You are on page 1of 15

TEORI BELAJAR MENURUT PAVLOV, WATSON, DAN SKINNER

makalah
disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori teori Pembelajaran
Program Studi Pendidikan Fisika, S2

oleh
Bhekti Kumorowati (0403515003)
Frilisa Dliyaul Haya (0403515007)

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2015

TEORI BELAJAR
IVAN PETROVICH PAVLOV
Dilahirkan di Rjasan pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di
Leningrad pada tanggal 27 Pebruari 1936. Ia sebenarnya bukanlah sarjana
psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah
seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Berkat eksperimennya, pada tahun
1904 Ivan Pavlov memenangkan hadiah Nobel di bidang psikologi dan
kedokteran atas karyanya mengenai pencernaan anjing.
Eksperimen Pavlov

Gambar 1. Rancangan Eksperimen Pavlov

Gambar 2. Proses Eksperimen Pavlov

Penjelasan Gambar
Dalam eksperimennya, selang dihubungkan dengan kelenjar ludah anjing
untuk mengukur banyaknya air ludah yang dikeluarkan anjing. Dalam
penelitian tersebut ia melihat bahwa subyek penelitiannya (seekor anjing)
akan mengeluarkan air liur sebagai respons atas munculnya makanan. Pada
eksperimennya, Pavlov memasang sebuah selang pada kelenjar liur seekor
anjing untuk mengukur jumlah produksi air liur anjing tersebut. Ia
membunyikan sebuah bel dan setelah beberapa detik kemudian memberikan
makanan kepada anjing tersebut.Pemasangan stimulus antara membunyikan
sebuah bel dan memberikan makanan kepada anjing tersebut dilakukan
berulang kali. Pada awalnya, anjing tersebut akan mengeluarkan air liur
ketika makanan telah dimunculkan.Tidak lama kemudian, anjing tersebut
mengeluarkan

air

liur

ketika

mendengar

suara

bel.

Bahkan

pada

eksperimennya, ketika Pavlov menghentikan pemberian makanan, anjing


tersebut masih mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel.
Tanggapan Pavlov berdasarkan hasil eksperimen
Ia melihat bahwa anjing tersebut tidak hanya merespon berdasarkan
kebutuhan biologis (rasa lapar), tetapi juga sebagai hasil dari proses belajar
yang kemudian disebut sebagai pengondisian klasik. Dalam ilmu psikologi,
pengondisian klasik digunakan sebagai terapi untuk mengubah perilaku
individu. Dalam kasus di atas, anjing tersebut telah mengalami pengondisian
klasik dalam mengeluarkan air liur setelah mendengar suara bel.
Bentuk Respon Pengondisian Klasik
1. Refleks Baru
Menurut Pavlov, refleks mengeluarkan air liur pada anjing tersebut
terdiri dari sebuah stimulus tidak terkondisi (unconditioned stimulus)
berupa

makanan,

dan

sebuah

respon

yang

tidak

terkondisi

(unconditioned response) yakni produksi air liur.Stimulus tidak terkondisi


adalah sebuah kejadian atau suatu hal yang menghasilkan sebuah respon
secara otomatis atau menghasilkan refleks yang alami. Sedangkan
respon tidak terkondisi adalah respon yang dihasilkan secara otomatis.
Menurut Pavlov, proses pengondisian klasik terjadi ketika sebuah
stimulus netral (stimulus yang tidak atau belum menghasilkan sebuah
respon tertentu) dipasangkan secara teratur dengan sebuah stimulus

tidak terkondisi selama beberapa kali.Stimulus netral ini kemudian akan


berubah menjadi stimulus yang terkondisi (conditioned stimulus) yang
menghasilkan sebuah proses pembelajaran atau respon terkondisi
(conditioned response), serupa dengan respon alamiah.
2. Generalisasi dan Diskriminasi
Bagaimana jika stimulusnya mirip dengan stimulus tak terkondisi?
Pavlov mencatat bahwa respon terkondisi juga akan muncul
sebagai respon terhadap stimulus yang mirip dengan stimulus terkondisi.
Hal

ini mengindikasikan terjadinya

generalisasi

stimulus

(stimulus

generalization) pada semua stimulus yang mirip. Generalisasi stimulus


adalah kemampuan individu untuk bereaksi terhadap stimulus baru yang
mirip dengan stimulus yang telah dikenalinya.
Contohnya adalah seorang anak kecil bernama Albert yang sudah
terkondisi

