Professional Documents
Culture Documents
Dapat disimpulkan bahwa strategi terdiri dan metode dan teknik atau prosedur
yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi lebih luas dari metode atau teknik
pengajaran. Metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi
pengajaran. Untuk lebih memperjelas perbedaan tersebut, ikutilah contoh berikut:
Dalam suatu Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk mata kuliah Metode-
metode mengajar bagi para mahasiswa program Akta IV, terdapat suatu rumusan
tujuan khusus pengajaran sebagai benikut: “Para mahasiswa calon guru
diharapkan dapat mengidentifikasi minimal empat jenis (bentuk) diskusi sebagai
metode mengajar”.
1
1. Mahasiswa diminta mengemukakan empat bentuk diskusi yang pernah
dilihatnya, secara kelompok.
2. Mahasiswa diminta membaca dua buah buku tentang jenis-jenis diskusi
dari 3. Winamo Surakhmad dan Raka Joni.
4. Mahasiswa diminta mendemonstrasikan cara-cara berdiskusi sesuai
dengan jenis yang dipelajari, sedangkan kelompok yang lain mengamati
sambil mencatat kekurangan-kekurangannya untuk didiskusikan setelah
demonstrasi itu selesai.
Mahasiswa diharapkan mencatat hasil diskusi kelas.
Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa teknik pengajaran adalah
kegiatan no 3 dan 4, yaitu dengan menggunakan metode demonstrasi dan diskusi.
Sedangkan seluruh kegiatan tersebut di atas merupakan strategi yang disusun guru
untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam mengatur strategi, guru dapat memilih
berbagai metode seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan
sebagainya. Sedangkan berbagai media seperti film, kaset video, kaset audio,
gambar dan lain-lain dapat digunakan sebagai bagian dan teknik teknik yang
dipilih.
2
Berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan
wama, dan sebagainya.
Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila
direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka
perbuat, mereka diharapkan menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan
tersebut. Akan tetapi strategi itu dapat menjadi discovery atau inquiry bila guru
menyuruh anak-anak kecil itu merencanakan sendiri jalan dari rumah masing
masing. Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan
jalan yang dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut
memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan pertanyaan sebelum mereka sampai
pada penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin mereka perlu
menguji cobakan penemuannya, kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap
kurang baik. Dan contoh sederhana tersebut dapat kita lihat bahwa suatu strategi
yang diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat
mengkombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
3
situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang
berwujud diskusi, seminar dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided
Discovery Lesson, (pelajaran dengan penemuan terpimpin) yang langkah-
langkahnya sebagai berikut:
1. Menemukan masalah
2. Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan
3. Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan
4. Perumusan keterangan yang diperoleh
5. Analisis proses inquiry.
3. Pendekatan konsep :
4
mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap,
atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah.
Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept).
Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui
pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena
merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep
matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah
diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang
ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan
konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif
Pendekatan ini sebenamya telah ada sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas
mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara
aktif). Hanya saja kadar (tingkat) keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau
dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa,
akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan
siswa. Kegiatan belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada siswa (student
centered). Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum
terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka
mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat
menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf
perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan
mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan
mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti
inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
5
kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar
karena memang sengaja dirancang untuk itu.
Prinsip-prinsip CBSA:
Dan uraian di atas kita ketahui bahwa prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar
yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan
tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-
emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi
sebagai berikut:
b. Dimensi Guru
o Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka
kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-
mengajar.
o Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan
motivator.
o Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
o Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara,
mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
o Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar
serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan
lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
o Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi
kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang
sangat penting diperhatikan guru.
o Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep mau pun
aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
6
o Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
o Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat,
bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses
belajar-mengajar.
o Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-
mengajar.
Rambu-rambu CBSA :
7
h. Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk
berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya
terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau
permasalahan yang akan dikerjakan.
T. Raka Joni mengemukakan suatu kerangka acuan yang dapat digunakan untuk
memahami strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:
1. Pengaturan guru-siswa :
o Dari segi pengaturan guru dapat dibedakan antara : Pengajaran
yang diberikan oleh seorang guru atau oleh tim
o Hubungan guru-siswa, dapat dibedakan : Hubungan guru-siswa
melalui tatap muka secara langsung ataukah melalui media cetak
maupun media audio visual.
o Dari segi siswa, dibedakan antara : Pengajaran klasikal (kelompok
besar) dan kelompok kecil
(antara 5 - 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan).
2. Struktur peristiwa belajar-mengajar :
3. Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala
sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh
menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi
dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta
prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur
yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut
berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana
8
langkah langkah yang akan ditempuh.
Langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut; Pertama menentukan tujuan
dalam arti merumuskan tujuan dengan jelas sehingga dapat diketahui apa yang
diharapkan dapat dilakukan siswa, dalam kondisi yang bagaimana serta seberapa
tingkat keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan inipun tidak mudah dijawab,
sebab selain setiap siswa berbeda, juga tiap guru pun mempunyai kemampuan dan
kwalifikasi yang berbeda pula. Disamping itu tujuan yang bersifat afektif seperti
sikap dan perasaan, lebih sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan
yang bersifat kognitif biasanya lebih mudah. Strategi yang dipilih guru untuk
aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa strategi tersebut akan dapat
membentuk sebagaimana besar siswa untuk mencapai hasil yang optimal.
