You are on page 1of 27

BAB I

POTENSI INDUSTRI KARET KABUPATEN BATANGHARI JAMBI

A. PENDAHULUAN
Kabupaten Batang Hari dengan mottonya “ Serentak Bak Regam” salah
satu dari 10 kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi, yang usianya ternyata lebih
tua dari provinsi Jambi yang bersemboyan “Bumi Sepucuk Jambi Sembilan
Lurah”, Propinsi Jambi dibentuk pada tahun 1957 dengan Undang-undang
Darurat Nomor 19 tahun 1957, bersamaan dengan pembentukan Provinsi Dati I
Riau. Sedangkan Kabupaten Batang Hari dibentuk 1 Desember 1948 melalui
Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi Nomor 81/Kom/U, tanggal
30 Nopember 1948 dengan Pusat Pemerintahannya di Kota Jambi, sekarang
Kodya Jambi. Tahun 1963 kedudukan pusat pemerintahan daerah ini pindah ke
Kenali Asam, 10 Km dari kota Jambi, kemudian tahun 1979 berdasarkan PP. No
12 Tahun 1979 ibukota kabupaten yang terkenal kaya akan sumber daya alam
ini pindah dari Kenali Asam Ke Muara Bulian 64 Km dari Kota Jambi sampai saat
ini. Kabupaten Batang Hari Terdiri dari 8 Kecamatan.
Secara geografis Kabupaten Batang Hari terletak di pantai timur
Sumatera dan di bagian timur Provinsi Jambi, dengan batas wilayah meliputi
Kabupaten Muaro Jambi di sebelah timur dan utara, Kabupaten Tebo dan
Sarolangun di bagian barat, serta Kabupaten Musi Banyuasin, di bagian selatan.
Secara topografis daerah ini terdiri dari dataran rendah yang dibelah oleh
Sungai Batang Hari dengan rawa yang menggenang air sepanjang
tahun.Menurut elevasinya, wilayah Batang Hari terdiri ketinggian 11 -100 meter
(92,67 %), sisanya 7,33 % berada pada ketinggian 101 -500 meter dari
permukaan laut. Adapun ikiimnya termasuk iklim tropis dengan suhu udara
berkisar antara 25,8° C - 27,6° C. Curah hujan rata-rata pertahun antara 185,8
mm - 213,33 mm dengan kelembaban antara 76 % - 95 % serta penyinaran
berkisar antara 89,3 % s/d 133,9 %.
Pada tahun 2004, jumlah penduduk kabupaten Batanghari berjumlah
210.561 jiwa yang tersebar di 8 kecamatan1. Sebagaian besar dari penduduk
tersebut bermata pencaharian sebagai petani, baik itu yang bergerak dibidang
pertanian maupun perkebunan karena dilihat dari Kondisi alam kabupaten yang
merupakan daerah dataran rendah yang sebagian besar merupakan daerah
perbukitan dan berawa dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi sepanjang
tahunnya sehingga sangat cocok untuk dikembangkan usaha dibidang
perkebunan pertanian, secara garis besar usaha dibidang perkebunan
didominasi oleh 2 komoditi unggulan kabupaten Batanghari yaitu usaha
perkebunan karet dan usaha perkebunan sawit sedangkan komoditi bidang
pertanian yaitu padi,palawija dan buah-buahan.
Menurut data statistic perkebunan Indonesia tahun 2006-2008 luas
perkebunan karet dikabupaten Batanghari berjumlah 108.296 hektar dan hanya
6.862 hektar dikelola oleh pemerintah yaitu PTP Nusantara VI dengan
produktivitas antara 700-730 kg per hektar sedangkan selebihnya berstatus
sebagai perkebunan rakyat yang dikelola dengan sangat sederhana dan
tradisional sehingga produktivitasnya sangat rendah dan memiliki mutu yang
kurang bagus. sedangkan unit usaha yang bergerak dibidang industry karet
dikabupaten Batanghari pada tahun 2004 terdapat 2 unit pengolahan industry
karet crumb rubber dengan kapasitas produksi 49.500 ton pertahun (sumber;
Dinas Perindag Provinsi Jambi).

