You are on page 1of 47

ABSTRAKSI

Stres dalam pekerjaan merupakan sebuah konsep penting dalam kaitannya


dengan perilaku organisasional. Stres dapat ditimbulkan dari semakin banyaknya
tekanan yang dia hadapi oleh auditor seperti keharusan menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu, waktu penyelesaian tugas yang terbatas, tekanan dari pimpinan,
maupun tekanan yang berasal dari klien.
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh organizational citizenship behavior dan
stres kerja terhadap kinerja auditor. Jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak 40
responden dengan menggunakan metode purposive sampling. Sebagai variabel
independen, yaitu organizational citizenship behavior dan stres kerja, sedangkan
variabel dependennya adalah kinerja auditor. Analisis yang digunakan meliputi uji
validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda dan
pengujian hipotesis yang meliputi uji t, uji F dan koefisien Determinasi ( R 2 ).
Hasil analisis menggunakan regresi dapat diketahui bahwa variabel
organizational citizenship behavior berpengaruh positif terhadap kinerja auditor,
dan variabel stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor. Hasil
analisis menggunakan uji t dapat diketahui organizational citizenship behavior
dan stres kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Hasil analisis
menggunakan koefisien determinasi diketahui bahwa 36,4 persen variasi dari
kinerja auditor dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang diteliti dalam penelitian
ini dan 63.6 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model

Kata kunci: Organizational Citizenship Behavior, Stres Kerja, Kinerja Auditor

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keberhasilan

harus mengusahakan kinerja individu yang setinggi-tingginya, karena pada

dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan

pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Namun

dalam kenyataan sehari-hari, kinerja tinggi bagi pegawai bukanlah hal mudah

untuk dicapai. Banyak hal yang menghalangi seorang pegawai mencapai kinerja

tinggi tersebut.

Untuk mencapai kinerja yang setinggi-tingginya dituntut "perilaku sesuai"

karyawan dengan harapan organisasi. Oleh karena itu ada deskripsi formal tentang

perilaku yang harus dikerjakan (perilaku intra-role). Realitas yang ada adalah

banyak perilaku yang tidak terdeskripsi secara formal yang dilakukan oleh

karyawan, misalnya membantu rekan kerja menyelesaikan tugas, kesungguhan

dalam mengikuti rapat-rapat perusahaan, sedikit mengeluh banyak bekerja, dan

lain-lain. Perilaku-perilaku ini disebut sebagai perilaku extra-role (Hardaningtyas,

2004).

Perilaku extra-role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah

organizational citizenship behavior (OCB), dan orang yang menampilkan perilaku

OCB disebut sebagai karyawan yang baik (good citizen). Contoh perilaku yang
3

termasuk kelompok OCB adalah membantu rekan kerja, sukarela melakukan

kegiatan ekstra di tempat kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja,

melindungi properti organisasi, menghargai peraturan yang berlaku di organisasi,

toleransi pada situasi yang kurang ideal/menyenangkan di tempat kerja, memberi

saran-saran yang membangun di tempat kerja, serta tidak membuang-buang waktu

di tempat kerja (Robbins dalam Elfina P, 2004: 105-106).

OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku

karyawan sehingga dia dapat disebut sebagai “angota yang baik” (Sloat dalam

Novliadi, 2007). Perilaku ini cenderung melihat seseorang (karyawan) sebagai

makhluk sosial (menjadi anggota organisasi), dibandingkan sebagai makhluk

individual yang mementingkan diri sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia

mempunyai kemampuan untuk memiliki empati kepada orang lain dan

lingkunganya dan menyelaraskan nilai-nilai yang dianutnya dengan nilai-nilai

yang dimiliki lingkungannya untuk melakukan segala sesuatu yang baik manusia

tidak selalu digerakkan oleh hal-hal yang menguntungkan dirinya, misalnya

seseorang mau membantu orang lain jika ada imbalan tertentu. Jika karyawan

dalam organisasi memiliki OCB, maka usaha untuk mengendalikan karyawan

menurun, karena karyawan dapat mengendalikan perilaku sendiri atau mampu

memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya. (Novliadi, 2007)

Di dalam Kantor Akuntan Publik, perilaku extra-role ini sering terjadi,

untuk melakukan sesuatu yang baik, seseorang (karyawan) memang tidak selalu

digerakkan oleh hal-hal yang hanya mementingkan dirinya. Dengan kemampuan

berempati seseorang (karyawan) dapat memahami orang lain dan lingkungannya


4

serta menyelaraskan nilai-nilai individual yang dianutnya dengan nilai-nilai yang

dianut lingkungannya, sehingga muncul perilaku yang nice yaitu sebagai good

citizen. Jika karyawan dalam organisasi memiliki OCB, karyawan dapat

mengendalikan perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang

terbaik untuk kepentingan organisasinya.

Borman dan Motowidlo dalam Novliadi (2007) mengatakan bahwa OCB

dapat meningkatkan kinerja perusahaan (organizational performance) karena

perilaku ini merupakan “pelumas” dari mesin sosial dalam organisasi, dengan kata

lain dengan adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada anggota-anggota

organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan, dan meningkatkan

efisiensi.

Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia

semakin sibuk. Di situ pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di

lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah.

Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi karyawan yang lebih besar dari yang

sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres

dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa (Qauliyah, 2006).

Pekerjaan yang dilakukan auditor cenderung dikerjakan secara berkelompok

dibanding dikerjakan secara individu, di sinilah kemampuan dalam bekerja secara

kelompok ditunjukan. Jika masing-masing auditor dapat bekerja secara

berkelompok, tentu kinerja yang dihasilkan memuaskan. Tidak jarang auditor

dituntut untuk bekerja secara optimal dalam waktu yang singkat dan berada dalam
5

tekanan seperti keinginan para pemakai jasa, ketidakpuasan atas gaji, beban

pekerjaan yang terlalu berat, suasana kerja yang tidak kondusif, yang

memungkinkan timbulnya stres kerja. Namun faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja karyawan dapat saja berbeda antara satu karyawan dengan karyawan yang

lain, baik dalam profesi yang sama apalagi berbeda (Dwilita, 2008).

Pekerjaan auditor selalu berada dalam tekanan baik keharusan penyelesaian

tugas tepat waktu, waktu penyelesaian tugas yang terbatas, tekanan dari pimpinan,

maupun tekanan yang berasal dari klien (Dwilita, 2008). Hal inilah yang

menyebabkan tingkat stres yang dialami karyawan yang bekerja di kantor akutan

publik dapat meningkat hingga menurunkan kinerja mereka.