untuk

merasa

takut

terhadap

tikus

berwarna

putih,

kemungkinan juga ia akan mengembangkan ketakutan terhadap benda


lain yang berbulu dan berwarna putih.
Akan tetapi respons terkondisi tidak akan muncul untuk semua
stimulus yang mirip, menunjukkan bahwa individu juga dapat belajar
untuk membedakan stimulus yang berbeda.Hal ini disebut sebagai
diskriminasi stimulus (stimulus discrimination). Diskriminasi stimulus
adalah kecenderungan untuk merespon dengan cara yang berbeda pada
dua atau lebih stimulus yang serupa.
Sebagai contoh anjing bernama Milo telah dikondisikan untuk
mengeluarkan air liur pada nada C suara piano dan dipasangkan dengan
makanan.Ketika memainkan nada C pada suara gitar tanpa diikuti oleh
makanan maka hasilnya adalah Milo akan belajar untuk menghasilkan air
liur pada nada C di piano dan tidak pada nada yang sama ketika
memainkan pada suara gitar.Dalam hal ini Milo dapat membedakan atau
melakukan diskriminasi terhadap kedua suara tersebut.
3. Extinction
Extinction

(pemadaman)

adalah

proses

melemahnya

respon

terkondisi yang telah dipelajari dan pada akhirnya menghilang. Kondisi ini
terjadi ketika stimulus terkondisi tidak lagi dipasangkan dengan stimulus

tidak

terkondisi.

Misalnya

korban

pemerkosaan

yang

mempunyai

kepribadian penakut ketika pergi ke suatu pesta dapat mengalami


perubahan kepribadian yang signifikan jika ia mau mencoba untuk
berulang kali menghadapi ketakutannya dengan ditemani oleh teman
yang mendukungnya.
4. Counterconditioning
Counterconditioning
klasik

untuk

merupakan

melemahkan

prosedur

sebuah

respon

dalam

pengondisian

terkondisi

dengan

mengasosiasikan stimulus penyebab ketakutan dengan respon baru yang


tidak sesuai dengan ketakutan. Seorang peneliti bernama Mary Cover
Jones mampu menghilangkan ketakutan seorang anak berusia 3 tahun
bernama Peter. Peter memiliki banyak ketakutan terhadap tikus putih,
mantel berbulu, katak, ikan dan mainan mekanik.Untuk menghilangkan
ketakutannya, Jones membawa seekor kelinci ke hadapan Peter, namun
tetap menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dan membuat Peter kesal. Di
saat yang sama ketika kelinci dibawa ke hadapan Peter, Peter diberikan
biskuit dan susu. Selama beberapa hari berturut-turut, kelinci dibawa
semakin dekat kepada Peter selama Peter makan biskuit dan minum
susu. Akhirnya, Peter sampai pada suatu titik ia memakan makanannya
dengan satu tangan, dan memberi makan kelinci dengan tangannya yang
lain.Perasaan senang yang dihasilkan oleh biskuit dan susu tidak sesuai
dengan rasa yang takut dihasilkan oleh kelinci, sehingga akhirnya rasa
takut Peter hilang melalui counterconditioning.
TEORI BELAJAR
JOHN BROADES WATSON
John Broades Watson dilahirkan di Greenville pada tanggal 9 Januari
1878 dan wafat di New York City pada tanggal 25 September 1958. Ia
mempelajari ilmu filsafat di University of Chicago dan memperoleh gelar
Ph.D pada tahun 1903 dengan disertasi berjudul Animal Education. Watson
dikenal sebagai ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan tentang
psikologi binatang.
Pada tahun 1908 ia menjadi profesor dalam psikologi eksperimenal dan
psikologi komparatif di John Hopkins University di Baltimore dan sekaligus
menjadi direktur laboratorium psikologi di universitas tersebut. Antara tahun

1920-1945 ia meninggalkan universitas dan bekerja dalam bidang psikologi


konsumen.
Dasar Pemikiran Stimulus Respon (S-R) dari Watson
Pada tahun 1919, pakar psikologi berkebangsaan AS, J.B. Watson
dalam bukunya Psychology from the Standpoint of a Behaviorist mengkritisi
metode introspektif dalam pakar psikologi yaitu metode yang hanya
memusatkan perhatian pada perilaku yang ada atau berasal dari nilai - nilai
dalam diri pakar psikologi itu sendiri. Watson berprinsip hanya menggunakan
eksperimen

sebagai

metode

untuk

mempelajari

kesadaran.

