You are on page 1of 20

DESENTRALISASI

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah


daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan
adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
paradigma pemerintahan di Indonesia.

A. Sentralisasi

Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau
yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak
digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.

Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di
daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu
yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di
mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat
perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir
seluruhnya oleh pemerintah pusat.

B. Desentralisasi

Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan


kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta
menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan
efektifitas dan produktifitas suatu organisasi.

Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi,
melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang
tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat
pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan
kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan
dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi
khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya
mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk
keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh
pemerintah di tingkat pusat.

A. Istilah dan Pengertian Sentralisasi


Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang
menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan
pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan
pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman
kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan
kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.

Dewasa ini, urusan- urusan yang bersifat sentral adalah :


1. Luar Negri
2. Peradilan
3. Hankam
4. Moneter dalam arti mencetak uang, menentukan nilai uang, dan sebagainya.
5. Pemerintahan Umum

B. Istilah dan Pengertian Desentralisasi


Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara
sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya
dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia
Desentralisasidi bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari
Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk
meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang
mendiami wilayah tersebut.
Dengan demikian, prakarsa, wewenang,dan tanggung jawab mengenai urusan
yang diserahkan pusat menjadi tanggung jawab daerah , baik mengenai politik
pelaksanaannya, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segi
pembiayaannya. Perangkat pelaksananya adalah perangkat daerah itu sendiri.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat
ke pemerintah daerah.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan
pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada
Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien.
Tujuan dari desentralisasi adalah :
1. mencegah pemusatan keuangan;
2. sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan
rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat
local sehingga dapat lebih realistis.

Desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan utama, yaitu:


• Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada
perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan
kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat
keputusan.
• Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan
manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang
secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.
• Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit
pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-
fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi
adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di
mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam
hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
• Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau
privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan
tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.

C. Dampak Positif dan Negatif Sentralisasi


• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah
perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja
yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah
seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur
kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan
keuangan pada Pemerintah Pusat.
• Segi Sosial Budaya
Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan
kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap
daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih
menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia.
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah pemerintah pusat
begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi
daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika
sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang
mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya
mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.

• Segi Keamanan dan Politik


Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini adalah keamanan
lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik
antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia.
Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti
menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi
militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem
sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada
permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena
seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena
pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri daerah
karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat. Selain
itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan
memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan tersebut
terhambat.

D. Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi


• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi
ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam
yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah
dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat
akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada majalah Tempo Januari 2003
“Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas
Lokal”.
Tetapi, penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi
pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN. Seperti
yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004
(www.tempointeraktif.com) “Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah”.
“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi
pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat
Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam
APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua
kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi
yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai
wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD”.
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah :
1. Korupsi Pengadaan Barang dengan modus :
a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah) dengan modus :
a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan
pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo) dengan modus :
a. Pemotongan dana bantuan sosial.
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari
pemerintah ke pihak luar.
6. Penyelewengan dana proyek dengan modus :
a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
b. Memotong dana proyek tanpa sepengtahuan orang lain.
7. Proyek fiktif fisik
Modus : Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu
nihil.
8. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran
dengan modus :
a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
b. Penetapan target penerimaan.
Sumber : The Habibie Center

• Segi Sosial Budaya


Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada
suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan
daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki
oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di
perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi
daerah tersebut.
Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah
masing- masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya
masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung ikut melunturkan kesatuan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.

• Segi Keamanan dan Politik


Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk
mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya
kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri
dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa
saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi
menyulut konflik antar daerah. Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli
2003 ”Mengatur Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan”
”……………..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke kabupaten-
kabupaten dan kota-kota – tingkat kedua pemerintahan daerah sesudah provinsi –
diikuti dengan pemindahan fiskal cukup banyak dari pusat. Peraturan yang
mendasari desentralisasi juga memperbolehkan penciptaan kawasan baru dengan
cara pemekaran atau penggabungan unit-unit administratif yang eksis.
Prakteknya, proses yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak
bergabung tetapi merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan
beberapa provinsi baru serta hampir 100 kabupaten baru.
Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan
meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi
konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi
lokal yang memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal. Namun begitu,
proses desentralisasi juga telah meningkatkan prospek pencegahan dan
manajemen konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang
lebih dipercaya……..”
Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah
sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan
di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini
menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang
berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan
golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau
oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di
tingkat pusat.

E. Hakekat Sentralisasi dan Desentralisasi


Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan
atas PP No 6/2005 tentang pemilihan dan pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah membawa Indonesia pada titik di mana masalah peran pusat
dan daerah masuk kembali pada wacana publik

Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah


persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini
sebelum
tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang
ada
pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan "baik" dari
perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.

Seperti telah diketahui, pemahaman dan tujuan "baik" semacam itu sudah
dipandang ketinggalan zaman. Saat ini desentralisasi dikaitkan pertanyaan
apakah prosesnya cukup akuntabel untuk menjamin kesejahteraan masyarakat
lokal.
Semata birokrasi untuk pelayanan tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan
masyarakat, bahkan sering merupakan medium untuk melencengkan sumber daya
publik. Kontrol internal lembaga negara sering tak mampu mencegah berbagai
macam pelanggaran yang dilakukan pejabat negara.

Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan
yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan
oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa
banyak
akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah "melepaskan
diri sebesarnya dari pusat" bukan "membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah".