Stres mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas

sumberdaya manusia, dana dan materi. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

ada dalam diri individu, stres juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari organisasi

dan lingkungan. Hal ini perlu disadari dan dipahami. Pemahaman akan sumber-

sumber dan penyebab stres di lingkungan pekerjaan disertai pemahaman terhadap

penanggulangannya adalah penting baik bagi para karyawan maupun para

eksekutif untuk kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif.(Nico, 2008)

Menurut segi bahasa stres dapat diartikan sebagai tekanan yaitu istilah

kedokteran sebagai ganguan atau kekacauan mental dan emosional yang

disebabkan oleh faktor-faktor luar, atau tidak adanya kemampuan untuk

menanggulangi kejadian dan reaksi terhadap kejadian itu (Manahan dalam

Dwilita, 2007). Stres merupakan suatu keadaan di mana seseorang mengalami


6

ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya, kondisi-

kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam maupun dari luar diri seseorang.

Interaksi dengan lingkungan kerja, bukan hanya membutuhkan stamina fisik tetapi

juga stabilitas emosi yang baik. Karena stres kerja yang tinggi dapat menimbulkan

berbagai macam konsekuensi, mulai dari gejala fisiologis, gejala psikologis, serta

gejala perilaku yang perlu mendapat perhatian lebih (Robbins, 1996). Outcomes

atau hasil yang akan muncul sebagai konsekuensi stres tidak hanya berdampak

pada individu tetapi juga akan berpengaruh pada organisasi.

Dampak stres sering menimbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada

kelompok eksekutif (white collar workers) maupun kelompok pekerja biasa (blue

collar workers). Stres kerja dapat menganggu kesehatan tenaga kerja, baik fisik

maupun emosional. Hal itu juga didukung oleh Sulliyan dan Bhagat (1992) dalam

studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan role ambiguity, role

conflict, dan role overload) dan kinerja, pada umumnya ditemukan bahwa stres

berhubungan secara negatif dengan kinerja.(Nico, 2008)

Dwilita (2007) meneliti tentang pengaruh motivasi, stres, dan rekan kerja

terhadap kinerja auditor. Hasil analisisnya menunjukan bahwa stres kerja dapat

mempengaruhi kinerja auditor secara positif, ketika stres kerja meningkat maka

dapat meningkatkan kinerja auditor.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Andraeni (2003) tentang Analisis

Pengaruh Stres Kerja terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja karyawan. Hasil

analisisnya menunjukan bahwa stres yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
7

menyebabkan tingkat (prestasi) kinerja karyawan yang rendah (tidak optimum).

Oleh karena itu, stres yang berlebihan akan menyebabkan karyawan frustasi dan

dapat menurunkan prestasinya, sebaliknya stres yang terlalu rendah menyebabkan

karyawan tidak termotivasi untuk berprestasi.

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat

diajukan sebuah penelitian dengan judul ”Pengaruh Organizational Citizenship

Behavior Dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik

di Kota Semarang”

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini masalah dirumuskan

sebagai berikut:

1. Apakah variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpengaruh

secara signifikan terhadap Kinerja Karyawan?

2. Apakah variabel Stres Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap

Kinerja Karyawan?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah :

1 Menganalisis tentang pengaruh Organizational Citizenship Behavior

(OCB) terhadap Kinerja Karyawan.

2 Menganalisis tentang pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan.


8

Kegunaan Penelitian

1 Bagi pihak instansi

Hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangan yang bermanfaat

berkaitan dengan Organizational Citizenship Behavior, stres kerja dan

kinerja karyawan.

2 Bagi pihak akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran

serta pengaplikasian ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan

dengan Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan

pengaruh Organizational Citizenship Behavior dan stres kerja terhadap

kinerja karyawan.

3 Bagi pihak lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan atau

untuk pengembangan ide-ide baru untuk penelitian selanjutnya, dan

sebagai bahan pertimbangan perusahaan atau instansi lain yang

menghadapi permasalahan yang sama.

1.4. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, sitematika penulisan dibagi menjadi lima (5) bab, yang

diuraikan sebagai berikut:


9

BAB I Pendahuluan

Penelitian ini diawali dengan penjelasan tentang latar belakang

masalah yang menjadi pemicu munculnya permasalahan. Dengan

latar belakang masalah tersebut ditentukan rumusan masalah yang

lebih terperinci sebagai acuan untuk menentukan hipotesis. Dalam

bab ini pula dijabarkantentang tujuan dan kegunaan penelitian, dan

pada akhir bab dijelaskan tentang sistematika penelitian yang akan

digunakan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Sesuai dengan judul yang tertera, pada Bab II ini akan diuraikan

tentang landasan teori yang menjadi dasar pemikiran dalam

mencari pembuktian dan solusi yang tepat untuk hipotesis yang

akan diajukan. Sebagai acuan akan diuraikan pula penelitian

terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yang

memiliki keterkaitan dengan hipotesis yang akan diajukan. Dalam

bab ini pula akan dijabarkan tentang kerangka pemikiran dan

hipotesis dari permasalahan yang ada Bab I.

BAB III Metode Penelitian

Penjelasan tentang metode penelitian berisi tentang variabel

penelitian dan definisi operasional yang digunakan dalam

penelitian ini. Dijabarkan pula tentang jumlah dan karakteristik


10

sampel yang digunakan, jenis dan sumber data yang didapatkan,

serta metode pengumpulan data dari responden. Selanjutnya akan

dibahas metode analisis yang digunakan untuk mengolah data yang

sudah dikumpulkan dari obyek penelitian (sampel).

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Dalam bab ini akan dijabarkan tentang hasil analisis data yang

didapat dari obyek penelitian (sampel) beserta penjelasan yang

diperlukan. Analisis data dan penjabarannya akan didasarkan pada

landasan teori yang telah dijabarkan pada Bab II, sehingga segala

permasalahan yang dikemukakan dalam Bab I dapat terpecahkan

atau mendapat solusi yang tepat.

BAB V Penutup

Berdasarkan penjelasan hasil analisis data pada Bab IV di atas,

akan dirumuskan kesimpulan yang merupakan pembuktian dari

hipotesis yang ada pada Bab II. Di samping itu, juga akan

diutarakan keterbatasan penelitian yang dilakukan, serta saran-

saran yang diharapkan bisa berguna bagi instansi terkait.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

2.1.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) ini menarik untuk di teliti dan

senantiasa menjadi isu hangat, karena pada awalnya sebelum tahun 1970an, OCB

ini memiliki pengaruh yang sempit pada job seperti scientific management,

pergerakan serikat kerja, peraturan pemerintah, teknologi analisa pekerjaan.

Namun setelah tahun 1970an, pengaruh OCB meluas seperti lingkungan yang

super dinamis, revolusi teknologi dan kompetisi global yang menyebabkan

terjadinya pengangguran besar-besaran, bangkitnya pergerakan serikat kerja, dan

deregulasi. Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan dengan cepat, karyawan

yang memiliki inisiatif serta kelompok kerja yang cross functional.