B. LATAR BELAKANG
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital bagi
kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan
barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban
kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal
karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relative
lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun

1 Pusat statistic kabupaten Batanghari,2004


harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku
industry tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan.
Komoditas karet memegang peranan utama dalam perekonomian
masyarakat di semua kabupaten dalam provinsi Jambi, dan telah menjadi
sumber pendapatan yang sangat dominan bagi sebagian besar petani. Menurut
data di Dinas Perkebunan Provinsi Jambi pada tahun 2005, total volume ekspor
karet provinsi Jambi mencapai 365.786 ton dengan nilai sebesar Rp3,97 triliun,
meningkat dibandingkan dengan posisi tahun 2004 yaitu total volume sebesar
235.287 ton dengan nilai sebesar Rp2,98 triliun. Menteri Pertanian dan
Ketahanan Pangan Republik Indonesia pada saat kunjungan kerja ke Provinsi
Jambi pada pertengahan tahun 2006, mengatakan bahwa pengembangan
perkebunan karet termasuk salah satu agenda revitalisasi pertanian di
Indonesia. Urgensi utama memasukkan perkebunan karet sebagai prioritas
utama nasional karena karet terbukti mempunyai peranan yang sangat penting
bagi perekonomian nasional. Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, ekspor karet
menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Jika pada tahun 2000 total
volume ekspor sebanyak 1,38 juta ton dengan nilai USD 889 juta meningkat
menjadi 2,02 juta ton dengan nilai USD 2.854 juta dolar pada tahun 2005. Ini
merupakan peningkatan yang signifikan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata
23% per tahun. Perkembangan produksi karet nasional juga diikuti pula oleh
peningkatan penyerapan tenaga kerja yaitu sekitar 1,4 juta tenaga kerja
langsung, belum lagi termasuk penyerapan tenaga kerja tidak langsung yang
turut mendukung perkembangan karet Indonesia.
Sampai tahun 2005 luas areal tanaman karet di provinsi Jambi mencapai
567.042 hektar yang tersebar pada 9 kabupaten, yakni menurut urutannya
Sarolangun seluas 111.581 Ha, disusul oleh Merangin seluas 108.038 Ha, dan
yang terkecil adalah kabupaten Kerinci seluas 303 Ha. Adapun kondisi luas
lahan perkebunan karet yang ada terdiri dari 105.566 Ha adalah tanaman
belum menghasilkan (TBM), 330.820 Ha adalah tanaman menghasilkan dan
130.656 Ha adalah tanaman tua dan rusak. Kondisi ini menyebabkan rendahnya
tingkat produktivitas lahan yang rata-rata sebesar 709 kg/Ha/th, dengan
produktivitas terendah di kabupaten Kerinci sebesar 485 kg/Ha/th. Untuk
mengatasi kondisi tersebut pada waktu mendatang Pemerintah Provinsi Jambi
telah membuat program kerja rehabilitasi karet tua dan penambahan luas areal
perkebunan karet yang telah dimasukkan ke dalam anggaran belanja provinsi
untuk merehabilitasi karet tua pada tahun 2006 seluas 17.500 hektar dan
perluasan sekitar 5.000 hektar yang akan berlanjut sampai dengan tahun 2010.

C. POTENSI INDUSTRI KARET KABUPATEN BATANGHARI


Usaha pemerintah provinsi jambi yang ingin terus meningkatkan produksi
perkebunan karet dengan melakukan peremajaan karet tua sangat tidak
optimal apabila tidak dibarengi dengan peningkatan usaha-usaha dibidang
industry pengolahan karet terutama industry hilir dari karet ini karena industry-
industry inilah yang nantinya akan menampung semua hasil karet dari semua
petani dan mengelolanya mejadi barang yang memiliki nilai ekonomi yang lebih
tinggi dan hasilnya bisa dinikmati oleh petani karet itu sendiri.
Dengan jumlah lahan yang telah dimanfaatkan sebesar 108.296 hektar
atau 19,09% dari total jumlah luas areal tanaman karet diprovinsi jambi pada
saat ini, kabupaten Batanghari dengan 8 kecamatan didalamnya memiliki
peluang yang cukup besar untuk menjadi pusat industry karet diprovinsi jambi
bahkan Indonesia selain memiliki lahan dan penduduk yang telah turun
temuran bahkan sebagai petani karet, letak geografis kabupaten Batanghari
juga sangat strategis yaitu mudah diakses oleh semua kabupaten diprovinsi
jambi dan dekat dengan pusat pemerintahan provinsi jambi sehingga untuk
mengurus masalah yang berkenaan dengan administrasi relative lebih mudah
dibandingkan kabupaten lain.
Tabel 1. Potensi Karet di Kabupaten Batanghari tahun 2007
No Luas Lahan yg telah Status Lahan Jumlah
dimanfaatkan (ha) Produktivitas
ton/tahun
1. 108,296 Perkebunan 48.902
Rakyat
Sumber; Statistik Perkebunan Indonesia 2006-2008
Dengan berdirinya industry-industri pengolahan karet dikabupaten
Batanghari dengan harapan kabupaten Batanghari selain menjadi daerah pusat
industry karet bagi provinsi jambi, kabupaten Batanghari menjadi salah satu
daerah yang mampu mengembangkan daerahnya dengan konsep industry hijau
yang ramah lingkungan karena apabila semua lahan perkebunan karet dikelola
dengan sebaik-baiknya dan menggunakan teknologi yang modern serta ramah
lingkungan sangat tidak mustahil kabupaten Batanghari menjadi kota yang
sejuk dan modern karena perkebunan dan industri karetnya.

