You are on page 1of 76

[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.

07/IV] July , 2009

LAPORAN PRAKTIKUM I
ANALISA KULIT BOX DARI KULIT KAMBING

A. TUJUAN
1. Memahami dan mengerti tentang persiapan dan pembuatan contoh uji untuk pengujian
kimiawi.
2. Untuk mengetahui sifat organoleptis dari kulit box yang diuji.
3. Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam kulit box.
4. Untuk mengetahui kadar garam organik dalam kulit box.
5. Untuk mengetahui kadar krom oksida (Cr2O3) dalam kulit box.
6. Untuk memahami dan mengerti tentang analisa derajat pH dalam kulit box
7. Memahami dan mengerti tentang analisa kadar minyak/lemak dalam kulit box.

A. DASAR TEORI
Kulit jadi ( tersamak ) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan
lalu diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses Soaking (perendaman) sampai
proses Finishing ( penyalesaian). Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya
memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang disesuaikan dengan tujuan
peruntukakannya dengan cara penambahan bahan – bahan tertentu pada saat proses.
Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya pasar menginginkan
kualitas kulit jadi yang terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi
dari jenis artikelnya masing – masing. Misalnya kulit sarung tangan (Glove) harus sesuai
dengan arah gerak dari jari tangan.
Dengan adanya Standar Industri Indonesia (SII), maka dapat diketahui kriteria kulit
jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun kimiawinya yang
tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel mempunyai standar yang
berbeda – beda.
Agar diketahui bahwa kualitas kulit jadi yang diproduksi tersebut sesuai dengan
Standar Industri Indonesia (SII,), maka diperlukan suatu analisa. Dimana analisa kulit itu
sendiri ada 4 macam menurut cara ujinya, yaitu :
Kulit boks merupakan kulit samak khrom yang berasal dari kulit kambing atau kulit
anak sapi yang biasanya dibuat untuk bahan pembuatan atasan sepatu, di perdagangan kulit
boks harus memiliki syarat-syarat tertentu agar memenuhi standar mutu perdagangan kulit
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

boks, dan untuk mengetahui kulit boks tersebut memiliki kwalitas baik, cukup atau kurang
maka dilakukan suatu pengujian terhadap sampel kulit boks tersebut untuk mengetahui
karakteristik dari kulit tersebut dan apakah karakteritik kulit tersebut telah memenuhi
standar baku yang telah ditetapkan atau belum.
Menurut Jayusman dalam diktat penuntun praktikum ilmu bahan II secara garis
besar tujuan dilakukannya pengujian terhadap suatu kulit samak adalah pertama, untuk
menentukan mutu atau kualitas kulit secara umum, karena melalui suatu analisa atau
pengujian dapat ditentukan contoh kulit yang diuji tersebut bermutu baik, sedang, atau
kurang. Kedua, untuk mencari kesalahan atau kekurangan dalam proses penyamakan kulit
karena dari hasil uji ini dapat dilihat kekurangan yang terdapat pada hasil penyamakan kulit
sehingga dapat ditentukan pada proses-proses apa saja yang menyebabkan terjadinya
kesalahan tersebut dan dapat diperbaiki pada proses berikutnya sehingga kulit yang
dihasilkan menjadi lebih baik atau berkualitas baik. Ketiga adalah untuk meniru atau
mengikuti proses-proses produksi kulit yang berkualitas baik sehingga untuk mengetahui
proses produksinya dilakukan pengujian terlebih dahulu terhasil kulit tersebut setelah
mengetahui karakteristiknya baru dilakukan penyusunan rancangan proses, melakukan
proses percobaan, kemudian hasilnya diuji dan terus dilakukan penyempurnaan sampai
didapat hasil yang diinginkan.
Dalam melakukan pengujian terhadap kulit samak sacara umum ada 4 cara pengujian
yaitu pengujian organoleptis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis namun dalam standar
industri indonesia untuk bermacam-macam produk kulit samak persyaratan yang
dicantumkan hanya persyaratan organoleptis, fisis dan untuk persyaratan mikrobilogis tidak
dicantumkan hal ini dikarenakan syarat organoleptis, fisis dan kimia saling berhubungan
atau mendukung.
Pengujian organoleptis merupakan suatu pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan panca indra atau dilakukan secara visual, dan dibantu dengan alat yang
sederhana, dalam pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi kelepasan nerf, keadaan kulit,
keadaan cat, kelentingan dan ketahanan sobek.
Pengujian fisis merupakan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat
mekanis seperti tensil strenght, stiknes, crokmeter dan lain sebagainya, hal-hal yang diuji
dalam pengujian fisis meliputi; tebal kulit, kondisi penyamakan, ketahanan gosok cat kering
maupun basah, ketahanan zwik, ketahanan tarik, ketahanan regang, ketahanan bengkuk,
penyerapan air, ketahanan letup.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Pengujian kimia merupakan pengujian yang dilakukan dengan cara kimiawi yang
bertujuan untuk mengetahui kadar bahan-bahan kimia yang terdapat pada kulit seperti kadar
air, kadar abu, kadar zat penyamak, kadar lemak/minyak, pH.
Persyaratan kulit box menurut SII (Standar Industri Indonesia) 0018 – 79 adalah
sebagai berikut;
A. Organolaptis
1. Kelepasan Nerf : Tidak lepas
2. Keadaan Kulit : Berisi, liat dan lemas
3. Cat : Rata dan Mengkilap
4. Ketahanan Sobek : Kuat
5. Kelentingan/elastisitas : Lenting
A. Kimiawi
1. Kadar air : maks 20 %
2. Kadar abu jumlah : maks 2 % diatas Cr2O3
3. Kadar Cr2O3 : min 3 %
4. Kadar minyak/lemak : (2-6) %
5. pH : 3,5 – 7,0
Dalam menganalisa secara kimiawi kulit tersamak dapat dilakukan dengan cara
mempersiapkan contoh kulit uji yang akan dianalisa. Dalam pengambilan contoh uji untuk
pengujian kimia kulit tersamak dapat diambil pada bagian krupon, leher dan perut hal ini
dikarenakan bagian-bagian tersebut dapat mewakili semua bagian pada kulit dan pada
masing-masing bagian tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dalam
pengambilan contoh uji ini juga dilakukan dengan membedakan kulit hewan besar dan kulit
kecil. Pada pengambilan contoh uji pada hewan kecil seprti kulit box dari kulit kambing
dapat dilakukan sebagai berikut;
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Keterangan:
AC : Garis punggung
D : Titik pangkal paha dan kaki belakang
DF//AC
E : Titik pangkal paha kaki depan
Setelah contoh uji dipotong dari kulit utuhnya kulit contoh uji dipotong kecil-kecil
dan dari semua bagian tadi dicampur menjadi sartu dan setelah kulit contoh uji siap
dilanjutkan dengan pengujian kimia yaitu; pengujian kadar air, kadar abu, kadar krom kadar
minyak, dan kondisi pH kulit.
Pengujian kadar air; kadar air dalam kulit tersamak adalah jumlah air yang terdapat
didalam kulit tersamak dinyatakan dalam persen berat. Pengukuran kadar air pada umunya
dilakukan dengan menguapkan air yang terkandung. Kemudian persentase air yang
menguap adalah kadar airnya cara uji kadar air yang biasa dilakukan pada saat ini adalah
cara pengeringan (oven drying) dan cara penyaringan serta penyulingan bersama
(condestilation).
Uji kadar air dengan metode pengeringan pada dasarnya adalah mengusahakan
penguapan air dari contoh kulit dengan cara memberikan energi panas pada suhu 100± 20C,
kehilangan berat selama penguapan merupakan berat air yang terdapat didalam contoh kulit.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kelemahan dengan menggunakan metode pengeringan antara lain, bahan-bahan


organik atau gas yang mudah menguap (volatil) akan ikut menguap sehingga mengurangi
ketelitian, sedangkan ketelitian dipengaruhi oleh ruang pengering, pergerakan diudara dalam
ruang pengering kelmbaban ruang pengering, tekanan ruang pengering, tebal lapisan dan
ukuran contoh, kontruksi alat jumlah bahan serta posisinya dalam alat pengering.
Pengujian kadar abu; kadar abu merupakan pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui jumlah bahan-bahan organik dan anorganik yang terdapat didalam kulit,
pengujian ini dilakukan dengan pemberian energi panas pada suhu >6000C sehingga bahan-
bahan tersebut menjadi abu dan jumlah abu yang dihasilkan ditimbang dan dinyatakan
sebagai persentase kadar abu.
Pengujian kadar krom, pengujian kadar krom dalam kulit bertujuan untuk
mengetahui kematangan dari suatu kulit yang disamak dengan menggunakan bahan
penyamak krom. Prinsip pengujian krom pada dasarnya ada 2 cara yaitu;
Oksidasi dengan cara pelelehan dengan Kalium Natrium Karbonat dan Boraks; abu
dari pengujian kadar abu dilelehkan pada suhu 6000-70000C, dengan campuran Na2CO3 dan
K2CO3 (dapat juga ditambah boraks), masing-masing sebanyak 2 gram, maka krom oksida
akan menjadi garam kromat, kemudian didinginkan dan dilarutkan dalam air, diasamkan
dengan HCl, selanjutnya sebagian dari larutan diperiksa kromnya secara yodometri dengan
menambah kalium iodida dilanjutkan dengan titrasi menggunakan larutan thiosulfat.
Oksidasi dengan Asam Perklorat; abu dipindahkan dalam gelas piala, kemudian
ditambah dengan asam sulfat pekat dan asam perklorat, gelas piala ditutup dengan kaca
arloji lalu dipanasi sampai warna larutan menjadi bikromat. Larutan didinginkan kemudian
ditambah dengan air suling dan dipanaskan kembali sampai klor bebasnya hilang.
Selanjutnya kadar krom oksidnya ditetapkan secara iodometri. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut;

Cr2O7 + H+ + I- Cr3+ + I2 + H2O


I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI
Kadar krom oksida dinyatakan sebagai persen dari berat contoh kulit. Yang
dinyatakan sebagai berikut;
1 ml Thio Sulfat setara dengan 0,0253 gram krom oksida.
Analisa pH; Menurut Arrhenius bahwa derajat keasaman (pH) adalah negatif
logaritma logaritma dari konsentrasi ion hidrogen. Pada air murni terdapat ion-ion tersebut
adalah H+ dan OH-.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

H2O H+ + OH-
Pada keseimbangan Ks = [H+] [OH-]
[H2O]
[H2O] dianggap tetap, 1 liter = 1000 gram dan mengandung 1000 : 18 = 55,5 gram
molekul.
K air = Ks. H2O = [H+] [OH-] = 10-14, sehingga [H+] [OH-] = 10-14
Maka [H+] = [OH] = 10-7 gram ion perliter, ternyata satu ion H setara dengan satu
ion OH-, maka dapat disimpulkan bahwa satu gram asam atau basa adalah jumlah asam atau
basa yang mengandung satu gram ion H+ atau satu ion OH-.
Untuk suatu zat tertentu dapat disebut asam apabila zat tersebut jika dilarutkan
menghasilkan ion H+, dan apabila zat tersebut menghasilkan ion OH- maka zat tersebut
adalah basa.
Pengujian kadar lemak/minyak; pada proses pengolahan kulit, minyak/lemak tetap
dipertahankan pada kadar tertentu, bahkan pada tahap peminyakan kandungan minyak
dalam kulit ditambah yang bertujuan untuk membuat kulit menjadi lemas sehingga kulit
menjadi lemas tidak kaku.
Minyak didalam kulit akan sangat mengganggu, terutama jika minyak berlebihan
maka kulit akan sukar direkatkan menggunakan lem dan akan mudah ditumbuhi jamur, dan
apabila minyak yang sangat sedikit didalam kulit maka kulit akan menjadi kaku dan mudah
retak.
Untuk mengetahui jumlah minyak didalam kulit tersamak dilakukan dengan
memisahkan minyak dalam kulit tersamak dengan menggunakan bahan pelarut organik
antara lain ; karbon tetra klorida, eter, kloroform, benzen dan lain-lain. Metode yang
digunakan adalah extraksi sedangkan pemisahan minyak dengan bahan pelarut dilakukan
dengan destilasi.

A. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Persiapan dan pembuatan Contoh Uji
a.
b. Gunting stainles steel
c. Alat pengukur luas kulit
d. Timbangan
e. Penggaris
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

f. Pisau stainless stell


1. 2. Analisa Kadar Air Kulit Boks
a.
a. Cawan Porselen e. Timbangan analitik
b. Gelas arloji f. Cruss tank
c. Gunting g. Oven
d. Eksikator
1. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks
a.
b. Cruss porselen
c. Cruss tank
d. Gelas arloji
e. Gunting
f. Neraca analitik
g. Furnace / muffl

1. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks


a.
b. Erlenmeyer 250 ml
c. Gelas arloji
d. Labu takar 500 ml
e. Pipet volum 50 ml
f. Gelas ukur 100 ml
g. Kompor listrik
h. Neraca Analitik
i. Pipet tetes
j. Buret
k. Propipet
l. Botol semprot

1. Analisa pH Dalam Kulit Boks


a.
b. Neraca analitik
c. Gelas arloji
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

d. Pengaduk magnetik
e. pH meter
f. Gelas beker
g. Erlenmeyer bersumbat asah

1. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks


a.
b. Satu set alat penyari sokhlet
c. Oven
d. Desikator
e. Panci
f. Cawan porselen
g. Gelas arloji
h. Neraca analitik
i. Statif dan klem
j. Kompor
k. Labu didih
l. Buret
m. Crustang

Bahan:
1. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji
✔ 1 feet Kulit boks dari Kambing
1. Analisa Kadar Air Dalam Kulit Boks
✔ 5 gram potongan kulit Boks
1. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks
✔ potongan kulit box 3 gram.
1. Analisa Krom Oksida Dalam Kulit Boks

✔ Abu dari analisa kadar abu
✔ Aquades
✔ Asam Nitrat (HNO3) pekat
✔ Asam Pekrolat ( HClO4) pekat
✔ Asam Sulfat ( H2SO4) pekat
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

✔ Asam klorida pekat


✔ Larutan Kalium Jodida 10 %
✔ Larutan Natrium Thio Sulfat 0,1 N
✔ Indikator amilum
1.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

2. Analisa pH dalam Kulit Boks


✔ Contoh uji kulit box 5 gram
✔ Aquades hangat
1. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks
✔ 10 gram contoh uji kulit box
✔ Pelarut organik Petrolium Benzen
✔ Kertas saring dan kapas

A. LANGKAH KERJA
1. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji
a. Kulit diamati menurut jenis kulitnya, kemudian dilakukan pengujian organoleptis
secara visual meliputi uji kelepasan nerf, keadaan kulit, cat, ketahanan sobek,
kelentingan/elastisitas
b. Menentukan luas kulit
c. Menentukan tempat dan ukuran luas kulit pada krupon, leher dan perut pada
lembaran kulit dengan menggunakan penggaris
d. Contoh uji kulit dipotong dengan menggunakan pisau stainless stile, kemudian
dipotong menjadi ukuran kecil-kecil dengan ukuran 5 x 0,5 mm2
e. Potongan kulit dicampur sehingga tercampur secara homogen
f. Potongan sampel kulit kemudian ditimbang menggunakan wadah yang bersih
g. Setelah itu disimpan ditempat yang bersuhu kamar. (Gambar cara pengambilan
sampel terlampir)
1. Analisa Kadar Air kulit Boks
a. Cawan porselen dicuci dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit dan suhu
105 oC, kemudian cawan dikeringkan dengan desikator selama 10 menit.
b. Cawan porselen ditimbang sebagai berat kosong.
c. Potongan kulit dimasukkan dalam cawan porselen, kemudian ditimbang.
d. Cawan porselen yang telah diisi dengan sampel kulit dimasukkan dalam oven
dengna suhu 102 oC selama 2 jam
e. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian
ditimbang.
f. Dilakukan pemanasan dan penimbangan berulang-ulang hingga diperoleh berat
tetap.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

1. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks


a. Cruss porselen dicuci dan dikeringkan dengan oven selama 30 pada suhu 105 oC,
kemudian cruss porselen didinginkan dalam desikator selama 10 menit.
b. Cruss porselen ditimbang sebagai berat kosong.
c. 3 gram potongan/guntingan kulit dimasukkan kedalam cruss porselen, kemudian
dicatat beratnya.
d. Cruss porselen yang telah diisi dengan sampel kulit, lalu dimasukkan kedalam
furnace dengan suhu 700 oC selama 15 menit.
e. Cruss porselen dan sampel yang telah dimasukkan kedalam furnace kemudian
didinginklan dengan desikator
f. Setelah itu cawan ditimbang.

1. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks


a. Abu kulit diimbang dan dipindahkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan diambahkan
dengan 20 ml HNO3 pekat, 15 ml HClO4 pekat dan 10 ml H2SO4 pekat.
b. Erlenmeyer dituup dengan kaca arloji, kemudian dipanaskan dengan kompor
listrik sampai larutan menjadi berwarna jingga, pemanasan dilanjutkan selama 2
menit.
c. Larutan didinginkan, setelah itu ditambahkan dengan kurang lebih 125 ml
aquades dan dipanaskan kembali selama 7 menit.
d. Larutan didinginkan kembali, kemudian diencerkan menjadi 500 ml
menggunakan labu takar.
e. Larutan dipipet 200 ml dan diamsukkan dalam erlenmeyer bersumbat asah dan
ditambahakan dengan 10 asam klorida pekat dan 10 ml laruan kalium yodida 10
%.
f. Erlenmeyer ditutup rapat-rapat dan disimpan ditempat gelap selama 2 menit.
g. Laruan dititrasi sengan larutan Natrium thio Sulfat 0,1 N dengan ditambahkan
indikator amilum saat mendekati titik akhir titrasi.
1. Analisa pH Dalam Kulit Boks
a. Aquades sebanyak 400 ml dididihkan, kemudian didinginkan dan ditutup
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

b. Contoh uji kuli box ditimbang sebanyak 5 gram, dan dimasukkan kedalam
erlenmeyer 200 ml. Kemudian dimasukkan air suling dan diaduk dengan shekker
frequensi 50 kali/menit selama 4 jam.
c. Larutan dienap tuangkan kedalam gelas bekker dan diukur pH-nya.
d. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan diencerkan menjadi 10 kalinya dengan
aquades dan diukur pH-nya kembali.
1. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks
a. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Sampel kulit dimasukkan dalam kertas saring dan disumbat dengan kapas dan
dibuat selongsong.
c. Labu sokhlet dioven selama 30 menit dengan suhu 100oC, setelah itu didinginkan
dengan desikator.
d. Selongsong kulit dimasukkan kedalam sohklet dan labu godog diisi dengan
pelarut organik (Petrolium Benzen) sebanyak 2/3 volum labu.
e. Setelah itu dilanjutkan dengan ekstraksi dengan 20 kali sirkulasi, masing-masing
sekitar 15 menit.
f. Setelah dilakukan 20 kali sirkulasi, selongsong diambil dari sohklet. Kemudian
alat dirangkai kembali untuk mengambil pelarut yang tersisa.
g. Minyak hasil ekstraksi dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian dioven
untuk menghilangkan sisa-sisa pelarut dalam minyak.
h. Setelah itu, minyak didinginkan dengan desikator dan ditimbang sampai
memperoleh berat yang konstan.

A. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Persiapan dan Pembutan Contoh Uji
Pengujian organoleptis dari kulit box adalah sebagai berikut:
a. Panjang kulit box : 70 cm
b. Lebar kulit box : 38,4 cm
c. Rataan cat : cat rata
d. Rataan nerf : baik
e. Kelentingan : tidak lenting
f. Kelepasan nerf : tidak lepas
g. Ketahanan sobek : kuat
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Kulit yang digunakan sebagai contoh uji adalah kulit box dari kulit kambing.
Bagian kulit kambing yang diambil sebagai sampel adalah bagian leher, krupon,
dan perut pada kedua sisi kulit.
Berat yang diperoleh dari pembuatan contoh uji adalah 67,45 gram

1. Analisa Kadar Air kulit Boks


Sampel berupa potongan kulti box kecil-kecil dan berwarna hitam.
Diketahui:
Berat cawan kosong : 35,555 gram
Berat sampel kulit : 5,002 gram
Berat cawan + kulit sebelum dioven : 40,557 gram
Berat cawan + kulit setelah dioven : 39,933 gram
Ditan: Berapa kadar air dalam kulit?
Jawab:
Kadar air =
( Berat cawan+sampel awal) – ( Berat cawan + sampel akhir) x 100%
Berat sampel kulit
= 40,557 gram – 39,933 gram x 100 %
5,002
= 12,475 %
Jadi kadar air yang terkandung dalam kulit boks yang kami uji adalah 12,475 %
(sesuai SNI).
2. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks
Sampel berupa potongan kulit box kecil-kecil dan berwarna hitam.
Diket:
Berat cruss kosong : 10,679 gram
Berat kulit sampel : 3,005 gram
Berat cruss + sampel : 13,684 gram
Berat abu + cawan : 10,8953 gram
Ditan: Berapakah kadar abu dalam kulit box?
Jawab:
Kadar abu= ( Berat cruss + abu) – Berat cruss kosong x 100 %
Berat sampel kulit
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

= 10,8953 gram – 10,679 gram x 100 %


3,005 gram
= 7,198 %
Jadi kadar abu dalam kulit yang kami uji adalah 7,198 % (tidak sesuai SNI)

3. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks


Dari hasil praktikum ini diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Berat Abu kulit yang digunakan adalah 0,02138 gram
b. Setelah penambahan HNO3 pekat, HClO4 pekat dan H2SO4 pekat, larutan tetap
berwarna abu-abu.
c. Warna larutan yang dipanaskan adalah hijau kemudian berubah menjadi orange.

d. Titrasi:
1) Larutan + Asam klorida : berwarna orange
2) Larutan + asam klorida + KI : berwarna merah tua/agak kecoklatan
3) Dititrasi hingga mendekati titik akhir titrasi berwarna orange muda
4) Ditetesi 3 tetes indikator amilum berwarna biru tua/ kehitaman
5) Titik akhir titrasi adalah bening
Volum titran : V1 : 3,2 ml
V2: 3,1 ml
Vrata-rata : 3,15 ml
Perhitungan:
Diket: v thio = 3,15 ml
N thio = 0,1 N
Berat abu = 0,2138 gram
Berat sampel = 3,005 gram
Kadar krom Okside:
= Berat abu yang dipindahkan x 500/100 x v thio x N thio x 0,0253 x 100 %
Berat Contoh uji
= 0,2138 gr x 500/100 x 3,15 ml x 0,1 N x 0,0253 x 100 %
3,005 gram
= 0,2835 %
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Jadi kadar krom oksid dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,2835 %
(tidak sesuai SNI)
1. Analisa pH Dalam Kulit Boks
Dari hasil praktikum ini diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Sampel kulit box berwarna hitam
b. Sampel ditambahkan aquades, kulit mengapung diatas
c. Pengadukan 1: Kulit masih mengapung diatas dan warna air mulai keruh
d. Pengadukan 2: Pada pengadukan lebih dari satu jam pertama kulit mulai
tenggelam dan mulai merata saat diaduk.
e. pH larutan setelah 4 jam pengadukkan adalah 3,55 (sesuai SNI)
f. pH larutan setelah pengenceran adalah 6,32 (sesuai SNI)

1. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks


Volum pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah 300 ml
Berat kulit sampel : 10,003 gram
Berat cawan porselen : 29,710 gram
Berat cawan + minyak : 29,7639 gram
Berat minyak = ( Berat Cawan + minyak) – Berat Cawan kosong
= 29,7639 gram - 29,710 gram
= 0,0539 gram
Kadar minyak = Berat minyak x 100 %
Berat sampel

= 0,0539 gram x 100 %


10,003 gram
= 0,5388 %
Jadi Kadar minyak/lemak dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,5388 %
(tidak sesuai SNI) .

A. PEMBAHASAN
1. Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji
Pengujian organoleptis merupakan suatu pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan panca indra atau dilakukan secara visual, dan dibantu dengan alat yang
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

sederhana, dalam pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi kelepasan nerf, keadaan kulit,
keadaan cat, kelentingan dan ketahanan sobek.
Uji kelepasan nerf dilakukan dengan melihat fisik dari kulit. Jika kulit yang diuji
nerfnya lepas, maka kulit tersebut tidak baik jika digunakan sebagai sepatu karena akan
mudah mengelupas jika terkena benda keras.
Keadaan cat diuji dengan melihat kerataan cat pada semua bagian permukaan kulit
yang diuji. Jika kulit yang diuji catnya tidak rata, maka pada produk jadinya kurang
disenangi.
Uji kelentingan dilakukan dengan setengah menggulung kulit, kemudian melihat
proses kembalinya. Jika kulit cepat kembali maka kulit tersebut lenting, jika sebaliknya
kulit lama kembali atau terlalu lemas maka kulit tersebut kurang lenting. Kulit yang kami
uji kurang lenting sehingga kurang cocok sebagai bahan sepatu, karena kulit yang kurang
lenting sulit untuk mempertahankan kestabilan bentuk sepatu.
Pada uji sobek terhadap kulit, dilakukan dengan cara menarik sebagian sisi kulit,
jika saat penarikan kulit sobek maka kulit tersebut mempunyai ketahanan sobek yang tidak
baik atau kulit terlalu getas dan dalam pemakaiannya kulit akan cepat rusak. Jika
sebaliknya maka dapat dikatakan bahwa kulit mempunyai ketahanan sobek yang baik.
Kulit yang kami uji mempunyai ketahanan sobek yang baik, karena kulit yang kami uji
tidak sobek saat pengujian.
Pengukuran panjang diukur dari ujung leher sampai ujung ekor. Panjang kulit yang
kami ukur adalah 70 cm dan lebar kulit box adalah 38,4 cm yang diukur dari ujung perut
sampai ujung perut lainnya.
Tempat pengambilan contoh pada lembaran kulit untuk keperluan pengujian
kimiawi sama dengan pengambilan contoh untuk uji fisis. Bagian yang diambil adalah
bagian leher, krupon, dan perut. Hal ini dilakukan karena bagian-bagian ini merupakan
bagian yang mewakili seluruh bagian kulit.
2. Analisa Kadar Air Kulit Boks
Dalam praktikum analisa kadar air ini kami menggunakan metode pengeringan
dengan oven. Langkah awal dari praktikum ini adalah mencuci dan mengeringkan cawan
porselen dengan oven pada suhu 105oC selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan kadar air dalam cawan, sehingga diperoleh berat cawan yang benar-benar
kering. Pada suhu mulai dari 100oC air mulai menguap, sehingga suhu 105oC efektif
digunakan untuk menguapkan air dalam cawan sehingga diperoleh cawan kering. Setelah
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

proses pengeringan dengan oven, cawan dimasukkan kedalam desikator untuk


menstabilkan berat cawan, karena jika cawan dalam keadaan bersuhu tinggi akan mudah
menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat cawan. Cawan porselen yang
ditimbang dicatat sebagai berat cawan kosong yang akan digunakan dalam perhitungan
kadar air.
Setelah itu cawan yang telah diisi sampel kulit dimasukkan dalam oven dengan
suhu 102 oC selama 2 jam. Proses ini bertujuan untuk menguapkan kadar air dalam kulit,
sehingga berat kulit berkurang dan uap air yang menguap adalah berat air yang terkandung
dalam kulit tersebut. Kemudian, berat cawan dan sampel kulit ditimbang kembali setelah
didinginkan dalam desikator. Berat ini dicatat sebagai berat setelah pengeringan yang akan
digunakan dalam perhitungan kadar air. Cawan porselen yang digunakan adalah alat untuk
memanaskan suatu sampel jika memerlukan pemanasan dalam oven. Sehingga tahan
terhadap suhu tinggi dan biasa digunakan dalam analisis kadar air dalam suatu sampel.
Dari data perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar air dalam kulit
box sebesar 12,475 %. Dengan cara perhitungan sebagai berikut:
Kadar air = ( Berat cawan+sampel awal) – ( Berat cawan + sampel akhir) x 100%
Berat sampel kulit
Dalam SNI (standar Nasional Indonesia), kadar air dalam kulit box
maksimal adalah 18 %. Karena jika kadar kulit yang terdapat dalam kulit lebih dari 18 %
maka kulit akan lembab dan mudah berjamur.
Selain dengan cara pengeringan (oven drying), analisa kadar air juga dapat
dilakukan dengan cara penyaringan dan penyulingan. Kelemahan dengan menggunakan
metode pengerinmgan antara lain, bahan-bahan organik atau gas yang mudah menguap
akan ikut menguap, sehingga akan mengurani ketelitian. Sedangkan ketelitian dapat
dipengaruhi oleh ruang pengering, pergerakan udara didalam pengering, kelembapanruang
pengering, tekanan ruang pengering, tebal dan tipisnya ukuran contoh, konstruksi alat dan
jumlah bahan serta posisinya dalam alat pengering. (Hermiyati, 2009)
3. Analisa Kadar Abu Dalam Kulit Boks
Dalam praktikum analisa kadar abu ini kami menggunakan metode pengeringan
dengan furnace / muffl. Langkah awal dari praktikum ini adalah mencuci dan
mengeringkan cruss porselen dengan oven pada suhu 105oC selama 30 menit. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam cruss, sehingga diperoleh berat cruss yang
benar-benar kering. Pada suhu mulai dari 100oC air mulai menguap, sehingga suhu 105oC
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

efektif digunakan untuk menguapkan air dalam cruss sehingga diperoleh cruss kering.
Setelah proses pengeringan dengan oven, cruss dimasukkan kedalam desikator untuk
menstabilakan berat cruss, karena jika cruss dalam keadaan bersuhu tinggi akan mudah
menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat cruss. Cruss porselen yang
ditimbang dicatat sebagai berat cruss kosong yang akan digunakan dalam perhitungan
kadar abu.
Berat sampel yang digunakan dalam pengujian kadar abu adalah 3 gram. Sampel
dimasukkan kedalam furnace untuk diabukan, proses ini dilakukan selama 15 menit saat
suhu telah mencapai 700 oC. Setelah 15 menit pengabuan, furnace dimatikkan terlebih
dahulu. Pengambilan sampel yang telah diabukan dilakukan ketika sampel telah dingin.
Karena suhu yang yang terlalu panas akan membahayakan praktikan dalam melakukan
praktek.
Sebelum dilakukan penimbangan, sampel didinginkan dalam desikator untuk
menstabilkan berat cawan, karena jika cawan dalam keadaan bersuhu tinggi akan mudah
menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat cruss. Cruss porselen yang
setelah dilakukan pengabuan ditimbang dan dicatat sebagai berat cruss + sampel yang akan
digunakan dalam perhitungan kadar abu. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Kadar abu= ( Berat cruss + abu) – Berat cruss kosong x 100 %
Berat sampel kulit
Berat abu yang kami peroleh dari pengujian ini adalah 7,198 %. Dalam SII 0018 –
79 kadar abu yang diperoleh maksimal 2 % diatas kadar krom oksid, sedangkan kadar
krom yang kami peroleh adalah 0,2835 %. Jadi kulit yang kami uji tidak memenuhi dalam
standar yang telah ditetapkan oleh SII. Kadar abu yang lebih dari 2 % diatas kadar krom
oksid berarti dalam kulit tersebut masih terdapat banyak garam-garam anorganik yang akan
menyebabkan rasa kurang nyaman jika dalam pemakaian kulit ini digunakan sebagai bahan
sepatu. Kadar abu yang terlalu tinggi dapat disebabkan oleh proses pencucian yang kurang
sempurna dalam penyamakan kulitnya.
Berat abu ini kemudian digunakan sebagai bahan untuk pengujian kadar krom oksid
kulit boks yang kami ujikan.
4. Analisa Kadar Krom Oksida Dalam Kulit Boks
Krom (Cr2O3) merupakan bahan atau zat kimia yang digunakan sebagai bahan
utama penyamakan kulit box yang bertujuan untuk membuat sifat kulit dari sifat labil
menjadi stabil (matang) dan menimbulkan sifat-sifat lainya pada kulit yang disamak
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

dengan krom, sehingga matangnya atau berhasilnya suatu hasil penyamakan kulit dapat
dilihat dari seberapa besar kandungan krom didalam kulit tersebut karena apabila
kandungan krom didalam kulit sangat sedikit atau kurang dari 3% (Standar industri
Indonesia) maka kulit tersebut diasumsikan proses penyamakanya belum matang dan
dalam kata lain kestabilitasanya masih kurang sehingga kemungkinan terjadi kerusakan
masih sangat besar serta sifat-sifatnya kurang memenuhi standar kulit samak. Dalam proses
penyamakan kulit kadar krom yang kurang akan membuat kulit mengalami penyusutan
lebih dari 10% pada saat di uji dengan boilling test. Sehingga dengan begitu akan membuat
kulit jadinya tidak tahan suhu tinggi dan sinar matahari yang berlebihan karena akan
membuat kulit menjadi mengkerut.
Untuk mengetahui kadar krom (Cr2O3) yang terkandung dalam kulit tersamak dapat
dilakukan analisa terhadap kulit tersamak tersebut dalam praktikum ini analisa yang
dilakukan adalah dengan metode titrasi iodometri namun sebelum melakukan titrasi
praktikan terlebih dahulu menyiapkan sampel dan menambahkan bahan-bahan pembantu,
dalam proses analisa ini bahan yang digunakan adalah abu dari hasil analisa kadar abu pada
kulit box kemudian abu ditambahkan dengan HNO3 pekat, HClO4 pekat dan H2SO4 pekat
yang berfungsi untuk melarutkan kadar krom yang terkandung dalam abu tersebut
kemudian mengubahnya dengan cara mengoksidasi larutan tersebut menjadi krom yang
bervalensi 6+ dan proses reaksi ini juga dipercepat dengan proses pendidihan sehingga
larutan ini mampu bereaksi dengan larutan thiosulfat dan perubahan ini dapat dilihat atau
diamati dari terjadinya perubahan warna pada larutan yaitu dari hijau menjadi kuning,
kemudian setelah krom bervalensi 6+ terbentuk larutan kembali ditambahkan dengan asam
klorida yang bertujuan untuk membuat suasana asam pada larutan dan setealah itu larutan
ditambahkan kembali dengan larutan KI yang bertujuan untuk menghasilkan iodium dari
hasil reaksi antara KI dengan Cr2O3 bervalensi 6+ dan kelebihan KI inilah yang dititrasi
dengan larutan thiosulfat sehingga diketahui berapa jumlah KI yang bereaksi dengan krom
dan dengan begitu kadar krom yang terkandung dalam sampel tersebut dapat diketahui
jumlahnya.
Dari hasil analisa yang dilakukan oleh praktikan terhadap abu kulit box didapat
hasil bahwa sampel kulit boxs tersebut mengandung krom sebesar 0,2835 % dan ini
membuktikan bahwa kulit box yang dianalisa tidak memenuhi standar industri Indonesia
yang menyebutkan sekurang-kurangnya kandungan krom oksid adalah 3% dan ini berarti
kulit boxs yang dianalisa belum terlalu matang atau tingkat kestabilitasanya masih kurang
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

dan ini juga mempengaruhi sifat organoleptis pada kulit yaitu tingkat kelentingannya yang
kurang dan apabila dilipat kulit lambat kembali dan menimbulkan bekas pada kulit,
sehingga dari analisa ini dapat diketahui titik permasalahannya yaitu terjadi pada proses
penyamakan (tanning) yang belum optimal atau belum sempurna dan hal ini dapat
diakibatkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan kurang optimalnya zat penyamak
(krom) masuk kedalam kulit dan kurang optimalnya zat penyamak ini masuk kedalam kulit
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula seperti kondisi pH larutan yang kurang tepat
(>2-3) pada saat penambahan krom karena krom akan mudah masuk kedalam kulit pada pH
2-3 atau dipengaruhi perlakuan mekanis seperti kecepatan dan waktu putaran yang kurang
optimal sehingga penetrasi krom menjadi terhambat kedalam kulit.
5. Analisa pH Dalam Kulit Boks
Tujuan dari analisa pH dalam kulit bertujuan untuk mengetahui ketahanan kulit
samak terhadap asam maupun terhadap basa karena menurut Jayusman dalam buku
penuntun praktikum ilmu bahan II menyebutkan bahwa apabila pH kulit samak dibawah
angka 3,5 tanpa buffer maka kulit tersebut akan muda rusak apabila terkena larutan asam
dan begitu juga sebaliknya apabila pH larutan kulit samak melebihi dari angka 7 maka kulit
akan cepat rusak apabila terkena larutan basa dan keadaan pH ini juga sangat
mempengaruhi kenyamanan pada hasil kulit samak tersebut apabila dipakai oleh manusia.
Untuk menganalisa keadaan pH dalam kulit box dapat dilakukan dengan cara
mengektraksi kandungan yang ada didalam kulit dengan cara merendam kulit dalam
aquades dan mengaduknya dengan sheker frekuensi dengan kecepatan yang kontinyu
selama 2,5 jam, dalam proses analisa ini untuk kulit kelompok 2 mengalami kesukaran
pada saat proses pengadukan hal ini terjadi karena kadar air untuk sampel kulit 2 adalah
kadar air yang paling rendah dibandingkan dengan sampel kelompok lain sehingga
penetrasi air kedalam serat kulit menjadi terhambat karena massa jenis sampel lebih kecil
daripada massa jenis air sehingga sampel hanya mengapung diatas air sehingga
membutuhkan waktu yang lebih untuk membasahi sampel kulit tersebut dan dengan begitu
akan mengganggu proses larutnya kandungan bahan dalam kulit karena sentuhan
mekanisnya tidak optimal sehingga menganggu keakuratan hasil analisa, dan diasumsikan
bahwa tidak semua bahan yang terkandung dalam kulit tersebut larut dalam air sehingga
mempengaruhi pada pengukuran keadaan pH larutan tersebut. Dan dari analisa ini
praktikan berkesimpulan bahwa kadar air didalam kulit dapat mempengaruhi hasil analisa
pH kulit dan oleh karena itu praktikan menganjurkan untuk menganalisa kulit yang
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