OCB merupakan kontribusi individu yang mendalam melebihi tuntutan

peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini

melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi

volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-

prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan "nilai tambah

karyawan" dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku
12

sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe.

dalam Hardaningtyas, 2004).

Organ (dalam Robbins, 2008) menyatakan bahwa: “organizational

citizenship behavior (OCB) sebagai perilaku yang sekehendak hati, tidak secara

langsung atau eksplesit diketahui dari sistem penghargaan formal, dan secara

keseluruhan mendorong fungsi yang efektif dalam organisasi”

Sementara itu Van Dyne, dkk dalam Hardaningtyas (2004) yang

mengusulkan konstruksi dari ekstra-role behavior (ERB) yaitu perilaku yang

menguntungkan organisasi dan atau cenderung menguntungkan organisasi, secara

sukarela dan melebihi apa yang menjadi tuntutan peran. Organ (1997) menyatakan

bahwa definisi ini tidak didukung penjelasan yang cukup, "peran pekerjaan" bagi

seseorang adalah tergantung dari harapan dan komunikasi dengan pengirim peran

tersebut. Definisi teori peran ini menempatkan OCB atau ERB dalam realism

fenomenologi, tidak dapat diobservasi dan sangat subyektif. Definisi ini juga

menganggap bahwa intense actor adalah "untuk menguntungkan organisasi".

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisational

citizenship behavior (OCB) merupakan:

1. Perilaku yang bersifat sukarela. Bukan merupakan tindakan yang terpaksa

terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi

2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance,

tidak diperintahkan secara formal


13

3. Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem

reward yang formal

2.1.1.2. Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Istilah organizational citizenship behavior (OCB) pertama kali diajukan

oleh Organ (1988), yang mengemukakan lima dimensi primer dari OCB (Allison,

dkk, 2001 dalam Hardaningtyas, 2004):

1. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada

tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional.

2. Civic virtue, menunjukkan pastisipasi sukarela dan dukungan terhadap

fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah.

3. Conscientiousness, berarti karyawan mempunyai perilaku tepat pada

waktunya, tinggi dalam hal kehadirannya, dan melakukan sesuatu melebihi

kebutuhan dan harapan normal.

4. Courtesy, yaitu berbuat baik dan hormat kepada orang lain, termasuk

perilaku seperti membantu seseorang untuk mencegah terjadinya suatu

permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk mengurangi

berkembangnya suatu masalah.

5. Sportmanhip, yaitu lebih menekankan pada aspek-aspek positif organisasi

daripada aspek-aspek negatifnya, mengindikasikan perilaku tidak senang

protes, tidak mengeluh, dan tidak membesar-besarkan masalah

kecil/sepele.
14

Organ (dalam Podsakoff dan Mackenzie, 1994), juga menambahkan dengan

(6) peacekeeping, yaitu tindakan-tindakan yang menghindari dan menyelesaikan

terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilisator dalam organisasi) dan (7)

cheerleading, diartikan sebagai bantuan kepada rekan kerjanya untuk mencapai

prestasi yang lebih tinggi. Selain itu O’Bannon dan Pearce (1999) menambahkan

dengan (8) teamwork, yaitu “ikatan” satu orang dengan orang lain dalam satu tim

atau pengidentifikasikan seorang terhadap yang lain sebagai satu tim.

(Hardaningtyas, 2004)

Adapun Graham dalam Brahmana dan Sofyandi (2007) mengemukakan tiga

dimensi OCB, yaitu:

1. Obedience. Karyawan menunjukan ketaatan melalui kemauan mereka

untuk respek terhadap peraturan, prosedur maupun instruksi organisasi.

Perilaku yang mencerminkan kepatuhan dalam organisasi dapat ditunjukan

dengan ketepatan waktu masuk kerja, ketepatan menyelesaikan tugas, dan

tindakan-tindakan pengurusan terhadap sumber atau asset organisasi.

2. Loyality. Karyawan menunjukan kesetiaanya pada organisasi ketika mau

menangguhkan kepentingan pribadi mereka bagi keuntungan organisasi

dan untuk memajukan serta membela organisasi.

3. Participation. Karyawan menunjukan tanggungjawab secara penuh dengan

keterlibatannya dalam keseluruhan aspek-aspek kehidupan organisasi,

selalu mengikuti informasi perkembangan organisasi, memberikan saran

kreatif dan inovatif kepada rekan kerja, menyiapkan penyelesaian masalah


15

sebelum diminta, dan berusaha mendapatkan pelatihan tambahan untuk

meningkatkan kinerja.

2.1.1.3. Motif-motif yang mendasari OCB

Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh

banyak hal artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang masuk

akal bila kita menerapkan OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif

dalam perilaku organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya.

Menurut McClelland dalam Maemunah (2006), manusia memiliki tiga tingkatan

motif, yaitu :

1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standar

keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau

kompetisi.

2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan

memperbaiki hubungan dengan orang lain.

3. Motif kekuasaan mendorong orang untuk mencari status dan situasi

dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.

2.1.2. Stres Kerja

2.1.2.1 Pengertian Stres Kerja

Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami keteganggan

karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya, kondisi-kondisi

tersebut dapat diperoleh dari dalam maupun dari luar diri seseorang. Namun perlu
16

diperhatikan bahwa suatu kondisi yang membuat stres kerja karyawan belum tentu

akan membuat stres kerja karyawan lainnya. Konflik yang terjadi pada seorang

karyawan mungkin menimbulkan stres kerja pada seorang karyawan, namun

merupakan tantangan bagi karyawan lainnya. Berdasarkan contoh-contoh tersebut

dapat dilihat bahwa kondisi yang sama belum tentu diterima sama oleh masing-

masing individu tergantung pada keadaan individu, lingkungan dan faktor-faktor

lain.

Menurut Ivancevich, dkk (2007), stres diartikan sebagai interaksi individu

dengan lingkungan, tetapi kemudian diperinci lagi menjadi respon adaptif yang

dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan

konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang

menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang.

Sedangkan Beehr dan Newman dalam Luthans (2006) mendefinisikan

stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara menusia dan

pekerjaan serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka

untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Pengertian lain yang hampir sama

menyebutkan bahwa stres merupakan interaksi antara karakter lingkungan, dengan

perubahan psikologis dan fisiologis yang menyebabkan penyimpangan dari

performa normal mereka.

Menurut Luthans (2006), stres didefinisikan sebagai suatu respon adaptif

terhadap sitasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan

atau perilaku pada anggota organisasi. Semua respon yang ditujukan kepada

stressor, baik respon fisiologis atau psikologis, disebut dengan stress.