D. PERMASALAHAN INDUSTRI KARET KABUPATEN BATANGHARI


Secara umum permasalahan industry karet di kabupaten Batanghari
hampir sama dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi didaerah
sentra karet lainya diwilayah Sumatra maupun daerah-daerah lain di Indonesia,
permasalahan industry karet dikabupaten Batanghari secara garis besar dapat
berasal dari 2 faktor penyebab, yaitu;
1. Factor yang berasal dari internal
2. Factor yang berasal dari external
Permasalahan dari factor internal adalah factor yang berasal dari dalam
pelaku industry karet itu sendiri yang meliputi permasalahan ditingkat petani,
industry pengolahan.
Ditingkat petani permasalahan yang mendasar adalah system
pengelolaan perkebunan karet yang ada sekarang masih dilakukan dengan cara
yang sangat sederhana hal ini dipengaruhi oleh hampir 93% luas perkebunan
yang ada dikabupaten Batanghari merupakan perkebunan milik rakyat yang
dikelola secara mandiri oleh pemiliknya. Tentunya system pengelolaan yang
seperti ini memiliki banyak kekurangan terutama di bidang permodalan dan
pengetahuan dalam pengelolaan perkebunan dampak dari kekurangan tersebut
dapat dilihat mulai dari cara persiapan lahan yang dilakukan dengan seadanya,
pemilihan bibit yang kurang baik dan proses pembibitan yang berdasarkan
pengalaman, proses penyadapan yang tidak teratur, pengolahan hasil dengan
menggunakan teknologi yang sangat sederhana yang mereka peroleh secara
turun temurun sampai dengan rantai perdagangan yang sangat panjang,
tentunya factor-faktor ini sangat berpengaruh terhadap kwalitas hasil yang
mereka hasilkan dan daripada itu juga penghasilan yang diterima oleh petani
juga jauh dari optimal.

Gambar 1. Sebagian besar bentuk rantai perdagangan hasil karet rakyat


di kabupaten Batanghari
Dengan system pengolahan ditingkat petani yang terkesan apa adanya
tersebut tentu berpengaruh terhadap permasalahan yang dihadapi di tingkat
industry pengolahan karet karena karet yang dihasilkan oleh para petani
memiliki kualitas dibawah standar perdagangan nasional maupun internasional
karet maka pihak indutri pengolahan harus mengeluarkan biaya pengolahan
yang cukup besar untuk mengolah karet petani tersebut agar menjadi karet
yang memenuhi standar mutunya sehingga hasil yang mereka peroleh menjadi
sangat kecil selain itu juga banyak industry pengolahan karet yang terkena
masalah pemanfaatan limbah dari industrinya karena dalam pengolahan karet
yang berasal dari perkebunan rakyat rata-rata mengahasilkan limbah selain
karet yang cukup banyak seperti kulit pohon karet, daun-daun, tanah, dan lain
sebagainya. Dan ini pula salah satunya yang menyebabkan keengganan
investor menanamkan investasi dibidang pengolahan karet (industry hilir)
dikabupaten Batanghari. Selain itu peran pemerintah khususnya pemerintah
daerah kabupaten batanghari dalam usaha perkebunan karet di nilai masih
sangat kurang dan masih kalah dengan bidang usaha lainya terutama usaha
bahan tambang, hal ini dapat dilihat setelah sekian lamanya kabupaten
Batanghari berdiri bahkan telah mengalami beberapa kali pemekaran wilayah
dan pertukaran kepemimpinan system pengolahan kebun karet yang
sebenarnya lambang dari kabupaten dan sumber pendapatan sebagian besar
masyarakatnya tidak banyak mengalami perubahan bahkan mulai tergusur oleh
perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan swasta selain itu
kebijakan pemerintah pada saat ini masih berorientasi pada ekspor barang
mentah sehingga hasil yang didapat sangat tidak optimal.
Sedangkan factor external yang mempengaruhi dari perkembangan
industry karet dikabupaten Batanghari adalah harga karet internasional yang
belum stabil dan masih kalah bersaing dengan karet sintetis.

