You are on page 1of 99

TEKNIK MENULIS

BERITA & FEATURE


R. MASRI SAREB PUTRA

PT INDEKS Kelompok GRAMEDIA


indeks@cbn.net.id
BAGIAN I

BERITA
Bagian pertama ini membahas

 sekilas terjadi dan institusi berita

 etimologi dan semantik berita

 menggali dan memburu berita

 berita, perisiwa, dan fakta

 unsur-unsur berita

 teknik menulis berita

 memancing dengan lead

 teknik membuat judul berita

 teknik menyunting berita

1
BAB 1

BERITA:
SEKILAS SEJARAH TERJADI
DAN INSTITUSINYA

Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat


1. memahami asal usui berita dan institusinya
2. memahami awal mula berita dilembagakan melalui "acta diuma" dalam
Forum Romanum
3. memahami asal usul wartawan dijuluki slave reporter, atau "kuli tinta'
4. memahami revolusi institusi berita, setelah Johannes Gutenberg
menemukan mesin cetak

2
Kapankah terminologi "berita" ditemukan dan siapakah orang yang pertama
kali mempopulerkannya? Sukar melacaknya secara pasti. Yang jelas, sejak
manusia pertama bisa berkomunikasi satu sama lain. sebenarnya makna
"berita" sudah dikenal. Bukankah berita pada hakikatnya adalah kabar biasa,
atau keterangan mengenai kejadian/ peristiwa yang hangat?
Jadi, setiap kali berkomunikasi, setiap kali pula ada isi/pesan/berita
yang disampaikan atau yang hendak dikomunikasikan. Tanpa adanya berita,
maka sebuah komunikasi menjadi hanya komunikasi biasa, tanpa ada embel-
embel "mengandung nilai berita".
Kabar biasa, atau keterangan mengenai kejadian/peristiwa yang hangat
tentu saja datang dari pembawa kabar. Pada zaman dahulu kala, pada zaman
kerajaan. pembawa kabar sering dilakukan oleh hulu balang. Salah satu
pekerjaan hulu balang ialah mewartakan kepada raja ihwal/ peristiwa yang
terjadi di seputar kerajaan. Karena itu, dalam arti sempit, hulu balang juga
disebut pewarta. Tentu saja, kabar yang diwartakan hulu balang ialah kabar
yang penting, kabar yang mengandung nilai berita, sehingga kabar itu dapat
dijadikan dasar bagi raja di dalam mengambil sikap atau tindakan. Jika yang
diwartakan bukan kabar yang penting, maka tentu saja si hulu balang akan
dicaci maki oleh raja. Belum lagi jika misalnya berita yang dibawakan
mengandung berita bohong, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bukan
hanya si hulu balang akan dipecat, bisa jadi ia juga dihukum.

1.1 Berita pada Zaman Romawi Kuno


Berita memang nenjadi bagian dari hidup umat manusia dalam interaksi
sosialnya. Akan tetapi, berita sebagai komoditas dan sebagai sebuali
peristiwa/fakta yang ' secara khusus disistematisasikan (dicari, dikumpulkan,
dan disiarkan untuk mendapatkan umpan balik) atau dijadikan menu/sajian
sebuah medium komunikasi— barangkali baru dimulai pada zaman Romawi
kuno.
Pakar sejarah Suetonius mencatat, ketika Julius Caesar dinobatkan
menjadi konsul (9 SM), ia memerintahkan supaya di Forum Romanum
(pasar Roma) dipasang papan pengumuman yang disebut dengan acta
diurna atau catatan harian (ada = catatan: (diurna/diurnal - harian). Dari
sinilah kita mengenal istilah "akta notaris" (catatan notaris) atau "akta
mengajar" (surat keterangan kompetensi untuk mengajar). Juga dari sini kita
mengenal istilah jurnal, atau terbitan berkala.
Boleh dikatakan, papan pengumuman di zaman Romawi kuno
merupakan medium cetak yang fungsinya sebagai alat komunikasi massa.
Namun, komunikasi yang masih searah (one way traffic communication).
tidak ada hubungan timbal balik. Ada diuma adalah medium komunikasi
dari atas (penguasa) ke bawah (rakyat).
Papan pengumuman pada acta diurna adalah informasi yang ingin
dikomunikasikan dari penguasa kepada rakyatnya. Orang yang bertugas

3
mengumpulkan informasi itu disebut diurnarius. Mereka adalah para budak
(servus), golongan rendahan, kaum orang yang tidak merdeka, yang oleh
majikan mereka disebut "orang terikat". Pada zaman Kekaisaran Romawi,
para budak diadu berkelahi dengan binatang buas di amphiteatrum
(stadion). Perkelahian itu menjadi bahan tontonan yang menarik. Tidak
jarang, sang budak mati diterkam binatang buas. Dan bagi yang menang,
mendapat ganjaran, biasanya diangkat martabatnya menjadi manusia bebas.
Waktu itu. hubungan budak-majikan bagai hubungan harta-pemilik. Budak
adalah "harta" dan majikan adalah pemilik.
Dari sini nantinya lahir istilah slave reporter, yang di Indonesia
disamakan dengan "kuli tinta" untuk mengacu pada tugas mengumpulkan
dan menyiarkan berita. Di dalam tugasnya sehari-hari, wartawan menulis
hasil investigasi dan wawancaranya menggunakan pena. Karena itu,
wartawan disebut kuli tinta-setara dengan orang yang bekerja membangun
sebuah rumah, gedung, atau jalan raya yang disebut "kuli bangunan".
Jadi, "kuli tinta" mengacu pada:
 suatu pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan alat utama tinta
(pena) atau wartawan;
 orang yang memperoleh penghasilan (bermata pencaharian) dari menulis
karangan (artikel, buku, dan sebagainya) (KBBI, 2001: 610)

1.2 Gutenberg: Revolusi Media Massa


Media cetak yang kita kenal sekarang, merupakan sebuah proses penemuan
panjang dan sangat berbelit. Media celak tidak lahir begitu saja, namun jauh
hari sebelumnya sebenarnya sudah ada upaya, embrional, dan naluri manusia
untuk mengarah ke sana. Hanya saja. temuan-temuan awal masih, bersifat
naluriah, belum tersistematisasikan dan belum distrategikan untuk suatu
tujuan atau kepentingan tertentu.
Kurang lebih 6.000 tahun yang silam, di zaman Babilonia dan Ninive
(wilayah Irak sekarang), di Asia Kecil (Minor Asia) sebenarnya sudah dikenal
karya cetak -walaupun bentuknya masih sangat sederhana. Karya cetak
tersebut dibuat dari tanah lempung (tanah liat) yang dipanggang seperti
halnya batu bata. Para ahli menemukan di Ninive terdapat 25.000 lempeng
tanah liat berbentuk segi empat yang telah dikeringkan. Setiap lempeng
berisi susunan garis-garis berupa paku. karena itu disebut juga sebagai
"tulisan paku".
Selelah manusia berhasil berkomunikasi dengan suara atau bunyi,
komunikasi sederhana itu meningkat lagi menjadi komunikasi tertulis.
Setelah mengenal dunia sekitar dan dapat menggambar benda-benda,
manusia mulai menciptakan komunikasi lewat gambar untuk "menuliskan"
dan menyampaikan sesuatu. Bahasa tulis melalui gambar ini disebut juga
dengan "piktograf' (dari kata picture = gambar dan grafein = tulisan).

4
Jika manusia penghuni tepi sungai Eufrat membuat buku dari
lempung, maka manusia yang bermukim di sepanjang sungai Nil jauh lebih
maju peradabannya. Hal ini terbukti dari peninggalan kebudayaan material
mereka. Mereka membual karya cetak sudah menggunakan papyrus yang
tumbuh subur dan liar di sepanjang pesisir Laut Tengah. Bahkan, tumbuh-
tumbuhan ini juga dengan mudah dapat ditemui di kiri atau kanan tepi
Sungai Nil.
Manusia penghuni tepi Sungai Eufrat (Mesir) membual karya cetak
diawali dengan memetik daun-daun papyrus, kemudian di permukaan daun
itu diukir dengan huruf-huruf hieroglyp. Hieroglyp kemudian berkembang
menjadi ideograf. yakni lambang yang mempunyai makna tertentu berupa
huruf kanji yang sekarang ini masih diteruskan tradisinya oleh bangsa Cina
dan Jepang.
Tulisan dalam daun papyrus jika sudah penuh satu daun, maka
disambung dengan daun yang lain dan lama-kelamaan sampai panjang,
bahkan panjangnya hingga bermeter-meter. Itu pula sebabnya. Kitab Taurat
(Torah) disebut Pentateukh, alau Lima Gulungan, karena kitab itu memang
terdiri atas lima gulungan. Kitab gulungan yang terpanjang dalam sejarah
sepanjang 7,5 meter.
Di tempat lain, orang Romawi membuat karya cetak juga dengan
gulungan. Namun, bahan yang mereka gunakan bukan dari daun papyrus,
melainkan dari bahan kulit domba atau kulit kambing yang disebut dengan
vellum. Materi kulit binatang ini ternyata cukup awet dan mudah untuk
disimpan. Berabad-abad lamanya manusia menggunakan daun papyrus dan
vellum untuk media tulis-menulis, hingga kemudian bahan baku karya tulis
berupa kertas dan mesin cetak ditemukan.
Sementara itu, di India dan Indonesia yang alamnya banyak ditumbuhi
pohon palma, orang menggunakan daun lontar sebagai media tulis-menulis.
Di Cina, Tsai Lun yang hidup sekitar tahun 105M, telah melakukan
eksperimen untuk membuat kertas. Ia menumbuk-numbuk beberapa jenis
materi sejenis hennep, yang diadoni dengan air, lalu dimasukkan ke dalam
cetakan, lantas dijemur. Setelah kering, jadilah kertas. Dengan perantaraan
tawanan-tawanan perang Cina. penemuan Tsai Lun lantas meluas sampai ke
Arab, Mesir, Afrika Utara, dan kemudian Eropa. Para pakar memandang
bahwa apa yang dirintis oleh Tsai Lun merupakan cikal bakal penemuan
jenis bahan baku cetak-tulis modem yang disebut kertas.
Waktu terus bergulir, manusia semakin maju dalam pemikiran dan
peradabannya. Di tahun 1041, Pi Seng, seorang warga Cina, menemukan
alat cetak sederhana. Akan tetapi, orang lebih mengenai apa yang dilakukan
oleh Johannes Gutenberg. seorang Jerman dari kawasan Mainz, sebagai
"penemu" teknologi cetak yang pertama. Dari tangannyalah lahir
Septuaginta. kitab Latin yang pertama yang kemudian populer disebut

5
sebagai "Kitab Gutenberg". Kitab ini disebut juga sebagai "Kitab 42 Baris"
karena setiap halamannya terdiri atas 42 baris.
Kitab Gutenberg rampung pengerjaannya pada 15 Agustus 1456,
dengan jumlah cetakan 180 eksemplar. 150 dicetak di atas kertas, dan 30 lagi
dicetak dalam vellum. Ukuran (format) buku 12 x 16, 5 inch. Konon, hingga
sekarang buku itu hanya tersisa 48 buah saja. Barang berharga dan
bersejarah itu 14 buah berada di Amerika Serikat. Boleh dikatakan, revolusi
di dunia produksi media cetak dimulai ketika Gutenberg pada tahun 1456
menemukan mesin cetak sederhana. Meskipun sederhana, mesin cetak itu
dapat memproduksi secara massal beberapa kitab (produk).
Penemuan Gutenberg merupakan titik awal yang menjadi inspirasi
bagi penemuan-penemuan mesin cetak selanjutnya yang semakin hari
semakin canggih. Sejak itu, teknologi percetakan semakin berkembang
sehingga memicu perkembangan produksi media cetak seperti buku,
majalah, surat kabar, serta berbagai terbitan berkala maupun tidak berkala
lainnya. Tanpa adanya jasa Gutenberg, kita tidak tahu seperti apakah
perkembangan teknologi percetakan dan output-nya. Dalam konteks ini,
Marshail McLuhan mengatakan, "Gutenberg made everybody a reader,
Xerox makes everybody a publisher" Gutenberg membuat setiap orang
menjadi pembaca, sedangkan Xerox membuat setiap orang menjadi
penerbit."
Tahun 1884 boleh dikatakan terjadi lompatan sekali lagi teknologi di
bidang percetakan. Seorang penduduk Baltimore, Ottmar Mergenhaler
berhasil menemukan jenis mesin linotype. Disusul kemudian dengan
penemuan mesin celak yang lebih modern, yakni mesin cetak silinder.
Dan pada awal abad 19, media cetak tidak saja menjadi sebuah produk
budaya. Akan tetapi, juga berfungsi sebagai komoditas (barang dagangan).
Teknologi percetakan kian berkembang. Seni artistik pun masuk dalam
industri media cetak. Media cetak telah semakin multifungsi, dicetak dalam
jumlah besar, menjadi salah satu media komunikasi cetak di samping media
lainnya.

KATA-KATA KUNCI
berita kabar
pewarta
medium/media komunikasi
Forum Romanum
acta diuma
acta senatus
slave reporter
kuli tinta
piktograf
mesin cetak

6
PERTANYAAN
1. Apa yang disebut dengan "acta diuna"?
2. Jelaskan Forum Romanum!
3. Apa yang dimaksudkan dengan slave reporter?
4. Mengapa wartawan disebut "kuli tinta"?
5. Apa peran Johannes Gutenberg dalam perkembangan teknologi media
cetak?

7
BAB 2

BERITA:
ETIMOLOGI DAN SEMANTIK
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat
1. mendefinisikan dan menyebut apakah berita itu
2. menjelaskan manakah peristiwa yang bernilai berita dan bukan
3. menjelaskan proses terjadinya berita

8
Dalam kehidupan sehari-hari. kita sudah sangat terbiasa menggunakan dan
mengucapkan kata "berita." Ketika bertemu sahabat, kenalan, orang tua,
atau siapa saja; kita sering bertanya, "Hei, lama tak bertemu, bagaimana
kabar beritanya?" Atau, ketika kita ingin tahu tentang seseorang melalui
orang yang kita Jumpai, kita bertanya. "Si Anu sekarang di mana? Kok lama
tak mendengar beritanya?"
Makna "berita'" seperti contoh di atas, tentu saja sama dengan kabar,
kisah, atau "ada apa dengan" si Anu yang hendak diketahui? Barangkali
jawaban atas pertanyaan mengenai berita, penting bagi si penanya. Namun,
belum tentu penting bagi orang lain, atau bagi khalayak yang lebih luas.
Dengan kata lain, sebuah peristiwa/fakta, atau apa pun yang dialami;
belum tentu mengandung nilai berita. Tidak setiap peristiwa/kejadian dapat
disebut berita.
Kalau begitu, apa sesungguhnya arti "berita"? Dihadapkan dengan
pertanyaan seperti itu. tentu saja kita harus berpikir lebih dulu. Minimal
membuka kamus, alau ensiklopedi.

2.1 Etimologi dan Semantik


— Kamus Besar Bahasa Indonesia—KBBI, Departemen Pendidikan Nasional-
Balai Pustaka, 2001:140—mendefinisikan "berita" sebagai berikut

 "Cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang


hangat; kobar; laporan; pemberitahuan; pengumuman."

Definisi dari kamus itu, tentu saja belum memuaskan. Oleh karenanya
kita masih perlu mengeksplorasi sumber-sumber lain, yang menjelaskan apa
sesungguhnya makna berita, khususnya dalam konteks ilmu jurnalistik
Berita, alau news, ternyata mengandung banyak definisi, namun
substansinya sama. Sebagai contoh:

 "kabar, berita, warta." .

— Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia Pustaka Ulama. 2000: 394.

 > ''Information about a recent event or events; The presentation


of such Information as reports by journalist and others in the
media (print, radio, television, electronic, or other), often in a
format described through a compound beginning with news
such as news broadcast, newscast, newspaper, sometimes used
as the title Newsweek, Newsday, and News night."

— The Oxford Companion to the English Language: 690.

 ... a report on the tatest major events in one's own city and nation
and in other parts of the worid, on television, on the radio, in a

9
newspaper, etc; 2 information about recent events or changes In
s.o.'s personal or business life; She read a letter with news from her
son,

— Dictionary of American English: 1020

2.2 Berita dan Peristiwa


Samakah antara berita dan peristiwa?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita mengacu kepada
makna harfiahnya. Peristiwa ialah kejadian, atau event. Adapun berita bisa
saja merupakan sebuah peristiwa, namun tidak setiap peristiwa mengandung
unsur berita.
Sebagai contoh:
 Bencana alam tsunami yang melanda Aceh merupakan suatu peristiwa
(gejala) alam yang secara faktual terjadi. Peristiwa ini sekaligus
mengandung unsur atau syarat-syarat sebuah berita. Mengapa? Karena
peristiwa itu selain unik dan dramatis, juga menyangkut (kepentingan,
masalah, perhatian) banyak orang.
 Joko Bodo, seorang kernet angkot, patah kuku jempol tangannya yang
panjang ilu akibat terjepit pintu mobil. Ini suatu peristiwa, namun bukan
merupakan berita.

Mengapa peristiwa pertama disebut mengandung unsur berita, sedangkan


peristiwa yang kedua bukan, akan dibahas pada bagian tersendiri (bahasan
yang secara khusus mengupas unsur-unsur atau syarat-syarat sebuah berita).

2.3 Proses Penemuan dan Pelaporan Berita


Laporan wartawan, baik media elektronika maupun media cetak, yang kita
terima dan kita baca, sesungguhnya merupakan sajian akhir yang sudah
mengalami proses yang panjang. Sebelum berita itu tersaji di hadapan kita
(kita baca, resapi dan nikmati), sebenarnya sudah ada serangkaian pekerjaan
yang dilakukan. Apa, siapa, dan bagaimana proses itu dilakukan?

2.4 Tempat Berita dalam Media


Berita, dari dulu sampai sekarang, tetap menjadi bahan utama untuk
komoditas informasi yang sangat vital. Untuk itulah, ada media yang melulu
mengandalkan jualannya (dagangan, atau menu utamanya) dari hanya
menyiarkan berita. Sebagai contoh:
 Metro TV memaklumkan diri sebagai media berila dan informasi (juga
CNN).
 Tempo adalah majalah berita mingguan.

10
PERISTIWA/FAKTA => WARTAWAN => DILAPORKAN => LAPORAN
(lisan + tulisan)
- mengamati
- mengalami diedit
- wawancara
CLEAN COPY naskah dari wartawan yang sudah disunting editor dikirim ke
PRACETAK untuk diset. Kalau dianggap final, dibuat film, lalu dicetak/diproduksi
secara massal.
Proses penemuan/pelaporan berita

Sebegitu pentingnya berita, sehingga ada rubrik tertentu dalam televisi


yang dinamakan "Infotaintment". Artinya, sebuah berita (informasi) yang
dikemas secara menghibur, secara enak. Dalam bab tersendiri mengenai
rubrikasi. tempat berita dalam sebuah media akan dibahas secara mendetail
Bahwa yang namanya "berita", masih dapat dipilah-pilah lagi dalam kategori-
kategori.
Yang jelas, manusia ternyata membutuhkan berita (dan informasi)
tentang manusia lain dan tentang dunia lain yang melingkupi dan
memengaruhi kehidupannya. Kebutuhan itu terbukti dari banyaknya
peminat (pembaca/pemirsa/pembeli) media yang menyiarkan atau
mempublikasikan berila atau informasi. Sementara media yang
mengandalkan opini, sering hanya sedikit peminatnya-sebagai contoh jurnal
ilmiah. Di sini berlaku adagium, "People want to know about people"-manusia
ingin mengetahui ihwal orang lain.

KATA-KATA KUNCI
berita
berita dan bukan berita
proses berita
peristiwa
news event kabar laporan

PERTANYAAN
1. Apa definisi "berita"? Jelaskan dengan contoh minimal dua definisi dari
sumber yang berbeda!
2. Apa perbedaan antara berita dan peristiwa?
3. Mengapa berita yang kita nikmati dan kita baca disebut telah mengalami
proses?
4. Jelaskan bagaimana proses penemuan/ pelaporan berita!

TUGAS
Pergilah ke perpustakaan. Carilah dalam kamus, leksikon, ensiklopedi,
internet, atau sumber lain definisi "BERITA". Bandingkan dengan
pengetahuan, atau pemahaman yang sudah Anda peroleh! Adakah

11
perbedaan yang kamu temukan? Adakah pula persamaannya? Tunjukkan!
(tugas -kelompok).

