You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dikatakan baik
apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan
perkembangan mental orang tersebut. Terdapat kaitan yang sangat erat antara
tingkat keadaan gizi dan konsumsi makanan. Tingkat keadaan gizi optimal akan
tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Gizi buruk atau gizi salah
(malnutrion) yang dapat terjadi pada manusia sejak masih dalam kandungan
sampai mencapai usia lanjut itu, sesungguhnya dapat dicegah apabila setiap
orang memahami penyebab dan cara mengatasi masalah kurang gizi tersebut.
(Nurhamidah, 2008 ).
Kelompok masyarakat, yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah
bayi dan balita. Gejala yang nampak pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
menderita kurang gizi yaitu berat badan lahir rendah, yang selanjutnya rentan
terhadap penyakit dan kematian. Salah satu penyebab terjadinya malnutrisi pada
anak yaitu kesalahan dalam praktik menyusui. Hal ini disebabkan karena tidak
memanfaatkan keuntungan dan hasil teknologi suplementasi yang dapat
meningkatkan kasus malnutrisi atau kekurangan gizi, morbiditas atau kurang
sehat dan mortalitas atau kematian. (Nurhamidah, 2008).
Kelaparan dan kurang gizi menjadi ancaman nomor satu bagi kelangsungan
hidup anak – anak diseluruh dunia, melebihi penyakit AIDS, Malaria dan TBC.
Data FAO ( Food and Agriculture Organitation ) tahun 2006 menyebutkan sekitar
854 juta orang di dunia menderita kelaparan kronis dan 820 juta diantaranya ada
di negara berkembang. Dari jumlah tersebut lebih kurang 350 – 450 juta atau
lebih dari 50% adalah anak – anak. Sumber dari WHO ( World Health
Organisation ) menyebutkan kelaparan dan kurang gizi menyebabkan angka
kematian tertinggi diseluruh dunia. Sedikitnya 17.289 anak meninggal dunia
setiap hari karena kelaparan dan kurang gizi. ( heri@praisindo.com, 2007 ).
Kejadian kurang gizi menunjukan bahwa di Indonesia sekitar 153.681 bayi
mati setiap tahun. Hal ini berarti setiap harinya ada 421 orang bayi mati, sama
dengan 2 orang bayi mati setiap menit dan 54% penyebab kematian bayi karena
kekurangan gizi. Balita Indonesia yang mengalami kurang gizi 8% dan mereka
yang mengalami gizi buruk 50%. Di samping itu, balita Indonesia yang
kekurangan vitamin A, 48,1% balita yang mengalami anemia 36%, anak
Indonesia yang tergolong pendek, 11,1% mengalami GAKY (Gangguan Akibat
Kurang Yodium), 50% dan ibu hamil mengalami kurang gizi. (Republika, 2007).
Data Dinas Kesehatan NTT tahun 2008 menyebutkan, jumlah balita yang
mengalami masalah kurang gizi mencapai 90.000 orang dari sekitar 497 ribu
balita. Sebanyak 12 ribu balita mengalami gizi buruk tanpa kelainan klinis dan
167 balita mengalami gizi buruk dengan kelainan klinis (busung lapar atau
komplikasi marasmus dan kwashiorkor). Selain itu, 68 ribu balita mengalami gizi
kurang. Kabupaten yang paling banyak terdapat balita gizi buruk dengan kelainan
klinis adalah Timur Tengah Utara yakni 81 balita. Sedangkan penderita kurang
gizi paling banyak terdapat di Kabupaten Timur Tengah Selatan yakni berjumlah
12 ribu balita, Kabupaten Sikka 8.472 balita, Manggarai 8.364 balita, Timor
Tengah Utara 7.267 balita dan Kupang 6.865 balita. (Tempointeraktif.com,
2008).
