Professional Documents
Culture Documents
RANGKAIAN LISTRIK
Penyusun:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I ALAT-ALAT UKUR LISTRIK I-1
1.1 Pendahuluan I-1
1.2 Alat Ukur Kumparan Putar I-1
1.3 Alat Pengukur Amper dan Volt untuk Arus Bolak-Balik I-2
1.4 Alat Pengukur Daya I-3
1.5 Alat Ukur Elektronik I-6
BAB II RANGKAIAN RESISTIF II-1
2.1 Pendahuluan II-1
2.2 Hukum Ohm II-2
2.3 Hukum Kirchhoff II-2
2.4 Rangkaian Seri II-3
2.5 Rangkaian Paralel II-4
2.6 Rangkaian seri-Paralel II-5
2.7 Pembagian Tegangan II-5
2.8 Pembagian Arus II-6
2.9 Daya II-7
BAB III METODE ANALISIS RANGKAIAN III-1
3.1 Pendahuluan III-1
3.2 Persamaan Simpul (Node) III-1
3.3 Persamaan Mesh III-2
3.4 Teorema Superposisi III-3
3.5 Teorema Thevenin dan Norton III-5
3.6 Transformasi Wye-Delta III-7
3.7 Transfer Daya Maksimum III-9
IV KAPASITANSI DAN INDUKTANSI IV-1
4.1 Pendahuluan IV-1
4.2 Kapasitor/Kapasitansi IV-1
4.3 Kapasitor Paralel IV-3
4.4 Kapasitor Seri IV-4
4.5 Induktor IV-4
4.6 Induktor Seri IV-5
4.7 Induktor Paralel IV-6
BAB V ARUS DAN TEGANGAN BOLAK-BALIK V-1
5.1 Pendahuluan V-1
5.2 Rangkaian Arus Bolak-Balik V-2
BAB VI DAYA DAN FAKTOR DAYA VI-1
6.1 Daya Dalam Kawasan Waktu VI-1
6.2 Daya dalam Keadaan Tunak (Steady-State) Sinusoida VI-1
6.3 Segitiga Daya, Daya Kompleks VI-3
6.4 Peningkatan/Perbaikan Faktor Daya VI-4
BAB VII LAMPU TABUNG FLUORESEN VII-1
7.1 Pendahuluan VII-1
7.2 Kumparan Hambat (Ballast) VII-2
7.3 Starter VII-2
7.4 Kompensasi Fakto Daya (cos ) VII-3
7.5 Efek Stroboskop dan Hubungan Duo VII-4
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
ALAT-ALAT UKUR LISTRIK
1.1 Pendahuluan
Besaran listrik seperti arus, tegangan, daya dan sebagainya tidak dapat secara
langsung kita respons dengan panca indera kita. Untuk pengukurannya maka besaran listrik
ditransformasikan melalui suatu fenomena fisis sehingga dapat diamati oleh panca indera
kita. Misalnya arus listrik ditransformasikan ke dalam besaran mekanis. Perubahan tersebut
bisa merupakan suatu rotasi melalui suatu sumbu tertentu, di mana besar sudut rotasi
berhubungan langsung dengan besarnya arus listrik yang diamati.
Keterangan:
1. Magnet tetap
2. Kutub sepatu
3. Inti besi lunak
4. Kumparan putar
5. Pegas spiral
6. Jarum penunjuk
7. Rangka kumparan
putar
8. Tiang poros
Gambar 1.1 Prinsip kerja alat ukur jenis kumparan putar.
Gambar 1.3 Konstruksi bagian-bagian bergerak suatu alat ukur kumparan putar
1.3 Alat Pengukur Amper dan Volt untuk Arus Bolak Balik
Alat ukur kumparan putar tidak dapat digunakan untuk pengukuran arus bolak balik.
Akan tetapi karena kepekaannya yang baik dan pula pemakaian sendirinya yang kecil,
maka berbagai peralatan pembantu telah ditemukan sehingga alat ukur kumparan putar
dapat digunakan sebagai alat pengukur arus maupun tegangan pada arus bolak-balik.
Alat pembantu tersebut beraneka macam, diantaranya: penyearah arus (rectifier) bisa
dengan dioda, dengan bantuan thermoelektris dan transistor.