12
BAB 3

MENGGALI DAN MEMBURU


BERITA
Setelah membaca dan mempelajari bob ini. Anda diharapkan dapat
1. memahami proses pelaporan dan penulisan berita
2. memahami teknik pendalaman berita, antara lain melalui wawancara dan
pengamatan
3. memahami apa yang dimaksudkan dengan "sumber berita"

13
Berita tentu tidak tidak datang dengan sendirinya. Seorang wartawan,
koresponden, atau pelapor haruslah jeli di dalam menangkap berbagai
fenomena di sekelilingnya untuk dijadikan balian pemberitaan.
Dalam tugas sehari-hari sebagai jurnalis, seorang wartawan haruslah
pencari berita. Wartawan sepanjang waktu -konon jam kerja wartawan 24
jam!—terus-menerus memikirkan bagaimana mendapat berita yang eksklusif
dan bernilai berita. Kalau perlu, media lain belum menyiarkannya dan berita
itu hanya diperoleh dan dimuat dalam media tempat sang wartawan bekerja.
Proses mendapatkan berita dapat melalui berbagai cara. Setelah berita
didapat, masih perlu diolah lagi -ibarat "tukang masak" yang meracik dan
meramu makanan agar enak dan menarik ketika disajikan. Lazimnya berita
didapat dari enam cara:
 Penemuan peristiwa (fact finding)
 Mencari keterangaan dari saksi/tokoh terkait
 Wawancara
 Investigasi
 Mengambil dari sumber lain
 Kantor berita

3.1 Penemuan Peristiwa (fact finding) dan angle


Berita yang "ditemukan" sifatnya berupa peristiwa yang terjadi. Bisa
peristiwa alam. seperti: banjir, tsunami, gunung meletus, gempa bumi,
meteor jatuh, gerhana matahari, kebakaran, dan sebagainya. Wartawan
tinggal melaporkan, atau menuliskan, dampak yang ditimbulkan oleji
peristiwa itu dan memilih angle manakah yang paling menarik bagi
pembaca?
Apakah yang dimaksudkan dengan angle? Secara harilah, angle berarti

"to hold am opinion or perspective on something" (Dictionary of


American English, 2002: 45).
Jadi. angle ialah sudut pandang, sisi pandang, atau titik awal yang
diambil wartawan untuk mulai menulis berita.
Agar lebih jelas, barangkali angle dimasukkan dalam contoh berikut
ini. Misalnya, ada peristiwa kebakaran di sebuah lokalisasi WTS di wilayah
Jakarta Barat. Rentetan peristiwanya panjang dan tentu saja banyak yang
terkait di dalamnya. Setelah diselisik, ternyata kebakaran itu tidak hanya
semata-mata kebakaran, tetapi ada by design, ada skenario tertentu di sana.
Wartawan harus jeli melihat sesuatu di balik berita, untuk menangkap "apa"
di balik peristiwa. Laporan wartawan harus dalam, ia tidak hanya sekadar
melaporkan sesuatu yang tampak di permukaan saja. Karena itu, si

14
wartawan—setelah menyaksikan peristiwa—menggali lebih dalam, akhirnya,
ia menemukan tali temali peristiwa. Ternyata, kebakaran di lokalikasi WTS
disulut oleh pihak tertentu yang ingin tempat lokalisasi dijadikan gedung
perkantoran. Sudah banyak jalan ditempuh untuk mencoba membeli areal di
sana, namun selalu gagal. Satu-satunya cara ialah dengan
membumihanguskan areal tersebut.
Kebakaran membawa efek domino. Warga ada yang luka parah,
sampai meninggal. Harta benda ludes. Seorang WTS—katakanlah namanya
Mawar Indah Berduri—ikut tewas dalam peristiwa naas ini. Padahal. Mawar
dikenal sangat cantik, ramah, dan menjadi tumpuan hidup keluarganya di
kampung.
Sebagai wartawan, apa angle yang hendak Anda ambil? Terserah!
Asalkan setiap angle perlu didalami, dan tentu saja, memenuhi tiga unsur
berikut ini.

 What peopie WANT to know ?


 What people NEED to know ?
 What people WANT and NEED to know ?

Dalam bab khusus yang membahas teknik (dan proses) penulisan


berita dijelaskan bahwa sebelum menulis berita, wartawan harus berpikir
lebih dulu. Untuk wartawan junior, yang belum terbiasa menulis, agar
dihasilkan berita yang sempurna kadang diperlukan outline. Outline
sebenarnya sama dengan apa yang ada di dalam pikiran (map of mind)
Anda.
Bagi wartawan senior dan orang yang biasa menulis, outline itu sudah
ada dalam kepalanya. Urut-urutannya sudah ada. Ia tahu manakah angle
yang dipakai untuk starting point, sehingga begitu sampai di kantor, ia
cukup duduk di depan komputer ialu bisa langsung muiai menulis berita.
Yang mengherankan wartawan junior, laporan seniornya bagus dan
memikat." Aneh! (Inilah buah dari kebiasaan, berlatih, dan learning by
doing! Neuron (syaraf) menjadi terbiasa atau imun, jika sering dilatih).
Setelah ditimbang-timbang, akhirnya wartawan yang meliput peristiwa
kebakaran di lokalisasi WTS Jakarta Barat memilih angle tewasnya korban
Mawar Indah Berduri. Si wartawan menghubungi keluarga di kampung
dengan wawancara tak bersemuka. Ia mendapat informasi yang menarik,
bahwa Mawar adalah kembang desa, tahun depan akan menikah dengan
kepala desa sebagai istri ketujuh, dan sewaktu pamit ke Jakarta, Mawar
mengatakan bekerja di pabrik sepatu milik orang Korea. Memang semula

15
dijanjikan begitu, namun akhirnya Mawar terjebak dalam mata rantai jual
beli perempuan (trafficking), sehingga akhirnya menjadi penghuni lokalisasi.
Setelah menetapkan angle, dengan tidak lupa memberi bingkai dan latar
peristiwa, si wartawan lalu menulis:
Mawar Indah Berduri tewas mengenaskan dalam peristiwa kebakaran di
sebuah lokalisasi di Jakarta Barot, Tubuhnya yang halus mulus tak terlihat
lagi. Padahal, tahun depan kembang desa Itu bokal dipersunting kades
sebagai istri ketujuh.
"Habis sudah tumpuan hidup kami/ kata Lilin Suci (46 tahun), ibu Mawar.
"Kami tak tahu mesti dapat biaya dari mana lagi/ tambah sang ibu sambi!
menangis histeris ketika mendapat kabar bahwa putri kesayangannya telah
tiada.
Menurut keterangan Lilin Suci, setiap bulan Mawar mengirimkan uang Rp
1.500.000,00. "Kini kami luntang lantung dan hidup dari mana?' tanyanya.
Memang kasihan nasib Bu Suci dan keluarga. Sudah jatuh tertimpa tanggo
pulal (nar)

Bagaimana jika tidak ada kejadian alam, atau insiden kebakaran seperti
terjadi di lokalisasi WTS Jakarta Barat, apakah wartawan menganggur?
Ataukah ia malah membuat bencana -misalnya membakar rumah orang—
agar ada bahan berita yang dapat ia tulis?
Tentu tidak! Seorang wartawan yang kreatif, selalu memiliki ide-ide
untuk dikembangkan menjadi berita. Peristiwa yang sudah lama terjadi pun
dapat dikembangkan menjadi sebuah tulisan/ berita yang hangat. Misalnya:
bencana tsunami sudah terjadi lebih dua tahun -ini tentu bukan lagi berita
hangat. Tapi berita itu bisa dihangatkan kembali dengan mengangkat
bagaimana suka duka, atau pengalaman, sebuah keluarga yang tercerai berai
sewaktu tsunami menghantam daerah Aceh dan sebagian wilayah Sumatera,
baru benemu kembali.
Atau contoh lain. Gunung Merapi meletus tiga tahun yang lalu -berita
basi. Wartawan bisa menghangatkannya kembali, dengan mengangkat sisa-
sisa dampak peristiwa alam itu dengan mengaitkannya dengan temuan fakta
sekarang. Katakan, seorang petani yang berhasil sukses karena menjual pasir
gunung merapi (pasir malang) menjadi salah satu media tanam bonsai. Inilah
yang dimaksudkan dengan temuan fakta. Jadi, selalu ada saja teknik untuk
mendapatkan berita. Selalu ada cara jntuk membuat sebuah berita basi
menjadi hangat kembali.

3.2 Keterangan dari Saksi/Tokoh Terkait


Saksi/ tokoh yang terkait dengan sualu peristiwa menjadi penting
untuk dijadikan pelengkap, atau berita tersendiri, di samping berita ulama.
Seorang wartawan dalam pengembangan berita, harus bisa menangkap efek

16
dan tali temali sebuah peristiwa. Dengan demikian, apa yang dilaporkan
tidak hanya sebatas apa yang terjadi, tetapi betul-betul tuntas dan
memuaskan rasa ingin tahu audience.
Sebagai contoh, banjir setiap tahun melanda kota Jakarta—ini sebuah
berita biasa. Namun, menjadi berita luar biasa, jika banjir juga sampai
menggenangi rumah pejabat teras negara, atau rumah seorang public figure,
sehingga ketika hendak masuk rumah sang tokoh mesti mengangkat celana
(atau rok) ke atas dulu. Apalagi, jika peristiwa itu diabadikan lewat kamera,
tentu mengandung nilai berita yang luar biasa.
Dalam memburu berita yang menyangkut suatu peristiwa, wartawan
ikut terlibat baik secara fisik maupun nonfisik. Wartawan mengikutinya
dengan empati dan melaporkan hasil amatan dan apa yang ia rasakan.
Wartawan mencatat" semuanya itu. Karena itu, wartawan yang ditugasi
mengikuti dan melapiorkan suatu peristiwa/ event disebut meliput.

Catatan:
meliput = membuat berita atau laporan secara terperinci tentang suatu
masalah atau peristiwa [KBBi 2001: 677).

Dilihat dari prosesnya, ternyata wartawan tidak hanya menulis atau


melaporkan berita secara terperinci, tetapi juga mengamati dan (sering kalil
bahkan mengalaminya sendiri. Setelah itu. baru peristiwa/ event itu
dilaporkan. Di sinilah sesungguhnya makna kata "meliput" menjadi penuh,
ketika wartawan tidak saja melaporkan secara terperinci sualu peristiwa/
event, tetapi juga (sebelumnya) mengamati dan mengalami sendiri.

3.3 Wawancara
Salah salu teknik untuk mendapatkan berita yang eksklusif ialah
dengan wawancara. Tentu saja. yang dipilih adalah narasumber yang punya
nilai berita, atau narasumber yang benar-benar relevan dengan isu berita
tersebut.
Sebagai contoh, kini sedang hangat-hangatnya isu mengenai flu
burung. Siapa kira-kira tokoh yang lepat untuk diwawancarai? Tentu saja,
dokter yang pakar di bidangnya (relevan) atau seorang public figure. kerabat
atau kenalan korban flu burung (narasumber yang punya nilai berita).
Untuk melakukan wawancara dengan narasumber, tidaklah mudah. Di
samping tidak setiap orang mau terbuka, banyak narasumber yang sibuk dan
nyaris tidak punya waktu untuk wawancara khusus. Bagaimana cara
melakukan wawancara, seorang wartawan harus punya trik-trik untuk itu.

17
Bagaimana agar narasumber mau "buka mulut", seorang wartawan pun
harus pandai-pandai menyiasatinya. Ada narasumber yang untuk
mendapatkan atau mengorek sesuatu darinya harus melalui pendekatan
pribadi, atau personal approach. Ada yang melalui teknik investigatif
(penyelidikan), bahkan tidak sedikit wartawan yang untuk mendapatkan
informasi dengan menyamar.
Masih ingat bagaimana penyamaran yang dilakukan wartawan News of
The World yang menjadi sheikh dari Timur Tengah saat mewawancarai
pelatih nasional kesebelasan Inggris, Sven-Goran Erikkson? Dalam
penyamarannya, si wartawan berhasil mengorek informasi dan memancing
komentar Erikkson yang akhirnya menimbulkan kontroversial itu. Akibat
komentarnya, Erikkson lalu berhadapan dengan publik Inggris yang berang.
Erikkson lalu menuai akibat pahit atas komentarnya: dipecat sebagai pelatih
limnas Inggris usai Piala Dunia 2006.

3.3.1 Teknik Wawancara I


 Persiapan alat tulis dan rekam
Seorang wartawan, .sebelum melakukan wawancara, perlu persiapan
atas memperlengkapi diri dengan seperangkat alat tulis dan rekam. Hal ini
karena ingatan manusia pendek, sementara apa yang ditulis itu abadi. Selain
itu, untuk menghindari kesalahan atau ketidaklengkapan yang dapat
ditampung oleh daya ingat manusia.
Sebelum melakukan wawancara, wartawan harus melengkapi diri
dengan tape recorder. Periksalah, apakah kaset penuh atau kosong, apa baterai
masih baik atau usang, dan perhitungkan berapa lama waktu wawancara.
Kalau lama, cukupkah dengan satu kaset? Selain itu, wartawan harus
menyiapkan alat tulis. Biasanya, block notes dan ballpoint disediakan kantor.
Jangan sampai terjadi, ketika wawancara, wartawan meminjam ballpoint
narasumber. Ini sungguh memalukan!

 Siapkan pertanyaan
Untuk mendapatkan sebuah berita yang lengkap, seorang wartawan
perlu mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada
narasumber. Kalau perlu, persiapan dilakukan secara tertulis. Bahkan, ada
wartawan yang sebelum melakukan wawancara langsung, mengirimkan
terlebih dahulu daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber.
Mengapa persiapan itu perlu dilakukan? Persiapan perlu dilakukan
agar diperoleh data, informasi dan keterangan yang lengkap pada saat itu
juga. Mengapa daftar pertanyaan perlu dipersiapkan, atau dikirimkan lebih

18
dahulu? Hal ini agar pada saat itu pula diperoleh data yang akurat dan
lengkap mengenai topik yang hendak digali dari narasumber.
Sebagai contoh, seorang wartawan harian ekonomi ingin
mewawancarai presiden direktur sebuah perusahaan sepatu. Ia ingin
menggali dari narasumber, berapakah karyawan yang berpendidikan SLTA,
diploma, S-1. atau S-2? Kalau ini yang ditanyakan mendadak, maka sang
wartawan tidak akan mendapatkan data saat itu juga. Karena karyawan
pabrik sepatu itu mencapai angka belasan ribu, tentu saja sang presiden
direktur tidak tahu persis datanya. Untuk mendapat data itu. sang presiden
direktur memerlukan data dari Bagian Personalia. Jika informasi itu, atau
pertanyaan itu, dikirimkan jauh hari sebelumnya, maka sang presiden
direktur tentu sudah menyiapkan datanya di laci meja. Dan ketika wartawan
meminta data, tinggal diberikan saja bahan yang sudah tersedia.

 Sopan
Ketika melakukan wawancara, selalulah bersikap ramah tamah dan
sopan. Anda bisa tidak mendapatkan berita apa-apa, jika narasumber sebal
dengan Anda, lalu meninggalkan Anda pergi.
Kata-kata yang diajukan hendaknya tersusun sedemikian rupa,
sehingga tidak terkesan menyalahkan, menggurui atau memojokkan
narasumber. Ingat, yang diperlukan wartawan ialah menggali informasi dan
data sebanyak-banyaknya dari narasumber, bukan untuk tujuan yang lain.
Tugas wartawan hanyalah menggali, mengarahkan narasumber,
mendengar, dan mencatat.
Berhadapan dengan narasumber, seorang wartawan harus menyadari
dia adalah pencari berita, bukan sumber berita. Sumber berita adalah
narasumber itu sendiri! Jangan sampai, dalam sebuah wawancara, si
wartawan yang lebih banyak ngomong daripada narasumbernya.

3.3.2 Wawancara Individual


Wawancara individual ialah wawancara yang dilakukan pada satu
narasumber, namun narasumber ini memiliki nilai berita dan dapat
memberikan keterangan secara lengkap. Misalnya, kita ingin menulis
mengenai mengapa listrik akhir-akhir ini mengalami gangguan alau
pemadaman? Untuk itu, kita cukup mewawancarai Kahumas PLN setempat.
Dari sana akan diperoleh keterangan yang lengkap dan sebab-akibat yang
kait-mengait.

19
3.3.3 Wawancara Tertulis
Sering karena masalah teknis dan rumitnya permasalahan,
menyebabkan wartawan tidak dapat langsung masuk ke narasumber. Karena
itu, wawancara tertulis menjadi alternatif. Misalnya, begitu sulitnya
menembus benteng pertahanan Gerakan Aceh Merdeka, padahal wartawan
memerlukan data dan konfirmasi mengenai sebuah operasi militer yang
dilakukan pihak, lawan. Berapa korban jatuh? Nah. wawancara tertulis bisa
dilakukan, dengan menitipkan wawancara itu kepada jalur khusus.
Keuntungan teknik wawancara ini ialah: diperoleh data dan informasi
yang akurat dan penulisan nama dan tempat yang benar. Adapun
kelemahannya: diperlukan waktu yang lama. padahal berita itu segera
ditunggu pemuatannya dan jawaban hanya terbalas pada pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang telah dirancang.

3.3.4 Wawancara Tak Bersemuka


Wawancara yang dilakukan melalui telepon, email, alau sarana lainnya
dengan mempertimbangkan unsur-unsur faktual suatu berita. Sebelum
melakukan wawancara tak bersemuka. sebaiknya tetapkan dulu
permasalahan, atau topik, apa yang mau digali dan diperdalam? Sejumlah
pertanyaan perlu disiapkan. Karena waktunya terbatas, dan tentu saja
berbiaya, usahakan pertanyaan yang diajukan langsung ke inti persoalan.

3.4 Konferensi Pers


Teknik lain bagaimana mendapatkan sumber berita ialah dengan
mengikuti konferensi pers atau dikenal dengan istilah press conference.
Biasanya, konferensi pers dilakukan oleh staf hubungan masyarakat atau
biro komunikasi sebuah lembaga. Dalam konferensi pers, biasanya sudah
disediakan informasi yang diperlukan. Namun, sering informasi yang
disiapkan sifatnya umum dan kurang terkandung di dalamnya nilai berita.
Untuk mendalaminya, wartawan harus menggali dari sumber lain.
Di samping itu, kerap konferensi pers sifatnya satu arah dan
cenderung yang disampaikan sisi-sisi positifnya saja. Wartawan harus
mengkaunter informasi itu lagi dengan narasumber lain yang relevan dan
kompeten untuk isu tersebut.
Memang akhirnya banyak wartawan yang merasa kurang puas dengan
hanya menggunakan kertas atau lembaran konferensi pers sebagai bahan
berita.

20
3.5 Investigasi
Sering wartawan berhadapan dengan narasumber yang tidak mudah
untuk diwawancarai. Atau ia sudah melakukan wawancara, namun masih
belum merasa puas dengan temuan fakta yang diperoleh. Wartawan ingin
lebih dalam lagi menggali. Karena itu, ia melakukan investigasi untuk
memperoleh kedalaman dan penjelasan.
Di dalam melakukan investigasi, sering tidak mudah. Berbagai
hambatan, bahkan sering ancaman, ditemui. Untuk memperoleh berita yang
benar-benar eksklusif, tidak jarang wartawan kadang harus "menyamar".
Namun, ketika bahan berita sudah didapat, hendaknya wartawan jujur
menyebutkan akan dimuat atau dipublikasikan. Jangan mengelabui
narasumber, wartawan harus bisa mendapatkan berita secara fair. Bagaimana
caranya, tergantung pada kemampuan lobi dan keterampilan persuasi sang
wartawan.

3.6 Mengambil dari Sumber Lain


Bolehkah wartawan mengambil sumber dari media lain sebagai bahan
berita? Boleh saja, asalkan disebutkan sumbernya dengan jujur. Akan tetapi,
kalau tidak sangat terpaksa, sebaiknya tidak. Mengapa? Sebab media Anda
menjadi kurang tepercaya. Selain itu, Anda juga menyajikan kepada audience
berita yang sudah basi. bahan yang telah diberitakan media lain.
Akan tetapi, cukup banyak wartawan yang mengambil bahan berita
dari media lain. Misalnya, sebuah pertandingan olah raga—katakanlah Liga
Premier Inggris. Wartawan olah raga semalaman suntuk nonton, hingga
tahu hasil akhir pertandingan. Sehabis itu. dia menulis laporan—hasilnya
menonton tadi—untuk disajikan kepada pembaca. Wartawan yang
menonton seakan-akan berada di stadion. Dia menulis berita pertandingan
itu dari (melalui) menonton media lain. Kita membaca, kadangkala
disebutkan sumbernya, namun sering juga tidak.

3.7 Kantor Berita


Wartawan juga menulis berita dari hasil liputan wartawan kantor-
kantor berita. Cara mendapatkan berita itu dengan membeli. Misalnya, berita
didapat dari kantor berita Indonesia (Antara). Malaysia (Bernama), kantor
berita Amerika Serikat (AP) > Lihat Lampiran halaman 92 . Biasanya,
berita yang diterima berupa faks. atau teleks. Diperlukan ketelitian dan
kejelian dari wartawan (dan redaktur) untuk menyeleksi (dan mengedit)
pasokan berita dari sebuah kantor berita.

21
Tentang ''off the record"
Wartawan yang profesional, mendapatkan sumber berita secara elegan
pula. Karena itu, setiap sumber berita wajib diberitahu—atau wajib
dilindungi bagian tertentu yang dianggap bersifat sangat rahasia—dari hasil
wawancara atau hasil penyelisikan, sesuai permintaan narasumber. Hal ini
tentu saja dituntut—dan sesuai—dengan apa yang tersurat dalam Kode Etik
Jurnalistik Pasal 5 tentang SUMBER BERITA (lihat Lampiran halaman
86 ), bahwa "Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan
sumber berita yang tidak mau disebut namanya dan tidak menyiarkan
keterangan yang diberikan secara "off the record".
Terdapat tiga macam berita off the record: > Narasumber tidak
bersedia disebutkan namanya -entah karena khawatir mendapat ancaman,
entah karena mendapat intimidasi dari pihak lain. Dalam hal ini, wartawan
wajib melindungi sumber berita. Menghadapi narasumber seperti ini.
bagaimana "akal" wartawan? Wartawan dapat menulis, "Menurut sumber
yang dapat dipercaya..." (untuk mengganti nama sumber yang menyatakan
bahwa dia tidak bersedia disebutkan namanya.
Ketersembunyian, atau identitas, narasumber masih dapat
dipertahankan dalam kondisi terdapat banyat kriteria yang masuk dalam
beberapa ciri identitas. Sebagai contoh, sebuah universitas X di Jakarta,
sudah biasa para mahasiswanya mengonsumsi obat-obat terlarang. Seorang
mahasiswa memberikan keterangan dan namanya diminta off the record,
maka memang sulit diidentifikasi siapa mahasiswa yang bersangkutan. Akan
tetapi, lain persoalannya jika di kampus tersebut hanya ada satu dekan, dan
si wartawan menulis, "menurut keterangan dekan fakultas..." meskipun
tampak si wartawan menyembunyikan identitas narasumber, sebenarnya
dengan mencantumkannya demikian gamblang— maka orang akan tahu
juga siapa yang dimaksudkan.
Yang diminta dirahasiakan hanya "bagian tertentu" dari keterangan
narasumber saja. Wartawan hendaknya menaati permintaan narasumber, jika
ada bagian tertentu dari keterangan yang memang bersifat sangat rahasia
dengan pertimbangan dan alasan tertentu. Off the record seluruhnya, baik
identitas, sebagian, atau seluruh keterangan. Si narasumber tidak ingin
keterangannya dipublikasikan, hanya klarifikasi persoalan saja. Misalnya,
mengenai perceraian dan sebab-sebab keretakan rumah tangga artis atau
public figure. Jadi, narasumber tidak ingin keterangannya dipublikasikan
untuk konsumsi umum.

