Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh:
LILIS MUKHLISHOH
NIM:102011023501
Di bawah Bimbingan:
Segala puji hanya milik Allah swt, Tuhan pencipta dan pemelihara semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw,
Pembalasan.
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di semua
adalah membuat karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis
Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami
(data) maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, dengan hidayah dan inayah Allah
swt dan berkat kerja penulis disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka
segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan pada waktunya. Oleh karena itu, seyogyanyalah penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang
terselesaikannya skripsi ini ; terutama kepada Bapak Prof. Dr. H. Salman Harun selaku
iv
v
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan nasehat, masukan dan bimbingan
yang sangat berharga bagi penulis. Terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada :
1. Dekan, Pembantu Dekan dan seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
2. Ketua dan Sekretaris serta staf jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu
3. Bapak Bahris Salim M.Ag selaku dosen penasehat akademik jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Perpustakaan FITK, dan terutama Perpustakaan Iman Jama' & Bapak Bajuri serta
para stafnya.
5. Bapak dan Ema tercinta yang telah merawat, mendidik dan mencurahkan segala
kasih sayangnya kepada penulis selama hayat. Semoga Allah swt mengampuni
segala dosanya dan melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya kepada beliau
berdua.
6. Adik-adik tercinta ; Iroh, Lisa, Habib dan Arif serta semua keluarga yang penulis
teman-teman tercintaku ; Ummi, Miaow, Ida, Kia dan Nurul serta segenap pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya di sini. Terima kasih atas
vi
segala bantuan dan dorongan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT dan di
Mudah-mudahan pula skripsi ini bermanfaat, khusunya bagi penulis, dan bagi
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam, memuat semua segi kehidupan.
Begitu banyak hal tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersurat maupun tersirat, dari
macam ilmu ada dalam kandungan al-Qur’an, di antara ilmu-ilmu tersebut adalah
Psikologi, adalah sebagian kecil Ilmu yang disinggung dalam al-Qur’an. Bahkan al-
kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam kandungan
ayat-ayat suci al-Qur’an. Bahkan menjadi kandungannya yang utama, sebab perjalanan
kehidupan manusia di muka bumi adalah untaian mata rantai pendidikan yang
berkesinambungan dan Nabi telah diutus Tuhan untuk menjadi guru-guru (subyek
Secara garis besar banyak ayat-ayat al-Qur’an yang memuat tuntunan bagi umat
manusia dalam usahanya untuk melahirkan generasi penerus yang lebih baik. Hal-hal
seperti peningkatan iman dan taqwa, pengembangan wawasan keagamaan, dan tuntunan
untuk membentuk manusia seutuhnya adalah hal yang dicapai lewat pendidikan.
1
2
APLIKASI METODE MAUIZHAH " sebagai judul skripsi ini. Adapun tiga argument
1. Rasa beragama adalah fitrah manusia, dan pada diri setiap anak yang
dilahirkan ke dunia telah membawa potensi beragama yang benar, bertauhid kepada
Allah sesuai dengan perjanjiannya dengan Tuhan ketika dia masih di alam azali,
adalah anak-anak keturunan yang datang sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan
membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu ?". dan demikian
kami jelaskan ayat-ayat itu agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS. Al-A’raf :
172-174)
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa sebelum manusia lahir, terlebih
dahulu ia diminta kesaksian untuk mengakui keesaan Tuhan dan ia menerima kesaksian
itu, sehingga ketika lahir ke dunia ia telah beragama yang benar dan bertauhid kepada
Allah.
Pada ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa manusia itu dilahirkan
membawa fitrah, oleh karena itu ia diperintahkan untuk tetap mengikuti agama yang
fitrah, bahkan dikatakan bahwa diatas fitrah itulah manusia diciptakan. Ayat ini
˴Ϣ͉Ϡ˴γ˴ϭ˶Ϫ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ˵Ϳϰ͉Ϡ˴λ˶Ϳ˴ϝ˸Ϯ˵γ˴έ˴͉ϥ˴˵Ϫ˸Ϩ˴ϋ˵Ϳ˴ϲ˶ο˴έ˴Γ˴ή˸ϳ˴ή˵ϫ˸ϲΑ˶˴ ˸Ϧ˴ϋ
˴ή͋μ˴Ϩ˵ϳ˸ϭ˴˶Ϫ˶ϧ˴Ω͋Ϯ˴Ϭ˵ϳ˵ϩ˴Ϯ˴Α˴Ύ˴ϓ˶Γ˴ή˸τ˶ϔϟ˸ϰ˴Ϡ˴ϋ˵Ϊ˴ϟ˸Ϯ˵ϳΎ͉ϟ˶˳Ω˸Ϯ˵ϟ˸Ϯ˴ϣ˸Ϧ˶ϣΎ˴ϣ˴ϝΎ˴ϗ
ϯέΎΨΒϟϩϭέ˶Ϫ˶ϧΎ˴δ͋Π˴Ϥ˵ϳ˸ϭ˴˶Ϫ˶ϧ
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : "Tidaklah
anak yang dilahirkan itu, kecuali telah membawa fitrah beragama (perasaan percaya
kepada Allah), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani dan
Majusi.”(H.R. Bukhari)1
dalam kandungan telah melakukan kesaksian atau janji setia atas keesaan Allah yang
menjadikan dia lahir sebagai manusia tauhid atau fitrah. Namun dalam perkembangan
pribadi anak tersebut selanjutnya akan terbentuk melalui pengaruh dari lingkungan
sekitarnya, dalam dunia pendidikan hal ini sejalan dengan teori konvergensi yang
dikemukakan oleh William Stern, bahwa perkembangan anak akan dipengaruhi oleh
lingkungan (environment) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara
process.2
1
Zainuddin Hamidy, dkk., Terjamah Shahih Bukhari jilid II, (Jakarta : Wijaya, 1992), Cet. Ke-
XIII, h. 89
2
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
1994), h. 59
5
didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat
besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu lingkungan,
Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak secara tetap hidup dalam
sekolah dan lingkungan organisasi pemuda (masyarakat), yang disebut dengan Tri Pusat
Pendidikan, yaitu tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban
akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diterimanya, dan sesuai pula dengan
pengaruh dari lingkungannya. Dengan kata lain, lingkungan pendidikan dapat berfungsi
untuk memperkuat fitrah yang telah ada dan juga dapat berfungsi untuk melemahkan
fitrah tersebut. Maka agar anak tetap beragama benar sesuai dengan fitrahnya, dan untuk
memperkuat fitrah yang telah ada tersebut, maka proses pendidikan yang harus
dilakukan oleh Tri Pusat Pendidikan sangat tepat bila mengambil rujukannya dari dalam
Al-Qur'an surat Lukman ayat 12 sampai dengan ayat19, merujuk kepada firman Allah
SWT:
3
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. 3, h. 33
& 37
6
Artinya :
"Alif Lam Mim. Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hikmah, menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang yang berbuat kebaikan." (Q.S Luqman : 1 – 3)
dapat mengarahkan fitrah tersebut ke arah yang benar, bahkan dapat mengembangkan
dan memperkuat fitrah, sehingga mereka dapat mengabdi dan beribadah sesuai dengan
ajaran Islam. Tanpa adanya pendidikan agama dari satu generasi berikutnya, maka orang
rujukan yang memuat peraturan hidup bagi setiap orang yang beriman, termasuk di
dalamnya masalah pendidikan. Kemudian akan diikuti oleh As-Sunnah sebagai sumber
yang kedua berfungsi sebagai penjelas Al-Qur'an. Hal ini sesuai dengan apa yang
Dan juga firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang ditujukan kepada orang-
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, Taatilah Allah dan taatilah Rosul-Nya dan Ulil
Amri diantara kamu. Kemudian jika kau berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada hari kemudian.” (Q.S. An-Nisa : 59)
˶Ϫѧ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ˵Ϳϰ͉˷Ϡѧ˴λ˶Ϳ˴ϝ˸Ϯѧ˵γ˴έ͉ϥ˴˶ϩ͋Ϊѧ˴Ο˸Ϧѧ˴ϋ˶Ϫ˸ϴ˶Α˴˸Ϧ˴ϋ˶Ϳ˶Ϊ˸Β˴ϋ˶Ϧ˸Α˶ή˸ϴ˶Μ˴ϛ˸Ϧ˴ϋ
˶Ϳ˴ΏΎѧ˴Θ˶ϛΎѧ˴Ϥ˶Ϭ˶Α˸Ϣ˵Θ˸Ϝ͉δѧ˴Ϥ˴ΗΎѧ˴ϣ˸Ϯ͊Ϡ˶πѧ˴Η˸Ϧѧ˴ϟ˶Ϧ˸ϳ˴ήѧ˸ϣ˴˸Ϣ˵Ϝ˸ϴѧ˶ϓ˵Ζѧ˸ϛ˴ή˴Η˴ϝΎ˴ϗ˴Ϣ͉Ϡ˴γ˴ϭ
ήΒϟΪΒϋϩϭέ˶Ϫ͋ϴ˶Β˴ϧ˴Δ͉Ϩ˵γ˴ϭ
Artinya :
tersesat kamu selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur'an)
dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadis)." (H.R. Ibnu Abdil Baar)4
Taat kepada Allah dalam ayat-ayat diatas berarti dalam hal apa saja termasuk
dalam hal pendidikan, karena itu dalam menerapkan pendidikan agama hendaknya
mengikuti apa yang ditunjukkan oleh Allah SWT melalui kitab suci-Nya yaitu Al-
Qur'an.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan taat kepada Rasul-Nya dalam hal ini
berarti perintah untuk menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan yang
mengikuti keduanya, namun menurut pengamatan sementara dari penulis, masih ada saja
yang belum menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam mendidik
agama. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan mereka dalam memahami Al-Qur'an
dan As-Sunnah tersebut, sehingga mereka merasa cukup dengan apa yang ada pada
dalam jiwa manusia terdapat pembawaan-pembawaan yang dapat terpengaruh, baik oleh
kata-kata yang tertulis maupun yang terdengar, yang membawanya ke arah yang benar
atau yang salah. Kata-kata tersebut dapat membuka jalan ke dalam jiwa secara langsung
4
KH. Munawar Chalil, Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, (Jakarta : Bulan Bintang,
1973), Cet. Ke-4, h. 67
9
melalui pikiran dan perasaan, sehingga membuat pikiran dan perasaan goyah, dan
arah yang positif. Salah satu cara yang dapat mengembangkannya melalui pendidikan
adalah dengan menggunakan sarana yang ada pada diri manusia itu sendiri, yakni
dengan potensi yang ada pada dirinya. Salah satu ajaran Al-Qur’an yang berkenaan
dengan cara mendidik adalah melalui nasihat-nasihat yang baik yang dapat menyentuh
perasaan murid yang disebut “mauizhah”, metode yang dapat menyentuh hati,
dibarengi dengan keteladanan atau panutan, yang dalam hal ini Rasulullah SAW.
Diantara ayat Al-Qur’an yang melandasi penggunaan metode mauizhah, antara lain
baik dalam kebenaran maupun dalam kesabaran, karena nasihat akan memberikan
dampak yang positif, baik bagi yang memberi maupun yang diberi. Salah satu contoh
beberapa ayat dari surat Luqman ayat 13 – 19 yang merupakan bagian dari pembahasan
skripsi ini. Dengan kata lain mauizhah yang terdapat dalam surat Luqman sangat relevan
untuk diaplikasikan karena dalam ayat tersebut dapat ditemukan gagasan pokok berupa
sebuah metode pendidikan. Dan karena alasan-alasan tersebut diatas, maka penulis
5
Drs. Syahidin M. Pd., Metode Pendidikan Qur’ani;Teori dan Aplikasi, (Jakarta : Misaka Galiza,
1999), Cet. 2, h. 102
11
serta untuk kejelasan yang akan dibahas, maka perlu bagi penulis untuk membatasi dan
1. Pembatasan Masalah
a. Aspek pendidikan agama yang dimaksud penulis adalah aspek pendidikan agama
Islam yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19 yang
b. Adapun mengenai metode yang dibahas dalam skripsi ini, karena ada kaitannya
dengan pembahasan Surat Luqman ayat 12 – 19, maka yang dimaksud di sini
2. Perumusan Masalah
b. Bagaimana aplikasi metode mauizhah yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan berarti sebagai bahan untuk
b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan bagi para pendidik dalam
mendidik anak didik, baik itu para orang tua dalam mendidik anaknya, atau
para guru di sekolah dan pendidik lainnya di lingkungan non formal. Selain
itu juga dapat dijadikan acuan bagi para anak dalam memperlakukan kedua
D. Metodologi Penelitian
hadis, kitab-kitab lain yang relevan dengan pembahasan, majalah-majalah, paper dan
pendapat para pakar yang ada kaitannya dengan permasalahan yang penulis bahas.
13
buku "Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi", yang di terbitkan oleh Jakarta
Press 2002.
buku-buku dan kitab-kitab yang relevan dengan masalah yang akan dibahas, baik yang
sifatnya Primer maupun yang sifatnya sekunder. Sumber-sumber yang sifatnya primer
ialah buku-buku atau kitab-kitab yang membahas tentang pendidikan, baik pendidikan
sekunder ialah buku-buku atau kitab-kitab yang tidak secara khusus membahas tentang
E. Sistematika Penulisan.
Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab.
Dan pembahasan ini disusun secara sistematis, sehingga kaitan antara yang satu dengan
BAB I Pendahuluan.
Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan tafsir surat yang akan
Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan variabel ketiga yaitu
BAB V Penutup.
Kata pendidikan agama merupakan dua rangkaian kata yang terdiri dari kata
Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata didik yang
mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam
kamus Bahasa Indonesia adalah suatu perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.
Kata pendidikan sering digunakan untuk menerjemahkan kata educatioan dalam bahasa
Inggris. Dari segi bahasa, kata education tersebut berasal dari bahasa Latin, yaitu ex
yang berarti keluar, dan ducere duc yang berarti mengatur, memimpin dan
pendidikan ini terkait dengan konsep penyampaian informasi dan pengembangan bakat
yang tersembunyi.1
1
W.J.S. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1991), Cet. XII,
h. 250
15
16
Masih dalam pengertian etimologi atau kebahasaan, dijumpai pula kata al-
Tarbiyah ( ΔϴΑήΘϟ ) dalam bahasa Arab. Kata ini sering digunakan oleh para ahli
Sebuah buku karangan Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang berjudul al-Tarbiyah al-
Ghani dan Johar Bahry (pakar di bidang bahasa Arab) menjadi “Dasar-dasar Pokok
Pendidikan Islam.” Demikian pula buku yang berjudul Min al-Ushul al-Tarbiyah Fi al-
Islam, karangan Abdul Fattah Jalal diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
Arab yang mengurusi bidang pendidikan (Wizarat al-Tarbiyah). Salah satu nama
Fakultas yang terdapat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
menunjukkan pengaruh yang luas dari penggunaan istilah Tarbiyah untuk kegiatan
tarbiyah untuk kata pendidikan. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa kata tarbiyah berasal
Yang pertama adalah kata ( Ύ˴Α˴έ )rabaa, ( ˸Ϯ˵Α˸ή˴ϳ )yarbuu yang berarti bertambah
pengetahuan kepada anak didik dan menumbuhkan potensi yang dimilikinya. Hal ini
sejalan dengan firman Allah SWT yang terdapat dalam al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 39
˶Ϫ͉Ϡϟ˴Ϊ˸Ϩ˶ϋϮ˵Α˸ή˴ϳΎ˴Ϡ˴ϓ˶αΎ͉Ϩϟ˶ϝ˴Ϯ˸ϣ˴ϲ˶ϓ˴Ϯ˵Α˸ή˴ϴ˶ϟΎ˱Α˶έ˸Ϧ˶ϣ˸Ϣ˵Θ˸ϴ˴Η˴˯Ύ˴ϣ˴ϭ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba ini tidak menambah pada sisi Allah…” (Q.S Ar-Ruum : 39)
Kedua dari kata ( ˴ϲ˶Α˴έ )rabiya, ( ˴ϰΑ˸ή˴ϳ )yarba yang berarti menjadi besar,
karena pendidikan juga mengandung misi untuk membesarkan jiwa dan memperluas
wawasan seseorang.