Watson

mempelajari penyesuaian organisme terhadap lingkungannya, khususnya


stimuli khusus yang menyebabkan organisme tersebut memberikan respons.
Pendekatan

Watson

lebih

menekankan

pada

peran

stimuli

dalam

menghasilkan respons karena pengkondisian, mengasimilasikan sebagian


besar atau seluruh fungsi dari refleks. Karena itulah, Watson dijuluki sebagai
pakar psikologi S R (stimulus-response).
Eksperimen Watson
Pada

dasarnya

Watson

melanjutkan

penelitian

Pavlov.

Dalam

percobaannya, Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi


emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang
berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks. Dalam suatu percobaan
yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan asisten risetnya Rosalie
Rayner melakukan eksperimen terhadap seorang balita bernama Albert.
Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut terhadap tikus. Ketika
balita memegang tikus, Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan
keras. Balita menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus
takut terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun, balita
menjadi takut terhadap tikus.
Bentuk Respon Pengondisian Klasik
Meskipun

eksperimen

Watson

dan

rekannya

secara

etika

dipertanyakan, hasilnya menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa manusia


dapat belajar takut terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak menakutkan.
Namun ketika stimuli tersebut berasosiasi dengan pengalaman yang tidak
menyenangkan, ternyata menjadi menakutkan. Eksperimen tersebut juga
menunjukkan bahwa classical conditioning mengakibatkan beberapa kasus

fobia (rasa takut), yaitu ketakutan yang yang tidak rasional dan berlebihan
terhadap objek-objek tertentu atau situasi-situasi tertentu.
Pakar

psikologi

sekarang

dapat

memahami

conditioning dapat menjelaskan beberapa

bahwa

respons emosional,

classical
seperti

kebahagiaan, kesukaan, kemarahan, dan kecemasan, yaitu karena orang


tersebut mengalami stimuli khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang
memiliki pengalaman menyenangkan dengan roller coaster kemungkinan
belajar merasakan kesenangan justru karena melihat bentuk roller coaster
tersebut. Bagi seorang dewasa yang menemukan sepucuk surat dari teman
dekat di dalam kotak surat, hanya dengan melihat alamat pengirim yang
tertera di sampul surat kemungkinan menimbulkan perasaan senang dan
hangatnya persahabatan.
Pakar psikologi menggunakan prosedur classical conditioning untuk
merawat fobia (rasa takut) dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti
kecanduan alkohol dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objekobjek tertentu, pakar psikologi melakukan terapi dengan menghadirkan
objek yang ditakuti oleh penderita secara berangsur-angsur dan berulangulang ketika penderita dalam suasana santai. Melalui fase eliminasi
(eliminasi stimulus kondisi), penderita akan kehilangan rasa takutnya
terhadap objek tersebut. Dalam memberikan perawatan untuk pecandu
alkohol, penderita meminum minuman beralkohol dan kemudian menenggak
minuman keras tersebut sehingga menyebabkan rasa sakit di lambung.
Akhirnya ia merasakan sakit lambung begitu melihat atau mencium bau
alkohol dan berhenti meminumnya. Keefektivan dari terapi seperti ini sangat
bervariasi bergantung individunya dan problematika yang dihadapinya.
TEORI BELAJAR
BURRHUS FREDERIC SKINNER

Burrhus Frederic Skinner lahir pada tahun 1904 dan tumbuh di sebuah
kota kecil di Susquehanna, Pennsylvania. Setelah lulus dari sekolah
menengah atas, dia pergi ke Hamilton College di New York. Disana dia
meresa seperti salah tempat, namun akhirnya dia berhasil juga lulus dengan
menyelesaikan tugas akhir di bidang sastra Inggris. Karena ketertarikannya
kepada tingkah laku manusia dan hewan, maka dia pun menyandang gelar
kesarjanaan psikologi di Harvard, tempat dimana dia memulai riset dan
merumuskan

ide-idenya

tentang

pembelajaran.