KATA-KATA KUNCI.
penemuan peristiwa (fact finding)
keterangan dari saksi

22
angle
public figure
event
meliput
narasumber
konferensi pers (press conference)
wawancara individual
wawancara tertulis
wawancara tak bersemuka
off the record
investigasi
faks
teleks

PERTANYAAN
1. Jelaskan mengapa dalam menulis berita, fakta harus menjadi landasan
utamanya?
2. Apa yang dimaksudkan dengan "factfinding"!
3. Apa yang dimaksudkan dengan "angle"? Berikanlah contoh angle dalam
sebuah peristiwa!
4. Jelaskan dengan lengkap pengertian "meliput". Apa bedanya dengan
"meliputi"?
5. Bagaimana proses/ langkah-langkah mendapatkan berita yang eksklusif?
Jelaskan secara lengkap!
6. Bagaimana memulai wawancara? Apa yang perlu diperhatikan ketika
melakukan wawancara?
7. Jelaskan mengenai konferensi pers! Apa keunggulan dan kelemahannya?
8. Apa yang dimaksudkan dengan "wawancara tertulis" Apa persiapan yang
harus dilakukan?
9. Apa yang dimaksudkan dengan "wawancara tak bersemuka?" Apa
kelebihan dan kekurangannya? Jelaskan!
10. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan "off the record".

TUGAS
Coba keluar ruangan kelas. Temuilah, lalu wawancarailah narasumber.
Catatlah hasil wawancara itu. Tunjukkan nilai berita di dalamnya. Jelaskan
dengan argumen, mengapa Anda mengatakannya mengandung nilai berita!
Jelaskan, dalam menulis berita itu. Anda menggunakan angle yang mana?

23
BAB 4

BERITA, PERISTIWA, DAN FAKTA


Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat
1. membedakan antara fakta dan opini (imajinasi)
2. memahami apa yang dimaksudkan dengan peristiwa dan fakta
3. mampu mengidentifikasi manakah peristiwa dan fakta yang bernilai berita
dan mana yang bukan

24
Apakah yang dimaksudkan dengan "berita"? .
Sulit mendefinisikannya secara sempurna, sebab sebuah berita
mengandung banyak dimensi dan syarat-syarat. Apalagi berita yang
dimaksudkan untuk disajikan media, dan untuk konsumsi publik, tentu
harus mengandung unsur-unsur sebuah berita yang selain berdimensi
penting dan menyangkut hajat hidup/ kepentingan/ minat orang banyak,
juga bernilai jual.

4.1 Perbedaan antara Mengarang dan Menulis


"Yang benar saja, ah. Ngarang saja kamu!" begitu kita biasa mendengar jika
seseorang tidak begitu yakin akan ihwal/ sesuatu yang ia dengar dari sumber
berita. Dengan "ngarang". dimaksudkan bahwa warta yang baru saja
diterima, masih disangsikan kebenaran dan keakuratannya. Kebenarannya
masih perlu untuk di-check dan re-check, sehingga benar-benar diperoleh berita
yang teruji kebenarannya. Jika tidak, akan diterima berita bohong.
Jadi, seorang wartawan harus menulis berita yang fakta/data/
peristiwanya nyata, bukan mengada-ada atau imajinasi.

4.2 Fakta/Peristiwa Bernilai Berita


"Ah. itu bukan berita," begitu ungkapan yang sering kita dengar, ketika
seseorang yang kita kenai (baik yang berberprestasi maupun yang bukan)
sering melakukan, atau mencapai sesuatu yang luar biasa. Katakanlah Aisyah
Tumijem, mahasiswa semester III. yang sejak duduk di semester I selalu
mendapar nilai A dalam setiap ujian akhir. Dalam Ujian Akhir Semester
(UAS) III. Tumijem juga mendapat nilai A semua. Ada rekan mahasiswa
yang nyeletuk. "Hebat lho Tumijem, nilainya A semua." Lalu yang lain
berkomentar, "Ah. itu bukan berita!" -karena dalam setiap kali ujian.
Tumijem selalu langganan mendapat nilai A.
Atau contoh lain lagi. Selama menunggu jam kuliah, dua dosen adu
jangkrik di ruang dosen. Melihat gelagat kedua dosen itu. seorang mahasiswa
yang sempat masuk ruang dosen kaget bukan main. Ia lalu masuk ruang
kuliah dan sambil tepingkal-pingkal memberitakan pada teman-temannya.
"Ada berita besar nih! Dua dosen adu jangkrik!"
Mengapa prestasi yang luar biasa yang dicapai Tumijem dikatakan,
"bukan berita?'", sedangkan dua dosen adu jangkrik dikatakan "berita
besar?"

Di sanalah kita masuk dalam apa yang disebut dengan "fakta/peristiwa yang
mengandung unsur berita". Jadi, tidak setiap fakta/peristiwa adalah berita.
Fakta/peristiwa yang bernilai berita, haruslah:
1. sesuatu yang unik;
2. sesuatu yang luar biasa;
3. sesuatu yang langka;

25
4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting;
5. sesuatu yang menyangkut keingintahuan publik;
6. sesuatu yang tersembunyi;
7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki;
8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui;
9. pemikiran dari tokoh penting;
10. komentar/ucapan dari tokoh penting;
11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
12. hal lain yang luar biasa.

4.3 Berita menurut Definisi Tradisional


Batas manakah fakta/peristiwa yang mengadung berita, manakah yang
bukan, ternyata sulit untuk diambil garis putusnya. Kadangkala, feeling
seorang wartawan harus main, harus jeli, di dalam menangkap setiap fakta/
peristiwa yang mengandung nilai berita. Bisa saja, fakta dan peristiwanya
biasa-biasa saja, namun karena kepiawaian wartawan, maka fakta/peristiwa
yang diangkatnya itu mengandung nilai berita.
Ada semacam lelucon, tapi maknanya sangat dalam, di kalangan
wartawan ketika berusaha untuk mendefinisikan apakah berita itu.
Kalau ada anjing menggigit orang (ini bukan berita). Sebaliknya, kalau
ada orang yang menggigit anjing -apalagi menggigit kuping anjing sampai!
anjing meraung-raung kesakitan dan menimbulkan heboh di sekitar (ini baru
berita!)
Itulah definisi tradisional mengenai berita. Sulit untuk dibatasi,
kapankah sebuah fakta/peristiwa bernilai berita kapankah bukan. Seorang
wartawan, dengan nalurinya, akan tahu membedakannya. Namun, ruh dan
pesan dari lelucon tadi sangat gamblang: setiap peristiwa yang luar biasa
(orang menggigil anjing, padahal biasanya anjing yang menggigit orang)
adalah berita!

4.4 Pisahkan Fakta dari Opini


Wartawan haruslah memisahkan antara fakta (peristiwa/ kejadian) yang
sesungguhnya dengan opini (pendapatnya) sendiri. Yang juga wajib
dihindarkan, seorang wartawan jangan mencampuri fakta dengan
imajinasinya.

Contoh 1

Bangun tidur, kuterus mandi, tidalc lupo menggosok gigi. Habis mandi, kutolong ibu
membersihkan tempat tidurku (syair lagu: Pak Kasur)
Adakah tercampur fakta dan opini pada kalimat itu-kalau benar Anda'
mengalami hal seperti itu? Tidak! Fakta akan bercampur dengan opini jika
kalimat itu menjadi:

26
Bangun tidur, tampaknya kuterus mandi, (katanya tidak lupa menggosok
gigi. Habis mandi, sebaiknya kutolong ibu mungkin membersihkan tempat
tidurku.

Contoh 2
Pencampuradukkan fakta dengan imajinasi:

Pesawat naas itu lepas landas. Mesinnya tiba-tiba mati. Dalam hitungan detik, di
ketinggian, pesawat segera amblas. Bias..., ewes-ewes ewes, sampai bablas angine....

Sebaiknya kalimat berita itu cukup sampai sebelum "Bias.... ewes-ewes ewes,
sampai bablas angine...Karena itu merupakan imajinasi penulisnya.

KATA-KATA KUNCI
menulis
mengarang
nilai berita
definisi
tradisional
berita
fakta
dan opini

PERTANYAAN
1. Apa perbedaan antara mengarang dan menulis?
2. Apa yang dimaksudkan dengan "peristiwa yang mengandung nilai
berita"? Jelaskan!
3. Apa batasan berita menurut definisi tradisional? Apa maknanya?
4. Mengapa tidak boleh mencampurkan antara berita dan opini? Berikan
argumen yang masuk akal!
5. Buat contoh dalam sebuah kalimat berita faktual yang tidak bercampur
dengan opini!

TUGAS
Telitilah, atau carilah, di media cetak adakah yang Anda temukan contoh
kasus wartawan yang mencampuradukkan antara berita dan opini? Buat
kliping dan komentarilah!

27
BAB 5

UNSUR-UNSUR BERITA
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat
1. memahami unsur-unsur berita (5W+1 H)
2. sanggup merekonstruksi sebuah laporan berita
3. dapat mempertimbangkan manakah unsur yang perlu diangkat sebagai
kata pembuka

28
Apa unsur-unsur berita?
Seperti halnya dalam satu kesatuan anatomi, maka dalam berita pun ada
anatomi, atau unsur-unsur senyawanya. Umumnya, para pakar sepakat
bahwa didalam sebuah berita terdapat 6 unsur, yang disingkat menjadi
5W+1H.

5.1 Unsur Berita


Apakah yang dimaksudkan dengan unsur berita, atau lazim disebut dengan

Who (Siapa)?
What (Apa)?
Where (Di mana)?
Why (Mengapa)?
When (Kapan)?
How (Bagaimana)?

Kalau diperhatikan dengan saksama, maka keenam unsur itu sama


dengan apa yang dimaksudkan oleh pakar ilmu komunikasi, Lasswell
tentang hakikat komunikasi. Menurut Lasswell. definisi dan model
komunikasi ialah,

"Who says What in Which channel to Whom with What effect."


Tampak bahwa 5W+1H, tidak jauh berbeda dengan apa yang yang
dimaksudkan oleh Lasswell.
Sebuah kalimat dalam bahasa jurnalistik tidak selalu dapat kita
temukan unsur-unsur itu secara lengkap. Karena lebih menekankan bahasa
sebagai alat komunikasi, sering kalimat dalam bahasa jurnalistik tidak
lengkap dan tidak sempurna. Akan tetapi, jika dicermati secara saksama
sebuah berita, maka selalu dapat ditemukan enam unsur itu.

Sebagai contoh, berikut ini konstruksi sebuah berita:

Dengan tergopoh-gopoh, Ali mengambil pena yang tergeletak di atas meja belajarnya. la
memerlukan pena itu saat itu juga, pada subuh hari Kamis, untuk menulis sepucuk
surat kepada kekasihnya.

Konstruksi kalimat itu sebagai berikut:


1. Siapa? (Ali)
2. Apa yang dilakukan Ali? (mengambil pena)

29
3. Di mana? (di atas meja belajarnya)
4. Mengapa Ali mengambil pena itu? (untuk menulis surat buat kekasihnya)
5. Kapan? (pada subuh hari Kamis)
6. Bagaimana? (dengan tergopoh-gopoh)

5.2 Merekonstruksi Sebuah Berita


Unsur-unsur tadi dapat diterapkan untuk melihat kelengkapan, atau untuk
melakukan rekonstruksi sebuah berita. Dengan berpedoman pada contoh
ini. dapat diteruskan sejumlah percobaan -misalnya dengan mcrekonstruksi
berita yang dimuat di surat kabar dan majalah.
Di dalam menulis berita, bisakah unsur-unsur itu dibolak balik
urutannya? Tentu saja, bisa. dengan mempertimbangkan masak-masak power,
atau dampak, dari pembolak-balikan itu. Misalnya: manakah yang paling
ingin diketahui/ menarik bagi pembaca, apakah apa yang terjadi (Apa)?
Ataukah justru siapa yang melakukan (Siapa)? Peristiwanyakah yang perlu
ditonjolkan pada kata pembuka, ataukah pelakunya?
Power, atau daya sebuah pilihan ini menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan. Mengapa? Sebab peristiwa yang biasa-biasa saja bisa
menjadi berita jika dilakukan oleh orang yang luar biasa.

Contoh pertimbangan lebih menarik tokoh (pelaku) dulu daripada


peristiwanya.

Dua anggota Brigade Mobil di bawah kendali operasi Kepolisian Resor Poso terlibat
baku hantam di Jalan Kalimantan, Poso, Sulawesi fengah, Minggu (28/8). [Kompas,
29 Agustus 2005: 15).
Apa yang ada di kepala wartawan, ketika menulis berita itu? Yang pasti,
setiap berita yang ditulis itu unik. dan yang diangkat ialah peristiwa yang
mengandung nilai berita. Setiap berita yang diangkat ialah yang luar biasa.
Apanya yang luar biasa dalam contoh berita tadi? Tentu saja,
perkelahian antara dua anggota Brigade Mobil. Keluarbiasaan itu terletak
pada kontradiksi antara apa seharusnya tugas anggota Brigade Mobil dan
apa yang mereka lakukan. Semestinya, aparat keamanan melindungi dan
menciptakan keamanan dan ketertiban. Namun, yang terjadi justru
sebaliknya, aparat keamanan justru membuat onar. Di sanalah letak
keunikan berita itu.

30
Contoh lain:

Selasa [23/8/2005] siang penyanyi dangdut lis Dahlia [34] manggung di lapangan di
Lembaga Pemasyarakatan [LP] Cipinang, Jakarta. Puluhan penghuni LP berdiri di
depan panggung itu. (Kompas. 29/8/2005:16).
Laporan wartawan mengenai kiprah penyanyi dangdut lis Dahlia seperti
contoh tadi boleh dikatakan "agak menyimpang" dari norma penulisan
berita—apalagi berita keras/hardnews). Mengapa? Sebab yang menempati
kata pertama dalam kalimat bukan "Siapa" dan "Apa", tetapi justru unsur
waktu atau kapan (Selasa 23/8).
Perhatikan antara saat terjadi peristiwa (23/8) dan waktu pemuatan
berita itu (29/8). Kita pun lalu bertanya-tanya, mengapa sebuah media cetak
harian, baru menurunkan berita itu hampir seminggu setelah peristiwa?
Apakah karena kekurangan tempat? Ataukah karena dianggap kurang
penting?
Pasti ada pertimbangan itu! Mengenai penempatan berita pada
halaman-halaman surat kabar, akan dibahas tersendiri dalam Bab 11
mengenai Rubrikasi dan Mengenal Desk Sebuah Media (halaman 78).
Dalam praktik sehari-hari. sering terjadi diskusi antara wartawan
dengan redaktur (atau sering disebut sebagai jabrik = penjaga rubrik). Dalam
diskusi itu juga disinggung mengenai yang ingin ditonjolkan unsur maha,
pelaku ataukah apa (peristiwa)-nya? Mengapa demikian? Karena orientasi
sebuah media bukanlah pengelola, namun audience. Apakah berita yang
disajikan menjawab kebutuhan mereka?

KATA-KATA KUNCI
unsur-unsur berita
rekonstruksi berita
penjaga rubrik
orientasi media

PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksudkan dengan "unsur-unsur berita?" Jelaskan!
2. Adakah kesamaan unsur-unsur berita dengan pandangan Laswell
mengenai hakikat komunikasi?
3. Apa yang menjadi pertimbangan mendahulukan menyebut pelaku
daripada peristiwa dan sebaliknya?

TUGAS
Wawancarailah narasumber tentang suatu peristiwa yang mengandung nilai
berita. Tulislah! Beri tanda unsur-unsur itu pada setiap kalimat.

31
BAB 6

TEKNIK MENULIS BERITA


Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat
1. menulis berita dengan baik, benar, dan menarik
2. memahami unsur berita dan sanggup menulis laporan/berita yang
sempurna

32
Untuk bisa mulai menulis, diandaikan bahan berita sudah ada di "kantong".
Wartawan sudah terjun ke lapangan, dan kini saatnya ia berada di kantor
redaksi. Menghadap komputer masing-masing, melihat catatan-catatan
tertulis, mendengar kembali rekaman kaset. Kalau perlu, terus melakukan
cek dan ricek. apakah misalnya penulisan suatu idiom, nama tokoh, nama
tempat, atau istilah khusus sudah akurat? Untuk itu. manfaatkan kamus,
leksikon, ensiklopedi, data "apa dan siapa", profil tokoh dan geografi.
Wartawan harus bisa memanfaatkan semuanya itu. agar laporannya akurat
dan mantap.
Pengalaman menunjukkan, akurasi itu sangat perlu dilakukan. Kalau
tidak, akibatnya bisa menuai tulah. Salah nulis (ngucap) nama tokoh tertentu
misalnya, bisa berbuntut panjang. Sang tokoh, kalau sangat penting, bisa
mencak-mencak. Jika demikian, wartawan yang bersangkutan akan
berhadapan dengan masalah. Tidak saja medianya dituntut, tetapi juga bisa
berakibat pada penurunan pangkat, atau yang lebih buruk lagi, pemecatan.
Barangkali tugas wartawan media cetak di dalam menulis laporan,
tidak serumit wartawan media elektronika. Selesai menulis, laporan itu
tinggal disunting redaktur bidang. Bila sudah dianggap sempurna, tinggal
diteruskan ke jaringan komputer pracetak untuk segera disetting. Tentu saja,
sebelumnya terjadi diskusi antara wartawan dengan sang redaktur, atau
antarsesama redaktur, apakah berita yang baru saja ditulis layak masuk (dan
menjadi) headline atau tidak? (Merupakan suatu prestasi, dan mendapat poin
khusus, jika wartawan sanggup menembus headline. Suatu saat, bisa jadi dia
akan dipromosikan.)
Apa pun medianya, teknik menulis berita pada hakikatnya sama saja.
Apabila seseorang bisa menulis berita untuk media cetak, maka ia bisa pula
menulis berita untuk media yang lain, seperti untuk radio dan televisi.
Bagaimana cara (dan proses) memburu berita, ilmu menulis, kaidah-kaidah,
sampai pada penyajian sebelum berita disiarkan, pada prinsipnya sama saja.
Tentu saja. karena masing-masing media memiliki kelebihan dan
keterbatasan, setiap media mempunyai kekhususan di dalam proses
penyajiannya. Dalam media elektronika, unsur audio visual memainkan
peranan penting. Sementara pada media cetak, maka unsur visuallah yang
sangat dominan. Tidak pernah ada unsur audio di dalamnya.
Dengan kata lain. pemberitaan dalam media elektronika mengandalkan
bahasa lisan dengan keterbatasan waktu dan tempat. Sementara media cetak
mengandalkan bahasa tulisan, namun tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.
Sifat dan kekhususan media seperti itu. akhirnya menuntut
pemberitaan tertentu puia. Di situlah nantinya terjadi "penyesuaian" pola
penulisan antara media cetak, radio, dan televisi -dengan tetap
memperhitungkan kelebihan dan keterbatasannya.

33
Perbedaan, keunggulan, dan keterbatasan media
MEDIA CETAK
1. Bahasa tulisan
2. Kesalahan bahasa dan pungtuasi kentara
3. Jika terjadi kesalahan dalam pemberitaan dapat diralat dalam rubrik atau
terbitan berikutnya
4. Kesalahan tulis dapat diminimalisasikan
5. Tidak dibatasi waktu dan tempat
6. Mengandalkan laporan tertulis, tidak harus disertai dengon gambar
7. Laporan dan pencarian berita dopat dilakukan secara solo
8. Editing tidak rumit
9. Tidak begitu repot melakukan koordinasi penurunan berita

TELEVISI
1. Bahasa lisan
2. Kesalahan dan pungtuasi tidak kentara
3. Kesalahan lebih sulit untuk diperbaiki
4. Salah ucap bisa fatal karena pembetulannya akan mengganggu
5. Dibatasi oleh waktu dan tempat
6. Mengandalkan baik Idporan/informasi lisan maupun gambar yang
bergerak
7. Tidak dapat dilakukan hanya seorang wartawan, memerlukan crew yang
banyak
8. Editing cukup, bahkan sangat rumit
9. Cukup atau bahkan sangat repot melakukan tayangan/penurunan berita

RADIO
1. Bahasa lisan
2. Kesalahan dan pungtuasi tidak kentara
3. Kesalahan lebih sulit untuk diperbaiki
4. Salah ucap bisa fatal karena pembetulannya akan mengganggu

34
5. Terbatas oleh waktu dan tempat
6. Hanya mengandalkan laporan secara audio
7. Laporan dilakukan wartawan, dibacakan oleh penyiar
8. Editing lumayan repot, apalagi jika diselipkan dengan hasil wawancara
atau kota-kota (suara) narasumber
9. Cukup mudah melakukan editing dibanding TV
Menulis berita dengan baik dan benar serta menarik, ternyata tidak mudah.
Untuk itu. diperlukan latihan terus-menerus. Dengan banyak berlatih, si
wartawan akan menjadi sangat hafal struktur sebuah berita yang baik dan
benar. Setelah itu. baru dilihat dan ditimbang-timbang, apakah berita yang
sudah ditulis menarik jika disajikan ke audience.
Jika demikian, dibutuhkan waktu. tenaga dan pikiran dalam menyusun
(dan menulis) sebuah berita? Memang demikian! Sebuah berita yang
berhasil menuntut kreativitas dan imajinasi, di samping keterampilan
menulis seorang wartawan.