Ketiga adalah dari kata ( ͉Ώ˴έ )rabba, ( ͊Ώ˵ή˴ϳ )yarubbu yang berarti
Menurut Penulis, kata yang ketiga dari kata kerja ͉Ώ˴έ kurang tepat untuk asal
kata ΔϴΑήΗ karena kata ͉Ώ˴έ lebih ditekankan kepada proses penciptaan alam (penciptaan
secara fisik), padahal tarbiyah yang dimaksudkan oleh kata kerja pertama(Ύ˴Α˴έ)dan kedua
tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengannya diulang sebanyak lebih dari
872 kali. Kata tersebut berakar pada kata rabb. Kata ini sebagaimana dijelaskan oleh
Raghib al-Ashfahany, yang dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa pada mulanya al-
Tarbiyah yaitu Insya’al-syai halan fa halun ila hadd al tamam yang artinya
2
Abdurrahman An-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. 2, h. 29
18
mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap sampai pada batas
yang sempurna.3
Dengan merujuk pada kajian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lafadz
3. Mengarahkan fitrah dan bakat anak menuju yang lebih baik dan sempurna
Selain kata tarbiyah, terdapat juga kata (ϢϴϠόΘϟ ) Ta’lim. Istilah Ta’lim ini
pemahaman dan tanggung jawab. Kata Ta’lim juga banyak digunakan dalam
menyatakan pendidikan, seperti kitab yang dikarang oleh al-Zarnuji, yaitu Ta’lim al-
Arabia menggunakan nama Wizarat al-Ta’lim al-‘Ali. Hal ini setidaknya memberikan
pengakuan terhadap penggunaan kata ta’lim untuk menjelaskan makna. Dalam al-
Qur’an dapat ditemukan penggunaan kata Ta’lim ini, salah satunya adalah :
˶Δ˴Ϝ˶Ύ˴Ϡ˴Ϥ˸ϟϰ˴Ϡ˴ϋ˸Ϣ˵Ϭ˴ο˴ή˴ϋ͉Ϣ˵ΛΎ˴Ϭ͉Ϡ˵ϛ˴˯Ύ˴Ϥ˸γ˴΄˸ϟ˴ϡ˴Ω˴˯˴Ϣ͉Ϡ˴ϋ˴ϭ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya
kemudian mengemukakan kepada Malaikat”. (QS. Al-Baqarah : 31).
3
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 6
19
Abdul Fatah Jalal berpendapat bahwa istilah yang lebih komprehensif untuk
mewakili istilah pendidikan adalah istilah ta’lim, menurutnya istilah ini justru lebih
universal dibanding dengan proses tarbiyah. Untuk ini Jalal mengajukan alasan, bahwa
ta’lim berhubungan dengan bekal ilmu pengetahuan. Pengetahuan ini dalam Islam
dinilai sesuatu yang memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini misalnya dapat dijelaskan
melalui kasus Nabi Adam yang diberikan pengajaran (ta’lim) oleh Tuhan, dengan sebab
ini, para malaikat bersujud (menghormati) Nabi Adam (lihat Q.S. Al-Baqarah : 30-34)4
Menurutnya istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah
˸ϲ˶Β˸ϳ˶Ω˸΄˴Η˴Ϧ˴δ˸Σ˴Ύ˴ϓϲ͋Α˴έ˸ϲ˶˴ϨΑ͉Ω˴
“Tuhan telah mendidikku, Maka ia sempurnakan pendidikanku”.
untuk mengungkap hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata tarbiyah
yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya digunakan
untuk manusia, akan tetapi juga digunakan untuk melatih dan memelihara binatang atau
makhluk Allah lainnya. Padahal sasaran pendidikan adalah manusia. Oleh karenanya,
penggunaan istilah tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khazanah Bahasa
Arab. Timbulnya istilah ini dalam dunia Islam merupakan terjemahan dari bahasa Latin
4
Ibid., h. 8
20
“educate” atau Bahasa Inggris “education”. Kedua kata tersebut dalam batasan
pendidikan Barat lebih banyak menekankan aspek fisik dan material, sementara
pendidikan Islam, penekanannya tidak hanya aspek tersebut, akan tetapi juga pada aspek
psikis dan immaterial. Dengan demikian, istilah ta’dib merupakan term yang paling tepat
dalam khazanah Bahasa Arab karena mengandung arti Ilmu, kearifan, keadilan,
kebijaksanaan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik, sehingga makna tarbiyah dan
Al-Attas juga berpendapat bahwa istilah tarbiyah tidak berkaitan dengan inti
akhlak mulia”. Istilah tarbiyah lebih menunjuk konotasi sebagai pekerjaan yang bersifat
sekuler, mengingat konsep bawaan yang terkandung dalam istilah tersebut berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan serta kematangan material dan fisik saja.6
permasalahan baru, karena ta’dib yang diusungnya itu mengandung arti “civilization”
Semua istilah di atas (tarbiyah, ta’lim dan ta’dib) pada dasarnya sama, yaitu
ketiganya berangkat dari sudut pandang dan titik perhatian yang berbeda.
5
DR. H. Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan
Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 30-31
6
H. Tajab, et. al., Dasar-dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam),
(Surabaya : Karya Aditama, 1996), h. 19
21
pemeliharaan, pengasuhan, dan pendewasaan anak itu adalah bagian dari proses
Rububiyah Allah kepada manusia. Titik pusat perhatian Tarbiyah adalah pada “usaha
bahwa proses pemeliharaan, pengasuhan dan pendewasaan anak itu adalah “usaha
mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan dari generasi tua kepada
generasi mudanya”. Dan lebih menekankan pada usaha menanamkan Ilmu pengetahuan
yang berguna bagi kehidupan anak. Adapun istilah Ta’dib didalamnya terkandung
pengasuhan anak adalah menjadikan (melatih dan membiasakan diri) anak agar
berperilaku yang baik dan beradab sopan santun sesuai dengan yang berlaku dalam
masyarakatnya.7
mental dan akhlak dalam kehidupan. Jadi sasarannya adalah hati dan tingkah laku.
Ta’lim mengesankan proses pemberian bekal ilmu pengetahuan atau pengajaran yang
hanya terbatas pada penyampaian serta pemberian ilmu pengetahuan dan informasi.
Sedangkan Tarbiyah maknanya lebih luas dari Ta’dib dan Ta’lim.8 Dengan kata lain,
bahwa Ta’lim dan ta’dib sebenarnya adalah bagian dari Tarbiyah, tetapi Ta’lim dan
7
H. Tajab, Dasar-dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam),
(Surabaya : Karya Aditama, 1996), h. 19
8
Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Shaleh, (Bandung : Al-Bayan, 1995), Cet. 1, h. 21
22
Ta’dib yang dikehendaki adalah dalam pengertiannya sebagai proses pembelajaran dan
pelatihan.9
potensi yang telah ada secara bertahap, istilah ta’lim mengesankan proses pemberian
sikap moral dan etika dalam kehidupan. Namun ketiga istilah ini sebenarnya mempunyai
hubungan yang tak terpisahkan dengan “proses memelihara, mengasuh dan mendidik.”
Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas, Dalam buku Ilmu
Pendidikan yang ditulis oleh Drs. Sudirman, dkk. Disebutkan bahwa asal-usul istilah
Pendidikan ialah : proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseoranng atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.11
9
H. Tajab, Op. Cit., h. 20
10
Sudirman, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), Cet. 5, h. 4
11
Tim Penyusun, Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994)edisi kedua, h. 232
23
bimbingan , pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi orang lain agar
menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam
arti mental.12
adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk menyiapkan peserta didik
melalui proses bimbingan, pengasuhan, pengajaran dan pelatihan secara teratur dan
Yang selanjutnya kata yang kedua adalah kata agama. Agama dalam arti
laterleknya adalah peraturan atau tata cara. Sedangkan pengertian agama secara
12
Sudirman, et. al., Op. Cit., h. 5
13
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1981), Cet.
VIII, h. 19
24
terminologinya telah dikemukakan oleh EB. Tailor dengan kalimat yang singkat bahwa
”Agama adalah suatu penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi daripada
manusia yang dipercayai mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan
umat manusia”.15
Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-
Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau
hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau
Adapun kata agama terdiri dari a = tidak ; gam = pergi) mengandung arti tidak pergi,
intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang
dan dipatuhi manusia . ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan gaib yang tak dapat
ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap
14
H.M. Arifin, M.Ed., Belajar Memahami Agama-agama Besar, (Jakarta : CV. Sera Jaya, 1981),
Cet. 1, h. 3
15
Ibid., h. 4
16
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1996, Cet. 1, h. 12
25
Pengetian agama yang menurut sementara para ahli dianggap sebagai definisi yang
˶Ρ˴ϼ͉μϟϰ˴ϟ˶˵ϩΎ͉ϳ˶˸Ϣ˶ϫ˶έΎ˴ϴ˶Θ˸Χ˶Ύ˶Α˶ϝ˸Ϯ˵Ϙ˵όϟ˸ϯ˶ϭ˴ά˶ϟ˲ϖ˶Ύ˴γ͇ϰ˶Ϭϟ˶˲ϊ˸ο˴ϭ˵Ϧ˸ϳ͋Ϊϟ˴
˶ϝΎϤϟ˸ϰ˶ϓ˶Ρ˴ϼ˴ϔϟ˸˴ϭ˶ϝΎ˴Τϟ˸ϰ˶ϓ
“Agama ialah suatu peraturan Ilahi yang menuntun (mendorong) jiwa
akhirat.”17
Menurut penulis definisi inilah yang paling tepat. Pengertian ini melengkapi
pengertian terakhir ini secara eksplisit ditegaskan bahwa agama ditujukan bagi manusia,
karena manusialah yang dianugerahi akal. Akal yang murni dan belum dipengaruhi oleh
suatu faham akan mudah menerima peraturan-peraturan Ilahi, yang menuntun manusia
Berdasarkan dari kedua pengertian kata pendidikan dan agama diatas, maka
penulis adalah pendidikan agama Islam. Bagi umat Islam, agama merupakan dasar
17
K.H.M. Taib Thahir Abd. Mu'in, Ilmu Kalam, (Jakarta :Wijaya, 1997), h. 121
26
kepribadian anak kelak pada masa dewasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak
yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir,
memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai
agama (Islam) yang banyak ditulis oleh pakar-pakar pendidikan, khususnya pendidikan
Islam.
sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai
yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.19
18
Zuhairini, …et . al., Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara), 1995, Cet. 2, h. 152
19
Drs. H. Djamaluddin, Drs. Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka
Setia, 1998), h. 9
27
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan,
pendidikan agama adalah untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur”.21
Menurut Moh. Al-Thoumy al-Syaibani yang dikutip oleh Prof. Dr. Armai
Pendidikan Islam adalah “Usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan social, serta dalam hubungannya
dengan alam sekitar dimana dia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-
nilai Islami.22
20
Ibid., h. 11
21
Zuhairini,… et. al., Op. Cit., h. 155
22
Prof. Dr. Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan Islam,( Jakarta : CRSD Press, 2005), Cet.
1, h. 186-187
28
kepribadian muslim.”23
pakar, maka penulis berkesimpulan bahwa pendidikan Islam itu mengandung unsur-
1. kegiatannya dilakukan secara sengaja, terencana dan sistematis yang harus dilalui
secara bertahap
4. apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat mendorong tugas
makhluk sosial, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup.
Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha dan kegiatan
selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses
23
Zakiah Daradjat, et. al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. 2, h. 25
29
Tahapan dan tingkatan tujuan pendidikan tersebut akan bermuara pada tujuan
akhir (ultimate aims of education), yaitu tujuan ideal yang diharapkan terbentuk dan
berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mengandung
makna bahwa tujuan Pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasi idealitas
Islam. Sedang idealitas Islam itu sendiri adalah mengandung nilai perilaku manusia yang
didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuatan yang
Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam, menurut Ashraf, adalah penyerahan
diri secara mutlak kepada Allah. Bahkan lebih tandas lagi, Quraish Shihab, seorang
24
DR. H. Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 38
30
membina manusia supaya menjadi khalifah di muka bumi untuk membangun dunia
sesuai konsep taqwa. Untuk bisa tunduk kepada aturan Allah itu, manusia harus berilmu
dan berakhlak. Manusia (peserta didik) harus menjadikan nilai-nilai moral sebagai
diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan, baik pada dataran tingkah
laku individu dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan bermasyarakat serta alam
sekitar.
pendidikan tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup. Sebab
menurutnya tercermin dalam ayat 162 Surat al-An’am yang artinya : “Katakanlah :
Sesungguhnya Shalatku, dan ibadahku seluruh hidup dan matiku semuanya hanya untuk
menyebutkan bahwa tujuan umum Pendidikan Agama ialah membimbing anak agar
mereka menjadi orang Muslim sejati, beriman teguh, beramal sholeh dan berakhlak
dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan agama. Karena dalam
25
DR. Abdurrahman Mas’ud, et . al., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka
pelajar, 2001), Cet. 1, h. 65
26
Drs. H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 1,
h. 49-50
31
mendidik agama yang perlu ditanamkan terlebih dahulu adalah keimanan yang teguh,
sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu, maka akan menghasilkan ketaatan
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang
berbunyi :
˶ϥϭ˵Ϊ˵Β˸ό˴ϴ˶ϟΎ͉ϟ˶·˴β˸ϧ˶Έ˸ϟ˴ϭ͉Ϧ˶Π˸ϟ˵Ζ˸Ϙ˴Ϡ˴ΧΎ˴ϣ˴ϭ
“Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadat
kepada-Ku.”
Disamping beribadat kepada Allah, maka setiap Muslim di dunia ini harus
mempunyai cita-cita untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Ύ˴Ϩ˶ϗ˴ϭ ˱Δ˴Ϩ˴δ˴Σ ˶Γ˴ή˶Χ˸ϟ ϲ˶ϓ˴ϭ ˱Δ˴Ϩ˴δ˴Σ Ύ˴ϴ˸ϧ͊Ϊϟ ϲ˶ϓ Ύ˴Ϩ˶Η˴˯ Ύ˴Ϩ͉Α˴έ ˵ϝϮ˵Ϙ˴ϳ ˸Ϧ˴ϣ ˸Ϣ˵Ϭ˸Ϩ˶ϣ˴ϭ
˶έΎ͉Ϩϟ˴Ώ˴ά˴ϋ
“Diantara mereka ada yang berkata, Ya Tuhan kami berikanlah kepada kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”
dapat dicapai dalam waktu sekaligus, tetapi membutuhkan proses atau membutuhkan
pemikir Islam tentang tujuan Pendidikan Islam, penulis menemukan suatu aspek
27
Dra. Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Usaha Nasional, 1983),
Cet. VIII, h. 45-46
32
prinsipil yang sama yaitu menghendaki terwujudnya nilai-nilai Islami dalam pribadi
Jika dilihat tujuan Pendidikan Islam yang dinyatakan dalam kongres se-
Dunia II tentang Pendidikan Islam tahun 1980 seperti yang dikutip sebelumnya, terlihat
bahwa tujuan Pendidikan Islam itu bersifat duniawi dan ukhrawi, karena yang
ditumbuhkembangkan adalah aspek fisik dan non fisik. Begitu pula dalam al-Qur’an
terdapat materi qauliyah yaitu ayat yang berbicara mengenai aqidah, syariat dan akhlak
juga terdapat materi kauniyyah yaitu ayat yang berbicara mengenai ihwal penciptaan
alam serta fenomena alam seperti, kosmis, kosmogoni, kosmografi dan kosmologi. Dan
jika tujuan pendidikan Islam dikaitkan dengan materi qauliyah yang berbicara mengenai
aqidah, syariat dan akhlak, maka nasehat Luqman yang terdapat dalam surat Luqman
ayat 12 sampai dengan 19 ini telah mewakilinya. Karena lingkup maupun urutan ketiga
materi pokok pendidikan agama ini digambarkan oleh surat Luqman ayat 12-19. Adapun
1. Ilmu Tauhid yang membahas tentang Aqidah yang bersifat I’tiqadi, mengajarkan
keesaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mangatur dan meniadakan alam
ini.
2. Ilmu Fiqih yang membahas tentang Syariah yang berhubungan dengan amal lahir
dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum tuhan, guna mengatur hubungan
antara manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan
manusia.
3. Ilmu Akhlak adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurna bagi kedua
amal diatas dan yang mengajarkan tentang tata cara pergaulan hidup manusia.