Ada 3 besaran arus dan tegangan pada arus bolak-balik, yaitu:
a. Harga maksimum. Harga maksimum atau harga puncak (peak), adalah harga
maksimum dari amplitudo arus bolak-balik. Diperlihatkan sebagai Im pada gambar
gelombangnya. Harga puncak ini menyatakan besarnya sinyal atau gangguan dalam
rangkaian elektronika.
b. Harga rata-rata. Yaitu harga rata-rata dari besar arus yang diambil melalui suatu
jangka waktu selama setengah periode dari arus bolak-balik. Alasan setengah periode
karena bentuk gelombang arus bolak-balik adalah simetris.
c. Harga efektif (rms: root mean square): kalau arus I dialirkan ke dalam tahanan R,
maka daya sebesar I2R dipakai dalam tahanan R. Fenomena ini juga terjadi jika arus
bolak balik I dialirkan melalui tahanan R, maka daya sebesar I2R dipakai pula di dalam
tahanan. Tetapi nilai efektif I bolak-baliknya = 0,707. Im
p Vm I m sin 2 t
Vm I m
p 2
(1 cos 2t )
Sesuai dengan definisi dari harga efektif, maka harga rata-rata daya p melalui suatu periode,
yaitu harga rata-rata P, dinyatakan sebagai:
Vm I m 2
p 2
VI I 2 R VR
Misalkan sekarang beban adalah kombinasi antara tahanan dan reaktansi, yaitu dinyatakan
sebagai Z = R + j.x di mana R adalah tahanan dan x adalah reaktansi, maka:
i I m sin t
p Vm I m sin t. sin(t )
p VI cos
Misalkan bahwa bila beban tahanan adalah R, tegangan beban adalah V dan arus
beban adalah I, sedangkan alat-alat ukur volt-meter dan amper-meter mempunyai tahanan-
tahanan dalamnya Rv dan Ra, menunjukkan Vv dan Ia. Dari Gambar 1.5 (a) akan
didapatkan:
Vv = I.R + I.Ra; Ia = I
Jika tahanan dalam alat ukur volt-meter adalah 10 k, sedangkan volt-meter
menunjukkan 100 V, dan pembacaan pada alat ukur amper-meter sama dengan 5 A, maka
daya pada beban adalah:
W1 V12 I1 cos1 1
W2 V32 I 3 cos 3 3
Bila tegangan dalam jaringan-jaringan tiga fase ini seimbang, maka V1,2 = V2,3 = V3,1 dan 1
= 3 = 300, lagipula bila bebannya seimbang maka I1 = I3 = I, dan 1 = 3 = . Sehingga
didapat:
W1 VI cos 30 0
W2 VI cos30 0
2.1 Pendahuluan
Semua benda tersusun atas atom-atom, dan setiap atom terdiri atas pertikel-partikel
yang dinamakan proton, elektron, dan neutron. Elektron bermuatan negatif, proton
bermuatan positif, sedangkan neutron tidak bermuatan (netral).
Satuan dari muatan adalah Couloumb, dan disimbolkan dengan Q. Dalam hal ini muatan
sebuah elektron adalah –1,60219 10-19 C.
Bila dalam suatu konduktor, muatan bergerak terus-menerus, kita katakan bahwa
pada konduktor tersebut terdapat arus. Bila pergerakan muatan mempunyai arah yang tetap
(tak berubah oleh waktu) dikatakan arus searah (DC: Direct Current), tetapi jika
pergerakannya berubah terhadap waktu disebut arus bolak-balik (AC: Alternating Current).
Jika muatan sebesar q (C) bergerak melalui suatu luasan penampang suatu
konduktor selama t detik (s), arusnya adalah:
q
i t
dq
Atau i dt
Satuan dari arus adalah ampere (A) dan disimbolkan dengan huruf I atau i.
Arus akan mengalir apabila dalam ujung-ujung kawat penghatar terdapat beda
potensial atau tegangan. Satuan tegangan adalah Volt dan dilambangkan dengan huruf V
atau v terkadang juga disimbolkan dengan E atau e.
