Professional Documents
Culture Documents
2013
DAFTAR ISI
BAB I.
PENDAHULUAN .................................................................................................... 2
BAB II.
BAB III.
BAB VI.
PSIKIATRI ............................................................................................................ 49
BAB XI.
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kualitas pelayanan kesehatan primer saat ini masih belum optimal baik dari segi
fasilitas maupun sumber daya kesehatannya. Masyarakat yang berobat langsung kepada
pelayanan sekunder (RS atau dokter spesialis) di Indonesia menunjukkan jumlah yang
sangat besar, terutama untuk masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini terjadi antara lain
disebabkan masih rendahnya standar kompetensi dokter pelayanan primer saat ini.
Tingginya dokter praktek dengan ketrampilan yang belum sesuai dengan standar
kompetensi yang seharusnya dikuasai saat melakukan pelayanan kesehatan di berbagai
daerah di Indonesia. Sebelum digunakannya Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
oleh KKI, lulusan dokter belum memiliki kemampuan ketrampilan klinis yang terstandar
merata, sehingga kualitas pelayanan kesehatan pun menjadi berbeda-beda.
Sejak terbentuknya Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) pada tahun 2006,
dokter pelayanan primer harus menguasai kompetensi standar dalam melakukan pelayanan
kesehatan di masyarakat. Dalam SKDI, standar kompetensi dokter tersebut dilengkapi
dengan lampiran daftar masalah kesehatan, penyakit dan ketrampilan klinis dengan level
kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang dokter.
Bagi dokter-dokter yang baru lulus, telah dapat dinilai kompetensinya sebelum
berpraktek di masyarakat melalui Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Namun, hal ini
tidak dilakukan pada dokter-dokter yang telah memiliki izin praktek sebelum dimulainya
UKDI tersebut, sehingga penilaian terhadap kompetensi standar sebagai dokter pelayanan
primer tidak dapat dilakukan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dalam hal ini dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia kedokteran baik, maka ketrampilan klinis dalam
SKDI tersebut disusun dalam suatu buku pedoman ketrampilan klinis dokter pelayanan
primer sebagai acuan bagi dokter pelayanan primer dalam melakukan pelayanan kesehatan
primer.
B. TUJUAN
Penyusunan buku pedoman ketrampilan klinis dokter pelayanan primer ini
bertujuan untuk menjadi acuan langkah-langkah pelaksanaan ketrampilan yang terstandar
sesuai kompetensi profesi dokter pelayanan primer sehingga diharapkan meningkatnya
kualitas pelayanan dokter pelayanan primer.
C. DASAR HUKUM
Dasar hukum penyusunan Ketrampilan Klinik Dokter Pelayanan Primer sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 tahun 2012 tentang Rujukan Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medik.
8. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Ikatan Dokter Indonesia.
D. SASARAN
Sasaran buku Ketrampilan Klinik Dokter Pelayanan Primer ini adalah seluruh dokter yang
memberikan pelayanan kesehatan di tingkat pertama/primer. Fasilitas pelayanan kesehatan
tidak terbatas pada fasilitas milik pemerintah, namun diterapkan pada fasilitas pelayanan
swasta.
E. RUANG LINGKUP (STAKEHOLDERS)
Dalam penerapan standar ketrampilan klinis dokter pelayanan primer, diharapkan peran serta
aktif stakeholder kesehatan untuk membina dan mengawasi penerapan standar ketrampilan
klinis yang baik guna mewujudkan mutu pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Adapun
stakeholder kesehatan yang berperan dalam penerapan pedoman ketrampilan klinis ini adalah:
1. Kementerian Kesehatan RI, sebagai regulator di sektor kesehatan. Pembuat kebijakan
nasional guna mendukung penerapan pelayanan sesuai standar. Selain dari itu, dengan
upaya pemerataan fasilitas dan kualitas pelayanan diharapkan standar ini dapat
diterapkan di seluruh Indonesia.
2. Ikatan Dokter Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter. Termasuk di
dalamnya peranan IDI Cabang dan IDI Wilayah, serta perhimpunan dokter pelayanan
primer. Pembinaan dan pengawasan dalam aspek profesi termasuk di dalamnya standar
etik menjadi ujung tombak penerapan standar yang terbaik.
3. Dinas Kesehatan tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota, sebagai regulator di tingkat
daerah serta perpanjangan tangan Kementerian Kesehatan RI.
4. Organisasi profesi kesehatan lainnya seperti Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), serta Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesai (IAKMI).
Sinergisitas seluruh stakeholder kesehatan menjadi kunci keberhasilan penerapan standar
pelayanan medik dokter pelayanan primer.
F. CATATAN PENTING
Penyusunan buku Ketrampilan Klinik Dokter Pelayanan Primer berdasarkan Undangundang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 44 merupakan ranah
dari organisasi profesi yang kemudian diajukan kepada kementerian kesehatan untuk
kemudian dimuat dalam Peraturan Menteri.
Standar Ketrampilan Klinik Dokter Pelayanan Primer memuat standar ketrampilan
klinis yang harus dikuasai oleh seluruh dokter Indonesia yang memberikan pelayanan
dengan mengedepankan pelayanan kedokteran yang bermutu.
Buku ini disusun dengan mengedepankan paradigma sehat dan kualitas dokter
pelayanan primer dalam pelayanan kesehatan komprehensif mulai dari kuratif,
rehabilitatif, promotif dan preventif.
Ketrampilan klinis yang disusun dalam buku ini terutama adalah ketrampilan klinis
dengan level kompetensi 4 (does) menurut piramida Miller. Tingkat kemampuan 4
(Does) yaitu mampu melakukan secara mandiri.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
Pentingnya mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun adalah agar kebersihan
terjaga secara keseluruhan serta mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke
tubuh anda.
Referensi
World Health Organization. WHO guidelines on. hand hygiene in health care. First Global Patient
Safety Challenge Clean Care is Safer Care. 2009.
6
7
8
10
11
12
13
Mendorong pasien menceritakan perjalanan penyakitnya mulai awal sampai saat ini
menggunakan kata-katanya sendiri (gali apa yang menyebabkan kedatangannya hari ini)
Menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup dengan tepat, dimulai dengan
pertanyaan terbuka dilanjutkan dengan pertanyaan tertutup.
Mendengarkan pasien dengan penuh perhatian, membiarkan pasien menyelesaikan
perkataannya tanpa diinterupsi, memberikan waktu bagi pasien untuk berpikir sebelum
menjawab, atau meneruskan pembicaraan setelah jeda sejenak.
Mengamati respon pasien secara verbal maupun non-verbal (mis: mendorong pasien
berbicara, memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengatur apa yang akan
diutarakan, melakukan refleksi isi, membuat interpretasi) dan Mengamati komunikasi
verbal dan non-verbal pasien (mis: bahasa tubuh, ucapan, ekspresi wajah), menanyakan
kembali dan menanggapi secara tepat.
Mengklarifikasi pernyataan pasien bila kurang jelas atau meminta penjelasan lebih lanjut
(mis: bisa jelaskan apa yang dimaksud dengan kepala terasa melayang?)
Beberapa kali merangkum pada akhir satu bagian konsultasi untuk memastikan bahwa
pengertian dokter sama dengan pasien sebelum pindah ke bagian berikutnya; meminta
pasien mengoreksi bila ada interpretasi yang kurang tepat, atau meminta pasien
memberikan penjelasan lebih lanjut.
Jika membaca, menulis catatan atau menggunakan komputer, tidak mengganggu
jalannya sesi.
Saat melakukan pemeriksaan fisik menjelaskan prosesnya dan meminta izin.
Memberikan perhatian khusus terhadap hal-hal sensitif yang dapat membuat pasien
merasa malu atau menyakitkan pasien, termasuk pemeriksaan fisik. Menjelaskan alasan
pertanyaan atau pemeriksaan fisik yang mungkin dirasa tidak masuk akal.
o Informasikan apa yang menjadi preferensi kita tentang pilihan yang tersedia
o Tentukan pilihan pasien
22
Cek apakah
2.3. Konseling
Kisi-kisi proses
1
Menyapa pasien dan menanyakan namanya
2
Memperkenalkan diri serta memberitahukan perannya
3
Menjelaskan tujuan pertemuan
4
Memberikan penjelasan tentang beberapa alternatif (misalnya jenis alat kontrasepsi,
pengobatan, ) yang dapat dipilih pasien untuk menyelesaikan masalahnya. Memberikan
penjelasan yang terorganisir dengan baik
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
5
6
7
8
9
10
11
12
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
10
11
12
:1
:5
:4
:3
:2
:1
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009
b. Scissors Gait
Berhubungan dengan parese spastis bilateral dari tungkai, terlihat kaku.
Saat berjalan, paha cenderung menyilang satu sama lain. Langkah-langkah
singkat, pasien tampak berjalan seperti menyebrang air.
13
c. Steppage Gait
Berhubungan dengan drop foot, biasanya merupakan penyakit lower motor
neuron sekunder. Pasien-pasien ini juga menyeret kaki mereka atau
mengangkat kaki tinggi-tinggi, dengan lutut tertekuk menjatuhkannya
dengan keras ke lantai, sehingga biasanya muncul saat berjalan menaiki
tangga. Pasien tidak dapat berjalan di atas tumit. Kelainan ini mungkin
melibatkan kedua sisi.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination
and History Taking 8th Edition. 2002-08
d. Sensory Ataxia
Berhubungan dengan hilangnya sensasi posisi pada tungkai, seperti pada
polineuropati atau gangguan kolumna posterior. Gaya berjalan tidak stabil
(sempoyongan) dengan posisi kedua kaki melebar. Pasienmelempar kakinya ke
depan dan ke luar dan menjatuhkannya didahului oleh tumit kemudian jari kaki
sehingga terdengar double tapping sound. Pasien memperhatikan lantai saat
berjalan. Pasien tidak dapat berdiri seimbang saat menutup mata (Romberg sign
positif).
e. Cerebellar Ataxia
Berhubungan dengan penyakit cerebellum atau traktus jaras yang berhubungan.
Postur goyah dan melebar di bagian kaki. Saat berputar, pasien mengalami kesulitan
yang berlebihan. Pasien tidak dapat berdiri seimbang baik dengan mata terbuka
maupun tertutup.
f.
Parkinsonian Gait
Berhubungan dengan defek ganglia basal pada penyakit parkinson. Postur
bungkuk, kepala dan leher ke depan, pinggul dan lutut sedikit fleksi.
Lengan fleksi pada siku dan
pergelangan tangan. Pasien lambat dalam memulai langkah. Langkahlangkah pendek dan menyeret. Ayunan lengan berkurang dan kaku saat
berbalik.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination
and History Taking 8th Edition. 2002-08
14
2. Habitus:
a. Astenikus
Bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung, angulus costae, dan otot
otot tak bertumbuh dengan baik.
b. Atletikus
Bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu yang terangkat ke atas, dada penuh,
perut rata, dan lengkung tulang belakang dalam batas normal.
c. Piknikus
Bentuk tubuh yang cenderung bulat, dan penuh dengan penimbunan jaringan lemak
subkutan.
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: Neurology Examination. 2009
15
16
17
18
saluran napas meningkatkan hambatan aliran udara. Penyebabnya antara lain asma,
bronkhitis kronis dan COPD.
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.
19
20
21
22
http://www.scoliosipadova.net/ernia-discale-lombare.html
3.
Pemeriksaan kernig
Pada saat tungkai bawah diekstensikan, normalnya tungkai dapat mencapai sudut 135
derajat dari tungkai atas sebelum terdapat tahanan atau rasa sakit. Bila tahanan atau rasa
sakit ini timbul sebelum mencapai sudut tersebut, maka dikatakan kernig positif. Lasegue
positif dapat ditemukan pada rangsang selaput otak, isialgia dan iritasi pleksus
lumbosakral.
23
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th edition. Lippincott
Williams & Wilkins. China. 2009.
4.
Tanda Brudzinski I
Pemeriksaan ini dikatakan positif bila terdapat fleksi pada kedua tungkai. Perlu diketahui
adanya kelumpuhan pada tungkai sebelum pemeriksaan, karena tungkai yang lumpuh tidak
akan terjadi fleksi.
http://www.cdemcurriculum.org/ssm/neurologic/meningitis/meningitis.php
5.
Tanda Brudzinski II
Pemeriksaan ini dikatakan positif bila saat salah satu tungkai difleksikan, tungkai lainnya
terjadifleksi. Pada tungkai yang lumpuh tidak terjadi fleksi.
Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta. Balai penerbit FKUI. 2008.
Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
edition. Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009.
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Neurology Examination. 2009.
3. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta. Balai penerbit FKUI.
2008. p18-20.
24
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bubuk kopi
Teh
Sabun
Pen light
Kartu Snellen
Ophtalmoskop
Kapas dipilin ujungnya
Garpu tala
Teknik Pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya.
3. Memeriksa NI: olfaktorius.
a. Minta pasien untuk menutup kedua matanya dan menutup salah satu lubang hidung.
Pemeriksaan dilakukan dari lubang hidung sebelah kanan.
b. Dekatkan beberapa benda di bawah lubang hidung yang terbuka, seperti kopi, teh,
dan sabun.
c. Tanyakan kepada pasien apakah ia menghidu sesuatu, bila ya, tanyakan jenisnya.
Pemeriksa juga dapat memberikan pilihan jawaban bila pasien merasa menhidu
sesuatu namun tidak dapat mengenalinya secara spontan, seperti, Apakah ini kopi,
atau teh?
d. Kemudian lakukan prosedur yang sama pada lubang hidung yang lain.
4. Melakukan pemeriksaan pupil (N. II):
a. Pasien diminta berbaring.
b. Inspeksi kedua pupil dan catat ukuran dan bentuknya.
c. Bandingkan kanan dan kiri.
d. Tempatkan tangan diantara kedua mata.
e. Minta pasien untuk memfiksasi pandangan ke depan. Sinari salah satu mata dari
arah tepi (pasien tidak boleh melihat kearah sinar dan sumber cahaya harus cukup
terang)
f. Catat reaksi pupil baik langsung maupun tidak langsung.
g. Lakukan prosedur yang sama pada mata yang lain.