Karena takut dianggap tidak politically correct, banyak orang enggan membahas
peran pusat dan daerah secara kritis. Kini sudah saatnya proses pembahasan
dibuka kembali dengan mempertimbangkan fakta-fakta secara lebih jujur

Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses


satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua "sasi" itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

Kedua, batas antara pusat dan daerah tidak selalu jelas. Kepentingan di daerah
bisa terbelah antara para elite penyelenggara negara dan masyarakat lokal.
Adalah mungkin pemerintah pusat memainkan peran menguatkan masyarakat
lokal
dalam menghadapi kesewenangan kekuasaan. Ketiga, dalam suatu masyarakat
yang
berubah, tanggung jawab pusat maupun daerah akan terus berubah pula.

Dalam penyelenggaraan negara selalu ada aspek dan definisi baru tentang peran
pusat dan daerah. Misalnya, globalisasi akan meningkatkan kembali campur
tangan
pusat di daerah di sisi-sisi tertentu. Karena itu, desentralisasi dan
sentralisasi dapat terjadi bersamaan pada aspek-aspek berbeda.

Pusat mempunyai kecenderungan untuk mendorong sentralisasi karena berbagai


alasan. Untuk alasan "negatif" dapat disebut alasan seperti kontrol sumber daya
dan menjadikan daerah sebagai sapi perah. Namun, ada alasan-alasan yang dapat
bersifat "positif", seperti kestabilan politik dan ekonomi, menjaga batas
kesenjangan agar tidak terlalu buruk, dan mendorong program secara cepat.

Harus diingat, dalam banyak negara, termasuk Indonesia, pusat mempunyai


sumber daya manajerial, kecakapan lebih banyak dalam berinteraksi secara
global, dan

ada pada domain di mana pengaruh etik pembangunan yang diterima secara
internasional. Pemerintah pusat juga berada pada hot spot proses politik.
Adalah lebih mungkin terjadi situasi di mana pemerintah di bawah tekanan jika
kekuatan masyarakat sipil bersatu.

Bagaimana hal-hal itu dapat menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif
tergantung pada situasinya. Pertama yang penting adalah legitimasi politik
pemerintah pusat. Secara sederhana, harus dibedakan antara legitimasi terhadap
para pemimpin di tingkat nasional dan legitimasi terhadap birokrasi. Pemerintah
pusat sering harus mengandalkan birokrasi untuk programnya terhadap daerah.
Kepopuleran individu selalu tidak bertahan lama dan dapat segera dirusak oleh
ketidakmampuan memperbaiki mutu birokrasi.

Di Indonesia, birokrasi yang sebenarnya memiliki kompetensi dan orientasi


lumayan pada awal reformasi kini mulai dibelokkan kekuatan politik partai dan
kelompok. Penyelenggara negara di tingkat pusat terdiri dari beberapa partai
politik. Kombinasi antara partai politik yang hampir seluruhnya punya masalah
akuntabilitas dan sistem politik representasi (oleh partai politik yang dapat
dikatakan sama di DPRD) yang tidak akuntabel di tingkat lokal membuat
masyarakat lokal tidak mudah memercayai "pusat". Jika ingin memperbaikinya,
pemerintah pusat harus mampu membuat standar akuntabilitas sendiri agar
mendapat dukungan masyarakat lokal.

Indonesia kini mulai mengalami apatisme terhadap desentralisasi. Situasi ini


bisa dimanfaatkan pemerintah pusat untuk melakukan perubahan di tingkat
daerah.
Kasus Argentina dan Brasil yang bersifat federalis menunjukkan jatuhnya
legitimasi para elite politik lokal memberikan kesempatan kepada elite nasional
untuk melakukan resentralisasi di bidang ekonomi untuk bidang- bidang tertentu.
Kedua pemerintahan banyak menggunakan struktur internal (birokrasi) untuk
mengubah arah, tanpa terlalu banyak berurusan dengan struktur politik yang ada.

Kembali kepada persoalan awal, masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan


lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara negara saja. Pada akhirnya
kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat ini di banyak
wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga
kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian
tujuan kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak
daerah dan langsung harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal
dengan kepentingan sempit.

Pemerintah pusat seharusnya memperkuat elemen masyarakat untuk berhadapan


dengan kekuatan tadi. Sebagai contoh, KPU daerah diberi wewenang untuk
merekomendasikan penghentian pilkada, bukan melalui gubernur dan DPRD.
Namun,
sebagai institusi KPU daerah harus diperkuat secara institusional dan
organisatoris. Meskipun pemerintah pusat mungkin tidak diharapkan untuk ikut
mendorong perubahan sistem politik yang ada sekarang, perbaikan penegakan
hukum
di daerah-daerah sangat membantu kekuatan masyarakat pro perubahan.

Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan
daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai
alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu
pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel.
Pemerintah
daerah sering pada situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan
lokal.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah representasi persoalan daerah di


tingkat pusat. Sekarang ini sistem perwakilan daerah yang ada baik di DPR
maupun asosiasi bersifat elitis. Tetap yang berlaku antara hubungan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Persoalan daerah harus ditangani oleh sesuatu
badan yang lebih independen dari kepentingan yang ada di pusat dan daerah.
Badan ini seharusnya mampu membahas apa peran pemerintah pusat dan
pemerintah
daerah yang paling diperlukan untuk kesejahteraan daerah. Perlu dipikirkan
suatu badan yang otoritatif untuk membuat advokasi, rekomendasi kebijakan, dan
pemonitoran yang mewakili orang-orang kompeten baik unsur pemerintah pusat,
pemerintah daerah, maupun masyarakat.
KESIMPULAN

Berdasaran uraian di atas, pengertian sentralisasi adalah memusatkan seluruh


wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat
pusat dan pengertian desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan
segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami
wilayah tersebut.
Dampak-dampak yang di timbulkan oleh sentralisasi dan desentralisasi terbagi
dua yaitu dampak positif dan dampak negatif . Dampak-dampak tersebut dapat di
rasakan oleh masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan keamanan
dan politik yang kesemuanya itu berpengaruh dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Perencanaan Dalam Era Desentralisasi


By kristonimala
Perencanaan Dalam Era Desentralisasi
Pendahuluan

Dalam hal membicarakan sosok kegiatan “perencanaan” kedepan, tampaknya hal tersebut
tidak dapat dilepaskan dari konteks perkembangan politik kepemerintahan, sosial-
ekonomi, dan teknologi, serta paradigma perencanaan sendiri.