33
Hal ini sesuai dengan inti ajaran pokok Islam sebagaimana yang
dikemukakan oleh Zuhairini dkk., bahwa : Inti pokok ajaran Islam itu meliputi :
Rumusan inti pokok ajaran Islam ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan
˶Ϳ ˶ϝ ˸Ϯ˵γ˴έ ˴Ϊ˸Ϩ˶ϋ ˲α ˸Ϯ˵Ϡ˵Ο ˵Ϧ˸Τ˴ϧΎ˴Ϥ˴Ϩ˸ϴ˴Α ˴ϝΎ˴ϗ ˵Ϫ˸Ϩ˴ϋ ˵Ϳ ˴ϲ˶ο˴έ ˴ή˴Ϥ˵ϋ ˸Ϧ˴ϋ
Ύ˴ϴ͋Μϟ ˶νΎ˴ϴ˴Α ˲Ϊ˸ϳ˶Ϊ˴η ˲Ϟ˵Ο˴έΎ˴Ϩ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ ˴ϊ˴Ϡ˴σ ˸Ϋ˶ .˳ϡ˸Ϯ˴ϳ ˴Ε˴Ϋ ˴Ϣ͉˷Ϡ˴γ˴ϭ ˶Ϫ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ ˵Ϳϰ͉Ϡ˴λ
˲Ϊ˴Σ˴ Ύ͉Ϩ˶ϣ ˵Ϫ˵ϓ˶ή˸ό˴ϳ ˴ϻ˴ϭ ˶ή˴ϔ͉δϟ ˵ή˴Λ˴ ˶Ϫ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ ϯ˴ή˵ϳ˴ϻ ˶ή˸ό͉θϟ ˶Ω ˴Ϯ͉δϟ ˵Ϊ˸ϳ˶Ϊ˴η ˶Ώ
˶Ϫ˸ϴ˴Θ˴Β˸ϛ˵έϰ˴ϟ˶ ˶Ϫ˸ϴ˴Θ˴Β˸ϛ˵έ ˴Ϊ˴Ϩ˸γΎ˴ϓ ˴Ϣ͉Ϡ˴γ˴ϭ ˶Ϫ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ ˵Ϳϰ͉Ϡ˴λ ͋ϰ˶Β͉Ϩϟϰ˴ϟ˶· ˴β˴Ϡ˴Ο ͉ϰΘ˴Σ
˴ϝΎ˴Ϙ˴ϓ !˶ϡ˴ϼ˸γ˶ϻ˸ ˶Ϧ˴όϯ˶ϧ˸ή˶Β˸Χ˴ ˵Ϊ͉Ϥ˴Τ˵ϣΎ˴ϳ˴ϝΎ˴ϗ˴ϭ ˶Ϫ˸ϳ˴ά˶Ψ˴ϓ ˴ϰϠ˴ϋ ˶Ϫ˸ϴ͉ϔ˴ϛ ˴ϊ˴ο˴ϭ˴ϭ
˵ϝ˸Ϯ˵γ͉έ˱Ϊ͉Ϥ˴Τ˵ϣ ͉ϥ ˴˴ϭ ˵Ϳ ͉ϻ˶ ˴Ϫϟ˶ ˴ϻ ˸ϥ˴ ˴Ϊ˴Ϭ˸θ˴Η ˸ϥ˴ ˵ϡ ˴ϼ˸γ˶Ύ˸ϟ˴ ˶Ϳ ˵ϝ ˸Ϯ˵γ˴έ
˶Ζ˸ϴ˴Βϟ˸͉Ξ˵Τ˴Η˴ϭ,˴ϥΎ˴π˴ϣ˴έ˴ϡ˸Ϯ˵μ˴Η˴ϭ,˴ΓΎ˴ϛ͉ΰϟ˴ϰ˶Η˸Ά˵Η˴ϭ,˴Γ˴ϼ͉μϟ˴Ϣ˸ϴ˶Ϙ˵Η˴ϭ,˶Ϳ
˴ϝΎ˴ϗ˵Ϫ˵ϗ͋Ϊ˴μ˵ϳ˴ϭ˵Ϫ˵ϟ˴΄˸δ˴ϳ˵Ϫ˴ϟΎ˴Ϩ˸Β˶Π˴ό˴ϓ˴Ζ˸ϗ˴Ϊ˴λ˴ϝ˴Ύϗ.˱ϼ˸ϴ˶Β˴γ˶Ϫ˸ϴ˴ϟ˶˴Ζ˸ό˴τ˴Θ˸γ˶ϥ˶
˶Ϫ˶Ϡ˵γ˵έ˴ϭ ˶Ϫ˶Β˵Θ˵ϛ˴ϭ ˶Ϫ˶Θ˴Ϝ˶ΌϠ˴ϣ˴ϭ ˶ͿΎ˶Α ˴Ϧ˶ϣ ˸Ά˵Η ˸ϥ˴ ˴ϝΎ˴ϗ !˶ϥ˴ΎϤ˸ϳΎ˶ϟ˸ ˶Ϧ˴όϯ˶ϧ ˸ή˶Β˸Χ ˴Ύ˴ϓ
˸ή˶Β˸Χ˴΄˴ϓ ˴ϝΎ˴ϗ ˴Ζ˸ϗ˴Ϊ˴λ ˴ϝΎ˴ϗ˶ϩ˶ ˷ή˴η˴ϭ ˶ϩ˶ή˸ϴ˴Χ˶έ ˴Ϊ˴Ϙ˸ϟΎ˶Α ˴Ϧ˶ϣ ˸Ά˵Η˴ϭ ˶ή˶Χϻ˸ ˶ϡ˸Ϯ˴ϴϟ˸˴ϭ
˵Ϫ͉ϧ˶Ύ˴ϓ˵ϩ˴ή˴Η˸Ϧ˵Ϝ˴Η˸˴Ϣϟ˸ϥ˶Ύ˴ϓ˵ϩ˴ή˴Η˴Ϛ͉ϧ˴Ύ˴ϛ˴Ϳ˴Ϊ˵Β˸ό˴Η˸ϥ˴˴ϝΎ˴ϗ˶ϥΎ˴δ˸Σ˶Ύ˸ϟ˶Ϧ˴ϋϰϧ˶
ϢϠδϣϩϭέ˴ϙ˴ή˴ϳ
“Dari Umar r.a beliau berkata : “Pada suatu hari dikala kami sedang duduk
bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang berpakaian sangat
putih sekali dan rambutnya sangat rapi, tetapi tidak terlihat tanda-tanda ia seorang
musafir dan tidak seorang pun yang mengenalnya. Lantas ia duduk berhadapan dengan
Nabi sambil mengadu lututnya dengan lutut Nabi dan meletakkan tangannya dipaha
34
beliau, lalu katanya : ‘Hai Muhammad ceritakan kepadaku tentang islam !’ Nabi
menyebutkan :’Islam ialah bahwa engkau mengakui bahwasanya tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad utusan Allah, engkau mengerjakan shalat, engkau membayar
zakat, engkau puasa di bulan ramadhan dan engkau lakukan haji ke Baitullah jika
engkau mampu’. Laki-laki itu berkata : Engkau benar. Dan kami heran, dia yang
bertanya dan dia pula yang membenarkan. Lantas ia berkata lagi : ‘ceritakan kepadaku
tentang Iman!’ Nabi menyebutkan : ‘Iman ialah kamu yakin dan percaya kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan taqdir baik dan taqdir
buruk’. Ia menyahut : Engkau benar. Dia berkata lagi : ‘ceritakan kepadaku tentang
Ihsan!’ Nabi menyebutkan : ‘Ihsan ialah engkau sembah Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya dan jika engkau tidak melihatnya kamu yakin Dia melihatmu’. (H.R.
Muslim)28
alam ini, maka nampaklah oleh kita bahwa Allah sebagai Yang Maha Pendidik
(Murabby Al-A’dham) dengan qadrat dan iradat-Nya telah mempolakan suatu supra
sistem dalam suatu sistem mekanisme yang bergerak dalam suatu pola keseimbangan
Sebenarnya Allah yang maha kuasa atas ciptaan-Nya itu, bila menghendaki
sesuatu itu terjadi, maka dengan qodrat dan iradat-Nya sesuatu akan terjadi, tanpa
menggunakan sistem apapun. Akan tetapi sebagai maha pendidik Allah rupanya
menghendaki bahwa segala sesuatu yang menyangkut kehidupan di alam ini berjalan
dalam suatu sistem dimana suatu proses kehidupan terjadi secara alami. Hal demikian
28
Terjemah Shahih Muslim Jilid I, Penerjemah Ma'mur Daud, (Malaysia : Klang Book Centre,
1995), Cet. 2, h. 2
35
wajar dan manusiawi atau alami sesuai dengan garis (khittah) ysng telah diletakkan
Sebagai misal, mengapa Allah Yang Maha Kuasa tidak secara langsung saja
menjadikan makhluknya baik atau jahat, pandai atau bodoh, bahagia atau celaka, sehat
atau sakit (jasmaniah atau rohaniah), tumbuh dan berkembang atau lemah dan punah
sama sekali. Melainkan Allah menjadikannya melalui sistem dimana terjadi berbagai
macam proses yang pada dasarnya terletak pada suatu mekanisme sebab dan akibat.
Dan mengapa Allah perlu menciptakan planet-planet dalam suatu sistem tata
surya yang berjalan di atas khittah yang teratur dan konstan dalam pola keseimbangan
dan keserasian. Mengapa Allah menciptakan wadah dunia ini sebagai suatu sistem
dirinya serta mampu berinteraksi dan interaksi dengan dunia sekitarnya bahkan
sesuatu yang hidup di alam ini tidak terjadi secara insidental akan tetapi harus melalui
proses dalam suatu sistem yang bekerja secara mekanis yang dapat dicontoh dan ditiru
maka segala ikhtiar manusia akan berakhir pada tujuan yang dicita-citakan; Sungguh
ϲ˶ϟϭ˵΄˶ϟ ˳ΕΎ˴ϳ˴ϟ ˶έΎ˴Ϭ͉Ϩϟ˴ϭ ˶Ϟ˸ϴ͉Ϡϟ ˶ϑΎ˴Ϡ˶Θ˸Χ˴ϭ ˶ν˸έ˴΄˸ϟ˴ϭ ˶Ε˴Ϯ˴Ϥ͉δϟ ˶ϖ˸Ϡ˴Χ ϲ˶ϓ ͉ϥ˶·
ϲ˶ϓ ˴ϥϭ˵ή͉Ϝ˴ϔ˴Θ˴ϳ˴ϭ ˸Ϣ˶Ϭ˶ΑϮ˵Ϩ˵Ο ϰ˴Ϡ˴ϋ˴ϭ ˱ΩϮ˵ό˵ϗ˴ϭ Ύ˱ϣΎ˴ϴ˶ϗ˴Ϫ͉Ϡϟ ˴ϥϭ˵ή˵ϛ˸ά˴ϳ ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ ˶ΏΎ˴Β˸ϟ˴΄˸ϟ
˴Ώ˴ά˴ϋΎ˴Ϩ˶Ϙ˴ϓ ˴Ϛ˴ϧΎ˴Τ˸Β˵γ Ύ˱Ϡ˶σΎ˴Α ˴ά˴ϫ ˴Ζ˸Ϙ˴Ϡ˴Χ Ύ˴ϣ Ύ˴Ϩ͉Α˴έ ˶ν˸έ˴΄˸ϟ˴ϭ ˶Ε˴Ϯ˴Ϥ͉δϟ ˶ϖ˸Ϡ˴Χ
˶έΎ͉Ϩϟ
“Sesungguhnya di dalam kejadian lengit dan bumi terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal. Mereka itu mengingat Allah disaat
berdiri dan duduk dan di waktu berbaring serta memikir-mikir tentang kejadian langit
dan bumi (seraya) mengucapkan :wahai Tuhanku, kau tidak menciptakan ini semua
dengan sia-sia, maha suci Kau maka jauhkanlah kami dari siksaan api neraka.”(Ali
Imran : 190-191)
Allah Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas segala-galanya, akan tetapi juga
sekalian alam ini. Para malaikat, para Rasul dan Nabi-nabi serta para Wali-wali sampai
kepada para Ulama diciptakan oleh-Nya sebagai penyambung kalam Ilahi dan sekaligus
sebagai pembantu Allah dalam proses mendidik manusia agar menjadi hamba yang
Dengan dasar pemikiran tersebut di atas yang perlu digaris bawahi adalah,
bahwa keberhasilan dalam mendidik manusia akan tercapai dengan baik sesuai tujuan
yang dicita-citakan apabila manusia tersebut dididik sesuai dengan tuntunan Allah,
karena Allah adalah Pendidik Alam Semesta (Rabbul A’lamin) dan Allah juga adalah
Pendidik manusia (Rabbinnas). Sedangkan para rasul dan para nabi, para wali, para
29
H.M Arifin M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), Cet. 5, h. 48-49
37
ulama dan para pendidik lainnya merupakan khalifah Allah yang menjadi mediator
konsep dan prinsip-prinsip dasar pendidikan Islam yang sebenarnya (yang bersumber
pada ajaran Islam yang sebenarnya) akan dapat dianalisis dan dikembangkan dari
gambaran dan penjelasan tentang proses rububiyah Allah terhadap alam semesta dan
Yaitu prinsip (asas) yang menempatkan semua jenis ciptaan Allah di alam ini
tersusun dari bagian-bagian yang bermakna dalam suatu keseluruhan. Segala yang
maujud ini harus dilihat sebagai sistem kebulatan yang bermakna bagi manusia,
sehingga tak ada bagian satupun dalam sistem ini dipandang tak bermakna atau
tidak diperlukan.
Dengan berpegang pada asas ini, maka dalam dunia kependidikan diperlukan
pendidikan sehingga terlahirlah sistem “Satu untuk semuanya” (One for all
system).
dan masyarakat. Hal itu meliputi segala hubungan manusia dengan Allah yang
30
H. Tadjab. Op. Cit., h. 18
31
H.M Arifin M.Ed., Op. Cit., h. 51
38
disebut ibadah (hablum minallah) dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya
Adalah suatu asas (prinsip) yang memandang bahwa segala yang diciptakan Allah
senantiasa berada dalam suatu sistem integral di mana antara satu bagian dengan
bekerja secara mekanistis dalam fungsinya masing-masing itu tidak terlepas antara
satu dari yang lainnya, oleh karena apabila terlepas antara satu dari yang lain,
Dalam pendidikan Islam, konsep ini dirujukkan kepada kodrat manusia sebagai
makhluk Allah yang memiliki dimensi fisik dan ruhani yang kualitasnya sangat
dapat dilihat pula dari peran yang seyogyanya dilakukan dalam kedudukannya
sebagai ‘abd (hamba) Allah, pengabdi yang tunduk dan patuh pada ketentuan dan
perintah Allah, sekaligus sebagai khalifah (wakil) Allah yang memiliki kebebasan
dan tanggung jawab memakmurkan dan memberi manfaat kepada siapa pun di
muka bumi. Kedua peran ini mewujudkan manusia yang sempurna (insan kamil)
32
Ibid., h. 51
39
Yaitu prinsip (asas) yang menetapkan pandangan bahwa Allah dalam menciptakan
alam dan isinya berproses melalui tahap demi tahap menuju ke arah
kesempurnaanya, baik alam makro (alam raya) maupun alam mikro (alam
manusia).
Ketiga prinsip (asas) tersebut, akan lebih sempurna lagi bilamana ditambah
dengan asas ke-4, yaitu asas Pendidikan sepanjang hayat atau Life Long Education
˶Ϊ˸Τ͉Ϡϟ˴ϰϟ˶˶Ϊ˸Ϭ˴Ϥ˸ϟ˴Ϧ˶ϣ˴Ϣ˸Ϡ˶όϟ˸˵ΐ˵Ϡ˸σ˵
“Tuntutlah ilmu sejak mulai di ayunan sampai liang lahad.”
menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan seumur hidup
ini tentunya tidak terlaksana melalui jalur-jalur formal, tetapi juga informal dan non
formal. Atau dengan kata lain, pendidikan yang berlangsung seumur hidup menjadi
33
Ibid., h. 52
40
pengajaran). Dalam arti pada proses pengajaran materi-materi pendidikan agama, para
kepribadian, tentunya pendidikan Islam memerlukan landasan kerja untuk memberi arah
bagi programnya. Sebab dengan adanya dasar juga berfungsi sebagai sumber semua
peraturan yang akan diciptakan sebagai pegangan langkah pelaksanaan dan sebagai jalur
Islam” mengatakan bahwa : “Sumber kebenaran dalam Islam adalah al-Qur’an. Inilah
ΏϮΘϜϤϟϢϠγϭϪϴϠϋͿϰϠλϲΒϨϟϰϠϋϝΰϨϤϟΰΠόϤϟϡϼϜϟϮϫϥήϘϟ
άϫϰϠϋϥήϘϟϒϳήόΗϭϪΗϭϼΘΑΪΒόΘϤϟήΗϮΘϟΎΑϪϨϋϝϮϘϨϤϟϓΎμϤϟϰϓ
ΔϴΑήόϟ˯ΎϤϠϋϭ˯ΎϬϘϔϟϭϦϴϴϟϮλϻϦϴΑϪϴϠϋϖϔΘϣϪΟϮϟ
bahwa Al-Qur’an adalah kalam yang mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
SAW, yang tertulis di dalam mushaf-mushaf yang dinukilkan secara mutawatir dan
41
ϦΑΪϤΤϣͿϝϮγέΐϠϗϰϠϋϦϴϣϷΡϭήϟϪΑϝΰϧϱάϟͿϡϼϜϟϮϫϥήϘϟ
Ϫϧ ϰϠϋ Ϳ ϝϮγήϟ ΔΠΣ ϥ ϮϜϴϟ ΔϘΤϟ Ϫϴϧ Ύόϣϭ ΔϴΑήόϟ Ϫχ Ύϔϟ΄Α Ϳ ΪΒϋ
ϡϮΘΨϤϟ ΔΤΗΎϔϟ Γέ ϮδΑ ΅ΪΒϤϟ ϩΪϬΑ ϥϭΪΘϬϳ αΎϨϠϟ έ ϮΘγ Ωϭ ϝ Ϯγέ
ήΗϮΘϟΎΑΎϨϴϟϝϮϘϨϤϟαΎϨϟΓέϮδΑ
kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada hati
Rasulullah Muhammad bin Abdillah dengan lafadz-lafadznya berbahasa Arab dan
maknanya yang terang benar agar menjadi hujjah (dalil,bukti) bagi Rasulullah karena
ia adalah utusan Allah dan menjadi Undang-undang bagi manusia agar mereka
mendapat petunjuk Al-Qur’an yang dimulai dengan Surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan Surat an-Nas, yang sampai kepada kita secara mutawatir.(Abdul Wahab
khalaf, tth., : 23)
Dari kedua pengertian al-Qur’an menurut kedua pakar tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah SWT yang
SAW untuk disampaikan juga kepada manusia agar dijadikan hujjah dan petunjuk yang
diawali dengan Surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas, yang sampai kepada
34
Abdurrahman Mas’ud., Op. Cit., h. 35
42
Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar,
yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut dengan Aqidah dan
yang berhubungan dengan amal yang disebut Syariah. Istilah-istilah yang biasa
digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syariah ini ialah : (a) Ibadah untuk
perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah, (b) muamalah untuk perbuatan
yang berhubungan selain dengan Allah, dan (c) akhlak untuk tindakan yang menyangkut
manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup muamalah. Pendidikan sangat penting karena
ia ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun
masyarakat.35
pelaksanaan pendidikan Islam terutama adalah Al-Quran dan Al-Hadits.” Hal tersebut
“Dan kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah kami.