memiliki kadar air rendah untuk proses pengadukannya diharapkan lebih lama agar
hasilnya optimal. Sedangkan dari hasil analisa ini praktikan mendapatkan hasil analisa
adalah pH larutan setelah pengadukan selama 4 jam adalah 3,55 dan pH larutan setelah
dilakukan pengenceran adalah 6,32 dan untuk hasil analisa ini bahwa pH sampel kulit boxs
yang dianalisa memenuhi SII (standar industri indonesia) untuk kulit boxs. Dan ini berarti
menunjukkan kandungan bahan yang ada didalam kulit tersebut adalah bersifat asam dan
ini sesuai karena penyamakan dengan menggunakan bahan krom dilakukan pada kondisi
asam. Namun untuk selisih kondisi pH setelah pengadukan 4 jam dan setelah pengenceran
dengan faktor pengencer 10/100 sangat besar yaitu 2,77 yang seharusnya berkisar 0,7 atau
kenaikannya hanya sebesar 20%.
6. Analisa Kadar Minyak/Lemak Dalam Kulit Boks
Minyak merupakan komponen yang penting dalam proses penyamakan kulit karena
akan memberi efek kelemasan dan kelembutan pada hasil kulit jadinya, namun, untuk
penggunaan minyak sendiri pada kulit boxs memiliki ukuran tertentu yaitu kulit
mengandung minyak tidak kurang dari 2% dan tidak lebih dari 6% hal ini dikarenakan
apabila kandungan minyak pada kulit kurang dari 2% maka kulit akan menjadi kaku dan
mudah retak sehingga sifat kulit samak yang diinginkan untuk pembuatan kulit samak
kurang tercapai, sedangkan apabila kandungan minyak lebih dari 6% maka kulit hasil
samaknya akan sulit dilem dan mudah ditumbuhi jamur karena terlalu lemas dan ini akan
mengganggu pada proses pembuatan produk akhirnya, namun dari refernsi lain
menyebutkan apabila minyak yang digunakan adalah minyak sintetis, kandungan minyak
didalam kulit bisa sampai 10% dan tidak menganggu proses pengeleman.
Untuk mengetahui kadar minyak didalam kulit tersamak dapat dilakukan dengan
cara analisa dan dalam praktikum ini praktikan menganalisa kandungan minyak didalam
kulit dengan metode ektraksi menggunakan sokhlet, yaitu sampel kulit dibuat dalam bentuk
selongsong kemudian dimasukkan kedalam sokhlet yang dirangkai dengan labu didih yang
diisi dengan bahan pelarut minyak dan dalam praktikum ini bahan pelarut yang digunakan
adalah petrolium benzen karena petrolium benzena memiliki titik didih yang rendah yaitu
berkisar 400C sehingga dapat mempercepat terjadinya sirkulasi dan untuk proses ektraksi
ini dilakukan sebanyak 20 sirkulasi dengan asumsi minyak yang terkandung dalam kulit
sebagian besar telah terlarut dan terbawa oleh larutan petrolium benzen kedalam labu didih
dan pada saat telah mencapai 20 sirkulasi larutan petrolium benzen kembali untuk
dipanaskan dengan cara destilasi yang bertujuan untuk memisahkan sisa larutan petrolium
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

benzena dengan hasil kandungan minyak dan setelah proses pemisahan dengan cara
destilasi ini selesai minyak yang terdapat dalam labu didih dipindahkan kedalam krus
porselin dan kembali dikeringkan didalam oven yang bertujuan untuk menguapkan sisa-
sisa petrolium benzen sehingga hasil yang didapat merupakan minyak murni, kemudian
setelah distabilkan suhunya didesikator hasil minyak ditimbang beratnya, dan dari hasil
penimbangan tersebut dapat diketahui jumlah kandungan minyak yang terkandung dalam
kulit boxs.
Untuk hasil analisa kadar minyak dalam kulit box pada praktikum ini adalah
sebesar 0,5388% dan ini membuktikan kadar minyak dalam kulit boxs yang dianalisa
kurang memenuhi standar namun dilihat dari fisisnya kulit yang dianalisa bersifat cukup
lemas dan lembut, dan dari kondisi ini praktikan berkesimpulan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi keakuratan hasil analisa, selain memang kadar minyak dalam sampel
kurang yang titik kesalahannya pada proses pemberian minyak pada kulit (fatliqouring)
yang kurang sempurna yang disebabkan dari beberapa faktor seperti pemilihan bahan dan
perlakuan pada proses yang kurang optimal, selain itu perlakuan selama proses analisa juga
sangat mempengaruhi seperti jumlah sirkulasi yang kurang sehingga minyak didalam kulit
tidak terlarut semua faktor lainya adalah pemilihan bahan pelarut yang tepat sehingga daya
pelarutanya terhadap minyak tidak optimal.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

A. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini dapat diketahui bahwa:
Hasil pengujian organoleptis dari kulit box adalah sebagai berikut:
1. Panjang kulit box : 70 cm
2. Lebar kulit box : 38,4 cm
3. Rataan cat : cat rata
4. Rataan nerf : baik
5. Kelentingan : tidak lenting
6. Kelepasan nerf : tidak lepas
7. Ketahanan sobek : kuat
Hasil pengujian kimiawi kulit adalah sebagai berikut:
1. Kadar air dalam sampel kulit boks yang kami uji adalah 12,475 %.
2. Kadar abu dalam kulit boks yang kami uji adalah 7,198 %
3. Jadi kadar krom oksid dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,2835 %
4. pH larutan setelah 4 jam pengadukkan adalah 3,55, pH larutan setelah
pengenceran adalah 6,32
5. Kadar minyak/lemak dalam kulit boks yang kami uji adalah 0,5388 %.
Dari hasil tersebut, hasil pengujian organoleptis kulit baik. Akan tetapi dalam uji
kimiawi kulit, kulit boks yang kami uji hanya kadar air dan pH yang memenuhi standar.
Untuk keseluruhannya kulit yang kami uji ini kurang memenuhi standar SII 0018 – 79.

DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Kimia Kulit. Akademi


Teknologi Kulit Yogyakarta
Jayusman. Penuntun Praktikum Ilmu Bahan II Analisa/Uji Kulit. Akademi
Teknologi Kulit Yogyakarta
SII.0061 – 1974. “ Mutu dan Cara Uji Kulit Sarung Tangan dan Jaket “
Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta. 1974.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

SII.0018 – 1979. “ Mutu dan Cara Uji Kulit Boks “. Departemen {erdagangan
Republik Indonesia. Jakarta. 1979.

LAPORAN PRAKTIKUM II
UJI AIR UNTUK PENYAMAKAN KULIT

A. TUJUAN
Mahasiswa memahami dan mengerti serta mampu menganalisa air untuk proses
penyamakan yang kulit meliputi:
1. Kesadahan air
2. pH air
3. Kadar klorida
4. Kadar Besi
5. Kekeruhan air

A. DASAR TEORI
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya
ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah atau air
keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air
dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion Kalsium dan Magnesium, penyebab
kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat.
Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah dengan sabun. Dalam air
lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun tidak akan
menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Cara yang lebih kompleks
adalah melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume
(w/v) dari CaCO3.
Air bila dengan larutan sabun akan menghasilkan buih tetapi ada juga air yang tidak
memberikan buih dengan larutan sabun. Hal ini disebabkan air ini mempunyai kesadahan
yang cukup tinggi atau biasanya disebut air sadah. Kesadahan ini karena adanya kandungan
garam-garam Kalsium dan Magnesium dalam air. Ion-ion Kalsium dan Magnesium ini
dapat bereaksi dengan lemak yang ada dalam sabun dan menghasilkan endapan garam
Kalsium atau garam Magnesium dari lemak. Selama masih ada Kalsium maupun
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Magnesium dalam air maka sabun tidak ada artinya lagi bagi keperluan, misalnya untuk
mencuci.
Garam-garam Kalsium dan Magnesium yang dapat menyebabkan kesadahan adalah
garam-garam bikarbonat, Khlorida dan Sulfat. Garam bikarbonat dan Kalsium maupun
Magnesium jika dipanasi akan hilang, karena terurai sesuai dengan reaksi sebagai berikut :
Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O
Kesadahan yang bersifat sementara ini disebut dengan kesadahan sementara
(temporir). Kesadahan yang disebabkan oleh garam-garam Kalsium maupun Magnesium
dengan Khlorida dan Sulfat tidak dapat hilang dengan pemanasan, kesadahan ini disebut
kesadahan total atau jumlah.
Air yang digunakan untuk proses penyamakan sebaiknya tidak mengandung besi,
atau kadar besinya harus kecil. Adanya logam besi pada air untuk proses penyamakan akan
menimbulkan bercak-bercak noda pada kulit hasil penyamakan. Agar air yang digunakan
untuk proses penyamakan memenuhi persyaratan ini perlu dilakukan uji analisis kadar besi.
Penyediaan air bersih dari air baku air permukaan yang membutuhkan pengolahan
penghilangan besi dan mangan, biasanya air tersebut berasal dari hypolimnion (lapisan
bagian bawah) dari danau yang dalam atau dari danau yang eutrop (kaya nutrien), dimana
kondisi reaksi reduksi berlangsung untuk selanjutnya deposit endapan besi dan mangan
akan berubah kembali ke dalam bentuk larutan. Besi pada air permukaan terdapat dalam
beberapa bentuk, antara lain dalam bentuk suspensi dari lumpur, tanah liat dan partikel
(dispersi) halus dari besi (IIl) hidroksida, [Fe(OH)3 ] dalam bentuk koloid dan organik
kompleks.
Air tanah yang mengandung Fe (II) mempunyai sifat yang unik. Dalam kondisi
tidak ada oksigen air tanah yang mengandung Fe (II) jernih, begitu mengalami oksidasi
oleh oksigen yang berasal dari atmosfer ion ferro akan berubah menjadi ion Ferri dengan
reaksi sebagai berikut :
4Fe2+ + O2 + 10 H2O ——-> 4 Fe(OH)3 8 H+
Dan ini menyebabkan air menjadi keruh. Pada pembentukan besi (III) oksidasi
terhidrat yang tidak larut menyebabkan air berubah menjadi abu – abu.
Pada air tanah yang tidak mengandung Oksigen (O2) besi berada sebagai Fe2+ yang
larut dalam air. Untuk memisahkan besi dari air tersebut, dapat dilakukan proses aerasi
dalam udara terbuka dalam waktu tertentu. Dengan aerasi Fe2+ akan teroksidasi menjadi
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Fe3+. Fe3+ sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutannya hanya di bawah beberapa mg per
liter), bahkan dapat menjadi Fe(OH)3 yang merupakan zat padat dan dapat mengendap.
Analisa besi dengan spektrofotometer menggunakan hidroksilamin, 1, 10-
fenantrolin, dan asam yang dipanaskan akan mengubah semua besi menjadi Fe 2+
membentuk ion kompleks yang berwarna orange-merah. Absorbansi diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm.
Klorin atau Klorida berasal dari bahasa Yunani “cholosos”, yang berarti hijau pucat,
adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dengan symbol Cl. Gas klor berwarna kuning
kehijauan. Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air,
penjangkitan dan dalam pelunturan. Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu
klorida biasanya hanya ditemui di kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida
biasanya dihasilkan melalui elektrolisis Natrium Klorida yang terlarut dalam air. Bersama
dengan Klorin, proses kloral kali ini menghasilkan gas Hidrogen dan Natrium Hidroksida
dengan persamaan sebagai berikut :
2NaCl + 2H2O ® Cl2 + H2 + 2NaOH
Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau larutan HOCl
(asam hipoklorit). Ion Klorida (Cl-) tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl, dan OCl- dianggap
sebagai bahan yang aktif. HOCl yang tidak terpecah adalah zat pembasmi yang paling
efisien bagi bakteri. Proses desinfeksi lebih efisien pada suasana netral atau bersifat asam
lemah.
Konsentrasi Klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah,
sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi
Klorida yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai.
Karena itu, sungai dan air tanah memiliki tingkat Klorida yang tinggi.

B. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisa Kesadahan Air
Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, Buret, Penangas air, pipet volum 25 ml dan 50 ml,
labu ukur 200 ml, corong kaca, botol semprot, satif, propipet, kompor listrik dan klem.
2. Analisa Besi Secara Kualitatif
Erlenmeyer 250 ml, pipet ukur 1 ml, kompor listrik
3. Analisa pH
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Beker glass 250 ml, pH meter.


4. Analisa kadar Clorida
Pipet tetes, Erlenmeyer 250 ml, pipet volum 10 ml, pipet ukur 10 ml, penangas air,
buret, satif,corong, kompor listrik, propipet, botol semprot dan klem.
5. Kekeruhan
Pipet ukur 50 ml, cawan porselen, Erlenmeyer 250 ml, corong kaca, oven,
desikator, kompor listrik, botol semprot, dan krustang.
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisa Kesadahan Air
Sampel air sumur didesa druwo , indikator MO, larutan HCl 0,1 N, Wartha pheifer,
aquades, kertas saring.
2. Analisa Besi secara kualitatif
Air sampel sumur didesa druwo, larutan HNO3 5 N, larutan KCNS 0,1 N.
3. Analisa pH
Sampel air sumur didesa druwo, kertas pH
4. Analisa kadar Clorida
Sampel air didesa druwo, larutan HNO3 encer, larutan AgNO3 0,1 N, larutan HNO3
pekat, Aquades, KCNS 0,1 N
5. Kekeruhan
Sampel air sumur didesa druwo , dan kertas saring

D. LANGKAH KERJA
Dalam praktikum ini kami melakukan langkah kerja sebagai berikut:
1. Analisa Kesadahan Air
100 ml air sampel dipipet dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan
ditambahkan beberapa tetes indikator MO. Kemudian larutan dititar dengan HCl 0,1 N
sampai berwarna sindur, larutan titar yang butuhkan dicatat sebagai a. Cairan yang telah
ditirasi kemudian dididihkan selama 10 menit dan didinginkan. Setelah itu larutan
ditambah dengan wartha pheifer dan dididihkan kembali selama 10 menit kemudian
didinginkan dan dipindahkan kedalam labu ukur 200 ml dan ditambahkan dengan aquades
hingga tanda garis. Setelah itu larutan disaring dengan keras saring. Larutan dipipet
sebanyak 100 ml, lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan ditambahkan indikator MO.
Larutan titran yang digunakan dicatat sebagai b.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Untuk blangko, larutan wartha pheifer dipipet sebanak 25 ml dan dimasukkan


kedalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian larutan ditambahkan dengan 50 ml aquades dan 2
tetes indikator MO. Setelah itu larutan dititrasi dengan HCl 0,1 N, larutan titran yang
dibutuhkan kemudian dicatat sebagai c.
Kesadahan sementara = a ml x N HCl x 28o D
Kesadahan jumlah = (c ml – 2 b ml) x N HCl x 28o D
Kesadahan tetap = Kesadahan jumlah - Kesadahan sementara
2. Analisa Besi secara kualitatif
Sampel air dipipet sebanyak 100 ml, kemudian ditambahkan 1 ml HNO3 5 N lalu
dipanaskan sampai tinggal setengahnya. Setelah itu, larutan didinginkan dan ditambahkan
dengan larutan Kalium Rodanida 0,1 N (KCNS 0,1 N). Bila terjadi perubahan warna
menjadi warna merah maka laruan tersebut mengandung besi sebagai ion ferri. Semakin
merah warnanya berarti semakin banyak kandungan besinya.
3. Analisa pH
Analisa pH dilakukan dengan pH meter atau kertas pH. Syarat air yang baik untuk
penyamakan kulit harus tidak berwarna, jernih, tidak berbau, dan tidak berasa. pH air
antara 6,5 – 7,0.
4. Analisa kadar Clorida
a. Kwalitatif
Sampel air diambil sebanyak 25-50 ml kemudian ditambahkan 3-5 tetes HNO3
encer dan larutan AgNO3. Bila terjadi endapan putih dan larut dalam amonia berarti ada
klorida.
b. Kwantiatif
Sampel air yang mengandung klorida dipipet sebanyak 10 ml dan ditambahkan 10
ml AgNO3 0,1 N dan 4 ml HNO3 pekat. Larutan kemudian dipanaskan selama 20 menit,
didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml aquades dan 1 ml Nitrobenzena. Larutan diitrasi
dengan KCNS 0,1 N.
Perhitungan:
Volum contoh air = 10 ml
Volum titrasi = b ml
Volum AgNO3 yang bereaksi = (10-b) ml
Kadar Cl = 1000/10 x (10-b) ml x 0,1 N x 58,5
1. Kekeruhan
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Sampel air dipipet sebanyak 50 ml tanpa disaring, kemudian dimasukkan kedalam


cawan porselen yang telah dioven dan diketahui beratnya. Kemudian laruan dipanaskan
dengan penangas air sampai kering, lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 100 ± 2 oC
sampai berat tetap. Setelah itu cawan dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan kedalam
desikator kemudian ditimbang.
Mengulangi langkah kerja seperti diatas dengan sampel air yang telah disaring.
Kekeruhan = (berat sebelum disaring – berat setelah disaring) x 1000/50

E. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Analisa Kesadahan Air
Air + Indikator MO = berwarna orange
Larutan dititrasi = berwarna merah sindur
Diket: V titran sampel (b) = 9,5 ml
V titran blangko (c) = 24,6 ml
Titrasi I (a) = 3,9 ml
N HCl = 0,1 N
Maka:
Kesadahan sementara = a ml x N HCl x 28 oD
= 3,9 ml x 0,1 N x 28
= 10,92
Kesadahan jumlah = (c ml – 2 b ml) x N HCl x 28o D
= (24,6 ml - 9,5 ml) x 0,1 N x 28
= 42,28
Kesadahan tetap = Kesadahan jumlah - Kesadahan sementara
= 42,28 - 10,92
= 31,36
2. Analisa Besi secara Kualitatif
Sampel + HNO3 = berwarna bening
Larutan + Lar kalium rodanida = berwarna bening
Hasil analisa larutan tetap bening.
3. Analisa pH
pH air sampel yang dicek dengan kertas pH adalah 7
pH air sampel yang dicek dengan pH meter adalah 7,7
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