Hasil pengkajian Mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kupang di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat
pada bulan September tahun 2009, menunjukan bahwa pada bulan Januari sampai
bulan Desember 2009 terdapat 26 balita yang gizi kurang dan 18 balita yang gizi
buruk. Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan, penyebab kurang gizi
pada anak di Batakte adalah minimnya pengetahuan orang tua tentang asupan
gizi pada anak. Selama ini banyak orang tua yang menganggap jika anaknya
hanya diberi makan nasi dengan kecap atau dengan lauk saja tanpa sayur, maka
orang tua beranggapan bahwa hal itu sudah benar, karena anaknya sudah terbebas
dari lapar. Hal ini jika terjadi secara terus-menerus akan berdampak pada
menurunnya ketahanan tubuh anak sehingga anak akan mudah terserang
penyakit. Selain itu orang tua, terutama ibu tidak begitu tanggap dengan kondisi
anaknya sehingga saat berat badan anaknya menurun secara drastis, tidak segera
di ambil tindakan untuk menangani kondisi anak tersebut. Jika kondisi ini
berlangsung terus, anak mudah terserang penyakit akut. (Nurhamidah, 2008).
Tingkat pengetahuan orang tua tentang gizi pada anak sangat
mempengaruhi kondisi atau status gizi pada anak. Tingkat pendidikan yang
rendah berdampak pada kurangnya pengetahuan tentang pola asuh yang benar.
Kebanyakan pekerjaan orang tua penderita gizi buruk adalah buruh dan ibu
rumah tangga. Tingkat pendidikan SD dan tidak tamat bagi ayah 78% dan ibu
82% (Data Puskesmas Batakte, tahun 2009). Hal ini sangat mempengaruhi pola
asuh yang benar pada anak.
Dari hasil audit ke penderita gizi buruk, 100 persen penderitanya terinfeksi
penyakit yang disebabkan oleh lemahnya daya tahan tubuh. Bantuan makanan
sehat hanya bentuk penyelesaian jangka pendek. Hal yang paling penting
dilakukan yakni memberikan informasi seperti pola asuh yang benar pada orang
tua melalui pendidikan kesehatan tentang gizi. (Aminah, 2009).
Angka kejadian kurang gizi di NTT cukup tinggi. Berbagai kebijaksanaan
dan strategi dari Pemerintah telah dilibatkan untuk mengurangi terjadinya
kekurangan gizi. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pendidikan dan penyuluhan tentang perbaikan kesehatan balita. Sejauh ini upaya
yang dilakukan dirasakan belum optimal, karena latar belakang pendidikan orang
tua yang masih rendah. Menanggapi permasalahan ini, peneliti tertarik untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan orang tua tentang kurang gizi pada
anak di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Pernyataan Masalah
Pengetahuan orang tua yang kurang tentang asupan gizi untuk anak
merupakan salah satu faktor pencetus munculnya kurang gizi. Pemberian
makanan yang dilakukan secara terus – menerus dengan menu yang sama
akan berdampak pada menurunnya daya tahan tubuh dan anak mudah
terserang penyakit. Selain itu orang tua juga tidak mengetahui pola makan
yang seimbang untuk anak. Hal ini juga merupakan pencetus bayi dan balita
menderita kurang gizi. Anak yang mengalami kurang gizi, jika tidak
mendapat penanganan yang baik akan mengakibatkan anak tersebut
mengalami gizi buruk. Dampak dari gizi buruk tersebut dapat mengakibatkan
kematian pada anak. Hingga saat ini angka kejadian kurang gizi di Kelurahan
Batakte Kecamatan Kupang Barat masih ada. Berbagai program kebijakan
kesehatan yang dibuat oleh pemerintah seperti salah satunya pemberdayaan
program posyandu, terbukti belum optimal dalam menyelesaikan persoalan
Kurang gizi. Program ini seperti berjalan di tempat, jika ada dana untuk
pemberian makanan tambahan baru dilakukan dan itu tidak sampai di
pemukiman – pemukiman masyarakat yang kebanyakan adalah masyarakat
yang sangat rentan dengan kurang gizi.
2. Pertanyaan Masalah
Sejauh mana tingkat pengetahuan orang tua tentang kurang gizi pada balita di
di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang kurang gizi di Puskesmas
Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat.
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tentang pengertian,
penyebab, tanda dan gejala kurang gizi pada balita di Puskesmas Batakte
Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat.
2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tentang cara penanganan
kurang gizi pada balita di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte
Kecamatan Kupang Barat.
3. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua tentang cara pencegahan
kurang gizi pada balita di Puskesmas Kelurahan Batakte Kecamatan
Kupang Barat.
D. MANFAAT PENILITIAN
1. Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam proses
belajar mengajar dan metodologi pengetahuan.
2. Bagi Intitusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang perawatan pada anak dengan kurang gizi.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahun dan wawasan
untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian tentang survey tingkat pengetahuan orang tua tentang kurang gizi pada
anak sebelumnya sudah pernah diteliti. Namun peneliti mengambil sasaran
penelitian yang berbeda dari peneliti sebelumnya. Peneliti sebelumnya lebih
memfokuskan pada faktor – faktor yang mempengaruhi kurang gizi pada anak
SD kelas 5 di SD Inpres Sungkaen Naimata, tahun 2009. Sedangkan peneliti
sekarang lebih memfokuskan pada tingkat pengetahuan orang tua tentang upaya
penanganan dan pencegahan kurang gizi pada balita di Puskesmas Kelurahan
Batakte Kecamatan Kupang Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENGETAHUAN


1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Ilmu pengetahuan
merupakan pengetahuan yang tersusun secara seistematis dengan
menggunakan model – model untuk membangun teori – teori yang memberi
kita pemahaman yang tentang pengalaman sehari-hari dan membantu kita
mengantisipasi apa yang terjadi kemudian. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (Charles Abraham, 1977).
Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai enam (6)
tingkatan. (Charles Abraham, 1977), yaitu :
a.Tahu ( know )
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, tingkat ini dalam pengetahuan termasuk mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsanga yang diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami ( compreghension )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi ( application )
Merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen tapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
d. Sintesis (syntesis)
Menunjuk suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan
bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluurhan yang baru.
e. Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur
organisasi dan berkaitan satu sama lainnya.
f. Evaluasi (evaluaton)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan
a. Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kecerdasan dan
kemampuan bangsa. Kemampuan ini mencakup kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotor dari segala bidang keilmuan termasuk teklnologi.
Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang telah
ditempuh oleh seseorang. ( Majalah Binakes, 1997 ).
b. Informasi dari tenaga kesehatan
Informasi adalah seperangkat atau cara metodologi organisasi yang
dibutuhkan untuk memasukan dan mengambil kembali data yang
dikumpulkan untuk menjalankan dan mengelola organisasi. Informasi
dari tenaga kesehatan merupakan informasi yang diberikan oleh tenaga
kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. (Majalah
Binakes, 1997).
c. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kegiatan rutin dari seseorang untuk menghasilkan
suatu barang atau jasa (uang). (Majalah Binakes, 1997).
d. Media Massa
Media merupakan suatu alat atau media yang dapat digunakan masyarakat
untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal. (Majalah Binakes, 1997).
B. KONSEP KURANG GIZI
1. Pengertian Gizi
Gizi adalah zat-zat yang terkandung dalam bahan yang dibutuhkan untuk
hidup manusia. Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang
dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara
perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Terdapat
kaitan yang sangat erat antara tingkat keadaan gizi dan konsumsi makanan.
Tingkat keadaan gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi
optimal terpenuhi. Gizi buruk atau gizi salah (malnutrio) yang dapat terjadi
pada manusia sejak masih dalam kandungan sampai mencapai usia lanjut itu,
sesungguhnya dapat dicegah apabila setiap orang memahami penyebab dan
cara mengatasi masalah kurang gizi tersebut. (Nurhamidah, 2008).
Kurang Gizi
Kurang energi protein ( KEP ) adalah keadaan kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari – hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi ( AKG )
(Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1981).
Kondisi kurang gizi timbul bila energi dan zat gizi lain tidak
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan untuk fungsi
lainnya. Kurang energi protein (KEP) merupakan penyakit defisiensi gizi
yang paling umum dijumpai di dunia dan perkiraan sekitar seratus juta anak –
anak menderita gizi kurang pada tingkat sedang dan berat.
Kurang gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait.
