rendah, umumnya digunakan
untuk memisahkan molekul – molekul DNA dengan ukuran yang lebih besar.
3. Bentuk Konformasi DNA
Laju migasi ternyata juga dipengaruhi oleh bentuk konformasi dari molekul
DNA. Sampai saat ini dikenal tiga macam bentuk atau konformasi molekul DNA
yaitu Super Helix Circular, Circular Opened, dan Linier. Meskipun ketiga bentuk
atau konformasi molekul DNA tersebut memiliki berat yang sama, tetapi laju migrasi
pada gel agarosa akan berbeda.
4. Kekuatan Tegangan
Hasil elektroforesis juga dipengaruhi oleh besar kecilnya sumber tegangan
listrik yang digunakan. Apabila tegangan yang digunakan dinaikkan, maka laju
migrasi dari fragmen – fragmen DNA yang berukuran yang lebih besar akan secara
proporsional bermigrasi lebih cepat daripada fragmen – fragmen DNA yang
berukuran yang kecil. Oleh karena itu, maka resolusi terbaik untuk fragmen –
fragmen DNA yang berukuran lebih dari 2 kb dapat dicapai dengan menggunakan
tegangan yang tidak lebih dari 5 volt per cm ke dalam gel. Yang dimaksud dengan
nilai cm ini merupakan jarak antara dua elektroda, dan bukan panjang gel.
5. Komposisi Buffer
Ada beberapa buffer berbeda yang telah direkomendasikan untuk elektroforesis
DNA, dan kebanyakan yang biasa digunakan adalah TAE (tris-acetate-EDTA) dan
TBE (Tris-borate-EDTA). Penggunaan buffer yang berbeda akan menyebabkan laju
migrasi yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh adanya kekuatan ionic yang
berbeda dari kedua buffer tersebut. Buffer yang digunakan dalam elektroforesis tidak
hanya digunakan untuk menentukan nilai pH saja, tetapi juga berperan dalam
menyediakan ion – ion yang diperlukan untuk mendukung konduktivitas.
6. Komposisi Basa DNA dan Suhu
Komposisi basa – basa DNA dan suhu secara umum tidak terlalu berpengaruh
terhadap mobilitas dari molekul – molekul DNA. Umumnya elektroforesis dilakukan
pada suhu kamar dan akan stabil pada kisaran suhu 4 – 30 oC. Namun demikian,
perlu diperhatikan bahwa proses elektroforesis biasanya akan menghasilkan panas

23
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

sehingga suhunya di dalam chamber akan naik. Apabila kenaikan suhu ini terlalu
tinggi, maka ada kemungkinan molekul – molekul DNA yang sedang diruning akan
mengalami kerusakan. Selain itu gel agarosa juga dapat mengalami pelelehan pada
suhu di atas 90 oC.
7. Keberadaan Pewarna
Intercalating agent Ethidium bromide (EtBr) merupakan pewarna
berfluorescent yang biasa digunakan untuk mendeteksi asam nukleat. Sesaat setelah
EtBr ini ditambahkan ke dalam gel agarosa, maka akan terjadi pengikatan molekul
ini diantara sela – sela pasangan basa DNA.
Penambahan EtBr ke dalam gel agarosa dimaksudkan untuk memudahkan kita
dalam mengamati hasil elektroforesis karena hanya sedikit saja yaitu sekitar 1 ng
molekul DNA yang dapat dideteksi tanpa menggunakan EtBr. EtBr akan
menghasilkan perpendaran ketika dipaparkan di atas sinar UV. Namun demikian,
perlu diperhatikan bahwa EtBr dapat mengurangi mobilitas linier dari molekul –
molekul DNA sampai 15 % dan juga sifatnya yang karsinogenik atau zat mutagen
kuat.

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
elektroforesis gel agarosa merupakan suatu teknik laboratorium yang digunakan untuk
memisahkan molekul – molekul DNA atau RNA berdasarkan ukurannya. Teknik ini
dalam penerapannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran DNA, konsentrasi gel
agarosa, bentuk konformasi DNA, kekuatan tegangan, komposisi buffer, komposisi basa
DNA dan suhu, serta keberadaan pewarna.