A. SOLUSI PENANGANAN PERMASALAHAN INDUSTRI KARET


KABUPATEN BATANGHARI
Dilihat dari permasalahan yang dihadapi oleh usaha industry perkaretna
di kabupaten Batanghari dapat dilakukan usaha-usaha tertentu untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi tersebut dan usaha tersebut harus
meliputi dari 3 unsur pokok yang mempunyai peran yang sangat penting dalam
menunjang berkembangnya industry karet dikabupaten Batanghari, ketiga
unsure pokok tersebut adalah; 1. Petani Karet, 2. Pelaku Industri Karet, 3.
Pemerintah
1. Petani Karet
Mengatasi permasalahan ditingkat petani karet merupakan hal yang
pokok dan mendasar yang harus dilakukan dalam industry karet karena
ditingkat petani inilah yang menentukan tinggi rendahnya kwalitas suatu
produk karet yang dihasilkan oleh industry pengolahan karet, dan perbaikkan
ditingkat petani tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan
dan teknologi kepada petani karet tentang pengelolaan industry karet yang
baik dan benar mulai dari proses penyiapan lahan, pemilihan bibit, cara
penanaman, cara perawatan, penyadapan/panen, sampai dengan pengelolaan
hasil kebun. Dan semua itu harus mereka kuasai agar hasil yang mereka terima
juga maksimal.
a. Proses Penyiapan Lahan
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan
pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas
lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut
antara lain :
1) Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang
mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-alang
dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon atau
Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma lainnya,
baik secara kimia maupun secara mekanis.
2) Pengolahan Tanah
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet
dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat
larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm.
Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu dapat
dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan tanah.
3) Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket
Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan
pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam
sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi
oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung
pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6 - 10 pohon (tergantung derajat
kemiringan 11 tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada
permukaan petakan.
4) Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang
tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
a) Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80) jarak
tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus
mengikuti arah Timur - Barat berjarak 7 m dan arah Utara - Selatan berjarak
3 m (lihat Gambar
2).
Gambar 2. Cara Pengajiran pada Lahan Datar

b) Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% - 15%) jarak


tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur
bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara kontur), lihat Gambar 3.
Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm
– 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat
penggalian lubang untuk tanaman.

Gambar 3. Cara Pengajiran Menurut Kontur.


1) Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan 40
cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu melubang,
tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah
(sub soil) diletakkan di sebelah kanan (Gambar 4). Lubang tanaman dibiarkan
selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.
2) Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)
Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet
mulai ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi,
memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air, serta
untuk membatasi pertumbuhan gulma.
Gambar 4. Pembuatan Lubang Tanam.
Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria javanica, 6
kg Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema pubescens, yang dicampur
ke dalam 5 kg Rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan
untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade
resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha.
Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan
pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas
tanaman kacangan.

a. Pemilihan Bibit
Hal yang paling penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan
tanam, dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman
karet okulasi. Persiapan bahan tanam dilakukan paling tidak 1,5 tahun sebelum
penanaman. Dalam hal bahan tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan,
yaitu: batang bawah (root stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi
(grafting) pada penyiapan bahan tanam.
Persiapan batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh
bahan tanam yang mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik.
Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan batang
bawah yang memenuhi syarat teknis yang mencakup persiapan tanah
pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman kecambah, serta
usaha pemeliharaan tanaman di pembibitan. Untuk mendapatkan bahan tanam
hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata
okulasi dapat diambil dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun
produksi atau entres dari kebun entres.
Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari
kebun entres murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman yang
pertumbuhannya tidak seragam dan keberhasilan okulasinya rendah. Okulasi
merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan
menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan
tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan
tanam karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polibeg,
atau stum tinggi. Untuk tanaman karet, mata entres ini yang merupakan bagian
atas dari tanaman dan dicirikan oleh klon yang digunakan sebagai batang
atasnya.
Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu untuk menghindari
tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam yang sesuai adalah pada
musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk kegiatan-kegiatan
untuk pembuatan lubang tanam, pembongkaran, pengangkutan, dan
penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya segera ditanam dan
tenggang waktu yang diperbolehkan paling lambat satu malam setelah
pembongkaran.
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk
memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara
lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap
serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang
baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
- Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.
- Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas
- Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
- Bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih).
1) Kebutuhan bibit
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit
tanamankaret untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk
penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan
sebanyak 523 batang bibit karet.
2) Rekomendasi bibit unggulan
Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan
klonklon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Pada
Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan
klon-klon unggul baru generasi-4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon:
IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118. Klon IRR 42
dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah
dilepas secara resmi. Klon-klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja
yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan
sifat-sifat sekunder lainnya. Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan
cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-
jenis produk karet yang akan dihasilkan.
Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255,
PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM
107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk
dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan
lokasi maupun system pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai
lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan
Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan
mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis
produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap
dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya harus
dilakukan secara tepat.
Potensi produksi lateks beberapa klon anjuran yang sudah dilepas
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 5. Produksi Lateks Beberapa Klon Anjuran (***, ** dan * adalah
ratarata
produksi 15, 10, dan 5 tahun sadap)

