You are on page 1of 100

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya pergantian orde pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi,1

telah melahirkan sejumlah perubahan penting dalam tata pemerintahan Indonesia.

Salah satu hal penting yang menandai adanya perubahan pada orde reformasi ini

adalah adanya pergeseran pola dari negara berstruktur sentralistis hierarkis menjadi

negara terdesentralisasi. Perubahan ini menyiratkan sebuah sketsa baru bahwa negara

tidak hanya menjadi aktor dan subjek pembangunan, melainkan juga menjadi objek

dari pembangunan dan reformasi.

Berbagai fenomena politik baru bermunculan sebagai implikasi logis dari iklim

politik yang semakin terbuka. Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa hal, misalnya

jumlah angka pemilih yang mengalami peningkatan, bertambahnya jumlah partai

politik peserta pemilu, semakin beragamnya bentuk partisipasi politik masyarakat,

hingga pada dinamika konflik politik yang muncul di lingkup daerah. Sederhananya,

desentralisasi di Indonesia yang dituangkan dalam kebijakan otonomi daerah, telah

menghasilkan nuansa baru dalam dinamika demokrasi prosedural yang dilakukan di

Indonesia.

Lahir dari sebuah keinginan untuk menciptakan tatanan demokrasi yang ideal,

maka kemunculan kebijakan otonomi daerah adalah hal yang tidak bisa dielakkan.

Adanya otonomi daerah adalah sebuah upaya pemerintah pusat dalam memberikan

ruang politik yang lebih luas bagi setiap daerah yang ada di Indonesia. Dengan

demikian partisipasi politik di masyarakat pun akan meningkat. Harapannya, ketika

1
Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Jatuhya pemerintahan
Soeharto melahirkan pemerintahan baru yang disebut dengan era reformasi, masa peralihan dari
pemerintahan otoriter ke arah demokrasi ini sering pula disebut sebagai era transisi. Lihat, Munafrizal
Manan, Gerakan Rakyat Melawan Elite (Yogyakarta : Resist Book, 2005), hal. 71.

1
ada ruang politik yang luas bagi masyarakat melalui kebijakan otonomi daerah, maka

akan turut memberikan pengaruh pada pembangunan di sektor lainnya.

Selain untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat, kebijakan otonomi

daerah juga memiliki tujuan-tujuan lain yang sangat luas. Hal ini meliputi, adanya

konsolidasi dan dorongan bagi proses demokratisasi; stimulus bagi pembangunan

ekonomi; penahan arus urbanisasi; pemenuhan kepuasan sosial, kultural, dan religius;

serta guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

Karakter otonomi yang dimiliki oleh setiap daerah di Indonesia, bisa dikatakan

berbeda dengan karakter otonomi yang berada di negara federal. Otonomi yang

dimiliki oleh pemerintahan daerah di Indonesia adalah otonomi yang diberikan oleh

pusat dan dibentuk melalui undang-undang yang dibuat oleh pusat. Sehingga

pemerintahan daerah yang ada adalah pemerintahan bentukan pusat. Berdasarkan hal

itulah, pemerintahan daerah di Indonesia tidak memiliki karakter “state”, yang berarti

pula tidak memiliki kedaulatan. Otonomi yang dimiliki oleh pemerintahan daerah di

Indonesia adalah kewenangan dasar yang diberikan oleh pusat untuk mengatur dan

mengurus beberapa kewenangan pemerintahan yang diberikan. Sifat pengelolaannya

berada pada ruang lokal yang oleh sebab itu implementasi penerapan otonomi daerah

di Indonesia tak lepas dari sebuah konsep dasar mengenai pemerintahan lokal.

Dilihat dari aspek sejarah, eksistensi pemerintahan lokal ataupun pemerintahan

daerah yang kita ketahui saat ini, perkembangannya tidak lepas dari pengalaman

pemerintahan di daratan Eropa. Pengalaman di Eropa menggambarkan bahwa

kemunculan satuan-satuan wilayah berjalan secara alamiah, yang dalam

perkembangannya satuan wilayah tersebut melembaga menjadi sebuah pemerintahan.

Satuan wilayah tersebut diberi nama muncipal (kota), county (kabupaten),

2
commune/gementee (desa).2 Biasanya, ikatan dasar yang menyatukan satuan wilayah

tersebut ialah berdasar pada hubungan yang sudah saling mengenal dan saling

membantu dalam ikatan geneologis ataupun teritorial.

Demi menjaga eksistensi dan keberlangsungan hidupnya, satuan komunal

tersebut kemudian membutuhkan lembaga. Pembentukan lembaga tersebut

melingkupi lembaga politik, lembaga ekonomi, lembaga sosial, budaya pertahanan

dan keamanan. Tentunya keragaman lembaga tersebut tergantung pada pola adat

istiadat masyarakat yang bersangkutan.

Keberadaan lembaga-lembaga yang telah dibentuk tersebut kemudian

diintegrasikan dengan sistem administrasi negara dari suatu negara yang berdaulat.

Dari sini, diklasifikasikanlah satuan wilayah yang ada berdasarkan batas geografisnya,

kewenangannya, dan bentuk kelembagaannya. Satuan komunitas tersebut kemudian

diformalkan dalam sistem administrasi pada tingkat lokal.3 Berdasarkan pengalaman

di Eropa, organisasi pemerintahan lokal yang ada dibagi menjadi dua, yakni satuan

organisasi perantara dan satuan organisasi dasar. Sebagai contoh di Perancis, satuan

organisasi perantaranya adalah department dan satuan dasarnya adalah commune. Di

Indonesia, satuan organisasi perantaranya adalah provinsi dan satuan dasarnya adalah

kota, kabupaten, dan desa.4

Perkembangan pemerintahan daerah yang semakin modern, menurut Stoker,

kaitannya tak terlepas dari fenomena industrilisasi yang terjadi di Inggris.

Industrialisasi yang terjadi di Inggris memunculkan efek arus urbanisasi besar-

besaran. Terjadilah lonjakan penduduk dari desa ke kota, yang tentunya juga
2
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah ( Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2007), hal.1.
3
Dalam konteks keterwakilan parlemen, pengurus atau wakil rakyat harus benar-benar mewakili
dengan mempertimbangkan penduduk setempat, sehingga dalam hal ini diperlukan perubahan sistem
politik, sehingga dalam setiap sistem politik yang baru, massa – rakyat menjadi lebih dimungkinkan
memiliki perwakilan di parlemen, dan tidak golongan elite saja. Lihat, Sohartono, Politik Lokal
( Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama, 2000), hal. 140.
4
Ibid. hal.2.

3
memunculkan permasalahan baru di kota. Baik permasalahan baru di bidang sosial,

politik, dan hukum. Oleh sebab itu, untuk merespon dinamika permasalahan tersebut

diperlukan adanya sistem kemasyarakatan untuk menanganinya. Untuk merespon

kondisi tersebut semula dibentuklah badan ad hoc, Dewan Kota hingga mulai

berkembanglah praktik pemerintahan daerah sebagai yang kita kenal saat ini.5

Semangat otonomi daerah di Indonesia, secara formal sudah diatur semenjak

masa awal kemerdekaan. Setelah Soeharto turun hingga saat ini sudah ada dua

regulasi yang mengatur ulang tata otonomi daerah di Indonesia, yakni UU No.22

tahun 1999 yang disahkan pada masa kepemimpinan Presiden B.J.Habibie dan UU

No.32 tahun 2004 yang disahkan pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri.

Sejatinya, ruang otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan demi

terwujudnya demokratisasi di Indonesia. Pola terpusat yang selama ini diterapkan,

dirasa tidak memberikan keadilan bagi tiap-tiap daerah. Kekayaan sumber daya alam

yang ada di daerah, terkadang manfaatnya jarang dirasakan oleh masyarakat daerah.

Proporsi pembagiannya dirasa tidak adil, lantaran intervensi pusat begitu kuat.

Melalui pola desentralisasi, diharapkan dapat membenahi ketidakadilan antara

pusat dan daerah. Pemerintah daerah tidak lagi hanya memiliki kewenangan

administrasi saja, melainkan juga memiliki kewenangan politik. Dengan adanya

kewenangan politik inilah, pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk menata dan

mengatur potensi yang dimilikinya guna mewujudkan pembangunan yang merata.

Namun, praktik dilapangan terkait dengan penerapan undang-undang otonomi

daerah pun menemukan banyak sekali dinamika. Mulai dari konflik dalam proses

pemilihan kepala daerah langsung hingga konflik politik antara legislatif dengan

eksekutif daerah. Permasalahan seperti ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru.

Sebab, pada periode dimana pemerintahan daerah belum memiliki ruang otonomi
5
Ibid.

4
daerah seperti saat ini, konflik di daerah biasanya bisa diredam dengan adanya

intervensi dari pemerintahan pusat. Presiden yang diwakili oleh menteri dalam negeri

memiliki wewenang langsung untuk meredam setiap konflik yang ada. Semua hal

dilaksanakan berdasarkan arahan dan instruksi dari pusat. Sehingga, apapun yang

terjadi di level daerah tak pernah lepas dari intervensi pemerintah pusat.

Pelaksanaan otonomi daerah menyimpan sejumlah potensi konflik yang tidak

sederhana. Misalnya saja masalah kewenangan yang terjadi di antara level

pemerintahan. Pada penyelenggaraan public goods, dalam hal ini bisa kita lihat

masalah jalan raya, mana jalan yang menjadi tanggung jawab kabupaten/kota dan

mana jalan yang menjadi tanggung jawab provinsi terkadang juga masih simpang siur.

Kerusakan yang terjadi pada jalan provinsi yang melintas di wilayah kabupaten/kota

seringkali diadukan oleh warga kepada pemerintah kabupaten/kota. Menanggapi hal

tersebut, maka pemerintah kabupaten/kota secara wewenang tidak bisa bertindak apa-

apa. Selanjutnya bisa kita lihat pada pola konflik yang terjadi antara pemerintah

daerah tingkat I dengan pemerintah daerah tingkat II yang memiliki potensi SDA.

Serta pola konflik yang terjadi di antara stakeholder pemerintah daerah di setiap

levelnya, dalam hal ini DPRD I dengan Gubenur atau DPRD II dengan walikota atau

bupati.

Disahkannya UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004, membawa

nuansa baru dalam iklim otonomi daerah saat ini. Berdasar pada undang-undang

tersebut, proses pemilihan kepala daerah pun mengalami perubahan mekanisme.

Dipilihnya kepala daerah baik oleh DPRD maupun oleh masyarakat secara langsung,

membawa kedudukan kepala daerah menjadi bersifat politis.

Dalam UU No.22 tahun 1999, diatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Hal ini tentunya tidak terlepas dari regulasi yang tercatat dalam UU No.22 Tahun

5
1999 pasal 14 yang menyatakan bahwa DPRD adalah sebagai Badan Legislatif

Daerah dan Pemerintahan Daerah sebagai eksekutif daerah6. Dalam konteks ini, yang

dimaksud pemerintah daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah lainnya,

berarti dengan demikian DPRD bukan lagi sebagai bagian dari pelengkap kepala

daerah sebagaimana yang tertuang dalam rumusan UU No.18 Tahun 1965 atau UU

No.5 Tahun 1974.

Secara teoritik, hubungan antara DPRD dengan pemerintah daerah dapat dilihat

melalui bangunan konseptual yang dikemukakan Pinch dengan mengangkat variasi

model sistem. Menurut Pinch ada empat model sistem hubungan antara DPRD dengan

Pemerintah Daerah7. Yakni :

• Model commisioners system. Dalam model ini, komisioner hasil pemilihan

langsung dari masyarakat, diberikan kewenangan untuk mengelola dinas-

dinas atau lembaga birokrasi8 daerah.

• Model council-manager system. Dalam model ini, manager hasil pilihan

dewan bersama walikota menentukan dan mengelola dinas-dinas atau

lembaga birokrasi daerah.

• Pola weak major. Pada pola ini institusi birokrasi daerah diisi melalui

pemilihan langsung dari masyarakat. Namun seorang walikota dipilih oleh

DPRD yang terpilih.

6
UU No.22 Tahun 1999 .
7
Eko Prasojo, Desentralisasi & Pemerintahan Daerah Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi
Struktural (Depok : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, 2006), hal.34.
8
Birokrasi pemerintah adalah seluruh jajaran badan-badan eksekutif sipil yang dipimpin oleh pejabat
pemerintah di bawah tingkat menteri, yang memiliki tugas pokok untuk menindak lanjuti keputusan
politik yang diambil pemerintah secara profesional. Jika menggunakan teori pembedaan kekuasaan
yang dianut dalam UUD 1945, maka badan-badan legislatif dan yudikatif tidaklah dapat disebut
sebagai birokrasi walaupun ukuran organisasinya besar. Lihat, Moerdiono & Sarwono Kusumaatmadja,
Birokrasi dan Administrasi Pembangunan (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1992), hal. 38.

6
• Pola strong major. Pada pola ini seorang kepala daerah dipilih oleh

masyarakat, kemudian diberikan kewenangan untuk menentukan dan

mengelola institusi birokrasi daerahnya.

Jika dikontekstualisasikan dengan kondisi di Indonesia, ketika UU No.22

tahun 1999 yang berlaku, Indonesia berada di antara pola strong major dan council-

manager9. Dikatakan strong major dikarenakan kepala daerah dipilih oleh DPRD, dan

DPRD juga memiliki wewenang untuk menyetujui atau tidak seorang sekretaris

daerah yang dipilih oleh kepala daerah. Dalam hal ini, posisi seorang sekretaris daerah

juga bisa ditempatkan sebagai seorang manager di daerah, karena pola seperti ini

tidak menghendaki posisi seorang manager dipilih secara politis.

Tugas dan wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah dalam UU No.22

Tahun 1999 tertuang dalam pasal 18 yang menyebutkan “DPRD mempunyai tugas

dan wewenang : memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan

Walikota/Wakil Walikota. Kewenangan DPRD ini kemudian lebih jauh diperkuat

dengan wewenang lain, yaitu pertama DPRD memiliki hak untuk meminta

pertanggungjawaban Gubernur, Bupati dan Walikota10. Kedua, pengisian posisi

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan

secara bersamaan11.

Ketiga, Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada

DPRD pada setiap akhir tahun anggaran, juga wajib memberikan pertanggungjawaban

kepada DPRD untuk hal tertentu atas permintaan DPRD12. Keempat, pada masa akhir

jabatannya, Kepala Daerah wajib memberi pertanggungjawaban kepada DPRD.

Ketika DPRD tidak menerima pertanggungjawaban Kepala Daerah, maka ia tidak

9
Ibid. hal.35.
10
UU No.22 Tahun 1999 Pasal 19.
11
UU No.22 Tahun 1999 Pasal 34 ayat 1.
12
UU No.22 Tahun 1999 Pasal 45 ayat 1 dan 2.

7
boleh mencalonkan diri untuk Pemilihan Kepala Daerah berikutnya13. Dengan

mekanisme seperti ini, kedudukan DPRD mengalami penguatan dari aspek kekuasaan,

tugas dan wewenang. Pada sisi yang lain posisi kepala daerah yang terpilih relatif juga

lebih berkualitas karena sosok kepala daerah dikenal dengan baik oleh elite-elite

politik yang berkecimpung dalam pemerintahan daerah. Namun di sisi lain,

mekanisme ini menyisakan kelemahan. Yakni terkait dengan akuntabilitas publik dan

pertanggungjawabannya yang kurang karena hanya ditentukan oleh elite lokal saja.

Lain halnya dengan UU No.32 tahun 2004 yang mengatur pemilihan kepala

daerah melalui mekanisme langsung dipilih oleh masyarakat. Hadirnya undang-

undang otonomi daerah yang baru ini bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk

pendewasaan politik dalam berdemokrasi di Indonesia. Perubahan undang-undang

otonomi daerah ini prosesnya diawali dengan perubahan susunan, kedudukan,

lembaga-lembaga negara dari pusat sampai ke daerah melalui amandemen UUD 1945

Tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.

Pada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemilihan Gubernur

dan Wakilnya, Bupati dan Wakilnya, serta Walikota dan Wakilnya dilakukan secara

langsung oleh masyarakat. Asas yang digunakan dalam proses ini sebangun dengan

asas pada pemilihan umum yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Karakter pemimpin yang dibangun dengan mekanisme langsung seperti ini,

menjadikan kepala daerah yang terpilih memiliki kedudukan yang kuat, politis dan

cenderung tunggal. Namun di sisi lain, dipilihnya kepala daerah secara langsung

menjadikan kepala daerah yang terpilih ralatif kurang berkualitas, karena dikenal

terbuka kepada semua masyarakat dan terbuka pula bagi para pemilih baru.

Pilkada di Indonesia sudah menjadi sebuah konsensus politik. Dalam pasal 56

UU No.32 tahun 2004 menyebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah
13
UU No.22 Tahun 1999 Pasal 53.

8
dipilih dalam satu pasangan calon yang dipilih langsung. Ketentuan ini diperkuat lagi

dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 Pasal 4 ayat 3. Pada pasal 56 UU

No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa “Kepala daerah wakil kepala daerah dipilih

dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, berdasarkan asas

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur , dan adil”. Pasangan calon yang dapat

berkontestasi dalam Pilkada ini adalah calon yang diusulkan oleh partai politik dan

gabungan partai politik.14

Dengan mekanisme dipilih langsung oleh masyarakat, konsekuensi logisnya,

peran politis DPRD tidak sekuat sebelumnya. Sebab, legitimasi seorang kepala daerah

beserta wakilnya penentuan akhirnya berasal dari masyarakat, bukan ditentukan oleh

partai politik yang duduk di DPRD. Dalam konteks inilah dinamika hubungan antara

DPRD dan Kepala Daerah menjadi lebih menarik, karena keduanya memiliki

kekuatan politis yang berasal dari sumber legitimasi yang sama yakni dari

masyarakat.

Mengenai pola hubungan antara kepala daerah dan DPRD yang terpusat pada

kewenangan lembaga tersebut untuk bertindak sebagai wakil rakyat, Arbi Sanit

mengemukakan bahwa :

Badan Legsilatif dan Eksekutif merupakan lembaga pemerintahan (dalam arti

luas) yang sama-sama berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk anggota

masyarakat. Sungguhpun dengan cara yang berbeda, kedua lembaga tersebut sama

memperoleh kekuasaan dari rakyat melalui proses pemilihan. “15

I. 2 Permasalahan

14
UU.No.32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat 2.
15
Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia (Jakarta: CV Rajawali, 1985), hal.242-243.

9
Pilkada pertama yang dilaksanakan di Depok pada tahun 2004 telah melahirkan

walikota hasil pilihan masyarakat Depok. Pasangan Nurmahmudi Ismail dan Yuyun

Wirasaputra akhirnya berhasil menduduki kursi nomor satu di Depok setelah

melewati proses pilkada yang cukup panjang.

