You are on page 1of 14

Berdasarkan kesumpulan hasil diskusi yang pernah kami paparkan bersama

teman-teman dapat saya simpulkan keseluruhan materi pembelajara strategi


belajar mengajar, yaitu :

1. PENGERTIAN STRATEGI, METODE DAN TEKNIK


BELAJAR MENGAJAR

Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk


menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang
meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman
belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya
terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi
atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas
semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk
membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi
belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok
dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus
dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda
satu sama lain, makajenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa
memerlukan persyaratan yang berbeda pula.

Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk


mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun
bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula
pencapaian tujuan (Winamo Surakhmad)

Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode bersifat


prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan
pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai
tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode
ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode
ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik
pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang
berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.

Dapat disimpulkan bahwa strategi terdiri dan metode dan teknik atau prosedur
yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi lebih luas dari metode atau teknik
pengajaran. Metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi
pengajaran. Untuk lebih memperjelas perbedaan tersebut, ikutilah contoh berikut:

Dalam suatu Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk mata kuliah Metode-
metode mengajar bagi para mahasiswa program Akta IV, terdapat suatu rumusan
tujuan khusus pengajaran sebagai benikut: “Para mahasiswa calon guru
diharapkan dapat mengidentifikasi minimal empat jenis (bentuk) diskusi sebagai
metode mengajar”.

Strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut misalnya:

1
1. Mahasiswa diminta mengemukakan empat bentuk diskusi yang pernah
dilihatnya, secara kelompok.
2. Mahasiswa diminta membaca dua buah buku tentang jenis-jenis diskusi
dari 3. Winamo Surakhmad dan Raka Joni.
4. Mahasiswa diminta mendemonstrasikan cara-cara berdiskusi sesuai
dengan jenis yang dipelajari, sedangkan kelompok yang lain mengamati
sambil mencatat kekurangan-kekurangannya untuk didiskusikan setelah
demonstrasi itu selesai.
Mahasiswa diharapkan mencatat hasil diskusi kelas.

Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa teknik pengajaran adalah
kegiatan no 3 dan 4, yaitu dengan menggunakan metode demonstrasi dan diskusi.
Sedangkan seluruh kegiatan tersebut di atas merupakan strategi yang disusun guru
untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam mengatur strategi, guru dapat memilih
berbagai metode seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan
sebagainya. Sedangkan berbagai media seperti film, kaset video, kaset audio,
gambar dan lain-lain dapat digunakan sebagai bagian dan teknik teknik yang
dipilih.

KLASIFIKASI STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR

Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan pendekatan:

1. Expository dan Discovery/Inquiry :

“Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi


yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang
mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru.
Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan
siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut
ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu
pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode
mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.

Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode


ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika
ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar,
tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar.

Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan


berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak
melibatkan siswa secara aktif. Strategi mana yang lebih dominan digunakan oleh
guru tampak pada contoh berikut:

Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk


menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan :

2
Berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan
wama, dan sebagainya.

Dalam contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik. Ia


merigemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati
aturan tersebut.

Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul “Pengamanan jalan


menuju sekolah guru ingin membantu siswa untuk merencanakan jalan yang
terbaik dan sekolah ke rumah masing-masing dan menetapkan peraturan untuk
perjalanan yang aman dari dan ke sekolah.

Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila
direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka
perbuat, mereka diharapkan menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan
tersebut. Akan tetapi strategi itu dapat menjadi discovery atau inquiry bila guru
menyuruh anak-anak kecil itu merencanakan sendiri jalan dari rumah masing
masing. Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan
jalan yang dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut
memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan pertanyaan sebelum mereka sampai
pada penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin mereka perlu
menguji cobakan penemuannya, kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap
kurang baik. Dan contoh sederhana tersebut dapat kita lihat bahwa suatu strategi
yang diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat
mengkombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.