Penggunaan simbol dengan huuf besar untuk menyatakan nilai-nilai rms, rata-rata
atau nilai maximum, sedangkan simbol dengan huruf kecil digunakan untuk menyatakan
nilai sesaat atau nilai yang terhadap waktu.
i VR
In = 0
Biasanya kita memberi tanda positif untuk arus yang masuk dari titik percabangan
dari tanda negatif untuk arus yang keluar titik percabangan. Dalam kasus seperti Gambar
2.1. kita dapat menuliskan persamaan hukum arus kirchhoff sebagai berikut :
I1 + I2 + I3 - I4 = 0
I1
I4
I2
I3
Untuk tegangan searah jarum jam kita beri tanda positif dan untuk yang berlawanan
dengan arah jarum jam kita beri tanda negatif. Dalam kasus seperti Gambar 2.2 kita dapat
menuliskan hukun tegangan kirchhoff sebagai berikut:
I1 R1 I2
E1
R4
R2
I4 I3
E2 R3
Jika kita memiliki rangkaian gabungan seri dari n tahanan seperti Gambar 2.3, maka kita
dapat mengganti tahanan-tahanan ini dengan satu tahanan tunggal yaitu Rek atau dapat
pengganti, di mana:
Rek = R1 + R2 + … + Rn
+ V1 - + V2 - + Vn -
R1 R2 Rn
R ek
E E
Gambar 2.3 Rangkaian yang berisi gabungan seri n tahanan
1
Rek
1
R1
1
R2
... 1
Rn
I1 I2 In I
R1 R2 Rn R ek
E E
I + V1 -
+ R1
+
V0 V2 R2
-
-
Gambar 2.5 Pembagian Tegangan
V0 V0
I Rek
R1 R2
V2 I .R2
R2
.V
R1 R2 0
R1
V1 .V
R1 R2 0
I0
+ I1 I2
V R1 R2
V I 0 .Rek
I0. R1. R2
R1 R2
Kemudian:
V
I
R1
R2
I 0 .
R1 R2
R1
I2 I 0 .
R1 R2
2.9 Daya
Jika arus I mengalir melalui hambatan R dan tegangan pada ujung-ujung hambatan
adalah V, maka daya yang diserap oleh hambatan tersebut adalah:
P = V.I
Satuan daya adalah Watt = Joule/detik.
Karena I = V/R dan V = I.R, maka rumus daya di atas dapat dinyatakan pula:
2
P VR
P I 2 .R
BAB III
METODE ANALISIS RANGKAIAN
3.1 Pendahuluan
Ada berbagai macam cara untuk menyelesaikan suatu jaringan listrik, diantaranya :
Persamaan Simpul
Persamaan Mesh
Teorima superposisi
Teorima Thevenin dan Norton
Transformasi Wye – Delta
Transfer Daya Maksimum
i2
i1 i3
+
6V 3 ohm 22 V 6V 3 ohm 22 V
v3
-
d d
Penyelesaian :
Step 1 Node d mempunyai 2 sumber tegangan yang terhubung dengannya. Sedang node
yang lain mempunyai satu atau tidak sama sekali. Groundkan node d.
Step 2 Va = 6V dan Vc =2 2V
Step 3 pada node b i1 + i2 + i3 = 0
V1 V2 V3
6
2
3
0
Di mana: V1 = Va – Vb = 6 - Vb
V2 = Vc – Vb = 22 – Vb
Vb = 12 V
Maka kita akan mendapatkan arus:
6 Vb
i1 6
1A
22V
i2 2 b 5 A
i3 I1 I 2 4 A
Contoh 2:
i1 i2
3 ohm 2 ohm 3 ohm 2 ohm
+ -
+ -
+ v1 - i3 - v2 +
+
-
+
26 V 1 ohm 12 V 6V 12 V
v3
- 1 ohm
- +
Penyelesaian :
26 – 3ia – 1ia + 1ib = 0
- 1ia – 1ib – 2ib – 12 = 0
atau 4ia – 1ib = 26
- 1ia + 3ib = -12
sehingga ia = 6 A
dan ib = - 2 A
dengan demikian elemen – elemen yang lain bisa diperoleh dengan cepat :
i1 = ia = 6A V1 = i1.R1 = 18 V
i2 = -ib = 2A V2 = i2.R2 = 4 V
i3 = ia – ib = 8 A V3 = i3.R3 = 8V
Contoh 3:
Carilah Va dan I dari rangkaian di bawah ini :
4 ohm a 2 ohm
2ohm 2A
10 V
Penyelesaian:
Pertama set-lah sumber tegangan menjadi nol dengan membuat rangkaian menjadi
hubung singkat, seperti rangkaian berikut ini :
4 ohm v1 2 ohm
i1
2ohm 2A
4 4
i1 2 3 A
42
V1 i1.R 34 .2 83 V
Kemudian set-lah sumber arus menjadi nol dengan membuat rangkaian menjadi terbuka
seperti gambar berikut ini:
4 ohm v2 2 ohm
i2
2ohm
10 V
Dengan pembagian tegangan kita bisa mendapatkan i2 dan V2:
2 10
V2 10 3 V
24
10
V2
i2 R
3
53 A
2
Setelah itu jumlahkan masing-masing arus dan tegangan yang sudah didapat tadi :
V V1 V2 i i1 i2
83 10
3
4
3
55
6V 3A
Contoh 4:
Dapatkan rangkaian ekivalen Thevenin dan Norton untuk rangkaian yang
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
2 ohm
3ohm 10 V
Penyelesaian:
Selesaikan rangkaian untuk tegangan open circuit dengan pembagian tegangan:
3
Vab VOC .10
32
VOC 6V VTH
2 ohm 2 ohm
i sc 3ohm 10 V R 3ohm
i iSC 10
2
5A IN
Tahanan output (RTH = RN) diperoleh dengan mengganti sumber 10 V dengan rangkaian
short circuit.