Adalah sebuah fenomena umum, bahwa penyelenggaraan pemilihan kepala

daerah langsung di berbagai daerah, telah menuai berbagai macam konflik politik. Hal

ini tak lepas dari berbagai macam potensi kelemahan yang dimiliki dalam tata politik

Indonesia di tengah iklim otonomi daerah saat ini.

Semangat desentralisasi yang terejawantah dalam otonomi daerah sekarang,

selain memberikan ruang kebebasan untuk berkompetisi, di sisi lain juga membuka

ruang konflik yang lebih terbuka. Konflik terbuka itu dapat dipetakan antara lembaga

pemerintahan daerah dan antara masyarakat dengan lembaga pemerintahan. Depok

adalah satu dari sekian banyak daerah yang telah menyelenggarakan pilkada secara

langsung, dan dalam prosesnya pun tak bisa terhindar dari konflik politik.

Bulan April 2006, tak lama setelah Nur Mahmudi dan Yuyun terpilih, dinamika

politik di Kota Depok diawali dengan ketidaksetujuan pihak DPRD dari lima fraksi

selain F-PKS, terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

dari Walikota Depok. Namun akhirnya DPRD menyetujui RPJMD tersebut, setelah

sebelumnya DPRD melakukan konsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat.16

Pengesahan RPJMD oleh DPRD ternyata belum memutuskan permasalahan

antara Walikota terpilih dengan DPRD. Hal selanjutnya yang digulirkan adalah terkait

dengan kinerja Nur Mahmudi Ismail dalam penyelenggaraan pemerintahan yang tidak

profesional. Penyusunan kebijakan yang dirancang oleh Nur Mahmudi Ismail dinilai

16
R. Adi Kusuma Putra, “Ada Apa Dengan Depok ?” , dalam www.kompas.co.id diakses pada 31
Agustus 2007 pukul 22:15 WIB.

10
tidak dikomunikasikan secara formal kepada DPRD. Padahal, kebijakan yang

direncanakan tersebut, oleh DPRD dipandang sebagai kebijakan yang strategis17.

Kebijakan yang dipermasalahkan oleh DPRD Depok terdiri dari enam hal.

Pertama, terkait dengan pembentukan staf khusus oleh Nur Mahmudi Ismail di

lingkungan Pemda Depok yang sebelumnya tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan

DPRD. Dalam hal ini, DPRD merasa sikap yang ditunjukkan oleh Nur Mahmudi

Ismail sangat sepihak. Kedua berkenaan dengan pemasangan baliho Nur Mahmudi

Ismail yang terpasang di Jalan Margonda. Baliho yang memuat foto Nur Mahmudi

Ismail tersebut dibiayai oleh Yose Rizal dengan mengatasnamakan Infokom Pemda

Depok. Hal ketiga yang dipermasalahkan oleh DPRD adalah terkait dengan adanya

program Sipesat (Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu) yang pendanaannya

bersumber dari dana APBD sebesar Rp. 211.000.000. Hal keempat yang dinilai

DPRD sebagai bentuk penyimpangan Nur Mahmudi Ismail adalah menyangkut

dikeluarkannya Hak Guna Bangunan (HGB) Kepada PT Megapolitan18. Dua hal

lainnya adalah menyangkut pengerukan Situ Cilangkap dan pelaksanaan lelang di

Dinas Pekerjaan Umum19. Lebih dalam lagi, digunakannya hak interpelasi oleh DPRD

Depok dilatarbelakangi juga oleh rencana Nur Mahmudi Ismail untuk mengganti

Sekda Depok, Winwin. Begitu juga dengan upaya penertiban mekanisme lelang

proyek di Depok, yang tentunya kedua hal tersebut mengganggu kepentingan anggota

dewan secara langsung.

Dalam rangka menanggapi keganjilan yang dirasakan oleh lima fraksi di DPRD,

diadakanlah rapat Panmus (Panitia Musyawarah) yang merencanakan menghadirkan

Nur Mahmudi Ismail dalam rapat paripurna DPRD. Terkait dengan usulan ini, F-PKS

17
Ibid.
18
“DPRD Depok Desak Pemberhentian Nur Mahmudi”, dalam www.suarakaryaonline.com diakses
pada tanggal 31 Agustus 2007 pukul 22:15 WIB.
19
“F-PKS: Kritik Lima Fraksi Membuat Nur Mahmudi Hati-hati”, dalam www.kompas.co.id diakses
pada tanggal 31 Agustus 2007 pukul 22:30 WIB.

11
menolak seandainya rapat paripurna diselenggarakan dengan menghadirkan Nur

Mahmudi Ismail. Akhirnya rapat Panitia Musywarah memutuskan untuk

diselenggarakan rapat paripurna yang agendanya adalah pandangan hukum dari tiap-

tiap fraksi terkait enam kebijakan yang dikeluarkan oleh Nur Mahmudi Ismail. Rapat

tersebut diselenggarakan pada tanggal 6 November 2006. Semua fraksi hadir

menyampaikan pandangan hukumnya di depan rapat paripurna DPRD, kecuali F-PKS

yang tidak hadir untuk menyampaikan pandangan hukumnya.

Hasil dari rapat paripurna ini yang menggagendakan pandangan hukum dari

setiap fraksi selanjutnya akan diserahkan kepada Mahkamah Agung (MA). Pengaduan

ini didasarkan atas penilaian DPRD Depok yang memandang enam kebijakan Nur

Mahmudi terindikasikan melanggar undang-undang, sumpah dan jabatan, serta

korupsi kolusi dan nepotisme. Namun dokumen yang diajukan oleh DPRD Depok

dikembalikan lagi oleh MA. Wakil Ketua DPRD Depok menyatakan bahwa

pengembalian surat tersebut disebabkan oleh faktor teknis. Ketika itu DPRD Depok

menyerahkan ke Bagian Umum, harusnya dokumen pengaduan tersebut diserahkan ke

Bagian Perkara MA.20

Tandasnya dokumen yang diajukan oleh DPRD Depok kepada MA, kemudian

diteruskan dengan upaya melakukan interpelasi kepada Nur Mahmudi Ismail. Rapat

interpelasi terhadap Nur Mahmudi Ismail ditetapkan dalam rapat Panitia Musyawarah

(Panmus) pada tanggal 11 Desember 2006. Berdasarkan keputusan dalam rapat

Panmus tersebut, rapat interpelasi terhadap Nur Mahmudi Ismail, akan dilaksanakan

pada 13 Desember 2006 dengan agenda meminta keterangan mengenai enam

kebijakan Nur Mahmudi. Dari tempo waktu yang ada, berdasarkan peraturan, agenda

pokok yang juga merupakan kewajiban yang dimiliki DPRD di setiap periode akhir
20
“F-PKS: DPRD Depok Salah Langkah”, dalam www.kompas.co.id diakses pada tanggal 31 Agustus
2007 pukul 22:20 WIB.

12
tahun adalah pembahasan RAPBD untuk tahun selanjutnya. RAPBD untuk tahun

selanjutnya harus sudah disahkan oleh DPRD menjadi Peraturan Daerah satu bulan

sebelum memasuki tahun anggaran. Sebelumnya DPRD juga harus membahas

Anggaran Perubahan dan Pendapatan Belanja Daerah Perubahan 2006 untuk

merespon dinamika pembangunan pada tahun anggaran yang sudah ditetapkan pada

APBD 2006.

Usulan hak interpleasi tersebut diajukan oleh 33 anggota dewan, dengan

sebelumnya didahului dengan pandangan hukum dari lima fraksi yang dokumennya

sudah diserahkan kepada Mahkamah Agung. Kelima fraksi yang mendukung hak

interpelasi tersebut adalah Fraksi Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi

PDIP, Fraksi Amanat Nasional dan Fraksi Persatuan Bangsa.

Dari penjabaran di atas, maka penulis sampai pada tiga buah pertanyaan yang

akan dijawab dalam skripsi ini :

1. Apa yang menjadi motivasi DPRD Depok melakukan Interpelasi kepada

Walikota Depok (Nur Mahmudi Ismail)?

2. Apa pengaruh interpelasi DPRD terhadap penyusunan APBDP Tahun 2006

dan RAPBDP 2007 ?

3. Bagaimana dampak intrpelasi terhadap realisasi pembangunan kota Depok ?

1.3 Kerangka Teori

Untuk menganalisis permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, maka ada

beberapa kerangka teori yang akan digunakan. Pertama, karena kajian dalam skripsi

ini tak terlepas dari konsep desentralisasi, maka penulis akan terlebih dulu

menjelaskan mengenai konsep desentralisasi. Hal ini perlu dijelaskan agar perumusan

permasalahan yang dituangkan dalam skripsi ini bisa dipetakan secara jelas.

13
Kedua, masih berkaitan degan point pertama, karena orientasi utama dari

penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah memberikan pelayanan yang optimal

bagi masyarakat, dan agar analisis tentang permasalahan yang diungkapkan dalam

skripsi ini dapat dipahami secara utuh, maka bagian kedua yang akan diuraikan dalam

bagian kerangka teori ini adalah mengenai perspektif teori hubungan desentralisaisi

dengan peningkatan pelayanan publik.

Ketiga, akan dipaparkan pula terkait dengan teori parlemen. Selanjutnya

sebagai pendekatan terhadap kebijakan anggaran yang menjadi salah satu fokus

pertanyaan skripsi ini, maka skripsi ini menggunakan teori pilihan rasional dan teori

pilihan publik sebagai salah satu pisau analisis, yakni untuk melihat motivasi para

aktor politik dalam membuat kebijakan tersebut. Serta akan dipaparkan juga mengenai

teori komunikasi politik untuk bisa melihat salah satu faktor yang menjadi penyebab

munculnya interpelasi DPRD.

1.3.1 Desentralisasi dan Dekonsentrasi

Teori dan pandangan yang menjelaskan mengenai kedua hal tersebut sudah

banyak sekali ditemukan dalam kajian-kajian ilmiah. Dalam skripsi ini, penulis akan

menggunakan beberapa pandangan saja dari akademisi yang telah mengkaji masalah

ini. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah pembahasan pada permasalahan

yang disajikan.

Dalam mengurai dua konsep di atas, Harun Nurcholis mengutip JHA Logemann

memasukkan istilah dekonsentrasi ke dalam istilah desentralisasi. Desentralisasi oleh

Logemann dipecah menjadi dua yakni21 :

1. Desentralisasi Jabatan yakni adanya pelimpahan kekuasaan dari alat

perlengkapan negara yang lebih tinggi kepada bawahannya untuk


21
Harun Nurcholis, Op.Cit. hal.3.

14
memperlancar pekerjaan pemerintah. Sebagai contoh pelimpahan menteri

kepada gubernur, dari gubernur kepada bupati/walikota. Desentralisasi jabatan

ini disebut juga oleh Logemann sebagai dekonsentrasi.

2. Desentralisasi Ketatanegaraan atau yang biasa juga disebut dengan

desentralisasi politik. Dalam konsep ini terjadi pelimpahan kekuasaan

perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam

lingkungannya. Desentralisasi semacam ini dibagi lagi menjadi dua, yakni

desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional. Desentralisasi teritorial

yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri. Desentralisasi fungsional yaitu berupa pelimpahan kekuasaan untuk

mengatur dan mengurus pada fungsi-fungsi tertentu saja.

Serupa dengan pandangan Logemann, beberapa kalangan akademisi lain juga

menggaris bawahi bahwa konsep desentralisasi dapat dipilah menjadi dua bagian

besar. Yakni definsi dari sudut pandang administratif dan definisi dari sudut pandang

politik.

Dari sudut pandang administratif, desentralisasi didefinisikan sebagai the

transfer of administrative responsibility from central to local government22 . Hal ini

sejalan dengan pandangan Logemann yang menyebutkan definisi ini dengan istilah

dekonsentrasi. Istilah dekonsentrasi ini dilihat oleh Parson sebagai :

“...the sharing power between members of the same ruling group having
authority respectively in different areas of the state...”23

Cheema dan Rondinelli yang dikutip oleh Lili Romli menyebutkan

dekonsentrasi sebagai pengalihan beberapa kewenangan atas tanggung jawab


22
Lili Romli, Potret Otonomi Daerah Dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal (Jakarta : Pustaka Pelajar,
2007), hal.4
23
Ibid.

15
administrasi di dalam suatu kementrian atau jawatan. Dalam dekonsentrasi tidak ada

pelimpahan kewenangan yang nyata, struktur yang berada di level bawah hanya

menjalankan kewenangan atas nama atasannya saja dan bertanggung jawab kepada

atasannya. Dalam bahasa lain pada UU Otonomi Daerah, dekonsentrasi adalah

pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Dari sudut pandang politik, Smith mendefinisikan desentralisasi sebagai :

“....the transfer of power, from top level to lower level, in a territorial


hierarchy, which could be one of government within a state, or offices within a
large organization.”24

Pandangan lain mengenai desentralisasi datang dari Mawhood, yang

mengatakan bahwa desentralisasi adalah devolution of power from central

government to local government. Dalam UU Otonomi Daerah, desentralisasi

didefinisikan sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah

daerah.25
24
Ibid. hal.5.
25
Dalam kajian yang mengangkat sudut pandang sejarah, implementasi dari konsep desentralisasi ini
pun bisa tercermin dalam beberapa undang-undang yang sudah pernah dihasilkan. Dalam konstitusi
UUD 1945 pasal 18 disebutkan bahwa “Pembentukan Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam
daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Kewajiban konstitusi ini kemudian dituangkan dalam UU No.1
Tahun 1945. Tentunya, sebagai sebuah produk undang-undang yang pertama, keberadaan UU No.1
Tahun 1945 masih banyak kelemahan. Tetapi di sisi lain, kehadiran undang-undang ini menunjukkan
sebuah komitmen besar dari pemerintah untuk segera melaksanakan politik desentralisasi dan juga
memberikan hak-hak otonom kepada daerah. Kekurangan tersebut kemudian ditutupi dengan
dikeluarkannya UU No.22 tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Hal penting yang membedakan
undang-undang ini dengan undang-undang sebelumnya adalah adanya hak otonomi dan medebewind
yang luas kepada badan pemerintah daerah yang terbentuk secara demokratis. Selang sembilan tahun
kemudian, dikeluarkanlah Undang-Undang No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah. Dalam undang-undang yang baru ini, terdapat tiga hal yang didasari oleh prinsip desentralisasi,
yakni pertama, setiap daerah hanya memiliki satu bentuk susunan pemerintahan daerah yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kedua, daerah dibentuk berdasarkan susunan derajat
dari atas ke bawah sebanyak-banyaknya tiga tingkat. Ketiga, daerah diberikan hak otonomi yang
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri dengan menganut sistem
otonomi riil. Pada perkembangan selanjutnya, ketika Indonesia masuk masa demokrasi terpimpin,
prinsip desentralisasi yang telah dianut direduksi dengan dikeluarkannya Penpres No.6 Tahun 1959
yang kemudian disempurnakan oleh Penpres No.5 Tahun 1960. Lima tahun setelahnya, pemerintah
mengeluarakan Undang-Undang No.18 Tahun 1965 sebagai perundangan yang merangkum pokok-
pokok dari prinsip desentralisasi pada undang-undang sebelumnya. Bergantinya pemerintahan dari
masa Demokrasi Terpimpin ke Masa Orde Baru, maka berganti pula kebijakan politik
desentralisasinya. Dengan dikeluarakannya Undang-Undang No.5 Tahun 1974, penerapan prinsip
desentralisasi sedikit mengalami hambatan, sebab dalam regulasi tersebut, pemerintah pusat masih

16
1.3.2. Perspektif Teori Hubungan Desentralisasi Dengan Peningkatan

Pelayanan Publik

Rondinelli memandang ada enam hal yang memperkuat pandangan bahwa

implementasi desentralisasi dengan pemberian otonomi kepada daerah dapat

menjadikan pelayanan publik menjadi lebih efektif dan efisien. Enam hal tersebut

adalah26, pertama melalui otonomi akan terjadi optimalisasi hirarkhi dalam

penyampaian pelayanan akibat dari penyediaan pelayanan publik27 dilakukan oleh

institusi yang mempunyai kedudukan yang lebih dekat dengan masyarakat. Sehingga,

daerah mampu membuat dan mengambil keputusan yang strategis dengan lebih

mudah.

Kedua, dengan adanya pemberian otonomi maka akan membuat segenap aparat

daerah semakin mampu untuk menyesuaikan bentuk pelayanan yang disajikannya

terhadap kebutuhan dan kondisi yang ada di tingkat lokal. Ketiga, akan adanya

peningkatan perawatan terhadap infrastruktur. Hal ini dilakukan melalui alokasi

anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di wilayahnya.

Keempat, pemberian otonomi kepada daerah akan mengakibatkan adanya pengalihan

fungsi-fungsi rutin dari pusat kepada daerah. Dengan demikian, pusat dapat lebih

fokus kepada fungsi-fungsi kebijakan. Kelima, akan adanya persaingan dalam konteks

kompetisi terhadap pemberian pelayanan diantara unit-unit pemerintah dan antara

sektor publik dan sektor swasta atas arahan pemerintah daerah. Keenam, dengan

pemberian otonomi akan dapat membuat birokrasi menjadi lebih berorientasi kepada

publik.

diberikan wewenang dalam mengatur urusan-urusan yang dikelolanya di daerah melalui asas
dekonsentrasi dan medebewind.
26
Ibid,. hal.144.
27
Pelayanan publik adalah kata lain dari pelayanan umum (publik services) yang merupakan barang-
barang non-material. Barang-barang dan jasa publik senantiasa berkaitan dengan administrasi dan
birokrasi publik, serta kebijakan publik. Lihat, Luh Nyoman Dewi Triandayani & Muhammad Abas,
Pelayanan Publik Apa Kata Warga ( Jakarta : Pusat Studi Pengembangan Kawasan, 2001), hal. 1.

17
Pandangan Rondinelli ini kemudian diperkuat oleh Maas dan Fesler yang

mengemukakan bahwa desntralisasi adalah sebagai sarana untuk merealisasikan

tujuan-tujuan yang mendasar atau nilai-nilai tertentu dari suatu komunitas politik.

Conyers lebih lanjut menyatakan bahwa dibentuknya pemerintahan lokal dilihat

sebagai bagian penting dari sebuah sistem yang demokratis. Keberadaan

pemerintahan daerah diposisikan sebagai elemen yang merespon pemindahan beban

pelayanan yang tadinya berada dalam wewenang pemerintahan pusat. Pemerintah

daerah juga diposisikan untuk mendorong pendidikan politik dan keterlibatan pada

tingkat lokal. Dengan demikian tingkat otentisitas sebuah kebijakan dapat lebih sesuai

dengan kondisi wilayah dan masyarakat setempat28.

