You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

Berbicara tentang birokrasi sudah banyak dibahas oleh banyak pihak baik
oleh para praktisi maupun teoriti . Birokrasi dalam keseharian kita selalu dimaknai
sebagai institusi resmi yang melakukan fungsi pelayanan terhadap kebutuhan dan
kepentingan masyarakat. Segala bentuk upaya pemerintah dalam mengeluarkan
produk kebijakannya, semata-mata dimaknai sebagai manifestasi dari fungsi
melayani urusan orang banyak. Akibatnya, tidak heran jika kemudian muncul
persepsi bahwa apa pun yang dilakukan oleh pemerintah adalah dalam rangka
melayani kepentingan warga masyarakat melalui birokrasi tersebut.
Pemaknaan terhadap birokrasi sebagai organ pelayanan bagi masyarakat
luas, tentu merupakan pemaknaan yang sifatnya idealis. Bahkan tak salah jika
Max Weber memandang birokrasi sebagai organisasi yang rasional, suatu
mekanisme sosial yang memaksimumkan efisiensi dan juga sebagai suatu bentuk
organisasi sosial yang memiliki ciri-ciri khas (Albrow, 1975). Tetapi, diakui atau
tidak, pemaknaan yang ideal terhadap fungsi pelayanan yang diperankan
birokrasi, tidaklah sepenuhnya bisa menjelaskan orientasi birokrasi di Indonesia.
Perjalanan panjang kehidupan birokrasi di negeri ini, selalu saja ditandai oleh
dominannya aspek politis di bawah komandi penguasa negara. Kasus birokrasi
pada masa Orde Lama dan di masa Orde Baru pada dasarnya merupakan cermin
dari kuatnya penguasa negara dalam mencengkeram tubuh birokrasi. Di era Orde
reformasi kendati perintah tidak sekuat sebelumnya, namun tetap saja kekuasaan
masih cukup dominan.
Kehidupan birokrasi yang ditumpangi, atau bahkan didominasi muatan-
muatan politis oleh penguasa negara, jelas menjadikan tujuan birokrasi melenceng
dari arah yang semula dikehendaki. Performance birokrasi yang kental dengan
aspekaspek politis inilah, yang pada gilirannya melahirkan stigma “politisasi
birokrasi”. Akibat hal tersebut, orientasi pelayanan pulik yang semestinya
dijalankan, menjadi bergeser ke arah orientasi yang sifatnya politis.

1
BAB II
ISI

A. Paparan Data
1. Mencari Akar Politisasi Birokrasi
Dengan mengambil pelajaran berharga dari kekeliruan pemerintahan Orde
Lama yang menempatkan “politik sebagai panglima” namun terbukti gagal dalam
membangun perekonomian bangsa, pemerintahan Orde Baru meyakini bahwa
hanya dengan menjadikan “ekonomi sebagai panglima”, perekonomian bangsa
dapat ditata kembali. Alasan logis inilah yang pada akhirnya memaksa pemerintah
Orde Baru untuk secara berani menempatkan Paradigma Pertumbuhan (growth
paradigm) dalam melaksanakan pembangunan. Dipilihnya paradigma
pertumbuhan sebagai kerangka acuan pembangunan, tentu bukan tanpa asumsi-
asumsi yang rasional.

2. Konsep Politisasi Birokrasi


Konsep Bureaucratic-Polity yang pertama kali dikemukakan oleh Fred
Riggs dalam melihat kehidupan birokrasi di Thailand, yang kemudian digunakan
pula oleh Harold Crouch(1980) , untuk melihat kasus birokrasi di indonesia, telah
membuktikan kenyataan itu.Menurut Harold Crouch, Bureaucratic-Polity di
Indonesia mengandung 3 ciri utama :
• Pertama, Lembaga politik yang dominan adalah birokrasi.
• Kedua, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik,
dan kelompok-kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah,
sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontrol kekuatan birokrari.
• Ketiga, massa di luar birokrasi secara politik dan ekonomis adalah pasif,
yang sebagian adalah merupakan kelemahan partai politik dan secara
timbal balik menguatkan birokrasi.

Analisis ini menjelaskan kepada kita, bahwa kepentingan penguasa negara


yanag diwakilkan lewat institusi mengalami penguatan bukan hanya karena
ketidakberdayaan masyarakat dalam mengontrol birokrasi, tetapi juga karena

2
ketidakmampuan birokrasi sendiri untuk melepaskan diri dari cengkreraman
penguasa negara. Jadi, meskipun politisasi birokrasi bukanlah semata-mata identik
dengan upaya untuk mempolitiskan birokrasi, ia juga sarat dngan usaha untuk
menciptakan masyarakat yang buta akan politik dan birokrasi itu sendiri. Konsep
Bureaucratic-:Polity sedikit banyaknya tentu berhubungan dengan hal ini.

3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Politisasi birokrasi bukanlah jawaban yang tepat
dalam memperbaiki kinerja birokrasi di Indonesia .
Birokrasi yang ditumpangi oleh kekuatan partai
politik tidak hanya menjadikan ia semakin politis
dan bisa jadi dijauhi masyarakat, tapi juga rentan
terhadap pengabdian aspek kualitas dari personil-
personilnya. Dalam politik yang berlaku adalah
bagaimana kekuasaan itu bisa diperoleh dan
dipertahankan, sementara dalam birokrasi yang
berlaku adalah bagaimana dalam kondisi apa pun
masyarakat bias terlayani segala kebutuhan dan
kepentingannya.
2. Birokrasi yang berorientasi pada pelayanan publik
tidak pernah mengenal pilih-kasih dalam
melaksanakan kewajibannya. Sebagai organisasi
yang rasional dan mengedepankan efisiensi
administratif, birokrasi perlu dipelihara dan
dipertahankan eksistensinya, terutama dalam usaha
mewujudkan demokrasi. Meskipun birokrasi dan
demokrasi adalah dua konsep yang paling
bertentangan, keduanya masih bisa disatukan dalam
sebuah tatanan masyarakat yang dekat dengan
simbol-simbol pelayanan publik.
3. Birokrasi yang netral dan tidak memihak pada
kepentingan politis partai politik, merupakan idaman
masyarakat dalam sebuah pemerintahan yang
menganut sistem desentralisasi. Ketika birokrasi
bersentuhan dengan politik atau struktur birokrasi
dimasuki orang-orang partai politik, maka saat itu
juga tujuan birokrasi akan mulai melenceng dari
arah semula sebagai institusi resmi yang melayani
urusan publik. Hal itu perlu dihindari karena fungsi
dan peranan demikian akan menghancurkan
eksistensi birokrasi itu sendiri dimata publik dan
menurunkan kredibilitas dalam pergaulan dunia
internasional .

B. Saran
Dalam mewujudkan Politisasi Birokrasi pemerintahan yang benar,
selayaknya ditentukan oleh penguasa suatu pemerintahan. Oleh karena itu, kita

4
sebagai warga Negara yang baik juga dapat menentukannya dengan memilih
pemimpin yang pandai dan bertanggung jawab.

5
DAFTAR PUSTKA

Albrow, Martin, 1996, Birokrasi, (terjemahan) ,Yogyakarta,Tiara Wacana


Crouch, Harold, 1980, The New Order : The Prospect for Political Stability,
Canberra, The Australian UniversityPress .
Santoso, Priyo Budi, 1995, Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Jakarta, PT Radja
Grapindo Persada.
Tjokrowinoto, Moeljarto, 2001, Birokrasi Dalam Polemik, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.

You might also like