Namun guru tidak boleh berhenti sampai disitu, dengan kemajuan teknologi, guru
dapat mengatasi perbedaan kemampuan siswa melalui berbagai jenis media
instruksional. Misalnya, sekelompok siswa belajar melalui modul atau kaset
audio, sementara guru membimbing kelompok lain yang dianggap masih lemah.
9
Kriteria Pemilihan Strategi Belajar-mengajar, menurut Gerlach dan Ely
adalah:
1. Efisiensi : Seorang guru biologi akan mengajar insekta (serangga). Tujuan
pengajarannya berbunyi : Diberikan lima belas jenis gambar binatang, yang
belum diberi nama, siswa dapat menunjukkan delapan jenis binatang yang
termasuk jenis serangga. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang
paling efisien ialah menunjukkan gambar jenis-jenis serangga itu dan diberi
nama, kemudian siswa diminta memperhatikan ciri-cirinya. Selanjutnya para
siswa diminta mempelajari di rumah untuk dihafal cirinya, sehingga waktu
diadakan tes mereka dapat menjawab dengan betul. Dengan kata lain mereka
dianggap telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan Strategi
ekspository tersebut memang merupakan strategi yang efisien untuk
pencapaian tujuan yang bersifat hafalan. Untuk mencapai tujuan tersebut
dengan strategi inquiry mungkin oleh suatu konsep, bukan hanya sekedar
menghafal.
Strategi ini lebih tepat. Guru dapat menunjukkan berbagai jenis binatang,
dengan sketsa atau slide kemudian siswa diminta membedakan manakah
yang termasuk serangga; ciri-cirinya, bentuk dan susunan tubuhnya, dan
sebagainya. Guru menjawab pertanyaan siswa dengan jawaban pelajari lebih
jauh. Mereka dapat mencari data tersebut dari buku-buku di perpustakaan
atau melihat kembali gambar (sketsa) yang ditunjukkan guru kemudian
mencocokkannya. Dengan menunjuk beberapa gambar, guru memberi
pertanyaan tentang beberapa spesies tertentu yang akhirnya siswa dapat
membedakan mana yang termasuk serangga dan mana yang bukan serangga.
Kegiatan ini sampai pada perolehan konsep tentang serangga.
Metode terakhir ini memang membawa siswa pada suatu pengertian yang
sama dengan yang dicapai melalui ekspository, tetapi pencapaiannya jauh
lebih lama. Namun inquiry membawa siswa untuk mempelajari konsep atau
pnnsip yang berguna untuk mengembangkan kemampuan menyelidiki.
10
lebih pasif. Biasanya guru tidak secara murni menggunakan ekspository
maupun discovery, melainkan campuran. Guru yang kreatif akan melihat
tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dimiliki siswa, kemudian
memilih strategi yang lain efektif dan efisien untuk mencapainya.
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru
memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan
pengelolaan kelas.Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran,
dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya
tujuan pembelajaran. Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran
berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari
kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar
atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan
kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses
pembelajaran. Karena itu maka setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam
mengelola kelas. Usman dalam salah satu bukunya mengemukakan bahwa suatu
kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur murid
dan sarana pembelajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Di sini, jelas sekali betapa
pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya
proses belajar-mengajar yang efektif pula. Berdasarkan pendapat di atas, jelas
betapa pentingnya pengelolaan kelas guna menciptakan suasana kelas yang
kondusif demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas menjadi
tugas dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada
dalam kelas demi kelangsungan proses pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru
dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga tercipta suasana kelas yang
kondusif mulai dari awal hingga akhir pembelajaran. Penciptaan suasana kelas
yang kondusif guna menunjang proses pembelajaran yang optimal menuntut
kemampuan guru untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan
pendekatan yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam
menunjang proses pembelajaran yang optimal.dll
11
Yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM (Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan )
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa,
anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan
Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat
tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan
kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah
sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut.
Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru
mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk
melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti
yang dimaksud.
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki
kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan,
dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam
kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan
kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu
temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita
dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut
menjadi optimal.
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan
atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak
dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak
akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun
demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat
individunya berkembang.
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan
kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir
tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang
keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau
12
mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata
“Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata
“Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam
PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang
kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan
memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa
lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau
kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi,
karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil
pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam
PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu
masalah.
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya
untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar,
tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai
sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan
menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan
dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan
lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati
(dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis,
mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian
umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara
guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada
kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara
santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi
tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan
siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan
pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya
sekedar angka.
13
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan
sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok
serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang
sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik.
Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan
gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental
adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan,
atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan
penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari
temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan
‘PAKEMenyenangkan.’
14