6.1 Langkah-Langkah Menulis


 Berpikir Dulu, Baru Menulis
Jujur kita mengaku, kita sering melakukan yang sebaliknya: menulis
dulu. baru berpikir. Apa akibatnya? Di tengah jalan, tulisan kita menemui
jalan buntu. Tidak tahu mesti berbuat apa dan bagaimana. Pokoknya, buntu.
Tidak bisa meneruskan lagi. Ini karena kita mengabaikan unsur proses
kreatif dalam menulis, bahwa berpikirlah sebelum Anda menulis. Bahwa
kemudian ada hal-hal yang periu disisipkan, dihilangkan, atau tampak logika
kalimat tidak jalan; itu merupakan proses kemudian.
 Menulis untuk Pembaca
Selalulah waspada bahwa Anda menulis untuk pembaca, bukan untuk
dimengerti diri sendiri. Berbeda dengan komunikasi lisan, dalam komunikasi
tulisan. Anda tak mempunyai kesempatan untuk menjelaskan maksud Anda
kepada pembaca. Apa yang tertulis, itulah yang dibaca orang. Bahwa
akhirnya ada yang bisa menangkap maksud penulis, itu soal lain. Akan
tetapi, itu tentu setelah membaca dan mempelajari serta mencoba
memahami kalimat Anda berulang-ulang. Hindari kata, atau istilah, yang
jauh dari alam kemampuan dan dunia pembaca!
 Menulis untuk Mengungkapkan
Anda menulis, karena memiliki fakta untuk ditulis. Anda
menginginkan pembaca menangkap tulisan Anda. Jangan menyangka bahwa
kadar intelektual Anda tercermin dalam ungkapan-ungkapan yang sulit dan

35
bahasa yang sukar dicerna. Jangan pernah membuat sesuatu yang sederhana
menjadi rumit. Sebaliknya, ungkapkan yang rumit dalam bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti.
 Gunakan kata/ Terminologi yang Akrab bagi Pembaca
Anda menulis bagi orang lain. Pertimbangkanlah setiap kata yang
Anda gunakan sebagai alat komunikasi. Anda berkomunikasi dengan
segmen masyarakat mana? Apakah kata dan bahasa yang Anda gunakan
dapat mereka pahami?
 Hindari Kata-kata yang Tidak Menambah Arti Kalimat
Selain membosankan, kata-kata yang tidak menambah arti kalimat
sebaiknya dihindari karena merupakan pemborosan (ekonomi kata). Masih
sering kita jumpai wartawan yang menulis demikian:
Tidak menambah arti:
1. Agar supaya
2. Membubuhkan tanda tangan
3. Mengajukan permohonan pengunduran diri
4. Berhasil meloloskan diri
Sebaiknya:
1. Agar/ supaya
2. Menandatangani
3. Berhenti
4. lolos
Tampak bahwa kata-kata yang diganti selain singkat, juga gampang
untuk dimengerti. Wartawan harus menggunakan kata-kata yang gampang
dimengerti.
 Gunakan Kalimat Singkat
Usahakan agar orang yang membaca tulisan kita, jangan dibuat berkerut
dahi. Upayakan agar tulisan kita dapat dipahami tanpa orang harus membaca
ulang. Untuk itu. gunakanlah kata yang sederhana dengan kalimat yang
singkat. Makin pendek sebuah kalimat, makin mudah dimengerti. Memang
ada pedoman untuk mengukur mudah/tidaknya sebuah kalimat dipahami.
Taruhlah di depan Anda buku teks (atau bahan bacaan) tingkat SD,
SMP. SMA, dan perguruan tinggi. Secara subjektif kita merasakan, semakin
tinggi jenjang pendidikan, akan semakin sulit juga untuk dipahami
kalimatnya. Tak hanya sukar dipahami. kalimatnya pun semakin panjang.

36
Namun, sebenarnya kita dapat mengukur mudah/ tidaknya sebuah kalimat
dipahami. Pedoman itu disebut: FOG INDEX. Cara mengukur pemahaman
akan suatu tulisan ini ditemukan Robert Gunning, dari Robert Gunning
Clear Writing Institute Santa Barbara, California dalam buku The Technique of
Clear Writing. Sebenarnya, pedoman ini pada awal mula untuk mengukur
kemampuan menulis para jurnalis dalam bahasa Inggris. Namun, kemudian
diperluas, sebab prinsip-prinsip dasarnya bisa berlaku untuk semua bahasa -
termasuk bahasa Indonesia.
Bagaimana mengukur Fog Index sebuah tulisan/laporan? Setiap
tulisan/laporan unik. Artinya, berbeda satu sama lain. Demikian pula
panjang/pendeknya tidak sama. Karena itu. baiklah kiranya jika diberikan
rumusan umumnya saja.
Katakan sebuah laporan/ tulisan terdiri atas 200 kata. Kita dapat mulai
menghitung rata-rata jumlah kata per kalimat-apakah rata-rata 10, 12, 14,
ataukah lebih! Kemudian, hitung pula kata yang mengandung tiga suku kata
atau lebih. Ini yang dimaksudkan dengan persentase dari jumlah keseluruhan
kata dalam sebuah tulisan/laporan. Jumlahkan kedua angka itu. Lalu. dibagi
dengan 2,5. Itulah Fog lndex.
Misalnya, sebuah tulisan berjudul "Duka Seorang Pramuria" -sebuah
tulisan yang mengulas suka duka seorang pramuria.
Diketahui: Rata-rata jumlah kata per kalimat: 14
Persentase kata bersuku tiga atau lebih :20
Ditanyakan: Berapa Fog Index?
Dijawab: (14 +20) : 2,5 = 13,6
Jadi, Fog Index-nya: 14 (dibulatkan ke atas)
Apa arti Fog Index itu? Dengan angka 14, Fog Index sudah berbicara
banyak. Kita dapat mengetahui bahwa laporan tadi berada dalam kategori
"agak mudah" untuk dimengerti.
Berikut ini taksiran tingkat mudah-sukamya pemahaman sebuah kalimat.

1. Mudah sekali : 8 kata atau kurang


2. Mudah : 9-11 kata
3. Agak mudah : 12-14 kata
4. Sedang : 15-17 kata
5. Agak sukar : 18-21 kata
6. Sukar : 22-24 kata
7. Sukar sekali : 25 kata atau lebih

37
Di negeri kita. Intisari termasuk majalah yang mudah dimengerti
sajiannya. Kalimatnya pendek-pendek, mengalir, dan enak dibaca. Juga
majalah Tempo. Dengan motto "Enak Dibaca dan Perlu", Tempo tetap
mengupayakan adanya keharmonisan antara kenyamanan membaca (sajian)
dan unsur isi (perlu). Sebab hanya hanya enak dibaca saja tanpa isi yang
berbobot, akan menjadi hiburan yang tak banyak faedahnya. Namun, jika
hanya unsur penting (isi) yang ditonjolkan, maka sajiannya akan kering
kerontang. Orang akan bosan membacanya. Tak ada pengiklan yang mau
beriklan jika sebuah media lak ada yang membacanya. Kompas minggu pun
demikian. Kalimatnya terdiri atas kata yang tidak panjang-panjang.
 Buatlah Paragraf Singkat
Paragraf, secara etimologis berasal dari kata Yunani para + grafein yang
berarti: berhubungan dengan tulisan, atau tulisan yang ada kaitannya satu
sama lain. Paragraf sama pengertiannya dengan alinea.
Biasanya, rumusannya adalah: setiap ganti ide, ganti paragraf Demikian pula
jika dalam teks ada dialog, maka setiap pergantian dialog, dimulai dengan
paragraf baru pula.
Selain itu, kita pun dapat merujuk pada kata penghubung (juga, pula, selain
itu, di samping itu. selanjutnya) untuk mengetahui kapan harus memulai
paragraf baru.
Selalu berikanlah perhatian pada paragraf pembuka dan penutup. Paragraf
pembuka untuk menarik perhatian dan menyentak pembaca. Sementara
paragraf penutup karena Anda akan berpisah dengan pembaca, dan Anda
harus dapat meninggalkan kesan pada pembaca.
 Gunakan Kata Konkret dan Terukur
Kata-kata yang abstrak cenderung memancing orang berpikir keras,
sedangkan kata yang konkret memudahkan orang mengidentifikasi.
Usahakan agar pembaca tidak membuang-buang waktu dan tenaga
mengabstraksi, sebab masih banyak hal penting lain lagi yang mesti mereka
kerjakan.
Untuk itu, gunakanlah kata konkret dan terukur.
1. Kecelakaan pesawat Mandala menewaskan begitu banyak orang
2. Menurut sebuah kantor berita luar negeri
3. Masyarakat
4. Pada suatu hari di awal bulan Desember
Konkret dan terukur

38
1. Kecelakaan pesawat Mandala menewaskan 145 orang
2. Menurut AP (Associated Press of America)
3. Lingkungan, desa, kota, metropolitan
4. Pada 3 Desember
Pengalihan kata-kata abstrak ke kata-kata yang konkret dapat diteruskan
sendiri, dengan mengambil contoh di atas.

6.2 Tipe Audience dan Struktur Berita


Dalam ilmu jurnalistik. Fraser Bond membagi pembaca (karena pada waktu
itu audience lebih banyak mengacu ke pembaca media cetak) ke dalam tiga
kelompok besar.
Pertama, kelompok praktis (practical type). Yakni pembaca yang daya
apresiasinya tidak tinggi, menuntut hal-hal yang praktis atau manfaat suatu
informasi. Termasuk kategori ini ialah pembaca yang tidak mempunyai
banyak waktu luang, buru-buru, kurang minat atas bacaan sebagai sumber
informasi.
Kedua, kelompok pemimpi atau nonintelektual. Mereka mengharapkan
informasi yang dapat memuaskan harapan-harapan dan mimpi-mimpi
mereka. Mereka menyukai hal yang berkaitan dengan dorongan motorik,
permainan, hiburan, kisah-kisah romantis.
Ketiga, golongan ideal dan intelektual. Mereka adalah pembaca yang setia,
sekaligus kritis.
Berdasarkan tipe itulah hendaknya jenis laporan/ tulisan ditulis atau
disajikan. Sering bentuk penyajian berita/ laporan itu disebut juga "struktur
berita". Struktur ialah susunan, atau lapisan. Jadi, struktur berita adalah
tubuh berita secara keseluruhan yang dapat dilihat sebagai lapisan-lapisan
yang masing-masing mengandung pokok yang dapat dibedakan atas dasar
rupa atau bentuk, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam kaitan itu, Carl Warren dan Curtis D. MacDougall merumuskan pola
jurnalistik yang konvensional. Pola itu digambarkan dalam bangunan
geometri.
 Pola Segitiga Terbalik (Inverted Triangle)
Disebut "segitiga terbalik" karena struktur beritanya jika digambarkan
memang berbentuk segitiga terbalik. Pola ini sangat cocok bagi pembaca
yang tergesa-gesa, tidak mencari kedalaman berita (in depth news) dan yang
ingin mengetahui inti berita itu saja. Misalnya, dalam suatu peristiwa ia
hanya ingin mengetahui "siapa" dan "apa" saja. Sementara unsur-unsur lain

39
baginya tidak penting, apalagi detail dan kaitan-kaitannya dengan pokok
berita.
Ada media tertentu yang hanya melulu mengandalkan pola
pemberitaan/penulisan seperti ini. Paling banyak media elektronika, karena
keterbatasan waktu (durasi). Namun, media cetak pun sudah banyak yang
menganut pola ini.

Judul berita:
JUDUL Apa + mengapa?, siapa + mengapa?,
dan seterusnya...
Berisi informasi penting. Sekaligus
LEAD menjawab pertanyaan 5W+1H (who,
what, why, when, where, +how).

ESSENTIAL A Inti berita.

SHOULD B Anak berita.

Ekor berita dapat dibuang, bila


COULD C kehabisan ruang.

Gambar dimodifikasi dengan konsep pakar komunikasi Inggris, Leslie


Lapisan A (essential, atau bagian yang pembaca harus ketahui) selama
ini kita kenal sebagai bagian dalam sebuah struktur berita piramida terbalik
yang menunjukkan bagian yang paling inti. Lapisan B (should, atau bagian
yang pembaca sebaiknya tahu) adalah bagian yang cukup penting, namun
tidak sepenting lapisan A. Sementara lapisan C (could, atau pembaca boleh
tahu) ialah bagian yang boleh ditinggalkan pembaca, karena merupakan ekor
berita, tidak penting, dan boleh dipotong kalau tidak cukup tempat.
 Piramida atau Segi Tiga Tegak (Pyramid/Upright Triangle)
PoIa, atau struktur penulisan berita, ini disebut pola mengulur-ulur inti
berita, atau penundaan klimaks. Jika diperhatikan. pola ini kebalikan dari
pola segitiga terbalik.
Mulai dari bumbu-bumbu, atau hal-hal menarik yang mengitari pokok
berita.
Cocok bagi pembaca/ audience yang cukup punya waktu.

40
A Dimulai dengan anekdot, atauhuman
interest yang menarik pembaca.

Uraian, makin lama makin menukik


B ke inti.

C Akhiri dengan inti.

 Pola Segi Empat Panjang (Rectangle)


Dari namanya, pola penulisan/ pelaporan berita seperti ini menggambarkan
struktur yang seimbang di dalam bagian-bagiannya. Baik anekdot, human
interest, maupun inti; disajikan secara seimbang.
Untuk struktur pelaporan berita seperti ini, wartawan harus terlebih dulu
memperhitungkan space (ruang) atau durasi yang tersedia. Mengapa? Sebab
jika harus dipotong pada akhir laporan -.seperti halnya pola segitiga
terbalik—akan memengaruhi struktur berita secara keseluruhan. Berarti, ada
bagian penting yang turut terpenggal dan audience akan tidak mendapat
benang merah dari jalinan berita yang kait-mengait
1. Backgroundfact (latar fakta)
2. Tie back (ekor)
3. Argumen
4. Komentar
Dengan pola segi empat, maka diandaikan semua unsur dalam berita itu
menjadi penting. Karena semua penting, maka tidak akan ada bagian yang
dipotong. Tantangan bagi penulis berita jenis ini ialah: ia harus menyajikan
berita itu secara menarik. Sebab, jika tidak, akan ditinggalkan audience.
Mereka akan beralih ke berita yang lain karena iama baru bertemu dengan
inti berita dalam laporan tersebut. Apalagi jika penyajiannya kering dan
bertele-tele. yang dibaca barangkali judulnya saja!
 Non-konvensional
Ada pula struktur berita yang tidak mengikuti empat pola di atas. yang
disebut dengan pola "non-konvensional". Artinya, tidak mengikuti pola
salah satu dari pola pemberitaan yang sudah umum diketahui/dikenal.
Karena tidak jelas dan tidak ada aturan yang baku, pola ini sulit untuk
digambar.

41
Umumnya pola pemberitaan non-konvensional memiliki struktur yang
disajikan secara kreatif, memenuhi rasa ingin tahu pembaca yang menyukai
kedalaman untuk tahu mengenai sesuatu yang terjadi di balik berita/
peristiwa, yang memenuhi curiosity audience.
Meski non-konvensional, beberapa unsur yang menjadi penyangga struktur
pelaporan berita jenis ini masih dapat untuk diidentifikasi, yakni:
a. Paparan mengenai latar (background news).
b. Laporan dilengkapi dengan hasil pengamatan, atau hasil penyelidikan
(spot news/investigative news). Membuat laporan seperti ini tidak mudah,
biasanya dilakukan oleh wartawan yang berpengalaman, atau seorang
redaktur, yang menyunting atau menggabungkan laporan beberapa
wartawan mengenai topik yang sama.
c. Laporan yang bersifat keilmuan, dilengkapi dengan argumentasi,
hubungan sebab-akibat, serta pendapat tokoh yang dianggap pakar.
Biasanya, pola non-konvensional ini digunakan untuk melaporkan sajian-
sajian khusus. Di dalamnya tidak semata-mata berisi news, tetapi juga sisi-sisi
lain yang menarik (human interest) yang melingkupi suatu peristiwa, turut
dilaporkan/ditulis. Dalam media cetak harian, kecuali skala topik beritanya
besar dan massif, pola pemberitaan ini dipakai. Dalam majalah sangat lazim
digunakan, misalnya pola ini dapat kita jumpai dalam Laporan Utama,
Laporan Khusus, atau Sorotan. Dalam pemberitaan media elektronika pun
pola non-konvensional sering digunakan. Namun, kerap pula disebut
sebagai "feature" sebab memang di antara keduanya sukar untuk dicari
tembok pemisahnya.

KATA-KATA KUNCI
cek dan ricek
headline logika kalimat
ekonomi kata
Fog Index
para-grafein
kalimat abstrak
kalimat konkret dan terukur
inverted triangle
in depth news
pyramid/ upright triangle

42
rectangle
background fact
tie back
curiosity
spot news/ investigative news

PERTANYAAN
1. Apa yang dilakukan wartawan, agar berita yang ditulisnya terjamin
akurasinya?
2. Apa yang dimaksudkan dengan "headiine"? Jelaskan!
3. Apa Fog Index? Jelaskan!
4. Sebutkan dan jelaskan langkah demi langkah penulisan berita!
5. Apa yang dimaksudkan dengan kalimat abstrak? Jelaskan dan berilah
contoh!
6. Apa yang dimaksudkan dengan kalimat konkret dan terukur? Jelaskan
dan berikan contoh!
7. Apa yang dimaksudkan dengan struktur berita? Jelaskan!
8. Paling tidak, dikenal empat struktur berita. Jelaskan dan berikanlah
contoh masing-masing!

TUGAS
Temukanlah sebuah berita yang eksklusif. Tulislah dalam bangun empat
struktur penulisan berita!

43
BAB 7

MEMANCING DENGAN LEAD

Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat


1. memahami apa yang disebut dengan "lead"
2. sanggup menulis bebagai ragam lead

44
Audience harus selalu "dipancing" minatnya, agar mau terus mengikuti
tulisan, atau laporan Anda. Caranya? Salah satu kiat memancing pembaca
ialah melalui apa yang dalam teknik penulisan berita disebut dengan "lead".

7.1 Definisi dan Pengertian Lead


Apakah lead itu?
Secara leksikal, lead berarti:
 petunjuk (Kamus Inggris-Indonesia, 2000:351).
 sari berita penting (Kamus Visual Indonesia Inggris, 2003:471).
Dalam dunia jurnalistik, lead juga. disebut sebagai "teras berita". Pada
sebuah rumah, teras selalu berada di bagian depan. Fungsinya sebagai ruang
khusus sebelum memasuki ruang utama (inti).
Lead dalam sebuah tulisan (pemberitaan) juga demikian. Lead
berfungsi mengantar pembaca, agar memperoleh gambaran umum
mengenai sebuah mlisan yang akan dibaca. Perlu dikemukakan, tidak setiap
berita harus ada lead-nya. Dalam surat kabar, biasanya lead dipakai untuk
berita yang dianggap penting dan yang menjadi perhatian publik. Sementara
dalam majalah, hampir setiap tulisan memiliki lead. Sebuah tulisan dengan
panjang minimal satu halaman, pantas dibuatkan lead.

7.2 Mengenai Sembilan Ragam Lead


Di dalam lead, sering unsur-unsur berita (5W+1H) sudah tercakup. Namun,
sering juga tidak lengkap. Yang penting, sebuah lead harus sanggup
memancing audience untuk mau dan tertarik mengikuti berita selanjutnya
sampai selesai.
Setidaknya, kita mengenal sembilan ragam lead.

7.2.1 Teras Ringkasan (Summary Lead)


Teras yang mengambil intisari, atau ringkasan, sebuah tulisan. Contoh,
tulisan "Wisata Sejarah ke Museum Mulawarman" (Majalah Tamasya).

Menyebut Tenggarong, ingatan langsung tertuju pada kerajaan Kutai. Sebuah kota
legenda dan bersejarah, terletak di tepi sungai Mahakam. Di masa lalu, kota ini sangat
populer

7.2.2 Teras Paparan (Narratlve Lead)


Teras yang ditulis dengan gaya bercerita. Namun, bercerita atas dasar fakta
dan kebenaran.
Contoh:

45
Kami segera masuk ke dalam gua yang sebetulnya pantas disebut lubang buaya. Pengap
dan bau. Kelelawar yang menggantung di batu bagai setan-setan liar, tak henti-hentinya
menggoda sambil mempertunjukkan gigi-gigi yang tajam dan kasar. Cepat-cepat saya
keluar, mencari lubang angin. Tak tahan rasanya lama-lama di dalam, seperti di
neraka!