24
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

DAFTAR REFERENSI

Fatchiyah. 2006. Gel Elektroforesis. Laboratorium Sentral Biologi Molekuler dan Seluler
Departemen Biologi Universitas Brawijaya. Malang

http://en.wikipedia.org/wiki/Agarose_gel_electrophoresis. Diakses 23 Januari 2010

http://www.life.illinois.edu/molbio/geldigest/electro.html#run. Diakses 23 Januari 2010

25
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

IV. TRANSFORMASI

1. Landasan Teori
Istilah transformasi pertama kali diperkenalkan oleh Frederick Griffith pada tahun
1928 yang pada saat itu sedang berusaha menemukan vaksin untuk melawan penyakit
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Ketika itu beliau menemukan bahwa suatu
strain bakteri S. pneumoniae nonvirulen berubah menjadi virulen ketika terpapar dengan
S. pneumoniae yang virulen.
Transformasi merupakan salah satu jalan bagi bakteri untuk memperoleh DNA
asing selain konjugasi dan transduksi. Dalam bidang biologi molekuler, transformasi
sering didefinisikan sebagai perubahan genetik di dalam suatu sel yang dihasilkan dari
proses pemasukan, penggabungan genomik, dan ekspresi dari material genetik (DNA)
asing (wikipedia.en.org)
Dalam perkembangannya, istilah transformasi telah didefinisikan secara lebih luas
lagi yaitu pengambilan molekul DNA oleh setiap jenis sel tanpa memandang apakah
pengambilan molekul DNA tersebut menyebabkan adanya perubahan dalam sel yang
dapat dideteksi atau tidak dan objek dari transformasi ini tidak terbatas pada bakteri saja,
tetapi termasuk juga fungi, hewan, dan tumbuhan (Brown, 1991).
Transformasi memiliki arti penting dan sangat berguna dalam penelitian –
penelitian genetik bakteri di laboratorium terutama bagi pemetaan kromosom bakteri. Hal
ini terjadi karena frekuensi terjadinya transformasi antara dua gen pada waktu yang sama
merupakan petunjuk jarak antara gen – gen ini pada kromosom (Pelczar dan Chan, 1986).

2. Tujuan
Setelah mengikuti acara praktikum ini, mahasiswa diharapkan memiliki
pemahaman yang benar mengenai transformasi dalam pembelajaran biologi sel
molekuler

3. Alat dan Bahan


3.1. Alat
1. Cawan Petri

26
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

2. Digital camera
3. Drugalsky
4. Erlenmeyer
5. Jarum ose
6. Micropipette segala ukuran
7. Microsentrifuge 5415D (Eppendorf)
8. Shaker incubator
9. Thermometer
10. Tip micropipette segala ukuran (Bio-Rad dan Axygen Scientific)
11. Tube microsentrifuge
12. Water bath tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)
3.2. Bahan
1. Es batu
2. Media LB agar + ampisilin
3. Media LB agar tanpa ampisilin
4. Media LB cair
5. Strain E. coli JM 109

4. Cara Kerja
1. Satu koloni kultur semalam strain E. coli JM 109 diinokulasikan ke media LB cair 25
ml dan selanjutnya diinkubasi dalam shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125
rpm pada suhu 37 oC selama 16 jam (semalam);
2. Kultur strain E. coli JM 109 hasil inkubasi semalam diinokulasikan ke media LB cair
25 ml dengan cara mengambil 250 µl kultur strain E. coli JM 109 ke dalam media
LB cair 25 ml (perbandingan volume media dan volume kultur 10:1) dan kemudian
diinkubasi dalam shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125 rpm selama 120
menit (2 jam) pada suhu 37 oC;
3. Sebanyak 1,5 ml kultur hasil inkubasi 2 jam diambil dan dimasukkan ke dalam tube
microsentrifuge dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g (5000 rpm)
selama 5 menit;
4. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan ke dalam tube ditambahkan 500 µl CaCl2
dingin, diresuspensi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g (5000 rpm)
selama 5 menit;
5. Supernatan dibuang kembali dan ke dalam tube ditambahkan 200 µl CaCl2 dingin,
diresuspensi dan diinkubasi dalam es. Dalam perlakuan ini terdapat lima tube