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula
35
Zakiah Darajat,… et. al. , Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1991), h. 18
43
mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang kami
beri petunjuk dengan siapa yang Kami kehendaki diantara hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang benar”.(Asy-
Syura : 52)
Dengan demikian jika sampai pada hari ini ada manusia yang tidak
menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan agamanya, maka itu adalah salah
besar. Karena Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai cahaya dan petunjuk bagi
umat manusia. Begitu pula Al-Qur’an sebagai kitab undang-undang, hujjah, dan
pendidikan agama, Dra. Zuhairini dkk., mengutip hadits yang diambil dari Kitab Ihya
“Sesungguhnya orang mukmin yang paling dicintai oleh Allah ialah orang
yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya,
sempurna akal pikirannya, serta menasihati pula akan dirinya sendiri, menaruh
perhatian serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan
memperoleh kemenangan ia” (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin hal. 90).
44
Dari ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi diatas dapat diambil titik relevansinya
dari lingkup maupun urutan ketiga materi pokok pendidikan agama yang telah
36
Zuhairini, …et . al, Op. Cit., h. 153
45
BAB III
45
46
Hai Anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah)
Dan janganlah kamu memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah itu
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman : 12 –
19)
Luqman yang disebut oleh surah ini adalah seorang tokoh yang
Luqman. Pertama, Luqman Ibn ‘Ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa,
pemisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang terkenal
dimaksud oleh surat ini.1 Dalam tafsir Ibnu Katsir bahkan disebutkan nama lengkap
1
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah ; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002), h. 125
48
Luqman adalah Luqman bin Anqa' bin Sadun menurut kisah yang dikemukakan oleh
As-Suhaili.2
tetapi seorang ‘ajami, yaitu anak Ba’ura dari keturunan Azar (orang tua Nabi
Ibrahim), anak saudara perempuan Nabi Ayyub, atau anak bibi nabi Ayyub. Banyak
bahwa ia seorang bangsa Negro Sudan, Mesir Hulu atau Habsyi yang warna kulitnya
itam, hidup selama seribi tahun dan berjumpa dengan Nabi Dawud sehingga Nabi
Dawud banyak menimba ilmu darinya. Ada yang berpendapat bahwa dia seorang
Nabi, dan ada pula yang membantah pendapat itu dengan mengatakan bahwa dia
Para ulama salaf pun berikhtilaf mengenai Luqman apakah dia seorang Nabi
atau hamba Allah yang shaleh tanpa menerima kenabian. Mengenai hal ini ada 2
pendapat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa dia adalah hamba Allah yang shaleh
tanpa menerima kenabian. Menurut Ibnu Abbas, Luqman adalah seorang hamba
berkebangsaan Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Sementara Jabir bin
pesek. Sedangkan Said bin Musayyab mengatakan bahwa Luqman berasal dari kota
2
M. Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1999)Cet. , 789
3
Al-Baghdadi sebagaimana dikutip oleh Armai Arief dalam bukunya Reformulasi Pendidikan
Islam, (Jakarta : CRSD Press, 2005), Cet. 1, h. 182
49
Sudan, memiliki kekuatan, dan mendapat hikmah dari Allah, namun dia tidak
menerima kenabian.4
qadhi kaum Bani Israil, ada yang mengatakan sebagai tukang jahit, ada yang
mengatakan sebagai penggembala ternak, atau sebagi tukang kayu. Namun semua itu
tidak penting, dan mungkin saja kesemua pekerjaan itu pernah dilakukannya,
‘Azim wa al-sab’u al-Maatsani dan menurut Al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir fi al-
yang juga diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan Tsaran, Masykam,
An’am, Asykam dan atau Matan. Anak dan isterinya pada mulanya kafir. Tapi ia
selalu berusaha memberi pendidikan dan pengajaran kepada anak dan isterinya
sampai keduanya beriman dan menerima ajaran tauhid yang diajarkan Luqman.5
mencari intisari al-Qur’an tidaklah penting bagi kita mengetahui dari mana asal-usul
Luqman. Al-Qur’an pun tidaklah menonjolkan asal-usul. Yang penting adalah dasar-
4
M. Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah ; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta : Gema
Insani Press, 1999), Cet. 1
5
Lihat Al Baghdadi dalam kitabnya Ruh Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-‘Azim wa al-sab’u al-
Maatsani Juz XI dan Al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al- Syariah wa al-Manhaj, Juz
XXI, sebagaimana dikutip oleh Armai Arief. Dalam bukunya Reformulasi Pendidikan Islam halaman 183
50
namanya 2 kali, yaitu pada ayat 12 dan 13 dalam surat 31, yang diberi nama dengan
namanya ; Luqman.6
seorang ahli hikmah, bukan seorang Nabi, karena yang diajarkan kepada anaknya
bukanlah wahyu, melainkan hikmah yang telah dianugerahkan Allah dan hal ini
˶Ϫ˸ϴ˴Ϡ˴ϋ ˵Ϳϰ͉Ϡ˴λ ˶Ϳ ˴ϝ˸Ϯ˵γ˴έ ˵Ζ˸ό˶Ϥ˴γ˴ϝΎ˴ϗ ˵Ϫ˸Ϩ˴ϋ ˵Ϳ ˴ϰ˶ο˴έ ˳αΎ͉Β˴ϋ ˶Ϧ˸Α ˶Ϧ˴ϋ
˴Ϧ˴δ˴Σ˴ϭ ˶ήϴ˸˶Ϝ˸ϔ͉Θϟ˴ή˸ϴ˶Μ˴ϛ ˱Ϊ˸Β˴ϋ ˴ϥΎ˴ϛ ˸Ϧ˶Ϝϟ˴ϭ Ύ̒ϴ˶Β˴ϧ ˵ϥΎ˴Ϥ˸Ϙ˵ϟ ˸Ϧ˵Ϝ˴ϳ˸ ˴Ϣϟ ˵ϝ˸Ϯ˵Ϙ˴ϳ ˴Ϣ͉˷Ϡ˴γ˴ϭ
ϰΒσήϘϟϩϭέ˵Ϫ͊Β˶Σ˵Ύ˴ϓϰ˴ϟΎ˴ό˴Η˵Ϳ͉ΐ˴Σ˴˶Ϧ˸ϴ˶Ϙ˴ϴϟ˸
“Dari Ibnu Abbas r.a berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Luqman bukanlah seorang Nabi, tapi beliau adalah seorang hamba yang banyak
berfikir secara bersih dan penuh keyakinan sehingga ia mencintai Allah dan Allah
pun mencintainya, maka dilimpahkan kepadanya Al-Hikmah.” (H.R. Al-Qurthuby)
peringatan. Dia bukan seorang Nabi melainkan seorang yang bijaksana, yang Allah
telah memberikan kebijaksanaan di dalam lisan dan hatinya, dimana ia berbicara dan
bahwa dia dianugerahi berupa “hikmah” oleh Allah SWT. Banyak perkataannya
6
Dr. Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XXI, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1988), Cet. , h. 114
51
1. Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah laut yang dalam, dan
iman dan layarnya bertawakkal kepada Allah. Barangkali saja kamu dapat
selamat (tidak tenggelam ke dalamnya), akan tetapi aku yakin kamu akan
selamat.
menambah kemuliaan baginya karena hal tersebut. Hina dalam rangka taat
3. Hai anakku, janganlah kamu bersikap terlalu manis, karena engkau pasti
ditelan, dan jangan kamu bersikap terlalu pahit karena engkau pasti akan
dimuntahkan
(saudaramu), maka butalah dia marah kepadamu sebelum itu, maka apabila ia
7
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 146
52
1. Jika kamu sedang shalat, maka jagalah hatimu, jika kamu sedang makan,
maka jagalah tenggorokanmu, jika kamu di rumah orang lain, maka jagalah
pandanganmu, dan jika kamu berada diantara manusia, maka jagalah
lisanmu.
2. Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal ; adapun dua hal yang perlu kamu
ingat adalah Allah dan kematian, sedangkan dua hal yang perlu kamu
lupakan adalah kebaikanmu kepada orang lain dan kejelekan orang lain
terhadapmu.8
3. Jika sejak kanak-kanak kamu didik dirimu, maka masa dewasa kelak kamu
akan memperoleh manfaatnya.
4. Jauhilah kemalasan, gunakanlah sebagian umrmu untuk pendidikan dan
janganlah berdiskusi dan berdebat dengan orang-orang yang keras kepala.
5. Janganlah mendebat fuqaha. Janganlah berkawam dengan orang fasik.
Janganlah orang fasik kamu jadikan sahabat. Janganlah duduk bersama
orang-orang yang tertuduh.
6. Takutlah hanya kepada Allah dan berharaplah hanya kepada-Nya. Jadikanlah
takut dan harapmu kepada Alllah dalam hatimu adalah skesatuan.
7. Janganlah kamu bersandar dan cinta kepada dunia. Pandanglah dunia sebagai
sebuah jembatan.
8. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat, mereka akan bertanya kepada mu
tentang empat hal, 1. Masa mudamu. Dengan cara apa kamu melewatinya? 2.
Umurmu, dengan kegiatan apa kamu menghabiskannya? 3. 4. Harta
bendamu. Dari mana kamu memperolehnya ? Dimanakah kamu belanjakan ?
9. Janganlah memandangi apa yang ada di tangan orang (milik orang lain) dan
bersikaplah dengan akhlak yang baik terhadap semua orang.
10. Janganlah banyak bermusyawarah dengan orang-orang seperjalanan (sesama
musafir), bagikan bekal perjalananmu kepada mereka.
8
M. Ali Ash-Shabuny, Cahaya al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2002), Cet., h. 388
53
9
Mohsen Qaraati, Seri Tafsir Untuk Anak Muda ; Surah Luqman, (Jakarta : al-Huda, 2005), Cet ,
h. 39-41
10
Armai Arief., Op. Cit., h. 183
54
22. Hai anakku, juallah duniamu dengan akhiratmu, niscaya engkau akan
beruntung dari keduanya! Dan janganlah engkau jual akhiratmu dengan
duniamu, niscaya engkau akan merugi dari keduanya !
23. Hai anakku, tiga perkara kebaikan pada manusia, yaitu ; 1. bermusyawarah
kepada orang yang memberi nasehat, 2. bermuka manis dan lemah lembut
kepada musuh dan orang yang dengki, 3. menyatakan kasih kepada semua
orang.
24. Hai anakku, Orang yang tertipu adalah orang yang berpegang dengan tiga
perkara, yaitu ; 1. orang-orang yang membenarkan terhadap sesuatu yang
tidak dilihatnya, 2. orang yang suka kepada orang yang tidak mempercayai
dirinya, 3. orang-orang yang tamak terhadap apa yang tidak diperoleh dirinya
sendiri.
25. Hai anakku, Takutlah kalian kepada sifat dengki, sifat dengki itu akan
membinasakan agama, melemahkan kemauan dan sesudahnya adalah
penyesalan.
26. Seorang mukmin yang memperhatikan akibat, niscaya aman dari
penyesalan.11
Demikian banyaknya kata-kata hikmah yang diucapkan oleh Luqman, dan kata-kata
11
Mahyuddin Ibrahim, Nasehat 125 Ulama Besar, (Jakarta : Darul Ulum, 1993), Cet. IV, h. 231-
235
55
dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12 – 19 yang akan penulis bahas pada pasal-pasal
Ayat 12
Dalam Tafsir Misbah mengutip pendapat Ibn ‘Asyur disebutkan bahwa : Kata
dan pada awal ayat 12, itu berhubungan dengan ayat 6 sebelumnya, yaitu, “Dan
menghubungkan kisah an-Nadhr bin al-Harits itu dan kisah Luqman di sini, atas
dasar persamaan keduanya dalam daya tarik keajaiban dan keanehannya. Yang
pertama keanehan dalam kesesatan, dan yang kedua dalam perolehan dalam hidayah
dan hikmah.12
Pangkal ayat ini memberi indikasi bahwa Allah SWT menganugerahi hikmah
kepada Luqman, sehingga Luqman bebas dari bahaya kesesatan yang nyata.
berpikir, pemahaman yang sempurna dan kesederhanaan. Ada yang memberi makna
dengan akal pikiran, faham, ucapan yang benar, mengetahui segala hal dan
melaksanakan kebaikan, sehingga sesuai diantara amal dan ilmu yang dimiliki.
Inilah hikmah atau karunia yang telah diperoleh Luqman, sehingga ia mampu
12
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 121
13
Armai Arief, Op. Cit., h. 191
56
harta, ketampanan dan keluarga, tetapi dia adalah seorang yang bertaqwa, jenius,
pemalu dan penyayang. Jika dua orang saling berseteru dan bermusuhan, maka
Luqman selalu menemukan jalan keluar bagi mereka. Luqman banyak berdiskusi
dengan kaum berilmu. Luqman orang yang berperang melawan hawa nafsunya.
Meskipun Allah SWT tidak menurunkan kitab samawi kepadanya, tetapi Luqman
mendapatkan sesuatu yang sebanding dengan kitab samawi, yaitu Allah mengajarkan
hikmah kepadanya.14
mengajukan aneka keterangan tentang makna hikmah. Antara lain yang dikutip dari
pendapat al-Biqa’i bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dari
segala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan.” Ia adalah ilmu amaliah dan
amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat didukung
oleh ilmu.”16 Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hakim, Hikmah
juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan / diperhatikan akan menghalangi
14
Mohsen Qaraati, Op. Cit., h. 38
15
Drs. Hadi Mutamam, Hikmah dalam al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2001),
Cet. 1, h. 44
16
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 121
57
terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan
kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah,
arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan
sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memillih yang terbaik dan sesuai dari dua hal
yang buruk pun, dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana).17
dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama – ilmu yang paling utama
dan wujud yang paling agung – yakni Allah SWT. Jika demikian menurut al-
Ghazali, Allah adalah Hakim yang sebenarnya. Karena Dia-lah yang mengetahui
ilmu yang paling abadi. Zat serta sifat-nya tidak tergambar dalam benak, tidak juga
mengalami perubahan. Hanya Dia juga yang mengetahui wujud yang paling mulia,
karena hanya Dia yang mengenal hakikat, zat, sifat dan perbuatan-Nya. Jika Allah
memperoleh kebaikan yang banyak. sebagaimana firman Allah dalam Surat al-
17
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 121
58
dianugerahkan kepada Luqman. Kata syukur terambil dari kata syakara yang
maknanya berkisar antara lain pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu.
hikmah yaitu kelapangan dan kelurusan tujuan, menempatkan segala sesuatu pada
hikmah telah dianugerahi kesederhanaan dan kelurusan. Karena itu, ia tidak berbuat
jahat dan tidak melampaui batas. Ia telah diberi pengetahuan tentang sebab-sebab
dan tujuan, karenanya ia tidak tersesat di dalam mengukur dan menentukan urusan.