17

Robbins (2008) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang dinamis

dalam mana seseorang individu dihadapkan pada suatu peluang, tuntutan, atau

seumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan individu tersebut dan

yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stres lebih sering dikaitkan

dengan tuntutan (demand) dan sumber daya (resources). Tuntutan merupakan

tanggung jawab, tekanan, kewajiban, dan bahkan ketidakpastian yang dihadapi

para individu di tempat kerja. Sumber daya adalah hal-hal (atau benda-benda)

yang berada dalam kendali seorang individu yang dapat digunakan untuk

memenuhi tuntutan.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres

kerja merupakan suatu kondisi fisik dan atau psikis yang dipengaruhi oleh

beberapa faktor baik didalam maupun diluar pekerjaan, dan kondisi tersebut akan

mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau

mempengaruhi prestasi seseorang.

2.1.2.2 Sumber-sumber Stres

Stres dapat disebabkan oleh berbagai faktor di dalam maupun di luar

pekerjaan yang merupakan sumber stres di tempat kerja. Sumber stres disebut

juga stresor adalah suatu rangsangan yang dipersepsikan sebagai suatu ancaman

dan menimbulkan perasaan negatif. Hampir setiap kondisi pekerjaan dapat

menyebabkan stres, tergantung reaksi karyawan bagaimana menghadapinya.

Sebagai contoh, seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan


18

mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan lain tidak tahu

atau bahkan akan menolaknya.

Penyebab stres kerja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor penyebab saja,

namun stres bisa saja terjadi karena penggabungan dari beberapa sebab sekaligus.

Seperti pendapat dari Luthans (2006) bahwa penyebab stres ada beberapa faktor,

yaitu:

1 Stressor Ekstraorganisasi

Yaitu penyebab stres yang berasal dari luar organisasi. Penyebab stres

ini dapat terjadi pada organisasi yang bersifat terbuka, yakni keadaan

lingkungan eksternal mempengaruhi organisasi. Misalnya perubahan sosial

dan teknologi, globalisasi, keluarga, dan lain-lain.

2 Stressor Organisasi

Yaitu penyebab stres yang berasal dari organisasi tempat karyawan

bekerja. Penyebab ini lebih memfokuskan pada kebijakan atau peraturan

organisasi yang menimbulkan tekanan yang berlebih pada karyawan.

3 Stressor Kelompok

Yaitu penyebab stres yang berasal dari kelompok kerja yang setiap

hari berinteraksi dengan karyawan. misalnya rekan kerja atau supervisor

atau atasan langsung dari karyawan.

4 Stressor Individual
19

Yaitu penyebab stres yang berasal dari individu yang ada dalam

organisasi. Misalnya seorang karyawan terlibat konflik dengan karyawan

lainnya, sehingga menimbulkan tekanan tersendiri ketika karyawan

tersebut menjalankan tugas dalam organisasi tersebut.

Sedangkan menurut Robbins (2008) tingkat stres pada tiap orang akan

menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu yang

mempengaruhi tingkat stres seseorang. Faktor tersebut adalah:

1 Faktor Lingkungan

Selain mempengaruhi desain struktur sebuah organisasi,

ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres.

Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stres yang dialami

karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan

ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan

dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan

perampingan pegawai dan PHK, sedangkan ketidakpastian politik

menimbulkan keadaan yang tidak stabil bagi negara, dan inovasi teknologi

akan membuat ketrampilan dan pengalaman seseorang akan menjadi usang

dalam waktu yang pendek sehingga menimbulkan stres. Dengan ketiga

faktor lingkungan tersebut karyawan akan dengan mudah mengalami stres.

2 Faktor Organisasional

Faktor lain yang berpengaruh pada tingkat stres karyawan adalah

faktor organisasional. Ada beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai


20

penyebaab stres, yaitu: tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan

antarpribadi, struktur organisasi dan kepemimpinan organisasi.

3 Faktor Individual

Jika dilogika, setiap individu bekerja rata-rata 40-50 jam per minggu.

Sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar pekerjaan

lebih dari 120 jam per minggu, sehingga akan besar kemungkinan segala

macam urusan di luar pekerjaan mencampuri pekerjaan. Berbagai hal di

luar pekerjaan yang mengganggu terutama adalah masalah keluarga,

masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat

dalam diri seseorang.

Menurut Handoko (1996), faktor yang mempengaruhi stres dapat

digolongkan menjadi dua penyebab, yaitu:

1. On The Job

Adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan, yang dapat

menimbulkan stres pada karyawan. Hal-hal yang bisa menimbulkan stres

yang berasal dari beban pekerjaan antara lain:

a. Beban kerja yang berlebihan.

b. Tekanan atau desakan waktu.

c. Kualitas supervisi yang jelek.

d. Iklim politis yang tidak aman.

e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak

memadai.
21

f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan

tanggung jawab.

g. Kemenduaan peran (role ambiguity).

h. Frustasi

i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.

j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan.

k. Berbagai bentuk perubahan.

2. Off The Job

Adalah permasalahan yang berasal dari luar organisasi yang

menimbulkan stres pada karyawan. Permasalahan yang sering terjadi

antara lain:

a. Kekuatan finansial.

b. Masalah yang bersangkutan dengan anak.

c. Masalah fisik.

d. Masalah perkawinan

e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal.

f. Masalah pribadi lain, misalnya kematian sanak saudara.

2.1.2.3 Akibat Stres

Stres kerja dapat memiliki pengaruh positif maupun negatif dan keduanya

dapat terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Stres yang bersifat

positif, seperti motivasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan

meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek
22

yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Menurut Cox dan Gibson dkk

(dalam Ziaulhaq, 2002) ada lima macam konsekuensi dari stres:

1. Subyektif

Meliputi: kecemasan, agresif, acuh, kebosanan, depresi, keletihan,

frustasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup, merasa kesepian.

2. Perilaku

Perilaku yang menunjukan gejala stres adalah mudah mendapatkan

kecelakaan, kecaduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, luapan

emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku yang

mengikuti kata hati, kecewa.

3. Kognitif

Akibat stres yang bersifat kognitif dapat menyebabkan

ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas, daya konsentrasi

rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental.

4. Fisiologis

Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme tubuh,

kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah

meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, tubuh panas

dingin.
23

5. Organisasi

Akibat yang bersifat organisasi meliputi angka absen tinggi,

pergantian karyawan (turn over), produktivitas rendah, terasing dari rekan

sekerja, ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

2.1.2.4 Reaksi terhadap Stres

Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi yang bersifat psikis

maupun fisik. Biasanya para pekerja atau karyawan yang mengalami stres akan

menunjukan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia

sebagai usaha untuk mengatasi stres (fight), melarikan diri dari kenyataan (flight),

atau berdiam diri (freeze). Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga reaksi ini biasanya

dilakukan secara bergantian tergantung situasi dan bentuk stres (Ziaulhaq, 2002).