1.3.3. Teori Parlemen

Lembaga legsilatif adalah lembaga yang membuat undang-undang.

Anggotanya dipiliih oleh masyarakat banyak untuk duduk mewakili mereka dalam

lembaga tersebut. Dengan demikian, rakyatlah yang sesungguhnya memiliki

kedaulatan. Perwakilan adalah sebuah konsep dimana seseorang atau suatu kelompok

memiliki kemauan atau kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas nama suatu

kelompok yang lebih besar. Dalam sistem demokrasi dewasa ini, partai politiklah

yang menjadi kelompok untuk mewakili kepentingan masyarakat yang lebih luas. Hal

inilah yang dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political representation)29.

Secara umum, kehadiran badan legislatif sebagai lembaga perwakilan politik

memiliki dua fungsi penting 30, yakni pertama menentukan policy atau kebijaksanaan

dan membuat undang-undang. Untuk menopang fungsi ini, lembaga perwakilan

dibekali dengan hak inisiatif, hak amandemen dan hak budget. Fungsi yang kedua
28
Ibid.
29
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta : PT Gramedia, 2000), hal.175.
30
Ibid., hal.183-184.

18
yaitu fungsi melakukan kontrol terhadap eksekutif. Menjaga tindakan eksekutif agar

sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk mengoptimalisasi fungsi

ini, lembaga legislatif diberikan hak kontrol khusus seperti hak interpelasi dan angket,

pertanyaan parlemen atau mosi.

Interpelasi yakni hak untuk meminta keterangan kepada eksekutif mengenai

suatu kebijakan. Terhadap hak ini, badan eksekutif harus bisa memberikan penjelasan

kepada lembaga legislatif. Keputusan akan hal ini dilakukan oleh lembaga legislatif

melalui sidang pleno yang didalamnya dilakukan pembahasan oleh para anggota dan

diakhiri dengan pemungutan suara. Jika hasilnya tidak memuaskan, maka hal ini

merupakan pertanda bagi eksekutif bahwa kebijakannya diragukan.

Angket adalah hak lembaga legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri,

dimana hasil penyelidikannya dibahas bersama anggota yang lain untuk dirumuskan

terkait dengan pendapatnya. Hasil dari hal ini kemudian ditujukan kepada eksekutif

agar diperhatikan. Sedangkan mosi adalah sebuah hak kontrol yang memiliki

tingkatan penekanan yang sangat tinggi terhadap eksekutif. Dalam sistem

parlementer, jikalau kabinet menerima suatu mosi tidak percaya, maka kabinet harus

mengundurkan diri.

1.3.4. Teori Komunikasi Politik

Menurut Zulkarimein Nasution, ada beberapa definisi komunikasi politik,

yaitu31: menurut Fagen (1966) yang menyatakan bahwa ada yang mendefinisikan

komunikasi politik sebagai segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik

dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya; Mueller (1973) merumuskan

komunikasi politik sebagai “hasil yang bersifat politik” (political outcomes) dari kelas

sosial, pola bahasa, dan pola sosialisasi; dan menurut Galnoor (1980) komunikasi
31
Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990)

19
politik merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi

sosial dimana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan

kekuasaan masuk ke dalam peredaran32.

Selain itu, salah satu definisi dari komunikasi politik yang cukup tegas dan

gampang diungkapkan oleh Michael Schudson (1997), menurutnya komunikasi

politik itu:

“Any transmission of messages that has, or is intended to have, an


effect on the distribution or use of power in society or on attitude
toward the use of power”

Menurut Schudson, gejala komunikasi politik bisa dilihat dari dua arah.

Pertama, bagaimana institusi-institusi negara yang bersifat formal atau suprastruktur

politik menyampaikan pesan-pesan politik kepada publik. Kedua, bagaimana

infrastruktur politik merespon dan mengartikulasikan pesan-pesan politik terhadap

suprastruktur33.

Sebuah pendekatan yang digagas oleh Harold Lasswell mengemukakan bahwa

cara yang mudah untuk melukiskan suatu tindakan komunikasi adalah dengan

menjawab pertanyaan-pertanyyan berikut:

Siapa? Mengatakan apa? Dengan saluran apa? Kepada siapa? Dengan


akibat apa?34

Hal ini kemudian dikenal juga dengan sebutan Model Lasswell. Berdasarkan

pandangan Lasswell, proses komunikasi dapat dijelaskan dengan pernyataan

sederhana, “Who says what to whom in what channel with what effect”. Model

komunikasinya adalah sebagai berikut35:


32
Ibid. hal. 24
33
Dedy Jamaluddin Malik, Media Massa dan Krisis Komunikasi Politik Menguatnya Infra dan
Melemahnya Suprastruktur Politik dalam Novel Ali, Peradaban Komunikasi Politik Potret Manusia
Indonesia (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hal. v.
34
Dan Nimmo, Komunikasi Politik Suatu Pengantar (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 13. Lihat
juga dalam Fiske, Introduction to Communication Studies (London: Routledge,1990), hal. 30.
35
Brent D. Ruben, Communication and Human Behavior (New Jersey: Prentice Hall, 1992), hal. 25.

20
Who What Channel Whom Effect
(speaker) (message) (or medium) (audience or
listener)

1.3.5. Teori Pilihan Rasional

Untuk bisa menganalisis motivasi yang melatarbelakangi dari para aktor politik,

dalam skripsi ini saya menggunakan teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional

merupakan sebuah paradigma dalam kajian ilmu ekonomi politik. Pendekatan ini

dimulai oleh kaum klasik yang sudah mengembangkan asumsi manusia rasional yang

selalu memilih yang terbaik dari alternatif yang ada. Kemudian kaum Neoklasik

membawa sisi rasionalitas yang ada pada individu kepada institusi-institusi politik.

Menurut pandangan kaum neoklasik, institusi politik dan penyelenggara negara dalam

melakukan aktivitasnya didorong oleh motivasi untuk memenuhi kepentingan masing-

masing pihaknya.

Bagi teori pilihan rasional, kebijakan publik adalah hasil interaksi politik diantara

para pelaku rasional yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Suatu

kebijakan yang khusus melindungi industri tertentu, misalnya dianggap sebagai

keseimbangan rasional, rational equlibrium, yang memuaskan kepentingan para

pejabat pemerintah, untuk terus berkuasa maupun kaum pengusaha yang sedang

mengejar peningkatan profit. Politik, dengan demikian, dianggap sebagai sebuah

panggung, dimana semua pihak bersaing untuk mengeruk berbagai sumber yang ada

di arena publik.36

36
Rizal Malarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi : Indonesia 1986-1992 (Jakarta : Kepustakaan
Populer Gramedia, 2002), hal.9-10.

21
Teori pilihan rasional dalam kajian ekonomi politik, memiliki kaitan dengan

konsep-konsep seperti keinginan atau preferensi (preference), kepercayaan (belief ),

peluang (opportunities), dan tindakan (action). William H.Riker mengemukakan

bahwa teori pilihan rasional memiliki empat elemen, pertama para aktor politik

memiliki kemampuan untuk merangking tujuan-tujuan, nilai, selera dan strategi-

strategi mereka. Kedua, para aktor politik dapat memilih alternatif terbaik yang bisa

memaksimalkan kepuasan mereka. Elemen ketiga adalah kesempatan, elemen ketiga

ini terkait dengan sumber daya dan kendala. Elemen keempat adalah tindakan, yaitu

hasil pilihan dari sesuatu yang telah diamatinya.

Elster mengungkapkan :

“ The essence of rational choice explanation embodies a conception of how


preferences, beliefs, resources, and actions stand in relation to one another”.37

Lebih lanjut Elster menerangkan bahwa sebuah tindakan dikatakan sebagai

tindakan rasional jika mampu memperlihatkan keterkaitan antara preferensi,

kepercayaan, dan sumber daya. Untuk memperkuat pandangan ini, Jurgen Habermas

mengemukakan bahwa tindakan rasional adalah tindakan yang disengaja untuk

mecapai hasil maksimal dengan menciptakan kondisi yang kondusif dan institusi yang

mendukung sehingga dapat dilakukan sebuah tindakan dengan tingkat kesalahan

minimal38. Dalam konteks ilmu politik, rasionalitas politik mengacu pada pilihan-

pilihan tindakan dan keputusan yang diambil dengan tujuan politik.

Berdasarkan Teori pilihan rasional yang disebutkan di atas, maka motivasi para

aktor politik dalam membuat keputusan dapat pula dijelaskan dengan melihat nilai-

nilai yang kemungkinan menjadi pedoman para aktor politik dalam membuat

37
Deliarnov, Ekonomi Politik Baru ( Jakarta : Erlangga, 2002), hal.135.
38
Ibid.

22
keputusan. Menurut konsepsi Anderson, ada empat nilai yang menjadi

pertimbangan :39

a. Nilai-nilai Politik. Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas

altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya alternatif-

alternatif itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari

badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir dari

tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi

keuntungan politik dan kebijaksanaan, dengan demikian akan dilihat sebagai

instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai

tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok

kepentingan yang bersangkutan.

b. Nilai-nilai Organisasi. Para pembuat keputusan, khususnya birokrat (sipil atau

militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai

organisasi di mana ia terlibat di dalam organisasi agar organisasinya tetap

lestari, untuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan

kegiatan-kegiatannya atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak

istimewa yang selama ini dinikmati.

c. Nilai-nilai Pribadi. Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejahteraan

atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial reputasi diri, atau posisi historis

kemungkinan juga digunakan oleh para pembuat teputusan sebagai kriteria

dalam pengambilan keputusan.

d. Nilai-nilai Kebijaksanaan. Tidak semua keputusan ditujukan untuk

keuntungan politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan

mungkin pula bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap


39
Dikutip dari http://astaqauliyah.blogspot.com/2005/04/teori-teori-pengambilan-keputusan.html,
diakses pada tanggal 11 November 2007 pukul 14.00 WIB.

23
kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara

apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar.

e. Nilai-nilai Ideologis. Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-

nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan

gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman

benindak bagi masyarakat yang meyakininya.

1.3.6. Teori Pilihan Publik

Kerangka teori selanjutnya yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori

pilihan publik. Teori pilihan publik ini digunakan sebagai upaya pendekatan terhadap

kebijakan anggaran selaku kebijakan publik yang terkait langsung dengan

kepentingan masyarakat. Teori pilihan publik ini dapat digunakan juga untuk

menelaah perilaku para aktor politik ataupun sebagai petunjuk bagi pengambilan

keputusan dalam penentuan pilihan kebijakan publik yang paling efektif.

Hadirnya teori pilihan publik ini tidak telepas pengaruhnya dari pendekatan

ekonomi murni. Perspektif ini muncul dari sebuah proses pengembangan dan

pengaplikasian perangkat serta metode ilmu ekonomi terhadap proses pengambilam

keputusan bersama. Hal ini diperkuat oleh pandangan Caporaso dan Levine yang

mengartikan pilihan publik sebagai aplikasi metode-metode ekonomi terhadap

politik.40

Pandangan yang menjadi premis dasar dalam teori pilihan publik adalah

bahwa adanya kesamaan bertindak antara para pembuat keputusan politik dengan

para pembuat keputusan privat. Dalam konteks ini, politik tidak dipandang hanya

sebagai arena memperebutkan kekuasaan, namun politik dapat juga dipandang

sebagai arena yang di dalamnya terjadi pertukaran kepentingan yang memiliki aturan
40
Ibid. hal.139.

24
berupa konstitusi. Para pemain yang berada dalam arena ini adalah wakil rakyat yang

duduk sebagai legislatif dan politikus yang bertindak untuk memperjuangkan

kebijakan publik sampai pada kelompok pemilih yang memilih mereka.

Motivasi yang melatarbelakanginya adalah memaksimalkan kesempatan atau

vote maximizers . Produk politik berupa kebijakan publik adalah hasil dari proses

pertukaran, sama halnya dengan proses terbentuknya harga dalam pasar persaigan

sempurna. Hanya saja dalam konteks politik, pertukaran memiliki pengertian sebagai

sebuah proses persetujuan kontrak yang lebih luas makna dan cakupannya.

Pendekatan pilihan publik pada akhirnya mampu untuk membuka sekat-sekat

antara ekonomi dan politik serta antara pasar dan pemerintah. Berikut adalah

perbandingan variabel antara perbandingan ekonomi klasik dan pilihan publik.41

Tabel 1.1

Perbandingan Variabel antara Ekonomi Klasik dan Pilihan Publik

Variabel Ekonomi Klasik Pilihan Publik


Pemasok Produsen, pengusaha, Politisi, parpol, birokrasi,
distributor pemerintah
Demander Konsumen Pemilih
Komoditas Barang swasta Barang publik
Alat transaksi Uang Suara
Jenis transaksi Voluntary transaction Politics as exchange

Dikaitkan dengan konteks permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini,

APBDP sebagai kebijakan anggaran adalah bagian dari kebijkan publik yang lahir

dari mekanisme politik. Tony Byrne mengemukakan bahwa anggaran dapat diartikan

sebagai sebuah rencana keuangan yang menggambarkan pilihan kebijakan suatu

41
Bustanul Arifin dan D.J.Rachbini, Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik ( Jakarta : PT.Grasindo,
2001), hal.20.

25
lembaga dalam suatu periode tertentu di masa yang akan datang. Anggaran juga dapat

dipahami sebagai sebuah pernyataan sikap yang berisi perincian penerimaan dan

belanja operasional maupun belanja modal yang disertakan juga dengan perencanaan

untuk tahun yang akan datang.

Dengan mengacu pada pengertian anggaran secara umum, di dalamnya

tercakup pengertian anggaran negara, anggaran perusahaan, maupun anggaran

institusi lainnya. Dalam skripsi ini, definisi anggaran yang dimaksud difokuskan pada

anggaran negara. Terkait dengan hal ini, definisi anggaran dipertajam oleh John F.

Due sebagai suatu pernyataan yang berisi mengenai perkiraan pengeluaran dan

penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di waktu yang akan

datang. Serta berisi mengenai data dari pengeluaran dan penerimaan yang benar-benar

terjadi di masa yang sebelumnya.

1.4 Model Analisa


Faktor Penyebab

Implikasi
Interpelasi DPRD :
Landasan Formal :
Pengangkatan staf khusus
Pengadaan Baliho Walikota Depok
SIPESAT Terhambatnya tertunda dalam
Pemberian HGB merealisasikan
Pembahasan
Pengerukan situ Cilangkap
APBDP 2006 dan pembangunan:
Lelang di Dinas PU
Motif Politik : RAPBD 2007 SIPESAT,
Penggantian Sekda Santunan Nikah,
Penertiban Tender Santunan
PKS- isasi birokrasi Kematian

1.5 Operasionalisasi Konsep

26
• Interpelasi sebagai salah satu hak dari DPRD adalah hak untuk meminta

keterangan kepada Kepala Daerah tentang kebijakan yang penting dan

strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan

negara. Dalam konteks hak interpelasi yang diajukan oleh DPRD Depok

kepada walikota, terkait dengan enam kebijakan yang dikeluarkan oleh

walikota Depok yang dinilai DPRD sangat sepihak. Enam kebijakan tersebut

adalah, pembentukan staf khusus di lingkungan Pemda Depok, pengadaan

baliho di Jalan Margonda, program SIPESAT, pemberian Hak Guna

Bangunan kepada PT.Megapolitan, pengerukan Situ Cilangkap, dan

pelaksanaan lelang di Dinas PU. Interpelasi ini juga dilatarbelakangi oleh

kepentingan para anggota dewan yang terganggu, lantaran walikota akan

melakukan pergantian sekda dan penertiban tender proyek pembangunan.

Digunakannya hak interpelasi oleh DPRD Depok tentunya memberikan

implikasi, setidaknya bagi dua hal. Pertama terhadap pembahasan APBDP

2006 dan RAPBD 2007, dan kedua bagi kinerja Walikota Depok.

• APBDP dan RAPBD sebagai instrumen keuangan daerah, memiliki posisi

yang sangat strategis sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan bagi

walikota. APBD merujuk pada Kepmendagri No.29/th.2002 didefinisikan

sebagai suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan

Peraturan Daerah tentang APBD. APBD dapat diartikan juga sebagai sarana

untuk dapat mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan

kebijakan yang dipilihnya di masa lalu, serta maju mundurnya kebijakan yang

hendak dilaksanakan oleh pemerintah daerah di masa yang akan datang.

Dengan digunakannya hak interpelasi oleh DPRD Depok terhadap enam

27
kebijakan Walikota, otomatis agenda DPRD yang seharusnya pada rentan

waktu September hingga Desember membahas kebijakan anggaran, menjadi

bersamaan dengan agenda pengajuan hak interpelasi. Secara teknis, kondisi

seperti ini menyebabkan penambahan agenda DPRD.

• Kinerja seorang walikota secara langsung dipengaruhi oleh Peraturan Daerah

yang disahkan bersama oleh DPRD. APBDP dan RAPBD adalah peraturan

daerah yang dijadikan sebagai acuan bagi kepala daerah dalam melaksanakan

pembangunan. Terhambatnya pembahasan APBDP dan juga RAPBD otomatis

mempengaruhi juga pelaksanaan pembangunan di Depok, dan hal ini tentunya

juga memberikan dampak politis bagi kinerja walikota.

1.6 Metode Penelitian

• Pendekatan dan Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif . Alasan yang mendasarinya

adalah : Data yang dikumpulkan dan di analisa merupakan gejala sosial yang dinamis,

dimana aktor-aktornya berperan penting dalam memberikan informasi dan pemaknaan

tentang dunia sosial yang melingkupi mereka. Sehingga pendekatan kualitatif

memungkinkan peneliti untuk dapat berinteraksi secara leluasa dalam pengumpulan

data karena informasi yang di dapat merupakan bentuk nyata dari interaksi tersebut.

Peneliti dalam penelitian ini akan berusaha secara maksimal untuk meninggalkan nilai

dan bias karena kedekatan emosi dengan objek penelitian, peneliti juga tidak ikut aktif

dalam proses mempengaruhi kebijakan yang dilakukan oleh penelitian.42


42
Pengungkapan yang bersifat kualitatif mengandaikan beberapa hal dalam data : (1) bentuk data
adalah teks, kata-kata tertulis, ucapan atau symbol-simbol yang menggambarkan orang, tindakan dan
bahkan kehidupan sosial. (2) penelitian tidak berusaha mengubah data kualitatif menjadi angka-angka

28
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian lapangan (field research),

dimana peneliti melakukan studi melalui interaksi langsung dengan objek penelitian.