2. Discovery dan Inquiry :

Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry


(penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa
mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya;
mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan dan
sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi tiga, demokrasi, energi dan
sebagai. Prinsip misalnya “Setiap logam bila dipanaskan memuai”

Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih


mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi
tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperi men,
melaksanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data,
menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

Selanjutnya Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas


tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry adalah baik
untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. DR. J. Richard Suchman mencoba
mengalihkan kegiatan belajar-mengajar dari situasi yang didominasi. guru ke

3
situasi yang melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang
berwujud diskusi, seminar dan sebagainya. Salah satu bentuknya disebut Guided
Discovery Lesson, (pelajaran dengan penemuan terpimpin) yang langkah-
langkahnya sebagai berikut:

1. Adanya problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dengan


pernyataan atau pertanyaan
2. Jelas tingkat/kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan
diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III)
3. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui keglatan tersebut
perlu ditulis dengan jelas.
4. Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam
melaksanakan kegiatan
5. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.
6. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan
untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan
7. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental
operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
8. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang
mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
9. Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau penyelidikan


mengalami kegagalan atau tak berjalan Sebagaimana mestinya.Sedangkan
langkah-langkah inquiry menurut dia meliputi:

1. Menemukan masalah
2. Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan
3. Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan
4. Perumusan keterangan yang diperoleh
5. Analisis proses inquiry.

3. Pendekatan konsep :

Terlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah “concept” (konsep)


mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita khususkan pada pembahasan
yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu saat seseorang dapat
belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan membedakannya satu
sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan suatu benda ke
dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh dan
kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang kedua
inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa
sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yang
dinamakan “konsep”. Kita harus memperhatikan pengertian yang paling mendasar
dari istilah “konsep”, yang ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam

4
mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap,
atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah.
Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept).
Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui
pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena
merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep
matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah
diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang
ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan
konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif

4. Pendekatan Cara Belajar Stswa Aktif (CBSA)

Pendekatan ini sebenamya telah ada sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas
mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara
aktif). Hanya saja kadar (tingkat) keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau
dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa,
akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan
siswa. Kegiatan belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada siswa (student
centered). Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum
terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka
mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat
menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada iswa sesuai dengan taraf
perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan
mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan
mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti
inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.

Hakekat dad CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam


kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
o Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan
terbentuknya
pengetahuan
o Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan
terbentuknya keterampilan
o Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan
terbentuknya nilai dan sikap

Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat


keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa
yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang
menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan
mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi
instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan
efisien. Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkani
menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA
sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat

5
kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar
karena memang sengaja dirancang untuk itu.

Prinsip-prinsip CBSA:

Dan uraian di atas kita ketahui bahwa prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar
yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan
tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-
emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi
sebagai berikut:

a. Dimensi subjek didik :


o Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-
dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian
tersebut terwujud karena memang direnca nakan oleh guru, misalnya
dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa
ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
o Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam
persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun
tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru
bersikap demokratis.
o Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang olch guru.
o Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat
mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
o Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan
siapapun termasuk guru.

b. Dimensi Guru
o Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka
kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-
mengajar.
o Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan
motivator.
o Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
o Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara,
mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
o Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar
serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan
lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
o Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi
kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang
sangat penting diperhatikan guru.
o Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep mau pun
aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.

6
o Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
o Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat,
bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses
belajar-mengajar.
o Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-
mengajar.

Rambu-rambu CBSA :

Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip


CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada
rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan
suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa
dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk
menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang
tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA
dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun
kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.

a. Berdasarkan pengelompokan siswa :


b. Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan
tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses
belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses
belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau
media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok
kadang-kadang lebih efektif.

c. Berdasarkan kecepatan nzasing-rnasing siswa :


d. Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi
pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat
bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar
sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar
berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.

e. Pengelompokan berdasarkan kemampuan :


f. Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa.
Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa
harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan
mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman
yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.

g. Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat :

7
h. Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk
berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya
terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau
permasalahan yang akan dikerjakan.

i. Berdasarkan domein-domein tujuan :


Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah:


1) Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
2) Domein afektif, aspek sikap.
3) Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.

Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah: 1) Keterampilan


intelektual. 2) Strategi kognitif. 3) Informasi verbal. 4) Keterampilan motorik. 5)
Sikap dan nilai.
Di samping pengelompokan (klasifikasi) tersebut di atas, masih ada
pengelompokkan yang lebih komprehensif dalam arti meninjau beberapa faktor
sekaligus seperti, wawasan tentang manusia dan dunianya, tujuan serta
lingkungan belajar. Pendapat ini dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marsha Well
dengan mengemukakan rumpun model-model mengajar sebagai berikut :
a. Rumpun model interaksi sosial
b. Rumpun model pengelola informasi Rumpun model personal-humanistik
c. Rumpun model modifikasi tingkah laku.