Definisi perencanaan dapat dikenali melalui 3 konsep formal, yaitu upaya mengkaitkan
keilmuan dan pengetahuan teknikal bagi :

(i) tindakan di dalam domain publik (action in the public domain), yang diangkat dari
filosofi politik, berupa suatu tindakan baik pengubahan kondisi perilaku rutin dan inisiasi
dari sesuatu matarantai konsekwensi agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan,
(ii) proses pengarahan masyarakat (societal guidance), yang merupakan keterlibatan
peran pemerintah baik dalam bentuk alokasi dan inovasi,
(iii) proses transformasi sosial (social transformation), yang merupakan suatu proses
politik atau gerakan sosial-politik masyarakat karena kekosongan peran pemerintah dan
pasar (Friedmann, 1987) .

Beberapa bentuk perencanaan yang dikenali sampai dengan saat ini antara lain:
perencanaan proyek, perencanaan sektoral, perencanaan program pembangunan,
perencanaan makro ekonomi, dan perencanaan wilayah dan kota. Kegiatan perencanaan
sebagai besar merupakan proses tindakan mengubah kondisi dan pengarahan masyarakat
yang biasanya dilakukan oleh organisasi pemerintah. Namun pada akhir-akhir ini gerakan
sosial-politik masyarakat sangat dominan, sehingga tindakan perencanaan untuk
mengarahkan masyarakat tanpa proses pelibatan dan partisipasi masyarakat akan
menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya legitimasi hasil suatu proses kegiatan
perencanaan.

Pertanyaan pokok yang diajukan dalam hal ini adalah (i) apa permasalahan pokok yang
dihadapi oleh masyarakat pada saat ini? (ii) nilai-nilai seperti apa yang diadopsi dalam
proses kegiatan perencanaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah? bagaimana proses
kegiatan perencanaan itu sendiri dapat dilakukan oleh lembaga perencanaan atau profesi
perencana secara efektif sebagai alat pengambilan keputusan dan tindakan untuk
memecahkan permasalahan masyarakat?

Dengan melihat perkembangan situasi pada akhir-akhir ini, tulisan ini merupakan
sumbangan pemikiran untuk dapat membantu memecahkan permasalahan
kemasyarakatan melalui peningkatan kinerja perencanaan dengan pendekatan baru serta
memperkuat proses perencanaan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif di berbagai
tingkatan pemerintahan.

Permasalahan Kemasyarakatan dan Tindakan Perencanaan

Permasalahan kemasyarakatan yang tampak menonjol pada akhir-akhir ini adalah:


(1) disintegrasi bangsa, yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi antar daerah, politik
sentralisasi kekuasan pada masa lampau, adanya konflik hubungan pusat dan daerah
terutama dikaitkan dengan hak daerah terhadap bagi hasil eksplorasi sumberdaya alam
yang dikelola negara,
(2) pertumbuhan ekonomi, yang berpengaruh terhadap struktur perekonomian di berbagai
daerah dan peluang kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta
pertambahan jumlah penduduk miskin,
(3) penurunan kualitas kehidupan masyarakat, yang diakibatkan oleh krisis ekonomi dan
kemiskinan, konflik sosial, gangguan keamanan dan ketentraman masyarakat, lemahnya
perlindungan terhadap hak masyarakat dan kepemilikan individu, keadilan sosial, dll-nya,
(4) penurunan kinerja pelayanan publik, yang berdampak pada ketidakpuasan masyarakat
khususnya dalam hal pengelolaan ekonomi daerah, penyediaan prasarana dan sarana
dasar, pengendalian permukiman, pengelolaan tata ruang dan pertanahan, pemanfaatan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dll-nya,
(5) hubungan kerja antara pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat yang belum tertata
dalam suatu aturan main atau mekanisme yang interaktif, setara, dan kooperatif dalam
kegiatan ekonomi, kemasyarakatan, dan pelayanan publik.
(6) kegagalan pemerintah untuk mengembangkan sistem kepemerintahan dalam bidang
politik dan ekonomi, yang berpengaruh terhadap kualitas proses pengambilan keputusan
kebijakan dan praktek manajemen dalam pembangunan ekonomi dan pelayanan publik.
(7) keragaman kapasitas daerah, sebagai akibat dari kebijakan desentralisasi kewenangan
pelayanan dan fiskal ke pemerintah daerah, terdapat perbedaan kemampuan masing-
masing pemerintah daerah dalam mengatur keseimbangan penerimaan (receiving),
pengeluaran (spending), dan penyediaan pelayanan (provision). Hal ini terkait dengan
kapasitas ekonomi lokal, kemampuan sumberdaya manusia, tingkat kesejahteraan rakyat,
dan kualitas pelayanan publik yang ada.