Sedangkan tipe penelitian yang akan digunakan adalah eksplanatif, yaitu berisi

pejelasan-penjelasan dan analisis-analisis terhadap berbagai temuan di lapangan yang

disesuaikan dengan tema yang diangkat dalam skripsi ini, yakni Pengaruh Interpelasi

DPRD Terhadap Proses Pembahasan Anggaran dan Kinerja Walikota di Depok

Tahun 2006. Penelitian kualitatif lebih fokus pada proses daripada hasil, maka

penelitian kualitatif bertumpu pada penguumpulan data primer yang utamanya

diperoleh melalui wawancara dengan narasumber ataupun informan kunci selain pada

studi literatur yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data dapat diperoleh sebagai

berikut : 43

• Teknik Pengumpulan Data

Teknik untuk mengumpulkan data dan informasi dilakukan dengan dua cara

yakni :

1. Studi Lapangan : Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowball

sampling , dimana peneliti pertama-tama menghubungi humas kantor walikota Depok,

selanjutnya informan pertamalah yang menunjukkan informan-informan. Berikutnya

wawancara dilakukan secara terstruktur (structured interviewed) dengan

menggunakan pedoman wawancara sebagai acuan penggalian informasi dan data.

2. Studi Dokumen Dan Literatur Yang Relevan

yang terpercaya dan objektif, melainkan berusaha membuat data-data terbut dapat diakses oleh (sub0
kultur lain, menunjukkan relativitas perbagai pertimbanga para actor dalam dunia sosial mereka, dan
menunjukkan hubungan antara deskripsi-deskripsi sosiologis dengan konsep-konsep para actor itu
dalam tindakan mereka. (3) dalam melihat data, peneliti tidak berusaha mengembangkan pengukuran
yang tepat dan objektif melainkan memusatkan perhatian pada makna, definisi metafora, symbol dan
deskripsi dari aspek-aspek yang diteliti. Lihat, W. Lawrence Neuman, Sosial Research Methods :
Qualitatif and Quantitative Approach. 5th Edition. (Boston : Allyn and Bacon, 1997), hal. 328, 418.
43
John W. Cresswel, dalam Research Design Qualitative Approaches (California : Sage Publications,
1994), hal. 145.

29
Dilakukan guna mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan tema

skripsi dan untuk melengkapi informasi yang didapat dari wawancara. Pengumpulan

informasi sekunder melalui literatur baik koran, internet, buku, majalah, ataupun

jurnal yang memuat objek penelitian dan tema serta isu terkait.

• Teknis Analisis Data

Karena data dalam penelitian ini bukanlah merupakan angka-angka melainkan

kata-kata yang terdapat dalam dokumen maupun wawancara maka infomasi yang

didapat tidaklah sama persis, sehingga dapat mengacu pada satu makna, dengan

demikian penulis melakukan langkah-langkah berikut :

1. Studi literatur dengan berbagai bahan bacaan yang terkait dengan tema

dan isu yang diangkat.

2. Melakukan wawancara mendalam secara tidak terstruktur untuk

mendapatkan informasi yang lengkap dan memadai dari berbagai

narasumber yang memiliki kepentingan terhadap proses kebijakan

tersebut (stakeholder kunci). Di samping itu, pembuktian terhadap

informasi dan data yang didapat digunakan dengan cara crosscheck

informasi dengan pihak yang lain.

3. Kategorisasi data berdasarkan topik, dilanjutkan dengan intepretasi dan

diskripsi data. Data-data dan informasi yang terkumpulkan nantinya

akan dianalisa berdasarkan kondisi yang ada dan berbagai faktor yang

menyebabkan hal tersebut. Karena penelitian ini ingin mengungkap

faktor-faktor mempengaruhi kebijakan maka analisa terhadap proses

menjadi penting karena menyangkut kondisi dan situasi yang

melatarbelakangi proses tersebut.

30
4. Penulisan laporan. Didasarkan pada sistematika penulisan laporan yang

ada.

1.7 Tujuan dan Signifikansi Penelitian

• Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini :

a. Untuk mengetahui dinamika interaksi lembaga eksekutif dan legislatif daerah

terutama pasca otonomi daerah.

b. Untuk melihat pandangan dari para pengambil kebijakan daerah terhadap

proses pembahasan kebijakan anggaran.

• Signifikansi

Adapun signifikansi penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1) Seiring dengan semakin menguatnya politik desentralisasi, maka topik

yang terkait dengan pemerintahan daerah adalah sesuatu yang menarik

untuk dikaji, terlebih lagi dalam sekup kajian yang membahas mengenai

politik anggaran di daerah. Hal inilah yang mendorong penulis untuk

mengangkat topik politik anggaran dalam skripsi ini.

2) Selain hal di atas, penulisan skripsi ini pun merupakan sebuah respon dari

kondisi yang terjadi di masyarakat terkait dengan hak-hak mereka yang

terabaikan ketika permasalahan yang diangkat dalam topik ini terjadi.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

31
Terdiri dari latar belakang masalah, masalah, kerangka teori, model analisa,

operasionalisasi konsep, hipotesa, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PEMERINTAHAN KOTA DEPOK MENGACU PADA UU

NOMOR 32 TAHUN 2004

Berisi penjelasan mengenai tugas dan wewenang lembaga-lembaga pemerintahan

daerah beserta organ kelengkapannya, mengacu kepada UU Nomor 32 tahun 2004.

BAB III : MEKANISME PENYUSUNAN DAN PEMBAHASAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

(RAPBD)

Berisi tentang proses penyusunan dan pembahasan kebijakan anggaran di daerah.

BAB IV : PENGARUH INTERPELASI TERHADAP PEMBAHASAN

ANGGARAN DAN DAMPAKNYA KEPADA REALISASI PEMBANGUNAN

Memuat analisis tentang interpelasi yang diajukan oleh DPRD Depok terhadap

Walikota. Dilihat dari peta kekuatan politik di DPRD Depok, siapa fraksi yang

mendukung dan tidak mendukung interpelasi, bagaimana jalannya interpelasi, hingga

dampak yang ditimbulkan dari diajukannya interpelasi oleh DPRD.

BAB V : KESIMPULAN

Berisi kesimpulan teoritik terhadap hasil penelitian, dan juga rekomendasi peneliti

kepada organisasi khususnya dan juga kepada peneliti.

32
BAB II

LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN

HIPOTESIS PENELITIAN

II. A. Deskripsi Teoritik

II.A.1. Hakekat Kompetensi Guru

II.A.1.a. Pengertian Kompetensi Guru

Pada suatu sekolah peranan suatu kompetensi guru dalam mengajar mata

pelajaran yang diajarkannya kepada siswa sangat penting dalam menentukan

prestasi belajar siswa. Artinya bahwa guru yang berkompetensi baik dalam

mengajar maka prestasi belajar siswa pun diharapkan akan baik pula. Dan

sebaliknya kalau kurang baik kompetensinya dalam mengajar, maka prestasi

belajar siswa yang diajarkan akan kurang baik pula. Oleh karena itulah, baik

33
para guru maupun pihak sekolah yang dalam hal ini kepala sekolah, hendaknya

harus berupaya dalam menjaga atau meningkatkan kompetensi guru agar tujuan

pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam ketetapan MPR Nomor : II / MPR/

1993 tanggal 3 Maret 1993 tentang Garis-Garis Bear Haluan Negara dapat

terwujud :

Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia


Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju dan tangguh,
cerdas, kreatif, terampil berdisiplin, beretos kerja, profesional,
bertanggungjawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan
nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta
tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta
kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa pahlawan serta
berorientasi masa depan.44

Salah satu faktor penting yang dapat mewujudkan tujuan pendidikan,

diamanatkan oleh ketetapan MPR diatas adalah guru yang berkompeten dalam

mengajar, dan tentunya disamping faktor-faktor lain seperti sarana, maupun

prasarana pendidikan.

Dan untuk memahami apa yang dimaksud dengan kompetensi dalam mengajar

itu, berikut akan diungkapkan beberapa pendapat. Menurut Subandiah,

kompetensi mengajar adalah ”kemampuan guru dalam menciptakan suasana

pengajaran yang kondusif sehingga memungkinkan dan mendorong peserta

didik untuk mengembangkan kreatifitasnya guna mencapai tujuan yang

ditentukan” . 45

Tugas dan tanggung jawab guru berkaitan sekali dengan kemampuan yang

diysratkan untuk memangku jabatan sebgaai guru sehingga ia dapat menjalankan

tugsanya dengan baik. Kemampuan dasar yang dimaksud adalah kompetensi

guru.
44
Ketetapan MPR RI 1993, Jakarta, Gunung Ilmu Press, hal. 95.
45
Subandiah. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : PT Raja Grafindo, Hal. 6.

34
Menurut Uzer Usman pengertian kompetensi guru adalah ”kemampuan

seorang guru dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan secara bertanggung jawab

dan layak”. Untuk mengetahui apakah seorang guru telah memiliki kualitas

dalam mengajar dalam arti dapat melaksanakan tugas keguruannya ada beberapa

faktor tentag kemampuan tersebut. Burhanudin Harahap dalam bukunya

Supervisi Pendidikan menjelaskan tentang beberapa faktor dalam pengajaran

yang baik antara lain: Menguasai materi, menguasai bahan pendalaman,

merumuskan tujuan, mengenail dan menggunakan metode, melaksanakan proses

belajar mengajar, menggunakan media laboratorium dan perpustakaan,

memotivasi siswa dan menguasai komunikasi teknik dan bertanya.

Dari faktor-faktor di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa kemampuan,

pemikiran dan pengetahuan serta keterampilan seseorang guru dalam proses

mengajarnya sehingga akan terlihat pula kompetensi mengajarnya. Mengajar

merupakan tugas yang berat bagi seorang guru karena langsung berhadapan

dengan sekelompok siswa, yang memerlukan bimbingan dan pembinaan menuju

kedewasaan. Mengingat tugas berat dan sangat penting ini, maka guru yang

mengajar di depan kelas harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar dan harus

dilaksanakan seefektif mungkin, sehingga kompetensi pengajarannya menjadi

lebih baik. Prinsip mengajar itu antara lain :

1. Perhatian

2. Aktivitas

3. Appersepsi

4. Materi

5. Repetisi

6. Motivasi

35
7. Konsentrasi

8. Sosialisasi

9. Menentukan tujuan pelajaran

10. Evaluasi46

Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan satu persatu sebagai berikut :

Perhatian mengandung pengertian bahwa di dalam mengajar guru

harus dapat membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan

oleh guru. Sedangkan aktivitas mengandung pengertian bahwa dalam proses

belajar mengajar perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam maupun berbuat.

Appersepsi mengandung pengertian bahwa setiap guru yang mengajar perlu

menghubungkan pelajaran yang diberikan dengan pengetahuan yang telah

dimiliki siswa maupun pengalamannya.

Materi mengandung pengertian bahwa guru dalam mengajar harus

mengetahui dengan baik materi yang dibahas. Karena jika tidak menguasai

materi yang akan diajarkan, maka guru tersebut akan kesulitan menguasai

kelas. Repetisi mengandung pengertian bahwa bila guru mengajar harus

menjelaskan sesuatu unit pelajaran dengan diulang-ulang agar siswa menjadi

jelas dalam menagkap materi pelajaran.

Motivasi mengandung pengertian bahwa guru dalam mengajar harus

memperhatikan apa yang dapat mendorong sisswa untuk lebih bersemangat

ketika pelajaran sedang berlangsung. Sedangkan konsentrasi mengandung

pengertian bahwa hubungan, cara menilai atau memberi nilai berupa huruf

atau angka.47

46
W. James Pohan. 1986. Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Kanisius, Hal. 15.
47
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995. Jakarta, Balai Pustaka.

36
Jadi yang dimaksud penelitian di sini adalah penilaian yang dilakukan

siswa terhadap kualitas pengajaran guru. Mata pelajaran dapat dipusatkan pada

salah satu pusat minat, sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan secara

luas dan mendalam.

Sosialisasi mengandung pengertian bahwa dalam perkembangan siswa

perlu bergaul dengan teman lainnya. Siswa disamping sebagai individu, juga

mempunyai segi sosial yang perlu dikembangkan. Menentukan tujuan

pelajaran mengandung pengertian bahwa dalam menentukan materi pelajaran

guru harus mengetahui tujuan dari pelajaran tersebut sehingga ketika

menerangkan tidak menyimpang dari yang telah ditentukan. Evaluasi

mengandung pengertian bahwa semua kegiatan belajar mengajar perlu

dievaluasi. Evaluasi dapat memberi motivasi bagi guru maupun siswa karena

mereka akan lebih giat belajar dan meningkatkan proses berpikirnya.

II.A.1.b. Aspek – Aspek Kompetensi Guru

Piet Sahertian menjelaskan bahwa kompetensi guru mengandung berbagai

pengertian yaitu :

1. Kemampuan guru untuk mewujudkan tujuan –tujuan pendidikan.

2. Ciri hakiki dari kepribadian guru yang menuntunnya kearah

pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

3. Perilaku yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan

pendidikan.48

Dari pengertian tersebut maka ada tiga aspek dari kompetensi guru yaitu

aspek personal, aspek sosial dan aspek profesional. Dalam banyak

analisis tentang kompetensi guru yaitu aspek personal, aspek sosial dan

aspek profesional. Dalam banyak analisis tentang kompetensi guru aspek


48
Piet A. Sahertian. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta : Andi Offset, hal. 56.

37
personal dan aspek sosial umumnya disatukan. Hal ini dikarenakan

solidaritas manusia termasuk guru dapat dipandang sebagai

pengejawantahan dari pribadinya.

II.A.1.c.Kompetensi personal dan sosial

Yang dimaksud dengan kompetensi personal adalah kemampuan dan ciri-ciri

yang ada dalam diri guru yang dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil

belajar dapat dicapai dengan efektif.49

Departemen pendidikan dan kebudayaan dalam buku panduan Pembinaan

Kompetensi Mengajar, dijelaskan ada tiga hal yang memberi ciri kompetensi personal

yaitu : kepribadian, penampilan, dan kepemimpinan.50

Ada beberapa ciri kepribadian yang mestinya dimiliki seorang guru yaitu :

a. Kemampuan interaksi sosial yang hangat

b. Memiliki rasa tanggung jawab

c. Memiliki kejujuran

d. Objektif, tegas dan adil

e. Demokrasi

Kepribadian yang menyangkut masalah psikis nampak dalam bentuk tingkah

laku yang dapat diamati secara lahiriah dalam pergaulan bersama. Tingkah laku guru

pada umumna merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Kemampuan pribadi

seorang guru nampak dari sifat bekerja sama dengan demokratis, penyayang,

menghargai kepribadian peserta didik, sabar, menyenangkan, dan berakhlak baik, adil,

toleran, mantap dan stabil, peka terhadap persoalan peserta didik, mampu menghargai

anak didik serta mampu memimpin secara baik.

49
Zakiah Drajat. 1982. Kepribadian Guru. Jakarta : CV. Bulan Bintang, hal. 18.
50
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1987. Pembinaan Kompetensi Mengajar. Jakarta : IKIP
Jakarta, hal. 11.

38
Uzer Usman secara lebih rinci lagi menjelaskan tentag kemampuan personil

guru yang mencakup :

1. Mengembangkan kepribadian

1.1 Ber-Tuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

1.2 Berperan dalam masyarakat sebagai warga

Negara yang berjiwa Pancasila

1.3 Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang

dipersyaratkan bagi jabatan guru.

2. Berinteraksi dan berkomunikasi

2.1 Berinteraksi dengan sejawat untuk

meningkatkan kemampuan profesional.

2.2 Berinteraksi dengan masyarakat untuk

pencapaian misi pendidikan.

3. Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan

3.1 Membimbing siswa yang mengalami kesulitan

belajar.

3.2 Membimbing siswa yang mengalami

permasalahan.

4. Melaksanakan administrasi sekolah

4.1 Mengenal Pengadministrasian kegiatan Sekola.

4.2 Melaksanakan kediatan administrasi sekolaj

5. Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan

pengajaran

5.1 Mengkaji konsep dasar penelitian

5.2 Melaksanakan penelitian sederhana51


51
Uzer Usman, Op. Cit., Hal. 11.

39
A. Samana mendiskripsikan kemampuan personal dan sosial guru dalam

proses belajar mengajar sebagai berikut :

Menghayati serta mengamalkan nilai hidup termasuk nilai keimanan dan


moral, bertindak jujur dan bertanggung jawab, berperan sebagai [emimpin,
bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi, menghargai pribadi orang lain,
kretaif, disiplin, bermental sehat dan stabil serta berperan serta dalam berbagai
kegiatan sosial baik dalam lingkup kesejawatan maupun masyarakat. 52

Kompetensi personal dan sosial seorang guru merupakan modal dasar bagi

guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas keguruan secara profesional.

Kegiatan pendidikan pada dasarnya merupakan kekhususan komunikasi antar guru

dan siswa.

II.A.1.d. Kompetensi Profesional.

Kemampuan mengajar meruakan kemampuan esensial yang harus dimiliki

oleh seorang guru. Kemampuan mengajar sebenarnya merupakan pencerminan

penguasaan guru atas kompetensi profesional sebagai pengajar dan pendidik.

Proyek pengembangan pendidikan guru (P3G) Depdikbud telah merumuskan

kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru. Rumusan tersebut oleh

Ali Imran disimpulkan menjadi tiga kategori yaitu : ”Kemampuan mengusai bahan

bidang studi, kemampuan merencanakan proses belajar mengajar dan kemampuan

melaksanakan program tersebut”.53

Kemampuan mengusai bahan bidang studi adalah kemampuan mengetahui,

memahami, mengimplikasikan, mengsintesiskan, dan menguasai sejumlah

pengetahuan keahlian yang akan diajarkan. Penguasaan ini menjadi landasan pokok

seorang guru dalam melaksanakan tugas pengajaran.

52
A. Saman. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta : Kanisius, hal. 27.
53
Cece Wijaya dan Tabrani Rusman. 1991. Kemampuan Dsara Guru. Bandung : Remaja Rosyada
Karya, hal. 130.

40
Sebelum melaksanakan pengajaran, maka terlebih dahulu harus dapat

membuat perencanaan pengajaran. Kemampuan merencanakan program belajar

mengajar pada intinya adalah kemampuan membuat satuan pelajaran (SP) yang

berbobot.

Kemampuan melaksanakan program belajar mengajar adalah kemampuan

menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan situasi dan kondisi serta

program yang dibuatnya. Kemampuan ini merupakan penerapan secara nyata rencana

pengajaran yang telah dibuat pada saat perencanaan pengajaran.

Menurut Uzer Usman secara garis besarnya, kompetensi profesional guru

meliputi lima hal yaitu :

1. Menguasai landasan pendidikan

1.1 Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional

1.2 Mengenal ungsi sekolah dalam masyarakat

1.3 Mengenal prinsip-prinsip psikologi yang dapat

dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar.