27
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

microsentrifuge, dua tube (nomor 1 dan 2) diinkubasi selama 2 jam dan 3 tube
lainnya (nomor 3, 4, dan 5) diinkubasi selama 16 jam;
6. Tube microsentrifuge hasil inkubasi 2 jam (tube nomor 1 dan 2), salah satunya (tube
nomor 1) ditambah dengan 10 µl plasmid pUC19 sirkuler, sedangkan tube lainnya
(tube nomor 2) tidak ditambah dengan plasmid;
7. Kedua tube tersebut selanjutnya diinkubasi di dalam es selama 20 menit dan
kemudian diberi kejut panas (heat-shock) dalam water bath bersuhu 42 oC selama 90
detik dan segera dipindahkan ke dalam es untuk diinkubasi kembali selama 10 menit;
8. Tube microsentrifuge ditambah dengan media LB cair dingin hingga volume 1 ml (±
800 µl) dan selanjutnya diinkubasi dalam shaker-incubator pada suhu 37 oC dengan
kecepatan rotasi 150 rpm selama 1,5 jam;
9. Diambil masing – masing 100 µl kultur dari tube nomor 1 dan 2 untuk ditumbuhkan
ke dalam media agar cawan LB amphisilin dan masing – masing 50 µl dari tube
nomor 1 dan 2 untuk ditumbuhkan ke dalam media agar cawan LB tanpa amphisilin
dan hasil plating kemudian diinkubasi dalam inkubator bersuhu 37 oC selama 16 jam;
10. Amati apa ada pertumbuhan koloni bakteri pada media LB amphisilin dan media LB
tanpa amphisilin, dan jika ada maka hitung jumlah koloninya

5. Hasil dan Pembahasan

A B

C D
28
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Gambar
Keterangan : IV.5.1. Seleksi hasil transformasi pada dua medium LB berbeda
A. Koloni bakteri E. coli JM 109 + pUC 19 pada medium agar cawan LB beramphisilin
B. Koloni bakteri E. coli JM 109 + pUC 19 pada medium agar cawan LB tanpa amphisilin
C. Koloni bakteri E. coli JM 109 pada medium agar cawan LB beramphisilin
D. Koloni bakteri E. coli JM 109 pada medium agar cawan LB tanpa amphisilin