4. Analisa Kadar Clorida


Hasil analisa kualitatif = larutan menghasilkan endapan dan berwarna keruh.
Hasil analisa kuantitatif =
Perhitungan :
V Contoh air : 10 ml
V titran : 0,5 ml
N KCNS : 0,1 N
V AgNO3 yang bereaksi : (10 – 0,5) ml = 9,5 ml
Maka:
Kadar Cl = 1000/10 x (10-b) ml x 0,1 N x 58,5
= 5557,5 ml
5. Kekeruhan
Sampel yang tidak disaring (a):
Berat cawan = 41,091 gr
Berat cawan + sampel = 41,1214 gr
Endapan = (Berat cawan + sampel) - Berat cawan
= 41,1214 gr - 41,091 gr
= 0,0304 gr
Sampel yang disaring (b):
Berat cawan = 36,2176 gr
Berat cawan + sampel = 36,2452 gr
Endapan = (Berat cawan + sampel) - Berat cawan
= 36,2452 gr - 36,2176 gr
= 0,0276 gr
Maka:
Kekeruhan = (Endapan a – Endapan b) x 1000/25 ml
= (0,0304 gr - 0,0276 gr) x 1000/25 ml
= 0,112 gram

F. PEMBAHASAN
Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi,
misalnya Ca dan Mg. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral. Seperti yang
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

telah kita ketahui bahwa air yang digunakan dalam proses penyamakan adalah air harus
jernih, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung zat-zat yang dapat menurunkan
mutu kualitas kulit yang diproses. Air yang sadah jika digunakan dalam proses liming
(pengapuran), akan menyebabkan timbulnya flek, begitu pula pada proses pikel. Dalam
proses penyamakan nabati, Ca2+ akan bereaksi dengan tannin dan akan menghasilkan Ca
tannat (warna lebih tua). Pada proses pengecatan, Ca2+ dalam air sadah akan bereaksi
dengan cat kationik, sehingga akan mengurangi jumlah cat yang dipakai karena akan
mengurangi efektifitas kerja cat.
Dalam praktikum ini larutan dididihkan, hal ini dilakukan untuk mengetahui
kesadahan sementara dan kesadahan jumlahnya. Karena, pada air yang mempunyai
kesadahan sementara (temporir) garam bikarbonat dan kalsium maupun magnesium akan
hilang jika dipanasi, karena terurai sesuai dengan reaksi sebagai berikut :
Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O
Sedangkan pada kesadahan jumlah atau total, garam-garam Kalsium maupun
Magnesium dengan Khlorida dan Sulfat tidak dapat hilang dengan pemanasan. Untuk
mengetahui nilai kesadahan sementara maupun kesadahan total maka dilakukan proses
titrasi dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N sebagai larutan titrannya. Hasil praktikum
yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel air yang digunakan mempunyai kesadahan
jumlah yang tinggi, yaitu sebesar 42,28. Sehingga air ini tidak dapat digunakan sebagai air
untuk proses penyamakan.
Air tanah merupakan air yang banyak dipakai dalam industri penyamakan
kulit dan air yang mengandung besi dapat menimbulkan bercak-bercak pada kulit. Pada
proses soaking, besi dapat bereaksi dengan kulit sehingga warna kulit menjadi kecoklatan.
Pada proses tanning besi dapat membentuk Ferritannat sehingga warna menjadi lebih tua.
Sedangkan pada proses pengecatan besi yang bersifat kationik akan bereaksi dengan zat
anionik dan akan mengurangi efesiensi kerja pengecatan. Dengan mengetahui efek yang
ditimbulkan dari kandungan besi dalam air, maka sedapat mungkin air yang digunakan
dalam penyamakan kulit tidak mengandung besi yang berlebihan.
Untuk mengetahui kadar besi didalam air, dapat dilakukan analisa kadar besi
didalam air yaitu dengan cara memisahkan air dengan kandungan besi sebagaimana dalam
referensi disebutkan bahwa besi yang larut dalam air adalah berwujud Fe2+ sehingga untuk
memisahkannya dapat dilakukan dengan cara mengoksidasi besi tersebut menjadi Fe3+ dan
mengatur pH air pada pH 6-8 karena pada pH tersebut Fe3+ akan sulit larut dalam air dan
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

bahkan akan mengendap karena berwujud padatan. Dalam praktikum ini oksidator yang
digunakan adalah HNO3 5 N. Pada analisa kadar besi dalam air contoh yang dibawah
praktikan didapat hasil bahwa didalam air tersebut tidak mengandung besi hal ditunjukkan
dengan tidak adanya endapan pada saat dan larutan tetap berwarna bening pada saat
ditambahkan larutan KCNS 0,1 N.
Dalam suatu proses penyamakan, pH air penyamakan sangatlah menentukan hasil
kulit yang diperoleh. Karena proses dalam penyamakan kulit banyak menggunakan bahan-
bahan kimia yang dapat bereaksi dengan air yang mempunyai kadar pH tertentu yang akan
digunakan. Perubahan pH dalam proses penyamakan ini akan berpengaruh besar terhadap
tiap tahapan proses dan hasil kulit jadinya. Oleh karena itu, air yang digunakan dalam
penyamakan harus netral (6,5 – 7). Sampel air yang kami uji mempunyai pH 7-7,7
sehingga air tersebut dapat digunakan sebagai air penyamakan.
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui
di kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Untuk mengetahui kandungan klorida dalam
air dapat dilakukan dengan mereaksikan air sampel yang telah ditambahkan HNO3 sebagai
oksidator dengan larutan AgNO3. Dalam proses ini, ion Klorida akan terbentuk Klorida
dengan lapisan endapan putih perak.
Ag+ + Cl- AgCl (Ksp = 3 x 10-10)
Sedangkan untuk mengetahui kadar Cl dalam suatu sampel, dilakukan dengan
proses titrasi dengan menambahkan larutan AgNO3 dan HNO3 . Setelah itu larutan ditirasi
dengan larutan KCNS 0,1 N. Kadar Cl dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
Volum contoh air = 10 ml
Volum titrasi = b ml
Volum AgNO3 yang bereaksi = (10-b) ml
Kadar Cl = 1000/10 x (10-b) ml x 0,1 N x 58,5
Dalam kondisi tertentu air dapat bereaksi dengan udara bebas dan membentuk
H2CO3 H2O + CO2 + H2CO3, yang berfungsi menghilangkan kemungkinan endapan
putih dari Karbonat. Air yang digunakan dalam proses penyamakan yang mengandung Cl
akan menyebabkan terbentuknya flek-flek yang menendap pada kulit.
Kekeruhan dalam suatu air dapat disebabkan oleh kandungan mineral-mineral
dalam air (misal Ca, Fe, maupun Mg) maupun kandungan zat pengotor yang terdapat dalam
air. Dalam praktikum ini, untuk mengetahui kadar kekeruhan dalam suatu sampel air yang
diuji, dilakukan dengan membandingkan endapan yang terkandung dalam air yang tidak
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

disaring dan sampel air yang disaring. Proses dilakukan dengan menguapkan air dalam
cawan porselen hingga kering, kemudian mengovennya untuk menguapkan sisa-sisa air
yang terdapat dalam cawan. Air yang mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi tidak
dapat digunakan sebagai air penyamakan. Karena akan mengganggu proses penyamakan
dan mempengaruhi hasil kulit yang diperoleh.
Secara keseluruhan, air yang dapat digunakan sebagai air dalam proses penyamakan
harus mempunyai sifat:
– Tidak berwarna
– Jernih
– Tidak berbau
– Tidak berasa
– Kesadahan jumlah dalam air maksimum 15 derajat jerman
– Tidak diperbolehkan mengandung besi
– dan pH air normal yaitu antara 6,5 – 7,0.

D. KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Kesadahan jumlahnya adalah sebesar 42,28
b. Sampel air tidak mengandung unsur besi
c. pH sampel air adalah 7-7,7
d. Sampel air mengandung unsur Klorida
e. Nilai kekeruhannya adalah sebesar 0,112
kesimpulan bahwa air sampel yang diuji tidak cocok sebagai air penyamakan.
Karena syarat kesadahan dari air penyamakan yang tidak terpenuhi dan air sampel yang
diuji mengandung Klorida.

DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit. Akademi Teknologi Kulit
Yogyakarta
http://environmental-ua.blogspot.com/2009/04/klorida.html
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesadahan_air
Purnomo, B. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi
Kulit. Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM III


ANALISA UJI KADAR NATRIUM SULFIDA (Na2S)

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum analisa uji kadar natrium sulfide adalah untuk mengetahui
cara menguji kandungan natrium sulfide dengan baik dan benar serta menentukan jumlah
kwalitasnya.

B. DASAR TEORI
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Garam natrium sulfide yang dihasilkan biasanya tidak murni sebagai Na2S, tetapi
tercampur dengan Na2S2O3 dan Na2SO3 yang juga merupakan reduktor. Natrium sulfide
adalah senyawa yang biasanya digunakan dalam penyamakan kulit pada proses liming
sebagai perontok bulu. Hal ini dapat terjadi, karena senyawa sulfide dapat memutuskan
jembatan sulfide dari bulu/ keratin yang akhirnya lepas dari kulit.
Natrium sulfide dapat dibuat dengan konvensional yaitu dengan mereaksikan garam
Na2SO4 dan serbuk arang yang dipanaskan pada suhu 9000C - 10000C. dalam perdagangan
kadang-kadang Na2S bercampur dengan natrium hidrosulfit, sehingga perlu pengujian
untuk mengetahui kadar Na2S murni maupun reduktor lain selain Na2S. kadar natrium
sulfide yang baik apabila mempunyai kadar Na2S sebanyak 70%. Prinsip pengujian kadar
Na2S ditambah dengan larutan iodide 0,1 N berlebihan kemudian kelebihan iod dititrasi
kembali menggunakan larutan standar natrium thiosulfat.
Cara uji jumlah reduktor dilakukan dengan cara sebagai berikut; larutan Na2S
ditambah larutan yod 0,1 N yang berlebihan. Kemudian kelebihan iod dititar kembali
dengan larutan natrium thiosulfat 0,1N. sedangkan cara uji reduktor selain Na2S, larutan
sulfide ditambah seng karbonat supaya sulfidanya mengendap, disaring dan ditambahkan
yod o,1 N berlebihan, kelebihan yod kembali dititrasi dengan larutan thiosulfat 0,1N.
dibuat juga titrasi blanko, selisih dari jumlah reduktor dan reduktor selain Na2s adalah
kadar Na2S, kualitas Na2S dikatakan baik apabila mempunyai kadar Na2S 70% keatas. Na2S
dikatakan mempunyai kualitas cukup apabila mempunyai kadar Na2S antara 50%-69%.
Sedangkan Na2S dengan Kualitas kurang baik apabila mempunyai kadar kurang dari 50%.

Fungsi Natrium Sulfida dalam Proses Penyamakan Kulit


Menurut Mann (1960), bahwa tujuan proses pengapuran adalah untuk
menghancurkan epidermis di mana rambut dan wol juga dihilangkan, menghilangkan
kelenjar keringat dan pembuluh darah yang terdapat pada substansi kulit, serta membuka
tenunan serat sehingga memudahkan penetrasi bahan penyamak dan untuk membengkakan
kulit.
Thorstensen (1976), mengatakan bahwa proses pengapuran yang biasa dikerjakan
dalam larutan dengan menggunakan pH antara 12,0 – 13,0. Kebengkakan mula-mula
terjadi pada grain dan flesh, sedangkan pada corium tergantung lama perendaman dalam
kapur. Kebengkakan pada proses pengapuran akan mengakibatkan diameter serat menjadi
lebih besar, sedangkan panjang serat tetap.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Bienkiewiez (1983), mengatakan bahwa pada prinsipnya proses pengapuran terjadi


karena aksi gugus hidroksi (OH-). Reaksi antara metil hidroksida dan gugus fungsional
pada protein kulit dapat digambarkan sebagai berikut :
Proses penghilangan bulu dapat terjadi karena aksi gugus hidroksil yang memutus
ikatan antar sistein (- S – S -) yang terdapat pada protein keratin.
Reaksi :
CH-CH2-S-S-CH2-CH CH- CH2-SOH + S- CH2-OH
OH-
Salah satu hasil dari reaksi tersebut terbentuk H2S yang juga dapat memutuskan
ikatan antar sistein (S – S).
Derajat kebengkakan pada kolagen dalam media asam maupun basa sama baiknya,
tergantung pada nilai pH. Maksud ketergantungan tersebut terletak pada derajat disosiasi /
penyebaran muatan komponen yang digunakan. Pengaruh pH pada protein kulit
kemungkinan dapat mengakibatkan keadaan kulit tidak bengkak, kebengkakan seimbang
(normal) dan kebengkakan tidak seimbang.
Sharphouse (1975), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil dalam
proses pengapuran antara lain :
Kadar larutan atau prosentase jumlah kemikalia di antaranya penggunaan Na2S atau sulfida
lainnya, walaupun pembuangan bulunya cepat tapi pengaruh terhadap kulit kurang baik
karena Na2S dalam air akan membentuk NaOH dan NaSH dengan Ca(OH)2 akan terbentuk
NaOH dan Ca(OH)2 basa kuat yang terbentuk akan menambah alkalitas larutan dan
langsung menambah kebengkakan kulit sehingga kulit jadinya loose.
Pelepasan atau pembuangan bulu berhubungan dengan penguraian keratin. Keratin
adalah substansi yang sangat kuat terhadap zat kimia, karena rantai peptidanya sangat kuat.
Ikatan kimia jaringan peptida tersebut adalah jembatan disulfida. Jembatan hidrogen dalam
collagen jauh lebih lemah dibandingkan dengan jembatan ikatan disulfida. Dalam collagen
juga terdapat ikatan cystin yang merupakan zat asam amino. Jika asam amino berdiri
sendiri berarti ikatanya sangat kuat. Menghancurkan keratin secara kimia dapat terjadi
dengan persyaratan sulfida atau sulfhidrat sangat mudah terikat pada keratin. Pengikatan
tersebut hanya terjadi pada kebasaan yang tinggi. Berarti ikatan sulfida pada keratin pada
wilayah asam atau netral tidak mungkin. Kolagen sama sekali tidak dipengaruhi oleh
sulfid, tetapi terdapat suatu kesamaan pada keratin dan collagen, kedua-duanya dapat
mengikat alkali.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Proses pemecahan cystin secara kimiawi belum diketahui secara pasti.


Digambarkan kira-kira terjadi seperti cystin ditambah Natrium Sulfida sebagai berikut:
NH2 NH2

CH2 S S CH2 CH Cystein

COOH COOH

[ -------- S -------- S -------- ] + 2 Na2S ------------------------------->


Cystein reaksi reduksi

[ -------- S -------- Na + Na ------- S -------- ] + Na2S2


Cystein Reaksi oksidasi
Pada satu sisi terjadi reduksi disisi lain terjadi oksidasi.
Na2S mereduksi jembatan sulfid hingga menjadi ikatan sulfid poly (poly sulfid),
yang berarti merupakan peningkatan oksidasi. Bisa juga terjadi Na2S8 dimana ikatan baru
yang terjadi disebut Cystein. Proses kimia ini merupakan proses yang mungkin terjadi, tapi
apakah persis seperti itu belum diketahui. Pada pengamatan dengan kenaikan jembatan
cystein ini karena keratin membengkak. Secara sistematis juga terjadi pemecahan
Hydrolisis karena pembengkakan keratin. Dimaksudkan dengan pemecahan hydrolisis
tersebut adalah pemecahan rantai sulfida pada keratin. Maka dapat dibayangkan selalu
terdapat penghancuran bulu dan rambut jika digunakan bahan kimia yang reduktif.
Bagaimanapun juga walaupun dilakukan proses untuk tidak menghancurkan rambut, jika
dipakai bahan penghancur epidermis, berarti akan berpengaruh menghancurkan. Proses
penghancuran rambut dapat dikendalikan dengan pengaturan suhu, waktu dan pH, jumlah
zat yang digunakan, perbandingan air dan kulit, serta pembebanan mekanis dalam drum,
bobot bulu dan kulit, sehingga kemungkinanya sangat luas, apakah ingin diperhatikan
bulunya atau dihancurkan.
Kapur Ca(OH)2 diperlukan untuk menaikkan nilai pH 12,6 – 13,00 sedangkan Na2S
untuk membengkakkan kulit. Dengan penambahan Na2S, maka terjadi penghancuran
keratin. Suhunya sebaiknya antara 25o C – 30o C.
Selain proses reduktif ada proses oksidatif dengan Na2O2 (Natirum peroksida) atau
dengan anhidrid peroksida (H2O2) + 2 CH3COO, yang bukan merupakan asam. Suatu
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

substansi yang sangat oksidatif adalah NaOCl2 (Chlorid). Ini cukup berbahaya karena harus
dalam larutan alkali disamping biayanya sangat tinggi. Hydrogen peroksida memiliki batas
ledakan sangat rendah, berarti jika ditambah air atau H2O2 lagi bisa terjadi ledakan. Tetapi
memberikan keuntungan peltnya sangat lembut dan putih bersih. Karena sifatnya sangat
keras, pigmen dalam rambut akan menjadi putih. Jika hanya ditambah kapur saja dapat
terjadi imunisasi.

C. ALAT DAN BAHAN


Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi; peralatan untuk uji jumlah
reduktor seperti Erlenmeyer 250ml, pipet volum 5 dan 10 ml,pipet ukur 25 ml, pipet tetes,
buret, gelas beker 250 ml,statip, propipet, corong, botol semprot, karet dan plastic.
Sedangkan peralatan untuk uji reduktor selain Na2S seperti labu ukur 100 ml, gelas ukur
100ml, corong, pipet volum 10 ml, pipet ukur 25 ml, kertas saring, Erlenmeyer 250 ml,
buret, botol semprot dan statip.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum uji Na2S ini meliputi; bahan untuk
uji jumlah reduktor; air aquades, larutan yod 0,1N, larutan asam asetat 6%, larutan contoh
Na2S, larutan thiosulfat 0,1N, indicator amilum. Bahan-bahan untuk uji reduktor selain
Na2S adalah; larutan Na2S, alcohol, aquades, larutan seng sulfat 20%, larutan natrium
karbonat 10%, larutan yod 0,1N, larutan asam asetat 6%, larutan thio sulfat 0,1N dan
indicator amilum.