7.2.3 Teras Deskripsi(Descriptive Lead)


Teras yang mendeskripsikan suatu peristiwa. Melukiskan suatu peristiwa,
sedemikian rupa, sehingga pembaca dituntun seolah-olah melihat dan
mengalami peristiwa itu secara langsung.
Contoh:
Suara emas Ibu-ibu Dharma Wanita memesona Bapak Gubernur DKI yang sedang
mengadakan kunjungan ke kecamatan Antah Berantah. Begitu kagumnya, sampai
Bapak Gubernur berkomentar. "Belum pernah saya mendengar koor sebagus ini!"

7.2.4 Teras Tanya (Question Lead)


Teras yang dimulai dengan pertanyaan/ dialog langsung dengan pembaca.
Contoh:
Masihkah kita menyisakan ruang di relung hati kita? Kalau masih, tergerakkah hati
kita membantu saudara-saudara kita yang menderita?

7.2.5 Teras Kutipan Langsung (Quotation Lead)


Teras yang mengutip kata-kata narasumber. Camkan, bahwa kata-kata yang
dikutip benar-benar berasal dari narasumber, bukan kesimpulan atau opini
wartawan.
Contoh:
"Mari kita sisihkan sebagian dari milik kita untuk saudara-saudara yang menderita!
Mari sekarang dan jangan tunda. Saya mulai dengan menyumbang Rp50 juta," kata
Pak Camat saat mengunjungi korban banjir

7.2.6 Teras Berkomunikasi Langsung (Direct Address


Lead)
Pada teras ini. penulis berkomunikasi langsung dengan pembaca.
Contoh:
Anda seorang dermawan? Jika ya, sisihkan penghasilan Anda untuk kaum miskin
dan papa. ikutlah kegiatan amal yang diadakan untuk memperingati Hari
Kemerdekaan RI tahun ini!

46
7.2.7 Teras Bersifat Teka Teki (Teser Lead)
Dari namanya teras ini penuh dengan teka teki. Pembaca belum
menemukan pokok persoalan membaca kalimat pertama. Sesudah beberapa
kalimat, baru menjadi jelas.
Contoh:

Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu. Saksi mata yang dimintai keterangan
kemarin oleh polisi mengatakan ia tidak tahu menahu. Padahal saat kejadian, alibi
menunjukkan dia ada di sana.
Lead teka teki itu lantas diakhiri kalimat:
Ledakan bom di malam Natal itu tidak saja mengguncang seluruh Jakarta,
juga mengguncang rasa kemanusiaan kita.

7.2.8 Teras Imajinatif (Imaginative Lead)


Teras yang menggambarkan (image) suatu kejadian secara dramatis. Dapat
satu kata. Dapat pula dirangkaikan dengan beberapa kata.
Contoh:

"Teng! Teng! Teng!" bel sekolah berdentang tiga kali. Nyaring dan merdu. Sesudah itu.
muncul barisan prosesi dari kantor kepala sekolah. Lima belas siswa teladan berbaris
rapi mengenakan seragam sekolah. Acara syukuron yang luar biasa!

7.2.9 Teras Kombinasi (Comblnafion Lead)


Teras ini merupakan kombinasi dari berbagai jenis teras yang ada. Dapat
disusun sesuai dengan selera, asalkan tetap menarik.
Masih terdapat banyak lead lain yang dapat dikembangkan. Parakitri T.
Simbolon ' bahkan mencatat 16 macam lead. Namun, dengan menguasai
sembilan ragam lead di atas, rasanya seorang (wartawan) penulis sudah
cukup/numpuni.

KATA-KATA KUNCI
lead
makna leksikal lead
teras ringkasan (summary lead)
teras paparan (norrative lead)
teras deskripsi (description lead)
teras tenya (guesiion lead)

47
teras kutipan langsung (guoiation lead)
teras berkomunikasi langsung (direct address lead)
teras-imajinatif (Jmaginative lead)
teras bersifat teldi teki {teser lead)
teras kombinasi (combination lead)

PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksudkan dengan makna leksikal lead? Jelaskan!
2. Apa pengertian leadl Jelaskan dengan ilustrasi!
3. Sebutkan dan jela.skan (dengan contoh) 9 ragam leadl

TUGAS
Buatlah kliping dari koran/majalah yang menunjukkan sembilan ragam
"lead" yang Anda ketahui. Sebutkan dengan jelas, "lead" itu masuk ragam
yang mana? Sebutkan pula sumbernya!

48
BAB 8

TEKNIK MEMBUAT JUDUL BERITA

Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat


1. memahami bahwa diperlukan keterampilan lkhusus untuk membuat
judul berita
2. dapat membuat judul berita yang berhasil

49
Sebelum bertemu dengan lead. sebetulnya audience lebih dulu berjumpa
dengan judul berita. Apabila lead adalah "pancingan" agaraudience mau
mengikuti seluruh berita maka judul merupakan "mata kail" yang .sanggup
menarik masuk seluruh perhatian dan daya ciptii audience agar mau mengikuti
berita yang Anda tulis.
Oleh karena itu. judul sebuali berita menjadi sangat penting. Membuat
judul berita yang berhasil, tidak sekadar asal-asalan. Diperlukan keterampilan
tersendiri (pengalaman menunjukkan, wartawan junior sering yang membuat
judul berita yang ditulisnya, agar tampil memikat, adalah redaktur).
Dalam bangun laporan berita yang sudah dimuat dan dipublikasikan
media cetak, kita memang menyaksikan bahwa judul berita dulu yang
tampak, bukan lead dan batang tubuh berita. Ini mempakan hasil akhir dari
sebuah proses pencarian, penulisan, dan pencetakan berita. Namun,
sebenarnya judul berita dibuat paling akhir belakangan), setelah batang
tubuh berita dan lead ditulis.
Wartawan senior dan yang berpengalaman akan dipersilakan oleh
penjaga rubrik untuk membual judul berita sendiri. Namun, untuk wartawan
pemula dan wartawan junior, judul berita biasanya dibuatkan oleh redaktur
bidang (jabrik). Cukup dikosongkan saja space yang menjadi tempat untuk
judul berita, nanti akan dilengkapi jabrik.

8.1 Teknik Membuat Judul Berita


Adakah rumusan, atau teknik, bagaimana membuat judul berita yang
menarik? Memang ada! Berikut ini beberapa teknik, bagaimana membuat
judul berita yang berhasil.
Berikut ini teknik membuai judul berita.

8.1.1 Pola "Apa-Mengapa"


Dalam tragedi jatuhnya pesawat mandala di Medan, misalnya, judul berita
dapat mengunakan pola apa+mengapa.
Contoh: Pesawat Mandala (apa) Jatuh (mengapa)

8.1.2 Pola "Siapa-Mengapa"


Kalau di dalam sebuah peristiwa pelaku (tokoh dianggap penting, dan
merupakan public figure, atau tokoh yang tidak dikenal, namun memiliki sisi
menarik, maka pola siapa+mengapa dapat digunakan sebagai judul.
Contoh; Lady Diana (siapa) Mengalami Kecelakaan Mobil (mengapa)

50
8.1.3 Intisari Berita
Sebuah tragedi kemanusiaan (peledakan bom) kembali menguncang Bali.
Tidak diketahui siapa pelakunya waktu berita diturunkan. Namun, korban
sudah dapat diketahui tak lama setelah kejadian, baik dari saksi mata
maupun dari keterangan polisi. Wartawan yang meliput peristiwa itu
menganggap bahwa sisi yang penting diangkat ialah apa yang terjadi (What)
dan siapa yang menjadi korban (Who). Karena itu, judul berita pun
menjadi:

Bom Kembali Mengguncang Bali:


24 Orang Tewas, Puluhan Lainnya Luka-Luka
Judul ini menggunakan judul dan subjudul. Tampak tidak hanya kuat
dengan pola intisari berita, tapi ada efek tertentu yang mau ditonjolkan di
sana. Dengan "Kembali Mengguncang Bali" ingin diingatkan, bahwa
sebelumnya pernah terjadi bom dan kali ini masih berulang. Terasa lebih
dramatis!
Dapat juga—jika murni menggunakan pola mengambil intisari berita-judul
berita itu dibuat begini:

Bom Bali Jilid 2 Menewaskan 24 Orang dan Puluhan Lainnya Luka-


luka

8.1.4 Hasil Akhir


Pola membuai judul menggunakan hasil akhir ini sering dipakai wartawan,
terutama wartawan bidang olah raga. Kelebihannya adalah: lebih dramatis.
Sebagai contoh, dalam sebuah pertandingan di liga premier Inggris,
kesebelasan Chelsea mengalahkan kesebelasan papan bawah Sunderland
dengan skor telak 4-0. Pada berita keesokan harinya, seorang wartawan
menulis judul berita demikian, "Chelsea Tekuk Sunderland 4-0". itu
merupakan intisari berita, sebab pertandingan memang berakhir dengan
skor 4-0.
Atau bisa juga dengan pilihan kata lain. masih merupakan hasil akhir,
namun (rasanya) kurang dramatis. Contoh. "Chelsea Terlalu Tangguh bagi
Sunderland". Judul seperti ini bisa menyesatkan (mislead). sebab tidak
langsung menyebut hasil akhir. Apakah pengertian "terlalu kuat" itu berarti
Chelsea menang, ataukah lini pertahanan Chelsea saja yang sulit untuk
ditembus Sunderiand. sehingga keduanya bermain seri tanpa gol?

51
8.1.5 Gunakan Bentuk Kalimaf Aktif, bukan Pasif
Penggunaan prefiks (ke-an) dalam judul berita tidak sangat tidak lazim.
Namun, selanjutnya, dalam batang tubuh berita, kalimat jurnalistik yang
lengkap tetap wajib digunakan.
Lazimnya, judul kalimat menggunakan kalmat aktif karena 'daya
(power)-nya lebih dahsyat.
Contoh:
1. Presiden Resmikan Megaproyek di Bontang
2. Naik, Harga BBM Bulan Depan
Perhatikan contoh judul pertama dan kedua. Contoh yang pertama
mengutamakan siapa (presiden) sebagai kata pembuka. Mengapa? Wartawan
mempertimbangkan, lugas seorang presiden sangat banyak. Kalau seorang
presiden bersedia meresmikan sebuah proyek, tentu ada dasar pertimbangan
sendiri. Karena im, untuk menarik perhatian audience, presiden menjadi kata
pembuka dalam judul.
Lalu perhatikan contoh judul berita yang kedua. Mengapa "Naik" yang
dijadikan kata pembuka, bukan BBM? Tentu ada dasar pertimbangannya,
sebab dengan kala "naik" akan muncul tanggapan yang cepat dari audience
Efek domino dari kata "naik" tentu dengan sendirinya bergulir dan orang
akan merasa berita itu penting untuk terus diikuti.
Meski dianjurkan menggunakan kalimat aktif, dalam kenyataan, sering
pula kita menemukan adanya judul berita yang menggunakan bentuk kalimat
pasif -terutama untuk menggambarkan suatu peristiwa yang dramatis
Umumnya bentuk kalimat pasif dalam judul berita ini kita temukan pada
berita-berita kriminal.
Contoh:
Mahasiswi Cantik itu Digauli, Lalu Dipukul

8.1.6 Judul Berita Terdiri atas 4-7 Kata


Judul berita tidak panjang, yang paling baik terdiri atas 4-7 kata. Namun.
dalam kata yang sangat terbatas itu, wartawan harus sanggup memancing
rasa ingin tahu audience. Tidak hanya memancing, si wartawan juga harus
mengarahkan perhatian dan pikiran audience ke satu tujuan, yakni pada berita
yang ditulisnya. Dengan kalimat yang singkat, wartawan harus sanggup
membentuk dalam benak audience sebuah bangun ingatan yang tahan lama,
yang disebut dengan single minded. Ketika audience mengisahkan apa yang
dibaca (dilihat dan didengar), ia dengan mudah menyebut judul berita Anda.

52
KATA-KATA KUNCI
judul berita
polajudul berita
power sebuah kata
efek domino kata
single minded

PERTANYAAN
1. Sebutkan dan jelaskan polajudul berita! Berikanlah dengan contoh!
2. Mengapa judul berita tidak boleh panjang?
3. Apa artinya single mindedl Jelaskan!

TUGAS
Buatlah contoh judul berita yang menunjukkan masing-masing pola! Carilah
dan buatlah kliping dari koran/majalah masing-masing pola judul berita dan
tunjukkan judul itu masuk kategori pola yang mana?

53
BAB 9

TEKNIK MENYUNTING BERITA

Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat


1. memahami, mengapa berita, atau laporan wartawan, pertu disunting
2. menyunting berita
3. memahami dan dapat menerapkan tanda-tanda penyuntingan

54
Berita, atau laporan wartawan dari lapangan, sering tidak sempuma. Karena
sifatnya yang serba buru-buru dan cepat, maka sering sebuah berita masih
perlu untuk disempurnakan, atau dengan istilah lain. masih perlu untuk
disunting.

9.1 Pengertian
Sebelum masuk ke dalam pengertian "menyunting" sebaiknya kita simak dua
contoh kalimat berikut ini.
 Ambrosino Rinaldi mempersunting gadis
Idamannya.
 Amelia Melatisuci tengah menyunting berita
yang akan segera diturunkan.
Apakah Anda "merasakan" perbedan antara dua kalimat itu?
Pada kalimat yang pertama, tentu saja "mempersunting" yang dimaksudkan
ialah meminang, atau melamar. Sementara pada kalimat yang kedua, Amelia
Melatisuci tentu bukan menyunting gadis idamannya, sebab dia sendiri
gadis. Yang dimaksudkan ialah bahwa Amelia Melatisuci tengah mengedit
atau memperindah/ menjadikan sebuah naskah berita layak untuk dimuat
atau diterbitkan.
Dalam dunia jurnalistik, kegiatan menyunting mengandung tiga pengertian.
 Menyiapkan naskah siap cetak, atau siap terbit, dengan memerhatikan
segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan
struktur kalimat; mengedit).
 Merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah).
 Menyusun atau merakit (film. pita rekaman) dengan cara memotong-
motong dan memasang kembali (KBBI. 2001: 1106).

9.2 Mengapa Perlu Menyunting?


Dalam pekerjaan penyuntingan naskah, diperlukan seseorang yang benar-
benar terampil. Tidak hanya terampil di dalam mengemukakan gagasan
(dalam bahasa lisan dan tulisan), tetapi juga terampil di dalam menerapkan
tanda baca. ejaan, serta berbagai kompetensi lain yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Agar seseorang dapat menyunting dengan berhasil, diperlukan keterampilan
khusus, sehingga naskah yang disunting benar-benar siap saji. Orang yang
bertugas menyunting naskah itu disebut sebagai "penyunting", atau "editor",
atau sering pula disebut sebagai "redaktur". Dalam media cetak, pekerjaan
menyunting naskah merupakan pekerjaan rutin seorang anggota redaksi,
atau redaktur sebuah desk.

55
Mengapa masih diperlukan lagi seorang yang pekerjaannya khusus
untuk menyunting naskah? Argumen rasionalnya ialah bahwa naskah masih
perlu untuk disunting karena tidak semua naskah yang masuk ke desk
redaktur langsung siap saji. Masih banyak materi yang perlu untuk
disempurnakan di meja redaksi. Akan tetapi, sebenarnya masih banyak
alasan lain. tidak semata-mata teknis, mengapa naskah masih perlu untuk
disunting lagi.
1. Menghindari masalah hukum maupun masalah pencemaran nama baik
seseorang.
2. Menyeleksi berita bohong.
3. Menyeleksi berita yang sudah basi, atau berita yang tidak layak muat.
4. Mengoperasionalkan kalimat yang kacau menjadi kalimat yang
komunikatif, enak dibaca, benar, dan menarik.
5. Menghindari masalah SARA.
6. Menghindari kesalahan spelling, atau salah cetak.

9.3 Kompetensi Seorang Penyunting


Wartawan adalah pekerjaan, atau profesi. Karena itu. ia disebut profesional
di bidang kewartawanannya. Sebuah media, tentu saja ada jenjang-jenjang
manajemennya yang disebut sebagai jenjang struktural.
Seorang wartawan biasa, wartawan lapangan, tidaklah mengemban
tugas manajerial atau struktural. Ia semata-mata pekerja profesional.
Namun, di dalam pekerjaan sehari-hari, agar tujuan perusahaan seirama dan
tercapai, dibutuhkan manajemen. Di dalam jalur struktural itulah seorang
redaktur berada.
Seorang redaktur diandaikan luas wawasan dan pengetahuannya, sebab
ia merupakan filter terakhir atau benteng terakhir, sebelum sebuah berita
disajikan ke khalayak. Untuk itulah, seorang redaktur diandaikan menguasai
kompetensi berikut ini.
1. Memiliki keterampilan seorang pemimpin.
2. Memiliki wawasan yang luas mengenai pers dan hukum.
3. Menguasai Bahasa Indonesia yang baku, baik, dan benar.
4. Menguasai EYD dan tanda baca. serta dapat menerapkannya.
5. Menguasai tanda-tanda penyuntingan.
6. Dapat menulis dengan baik. benar, dan menarik.

56
7. Terbuka atas semua masukan, pendapat, atau usulan yang datang dari
siapa pun.
8. Mau terus-menerus belajar.
9. Menguasai dan mengenal karakter medianya (tata letak, dan sebagainya).
10. Menguasai dan mengenal kolom-kolom, atau rubrikasi.
11. Mengenal siapa pembaca dan pemasang iklan.

9.4 Menyunting dalam Praktik


Dalam praktik sehari-hari. pekerjaan menyunting ternyata tidak mudah.
Seorang redaktur diandaikan sanggup "membaca jalan pikiran" penulis
berita, agar tidak salah di dalam mengoperasionalkan kalimat yang tidak
komunikatif. Jangan sampai terjadi, hasil suntingan redaktur malah jadi
berantakan. Jika ini yang terjadi, maka disebut sebagai "hiperkorek", yakni ,
mencoba membetulkan yang dianggap salah, namun hasil pembetulan itu
malah jadi lebih salah dan lebih buruk dibandingkan sebelumnya. '

9.4.1 Menyunting Judul Berita


Sudah dibahas di muka. bahwa sebuah judul berita itu sangat penting-karena
merupakan etalase, atau pintu masuk, yang penting. Seorang redaktur perlu
menimbang-nimbang, dan akhirnya menetapkan, sebuah judul berita itu
yang baik.
Contoh: seorang wartawan, sehabis meliput peristiwa naas kecelakaan
pesawat Mandala di Medan membuat judul beritanya "Mandala Jatuh
karena Menabrak Atap Rumah Penduduk".
Apa benar "menabrak rumah penduduk" merupakan penyebab utama
(causa prima) kecelakaan pesawat Mandala, atau ada sebab lain yang
utama? Sebelum orang lain kritis, seorang redaktur perlu kritis lebih dulu.
Setelah ditimbang-timbang, akhirnya sang redaktur tanpa banyak mengubah
lalu memutuskan begini: "Mandala Jatuh lalu Menabrak Rumah Penduduk".
Perhatikan, judul yang dibuat wartawan dan yang dibuat redaktur
sangat berbeda! Di mana perbedaannya? Si wartawan cenderung memvonis
-padahal belum diselidiki dan belum diketahui, sebab-sebab jatuhnya
pesawat. Bisa jadi, kesimpulan im tidak benar! Di sini ada unsur opini,
wartawan mengira-ngira, ia berpendapat, bahwa penyebab pesawat Mandala
jatuh karena menabrak atap rumah. Perhatikan penggunaan "lalu" oleh
redaktur jauh lebih netral, dan memang benar, bahwa pesawat itu jatuh lalu
(bukan karena) menabrak atap rumah. Jadi, penyebabnya masih belum
diketahui!

57
9.4.2 Menyunting Laporan
Laporan wartawan sering dibuai dalam tempo yang sangat terbatas dan
dikejar tenggat waktu. Karena itu. sangat terbuka kemungkinan ia kurang
awas dengan segala bentuk kesalahan, akibat tekanan waktu dan tekanan
psikologis. Ia tidak menjadi awas lagi dengan kesalahan spelling. ejaan,
kalimat, atau logika. Karena itu, laporannya masih perlu disunting redaktur.
Sebagai contoh, setelah mewawancarai pakar pemasaran, khususnya
pemerhati perilaku konsumen, kita menemukan tulisan seorang wartawan
menulis begini:
"Bahwa sesungguhnya perilaku konsumen sulit untuk ditembak. Satu
saat begitu lain saat begini. Perilaku begituan nggak bisa sama sekali di ukur
dengan alat ukur apa pun."
Penilaian kita:
1. Logika (jalan/ tidak)? (jalan)
2. Pengkalimatan (jalan/ tidak)? (masih bisa dipahami)
3. Keterbacaan (mudah/tidak)? (mudah)
4. Kenyamanan untuk dibaca (enak/tidak)? (ya)
5. Pungtuasi (benar/tidak)? (tidak)
6. Karena itu. tingkat kesalahan: Dapat/tidak ditoleransi (tidak dapat)
Setelah laporan wartawan itu disunting dan diperhaiki. menjadi:
Perilaku konsumen sulit ditebak. Suatu saat begitu, pada saat lain begini.
Perilaku demikian sukar diukur, dengan alot ukur apa pun.

Alasan membuang/menyunting:
1. Kata "Bahwa sesungguhnya" tidak menambah makna apa-apa, buang
saja!
2. "Sulit untuk ditembak". saking cepatnya menulis dua kata "untuk
ditembak" lupa dipisahkan. Saking asyik larut dengan ide, salah mencet,
maksudnya ditebak, tertulis ditembak. Dua kata yang mirip, namun sulit
untuk segera diidentifikasi secara gamblang kekeliruannya.
3. Satu saat harusnya "suatu saat". "Satu" menunjukkan tertentu, sudah
pasti. "Di ruangan itu ada satu dosen dan satu mahasiswa." "Suatu orang
(seseorang)-tidak tentu, tak diketahui—menaksir mahasiswanya sendiri.
4. Lain saat (hukum MD. bukan DM), sehingga yang baik dan benar
adalah: (pada) saat lain.