Dalam kegiatan atau tindakan perencanaan, permasalahan yang muncul secara umum
adalah:

(1) adanya keraguan dari banyak kalangan terhadap keberadaan dan manfaat tindakan
perencanaan untuk dapat menyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
(2) kurangnya keterkaitan antara berbagai proses perencanaan didalam kegiatan sektor
publik dan kegiatan sosial-ekonomi yang berlangsung di masyarakat,
(3) kurangnya konsistensi antara kebijakan, perencanaan, dan pembiayaan, maupun
perencanaan tata ruang dan pertanahan, serta antara perencanaan sektoral dengan
perencanaan wilayah dan kota,
(4) kurang tanggapnya proses kegiatan perencanaan dengan kebutuhan “klien” yang ada,
atau terlepasnya kegiatan perencanaan dengan proses politik, serta kurang terbukanya
proses dan produk kegiatan perencanaan kepada publik,
(5) kurang efektifnya proses interaksi antara organisasi pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat dalam proses kegiatan perencanaan.
(6) lemahnya produk perencanaan untuk dapat memberikan informasi tentang kebijakan,
inovasi, dan input teknikal dalam perancangan kegiatan pembangunan atau investasi yang
berdampak pada perubahan ruang,
(7) kurangnya kapasitas organisasi perencanaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
baik dalam proses perencanaan, pengelolaan informasi bagi keperluan analisis
permasalahan dan kebijakan, serta proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku yang
berkepentingan,
(8) terbatasnya wawasan dan kemampuan para perencana untuk memahami paradigma,
metoda, dan proses perencanaan yang baik, dan cara kerja interaktif dengan disiplin lain,
pelaku berkepentingan, dan terutama dengan masyarakat.

Peran Perencanaan

Kegiatan perencanaan di negara maju telah berkembang sedemikian rupa sebagai bagian
dari proses untuk merespon permasalahan sosial-ekonomi dan politik, bahkan sudah
merupakan budaya masyarakat dan terkait erat dengan sistem manajemen publik.
Semakin maju budaya politik dan sistem manajemen publik, semakin besar kontribusi
perencanaan dalam memberikan informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input teknikal
untuk mendukung proses pengambilan keputusan bagi pihak pelaku berkepentingan baik
sektor publik dan sektor privat, maupun individual. Kegiatan perencanaan yang paling
nyata adalah sebagai bentuk tindakan alokasi dan inovasi dalam arena publik termasuk
sebagai alat pengarahan masyarakat (societal guidance). akan tetapi jika peran
pemerintah gagal atau tidak kurang efektif maka proses perubahan sosial akan menguat
melalui kekuatan sosial-politik masyarakat. Dalam keadaan normal, tindakan
perencanaan tetap memegang prinsip untuk tidak mengurangi ruang gerak masyarakat
dan mekanisme pasar.

Pada negara yang demokratik, proses perencanaannya melibatkan masyarakat untuk


mendapat kesepakatan dari masyarakat melalui proses “dengar pendapat publik (public
hearing)”, sedangkan di Indonesia proses kegiatan perencanaan masih bersifat tertutup,
eksklusif dan elitis, dan kadangkala dibuat tanpa memperhatikan realitas sosial dan
partisipasi masyarakat. Sebagai akibatnya, produk perencanaan yang sukar diaplikasikan,
tidak legitimat, dan tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Pada
negara-negara yang menerapkan ekonomi pasar, fungsi pemerintah adalah mengurangi
distorsi akibat kegagalan dan memberikan solusi akibat-akibat ekternalitisnya,
penyediaan pelayanan publik, menjaga dan memanfaatkan sumberdaya alam dan
lingkungan untuk kepentingan publik, serta melindungi kelompok yang lemah posisinya
(Owen E. Hughes, 1994). Untuk itu instrumen dalam melaksanakan fungsi pemerintah
adalah dalam hal penyediaan barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat melalui
anggaran pemerintah, pemberian subsidi bagi masyarakat dan usaha swasta untuk
menyediakan barang dan jasa yang seharusnya disediakan pemerintah, penanganan
produksi barang dan jasa kebutuhan pasar yang belum layak dilakukan oleh masyarakat,
dan pembuatan cara pengaturan untuk membatasi kegiatan yang tidak layak dilakukan
pelaku ekonomi yang menyebabkan distorsi pasar dan mengganggu kepentingan publik
(externalities).

Kegiatan perencanaan dapat pula dikatagorikan sebagai barang dan jasa publik, yang
sebenarnya merupakan “jasa informasi kebijaksanaan, inovasi, dan input solusi teknikal”
bagi proses pengambilan keputusan oleh sektor publik dan sektor privat dalam hal:
(1) alokasi kegiatan atau investasi oleh pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa
publik untuk memenuhi kebutuhan kolektif,
(2) alokasi kegiatan atau investasi oleh masyarakat dan usaha swasta dalam penyediaan
barang dan jasa privat untuk memenuhi kebutuhan pasar,
(3) tindakan pengaturan (insentif dan disinsentif) untuk mengarahkan pemanfaatan ruang
secara efektif dan efisien, dan membatasi distorsi dan mengurangi dampak ekternalities
yang diakibatkan oleh pemanfaatan ruang,
(4) menyediakan perlindungan atau pemberdayaan bagi kelompok masyarakat yang
lemah untuk memperoleh akses ruang bagi kebutuhan hidupnya.