5. Prosedur pemeriksaan lapang pandang (N. II):
a. Untuk pemeriksaan ini, pemeriksa dan pasien duduk berhadapan dengan lutut
pemeriksa hampir bersentuhan dengan lutut pasien. Tinggi mata pemeriksa sama
dengan pasien.
b. Pemeriksaan dilakukan satu per satu (monokuler), dimulai dengan mata kanan.
c. Pada saat memeriksa mata kanan, pasien diminta menutup mata kiri dengan telapak
tangan pasien, tidak ditekan. Sedangkan pemeriksa menutup mata kanannya.
d. Tempatkan tangan pemeriksa yang bebas di bidang imajiner antara lutut pasien dan
pemeriksa. Jarak antara bidang imajiner ini dengan mata pemeriksa sama dengan
jaraj bidang imajiner dengan mata pasien.
e. Pemeriksa dan pasien saling bertatapan, pasien diminta untuk memfiksasi
pandangannya kedepan. Kemudian pemeriksa menggerakkan tangannya pada
bidang imajiner tersebut dari tepi ke tengah bidang. Saat melakukan ini, pemeriksa
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
25
f.
26
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
27
c. Amati apakah pasien dapat melakukan seluruh gerakan yang diminta dan nilai
kesimetrisannya.
d. Amati seluruh mimik spontan pada pasien, seperti tersenyum atau tertawa dan nilai
kesimetrisannya.
15. Penilaian sensasi wajah (N. V):
a. Persiapkan pasien dalam posisi duduk atau berbaring.
b. Pemeriksaan awal pasien dengan mata terbuka sehingga ia dapat melihat stimulus
apa yang akan ia identifikasi.
c. Sentuh pasien di daerah wajah dengan kapas di beberapa tempat, bandingkan kanan
dan kiri.
d. Kemudian dengan mata tertutup, tanyakan apakah pasien merasakan stimuli
sentuhan yang diberikan dan minta ia mengidentifikasi letak stimuli. Bandingkan
kanan dan kiri.
e. Perhatikan adanya penurunan fungsi sensoris yang ditandai dengan adanya
perbedaan sensasi stimuli pada pasien. Walaupun pasien dapat menyebutkan
seluruh letak stimuli sehingga perlu ditanyakan apakah ia merasakan adanya
perbedaan sensasi dari setiap stimuli yang diberikan.
16. Penilaian indra pendengaran: lateralisasi, konduksi udara dan tulang (N. VIII)
(lihat BAB INDRA: Tes Pendengaran)
17. Pemeriksaan nistagmus:
a. Persiapkan pasien dalam posisi duduk di hadapan pemeriksa.
b. Minta pasien memfiksasi matanya pada jari anda yang berjarak 75 cm di depan
wajah pasien dan minta ia mengikuti gerakan tangan anda tanpa menggerakkan
kepala.
c. Sundut pandang mata tidak lebih dari 45o. Nistagmus yang terjadi pada sudut
pandang yang lebih besar dapat bersifat fisiologis.
d. Amati timbulnya nistagmus. Tentukan arah nistagnus, lamanya, dan apakah terjadi
pada fase cepat atau lambat.
18. Inspeksi palatum:
a. Minta pasien untuk membuka mulutnya dan nilai posisi arkus palatum
b. Minta pasien mengatakan aa.
c. Nilai apakah arkus palatum berkontaksi secara simetris.
19. Penilaian otot sternomastoid dan trapezius (N. XI):
Otot Sternocleidomastoideus:
a. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan letakkan tangan kanan pada rahang
bawah kanan pasien.
b. Minta pasien untuk mendorong tangan anda dengan menggerakkan kepala ke sisi
kanan.
c. Dengan cara ini, nilai kekuatan otot sternocleidomastoideus kiri.
d. Lakukan prosedur ini terhadap rahang kiri untuk menilai kekuatan otot
sternocleidomastoideus kanan.
Otot Trapezius:
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
28
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
29
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Defek horizontal
Disebabkan oleh oklusi pada
cabang arteri retina sentral. Pada
gambar
disamping
terdapat
oklusi cabang superior arteri
retina sentral.
Kebutaan unilateral
Disebabkan oleh lesi pada saraf
optik
unilateral
yang
menyebabkan kebutaan.
Hemianopsia Bitemporal
Disebabkan oleh lesi pada kiasma
optikum sehingga menyebabkan
kehilangan penglihatan pada sisi
temporal kedua lapang pandang.
Hemianopsia Homonim Kiri
Disebabkan oleh lesi pada traktus
optikus di tempat yang sama
pada kedua mata. Hal ini
menyebabkan
kehilangan
penglihatan sisi yang sama pada
kedua mata.
Homonymous Left Superior
Quadrantic Defect
Disebabkan oleh lesi parsial pada
radiasio
optikus
yang
menyebabkan
kehilanagn
penglihatan pada seperempat
bagian lapang pandang sisi yang
sama.
Hemianopsia himonim kiri juga
dapat
disebabkan
oleh
terputusnya
jaringan
pada
radiasio optikus.
Bickley. Bates
Guide to Physical
Examination and
History Taking
8th Edition.
2002-08
30
Papiledema
Warna pink, hiperemis
Pembuluh darah disc lebih
terlihat dan banyak
Disc sembab
Coupping pada glaukoma
Cup membesar, warna
pucat
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
9. Rekasi konvergensi
Pada tes konvergensi normalnya pupil mengecil (miosis).
10. Refleks kornea
Pada pemeriksaan ini reaksi normal yang ditimbulkan adalah refleks berkedip. Refleks
ini menghilang ada kerusakan atau lesi N V. Lesi pada n VII juga dapat menyebabkan
gangguan pada refleks ini.
11. Penilaian otot temporal dan masseter
Kelemahan atau hilangnya kontraksi otot temporal dan masseter pada salah satu sisi
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
31
32
33
34
3. Refleks abdominal
a. Pasien berbaring dalam keadaan rileks.
b. Goreskan ujung tajam palu refleks dengan arah dari tepi ke umbilikus di enam regio
abdomen (epogastrik, mesogastrik, hipogastrik, kanan dan kiri)
c. Nilai adanya pergerakan umbilikus yang disebabkan oleh adanya kontraksi otot
abomen.
4. Refleks kremaster
a. Pasien berbaring diatas meja periksa
b. Goreskan ujung tajam palu refleks didaerah paha dalam dengan arah dari distal ke
proksimal.
c. Nilai bila terlihat testis terangkat, bandingkan kanan dan kiri.
5. Refleks anal
a. Pasien berbaring dengan posisi lutut pasien diangkat naik dan dikaitkan ke siku
pasien (posisi litotomi).
b. Dengan perlahan, goreskan ujung tajam palu refleks di sekitar anus dengan
gerakkan melingkar.
c. Nilai adanya kontraksi dari muskulus sfingter ani eksternal.
6. Refleks Hoffmann-Tromner
a. Kaitkan jari telunjuk pemeriksa pada jari tengah pasien.
b. Minta pasien untuk menggantungkan jarinya serileks mungkin.
c. Pemeriksa kemunian menekan kuku jari tengah pasien yang sedang dalam posisi
fleksi dengan tangan yang bebas.
d. Nilai adanya fleksi jempol dan jari telunjuk, bandingkan kanan dan kiri. Pada
keadaan normal, kontraksi ini tidak terjadi.
7. Respon plantar
a. Genggam pergelangan kaki pasien sehingga terfiksasi pada meja periksa.
b. Dengan menggunakan ujung tajam dari palu refleks, goreskan sisi tepi telapak kaki
dengan perlahan.
c. Nilai adanya reaksi dari jempol kaki. Normalnya terjadi plantar fleksi, bandingkan
kanan dan kiri.
8. Snout reflex
a. Dengan perlahan ketukkan jari pemeriksa diantara hidung dan mulut pasien.
b. Nilai respon mulut pasien berupa gerakan mencucu.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Penilaian hasil pemeriksaan refleks:
a. 0 : tidak ada refleks
b. 1 : refleks lemah
c. 2 : refleks normal
d. 3 : refleks cepat
e. 4 : refleks cepat dengan disertai klonus (beberapa kontraksi pendek dan ritmik)
35
36
6.
Refleks chaddock
Rangsangan diberikan dengan cara menggoreskan ujung runcing palu refleks di bagian
lateral maleolus.
7.
Refleks oppenheim
Rangsangan diberikan dengan mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior dari
arah proksimal ke distal.
8.
Refleks gordon
Rangsangan diberikan dengan mencubit otot gastroknemius.
9.
Refleks scaefer
Rangsangan diberikan dengan mencubit tendon achilles
37
38
39
40
m. deltoideus
a. Minta pasien untuk mengekstensikan kedua lengannya ke arah samping dan minta ia untuk
mempertahankan posisi tersebut.
b. Pemeriksa mencoba menekan kedua lengan pasien ke bawah dan nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
m. biceps brachii
a. Minta pasien memfleksikan sendi sikunya dengan maksimal ke arah bahu, dengan posisi
supinasi lengan bawah.
b. Pemeriksa mencoba meluruskan lengan pasien dan nilai kekuatan ototnya, bandingkan
kanan dan kiri.
m. triceps brachii
a. Minta pasien mengekstensikan maksimal lengannya pada sendi siku.
b. Pemeriksa mencoba menekuk lengan pasien pada sendi siku, nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
Muskulus-muskulus ekstensor pergelangan tangan
a. Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya dengan pronasi lengan bawah.
b. Pemeriksa mencoba memfleksikan pergelangan tangan, nalai kekuatan ototnya, bandingkan
kanan dan kiri.
Muskulus-muskulus fleksor pergelangan tangan
a. Minta pasien meletakkan lengan bawahnya diatas meja pada posisi supinasi dan fleksi pada
sendi pergelangan tangan.
b. Pemeriksa mencoba mengekstensikan pergelangan tangan pasien, nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
Muskulus-muskulus fleksor jari
a. Minta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa sekuatnya.
b. Pemeriksa mencoba melepaskan jari-jarinya dan nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan
dan kiri.
Muskulus-muskulus ekstensor jari
a. Minta pasien meluruskan sendi-sendi jari tangannya.
b. Pemeriksa mencoba memfleksikan sendi-sendi jari pasien dan nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
m. opponens pollicis
a. Minta pasien untuk menautkan ujung jempol dan ujung kelingkingnya sehingga membentuk
lingkaran.
b. Pemeriksa mencoba melepaskan lingkaran tersebut dengan jarinya, nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
Muskulus-muskulus interoseus
a. Minta pasien untuk mengekstensikan seluruh jarinya dan regangkan.
b. Pemeriksa melakukan hal yang sama dan menempatkan jari-jarinya diantara jari-jari pasien.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
41
42
m. peroneal
a. Tangan pemeriksa diletakkan di sisi luar kaki pasien sejajar jari kelingking.
b. Minta pasien mendorong tangan pemeriksa sekuatnya dan nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
m. extensor hallucis longus
a. Tangan pemeriksa diletakkan di sisi dalam kaki pasien sejajar jempol.
b. Minta pasien mendorong tangan pemeriksa sekuatnya dan nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
m. flexor hallucis longus
a. Minta pasien untuk memfleksikan kedua jempol kakinya.
b. Pemeriksa mencoba meluruskan kedua jempol pasien dan nilai kekuatan ototnya,
bandingkan kanan dan kiri.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Atrofi otot dapat ditemukan pada:
- Penyakit kronis dan malnutrisi
- Penyakit muskular
- Setelah terjadi kerusakan saraf perifer
- Setelah kerusakan traktus kortikospinal
Bentuk atrofi dapat berupa:
d. Atrofi asimetris terjadi pada contohnya mononeuropathy.
e. Atrofi simetris terjadi pada contohnya penyakit muskular.
2. Gerakan involunter:
a. Fasikulasi merupakan kontraksi otot yang tidak beraturan. Kadaan ini dapat
mengindikasikan adanya lesi motor neuron (contohnya polimielitis, amyotrophic lateral
sclerosis) namun dapat juga tidak memiliki makna patologis.
b. Tremor merupakan gerakan involunter yang relatif berirama, yang kurang lebih dapat
dibagi menjadi tiga kelompok:
- Resting (Static) Tremors
Tremor ini paling mencolok saat istirahat dan dapat berkurang atau menghilang
dengan adanya pergerakan.
- Postural Tremors
Tremor ini terlihat saat bagian yang terkena aktif menjaga postur. Contohnya tremor
pada hipertiroid dan tremor pada kecemasan atau kelelahan. Tremor ini dapat
memburuk bila bagian yang terkena disengaja untuk mempertahankan suatu postur
tertentu.
- Intention Tremors
Merupakan tremor yang hilang saat istirahat dan timbul saat aktivitas dan semakin
memburuk bila target yang akan disentuh semakin dekat. Penyebabnya antara lain
gangguan jaras serebelar seperti pada multiple sclerosis.
43
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
c. Tick
Tics merupakan gerakan yang singkat, berulang, stereotip, gerakan terkoordinasi yang
terjadi pada interval yang tidak teratur. Contohnya termasuk berulang mengedip,
meringis, dan mengangkat bahu bahu. Penyebab termasuk sindrom dan obat-obatan
seperti Tourette, fenotiazin dan amfetamin.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
d. Chorea
Gerakan Choreiform merupakan gerakan yang singkat, cepat, tidak teratur, dan tak
terduga. Terjadi saat istirahat atau mengganggu gerakan terkoordinasi normal. Tidak
seperti tics, chorea jarang berulang. Wajah, kepala, lengan bawah, dan tangan sering
terlibat. Penyebabnya termasuk chorea Sydenham (dengan demam rematik) dan
penyakit Huntington.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
e. Athetosis
Gerakan Athetoid lebih lambat dan lebih memutar dan menggeliat dibandingkan
gerakan choreiform, dan memiliki amplitudo yang lebih besar. Paling sering melibatkan
wajah dan ekstremitas distal. Athetosis sering dikaitkan dengan spastisitas.