Kondisi kurang gizi disebabkan oleh masukan (intake) energi dan protein
yang kurang dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini akan lebih cepat
terjadi bila anak mengalami diare atau infeksi penyakit lainnya. Tanda –
tanda yang paling utama dari pada kurang energi – protein adalah
pertunbuhan fisik yang kurang normal. Beberapa minggu atau beberapa bulan
sebelum timbul tanda – tanda klinis yang jelas, anak itu pertumbuhan berat
badannya sangat lambat atau bahkan terhenti.
Tanda-tanda klinis dari kurang energi-protein (KEP) adalah badan
menjadi kurus, jaringan lemak mulai terasa lunak dan otot – otot daging tidak
kencang. Penyusutan otot (wasted) mudah terlihat pada bagian lengan atas
dan bahu bagian atas dan bahu bagian belakang. Biasanya kurang energi
protein disertai keadaan perut yang buncit. Anak menjadi kurang responsif
mengarah kepada apatis. Perkembangan kepandaian lebih lambat dari pada
yang normal.
Keadaan kurang energi-protein yang sampai pada taraf marasmus
biasanya diderita pada anak umur kurang dari 1 tahun. Anak yang demikian
pertumbuhannya sangat terhambat dan apabila diukur dari berat badan
menurut umurnya maka akan berada di bawah 60% dari pada standar.
Biasanya lapisan lemak di bawah kulit sangat sedikit bahkan umumnya tidak
terdapat sama sekali. Sehingga kulit mudah terangkat. Wajah anak biasanya
seperti orang tua, otot tampak menyusut (wasted), lembek, dan ini dapat
dilihat pada paha dan lengan atas. Tanda odema dan perubahan pada rambut
biasanya tidak dijumpai.
Umumnya anak dengan kwashiorkor berumur antara 1 - 3 tahun.
Anak yang mengalami kwashiorkor pertumbuhannya terhambat, otot daginya
menyusut dan lembek, namun masih terdapat lapisan lemak di bawah kulit.
Biasanya terjadi pembengkakkan (oedema) terutama pada kaki bagian bawah
dan wajah berbentuk bulan (moon face). Warna rambut biasanya berubah
menjadi coklat kemerah-merahan (pirang) atau abu-abu dan mudah sekali
lepas. Anak yang rambutnya keriting karena menderita kwashiorkor dapat
menjadi lurus. Warna kulit menjadi pucat dan biasanya anak menjadi anemi.
Anak yang kwashiorkor tampak murung dan apatis, tidak mempunyai nafsu
makan dan sulit untuk diberi makan. Pada keadaan kombiansi marasmus –
kwashiorkor, tanda dan gejala yang ditemukan, yaitu : rambut pucat, anemia
ringan, apatis, tidak mau makan, lengan atas kecil dan terdapat luka lecet dan
bercak, terjadi pembesaran hati dan oedema.
Klasifikasi Kurang Gizi
Untuk tingkat puskesmas penentuan Kurang Eneregi Protein ( KEP ) yang
dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan
menggunakan Kartu Menuju Sehat ( KMS ) dan Tabel BB/U Baku Median
WHO-NCHS.
1. Kurang Eneregi Protein ( KEP ) ringan bila hasil penimbangan
berat badan pada Kartu Menuju Sehat ( KMS ) terletak pada pita warna
kuning
2. Kurang Eneregi Protein ( KEP ) sedang bila hasil penimbangan
berat badan pada Kartu Menuju Sehat ( KMS ) terletak di Bawah Garis
Merah (BGM).
3. Kurang Eneregi Protein ( KEP ) berat/gizi buruk bila hasil
penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS. Pada Kartu
Menuju Sehat (KMS) tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan
KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk
digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (Direktorat Bina Gizi
Masyarakat. Oktober 1981)
Penatalaksanaan/Penanganan Kurang Gizi
a. KEP ( Kurang Energi Protein ) Ringan
dan Sedang
Penanganan kurang gizi dapat dilakukan dengan :
1) Meningkatkan konsentrasi energi
dan natrium dalam makanan anak yang bersangkutan.
2) Memberikan anak makan lebih sering/disela waktu makan.
3) Makanan dibuat lebih beragam
(bervariasi ), termasuk pangan hewani bila memungkinkan.
4) Memberi makanan tambahan melalui pusat – pusat pelayanan gizi.