Sebagai perencana, ketika dihadapkan pada pemecahan persoalan yang dihadapi


masyarakat dan dalam memberikan input tindakan perencanaan, maka paling tidak ia
harus mempunyai keahlian dalam:

(i) mendefinisikan persoalan dan mengkaitkan dengan tindakan atau intervensi kebijakan,
(ii) memodelkan dan menganalisis situasi bagi perumusan tindakan intervensi dengan
memperincikan kedalam instrumen kebijakan dan mobilisasi sumberdaya,
(iii) mendesain satu atau beberapa solusi dalam bentuk paket kebijakan, rencana
tindakan, dan kelembagaan, yang memuat dimensi (a) penetapan tujuan dan sasaran
kedepan, (b) pengorganisasian rencana tindakan, rancangan fisik atau ruang, (c)
kebutuhan masukan sumberdaya, (d) prosedur pelaksanaan, dan (e) pemantauan dan
evaluasi umpan balik,
(iv) melakukan proses evaluasi terhadap usulan alternatif solusi dari segi kelayakan
teknis, efektifitas biaya, analisis dampak, kelayakan politik, dll-nya.

Nilai-Nilai dalam Perencanaan

Pada dasarnya nilai-nilai baku dalam kegiatan perencanaan adalah rasionalitas pasar dan
rasionalitas sosial-politik, yang mempengaruhi proses dan tindakan perencanaan.
Turunan dari keduanya adalah nilai-nilai seperti transparan, akuntabel, keadilan, dan
partisipatif atau demokratis.

Perencanaan yang “transparan”, cirinya adalah adanya proses perencanaan yang mudah
dimengerti, dimana informasi tentang produk dan informasi kebijakan dan input teknikal
tersedia dan aksesnya terbuka, dan pelaku berkepentingan dapat mengetahui apa peran
yang dimainkan dalam pengambilan keputusan atau terlibat dalam tindakan perencanaan.
Perencanaan yang “akuntabel” mempunyai ciri antara lain dapat dipertanggungjawabkan
dan sah diterima masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, efisien dalam
menggunakan sumberdaya, efektif dalam pemecahan solusi masalah, memberi
keleluasaan dan kemudahan, dan melihat kepentingan masyarakat banyak. Perencanaan
yang “berkeadilan” mempunyai ciri antara lain dapat melihat keseimbangan antara hak-
hak individu dan dan kepentingan masyarakat banyak, atau memberikan pemihakan
kepada masayarakat yang lemah akses dan kemampuannya untuk mendapatkan
sumberdaya yang diperlukan. Perencanaan yang “partisipatif atau demokratis” dapat
dicirikan sebagai perencanaan yang mengadopsi prinsip interaktif, kesetaraan, dan
kooperatif dalam proses pengambilan keputusan secara bersama dengan
mempertimbangkan aspirasi semua pelaku yang berkepentingan dan bagi kepentingan
masyarakat banyak.

Substansi Perencanaan

Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah untuk menyediakan informasi tindakan


kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumberdaya publik,
pengarahan masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Substansi
perencanaan yang bersifat strategik dan perencanaan teknikal atau operasional pada
hakekatnya terkait dengan sistem perencanaan makro (umum) dan mikro (spesifik),
maupun terkait pada siklus manajemen publik dan siklus manajemen kegiatan/proyek.
Substansi perencanaan pada dasarnya memuat produk gabungan antara rekayasa sosial-
ekonomi dan lingkungan fisik, dan juga memuat produk pengaturan yang dihasilkan dari
kesepakatan politik, kelayakan ekonomi, dan solusi teknikal untuk memberikan
pengarahan bagi masyarakat.

Dampak penting yang dihasilkan dari tindakan perencanaan: (1) meningkatnya


kemampuan masyarakat sebagai individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku bagi
proses perubahan sosial-ekonomi, (2) terciptanya tatanan sosial-politik yang lebih
akomodatif terhadap proses perkembangan masyarakat dan pasar, (3) terbangunnya
kapasitas kelembagaan pembangunan, (4) tersedianya informasi kebijakan, inovasi, dan
teknikal yang dapat digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan bagi para pelaku
yang berkepentingan (stakeholders).

Peran Perencanaan Dalam Era Desentralisasi

Pertanyaan pokok adalah apa yang dimaksud desentralisasi itu dan elemen apa yang ada
didalamnya? apa permasalahan yang muncul sebgai akibat kebijakan desentralisasi dan
otonomi pada proses kegiatan perencanaan di daerah? bagaimana proses perencanaan
tersebut dapat dilakukan secara efektif dalam mendukung tujuan desentralisasi? apa
relevansi dari perencanaan terhadap tujuan desentralisasi?

Desentralisasi adalah mengalihkan administrasi yang terkonsentrasi pada satu pusat


kekuasaan dan menurunkan kekuasaan tersebut ke pada pemerintah daerah.
Desentralisasi mempunyai sisi positif, yaitu secara ekonomi dapat memperbaiki efisiensi
dalam penyediaan permintaan pelayanan barang dan jasa publik, mengurangi biaya dan
efektif dalam penggunaan sumberdaya manusia; secara politik dapat meningkatkan
akuntabilitas, ketrampilan politik, dan integrasi nasional, mendekatkan kepada
masyarakat, menciptakan pelayanan yang lebih dekat dengan “klien”, merupakan arena
untuk dapat melatih proses partisipasi masyarakat, dan mengembangkan kepemimpinan
elit politik. Di negara maju reaksi terhadap kebijakan desentralisasi terutama diakibatkan
oleh munculnya persoalan in-efisiensi dan dis-ekonomi akibat fragmentasi politik yang
berpengaruh terhadap: (i) makin tidak terkendalinya pengelolaan daerah perkotaan, (ii)
kegagalan dalam manajemen pelayanan pendidikan dan kesehatan, (iii) disparitas
pelayanan umum antara pusat kota dan pinggiran, (iv) meningkatnya anti-profesionalisme
pada organisasi pemerintah daerah, (v) penurunan kualitas administrasi pemerintah
daerah, dll-nya. Disamping itu kebijakan desentralisasi mengandung risiko
“separatisme”, yang jika tidak disadari akan menggangu kesatuan teritorial negara,
memperkuat gejala penyempitan wawasan kebangsaan, dan memperkuat penyalahgunaan
kekuasaan di tingkat bawah.