a. Proses Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim
penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah
hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat
penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang telah dicampur
dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50
gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.
Sebelum proses penanaman dimulai, lubang tanaman harus sudah siap.
Lubang tanm dibuat dengan jarak antar lubang adalah 7x3 m. lubang tanam
untuk okulasi stum mini atau bibit dalam kantong plastic adalah 60x60x60 cm.
sedangkan untuk bibit okulasi stum tinggi umur 2-3 tahun adalah 80x80x80 cm.
jika panjang akar tunggang bibit stum tinggi lebih dari 80 cm, maka dibagian
tengah lubang tanam ditugal sedalam 20 cm.
Selain bentuk kubus ada bentuk lubang tananm lain ysng juga sering
dipakai, yaitu bulat selinder dan bentuk bujur sangkar yang miring kebawah.
Bentuk miring ini disebabkan karena cangkul atau alat lain tidak bisa
membentuk kubus. Pada saat menggali lubang tanam, lapisan tanah topsoil
atau tanah subur dipisahkan dari dari lapisan tanah dibagian bawahnya atau
sobsoil. Setelah lubang tanam siap, bibit karet dapat ditanam, pada waktu
penanaman bibit karet akar tunggang harus lurus masuk kedalam tanah, akar
yang letaknya miring akan menghambat pertumbuhan bibit, jika bibit berasal
dari okulasi dalam kantong plastic harus yang baru berpayung daun 2-3
buah.bibit dan kantong plastiknya dimasukkan kedalam lubang tanam dan
dibiarkan selama 2-3 minggu, setelah itu kantong plastic dibuka dan tanahnya
diuruk kembali.
b. Proses Perawatan Kebun Karet
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet
meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit
tanaman.
1) Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM)
maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti
alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan
baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan
berdasarkan umur tanaman seperti berikut:

Tabel 2. Frekuensi Pengendalian Gulma dengan Herbisida berdasarkan Umur


Umur Tanaman
2) Program pemupukan
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program
pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan
dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan
pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu
Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan
piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua
minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program dan dosis pemupukan tanaman
karet secara umum dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan

Tabel 4 . Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Menghasilkan

Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk


RP sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan
tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik.
3) Pemberantasan Penyakit Tanaman
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan
karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil
akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya
pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah pengendalian secara
terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut perlu
dilakukan.
Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan karet.
Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai kerugian ekonomis yang
ditimbulkannya. Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada
perkebunan adalah :
4) Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus
(Rigidoporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar
tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun
terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada
kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal.
Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna
putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah
mirip topi berwarna jingga kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman.
Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah
tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman
tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar
tanaman sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran tanaman
sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun
terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar
tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir.
Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini
untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian
tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka
keberhasilan pengobatan hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan
dan jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah
Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton
250 EC,
Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.
Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+
5) Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast)
Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap
sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan
tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih
jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks ethepon. Adanya
kekeringan alur sadap mula-mula ditandai dengan tidak mengalirnya lateks
pada sebagian alur sadap. Kemu-dian dalam beberapa minggu saja kese-
luruhan alur sadap ini kering tidak me-ngeluarkan lateks. Bagian yang kering
akan berubah warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum
(blendok).
Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur,
tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala
lain yang ditimbulkan penyakit ini adalah terjadinya pecah-pecah pada kulit dan
pembengkakan atau tonjolan pada batang tanaman. Pengendalian penyakit ini
dilakukan dengan: Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan
mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap
kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100.
Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang
dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap
sampai 10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya
dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon
dikurangi atau dihentikan untuk mencegah agar pohon-pohon lainnya tidak
mengalami kering alur sadap.
Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan
memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan
bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F-96 sekali satu bulan
dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus diikuti dengan penyemprotan
pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali seminggu untuk
mencegah masuknya kumbang penggerek (Gambar 4.10). Penyadapan dapat
dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di panel lainnya yang sehat dengan
intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada
pohon yang kena kekeringan alur sadap. Pohon yang mengalami kekeringan
alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit.
a. Penyadapan atau Panen
Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan
tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik
dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi,
maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi criteria
matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang
pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 45
cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka
areal pertanaman sudah siap dipanen.
1) Tinggi bukaan sadap
Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down ward
tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system,
UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah.
2) Waktu bukaan sadap.
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan
musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan
Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang
sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas
tiba.
3) Kemiringan irisan sadap
Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan
irisan sadapan sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah,
besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 300 bila mendekati "kaki
gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke atas, sudut irisan
akan semakin membesar.
4) Peralihan tanaman dari TMB ke TM
Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang
sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada
umur 5 – 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada
umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman
menghasilkan atau TM.
5) Sistem sadap
Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan
intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap. Untuk
karet rakyat, mengingat kondisi sosial ekonomi petani, maka dianjurkan
menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada tabel berikut :
Tabel 5. Bagan Penyadapan Tanaman Karet