Transformasi merupakan suatu proses pemindahan DNA bebas sel yang


mengandung sejumlah informasi DNA yang terbatas dari satu sel ke sel lainnya (Pelczar
dan Chan, 1986). Transformasi ini terjadi ketika suatu sel yang disebut dengan sel donor
mengalami lisis sel baik secara alamiah ataupun kimiawi dimana kandungan DNA yang
dimilikinya akan keluar sel dan akhirnya dapat diambil oleh sel lain yang disebut dengan
sel resipien sehingga terjadilah proses rekombinasi DNA.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan transformasi terhadap strain bakteri E.
coli JM 109 dengan memasukkan plasmid pUC 19. Strain bakteri tersebut dimasukkan ke
dalam dua buah tube yang berbeda yaitu tube nomor satu yang ditambah dengan plasmid
pUC 19 dan tube nomor dua yang tidak ditambah apapun. Dari kedua tube tersebut
diambil masing – masing 100 µl untuk ditumbuhkan pada media agar cawan Luria
Bertani (LB) yang mengandung antibiotik amphisilin dan masing – masing 50 µl untuk
ditumbuhkan pada media agar cawan Luria Bertani tanpa antibiotik amphisilin.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa strain yang berasal dari tube nomor satu
mampu tumbuh pada kedua media agar cawan LB baik yang mengandung antibiotik
amphisilin maupun tidak. Setelah di hitung jumlah koloni bakterinya, maka diketahui
bahwa pada media agar cawan LB yang mengandung antibiotik amphisilin terdapat 156
koloni bakteri sedangkan pada media agar cawan LB tanpa antibiotik amphisilin jumlah
koloni bakterinya tidak dapat dihitung (TBUD).
Hasil yang sama juga ditunjukkan untuk strain yang diambil dari tube nomor dua,
dimana strain ini mampu tumbuh pada kedua media agar cawan LB baik yang
mengandung antibiotik amphisilin maupun yang tanpa antibiotik amphisilin. Namun
demikian, jumlah koloni yang tumbuh pada media agar cawan LB yang mengandung
antibiotik amphisilin jumlahnya relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan strain dari
tube pertama yaitu hanya sekitar 11 koloni. Untuk media agar cawan LB yang tanpa
antibiotik amphisilin berhasil ditumbuhi oleh strain secara spreader sehingga tidak dapat
dihitung jumlah koloninya (TBUD).
Dari hasil praktikum ini, maka dapat diketahui bahwa proses transformasi yang
telah dilakukan mengalami kegagalan. Seharusnya pertumbuhan koloni bakteri pada

29
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

media agar cawan LB yang mengandung antibiotik amphisilin hanya terjadi pada strain
yang berasal dari tube pertama karena strain ini telah disisipi dengan plasmid pUC 19
yang memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media yang mengandung amphisilin,
sedangkan strain dari tube kedua seharusnya tidak mampu tumbuh pada media yang sama
karena strain ini tidak disisipi dengan plasmid pUC 19. Plasmid pUC 19 memiliki gen
penanda (marka) yaitu gen penyandi resistensi terhadap antibiotik ampisilin. Gen
penyandi ini akan mengeksploitasi enzim β-lactamase ke dalam plasma sel bakteri inang,
dimana enzim ini akan mengkatalisis proses hidrolisis cincin β lactam sehingga jika
proses transformasi berhasil, maka sel bakteri inang akan memiliki kemampuan untuk
hidup dan tumbuh pada medium yang mengandung antibiotik amphisilin (Sambrook et
al, 1989 dalam Puspitasari, 2008).
Plasmid pUC 19 merupakan salah satu plasmid yang sering digunakan sebagai
vector cloning dalam sel inang E. coli. Molekul ini merupakan DNA untai ganda,
berbentuk sirkuler, berukuran kecil sekitar 2686 bp, dan memiliki jumlah salinan yang
tinggi. Plasmid ini juga membawa 54 bp multiple cloning site (MCS) polylinker yang
mengandung situs pengenal khusus untuk 13 jenis hexanucleotide-specific restriction
endonucleases yang berbeda.
Secara umum, plasmid pUC 19 memiliki tiga bagian fungsional yaitu the origin of
replication, gen resisten amphisilin,dan gen lac-Z. Dari ketiga bagian ini, gen lac-Z inilah
yang dapat digunakan dalam seleksi DNA insert dalam pembuatan DNA rekombinan.
Gen lac-Z merupakan gen yang menyandi pembentukan enzim β-galactosidase, yaitu
suatu enzim yang dapat memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Selain itu, gen
lac-Z juga memiliki polylinker cloning site yang terdiri dari sisi pengenalan terhadap
beberapa enzim restriksi.
Adanya kemampuan E. coli JM109 dari tube kedua yang mampu tumbuh pada
medium LB yang mengandung ampisilin kemungkinan disebabkan oleh adanya plasmid
pUC 19 yang masuk menyisip ke dalam sel inang. Menurut Mangunwardoyo, (2002),
disebutkan bahwa proses transformasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu,
jumlah/ukuran DNA, lama perlakuan kejutan panas, cara pemberian kejutan panas,
adanya enzim eksonuklease, spesifikasi inang, kekuatan ion, konformasi dan konsentrasi
DNA.
pUC 19 termasuk ke dalam kategori plasmid yang berukuran kecil yaitu hanya
sekitar 2,6 kb. Namun demikian, plasmid ini memiliki kemampuan untuk melakukan
replikasi yang tinggi (high copy number) yaitu berkisar 500 – 7000. Adanya sifat seperti
ini telah memberikan keuntungan tersendiri dimana proses transformasi akan berjalan