Perubahan perilaku di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang

mengalami stres. Perubahan perilaku sebagai gejala stres di tempat kerja menurut

Tim Penulis Modul FISIP-UT (1982) dalam Ziaulhaq (2002) antara lain:

1. Bekerja melewati batas kemampuan atau bekerja di bawah garis normal

dibandingkan dengan ukuran rata-rata.

2. Keterlambatan masuk kerja yang sering dan berkali-kali.

3. Ketidak hadiran di pekerjaan.

4. Kesulitan membuat keputusan.

5. Kesalahan yang sembrono.


24

6. Kelalaian menyelesaikan pekerjaan.

7. Lupa akan janji-janji yang telah dibuat.

8. Kesulitan berhubungan dengan orang lain.

9. Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat dan kegagalan diri.

10. Menunjukan gejala-gejala gangguan fisik seperti: gangguan pada alat

pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan, dan

lain-lain.

Kemampuan tiap individu dalam mengatasi stres tidaklah sama, ada

karyawan yang dapat mengatasi stres dengan cepat dan adapula karyawan yang

membutuhkan waktu yang lama untuk mengatasi stres. Pada karyawan lain stres

justru dapat menimbulkan gangguan berat baik fisik maupun psikis, stres berat

akan memerlukan bantuan ahli untuk mengatasinya.

2.1.3. Kinerja

2.1.3.1 Pengertian Kinerja

Kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang diukur berdasarkan standar

atau kriteria yang ditetapkan perusahan. Pengertian kinerja atau prestasi kerja

diberi batasan oleh Maier (dalam Asad, 1995) sebagai kesuksesan seseorang di

dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler and Poter

menyatakan bahwa kinerja adalah "succesfull role achievement" yang diperoleh

seseorang dari perbuatan-perbuatannya (Asad, 1995). Dari batasan tersebut As'ad


25

menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran

yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Menurut Henry Simamora dalam buku yang berjudul: "Manajemen

Sumber Daya Manusia" (1995), kinerja karyawan adalah tingkat terhadap mana

para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Menurut Byars dan

Rue (dalam Utomo, 2006), kinerja merupakan derajat penyusunan tugas yang

mengatur pekerjaan seseorang. Jadi, Kinerja adalah kesediaan seseorang atau

kelompok orang untuk melakukan kegiatan atau menyempurnakannya sesuai

dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

2.1.3.2 Penilaian Kinerja Karyawan

1. Penilaian Kinerja

Yang dimaksud dengan sistem penilaian kinerja ialah proses yang

mengukur kinerja karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

penilaian kinerja karyawan adalah:

a. karakteristik situasi,

b. deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan standar

kinerja pekerjaan,

c. tujuan-tujuan penilaian kinerja,

d. sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi.

2. Tujuan Penilaian Kinerja


26

Tujuan diadakannya penilaian kinerja bagi para karyawan dapat kita

ketahui dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Tujuan evaluasi

Seorang manajer menilai kinerja dari masalalu seorang karyawan

dengan menggunakan rating deskriptif untuk menilai kinerja dan

dengan data tersebut berguna dalam keputusan-keputusan promosi.

demosi, terminasi dan kompensasi.

b. Tujuan pengembangan

Seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang

karyawan dimasa yang akan datang.

Sedangkan tujuan pokok dari sistem penilaian kinerja karyawan

adalah: sesuatu yang menghasilkan informasi yang akurat dan valid

berkenaan dengan prilaku dan kinerja anggota organisasi atau perusahaan.

3. Manfaat penilaian kinerja karyawan

Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen

sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian

penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini

penting juga bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi

karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang


27

berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang

pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan

pengembangan karir.

Dan bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil penilaian tersebut

sangat penting artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan

tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan

dan pelatihan, rekruitment, seleksi, program pengenalan, penempatan,

promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari proses dari

manajemen sumber daya manusia secara efektif.

2.1.3.3 Pengukuran Kinerja karyawan

Secara teoretikal berbagai metode dan teknik mempunyai sasaran yang

sama, yaitu menilai prestasi kerja para karyawan secara obyektif untuk suatu

kurun waktu tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat bagi organisasi atau

perusahaan, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai maupun bagi pegawai yang

bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan karirnya. Untuk mencapai

kedua sasaran tersebut maka digunakanlah berbagai metode pengukuran kinerja

karyawan menurut Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan dalam bukunya

"Manajemen Personalia" (1984) yang dewasa ini dikenal dan digunakan adalah:

1. Rangking, adalah dengan cara membandingkan karyawan yang

satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik.

2. Perbandingan karyawan dengan karyawan, adalah suatu cara

untuk memisahkan penilaian seseorang ke dalam berbagai faktor.


28

3. Grading, adalah suatu cara pengukuran kinerja karyawan dari

tiap

karyawan yang kemudian diperbandingkan dengan definisi masing-

masing kategori untuk dimasukkan kedalam salah satu kategori yang telah

ditentukan.

4. Skala grafis, adalah metode yang menilai baik tidaknya

pekerjaan

seorang karyawan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap penting bagi

pelaksanaan pekerjaan tersebut. Masing-masing faktor tersebut, seperti

misalnya kualitas dan kuantitas kerja, keterampilan kerja, tanggung jawab

kerja, kerja sama dan sebagainya.

5. Checklists, adalah metode penilaian yang bukan sebagai penilai

karyawan tetapi hanya sekedar melaporkan tingkah laku karyawan.

Menurut Gomez (dalam Utomo, 2006) dalam melakukan penelitian

terhadap kinerja yang berdasarkan perilaku yang spesifik (Judgement

Performance Evaluation) ini maka ada delapan dimensi yang perlu mendapatkan

perhatian, antara lain:

1. Quality of Work (kualitas kerja)

Kualitas ini akan dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan

kesiapan.

2. Quantity of Work (kuantitas kerja)

Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

3. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan)


29

Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilan.

4. Creativeness (kreatifitas)

Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperative (kerjasama)

Kesadaran untuk bekerja sama dengan orang lain.

6. Initiative (inisiatif)

Keaslian ide-ide yang disampaikan sebagai program organisasi dimasa

yang mendatang.

7. Dependerability (ketergantungan)

Kesadaran dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penjelasan kerja.

8. Personal Quality (kualitas personil)

Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, kemampuan dan integritas

pribadi.

John Bernardin (1993) dalam Edwardin (2006) mengatakan bahwa

terdapat enam kriteria yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja

secara individu.

1. Kualitas

Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam

arti menyelesaikan beberapa cara ideal dan penampilan aktivitas ataupun

memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.

2. Kuantitas

Jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dalam istilah sejumlah unit, jumlah


30

siklus aktivitas yang diselesaikan.