Di negara kita, persoalan yang muncul secara tidak diduga akibat kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah adalah terkait dengan: (i) respon berlebihan terhadap batasan dan
lingkup kewenangan tugas yang diserahkan ke daerah otonom tanpa diimbangi dengan
kapasitas yang memadai, (ii) dampak negatif dari luasnya kekuasaan DPRD dalam
pengawasan, pemilihan dan pengangkatan kepala daerah, pengesahan anggaran dan
belanja daerah, (iii) tidak adanya hirarki antara pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten/kota yang menimbulkan ketidakharmonisan hubungan kerja vertikal, (iv)
ketidakjelasan pemahaman terhadap transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik sehingga timbul gerakan masa
yang bekelebihan, (v) penyempitan wawasan kebangsaan dan pembatasan proses
asimilasi budaya dan interaksi sosial sehingga timbul arogansi kedaerahan.

Dampak yang ditimbulkan terhadap kegiatan perencanaan adalah: (i) wewenang daerah
dalam kegiatan perencanaan yang penuh, sehingga proses pengambilan keputusan terjadi
ditingkat lokal, hubungan horisontal-internal menjadi kuat dibandingkan hubungan
vertikal-eksternal, (ii) peran lembaga perwakilan semakin besar dibandingkan dengan
eksekutif, rasionalistas perencanaan melemah dibandingkan rasionalitas konstituen,
metoda dan proses perencanaan berubah dari teknikal ke politikal dengan partisipasi
penuh dari berbagai pihak berkepentingan melalui forum-forum, dan (iii) sumber
pembiayaan dari pihak pemerintah propinsi dan pusat berkurang, sehingga kekuasaan
alokasi sumberdaya berada di tingkat lokal.

Sifat Partisipasif Perencanaan

Perencanaan sangat jelas bersifat partisipatif. Namun bila dilihat dari sejarahnya, dasar
partisipasi di dalam perencanaan publik telah berubah dari partisipasi yang dilakukan
oleh sebuah kelompok kecil yang terdiri dari kalangan elit informal menjadi sebuah
kelompok unsur pendukung formal dengan dasar yang luas. Tujuan dari partisipasi warga
juga telah berubah. Warga sekarang dapat memegang tiga fungsi di dalam perencanaan.
Pertama adalah sebagai pendukung bagi lembaga perencanaan beserta kegiatan-
kegiatannya. Kedua, berfungsi sebagai alat untuk memperoleh kebijaksanaan dan
pengetahuan di dalam pengembangan sebuah rencana serta mengidentifikasi misi dari
lembaga perencanaan. Fungsi ketiga, dan yang mulai berkembang adalah fungsinya
sebagai pengawas atas haknya sendiri dan hak orang lain dalam merancang dan
menyampaikan kebijakan.

Terdapat lima peran yang dapat direncanakan oleh warga di dalam perencanaan, yaitu:
tinjauan dan komentar, konsultasi, pemberi nasihat, pengambilan keputusan bersama, dan
pengambilan keputusan terkendali. Warga dapat memegang lebih dari satu peran di
dalam suatu organisasi. Timbulnya peran warga di dalam perencanaan serta
meningkatnya lembaga perencanaan yang memiliki spesialisasi telah mengubah dasar
pengambilan keputusan dari community planning, dari yang murni berorientasi pada
kepentingan umum menjadi berorientasi terhadap kepentingan pribadi atau kelompok.
Lembaga perencanaan berfungsi atas nama suatu isu yang substansif dan pendukung
yang jelas.

Penulis telah mengidentifikasi enam strategi dari partisipasi warga. Ketepatan dan
keefektifan strategi-strategi ini akan bergantung pada dua kondisi.

Pertama adalah kondisi organisasi; yaitu misi, bantuan, serta sumber daya suatu
organisasi. Tidak semua strategi tepat untuk semua organisasi. Strategi yang berorientasi
pada konflik, yang bergantung kepada protes masyarakat, seperti yang diperlihatkan oleh
lembaga anti kemiskinan lokal, merupakan hal yang tidak tepat bagi lembaga
perencanaan umum. Tampaknya suatu strategi konflik akan lebih tepat bagi organisasi
reformasi sosial yang didukung secara pribadi, atau lebih menguntungkan lagi, yang
mendukung dirinya sendiri. Sebagian besar kelompok kurang beruntung yang berusaha
memperoleh perubahan sosial harus bergantung kepada sumber daya mereka sendiri atau
kepada kelompok lain yang simpatik dengan maksud mereka. Salah satu contoh yang
baik adalah perjuangan untuk memperoleh hak asasi: contoh yang lain adalah para buruh
yang terorganisir.

Strategi yang tepat bagi lembaga perencanaan umum dan sebagian besar lembaga
perencanaan community yang luas adalah strategi perubahan perilaku serta strategi
penambahan staf. Fungsi dari strategi penambahan staf adalah untuk menyediakan
sumber daya, legitimasi dan dukungan bagi keputusan perencanaan dan organisasi
perencanaan. Namun sumber daya, legitimasi serta dukungan seperti itu tidak dapat
diperoleh tanpa adanya dukungan dan keterlibatan para partisipan di dalam kegiatan
organisasi.