Dengan demikian rangkaian ekivalen Thevenin dan Norton bisa digambarkan seperti
rangkaian berikut ini :
6/5 ohm
6V 6/5 ohm 5A
3 ( 2)
R RTH RN 3 2
65
Hasil ini bisa dicek dengan hukum Ohm:
VTH = IN . RTH 6 = 5(6/5)
Gambar 3.1 jaringan resistive 3 terminal hubungan delta dan hubungan wye.
R1R2 R3
Rb Rc
R1 R2 R3
Resistansi pada titik a-c = Ra+Rc = R2//(R1+R3)
R2 R1 R3
Ra Rc
R1 R2 R3
Kalikan persamaan kedua dengan -1, kemudian jumlahkan ketiga persamaan
tersebut, maka hasilnya adalah:
R2 .R3
Ra
R1 R2 R3
R1.R3
Rb
R1 R2 R3
R1.R2
Rc
R1 R2 R3
Contoh 5:
Dapatkan tahanan ekivalen rangkaian Gambar (a). Semua tahanan bernilai 1
Penyelesaian:
Gunakan tranformasi wye-delta. Lihat gambar (b), dari persamaan diperoleh :
R 1111 3
3 (1)
Rp 3 1
34
3(6 4)
Sehingga : Rek 3 6 4
1
R'=10 ohm I
10 V PL RL
Dalam Gambar 3.2, tegangan dan hambatan Thevenin E’ dan R’ harus dipandang sebagai
rangkaian ekivalen yang sederhana atau lomplek. RL adalah elemen, di mana kita
menginginkan untuk memaksimalkan daya.
E'
IL
R' RL
PL I 2
.R L
E '2 RL
(10) 2 RL
R' RL 2 (10 RL ) 2
BAB IV
KAPASITANSI DAN INDUKTANSI
4.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dijelaskan dua elemen rangkaian penyimpan energi, yaitu
kapasitor dan induktor. Dua elemen ini mempunyai kemampuan untuk menyerap energi
dalam suatu rangkaian. Energi ini disimpan sementara kemudian dikembalikan lagi ke
rangkaian.
Kapasitor menyimpan energi dalam bentuk medan listrik, sedangkan induktor
menyimpan energi dalam bentuk medan magnet.
4.2 Kapasitor/Kapasitansi
Gambar 4.1 memperlihatkan bagian yang penting dari suatu kapasitor. Dia terbuat
dari dua pelat penghantar paralel yang dipisahkan oleh bahan yang bersifat insulator, yang
dinamakan dielektrik. Sebuah sumber tegangan dihubungkan ke ujung-ujung kapasitor
akan membangkitkan medan listrik di antara pelat penghantar, di mana energi yang
disimpan diambil dari sumber.
(c)
Dielektrik akan mencegah arus yang megalir saat tegangannya konstan (dc), tetapi
pada tegangan yang berubah terhadap waktu akan menghasilkan arus yang proporsional
terhadap kecepatan perubahan tegangan, yaitu :
i (t ) C dv
dt
Kapasitas dari suatu kapsitor (C), menyatakan suatu kemampuan untuk menyimpan
energi, diukur dalam satuan Farad. Besarnya kapasitansi itu sendiri dinyatakan sebagai:
C d A
Di mana A adalah luas penampang pelat, d jarak antara dua pelat paralel, sedangkan
permitivitas dari bahan dielektrik, untuk ruang hampa o= 8.854 pF/m. Simbol kapasitor
ditunjukkan pada Gambar 4.1b.