2. Menguasai bahan pengajaran

2.1 Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar

dan menengah

2.2 Menguasai bahan pengayaan

3. Menyususn program pengajaran

3.1 Menetapkan tujuan pengajaran

3.2 Memilih mengembangkan bahan pengajaran

3.3 Memilih dan mengembagkan strategi belajar mengejar.

41
3.4 Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang

sesuai

3.5 Memilih dan memanfaatkan sumber belajar

4. Melaksanakan program pengajaran

4.1 Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat

4.2 Mengatur ruang belajar

4.3 Mengelola interaksi belajar mengajar.

5. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah

dilaksanakan

5.1 Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran

5.2 Menilai prestasi belajar mengajar yang telah dilaksanakan.54

Tujuan utama guru adalah mengajar disamping juga mendidik. Jika tugas

mengajar harus ditopang oleh penguasaan kompetensi profesional, maka guru dalam

tugasnya sebagai pendidik harus juga memiliki kompetensi personal dan sosial. Jadi

ketiga kompetensi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi.

Penguasaan terhadap kompetensi keguruan sebagai tolak ukur kinerjanya sebagai

pendidik profesional.

II.B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di

luar tugas dalam bentuk pengabdian. Menurut Uzer Usman tugas guru

dikelompokkkan menjadi tiga jenis, yaitu tugas dalam bidang profesi, tugas

kemanusiaan dan kemasyarakatan.55

54
Uzer Ussman, Op.Cit., hal. 18.
55
Ibid., hal. 4.

42
Guru merupakan suatu profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang

memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Tugas guru sebagai profesi meliputi

mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan melatih berarti mengembangkan

keterampilan kepada siswa.

Tugas guru dalam bidang kemanusiaan meliputi bahwa guru disekolah harus

dapat menjadikan dirinya sebgaia orang tua kedua. Ia harus dapat menarik simpati

sehingga ia menjadi idola bagis siwanya. Pelajaran apapun yang diberikannya,

hendaknya dapat menjadikan motivasi bagi siswa untuk belajar.

Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat

dilingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh

ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju

kepada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu guru dituntut

untuk menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh siswa diruang

kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingungannya dalam menyelesaikan

aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Lebih lanjut lagi, Peters mengemukakan bahwa ada tiga tugas dan tanggung

jawab pokok seorang guru, yaitu : ”Guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing

dan sebagai administrator kelas”.56

Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada tugas dalam merencanakan dan

melaksanakan pengajaran. Guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran tetapi

juga menanamkan konsep berpikir. Bahkan lebih dari itu guru perlu mengubah

perilaku siswa sehigga terbentuk sikap kepribadian. Tugas ini memberikan aspek

pendidikan sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan

tetapi juga menyangkut perkembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai.


56
Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan. Op. Cit., Hal. 23.

43
Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas memberikan

bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Setiap peserta

didik memiliki pribadi yang unik, mereka masing-masing mempunyai ciri dan sifat

bawaan serta latar belakang yang berbeda. Permasalahan psikologis yang dihadapinya

memerlukan bimbingan sehingga ia dapat memecahkan permasalahannya dengan

bimbingan guru.

Tugas guru sebagai administrator kelas pada hakekatnya merupakan jalinan

antara ketatalaksanakan bidang [engajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya.

Namun ketatalaksanaan bidang pengajaran lebih menonjol dan lebih diutamakan bagi

profesi guru. Sejalan dengan pendapat Peters, maka Amstrong membagi tugas dan

tanggungjawab guru ke dalam lima kategori :

Tanggung jawab dalam pengajaran

a. Tanggung jawab dalam memberikan

bimbingan

b. Tanggung jawab dalam mengembangkan

kurikulum

c. Tanggung jawab dalam mengembangkan

profesi

d. Tanggung jawab dalam membina

hubungan dengan masyarakat.57

Berkaitan dengan itu, Dirjen Dikdasmen secara lebih rinci mengemukakan

tugas dan tanggung jawab seorang guru.yang mencangkup :

a. Membuat program pengajaran / rencana kegiatan belajar

mengajar
57
Ibid/, hal. 25.

44
b. Membuat satuan pelajaran (persiapan mengajar)

c. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

d. Melaksanakan kegiatan [enilaian catur wulan / tahunan

e. Mengisi daftar nilai siswa

f. Melaksanakan analisis hasil evaluasi belajar

g.Menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengajaran

h.Melaksanakan kegiatan membimbing siswa dalam kegiatan proses

belajar mengajar

i. Membuat alat pelajaran

j. Menciptakan karya seni

k.Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum

l. Melaksanakan tugas tertentu di sekolah

m. Mengadakan pengembangan setiap bidang pengajaran yang

menjadi tanggung jawabnya

n.Membuat lembar kerja siswa

o.Membuat catatan kemajuan hasil belajar masing-masing siswa

p.Meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pelajaran

q.Mengatur ruang kelas.58

Tugas-tugas tersebut biasannya telah diketahui oleh seorang guru yang pada

akhirnya tergantung kepada guru tersebut apakah dapat memahami dan menerapkan

dalam kegiatan belajar mengajar atau tidak. Dan hal ini juga menjadi tolak ukur dari

keberhasilan seorang kepala sekolah sebagai pemimpin guru. Oleh karena itu kepala

sekolah dituntut untuk dapat melaksanakan tugas-tuganya dengan segala kemampuan

58
Dirjen Dikdasmen, Direktorat Sarana Pendidikan. 1993. Pedoman Pengelolaan Administrasi
Administrasi Sekolah. Jakarta : Depdikbud, hal. 6.

45
dan pengetahuannya dengan efektif. Keefektifan pelaksanaan tugas kepala sekolah itu

ditunjukkan oleh keberhasilan dalam meningkatkan kinerja guru.

II.D. Penilaian Terhadap Kualitas Guru

”Penilaian berasal dari kata-kata yang berarti sesuatu yang dapat diukur atau
pengukuran” Dengan demikian, kalau melakukan sesuatu penilaian, maka harus
ada objek yang dinilai. Penilaian yang baik adalah oenilaian yang bersifat
objektif, yaitu apa adanya. Guru yang berkualitas adalah ” guru yang memiliki
syarat-syarat kepribadian dan syarat-syarat kemampuan keguruan”59

Besar kecilnya kemampuan seorang guru sangat tergantung pada kemampuan

masing-masing. Adapun kemampuan-kemampuan tersebut terdiri dari :

1. Menguasai landasan-landasan pendidikan

2. Menguasai bahan pelajaran

3. Kemampuan mengelola kelas

4. Kemampuan mengelola proses belajar mengajar

5. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar

6. Kemampuan menggunakan media atau sumber belajar

7. Menilai hasil belajar

8. Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian untuk keperluan

penjgajaran

9. mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan

10. mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan60

Ada tiga komponen penting dalam proses pembelajaran yang digunakan untuk

mengukur keberhasilan guru dalam emnjalankan tugasnya. Ketiga komponen itu

59
Husen Dendasuro. 1987. Pembinaan Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Lembaga Penelitian IKIP
Jakarta , hal. 11.
60
Ibid., hal. 15 – 16.

46
mencakup dalam hal yang meliputi ”persiapan mengajar guru, pelaksanaan mengajar,

dan antar pribadi / komunikasi”.61

Dengan mengadakan evaluasi terhadap ketiga komponen akan diperoleh data

yang dipakai untuk memperbaiki kegiatan berikutnya. Adapun penjelasannya sebagai

berikut :

1.Persiapan mengajar

Pada Dasarnya untuk mencapai suatu dimulai denga suatu perencanaan.

Demikian pula dalam proses belajar mengajar. Sebelum pelajaran dimulai,

seorang guru harus membuat persiapan mengajar lebih dahulu agar proses

pembelajaran berjalan dengan lancar dan tercapai suatu tujuan yang telah

ditentukan secara maksimal. Adapun hal-hal yang harus dimiliki guru dalam

membuat persiapan mengajar adalah :

a. Merencanakan pengorganisasian bahan pengajaran

b. Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar

c. Merencanakan pengelolaan kelas

d. Merecanakan media serta sumber pelajaran

e. Merencanakan penilaian prestasi siswa

Bila semua hal tersebut telah dilaksanakan maka persiapan mengajar

guru telah dilaksanakan dengan baik.

2. Pelaksanaan Mengajar

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar harus dipertimbangkan

mengenai penerapan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran

yang hendak dicapai. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan mengenai

penerapan metode mengajar dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yaitu :

a. Faktor tujuan pengajaran yang akan dicapai


61
R. Soeganda Poerbakawatja. 1990. Ensiklopedia Pendidikan.Jakarta : Gunung Agung.

47
b. Faktor materi pelajaran yang akan dicapai

c. Faktor fasilitas yang tersedia

d. Faktor guru sebagai pelaksanaan pengajaran

e. Faktor waktu yang tersedia untuk mengajar

Metode mengajar yang dilaksanakan di sekolah antara lain

metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan sebagainya.

3. Hubungan antar pribadi / komunikasi

Komunikasi sebagai suatu istilah dalam pendidikan yang berarti

bahwa pendidiknya (guru orang tua) dan anak didiknya (siswa, anak) tercapai

suatu hubungan yang memungkinkan pendidik menyalurkan bahan-bahan

pendidikannya (nilai-nilai) kepada anak didiknya. Komunikasi ini merupakan

gejala dalam proses identifikasi.

Dari pengertian di atas, di mana guru berhadapan dengan siswa

kedua belah pihak saling mengidentifikasi suatu titik temu adanya saling

mengerti. Dengan demikian adanya suatu hubungan batin, suatu komunikasi

yang mungkin diadakan suatu dialog komunikasi terjadi jika dalam proses

identifikasi kedua belah pihak saling mendekati dan mencapai suatu moment

dalam proses pendidikan. Moment adalah yang membuka jalan untuk

dilangsungkannya dialog. Dengan demikian identifikasi merupakan suatu

moment dalam proses pendidikan yang sangat penting dan menjadi suatu

keharusan bagi seorang pendidik untuk melakukannya bila berhasil dalam

proses belajar mengajar. Selain komunikasi harus berjalan, juga perlu

diperhatikan bagi para guru agar dapat memberikan respon kepada siswa

secara positif. Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam memberikan respon

yang positif adalah dengan memberikan cara-cara sebagai berikut :

48
a. Memotivasi siswa dari materi yang disajikan

b. Mengadakan pretest dari materi yang telah disajikan

pada pertemuan sebelumnya

c. Mereview materi pelajaran yang telah diberikan kepada

siswa pada pertemuan yang telah disajikan sebelumnya

Dengan diadakannya hal seperti ini maka diharapkan sekali para

peserta didik secara kreatif dan aktif selama proses belajar berlangsung.

Untuk meningkatkan kualitas mengajar guru, diperlukan beberapa

keterampilan yang perlu diterapkan dalam proses belajar mengajar.

Keterampilan tersebut adalah :

a. Keterampilan memberi penguatan

Penguatan adalah “respon terhadap suatu tingkah laku

yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali

tingkah laku tersebut”62

Seorang guru perlu menguasai keterampilan memberikan

penguatan karena penguatan merupakan dorongan bagis siswa

untuk meningkatkan perhatiannya. Penguatan dapat diberikan

dalam bentuk verbal, yaitu berupa kata-kata pujian dan

nonverbal berupa mimik dan gerakan badan.

b. Keterampilan mengadakan variasi

Variasi dalam kegiatan adalah “perubahan dalam proses

kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa

serta mengurangi keenuhan dan kebosanan”63

62
Wardani, I. G. K. 1998. Pemantaoan Kemampuan Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka, hal. 27.
63
Ibid., hal. 30.

49
Variasi dalam proses belajar mengajar dapat dikelompokkan

menjadi tiga yaitu :

1. Variasi dalam gaya mengajar

2. Variasi dalam penggunaan media dan bahan

pelajaran

3. Variasi dalam pola interaksi dan kegiatan

c. Keterampilan menjelaskan

Menjelaskan adalah “pengorganisasian materi pelajaran

dalam tata urutan yang terencana secara sistematis sehingga

dengan mudah dapat dipahami oleh siswa”64. Dalam

menjelaskan pelajaran, guru hakekatnya guru memperhatikan

kejelasan. Media belajar repetisi dan pendekatan terhadap hal

yang penting, sehingga mudah dimengerti oleh siswa.

d. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Membuka pelajaran mencakup hal-hal berikut ini, yaitu :

1. Menarik perhatian dengan berbagai cara

2. Menimbulkan motivasi

3. memberikan acuan dan mengemukakan tujuan

Menutup pelajaran mencakup hal-hal berikut ini yaitu :

1. Merangkum dan meringkas

2. Mengadakan evaluasi

3. memberikan tindak lanjut berupa pekerjaan

rumah

e. Keterampilan mengelola kelas

64
Ibid., hal. 32.

50
Keterampilan mengelola kelas adalah ”keterampilan

dalam menciptakan kondisi yang optimal guna terjadinya

proses menciptakan kondisi optimal guna terjadinya proses

pembelajaran yang selalu efektif.65

Keterampilan mengelola kelas terdiri dari :

1. Bersosialisasi

2. Penyelesaian masalah yang ada

3. penggunaan humor

f. Keterampilan bertanya

Menurut Bola Abimanyu, keterampilan bertanya dapat

dibagi menajdi dua :

1. keterampilan bertanya dasar. Dengan

komponen-komponennya adalah mengungkapkan

pertanyaan secara singkat dan jelas., pemberian acuan,

pemusatan perhatian, penyebaran pertanyaan.

2. keterampilan bertanya lanjut dengen komponen-

komponennya mengubah tuntutan tingkah kognitif

dalam menjawab pertanyaan pengaturan pertanyaan

dari yang sederhana ke yang kompleks.66

Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan penilaian terhadap kualitas mengajar guru adalah

penilaian yang dilakukan siswa terhadap tinggi rendahnya mutu

guru dalam memberikan pelajaran.

Adapun faktor-faktor yang dinilai adalah:

65
Kosasi R. 1992. Keterampilan Mengelola Kelas. Jakarta : Departemen P dan K, hal. 17.
66
Bola Abimanyu. Keterampilan Bertanya dan Lanjutan. Jakarta : P2LPTK, hal. 19.

51
1. Membuka pelajaran terhdiri dari perhatian

mengulang pelajaran materi yang akan dibahas dan tujuan

pelajaran.

2. Menjelaskan terdiri dari kejelasan, media

belajar, repetisi, dan penekanan hal penting.

3. Bertanya dengan jelas, singkat, dan waktu.

4. Variasi terdiri dari metode mengajar, interaksi di

dalam kelas.

5. Mengelola kelas ; kondisi optimal, sosialisasi

penyelesaian masalah dan humor

6. Penutup pelajaran ; membuat kesimpulan ,

evaluasi dan tindak lanjut.

II.A.2.Hakekat Pretasi Belajar

II.A.2.a. Pengertian Pretasi Belajar

Prestasi belajar siswa sangat penting bagi siswa, guru maupun sekolah. Oleh karena

itu, penentuan prestasi belajar atas siswa dapat dilihat menurut segi kepentingan dari

masing-masing elemen yang ada di sekolah. Bagis siwa, prestasi belajar dapat

dijadikan tolak ukur atas kemampuan dan keberhasilannya dalam menyerap segala

pengetahuan dan keterampilan yang telah dilakukannya. Prestasi belajar ini erupakan

suatu indikator dan dapat dijadikan acuan tentang seberapa jauh pengetahuan dan

keterampilan yang diharapkan sebeleumnya telah dimiliki untuk dapat mengupayakan

penginkatannya.

Prestasi merupakan suatu indikator dari perkembangan dan kemajuan siswa

atas penguasaannya terhadap bahan pelajaran yang telah diberikan guru kepada siswa.

52
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nasrun Harahap dkk, yang

dikutip oleh Syaiful Bahri tentang pengertian perstasi :

Prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan

murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada

mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum. 67

Perstasi merupakan hasil penilaian pendidikan atas perkembangan dan

kemajuan siswa dalam belajar. Prestasi menunjukkan hasil dari pelaksanaan kegiatan

yang diikuti siswa di sekolah. Kegiatan belajar yang diikuti siswa dapat diukur

melalui penguasaan materi yang diajarakan guru serta nilai-nilai yang terdapat dalam

kurikulum.

Pendapatan selanjutnya dikemukakan oleh Thursan Hakim menyatakan bahwa

Belajar dapat didefinisikan sebagai proses perubahan di dalam


kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam
bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti
penginkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.68

Belajar merupakan proses belajar dari perkembangan hidup manusia. Dengan

belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitas individu sehingga tingkah

lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup menusia tidak lain adalah

hasil belajar.

Dari pemahaman tentang pengertian prestasi dan belajar di atas, maka dapatlah

ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa merupakan hasil yang dicapai dari

aktivitas atau kegiatan belajar siswa. Lebih lanjut Syaiful Bahri mengemukakan

pendapatnya tentang prestasi belajar sebagai berikut : ”Prestasi belajar adalah hasil

67
Syaiful Bahri Djamarah. 1994. Prestasi Belajara dan Kompetensi Guru. Surabaya: Ushana Nasional,
hal. 22.
68
Thursan Hakim. 2001. Belajar Secara Efektif. Jakarta : Puspa Swarsa, hal. 1.

53
yang diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri

individu sebagai hasil dari kativitas belajar.69

Prestasi belajar merupakan hasil yang berupa kesan-kesan akibat adanya

perubahan dalam diri individu dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Perubahan

yang dicapai dapat berbentuk kecakapan, tingkah laku, ataupun kemampuan yang

merupakan akibat dari proses belajar yang dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu.

Dalam melakukan aktivitas belajar, tentunya siswa memiliki tujuan dan

keguatan yang diikutinya tersebut. Prestasi belajar yang tinggi merupakan tujuan dan

akibat dari kegiatan belajar yang masimal atau sebaliknya.

Kelengkapan fasilitas belajar memberikan pengaruh yang berarti terhadap

prestasi belajar siswa. Siswa yang fasilitas belajaranya lengkap, prestasi belajaranya

menjadi lebih baik. Penemuan ini mendukung beberapa pendapat dari Suryabraka

yang dikutip oleh Sudarwan Danim mengatakan bahwa : ” Sarana dan fasilitas

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar”70.

Ternyata pula, siswa yang aktivitas belajarnya tinggi, prestasi belajaranya

lebih tinggi daripada siswa yang aktivitas belajaranya rendah. Oleh sebab itu aktivitas

belajar aktif dan dukungan fasilitas yan lengkap akan mberpengaruh positif dan

berarti terhadap prestasi.

II.A.2.b. Faktor-Faktor yang Mempengauhi Prestasi Belajar.

Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku bagi

subjek belajar (peserta didik), ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya.

Berhasil atau tidaknya proses belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

69
Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hal. 23.
70
Sudarwan Danim, Op. Cit., hal, 73.