Catatan: Tanaman karet diremajakan pada umur 31 tahun

Keterangan :
A : Kulit Murni Bidang A. A”: Kulit Pulihan kedua A. B : Kulit Murni Bidang B. B’ : Kulit
Pulihan pertama
A : Kulit Pulihan Pertama A AH : Kulit Murni Atas A
BH: Kulit Murni Atas B

a. Pengolahan Hasil Kebun (Lateks)


Pengelohan hasil kebun karet (lateks) meliputi pengolahan hasil karet pada saat masih
dikebun dan pengolahan karet pada saat dipabrik pengolahan karet. Pengolahan hasil karet dikebun
dapat dilakukan oleh petani dengan menjaga lateks hasil kebunnya tercampur dengan kotoran-
kotoran selain bahan karet seperti kulit pohon sisa penyadapan, daun-daun, tanah dan lain
sebagainya karena bahan tersebut dapat mengurangi kualitas lateks yang dihasilkan, selain itu petani
juga harus menjaga lateksnya dari terjadinya penggumpalan awal (prakoagulasi) karena apabila telah
terjadi prakoagulasi, lateks tidak dapat diolah menjadi karet yang berkualitas baik dan ini akan
menyebabkan kerugian yang cukup besar terutama bagi petani.
Untuk menjaga lateks tetap bersih dari segala macam kotoran petani dapat menjaganya
dengan membuat tempat penampungan hasil ditempat yang bersih, aman dan kalau bisa bak tempat
penampungan dibuat berbentuk panggung agar mempermudah dalam proses pengangkutan
kemudian melakukan penayringan pada lateks sebelum dimasukkan kedalam bak penampung dan
sebelum pengangkutan menuju pabrik pengolahan dengan saringan yang telah ditentukan ukuran
lubangnya (0,5-1 mm). sedangkan untuk menjaga agar lateks tidak mengalami prakoagulasi yang
disebabkan oleh kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-
bagian koloidal ini menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih
besar. Komponen koloidal yang lebih besar ini akan membeku hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa factor seperti jenis karet yang ditanam, enzim-enzim, mikroorganisme, cuaca atau musim
kondisi tanaman, air sadah, cara pengangkutan dan kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur
atau asam. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi.
Pencegahan terjadinya koagulasi dapat dilakukan dengan cara menanmbahkan zat-zat
tertentu atau sering disebut sebagai zat anti-koagulan, namun sebelum menggunakan anti-koagulan
perlu diketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya prakoagulasi. Pemeriksaan dilakukan untuk
mengetahui penyebabnya. Apabila prakoagulasi disebabkan oleh penyakit fisiologis maka tindakan
kultur teknis perlu dilakukan terhadap tanaman karet yang sedang menderita. Begitu juga apabila
ternyata penyebab prakoagulasi adalah masa penayadapan yang belum waktunya atau tanaman karet
sudah terlalu tua.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi antara lain;
1) Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan, maupun
pengankutan. Seperti spouts, mangkuk penampung lateks, ember, dan lain-lainya harus
dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Selama pengangkutan dari kebun ke
pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan. Seandainya
akan diangkut dengan kendaraan maka sarana jalan yang rusak harus diperbaiki
2) Mencegah pengenceran lateks lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air
saluran atau air got.
3) Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit agar lateks dapat sampai
kepabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas. Keuntungan lain dari
penyadapan sebelum matahari terbit adalah mempertinggi jumlah lateks yang dapat
dihasilkan oleh pohon karet. Apabila lateks sudah dikumpulkan maka pengangkutan tidak
boleh ditunda lagi agar secepat mungkin dapat diolah.
Apabila langkah-langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti
yang diinginkan maka zat anti koagulan dapat digunakan. Zat anti koagulan ada beberapa macam
tetapi harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, kadar bahaya
zat tersebut, dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagulasi.