D. CARA KERJA
Untuk melakukan pengujian jumlah reduktor dapat dilakukan dengan cara yaitu;
kedalam Erlenmeyer dimasukkan air suling/aquades sebanyak 100 ml, kedalam air tersebut
ditambahkan 25 ml larutan yod, larutan asam asetat 6% sebanyak 12,5 dan larutan Na2S
sebanyak 10 ml kemudian semua larutan tersebut dihomogenkan dan diambil sebanyak 10
ml kedalam erlenmeyer kemudian titrasi dengan larutan thiosulfat 0,1 N dengan ditambah
dengan indicator amilum sampai terjadi perubahan warna atau titik ekivalen dan dicatat
jumlah larutan thiosulfat yang digunakan sebagai =a ml. Untuk blanko, kedalam
Erlenmeyer dimasukkan 100 ml air suling, ditambahkan 25 ml larutan iod, 12,5 ml asam
asetat 6% dan diambil cuplikan sebanyak 10 ml kedalam Erlenmeyer kemudian dititrasi
dengan larutan thiosulfat dan ditambah indicator amilum, sampai titik ekivalen catat jumlah
larutan thio sulfat yang digunakan sebagai= b ml .
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Cara kerja untuk uji reduktor selain Na2S adalah kedalam labu ukur 250 ml
dimasukkan larutan Na2S sebanyak 100 ml, ditambahkan 10 ml alcohol, 40 ml air aquades.
Dan kedalam gelas beker dimasukkan 20 ml larutan seng sulfat 20% dan larutan natrium
karbonat kemudian endapan yang terbentuk disaring dan dicuci, kemudian endapan
tersebut dimasukkan kedalam labu ukur diatas tadi dan ditambahkan aquadest sampai tanda
garis dihomogenkan lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Kiemudian kedalam
Erlenmeyer dimasukkan 100 ml air aquades, dan ditambahkan 12,5 ml larutan yod, 25 ml
larutan asam asetat 6% dan 20 ml larutan hasil saringan diatas dan diambil cuplikan
sebanyak 10 ml kedalam Erlenmeyer kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat 0,1N
dengan indicator amilum sampai titik ekivalen dan dicatat jumlah larutan thiosulfat yang
terpakai sebagai =e ml.

E. HASIL DAN PENGAMATAN


1. Perhitungan Uji Jumlah Reduktor
Data ;
VTitrasi sampel (a) : 67,85 ml
VTitrasi blanko (b) : 115,05 ml
Nthio sulfat : 0,1N
Berat Sampel : 9,99 gram

= 92,13%
2. Perhitungan Uji Jumlah Reduktor Selain Na2S
Data;
VTitrasi sampel (e) : 103,95 ml
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

VTitrasi blanko (b) : 115,05 ml


Nthio sulfat : 0,1N
Berat Sampel : 9,99 gram

= 21,67%
Kadar Na2S =

= 92,13% - 21,67% = 70,46%


Pengamatan;
Perubahan warna pada saat dititrasi uji jumlah reduktor adalah pada awalnya larutan
titrat berwarna kuning kecoklatan setelah dititrasi dengan thio sulfat berubah menjadi
kuning terang dan ditambah indicator amilum berubah menjadi warna biru tua dan setelah
dititrasi kembali larutan menjadi kuning terang kembali. Sedangkan pada blanko perubahan
warna terkahir yaitu berubah menjadi warna bening.
Perubahan warna pada titrasi uji reduktor selain Na2S adalah pada awalnya larutan
titrat sama berwarna kuning kecoklatan kemudian dititrasi menjadi lebih terang dan
ditambah indicator menjadi biru tua dan dititrasi kembali menjadi bening.

A. PEMBAHASAN
Dalam pengujian kwalitas Na2S dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama
dilakukan untuk mengetahui kadar jumlah bahan reduktor, dan tahap kedua pengujian
terhadap reduktor selain Na2S, hal ini dilakukan untuk mengetahui kadar Na2S murni
didalam bahan tersebut karena sebagai mana dari referensi yang didapat bahwa secara
konvensional Na2S diperdagangkan banyak berbentuk Na2S2O3 dan Na2SO3 yang
merupakan reduktor juga, sehingga sebelum diaplikasikan pada proses liming pada
penyamakan kulit sebagai bahan perontok bulu membutuhkan kwalitas Na2S yang baik
maka dilakukan uji kadar Na2S yang terkandung dalam bahan tersebut dan kandungan Na2S
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

yang baik adalah bahan Na2S yang mengandung Na2S murni sebanyak lebih dari 70%, 50-
69% berkualitas cukup, dan dibawah 50% berkualitas kurang.
Dalam proses liming pada penyamakan kulit bertujuan untuk membengkakkan dan
merontokkan bulu kulit sehingga dalam hal ini dibutuhkan bahan reduktor kuat yang
mampu membengkakkan kulit sehingga serat pada kulit menjadi terbuka dan secara tidak
langsung bulu akan rontok, Na2S berkualitas baik merupakan bahan reduktor yang mampu
membengkakkan kulit dan merontokkan bulu karena sebagaimana diterangkan dalam dasar
teori bahwa Na2S dapat mereduksi jembatan sulfid hingga menjadi ikatan sulfid poly (poly
sulfid), yang berarti merupakan peningkatan oksidasi. Bisa juga terjadi Na2S8 dimana
ikatan baru yang terjadi disebut Cystein. Proses kimia ini merupakan proses yang mungkin
terjadi, tapi apakah persis seperti itu belum diketahui. Pada pengamatan dengan kenaikan
jembatan cystein ini karena keratin membengkak. Secara sistematis juga terjadi pemecahan
Hydrolisis karena pembengkakan keratin.
Dari hasil pengujian didapat bahwa kadar jumlah bahan reduktor yang diuji adalah
berjumlah 92,13%, dan bahan reduktor selain Na2S berjumlah 21,67% sehingga didapat
hasil jumlah kadar Na2S murni adalah sebesar 70,46% sehingga larutan Na2S yang
dianalisa berkualitas baik karena mengandung lebih dari 70% Na2S murni sehingga baik
digunakan untuk proses liming pada penyamakan kulit.

B. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian kualitas Na2S pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa
larutan Na2S yang dianalisa memiliki kualitas baik dan baik untuk digunakan dalam proses
liming pada penyamakan kulit.

C. DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi
Kulit; Yogyakarta
Judo Mijojo, Muljono. 1984 “Tehnik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan”.Bhatara Karya
Aksara; Jakarta.
Maksan Hadijanto dan Wazah, “Proses Pengolahan Rumah Basah Bagian I”, Akademi
Teknologi Kulit; Yogyakarta.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Maksan Hadijanto dan Wazah, “Proses Pengolahan Rumah Basah Bagian II”, Akademi
Teknologi Kulit; Yogyakarta.
Purnomo Eddy, dan Wazah. “Teknologi pengamatan Kulit 2. Akademi Teknologi Kulit”,
Akademi Teknologi Kulit; Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM IV
ANALISA MUTU KAPUR UNTUK PENYAMAKAN KULIT

A. TUJUAN
• Untuk mengetahui perbedaan mutu kapur karena perbedaan cara penyimpanan
• Agar mampu, mengerti dan mengetahui cara menganalisa serta menentukan mutu
kapur.

A. DASAR TEORI
Senyawa alkali tanah yang paling berlimpah di alam adalah senyawa-senyawa
kalsium. Disetiap gunung dan bukit kita selalu menjumpai batu kapur, yaitu CaCO3 yang
bercampur dengan tanah lempung dan zat-zat lain. Batu kapur merupakan jenis batuan
yang paling banyak digunakan. Kegunaan utama batu kapur adalah sebagai bahan
bangunan (70%), pembuatan semen (15%), pengolahan besi, salah satu bahan campuran
gelas, serta sebagai bahan baku CaO dan Ca(OH)2.
CaCO3 murni digunakan sebagai bahan pasta gigi, bahan kapur tulis, dan zat
tambahan pada pembuatan kertas agar menyerap tinta dengan baik. CaO dikenal sebagai
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

kapur tohor, dan jika dicampurkan dengan air akan segera membentuk air kapur,
Ca(OH)2. Oleh karena harganya murah, Ca(OH)2 merupakan basa yang paling banyak
dipakai dalam bidang industri. Kegunaan lain Ca(OH)2 adalah untuk pemurnian gula
pasir, penetralan keasaman tanah dan pengolahan air limbah industri.
Jika kita mengapur tembok, air kapur inilah yang kita oleskan pada dinding.
warna putih pada tembok muncul setelah air kapur bereaksi dengan gas CO2 dari udara
untuk membentuk CaCO3.
Batu kapur atau gamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara
organik, mekanik atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam
terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah siput dan
kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan
hitam, tergantung pada mineral pengotornya.
Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah
aragonit, yang merupakan mineral metabase karena pada kurun waktu tertentu dapat
berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi
dengan batu kapur adalah dolomite, Siderit (FeCO3), Ankerit (Ca2MgFe (CO3)4) dan
Magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam, selain untuk bahan
bangunan, industri kertas, industri karet digunakan juga pada industri penyamakan kulit,
yaiu pada proses limming yang berfungsi untuk membengkakkan kulit.
Fungsi Kapur dalam penyamakan kulit
Dalam urutan proses pengolahan kulit, khusunya proses pengerjaan basah
( BHO ), buang bulu dan pengapuran adalah merupakan tahapan kedua dari tiga tahapan
proses pada BHO, yaitu perendaman, buang bulu dan pengapuran, kemudian batting
sebagai tahapan ketiga.
Dalam melaksanakan proses buang bulu dan pengapuran, metode dan material
yang dipergunakan berbeda-beda antara penyamak satu dan penyamak lainya. Tetapi
perlakuan pendahuluan dalam pengapuran, yaitu proses buang bulu dan sampai pada
proses berikutnya. Batting, tahapanya saling bertalian satu dengan yang lain dalam usaha
untuk menyiapkan lapisan rajah dan struktur serat untuk disamak.
Menghilangkan atau membuang rambut atau bulu dan epidermis dari kulit, adalah
salah satu tujuan yang utama pada proses pengapuran walau bagaimanapun cara/metode
proses menghilangkan/membuang bulu perlu suatu pertimbangan, sehubungan dengan
akibat yang akan ditimbulkan pada lapisan rajah dan struktur fiber, serta tipe dari kulit
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

yang diinginkan. Lapisan harus dibersihkan dari rambut dan lapisan epidermis, agar
supaya kulit samaknya mempunyai penampilan yang menarik bila kulit samak tersebut
selesai dicat tutup ( finishing ).
Struktur serat kulit harus dapat dibuka ( opened up ), di dalam proses, sehingga
terjadi pembelahan/pemecahan bundel-bundel serat menjadi serat yang lebih halus dan
protein-protein yang tidak diperlukan ( globular protein ) dapat dihilangkan.
Pada masa dahulu, tatkala teknologi belum maju, cara untuk melepaskan bulu dari
kulit-kulit binatang, hanya dengan menambahkan kapur pada bagian bulunya saja. Cara
lain untuk menghilangkan bulu, yaitu dengan melembabkan kulit ( sweating ), selama + 1
malam, sehingga tumbuh bakteri yang merusak bulu, dan bulu dapat dihilangkan. Tetapi
walau bagaimanapun pemakian kapur lebih menguntungkan karena mengakibatkan
timbulnya hal-hal yang bermanfaat lainya dan terjadi karena adanya reaksi larutan kapur
dengan
B. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gelas arloji, sudip, gelas beker 100 ml, Erlenmeyer 250 ml, buret, pipet tetes,
pipet 50 ml, labu ukur 100 ml, gelas ukur 100 ml, corong dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
• CaO (Kapur hidup) atau quick lime
• Air
• Aquades
• HCl 0,5 N
• NaOH 0,5 N
• Indikator PP

C. LANGKAH KERJA
I. Praktikum Dengan Kapur Patent:
a. Uji kadar CaO dalam kapur
Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram dan dilarutkan dengan aquades
panas sebanyak 50 ml. Kemudian ditambahkan aquades kembali hingga kira-kira 100 ml,
lalu ditambahkan dengan indikator PP beberapa tetes. Setelah itu larutan dititrasi dengan
larutan HCl 0,5 N sampai warna merah hilang. Larutan dibiarkan sebentar, bila menjadi
merah kembali lanjutkan panitaran sampai warna merah hilang. Dihitung kadar Ca(HO)2
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO


Untuk uji Ca(HO)2 maka melarutkan kapur menggunakan air dingin saja.
b. Uji jumlah basa dalam kapur
Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram, dan ditambah 100 ml HCl 0,5 N,
dilarutkan lalu digojok hingga homogen (bila perlu dipanaskan). Larutan kemudian
ditambah dengan indikator PP dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N sampai warna
merah muda.
Dilakukan penitaran blangko dari 100 ml HCl 0,5 N kemudian dititrasi dengan
NaOH 0,5 N dengan menggunakan indikator PP.
II. Praktikum dengan kapur hidup
Persiapan bahan utama (kapur):
Kapur hidup ditimbang sebanyak 200 gram, kemudian ditambah air sampai
menjadi serbuk Ca(OH)2. Setelah itu kapur didinginkan sampai merata (homogen), lalu
kapur dibagi menjadi 2 bagian yang sama dan ditimbang. Satu bagian dimasukkan dalam
kantong plastik, dan bagian yang lain dibiarkan terbuka. Kapur kemudian disimpan
selama 1 minggu, lalu masing-masing bagian ditimbang, kemudian diuji kadar Ca(OH)2
dan kadar jumlah basa.
a. Uji kadar CaO dalam kapur tertutup
Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram dan dilarutkan dengan aquades
panas sebanyak 50 ml. Kemudian ditambahkan aquades kembali hingga kira-kira 100 ml,
lalu ditambahkan dengan indikator PP beberapa tetes. Setelah itu larutan dititrasi dengan
larutan HCl 0,5 N sampai warna merah hilang. Larutan dibiarkan sebentar, bila menjadi
merah kembali lanjutkan panitaran sampai warna merah hilang. Hitung kadar Ca(HO)2
1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO
Untuk uji Ca(HO)2 maka melarutkan kapur menggunakan air dingin saja.
b. Uji jumlah basa dalam kapur tertutup
Kapur ditimbang dengan teliti 1,00 ± 0,05 gram, dan ditambah 100 ml HCl 0,5 N,
dilarutkan lalu digojok hingga homogen (bila perlu dipanaskan). Larutan kemudian
ditambah dengan indikator PP dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N sampai warna
merah muda.
Dilakukan penitaran blangko dari 100 ml HCl 0,5 N kemudian dititrasi dengan
NaOH 0,5 N dengan menggunakan indikator PP.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

B. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


I. Praktikum dengan kapur patent
a. Uji kadar CaO dalam kapur patent
Larutan kapur + indikator PP = warna merah muda
Setelah titrasi = warna bening
Perhitungan:
Jumlah CaO
1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO
36,2 ml HCl = x gram CaO
X = 36,2 ml x 0,028
= 1,0138 gram CaO
Atau:
Jumlah CaO:
= ml HCl x N HCl x Bst CaO x 100 %
Berat Contoh
= 36,2 ml x 0,52 N x 0,028 x 100 %
1,002 gr
= 52,601 %
b. Uji jumlah basa dalam kapur patent
Kapur + HCl 0,5 N = warna bening
Larutan kapur + indikator PP = warna bening
Setelah titrasi = warna merah
Perhitungan:
Volum titran blangko : 80,5 ml
Volum titran contoh : 39 ml
N NaOH : 0,52 N
Berat contoh : 1,002 gram
Kadar jumlah basa :
= (ml bangko – ml contoh) NaOH x N NaOH x 0,028 x 100 %
Berat contoh
= (80,5 ml – 39 ml) x 0,52 N x 0,028 x 100 %
1,002 gram
= 60,303 %
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

II. Praktikum kapur terbuka


a. Uji Kadar CaO kapur hidup terbuka:
Diketahui : berat contoh = 1,0091 gr
N HCl = 0,5 N
ml titran = 5 ml
Ditanyakan : kadar CaO
Jawab : 1ml HCl 0,5N = 0,028 gram CaO
5ml HCl 0,5N = (0,028 x 5)
= 0,14 gram
Kadar CaO:
= ml HCl x N HCl x Bst CaO x 100 %
Berat Contoh
= 5 ml x 0,5 N x 0,028 x 100 %
1,0091 gr
= 6,937 %
Artinya dalam 100 ml larutan kapur terbuka yang diuji mengandung 0,14
gram CaO
b.Uji jumlah basa kapur terbuka
Diketahui : berat contoh = 1,0056 gram
Ml blangko = 175 ml
Ml contoh = 114 ml
N NaOH = 0,52N
Ditanyakan : kadar jumlah basa
Jawab : kadar jumlah basa
= (ml blangko –ml contoh) x N NaOH x 0,028 x 100%
Berat contoh
= (175– 114)ml x 0,52N x 0,028 x 100%
1,0056gr
= 89%
III. Praktikum dengan kapur hidup tertutup
a. Uji kadar CaO dalam kapur tertutup
Larutan kapur + indikator PP = warna merah muda
Setelah titrasi = warna bening
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Perhitungan:
Jumlah CaO
1 ml HCl 1 N = 0,028 gram CaO
17 ml HCl = x gram CaO
X = 17 ml x 0,028
= 0,476 gram CaO
Jumlah CaO:
= ml HCl x N HCl x Bst CaO x 100 %
Berat Contoh
= 17 ml x 0,5 N x 0,028 x 100 %
1,005
= 23,68 %
b. Uji jumlah basa dalam kapur tertutup
Kapur + HCl 0,5 N = warna bening
Larutan kapur + indikator PP = warna bening
Setelah titrasi = warna merah
Perhitungan:
Volum titran blangko : 175 ml
Volum titran contoh : 111 ml
N NaOH : 0,5 N
Berat contoh : 1,002 gram

Kadar jumlah basa :


= (ml bangko – ml contoh) NaOH x N NaOH x 0,028 x 100 %
Berat contoh
= (175 ml – 111 ml) x 0,5 N x 0,028 x 100 %
1,002 gram
= 89,42 %

A. PEMBAHASAN
Kapur atau kalium hidroksida (Ca(OH)2) merupakan bahan utama dalam proses
limming atau pengapuran, yaitu suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan
epidermis dan bulu, menghilangkan kelenjar-kelenjar keringat dan lemak, menghilangkan
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

zat-zat kulit yang tidak diperlukan dan menghilangkan atau mempermudah melepaskan
lapisan-lapisan subkutis dari lapisan kutisnya.
CaO dikenal sebagai kapur tohor, dan jika dicampurkan dengan air akan segera
membentuk air kapur, Ca(OH)2. CaO merupakan suatu kandungan yang terdapat didalam
kapur, dimana jika CaO yang terkandung dalam kapur tinggi maka kualitas kapur
tersebut dapat dikatakan berkualitas baik. CaO ini adalah suatu kapur murni yang hanya
sedikit mengandung bahan-bahan lain atau bahan pengotor. Sehingga dalam
penggunaannya, jika kapur yang digunakan banyak mengandung CaO atau hanya
mengandung sedikit bahan pengotor maka bahan kapur yang diperlukan akan lebih
sedikit. Hal ini sangat penting, karena akan menekan biaya produksi.
Dalam uji yang telah dilakukan, kadar CaO dalam kapur patent dan kapur hidup
yang telah disimpan dalam tempat tertutup dan terbuka mempunyai hasil kadar CaO dan
jumlah basa yang berbeda. Dalam kapur patent, kadar CaO-nya lebih besar, akan tetapi
jumlah basanya lebih kecil. Kadar CaO dalam kapur patent lebih besar karena pada
proses pembuatannya kapur telah dilakukan proses pembersihan kapur dari bahan-bahan
pengotor atau bahan yang tidak diperlukan, sehingga kandungan CaO dalam kapur lebih
besar. Sedangkan kapur hidup merupakan kapur yang belum mengalami proses-proses
lanjut atau dapat dikatakan merupakan kapur alam. Oleh karena itu, dalam kapur hidup
ini masing banyak terdapat bahan-bahan pengotor, sehingga kadar CaO-nya juga lebih
sedikit.
Kadar CaO pada kapur hidup yang ditutup memliki kadar CaO yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan kapur yang terbuka. Karena kapur terbuka telah terjadi kontak
langsung dengan CO2 di udara yang menyebabkan terjadinya perubahan menjadi CaCO3.
Sehingga dalam kapur terbuka mempunyai kadar CaO yang lebih kecil.
Dalam proses limming (pengapuran) dalam bak, terbentuknya CaCO3 akan
menyebabkan terbentuknya endapan yang disebabkan terjadinya kontak langsung antara
kapur dengan CO2 diudara, sehingga dalam pengapuran diharapkan kulit dapat terendam
seluruhnya dalam cairan pengapuran dan diusahakan tidak ada kulit yang kontak
langsung dengan udara. Endapan ini akan menyebabkan kasarnya rajah kulit, warna kulit
lebih gelap bila kulit disamak dengan zat penyamak nabati. Bahkan pada proses
pengecatan dasar, bagian rajah yang ada endapan CaCO3 nya akan berwarna lebih gelap.
Sehingga kapur hidup yang telah terjadi kontak dengan CO2 udara kurang baik jika
digunakan sebagai bahan untuk pengapuran kulit.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

B. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa:
1. Kadar CaO yang paling tinggi adalah pada kapur patent yaitu sebesar 52,601 %
2. Pada kapur hidup, kadar CaO pada kapur yang ditutup mempunyai kadar lebih
tinggi yaitu sebesar 23,68 % dari kapur terbuka yaitu sebesar 6,937 %
3. Kapur yang baik untuk digunakan sebagai bahan dalam proses pengapuran adalah
kapur patent

DAFTAR PUSTAKA
Hermiyati, Indri. 2009. “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi
Kulit; Yogyakarta
http://blogpribadi.com/logam-alkali-tanah/
http://digilib.umm.ac.id/go.php?id=jiptumg-gdl-s1-2006-alifaisol-56
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

LAPORAN PRAKTIKUM V
ANALISA KADAR TANNIN DALAM BAHAN PENYAMAK NABATI

A. TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum analisa kadar tannin dalam bahan penyamak nabati
ini adalah untuk mengetahui kualitas dari bahan penyamak nabati yang digunakan dalam
proses penyamakan kulit.