Penyebabnya antara lain cerebral palsy.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
44
45
f.
5. Tes Telunjuk-Hidung:
a. Minta pasien menutup mata dan tentangkan tangan kanan jauh ke samping.
b. Minta pasien menyentuh hidungnya dengan jari telunjuk kanan, ulangi beberapa kali.
Lakukan prodedur yang sama terhadap tangan kiri.
c. Nilai tandatanda hipermetria atau kecenderungan tremor saat pasien melakukan
prosedur diatas.
d. Bila pemeriksa menemukan tanda hipermetria atau tremor, minta pasien melakukan
prosedur pemeriksaan dengan mata terbuka.
e. Nilai apakah dengan mata terbuka pasien lebih mudah melakukan prosedur
pemeriksaan. Bandingkan kanan dan kiri.
6. Tes Tumit-Lutut:
a. Minta pasien untuk menutup kedua matanya, kemudian menempatkan tumit kanan di
atas lutut kiri.
b. Minta pasien untuk menurunkan tumitnya menyusuri tungkai bawah kaki kiri kebawah.
c. Lakukan rosedur bergantian dengan kaki kiri.
d. Nilai bila pasien menunjukkan tanda-tanda hipermetria atau ataksia, yaitu bila tumit
berkali-kali terjatuh dari jalurnya pada tungkai bawah.
e. Bila pemeriksa menemukan tanda hipermetria atau ataksia, minta pasien melakukan
prosedur pemeriksaan dengan mata terbuka.
f. Bandingkan kanan dan kiri.
7. Pemeriksaan Disdiadokokinesis:
a. Minta pasien melakukan perubahan gerakan misalnya gerakan tangan pronasi dan
supinasi. Tangan kanan dimulai dari pronasi, tangan kiri dimulai dari supinasi, lakukan
gerakan ini secepat mungkin.
b. Bila diperlukan pemeriksa boleh memberikan contoh pemeriksaan terhadap pasien.
c. Bandingkan kanan dan kiri.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Keseimbangan pasien dipengaruhi oleh fungsi cerebellum dan sistem vestibular, serta
propriosptif ekstremitas bawah, sehingga kelainan pada keseimbangan berhubungan
dengan gangguan pada sistem-sistem tersebut.
2. Pola kontak kaki-lantai. Kondisi yang berhubungan dengan n.peroneal dapat menyebabkan
drop foot. Pada keadaan ini, saat berjalan bagian kaki pasien yang lebih dulu menyentuh
lantai adalah jempol kaki, diikuti telapak kaki, terakhir tumit.
3. Jarak antar langkahdapat memendek pada pasien dengan penyakit Parkinson. Pada keadaan
ii juga dapat dilihat ayunan tangan berkurang saat pasien berjalan.
4. Pada pemeriksaan Romberg, dinyatakan positif bila pasien terlihat berayun atau pemeriksa
harus memegang pasien untuk mencegah pasien terjatuh.
5. Apabila pasien terganggu koordinasinya hanya saat pasien menutup mata, maka pasien
mengalami gangguan koordinasi karena proprioseptif yang tidak adekuat. Kondisi ini juga
dikenal dengan ataksia sensoris.
6. Bila gangguan koordinasi meningkat saat pasien menutup mata, maka pasien mengalami
gangguan koordinasi disebabkan oleh kondisi vestibular.
7. Bila gangguan koordinasi sama saat pasien menutup maupun membuka mata, maka
gangguan koordinasi ini disebabkan oleh kondisi cerebelar.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
46
8. Tes telunjuk hidung tidak terganggu pada pasien dengan gangguan ekstrapiramidal, namun
mungkin terdapat tremor yang hilang bila pasien diminta melakukan gerakan yang
bertujuan. Namun saat berdiri dan berjalan, pasien mengalami kesulitan akibat adanya
gerakan involunter yang berlebihan, seperti pada pasien Parkinson.
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: Neurology Examination. 2009.
47
48
49
50
Referensi
1. American Psychiatric Association. Diagnostic criteria from DSM-IV-TR. Washington DC:
American Psychiatric Association. 2000.
2. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.
2001.
51
52
deskripsikan.
Perhatikan keterbukaan pasien, pendekatan dan reaksi terhadap orang lain atau
terhadap lingkungan.
Nilai apakah pasien tampak mendengar atau melihat hal-hal yang tidak dilakukan
pemeriksa atau pasien terlihat seperti berbicara dengan seseorang yang tidak ada.
53
54
Mengabaikan penampilan pada satu sisi mungkin merupakan akibat adanya lesi di
seberang korteks parietal, biasanya sisi non-dominan.
d. Ekspresi wajah
- Menilai adanya ekspresi kecemasan, depresi, apatis, marah atau gembira.
- Pada pasein parkinson biasanya didapatkan ekspresi yang datar (imobilitas fasial).
e. Sikap, afek dan hubungan pasien dengan orang lain atau sesuatu
- Pada pasien paranoid didapatkan sikap marah, permusuhan, kecurigaan atau
menghindar.
- Pada sindrom manik didapatkan afek yang meningkat, gembira dan euforia.
- Afek tumpul dan cenderung tidak perduli terhadap orang atau lingkungan sekitar
didapatkan pada demensia.
-
55
56
Gangguan proses pikir dimana pembicaraan sebagian besar tidak dapat dimengerti karena tidak
logis, kurangnya hubungan yang bermakna, adanya perubahan topik mendadak, ataupun
kesalahan penggunaan tata bahasa atau kata. Flight of ideas yang berat dapat menyebabkan
inkoherensi.
Biasanya ditemukan pada skizofrenia.
Blocking
Gangguan proses pikir dimana pembicaraan tiba-tiba berhenti di tengah-tengah kalimat atau
sebelum suatu gagasan diselesaikan. Blocking dapat terjadi pada skizofrenia, namun dapat
terjadi pula pada orang normal.
Konfabulasi
Ingatan palsu yang muncul saat merespon pertanyaan, untuk mengisi kekosongan memori.
Biasanya ditemukan pada pasien dengan amnesia.
Perseverasi
Pengulangan persisten kata-kata atau gagasan.
Terjadi pada skizofrenia, dan gangguan psikotik lainnya.
Ekolali
Pengulangan kata atau frase orang lain atau lawan bicara.
Dapat ditemukan pada episode manik dan skizofrenia
Clanging
Berbicara dan merangkai kata-kata yang tidak memiliki hubungan satu sama lain dan diucapkan
berdasarkan irama atau rima verbal tertentu.
Biasanya ditemukan pada episode manik dan skizofrenia.
b. Isi pikir
Beberapa kelaianan isi pikir:
Kompulsi
Perilaku atau tindakan mental berulang dari seseorang yang merasa terdorong untuk
menghasilkan atau mencegah sesuatu terjadi di kemudian hari, walaupun harapan efek tersebut
tidak realistik.
Obsesi
Gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang
tampaknya konyol, aneh atau menakutkan.
Fobia
Ketakutan yang persisten dan irasional disertai oleh keinginan kuat untuk menghindari
stimulus tersebut.
Ansietas
Kekhawatiran, ketakutan, ketegangan atau kegelisahan yang mungkin terfokus (fobia) atau
tidak (ketakutan akan sesuatu yang tidak jelas).
Feelings of Unreality
Suatu perasaan bahwa hal-hal dalam lingkungan tersebut aneh, tidak nyata atau jauh.
Depersonalisasi
Suatu perasaan dimana seseorang merasa dirinya berbeda, berubah atau tidak nyata, atau
kehilangan identitas diri atau merasa terlepat pikirannya dari tubuhnya.
Delusi
Keyakinan palsu, didasarkan kepada kesimpulan yang salah tentang eksternal, tidak sejalan
dengan intelegensi pasien dan latar belakang kultural, yang tidak dapat dikorelasi dengan suatu
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
57
alasan.
Kompulsi, obsesi, fobia dan ansietas biasanya berhubungan dengan gangguan neurotik.
Sedangkan delusi, depersonalisasi dan feelings of unreality sering berhubungan dengan
gangguan psikotik.
c. Persepsi
Berikut merupakan gangguan persepsi:
Ilusi
Kesalahan interpretasi dari stimulus eksternal yang nyata. Ilusi dapat terjadi akibat reaksi
berduka cita, pada keadaan delirium, gangguan stres pasca trauma dan skizofrenia.
Halusinasi
Persepsi sensori subjektif terhadap stimulus yang tidak nyata. Pasien mungkin mengenali atau
tidak bahwa pengalaman tersebut tidak nyata. Dapat berupa halusinasi auditori (pendengaran),
visual (penglihatan), olfaktori (penghidu), gustatori (pengecapan) atau somatik. Halusinasi
dapat terjadi pada keadaan delirium, dimensia (jarang), gangguan stres pasca trauma,
skizofrenia dan alkoholisme.
d. Tilikan (insight) dan kemampuan menilai realitas (judgement)
Pasien dengan gangguan psikotik sering tidak menyadari penyakitnya. Beberapa gangguan
neurologis mungkin dapat disertai oleh penyangkalan (denial). Kemampuan menilai realitas
dapat menurun atau buruk pada keadaan delirium, dimensia, retardasi mental dan keadaan
psikotik. Kemampuan menilai realitas juga dapat dipengaruhi oleh keadaan ansietas,
gangguan mood, tingkat intelegensi, pendidikan, sosioekonomi, dan nilai budaya.
Fungsi kognitif:
Lihat BAB V: penilaian fungsi luhur
Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. P 556-565, 595, 599.
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Psychiatric Interview- The Mental Status
Examination. 2009.
58
59
Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. P 556-565, 595, 599.
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Psychiatric Interview- The Mental Status
Examination. 2009.
60
61
62
20. Bila jumlah kesalahannya setengah atau lebih, maka visusnya menjadi visus baris diatasnya.
21. Bila pasien tidak dapat melihat huruf yang terbesar (dengan visus 6/60) maka dilakukan
dengan cara finger counting, yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1-6 m dengan visus
1/60 sampai dengan 6/60.
22. Bila tidak dapat melihat jari dari jarak 1 m, maka dilakukan dengan cara hand movement,
yaitu menentukan arah gerakan tangan pemeriksa (atas-bawah, kanan-kiri) dengan visus
1/300.
23. Bila pasien tidak dapat melihat arah gerakan tangan, dilakukan cara penyinaran dengan pen
light pada mata pasien (light perception), pasien diminta menentukan arah datangnya sinar
(diperiksa dari 6 arah).
24. Pasien dinyatakan buta total (visus 0) bila tidak dapat menentukan ada atau tidak ada sinar.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Visus pasien adalah baris terkecil simana pasien dapat menyebutkan seluruh huruf/gambar
pada kartu Snellen dengan benar. Contoh: visus 6/18.
2. Bila pasien dapat melihat huruf pada baris tersebut namun ada yang salah, dinyatakan
dengan f. Contoh: pasien dapat membaca baris 6/18 tetapi terdapat satu kesalahan maka
visus 6/18 f1.
3. Bila pasien dapat menghitung jari pemeriksa yang berjarak 1 m dari pasien dengan benar,
maka visus pasien 1/60; dapat menghitung jari pada jarak 2 m dengan benar, visusnya
3/60, dan seterusnya hingga 6/60.
4. Bila pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pemeriksa dari jarak 1 m, maka
visusnya 1/300.
5. Bila pasien dapat menentukan arah datangnya sinar (diperiksa dari 6 arah), maka visusnya
1/~ proyeksi baik.
6. Bila pasien tidak dapat menentukan arah datangnya sinar, maka visusnya 1/~ proyeksi
buruk.
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009
63
Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
edition. Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009.
64
65
4.
b. Folikel globe stone: penimbunan cairan dan sel limfoid dibawah konjungtiva tarsal
superior.
c. Papil: timbunan sel radang subkonjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh
darah ditengahnya.
d. Giant papil: berbentuk poligonal dan tersusun berdekatan, permukaan datar, terdapat
pada konjungtivitis vernal, keratitis limbus superior dan iatrogenik konjungtivitis.
e. Pseudomembran: membran yang bila diangkat tidak berdarah. Dapat ditemukan pada
pamfogoid okular, sindroma Steven Johnson.
f. Sikatrik atau jaringan ikat.
g. Simblefaron: melekatnya konjungtiva tarsal, bulbi dan kornea. Dapat ditemukan pada
trauma kimia, sindroma Steven Johnson dan trauma mekanik.
h. Injeksi konjungtiva: melebarnya arteri konjungtiva posterior.
i. Injeksi siliar: melebarnya pembuluh perikorneal atau arteri siliar anterior.
j. Injeksi episklera: melebarnya pembuluh darah episklera atau siliar anterior.
k. Perdarahan subkonjungtiva.
l. Flikten: peradangan disertai neovaskularisasi disekitarnya.
m. Pinguekula: bercak degenerasi konjungtiva di daerah celah kelopak yang berbentuk
segitiga di bagian nasal dan temporal kornea.
n. Pterigium: proses proliferasi dan vaskularisasi pada konjungtiva yang berbentuk
segitiga.
o. Pseudopterigium: masuknya pembuluh darah konjungtiva ke dalam kornea.
Inspeksi orifisium duktus lakrimalis
Sumbatan duktus laksimalis
Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009.
66
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
67
c. Palpasi prosesus mastoideus. Nilai adanya pembengkakan atau benjolan. Bila ada,
periksa apakah benjolan tersebut mobile atau melekat pada dasarnya.
d. Bila didapatkan kelainan, periksa juga suhu dan bandingkan dengan kulit sekitarnya.