T. Raka Joni mengemukakan suatu kerangka acuan yang dapat digunakan untuk
memahami strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:

1. Pengaturan guru-siswa :
o Dari segi pengaturan guru dapat dibedakan antara : Pengajaran
yang diberikan oleh seorang guru atau oleh tim
o Hubungan guru-siswa, dapat dibedakan : Hubungan guru-siswa
melalui tatap muka secara langsung ataukah melalui media cetak
maupun media audio visual.
o Dari segi siswa, dibedakan antara : Pengajaran klasikal (kelompok
besar) dan kelompok kecil
(antara 5 - 7 orang) atau pengajaran Individual (perorangan).
2. Struktur peristiwa belajar-mengajar :
3. Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala
sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh
menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi
dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta
prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur
yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut
berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana

8
langkah langkah yang akan ditempuh.

4. Peranan guru-siswa dalam mengolah pesan :


5. Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan
keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri
secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat
juga siswa sendid yang diharapkan kepada siswa, namun dapat juga siswa
sendid yang diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan
guru. Pengajaran yang disampaikan dalam keadaan siap untuk ditedma
siswa, disebut strategi ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh
siswa dinamakan heudstik atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat
dibedakan menjadi dua jenis ialah penemuan (discovery) dan penyelidikan
(inquiry), yang keduanya telah diterangkan pada awal bab ini.

6. Proses pengolahan pesan :


7. Dalam peristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses pengolahan
pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa khusus
kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang
bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang
khusus menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif.

Pemilihan strategi belajar-mengajar


Titik tolak untuk penentuan strategi belajar-mengajar tersebut adalah perumusan
tujuan pengajaran secara jelas. Agar siswa dapat melaksanakan kegiatan belajar-
mengajar secara optimal, selanjutnya guru harus memikirkan pertanyaan berikut :
“Strategi manakah yang paling efektif dan efisien untuk membantu tiap siswa
dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan?” Pertanyaan ini sangat
sederhana namun sukar untuk dijawab, karena tiap siswa mempunyai kemampuan
yang berbeda. Tetapi strategi memang harus dipilih untuk membantu siswa
mencapai tujuan secara efektif dan produktif.

Langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut; Pertama menentukan tujuan
dalam arti merumuskan tujuan dengan jelas sehingga dapat diketahui apa yang
diharapkan dapat dilakukan siswa, dalam kondisi yang bagaimana serta seberapa
tingkat keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan inipun tidak mudah dijawab,
sebab selain setiap siswa berbeda, juga tiap guru pun mempunyai kemampuan dan
kwalifikasi yang berbeda pula. Disamping itu tujuan yang bersifat afektif seperti
sikap dan perasaan, lebih sukar untuk diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan
yang bersifat kognitif biasanya lebih mudah. Strategi yang dipilih guru untuk
aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa strategi tersebut akan dapat
membentuk sebagaimana besar siswa untuk mencapai hasil yang optimal.

Namun guru tidak boleh berhenti sampai disitu, dengan kemajuan teknologi, guru
dapat mengatasi perbedaan kemampuan siswa melalui berbagai jenis media
instruksional. Misalnya, sekelompok siswa belajar melalui modul atau kaset
audio, sementara guru membimbing kelompok lain yang dianggap masih lemah.

9
Kriteria Pemilihan Strategi Belajar-mengajar, menurut Gerlach dan Ely
adalah:
1. Efisiensi : Seorang guru biologi akan mengajar insekta (serangga). Tujuan
pengajarannya berbunyi : Diberikan lima belas jenis gambar binatang, yang
belum diberi nama, siswa dapat menunjukkan delapan jenis binatang yang
termasuk jenis serangga. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang
paling efisien ialah menunjukkan gambar jenis-jenis serangga itu dan diberi
nama, kemudian siswa diminta memperhatikan ciri-cirinya. Selanjutnya para
siswa diminta mempelajari di rumah untuk dihafal cirinya, sehingga waktu
diadakan tes mereka dapat menjawab dengan betul. Dengan kata lain mereka
dianggap telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan Strategi
ekspository tersebut memang merupakan strategi yang efisien untuk
pencapaian tujuan yang bersifat hafalan. Untuk mencapai tujuan tersebut
dengan strategi inquiry mungkin oleh suatu konsep, bukan hanya sekedar
menghafal.