B. DASAR TEORI
Pengertian Bahan Penyamak Nabati
Ada banyak sumber bahan penyamak nabati, Khususnya tumbuhan yang
mengandung zat penyamak (tannin). Bahan penyamak dapat berasal dari babaan kayu/
kulitkayu, buah/kulit buah, daun, akar dan sebagainya.
Ciri-ciri tumbuh-tumbuhan yang mengandung bahan penyamak nabati yaitu
1. Jika dirasakan, rasanya sepat
2. Bahan jika diiris meninggalkan warna biruhitam pada pisau
3. Bahan penyamak ditambah dengangelatin dan garam pada pH 4,7 akan
membentuk endapan.
Sifat-sifat bahan penyamak nabati
Secara fisik dan kimia sukar ditentukan dalam batas-batas tertentu, baru dapat
diketahui faktor yang berpengaruh pada pemakaian hinggga mencapai hasil-hasil:
Tersusun dari bermacam-macam zat organik, antara lain :Karbon, Oksigen,Sedikit
Nitrogen dan Fosfor, berat molekulnya besar, Kelarutan benda – benda umumnya
berbentuk koloid
1. Dalam larutan encer molekul kecil, penetrasi cepat, fiksasi lambat.
2. Dalam larutan encer mudah ditumbuhi mikro organisme (<30 Be)
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

3. Dalam pH tinggi, molekul kecil, warna tua, daya penyamak rendah, pada penurunan
pH pengikatan meningkat antara zat penyamakdengan kulit, pH 4-
4. Pada suhu tinggi, Molekul kecil larutan encer
5. Reaksi dengan besi, warna hitam
6. Mudah teroksidasi dengan udara.
Pembagian bahan penyamak nabati
Bahan penyamak nabati digolongkan dalam 2 jenis :
Golongan Hidrogaloal/ Pyrogarol
Besar molekul relatif kecil, lebih tahan terhadap sinar, warna coklat kekuningan
(eraang).
Dalam larutan mudah terurai dan dapat berubah menjadi bahan bukan
penyamakantara lain menjadi asam pH rendah (4-5).
Mudah dihidrolisa oleh asam/enzim
Daya ikat kurang, tidak dapat menyamak sendiri ( harus dengan ombinasi),
contohya :Sumach, Mirobalan, Valonia, dsb
Golongan Cathecol / Pirocatechol
Berat molekul lebih besar
Warna kulit lebih gelap kalau terkena sinar
Daya penyamakan lebih tinggi
Mempunyai sifar yang aneh, jika dalam larutan encer tidak larut, dikentalkan akan
larut, sedang dalam larutan panas akan larut, jika didinginkan juga akan larut.
Muudah larut dalam air
Lebih tahan terhadap sinar matahari
Contohnya adalah : Akasia, Mahoni, Pinang, Quebracho.
Rumus bangun penyamakan Nabati :
OH
OH COOH
OH
Tryhidroxy Benzoid Acid
Proses pengambilan sari bahan penyamak nabati
Dengan Ekstraksi system “Counter current Proses”, yaitu babakan yang masih
banyak mengandung banyak sari (baru) ditambahkan dengan sari yang terpekat, sedang
yang hampir habis sarinya ditambahkan dengan air yang masih baru, kemudian dilanjutkan
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

dengan pembuatan ekstrak padat dengan cara, sari di endapkan, diuapkan, dan didinginkan
hingga mengeras.
Bahan penyamak nabati yang diproduksi oleh pabrik biasanya dalam bentuk serbuk
dan cair, Hondson Chemicals Ltd memproduksi bahan penyamak nabati yang disebut
dengan Mimosa dengan cirri-ciri sebagai berikut;
Dritan Liquid
1. Berat Jenis - 1.188
2. Kadar Tannin (%Tannin) - 23.00
3. Kadar Non Tannin 68.00 29.00
4. Zat Tidak Dapat Larut (%) 0.80 0.40
5. Kadar Air (%) 6.90 58.90
6. Warna – Merah 0.50 0.50
Kuning 1.20 1.40
7. Kadar Abu (ash sulfated 5) 3.40 1.43
8. pH at 500 BK 4.10 4.10
9. Keasaman pd pH 6,5 mlN/g tannin 0.42 0,42
10. Keasaman pd pH 6,5 mlN/l. 1000 BK 79.00 70.00
11. Garam-garam ml.N/g tannin 0.64 0.64
Penentuan kadar tannin dapat dilakukan dengan metode permanganometri, dan
menggunakan larutan Indigo Sulfanat sebagai pengganti asam sulfat, sehingga reaksi yang
terjadi adalah;
KMnO4 + Indigo Sulfanat K Indigo Sulfanat + 2 MnSO4 + 3H2O + 5On
Proses titrasi permangonometri merupakan suatu proses redoks,
dimana KmnO4 digunakan sebagai larutan standar. Larutan standar
KmnO4 dibuat dengan cara melarutakan garam tersebut dalam air panas,
kemudian larutan dididihkan beberapa saat, setelah larutan agak dingin
disaring melalui glass-rool ddan selanjutnaya ditempatkan dalam botol
berwarna gelap.
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi
reduksi dengan KmnO4. dalam suasana asam reaksi dapat ditulis sebagai berikut :
MnO- + 8 H+ + 5 e Mn++ + 4 H2O
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Dengan demikian berat ekivalennya 1/5 dari berat molekul atau 31,606. ion
permanganat dalam suasana asam merupakan oksidator yang kuat, dengan Eº = 1,51
Volt.
Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan
permanganat. Sedangkan dengan asam khlorida terjadi reaksi sebagai berikut :
2 MnO4 + 10 Cl- + 16 H+ Mn++ + 5 Cl2 + 8 H2O
Sejumlah permanganat digunakan pada pembentukan khlor. Kejadian ini dapat
diabaikan jika hanya ada sedikit kelebihan asam, larutan sangat encer, suhu rendah dan
titrasi pelan-pelan dengan dikocok terus-menerus.
Untuk larutan tidak berwarna, tidak perlu menggunakan indikator karena 0,01
mL kalium permanganat 0,01 M dalam 100 mL larutan telah dapat dilihat warna
ungunya. Untuk memperjelas titik akhir ini dapat ditambahkan indikator redoks seperti
ferroin, asam N-finil antranilat. Penambahan indikator ini biasanya tidak diperlukan,
hanya digunakan jika menggunakan kalium permanganat 0,01 N.
Kalium permanganat bukan senyawa baku primer, biasanya mengandung
mangan dioksida. Adanya senyawa ini akan mempercepat peruraian sendiri larutan
permanganat pada pendiaman.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyamakan nabati ;
Keseimbangan elektrolit
Yaitu keseimbangan antara kulit bloten dengan asam dan garam ( disiapkan
mendekati titik iso elektrik) pH 5-6 yang berguna untuk menghindari terjadinya pengrutan
rajah (piply grain)
Difusi
Bahan penyamak harus dapat masuk melalui nerf, kebagian daging sampai ke serat
kulit, sehingga air bebas yang berada di antar serat kulit eluar. Kecepatan difusi
dipengaruhi gerak mekanik, konsentrasi zat penyamak(encer-pekat), suhu (Suhu tinggi,
cairan encer, warna gelap)
Fiksasi bahan/ zat penyamak
Setelah terserap kedalam serat (terikat pada serat kulit)
Fiksasi dipengaruhi oleh :
pH, yaitu ikatan zat penyamak dari kulit pada pH tertentu yang berbeda-beda
tergantung dari zat penyamak yang digunakan
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Konsentrasi garam yaitu dalam kondisi asamkansentrasi garam sangat berpengeruh


terhadap kebengkaan kulit.
Ukuran partikel zat penyamak.
Prinsip penyamakan nabati
Suatu reaksi antara group-group NH2 yanag bermuatan (+) dalam molekul Collgen
dengan molekul zat penyamak yang bermuatan (-). Collagen menunjukkan daya tarik yang
kuat terhadap air, sehingga cenderung menjadi busuk. Pada saat protein disamak daya tarik
dengan air berkurang dan collagen dikatakan sebagai tersamak.

A. ALAT DAN BAHAN


Peralatan yang digunakan dalam praktikum analisa kadar tannin dalam bahan
penyamak ini adalah meliputi; 1. Peralatan kaca seperti gelas beker 100,250 dan 500 ml,
gelas arloji, labu ukur 100 ml dan 250 ml, Erlenmeyer 250 ml, pipet volum 5,10 dan 25 ml,
pipet gondok 10 dan 25 ml, pipet tetes, buret. 2. Peralatan pendukung lainnya seperti;
neraca analitik, kompor listrik, kertas saring/kapas, corong,sudip, thermometer, propipet,
botol semprot dan statip.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah bahan penyamak nabati (mimosa
buatan dan mimosa patent), larutan KMnO4 0,1N, FeCl3 5% dan larutan Indigo sulfanat.

B. CARA KERJA
Cara atau langkah kerja yang digunakan dalam menganalisa kadar tannin dalam
bahan penyamak nabati ini yaitu menimbang mimosa produk patent dan buatan masing-
masing 1 gram kemudian kedua mimosa tersebut dilarutkan dengan aguades 500C
sebanyak 50 ml kemudian ditetesi dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes diaduk diatas air hangat,
setelah itu larutan didinginkan dan kemudian diencerkan dengan aquades didalam gelas
ukur 250 ml, setelah dihomogenkan larutan diambil menggunakan pipet volum sebanyak
25 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan kedalam larutan tersebut ditambahkan
larutan Indigo sulfanat sebanyak 20 ml dan selanjutnya larutan dititrasi dengan
menggunakan larutan KMnO4 0,1N hingga mencapai titik ekivalen dan dicatat jumlah
KMnO4 yang terpakai.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

C. HASIL DAN PENGAMATAN


1. Hasil Perhitungan
Mimosa Produk Patent
Volum titrasi : 14,5 ml
Volum titrasi blanko : 1,5 ml
N KMnO4 : 0,1 N
Berat Contoh : 1 gram
1 ml KMnO4 = 0,0093 gram tannin

Mimosa Buatan
Volum titrasi : 13,4 ml
Volum titrasi blanko : 1,5 ml
N KMnO4 : 0,1 N
Berat Contoh : 1 gram
1 ml KMnO4 = 0,0093 gram tannin

2. Pengamatan Perubahan Warna


Pada awalnya mimosa berbentuk bubuk dan berwarna coklat muda untuk produk
patent dan coklat tua untuk mimosa buatan, setelah diencerkan larutan mimosa masih tetap
berwarna coklat (p.patent lebih muda daripada buatan) dan setelah ditambah FeCl3 5%
larutan berubah warna menjadi hitam dan setelah ditambah indigo sulfanat warna larutan
menjadi biru tua dan pada saat dititrasi dengan KMnO4 0,1N dan mencapai titik ekivalen
larutan menjadi berwarna kuning keemasan.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

A. PEMBAHASAN
Pengujian terhadap tannin dalam bahan penyamak nabati secara kwalitatif bertujuan
untuk mengetahui kadar tannin dalam bahan penyamak nabati tersebut karena semakin
tinggi kadar tannin dalam bahan penayamak nabati maka semakin bagus kualitas dari
bahan penyamak nabati tersebut sebagaimana yang terkandung dalam bahan penyamak
nabati (mimosa) yang telah diperdagangkan secara konvensional yaitu sebesar 23%.
Dalam pengujian kualitas tannin dalam bahan penyamak nabati dilakukan dengan
metode permanganometri atau reaksi oksidasi-reduksi dengan KmnO4. dalam suasana asam
reaksi dapat ditulis sebagai berikut :
MnO- + 8 H+ + 5 e Mn++ + 4 H2O
Dengan demikian berat ekivalennya 1/5 dari berat molekul atau 31,606. ion permanganat
dalam suasana asam merupakan oksidator yang kuat, dengan Eº = 1,51 Volt.
Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan
permanganat. Sedangkan dengan asam khlorida terjadi reaksi sebagai berikut :
2 MnO4 + 10 Cl- + 16 H+ Mn++ + 5 Cl2 + 8 H2O
Sejumlah permanganat digunakan pada pembentukan khlor. Kejadian ini dapat diabaikan
jika hanya ada sedikit kelebihan asam, larutan sangat encer, suhu rendah dan titrasi pelan-
pelan dengan dikocok terus-menerus.
Pada praktikum ini mimosa terlebih dahulu diencerkan dengan aquades hangat yang
bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat terjadinya reaksi pada bahan-bahan yang
akan ditambahkan pada proses selanjutnya serta dapat mempercepat larutnya mimosa
dalam air. Kemudian larutan mimosa ditambahkan FeCl3 yang berfungsi sebagai indicator
dalam reaksi permanganometri kemudian larutan kembali ditambahkan larutan indigo
sulfanat yang berfungsi sebagai pengganti asam sulfat sebagai oksidator dalam reaksi
dengan KMnO4 sehingga membentuk Kalium indigo sulfonat yang berwarna kuning
keemasan. Penambahan indigo sulfanat ditambahkan karena dapat bereaksi dengan tannin
dalam mimosa dengan baik sedangkan asam sulfat bila bereaksi dengan tannin akan terjadi
perubahan yang drastis karena asam sulfat merupakan asam kuat sehingga larutan
mengalami perubahan pH yang sangat ektrim dan hal ini sangat tidak diharapkan dalam
analisa kadar tannin dalam bahan penyamak nabati karena dapat merusak tannin yang
dianalisa. Penambahan Indigo sulfonat dilakukan dengan berlebih dan kelebihan dari
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

indigo inilah yang bereaksi dengan kalium permangat secara oksidasi reduksi yang
menghasilkan warna kuning keemasan pada titik ekivalennya.
Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap mimosa produk patent dan mimosa
buatan didapat hasil bahwa mimosa produk patent memiliki kadar tannin lebih tinggi yaitu
12,09% daripada mimosa buatan yaitu 11,067%, namun hal ini terutama mimosa produk
patent masih dibawah kadar tannin yang telah dianalisa oleh Hondson Chemicals Ltd yaitu
sebesar 23% terjadinya perbedaan pada hasil pengujian ini dapat disebabkan oleh beberapa
factor diantaranya adalah ketelitian dalam menganalisa seperti penimbangan sampel,
penambahan larutan dan lain sebagainya selain itu factor yang juga berpengaruh adalah
kondisi bahan (mimosa) yang analisa merupakan bahan yang sudah lama sehingga sangat
tidak mungkin kalau mimosa tersebut telah mengalami degradasi atau kerusakan dan
kualitas atau kadar tanninnya telah berkurang, sedangkan pada kadar mimosa buatan factor
yang mempengaruhi selain factor diatas juga disebabkan oleh factor-faktor pada proses
pembuatan mimosa tersebut karena sebagaimana kita ketahui teknologi yang digunakan
pada pembuatan mimosa produk patent berbeda dengan teknologi yang digunakan pada
pembuatan mimosa oleh mahasiswa yang menggunakan teknologi yang sederhana dan
dengan pengawasan yang tidak terlalu ketat.
Dalam aplikasinya dalam proses penyamakan kulit kedua bahan ini masih dapat
digunakan karena masih mengandung kadar tannin yang mampu merubah sifat kulit dari
bersifat labil menjadi stabil hanya saja intensitas dalam penggunaannya lebih di tingkatkan
dibandingkan dengan mimosa yang memilki kadar tannin yang lebih tinggi.

B. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian kadar tannin dalam bahan penyamak nabati (mimosa) dapat
disimpulkan bahwa kadar tannin mimosa produk patent lebih tinggi (12,09%) daripada
mimosa buatan mahasiswa (11,067%).
Analisa kadar tannin dalam bahan penyamak dilakukan dengan metode titrasi
permanganometri.
C. DAFTAR PUSTAKA
Hermiyati Indri,2009 “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi
Kulit; Yogyakarta
Purnomo, E dan Wazah, 1984, Teknologi Kulit 2, Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM VI
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

PENGUJIAN KADAR DAN BASISITAS KROM OKSIDA DALAM BAHAN


PENYAMAK KROM

A. TUJUAN
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum pengujian kadar dan basisitas bahan
penyamak krom oksida adalah untuk mengetahui cara menganalisa kwalitas krom yang
akan digunakan pada proses penyamakan kulit.