5. Pemeriksaan meatus auditorius externus dan membran timpani dengan otoskop:
a. Posisi pasien dan pemeriksa seperti pada prosedur sebelumnya.
b. Ambil otoskop dan pasang spekulum telinga dengan ukuran yang sesuai dengan telinga
pasien. Pastikan lampu otoskop menyala.
c. Saat memeriksa telinga kanan, pemeriksa memegang aurikula pasien dengan tangan
kanan dan menariknya ke arah posterosuperior, sedangkan tangan kiri pemeriksa
memegang otoskop. Pegang otoskop seperti memegang pinsil.
d. Agar posisi tangan pemeriksa yang memegang otoskop stabil, tempelkan tangan di pipi
pasien.
e. Saat ujung spekulum berada di depan meatus auditorius, pemeriksa melihat melalui
lensa dan dengan hati-hati memasukkan spekulum ke dalam meatus auditorius sehingga
membuat pasien merasa nyaman.
f. Nilai permukaan kulit pada meatus auditorius, nilai adakah kemerahan. Mungkin liang
telinga dapat tertutup oleh serumen yang menumpuk atau telah mengeras. Apabila
terlihat adanya pus, periksa apakah pus tersebut berasal dari dinding meatus auditorius
atau dari struktur lain yang terletak jauh didalam liang telinga.
g. Pada akhir meatus auditorius, pemeriksa dapat melihat membran timpani. Daerah
membran timpani yang dapat terlihat melalui otoskop sekitar seperempat bagian dari
seluruh permukaan membran timpani, oleh karena itu pemeriksa harus menggerakkan
otoskop secara hati-hati untuk dapat mengeksplor sehingga seluruh permukaan
membran dapat dinilai.
h. Saat memeriksa membran timpani, pertama-tama pemeriksa menginspeksi pantulan
cahaya. Karena membran timpani merupakan suatu struktur berbentuk kerucut, maka
saat di sorot cahaya dari sudut yang miring, pantulannya berupa bentuk segitiga.
Semakin mengerucut membran timpani, maka pantulan cahaya semakin menyempit,
semakin datar membran timpani, pantulan cahayanya semakin lebar.
i. Lebar dari pantulan cahaya memberikan informasi mengenai posisi membran timpani.
Hal ini penting untuk mengetahui proses yang sedang terjadi di dalam telinga tengah.
Apabila tekanan di dalam telinga tengah menurun karena disfungsi tuba eustachius,
maka membran timpani akan tertarik ke dalam sehingga lebih mengerucut. Apabila
terdapat banyak cairan atau pus di dalam telinga tengah, maka membran timpani akan
terdorong lekuar sehingga lebih datar.
j. Warna membrn timpani normalnya abu-abu seperti mutiara. Bila terjadi iritasi, karena
inflamasi atau pada anak yang menangis, membran timpani dapat berwarna kemerahan.
Sedangkan pada inflamasi berat, membran timpani dapat berwarna merah terang.
k. Apabila terdapat akumulasi cairan didalam kavum timpani, maka membran timpani
dapat berwarna kuning kecoklatan, ungu kebiruan sesuai dengan jenis cairan di
belakangnya (glue ear).
l. Membran timpani juga dapat ruptur akibat peningkatan tekanan yang hebat dari telinga
tengah atau akibat kerusakan dari luar (memasukkan benda tajam, membersihkan
telinga dengan benda keras). Hal ini disebut perforasi. Saat terjadi penyembuhan dapat
terbentuk jaringan ikat. Baik perforasi maupun jaringan ikat ini dapat mempengaruhi
getaran gendang telinga sehingga menyebabkan gangguan pendengaran.
68
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
b. Pada otitis eksterna kronis, kulit dalam kanalis auditorius menebal, merah dan gatal.
c. Pada otitis media akut purulen, membran menonjol dan berwarna merah,
sedangkan pada efusi serosa berwarna pucat.
d. Perforasi membran timpani terjadi akibat tekanan di dalam telinga tengah yang
meningkat pada otitis media akut atau adanya trauma akibat benda asing dari luar.
e. Timpanosklerosis: adanya bercak putih, luas pada bagian inferior membran timpani,
dengan batas ireguler. Ciri khasnya berupa deposisi membran hialin pada lapisan
membran timpani.
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.
69
Tingkat keterampilan : 4A
Tujuan
1. Melakukan pemeriksaan tes berbisik
2. Melakukan pemeriksaan Rinne
3. Melakukan pemeriksaan Weber
4. Melakukan pemeriksaan Swabach
Alat dan Bahan: Garpu tala 512 Hz
Teknik pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Menjelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
3. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
4. Meminta pasien duduk di kursi periksa.
Tes Berbisik:
a. Pemeriksaan dilakukan pada salah satu telinga secara bergantian dimulai dari telinga kanan.
Pasien diminta menutup talinga kirinya dengan tangan.
b. Gesekkan jari-jari pemeriksa di depan telinga pasien yang tidak ditutup dengan cepat dan
lembut. Tanyakan apakah pasien mendengar suara tangan pemeriksa. Bandingkan kanan
dan kiri.
c. Kemudian pemeriksa mengambil posisi di sisi pasien dengan jarak 1 meter dari telinga
pasien.
d. Pemeriksa berbisik di depan telinga pasien yang tidak ditutup. Pilih nomor atau kata lain
dengan dua suku kata yang beraksen sama, seperti "9-4," atau "enggak".
e. Jika perlu, tingkatkan intensitas suara pemeriksa menjadi bisikan menengah, bisikan keras,
suara lembut, medium dan suara nyaring. Untuk memastikan pasien tidak membaca bibir
pemeriksa, tutup mulut anda atau halangi pandangan pasien.
f. Minta pasien mengulang kata yang disebutkan pemeriksa. Nilai apakah jawaban pasien
benar.
g. Lakukan prosedur yang sama untuk telinga yang lain.
Pemeriksaan Rinne:
- Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya di prosesus mastoideus pasien.
- Minta pasien memberi tanda (misal dengan mengangkat tangan) bila ia sudah tidak lagi
mendengar suara garpu tala.
- Kemudian segera pindahkan garpu tala sehingga ujung garpu tala berada di depan kanalis
auditorius (tidak bersentuhan).
- Tanyakan apakah pasien mendengar suara garpu tala.
- Pemeriksa juga dapat memulai pemeriksaan ini dari lubang telinga kamudian ke prosesus
mastoideus.
- Bandingkan kanan dan kiri.
- Tes Rinne dikatakan abnormal bila konduksi tulang lebih baik dari konduksi udara.
Pemeriksaan Webber:
a. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan di tengah kening atau puncak kepala pasien
dengan perlahan.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
70
b. Minta pasien menyebutkan dimana ia lebih baik mendengar suara (kanan atau kiri).
c. Bila pasien tidak yakin, berikan stimulasi tuli konduktif dengan meminta pasien menutup
dalah satu lubang telinga dan ulangi prosedur pemeriksaan. Normalnya lateralisasi suara ke
arah telinga yang ditutup.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
Pemeriksaan Swabach:
a. Getarkan garpu tala dan letakkan dasarnya pada prosesus mastoideus pasien.
b. Minta pasien memberi tanda (misal dengan mengangkat tangan) bila ia sudah tidak lagi
mendengar suara garpu tala.
c. Pindahkan dasar garpu tala ke prosesus mastoideus pemeriksa. Bila pemeriksa masih dapat
mendengar suara, maka test Swabach abnormal.
Analisis Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan Rinne:
1. Tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara.
Normalnya, gelombang suara lebih baik dihantarkan melalui udara dibandingkan dengan
tulang.
2. Bila pasien masih dapat mendengar suara garpu tala saat pemeriksa memegangnya di depan
telinga pasien atau terdengar lebih keras dibandingkan dengan saat garpu tala ditempelkan
di tulang mastoid pasien, maka tes Rinne dikatakan positif (+). Hal ini menandakan bahwa
pendengaran pasien normal atau mengindikasikan adanya tuli sensori neural.
3. Bila pasien mengatakan tidak dapat mendengar suara garpu tala saat diletakkan di depan
telinga, maka tes Rinne dikatakan negatif (-). Hal ini menandakan pasien mengalami tuli
konduktif.
Pemeriksaan Weber:
1. Tujuan pemeriksaan Weber adalah membandingkan hantaran tulang pada telinga kiri dan
kanan.
2. Apabila pendengaran pasien baik, maka pada pemeriksaan ini tidak ditemukan lateralisasi.
Pasien tidak dapat menentukan di mana ia lebih baik mendengar suara (kanan atau kiri).
3. Pada pasien dengan tuli sensorineural, maka pasien mendengar lebih keras pada telinga
yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat).
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
71
4. Pada pasien dengan tuli konduktif, maka pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
mengalami kelainan (lateralisasi ke telinga yang sakit).
Pemeriksaan Swabach:
Tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan hantaran udara telinga pasien dengan telinga
normal (telinga pemeriksa).
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009. P 265 266.
72
http://www.examiner.com/article/experiment-for-kids-tongue-taste-buds
Referensi
1. Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
edition. Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009. P:539.
2. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
2008. p:59.
73
74
Minta pasien untuk menelan, dengan begini pemeriksa dapat merasakan pergerakan
tiroid ismus
Menggunakan tangan kiri, dorong trakea ke arah kanan, kemudian menggunakan tangan
kanan, lakukan palpasi lateral tiroid lobus kanan, tentukan batasnya.
Nilai ukuran, bentuk, dan konsistensi dari kelenjar tiroid, perhatikan apakah terdapat
nodul.
Jika tiroid teraba membesar, maka lanjutkan dengan auskultasi menggunakan stetoskop
pada kelenjar tiroid, perhatikan apakah terdapat bruit.
5. Pemeriksaan JVP dan arteri karotis (lihat Bab IX. Sistem Kardiovaskuler)
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Inspeksi leher:
Pada keadaan normal, leher terlihat simetris dan tidak terdapat benjolan. Retraksi trakea,
misanya, terdapat pada tension pneumothorax. Benjolan yang terdapat pada leher dapat
berupa pembesaran kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tiroid, maupun tumor jaringan ikat.
2. Palpasi leher:
Saat pemeriksaan ini nilai adakah pembesaran kelenjar getah bening pada area yang
diperiksa. Bila didapatkan pembesaran KGB nilai berapa banyak, ukurannya, mobilisasi,
konsistensi dan adanya nyeri tekan. Misalnya, pembesaran KGB pada fossa supraclavicula
dapat merupakan metastase karsinoma bronkial pada sistem limfe, limfoma maligna
maupun sarkoidosis.
3. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid
a. Pembesaran difuse kelenjar tiroid tanpa adanya nodul kemungkinan disebabkan oleh
gravas disease, tiroiditis hashimoto, dan goiter endemic.
b. Pembesaran difuse kelenjar tiroid dimana ditemukan dua atau lebih nodul lebih sering
diakibatkan proses metabolic dibandinkan keganasan. Namun paparan radiasi sejak
kecil, adanya riwayat keganasan pada keluarga, adanya pembesaran kelenjar getah
bening, dann nodul yang membesar dengan cepat dapat dicurigai ke arah keganasan.
c. Terabanya satu nodul biasanya kemungkinan kista atau tumor jinak. Namun jika
terdapat riwayat radiasi, nodul teraba keras, terfiksir dengan jaringan disekitarnya,
cepet membesar, disertai pembesaran kelenjar getah bening dan terjadi pada laki-laki,
maka curiga kearah keganasan lebih tinggi.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
75
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
2. Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009.
76
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
77
Lokasi perkusi:
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
78
79
Gambar dari Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08
Dewasa normal:
Toraks pada dewasa normal,
ukuran diameter lateral lebih besar
dari diameter anteroposterior.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 200208
Barrel Chest:
Diameter anteroposterior melebar.
Bentuk ini normal pada payi, sering
menyertai penuaan normal serta
pada pasien PPOK.
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 200208
Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 200208
80
5. Palpasi dada:
a. Ekspansi dada dapat diperiksa bukan hanya melalui inspeksi, namun juga dengan
palpasi. Dari pemeriksaan ini pemeriksa dapat merasakan bila ekspansi dinding dada
kurang ataupun asimetris.
b. Pada pemeriksaan palpasi dada juga dapat diketahui adanya nyeri tekan pada dinding
dada seperti pada kecurigaan terdapat fraktur iga.
c. Pada pemeriksaan fremitus vokal, normalnya getaran suara dihantarkan ke seluruh
dinding dada sehingga dirasakan sama kanan dan kiri.
Kelainan
Penyebab
Menurunnya ekspansi dada - Penyakit fibrotik kronis pada paru
atau terlambat pada salah
atau
pleura
yang
mengalami
satu sisi
keterlambatan
- Efusi pleura
- Pneumonia lobaris
- Nyeri pleural yang berhubungan
dengan splinting
- Obstruksi bronkus unilateral
Vokal fremitus menurun
- Obstruksi bronkus
- Efusi pleura
- PPOK
- Fibrosis pleura
- Pneumotoraks
- Infiltrasi tumor
- Atelektasis
- Dinding dada yang terlalu tebal
Vokal fremitus meningkat
- Pneumonia
4. Perkusi dada
Interpretasi
Pekak
Normal
Hati
Sonor
Hipersonor
Paru normal
Timpani
Lambung
berisi udara
Patologis
Pneumonia lobaris;
Efusi pleura;
Hemothorax;
Empiema,
Jaringan fibrosa;
Tumor
Bronkhitis kronis
Emfisema;
Pneumothorax
yang Pneumothorax luas
a. Batas paru-hati normalnya berada di sela iga 6 atau 7 linea midclavicula dextra.
Sedangkan batas paru-lambung berada di sela iga 5 atau 6 linea aksilaris anterior
sinistra.
b. Pada pasien dengan COPD, batas paru-hati dapat lebih rendah.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
81
5. Auskultasi Dada
1) Karakter suara
Terdapat tiga tipe suara napas:
a. Vesikular atau suara napas normal
Terdengar pada orang normal (kecuali bayi dan balita) di seluruh lapang paru. Suara
napas ini terdengar sebagai suara dengan frekuensi yang rendah, jernih, inspirasi
terdengar halus dan ekspirasi terdengar lebih halus lagi, dengan rasio antara
inspirasi dan ekspirasi 3:1.
b. Bronkial
Pada keadaan normal, pernapasan bronkial hanya dapat didengar diatas trakhea dan
bronkus utama. Suara napas ini sangat kencang, frekuensinya tinggi, kuat, suara
inspirasi lebih terdengar dibanding ekspirasi, dengan rasio inspirasi dan ekspirasi
hampir sama (5:6).