5) Selalu memantau anak dan
kesehatannya, dengan cara mengikuti posyandu secara teratur.
b. KEP ( Kurang Energi Protein) Berat
Anak dengan KEP ( Kurang Energi Protein ) berat dan terdapat infeksi
akut, diare dan dehidrasi, anemia berat harus dirawat di Rumah Sakit
untuk mencegah kondisi yang lebih gawat lagi. Hal – hal berikut ini dapat
dilakukan untuk menangani anak yang mengalami KEP ( Kurang Energi
Protein ) berat :
1) Menelusuri latar belakang dan
memeriksa adanya anemia berat.
2) Memeriksa tingkat dehidrasi dan
cara perawatannya.
3) Memeriksa ada tidaknya infeksi
parasit dan cara perawatannya.
4) Untuk kasus yang berada di
daerah malaria endemik dapat dilakukan pemberian pil kloquin secara
rutin.
5) Pemberian injeksi intramuskular
vitamin A. Pemberian pada hari berikutnya dengan dosis yang sama.
Untuk anak di bawah umur 1 tahun diberikan setengah dosis.
6) Jika kadar hemoglobin di bawah 3
gram per 100 ml, diberikan transfusi darah.
7) Pemberian makanan segera setelah
tidak ada dehidrasi. Di bawah ini merupakan jadwal pemberian
makanan bagi anak dengan status kurang gizi.
Tabel Jadwal Pemberian Makanan Bagi Anak
Dengan Status Kurang Gizi
Hari Di Pusat Macam Dosis / Hari Dibagi
Perawatan Makanan Dalam
1 Susu ½ pekat 150 ml/kg BB 12/hari
2 Susu ½ pekat 150 ml/kg BB 8/hari
3 dan 4 Susu 2/3 pekat 150 ml/kg BB 8/hari
5 dan seterusnya Susu pekat penuh 150 ml/kg BB 6/hari

8) Pemberian suplementasi vitamin


dan mineral
9) Anak yang mengalami gizi kurang
berat, biasanya menderita hipothermia (suhu badan rendah) dan
hipoglikemia ( kadar gula dalam darah rendah) dan umumnya dapat
meninggal karena adanya komplikasi ini. Oleh sebab itu perlu
pengamatan suhu tubuh secara teratur terutama beberapa hari pertama.
Anak perlu diselimuti untuk mencegah kedinginan dan jangan
dimandikan. Pemberian makanan yang sering dianjurkan untuk
mencegah kadar gula darah yang rendah. Komplikasi lain yang
biasanya dijumpai pada anak yang menderita kurang gizi berat adalah
gangguan jantung, terutama pada kwashiorkor. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian bila dijumpai sehingga anak dapat dirawat
atau diobati secepat mungkin
10) Apabila anak dapat makan
dengan baik, maka oedemanya akan hilang dan anak dapat mulai
bertambah beratnya dan dapat dipindahkan ke unit rehabilitasi yang
ada. Anak yang sembuh dari kurang gizi berat ini sebaiknya tetap
dalam pengawasan dan pemeriksaan reguler sampai untuk mencegah
timbulnya gangguan gizi lagi (Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Oktober 1981).
5. Pencegahan
Kurang Gizi
a) Pengaturan
makanan yang tepat dan benar.
Pengaturan makanan anak usia di bawah 5 tahun mencakup dua aspek
pokok yaitu :
 Pemanfaatan ASI secara tepat dan benar.
 Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan
serta makanan setelah usia setahun.
Sungguhpun mutu gizi ASI sebagai makanan bayi sudah
dibuktikan keunggulannya, namun anak yang diberi ASI tidak dengan
sendirinya keadaan gizinya menjadi baik. Penelitian Oomen terhadap 415
anak usia di bawah 5 tahun di Jakarta tahun 1957 menunjukan bahwa
anak-anak yang disusui ibunya, keadaan gizinya tidak lebih baik dari gizi
anak yang tidak diberi ASI. Masalahnya bukan dikarenakan mutu gizi
ASI, akan tetapi penanggulangan ASI yang salah dan tidak tepat. Ada
batas waktu di mana anak dapat hidup dan tumbuh hanya dengan diberi
ASI saja, dan ada batas usia di mana ASI hanya berperan sebagai
penambah makanan yang diberikan kepada bayi, dan ada batas usia di
mana ASI berperan hanya sebagai pelengkap saja. Daftar di bawah ini
memuat kebutuhan energi dan protein bagi anak usia balita (Direktorat
Bina Gizi Masyarakat. Oktober 1981).