3. Ketepatan waktu

Tingkat suatu aktivitas yang diselesaikan pada waktu awal yang

diinginkan dilihat dari sudut koordinasi yang dengan hasil output serta

memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

4. Efektivitas

Tingkat penggunaan sumber daya organisasi dimaksimalkan dengan

maksud menghasilkan keuntungan dan mengurangi kerugian setiap

penggunaan sumber daya.

5. Kemandirian

Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa

minta bantuan, bimbingan dan pengawasan atau meminta turut campunya

pengawas atau meminta turut campurnya pengawas.

6. Komitmen kerja

Tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan perusahaan

dan tanggung jawab kerja terhadap perusahaan .

2.2. Penelitian Terdahulu

Hasil studi empiris yang dilakukan penelitian mengenai Pengaruh terhadap

kinerja auditor adalah Handriyani Dwilita (2007) tentang Pengaruh Motivasi,

Stres Kerja dan Rekan Kerja pada Kantor Akuntan Publik Kota Medan, dengan

hasil: Motivasi dan Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja, dan menjadi

pedoman dalam penelitan ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

Table 2.1
31

Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


Penelitian
1 Mei Pengaruh Kewibawaan OCB
Maemunah Kewibawaan Pemimpin, berpengaruh
(2006) Pimpinan Terhadap Organizational secara positif
Organizational Citizenship dan signifikan
Citizenship Behavior (OCB) terhadap kinerja
Behavior (OCB) dan Kinerja
dan Kinerja
Karyawan STMOK
AMIKOM
Yogyakarta
2 Tony Wijaya Pengaruh Organizational OCB
(2007) Organizational Citizenship berpengaruh
Citizenship Behavior (OCB) secara positif
Behavior Terhadap dan Kinerja dan signifikan
Kinerja Personil terhadap kinerja
Poltabes
Yogyakarta
3 Handriyani Analisi Pengaruh Motivasi, Stres Motivasi dan
Dwilita Motivasi, Stres, Kerja, dan Rekan stres kerja
(2007) dan rekan kerja Kerja berpengaruh
terhadap Kinerja terhadap kinerja
Auditor di Kantor
Akuntan Publik di
Kota Medan
4 I Wayan Hubunganb Antara Stres, Motivasi Stres
Badra dan Stres dan Motivasi dan Kinerja berpengaruh
Johana E dengan Kinerja positif terhadap
Prawitasari Dosen Tetap Pada kinerja
Akper Sorong
5 Ni Nyoman Analisis Pengaruh Stres Kerja, Stres kerja
Novitasari Stres Kerja Motivasi Kerja berpengaruh
Andraeni terhadap Motivasi dan Kinerja terhadap kinerja
(2003) Kerja dan Kinerja Karyawan
karyawan PT. H.M.
Sampoerna Tbk
Surabaya

2.3. Kerangka Pemikiran


32

Kerangka pemikiran yang diajukan untuk penelitian ini berdasarkan pada

hasil telaah teoritis seperti yang telah diuraikan diatas. Untuk lebih memudahkan

pemahaman tentang kerangka pemikiran penelitian ini, maka dapat dilihat dalam

gambar 2.1 berikut ini

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis

OCB

Kinerja
Karyawan

Stres Kerja

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H1 = Organizational citizenship behavior berpengaruh signifikan

positif terhadap kinerja karyawan.

H2 = Stres kerja berpengaruh signifikan negatif terhadap kinerja.


33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah hal-hal yang dapat membedakan atau membawa

variasi pada nilai (Sekaran, 2006). Penelitian ini menguji dua variabel yaitu

variabel independen dan varibel dependen. Variabel independen dalam penelitian

ini adalah Organizational Citizenship Behavior dan Stres Kerja, sedangkan

variabel dependen adalah Kinerja Auditor.

Definisi operasional adalah operasionalisasi konsep agar dapat diteliti atau

diukur melalui gejala-gejala yang ada. Definisi operasional yang digunakan untuk

penelitian ini kemudian diuraikan menjadi indikator empiris yang meliputi:

1. Organizational Citizenship Behavior

Organ (1988, dalam Hardaningtyas, 2004) mendefinisikan OCB

sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau

eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif

organisasi. Dimensi yang digunakan dalam pengukuran variabel

Organizational Citizenship Behavior adalah Altruism, Civic virtue,

Conscientiousness, Courtesy, dan Sportmanhip.

2. Stres Kerja
34

Menurut Luthans (2006), stress didefinisikan sebagai suatu respon

adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik,

psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Dimensi yang

digunakan dalam pengukuran variabel stres kerja menggunakan pendapat

dari Luthans (2006), dimensi tersebut adalah Stressor Ekstraorganisasi,

Stressor Organisasi, Stressor Kelompok, Stressor Individual.

3. Kinerja Auditor

Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk

melakukan kegiatan atau menyempurnakannya sesuai dengan tanggung

jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. John Bernardin (1993)

mengatakan bahwa terdapat enam dimensi yang digunakan untuk mengukur

sejauh mana kinerja secara individu yaitu Kualitas, Kuantitas, Ketepatan

waktu, Efektivitas, Kemandirian, dan Komitmen kerja.

Selanjutnya, indikator untuk masing-masing variabel penelitian adalah

sebagai berikut:

Tabel. 3.1

Indikator Variabel Penelitian

No Variabel Dimensi Penelitian Indikator Penelitian Kepustakaan


Penelitian (literature)

1 Organizational Altruism  Membantu Markoczy


Citizenship orientasi auditor baru. (2004)
Behavior  Membantu
rekan kerja. Mas’ud
Civic virtue  Mengikuti (2004)
perkembangan kemajuan
35

perusahaan.
 Menggunakan
penilaian untuk perusahaan
Conscientiousness  Secara spontan
menerima dan menjawab
telepon.
 Menyelesaikan
laporan lebih cepat
Courtesy  Memusatkan
siapa yang bersalah, bukan
sisi positif tentangnya.
 Menyampaikan
informasi dari telepon yang
diterima
dan Sportmanhip  Banyak
mengeluh tentang hal yang
sepele.
 Datang tepat
waktu.
2 Stres Kerja Stressor  Masalah Dwilita
Ekstraorganisasi ketenangan dalam bekerja. (2007)
 Masalah
teknologi yang digunakan. Novitasari
 Masalah (2003)
keluarga
Stressor Organisasi  Beban pekerjaan
yang berlebihan.
 Aturan
pekerjaan yang kurang
jelas.
 Kesulitan dalam
memenuhi standar kerja.
Stressor Kelompok  Instruksi atasan
yang kurang jelas.
 Kurangnya
kerjasama.
 Akan menerima
pekerjaan di perusahaan
lain.
Stressor Individual  Cepat bosan
dengan pekerjaan saat ini.
 Kurangnya
waktu untuk istirahat.
 Tidak suka
pekerjaan dengan tantangan
36

tinggi.
3 Kinerja Kualitas  Pengaruh Edwardin
Auditor kemampuan dan (2006)
pengalaman terhadap
kualitas kerja.
Kuantitas  Kuantitas kerja
yang melebihi rata-rata.
Ketepatan waktu  Menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu.
Efektivitas  Tidak
membuang-buang waktu.
Kemandirian  Melaksanakan
tugas dan tanggungjawab
pekerjaan yang diberikan.
Komitmen kerja  Mempunyai
komitmen kerja dengan
perusahaan

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel diperlukan dalam sebuah penelitian untuk

mengumpulkan data dari variabel yang diteliti. Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulan (Sugiyono, 1999). Populasi dalam penelitian ini adalah auditor

yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang berada di Kota Semarang.