Ia juga telah diberi pandangan batin yang cemerlang dan membimbingnya kepada
karena dengan bersyukur seperti dikemukakan diatas, seseorang mengenal Allah dan
mengenal anugerah-Nya . Dengan mengenal Allah seseorang akan kagum dan patuh
akan memiliki pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan kesyukuran itu, ia akan
18
Ibid., h. 122
19
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an; di bawah Naungan al-Qur’an, jilid 9, (Jakarta :
Gema Insani Press, 2004), Cet. 1, h. 367
59
melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya, sehingga amal yang lahir
adalah amal yang tepat pula.20Hamka pun mengutip pendapat Ar-razi yang
menerangkan dalam tafsirnya bahwa hikmah itu ialah “sesuai diantara perbuatan
dengan pengetahuan.”21
Selanjutnya disebutkan : (ϪδϔϨϟ ήϜθϳ ΎϤϧΎϓ ήϜθϳ Ϧϣϭ) Dan barang siapa
bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya manfaat dari syukurnya itu kembali
pahala yang berlimpah sebagai balasan dari-Nya dan akan menambahkan nikmat
20
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 122-123
21
Hamka, Op. Cit., h. 127
60
Lanjutan redaksi ayat 12 surat Luqman ( ΪϴϤΣ ϲϨϏ Ϳ ϥΎϓ ήϔϛ Ϧϣϭ )
mengandung pengertian Dan barang siapa yang kafir kepada nikmat-nikmat Allah
yang telah diberikan kepadanya, maka dia sendirilah yang menanggung akibat buruk
kekafirannya terhadap nikmat-nikmat-Nya itu. Dan Allah Maha Kaya dari rasa
kerajaan-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha terpuji dalam segala suasana, apakah hamba
Ghaniyyun/Maha Kaya terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (ύ
)ghain, ( ϥ )nun dan ( ϱ )ya yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu
kecukupan, baik yang menyangkut harta maupun selainnya. Dan yang kedua adalah
suara. Ia mengatakan dalam tafsirnya bahwa Menurut Imam al-Ghazali, Allah yang
bersifat Ghaniyy adalah “Dia yang tidak mempunyai hubungan dengan selain-Nya,
tidak dalam Zat-Nya tidak pula dalam sifat-Nya, bahkan Dia Maha Suci dalam
yang tidak butuh kepada sesuatu. Allah menyatakan dirinya dalam dua ayat yakni
surat al-Imran ayat 97 dan surat al-Ankabut ayat 29 bahwa “Dia tidak butuh kepada
seluruh alam raya”. Sedangkan manusia betapapun kayanya, maka dia tetap butuh,
22
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 147
61
paling tidak kebutuhan kepada yang memberinya kekayaan. Dan yang memberi
Kata ( ΪϴϤΣ ) Hamid/Maha terpuji, terambil dari akar kata yang terdiri dari
huruf-huruf (Ρ )ha’ ( ϡ )mim dan ( Ω )dal, yang maknanya adalah antonim tercela.
Kata hamd/pujian digunakan untuk memuji yang Anda peroleh maupun yang
diperoleh selain Anda. Berbeda dengan kata syukur yang digunakan dalam konteks
nikmat yang Anda peroleh saja. Jika demikian, saat Anda berkata Allah
Hamid/Maha Terpuji, maka ini adalah pujian kepada-Nya, baik Anda menerima
nikmat, maupun orang lain yang menerimanya. Sedang bila Anda mensyukuri-Nya,
maka itu karena Anda merasakan adanya anugerah yang Anda peroleh. Demikian
penjelasan Quraish Shihab dalam Tafsir Misbahnya. Oleh karena itu menurutnya ada
tiga unsur perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku agar apa yang dilakukannya
dapat terpuji. Pertama, perbuatannya indah/baik. Kedua, dilakukan secara sadar, dan
Kata Ghaniyy yang merupakan sifat Allah pada umumnya – di dalam al-
Qur’an dirangkaikan dengan kata Hamid. Ini untuk mengisyaratkan bahwa bukan
saja pada sifat-Nya yang terpuji, tetapi juga jenis dan kadar bantuan/anugerah
kekayaan-Nya. Itu pun terpuji karena tepatnya anugerah itu dengan kemaslahatan
yang diberi. Di sisi lain, pujian yang disampaikan oleh siapa pun, tidak dibutuhkan-
Ayat 13
23
Ibid., h. 123-124
62
Luqman yang intinya adalah kesyukuran kepada Allah, dan yang tercermin pada
pengamalan hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariannya kepada anaknya. (
Nabi Muhammad SAW atau siapa saja, diperintahkan untuk merenungkan anugerah
Allah kepada Luqman itu dan mengingat serta mengingatkan orang lain.24 Karena itu
refleksi dari rasa syukur Luqman tersebut ialah mendidik anaknya dengan
karena sesuangguhnya itu benar-benar kezaliman yang besar dan termasuk dosa
besar pula.
Asalnya adalah ( ϰϨΑ )ibny, dari kata ( ϦΑ )ibn yakni anak lelaki. Pemungilan
tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat diatas
memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang
Kata ( Ϫψόϳ ) ya’izhuhu terambil dari kata ( φϋϭ ) wa’zh yaitu nasihat
menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang
Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang
bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh
24
Ibid., h. 125
63
kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini
juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat, sebagaimana
dari bentuk kata kerja masa kini dan datang pada kata ( Ϫψόϳ ) ya’izhuhu.
pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan. Bahwa redaksi pesannya berbentuk
sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik. Seperti bunyi ungkapan : “At-
ini diperkuat dengan dua tekanan Yang pertama dengan mengawalinya dengan
larangan berbuat syirik dan alasannya. Dan, yang kedua dengan huruf inna’
zalim, karena perbuatan syirik itu berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Dan ia dikatakan dosa besar, karena perbuatan itu berarti menyamakan kedudukan
Tuhan yang hanya dari Dia-lah segala nikmat. Yaitu Allah SWT dengan sesuatu
25
Ibid., h. 127
26
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 173
64
dari Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud telah menceritakan, bahwa ketika turun ayat 82 dari
Maka hal itu dirasakan sangat berat oleh para sahabat, mereka datang
kita yang tidak mencampuradukkan imannya dengan perbuatan zalim (dosa)?” Maka
27
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 153
65
pengetian zalim yang dikehendaki adalah zalim yang terdapat pada surat Luqman
ayat 13 tersebut.
Kesyirikan itu amat jelek dan berakibat jelek, serta kezaliman yang nyata
karena kesyirikan adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Siapa yang
patung dengan Tuhan, tidak diragukan lagi, dia adalah orang bodoh yang dijauhkan
oleh Allah dari hikmah dan akal sehat, sehingga pantas untuk disebut zalim dan
Ayat 14
Sesudah Allah menuturkan apa yang telah diwasiatkan oleh Luqman terhadap
anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan semua
yang zalim. Selanjutnya diiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak
supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang tuanya, karena sesungguhnya kedua
orang tua ialah penyebab pertama bagi keberadaannya di dunia itu. Untuk itu Allah
SWT berfirman :
ϪϳΪϟϮΑϥΎδϧϻΎϨϴλϭϭ
Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbakti dan taat kepada
kedua orang tuanya, serta memenuhi hak-hak keduanya. Di dalam al-Qur’an sering
28
Ali Ash-Shabuny, Op. Cit., h. 389
66
sekali disebutkan taat kepada Allah dibarengi dengan bakti kepada kedua orang tua,
anaknya, karena sesungguhnya di dalam hal ini terkandung kesulitan yang sangat
ϦϫϭϰϠϋΎϨϫϭϪϣϪΘϠϤΣ
kehamilan, penyususn, dan pemeliharaan anak. Patron kata yang digunakan ayat
bagaikan keϡemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan
kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya. Bahkan Quraish Shihab
29
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 153-154
67
kecantikannya itu boleh jadi baru mencapai 60 % atau katakanlah 80 % dari seluruh
unsur kecantikan. Tetapi jika Anda menyifatinya dengan berkata “dia adalah
kecantikan” maka Anda bagaikan telah meletakkan semua unsur kecantikan, yakni
penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk
anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima. Kata fi/di dalam, mengisyaratkan
bahwa masa itu tidak mutlak demikian. Di sisi lain juga pernah ditegaskan bahwa
masa dua tahun adalah bagi siapapun yang hendak menyempurnakan penyusuan.
…
(penyapihan) dapat dilakukan setelah usia bayi menginjak dua tahun, meski tidak
diharuskan menyusuinya selama dua tahun penuh. Karena kata fishal bermakna
pemisahan bayi dari ASI dan fi ‘amain (dalam dua tahun) menunjukkan bahwa di
30
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 130
68
sela rentang waktu selama dua tahun orang tua dapat menyapih bayinya, meskipun
Pada ayat tersebut tidak disebutkan jasa bapak, tetapi lebih menekankan pada
jasa ibu, ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak
karena kelemahan ibu, berbeda dengan bapak. Di sisi lain, “Peranan bapak” dalam
konteks kelahiran anak, lebih ringan dibandingkan dengan peranan ibu. Setelah
pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu. Bukan hanya
sampai masa kelahirannya, tetapi berlanjut dengan penyusuan, bahkan lebih dari itu.
Memang ayah pun bertanggung jawab menyiapkan dan membantu ibu agar beban
yang dipikulnya tidak terlalu berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak,
berbeda dengan peranan ibu. Betapapun peranan bapak tidak sebesar peranan ibu
dalam proses kelahiran anak, namun jasanya tidak diabaikan sama sekali. Karena itu
anak berkewajiban berdoa untuk ayahnya, sebagaimana berdoa untuk ibunya. Seperti
doa yang diajarkan al-Qur’an yang terdapat dalam surat al-Isra’ : “Rabbi, Tuhanku!
Kasihilah keduanya, disebabkan karena mereka berdua telah mendidik aku di waktu
berterimakasih kepada kedua orang tua, hanya saja kesyukuran kepada Allah harus
kewajiban itu, Jadi, bersyukur kepada Allah dulu, baru kemudian berterima kasih
31
Mohseen Qaraati, Op. Cit., h. 60
69
kepada kedua orang tua. Al-Qur’an mengarahkan agar bersyukur kepada Allah
sebagai pemberi nikmat yang pertama, kemudian berterimakasih kepada kedua orang
tua sebagai dua orang yang menjadi sarana nikmat itu pada urutan berikutnya.32
ϚϳΪϟϮϟϭϲϟήϜηϥ
nikmat yang telah Kulimpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah kepada kedua ibu
keberadaanmu. Dan keduanya telah merawatmu dengan baik, yang untuk itu
keduanya mengalami berbagai macam kesulitan sehingga kamu menjadi tegak dan
kuat.
ήϴμϤϟϲϟ
Kulah kembali kamu, bukan kepada selain-Ku. Maka Aku akan memberikan balasan
terhadap apa yang telah kamu lakukan yang bertentangan dengan perintah-Ku. Dan
Aku akan menanyakan kepadamu tentang apa yang telah kamu perbuat, yaitu
32
Sayyid Quthb, Op. Cit., h. 164 dan 175
70
dan rasa terima kasihmu terhadap kedua ibu bapakmu serta baktimu kepada
keduanya.33
Jika kita perhatikan secara mendalam, wasiat untuk berbakti kepada kedua
orang tuanya muncul berulang-ulang dalam al-Qur’an yang mulia dan dalam wasiat
Rasulullah. Dalam al-Qur’an misalnya yang terdapat dalam surat Luqman ayat 14
dan surat al-Isra’ seperti yang tersebut diatas. Sedangkan wasiat buat orang tua
tentang anaknya sangat sedikit. Kalaupun ada, ia kebanyakan muncul dalam tema
kasih sayang (yaitu keadaan khusus dalam situasi yang khusus pula) karena fitrah itu
sendiri telah menjamin pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya. Jadi, fitrah
selalu mendorong seseorang agar mengasuh generasi baru yang tumbuh untuk
Allah. Sesungguhnya kedua orang tua pasti mengeluarkan segalanya bagi anak-
anaknya baik apapun yang mereka miliki dalam jasadnya, dalam umrnya, dalam
ototnya maupun segala yang mereka miliki dengan penuh kasih sayang. Walaupun
hal itu sangat sulit dan dibayar dengan mahal, mereka tidak pernah mengeluh dan
yang mereka korbankan. Mereka malah sangat bersemangat, gembira, dan senang
Jadi, fitrah saja sudah cukup sebagai wasiat bagi orang tua untuk menjamin
dalam tafsir Misbah dijelaskan bahwa “Allah telah menjadikan orang tua secara
naluriah rela kepada anaknya. Kedua orang tua bersedia mengorbankan apa saja
33
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 155
71
demi anaknya tanpa keluhan. Bahkan mereka “memberi kepada anak” namun dalam
pemberian itu sang ayah atau ibu justru merasa “menerima dari anaknya. Ini
berbeda dengan anak, yang tidak jarang melupakan – sedikit atau banyak – jasa-jasa
menoleh dan mengingat generasi yang telah berkorban, berlalu, dan telah hilang dari
generasi yang sedang menghadapi masa depan dalam kehidupan. Seorang anak tidak
akan mungkin dapat dan tidak akan sampai mampu membalas budi kedua orang
tuanya, walaupun anak tersebut mewakafkan seluruh umurnya bagi keduanya. Inilah
Diantara hal-hal yang menarik dari pesan-pesan ayat diatas (ayat 14) dan ayat
dengan argumentasi yang dipaparkan atau yang dapat dibuktikan oleh manusia
melalui penalaran akalnya. Metode ini bertujuan agar manusia merasa bahwa ia ikut
34
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 174
35
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 130-131
72
Ayat 15
berbakti kepada kedua orang tua, dan mengukuhkan hak keduanya yang harus
ditaati. Lalu dalam ayat 15 ini Allah menetapkan kaidah yang pertama dan utama
dalam masalah akidah; yaitu bahwasanya ikatan dalam akidah adalah ikatan yang
pertama dan utama, yang harus didahulukan diatas ikatan keluarga, keturunan dan
ikatan kekerabatan, meskipun dalam ikatan yang kedua ini adalah satu ikatan yang
nasab dan darah. Walaupun dalam ikatan nasab dan darah terdapat kekuatan cinta
dan kasih sayang yang kuat, namun ia berada dalam urutan berikutnya setelah ikatan
akidah yang pertama itu.37 Jadi sisa wasiat kepada anak dalam hubungannya kepada
…ΎϤϬότΗϼϓϢϠϋϪΑϚϟβϴϟΎϣϲΑϙήθΗϥϰϠϋϙΪϫΎΟϥϭ
kata ( ΪϬΟ )juhd yakni kemampuan. Patron kata yang digunakan ayat ini
36
Ali Syawakh Ishaq as-Syu’aibi; penerjemah, Asmuni S. Zamakhsyari, Metode Pendidikan Al-
Qur’an dan As- Sunnah (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1995), h. 69
37
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 164
73
pun dilarangnya, yang dalam hal ini dalam bentuk ancaman, maka tentu lebih-labih
Dan yang dimaksud dengan ( ϢϠϋϪΑϚϟβϴϟΎϣ )ma laisa laka bihi ‘ilm/yang
tidak ada pengetahuan tentang itu, adalah tidak ada pengetahuan tentang
kemungkinan terjadinya.38
Hingga bila orang tua menyentuh titik syirik ini, jatuhlah kewajiban taat
kepadanya, dan ikatan akidah harus mengalahkan dan mendominasi segala ikatan
lainnya. Walaupun kedua orang tua telah mengeluarkan segala upaya, usaha, tenaga,
Allah dimana ia tidak mengetahui tentang ketuhanannya, maka pada saat itu anak
diperintahkan agar jangan taat. Dan perintah itu berasal dari Allah sebagai Pemilik
1. Ketaatan mutlak terhadap Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan Ulil
Amri. Seperti yang terdapat dalam firman Allah “Taatilah Allah dan taatilah
38
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 132
39
Ibid., h. 175
74
taat. Jika mereka berupaya mengajak anaknya untuk menuju selain Allah,
Menurut riwayat hal seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah SAW yang
bernama Sa’ad. Menurut tafsir Ibnu katsir ialah Sa’ad bin Malik. Dalam kitabul
Isyarah, Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Sa’ad bin Malik.
Tetapi menurut tafsir al-Qurthuby dan yang lain terjadi pada diri Sa’ad bin Abu
Waqqash. Dalam buku Asbabun Nuzul, Menurut Hadits Riwayat Thabrani dari
Sa’ad bin Malik seorang lelaki yang sangat taat dan menghormasti ibunya.
Ketika ia memeluk Islam, Ibunya berkata : Wahai Sa’ad, Mengapa kamu tega
meninggalkan agamamu yang lama, memeluk agama yang baru. Wahai anakku pilih
salah satu: “kamu kembali memeluk agama yang alama atau aku tidak makan dan
minum sampai mati”. Maka Sa’ad kebingungan, bahkan ia dikatakan tega
membunuh ibunya. Maka Sa’ad berkata :”Wahai Ibu, jangan kamu lakukan yang
demikian. Aku memeluk agama baru tidak akan mendatangkan mudharat dan aku
tidak akan meninggalkannya”. Maka Ibu Sa’ad pun nekad tidak makan sampai 3
hari 3 malam. Sa’ad berkata : “Wahai Ibu, seandainya kamu memiliki seribu jiwa
kemudian satu persatu meninggal, tetapi aku tidak akan meninggalkan agama
baruku (Islam). Karena itu terserah ibu mau makan atau tidak”. Maka Ibu itu pun
40
Mohsen Qaraati, Op. Cit., h. 71
75
makan. Sehubungan dengan itu, maka Allah SWT menurunkan ayat ke 15 Surat
luqman sebagai ketegasan bahwa kaum muslimin wajib taat dan tunduk kepada
perintah orang tua sepanjang bukan yang bertentang dengan perintah-perintah
Allah SWT. (H.R. Thabrani dari Sa’ad bin Malik)41
Namun perbedaan akidah dan perintah dari Allah agar tidak taat kepada
orang tua dalam perkara yang melanggar akidah , tidaklah menjatuhkan hak kedua
orang tua dalam bermuamalah dengan baik dan dalam menjalin hubungan yang
memuliakan mereka,
ΎϓϭήόϣΎϴϧΪϟϰϓΎϤϬΒΣΎλϭ
diridhai oleh agama, dan sesuai dengan watak yang mulia serta harga diri, yaitu
dengan memberi pangan dan sandang kepada keduanya, tidak boleh memperlakukan
mempergauli keduanya adalah suatu hal yang mudah. Karena sesungguhnya hal itu
terjadinya tidaklah terus-menerus, sehingga tidak menjadi beban berat bagi orang
yang bersangkutan.42 Karena wisata hidup diatas dunia ini hanyalah sementara
dimana ia tidak mempengaruhi apa-apa terhadap perihal hakikat yang pokok dan
murni.