58
5. Perilaku begituan (bahasa lisan yang menimbulkan salah persepsi).
Bukankah "begituan" bisa ditafsirkan macam-macam dan selalu
menjurus ke arah yang bukan-bukan?
6. Di ukur (kesalahan pungtuasi). Bukankah di + kata kerja penulisannya
serangkai. sedangkan di + kata benda (atau yang menunjukkan tempat)
penulisannya dipisah?
7. "apapun" harus ditulis terpisah. "Pun" yang berarti "juga" ditulis
terpisah dengan kata yang mengikutinya. Namun, "pun" yang menyertai
kata "bagaimana", "meski", "kendati", "walau", "bagaimana" ditulis
serangkai karena dianggap senyawa.

9.4.3 Menyunting Tanda Baca


Tidak sulit menerapkan tanda baca, asalkan mau belajar. Ada buku khusus
untuk itu. misalnya buku khusus tentang bagaimana menerapkan EYD dan
tanda baca. Kapan tanda baca koma (,) dipakai dan kapan tidak. Atau tanda
baca lainnya, bagaimana harus menerapkannya dalam kalimat? Lama-lama
seorang redaktur hafal tanda-tanda baca dan bagaimana penerapannya
dalam kalimat.
Fungsi tanda baca dalam -terutama judul—berita sangat vital
peranannya. Penerapan itu menjadi penting, terutama jika yang hendak
ditonjolkan adalah efek dari sebuah kata dalam judul berita.
Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa ikan arwana adalah hewan
langka dan dilindungi. Namun, pada kenyataannya, di Kalimantan ikan
arwana dijadikan ikan asin. Seorang wartawan mungkin membuat judul
berita begini: "Di Kalimantan Ikan Arwana Dibuat Ikan Asin".
Redaktur tidak merasa puas dengan judul itu. Dalam pikiran redaktur, yang
menarik bagi audience adalah unsur apa (arwana), bukan Kalimantan-nya
(tempat) Karena itu, redaktur mengubah judul berita itu menjadi, "Arwana,
Dibuat Ikan Asin di Kalimantan'.

9.4.4 Menyunting Kalimat


Menyunting kalimat, atau laporan lengkap wartawan, tidaklah gampang.
Apalagi jika redaktur hanya menemukan saja hasil ketikan laporan tertulis
wartawan di atas desk-nya. Sekarang memang sarana komunikasi sudah
semakin canggih, misalnya telepon seluler sudah sangat membantu
mobilitas. Namun, jika telepon tidak aktif, dan wartawan tidak dapat
dihubungi, bagaimana? Padahal, berita mendekati deadline.
Di sanalah redaktur mesti berperan, ia wajib meneliti kembali akurasi
laporan wartawan. Kalau nantinya terjadi kesalahan dalam pemberitaan,
tidak saja kredit poin si wartawan jatuh, tapi posisi redaktur juga terancam.

59
9.4.5 Menerapkan Tanda Penyuntingan
Seperti halnya kalau seseorang mempersunting gadis, tanda penyuntingan
biasanya berupa hadiah, atau pemberian khusus. Demikian pula dalam hal
menyunting naskah, ada tanda, ada simbol yang menunjukkan ide tertentu.
Ada banyak alasan, mengapa redaktur (dan wartawan) perlu mengenal dan
menerapkan tanda penyuntingan.
1. Berita yang diterima redaksi dari suatu kantor berita melalui teleks
(kawat) selalu menggunakan huruf kapital. Oleh karena itu, koreksiannya
harus memerhatikan tanda yang diberikan. Tanda yang digarisbawahi
menunjukkan huruf kapital tetap dipertahankan, sedangkan yang tidak
diapa-apakan dialihkan ke huruf kecil (onderkas).
Contoh:_

MANTAN PRESIDEN IRAK SADDAM HUSEIN MENGATAKAN


DIRINYA TELAH MEMERINTAHKAN KEPADA ANAK BUAHNYA
AGAR MENYERANG SEKELOMPOK PEMBERONTAK YANG
TIDAK LOYAL PADA PEMERINTAHAN YANG SAH PADA SAAT
ITU. HAL ITU DIAKUINYA SEHUBUNGAN DENGAN DESAKAN
PIHAK PENYELIDIK AGAR IA MAU MENGAKUI TUDUHAN
YANG TELAH DITIMPAKAN KEPADANYA.
Setelah diedit, kalimat itu menjadi:

Mantan Presiden Irak Saddam Husein mengatakan dirinya telah


memerintahkan kepada anak buahnya agar menyerang sekelompok
pemberontak yang tidak loyal pada pemerintahan yang sah pada saat itu. Hal
itu diakuinya sehubungan dengan desakan pihak penyelidik agar ia mau
mengakui tuduhan yang telah ditimpakan kepadanya.
2. Menyelipkan kata, atau kalimat, dalam berita yang sudah diset.
3. Atau mengoreksi/ membuang kata/ kalimat yang tidak perlu.
4. Memotong ekor berita yang tidak penting karena kehabisan/
keterbatasan space.
Selengkapnya tanda penyuntingan dapat dilihat pada Lampiran (halaman
84).

KATA-KATA KUNCI
mempersunting
menyunting

60
redaktur
causa prima
spelling
kompeiensi editor
onderkas
space

PERTANYAAN
1. Jelaskan pengertian menyunting!
2. Mengapa perlu awak media cetak melakukan penyuntingan? Jelaskan!
3. Apa saja kompetensi seorang penyunting? Sebutkan dan jelaskan!

TUGAS
Buatlah sebuah berita (minimal lima alinea). Setelah dianggap selesai,
tukarlah dengan teman (pasangan) Anda. Anda menyunting berita pasangan
Anda, dan pasangan Anda menyunting berita Anda. Terapkan tanda-tanda
penyuntingan di dalamnya. Berikan alasan argumentatif, mengapa tulisannya
perlu disunting!

61
BAGIAN II

FEATURE
Bagian kedua Ini membahas
 pengertian, bagaimana teknik membuat, dan contoh feature

 rubrikasi dan mengenal desk sebuah media

 berlatih dan mengalami

 lampiran-lampiran yang relevan

62
BAB 10

FEATURE
Setelah membaca bab ini. Anda diharapkan dapat
1. memahami apa yang dimaksudkan dengan "feature"
2. membedakan feature dari ragam tulisan lainnya
3. menulis feature

63
Sebelum masuk ke pembahasan pokok, baiklah jika dipahami makna, ruang
lingkup, serta tempat feature dalam media. Kini baik media elektronika
maupun media cetak sama-sama mengandalkan feature sebagai salah satu
rubrik yang mendatangkan banyak keuntungan. Keuntungan, dalam arti
banyak peminat (pembaca/ pemirsa/pendengar), maupun keuntungan
materi berupa pemasangan iklan. Mengapa demikian? Sebab tarif iklan akan
tinggi pada mata acara yang banyak pemirsanya (TV, radio) dan iklan
dengan mudah menarik minat pembaca (jika di sampingnya ada tulisan yang
memikat).
Karena itu. penulis feature harus membuat sedemikian rupa, agar
tulisannya menarik.

10.1 Pengertian
Apakah feature itu?
Batasan feature macam-macam. Umumnya orang mengartikannya
sebagai: karangan khas. Rasanya, pengertian itu belum menjelaskan apa-apa.
Deskripsi feature yang agak jelas barangkali yang ini, "Cerita feature adalah
artikel yang kreatif, kadang-kadang subjektif, yang terutama dimaksudkan
untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang
suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan." (Seandainya Saya Wartawan
Tempo: 9).
 Kekhasan Feature
Kerap orang mencampurbaurkan feature dengan opini dan news, karena
memang di antara kedua ragam itulah tempatnya. Akan tetapi, sebenarnya
feature punya ciri khas sendiri.
Lebih dari dua dekade terakhir, ragam ini sangat penting perannya,
terutama karena feature sanggup bersaing dengan media elektronika. Dari sisi
kecepatan, media cetak tidak akan sanggup mengalahkan media elektronika.
Tidak mungkin media cetak melakukan liputan langsung seperti media
elektronika. Namun, sisi keterbatasan media elektronika juga ada. Karena
terbalas oleh durasi, media elektronika menyiarkan berita hanya sekilas, tidak
dalam.
Nah. di situlah letak kelebihan media cetak. Media cetak bisa mengulas
suatu peristiwa atau objek secara dalam, in depth. Bahasannya begitu dalam
dan memesona, memenuhi ingin tahu pembaca, apalagi jika ditulis secara
baik sehingga mencekam.
Bagaimana mengukur sebuah feature Apakah yang baik adalah feature
yang panjang, ataukah yang pendek? Panjang pendek tak penting, yang
pokok adalah sebuah feature utuh Dan yang paling penting lagi adalah:
memenuhi keingintahuan pembaca. Ukurannya selalu pembaca. Minat

64
pembacalah yang selalu jadi patokan mengukur panjang pendeknya sebuah
feature.
 Feature: Kisah dalam Tulisan
Menulis feature sulit? Tidak! Mestinya, setiap orang yang bisa ngomong, bisa
menulis feature. Mengapa? Karena menulis feature ialah "menyalin" atau
menitranskripsikan cerita yang keluar dari mulut ke dalam bentuk tulisan. Di
sini tepat adagium. "Menulislah seperti Anda berkisah!" Apa beda antara
news dan feature?
Pada hakikatnya, penulis feature adalah orang yang berkisah, la
bercerita kepada audicence. Ia melukis suatu objek dengan kata-kata. Ia
menarik pembaca masuk ke dalam suasana, menghidupkan imajinasi
pembaca, sehingga pembaca merasa berhadapan langsung dengan objek.
 Feature: Menggelitik dan Perubahan Konstruktif
Selain menggelitik hati sanubari manusia (pembaca), feature juga bertujuan
menciptakan perubahan yang konstruktif.

10.2 Menuangkan Gagasan ke dalam Feature


Jika setiap benda terdiri alas materia dan forma. maka gagasan (ide) dan
tulisan juga demikian. Ide yang didapat dari pengondisian diri dan pengisian,
perlu mendapatkan wujud dalam tulisan. Ide apa pun bisa diwujudkan dalam
bentuk tulisan, tergantung topiknya.
Jika ditanyakan, manakah yang paling sulit memberi daging kerangka
tulisan fiksi ataukah nonfiksi. maka yang pertamalah yang lebih sulit.
Mengapa? Karena yang pertama itu memerlukan kreasi, fantasi, abstraksi
yang luar biasa untuk bisa mewujud. Membentuk sesuatu yang tidak ada (tak
kelihatan) yang disebut ide ke dalam bentuk tulisan -katakan cerpen—
tidaklah mudah. Di sanalah penciptaan (kreasi) bermain. Di sana pula kata
"mengarang" mendapatkan makna yang sesungguhnya: membuat sesuatu
dari tidak ada menjadi ada.
Agak berbeda dengan menulis. Menulis karya nonfiksi. termasuk
feature. bisa distrategikan. Bisa pula dibuat outline yang jelas-tegas karena
sebuah tulisan nonfiksi memerlukan kerangka yang benar-benar nyata. Jadi.
untuk menulis nonfiksi tidak mesti ketika "kumat", sewaktu ilham dalang,
dan menunggu mood. Kapan saja. menulis nonfiksi bisa dilakukan. Kerangka
tulisan tinggal diberi daging di sana sini. baik dengan ide orisinal maupun
dengan mengutip pendapat orang, atau melalui pendalaman materi.
 Mendapatkan Bahan untuk Feature
Cara mendapatkan bahan untuk menulis feature hakikatnya sama saja dengan
bagaimana mendapat bahan untuk menulis berita. Penulis feature harus

65
lebih dulu menetapkan objek apa yang akan ditulis, di mana bisa diperoleh
informasi tentang itu, bagaimana caranya mendalami objek, mendapatkan
gambar yang menarik dan relavan, dan -kalau dirasa sangat diperlukan—
dapat mendalami objek dengan referensi yang relevan. Untuk itu. penulis
referensi harus membuka kamus, leksikon, ensiklopedi, kliping, atau retensi
yang relevan.
Pengalaman menunjukkan, hampir tidak ada feature yang menarik dan
mencekam murni berasal dari penyelisikan dan. pencarian sang penulis.
Namun, selalu diimbuhi juga dengan referensi yang dikutip dari sumber lain
(Contoh feature dalam buku ini juga tak luput dari pendalaman objek melalui
referensi yang mendukung) .
Setelah bahan dan referensi yang mendukung didapat, penulis feature
baru mengangkat pena. Ia bisa mulai menulis feature sesuai dengan gayanya
sendiri.
 Tuangkan Saja!
Jika dirasa bahan sudah cukup, tuang saja dalam tulisan. Ketika ilham
datang, sat itu juga Anda harus mengangkat pena. Catatlah dengan segera
ide-ide pokok yang datang itu. Waktu in the mood, rasakan bahwa ada
kekuatan tertentu yang menggerakkan pikiran dan tangan Anda. Anda hanya
"dipakai" oleh kekuatan tersebut untuk mencatat. Tulis saja apa yang sedang
ada"dalam pikiran Anda, jangan sampai ada yang terlewati. Persetan dulu
dengan lata bahasa! Abaikan EYD! Kesampingkan teori-teori menulis
(termasuk teori yang disampaikan dalam buku ini -baru setelah jadi, periksa
apakah tulisan Anda sesuai dengan teori menulis). Setelah selesai, baru Anda
lihat kembali. Adakah yang kurang? Sesuaikah mood yang tadi mengalir
dalam diri saya dengan teori yang Anda ketahui? Pasti banyak kesamaannya!
Hal ini membuktikan, pada dasarnya teori menulis itu ialah afirmasi, atau
peneguhan, saja atas pengalaman.
Menuangkan ide ke dalam tulisan, ibarat menuangkan teh dari teko ke
dalam gelas. Tuang, ya tuangkan saja! Jangan berhenti, sampai gelasnya
dianggap sudah penuh. Penuh, lapi tidak tumpah ruah dan meluber. Jika
masih ada yang lersisa, luangkan ke dalam gelas yang lain. Kalau ide Anda
mengalir deras, tuangkan saja ke dalam lulisan. Tapi tetap saja proposional.
Artinya, tidak lantas ngawur, liar. tidak sistematis, apalagi berantakan. Kalau
dirasakan kepanjangan, jadikan dua, atau lebih.
Kadangkala ide kita banyak sekali, kepala lerasa mau pecah untuk
menampungnya. Rasanya, semua yang ada di kepala hendak dikeluarkan
semua. Di sini sering seseorang menjadi tidak sabar, maunya menuangkan
semua apa yang ada di kepalanya. Apa yang kemudian terjadi? Tulisan tidak
fokus. Topik yang dibicarakan tidak sistematis. Tidak proporsional. Ini
karena yang bersangkutan mau menuangkan semuanya.

66
 Tahap Sistematisasi
Jangan campuradukkan antara kreatif dan teknis. Artinya, waktu mood, waktu
kreativitas sedang mengalir deras, abaikan dulu jargon-jargon dan teori
menulis. Waktunya akan datang untuk itu. ketika draft tulisan sudah jadi.
baru Anda masuk ke dalam sisi teknisnya. Tulis saja dulu apa yang ada
dalam kepala dan catatan Anda. Tuangkan semua itu. Pilih manakah yang
esensial, yang dianggap penting, dan yang kurang penting (ingat kembali
lapisan A. B. dan C Leslie Rae).
Pada tahapan awal, kalau menyaksikan ada kesalahan teknis, biarkan
sa]a. Jangan sampai, ide berlalu hanya karena Anda habis waktu dan
kehilangan sewaktu memperbaikinya. Tampung saja ide yang ada dalam
tulisan. Apa adanya, sampai habis.
Ketika sudah selesai, kesempatan bagi Anda untuk menelitinya lagi.
Apakah misalnya, susunan (sistem) tulisan Anda sudah urut ide demi ide?
Adakah ide yang satu menyangkal yang lain? Kalau ya, bagaimana hal itu
mesti disiasati? Apakah tetap mempertahankan ide yang satu, lalu
membuang yang lain. dan menggantinya dengan ide baru yang mendukung?
Lihat pula kembali, apakah tulisan Anda proporsional. Pengantar,
bahasan, dan simpulan -apakah unsur-unsur itu sudah ada semua? Kalau
sudah ada. dan terasa belum menarik alias kering, bagaimana caranya
menjadikannya menarik?
Pertimbangkanlah itu semua dari sisi pembaca. Seolah-olah. setelah
tulisan selesai. Anda menjadi sebagai orang lain. Sebagai orang lain. apakah
Anda terlarik membaca tulisan yang baru saja Anda hasilkan? Apakah
tulisan itu sudah cukup "berbicara"? Bagian mana yang bertele-tele dan
membosankan? Bagaimana saya merevisi, atau mengubahnya, menjadi
menarik? Kalau saya ubah, apakah masih "nyambung" dengan ide
pokoknya? Kalau tidak, tapi saya anggap menarik, beranikah saya
membuang ide pokok dan mulai lagi dari ide yang baru saja saya temukan?
Sering timbul godaan, penulis pada saat yang bersamaan, sekaligus
sebagai editor. Ini salah satu yang perlu dihindari. Ketika tengah
menuangkan ide ke dalam tulisan, dan tatkala kumat mulai kambuh dan
mood sedang in, tampung saja. Tuangkan semua yang ada. Jangan peduli
(dulu) dengan logika. Buang jauh-jauh ketakutan melanggar kaidah
berbahasa yang baik dan benar, buang jauh ketakutan dicemooh,
(katageleofobia). Jangan hiraukan landa baca. Lemparkan semua
kekhawatiran Anda akan kode-kode penulisan ke tubir jurang yang dalam.
Hasilnya, ide yang Anda tuangkan ke dalam tulisan akan mengalir bagai
sungai. Terus dan terus, tiada henti. Habis satu ide, beralih ke ide lain. Jika
sudah terbiasa menulis, seseorang tidak akan pernah kehabisan ide. Selalu
saja ide-ide baru. Semua, mengalir bagai aliran sungai. pama rhei kai uden

67
menei—demikian kata filsuf Herakleitos. Ketika semuanya dianggap "selesai"
di mana Ada sudah menulis dengan;
 kesungguhan
 kepenuhan
 kegembiraan
 dan mengerahkan semua energi
itu berarti Anda tinggal menyelesaikan teknisnya saja. Saatnya
mengoperasionalkan kalimat yang tidak jalan, menjadi kalimat yang rasional
dan logis. Membetulkan bahasa, termasuk pilihan kata, yang keliru.
Membetul ejaan yang salah. Mengimbuhi tanda baca di mana perlu. Dan
memberikan koreksi pada kesalahan ketik secara cermat.
Untuk dapat menulis dengan benar dan menarik sesuai dengan kaidah
bahasa, seseorang tidak harus kuliah bahasa dan sastra. Belajar mandiri akan
jauh lebih banyak menyerap. Bukankah setiap orang adalah pengguna
bahasa? Kebiasaan baik yang dilakukan terus-menerus akan menjadi bagian
yang melekat pada diri Anda.
Karena itu. jadikanlah ensiklopedi, kamus, leksikon, dan buku
penuntun sebagai bagian dari alat yang mendukung keberhasilan Anda
menulis. Dengan bantuan alat itu. Anda jadi mafhum kapan kata "pun"
dalam "sekalipun" ditulis serangkai dan kapan "sekali pun" ditulis terpisah.
Sekalipun yang berarti: meskipun, walaupun, kendatipun: ditulis
serangkai. Contoh penggunaannya dalam kalimat: Sekalipun hujan, dia
datang juga ke pesta itu. Sementara "sekali pun" yang berarti: "tidak pernah
satu kali juga", ditulis terpisah. Contoh penggunaannya dalam kalimat: Tak
pernah sekali pun, tersenyum bibirmu.
Dengan alat bantu kamus Anda tahu manakah penulisan yang benar,
sekadar atau sekedar? Mana pula penulisan yang baku dan mana yang tidak.
Dengan alat bantu, Anda dapat mengecek manakah yang benar, malpraktik
atau malapraktik?
Tulisan Anda menjadi akurat kalau didukung itu semua. Redaktur atau
penerbit akan senang menerima naskah yang sudah malang, tidak hanya
isinya, tapi juga bahasa dan cara penyajian yang baik, benar, sekaligus
menarik. Ibarat petani, itulah pacul, parang, alat bajak, dan pupuk Anda.
Alat yang digunakan untuk pelani dalam proses bertani. Karena itu,
pergunakankah dengan maksimal!
Dalam tulisan fiksi, ada keleluasaan bagi pengarang untuk menabrak
rambu-rambu kebahasaan, tidak sebagaimana tulisan nonfiksi. Bahasa gaul,
terutama dalam dialog, sah-sah saja dalam sebuah karangan. Demikian pula

68
dengan pengkalimatan, tidak harus sebuah kalimat terdiri alas sebuah
kalimat lengkap yang ada subjek, predikat, objek, dan keterangan (SPOK).
Bahkan, sering kita jumpai dalam karangan fiksi, sebuah kalimat, terdiri atas
sebuah kata saja. Hal ini tidak masalah, sebab kadang kala sebuah kala dalam
sebuah kalimat efeknya sangat luar biasa! Sebagai contoh:
Senja turun perlahan, menyingkap kelam. Bukit Zaitun tampak bagai
wanita tua, kusut dan mengkerut. Segalanya jadi serba marut. Kusut! Sekusut
hati DIna.
Sebuah kata dalam satu kalimat "Kusut!" justru sangat luar biasa power-
nya. la dengan penuh daya melukiskan, betapa tak menentunya hati Dina.
Sebuah lukisan, dan perumpamaan, yang mudah ditangkap dan tidak
memerlukan kerja keras untuk mengabstraksinya.
Meskipun dalam karangan fiksi dimungkinkan seorang pengarang
melanggar pakem kebahasaan dan pengkalimatan. ada segi yang tidak bisa
ditoleransi. Tidak ada kompromi dalam pengunaan tanda baca. huruf
kapital, akurasi nama. dan penggunaan ejaan. Tidak dapat dibenarkan, kalau
seorang pengarang tidak bisa membedakan kapan "di" penulisannya dipisah
dan kapan diserangkaikan. Demikian pula. tidak dapat dimaafkan jika
seorang pengarang tidak memahami apakah huruf pertama dalam dua kata
"pisang ambon" ditulis kapital ataukah tidak.
Sekali lagi. alah bisa karena biasa. Karena itu. biasakan diri Anda
mengacu pada kamus kalau ragu-ragu. Jadikan kamus tidak hanya alat keija.
tapi juga teman Anda.