Skinner

mengajar

di

University of Minnesota (1936-1945), Indiana University (1945-1947), dan


Harvard University (1947 sampai meninggal di tahun 1990).
Karya tulis terakhirnya berjudul about behaviorism diterbitkan pada
tahun 1974. Tema pokok yang mewarnai karya-karyanya adalah bahwa
tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan
oleh tingkah laku itu sendiri. Dia adalah tokoh beraliran Behavioristik dengan
teorinya yang banyak dimanfaatkan untuk modifikasi perilaku. Teorinya yang
terkenal adalah belajar dengan operant conditioning
Dasar Pemikiran Operant Conditioning
Operant conditioning menekankan pembentukan perilaku sebagai
dampak dari efek yang ditimbulkannya. Jika efek tersebut berdampak pada
penguatan hubungan stimulus dan respons-nya, maka perilaku tersebut akan
cenderung diulang. Contoh, jika makan dapat meredakan rasa lapar dan
menuju kepada kenyamanan rasa kenyang, maka makan akan menjadi
pilihan perilaku ketika perut merasakan lapar. Karena itulah, rumus
pembentukan perilaku menurut Skinner adalah S > R >R (Reinf). S adalah
Stimulus, R adalah Respon, R (Reinf) adalah Respon yang diperkuat.
Skinner tidak percaya bahwa pembentukan perilaku sesederhana S >
R. Sebuah stimulus pasti direspon oleh R yang tetap. R di sini adalah respon
pokok dari sebuah stimulus. Sebuah stimulus akan selalu direspon dengan
cara yang tepat sama. Ada faktor yang memperkuat dan melemahkan
perilaku. Karena itulah, perilaku yang dipelajari (hasil belajar) sebenarnya
adalah perilaku yang diperkuat (R-Reinf).
Eksperimen Skinner

Gambar 3. Rancangan Eksperimen Skinner


Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus
yang ditempatkan dalam sebuah peti yang disebut dengan Skinner Box.
Kotak Skinner ini berisi dua macam komponen pokok, yaitu manipulandum
dan alat pemberi reinforcement (penguatan) antara lain berupa wadah
makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan
gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri dari
tombol, batang jeruji, dan pengungkit (lever).
Skinner
Conditioning
merupakan

membuat
yang

subjek

mesin

dinamakan
yang

sering

untuk

percobaanya

dengan"Skinner

Box"

digunakandalam

dalam
dan

Operant

tikus

percobaanya.

yang
Dalam

percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium,


seekor tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, kemudian binatang
tersebut akan akan menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang
makanan, sehingga diperolehpenguatan dalam bentuk makanan. Di dalam
setiap keadaan, seekor binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku
tertentu; tikus tadi misalnya, akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada
saat pertama kali masuk ke dalam Box, yaitu dengan mencakar-cakar
dinding dan membauinya sambil melihat-lihat kesekelilingnya. Secara
kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh tuas
makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukan hal ini
akan mendapatkan makanan. Penekanan tuas diperkuat dengan penyajian
makanan tersebut, sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku
tertentu dengan penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus

tersebut

akan

belajar

bahwa

setiap

kali

menekan

tuas

dia

akan

mendapatkan makanan dan tikus tersebut akan sering kali mengulangi


perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan dengan
menghilangkan penguatannya.
Teori Operant Conditioning dari Skinner
Skinner membedakan perilaku atas :
1. Perilaku

alami

(innate

behavior),

disebut

sebagai

clasical

atau

respondent behavior, yaitu perilaku yang bersifat refleksif yang


diharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik
2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan
oleh stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mata ditimbulkan
oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan.
Skinner yakin jika kebanyakan perilaku manusia dipelajari lewat
Operant Conditioning atau pengkondisian operan yang kuncinya adalah
penguatan segera terhadap respons. Operant Conditioning adalah suatu
proses penguatan perilaku yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau
dapat

disebut

sebagai

reinforcement

yaitu,

setiap

meningkatkan ataupun mempertahankan kemungkinan

kejadian

yang

adanya respon

terhadap kemungkinan respon yang diinginkan. Biasanya yang berupa


penguat

adalah

sesuatu

yang

dapat

menguatkan

dorongan

dasar

(basicdriver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air
yang dapat memuaskan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian.
Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran
menjadi tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah
penentuan

manakah

konsekuansi-konsekuensi

yang

menguatkan

dan

manakah yang melemahkan. Karena bergantung pada sejarah individu,


penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi penguatan sedangkan
ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman.
Bentuk Respon Operant Conditioning
1. Refleks Baru
Dalam penguatan tersebut dibedakan antara pengutan positif dan
negatif.

a. Penguatan positif adalah stimulus yang apabila diberikan sesudah


terjadinya respon dapat meningkatkan kemungkinan respon tersebut.
->

Respon 1

/
S (Rangsang) --->

Respon 2

-->

Penguatan

\
->

Respon 3

Menjadi :
S(Rangsang) -->

Respon 2 berulang-ulang

b. Penguatan

negatif

adalah

stimulus

responnya

timbul,

meningkatkan

yang

dihapuskan

kemungkinan

sesudah

adanya

respon.