Dalam hal ini, para partisipan warga dapat dianggap sebagai anggota staf dari organisasi
perencanaan tersebut. Keahlian khusus yang dimiliki oleh para partisipan dipandang
memiliki nilai dalam membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Organisasi
tersebut jelas mengakui bahwa keahlian khusus serta pengetahuan merupakan dasar
pemikiran dalam pengambilan keputusan. Wewenang terakhir dalam pengambilan
keputusan terletak pada mereka dengan jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur
organisasi – seperti dewan direktur, dewan wewenang, serta para anggota legislatif. Bila
di lain pihak, organisasi tersebut terus-menerus menolak memperhatikan usulan serta
nasihat para partisipan maka hubungan akan diakhiri. Harapan para partisipan tidak dapat
dipenuhi dan para partisipan akan menarik dukungan mereka. Strategi perubahan perilaku
tampaknya berguna dalam mengatasi apa yang biasanya disebut sebagai “politik” proses
perencanaan. Dengan karakteristik preferensi dari sasaran perencanaan yang dapat
diperdebatkan serta adanya konsep pasar bebas dari persaingan antar organisasi
community maka disarankan untuk mengangkat strategi partisipasi yang bertujuan untuk
mengakomodasi berbagai kepentingan. Strategi perubahan perilaku memiliki kelebihan
dalam memberikan preferensi nilai terhadap suatu dialog, memperbolehkan dialog
tersebut disiarkan di dalam konteks proses perencanaan tersebut. Organisasi lain yang
terlibat juga didorong untuk berpartisipasi agar menghilangkan perasaan takut mereka,
memperoleh masukan mereka, serta memperolah kerja sama mereka.

Kondisi kedua yang menentukan keefektifan dan ketepatan suatu strategi partisipasi
warga adalah peran spesifik yang diberikan kepada warga di dalam organisasi
perencanaan. Bila peran dari warga adalah untuk menyediakan fungsi sebagai pemberi
tinjauan dan komentar (lihat Bab 3) maka strategi penambahan staf atau strategi
perubahan perilaku, tentu saja sangat tidak tepat. Peran yang tepat untuk strategi
penambahan staf adalah sebagai penasihat atau pengambilan keputusan secara bersama.
Perlu ditekankan bahwa strategi partisipasi warga akan menentukan struktur peran warga
di dalam organisasi perencanaan.

Peningkatan Kinerja Perencanaan

Tindakan perencanaan berperan di dalam mensintesakan analisis permasalahan dan


kriteria permasalahan sosial-ekonomi, politik, kelembagaan, dan teknikal kedalam
formulasi tujuan kebijakan, alternatif strategi, strategi dan rencana tindakan terpilih, dan
kebijakan pelaksanaan secara rasional dan bersifat kedepan untuk mengarahkan proses
perubahan yang diinginkan masyarakat. Ditinjau dari kebutuhan dalam rangka
pengarahan pengembangan sosial-ekonomi masyarakat di daerah, terdapat tiga (3)
pendekatan untuk melakukan tindakan perencanaan, yaitu (1) strategi sisi permintaan
(demand side), (2) strategi sisi penawaran (supply side), dan (3) strategi pelayanan
kawasan (service area).

“Strategi sisi permintaan” (demand side strategy) merupakan suatu cara pengembangan
suatu daerah dengan tujuan peningkatan pemenuhan permintaan lokal terhadap barang
dan jasa dari luar akibat perkembangan sosial-ekonomi masyarakat, sedangkan “strategi
sisi penawaran” (supply side strategy) merupakan cara yang ditujukan untuk
meningkatkan pasokan keluar atau ekspor yang biasanya didasarkan pada pemanfaatan
sumberdaya lokal; dan “strategi pelayanan kawasan” merupakan suatu cara untuk
mengembangkan daerah yang potensinya rendah melalui penyediaan pelayanan dengan
subsidi pemerintah.

Melihat kedepan untuk dapat melaksanakan tindakan perencanaan dalam pengembangan


wilayah dan kota, terdapat dua issu penting yang terkait dengan kinerja perencanaan
wilayah dan kota yang terkait dengan peran pemerintah daerah, yaitu (i) peningkatan
kualitas proses perencanaan, dan (ii) pengembangan kapasitas kelembagaan perencanaan.

Dalam rangka peningkatan kualitas proses perencanaan, diperlukan adopsi pendekatan-


pendekatan baru antara lain:

(1) pengkaitan antara proses politik dan rasionalitas perencanaan kedalam proses analisis
kebijakan, analisis solusi teknikal, dan analisis organisasional pelaksanaan rencana,
(2) penerapan metoda interaksi multi organisasi atau antar pelaku berkepentingan dalam
proses pengambilan keputusan publik atau bertumpu pada kepentingan rakyat banyak,
(3) pengidentifikasian pada “klien” yang jelas dan menyentuh persoalan dasar secara
benar dan dengan solusi yang tepat .
(4) pengintegrasian potensi dan kapasitas sumberdaya yang tersedianya baik dari
pemerintah, usaha swasta, maupun masyarakat dalam proses perwujutan dan
pemanfaatan ruang,
(5) pemihakan dan pemberdayaan masyarakat yang lemah melalui metoda dialog,
partisipatif, dan pembimbingan,

Dalam rangka peningkatan kapasitas lembaga dan organisasi perencanaan di daerah, hal
penting yang perlu dilakukan adalah:
(1) pelembagaan cara pengaturan yang transparan dan akuntabel untuk dapat dapat
memberikan efektifitas pengarahan bagi masyarakat dan kemudahan dalam proses
transformasi sosial,
(2) pelembagaan cara pengaturan (standar operasi dan prosedur) partisipasi dan kemitraan
(usaha swasta, organisasi swadaya masyarakat, dan pemerintah) untuk menghasilkan
tindakan perencanaan yang didukung (legitimate) dan sesuai dengan kesepatan
kepentingan masyarakat banyak (democratic /participative),
(3) adanya kapasitas organisasi publik untuk dapat menjalankan cara pengaturan yang
disepakati, mengatur pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada, mengkordinasikan
kepentingan dan kebutuhan organisasi-organisasi untuk mensinkronkan kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan rencana.