B. DASAR TEORI
Bahan penyamak mineral ada beberapa macam diantaranya garam-garam besi
aluminium, zirconium dan yang paling populer adalah crom. Garam besi menghasilkan
kulit yang kurang baik warnanya dan mudah regas/patah, sedang garam aluminium
menghasilkan kulit berwarna putih namun sebenarnya bukan menyamak, melainkan
mengawetkan saja. Garam zirconium menghasilkan kulit denan sifat-sifat baik seperti ulet,
berisi dan berwarna putih tetapi karena sukar didapat, mahal dan dalam pemakaian
dibutuhkan dalam jumlah banyak, bahan penyamak ini menjadi kurang populer.
Garam krom yang dapat digunakan dalam bahan penyamak adalah garam Cr yang
bervalensi 3, biasanya dalam bentuk senyawa crom sulfat basis, dalam garam ini selain sisa
asam juga terdapat gugus hidroksida (OH) yang terikat pada atom Cr dapat mengikat OH
disebut bsisitas. Selain dari basisitas mutu dari bahan penyamak crom ditentukan terutama
oleh kadar kromnya yang bisanya dinyatakan sebagai Cr2O3.
Sifat dari larutan crom adalah sebagai berikut:
• Dalam larutan pekat molekulnya kecil sehingga penetrasinya mudah.
• Sebaliknya dalam larutan pekat molekulnya besar sehingga penetrasinya sukar.
• Pada basisitas rendah daya ikat (fiksasi) rendah.
• Sebaliknya dalam basisitas tinggi daya ikat tingggi.
• Pada basisitas rendah mudah larut.
• Sebaliknya pada basistas tinggi mengendap.
Bahan mineral chrom yang ada dialam masih bervalensi 6+ sedangkan bahan chrom
yang bisa dijadikan sebgai bahan penyamak adalah bahan chrom yang bervalensi 3+ oleh
sebab itu dibutuhkan suatu proses (reduce chrom) terlebih dahulu agar chrom yang
bervalensi 6+ tersebut menjadi chrome yang bervalensi 3+.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Proses reduce chrome merupakan suatu proses untuk menurunkan valensi chrom
dari yang bevalensi 6+ menjadi chrome yang bervalensi 3+ sehingga cocok untuk dijadikan
bahan penyamak, chrome bervalensi 6+ tidak dapat dijadikan bahan pennyamak
disebabakan chrome yang bervalensi 6+ tidak dapat bereaksi dengan molekul penyusun
kulit sehingga bahan tersebut masih perlu direduksi menjadi chrome yang bervalensi 3+,
bahan-bahan reduktor yang dapat digunakan adalah glukosa, kanji, gandum, sukrosa,dan
lain-lain.
Pembuatan Reduce Chrom
Reduce khrome berasal dari kalium dikromat (K2Cr2O7), dengan bahan reduktor
sukrosa (gula pasir) dan reaksi yang terjadi antra kalium dikromat dengan gula pasir adalah
sebagai berikut:
8 x K2Cr2O7 K2O + Cr2O3 + 3O
8 x (K2O + H2SO4 K2SO4 + H2O)
8 x (Cr2O3 + 2H2SO4 Cr2 (OH)2(SO4)2 + H2O )
( C12H22O11 + 24O 12 CO2 + 11H2)
8 K2Cr2O7 + C12H22O11 + 24 H2SO4 K2SO4 + 8Cr2(OH)2(SO4)2 + 12 CO2 +
27H2O
Penyamakan Chrome
Pada proses penyamakan dengan Bahan penyamak khrom terjadi ikatan antara
bahan penyamak chrom dengan protein kulit dengan melalui jembatan gugus-gugus
hidroksil (OH-). Jadi gugus (OH-) berikatan dengan atom Cr yang bervalensi 3+ dan
berikatan dengan gugus asam amino protein kalogen sehingga merupakan jembatan.
Jembatan-jembatan yang terbentuk ini disebut juga ikatan silang (cross linked).
Ikatan silang terbentuk selama proses penyamakan yang menyebabkan kulit mentah
berubah sifatnya menjadi kulit tersamak dengan sifat-sifat tertentu baik secara fisis maupun
secara kemis.
Zat penyamak yang lebih banyak digunakan adalah dalam bentuk khromium
sulphat basa. chrom yang terkandung dalam garam-garam ini dibatasi (dalam analisa)
sebagai chromium oksida (Cr2O3) yang banyak terdapat dipasar dengan kadar Cr2O3 =25%.
Dan salah satu contoh produknya adalah cromosal B.
Kromium tampak dalam gabungan-gabungan dalam “keadaan bermuatan” yang
berbeda-beda, disebut juga dengan valensi-valensi. Gabungan-gabungan itu dapat
digunakan untuk penyamakan, adalah turunan dari garam-garam kromium trivalen.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Garam-garam kromium hexavalen digunakan dalam proses dua bak, namun garam-garam
ini tidak mempunyai pengaruh penyamakan sampai mereka dikurangi (bak kedua) hingga
berada dalam keadaan trivalen.
Contoh-contoh berikut ini merupakan gabungan-gabungan trivalen :
Cl Cr = = SO4 Cr = = O
Cr Cl SO4 O
Cl Cr = = SO4 Cr = = O
Chromium Chlorida Chromium sulphate Chromium Oxide
Bahan penyamak krom yang paling banyak digunakan adalah bahan penyamak
chromium basa sulfat. Kandungan chromium sulfat dari garam-garam ini diperkirakan
(dengan analisa) sebagai chromium oksida dan dengan demikian disebut kromium
oksida. Kandungan kromium oksida (Cr2O3) dari sebagian besar produk-produk yang
dijual di pasaran berjumlah hingga 25%. Akan tetapi terdapat juga produk-produk
komersil khusus dengan kandungan Cr2O3 sebanyak 35%.
Bahan penyamak krom adalah salah satu bahan penyamak mineral yang sering
dipakai untuk penyamakan kulit box, kulit glase, kulit jaket, kulit upper shoes dan lain
sebagainya. Bahan penyamak krom dapat memberikan efek lembut pada kulit, kerapatan
nerf sangat halus. Produk bahan penyamak krom yang biasa digunakan antara lain
Chrometan B, dan Chromosal B, kandungan bahan penyamak krom adalah krom oksida
(Cr2O3). Sifat bahan penyamak krom adalah, basisitas rendah, molekul kecil, daya ikat
kecil, dan penetrasi cepat, dalam larutan yang encer molekul akan membesar. Prinsip
penetapan kadar krom oksida (Cr2O3) dalam bahan penyamak krom adalah, krom dalam
sampel diubah menjadi kalium dikromat (K2Cr2O3), kemudian kalium dikromat direaksikan
dengan larutan kalium iodide (KI) dalam suasana asam HCl dan selanjutnya iod yang
dibebaskan dititar dengan larutan standar tio sulfat (Na2S2O3) 0,1N dengan menggunakan
indicator amylum, kadar krom oksida dihitung berdasarkan mgrek tio yang dibutuhkan
untuk titrasi iod yang dibebaskan. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut;
K2Cr2O3 + 8KI + 14HCl 8KCl + 2CrCl3 + 7H2O + 3I2
2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI
A. ALAT DAN BAHAN
Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas beker
100,250,500 ml, sudip, erlenmeyer 250 ml, sudip, gelas arloji, gelas ukur 250 ml, pipet
volum 10 ml, pipet ukur 5 ml, pipet tetes, labu ukur 250 ml dan 100 ml, buret, propipet,
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

botol semprot, neraca analitik, kompor listrik, thermometer, plastic, karet, corong dan
neraca analitik.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Chromosal B,
Reduced Chrom (buatan), larutan NaOH 1N dan 0,1N, H2O2 3%, HCl 4N, KI 1N, thio
sulfat 0,0894 N Indikator Amilum, Indikator PP, batu didih dan aquades.

B. CARA KERJA
Dalam praktikum pengujian kadar krom oksida dan basisitas dalam bahan
penyamak krom dilaksanakan dengan cara sebagai berikut;
Cara kerja pengujian kadar krom oksida dalam reduced krom buatan dan Chromosal
B.
Chromosal B ditimbang sebanyak 0,25 gram kemudian diencerkan dengan air
didalam labu ukur 250 ml sampai tanda garis, setelah itu larutan chromosal B di pipet
dengan pipet ukur sebanyak 12,5 ml kedalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan
NaOH 1N sebanyak 10 ml dengan pipet volum dan larutan H2O2 3% sebanyak 10 ml
dengan pipet volum dan aquades sebanyak 200 ml dan dimasukkan batu didih beberapa
butir kemudian campuran larutan tadi dipanaskan sampai mendidih dan kemudian
didinginkan, setelah dingin ditambahkan HCl 4N sebanyak 10 ml dan larutan KI 1N
sebanyak 10 ml kemudian disimpan ditampat gelap selama ± 10 menit dan kemudian
dititrasi dengan larutan thio sulfat 0,0894N sampai berwarna agak kuning bening kemudian
ditambahkan indicator amilum 3-5 tetes sampai warna biru tua dan dititrasi kembali sampai
berwarna bening.
Cara diatas juga dilakukan pada pengujian krom pada Chromosal B hanya saja
Chromosal B ditimbang sebanyak 1,5 gram dan diambil sebanyak 25 ml larutan yang telah
diencerkan diadalam labu ukur 250 ml.

Cara kerja pengujian basisitas krom oksida dalam reduced krom buatan dan
Chromosal B.
Reduced chrom ditimbang sebanyak 0,25 gram kemudian diencerkan dengan
aquades didalam labu ukur 250 ml sampai tanda garis dan dihomogenkan kemudian
diambil sebanyak 2,5 ml dengan pipet ukur kemudian diencerkan kembali didalam labu
ukur 250 ml dengan aguades sampai tanda garis, setelah itu larutan diambil sebanyak 12,5
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

ml dengan pipet ukur dan ditambahkan indicator PP sebanyak 3-5 tetes dengan pipet tetes
kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N sampai berwarna merah muda, setelah itu
ditambah air panas sebanyak 150 ml kemudian dipanaskan diatas kompor listrik sampai
mendidih apabila larutan berubah menjadi berwarna bening larutan kembali dititrasi
dengan larutan NaOH 0,1N sampai muncul warna merah muda kembali, namun apabila
saat dipanaskan larutan tetap berwarna merah muda (tidak berubah) maka tidak dilanjutkan
titrasi dan hasil titrasi awal digunakan sebagai nilai dalam perhitungan basisitas.
Pada pengujian basisitas krom oksida dalam chromosal B, larutan chromosal B
pada pengujian kadar diambil sebanyak 25 ml dengan pipet volum dan dimasukkan
kedalam Erlenmeyer 250ml kemudian lakukan langkah yang sama seperti pengujian
basisitas krom oksida dalam reduced krom buatan diatas.

C. HASIL DAN PENGAMATAN


Hasil Perhitungan
Perhitungan Kadar Krom Oksida dalam Chromosal B
Diketahui ; Vtio : 5,65 ml
Ntio : 0,0894 N
Berat Contoh : 1,5002 gram
Fp : 250/25 ml

Perhitungan Kadar Krom Oksida dalam Reduced Chrom Buatan


Diketahui ; Vtio : 3,1 ml
Ntio : 0,0894 N
Berat Contoh : 0,25 gram
Fp : 250/12,5 ml
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Perhitungan Basisitas Krom Oksida dalam Chromosal B


Diketahui : N NaOH : 0,183N N tio : 0,0894 N
V NaOH : 3 ml V tio : 6,4 ml

Perhitungan Basisitas Krom Oksida dalam reduced krom buatan


Diketahui : N NaOH : 0,183N N tio : 0,0894 N
V NaOH : 0,2 ml V tio : 8,7 ml

Pengamatan Perubahan Warna;


Perubahan warna yang terjadi pada saat pengujian kadar krom oksida adalah
sebagai berikut;
Pada awalnya Chromosal B dan reduced krom berwarna hijau dan tetap berwarna
hijau pada saat dilarutkan dan diencerkan kemudian pada saat ditambahkan larutan NaOH
1N dan H2O2 3% larutan menjadi berwarna agak bening (hijau lumut) dan berubah menjadi
kuning terang pada saat dididihkan kemudian larutan menjadi warna kuning kecoklatan
pada saat ditambahkan larutan HCl dan KI dan semakin gelap atau coklat tua pada saat
disimpan ditempat gelap. Dan pada saat dititrasi dengan larutan thiosulfat larutan menjadi
berwarna kuning terang dan menjadi biru tua pada saat ditambahkan indicator amilum dan
menjadi bening pada saat dititrasi kembali dengan larutan thiosulfat.
Pada pengujian basisitas krom oksida perubahan yang terjadi adalah sebagai
berikut; larutan krom berwarna hijau dan tidak mengalami perubahan warna pada saat
ditambah dengan indicator PP dan pada saat dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N larutan
berubah menjadi berwarna merah muda dan tidak mengalami perubahan warna pada saat
ditambahkan dengan air panas dan dipanaskan sampai mendidih dan berwarna lebih tua
atau merah keunguan pada saat dititrasi kembali dengan NaOH 0,1N.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

D. PEMBAHASAN
Dalam pengujian kadar krom oksida dalam Chromosal B dan Reduced Chrom
Buatan dilakukan dengan metode titrasi Iodometri yaitu titrasi yang dilakukan penambahan
larutan Iod (kalium iodide) kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat yang telah
distandarkan. Dalam praktikum pertama-tama chromosal B diencerkan dengan aguades
kemudian diambil sampling sebanyak 25 ml kedalam Erlenmeyer 250 ml kemudian
ditambahkan larutan NaOH 1N yang bertujuan untuk menaikkan pH larutan chrom hal ini
dilakukan agar proses oksidasi pada saat penambahan H2O2 dapat berlangsung maksimal
karena apabila pada pH rendah atau asam terlalu tinggi akan mengakibatkan reaksi antara
garam-garam chromium akan terlalu cepat sehingga mengakibatkan tidak semua garam-
garam chromium dan teroksidasi dengan baik. Selanjutnya adalah penambahan larutan
H2O2 3%, penambahan ini bertujuan untuk mengoksidasi garam-garam choromium yang
terkandung didalam larutan choromosal B karena dengan terikatnya garam-garam
chromium akan dapat mengikat iodide dalam larutan, kemudian larutan dipanaskan yang
bertujuan untuk menghilangkan kelebihan H2O2 yang tidak bereaksi dengan krom dalam
larutan dapat dihilangkan, kemudian larutan ditambah dengan larutan HCl 4N yang
bertujuan untuk mengembalikan suasana asam (menurunkan pH) pada larutan sehingga
dapat bereaksi maksimal dengan KI, selanjutnya larutan ditambah dengan larutan KI 1N
berlebih yang bertujuan untuk membebaskan Iod yang berikatan dengan oksigen pada saat
penambahan H2O2 kemudian sebelum dititrasi larutan disimpan ditempat yang gelap hal ini
bertujuan untuk menyempurnakan reaksi KI dengan larutan sehingga iod dalam larutan
terbebas semua hal ini dikarenakan iod dapat terikat kembali apabila berkontak dengan
oksigen yang ada diudara bebas, kemudian kelebihan KI dalam larutan dititrasi dengan
larutan thio sulfat 0,0894N yang bertujuan untuk mengetahui jumlah KI yang bereaksi yang
dibantu dengan Amilum sebagai indicator.
Dari hasil praktikum ini didapat hasil bahwa kadar krom oksida yang terkandung
didalam reduced crom buatan lebih besar (56,09%) daripada kadar krom oksida yang
terkandung didalam chromosal B (8,518%), namun hasil ini kemungkinan kurang akurat
karena sebagaimana dari buku pengetahuan bahan penyamak yang menyebutkan bahwa
kadar krom dalam bahan penyamak produk patent seperti Chromosal B mengandung krom
sebesar 25-35% dan ini sangat jauh dari hasil yang didapat yaitu sebesar 8,518%, selain
dalam analisa ini juga didapat nilai basisitas lebih besar dari kadar dan seharusnya nilai
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

basisitas lebih kecil daripada kadar terutama pada reduced krom buatan dengan nilai
basisitas 90,25% dan kadar 56,09%, sedangkan pada chromosal B kadar dan basisitas
sangat kecil yaitu basisitas sebesar 4,048% dan kadar 8,518% dan ini masih jauh dari
semestinya yaitu basisitas 20% dan kadar 25%. kesalahan dalam analisa ini dapat
disebabkan oleh banyak factor pada saat analisa seperti keadaan bahan yang dianalisa
kurang baik (bahan lama), proses penimbangan kurang akurat, kebersihan dan ketelitian
dalam analisa yang kurang diperhatikan , dan human error.

E. KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa reduced krom yang dibuat memiliki
kadar oksida sebesar 56,09% dan basisitas sebesar 90,25%. Dan pada chromosal B
memiliki kadar krom oksida sebesar 8,518% dan basisitas sebesar 4,048%. Pengujian kadar
krom dapat dilakukan dengan metode titrasi iodometri dan pengujian basisitas dengan
metode titrasi asam basa.

F. DAFTAR PUSTAKA
Hermiyati, Indri. 2009. “Buku Panduan Praktikum Analisa Kulit” Akademi Teknologi
Kulit; Yogyakarta
Iswahyni, 1997. “Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit” . Akademi Teknologi
Kulit Yogyakarta.
Purnomo, E dan Wazah, 1984, Teknologi Kulit 2, Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta.
Purnomo, E, 1991, Penyamakan Kulit Reptil, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM VII


ANALISA ZAT WARNA ASAM UNTUK KULIT

A. TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara analisa kadar air, pH, kelarutan dalam air suling 60oC dan
homogenitas suatu zat warna asam
2. Untuk mengetahui mutu zat warna asam untuk kulit.