Sampel dapat diartikan sebagai subset dari populasi (Ferdinand, 2006).

Sampel dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada pada kantor akuntan

publik di Kota Semarang. Sebanyak 66 auditor yang bekerja pada kantor akuntan

publik di Kota Semarang dari jenjang yunior. Dalam penelitian ini, sampel

diambil dengan menggunakan metode purposive sampling, yakni pengambilan

sampel yang menyesuaikan diri dengan kriteria tertentu. Menurut Ferdinand


37

(2006), metode purposive sampling merupakan pemilihan sampel secara

subyektif. Adapun kriteria responden yang dipilih adalah:

1. Bekerja sebagai teknikal asisten, semi senior, senior, supervisor. Hal

ini dikarenakan dalam penelitian ini kinerja yang ingin dilihat adalah kinerja

auditor, bukan pimpinan KAP.

2. Telah bekerja sebagai auditor selama enam bulan atau lebih. Auditor

yang telah bekerja minimal enam bulan diharapkan telah memahami hal-hal

yang berkaitan dengan profesi auditor dan telah beradaptasi dengan budaya

perusahaannya sehingga dapat diukur pengaruh stres kerja.

3. Memiliki latar belakang pendidikan minimal diploma tiga jurusan

akuntansi.

Pengambilan sampel harus sesuai dengan kriteria tersebut, karena akan

berpengaruh pada variabel yang akan diteliti. Penentuan jumlah sampel dapat

dihitung dari populasi tertentu yang sudah diketahui jumlahnya. Dengan

menggunakan pendekatan Yamane (Ferdinand, 2006) adalah sebagai berikut:

N
n= 1 Nd 2 ……………………………. (1

Keterangan :

n : Jumlah Sampel

N : Populasi
38

d : Margin of Error Maximum, yaitu tingkat kesalahan

maksimum yang masih bisa ditolerir (ditentukan 10 %)

Berdasar data yang diperoleh jumlah anggota yang telah diketahui dapat

ditentukan jumlah sampel untuk penelitian ini adalah :

. 190 .
n =
1+190 (0,10)2

= 65.5

* Jumlah Sampel yang diambil adalah sebanyak 66 responden

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyebar kuesioner secara

langsung kepada auditor.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh

perorangan atau langsung melalui obyeknya. Pengumpulan data ini biasanya

dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada obyek penelitian dan diisi

secara langsung oleh yang responden.

2. Data Sekunder
39

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau

melalui media perantara. Data yang didapatkan dari arsip yang dimiliki

organisasi/instansi, studi pustaka, penelitian terdahulu, literature, dan jurnal

yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan

pertanyaan lisan kepada subyek penelitian. Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan gambaran dari permasalahan yang biasanya terjadi karena

sebab-sebab khusus yang tidak dapat dijelaskan dengan kuesioner.

2. Kuesioner

Teknik pengumpulan data dengan kuesioner merupakan satu teknik

pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden,

dengan harapan responden akan memberikan respon terhadap pertanyaan

yang ada dalam kuesioner. Dalam kuesioner ini nantinya akan digunakan

model pertanyaan tertutup, yakni bentuk pertanyaan yang sudah disertai

alternatif jawaban sebelumnya, sehingga responden dapat memilih salah

satu dari alternatif jawaban tersebut.

Dalam penelitian ini jawaban yang diberikan oleh auditor kemudian diberi

skor dengan mengacu pada skala Likert. Dengan skala ini, peneliti dapat
40

mengetahui bagaimana respon yang diberikan oleh masing-masing responden.

Kuesioner yang akan diberikan kepada responden akan disertai dengan alternatif

jawaban yang diberi skor dengan angka 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai dengan 7

(Sangat Setuju) untuk semua variabel..

3.5. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dengan menggunakan metode

kuantitatif, diharapkan akan didapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat

tentang respon yang diberikan oleh responden, sehingga data yang berbentuk

angka tersebut dapat diolah dengan menggunakan metode statistik.

3.5.1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner

mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur untuk kuesioner tersebut

(Ghozali, 2006).

Sedangkan uji reliabilitas merupakan alat yang digunakan untuk

mengukur kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.

Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu

(Ghozali, 2006).
41

Metode yang akan digunakan untuk melakukan uji validitas adalah

dengan melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor

konstruk atau variabel. Sedangkan untuk uji reliabilitas yang akan

digunakan dalam penelitian ini, adalah dengan menggunakan fasilitas SPSS,

yakni dengan uji statistik Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel

dinyatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0.60 (Nunnally, 1967 dalam

Ghozali, 2006).

3.5.2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu akan

dilakukan pengujian terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik.

Dalam asumsi klasik terdapat beberapa pengujian yang harus dilakukan,

yakni Uji Multikolonieritas, Uji Heterosdastisitas, dan Uji Normalitas.

1. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).

Jika ditemukan adanya multikolonieritas, maka koefisien regresi variabel

tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga (Ghozali, 2006). Salah

satu metode untuk mendiagnosa adanya multicollinearity adalah dengan

menganalisis nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor

(VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih

yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance

yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi, karena VIF = 1/ Tolerance.
42

Nilai cutoff yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas

adalah nilai tolerance kurang dari 0,1 atau sama dengan nilai VIF lebih

dari 10 (Ghozali, 2006 ).

2. Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah

yang homoskesdastisitas, yakni variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan lain bersifat tetap (Ghozali, 2006).

3. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.

Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual

mengikuti distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah

residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan

uji statistik (Ghozali, 2006).

3.5.3. Analisis Regresi Berganda

Untuk menguji hipotesis akan digunakan statistik Analisis Regresi

Berganda dengan Uji Asumsi Klasik. Metode analisis regresi berganda

dipilih dengan alasan untuk memprediksi hubungan antara satu variabel

dependen dengan dua variabel independen. Dalam penelitian ini variabel


43

independen terdiri dari dua variabel, yakni Organizational Citizenship

Behavior (X1) dan Stres Kerja (X2), sedangkan variabel dependen adalah

Kinerja Auditor (Y). Model tersebut digunakan untuk mendapatkan model

regresi yang fit serta meminimumkan gejala heterokedasitas yang biasanya

terjadi pada data cross section.