Kebutuhan energi dan protein bagi anak usia 0 – 36 bulan
Usia Berat Badan Kebutuhan Energi Protein
( bulan ) ( kg ) ( kal ) ( Gr )
0-3 4,1 492 10
4-6 6,4 735 15
7-9 7,7 850 18
10-12 9,2 970 19
13-24 11,0 1135 23
25-36 13,5 1350 28
Sumber : cameron “ manual on feeding infants and young children ”,
United Nation, N.Y. 1976.
b) Pemberian
imunisasi terhadap beberapa penyakit seperti penyakit TBC, campak,
polio, dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu.
c) Pemeliharaa
n hygiene dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai upaya
pencegahan infeksi.
C. K
ERANGKA KONSEP

Pengertian,
penyebab, tanda
dan gejala serta
Faktor – faktor yang klasifikasi
mempengaruhi
pengetahuan :
Pengetahuan
• Tingkat Penanganan
orang tua tentang
pendidikan
kurang gizi pada
• Informasi dari balita
tenaga kesehatan Pencegahan
• Pekerjaan
• Media masa

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN
RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain atau rancangan
metode survei untuk menjawab pertanyaan riset sejauhmana tingkat pengetahuan
orang tua tentang kurang gizi pada balita di Puskesmas Batakte Kelurahan
Batakte Kecamatan Kupang Barat.
B. POPULASI DAN
SAMPEL
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah
yang diteliti ( Nursalam, 2003 ). Dalam penelitian ini populasi yang diambil
adalah ibu dari balita – balita yang mengalami kurang gizi di Puskesmas
Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat yang berjumlah 24
orang.
2. Sampel
Sampel adalah elemen – elemen populasi yang dipilih atas dasar kemampuan
mewakilinya (Danim Sudirmaan, 2003). Sampel yang dimambil adalah total
populasi.
C. LOKASI DAN WAKTU
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kupang Barat
pada bulan September 2009
D. VARIABEL
PENELITIAN DAN DEVENISI OPERASIONAL
Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Skor
Variabel tunggal Apa yang diketahui orang Kuisioner Ordinal Benar : 1
yaitu tingkat tua tentang cara Salah : 0
pengetahuan orang perawatanan anak dengan
tua tentang gizi buruk mengenai
penanganan anak pengertian kurang gizi,
dengan kurang gizi penyebab kurang gizi, tanda
dan gejala, penanganan dan
pencegahan

E. INSTRUMEN
PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang berbentuk
multiple choise dengan jumlah pertanyaan sebanyak 15 pertanyaan, untuk
mengetahui pengetahuan tentang kurang gizi terdapat pada nomor 1-5,
penanganan kurang gizi pada nomor 6-11 dan pertanyaan tentang pencegahan
kurang gizi terdapat pada nomor 12-15.
F. CARA
PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Direktur, Ketua Prodi
dan Kepala Puskesmas lalu peneliti akan membagikan kuisioner dengan terlebih
dahulu menjelaskan tujuan penelitian, bila responden setuju menjadi subjek
penelitian maka mereka diberi lembar persetujuan untuk ditandatangani setelah
peneliti membagikan kuisioner, setelah diisi diambil kembali untuk analisa dan
pengumpulan data.

G. PENGOLAHAN DATA
DAN ANALISA DATA
Pengolahan dan analisa data dilakukan secara manual dengan presentase, dimana
item yang diobservasi dibuat dalam masing – masing tabel dan dipresentasikan
kemudian dianalisa secara deskriptif dan dibuat kesimpulan tentang tingkat
pengetahuan ibu dari balita – balita mengenai cara perawatan anak dengan
kurang gizi di Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kupang Barat dengan skor
sebagai berikut : kategori baik nilainya 3 dengan rentang 80 – 100 %, cukup nilai
2 dengan rentang 60 – 79 %, dan kurang nilainya 1 dengan rentang < 60 %.