Misalnya shock elektrik dan bunyi yang menyakitkan digolongkan


sebagai penguat negatif dan sebagai penguat negatif jika penguat itu
dapat ditiadakan ketika timbul respon yang diinginkan.
->

Respon 1

-->

Shock elektrik

/
S (Rangsang)

-->

Respon2

\
->

Respon3

-->

Shock elektrik

Menjadi :
S (Rangsang)

-->

Respon2

Adapun Jenis-Jenis Penguat Skinner dikategorikan, sbb;


a. Penguat

utama

mempengaruhi

(Primary
perilaku

reinforcers)

tanpa

perlu

adalah
belajar,

penguat
seperti:

yang

makanan,

minuman, seks. Ini disebut penguat alami.


b. Penguat

sekunder

membutuhkan

(Secondar

reinforcers).

Adalah

penguat

yang

tenaga penguat karena sudah diasosiasikan dengan

penguat utama, seperti memuji seseorang.

Skinner mengidentifikasi dua macam penguatan yaitu penguatan berjangka


(Interval reinforcement ) dan penguatan berbanding ( ratio reinforcement).
a. Interval reinforcement adalah penguatan yang dijadwalkan atau yang
muncul pada interval waktu yang telah ditentukan. Contoh: seseorang
memutuskan untuk memberikan permen
tetap diam

hanya jika orang tersebut

selama lima menit. Setelah itu baru diberikan permen,

tidak ada penguatan tambahan yang diberikan sampai berlalu lima


menit berikutnya.
b. Ratio reinforcement adalah penguatan yang muncul setelah sejumlah
respon tertentu. Contoh: seseorang akan memberikan permen pada
seorang anak apabila anak tersebut menampilkan perilaku patuh,
setelah anak tersebut patuh kemudian diberikan permen tersebut dan
terus seperti itu sehingga anak tersebut benar-benar patuh.
Penjadwalan tersebut terbagi lagi menjadi 4 jenis penguatan jadwal, yakni :
a. Rasio tetap (Fixed ratio)
Penguatan tergantung pada sejumlah respon yang terbatas.
Artinya, mengatur pemberian reinforcement sesudah respon yang
dikehendaki muncul yang kesekian kalinya. Misalnya, Pekerja diberikan
bonus apabila mampu menghasilkan produk sesuai target dengan
kualitas produk yang sesuai dengan standar (mampu mengikuti
prosedur).
Tujuan: membentuk perilaku bekerja yang efektif dan dengan tetap
memperhatikan kualitas.
Reinforcement: bonus
b. Rasio yang dapat berubah (variable ratio)
Sejumlah respon yang dibutuhkan

untuk penguatan yang

berbeda-berbeda dari satu penguatan ke penguatan berikutnya.


Misalnya, Pemberian bonus pada pekerja dilakukan secara acak yakni
pada periode tertentu pekerja diberikan bonus apabila mampu
memberikan performa kerja yang ramah dan menghasilkan produk
berjumlah 1000 unit, namun pada periode yang lain pekerja diberikan
bonus apabila telah mampu menghasilkan produk 2000 unit, dan pada
waktu

yang

lain

pekerja

mendapatkan

bonus

saat

mampu

menghasilkan produk 2500 unit


Tujuan: membentuk perilaku bekerja dengan tidak selalu bergantung
kepada bonus karena bonus akan diberikan sewaktu-waktu sehingga
pekerja cenderung akan menampilakan performa kerjanya yang paling
maksimal
Reinforcement: bonus
c. Interval tetap (fixed interval)