54
dapat dibagi dalam klariikasi faktor interen (faktor yang berada dalam didir siswa)

dan faktor eksteran (faktor yang berasal di luar diri siswa).

Sehubungan dengan adanya dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

siswa seperti yang telah disebutka di atas. W.S. Winkef menjelaskan kedua faktor

tersebut sebagai berikut :

1. Faktor interen (dalam diri siswa) meliputi :

• Faktor intelektual yaitu taraf intelegensi, kemampuan belajar,

cara belajar.

• Faktor non intelektual yaitu motivasi belajar, sikap, perasaan,

kondisi psikis.

2. Faktor eksteren (luar diri siswa) terdiri dari :

• Faktor pengatur proses belajar dan pengelompokkan siswa

• Faktor sosial disekolah yang terdiri dari sistem sekolah, status

sosial siswa, interaksi guru dengan siswa dan sebagainya

• Faktor situasional yang terdiri dari keadaan politik ekonomi,

waktu, tempat dan keadaan musim.71

Dalam kaitannya denan kaitan belajar siswa, peranan gurupun sangat

menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Guru merupakan faktor

penting dalam menunjang prestasi belajar siswa. Dalam hal ini guru harus

memperhatikan kemampuan anak didik dan mengatur tingkat penguasaan

materi pelajaran pada siswa. Oleh karena itu guru berperan besar terhadap

peningkatan kemampuan anak didik, dengan kemampuan – kemampuan yang

dimilikinya serta pengalamannya dapat mengarahkan dan membimbing para

siswa secara baik untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

71
W.S. Winkel. 1987. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Gramedia, hal. 43.

55
Menurut L B. Kinnning, studi tentang pembinaan anak didik agar dapat

meningkatkan prestasi belajar dapat ditempuh dengan jalan :

1. Mengadakan perencanaan secara kooperatif dengan anak didik

2. Mengembangkan kepemimpinan dan tanggungjawab pada anak

didik

3. Membina prosedur belajar di kelas secara demokratis,

mengorganisir kegiatan belajar secara kelompok, dan memberikan

kesempatan bekerjasama.

4. Memberikan partisipasi secara luas dalam berbagai kegiatan

edukatif sesuai dengan kesanggupan anak didik sendiri

5. Memberikan kesempatan untuk perpikir kritis dalam

mengembangkan buah pikiran sendiri, terutama dalam

mengemukakan dan menerima pendapat.

6. Menciptakan kesempatan untuk mengembangkan sikap yang

dikehendaki secara sosiologis, psikologis dan biologis.72

Upaya yang dapat dilaksanakan oleh sekolah atau guru ntuk meningkatkan

prestasi belajar menurut A. Tabrani Rausyan antara lain :

1. Menciptakan suasana belajar yang dapat merangsang aktivitas

belajar peserta didik

2. Mengoptimalkan hasil belajar

3. Memberikan contoh yang baik

4. Menjelaskan tujuan belajar secara nyata

5. Menginformasikan hasil-hasil yang dicapai peserta didik

6. Memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai73


72
H.S. Koswara. Op. Cit., hal. 162.
73
A. Tabrani Rausyan, dkk. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya,
hal. 6.

56
Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan akan adapat meningkatkan

perestasi belajar yang optimal. Akan tetapi upaya ataupun yan dilakukan oleh

beberapa pihak secara maksimal, tidak akan membuat hasil jika daris siswa itu

sendiri tidak ada kesadaran bahwa belajar adalah merupakan kebutuhan dan

juga tanggung jawab. Oleh karena itu kesadaran harus dimunculkan dengan

berbagai macam motivasi, agar semangat belajar senantiasa dapat

dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.

II.A.2.c.Evaluasi Hasil Belajar dan Pengolahan Nilai.

Evaluasi adalah “suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan

penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam

merancang suatu sistem pengajaran”74. Rumusan itu mempunyai tiga

implikasi, yaitu sebagai berikut :

Pertama, evaluasi adalah suatu proses yang terus menerus, bukan hanya

kahir pengajaran, tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya pengajaran sampai

degan berakhirnya pengajaran.

Kedua, proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk

mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran.

Ketiga, evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan

bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat

keputusan.

Dengan demikian, evaluasi merupakan proses yang berkenaan dengan

pengumpulan informasi yang memungkinkan kita menentukan tingkat

kemajuan pengajaran dan bagaimana berbuat baik pada waktu-waktu

mendatang.

74
Oemar Hamalik. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi
Aksara, hal. 210.

57
Keberhasilan kemajuan belajar peserta didik memerlukan data otentik yang

dapat dipercaya serta memiliki keabsahan. Tentunya, setiap kegiatan yang

berkenaan dengan prestasi peserta didik menjadi topik pembicaraan khusus

dikalangan para penyelenggara pendidikan. Karena kemajuan peserta didik

merupakan fakto yang sangat vital bagi perkembangan dan berlangsungnya

proses pendidikan.

Salah satu sasaran pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Tinggi rendahnya kualitas pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Salah satu yang berpengaruh adalah penilaian yang dilakukan oleh guru atau

lembaga pendidikan yang memenuhi persyaratan validitas dan reabilitas

penilaian. Itu sebabnya sebelum memutuskan penilaian harus dimulai oleh

pengukuran.

Pengertian pengukuran menurut Wond dan Brown adalah sebagai berikut : “

Measurement means the act of process of sustainging the extent or quantity

of something”.75 Jadi pengukuran menurut Wond and Brown adalah suatu

tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas daripada sesuatu.

Setelah diukur baru disimpulkan yang disebut penilaian. Rumusan penilaian

menurut Wond and Brown adalah : “Evaluation refer to the act or process
76
to determining the value of something”. Jadi yang dimaksud dengan

evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai

daripada sesuatu.

Dengan demikian penilaian pendidikan agar objektif dimulai dari

pengukuran yang bersifat kuantitas, kemudian diolah dan disimpulkan secara

kualitas.

75
Ibid., hal. 164.
76
Ibid., hal. 164.

58
“Alat penilaian ada dua, yaitu test dan non test. Bila dilihat dari jumlah siswa

dapat dibedakan menjadi sua jenis, yaitu test individual dan tes kelompok.

Bila ditinjau dari hasil penyusunan tes dapat dibedakan menjadi tes buatan

dan tes standar.77

Bentuk tes yang sering dipakai dalam proses belajar mengajar pada

hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok : 1) tes lisan, 2) tes

tertulis, 3) tes perbuatan / tindakan.78 Bentuk tes tertulis ecara umum dapat

dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Tes essay, adalah tes yang berbentuk pertayaan tertulis yang

jawabannya merupakan kerangka (essay) atau kalimat yang panjang

– panjang.

b. Tes objektiv, adalah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga

hasil tes dapat dinilai secara objektiv, dinilai oleh siapapun akan

menghasilkan nilai yang sama.79

Jenis-jenis tes objektif terdiri dari hal-hal sbegaai berikut :

1. The False, yaitu bentuk tes yang item-item nya berupa statment-

statmen, ada statment yang benar dan ada statment yang salah.

Anak didik disuruh memilih mana statment yang benar dan mana

yang salah.

2. Multiple Choice, yaitu bentuk soal yang terdidri dari statmen yang

belum lengkap, dan untuk melengkapinya disediakan pilihan

(option) dan distractor atau pengeceoh.

3. Matching atau menjodohkan, yaitu bentuk soal yang terdiri dari

dua kolom yang paralel dimana masing-masing kolom berisi


77
Ibid., hal. 86.
78
Harjanto, Op. Cit., hal. 279.
79
Ibid.

59
uraian dan anak didik disuruh menjodohkan uraian disebelah kiri

dengan pasangannya disebelah kanan.

4. Completion atau melengkapi. Alat penilaian yang termasuk non

test seperti observasi, wawancara, eventory, studi kasus, chek list,

dan lain sebagainya.80

Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun test

hasil belajar tersebut antara lain :

a. Tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang

telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.

b. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan

bahan pelajaran yang dijarakan.

c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar

cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai

dengan tujuan.

d. Dirancang sesuai dengan kegunaannua untuk memperoleh hasil

yang diinginkan.81

Selanjutnya dalam melakukan pengolahan hasil belajar dapat dibedakan

menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Pengolahan hasil tes pada penilaian fomatif

2. Penilaian hasil tes pada penilaian sumatif82

Untuk lebih jelasnya pengolahan sebagai hasil belajar sebagai berikut :

1. Pengolahan hasil tes pada penilaian formatif

Penilaian formatif yang dilaksanakan pada akhir setiap satuan

pelajaran bertujuan untuk memeberikan umpan balik bagi guru, yaitu :


80
H. S. Koswara, Op. Cit., hal. 164.
81
Harjanto, Op. Cit., hal. 283.
82
Ahmad Rohan. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta, hal. 182.

60
Pertama : untuk mengetahui sampai dimana penguasaan peserta didik

[ada umumnya atas bahan atau materi pelajaran yang disajikan dalam

satuan pelajaran itu.

Kedua : Untuk mengetahui sampai dimana penguasaan setiak peserta

didik setelah menyelesiakan proses belajar nya pada satuan pelajaran

itu.

2. Pengolahan hasil tes pada penilaian sumatif

Untuk pengolahan hasil tes pada penilaian sumatif dapat

dilakukan melalui dua jenis pendekatan :

• Pengolahan berdasarkan ukuran mutlak

• Pengolahan berdasarkan ukuran relatif83

Pengolahan dengan pendekatan yang berdasarkan ukuran mutlak :

Pengolahan skor mentah dengan ukuran mutlak dalam standar atau

skala 10 dengan mempergunakan ketentuan / rumus :

Skor real

Skor akhir = ------------ X 10 = .........................

Skor Ideal

Pengolahan dengan pendekatan yang berdasarkan ukuran relatif :

Pengolahan berdasarkan ukuran relatif ini ditujukan untuk menilai atau

mengukur prestasi seseorang dibandingkan dengan nilai prestasi rata-rata dari

kelompoknya. Dengan kata lain : pengolahan yang berdasrakan ukuran relatif

menentukan kedudukan peserta didik masing-masing di dalam kelasnya.

83
Ibid., hal. 190.

61
II.B. Kerangka Konseptual

Dalam kegiatan belajar siwa selalu meninginkan hasil yang maksimal atau

mendapatkan haisl belajar yang tinggi. Hasil beajar yang tinggi didapat melalui

proses, bukan hanya bisa mengetahui saja tetapi siswa harus bisa menganalisa sampai

mensisntesa suatu pelajaran. Dan untuk mencapaianya banyak faktor – faktor yang

mempengaruhi seperti faktor yang datang dari diri siswa dan dari luar siswa tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang berasal dari diri seperti IQ,

kesehatan, fisik snagat besar pengaruhnya ditabah lagi faktor-faktor yang datang dari

luar siswa seperti lingkungan sekolah, guru, lingkungan teman bergaul, ataupun

lingkungan keluarga tidak kalah pentingnya dalam menunjang prestasi belajar siswa.

Lebih khusus di sekolah atau di dalam kelas guru memegang oeranan penting

dalam mendidik dan mengajar agar tujuan dan terget dari kurikulum dapat tercapai

dengan baik. Guru harus memperhatikan siswa demi siswa dalam perkembangan

belajarnya. Dan peran guru dapat dlihat dalam memperhatikan, membimbing siswa

yang merasa kurang atau memberikan perhatian bagis siswa yang beprestasi baik. Hal

ini semua bertujuan agara siswa merasa diperhatikan tanpa adanya pembedaan antara

siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

Oleh karena itu seorang guru harus dapat menguasai kelas agar tidak ada salah

persepsi siswa kepad aguru yang bertugas hanya mengajar saja tanpa memperhatikan

proses iswa dalam belajar. Perhatian guru yang tinggi dengan memberikan dorongan

berbentuk non materi ataupun materi seperti pujian, hukuman, hadia, merupakan

suatu dinamika dalam mendidik dan emngajar sehingga siswa menajdi terpacu untuk

mendapatkan prestasi belajar yang tinggi.

Begitu besarnya pengaruh guru dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi

karena guru merupakan sososk manusia yang harus menjadi idola siswa nya. Ini

62
berarti setiap bentuk yang diberikan guru akan selalu dikerjakan karena siswa sudah

merasa terikat psikologis dengan gurunya. Tugas dan tanggungjawab guru berkaitan

erat sekali dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku jabatan sebagai

guru sehingga ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Dari kondisi di atas maka kompetensi guru akan dapat mempengaruhi perstasi

belajar siswa. Berikut merupakan bagan dalam pengaruh kompetensi guru terhadap

prestasi belajar siswa :

Tinggi Tinggi

Kompetensi Proses belajar Prestasi


guru mengajar Belajar

Rendah Rendah

II.C. Hipotesis

Dari landasan teoritik dan kerangka konseptual di atas maka peneliti

mengambil dugaan sementara bahwa ada pengaruh kompetensi mengajar guru

terhadap prestasi belajar siswa pada SMK Gutama Jakarta Timur.

63
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian di SMK Gutama di Kelurahan Kebon Pala,

Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.

2. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan Desember

2007 s /d Februari 2008, dengan melalui tahapan sebagai berikut

Jadwal Penelitian

NO Tanggal Tahap Penelitian Tanda Tangan


1 05-06-2007 Tahap Persiapan
2 19-06-2007 Tahap Pengumpulan Data
3 17-07-2007 Tahap Pengolahan dan Analisis
Data
4 21-08-2007 Tahap Penulisan dan Hasil
Penelitian

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini populasi adalah seluruh siswa SMK Gutama

sebanyak 300 siswa. Sampel penelitian ini ditentukan sejumlah 30 orang yang

ditarik secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dari populasi

penelitian dengan melalui undian. Dengan teori 30/300 =0,1 %.1

64
Nawawi pengantar metodologi penelitian(1983:152)

C. Metode Penelitian

Setiap kegiatan tidak akan terlepas dari metode, baik dalam

penyusunan maupun dalam pengambilan data yang dibutuhkan. Oleh karena

itu penelitian ini menggunakan metode expost facto, perlakuan terhadap

variabel telah terjadi, penelitian meneliti dengan cara melihat kebelakang

dengan mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap variabel yang

diamati.

D. Teknik Pengumpulan Data

Ada dua bentuk yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu :

kompetensi mengajar guru (variabel x) atau variabel yang mempengaruhi dan

pretasi belajar siswa (variabel y) atau variabel yang dipengaruhi.

Variabel kompetensi guru diukur dengan menggunakan alat angket

atau kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun

secara sistematis. Dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan studi

dokumentasi yaitu mengambil nilai rata-rata raport semester I, dan hasil

pengukuran tersebut dapat ditentukan hubungan kedua variabel yaitu

kompetensi guru dengan prestasi belajar siswa SMK Gutama, Jakarta Timur.

E. Instrumen Penelitian

65
1. Teknik pemilihan instrumen

Angket ditujukan kepada siswa SMK Gutama, Jakarta Timur. Daftar

pernyataan yang dibuat terdiri dari satu bagian. Yaitu untuk menjaring data

tentang kompetensi guru. Sedang untuk menjaring data prestasi belajar murid

dengan mengguanakan dokumen sekolah berupa data-data nilai rata-rata

semester I.

Instrumen yang digunakan adalah angket / kuesioner. Angket yang

digunakan tergolong dalam angket tertutup / langsung, dimana responden

sudah disediakan jawaban alternatif. Responden tinggal memilih jawaban

dengan memberi tanda chek (✔) pada tempat yang telah disediakan.

Adapun jawaban yang disediakan pada masing-masing angket terdapat

lima kategori pilihan jawaban mengacu pada skala LICKRET:

- Selalu ( S1)

- Sering ( Sr)

- Kadang – Kadang ( Kd)

- Pernah ( P)

- Tidak pernah ( TP)

Masing-masing kategori mempunyai skor :

- Selalu :5

- Sering :4

- Kadang-kadang :3

- Pernah :2

- Tidak pernah :1

2. Teknik penyusunan instrumen

66
Untuk memperoleh data tentang kompetensi guru, digunakan angket

(kuesioner) tertutup. Sedang studi dokumentasi digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai nilai-nilai raport bayangan siswa kelas II

pada tahun ajaran 2007 / 2008.

Angket yang dirancang dan digunakan dalam penelitian ini dibuat

berdasarkan indikator-indikator dari variabel kompetensi guru. Kisi-kisi

instrumen dapat dijabarkan sebagai berikut :

Kisi-kisi Instrumen Variabel X


(Manajemen Sarana Pendidikan)
Variabel Deskriptor Nomor Item
Bebas (X) a. Keterampilan memberikan 1,5,6,18,19,24,26,29,30
Kompetensi penguatan
guru b. Keterampilan mengadakan 3,12,13,14,25
variasi
c. Keterampilan menjelaskan 2,7
d. Keterampilan membuka dan 4,16,17
menutup pelajaran
e. Keterampilan mengelola 10,11,15,20,21,22,23,27,28
kelas
f. Keterampilan bertanya 8,9

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Untuk mengetahui persyaratan dalam menggunakan teknik korelasi

product moment dari Karl Pearson, maka terlebih dahulu diuji validasi dan

reliabilitasnya.

1. Uji Validitas

Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan rumus Product Moment

dari Karl Pearson sebagai berikut :

Rumus korelasi product moment yaitu :84

84
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan ( Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal. 191.

67
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)

rxy = -----------------------------------

√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara kualitas guru dengan pretasi
belajar siswa
n = Jumlah sampel penelitian
∑x = Jumlah skor item variabel X
∑y = Jumlah skor variabel Y
∑xy = Hasil kali antara variabel x dan variabel y

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas, yakni pengujian terhadap ketetapan atau knsistensi. Dalam

penelitian ini reliabilitasnya akan mengguanakan rumus elah dua

SPEARMAN BROWN

2.rb
R11 = ---------- 85
1 + rb

Keterangan :
R11 = Nilai koefisien reliabilitas
rb = Nilai koefisien r ganjil genap

Hasil uji coba reliabilitas akan dikonsultasikan pada tabel interpretasi r.

G. Teknik Analisis Data

a. Koefisien Korelasi Product Moment Dari Pearson

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel denggan

menggunakan rumus product moment dari Karl Parson :

n.∑ xy – (∑ x) (∑y)

rxy = -----------------------------------

85
Ibid., hal. 202.

68
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2

X = Skor variabel kualitas mengajar guru

Y = Skor variabel prestasi belajar siswa

Setelah diketahui nilai rhitung maka dikonsultasikan dengan rtabel product moment

dan dilanjutkan dengan mencari koefisien hipotesis.

b. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu untuk mencari nilai hitung t

menggunakan rumus :

r√-2
---------
√1-r2

n = Jumlah responden
r = Nilai koefisien korelasi variabel x dan y
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Jika thitung > ttabel, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang

significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.