Bila ditemukan di area lain selain diatas, maka bermakna patologis. Contohnya pada
pneumonia, edema paru dan pulmonary hemorrhage.
c. Bronchovesikular
2) Intensitas
Intensitas suara napas dapat normal atau menurun (suara napas menurun). hal ini dapat
disebabkan oleh:
Proses yang mendasari
Penyakit
Hiperaerasi pada jaringan COPD;
sekitar paru
Hiperinflasi paru
Meningkatnya
jarak Obesitas ;
stetoskop dengan udara paru Pneumothorax
Berkurangnya pernapasan
Gangguan neuromuskular;
Stadium akhir serangan asma
Menurunnya aerasi jaringan Atelektasis
paru
3) Rasio inspirasi dan ekspirasi
Normalnya, rasio inspirasi dan ekspirasi adalah 3:1. Memanjangnya waktu ekspirasi dapat
disebabkan oleh obstruksi saluran napas bawah, seperti pada asma, biasanya disertai
wheezing. Waktu inspirasi yang memanjang disebabkan oleh obstruksi saluran napas atas,
misalnya pada obstruksi benda asing. Suara napas ini kencang dengan nada tinggi, disebut
stridor inspirasi.
a. Suara napas tambahan
b. Suara napas tambahan yang berasal dari pleura. Berupa suara gesekan atau crackling
akibat iritasi atau inflamasi pleura. Paling jelas terdengar pada akhir inspirasi.
c. Suara napas tambahan yang berasal dari bronkopulmonar
- Wheezing : terjadi akibat konstriksi jalan napas, seperti pada asma.
- Ronkhi: disebabkan oleh adanya sekret yang tebal pada jalan napas, seperti pada
bronkhitis.
- Crackles: suara yang keras dan menghilang saat batuk atau inspirasi dalam. Early
inspiratory crackles dapat ditemukan pada pasien COPD. Late inspiratory crackles
ditemukan pada edema paru. Expiratory crackles ditemukan pada emfisema dan
bronkiektasis, biasanya tidak menghilang saat batuk.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
82
Referensi
1. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 8th Edition. 2002-08.
Duijnhoven, Belle. Skills in Medicine: The Pulmonary Examination. 2009
83
9.2.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: Menilai kondisi fisik jantung
Alat dan Bahan: Stetoskop
Teknik Pemeriksaan
Inspeksi dada
1. Minta pasien berbaring dengan nyaman
2. Lepaskan pakaian yang menghalangi dada
3. Perhatikan bentuk dada dan pergerakan dada saat pasien bernafas. Perhatikan jika
terdapat deformitas atau keadaan asimetris, retraksi interkoste dan suprasternal, dan
kelemahan pergerakan dinding dada saat bernafas.
Palpasi apeks jantung
1. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam sikap duduk dan
kemudian berbaring terlentang. Jika dalam keadaan terlentang apeks tidak dapat
dipalpasi, minta pasien untuk posisi lateral decubitus ke kiri.
2. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada precordium dengan ujung-ujung jari menuju
ke samping kiri toraks. Perhatikan lokasi denyutan.
3. Menekan lebih keras pada iktus kordis untuk menilai kekuatan denyut.
Perkusi batas jantung
1. Batas jantung kiri. Melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2. Batas jantung kanan. Melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
Auskultasi jantung
1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring
2. Gunakan bagian diafragma dari stetoskop, dan letakan di garis parasternal kanan ics 2
untuk menilai katup aorta, parasternal kiri ics 2 untuk menilai katup pulmonary,
parasternal kiri ics 4 atau 5 untuk menilai katup tricuspid, dan garis midklavikula kiri ics 4
atau 5 untuk menilai apeks dan katup mitral.
3. Selama auskultasi yang perlu dinilai : irama jantung, denyut jantung, bunyi jantung satu,
bunyi jantung dua, suara splitting, ekstra sound, murmur.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
84
9.3.
Pemeriksaan JVP
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: menilai fungsi jantung dan status cairan pasien
Alat dan Bahan: Dua buah penggaris
85
Teknik Pemeriksaan
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal, dan otot
sternomastoideus dalm keadaan rileks.
3. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher.
4. Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30, atau sesuaikan sehingga pulsasi vena jugularis
tampak jelas. Miringkan kepala menghadap arah yang berlawanan dari arah yang akan
dilakukan pemeriksaan.
5. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadow) vena jugularis.
Identifikasi pulsasi vena jugularis interna. Apabila tidak dapat menemukan pulsasi vena
jugularis interna dapat mencari pulsasi vena jugularis eksterna.
6. Tentukan titik tertinggi dimana pulsasi vena jugularis interna/eksterna dapat dilihat.
7. Pakailah sudut sternum (manubrium) sebagai tempat untuk mengukur tinggi pulsasi vena.
Titik ini 4-5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
8. Gunakan penggaris.
- Penggaris ke-1 diletakkan secara tegak (vertikal), dimana salah satu ujungnya
menempel pada manubrium.
- Penggaris ke-2 diletakkan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat di
titik tertinggi pulsasi vena, sementara ujung lainnya ditempelkan pada penggaris ke-1.
86
9.4.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: Menilai denyut arteri karotis dan mendeteksi bruit di arteri
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
1. Palpasi arteri karotis pada bagian ventral dari otot sternikleidomastoideus kanan dan kiri
2. Palpasi dilakukan secara bergantian antara kanan dan kiri
3. Lakukan penilaian
Palpasi arteri karotis - Bates Guide to Physical Examination and History Taking
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang terjadi pada arteri radialis.
2. Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya
pada insufiensi aorta ditandai dengan naik dan turunya denyut berlangsung cepat
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th edition.
Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009. P 267-268
9.5.
Tes Trendelenburg
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: Menilai ada tidaknya vena varikosa
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
1. Mempersilahkan pasien untuk berbaring
2. Elefasi tungkai dan kosongkan vena dengan cara memijit dari distal ke proksimal
3. Lakukan sumbatan vena superfisial pada paha atas menggunakan tourniket.
4. Kemudian minta pasien untuk berdiri
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
87
9.6.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: Menilai sirkulasi perifer
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
1. Pasien dalam posisi terlentang
2. Lakukan penilaian menggunakan 3 jari tengah, selalu bandingkan antara kanan dan kiri
3. Yang perlu dinilai, yaitu : kekuatan pulsasi, arah pulsasi, kondisi pembuluh darah,
diameter pembuluh darah.
4. Menilai capillary refill time. Gunakan jari tangan pemeriksa untuk menekan ujung-ujung
jari pasien sampai berubah warna menjadi putih. Kemudian lepaskan, dan hitung waktu
yang diperlukan untuk kembali berwarna pink.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Kekuatan pulsasi
teraba kuat, teraba lemah, tidak teraba. Teraba lemah atau tidak teraba
mengindikasikan terdapat sumbatan di pembuluh darah yang lebih dekat ke jantung
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
88
9.7.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: Mengetahui aktifitas elektrik jantung
Alat dan Bahan
1. Mesin EKG yang dapat merekam 12 lead
2. 10 lead EKG (4 lead kaki, 6 lead dada): harus terhubung dengan mesin
3. Elektroda EKG
4. Pisau cukur
5. Alcohol
6. Water based gel
Teknik Pemeriksaan
1. Memperkenalkan diri, konfirmasi identitas pasien, jelaskan prosedur dan mendapatkan izin
secara verbal.
2. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman (duduk atau tidur) dengan bagian atas badan,
kaki dan badan terlihat.
3. Membersihkan lokasi yang akan dipasang elektroda dengan mencukur rambut dan
membersihkan kulit dengan alcohol untuk mencegah hambatan hantaran gelembong
elektrik.
4. Memberikan gel pada lokasi penempelan elektroda.
5. Masing-masing elektroda dipasang dengan menempelkan atau penjepitan bantalan atau
ujung elektroda pada kulit pasien. Bantalan elektroda biasa diberi label dan berbeda dari
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
89
6.
7.
8.
9.
10.
11.
90
91
92
10.1
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: menilai kondisi mulut, gigi, gusi, dan tonsil
Alat dan Bahan
1. Sarung tangan
2. Spatula
3. Kaca mulut
4. Tampon
Teknik Pemeriksaan
1. Minta pasien duduk dengan nyaman di kursi periksa.
2. Menjelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan.
3. Mencuci tangan.
4. Jika pasien menggunakan gigi palsu, minta pasien untuk melepasnya terlebih dahulu.
5. Jika pada inspeksi ditemukan adanya benjolan, pakai sarung tangan, dan lakukan palpasi,
perhatikan apakah terdapat penebalan dan infiltrasi yang mengarah pada keganasan.
6. Lakukan inspeksi pada bibir, perhatikan warna, kelembapan, apakah terdapat luka atau
penebalan.
7. Lakukan inspeksi pada mukosa oral, dengan pencahayaan yang cukup dan spatula lidah.
Perhatikan warna, ulserasi, bercak, dan nodul.
8. Perhatikan warna gusi, dan apakah terdapat pembengkakan gusi.
9. Lakukan inspeksi pada gigi, perhatikan apakah ada gigi yang tanggal, warna gigi, disposisi,
atau ada gigi yang patah.
10. Lakukan inspeksi pada lidah, perhatikan warna dan tekstur lidah, apakah terdapat nodul
atau ulserasi.
11. Minta pasien menjulurkan lidahnya keluar, kemudian pegang lidah pasien menggunakan
tangan kanan, lakukan palpasi, perhatikan apakah terdapat indurasi atau penebalan.
93
12. Pasien membuka mulut, dengan lidah tetap di dalam rongga mulut, minta pasien untuk
mengatakan ahh, perhatikan faring, uvula, tonsil. Perhatikan apakah ada eksudat, ulserasi,
bengkak, atau pembesaran tonsil.
13. Selesai pemeriksaan lepaskan sarung tangan dan mencuci tangan.
Analisis Hasil Pemeriksaan
Perhatikan apakah ada kemerahan, nodul, perabaan yang kerasa pada palpasi, dan perubahan
warna yang mengarah pada keganasan.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 160-162
10.2
Tingkat Ketrampilan:4A
Jenis Ketrampilan
1. Inspeksi abdomen
2. palpasi (dinding perut, kolon, hepar, lien, aorta, rigiditas diding perut, nyeri tekan, dan nyeri
lepas tekan)
3. perkusi (pekak hati & area traube)
4. Auskultasi
Tujuan: Untuk menilai organ dalam abdomen
Alat dan Bahan: Stetoskop
Teknik Pemeriksaan
1. Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu.
2. Posisikan pasien berbaring dengan rileks.
3. Bebaskan bagian abdomen dari daerah prosesus simpoideus sampai dengan simpisis pubis
untuk dapat dilakukan pemeriksaan.
4. Pemeriksa berada di sisi sebelah kanan pasien.
5. Lakukan inspeksi.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
94
6. Perhatikan pada kulit apakah terdapat skar, strie, dilatasi vena, kemerahan dan lesi.
7. Perhatikan pada umbilikus apakah terdapat bulging yang dicurigai ke arah hernia, atau
adanya tanda-tanda inflamasi.
8. Perhatikan kontur abdomen, apakah datar, buncit, skafoid, atau terdapat benjolan pada
lokasi tertentu.
9. Perhatikan gerakan peristaltic untuk beberapa menit.
10. Perhatikan pulsasi aorta pada epigastrium.
11. Kemudian lakukan palpasi luar dengan cara lengan bawah dan tangan dalam posisi
horizontal, lakukan palpasi menggunakan jari-jari tangan dengan lembut, agar pasien tetap
rileks, palpasi dilakukan di seluruh lapang abdomen untuk menilai apakah terdapat massa,
distensi, atau spasme otot abdomen.
12. Lakukan palpasi dalam menggunakan bagian dalam jari-jari tangan, lakukan di empat
kuadran abdomen, identifikasi bila terdapat massa, lokasi,ukuran, bentuk, konsistensi,
pulsasi, dan terfiksir atau tidak.
13. Jika pasien mengeluhkan nyeri, minta pasien batuk untuk menentukan letak nyeri,
kemudian lakukan palpasi menggunakan satu jari untuk menentukan lokasi nyeri.
14. Tentukan jika terdapat nyeri tekan atau nyeri lepas, lakukan dengan menekan area nyeri
secara perlahan, kemudian lepaskan dengan cepat. Perhatikan wajah pasien dan dengarkan
suara pasien untuk melihat apakah pasien kesakitan saat dilakukan pemeriksaan.
15. Lakukan palpasi untuk menilai kontur hepar, tangan kiri pemeriksa diletakkan dibawah
tulang iga ke 11 dan 12 untuk mendorong hepar ke bagian anterior agar lebih mudah
terpalpasi. kemudian lakukan palpasi dari batas bawah hepar ke arah kepala pasien. Minta
pasien untuk bernafas dalam, nilai bagian tepi hepar saat hepar terdorong ke bawah saat
pasien melakukan inspirasi.
95
16. Kemudian lakukan perkusi untuk menilai ukuran hepar. Lakukan perkusi pada garis
midklavikularis kanan. Untuk menentukan batas bawah hepar, lakukan perkusi dari bawah
umbilicus ke arah hepar, perhatikan perpindahan bunyi dari timpani ke pekak. Untuk
menentukan batas atas hepar, lakukan perkusi sejajar putting susu ke arah hepar,
perhatikan perpindahan bunyi sonor paru ke bunyi pekak
17. Untuk menilai lien, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah tulang iga kiri, sehingga teraba
jaringan lunak, kemudian dorong ke atas agar lien terangkat dan lebih mudah untuk diraba,
tangan kanan melakukan palpasi dengan menekan ke arah tangan kiri secara lembut, minta
pasien untuk bernapas dalam agar lien terdorong ke bawah. Sehingga lebih mudah untuk
diraba.
96
9. Massa intra abdomen dapat dikelompokkaan fisiologis karna kehamilan, inflamasi pada
diverticulitis kolon, vascular pada aneurisma aorta, neoplasma pada kanker kolon, atau
obstruktif pada distensi kandung kemih.