Strategi ini lebih tepat. Guru dapat menunjukkan berbagai jenis binatang,
dengan sketsa atau slide kemudian siswa diminta membedakan manakah
yang termasuk serangga; ciri-cirinya, bentuk dan susunan tubuhnya, dan
sebagainya. Guru menjawab pertanyaan siswa dengan jawaban pelajari lebih
jauh. Mereka dapat mencari data tersebut dari buku-buku di perpustakaan
atau melihat kembali gambar (sketsa) yang ditunjukkan guru kemudian
mencocokkannya. Dengan menunjuk beberapa gambar, guru memberi
pertanyaan tentang beberapa spesies tertentu yang akhirnya siswa dapat
membedakan mana yang termasuk serangga dan mana yang bukan serangga.
Kegiatan ini sampai pada perolehan konsep tentang serangga.

Metode terakhir ini memang membawa siswa pada suatu pengertian yang
sama dengan yang dicapai melalui ekspository, tetapi pencapaiannya jauh
lebih lama. Namun inquiry membawa siswa untuk mempelajari konsep atau
pnnsip yang berguna untuk mengembangkan kemampuan menyelidiki.

2. Efektifitas : Strategi yang paling efisien tidak selalu merupakan strategi


yang efektif. Jadi efisiensi akan merupakan pemborosan bila tujuan akhir
tidak tercapai. Bila tujuan tercapai, masih harus dipertanyakan seberapa jauh
efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah dengan jalan
menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang
dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
dengan suatu strategi tertentu dari pada strategi yang lain, maka strategi itu
efisien. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang dipelajari
lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan strategi yang
lain, maka strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan.

3. Kriteria lain : Pertimbangan lain yang cukup penting dalam penentuan


strategi maupun metode adalah tingkat keterlibatan siswa. (Ely. P. 186).
Strategi inquiry biasanya memberikan tantangan yang lebih intensif dalam
hal keterlibatan siswa. Sedangkan pada strategi ekspository siswa cenderung

10
lebih pasif. Biasanya guru tidak secara murni menggunakan ekspository
maupun discovery, melainkan campuran. Guru yang kreatif akan melihat
tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dimiliki siswa, kemudian
memilih strategi yang lain efektif dan efisien untuk mencapainya.

Peran Guru Pada Pengelolaan Kelas

Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru
memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan
pengelolaan kelas.Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran,
dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya
tujuan pembelajaran. Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran
berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari
kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar
atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan
kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses
pembelajaran. Karena itu maka setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam
mengelola kelas. Usman dalam salah satu bukunya mengemukakan bahwa suatu
kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur murid
dan sarana pembelajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Di sini, jelas sekali betapa
pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya
proses belajar-mengajar yang efektif pula. Berdasarkan pendapat di atas, jelas
betapa pentingnya pengelolaan kelas guna menciptakan suasana kelas yang
kondusif demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas menjadi
tugas dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada
dalam kelas demi kelangsungan proses pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru
dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga tercipta suasana kelas yang
kondusif mulai dari awal hingga akhir pembelajaran. Penciptaan suasana kelas
yang kondusif guna menunjang proses pembelajaran yang optimal menuntut
kemampuan guru untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan
pendekatan yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam
menunjang proses pembelajaran yang optimal.dll

11
Yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM (Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan )

1. Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa,
anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan
Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat
tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan
kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah
sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut.
Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru
mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk
melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti
yang dimaksud.

2. Mengenal anak secara perorangan

Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki
kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan,
dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam
kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan
kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu
temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita
dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut
menjadi optimal.

3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar

Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan
atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak
dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak
akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun
demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat
individunya berkembang.

4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan


memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan
kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir
tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang
keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau

12
mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata
“Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata
“Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).

5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam
PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang
kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan
memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa
lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau
kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi,
karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil
pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam
PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu
masalah.

6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya
untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar,
tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai
sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan
menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan
dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan
lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati
(dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis,
mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.

7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan


belajar

Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian
umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara
guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada
kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara
santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi
tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan
siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan
pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya
sekedar angka.

13
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan
sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok
serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang
sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik.
Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan
gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental
adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan,
atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan
penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari
temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan
‘PAKEMenyenangkan.’

14

You might also like