Dalam pemakaianya zat antikoagulan bisa digabung untuk menambah daya anti koagulasinya, bisa
dua macam atau tiga macam menjadi satu. Berikut ini contoh dari beberapa antikoagulan yang
banyak dipakai diperusahaan atau tempat-tempat pengolahan karet antara lain; soda atau natrium
karbonat, amonia, formaldehyde, dan natrium sulfit. Teknis pemakaiannya yaitu zat anti kougulan
dibuat menjadi larutan dengan konsetrasi yang telah disesuaikan kemudian dicampurkan dengan
lateks segar yang berada dalam bak penampungan hasil dikebun.
a. Proses Pengolahan Karet (lateks)
Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis karet. Pengolahan
karet menetukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan yang baik apabila tidak diolah
dengan optimal akan mendapatkan harga yang rendah. Oleh karena itu pengolahan karet harus
diperhatikan dengan baik sehingga diperoleh hasil olahan karet yang bermutu dan berharga jual
tinggi.
1) Alat dan Bahan
Ada beberapa alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat-alat ini tidak semuanya
digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya digunakan untuk pembuatan
jenis karet tertentu saja. Selain alat, juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam.
Berikut ini adalah alat dan bahan yang banyak ditemui dalam pengolahan karet.
a) Mesin Penggilingan
Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin penggilingan.
Dikalangan pengolahan lateks sheet, mesin sering ini disebut baterai sheet. Baterai sheet ada
yang terdiri 4,5, atau 6 gilingan beroda dua. Baterai sheet yang memiliki 4 gilingan beroda dua
contohnya adalah merek cadet. Sedangkan yang memiliki 5 dan 6 gilingan beroda dua masing-
masing contohnya adalah merek aristo dan six in one. Kapasitas setiap jenis baterai sheet
berbeda dan tergantung pada ketebalan sheet yang akan dibuat.
b) Tangki atau Bejana Koagulasi
Tangki yang banyak dipakai dalam industry pengolahan karet adalah tangki yang terbuat dari
alumunium, ukuran tangki yang digunakan biasanya (10x3x16) kaki. Tangki yang berukaran
besar ini disekat lagi menjadi ruang-ruang kecil menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil.
Untuk menyekat digunakan plat-plat alumunium.
c) Rumah Pengeringan
Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi ruangan biasanya
dibuat tidak lebih dari 6m. untuk rumah pengering bertingkat tingginya hanya antara 3-4 m.
didalam rumah pengeringan terdapat gantar-gantar dari kayu atau bambu sebagai tempat untuk
menggantungkan lembaran karet crep yang dikeringkan dan biasanya rumah pengeringan
memiliki alat pemanas yang mempercepat proses pengeringan.
d) Rumah Pengasapan
Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap yang baik, suhu
dalam harus dapat dipertahankan sehingga praktis tidak berubah, ventilasi ruang-ruangnya dapat
diatur sesuai kebutuhan, serta penambahan asap dan pemanasan dapat terjamin. Suhu dan
ventilasi didalam ruang pengasapan dan pengeringan harus dijaga agar sesuai dengan kebutuhan.
Oleh karena itu didalam ruangan perlu dipasang termograf atau thermometer maksimum
minimum sebagai alat pengukur suhu.
e) Bahan yang digunakan dalam industry pengolahan karet terutama dalam pembuatan karet shett
dan crep adalah sebagai berikut;
➢ Air, dalam pengolahan karet diperlukan banyak air, karena itu air merupakan bahan yang
vital. Semakin tinggi kapasitas olah suatu pabrik semakin banyak jumlah air yang
dibutuhkan, air biasanya digunakan untuk keperluan pengenceran lateks, pembuatan
larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat, dan untuk mendinginkan mesin.
➢ Kayu bakar yang berfungsi untuk sebagai bahan bakar dalam proses pengeringan dan
pengasapan. Jenis kayu yang dapat dijadikan sebagai bahan kayu bakar diantaranya
adalah; kayu pohon karet, akasia, lamturoagung dan glirsidia.
➢ Asam formiat atau asam cuka sebagai bahan koagulan (pembeku).