10. Pada saat dilakukan pemeriksaan nyeri lepas, dan pasien menyatakan lebih nyeri saat
tangan pemeriksa dilepas daripada saat ditekan, menunjukan terdapatnya inflamasi
peritoneal.
11. Normlanya saat inspirasi, hepar dapat teraba sampai 3 cm di bawah tulang iga kanan pada
garis midklavikularis. Tepinya teraba tumpul, permukaan rata, dan teraba sedikit keras.
12. pada perkusi menentukan ukuran hepar, perpindahan bunyi dari timpani ke pekak adalah
batas bawah hepar, dan perpindahan bunyi sonor ke pekak adalah batas atas hepar.
13. Normalnya hanya 5% orang dewasa yang liennya dapat teraba saat dilakukan palpasi.
Pembesaran lien dapat terjadi pada hipertensi porta, keganasan darah, HIV, dan hematoma.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 332-342.
10.3
Tingkat Keterampilan: 4A
Tujuan: Menilai ada tidaknya asites
Alat dan Bahan: Teknik pemeriksaan
1. Posisikan pasien berbaring dengan nyaman, pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien.
2. Bebaskan bagian abdomen untuk pemeriksaan.
3. Ada beberapa teknik melakukan pemeriksaan asites, pertama shifting dullness.
4. Lakukan perkusi dari daerah medial (umbilicus) ke arah lateral kanan. Tentukan dan tandai
batas peralihan bunyi timpani ke redup. Kemudian minta pasien untuk miring ke kiri,
lakukan perkusi dari batas peralihan yang telah kita tandai.
5. Lakukan dengan cara yang sama ke arah lateral kiri, dan minta pasien untuk miring ke
kanan.
6. Teknik kedua dapat dilakukan pemeriksaan gelombang cairan.
7. Minta asisten untuk meletakkan kedua tangannya di tengah abdomen, vertikal sejajar garis
tengah tubuh. Kemudian pemeriksa meletakan tangan di kedua sisi abdomen pasien.
Lakukan ketukan pada satu sisi, dan tangan yang lain merasakan apakah terdapat
gelombang cairan yang datang dari arah ketukan.
97
10.4
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: Menilai hernia
Alat dan Bahan: Sarung tangan
Teknik Pemeriksaan
1. Pasien dalam posisi berdiri dan pemeriksa duduk di depan pasien dengan nyaman
2. Bebaskan daerah inguinal dan genital untuk pemeriksaan
3. Perhatikan apakah ada benjolan atau keadaan asimetris
4. Minta pasien melakukan valsava maneuver
5. Untuk pemeriksaan hernia inguinal kanan, gunakan ujung jari telunjuk kanan untuk mecari
batas bawah sacus scrotalis, kemudian telunjuk di dorong ke atas menuju kanalis inguinalis.
Teknik pemeriksaan hernia - Bates Guide to Physical Examination and History Taking
6. Telusuri korda spermatikus sampai ke ligamentum inguinal. Setelah itu temukan cincin
inguinal eksterna tepat di atas dan lateral dari tuberkel pubis. Palpasi cincing inguinal
eksterna dan dasarnya. Minta pasien untuk mengedan. Cari apakah terdapat benjolan di atas
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
98
7.
8.
9.
10.
10.6
Tingkat Ketrampilan: 4A
Jenis Ketrampilan
1. Pemeriksaan colok dubur
2. Palpasi sakrum
3. Inspeksi sarung tangan pasca colok dubur
4. Persiapan pemeriksaan tinja
Tujuan
1. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di bagian anus dan rectum.
2. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di bagian prostat pada laki-laki
Alat dan Bahan
1. Sarung tangan
2. Lubricating gel
3. Ruang pemeriksaan yang nyaman dan terang
1. Jelaskan kepada pasien prosedur dan tujuan pemeriksaan
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
99
6. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan kita lakukan mungkin membuat pasien kurang
nyaman. Minta pasien untuk tetap rileks.
7. Masukkan ujung jari telunjuk secara lembut dan perlahan ke dalam anus, perhatikan apakah
pasien kesakitan, bila pasien kesakitan, berhenti sesaat, kemudian lihat apakah ada luka di
sekitar anus. Lanjukan pemeriksaan saat pasien sudah merasa rileks.
8. Nilai tonus spingter ani, terdapat nyeri atau tidak, indurasi, irreguler atau nodul pada
permukaan dalam spingter
9. Masukkan jari ke dalam rektum sedalam mungkin, putar jari searah jarum jam dan
berlawanan arah jarum jam untuk meraba seluruh permukaan rektum, perhatikan apakah
terdapat nodul, irregularitas, atau indurasi.
10. Pada laki-laki, setelah seluruh jari telunjuk masuk, putar arah jari ke arah anterior. Dengan
begitu kita dapat merasakan permukaan posterior dari kelenjar prostat
100
Posisi jari saat palpasi prostat Bates Guide to Physical Examination and History Taking
11. Periksa seluruh permukaan kelenjar prostat, perhatikan lobus lateralis dan sulcul median.
Tentukan ukuran, bentuk, dan konsistensinya, apakah ada nodul atau permukaan yang
keras.
12. Keluarkan jari secara perlahan.
13. Amati handskun, warnanya, apakah terdapat feses , apakah terdapat darah.
14. Masukkan sampel tinja ke tabung untuk analisis feses.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Normalnya kulit perianal orang dewasa akan tampak lebih gelap disbanding kulit sekitarnya
dan lebih kasar.
2. Jika terdapat lesi di anal maupun perianal, dapat merupakan hemoroid, herpes, nodul sifilis,
dan karsinoma.
3. Normlanya spingter ani akan menjepit jari pemeriksa dengan pas, jika tonusnya meningkat
mungkin akibat kecemasan pasien, inflamasi, atau ada skar. Indurasi bisa terjadi pada
inflamasi, skar, atau keganasan. Tepi yang ireguler bisa terjadi akibat keganasan.
4. Normalnya prostat teraba kenyal, permukaan rata.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 431-433; 588-638.
101
102
10. Pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri di sisi ginjal yang akan di periksa
11. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan
12. Letakkan tangan kiri di sudut kostofrenikus, terkadang penekanan oleh jari-jari tangan
sudah dapat menimbulkan nyeri.
13. Lakukan perkusi dengan mengepalkan tangan kanan untuk memberi pukulan di atas tangan
kiri di pinggang pasien, berikan pukulan sedang, yang tidak akan menimbulkan nyeri pada
orang normal.
Posisi tangan saat melakukan ketok CVABates Guide to Physical Examination and History Taking
14. Lakukan palpasi di atas simfisis pubis, kemudian perkusi untuk menentukan seberapa tinggi
kandung kemih di atas simfisis pubis.
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Normalnya ginjal kanan dapat teraba, khususnya pada orang yang kurus. Sedangkan ginjal
kiri jarang dapat teraba.
2. Apabila teraba pembesaran ginjal, dapat disebabkan oleh hidronefrosis, kista, dan tumor.
Pembesaran ginjal bilateral, dapat terjadi pada penyakit ginjal polikistik.
3. Adanya nyeri dicurigai terdapat pielonefritis, namun dapat juga kemungkinan karena cidera
otot.
4. Normalnya kandung kemih tidak teraba, kecuali dalam keadaan distensi di atas simfisis
pubis. Jika teraba pada palpasi, akan teraba massa yang lunak dan bundar.
5. Distensi kandung kemih dapat terjadi karena adanya obstruksi akibat striktur uretra,
hyperplasia prostat, stroke, atau multiple sclerosis.
6. Terdapatnya nyeri pada pemeriksaan menunjukkan adanya inflamasi pada kandung kemih.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi, PG. Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 343.
103
12.2
12.3
12.4
104
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Williams Obstetrics
19.
20.
21.
22.
Menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih.
Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakakan kepala ke arah
bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arcus pubis dan kemudian
gerakan ke atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
105
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri
di antara kedua lutut janin).
Melakukan penilaian selintas (30 detik): apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas
tanpa kesulitan? apakah bayi bergerak aktif?
Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit
ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin/i.m.
Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan
pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem
pertama (ke arah ibu).
Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong
tali pusat di antara dua klem tersebut
Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan vernix. Ganti handuk basah dengan handuk/kain
kering. Membiarkan bayi di atas perut ibu.
Memberikan bayi kepada ibu dan menganjurkan untuk memulai pemberian ASI.
Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
memastikan tidak adanya bayi kedua.
Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas
bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
Memindahkan klem pada tali pusat.
Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial. Jika plasenta tidak
lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. Meletakkan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila
perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran
searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan pemijatan pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
106
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
Episiotomi
Dilakukan dengan cara meletakkan dua jari di antara perineum dan kepala bayi, kemudian
lakukan pengguntingan secara verikal di sela dua jari.
107
Referensi
1. Cunningham, F.Gary. Williams Obstetrics 23th Edition. The McGraw-Hill Compenies, New
York, 2010.
2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2008.
108
1.3
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: menilai benjolan di payudara
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
Posisi berbaring
1. Berbaring dengan posisi tangan kanan di belakang kepala, dan bahu kanan disanggah
dengan bantal
2. Gunakan jari-jari tangan kiri untuk melakukan palpasi pada payudara kanan.
3. Lakukaan degnan gerakan sirkular, perhatikan apakah terdapat nodul, dan perhatikan
perubahan payudara setiap bulannya.
4. Lakukan degan cara yang sama pada payudara kiri, palpasi menggunakan tangan kanan.
Posisi berdiri
1. Posisi berdiri degan tangan kanan dibelakang kepala, lakukan palpasi pada payudara kanan
menggunakan jari-jari tangan kiri, terlusuri sampai ke aksila. Apakah terdapat benjolan, dan
rasakan jika ada perubahan yang terjadi pada payudara
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
109
2. Posisi di depan cermin untuk mengamati jika terdapat perubahan seperti, kemerahan, poripori yang membesar, dan retraksi kulit.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan
1. Inspesksi penis, inspeksi skrotum,
2. palpasi penis, testis, duktus spermatik epididymis
3. transluminasi skrotum
Alat dan Bahan
1. Ruang pemeriksaan
2. Sarung tangan
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan
2. Dokter ditemani oleh asisten dalam melakukan pemeriksaan
3. Kondisikan ruang pemeriksaan yang nyaman
4. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan
5. Bebaskan alat genital untuk pemeriksaan
Penis
6. Lakukan inspeksi pada penis, nilai kulit disekitar penis apakah terdapat ekskoriasi atau
inflamasi. Preputium, tarik preputium ke belakang atau minta pasien yang melakukan,
perhatikan apakah terdapat karsinoma, smegma, atau kotoran di bawah lipatan kulit, dan
gland, perhatikan apakah terdapat ulserasi, skar, nodul, atau tanda-tanda inflamasi.
7. Nilai posisi dari meatus uretra.
8. Tekan gland menggunakan ibu jari dan telunjuk, untuk menilai apakah terdapat discharge.
Jika terdapat discharge, namun pasien mengeluhkan terdapat discharge, maka lakukan
pemijatan penis dari pangkal hingga glans untuk mengeluarkan discharge. Sediakan tabung
untuk kultur discharge.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
110
9. Lakukan palpasi pada penis, nilai apakah terdapat benjolan atau indurasi.
10. Kembalikan preputium ke posisi semula sebelum melakukan pemeriksaan lainnya.
11.
12.
13.
14.
Skrotum
Lakukan inspeksi, nilai kulit dan kontur dari skrotum. Angkat skrotum untuk menilai
permukaan posterior skrotum, perhatikan apakah ada benjolan atau pelebaran pembuluh
darah vena.
Palpasi testis dan epididimitis menggunakan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah. Nilai ukuran,
bentuk, konsistensi, dan perhatikan apakah terdapat nodul.
Palpasi korda spermatikus, menggunakan ibu jari jari-jari dari belakang epididymis ke
cincin inguinal superfisial. Perhatikan apakah ada nodul atau pembengkakan.
Untuk menilai pembesaran skrotum di luar testis, dapat dilakukan pemeriksaan
transluminasi. Di dalam ruang pemeriksaan yang gelap, arahkan sinar senter dari belakang
skrotum, jika terdapat cairan, maka akan tampak bayangan merah dari transmisi sinar
melewati cairan.
111
13.1
Tingkat Ketrampilan: 4A
Pengaturan Diet
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah sbb:
- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
- Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
- Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25
kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
- Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40
dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di
atas usia 70 tahun.
- Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan
sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien
dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat
berat.
- Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan, bila kurus
ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan
penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal per hari
untuk wanita dan 1200-1600 kkal per hari untuk pria.
Referensi
Perkeni
112
13.2
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan
1. Tujuan jangka pendek
Menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengendalian glukosa darah
2. Tujuan jangka panjang
Menghambat dan mencegah progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Langkah-langkah Penatalaksanaan
1. Edukasi
Pengetahuan tentang perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa darah mandiri, tandadan
gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
2. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau
diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan
lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
- Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
- Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak,
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
113
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mgatau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh) garam dapur.
- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
- Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup
serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi
serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk
kesehatan.
- Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternative
- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
- Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
- Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
pada lemak darah.
- Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasamani sehari-hari dan latihan jasmani secara tertur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit)
4. Interfensi farmakologi
A. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid.
- Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion.
- Penghambat glukoneogenesis (metformin).
- Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
- E. DPP-IV inhibitor.
Cara pemberian OHO
- OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
- Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
- Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
- Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
114
B. Suntikan
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetic
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Cara penyuntikan insulin :
- Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah
alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
- Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
- Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan
kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat
sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat
dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik
pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin.
- Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan
benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
- Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
- Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL)
dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Pasien dianjurkan
memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100
unit/mL).
Agonis GLP-1/incretin mimetic
Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea.
C. Terapi campuran
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
115
Referensi
Perkeni
13.3
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai.
2. Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa
2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan
kebutuhan.
Alat dan Bahan: Glukotest atau spuit untuk pemeriksaan darah vena.
Teknik Pemeriksaan
1. Cuci tangan sebelum pemeriksaan.
2. Gunakan sarung tangan.
3. Tusuk ujung jari dengan jarum dan dikeluarkan darah dari bekas tusukan.
4. Penuhi probe dari glukotest dengan darah. Hasil akan terbaca pada glukotest.
Pemeriksaan dengan darah vena, pengambilan darah sesuai dengan pungsi vena dan
pemeriksaan gula darah di laboratorium klinis.