10.3 Persamaan antara Feature, Cerpen, dan Novel


Di depan sudah dijelaskan perbedaan antara menulis dan mengarang.
Sekadar mengingatkan kembali, menulis ialah pro.ses menuangkan gagasan/
ide/data/fakta ke dalam bahasa tulisan, sedemikian rupa. sehingga menjadi
sebuah karya tulis nonfiktif yang bernilai sesuai dengan bentuk/ragamnya.
Sementara mengarang ialah proses menuangkan gagasan/ide kreatif dan
imajinatif sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah karya fiktif sesuai
dengan bentuk (ragam)-nya.
Dilihat dari pro.ses. ragam, dan gayanya, terdapat banyak kesamaan
antara feature, cerpen, novelet, dan novel. Karena itu, bisa menulis feature
adalah modal untuk menulis novel.
Persamaannya: FEATURE
1. Tulisan kreatif, cukup panjang, yang membutuhkan imajinasi,
2. Deskriptif.
3. Rangkaian peristiwa tali-temali.

69
4. Sering dittulls menggunakan alur (kaidah 1,2,3) atau kronologis.
5. Tokoh utama (objek) sering diangkat menjadi fokus, lalu dikisahkan juga
tokoh (objek) lain sejauh relevan atau yang bertujuan untuk
mengkontraskan atau menambah hidupnya suasana.
6. Menggunakan teknik tarik-ulur (suspense) untuk mempermainkan
psikologi audience.
7. Akhir (ending) tulisan jelas.
8. Ada pesan (message) yang terkandung di dalamnya,

CERPEN/NOVELETINOVEL
1. Tulisan kreatif, cukup panjang, yang membutuhkan imajinasi.
2. Deskriptif
3. Rangkaian peristiwa tali-temali.
4. Sering tidak selalu ditulis menggunakon alur (kaidah) 1,2,3 atau
kronologis. Namun, kerap menggunakan sorot depan (fore-shadowing]
dan sorot belakang (flash-back).
5. Tokoh utama (objek) sering diangkat menjadi fokus, lalu dikisahkan juga
tokoh (objek penyerta) lain sejauh relevan atau yang bertujuan untuk
mengkontraskan atau menambah hidupnya suasana.
6. Menggunakan teknik tarik-uiur (suspense) untuk mempermainkan
psikologi audience.
7. Akhir (ending) tulisan jelas.
8. Ada pesan (message) yang terkondung di dalamnya.

Perbedaannya:
FEATURE
1. Melulu didasarkan pada fakta yang sesungguhnya, unsur khayalan tidak
boleh ada di dalamnya.
2. Tidak boleh menulis/melukiskan sesuatu yong tidak sungguh nyata dan
tidak sungguh terjadi.
3. Tidak melakukan rekayasa, misalnya memaksakan apa yang ada di kepala
penulis, lalu ditaruh pada mulut orang lain, Misalnyo, agar bagian
tertentu dari feature menarik, si penulis berpikir alangkah baiknya jika
narasumber mengatakan, "Kingkong pun bisa menjadi komisaris

70
perusahaan jika kerjanya cuma begitu" -sebuah feature yang mengangkat
Ihwal perusohaan BUMN yang produknya sangat dibutuhkan, namun
berkinerja buruk. Padahal narasumber tidak menyebut demikian, ketika
pertanyaan yang diajukan si penulis, narasumber cuma diam, atau
mengangguk.

CERPEN/NOVELET/NOVEL
1. Karya fiksi, rekaan,
2. Boleh berbuat sesuka hati. Mau bikin apa sajg, terserah! Pengarang
"mahakuasa" atas karyanya. Di sini kota "penciptaan" menjadi genap,
yakni creare creatio (creationis) to create  creation = mencipta,
penciptaan, hasil kreasi. Karena itu, seorang penulis disebut kreatifi dan
karya tulis yang dihasilkannya adalah karya kreatif.
Biasanya, sebelum menulis novel, seorang novelis membuat kerangka
karangan lebih dulu (outline). Namun, novelis yang sudah banyak makan
asam garam, barangkali tidak perlu lagi membuat outline. Outline sudah ada di
kepalanya. Ia sudah tahu seberapa porsi untuk pengantar, pengembangan,
inti cerita, dan simpulannya.
Namun, novelis pemula tetap perlu membuat oret-oretan. atau bagan,
sebelum mengarang sebuah novel. Untuk apa? Kalau dalam sebuah
penjelajahan, bagan berfungsi sebagai kompas. Bagan ialah penunjuk ke arah
mana kita hendak melangkah.
Penulis pemula yang menulis feature pun perlu membuat outline. Dalam
praktiknya. kadang bagan tidak ditaati sepenuhnya. Tatkala menghadap
komputer, atau mesin tik. muncul ide baru. Seorang novelis tergoda untuk
mengembangkan ide yang sudah dibuatnya dalam bagan.
Salahkah tindakan seperti itu? Tidak! Meski melanggar pedoman yang
sudah ditetapkan sendiri, asalkan hasil akhirnya bagus, tidak menjadi
masalah. Asalkan jalinan cerita dirasakan logis, tidak jadi soal. Bagan tidak
hanya diperlukan sebagai arah, tapi kadang juga sebagai pemancing
datangnya ide-ide baru.
Mula-mula, tetapkanlah sebuah tema untuk novel Anda. Lalu. petakan
ide-ide Anda. Tulislah langkah demi langkah adegan yang menurut Anda
menarik. Lalu pilihlah yang paling unik. Telitilah, apakah biasa-biasa saja,
tidak unik. dan tidak punya greget? Apakah menarik? Adakah sesuatu yang
baru?
Sebagai contoh. Anda akan menulis novel dengan setting sekolah.
Tema kisah cinta. Kalau kisah cinta antara siswa dan siswa, sudah biasa—

71
dan Anda tidak mau menulis hal yang biasa. Anda ingin karya Anda unik,
lalu bagaimana?
Untuk itu. Anda dapat membual outline sebagai berikut:
Tema : Cinta antara murid dan guru
Setting : jelas sekolah
Tokoh : siswa SMP (cowok) dan gutu (wanita). Cowok diberi nama Boyce
dan guru Joice Bangun/ bagan cerita:
1. Di hari pertama masuk sekolah. Boyce sudah senang sama Joice. Boyce
belum tahu kalau rasa sukanya ini bernama cinta.
2. Joice suka suka sama Boyce. Wajah Boyce yang eksotik
mengingatkannya podo pacarnya dulu waktu kuliah. Mirip sekali.
Ditinggal sang pacar studi keluar negeri karena mendapat beasiswa. Joice
patah hati, Sampoi kini ia tetap melajang.
3. Bagaimana menyatakan cinta? (konflik) Ibu guru yang mulai
menyatakan? (unik/ agresif). Ataukah harus cowok yang masih anak
ingusan? (juga timbul konflik, bagaimana?)
4. Ada kesempatan waktu kemping. Kebetulan, Bu Joyce jadi salah satu
pembimbing.
5. Bu guru malam harinya masuk angin. Boyce diminta mengerok
badannya di dalam sebuah tenda (suspense). Apa yang terjadi?
6. Ternyata Bu Joyce tidak masuk angin beneran. Hanya pura-pura biar
bisa kencan sama Boyce. Waktu itulah la mengungkapkan perasaannya
pada Boyce.
7. Boyce menyambut, (a suka Bu Guru itu. Namun, tidak tahu apakah ini
cinta namanya? Yang ia tahu, ia suka saja. Barangkali pakar psikologi
menamakannya "cinta platonis".
8. Ending: happy ataukah sod? Kita tidak pilih salah satu. Kalau ' happy,
masak murid menikah dengan guru. Kalau sad kok rasanya gak tega.
Akhirnya, kita buat mengambang saja, biar jpembaca yang meneruskan,
ending-nya terbuka (open ending). Kisah cinta murid dan guru kita tutup,
ketika suatu hari Ayah Boyce datang ke sekolah. Ternyata, ialah mantan
kekasih Joice waktu kuliah. Apakah Joice menyukai Boyce karena mirip
mantan kekasihnya waktu kuliah? Sebaliknya, apakah kesukaan Boyce
pada Bu Guru karena ia mendamba seorang ibu yang kjeal?
Itulah outline, kompas yang menuntun kita menjelajah dunia maya.

72
10.4 Mengail dengan Judul dan Kalimat Pertama
Judul dan kalimat (termasuk alinea) pertama sebuah feature dan novel ibarat
etalase. Ketika sedang berjalan-jalan di mal. atau emperan loko, lentu Anda
tahu betapa etalase sangat penting. Di mana letak pentingnya? Etalase
adalah tempat memamerkan barang-barang, biasanya di depan toko. Kalau
toko sedang tutup, maka barang yang dipamerkan berada dalam kaca yang
jelas kelihatan. Eye catching, sehingga menarik dan memikat orang.
Judul dan kalimat pertama dalam feature dan novel juga demikian.
fungsinya untuk menarik. sekaligus memancing rasa ingin tahu pembaca.
Seperti toko. pembaca pasti tidak akan terpancing dan tertarik untuk masuk,
jika tidak ada yang menarik baginya.
Bagaimana supaya judul feature dan novel menarik? Yang perlu
diketahui, judul tidak dibuat di muka. Pengarang pemula mungkin berpikir
kalau hendak mengarang tentu lebih dulu perlu menentukan judul. Tidak!
Judul justru dibuat paling akhir, setelah menimbang-nimbang, dan setelah
mengalami beberapa kali gonta ganti. Kerap tidak sekali jadi. Bisa berkali-
kali. Bahkan, bisa saja judul novel yang dicerbungkan berbeda dengan yang
dibukukan, meskipun isinya secara keseluruhan sama.

10.4.1 Bagaimana Membuat Judul?


Adakah kiat khusus membuat judul feature dan novel? Tentu saja. ada.
Setidaknya, ada enam cara membuat judul yang berhasil.
a. Mengambil bulat-bulat nama tokoh utama
 MargaT. mengambil tokoh utama untuk judul judul novelnya: Karmila.
 Ayu Utami: Saman.
 JK Rowling: Harry Potter.
Kalau Anda menulis feature tentang pemulung yang sukses dan pemulung itu
bernama Jaka Sembrani, maka jadikan tokoh utama sebagai judul.

b. Menggabungkan tokoh utama dengan predikat


Tidak sulit membuat judul yang menarik, asalkan tahu trik-triknya.
Gabungkan saja nama tokoh ulama dengan predikat, beres! Atau dengan
pola (rumusan) siapa + mengapa. Sebagai contoh: - Dwianto Setyawan:
Ambardina Jatuh Cinta - Teguh Esha: Ali Topan Anak Jalanan
Contoh tadi, dapat ditambah menjadi "Jaka Sembrani. Pemulung yang
Kaya".

73
c. Simbolis
Judul simbolis, yang menyimbolkan intisari cerita. Misalnya:
 Sebersih Bunga Teratai
 Terminal Cinta Terakhir
 Badai Pasti Berlalu ^ Pelabuhan Hati
 Samudera Cinta
Kita dapat membuat judul feature simbolis dengan "Jaka Sembrani: Sebersih
bunga Teratai".
d. Alias
Hampir mirip dengan trik membuat judul pada simbolis, namun
sesungguhnya teknik judul "alias" ini sangat khusus. Dinamakan demikian,
karena merupakan alias, julukan, atau predikat, yang disandangkan pada
sang pelaku ulama. Misalnya:
 Miss Jutek adalah julukan, atau alias, nama tokoh ulama novel Yennie
Hardiwidjaja, yakni Salma. Karena Salma wanita tegar, dan kadang jutek,
maka ia digelari Miss Jutek. Judul novel akhirnya dipilih dari nama
julukan sang tokoh.
 Sang Nabi. atau The Prophet, adalah predikat. Sebuah predikat yang
dirasa sangat cocok, berkarakter kuat, dan dipilih Kahlil Gibran untuk
novelnya.
Judul feature dapat menggunakan alias, "Jaka Sembrani, sang pemuiigut
yang sukses dari Krukut".
e. Intisari cerita
Judul yang menarik, dapat mengambil dari intisari cerita. Misalnya, novel
Ashadi Siregar yang mengambil setting Kampus Biru UGM. di mana cinta
dua anak manusia bersemi di sana. diberi judul Cintaku di Kampus Biru.
Dalam feature, judul dapat menjadi, "Kaya di Kampus Emas" karena
Jaka Sembrani, permulung jadi kaya karena memulung di kawasan Kampus
Emas, julukan sebuah kampus di daerah Tomang.
Persamaan dan Keindahan Bunyi Ada juga pengarang yang suka memberi judul
novelnya berdasarkan persamaan dan keindahan bunyi. Ia mahirniemainkan
kata-kata. tidak saja indah, tetapi juga majinatif. Sebagai contoh;
 Arjuna Mencari Cinta (Yudhistira ANM Massardi) yang memainkan
keindalian bunyi "a" pada akhir setiap kata.
 Ali Topan Anak Jalanan (Teguh Esha).

74
Persamaan bunyi dalam judul feature dapat demikian, "Jaka Sembrani, Jejaka
yang punya nyali."

10.4.2 Kalimat (dan Alinea) Pertama


Mengapa kalimat dan alinea pertama dalam feature dan novel sangat penting?
Tentu saja, karena kalimat dan alinea pertama ibarat teras sebuah rumah.
Jika ada orang hendak bertamu, tentu ia masuk dan lewat lebih dulu dari
teras. Di teras, ia disambut hangat. Di teras pula tamu kita mendapat kesan
pertama. Ia akan merasa senang, atau kurang senang, masuk rumah begitu
tapak kakinya yang pertama menginjak teras.
Karena itu. buatlah kesan pertama yang menyenangkan pada pembaca.
Dan itu bisa mereka temukan pada kalimat (dan alinea pertama feature dan
novel). Pikirkanlah baik-baik hal itu. Pasti tidak sekali jadi. berkali-kali.
sampai dianggap berhasil. Kalimat (dan alinea) pertama pun sering dibuat
belakangan. Tapi usahakan jangan sampai terjebak dan terpaku pada
bagaimana membuat kesan pertama yang menyenangkan dan indah, lalu
mengabaikan logika cerita. Baik keindahan dan kesan pertama dalam novel
dengan jalan cerita, harus tetap selalu harmonis.
Berikut ini contoh kalimat (dan alinea) pertama sebuah novel yang
berhasil.
"Central Park, 28 Mei 1996. Di taman ini, saya adalah seekor burung.
Terbang beribu-ribu mil dari sebuah negeri yang tak mengenal musim,
bermigrasi mencari semi, tempat harum rumput bisa tercium, juga pohon-
pohon, yang tak pernah kita tahu namanya, umurnya." (Ayu Utami dalam
Saman. KPG 1988:1).
"Novianti menurunkan surat kabar pagi yang sedang dibacanya.
Dokter Y.P Sepotong nama yang singkat. Identitas yang masih separo
dirahasiakan. Topi berapa sukarnya menerka?" (Mira W dalam Perempuan
Kedua, Gramedia Pustaka Utama, 1988:5).
"Daun-daun mahoni sepanjang Jalan Besar Ijen masih menyimpan
sisa-sisa hujan. Bulan Desember yang basah. Daun-daun bersiuran ditiup
angin. Setiap sudut kota Malang disiram oleh cahaya matahari pagi yang
mulai menyembul dari kisi-kisi awan. Hangat. Tapi juga terasa lembut."
(R. Masri Sareb Putra dalam Ujung Sebuah Kerinduan, cerbung Harian
Surya, 1990).
"Pagi hari. Senin pertama bulan Juli 1977. Langit biru muda
memayungi Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Matahari mencorong di
Timur, Ali Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert menaiki motor masing-
mosing, ngebut di jalanan seputar Blok M," (Teguh Esha dalam Ali Topan
Anak Jalanan, PT Visi Gagas Komunika. 2000:1).

75
"22 Desember 2002,., Bandara Soekorno-Hatta CIIITTT!!!! Rem
diinjak cepat, mobil terpaksa berhenti. Buru-buru Sailma membuka pintu
mobil, Serrttt... Pintu Itu otomatis membuka ke atas." (Yennie Hardiwidjaja
dalam Miss Jutek. Penerbit Gagas Media, 2005:1)
Kalimat dan alinea pertama dalam feature dapat mencontoh itu semua.
Namun, usahakan apa yang dideskripsikan tetaplah suatu yang faktual, tidak
imajinasi.

76
BAB 11

RUBRIKASI DAN MENGENAL


DESK SEBUAH MEDIA

77
Asal usul istilah "rubrikasi", agaknya dimulai ketika tak lama setelah
Gutenberg menemukan mesin cetak, banyak buku diproduksi secara massal.
Pada cetakan awal. buku-buku itu rata-rata tebal. Untuk menandai (book
mark sekarang), buku satu dengan buku lain, disekat dengan pita warna
merah. Dalam bahasa Latin, merah berarti: ruber. Karena itu, hingga kini,
untuk menandai ruang satu dengan ruang lain disebut rubrikasi—dari kata
ruber tadi!
Setelah rubrikasi ditetapkan, persoalan berikutnya adalah: bagaimana
mengelola rubrik? Sebagai pengelola. Anda tidak harus menulis sendiri. Bisa
saja pekerjaan itu diserahkan untuk dilakukan orang lain (rely on other people).
Sebagaimana disinggung di muka. jabrik atau kepala desk bertanggung
jawab mengelola sebuah rubrik. Ia bertugas dan bertanggung jawab
menghadirkan rubrik asuhannya setiap nomor. Jika tidak, maka ia dapat
dianggap tidak cakap untuk tugas itu. Tanggung jawab kemudian dapat
dialihkan pada orang lain yang dipandang lebih mampu.
Apa modal seorang jabrik, sehingga rubrik asuhannya tetap tampil
memikat dan tak kering dengan ide? Pepatah Latin mengatakan. "Nemo dat
quod non habet" (tak seorang pun dapat memberikan sesuatu yang tak
dipunyainya).
Karena itu. agar bisa memberi, seorang jabrik hendaknya terus-
menerus belajar. Seorang jabrik yang baik terus membaca, mencari, dan
mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada kaitannya dengan
rubrik yang diasuhnya.
Di sisi lain, mengelola rubrik adalah pekerjaan manajemen. Seorang
jabrik tak harus mengisi sendiri rubrik asuhannya. Ia dapat saja meminta
pihak luar untuk mengisinya dengan konsekuensi, mungkin akan ada cost
khusus untuk itu. Agar semuanya berjalan lancar dan transparan, sejak awal
sebaiknya cost tersebut sudah dibicarakan dengan bagian administrasi/
keuangan.
Penting disadari bahwa setiap jabrik adalah manajer. Sebagai manajer,
jabrik wajib melakukan perencanaan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi setiap langkah, proses, serta memerhatikan feedback dari
pembaca.
Lazimnya, suatu media membagi desk ke dalam bidang-bidang
tertentu. Pembagiannya sesuai dengan pohon ilmu dan kebutuhan dalam
media yang bersangkutan. Berdasarkan hal itu. desk dapat dibagi menjadi:
1. Desk Politik
2. Desk Hukum/undang-undang
3. Desk Kriminal

78
4. Desk Pendidikan
5. Desk Olah Raga
6. Desk Kesenian
7. Desk Kebudayaan
8. Desk Berita
9. Desk Feature
10. Desk Desk Daerah
11. Desk Nasional
12. Desk Internasional
13. Desk Fiksi
14. Desk Kewanitaan
15. Desk Humaniora
Tentu saja, desk bisa dikembangkan lagi, tergantung kebutuhan. Sama
dengan tujuan organisasi pada umumnya, organisasi dalam sebuah media
dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.