Muatan kapasitor berbanding langsung dengan tegangan:
q C v(t )
Gambar 4.3 Kapasitor dihubungkan dengan sumber tegangan V
Ini menunjukkan bahwa tegangan tidak dapat berubah dengan tiba-tiba dari satu nilai ke
nilai yang lain.
Sedangkan energi yang tersimpan di dalam kapasitor dirumuskan:
W q.Vrata rata
2
q. 21 V 21 CV 2 1q
2 C
dv p
ip Cp dt
dv p dv p
i p i1 i2 C1 dt
C2 dt
dv p
i p (C1 C2 ) dt
Kita bandingkan, terlihat bahwa kapasitor ekivalen dari dua kapasitor yang tersusun paralel
adalah:
Cp = C1 + C2
1
Cs
1 1
C1 C2
C1C2
Cs C1C2
4.5 Induktor
Sebuah induktor fisis dapat dibuat dengan melilitkan sepotong kawat menjadi
sebuah koil. Energi disimpan dalam medan magnet di sekitar koil tersebut saat arus
melewatinya. Tidak ada tegangan yang melintasi sebuah konduktor pada arus yang konstan.
Dengan kata lain, induktor dapat dipandang sebagai hubungan pendek bagi arus dc, tetapi
pada arus yang berubah-ubah terhadap waktu, tegangan yang melintasi induktor akan
sebanding dengan laju perubahan arus yang melewati induktor terhadap waktu, pernyataan
ini bisa dituliskan sebagai :
v(t ) L dt
di
.N 2 . A
L I
W 21 L.i 2
Induktor terdapat pada gulungan kumparan dalam motor listrik, transformator dan
alat-alat yang serupa memiliki induktansi dalam model-model rangkaiannya.
1
Lp
1
L1
1
L2
BAB V
ARUS DAN TEGANGAN BOLAK-BALIK
5.1 Pendahuluan
Arus atau tegangan bolak-balik adalah arus atau tegangan yang mengalir dalam dua
arah dan nilainya selalu berubah terhadap waktu. Bentuk sinyal arus atau tegangan bolak-
balik ini kalau dilihat dengan menggunakan osiloskop merupakan bentuk gelombang sinus.
Bentuk gelombang sinus dapat digambarkan sbb:
Secara matematis, tegangan gelombang sinus ini dapat dinyatakan dengan persamaan:
v V sin(t )
Atau
v V cos(t 90 0 )
Di mana kita biasanya akan menganggap t dinyatakan dalam radian dan dalam derajat.
Frekuensi gelombang f dalam Hz dan periode T dalam detik, diberikan oleh:
f T1
2
i I cos(t )
Atau
i I sin(t 900 )
5.2 Rangkaian Arus Bolak-Balik
5.2.1 Resistor
Perhatikan rangkaian arus bolak-balik yang terdiri dari sebuah resistor seperti Gambar di
bawah.
Gambar 5.2 (a) Rangkaian seri resistor R dengan sumber tegangan ac;
(b) grafik arus dan tegangan mempunyai fase yang sama;
(c) diagram fasornya
Tegangan pada resitor Vr sama dengan tegangan sumber ac sehingga untuk rangkaian
resistif dapat ditulis:
VR Vm sin t
Vm
IR R
sin t I m sin t
5.2.2 RL Seri
Rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 5.3 di bawah, memiliki arus terpasang
i = I.sint. Maka:
VR R.i Vm sin t
VL L dt
di
LI sin(t 90 0 )
V VR2 VL2
Gambar 5.3 (a) Rangkaian RL seri; (b) grafik sinusoida tegangan dan arus
VL V
VR I
tan VL
V
R
5.2.3 RC Seri
Rangkaian yang diperlihatkan pada gambar di bawah, memiliki arus terpasang I = I.sint.
Maka:
VR R.i Vm sin t
VC X C .i 1.C I sin(t 90 0 )
XC = 1/C (Ohm), disebut juga sebagai reaktansi kapasitif.
VR I
VC V
V VR2 VL VC 2
I .Z I .R 2 I . X L I . X C 2
I .Z I R 2 X L X C 2
XL
X L -X C Z
R
XC
Gambar 6.1
p v.i Vm I m cos t. cos t 900 21 Vm I m sin 2t
Hasil ini dilukiskan pada Gambar 6.2 dan Gambar 6.3. Dalam selang waktu di
mana v dan i adalah dari tanda yang sama misal 0 t /2, p adalah positif. Energi akan
dialihkan dari sumber ke elemen rangkaian induktif selama waktu-waktu tersebut. Dalam
selang waktu lainnya seperti /2 t , p adalah negatif dan energi dikembalikan dari
elemen rangkaian ke sumber.