116
Referensi
Perkeni
13.4
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: untuk menilai pembesaran kelenjar tiroid
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
1. Posisikan pasien dalam posisi duduk, pemeriksa berdiri tepat di belakang pasien
2. Minta pasien sedikit menunduk untuk merileks kan otot-otot seternomastoideus
3. Lakukan palpasi menggunakan dua tangan diposisikan di leher pasien, dengan posisi jari
telunjuk berada tepat di bawah tulang cricoid
4. Minta pasien untuk menelan, dengan begini pemeriksa dapat merasakan pergerakan tiroid
ismus
5. Menggunakan tangan kiri, dorong trakea ke arah kanan, kemudian menggunakan tangan
kanan, lakukan palpasi lateral tiroid lobus kanan, tentukan batasnya.
6. Nilai ukuran, bentuk, dan konsistensi dari kelenjar tiroid, perhatikan apakah terdapat nodul.
7. Jika tiroid teraba membesar, maka lanjutkan dengan auskultasi menggunakan stetoskop
pada kelenjar tiroid, perhatikan apakah terdapat bruit.
117
118
119
Referensi
Mayo Clinic staff. Allergy skin tests: Identify the sources of your sneezing. Mayo
Foundation for medical education and research. April 2005; 1-5.
14.2
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: menilai kelenjar limfe
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
Area kepala dan leher
1. Jelaskan kepada pasien jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Cuci tangan 7 langkah
3. Minta pasien untuk duduk berhadapan dengan pemeriksa
4. Inspeksi daerah leher
a. Perhatikan kesimetrisan, massa atau scars
b. Lihat apakah ada kelenjar limfe yang terlihat
5. Palpasi menggunakan bantalan dari jari telunjuk dan jari tengah dengan gerakan memutar
yang lemah lembut, minta pasien untuk relax, dengan leher fleksi. Palpasi secara berurutan:
a. Preauricular di depan telinga
b. Posterior auricular superfisial di mastoid
c. Occipital dasar tulang kepala posterior
d. Tonsillar di bawah angulus mandibula
e. Submandibular di tengah di antara sudut dan ujung mandibula
f. Submental di garis tengah beberapa sentimeter di belakang ujung mandibula
g. Superficial cervical superfisial di sternomastoid
h. Posterior cervical sepanjang tepi anterior dari trapezius
i. Deep cervical chain bagian dalam di sternomastoid dan terkadang sulit untuk
diperiksa. Kaitkan kedua ibu jari dengan jari-jari di sekitar otot sternomastoid
j. Supraclavicular di dalam sudut yang dibentuk oleh klavikula dan sternomastoid
6. Rasakan ukuran, bentuk, batas, mobility, konsistensi, dan nyeri
Area lengan dan tungkai
1. Inspeksi kedua lengan pasien, nilai dari ujung jari hingga bahu
a. Minta pasien untuk mengangkat kedua lengannya ke arah depan.
b. Nilai ukuran, kesimetrisan dan lihat apakah ada pembengkakan
2. Palpasi epitrochlear node
a. Minta pasien untuk memfleksikan siku 90 dan angkat serta tahan lengan pasien dengan
tangan pemeriksa (bagian kanan dengan bagian kanan dan sebaliknya).
b. palpasi di lekukan di antara otot biceps dan triceps, sekitar 3 cm di atas epikondilus
medial. Jika teraba, nilai ukuran, konsistensi dan nyeri.
3. Inspeksi kedua ekstremitas bawah pasien dari pangkal paha dan pantat hingga kaki:
a. Minta pasien untuk berdiri dengan santai
b. Nilai ukuran, kesimetrisan dan lihat apakah ada pembengkakan.
4. Palpasi kelenjar limfe inguinal superfisial, termasuk grup vertikal dan horizontal:
a. Palpasi inguinal kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
120
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: untuk menghitung kadar hemoglobin
Persiapan alat
1. Lanset darah
2. Jarum dan semprit
3. Hemositometer
- Kamar hitung (sebaiknya memakai garis bagi improved neubauer)
- Kaca penutup
- Pipet thoma untuk mengencer eritrosit (pipet eritrosit)
4. hemoglobinometer
5. Tabung dan pipet wintrobe
6. Pipet westergren
7. Kaca objek dan kaca penutup
Metode pemeriksaan
Kadar Hb darah dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara, yang banyak dipakai adalah
fotoelektrik dan kolometrik visual.
121
Teknik Pemeriksaan
Cara fotoelektrik: Sianmethemoglobin
1. Hb diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglobin-sianida) dalam larutan yang berisi
kaliumferrisianida dan kalium-sianida. Absorbansi larutan diukur pada gelombang 540 nm
atau filter hijau
2. Larutan Drabkin yang dipakai pada cara ini mengubah hemoglobin, oksihemoglobin,
methemoglobin dan karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin
3. Masukkan 5 ml larutan Drabkin ke dalam tabung kolorimeter
4. Dengan pipet hemoglobin diambil 20 ml darah, sebelah luar ujung pipet dibersihakn, lalu
darah itu dimasukkan ke dalam tabung kolorimeter dengan membilasnya beberapa kali
5. Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali. Tindakan ini juga akan
menyelanggarakan perubahan hemoglobin menjadi sianmethemoglobin
6. Bacalah dengan spektrofotometer pada gelombang 540 nm, sebagai blanko digunakan
larutan Drabkin
7. Kadar Hb ditentukan dari perbandinganabsorbansinya dengan absorbansi standard
sianmethemoglobin atau dibaca dengan kurva tera
Cara pembuatan kurva tera
1. Perhitungkanlah lebih dahulu kadar Hb darah dalam larutan-larutan standar yang akan
digunakan. Oleh karena larutan standar dibuat dari 20 ul darah ditambah 5 ml larutan
Drabkin, maka itu artinya darah diencerkan 251 kali, kadar tertulis pada ampul dikali 251 =
kadar Hb darah dalam larutan standar
2. Buatlah paling sedikit tiga macam larutan yang memounyau kadar Hb yag berlainan dengan
cara mengencerkan larutan-larutan standar dengan larutan Drabkin, misalnya 5, 10, 15 dan
20 g/dl.
3. Absorbansi larutan=larutan itu diukur pada gelombang 540 nm, sebagai blanko digunakan
larutan Drabkin
4. Pada kertas grafik biasa gambarkanlah titik-titik yang diperoleh dari nilai kadar Hb dan nilai
absorbansi larutan-larutan itu, kadar Hb pada ordinat dan absrobansi pada absisnya. Titiktitik akan membentuk garis lurus. Untuk membuat kurva ini gambarkanlah sebuah titik
yang diperoleh dari nilai rata-rata kadar Hb dan nilai rata-rata absorbansi ketiga larutan
dan tariklah garis lurus melalui titik ini dan titik nol, keempat titik harus terletak pada garis
ini
5. Hitunglah faktor kurva tera ini dengan cara membagi nilai rata-rata absorbansi dengan nilai
rata-rata kadar Hb keempat larutan itu
6. Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk penetapan
kadar Hb dengan teliti
Analisis
Tinggi kamar hitung, yaitu jarak antara permukaan yang bergaris-garis dan kaca
penutup yang terpasang adalah 1/10 mm:
Maka volume tiap-tiap bidang menjadi:
- 1 bidang kecil = 1/20 x 1/20 x 1/10 = 1/4000 mm3
- 1 bidang sedang = x x x 1/10 = 1/160 mm3
- 1 bidang besar (16 bidang sedang) = 1x 1x 1/10 = 1/10 mm3
- Seluruh bidang yang dibagi = 3 x 3 x 1/10 = 9/10 mm3
122
Bidang besar yang ditengah berlainan pembagiannya, dibagi menjadi 25 bidang dan tiap
bidang itu dibagi lagi menjadi 25 bidang dan tiap bidang itu dibagi lagi menjadi 16 bidang kecil
Nilai normal:
- Wanita: 12-16 gr/dl
- Pria: 14-18 gr/dl
- Anak: 10-16 gr/dl
- Bayi baru lahir: 12-24 gr/dl
Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung dan
luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan hasil pemeriksaan Hb adalah metildopa dan
gentamisin.
Penurunan Hb terdapat pada penderita anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian
cairan IV yang berlebihan, dan penyakit hodgkins. Dapat juga disebabkan obat-obatan misalnya,
antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin, sulfonamida, primaquin,
rifampin, dan trimetadion.
Referensi
1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2008. Hal 11-13.
2. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara
Books. 2009. Hal 25-26.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: untuk menilai kadar hematokrit
Persiapan alat
1. Lanset darah
2. Jarum dan semprit
3. Tabung dan pipet wintrobe
4. Pipet westergren
Definisi
Nilai Ht ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan % dari volume
darah itu.
Teknik Pemeriksaan
Makrometode menurut Wintrobe
1. Isilah tabung dengan darah oxalat, heparin atau EDTA sampai garis tanda 100 di atas
2. Masukkanlah tabung itu ke dalam sentrifuge yang cukup besar, putarlah selama 30 menit
pada kecepatan 3000 rpm
3. Bacalah hasil penetapan itu dengan memperhatikan:
- Warna plasma di atas: warna kuning itu dapat dibandingkan dengan kalium bichromat
dan intensitasnya disebut dengan satuan. Satu satuan sesuai dengan warna
kaliumbichromat 1 : 10000
- Tebalnya lapisan putih di atas sel-sel darah merah yang tersusun dari leukosit dan
trombosit (buffy coat)
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
123
Mikrometode
1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus untuk penetapan mikrohematokrit dengan darah
2. Tutuplah ujung satu dengan nyala api atau dengan bahan penutup khusus
3. Masukkanlah tabung kapiler itu ke dalam sentrifuge khusus yang mencapai kecepatan
besar, yaitu lebih dari 16000 rpm (sentrifuge mikrohematokrit)
4. Putarkanlah selama 3-5 menit
5. Bacalah nilai Ht dengan menggunakan grafik atau alat khusus
Analisis Hasil Pemeriksaan
Semakin tinggi prosentase Ht berarti konsentrasi darah makin kental, diperkirakan banyak
plasma darah yang keluar (ekstra vasasi) dari npembuluh darah yang berlanjut ke keadaan syok
hipovolemik
Nilai normal:
- Wanita dewasa: 37-43/vol %
- Pria dewasa: 40-48/vol %
- Anak: 33-38/vol %
Peningkatan Ht terjadi pada hipovolemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat, asidosis
diabetikum, emfisema paru, iskemik serebral (TIA), eklampsia, efek pembedahan dan luka
bakar
Penurunan Ht terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia,
penyakit hodgkin, gagal ginjal kronik, sirosis hepatis, malnutrisi, kehamilan, defisiensi vitamin B
dan C, SLE, ulkus peptikum, artritis reumatoid
Referensi
1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat:Jakarta. 2008. Hal 39.
2. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara
Books. 2009. Hal 28.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: menghitung jumlah leukosit dalam pemeriksaan darah rutin.
Persiapan alat
1. Lanset darah
2. Jarum dan semprit
3. Kamar hitung (sebaiknya memakai garis bagi improved neubauer
4. Pipet thoma untuk mengencer leukosit (pipet leukosit)
5. Tabung dan pipet wintrobe
6. Pipet westergren
7. Kaca objek dan kaca penutup
8. Larutan Turk (pengencer) larutan gentianviolet 1% dalam 1 ml air, asam asetat glasial 1
ml, aquades 100 ml. Saring dahulu sebelum dipakai
124
Teknik Pemeriksaan
Mengisi pipet leukosit
1. Isaplah darah sampai kepada garis-tanda 0,5 tepat
2. Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet
3. Masukkan ujung pipet dalam larutan Turk sambil menahan darah pada garis-tanda tadi.
Pipet dipegang dengan sudut 45 dan larutan Turk perlahan-lahan diisap sampai garistanda 11. Hati-hatilah jangan sampai terbentuk gelembung
4. Angkatlah pipet dari cairan, tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet
penghisap
5. Kocoklah pipet itu selama 15-30 detik. Jika tidak segera akan di hitung, letakkanlah dalam
posisi horizontal
Mengisi kamar hitung
1. Letakkanlah kamar hitung yang bersih dan benar dengan kaca penutupnya terpasang
mendatar di atas meja
2. Kocoklah pipet yang diisi tadi selama 3 menit terus-menerus,. Jagalah jangan sampai ada
cairan terbuang dari dalam pipet itu diwaktu mengocok
3. Buanglah semua cairan yang ada dalam batang kapiler pipet (3 atau 4 tetes) dan segeralah
sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut derajat pada permukaan kamar hitung dengan
menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar hitung itu terisi cairan perlahan-lahan
dengan daya kapilaritasnya sendiri
4. Biarkan kamar hitung itu selama 2 atau 3 menit agar leukosit dapat mengendap. Jika tidak
dapat dihitung segera, simpanlah kamar hitung itu dalam sebuah cawan petri tertutup yang
berisi segumpal kapas
Menghitung jumlah sel
1. Pakailah lensa objektif kecil, yaitu dengan pembesaran 10x. Turunkan lensa kondensor atau
kecilkan diafragma. Meja mikroskop harus datar sikapnya
2. Kamar hitung dengan bidang bergarisnya diletakkan di bawah objektif dan fokus mikroskop
diarahkan kepada garis-garis bagi itu. Dengan sendirinya leukosit-leukosit akan jelas
terlihat
3. Hitunglah semua jenis leukosit yang terdapat dalam keempat bidang besarpada sudutsudutseluruh permukaan yang dibagi
- Mulailah menghitung dari sudut kiri atas, terus ke kanan, kemudian turun ke bawah dan
dari kanan ke kiri, lalu turun lagi ke bawah dan dimulai lagi dari kiri ke kanan. Cara
seperti ini dilakukan pada keempat bidang besar
- Kadang-kadang ada sel-sel yang letaknya menyinggung garis batas sesuatu bidang. Selsel yang menyinggung garis-batas sebelah kiri atau garis-garis haruslah di hitung.