Formula untuk regresi berganda adalah sebagai berikut :

Y = b1 X 1 + b2 X2 + e
............................................................ (1)

Dimana :

Y : Kinerja Auditor

b1 : Koefisien regresi untuk variabel X1

b2 : Koefisien regresi untuk variabel X2

X1 : Variabel faktor Organizational Citizenship Behavior (OCB)

X2 : Variabel faktor Stres Kerja

e : error

3.5.4. Uji Hipotesis

1. Uji t

Pengujian ini digunakan untuk menentukan apakah dua sampel

tidak berhubungan, memiliki rata-rata yang berbeda. Uji t dilakukan


44

dengan cara membandingkan perbedaan antara nilai dua nilai rata-rata

dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sampel (Ghozali,

2006).

2. Uji F

Pengujian pengaruh variabel independen secara bersama-sama

(simultan) terhadap perubahan nilai variabel dependen, dilakukan melalui

pengujian terhadap besarnya perubahan nilai variabel dependen yang

dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen, untuk

itu perlu dilakukan uji F. Uji F atau ANOVA dilakukan dengan

membandingkan tingkat signifikasi yang ditetapkan untuk penelitian

dengan probability value dari hasil penelitian (Ghozali, 2006).

3. Kefisien Determinasi ( R2 ).

Multikolonieritas terjadi apabila nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu

model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-

variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi

variabel dependen (Ghozali, 2006).


45

DAFTAR PUSTAKA

Andraeni, Ni Nyoman Novitasari. 2003. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi


Kerja dan Kinerja Karyawan PT. H.M. Sampoerna Tbk Surabaya. Tesis
Dipublikasikan, adln.lib.unair.ac.id, Universitas Airlangga.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek).
Jakarta: Rineka Cipta.
Asad, Moh, 1995. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Badra, I Wayan dan Prawitasari, Johana E. 2005. Hubunganb Antara Stres dan
Motivasi dengan Kinerja Dosen Tetap Pada Akper Sorong. KMPK.
Working Paper Series No. 8 Januari 2005. Diakses 27 Mei 2009.
Brahmana., Sunardi S dan Sofyandi, Herman, 2007, Transformational Leadership
dan Organizational Citizenship Behavior di Universitas Widyatama.
Makalah Dipublikasikan.
dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/447/p0002.pdf?...1

Dwilita, Handriyani, 2008. Analisis Pengaruh Motivasi, Stres, dan Rekan Kerja
Terhadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Medan. Tesis
Dipublikasikan, library.usu.ac.id, Universitas Sumatera Utara.
Edwardin, Laras Tri Ambar Suksesi. 2006. Analisis Pengaruh Kompetensi,
Komunikasi, Kecerdasan Emosional dan Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan. Tesis Tidak Dipublikasikan. Magister Manajemen.
Universitas Diponegoro.
Elfina P. Debora., 2004., Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi
terhadap Perilaku Citizenship Karyawan., Makara, Sosial Humaniora,
Vol. 8, No. 3, Desember 2004: 105-111.
http://repository.ui.ac.id/doc/jurnal/16
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, Ivancevich, Domelly. Jr. 1995. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses.
Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Handoko, Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi
2. Yogyakarta: BPFE.
Hardaningtyas, Dwi., 2004., Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada
Budaya Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
46

Pegawai PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III. Tesis Dipublikasikan,


adln.lib.unair.ac.id, Universitas Airlangga.
Hencrayani, Transisca Esma. 2005. Analisis Pengaruh Locus of Control,
Dukungan Sosial dan Pengalaman Kerja Terhadap Terjadinya Stres Kerja
Serta Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan PT. Pupuk Kaltim. Tesis
Tidak Dipublikasikan. Magister Manajemen. Universitas Diponegoro.
Husnan, Suad dan Ranupandojo, Heidjrachman. 1984. Manajemen Personalia.
Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.
Ivancevich, John M., Konopaske, Robert, dan Matteson, Michael T. 2007.
Perilaku dan Manajemen Organisasi 7th. Jilid 1 Edisi Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Luthans, Fred., 2006., Perilaku Organisasi 10th. Edisi Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Maemunah, Mei. 2006., Pengaruh Kewibawaan Pimpinan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja Karyawan
STMIK AMIKOM Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Manajerial, Vol. 2, No. 2,
September 2006: pp.52-79.
p3m.amikom.ac.id/.../Jurnal_MANAJERIAL_Edisi_September_2006.pdf

Mark´oczy, L´ıvia dan Xin, Katherine. 2004. The virtues of omission in


Organizational Citizenship Behavior. Diakses 30 Maret 2009.
http://www.goldmark.org/livia/papers/ocb/ocb.pdf
Mas’ud, Fuad. 2004. Survai Diagnosis Organisasional, Konsep & Aplikasi.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Nico, Y. 2008. Teori Stres. http://one.indoskripsi.com/tugas-kuliah-makalah-
skripsi/mata-kuliah/manajemen-kinerja-sdm, Di akses 4 Juni 2009.
Novliadi, Ferry. 2007. Organizational Citizenship Behavior Karyawan Ditinjau
Dari Persepsi Terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Dan Persepsi
Terhadap Dukungan Organisasional. Makalah Dipublikasikan,
library.usu.ac.id, Universitas Sumatera Utara. Diakses 6 April 2009.
Qauliyah, Asta. 2006. Stres Pada Saat Bekerja. Diakses 30 Maret 2009.
http://astaqauliyah.com/tag/stress-pada-saat-bekerja/
Robbins, Stephen, 1996. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi-Aplikasi. Jilid
2 Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo.
Robbins, Stephen. 2008. Perilaku Organisasi. Buku 2 Edisi 12. Jakarta: Salemba
Empat.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business: Metodologi Penelitian
Untuk Bisnis 4td. Jakarta: Salemba Empat.
47

Simamora, Henry. 1995.Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BP


STIE YKPN.
Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Umar, Husein. 2004. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Utomo, Prasetyo. 2006. Analisis Pengaruh Pemberdayaan Dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Patra Semarang Convention Hotel. Skripsi
Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Wijaya, Tony. 2007. Pengaruh Organizational Citizenship Behavior Terhadap
Kinerja Personil Poltabes Yogyakarta. Media Riset Bisnis & Manajemen.
Vol 7 No. 1 April 2007. P75-97
www.akuntanpublikindonesia.com
Ziaulhaq, Muhammad. 2002. Hubungan Stress Kerja Dengan Prestasi Kerja.
http://bsf.bawean.info/bsf/?cat=4. Diakses 30 Maret 2009.

You might also like