Suatu respon menghasilkan penguatan setelah jangka waktu tertentu


(khusus). Misalnya, Ujian tengah semester diberikan pada pertengahan
semester (waktu telah ditentukan). Mahasiswa akan belajar lebih
sungguh-sungguh saat menjelang ujian agar mendapat nilai yang baik.
Tujuan: membentuk perilaku belajar
Reinforcement: nilai yang baik (A)
d. Interval yang dapat berubah (variable interval)
Penguatan tergantung pada waktu dan suatu respon, tetapi waktu
antara penguatan berbeda-beda. Artinya, reinforcement diberikan
dalam waktu yang tidak menentu, tetapi jumlah atau rata-rata penguat
yang diberikkan sama dengan pengaturan tetap. Misalnya, dosen yang
memberikan kuis tiba-tiba dalam perkuliahan sehingga mahasiswa
diharapkan selalu belajar agar apabila diadakan kuis mendadak
mereka akan siap dan dapat meraih nilai yang baik
Tujuan, membentuk perilaku belajar mahasiswa
Reinforcement, nilai yang baik (A)
2. Extinction (pemadaman)
Meskipun sudah dipelajari, respons masih dapat padam karena
empat alasan berikut :
a. Respons bisa dilupakkan dalam beberapa waktu
b. Respons

dapat

hilang

jika

ada

campur

tangan

dari

proes

pembelajaran lain sebelum atau sesudahnya


c. Respon dapat hilang akibat penghukuman
d. Kecenderungan respon yang sudah diperoleh sebelumnyauntuk
menjadi progresif dan melemahkan respon sesudahnya yang sudah
tidak lagimendapatkan penguatan
Prinsip dari extinction dalam pengkondisian operan adalah
penahanan pemberian reinforcement atau penghentian pemberian
reinforcement, artinya bila respon yang diinginkanterjadi, maka respon
tersebut

tidak

diikuti

dengan

pemberian

reinforcement.

Pada

percobaan Skinner diatas, penekanan tuas tidak lagi diikuti dengan


munculnya makanan, maka secara bertahap perilaku menekan tuas
pada tikus akan hilang
3. Generalisasi Stimulus
Demikian juga halnya dengan Pengkondisian Operan. Bila
stimulus atau event yang mengawali suatu respon itu mirip, maka

perilaku (respon) yang sama cenderung untuk muncul. Contohnya


dapat kita lihat dalam penelitian Skinner terhadap seekor burung
merpati dalam kotak. Dalam kotak tersebut ada "kunci" yangdapat
diterangi oleh lampu. Saat lampu dinyalakan (dan menerangi"kunci")
burung mematuk "kunci" tersebut, maka makanan akanmengalir dari
lubang di bawah kunci. Untuk kepentingan penelitian generalisasi
stimulus,

lampu

yang

menerangi

"kunci"

diubah-ubah

intensitasnya.Besar kecilnya peningkatan tergantung dari kedekatan


atau kemiripan stimulus atau situasi yang menimbulkan respon.
4. Stimulus Diskriminasi
Diskriminasi stimulus bertujuan agar subjek dapat melakukan
perbedaan terhadap stimulus atausituasi yang dihadirkan agar subjek
hanya melakukan respon terhadap stimulusatau situasi yang sesuai.
Dalam pengkondisian operan, diskriminasi stimulus dilakukan dengan
pemberian reinforcement terhadap respon yang diinginkan dalam
suatu situasi atau stimulus yang sesuai dan tidak memberikan
reinforcement bila respon tersebut muncul dalamsituasi yang tidak
sesuai. Contohnya pada percobaan burung merpati tadi. Makanan
sebagai reinforcer hanya diberikan bila yang menyala lampu hijau.
Sedangkan bila yang menyala lampu merah, reinforcer tidak diberikan.
Pemasangan lampu merah dan hijau ini dilakukan secara berturutturut, hijau-merah-hijau-merah, dst, atau makanan-tidakada-makanantidak

ada,

dst.

Oleh

karena

itu

teknik

ini

disebut

dengan

prosesdikriminasi "go-no-go".
5. Punishment
Punishment adalah penggunaan punisher untuk menekan atau
menghentikan suatu respon agar tidak muncul kembali. Punisher
adalah stimulus atau kejadian dimana jika diberikan pada suatu respon
akan menurunkan kemungkinan respon tersebut akan muncul kembali.
Positive Punishment (juga disebut "Hukuman dengan rangsangan
tidak terduga") muncul ketika suatu perilaku (respon) diikuti oleh suatu
rangsangan tidak menyenangkan, seperti memperkenalkan setruman
atau suara keras, menghasilkan perilaku yang tidak diinginkan
berkurang atau seseorang dipukul karena salah. Negative Punishment
(juga disebut "Hukuman dengan pengambilan tidakterduga" muncul
ketika suatu perilaku (respon) diikuti dengan membuang rangsangan
yang menyenangkan, seperti mengambil mainan anak-anak bersama

perilaku yang tidak diinginkan, menghasilkan perilaku yang tidak


diinginkan berkurang, pemotongan uang jajan.

You might also like