Perbaikan metoda perencanaan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan


kinerja perencanaan. Dalam rangka memperbaiki metoda perencanaan sangat penting
untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman tentang pendefinisian atau klarifikasi
permasalahan (sosial, politik, ekonomi, geografi, dan kelembagaan), proses analisis
kebijakan (political processes), analisis solusi teknikal (technical solution), dan analisis
organisasional pelaksanaan rencana (organizational analysis). Kegagalan memahami
realitas sumber persoalan sosial-ekonomi yang terjadi di masyarakat, faktor-faktor
perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis, proses analisis kebijakan, analisis solusi
teknikal, dan analisis organisasional akan berakibat pada kefatalan hasil tindakan
perencanaan yang membawa kerugian material-spiritual masyarakat dan pemborosan
sumber daya.

Upaya untuk memperbaiki metoda perencanaan harus diikuti pula dengan pemahaman
mendalam informasi tentang aspirasi dan kebutuhan sebenarnya masyarakat sebagai
individu, keluarga, dan masyarakat sebagai pelaku dalam proses transformasi sosial
secara berkelanjutan; pengembangan metoda partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan publik proses perencanaan dan pelaksanaan rencana secara demokratik,
transparan, dan akuntabel. Untuk dapat memperbaiki kelembagaan perencanaan
diperlukan langkah kongkrit dengan mengatur keterkaitan dan konsistensi dengan proses
perencanaan lainnya, memperjelas pembagian tugas dan hubungan antar kegiatan
perencanaan (makro dan mikro) di berbagai tingkatan pemerintahan, merubah cara kerja
lembaga perencanaan di berbagai tingkatan pemerintahan, dan meningkatkan kapasitas
dan kemampuan sumberdaya manusia perencana.

Peran Lembaga Perencanaan


Untuk dapat melaksanakan peningkatan kinerja perencanaan, beberapa langkah strategis
yang perlu dilakukan oleh lembaga perencanaan, yaitu :

(i) peningkatan kapasitas perencana yang terlibat dalam berbagai kegiatan perencanaan,
lembaga perencana harus dapat mengambil inisiatif untuk pemutakhiran wawasan,
pengetahuan, dan ketrampilan menggunakan metoda baru dalam proses perencanaan,
(ii) peningkatan hubungan kerja antar lembaga dan organisasi perencanaan, lembaga
perencana perlu melakukan interaksi antara para pelaku berkepentingan untuk dapat
mengembangkan proses perencanaan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat,
(iii) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan adanya pengingkatan kegiatan
informasi dan komunikasi yang menyangkut perkembangan keilmuan dan pengetahuan
teknikal dalam kegiatan perencanaan, serta memberikan informasi umpan balik kepada
lembaga atau organisasi perencanaan, termasuk lembaga pendidikan perencanaan.

Kesimpulan

Kebutuhan terhadap kegiatan perencanaan akan semakin besar untuk dapat memberikan
informasi kebijakan, inovasi, dan input teknikal dalam proses pengambilan keputusan
oleh pemerintah, usaha swasta, dan masyarakat. Dalam era otonomi, pemerintah daerah
memiliki tugas dan fungsi yang semakin penting dalam kegiatan pemerintahan dan
penyediaan pelayanan publik dimana dalam proses manajemen publik tersebut instrumen
perencanaan sangat penting untuk mengantisipasi kondisi masa depan, mengarahkan
masyarakat, dan mendorong proses transformasi sosial.

Kegiatan perencanaan seharusnya dapat mensinkronkan berbagai kepentingan para


pelaku berkepentingan dan bekerja pada berbagai tingkatan pemerintahan, serta terdapat
keterkaitan antara kegiatan perencanaan makro dan mikro, serta keterkaitan antara siklus
manajemen publik (public management) dan siklus manajemen proyek (project
management) yang dilakukan oleh sektor publik dan sektor privat.

Secara khusus, kegiatan proses perencanaan wilayah dan kota harus dapat dilakukan
secara transparan, akuntabel, dan partisipatif (sebagai perwujudan prinsip-prinsip “good
governance”) yang dapat memberikan dukungan pencapaian tujuan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah, dan kelestarian lingkungan
hidup.

Peningkatan kapasitas kelembagaan perencanaan merupakan suatu keharusan melalui:


(i) adopsi nilai-nilai baru yang ditransformasikan dalam rangka tindakan perencanaan,
(ii) pengembangan metoda dan proses perencanaan untuk dapat merespon dinamika
masyarakat maupun perubahan sosial-ekonomi dan spatial-geografis,
(iii) pengembangkan hubungan kerja vertikal dan horisontal antar pelaku yang
berkepentingan secara harmonis dalam proses perencanaan di tingkat pusat dan daerah,
(iv) peningkatan kemampuan sumberdaya manusia untuk mengelola tugas dan fungsi
lembaga atau organisasi perencanaan secara efektif baik di ϒtingkat pusat maupun daerah

You might also like