H. ETIKA PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat surat ijin dari Ketua Prodi
keperawatan Kupang, setelah itu peneliti akan melaporkan diri ke Kepala
Puskesmas Batakte di Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat, kemudian
peneliti menghubungi responden dengan menjelaskan tujuan dan manfaat
penelitian, apabila responden setuju maka peneliti memberikan lembaran
informed concsent untuk ditandatangani.
I. PENELITIAN
Bulan / Tahun 2009 - 2010
No Kegiatan
Des Jan Feb Mar Apr
1. Konsultasi judul 
2. Pengumpulan materi   
3. Penyusunan proposal    
4. Konsultasi proposal  
5. Seminar proposal 
6. Pengumpulan data 
7. Konsultasi hasil penelitian 
8. Penulisan KTI akhir  
9. Seminar hasil 

J. ORGANISASI
PENELITIAN
1. Peneliti
Nama : Maria Natalia Reko
NIM : PO. 0320107214
2. Pembimbing I
Nama : Ns.Emilia Erningwati Akoit, SKep
NIP :

K. BIAYA PENELITIAN
Rencana biaya penelitian yang dilakukan sepenuhnya ditanggung oleh peneliti
sendiri dengan perincian sebagai berikut :
Alat tulis kantor Rp. 100.000
Biaya Penelitian Rp. 200.000
Transportasi Rp. 150.000
Lain-lain Rp. 50.000
Jumlah Rp. 500.000

Lampiran III
KUESIONER
Survey Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Kurang Gizi Pada Balita Di
Puskesmas Batakte Kelurahan Batakte Kecamatan Kupang Barat
Nama Responden : ..................................
Umur : ..................................
Pendidikan : ..................................
Pekerjaan : ..................................
Penghasilan perbulan : ..................................
Nama Anak : ..................................
Usia Anak : ..................................
Pengasuh : ..................................
Petunjuk Pengisian Kuesioner
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda silang ( X ) pada jawaban
yang dianggap paling benar
1. Konsep Pengetahuan
1) keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari – hari sehingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi ( AKG ), ini merupakan pengertian dari : ...................
a) Gizi baik
b) Marasmus
c) Kurang energi protein
d) Kwashiorkor
2) Kondisi kurang gizi dapat disebabkan oleh : ...................
a) Mengkonsumsi makanan yang banyak
b) masukan (intake) energi dan protein yang kurang dalam waktu yang
cukup lama
c) masukan (intake) energi dan protein yang berlebihan dalam waktu yang
cukup lama
d) Mengkonsumsi 4 sehat 5 sempurna

3) Tanda – tanda klinis dari kurang energi-protein (KEP) adalah, kecuali : ..........
a) jaringan lemak mulai terasa lunak dan otot – otot daging tidak kencang
b) Penyusutan otot (wasted) mudah terlihat pada bagian lengan atas dan
bahu bagian atas dan bahu bagian belakang
c) Badan anak menjadi sehat dan segar
d) Perkembangan kepandaian lebih lambat dari pada yang normal
4) Wajah anak biasanya seperti orang tua, otot tampak menyusut
( wasted ), lembek, dan ini dapat dilihat pada paha dan lengan atas, ini
merupakan ciri – ciri dari anak yang mengalami penyakit : ...................
a) Marasmus
b) Gizi baik
c) Kurang energi protein
d) Kwashiorkor
5) Pertumbuhan anak terhambat, terjadi pembengkakkan (oedema)
terutama pada kaki bagian bawah dan wajah berbentuk bulan (moon face),
warna rambut biasanya berubah menjadi coklat kemerah – merahan ( pirang )
atau abu – abu dan mudah sekali lepas, ini merupakan ciri – ciri dari anak
yang mengalami penyakit : ...................
a) Marasmus
b) Gizi baik
c) Kurang energi protein
d) Kwashiorkor
2. Cara Penanganan Kurang Gizi Pada Balita
6) Penanganan kurang gizi dapat dilakukan dengan meningkatkan
konsentrasi energi dan natrium dalam makanan anak yang bersangkutan dan
memberikan anak makan lebih sering / disela waktu makan. Ini merupakan
sala satu cara untuk menangani masalah kurang gizi pada balita dengan :
...................
a) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan
b) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan dan sedang
c) KEP ( Kurang Energi Protein ) dan sedang
d) KEP ( Kurang Energi Protein) berat
7) Menelusuri latar belakang dan memeriksa adanya anemia berat.,
memeriksa tingkat dehidrasi dan cara perawatannya dan memeriksa ada
tidaknya infeksi parasit dan cara perawatannya. Ini merupakan sala satu cara
untuk menangani masalah kurang gizi pada balita dengan : ...................
a) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan
b) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan dan sedang
c) KEP ( Kurang Energi Protein ) dan sedang
d) KEP ( Kurang Energi Protein) berat
8) Untuk tingkat puskesmas penentuan Kurang Eneregi Protein
( KEP ) yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan
umur dan menggunakan : ...................
a) KSM dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS
b) MSK dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS
c) Kartu Menuju Sehat ( KMS ) dan Tabel BB/U Baku Median WHO-
NCHS
d) SMK dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS
9. Hasil penimbangan berat badan pada Kartu Menuju Sehat ( KMS )
terletak pada pita warna kuning, pernyataan ini untuk balita
dengan : ...................
a) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan
b) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan dan sedang
c) KEP ( Kurang Energi Protein ) dan sedang
d) KEP ( Kurang Energi Protein) berat
10. Hasil penimbangan berat badan pada Kartu Menuju Sehat ( KMS )
terletak di Bawah Garis Merah (BGM), pernyataan ini untuk balita
dengan : ...................
a) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan
b) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan dan sedang
c) KEP ( Kurang Energi Protein ) dan sedang
d) KEP ( Kurang Energi Protein) berat
11. Hasil penimbangan BB / U < 60% baku median WHO – NCHS,
pernyataan ini untuk balita dengan : ...................
a) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan
b) KEP ( Kurang Energi Protein ) ringan dan sedang
c) KEP ( Kurang Energi Protein ) dan sedang
d) KEP ( Kurang Energi Protein) berat
3. Cara Pencegahan Kurang Gizi Pada Balita
12. Cara pencegahan kurang gizi pada balita dengan cara,
kecuali : ...................
a) Pengaturan makanan yang salah
b) Pengaturan makanan yang tepat dan benar
c) Pemberian imunisasi terhadap beberapa
penyakit seperti penyakit TBC, campak, polio, dan sebagainya harus
dilakukan sesuai waktu
d) Pemeliharaan hygiene dan sanitasi
lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi
13. Pengaturan makanan anak usia di bawah 5 tahun mencakup aspek
pokok yaitu : ...................
a) Pemberian imunisasi terhadap beberapa penyakit seperti penyakit TBC,
campak, polio, dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu
b) Pemanfaatan ASI secara tepat dan benar dan pemberian makanan
pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan setelah usia
setahun
c) Pemeliharaan hygiene dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai
upaya pencegahan infeksi
d) Pengaturan makanan yang salah
14) Kebutuhan energi dan protein bagi balita yang berusia 0 – 3 bulan
membutuhkan energi dan protein dalam jumlah : ...................
a) Kebutuhan energi ( Kal ) : 1350 dan Protein ( Gr ) : 28
b) Kebutuhan energi ( Kal ) : 1135 dan Protein ( Gr ) : 23
c) Kebutuhan energi ( Kal ) : 970 dan Protein ( Gr ) : 19
d) Kebutuhan energi ( Kal ) : 492 dan Protein ( Gr ) : 10
15) Kebutuhan energi dan protein bagi balita yang berusia 10 – 12
bulan membutuhkan energi dan protein dalam jumlah : ...................
a) Kebutuhan energi ( Kal ) : 1350 dan Protein ( Gr ) : 28
b) Kebutuhan energi ( Kal ) : 970 dan Protein ( Gr ) : 19
c) Kebutuhan energi ( Kal ) : 1135 dan Protein ( Gr ) : 23
d) Kebutuhan energi ( Kal ) : 492 dan Protein ( Gr ) : 10

You might also like