Jika thitung > ttabel, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada pengaruh yang

significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.

c. Koefisien Determinasi

Untuk megetahui berapa besar konstribusi kompetensi guru terhadap prestasi

belajar siswa digunakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut :

KD = rxy2 x 100 %

KD = Koefisien Determinasi

rxy = Koefisiensi korelasi antara variabel X dan Y

69
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

H. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian di SMK Gutama di Kelurahan Kebon Pala,

Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.

2. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan Desember

2007 s /d Februari 2008, dengan melalui tahapan sebagai berikut

Jadwal Penelitian

NO Tanggal Tahap Penelitian Tanda Tangan


1 05-06-2007 Tahap Persiapan
2 19-06-2007 Tahap Pengumpulan Data
3 17-07-2007 Tahap Pengolahan dan Analisis
Data
4 21-08-2007 Tahap Penulisan dan Hasil
Penelitian

I. Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini populasi adalah seluruh siswa SMK Gutama

sebanyak 300 siswa. Sampel penelitian ini ditentukan sejumlah 30 orang yang

ditarik secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dari populasi

penelitian dengan melalui undian. Dengan teori 30/300 =0,1 %.1

70
Nawawi pengantar metodologi penelitian(1983:152)

J. Metode Penelitian

Setiap kegiatan tidak akan terlepas dari metode, baik dalam

penyusunan maupun dalam pengambilan data yang dibutuhkan. Oleh karena

itu penelitian ini menggunakan metode expost facto, perlakuan terhadap

variabel telah terjadi, penelitian meneliti dengan cara melihat kebelakang

dengan mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap variabel yang

diamati.

K. Teknik Pengumpulan Data

Ada dua bentuk yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu :

kompetensi mengajar guru (variabel x) atau variabel yang mempengaruhi dan

pretasi belajar siswa (variabel y) atau variabel yang dipengaruhi.

Variabel kompetensi guru diukur dengan menggunakan alat angket

atau kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun

secara sistematis. Dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan studi

dokumentasi yaitu mengambil nilai rata-rata raport semester I, dan hasil

pengukuran tersebut dapat ditentukan hubungan kedua variabel yaitu

kompetensi guru dengan prestasi belajar siswa SMK Gutama, Jakarta Timur.

L. Instrumen Penelitian

1. Teknik pemilihan instrumen

71
Angket ditujukan kepada siswa SMK Gutama, Jakarta Timur. Daftar

pernyataan yang dibuat terdiri dari satu bagian. Yaitu untuk menjaring data

tentang kompetensi guru. Sedang untuk menjaring data prestasi belajar murid

dengan mengguanakan dokumen sekolah berupa data-data nilai rata-rata

semester I.

Instrumen yang digunakan adalah angket / kuesioner. Angket yang

digunakan tergolong dalam angket tertutup / langsung, dimana responden

sudah disediakan jawaban alternatif. Responden tinggal memilih jawaban

dengan memberi tanda chek (✔) pada tempat yang telah disediakan.

Adapun jawaban yang disediakan pada masing-masing angket terdapat

lima kategori pilihan jawaban mengacu pada skala LICKRET:

- Selalu ( S1)

- Sering ( Sr)

- Kadang – Kadang ( Kd)

- Pernah ( P)

- Tidak pernah ( TP)

Masing-masing kategori mempunyai skor :

- Selalu :5

- Sering :4

- Kadang-kadang :3

- Pernah :2

- Tidak pernah :1

2. Teknik penyusunan instrumen

72
Untuk memperoleh data tentang kompetensi guru, digunakan angket

(kuesioner) tertutup. Sedang studi dokumentasi digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai nilai-nilai raport bayangan siswa kelas II

pada tahun ajaran 2007 / 2008.

Angket yang dirancang dan digunakan dalam penelitian ini dibuat

berdasarkan indikator-indikator dari variabel kompetensi guru. Kisi-kisi

instrumen dapat dijabarkan sebagai berikut :

Kisi-kisi Instrumen Variabel X


(Manajemen Sarana Pendidikan)
Variabel Deskriptor Nomor Item
Bebas (X) g. Keterampilan memberikan 1,5,6,18,19,24,26,29,30
Kompetensi penguatan
guru h. Keterampilan mengadakan 3,12,13,14,25
variasi
i. Keterampilan menjelaskan 2,7
j. Keterampilan membuka dan 4,16,17
menutup pelajaran
k. Keterampilan mengelola 10,11,15,20,21,22,23,27,28
kelas
l. Keterampilan bertanya 8,9

M. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Untuk mengetahui persyaratan dalam menggunakan teknik korelasi

product moment dari Karl Pearson, maka terlebih dahulu diuji validasi dan

reliabilitasnya.

1. Uji Validitas

Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan rumus Product Moment

dari Karl Pearson sebagai berikut :

Rumus korelasi product moment yaitu :86

86
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan ( Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal. 191.

73
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)

rxy = -----------------------------------

√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara kualitas guru dengan pretasi
belajar siswa
n = Jumlah sampel penelitian
∑x = Jumlah skor item variabel X
∑y = Jumlah skor variabel Y
∑xy = Hasil kali antara variabel x dan variabel y

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas, yakni pengujian terhadap ketetapan atau knsistensi. Dalam

penelitian ini reliabilitasnya akan mengguanakan rumus elah dua

SPEARMAN BROWN

2.rb
R11 = ---------- 87
1 + rb

Keterangan :
R11 = Nilai koefisien reliabilitas
rb = Nilai koefisien r ganjil genap

Hasil uji coba reliabilitas akan dikonsultasikan pada tabel interpretasi r.

N. Teknik Analisis Data

d. Koefisien Korelasi Product Moment Dari Pearson

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel denggan

menggunakan rumus product moment dari Karl Parson :

n.∑ xy – (∑ x) (∑y)

rxy = -----------------------------------

87
Ibid., hal. 202.

74
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2

X = Skor variabel kualitas mengajar guru

Y = Skor variabel prestasi belajar siswa

Setelah diketahui nilai rhitung maka dikonsultasikan dengan rtabel product moment

dan dilanjutkan dengan mencari koefisien hipotesis.

e. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu untuk mencari nilai hitung t

menggunakan rumus :

r√-2
---------
√1-r2

n = Jumlah responden
r = Nilai koefisien korelasi variabel x dan y
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Jika thitung > ttabel, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang

significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.

Jika thitung > ttabel, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada pengaruh yang

significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.

f. Koefisien Determinasi

Untuk megetahui berapa besar konstribusi kompetensi guru terhadap prestasi

belajar siswa digunakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut :

KD = rxy2 x 100 %

KD = Koefisien Determinasi

rxy = Koefisiensi korelasi antara variabel X dan Y

75
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

O. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian di SMK Gutama di Kelurahan Kebon Pala,

Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.

2. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan Desember

2007 s /d Februari 2008, dengan melalui tahapan sebagai berikut

Jadwal Penelitian

NO Tanggal Tahap Penelitian Tanda Tangan


1 05-06-2007 Tahap Persiapan
2 19-06-2007 Tahap Pengumpulan Data
3 17-07-2007 Tahap Pengolahan dan Analisis
Data
4 21-08-2007 Tahap Penulisan dan Hasil
Penelitian

P. Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini populasi adalah seluruh siswa SMK Gutama

sebanyak 300 siswa. Sampel penelitian ini ditentukan sejumlah 30 orang yang

ditarik secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dari populasi

penelitian dengan melalui undian. Dengan teori 30/300 =0,1 %.1

76
Nawawi pengantar metodologi penelitian(1983:152)

Q. Metode Penelitian

Setiap kegiatan tidak akan terlepas dari metode, baik dalam

penyusunan maupun dalam pengambilan data yang dibutuhkan. Oleh karena

itu penelitian ini menggunakan metode expost facto, perlakuan terhadap

variabel telah terjadi, penelitian meneliti dengan cara melihat kebelakang

dengan mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap variabel yang

diamati.

R. Teknik Pengumpulan Data

Ada dua bentuk yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu :

kompetensi mengajar guru (variabel x) atau variabel yang mempengaruhi dan

pretasi belajar siswa (variabel y) atau variabel yang dipengaruhi.

Variabel kompetensi guru diukur dengan menggunakan alat angket

atau kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun

secara sistematis. Dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan studi

dokumentasi yaitu mengambil nilai rata-rata raport semester I, dan hasil

pengukuran tersebut dapat ditentukan hubungan kedua variabel yaitu

kompetensi guru dengan prestasi belajar siswa SMK Gutama, Jakarta Timur.

S. Instrumen Penelitian

1. Teknik pemilihan instrumen

77
Angket ditujukan kepada siswa SMK Gutama, Jakarta Timur. Daftar

pernyataan yang dibuat terdiri dari satu bagian. Yaitu untuk menjaring data

tentang kompetensi guru. Sedang untuk menjaring data prestasi belajar murid

dengan mengguanakan dokumen sekolah berupa data-data nilai rata-rata

semester I.

Instrumen yang digunakan adalah angket / kuesioner. Angket yang

digunakan tergolong dalam angket tertutup / langsung, dimana responden

sudah disediakan jawaban alternatif. Responden tinggal memilih jawaban

dengan memberi tanda chek (✔) pada tempat yang telah disediakan.

Adapun jawaban yang disediakan pada masing-masing angket terdapat

lima kategori pilihan jawaban mengacu pada skala LICKRET:

- Selalu ( S1)

- Sering ( Sr)

- Kadang – Kadang ( Kd)

- Pernah ( P)

- Tidak pernah ( TP)

Masing-masing kategori mempunyai skor :

- Selalu :5

- Sering :4

- Kadang-kadang :3

- Pernah :2

- Tidak pernah :1

2. Teknik penyusunan instrumen

78
Untuk memperoleh data tentang kompetensi guru, digunakan angket

(kuesioner) tertutup. Sedang studi dokumentasi digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai nilai-nilai raport bayangan siswa kelas II

pada tahun ajaran 2007 / 2008.

Angket yang dirancang dan digunakan dalam penelitian ini dibuat

berdasarkan indikator-indikator dari variabel kompetensi guru. Kisi-kisi

instrumen dapat dijabarkan sebagai berikut :

Kisi-kisi Instrumen Variabel X


(Manajemen Sarana Pendidikan)
Variabel Deskriptor Nomor Item
Bebas (X) m. Keterampilan memberikan 1,5,6,18,19,24,26,29,30
Kompetensi penguatan
guru n. Keterampilan mengadakan 3,12,13,14,25
variasi
o. Keterampilan menjelaskan 2,7
p. Keterampilan membuka dan 4,16,17
menutup pelajaran
q. Keterampilan mengelola 10,11,15,20,21,22,23,27,28
kelas
r. Keterampilan bertanya 8,9

T. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Untuk mengetahui persyaratan dalam menggunakan teknik korelasi

product moment dari Karl Pearson, maka terlebih dahulu diuji validasi dan

reliabilitasnya.

1. Uji Validitas

Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan rumus Product Moment

dari Karl Pearson sebagai berikut :

Rumus korelasi product moment yaitu :88

88
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan ( Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal. 191.

79
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)

rxy = -----------------------------------

√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara kualitas guru dengan pretasi
belajar siswa
n = Jumlah sampel penelitian
∑x = Jumlah skor item variabel X
∑y = Jumlah skor variabel Y
∑xy = Hasil kali antara variabel x dan variabel y

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas, yakni pengujian terhadap ketetapan atau knsistensi. Dalam

penelitian ini reliabilitasnya akan mengguanakan rumus elah dua

SPEARMAN BROWN

2.rb
R11 = ---------- 89
1 + rb

Keterangan :
R11 = Nilai koefisien reliabilitas
rb = Nilai koefisien r ganjil genap

Hasil uji coba reliabilitas akan dikonsultasikan pada tabel interpretasi r.

U. Teknik Analisis Data

g. Koefisien Korelasi Product Moment Dari Pearson

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel denggan

menggunakan rumus product moment dari Karl Parson :

n.∑ xy – (∑ x) (∑y)

rxy = -----------------------------------

89
Ibid., hal. 202.

80
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2

X = Skor variabel kualitas mengajar guru

Y = Skor variabel prestasi belajar siswa

Setelah diketahui nilai rhitung maka dikonsultasikan dengan rtabel product moment

dan dilanjutkan dengan mencari koefisien hipotesis.

h. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu untuk mencari nilai hitung t

menggunakan rumus :

r√-2
---------
√1-r2

n = Jumlah responden
r = Nilai koefisien korelasi variabel x dan y
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Jika thitung > ttabel, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang

significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.

Jika thitung > ttabel, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada pengaruh yang

significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.

i. Koefisien Determinasi

Untuk megetahui berapa besar konstribusi kompetensi guru terhadap prestasi

belajar siswa digunakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut :

KD = rxy2 x 100 %

KD = Koefisien Determinasi

rxy = Koefisiensi korelasi antara variabel X dan Y

81
BAB IV

ANALISIS DATA, PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Pada bab ini akan di paparkan bagian pokok mengenai deskripsi analisis data dan

interprestasi hasil penelitian. Data penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel

bebas (x) dan variabel terikat (y). variabel bebas adalah pengaruh kompetensi

mengajar guru, sedangkan variabel terikat adalah prestasi belajar siswa. Jumlah

subjek penelitian yang datanya telah memenuhi sarat untuk di analisa adalah 30 orang,

pada SMK Gutama Jakarta Timur.

Setelah penulis menghitung jumlah skor yang di dasarkan dari jawaban guru pada

angket, maka penulis akan menyajikan hasil tersebut pada tabel I untuk hasil variabel

pangaruh kompetensi mengajar guru (variabel x)

B. Pengujian Persyaratan Statistik

1. Uji validasi

Uji validasi instrumen menggunakan uji validasi butir dengan

menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Definisi konsep butir isntrument secara optimal sehingga dapat diukur.

2. Tentukan jumlah sample sebagai responden, dalam penilitan ini sampel

yang digunakan untuk uji validasi sebanyak 20 responden.

3. Tabulasi hasil jawaban responden

82
4. Kolom butir soal yang sama dari seluruh responden yang telah mengisi

angket mewakili nilai skoor variabel X. Sedangkan nilai skor total untuk

seluruh butir soal mewakili nilai variabel Y. tetapkan validasi isntrument

soal dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment.

5. Instrumen ditetapkan valid atau tidak valid diukur dengan membandingkan

perolehan nilai jaringan dan nilai jaringan maka butir soal dinyatakan

valid.

TABEL 1

Tabulasi Data Hasil Uji Coba Instrumen Variabel X (Kompetensi Mengajar)

83
X Y

Nomor Item Skor


No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total

1 3 5 4 4 3 3 4 3 3 2 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 1 92

2 2 3 1 3 1 1 1 3 2 2 3 3 1 5 3 3 3 3 3 2 2 1 1 2 2 2 3 3 4 3 73

3 1 3 3 4 1 3 2 3 3 3 4 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 1 3 3 2 3 82

4 3 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 135

5 3 5 4 5 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 3 4 132

6 3 2 2 3 4 1 3 3 3 3 3 3 1 1 3 5 5 3 3 2 5 2 2 3 2 3 2 3 4 3 83

7 5 5 5 3 5 5 3 5 4 3 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 3 5 4 5 3 4 135

8 4 4 2 4 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 4 4 2 4 3 3 3 2 2 5 3 3 2 4 3 3 88

9 3 4 5 5 1 4 5 5 3 2 5 3 3 3 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 4 121

10 3 3 3 4 3 4 4 3 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 115

11 3 2 2 2 2 5 2 5 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 5 3 3 4 2 1 3 4 3 4 88

12 5 5 5 5 4 5 4 4 4 3 4 4 3 4 3 5 5 5 4 5 4 3 3 4 4 2 3 3 5 5 123

13 3 2 2 2 2 5 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 5 3 3 3 2 2 3 3 3 4 85

14 3 2 2 2 2 5 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 5 3 3 4 3 3 2 4 3 5 91

15 3 3 2 2 2 5 3 3 4 2 5 3 3 2 3 4 3 3 3 4 5 4 4 4 2 5 2 3 2 5 99

16 5 3 4 5 4 3 5 3 4 3 4 4 3 5 4 4 4 3 3 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 119

17 3 3 4 5 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 1 2 3 4 3 101

18 5 5 5 5 4 5 5 4 3 4 5 3 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 16

19 1 5 4 3 1 5 3 2 4 1 4 1 4 3 3 3 5 4 2 3 4 1 1 2 3 2 4 3 1 3 86

20 1 5 3 3 1 5 3 2 4 3 5 3 4 5 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 115

J 62 74 66 74 55 80 65 69 68 58 81 62 65 70 73 80 77 77 68 70 85 65 65 75 66 63 66 74 70 76 2099

84
TABEL 2
Perhitungan Validasi Butir Instrumen Variabel X
Butir 1 Butir 2

No X Y X2 Y2 XY No X Y X2 Y2 XY
1 3 92 9 8464 276 1 5 92 25 8464 460
2 2 73 4 5329 146 2 3 73 9 5329 219
3 1 82 1 6724 82 3 3 82 9 6724 246
4 3 135 9 18225 405 4 5 135 25 18225 675
5 3 132 9 17424 396 5 5 132 25 17424 660
6 3 83 9 6889 249 6 2 83 4 6889 166
7 5 135 25 18225 675 7 5 135 25 18225 675
8 4 88 16 7744 352 8 4 88 16 7744 352
9 3 121 9 14641 363 9 4 121 16 14641 484
10 3 115 9 13225 345 10 3 115 9 13225 345
11 3 88 9 7744 264 11 2 88 4 7744 176
12 5 123 25 15129 615 12 5 123 25 15129 615
13 3 85 9 7225 255 13 2 85 4 7225 170
14 3 91 9 8281 273 14 2 91 4 8281 182
15 3 99 9 9801 297 15 3 99 9 9801 297
16 5 119 25 14161 595 16 3 119 9 14161 357
17 3 101 9 10201 303 17 3 101 9 10201 303
18 5 136 25 18496 680 18 5 136 25 18496 680
19 1 86 1 7396 86 19 5 86 25 7396 430
20 1 115 1 13225 115 20 5 115 25 13225 575
62 2099 222 228549 6772 74 2099 302 228549 8067

R xy =
n. Σxy - ( Σx )( Σy )
(n.Σx 2
− ( Σx )
2
) (n.Σy 2
− ( Σy )
2
)
135440 − 130138
rxy =
(596 ) . (165199 )

5302 5302
= = 0,5344 = = 0,5344
98446684 9922

161340 − 155326
=
(564 ) . (165179 )

6014
=
93160956

6014
= = 0, 623
9651

Berdasarkan hasil hitungan diperoleh hasil bahwa seluruh butir item

instrumen variabel kompetensi mengajar guru adalah valid, karena nilai rhitung >

rtabel dimananya sebesar 0,360

85
TABEL 3
Tabulasi validitas Butir Instrumen Variabel X

No. butir Instrumen Koefisien Keterangan


Korelasi
1 0.534 Valid
2 0.623 Valid
3 0.771 Valid
4 0.599 Valid
5 0.736 Valid
6 0.519 Valid
7 0.757 Valid
8 0.707 Valid
9 0.602 Valid
10 0.550 Valid
11 0.795 Valid
12 0.637 Valid
13 0.711 Valid
14 0.586 Valid
15 0.432 Valid
16 0.724 Valid
17 0.581 Valid
18 0.718 Valid
19 0.773 Valid
20 0.866 Valid
21 0.486 Valid
22 0.689 Valid
23 0.832 Valid
24 0.659 Valid
25 0.762 Valid
26 0.681 Valid
27 0.669 Valid
28 0.688 Valid
29 0.485 Valid
30 0.487 Valid
Hasil perhitungan validasi butir instrumen variabel X

2. Uji Reliabilitas Data

Uji reabilitas data menggunakan uji teknik belah dua Spearman Brown,

dengan Langkah-langkah sebagai berikut :

1. Butir soal yang dinyatakan valid kemudian di belah menjadi dua bagian

yaitu kelompok ganjil dan genap.