41
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul; Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2002), Cet. 1, h. 660-661
42
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 156-157
76
Kata ( Ύϓϭήόϣ ma’rufan mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat
baik, selama tidak brtentangan dengan akidah Islamiyah. Dalam konteks ini
diriwayatkan bahwa Asma’ putrid Sayyidina Abu Bakr ra. Berkata : pernah didatangi
oleh ibunya yang ketika itu masih musyrikah. Asma’ bertanya kepada Nabi
hal-hal yang meremehkan agama disebabkan adanya hubungan saling timbal balik.
…ϲϟΏΎϧϦϣϞϴΒγϊΒΗϭ
kembali kepada agama Islam dan ikuti jejak Nabi Muhammad SAW, yang berarti
ikutilah jalan Allah dengan mentauhidkan-Nya serta mengikhlaskan diri dan taat
ϥϮϠϤόΗϢΘϨϛΎϤΑϢϜΌΒϧΎϓϢϜόΟήϣϲϟϢΛ
kabarkan kepada kalian apa yang telah kalian perbuat di dunia, berupa perbuatan
baik dan perbuatan buruk. Kemudian Aku membalasnya kepada kalian, orang yang
43
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 132
77
berbuat baik akan menerima pahala kebaikannya, dan orang yang berbuat buruk
Ayat 16
Dalam ayat 16 surat Luqman, tokoh yang dianugerahi hikmah ini kembali
betapapun kecilnya, 46
ΎϬΑΕ΄ϳ νέϻϰϓϭΕϮϤδϟϰϓϭΓήΨλϲϓϦϜΘϓϝΩήΧϦϣΔΒΣϝΎϘΜϣϚΗϥΎϬϧϲϨΒϳ
ήϴΒΧϒϴτϟͿϥ Ϳ
”…walaupun seberat biji sawi dan berada di dalam batu, atau di langit atau
Hai anakku, sesungguhnya perbuatan baik dan buruk itu sekalipun beratnya
hanya sebiji sawi, lalu ia berada di tempat yang paling tersembunyi dan paling tidak
kelihatan, seperti di dalam batu besar atau di tempat yang paling tinggi seperti di
langit, atau tempat yang paling bawah seperti di dalam bumi, niscaya hal itu akan
44
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 157
45
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 175
46
Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi ; Hidup bersama al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 2001),
Cet. 2, h. 69
47
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 157
78
bahwa satu kilogram biji khardal/moster terdiri atas 913.000 butir. Dengan
demikian, berat satu butir biji moster hanya sekitar satu per seribu gram, atau kurang
lebih 1 mg, dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui umat manusia sampai
sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan oleh Al-Qur’an untuk manunjuk
Kata ( ϒϴτϟ )lathif terambil dari akar kata (ϒτϟ) lathafa yang huruf-
hurufnya terdiri dari ( ϝ )lam, ( ρ )tha’ dan ( ϑ )fa. Kata ini mengandung makna
lembut, halus atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan
ketelitian.
Sedangkan kata ( ήϴΒΧ )khabir, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-
huruf (Υ )kha, ( Ώ )ba’ dan (έ )ra’ yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu
pengetahuan dan kelemahlembutan. Khabir dari segi bahasa dapat berarti yang
mengetahui dan juga tumbuhan yang lunak. Sementara pakar berpendapat bahwa
kata ini terambil dari kata ( νέϻΕήΒΧ )khabartu al-ardha dalam arti membelah
Materi pelajaran akidah diselingi dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja
agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi, tetapi juga untuk mengisyaratkan
48
Quraish Shihab, Loc. Cit., h. 134-136
79
bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
Wasiat Luqman pada ayat 16 ini adalah berkaitan dengan masalah akhirat,
dimana di dalamnya terdapat pahala yang adil dan perhitungan yang cermat atas
amal perbuatan manusia yang digambarkan oleh al-Qur’an dengan kata-kata indah
atas ilmu Allah yang meliput, yang tidak sebiji sawi pun yang luput dari
pengetahuan-Nya, walaupun biji itu tersembunyi di dalam perut bumi, di dalam batu
yang keras, atau di atas langit Allah yang luas, apalagi amal perbuatan manusia,
mudah sekali diketahui-Nya. Karena pengetahuan Allah meliputi seluruh langit dan
bumi.49
Tidak ada satu pun ungkapan lain yang dapat menggambarkan tentang
ketelitian dan keluasan ilmu Allah yang meliputi segalanya, tentang kekuasaan
Allah, dan tentang hisab yang teliti dan timbangan yang adil melebihi gambaran
yang dilukiskan oleh ungkapan ayat 16 surat Luqman ini. Inilah salah satu
Ayat 17
49
M. Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2002), Cet. 1, h. 391-
392
50
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 176
80
beriman kepada Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, yakin terhadap kehidupan akhirat
yang tiada keraguan di dalamnya, dan percaya kepada keadilan balasan dari Allah
yang tidak akan luput walaupun seberat satu biji sawi pun, maka langkah selanjutnya
manusia untuk berdakwah kepada Allah, juga bersabar atas beban-beban dakwah dan
ήϜϨϤϟϦϋϪϧϭϑϭήόϤϟΎΑήϣϭΓϮϠμϟϢϗϲϨΒϳ
Pada ayat ini ada suatu pesan bahwa salah satu tugas orang tua kepada
hadisnya bahwa shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah ikrar keimanan
anaknya shalat semenjak usia dini, yakni usia tujuh tahun., sebagaimana sabdanya:
ϻϭϭήϣϝΎϗϢϠγϭϪϴϠϋͿϰϠλϲΒϨϟϥϩΪΟϦϋϪϴΑϦϋΐϴόηϦΑήϤϋϦϋ
ϰϓϢϬϨϴΑϮϗήϓϭήθϋ˯ΎϨΑϢϫϭΎϬϴϠϋϢϫϮΑήοϭϦϴϨγϊΒγ˯ΎϨΑϢϫϭΓϼμϟΎΑϢϛΩ
ϊΟΎπϤϟ
“Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW
telah bersabda : Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila mereka telah
berusia tujuh tahun., dan pukullah mereka jika meninggalkannya bila mereka telah
berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (H.R. Ahmad dan Abu
Daud)51
51
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (terj), (Bandung : al-Ma’arif, 1990), Cet 10, j. 1, h. 205
81
pribadi dan meneguhkan hubungan dengan Allah, untuk memperdalam rasa syukur
kepada Tuhan atas nikmat dan perlindungan-Nya yang selalu kita terima, dirikanlah
shalat. Dengan shalat kita melatih lidah, hati dan seluruh anggota badan untuk selalu
Selain itu, jika kita bahas salah satu rahasia shalat, misalkan ketika
melakukan sujud, anggota badan yang terletak di posisi paling tinggi yaitu
kali dalam 17 rakaat shalat wajib, karena itu shalat senantiasa mengajari manusia
untuk tidak takabbur, sebaliknya mendidik kita untuk tawadhu di hadapan Allah
SWT.53
Nasihat Luqman pada ayat 17 ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang
tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang
kemungkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya,. Itu
52
Hamka, Op. Cit., h. 132
53
Mohsen Qaraati, Op. Cit., h. 92
82
menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini
pendidikan amar makruf nahi mungkar. Karena amar makruf adalah bukti cinta
seseorang kepada ajaran yang diyakininya, bukti kecintaan seseorang kepada umat,
bukti dari keinginan yang kuat untuk menuju keselamatan secara massal. Amar
Inilah jalan akidah yang telah dirumuskan Allah. Yaitu, mengesakan Allah,
ini beralih kepada dakwah untuk menyeru manusia agar memperbaiki keadaan
mereka, serta menyuruh mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari
melawan kemungkaran, dengan bekal yang pokok dan utama yaitu bekal ibadah dan
menghadap kepada-Nya serta bersabar atas segala yang menimpa da’i di jalan Allah.
έϮϣϻϡΰϋϦϣϚϟΫϥ
Allah).” Karena dalam Tafsir Fi Dzilalil Qur’an makna Azmil Umur adalah
54
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 137
55
Mohsen Qaraati, Op. Cit., h. 79 & 86
83
Dalam Tafsir al-Maraghi disebutkan makna Azmil umur ialah yang telah
diwajibkan oleh Allah SWT atas hamba-hamba-Nya, tanpa ada pilihan lain. Karena
di dalam hal tersebut (shalat, amar makruf dan sabar) terkandung faedah yang besar
Ayat 18
diceritakan al-Qur’an di dalam surat Luqman ini hingga sampai kepada bahasan
tentang adab seorang da’i kepada Allah. Mendakwahi manusia kepada kebaikan
tidaklah membolehkan dan mengizinkan seseorang berbusung dada atas manusia dan
bersombong diri atas nama pemimpin bagi mereka kepada kebaikan,. Apalagi bila
ketinggian hati dan kesombongan itu dilakukan oleh orang yang tidak mengajak
kepada kebaikan, maka hal itu adalah lebih buruk dan lebih hina.
Bersamaan dengan perintah amar makruf dan nahi mungkar, bersabar atas
segala konsekuensinya, dan semua resiko yang harus dihadapi dan yang menimpa
diri, maka seorang da’i harus beradab dengan adab seorang dai yang merupakan
penyeru kepada Allah. Yaitu agar tidak sombong terhadap manusia karena dengan
perilaku sombong tersebut berarti dia merusak perkataan baik yang telah dia serukan
αΎϨϠϟϙΪΧήόμΗϻϭ
56
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 176
57
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 160
84
Kata (ήόμΗ )tusha’ir terambil dari kata (ήόμϟ )ash-sha’ar yaitu penyakit
yang menimpa unta dan menjadikan lehernya keseleo. Sehingga ia memaksakan diri
dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf
lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah ayat 18 ini menggambarkan
upaya keras dari seseorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain. Karena
berbahaya yang disebabkan karena kebodohan dan jiwa yang kotor. Karena orang
yang sombong mengira bahwa dirinya lebih tinggi dari seluruh manusia, sehingga
dia melihat orang lain dengan pandangan yang merendahkan dan menghinakan.
Begitu juga manusia, mereka menghinanya dan tidak menghargainya, seperti yang
Maka dari itu Luqman melarang anaknya agar tidak sombong, karena Allah
έϮΨϓϝΎΘΨϣϞϛΐΤϳϻͿϥΎΣήϣνήϟϰϓζϤΗϻϭ
58
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 139
85
͉Ϟ˵ϛ ͊ΐ˶Τ˵ϳ ˴ϻ ˴Ϳ ͉ϥ˶ ˴ϝΎ˴Ϙ˴ϓ ˶Ϫ˸ϴ˶ϓ ˴Ω͉Ϊ˴θ˴ϓ ϢϠγϭ ϪϴϠϋ Ϳ ϰϠλ ˶Ϳ ˶ϝ˸Ϯ˵γ˴έ ˴Ϊ˸Ϩ˶ϋ ˵ή˸Β˶Ϝϟ˸ ˴ή˶ϛΫ
˸ϲ˶Ϩ˵Β˶Π˸ό˵ϴ˴ϓ ˸ϲ˶ΑΎ˴ϴ˶Λ ˵Ϟ˶δ˸Ϗ˴Ύ˴ϟ ˸ϲ͋ϧ˶ ˶Ϳ ˴ϝ˸Ϯ˵γ˴έ Ύ˴ϳ ˶Ϳ˴ϭ ˶ϡ˸Ϯ˴Ϙϟ˸ ˴Ϧ˶ϣ ˲Ϟ˵Ο˴έ ˴ϝΎ˴Ϙ˴ϓ˳έ˸Ϯ˵Ψ˴ϓ ˳ϝΎ˴Θ˸Ψ˵ϣ
˴Ϫ͋ϔ˴δ˵Η˸ϥ˴˵ή˸Β˶Ϝϟ˸Ύ˴Ϥ͉ϧ˶˵ή˸Β˶Ϝϟ˸˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˴β˸ϴ˴ϟ ˴ϝΎ˴Ϙ˴ϓ˸ϲ˶σ˸Ϯ˴γΔϗ˴ϼ˴ϋ˴ϭ˸ϲ˶Ϡ˸ό˴ϧ˵ϙ˴ή˶η˸ϲ˶Ϩ˵Β˶Π˸ό˵ϳ˴ϭΎ˴Ϭ˵οΎ˴ϴ˴Α
˴αΎ͉Ϩϟ˴ς˵Ϥ˸ϐ˴Η˴ϭ͉ϖ˴Τϟ˸
“Masalah kesombongan disebutkan di sisi Rasulullah. Lalu beliau
memperingatkannya dengan keras seraya membaca ayat, ‘Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.’ Lalu ada seorang
berkata, Demi Allah. Wahai Rasulullah, jika aku mencuci bajuku maka kagumlah
aku dengan warnanya yang putih. Aku pun kagum terhadap bunyi sandalku dan
gantungan cemetiku. ‘Beliau bersabda, ‘Yang demikian itu bukan sombong.
Sombong adalah bila kamu melecehkan kebenaran dan menyepelekan manusia.”
αΎϨϟςϤϏϭϖΤϟήτΑήΒϜϟϝΎϤΠϟΐΤϳϞϴϤΟͿϥϝΎϗΔϨδΣϪϠόϧϭΎϨδΣϪΑϮΛ
kata yang sama dengan ϝΎϴΧ khayal. Karenanya kata ini pada mulanya berarti
orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan oleh kenyataan yang
ada pada dirinya. Biasanya orang semacam ini berjalan angkuh dan merasa dirinya
ϞϴΧ )khail karena cara jalannya mengesankan keangkuhan. Seorang yang mukhtal
membanggakan apa yang dimilikinya, bahkan tidak jarang membanggakan apa yang
pada hakikatnya tidak ia miliki. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata ( έϮΨϓ )
fakhuran, yakni seringkali membanggakan diri. Memang kedua kata ini yakni
(mukhtal) bermakna kesombongan yang terlihat dalam tingkah laku, sedang yang
kedua (fakhur) adalah kesombongan yang terdengar dari ucapan-ucapan. Di sisi lain,
59
Ali Asy-Shabuny, Op. Cit., h. 394
87
perlu dicatat bahwa penggabungan kedua hal itu bukan berarti bahwa
ketidaksenangan Allah baru lahir bila keduanya tergabung bersama-sama dalam diri
seseorang. Karena jika salah satu dari kedua sifat ini disandang manusia maka hal itu
telah mengundang murka-Nya. Penggabungan keduanya pada ayat ini atau ayat-ayat
yang lain hanya bermaksud menggambarkan bahwa salah satu dari keduanya
semuanya itu menurut penyelidikan ilmu jiwa terbitnya dari sebab ada perasaan
ditonjolkan, karena di dalam lubuk jiwa terasa bahwa diri itu memang rendah atau
tidak kelihatan. Dia hendak meminta perhatian orang. Sebab merasa tidak
diperhatikan. Dikaji dari segi iman, nyatalah bahwa iman orang itu masih cacat. Hati
yang cacat oleh sifat sombong merupakan penghalang untuk seseorang masuk
ϻϝΎϗϢϠγϭϪϴϠϋͿϰϠλͿϝϮγέϥϪϨϋͿϰοέΩϮόδϣϦΑϦϋ
ήΒϛϦϣΓέΫϝΎϘΜϣϪΒϠϗϰϓϥΎϛϦϣΔϨΠϟϞΧΪϳ
60
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 139-140
61
Hamka, Op. Cit., h. 134
88
Ayat 19
Dalam ayat ini wasiat Luqman mengarahkan anaknya agar berpegang teguh
dengan akhlakul karimah; seperti etika berjalan, etika berbicara dan etika bergaul.