Gambar 6.2
Gambar 6.3
Perkalian Veff.Ieff disebut daya nyata (apparent power), yang diberikan oleh simbol S dan
diukur dalam volt-amper, VA, di mana 1 VA = 1V.A = 1 W. Faktor dengan mana daya
nyata harus dikalikan agar mendapatkan daya rata-rata disebut faktor daya (power factor,
pf).
Pf cos
2
Daya nyata S = Veff.Ieff = I eff .Z
2
Daya rata-rata P P = Veff.Ieff.cos = I eff .R
Selanjutnya S dan P dapat dinyatakan secara geometris sebagai sisi miring dan sisi
horisontal dari sebuah segitiga siku-siku. Segitiga ini secara sederhana merupakan diagram
impedansi yang diskala dengan faktor Ieff2 . Lihat gambar 6.4.
Gambar 6.4
Gambar 6.5
Daya kompleks
S Veff I eff
*
S P jQ
Di mana Veff adalah tegangan efektif fasor dan Ieff* adalah konyugasi kompleks dari arus
fasor efektif. Rumus penggantinya adalah S = Ieff2.Z
Veff 42,5
300
2
Veff ( 42,5 / 2 ) 300
I eff 8,5 23,130
Z ek 5 53,130 2
S Veff I eff
*
180,653,130 108,4 j144,5
Maka:
P = 108,4 Watt; Q = 144,5 var (induktif); S = 180,6 VA, dan faktor daya = cos 53,130 =
0,6 tertinggal (lagging).
Contoh 2. Berapa besarnya Q yang harus disediakan oleh tumpukan kapasitor pada
Gambar di bawah untuk meningkatkan faktor daya menyusul menjadi 0,95?
Sebelum penambahan tumpukan kapasitor, faktor daya menyusul = cos 250 = 0,906, dan
S Veff I eff
*
240 0 0 68,6 25 0
2 2
823225 0
7461 j 3479
Setelah peningkatan, segitiga mempunyai P yang sama, tetapi sudutnya adalah cos-10,95 =
18,190. Maka
3479 Qc
tan 18,190
7461
Qc 1027 var(kapasitif )
Nilai baru dari daya nyata adalah S' = 7854 VA jika dibandingkan dengan yang mula-mula
S = 8232 VA. Pengurangan 378 VA adalah sebesar 4,6%.
7.1 Pendahuluan
Bentuk standar tabung fluoresen dipasarkan oleh Philips menggunakan kode TL.
Diameter tabungnya 38 mm; sedangkan panjangnya tergantung pada besarnya daya tabung.
Bagian dalam tabung diberi lapisan serbuk fluoresen.
Pada setiap ujung tabung terdapat sebuah elektroda. Elektroda ini terdiri dari kawat pijar
dari wolfram dengan sebuah emitter untuk memudahkan emisi elektron.
Tabung fluoresen diisi dengan uap air raksa dan gas mulia argon. Dalam keadaan
menyala, tekanan uap air raksa dalam tabung sangat rendah. Uap air raksa ini
memancarkan sinar ultaungu yang memiliki panjang gelombang 253,7 m. Sinar ini
kemudian diserap oleh serbuk fluoresen dan diubah menjadi cahaya tampak.
7.3 Starter
Starter terdiri dari sebuah balon kaca kecil yang diisi dengan gas mulia. Di dalam
balon kaca terdapat dua elektroda dwilogram A dan B.
Tabel 7.1 Data tabung TL
Daya Tabung 4W 6W 8W 20 W 25 W 40 W 65 W 125 W
Tegangan tabung (V) 30 45 58 58 95 103 108 100
Arus tabung (A) 0.15 0.155 0.165 0.39 0.30 0.44 0.7 1.5
Panjang tabung (mm) 136 212 288 590 970 1199 1500 1500
4. Pengukuran dan Alat-alat Ukur Listrik, Soedjana Sapiie & Osamu Nishino,
cet.3, 1995.
9. Belajar Instalalasi Listrik, Dedi Rusmadi, Penerbit CV Pionir Jaya, Juli 2001.
11. Pemasangan Instalasi Listrik Dasar, Priyo Handoko, Penerbit kanisius, 2000.