A. DASAR TEORI
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Pengecatan dasar merupakan salah satu proses penyamakan yang bertujuan untuk
memberikan warna dasar pada kulit tersamak agar dapat memperindah penampilan kulit
jadinya. (Purnomo, 1985)
Molekul cat dasar merupakan kombinasi antara inti tak jenuh dengan kelompok –
kelompok tertentu. Inti tak jenuh disebut chromophore dan kombinasinya disebut
kromogen. Kromogen ini sifatnya ditentukan oleh 1 atau 2 gugus pengganti yang disebut
auxochrome. Auxsochrome berfungsi untuk mengintensifkan warna dan memperbaiki
kandungan bahan pewarna pada substratnya. (O. N. Witt, 1976).
Menurut muatannya, cat dasar dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu cat dasar
anionik, cat dasar kationik dan cat dasar amfoter. Cat anionik adalah cat yang
auksokromnya bermuatan negatif, contohnya adalah cat asam. Cat dasar kationik adalah cat
dasar yang auksokromnya memiliki muatan positif. Sedangkan cat dasar amfoter adalah
apabila auksokromnya bermuatan negatif maupun positif, contohnya adalah reaktif
dyestuff.
Cat amfoter disebut juga cat primtillesed, dari dalam molekul cat mempunyai
kemampuan untuk memberikan kemampuan anionik, sementara metal mempunyai
kemampuan memberikan muatan kationik. Dalam hal ini mereka mirip dengan protein
kulit, mempunyai pH tidak bermuatan (titik iso elektrik). Di bawah pH ini, muatannya
kationik, diatas pH ini muatannya anionik.
Terkait dengan sumber pewarna untuk kulit secara garis besar digolongkan menjadi
dua kelompok yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami adalah
zat pewarna yang berasal dari bagian daun, bunga, babakan, akar dan bagian dari tumbuhan
lainnya. Cat dasar sintetis adalah cat yang dibuat dengan cara mendestilasi batubara atau
merupakan derivate batubara.
Cat sintetis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Cat yang tidak menggunakan air.
a. Cat Sulfur
b. Cat dengan pelarut minyak
c. Cat dengan pelarut spiritus.
1. Cat yang menggunakan pelarut air.
a. Cat anionik
b. Cat amfoter
c. Cat basa
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Klasifikasi dyestuff menurut aplikasinya dapat dikelompokkan menjadi:


1. Acid dyes
2. Direct/Catton/Substative dyes
3. Metal complex/Pre-metal dyes
4. Reaktive dyes
5. Dispersed dyes
6. Solvent dyes
7. Vat dyes
8. Fur dyes
9. Mordant dyes
10. Silk dyes, dll.
Ketahanan dyestuff terhadap asam besar pengaruhnya pada saat fiksasi. Setelah
dyestuff masuk ke dalam kulit, mulai dilakukan fiksasi dengan penambahan asam secara
bertahap. Terjadi penurunan pH cairan dan kulit. pH yang lebih rendah dari TIE (Titik Iso
Elektrik) kulit akan menyebabkan kulit bermuatan positif dan reaktif terhadap muatan –
muatan anionik. Bersamaan dengan penurunan pH cairan, dye’s yang merupakan garam
akan terdisosiasi dengan sempurna dan membentuk ion negatif yang bereaksi dengan gugus
amina.
Adapun pengaruh basa terhadap larutan cat ada hubungannya terhadap proses
netralisasi. Proses netralisasi atau disebut juga deacidifikasi adalah proses untuk
menghilangkan sebagian sisa asam bebas yang terdapat pada wet blue baik yang berasal
dari proses pengasaman atau yang terbentuk selama reaksi olasi dan oksilasi selama masa
penyimpanan. Asam-asam yang dinetralisir tersebut adalah asam yang terdapat diantara
serat – serat kulit atau asam bebas lain yang belum hilang pada waktu pencucian.
Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat
warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat
warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.
Dyes adalah komponen molekul organik yang memiliki kumpulan senyawa inti tak
jenuh yang disebut kromofor yang bergabung dengan komponen lain dimana gabungan ini
disebut kromogen serta gugus substantive yang berfungsi sebagai penguat warna dan
memperbaiki substantifitas ikatan dengan substratnya (serat kulit, kertas, sutra, katun,
poliamida dll.) yang disebut auksokrom.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Terkait dengan sumber pewarna untuk kulit secara garis besar digolongkan menjadi
dua kelompok yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami
adalah zat pewarna yang berasal dari tumbuh – tumbuhan atau yang terdapat secara alami
yang diekstraksi dari bagian – bagian pohon yang mengandung zat warna.
Prinsip pembuatannya sama dengan proses ekstraksi zat penyamak nabati.
Misalnya, warna hitam dari Naematine (C16H12O6) dapat kita ekstraksi dari pohon Lak
Wood. Umumnya Lak Wood itu dapat dibuat menjadi Helma Texylena (C16H14O6). Kalau
Helma Texylena dioksidasi akan menjadi Naematine.
Oksidasi
2 C16H12O6 2 C16H14O6 + 2H2O
Di Indonesia banyak juga warna alami yang dapat kita peroleh dari tumbuh-
tumbuhan. Misalnya:
1) Soja menghasilkan cat warna kuning cokelat
2) Sajang menghasilkan cat warna kuning merah
3) Tegeran menghasilkan cat warna kuning merah
4) Akasia menghasilkan cat warna coklat muda dan kuning.
Penggunaan cat alami tidak dapat secara langsung seperti halnya cat Aniline karena
tidak dapat berikatan dengan kulit. Jadi karena menggunakan bahan pembantu kimia yang
lazim disebut “Mordan” atau “Pengikat”. Saat ini jarang sekali zat warna alami digunakan
untuk mewarnai kulit.
Cat dasar sintetis adalah cat yang dibuat dengan cara mendestilasi batubara atau
derivate batubara. Ditinjau dari sifat kimianya cat ini dibagi dua bagian juga yaitu cat
dasar anionik dan cat dasar ionik. Cat dasar anionik adalah merupakan suatu garam yang
gugus anionnya mengandung warna sedangkan gugus kationnya tidak mengandung warna.
Gugus anion tersebut memiliki kecenderungan untuk mengendap atau terikat bila bereaksi
dengan zat dengan kationik yang memiliki muatan positif. Jenis cat dasar anionik adalah
sebagai berikut:
Cat asam
Cat asam merupakan cat dasar yang dapat berikatan dengan kulit apabila
menggunakan asam untuk mengikatnya pada kulit samak. Cat asam mempunyai warna
yang cukup bervariasi dan banyak digunakan. Walau demikian masing-masing warna
mempunyai sifat dan struktur kimia yang berbeda. Demikian pula derajat ketahanannya
terhadap cahaya, sabun, air, gosokan atau pelarut. Molekul-molekul cat dasar ini sangat
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

kompleks. Mempunyai valensi yang mampu membentuk moment dipol atau ikatan
hidrogen.
Cat asam dapat juga dipergunakan sebagai mordant cat basa yang banyak
digunakan pada pengecatan kulit nabati. Selain itu, untuk kulit khrom yang memerlukan
penetrasi catnya sampai menembus ke penampang kulitnya, cat asam baik sekali untuk
dipergunakan. Dalam perdagangan biasanya diberi nama dengan awalan: Acid, Baygenol,
Fast, Navana, Igenal, Luganal, Luganie ,dan lain-lain
Cat asam yang mempunyai gugus anion akan berikatan atau menggabungkan
muatan ioniknya dengan gugus-gugus asam amino kulit yang bersifat kationik. Bahan
penyamak nabati bersifat anionik, dengan demikian gugus kationik dari kulit sebagian
besar akan diikat sehingga mengurangi jumlah molekul kulit yang aktif dan dapat berikatan
dengan cat asam. Penggunaan cat asam pada penyamakan nabati dapat menyebabkan daya
ikatnya rendah. Akan tetapi cat demikian mempunyai penetrasi yang baik dan
menghasilkan warna yang rata, walaupun jumlah cat yang terikat berkurang sehingga
menghasilkan warna cat yang lebih pucat dengan warna yang kurang cemerlang.
Penambahan asam akan menaikkan ikatan tetapi menurunkan pH yang lebih rendah
dibandingkan dengan penyamakan jenis yang lainnya.
Cat ini cenderung untuk mengendap atau berikatan dengan koloid kationik yang
mempunyai sebuah muatan positif. Protein kulit dan kulit-kulit jadi termasuk kategori ini
dibawah kondisi asam yakni apabila pH nya dibawah iso elektrik. Akibatnya cat anionik
terikat pada kulit dibawah kondisi asam dengan kekuatan ionik. Tenaga ini sangat kuat dan
reaksi atau ikatannya sangat cepat, terutama bila temperaturnya tinggi. Pengikatan yang
cepat dapat berpengaruh pada ketidakrataan proses pengecatan kulit. Sebelum larutan cat
tersebar rata keseluruh bagian kulit. Cat sudah terikat pada kulit yang pertama kali terkena
kontak, sehingga bagian ini mempunyai warna yang kuat sedangkan bagian lain tidak
tercat. Ini merupakan hal yang penting bila menginginkan pengecatan yang tembus pada
seluruh ketebalan kulit. Jika pengikatan cepat, maka cat akan terikat pada permukaan luar
saja sedangkan bagian dalam kulit tidak berwarna. Dengan pengecekan pH atau keasaman
pada proses pengecatan faktor-faktor tersebut dapat dikontrol.
Untuk mencapai tingkat pengecatan yang rata atau penetrasi biasanya dimulai
dengan kondisi tidak asam misalnya dengan menetralkan kulit atau menambahkan amonia
pada larutan cat, kulit diputar dalam drum atau padle dengan larutan tersebut sampai
tercapai penetrasi yang dikehendaki.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Keuntungan cat asam:


a. Penetrasi lebih baik dari cat lainnya
b. Ketahanan gosok, cahaya, keringat baik
c. Tidak mengendap dengan hard water
d. Tidak menimbulkan boonzing.

A. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan adalah:
Gelas arloji, Cawan porselin, Gelas ukur 100 ml, Oven, Gelas beker 250 ml dan 500
ml, Sudip, pH meter, Botol semprot, Kompor listrik, Erlenmeyer 250 ml, Thermometer,
Kertas saring, Corong kaca, benang jahit, timbangan analitik, desikator, penggaris.
Bahan yang digunakan adalah:Bahan pewarna correacid Red, Aquades

B. LANGKAH KERJA
1.Uji kadar air
Ditimbang cat sebanyak 5 gram dengan menggunakan gelas arloji, kemudian cat
dimasukkan kedalam cawan porselen lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 100 ± 2 oC
sampai mencapai berat tetap. Hasil pengujian dinyatakan sebagai berat contoh.
Kadar air = W1 – W2 x 100 %
W1
Keterangan:
W1 : Berat contoh sebelum dikeringkan
W2 : Berat contoh setelah dikeringkan
2.Uji pH
Ditimbang cat sebanyak 0,5 gram dan diencerkan sampai 100 ml dengan air suling
lalu digoyangkan hingga terlarut sempurna. Setelah itu, dilakukan pengecekan pH larutan
cat tersebut dengan menggunakan pH meter.
3.Uji kelarutan dalam air suling pada suhu 60oC
Ditimbang contoh cat masing-masing sebanyak 1 gram, 2 gram, 3 gram, dan 4
gram. Kemudian cat dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml pada suhu 60 oC.
Setelah itu laruan cat dipanaskan hingga larutan mendidih dengan posisi ditutup dengan
gelas arloji, lalu larutan didinginkan sampai suhu 60 oC, setelah itu larutan segera disaring
dengan kertas saring biasa yang telah dibasahi dengan air suling terlebih dahulu. Kemudian
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

kertas saring dan residu yang tersaring dikeringkan dengan oven pada suhu 100 ± 2 oC
sampai berat tetap.
Kelarutan contoh dalam air suling pada suhu 60 oC dinyatakan sebagai porsen berat
contoh.
Kelarutan cat: W1 – (W2 – W3) x 100 %
W1
Keterangan:
W1 : Berat contoh
W2 : Berat kertas saring + residu sesudah dikeringkan
W3 : Berat kertas saring
4.Uji homogenitas
Disiapkan kertas saring dengan ukuran 404 dengan ukuran 20 x 15 cm dengan
ukuran lidah 6 x 3 cm. Keras saring dikondisikan dengan suhu 20 ± 2 oC. Cat ditimbang
sebanyak 2,5 gram dan dilarutkan dengan air suling hingga menjadi 500 ml dalam gelas
beker 500 ml. Kemudian lidah kertas saring dicelupkan dalam 100 ml larutan cat.
Pengujian dilakukan pada suhu ruangan ± 27 oC. Pengujian dihentikan ketika kertas telah
mencapai 2/3 bagian kertas saring ternoda dengan larutan cat.
Dilakukan pengamatan pengisapan cat pada kertas saring dan diamati luas
penyebaran warna asli pada kertas saring dan amati luas penyebaran keseluruhan warna
yang ternoda pada kertas saring.

C. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1.Uji kadar air
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (W1): 80,195 gram
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (W2): 78,970 gram
Maka:
Kadar air = W1 – W2 x 100 %
W1
= 80,195 gram - 78,970 gram x 100 %
80,195 gram
=1,527 %
Jadi kadar air dalam cat adalah sebesar 1,527 %
2.Uji pH
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

pH dari larutan cat asam tersebut adalah 9,33


3.Uji kelarutan dalam air suling pada suhu 60oC
Kertas
Berat kertas saring Berat contoh Kelarutan
No saring +
(W3) (W1) cat
residu (W2)
1. 0,405 gr 1,002 gr 0,495 gr 91,017 %
2. 0,426 gr 2,001 gr 0,622 gr 90,204 %
3. 0,416 gr 3,003 gr 0,767 gr 88,311 %
4. 0,427 gr 4,002 gr 0,613 gr 95,352 %

Perhitungan kelarutan cat diperoleh dari rumus dibawah ini:


Kelarutan cat: W1 – (W2 – W3) x 100 %
W1
4.Uji homogenitas
Diket: Penyebaran warna asli (r) : 5 cm
Penyebaran warna yang ternoda (r): 5,5 cm

a.) Luas penyebaran warna asli


= ½ Π r2
= ½ (3,14 x 52) cm
= 39,25 cm2
b.) Luas penyebaran warna noda
= ½ Π r2
= ½ (3,14 x 5,52) cm
= 47,49 cm2

D. PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa kadar air dalam cat ini adalah 1,527
%, jumlah ini cukup baik karena kadar air dalam cat dalam syarat mutu cat asam adalah
maksimal 6,0 %. Kadar air yang rendah dalam cat akan menyebabkan cat tersebut tidak
mudah rusak dalam penyimpanannya atau tahan lama. Akan tetapi jika kadarnya terlalu
tinggi sehingga cat lembab, cat dapat diserang oleh jamur dan cat tidak dapat dipakai lagi.
Kadar air dalam cat yang terlalu tinggi dalam pemakaianya cat harus dilarutkan terlebih
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

dahulu, karena jika tidak cat akan mengumpal sehingga dalam penyebaran dalam kulit
tidak merata.
Cat asam merupakan cat dasar yang dapat berikatan dengan kulit apabila
menggunakan asam untuk mengikatnya pada kulit samak. Dalam aplikasinya, dalam
pewarnaan kulit ditambahkan suatu asam (asam formiat) untuk mengikat zat warna ini
dengan kulit. Dari hasil uji ini pH cat asam adalah 9,33, hasil ini menujukkan bahwa cat
ini tidak masuk dalam persyaratan suatu zat pewarna asam. Jika pH cat adalah basa maka
dalam penggunaannya memerlukan banyak asam untuk fiksasi agar cat tidak mudah
terlepas dari kulit. Akan tetapi, penambahan asam yang berlebih ini dapat menimbulkan
kerusakan pada kulit.
Dalam pengujian kelarutan cat dalam air suling 60 oC dilakukan perbandingan
konsentrasi cat yang berbeda-beda, yaitu dibuat dari berat cat 1 gram, 2 gram, 3 gram dan
4 gram yang dilarutkan kedalam 100 ml air suling dengan suhu 60oC. Hasil yang
diperoleh terlihat adanya penurunan kelarutan cat, pada larutan cat yang berkonsentrasi
rendah mempunyai kelarutan yang tinggi dan larutan cat yang berkonsentrasi semakin
tinggi mempunyai kelarutan yang semakin rendah. Akan tetapi dalam praktikum, cat
yang mempunyai konsentrasi paling tinggi mempunyai kelarutan yang tinggi. Hal ini
dapat disebabkan oleh pelarutan cat yang menggunakan suhu lebih tinggi atau lebih dari
60 oC, sehingga kelarutannya menjadi tinggi atau dalam pemanasannya dilakukan terlalu
lama sehingga meningkatkan kelarutannya. Dari hasil uji kelarutan ini, cat yang kami uji
tidak masuk dalam syarat mutu cat asam, karena kelarutannya kurang dari 95 %
sedangkan dalam syarat mutunya kelarutan cat dalam air suling 60 oC dalam syarat mutu
serbuk pewarna asam adalah harus lebih dari 95 %. Dalam proses pewarnaan kulit, bahan
pewarna dilarutkan dengan air pada suhu 60 oC dan jika menggunakan suhu yang lebih
tinggi kelarutannya baik, akan tetapi dapat merusak cat tersebut. Sehingga jika kelarutan
cat rendah dalam air suling 60 oC dalam aplikasinya akan menimbulkan adanya endapan
karena cat tidak terlarut sempurna dan hal ini akan menyebabkan hasil pewarnaan kurang
baik, yaitu pewarnaan kurang merata dan akan timbul noda-noda pada kulit akibat dari
endapan yang menempel pada kulit.
Uji homogenitas dilakukan dengan mencelupkan kertas saring yang telah
dipotong sedemikian rupa dengan bagian lidah untuk dicelupkan kedalam larutan cat.
Pengukuran luas penyebarannya diukur dari titik tengah kertas yang ternoda oleh larutan
cat. Semakin luas penyebaran larutan catnya maka homogenitas larutannya semakin baik,
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

karena dalam penyerapannya larutan dapat langsung terserap kedalam serat-serat kertas
saring tanpa adanya gangguan dari endapan-endapan cat yang belum terlarut sempurna.
Jika luas penyerapannya kecil berarti homogenitas larutan kurang baik. Hal ini sangat
penting karena dalam proses pewarnaan kulit homogenitas larutan menentukan hasil
pewarnaannya. Karena kulit merupakan anyaman dari serabut-serabut kolagen yang
susunannya rapat. Jika homogenitasnya kurang baik maka penyerapan kedalam serabut
kulit juga kurang baik, sehingga dalam proses pewarnaan cat yang dimasukkan hanya
terikat dipermukaannya saja atau cat tidak tembus kedalam kulit.

E. KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
1. kadar air dalam cat adalah sebesar 1,527 %
2. pH dari larutan cat asam tersebut adalah 9,33
3. Kelarutan cat menurun seiring dengan kenaikkan konsentrasi larutan cat yaitu 91,017
%, 90,204 %, 88,311 %. (kecuali untuk cat 4 gram kelarutannya 95,352 %)
4. Uji homogenitas menghasilkan penyebaran warna asli seluas 39,25 cm2 dan
penyebaran noda warna seluas 47,49 cm2
Dari keseluruhan hasil pengujian dapat diketahui bahwa mutu cat yang diuji kurang
baik, karena hanya kadar air saja yang masuk dalam syarat mutu zat warna asam.

DAFTAR PUSTAKA
Hermiyati, Indri. 2009. ”Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit”. Akademi Teknologi
Kulit. Yogyakarta
Purnomo, Eddy. 2008 ”Pasca Tanning”. Akademi Teknologi Kulit. Yogyakarta.
Purnomo, Eddy. 1998. ”Prinsip Dasar dan Aplikasi Finishing”. Akademi Teknologi
Kulit, Yogyakarta.
[ANALISA BAHAN KULIT. TBKKP.07/IV] July , 2009

Purnomo, Edy.1998. ”Pengantar Kuliah Pewarnaan Dasar”. Akademi Teknologi Kulit.


Yogyakarta.
www. dye@jhlowenstein.com
www. info@jhlowenstein.com

You might also like