ϚϴθϣϲϓΪμϗϭ
Kata al-qasdu dalam ayat ini bisa berasal dari kesederhanaan yang
samping itu, kata al-qasdu bisa juga berasal dari makna maksud dan tujuan. Jasi,
berjalan itu harus selalu tertuju kepada maksud dan tujuan yang ditargetkan
dan bebas.62
Sederhana dalam berjalan juga berarti jalan tidak terlalu cepat dan jangan
terlalu lambat., karena jalan terlalu cepat menghilangkan wibawa seseorang, akan
tetapi berjalanlah dengan wajar tanpa dibuat-buat dan juga tanpa pamer menonjolkan
Siti Aisyah ra. Pernah melihat seorang laki-laki yang hampir mati karena
terlalu merendahkan diri. Lalu ia berkata, “Apakah gerangan yang telah terjadi
pada dirinya ?” Maka ada yang menjawab, bahwa dia adalah termasuk Ahli Qurra’
(ahli fiqih yang alim tentang kitabullah). Mendengar jawaban itu maka Aiayah
62
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 177
89
menjawab, “Umar adalah pemimpin para ahli Qurra’, tetapi apabila ia berjalan
adalah dengan sikap yang gagah, apabila berkata suaranya keras dan berpengaruh,
dan apbila memukul, maka sakitnya bukan main”.63 Karena itu hendaklah selalu
menjaga stabilitas diri sendiri, tidak melakukan sesuatu secara berlebihan dan tidak
juga mengerjakan sesuatu di bawah standar kelayakan.64
ϚΗϮλϦϣξπϏϭ
kata ( ξϋ )ghadhdh dalam arti penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang
sempurna. Mata dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas. Perintah
ghadhdh jika ditujukan kepada mata maka kemampuan itu hendaknya dibatasi dan
tidak digunakan secara maksimal. Demikian juga suara. Dengan perintah di atas
seseorang diminta untuk tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara
ήϴϤΤϟΕϮμϟΕϮλϻήϜϧϥ
paling jelek adalah suara keledai awalnya ringkikan dan akhirnya lenguhan. Untuk
keburukannya”.66
63
Al-Maraghi, Op. Cit., h. 162
64
Mohsen Qaraati, Op. Cit., h. 98
65
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 140
66
Ali Ash-Shabuny, Op. Cit., h. 395
90
tertentu adalah seperti keledai yang meringkik dengan suaranya yang sangat jelek.
Disebutkan dalam Tafsir Fi Dzilalil Qur’an bahwa di dalam sikap menahan suara
terdapat adab dan keyakinan terhadap diri sendiri, serta ketenangan terhadap
mengeraskan suara dalam pembicaraannya, melainkan dia adalah orang yang buruk
adabnya, ragu terhadap nilai perkataannya atau nilai kepribadiannya, dan dia
berusaha untuk menutupi keraguannya itu dengan bahasa yang pedas, keras dan
pendidikan agama yang harus diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya
sebagaimana Allah telah menjadikan Luqman dan anaknya sebagai contoh proses
pendidikan agama dari orang tua kepada anaknya dan contoh tersebuut dikemukakan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap
umatnya.
itu dapat dirumuskan pada tiga pokok saja yaitu : keimanan atau aqidah, ibadah atau
syariah dan akhlak. Maka pada bahasan terhadap delapan ayat tersebut, penulis akan
67
Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 177
91
ayat 13 surat Luqman tersebut. Pada ayat ini, Luqman memberikan pendidikan dan
pengajaran kepada anaknya berupa akidah yang mantap, agar tidak menyekutukan
Allah. Itulah aqidah tauhid, karena tidak ada Tuhan selain Allah, dan yang selain
Orang yang mempersekutukan Allah adalah suatu aniaya yang besar, bahkan
dosa yang paling besar yang tidak ada ampunan dari Allah walau ia bertaubat,
karena pada dasarnya Allah mengajak manusia agar membebaskan jiwa dan
Jiwa manusia adalah mulia, sebab itu hubungan manusia haruslah langsung
kepada Allah. Jiwa yang dipenuhi tauhid adalah jiwa yang merdeka, tidak ada yang
mengikat jiwa itu kecuali hanya dengan Allah. Bila manusia telah mempertuhankan
yang lain, padahal yang lain itu hanyalah makhluk belaka, maka manusia sendirilah
Ayat ini mendidik manusia bahwa keyakinan pertama dan utama yang operlu
ditanamkan dan diresapkan kepada anak (peserta didik0 adalah tauhid. Kewajiban ini
terpikul di pundak orang tua (rumah tangga) sebagai pendidik awal dalam
formal dan non formal. Tujuannya agar anak ( peserta didik) terbebas dari
kokoh, serta keyakinannya itu perlu diresapkan sedini mungkin di saat anak telah
karena bersyukur adalah mempertinggi nilai diri sendiri yang sudah layak dan pantas
bagi insan yang sadar akan harga dirinya. Dan barang siapa yang kufur, yaitu tidak
bersyukur, tidak mengenang jasa dan tidak berterima kasih, maka sesungguhnya
Allah SWT Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Tidaklah akan kurang kekayaan Tuhan
karena ada hamba-Nya yang tidak ingat kepada-Nya. Yang rugi hamba itu sendiri,
sedangkan Tuhan tidak, entah berapa banyak malaikat di langit dan di bumi serta
beberapa makhluk lain selalu mengucapkan tasbih dan puji-pujian kepada Allah.
Ayat-ayat ini mendidik manusia agar orang yang telah diberi nikmat yang
banyak seperti hikmah, ilmu yang banyak, kemampuan berpikir yang sempurna,
kecerdasan, dan lain sebagainya, hendaklah pandai bersyukur kepada Allah dan
berterima kasih kepada orang yang telah berjasa kepadanya yang dalam hal ini
adalah kedua orang tua. Dan melarang manusia menjadi kufur nikmat, karena
kekufuran itu pada akhirnya akan berakibat buruk kepada dirinya, dan tidak ada
pengaruhnya kepada Allah, karena Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
surat Luqman. Pada ayat ini Luqman kembali kepada aqidah dengan
kecilnya, walaupun sebesar biji sawi sebagaimana yang dilukiskan dalam ayat
tersebut.
68
Armai Arief, Op. Cit., h. 188-189
93
adalah istilah yang paling luas dan mencakup tidak hanya penyembahan, tetapi juga
baik yang berhubungan dengan Allah seperti shalat, maupun dengan sesama
manusia. Hubungan kepada Allah SWT dalam bentuk shalat ini dinyatakan oleh ayat
17 surat Luqman. Pada ayat ini Allah mengabadikan empat bentuk nasihat Luqman
yang baik (makruf); c) Mencegah berbuat mungkar, dan d) bersabar atas segala
musibah. Inilah empat modal hidup yang diberikan Luqman kepada anaknya dan
diharapkan menjadi modal hidup bagi kita semua yang disampaikan Muhammad
kepada umatnya.
shalat, diikuti sebagai pelopor untuk perbuatan makruf, berani menegur yang salah,
mencegah yang mungkar, dan bila dalam melakukan itu semua terdapat rintangan,
maka diperlukan sifat sabar dan tabah. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
yang diwajibkan oleh Allah SWT. Dengan demikian ayat ini memberi indikasi
bahwa ahalat sebagai peneguh pribadi, amar makruf nahi mungkar dalam hubungan
69
Zuhairini, … et. al., Filsafat Pendidikan Islam, Op. Cit., h. 158
94
diperlukan juga usaha untuk membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia
adalah merupakan modal bagi setiap orang dalam menghadapi pergaulan antara
sesamanya.
Rasul-rasulnya, Hari akhirat dan Qadha dan Qadhar Allah. Apabila beriman kepada
Allah dan beribadat kepada-Nya adalah berkaitan erat dengan hubungan antara
hamba dan Tuhannya, maka akhlak pertama sekali berkaitan dengan hubungan
muamalah manusia dengan orang lain, baik secara individu maupun secara kolektif.
Tetapi yang perlu diingat adalah akhlak tidak terbatas pada penyusunan hubungan
antara manusia dengan manusia lainnya, tetapi lebih dari itu, juga mengatur
hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini.70
diwujudkan dalam sikap dan perbuatan. Tuntunan akhlak yang mulia mengajarkan
beberapa tuntunan yang harus dijalankan seorang manusia kepada Allah, berupa
kewajiban, anjuran ataupun larangan. Selain itu, tuntunan akhlak juga mengjarkan
manusia untuk berbakti kepada orang tua, ayah dan ibu yang menjadi perantara
kasih kepada kedua orang tuanya, yang secara lahiriah telah berkorban, bersusah
70
Ibid., h. 156
95
Ayat lainnya yang menjelaskan ajaran akhlak juga adalah pada ayat 15 surat
Luqman. Pada ayat ini mendidik manusia agar mendahulukan dan mengutamakan
aqidah tauhid dan tidak boleh syirik. Perbedaan aqidah si anak dan orang tua tidak
boleh menghalangi pergaulan baik selama hidup di dunia, namun sangat dianjurkan
supaya si anak selalu mengajak orang tuanya kepada agama tauhid. Kalau tidak
berhasil, maka segala sesuatu diserahkan kepada Allah. Karena kepada-Nyalah akan
Ayat selanjutnya yang berbicara tentang akhlak adalah ayat 16 surat Luqman
mendidik manusia agar beramal dengan ikhlas karena Allah SWT, sebab Allah akan
membalas semua perbuatan manusia itu betapapun kecilnya; perbuatan baik dibalas
Oleh sebab itu jika berbuat baik janganlah semata-mata ingin diketahui oleh
manusia. Tetapi haraplah penghargaan dari Allah semata yang dapat menilai dan
menghargainya. Ayat ini sangat penting untuk memperkuat hubungan batin insan
dengan Tuhannya, pengobat jerih payah atas amal usaha yang kadang-kadang tidak
ada penghargaan dari manusia. Oleh sebab itu, berdasarkan ayat ini, mendorong
manusia untuk bekerja keras dan beramal dengan ikhlas karena Allah semata.72
71
H.M. Darwis Hude,… et. al., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Firdaus,
2002), Cet. 1, h.443
72
Armai Arief, Op. Cit., h. 196-197
96
aurat Luqman. Ayat ini mendidik manusia dalam pergaulan dengan masyarakat
dengan etika yang baik, berbudi pekerti, sopan santun, dan akhlak yang tinggi, yaitu
tidak boleh sombong, kalau sedang bercakap berhadapan dengan orang lain,
tidak boleh memalingkan muka, karena dengan demikian akan tersinggung perasaan
Ajaran sama tentang akhlak juga dimuat dalam ayat 19 surat Luqman. Ayat
ini sebagai kelanjutan dari ayat 18 yang mendidik manusia bertingkah laku sopan di
tengah masyarakat, yaitu sederhana dalam berjalan, jangan terlalu cepat, tergopoh-
gopoh, terburu-buru, akan cepat lelahnya, dan jangan pula terlalu lambat tertegun,
hendaklah bersikap sederhana. Demikian juga bila berbicara, jangan dengan suara
keras jika tidak ada kepentingan tertentu, jangan berteriak dan menghardik-hardik,
menyerupai suara keledai. Oleh sebab itu, ayat ini juga mendidik manusia agar
bersikap halus, bersuara lemah lembut, sehingga bunyi suara itu pun menarik orang
untuk memperhatikan apa yang dikatakan, sehingga timbul rasa simpati dari si
pada suatu pekerjaan besar atau seperti seorang komandan perang ketika
dalam surat Luqman ayat 12-19 tersebut, maka penulis akan mencoba
97
DAN APLIKASINYA
kesatuan antara jiwa dan raga dan di dalam jiwa tersebut terdapat pembawaan-
pembawaan yang dapat terpengaruh, baik itu pengaruh positif maupun negatif. Maka
surat Luqman ayat 12 – 19 ini sangat relevan untuk diaplikasikan dalam rangka
Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19 tersebut seluruhnya berupa mauizhah. Mauizah
yang disampaikan seorang ayah kepada anaknya yang di dalamnya mengandung konsep-
pendidikan akhlak sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Dan ini juga bisa
Bahkan menurut Ibrahim Amini, salah satu metode yang masih efektif
dalam pembinaan karakter adalah memberi nasihat. Ada perbedaan antara memberi
nasihat dengan mengajar atau memberikan ceramah. Karena nasihat memiliki pengaruh
yang besar, nasihat itu masuk ke dalam hati walaupun tidak menggunakan penjelasan-
seseorang, bahwa lebih dari itu, karena setiap orang secara alamiah memerlukan nasihat.
98
99
tidak semua orang memerlukan pengajaran tapi pasti setiap manusia butuh kepada
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada pembahasan kali ini penulis
agama Islam.
A. Pengertian Mauizhah
mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah kemudian yang dikenal
…˶Ϫ˶Α˸Ϣ˵Ϝ˵ψ˶ό˴ϳΎ͉Ϥ˶ό˶ϧ˴Ϫ͉Ϡϟ͉ϥ˶·…
“Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.”
Mauizhah adalah sesuatu yang dapat mengingatkan seseorang akan apa yang
dapat melembutkan kalbunya, yang menyangkut perihal pahala atau siksa, yang
disajikan dalam bentuk nasihat yang menyentuh, sehingga menimbulkan kesadaran pada
dirinya. Istilah mauizhah disebut juga sebagai al-wa’zhu, yakni pemberian nasihat dan
peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh kalbu dan menggugah
untuk diamalkannya. 2
Dengan demikian menurut penulis mauizhah itu adalah sesuatu yang di
dalamnya mengandung unsur nasihat dan peringatan yang dapat menimbulkan kesadaran
1
Ibrahim Amini, Agar tak salah Mendidik Anak, Penerjemah; Ahamad Subandi & Salman
Fadlullah, (Jakarta : Al-Huda, 2006), h. 327
2
Syahidin, Op. Cit., h. 104
100
pada diri orang yang diberikan nasihat. Karena itu mauizhah harus disajikan dengan
cara-cara yang menyentuh kalbu agar dapat menggugah perasaan orang yang diberi
nasihat dan mengarahkannya kepada isi nasihat yang diberikan, tanpa ada tujuan
menggurui, supaya ia dengan kesadaran dirinya menerima dan mengamalkan isi nasihat
itu.
Syahidin dalam bukunya menyimpulkan bahwa yang dimaksud metode mauizhah ialah
suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui tutur kata yang berisi nasihat-nasihat
Islam. Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik ke dalam
jiwa apabila digunakan dengan cara yang mengetuk relung jiwa melalui pintunya yang
tepat. Bahkan, dengan metode ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk
masyarakat dan umat. Cara yang dimaksud ialah hendaknya nasihat lahir dari hati yang
tulus. Artinya, pendidik berusaha menimbulkan kesan bagi peserta didiknya bahwa ia
adalah orang yang mempunyai niat baik dan sangat peduli terhadap kebaikan peserta
didik. Hal inilah yang membuat nasihat mendapat penerimaan yang baik dari orang yang
diberi nasihat.4
3
Ibid., h. 104
4
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 1999), Cet. 2, h. 191
101
1) Faktor badaniah guru, maksudnya penampilan fisik guru harus mencerminkan isi
nasihat itu, seperti pakaiannya, mimik mukanya, tutur kata dan intonasi suara;
2) Faktor historisitas murid, artinya guru harus memahami latar belakang kehidupan
murid secara umum, dari latar belakang sosial dimana murid itu lahir dan
3) Faktor dunia murid, maksudnya nasihat itu harus disesuaikan dengan tingkat usia
4) Faktor komunikasi, maksudnya ungkapan dan tutur kata guru harus dapat
dipahami oleh murid. Di sini guru harus menggunakan bahasa yang biasa
pendidiknya, latar belakang terdidik, tingkat pemahaman, dan komunikasi atau bahasa
yang digunakannya.
5
Ibid., h. 104
102
Jika dihubungkan dengan surat Luqman ayat 12 sampai dengan 19 yang telah
mempersekutukan Tuhan karena hal itu kezaliman yang besar, dan nasihatnya
supaya bersyukur kepada Allah karena hanya kepada Allah kita semua akan
memperkenalkan sifat Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu betapa pun
melalui ayat-ayat ini tujuan yang diharapkan yakni menggugah perasaan ke-
ikhlas dalam beramal saleh telah ditunjukkan oleh ayat 16 surat Luqman. Sebab
Allah akan membalas semua perbuatan manusia betapapun kecilnya. Karena itu
berbuat baik jangan karena ingin diketahui oleh manusia. Tetapi berharaplah
6
Syahidin, Op. Cit., h. 105
103
dari Allah yang dapat menilai dan menghargainya. Ayat 16 ini mendorong
manusia untuk bekerja keras dan beramal dengan ikhlas karena Allah semata
walaupun manusia lain tidak mengetahui kebaikan yang kita lakukan, namun
oleh hampir keseluruhan dari ayat 12 sampai dengan 19. karena apa yang
dikehendaki oleh ayat-ayat tersebut tentunya dalam rangka menaati Allah dan
menjalankan perintah-Nya.
4. Untuk mengarahkan dan membina berpikir yang sehat juga telah ditunjukkan oleh
nasihatnya selalu disertai dengan argumentasi yang dipaparkan atau yang dapat
dibuktikan oleh manusia melalui penalaran akalnya. Metode ini bertujuan agar
orang yang sedang diberikan nasihat merasa bahwa ia ikut berperan dalam
mempersekutukan Tuhan, agar berbuat baik, agar jangan sombong dan lain-
juga telah ditunjukkan oleh ayat 17 surat Luqman, yaitu nasihat kepada anaknya
untuk mendirikan shalat yang manfaat dari shalat itu sendiri adalah pembersihan
keistimewaan, yaitu :
1) Dapat menyentuh nurani murid akan keberadaan dirinya secara utuh dan
2) Mendidik perasaan ketuhanan seperti khauf, rasa ridho, dan cinta terhadap yang
Makkiyah ini merupakan salah satu contoh dari metode al-Qur’an dalam
kebesaran Allah.