79
BAB 12

BERLATIH DAN MENGALAMI

80
Keterampilan menulis tidak hanya melulu didapat dari teori dan dari
membaca referensi-referensi mengenai writing skilL Namun, yang jauh lebih
penting. ialah menerapkan teori itu ke dalam praktik. Dengan demikian,
seseorang langsung mengalami dan tahu di mana jargon-jargon yang harus
diikuti dan manakah yang perlu untuk dihindari.
Khusus untuk writing skill di perguruan tinggi, termasuk keterampilan
menulis berita, teori saja belum cukup apabila tidak disertai dengan praktik
langsung. Praktik itu dapat melalui empat cara.
 Peer tutors. Dosen mata kuliah writing skill sering memberikan
penugasan kepada mahasiswa untuk membuat karya tulis sebagai salah
satu cara meningkatkan keterampilan menulis mahasiswa. Setelah
selesai, sesama mahasiswa -yang sudah dibekali, atau dikuliahi, materi
tertentu, diminta untuk mengoreksi, menilai, serta mendiskusikannya.
 Writing teachers. Penugasan yang diberikan kepada mahasiswa, dibahas
oleh dosen.
 Learning resource centers. Mahasiswa dapat berlatih dan mengasah
keterampilan menulis melalui pusat-pusat sumber belajar. Di beberapa
perguruan tinggi yang sangat peduli pada keterampilan menulis, biasanya
membentuk sendiri bengkel penulisan kreatif. Di bengkel inilah para
anggota digodok dan langsung mengalami.
 Computer-assisted tutorials. Di negeri kita. belum ada situs khusus yang
dapat diakses secara langsung jika seseorang ingin belajar dan berlatih
menulis. Di luar negeri, bimbingan belajar dan berlatih menulis melalui
komputer sudah sangat biasa, seperti yang dikembangkan oleh Purdue
Universily Writing Lab yang setiap saat dapat diakses melalui situs:

http://owl.english.purdue.edu/our-lab/introduction.html
dan di Science Fiction Grammer pada :

http://www.concentric.net/ramcly.gramcont.html
Di muka berkali-kali ditegaskan bahwa menulis adalah keterampilan, bukan
bakat. Jadi. keterampilan menulis dapat diperoleh dari usaha yang tekun dan
berlatih yang terus-menerus. Kebiasaan yang baik akan membuahkan hasil
yang baik pula.
Karena keterampilan menulis tidak semata-mata menuntut adanya
pengertian dan pemahaman, tetapi juga praktik dan mengalami, maka hanya
menguasai trik-trik dan teori mengenai menulis saja tidaklah cukup.
Diperlukan latihan agar sistem syaraf dapat bekerja dengan cepat dan

81
sistematis. Para penulis hebat tentu mengalami proses kepenulisan yang
panjang, dengan perjuangan dan jatuh bangun.

Dalam menulis, genaplah kata-kata bijak seperti dikatakan Konfusius


ribuan tahun silam:

Tell me and I forget


Show me I rememher
Let me do and I untderstand!

Katakan dan saya akan lupa


Tunjukkan, maka saya ingat
Namun, berilah saya kesempatan melakukannya, niscaya
saya bisa!

Jika Anda ingin mahir menulis berita dan feature. jangan hanya membaca
dan memahami buku ini. Teknik dan trik-trik menulis memang sudah
diberikan. Namun, satu hal yang masih kurang: Anda belum mempraktikkan
menulis.
Karena itu, mulailah menulis. Sekarang juga!

82
LAMPIRAN

1. Kode Etik Jurnalistik


2. Contoh Feature
3. Mengenal dan Menerapkan Kata Baku
4. Kantor-kantor Berita
5. Mengenal tanda-tanda penyuntingan

83
Lampiran 1:
KODE ETIK JURNALISTIK

Pasal 1
KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
Wartawan Indonesia adalah Warga Negara Indonesia yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berjwa Pancasila, taat pada Undang-undang Dasar
1945, bersifat ksatria dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta
memperjuangkan emansipasi bangsa dalam segala lapangan dan dengan itu
turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat di Indonesia sebagai warga
dari masyarakat bangsa-bangsa di dunia,
Pasal 2
PERTANGGUNGJAWABAN
1. Wartawan Indonesia dengan rasa penuh tanggung jawab dan bijaksana
mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya sesuatu berita atau tulisan
disiarkan. Ia tidak menyiarkan berita atau tulisan yang sifatnya destruktif,
merugikan negara dan rakyatnya, menimbulkan kekacauan atau
menyinggung perasaan susila, kepercayaan agama atau keyakinan
seseorang atau suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.
2. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaan dengan perasaan bebas yang
bertanggung jawab atas keselamatan umum, la tidak menggunakan
jabatan dan kecakapon untuk kepentingan sendiri.
3. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang
menyangkut bangsa didasarkan atas kepentingan nasional Indonesia.
Pasal 3
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT
1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan usaha yang jujur untuk
memperoleh bahan-bahan berita.
2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan
sebelum menyiarkannya.
3. Di dalam menyusun sesuatu berita, wartawan Indonesia membedakan
antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion) sehingga tidak
mencampurbaurkan yang satu dengan yang lain untuk mencegah
penyiaran berita yang diputar balik atau dibubuhi secara tidak wajar,
4. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan pengadilan bersifat
information dan yang berkenaan dengan seseorang yang tersangkut

84
dalam suatu perkara tetapi belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan,
yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaannya dengan menitikberatkan
pada rasa tanggung jawab nasional dan sosial, kejujuran, sportivitas dan
toleransi.
Pasal 4
PELANGGARAN HAK JAWAB
1. Tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, hasutan-hasutan yang
membahayakan keselamatan negara, fitnah-fitnahan, pemutarbalikan
kejadian dengan sengaja, penerimaan sesuatu untuk menyiarkan sesuatu
berita atou tulisan, adalah pelanggaran yang berat terhadap profesi.
2. Setiap pemberitaan yang tidak benar atau membahayakan negara,
merugikan kepentingan umum/golongan/perorangan harus dicabut
kembali atau diralat atas keinsyafan wartawan sendiri, sedangkan yang
dirugikan diberi kesempatan untuk menjawab atau memperbaiki
pemberitaan yang dimaksud maksimal sama panjang selama jawaban itu
dilakukan secara wajar.
Pasal 5
SUMBER BERITA
1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber
berita yang tidak mau disebut namanya dan tidak menyiarkan keterangan
yang diberikan secara "off the record".
2. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sumbernya dalam
mengutip berita atau tulisan dari sesuatu surat kabar atau penerbitan,
untuk kepentingan kesetiakawonan profesi. Ini berarti juga, bahwa
plagiat itu sebagai satu perbuatan yang hina,
3. Penerimaan uang ataupun sesuatu janji untuk menyiarkon sesuatu yang
dapat menguntungkan atau merugikan orang, menyiarkan sesuatu
tulisan yang dapat menguntungkan atau merugikan sesuatu pihak adalah
pelanggaran Kode Etik yang berat.

85
Pasal 6
KEKUATAN KODE
Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia ini dibuat atas prinsip, bahwa
pertanggungan jawab tentang pernyataan terutama terletak pada hati nurani
setiap wartawan Indonesia.
Pasal 7
Pengawasan pentaatan Kode Etik Jurnalistik ini dilakukan oleh Dewan
Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia yang menentukan sanksi-sanksi
yang diperlukan.

86
Lampiran 3:
MENGENAL DAN MENERAPKAN KATA BAKU
Sebagai pengguna bahasa, wartawan sebaiknya juga di dalam menulis
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Senarai berikut
memuat berbagai kota baku bahasa Indonesia yang perlu dipraktikkan dan
disosialisasikan wartawan.

A. Pengalihan Khusus Istilah Asing


Khusus tentang pemanfaatan unsur lama dalam penerjemahan istilah asing,
berikut senarainya,

1) Unsur alih digunakan untuk menerjemahkan bahasa Inggris trans (yang


berarti pindah), contoh:
Asing Indonesia
translation alih bahasa
transshipment alih kapal
transitional peralihan
transformation alih ragam
transform mengalihragamkan
transfer of knowledge alih pengetahuan
transfer of techndiogy alih teknologi
transcript alih tulis

2) Unsur antar- digunakan untuk menerjemahkan awalan Latin (dan


Inggris) inter- dan intra yang berarti di antara, contoh:
Asing Indonesia
intercontinental antarbenua
interisland (interinsula) antarpulau
international antarbangsa
intercetlular antarsel
interface antarmuka
intersteltar antarbintang
interstate antarnegaro

3) Unsur awa- digunakan untuk menerjemahkan awalan bahasa Inggris de-


dan dis- yang berarti: menghilangkan. Contoh:
Asing Indonesia
infection awohama
decentralizotlon awapusat
deodorant pengawabau
discolor mengawawarnakan
devaluation awanilai
dehydration awaair

87
4) Unsur bawah digunakan untuk menerjemahkan awalan Latin (dan
Iriggris) sub- atau under- yang berarti: di bawah.
Asing Indonesia
subconsciousness bawah sadar
underage bawah umur
subhuman bawah insani
submorine bawah laut
undercharge bawah harga
underhanded bawah tangan
underground bawah tanah

5) Unsur bentuk digunakan untuk menerjemahkan akhiran Inggris -shaped


dan -form yang berarti: berbentuk.
Asing Indonesia
ringshaped bentuk cincin
cushionshaped bentuk bantal
horseshoe-shaped bentuk ladam
fungiform bentuk cendawan
calcariform bentuk taji
halbertshaped bentuk tombak
umhaped bentuk buyung

Pemanfaatan Imbuhan lama untuk meneriemahkan Istilah asing


1) awalan dwi- digunakan untuk menerjemahkan awalan Inggris di-, bi-, ,
atau two yong berarti: dua. Contoh:
Asing Indonesia
bilinguallsm dwibahasa
duplicate dwiganda
twofold dwilipat
reduplication dwipurwa, dwilingga
dipole dwikutub
dimorp dwibentuk
two-way-traffic lalu lintas dwiarah

2) awalan pasca- digunakan untuk menerjemahkan awalan Latin dan


Inggris post yang berarti: sesudah. Contoh:
Asing Indonesia
postmortem pascamati
postgraduate pascasarjana
postnatal pascalahir
postoperative pascabedah

88
3) awalan pra- digunakan untuk menerjemahkan awalan Inggris pre-
Contoh;
Asing Indonesia
prehistory prasejarah
preconditon prasyarat
preview pratinjau
prename pranama
presumption praduga

B. Kata Baku dan Tidak Baku


Sebenarnya, kata baku dan tidak baku dapat diacu/dilihat dalam Kamus
Besor Bahasa Indonesia. Namun, kadangkala kita malas membuka kamus
untuk mengecek, apakah sebuah kata sudah baku atau belum. Berikut ini
senarai kata baku dan tidak baku yang lazim kita jumpai.
Baku Tidak baku
aerobik erobik
akuntan akountan
arkais arkhois
baut baut
desain disain
geladi gladi
hierarki hirarki
ekstrem ekstrim
insaf insyaf
jadwal jadual
karier karir
kelola lola
khawatir kuatir
khotbah khutbah
kompleks komplek
kongres konggres
korps korp
kriterion/a Tidak selalu bentuk jamak "kriteria"
kuesioner kwesloner
kurva kurve
malapraktik malpraktek
manajemen managemen
mengelola melola
metode metoda
misi missi
nakoda nakhoda
peraga praga
prangko perangko

89
risiko resiko
stasiun setasiun
stratejik strategis
sutera sutra
syahdu sahdu
teknik tehnik
terampil trampil
trotoar trotoir
ubah rubah
wasalam wassalam
wujud ujud

C. Menulis Kata dengan Benar


Baku Tidak baku
Amir, S.H. Amir SH [sarjana hukum)
Angkatan IV Angkatan Ke-IV
antarnegara antar negara
daripada dari pada
KBRI K.B.R.I
kuitansi kwitansi
saya pun sayapun
saptakrida sapta krida
semifinal semi final
si pengirim si pengirim
tata bahasa tatabahasa
subsistem sub sistem
tunasosial tuna sosial
ultramodern ultra modern
uang 500-an uang 500on
300 barel 300 barrel
5g 6 gr
10 km 10 Km.
6I 6 Lt,
Rp 5000 Rp 5.000

D. Unsur Serapan
Kata bilangan yang diserap dari bahasa Sanskerta berbeda dengan cara
penulisan bilangan dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Sanskerta, kata
bilangan merupakan unsur terkait, karena itu, penulisannya serangkai.
Contoh:
ekawarna
dwifungsi

90
tridarma
caturwulan
Pancasila
saptamarga
dasadarma

unsur lain dari bahasa Sanskerta tetap ditulis serangkai, contoh:


adikuasa
mancanegara
swadaya
Pancasila

E. Hindari Beberapa Hal Berikut


1. Meskipun...... namun,...
Meskipun hujan, namun ia tetap berangkat ke kantor (salah) Meskipun
hujan, ia tetap berangkat ke kantor (benar)
2. Ketidakjelasan (ambigu)
Contoh: Pemikiran para sahabat sangat berarti dalam menyelesaikan
buku ini (siapa yang menyelesaikan buku?) Kalimat itu dapat diubah
menjadi:
a. Pemikiran para sahabat sangat berarti bagi penulis di dalam
menyelesaikan buku ini.
b. Pemikiran para sahabat sangat berarti dalam upaya penyelesaian
buku ini,
3. Pakem penulisan dan kutipan dalam bahasa asing
et al.(benar), et.al, (salah). Mengapa? Sebab dalam bahasa Latin, "et" Itu satu
kata, bukan singkatan (dan), sehingga tanpa memakai titik.

91
Lampiran 4:
NAMA-NAMA KANTOR BERITA

AA Athen News Agency


Kantor Berita Yunani
AA Anadou Ajansi
Kantor Berita Turki
AAP Austrolion Associated Press
Kantor Berita Australia
ABC American Broadcasting Company
Jaringan TV-Radio Amerika Serikat
ABC Austrolion Broadcosting Commission
Radio Australia
ABP Agence Benoise de Presse
Kantor Berita Benin
ABP Agence Burundoise de Presse
Kantor Berita Burundi
ABU Asien Broadcosting Union
Uni Siaran Asia
ACAP Agence Cammerounoise de Presse
Kantor Berita Kamerun
ACI Agence Congolaise d'lnformation
Kantor Berita Kongo
AFP Agence France Press
Kantor Berita Peroncis
AFTC Arab Fiirn and Teievision Centre
Pusat Televisi dan Film Arab
AGFRPRESS Agentia Romona de Prensa
Kantor Berita Rumania
AGF Agence Gabonaise de Presse
Kantor Berita Gabon
AtC Agence Informative Centroamerican
Kantor Berita Guotemela
AIM Agence National d'lnformation
Kantor Berita Mali
AJM Agencio de Informacao de Mozambique
Kantor Berita Mozambigue
AMP Agence Modagascar Presse
Kantor Berita Malagasi

92
AN Agencio Nocionol
Kantor Berita Brosilio
AN Associotion News DInited
Kantor Berita Malta
ANA Aden News Agency
Kantor Berita Aden
ANETA Algemeen Nieuws en Telegroof Agentschap
Kantor Berita Belanda yang pada 1963 berubah menjadi
LKBN Antara (setelah digabung dengan PIA/Persbiro Indonesia Aneta)
AP Associated Press
Kantor Berita Amerika Serikat
APA Austria Press Agentur
Kantor Berita Austria
APN Novosti Press Agency
Kantor Berita Uni Sovyet
APS Algerie Presse Service
Kantor Berita Aljazair
APS Agence de Presee Senegalaiese
Kantor Berita Senegal
ARNA Arab Revolutionary News Agency
Kantor Berita Libia
ATA Agence Telegrafike Shqijatere, Tirana
Kantor Berita Albania
ATP Agence Tshodienne de Presse
Kantor Berita Chad
AVI Agence Vietnamienne d'lnformation
Kantor Berita Vietnam
AZAB Agence Zaire Presse
Kantor Berita Zaire
BAHTAR Bahktar News Agency, Kabul
Kantor Berita Afgoniston
BERNAMA Pertubohon Berita Nasional Malaysia
Kantor Berita Malaysia
CANA Carribean News Agency
Kantor Berita Karibia
CBS Columbia Broadcasting Corporation
Jaringan TV-Radio Kolumbia
CNA Central News Agency Incorporated
Kantor Berita Taiwan

93
CNA Cyprus News Agency
Kantor Berrto Cyprus
CP Canadian Press
Kantor Berita Kanada
CTK Czekoslovensko Tiskovo Koncelar
Kantor Berita Ceko
DPP Deusher Depesctiendienst
Kantor Berita Jerman
EFE Agencio EFE. SA
Kantor Berita Spanyol
FANA Federotion of Arab News Agency
Federasi Kantor-kantor Berita Arab
GIA Guyana Information Service
Kantor Berita Guyana
GNA Ghana News Agency
Kantor Berita Ghana
GNA Gulf News Agencv
Kantor Berita Bahroin
ITIM Associated Isroeli Press
Kantor Berita Isroel
JIJI Jiji Press (Jiji Tsushinsha)
Kantor Berita Jepang
KPL Agency Khodsane Pathet Lao
Kantor Berita Laos
KUNA Kuwait News Agency
Kantor Berita Kuwait
KYODO Kyodo Tsushin News
Kantor Berita Jepang
LATIN Agencio Lotiono American de Informatton
Kantor Berita Argentina
LTDA Agencies Informotives Orbe Chilena
Kantor Berita Chile
MAP Magrep Arab Press
Kantor Berita Maroko
MNA Malawi News Agency
Kantor Berita Molowi
MOGAME Mongolian Telegraphic Agency
Kantor Berita Mongolia
MTl Magyar Travirati Irode
Kantor Berita Hongaria

94
NAB News Agency of Burma
Kantor Berita Burma
NAN News Agency of Nigeria
MCNA Hsinhuo-News China News Agency
Kantor Berita RRC
NHK Nippon Hoso Kyolcoi
Siaran Radio dan TV Jepang
NNA Nationai News Agency
Kantor Berita Lebanon
NOTiMEX Kantor Berita Meksiko
NTB Norsk Telegromyra P/S
Kantor Berita Norwegia
N2PA News Zealand Press Associotion
Kantor Berita Selandia Baru
PA The Press Associaton
Kantor Berita Inggris
PANA Pan Asia Newspaper Ailiance, Hong Kong
Kantor Berita Hong Kong
PAP Polska Agencio Prasiwa
Kantor Berita Polandia
PARS Pars News Agency
Kantor Berita tran
PNA Philipines News Agency
Kantor Berita Filipina
PRELA Prensa Latina
Kantor Berita Kuba
PTI Press Trust of India
Kantor Berita India
QNA Qatar News agency
Kantor Berita Qatar
RB Ritzaus Bureau
Kantor Berita Denmark
SABAA Saboa News Agency
Kantor Berita Yunani Utara
SAMACHAR Somachor Bhavon
Kantor Berita Indio
SANA Syrian Arab News Agency
Kantor Berita Suriah
SHiHATA Tanzania News Agency
Kantor Berita Tanzania

95
SPA Saudi Press Agency
Kantor Berita Saudi
SONNA Somalian National News Agency
TANJUG Telegrafska Agencijo Nov Yugoslavia
Kantor Berita Yugoslavia
TAP Tunnis Afrique Press
Kantor Berita Tunisia
TELAM Periodisitico Telom
Kantor Berita Argentina
UNA Uganda News Agency
Kantor Berita Ugonda
UP Ultra Prensa
Kantor Berita Kolombia
UPl United Press International
Kantor Berita Amerika Serikat yang tersebar di seluruh dunia
VOA Voice of America
Radio Suara Amerika
WAFA Wafo News Agency
Kantor Berita Palestina
WAM United Arab Emirotes News Agency
Kantor Berita Persatuan Emirat Arab
ZANA Zambia News Agency
Kantor Berita Zambia

96
DAFTAR PUSTAKA

Allen Hall, Daryl. 1995. 1101 Businesses You Can Start From Home.
New
York: John Wiley & Sons, Inc.
Atmowiloto, Arswendo. 2004. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: PT
Gramedia.
Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Chopra, Deepak. 1994. The Seven Spritual Laws of Success: A Practical
Guide to The Fulfillment of Your Dreams. San Rafael, C,A.: Amber-
-Allen Publising.
Clegg, Brian. 2001. Instant Interviewing. London: Kogan Page.
Corbeil, Jean-Claude/Ariane Archambault. 1995. Kamus Visual (Visual
Dictionary). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Creme, Phyilis dan Mary R. Lea. 2003. Writing at University. England:
Open Universily Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Petunjuk Praktis
Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Pendidikan
Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris-Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Eneste, Pamusuk. Kesusastraan Indonesia Modern. 1990. Jakarta:
Djambatan.
---------------(Editor). (1996). Mengapa & Bagaimana Saya Mengarang.
Jakarta; Penerbit PT Gunung agung.
Hedges, Burke. 2000. Read & Grow Rich. Tampa: Inti Publishing.
Holtz, Herman, 1992. How to Start and Run a Writing & Editing
Business. 1992. New York; John Wiley & Sons, Inc.
Keraf. Gorys. 1981. Eksposisi dan Deskripsi. Ende-Yogyakarta: Nusa
Indah-Kanisius.
Lwin, May, dkk. 2003. How to Multiply Your Child's Intelligence,
Singapore: Prentice Hall.

97
Parera, J.D. 1983. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Pusat Kurikulum - Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata
Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD-SLTP.
Putra, Masri Sareb. 2002. Menjadi Kaya dengan Menulis. Jakarta: PT
Wahana Dinamika Kana.
------------------. 2005. Menulis: Meningkatkan dan Menjual Kecerdasan
Verbal Linguistik Anda. Malang: Dioma.
Rae. Leslie. 1997. Using Presentotions. London: Kogan Page.
Scheder. Georg. 1985. Perihal Cetak Mencetak. Yogyakarta: Kanisius.
Stine. Jean Marie. 1997. Writing Successful Sefl-Help & How to Book.
New York: John Willey & Sons, Inc.
Stoltz. Paul G 1997. Adversity Quotient. New York: John Wiley& Sons,
Inc.
Wiyanlo, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Grasindo.
Zelinski, Emie J. 2003. The Joy of Not Working. California: Ten Speed
Press.

98

You might also like