86
2. Jawaban tiap kelompok dibobot sehingga menghasilkan score total tiap

item soal. Score yang diperoleh adalah score kelompok ganjil dan score

kelompok genap.

3. Score total kelompok ganjil mewakili nilai score X dan score total

kelompok genap mewakili nilai score Y.

4. Buat tabel penolong sehingga terdapat kolom skor niali X, Y, Xy, X2, dan

Y2.

5. Cari skor nilai Σ X, Σ Y, Σ XY, Σ X2, dan Σ Y2

6. Cari nilai koefisien korelasi dengan rumus Pearson Product Moment.

Hasilnya nilai koefisien itu dibuat dengan istilah r ganjil genap = rxy = rb

7. Nilai koefisien r ganjil genap = rxy = rb. Itu baru merupakan nilai

reabilitas setengah isntrumen penelitian atau setengah dari seluruh butir-

butir soal.

8. Reabilitas seluruh intrumen harus dicari dengan bantuan rumus Spearman

Brown dan menghasilkan nilai koefisien dan dikenal dengan istilah

koefisien r11 dengan rumus :

2.r b
R 11 =
1 + rb

9. Bila koefisien Spearman Brown atau rn sudah dihasilkan, maka

bandingkan dengan nilai r tabel

10. Tetapkan kesimpulan dengan ketentuan bahwa, jika koefisien r hitung

(koefisien Spearman Brown atau r11) lebih besar dari rtabel maka soal

realibel. Sebaliknya jika koefisien rhitung lebih kecil dari rtabel maka soal

tidak reliable. Perhitungan dilakukan seteliti mungkin untuk mencegah

kesalahan.

87
TABEL 4

Skor Nilai Soal Ganjil

No Nilai item Skor


Subyek 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 22 23 25 27 29 Total

1 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 48
2 2 1 1 1 2 3 1 3 3 3 2 1 1 2 3 4 32
3 1 3 1 2 3 4 3 4 3 3 3 2 2 3 3 2 40
4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 65
5 3 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 5 5 4 3 64
6 3 2 4 3 3 3 1 3 5 3 5 2 2 2 2 4 42
7 5 5 5 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 3 67
8 4 2 2 2 3 3 2 4 2 3 3 2 2 3 2 3 40
9 3 5 1 5 3 5 3 4 4 5 5 4 4 5 5 4 61
10 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 55
11 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 5 3 3 2 3 3 43
12 5 5 4 4 4 4 3 3 5 4 4 3 3 4 3 5 60
13 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 5 3 3 2 3 3 41
14 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 5 3 3 3 2 3 43
15 3 2 2 3 4 5 3 3 3 3 5 4 4 2 2 2 46
16 5 4 4 5 4 4 3 4 4 3 4 5 5 4 4 5 62
17 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 2 4 52
18 5 5 4 5 3 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 69
19 1 4 1 3 4 4 4 3 5 2 4 1 1 3 4 1 44
20 1 3 1 3 4 5 4 4 4 3 5 4 4 5 4 5 55
J 62 66 55 65 68 81 65 73 77 68 85 65 65 66 66 70 1029

88
TABEL 5

SKOR NILAI SOAL GENAP

No
Nomor Item Skor
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 Total
Subyek
2 4 6 8 9 0 2 4 6 8 0 2 4 6 8 30
1 5 4 3 3 3 2 2 3 4 4 3 2 3 3 2 1 44
2 3 3 1 3 2 2 3 5 3 3 2 1 2 2 3 3 41
3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 1 3 3 42
4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 70
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 68
6 2 3 1 3 3 3 3 1 5 3 2 2 3 3 3 3 41
7 5 3 5 5 4 3 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 68
8 4 4 3 3 3 2 2 2 4 4 3 2 5 3 4 3 48
9 4 5 4 5 3 2 3 3 5 4 4 4 4 4 4 4 60
10 3 4 4 3 4 5 5 4 4 4 5 3 4 3 3 4 60
11 2 2 5 5 3 2 3 3 3 3 2 3 4 1 4 4 45
12 5 5 5 4 4 3 4 4 5 5 5 3 4 2 3 5 63
13 2 2 5 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 44
14 2 2 5 2 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 5 48
15 3 2 5 3 4 2 3 2 4 3 4 4 4 5 3 5 53
16 3 5 3 3 4 3 4 5 4 3 4 5 5 4 4 4 57
17 3 5 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3 1 3 3 49
18 5 5 5 4 3 4 3 4 5 5 5 4 4 4 5 4 67
19 5 3 5 2 4 1 1 3 3 4 3 1 2 2 3 3 42
20 5 3 5 2 4 3 3 5 4 4 4 4 4 5 5 5 60
7 7 8 6 6 5 6 7 8 7 7 6 7 6 7
J 4 4 0 9 8 8 2 0 0 7 0 5 5 3 4 76 1070

89
TABEL 6

Perhitungan Reliabilitas Belah Dua Ganjil Genap

No X Y X2 Y2 XY
1 48 44 2304 1936 2112
2 32 41 1024 1681 1312
3 40 42 1600 1764 1680
4 65 70 4225 4900 4550
5 64 68 4096 4324 4352
6 42 41 1764 1681 1722
7 67 68 4489 4624 4556
8 40 48 1600 2304 1920
9 61 60 3721 3600 3660
10 55 6 3025 3600 3300
11 43 45 1849 2025 1935
12 60 63 3600 3969 3780
13 41 44 1680 1936 1804
14 43 48 1849 2304 2064
15 46 53 2116 2809 2438
16 62 57 3844 3249 3534
17 52 49 2704 2401 2548
18 69 67 4761 4489 4623
19 44 42 1936 1764 1848
20 55 60 3025 3600 3300
J 1029 1070 55213 59260 57038

R xy =
n. Σxy - ( Σx )( Σy )
(n.Σx 2
− ( Σx )
2
) (n.Σy 2
− ( Σy )
2
)
20 (57068 ) - (1091 )(1070 )
=
(20(55213) − (1091 )
2
) (20 (59260 − (1070 )
2
)

1140760 - 1101030
=
(1104260 − 1058841 )(1185200 −1144900 )

39730 39730 39730


= = = = 0,92
( 45419 ) . ( 40300 ) 1830385700 42783 ,00714

2.r b
R 11 =
1 + rb

90
2. 0,92 1,84
= = = 0,958
1 + 0,92 1,92

Dari hasil perhitungan diperoleh nilah rhitung sebesar 0,958 sedangkan rtabel

sebesar 0,377. rhitung > rtabel, maka isntrumen variable kompetensi mengajar guru

( X ) memiliki reabilitas sangat tinggi.

TABEL 7

91
Tabulasi Data Hasil Angket Tentang Pengaruh Kompetensi mengajar Guru
di SMK Gutama Jakarta Timur

TOTAL
SKOR JAWABAN SISWA SKOR
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 4 3 5 4 4 5 3 4 5 5 2 3 3 5 5 4 4 5 4 4 81
2 2 4 4 5 5 3 2 4 4 5 5 5 4 4 2 5 5 3 5 5 81
3 5 2 4 3 3 5 2 2 5 4 4 3 3 2 4 2 3 2 2 2 62
4 4 5 2 4 3 3 2 4 2 3 5 3 5 3 3 4 2 2 4 3 65
5 3 2 4 3 3 4 4 5 3 3 3 5 5 5 3 4 4 5 4 3 75
6 4 4 2 4 2 5 3 3 5 4 4 2 4 5 5 3 5 2 5 5 76
7 5 3 5 4 4 5 5 3 4 2 2 4 3 3 5 2 2 4 2 3 68
8 3 2 3 4 5 3 2 5 5 4 4 4 3 5 5 3 4 5 3 4 76
9 4 4 3 2 2 4 4 5 3 3 2 5 5 5 3 5 4 4 5 3 75
10 3 3 5 3 5 5 2 4 5 3 4 4 5 3 4 5 3 4 4 4 78
11 4 5 5 3 3 2 4 4 5 4 4 3 3 2 5 4 4 3 4 4 74
12 4 4 4 3 5 2 4 3 4 2 2 4 4 2 3 2 4 4 2 3 78
13 4 2 3 3 3 4 3 5 4 4 3 4 5 2 5 5 3 5 3 3 60
14 4 5 3 4 4 4 4 4 5 3 5 5 3 4 5 3 3 3 5 3 78
15 4 5 4 3 4 4 3 5 5 3 4 5 3 4 5 4 2 3 4 4 79
16 5 4 5 4 4 5 5 3 3 2 5 5 4 3 5 4 4 5 4 3 80
17 3 2 5 4 4 5 3 4 5 4 3 3 3 5 5 4 5 4 4 4 80
18 4 4 4 3 2 5 4 4 5 3 4 5 4 3 3 3 5 5 4 5 79
19 4 4 4 4 5 2 4 5 4 4 3 5 4 3 5 3 3 5 5 4 79
20 3 5 5 3 3 5 3 5 4 3 4 5 4 4 5 2 4 3 4 4 78
21 3 4 5 4 4 5 5 3 2 2 5 5 4 3 5 4 4 5 3 4 80
22 5 4 4 4 5 4 4 5 5 3 2 2 5 5 4 3 5 4 5 4 82
23 4 3 3 4 4 4 5 4 5 2 3 2 4 5 5 5 3 5 4 4 78
24 4 4 4 5 4 4 5 5 4 2 3 2 4 5 5 5 3 5 4 4 81
25 5 4 4 4 4 4 5 4 5 3 2 2 5 4 5 3 5 4 4 5 81
26 5 3 4 3 3 4 4 5 5 3 2 5 2 5 4 3 4 5 5 4 78
27 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 3 2 2 5 3 4 5 4 81
28 5 5 4 5 5 4 3 5 4 4 5 5 2 3 4 3 4 3 5 4 81
29 4 5 5 5 4 5 4 4 3 5 4 5 3 4 3 2 5 4 4 4 81
30 3 4 5 4 5 4 5 3 4 5 4 4 4 2 3 4 5 3 5 4 81

92
TABEL 8

Data Hasil Penelitian tentang Kompetensi Mengajar Guru

Di SMK KWK Jakarta Timur

RESPONDEN X
1 81
2 81
3 62
4 65
5 75
6 76
7 68
8 76
9 75
10 78
11 74
12 78
13 60
14 78
15 79
16 80
17 80
18 79
19 79
20 78
21 80
22 82
23 78
24 81
25 81
26 78
27 81
28 81
29 81
30 81

Sumber : Data Diolah Dari Hasil Angket

93
TABEL 9
Data Hasil Penelitian tentang Kompetensi Mengajar Guru
Di SMK GUTAMA Jakarta Timur
(Variabel Y)

RESPONDEN X
1 7,6
2 7,6
3 5,7
4 6,6
5 7,0
6 7,1
7 6,3
8 7,1
9 7,1
10 7,3
11 6,9
12 7,3
13 5,5
14 7,3
15 7,4
16 7,5
17 7,5
18 7,4
19 7,4
20 7,3
21 7,5
22 7,7
23 7,3
24 7,6
25 7,6
26 7,3
27 7,6
28 7,6
29 7,6
30 7,6
Sumber : Nilai Raport Siswa Mid Semester Ganjil
Th. Pelajaran 2007 – 2008

Mengetahui
Kepala Sekolah
SMK Gutama Jakarta Timur

(Drs. Much Slamet)

94
TABEL 10
Perhitungan Korelasi Product Moment
No Responden X Y X2 Y2 XY
1 1 97 6,50 9409 42,25 630,5
2 2 105 7,10 11025 50,41 745,5
3 3 103 7,00 10609 49 721
4 4 103 6,80 10609 46,24 700,4
5 5 95 6,50 9025 42,25 617,5
6 6 109 7,10 11881 50,41 773,9
7 7 105 6,90 11025 47,61 724,5
8 8 103 6,80 10609 46,24 700,4
9 9 111 7,50 12321 56,25 832,5
10 10 109 7,30 11881 53,29 795,7
11 11 105 7,40 11025 54,76 111
12 12 101 6,50 10201 42,25 656,5
13 13 100 6,40 10000 40,96 640
14 14 98 6,20 9604 38,44 607,6
15 15 106 7,10 11236 50,41 752,6
16 16 105 7,30 11025 53,29 766,5
17 17 104 6,00 10816 36 624
18 18 105 6,70 11025 44,89 703,5
19 19 102 6,60 10404 43,56 673,2
20 20 112 7,40 12544 54,73 828,8
21 21 104 6,90 10816 47,61 717,6
22 22 115 7,70 13224 59,29 885,5
23 23 110 7,20 12100 51,84 792
24 24 102 6,60 10404 43,56 673,2
25 25 102 6,50 10404 42,25 663
26 26 104 6,80 10816 46,24 707,2
27 27 95 6,10 9025 37,21 579,5
28 28 101 6,30 10201 39,69 636,3
29 29 102 6,50 10404 42,25 663
30 30 99 6,60 9801 43,56 653,4
∑ 1396,7
3112 204,3 323469 7 21242,3
Sumber : Data Diolah Dari Hasil Penelitian

Berdasarkan tabel hasil penelitian di atas pengujian hiptesis dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mencari nilai Koefisien Korelasi Product Momet Dari Pearson

95
R xy =
n. Σxy - ( Σx )( Σy )
(n.Σx 2
− ( Σx )
2
) (n.Σy 2
− ( Σy )
2
)
30 .16849 ,5 - (2306 )( 218 ,5)
=
(30 ×178210 − (2306 ) 2 )(30 ×1595 ,05 − (218 ,5) 2 )

505485 - 503861
=
( 5346300 − 5317636 )( 47851 ,5 − 47742 ,25 )

1624
=
( 28664 ) (109 ,5)

1624
=
313 .1542

1624
=
1769 ,6163

= 0,918

Analisa perhitungan menggunakan product moment pada 0, 05

menunjukkan r hitung = 0, 918 lebih besar dan r tabel = 0, 361, ini berarti

antara variabel kompetensi mengajar guru dengan prestasi belajar siswa pada

semester I terdapat hubungan yang significant.

2. Mencari nilai thitung

r n −2
thitung =
1 −r 2

0,918 30 −2
=
1 −0,918 2

96
0.918 28
= 1 −0.843

0.918 (5.29 )
=
0.157

485622
= 0,396232

= 12,26

Perhitungan uji koefisien korelasi t diperoleh thitung sebesar 12, 26

kemudian dengan derajat kebebasan dan taraf nyata diperoleh 0,05, peroleh

ttabel sebesar 1, 710 dengan demikian thitung > dari ttabel = 12,26 >1.70. Ini berrati

variabel x dan y posistif dan significant.

3. Koefisien Determinasi

KD = r2 x 100 %

= (0,918)2 x 100 %

= 0,84 x 100 %

= 84 %

Perhitungan determinasi sebesar 84 % artinya, prestasi belajar siswa di

SMK Gutama 84 % dipengaruhi oleh kompetensi guru, sedangkan 100 % - 84 % =

16 % di pengaruhi faktor lain.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil perhitungan menggunakan product moment pada a 0,05

menunjukkan r hitung = 0, 918 lebih besar dari r tabel, yaitu 0, 361 atau 0,918 > 0,

361 serta hasil pengujian korelasi lemah dengan menggunakan uji t diperoleh t

hitung lebih besar dari tabel yaitu 12, 26 > 1, 70.

97
Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang

positif dan significant antara pengaruh kompetensi mengajar guru terhadap

prestasi belajar siswa dapat diterima.

Dari perhitungan koefisien determinasi diatas, nilai KD = 64 %, hal ini

menunjukkan bahwa besarnya prestasi belajar siswa di SMK Gutama Jakarta

Timur 64% dipengaruhi oleh kompetensi guru. Sedangkan yang 100% - 64% =

36% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

98
A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian, analisis maupun pembahasan yang telah

dilakukan. Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan yang positif dan significant antara kompetensi mengajar

guru dengan prestasi belajar siswa di SMK Gutama Jakarta Timur. Hal ini

ditunjukkan oleh hasil perhitungan koefisien korelasi product moment dari

Pearson , dimana r = 0,918

2. Dari hasil pengujian hipotesis ternyata thitung lebih besar bila dibandingkan

dengan ttabel. Dimana thitung = 12, 26 sedangkan ttabel = 1,701, dengan demikian

maka hipotesis nol penelitian ini ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima.

Atau dengan kata lain, ada pengaruh yang significant dari kompetensi

mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa di SMK Gutama Jakarta Timur.

3. Dari hasil penghitungan koefisien determinan di dapat KD = 84 % dengan

demikian diambil kesimpulan bahwa pretasi belajar siswa di SMK Gutama

Jakarta Timur 84 % dipengaruhi oleh faktor kompetensi mengajar guru,

sedangkan 16 % dipengaruhi oleh faktor lain.

B. Saran-Saran

Berdasarkan hasilpenelitian tersebut di atas, menghasilkan saran-saran sebagai

berikut :

1. Kepada kepala sekolah hendaknya tetap berupaya optimal meningkatkan

kompenesi mengajar guru dengan memberikan motifasi dan kesempatan yang

99
luas kepada para guru untuk mengikuti berbagai pelatihan dan pendidikan

dengan tugas keguruan.

2. kepada para guru hendaknya senantiasa meningkatkan wawasan

pengetahuannya sehingga dapat menjadi seorang pendidik yang berkualitas

dan mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai seorang guru

dengan maksimal.

3. Kepada para siswa disampaikan agar tetap berupaya semaksimal mungkin

untuk lebih giat dalam belajar, karena dengan belajar yang giat, maka siswa

akan menjadi anak yang cerdas.

100

You might also like