7
Ibid., h. 105-106
105
c. Menimbulkan kesan heran dan kagum akan kebesaran Allah, sehingga menjadi
C. Bentuk Mauizhah
a. Nasihat Langsung
Pengertian etimilogis dari kata “nasihat” ialah berasal dari kata “nashaha” (
μϧ ) yang mengandung arti “keterlepasan dari segala kotoran dan tipuan”. Secara
lughawi kata “nasihat” itu harus terhindar dari kata yang kotor, tipuan, dan dusta,
dan hal ini sejalan dengan makna syar’i di mana nasihat itu menyangkut kebenaran
dan kebajikan yang harus jauh dari sifat tercela seperti tipuan dan dosa.9 Seperti
ungkapan ( ΐϴΠϟλΎϧϞΟέ )Rajulun nashih al-jaib yang berarti orang yang tidak
memiliki sifat menipu, dan al-nashih ( λΎϨϟ ) berarti madu murni. Atas dasar
pengertian ini, kata Abdurrahman al-Nahlawi, indikasi nasihat yang tulus ialah orang
diri dari segala bentuk sifat riya dan pamrih agar tidak menodai keikhlasannya
8
Ibid., h. 114-115
9
Syahidin, Op. Cit., h. 111
106
menjadi hilang.10
kebajikan, dengan maksud mengajak orang yang dinasihati untuk menjauhkan diri
dari bahaya dan membimbingnya ke jalan yang bahagia dan berfaidah baginya.
Metode mauizhah berbentuk nasihat ini memiliki keistimewaan, antara lain dapat
membuka jalan untuk mempengaruhi perasaan dan pikiran yang mengarah kepada
kebajikan. Akan tetapi, berpengaruh tidaknya metode ini tergantung pada sikap guru
keikhlasan, dan bersih dari sikap riya ?; apakah disertai keteladanan ?; apakah
keteladanan, sopan santun, dan lain-lain, maka jangan diharap nasihat itu akan
berbekas pada diri siswa, justru sebaliknya akan menjadi cemoohan dan pelecehan
bagi diri guru. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasiht dengan
metode lain yang dalam hal ini keteladan bersifat saling melengkapi.11
b. Tadzkir
mengingatkan berbagai makna dan kesan yang dapat membangkitkan perasaan dan
10
Hery Noer Aly, Op. Cit., h. 192
11
Syahidin, Op. Cit., h. 112
107
emosi untuk segera beramal saleh, dekat dengan Allah, serta melaksanakan segala
perintah-Nya. Bentuk tadzkir ini mempunyai beberapa dimensi, antara lain, tadzkir
sebagainya.
dimaksudkan untuk dijadikan pendorong yang kuat dalam memunculkan rasa risih
dalam memandang perbuatan yang seharusnya. Dengan kata lain, metode mauizhah
bentuk tadzkir ini membimbing fitrah potensi baik agar tetap berada pada kebaikan
dan berkembang menuju kesempurnaan, serta menghadang potensi buruk agar tidak
berkembang. Agar metode ini benar-benar menggugah kalbu dan pikiran siswa,
D. Efektifitas Nasihat
Agar nasihat menjadi efektif, maka pemberi nasihat baik itu di lingkungan
formal, informal dan non formal harus memperhatikan syarat-syaratnya. Berikut ini
menjadi cermin perbuatannya. kalau apa yang dikatakannya dengan apa yang
dilakukan sama sekali tidak didukung dengan perbuatannya, maka nanti tidak
alim jika tidak mengamalkan ilmunya, maka nasihatnya akan meleset dari
hatinya seperti hujan yang meleset dari tempat yang licin”. Ia juga mengatakan :
12
Ibid., h. 113
108
“Nasihat tidak akan dikeluarkan oleh telinga dan yang bermanfaat adalah
nasihat yang tidak dikatakan oleh mulut tapi dijelmakan dalam perbuatan”.
2. Berikan nasihat secara khusus, jangan di depan orang ramai, supaya tidak
anak remaja yang umumnya masih sangat peka dan emosional. kecuali kalau isi
nasihat itu adalah hal-hal yang umum. Imam Ali as mengatakan, “memberi
membosankan.
pendengarnya.
sebelum hal-hal yang tidak prinsip. kalau yang dinasihati mau menerima hal-hal
yang prinsipil yang disampaikan, maka barulah melangkah ke hal-hal yang lain.
kalau tidak demikian, maka hasilnya akan negatif. seperti memberi nasihat
seorang wanita yang imannya masih lemah dan tidak memakai jilbab, maka
6. Berikan nasihat dengan penuh perhatian dan rasa cinta, jangan menggurui atau
memarahinya13
13
Ibrahim Amini, Op. Cit., h. 327-328
109
Sunnah dalam mendidik manusia agar senantiasa taat dan patuh pada perintah Allah
pendidikan keimanan dalam al-Qur’an atau disebut sebagai Metode Quraniyah yang
Proses internalisasi nilai ke dalam jiwa murid didahului oleh pengenalan nilai
secara intelektual, disusul oleh penghayatan nilai tersebut, kemudian tumbuh dalam
diri murid tanpa disadari sehingga seluruh jalan pikirannya, tingkah lakunya, serta
sikapnya terhadap segala sesuatu di luar dirinya bukan saja diwarnai tetapi juga
memerlukan waktu yang relatif lama, tetapi tentu saja hal ini dapat diatasi dengan
mencari cara yang tepat, sehingga hasil yang diharapkan dapat dengan cepat tampak
pada terdidik. Dalam jangka pendek, upaya yang dimaksud ialah pendekatan
pengajaran (metode) dalam proses belajar mengajar. Dan keampuhan metode yang
dipilih pun akan sangat tergantung pada siapa yang membawakannya dan dalam
situasi yang bagaimana. Penggunaan metode mauizhah sama halnya dengan metode
lain, ia akan menjadi alat yang tepat manakala dibawakan oleh pendidik yang tahu
bagaimana menggunakannya dan dalam situasi yang cocok, baik materi yang
dibawakan, tujuan yang dikehendaki, maupun waktu yang dipilih. Banyak nasihat
110
guru yang diabaikan muridnya disebabkan guru kurang memperhatikan situasi dan
tanpa membedakan antara agama dan bukan agama. Selain apa yang disebut dalam
surat Luqman ayat 12 – 19 yaitu keimanan, syariah dan akhlak, titik tekannya juga
musyawarah, tasamuh, huriyah, istiqamah, jihad dan sebagainya. Dengan kata lain,
aturan yang berlaku (Islam), yang kesemua nilai-nilai tersebut bertitik tolak dari tiga
pokok ajaran Islam, yaitu aspek akidah, syariah dan akhlak sebagaimana dijelaskan
1. Pemberi nasihat harus mencerminkan isi nasihat itu sendiri dalam artian ia telah
pemberi nasihat harus mengarahkan nasihat itu secara bijaksana. Seperti halnya
nasihat Luqman yang tidak menggurui dan tidak mengandung tuduhan. Karena
orang tua menginginkan bagi anaknya melainkan kebaikan, maka karena itu
pula orang tuanya hanya menjadi penasihat bagi anaknya, yakni nasihat yang
2. Dalam memberikan nasihat harus disertai sikap penuh perhatian dan cinta kasih
14
Syahidin, Op. Cit., h. 114
111
kasih sayang. Itu semua untuk menimbulkan rasa pengakuan pada diri si anak
bahwa dirinya diakui dan dihargai keberadaannya. Panggilan ini nantinya tentu
3. Pemberian nasihat juga harus kontinu (terus-menerus) dari waktu ke waktu dan
tidak berhenti pada satu saat saja, agar apa yang dinasihati benar-benar
terinternal (berbekas) pada diri orang yang dinasihati. Seperti halnya ketika
menggunakan kata ya’izhuhu, bentuk kata kerja masa kini dan datang yang
artian harus secara bertahap. Oleh karena itu, hal-hal yang prinsipil dahulu yang
sebelum pendidikan ibadah dan akhlak, karena pendidikan aqidah adalah hal
5. Pemberian materi nasihat pun harus diadakan penyelingan antara materi yang
satu dengan materi yang lain. Karena itu jangan memberikan nasihat tentang
hal-hal yang itu-itu saja tanpa diselingi dengan yang lain. Hal ini akan
akhlak dan materi ibadah. Hal ini agar si obyek nasihat tidak jenuh.
112
menggurui, karena itu akan berakibat pada tidak diterimanya suatu nasihat.
Berikanlah nasihat disertai dengan argumentasi atau alasan mengapa nasihat itu
kezaliman yang besar, atau larangannya agar jangan bersikap sombong adalah
mendirikan shalat karena di dalam shalat itu sendiri banyak manfaatnya dan
karena hal itu adalah termasuk yang diwajibkan oleh Allah. Kesemuanya itu
Sasaran metode mauizhah ini adalah timbulnya kesadaran pada orang yang
dinasihati agar mau insaf melaksanakan ketentuan hukum atau ajaran yang
dibebankan kepadanya. Ini bisa dilihat pada apa yang dilakukan Luqmanul hakim
dengan 19 yang isinya antara lain agar jangan menyekutukan Tuhan, berbuat baik
kepada ibu bapak, bersyukur kepada Allah, menunaikan shalat, menyuruh berbuat
baik dan menjauhi perbuatan mungkar dan tidak sombong (takabbur). Begitu pula
yang terdapat dalam surat al-Isra’ ayat 22 sampai dengan 38 yang isinya antara lain
agar jangan menyekutukan Tuhan (syirik), agar berbuat baik kepada ibu bapak
dengan mendoakan dan lainnya, membantu sanak saudara, orang-orang miskin, ibnu
sabil, tidak boros, tidak kikir, tidak membunuh tanpa sebab yang dibolehkan agama,
tidak memakan harta anak yatim, menepati janji, menyempurnakan timbangan dan
menyekutukan Tuhan, perintah berbuat baik kepada kedua orang tua dan tidak
sombong. Pengulangan ini terjadi bisa dipahami, bahwa masalah yang dinasihatkan
itu begitu penting sesuai dengan konteks soalnya. Lagipula ketiga unsur obyek yang
dinasihatkan itu nampak berlaku secara umum pada manusia. Sedangkan obyek
menggunakan mauizhah (nasihat) sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu
ajaran. Al-Qur’an berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, obyek nasihat, situasi
15
H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op. Cit., h. 99
114
nasihat dan latar belakang nasihat. Karena sebagai suatu metode pengajaran nasihat
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
penulisan skripsi ini perlu kiranya penulis menarik beberapa kesimpulan yang
diperlukan.
sebagai berikut :
1. Aspek pendidikan agama dalam surat Luqman ayat 12 – 19 secara sistematis terdiri
a. Dasar, pendidikan agama itu mempunyai dasar yang jelas yaitu wahyu, berupa
muslim utama atau diistilahkan dengan insan kamil, yang dapat menjalankan
perannya dengan baik sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial
yang berinteraksi dengan manusia lainnya juga dengan alam sekitarnya yang
d. Hasil yang diharapkan dari pendidikan agama yaitu, kebahagiaan dunia dan
akhirat.
115
116
pendidikan agama yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 – 19 adalah sebagai
berikut :
kepada Luqman berupa hikmah. Hal ini mempunyai kesamaan sumber dengan
kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Karena jika Allah telah menganugerahkan
utama, yang salah satu bentuknya adalah manusia yang bertauhid kepada Allah
(tauhid), pendidikan ibadah (shalat) dan pendidikan akhlak yang terdiri dari;
berbuat baik terhadap orang tua, bekerja dengan ikhlas dan berlaku tidak
maupun berbicara. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam surat Luqman
dunia dan akhirat. Jika surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19 ini telah
dilaksanakan oleh setiap pendidik, baik itu orang tua sebagai pendidik di
117
lingkungan informal atau oleh guru sebagai pendidik di lingkungan formal dan
3. Metode mauizhah jika dikaitkan dengan surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat
pemberi nasihat, obyek nasihat, materi nasihat, situasi nasihat dan latar belakang
Dan keampuhan metode mauizhah ini pun sangat tergantung pada siapa yang
mauizhah sama halnya dengan metode lain, ia akan menjadi alat yang tepat
dalam situasi yang cocok, baik materi yang dibawakan, tujuan yang dikehendaki,
B. SARAN
pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh lingkungan yang terdiri dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, maka pendidikan pun merupakan tugas
bersama antara Pemerintah, sekolah dan orang tua yang disebut dengan Tri Pusat
Pendidikan yakni Tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban
suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Oleh karena itu untuk
118
mencapai tujuan pendidikan agama yang diharapkan, maka dalam hal ini penulis ingin
Islami yang tentunya bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sehingga dalam
nilai tersebut. Selain itu sebagai guru agama tentunya mempunyai tanggung jawab
yang lebih berat dibandingkan dengan pendidik pada umumnya, karena selain
Islam, ia juga bertanggung jawab terhadap Allah SWT. Dan satu lagi hal yang
terpenting adalah guru agama harus memberikan dan menjadi teladan yang baik
dalam segala tingkah laku dan di setiap keadaan, karena keadaan guru itu akan
agama anaknya semata-mata kepada sekolah atau lembaga formal lainnya untuk
mendidik agama mereka. Karena keluarga merupakan tempat pertama dan utama
waktu yang lebih lama dihabiskan anak adalah waktunya bersama keluarga
dibandingkan waktu yang dihabiskan di sekolah. Karena itu orang tua juga harus
menjadi teladan yang baik yang tidak hanya memerintahkan anaknya untuk belajar
atau mengamalkan ajaran agama tetapi ia juga harus mencerminkan apa yang
119
orang tuanya adalah orang yang tidak aktif menjalankan ajaran agama atau bahkan
bersikap acuh tak acuh, maka keadaan seperti ini akan berpengaruh negatif
3. Kepada para tokoh masyarakat, baik secara pribadi atau kelompok, seperti Kyai,
Ustadz, Ikatan Remaja Masjid, Karang Taruna dan yang lainnya diharapkan juga
upaya yang dilakukan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab yang
diembannya. Sehingga tujuan pendidikan agama yang kita harapkan bersama dapat
terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Hery Noer, Drs., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Logos, 1999, Cet. 2
Amini, Ibrahim, Agar tak Salah Mendidik Anak, Penerjemah; Ahmad Subandi dan
Arief, Armai, Prof., Dr., MA, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta : CRSD Press,
2005, Cet. 1
Arifin M.Ed., H.M., Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
1981, Cet. 1
Ar-Rifai, Nasib, M., Kemudahan dari Allah ; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta :
Ash-Shabuny, Ali, M., Cahaya al-Qur’an, Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2002, Cet.1
Chalil, Munawar, KH., Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, Jakarta : Bulan
Darajat, Zakiah, Prof., Dr., et. al. , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1991
120
121
Djamaluddin, H., Drs, Aly, Abdullah, Drs., Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung :
Hamidy, Zainuddin, Dkk., Tarjamah Shahih Bukhari, Jilid II, Jakarta, Wijaya, 1992,
Cet. XIII
Hamka, Prof., Dr., Tafsir al-Azhar, Juz XXI, Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1988, Cet. 1
Hude, Darwis, H.M, M.Si., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Firdaus,
2002,Cet. 1
Ibrahim, Mahyudin, Nasehat 125 Ulama Besar, Jakarta: Darul Ulum, 1993, Cet. IV
al-Fikr, 1987
Mahalli. Mudjab, A., Asbabun Nuzul; Studi Pendalaman al-Qur’an, Jakarta : Raja
Maraghi, Ahmad Musthafa, Al, Tafsir al-Maraghi, Juz. XIX, Semarang : Toha Putra,
1993, Cet. 2
Mu'in, Abd., Thahir, Taib, Ilmu Kalam, Jakarta : Wijaya, 1997, Cet. 12
Mutamam, Hadi, Drs., H., Hikmah dalam Al-Qur’an, Yogyakarta : 2001, Cet. 1
Nata, Abuddin, Drs., M.Ag., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1997, Cet. 1
122
Nizar, Samsul, DR., M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan
Qaraati, Mohsen, Seri Tafsir Untuk Anak Muda; Surah Luqman, Jakarta : al-Huda, Cet
Quthb, Sayyid, Tafsir fi Zhilalil Qur’an di bawah Naungan Al-Qur’an, jil 9, Jakarta :
Shihab, Quraish, M., Tafsir al-Misbah ; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Sudirman, et al., Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991, Cet. 5
Syahidin, Drs., M.P.d., Metode Pendidikan Qur’ani ; Teori dan Aplikasi, Jakarta :
Tadjab, H., Dasar-dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam),
Pustaka, 1994)
Zuhairini, …et . al., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995, Cet. 2