30
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

lebih mudah karena umumnya akan lebih mudah dalam penanganan, lebih efektif untuk
kloning DNA, dan memiliki sisi penyisipan yang spesifik (Muladno, 2002 dalam
Puspitasari, 2008). Itulah mengapa plasmid pUC 19 dapat masuk menyisip ke dalam sel
inang E. coli JM109 pada tube kedua.

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
proses transformasi pUC 19 ke dalam sel inang E. coli JM109 tidak berhasil dilakukan.

31
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

DAFTAR REFERENSI

Brown, T.A. 1991. Pengantar cloning Gena. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.

http://en.wikipedia.org/wiki/Bacterial Transformation . Diakses 23 Januari 2010

Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan, 1986. Dasar _ Dasar Mikrobiologi Jilid I. Universitas
Indonesia. Jakarta.

Muladno, (2002) dalam Puspitasari. 2008. Fraksinasi Protein Bungan Kucing – Kucingan
(Acalipha indica L) dan Uji Aktivitas Terhadap pemotongan DNA pUC 19. Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. 2008

Sambrook, J., E.F. Fritsch, and T. Maniatis (1989) dalam Puspitasari, A. 2008. Fraksinasi
Protein Bungan Kucing – Kucingan (Acalipha indica L) dan Uji Aktivitas Terhadap
pemotongan DNA pUC 19. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta. 2008

Mangunwardoyo, W. 2002. Transformasi Fragmen DNA Kromosom Xanthomonas


campestris ke dalam Escherichia coli. Makara Sains. Volume 6 No 1.

32
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Lampiran 1. Estimasi Konsentrasi DNA plasmid pUC19

1 2 3 4
Keterangan :
1. DNA λ/HindIII
2. K1 (pUC 19/Hind III)
3. K2 (pUC 19/EcoR I)
4. K3 (pUC 19/Pst I)
9416 pb
Perpendaran sama

Penghitungan konsentrasi pUC19 linier


1. Penghitungan berat total DNA marka (λ/HindIII)
Berat total= volume X konsentrasi DNA marka
= 5 ul X 50 ng/ul
= 250 ng
2. Penghitungan berat pita X pada DNA marka (λ/HindIII)

Panjang pita X
Berat pita X = X berat total
Panjang total
5543 pb
Berat pita ke-2 = X 250 ng
48502 pb

Berat pita ke-2 = 28,57 ng

3. Penghitungan konsentrasi pita pUC 19


Berat pita ke-2 ≈ berat pita pUC 19

33
Laporan Praktikum Biologi Sel Molekuler S2 Biologi UNSOED 2010

Konsentrasi pUC 19 = 28,57 ng/5 ul


= 5,714 ng/ul
Lampiran 2. Estimasi Ukuran Fragmen DNA Plasmid Hasil Restriksi

Base Pairs Distance Distance- Unknown


(bp) (mm) Log10 bp Unknown m*Distance y Value bp Value
23130 15 4.3641756 38 -1.0222 3.69 4897.78819
9146 26 3.9612312 37 -0.9953 3.7169 5210.74715
6557 31 3.8167052 36 -0.9684 3.7438 5543.70357
4361 42 3.6395861 37 -0.9953 3.7169 5210.74715
35 -0.9415 3.7707 5897.93524
35 -0.9415 3.7707 5897.93524
38 -1.0222 3.69 4897.78819
46 -1.2374 3.4748 2984.00812
47 -1.2643 3.4479 2804.78774
48 -1.2912 3.421 2636.33139

34

You might also like