1) Proses Pengolahan Karet


Ada berbagai macam cara yang umum dalam proses pengolahan karet tergantung dengan hasil
yang ingin dicapai dan kondisi bahan baku, proses tersebut meliputi; proses pembuatan karet
sheet,karet crep dan lain sebagainya.
Proses-proses tersebut adalah sebagai berikut;
Pada tahap ini getah dapat diproses melalui beberapa cara yang umum.
Di sini akan diuraikan proses pembuatan Ribbed Smoked Sheet (RSS) yang
sangat populer sampai tahun 1960-an, dan masih terus dilakukan sampai saat
ini. Pada pabrik pengolahan kecil, lateks kemudian dibekukan dengan
menambahkan sedikit asam, dan dicetak pada wadah berbentuk kotak. Setelah
membeku, hasil cetakan kemudian dilepas (disebut koagulum)

Koagulum kemudian dipres menggunakan roller mill untuk membuang air


yang terkandung di dalamnya, dan membentuk koagulum menjadi lembaran-
lembaran karet basah yang disebut ribbed sheet.

Ribbed sheet kemudian dipotong-potong dengan ukuran tertentu agar


mudah digantung pada rak-rak pengasapan.
Kemudian dimasukkan ke dalam rumah pengasapan
untuk menjalani proses pengasapan selama beberapa
jam.

Ketika dikeluarkan dari rumah pengasapan,


warna lembaran karet telah berubah menjadi coklat
keemasan dan disebut dengan nama ribbed smoked sheet.Kualitas RSS ini
kemudian diperiksa secara manual dengan membentangkannya di depan sinar
(matahari atau lampu) dan dilakukan pemutuan sesuai dengan standar yang
berlaku.
Gambar. 6

Kemungkinan lainnya adalah lateks yang


terkumpul dimsukkan ke dalam tangki pengumpulan
besar (dengan volume 45 galon) untuk langsung dijual,
atau dikenakan beberapa perlakuan terlebih sebelum diproses lebih lanjut atau
dijual dalam bentuk lateks cair.
Gambar. 7
Gambar. 8
Pada pabrik pengolahan besar, lateks dibekukan
pada bak besar yag diberi sekat-sekat sehingga
koagulum tercetak sesuai dengan ukuran yang
diinginkan.

Kemudian koagulum dipres menggunakan roller


mill dengan kapasitas yang lebih besar. Proses
selanjutnya adalah sama, menggunakan peralatan
yang sama dengan kapasitas yang lebih besar.

Bila sewaktu pengepresan koagulum


ditambahkan minyak kastor, maka sheet akan pecah
dan crumb rubber akan terbentuk.

Crumb rubber yang terbentuk kemudian


dikeringkan dalam ruang pengering yang besar,
kemudian ditimbang dan dikemas.

Gambar. 9
Jika lateks dibiarkan
pada mangkuk pengumpul selama satu
malam, lateks akan menggumpal dengan
sendirinya.
Demikian juga
dengan bekas
lateks pada mangkuk pengumpul yang telah
mengering, dapat dibersihkan dan digunakan
sebagai bahan pembuat ban mobil
Lateks kering dan sisa-sisa lateks kering pada mangkuk pengumpul
kemudian dicuci menggunakan mesin pencuci. Hasilnya merupakan crumb
rubber dengan warna yang agak gelap.

Crumb rubber dimasukkan ke dalam wadah berbentuk kotak.

Kemudian dikeringkan Dan ditimbang untuk memperoleh berat yang


seragam Lalu dipres menggunakan mesin pres bertekanan tinggi untuk
menghasilkan bentuk yang kompak Setelah itu dibungkus dengan plastik
Akhirnya dikemas dalam pallet berukuran 1.2 ton, siap untuk dipasarkan. Produk
karet ini disebut technically specified rubers (TSR)
Courtesy PTPN VIII, Jawa Barat

A. KESIMPULAN
Kabupaten Batanghari merupakan daerah dati II provinsi jambi yang
terletak 43 KM dari pusat pemerintahan kota jambi, karet merupakan komoditi
unggulan masyarakat kabupaten Batanghari, sekitar 93% masyarakatnya
menggantungkan hidup dari hasil karet dengan bekerja sebagai petani karet
baik itu kebun sendiri maupun menjadi buruh tani dikebun karet milik orang
lain.
Perkembangan perkebunan karet dikabupaten Batanghari masih dinilai
berjalan lambat karena sebagian besar masih merupakan perkebunan rakyat
yang masih dikelola secara sederhana dengan segala keterbatasanya.
Namun semua itu diharapkan tidak menjadi kendala untuk
mengembangkan usaha bidang perkaretan dikabupaten Batanghari baik itu
perkebunan maupun industry hilirnya sehingga dimasa mendatang kabupaten
Batanghari mampu menjadi sentra penghasil karet yang memiliki kualitas baik
dan mampu bersaing dipasar nasional maupun internasional

B. PENUTUP

“Hijaukan dan Sejahterakan Tanah Kelahiranku


dengan Pohon Karet dan Green Industry”

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Chairil, 2001, “Menajemen dan Teknologi Budidaya Karet” (disampaikan
pada pelatihan “Tekno Ekonomi Agribisnis Karet” tanggal 18 Mei 2006, di
Jakarta oleh PT. FABA Indonesia Konsultan). Pusat Penelitian Karet; Medan
Grahadyarin BM Lukita dan Hamzirwan,2007, “Petani Terhimpit di Hulu dan Hilir”,
Penelitian Terhadap Keadaan Petani Karet di Sumatra Selatan
Tim Penulis Penebar Swadaya,2008, “Buku Panduan Karet”(cetakan pertama),
Penebar Swadaya: Jakarta
www.kabbatanghari.go.id
www.batanghari.com
Disarikan dari berbagai informasi di internet

You might also like