Sebaiknya sel-sel yang menyinggung garis-batas sebelah kanan atau bawah tidak boleh
dihitung
Perhitungan
1. Pengenceran darah yang lazim dipakai untuk menghitung leukosit ialah 20 kali. Jumlah
semua sel yang dihitung dalam keempat bidang itu dibagi 4 menunjukkan jumlah leukosit
dalam 0,1 ul
2. Kalikan angka itu dengan 10 (untuk tinggi) dan 20 (untuk pengenceran) untuk mendapat
jumlah leukosit dalam 1 ul darah. Singkat: jumlah sel yang dihitung kali 50 = jumlah leukosit
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
125
per ul darah
Menghitung trombosit
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: untuk menghitung jumlah trombosit
Persiapan alat
1. Lanset darah
2. Jarum dan semprit
3. Tabung dan pipet wintrobe
4. Larutan Rees Ecker: natrium sitrat 3,8 gr, larutan formaldehida 40% 2ml,
brilliantcresylblue 30 mg, aquades 100 ml. Larutan harus disaring sebelum dipakai
5. Pipet westergren
Teknik Pemeriksaan
Cara yang lazim dipakai ialah cara langsung dan tak langsung. Pada cara tak langsung jumlah
trombosit dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang
dihitung.
Cara langsung (Rees and Ecker)
1. Darah diencerkan dengan larutan Rees Ecker dan jumlah trombosit dihitung dalam kamar
hitung
2. Isaplah cairan Rees Ecker ke dalam pipet eritrosit sampai garis-tanda 1 dan buanglah lagi
cairan itu
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
126
3. Isaplah darah sampai garis tanda 0,5 dan cairan Rees Ecker sampai 101. Segeralah kocok
selama 3 menit
4. Teruskanlah tindakan-tindakan seperti untuk menghitung eritrosit dalam kamar hitung
5. Biarkan kamar hitung yang telah diisi dengan sikap datar dalam cawan petri yang tertutup
selama 10 menit agar trombosit mengendap
6. Hitunglah semua trombosit dalam seluruh bidang besar di tengah-tengah (1 mm2) memaki
lensa-lensa objektif besar
7. Jumlah itu dikali 2000 menghasilkan jumlah trombosit per ul darah
Cara tak langsung (Fonio)
1. Bersihkan ujungjari dengan alkohol dan biarkan mengering lagi
2. Taruhlah diatas ujung jari itu setets besar larutan magnesium sulfat 14%
3. Tusuklah ujung jari dengan lanset melalui tetes magnesium sulfat itu
4. Setelah jumlah darah keluar menjadi kira-kira dari jumlah magnesium sulfat campurlah
darah dan magnesium sulfat itu
5. Buatlah sediaan apus darah dan pulaslah Wright atau Giemsa
6. Hitung jumlah trombosit yang dilihat bersama dengan 100 eritosit
7. Lakukanlah tindakan menghitung jumlah eritrosit per ul darah
8. Perhitungkanlah jumlah trombosit per ul darah atas dasar kedua angka itu
Analisis Hasil Pemeriksaan
- Jumlah trombosit dalam keadaan normal sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya
- Jumlah normal: 200.000-400.000 per ul darah
- Penurunan sampai di bawah 100.000/ul berpotensi untuk terjadinya perdarahan dan
hambatan pembekuan darah
- Karena sukarnya dihitung, penilaian semikuantitatif tentang jumlah trombosit dalam
sediaan apus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaring
Referensi
1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat:Jakarta. 2008. Hal 35-37
2. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara
Books. 2009. Hal 27
14.4
-
Tingkat Ketrampilan: 4A
Persiapan alat
1. Lanset darah
2. Jarum dan spuit
3. Tabung dan pipet wintrobe
4. Pipet westergren
5. Kaca objek dan kaca penutup
127
Bahan
Darah yang tidak dapat membeku (ditambahkan dengan EDTA atau oksalat).
Teknik Tindakan
Menurut Wintrobe
1. Darah yang digunakan dalam bentuk darah oksalat atau darah EDTA
2. Dengan memakai pipet Wintrobe, masukkanlah darah itu ke dalam tabung wintrobe setinggi
garis tanda 0 mm. Jagalah jangan sampai terjadi gelembung hawa atau busa
3. Biarkan tabung Wintrobe itu dalam posisi tegak lurus pada satu tempat yang tidak banyak
angin selama 60 menit
4. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan milimeter dan laporkanlah angka itu sebagai laju
endap darah
Menurut Westergren
1. Isaplah dalam spuit steril 0,4 ml larutan natrium sitrat 3,8 % yang steril juga
2. Lakukanlah pungsi vena dengan spuit itu dan ambilah 1,6 ml darah sehingga mendapatkan 2
ml campuran
3. Masukkanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik
4. Isaplah darah itu ke dalam pipet westergren sampai garisbertanda 0 mm, kemudian biarkan
pipet itu dalam posisi tegak lurus dalam rak westergren selama 60 menit
5. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan milimeter dan laporkanlah angka itu sebagai laju
endap darah
Analisis Hasil Tindakan
1. LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit
terutama penyakit kronis
2. Peningkatan LED biasanya terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena
infeksi akut lokal maupun sistemik atau trauma, kehamilan trimester 2 dan 3, infeksi kronis,
infeksi terselubung yang berubah menjadi akut, kanker (lambung, colon, payudara, hepar
dan ginjal)
3. Penurunan LED dapat terjadi pada polisitemia vera, gagal jantung kongesti, anemia sel sabit,
infeksi mononukleus, defisiensi faktor V pembekuan, artritis degeneratif, dan angina
pektoris. Dapat juga karena penggunaan obat etambutol, quinine, aspirin dan kortison
4. Nilai normal:
- Wanita: 0-15 mm/jam
- Pria: 0-8 mm/jam
Referensi
1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat:Jakarta. 2008. Hal 37-38.
2. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara
Books. 2009. Hal 40-41.
128
Masa pembekuan
Teknik Ketrampilan: 4A
Output
Hasil percobaan ini menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor koagulasi darah
Persiapan alat
1. Alkohol 70%
2. Spuit 5cc
3. Stopwatch
4. Tabung
5. Lanset darah
Teknik Pemeriksaan
Cara dengan tabung (modifikasi dari cara Lee dan White)
1. Sediakan dalam rak: 4 tabung berdiameter 7-8 mm.
2. Lakukanlah pungsi vena dengan spuit 5cc. Pada saat darah keliatan masuk ke dalam spuit
jalankan stopwatch. Isaplah darah 5 ml darah.
3. Angkatlah jarum dari semprit dan alirkanlah perlahan-lahan 1 ml darah ke dalam tiap
tabung yang dimiringkan pada waktu diisi dengan darah.
4. Tiap 30 detik tabung pertama diangkat dari rak dan dimiringkan untuk melihat apakah telah
terjadi pembekuan. Dalam tindakan itu jagalah jangan sampai tabung lain-lain bergoyang.
5. Setelah darah dalam tabung pertama itu beku, periksalah tabung kedua tiap 30 detik juga
terhadap adanya pembekuan. Catatlah waktu ini.
6. Tindakan sama dilakukan berturt-turut dengan tabung ketiga dan keempat. Catatlah juga
waktu itu.
7. Masa pembekuan darah itu ialah masa pembekuan rata-rata dari tabung kedua, ketiga dan
keempat. Masa pembekuan itu dilaporkan dengan dibulatkan sampai menit.
Cara dengan tabung kapiler (Duke)
1. Pemeriksaan dilakukan dengan tabung kapiler yang berdiameter 1-2 mm dan yang
panjangnya sekitar 10 cm. Kapiler itu digores-gores dengan kikir ampul dengan jarak-jarak
1 cm supaya mudah dapat dipatahkan.
2. Buatlah tusukan dalam pada ujung jari atau anak daun telinga sehingga darah leluasa
mengalir keluar.
3. Mulailah menjalankan stopwatch pada saat darah keluar dari tusukan.
4. Apuslah dua tetes yang pertama-tama keluar dan isaplah tetes berikut ke dalam kapiler itu
oleh gaya kapilaritasnya.
5. Tiap 30 detik tabung kapiler itu dipatahkan pada goresan.
6. Masa pembekuan ialah saat terlihatnya benang fibrin pada pematahan kapiler terhitung
mulai dari stopwatch dijalankan.
Analisis Hasil Pemeriksaan
- Pemeriksaan ini digunakan untuk memonitor penggunaan antikoagulan oral. Pabila masa
pembekuan darah > 2,5 kali nilai kontrol, potensila terjadi perdarahan
- Nilai normal untuk masa pembekuan hendaknya ditentukan oleh tiap laboratorium, masa
normal 9-15 menit. Bila lebih dari 20 menit dianggap abnormal
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
129
Penurunan masa pembekuan terjadi pada penyakit tromboflebitis, infark miokard, emboli
pulmonal dan penggunaan obat barbiturat, pil KB, difenhidramin, rifampin, metaproterenol,
vitamin K, digitalis dan diuretik
Perpanjangan masa pembekuan terjadi pada penderita penyakit hati, defisiensi faktor
pembekuan, leukemia, eritroblastosis foetalis, dan gagal jantung kongestif
Referensi
1. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2008. Hal 56-57.
2. Sutedjo. AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara
Books. 2009. Hal 39.
Masa perdarahan
Tingkat Ketrampilan: 4A
Persiapan alat
1. Alkohol 70%
2. Sfigmomanometer
3. Lanset darah
Teknik Pemeriksaan
Percobaan ini terutama untuk menilai faktor-faktor hemostasis yang letaknya ekstravaskuler.
Metode Pemeriksaan
Cara Ivy
1. Bersihkanlah bagian volar lengan bawah dengan alkohol 70% dan biarkan kering lagi
2. Kenakan ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pompalah sampai tekanan 40
mmHg. Selama percobaan berlangsung tekanan harus tetap setinggi itu
3. Tegangkanlah kulit lengan bawah dengan sebelah tangan dan tusuklah dengan lanset darah
pada satu tempat kira-kira 3 jari di bawah lipat siku sampai 3 mm dalamnya
4. Jika terlihat darah mulai keluar jalankanlah stopwatch
5. Isaplah tetes darah yang keluar itu tiap 30 detik memakai sepotong kertas saring, jagalah
jangan sampai menekan kulit pada waktu mengisap darah
6. Hentikan stopwatch pada waktu darah tidak dapat diisap lagi dan catatlah waktu itu
Cara Duke
1. Jangan melakukan cara Duke pada ujung jari
2. Bersihkan anak daun telinga dengan alkohol 70% dan biarkan kering lagi
3. Tusuklah pinggir anak daun telinga itu dengan lanset sedalam 2 mm
4. Teruskan percobaan seperti cara Ivy langkah 4, 5, dan 6
Analisis Hasil Pemeriksaan
- Masa perdarahan normal pada cara Ivy antara 1 dan 6 menit.
- Masa perdarahan yang lebih dari 10 menittelah membuktikan adanya sesuatu kelainan
dalam mekanisme hemostasis.
- Akan tetapi perlu juga menyadari kemungkinan lain apabila masa perdarahan. melebihi 10
menit, yakni tertusuknya satu vena.
- Masa perdarahan normal pada cara Duke 1-3 menit.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
130
Referensi
1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2008. Hal 52-53.
2. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara
Books. 2009. Hal 39.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Persiapan alat
1. Lanset darah
2. Jarum dan spuit
3. Tabung dan pipet wintrobe
4. Pipet westergren
5. Kaca objek dan kaca penutup
6. Serum anti-A dan serum anti-B
7. Mikroskop
Teknik Pemeriksaan
Cara dengan kaca objek
1. Taruhlah di sebelah kiri kaca objek 1 tetes serum anti-A dan di sebelah kanan 1 tete serum
anti-B
2. Setetes kecil darah diteteskan kepada serum itu dan dicampur dengan ujung lidi
3. Goyangkan kaca dengan membuat gerakan lingkaran
4. Perhatikan adanya aglutinasi dengan mata telanjang dan konfirmasi dengan menggunakan
mikroskop
5. Hasil : (+aglutinasi)
Anti-A
Anti-B
Anti-A,B
Golongan darah
O
+
+
A
+
+
B
+
+
+
AB
Cara dengan tabung
1. Buatlah dengan suspensi sel darah dalam larutan garam, suspensi itu sebaiknya mempunyai
nilai Ht 2%
2. Sediakan dua tabung kecil (12x75 mm) dalam rak, tabung yang kiri masukkan satu tetes
serum anti-A, pada tabung kanan satu tetes serum anti-B. Kalau hendak menggunakan
serum anti-A,B harus menyiapkan tiga tabung
3. Tambahan 1 tetes dari suspensi sel darah kepada masing-masing tabung dan campurlah
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
131
132
133
134
15. Nyeri pada C1-C2 pada penderita artritis reumatoid meningkatkan risiko untuk subluksasi
dan kompresi medula spinalis.
16. Untuk mengukur fleksi dari tulang belakang, tandai di sendi lumbosakral, lalu ukur 10 cm
diatas dan 5 cm dibawah poin ini. Peningkatan sekitar 4 cm diantara 2 tanda ini masuk
dalam keadaan normal.
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 588-638.
135
Untuk memeriksa bursa subakromial dan subdeltoid dan otot SITS. Pertama secara pasif
lebarkan humerus dengan cara mengangkat siku secara posterior. Cara ini merotasi
struktur tersebut sehingga berada di anterior akromion. Palpasi scera hati-hati bursa
subakromial dan subdeltoid, lalu otot SITS (supraspinatus tepat di bawah akromion,
infraspinatus berada posterior dari supraspinatus, teres minor terletak posterior dan
inferior dari supraspinatus, subskapularis tidak dapat di palpasi).
- Palpasi kapsula dan membran sinovial di bawah anterior dan posterior akromion.
5. Range of motion (ROM)
- Fleksi angkat lengan ke depan lalu ke atas kepala
- Ekstensi angkat lengan ke belakang
- Abduksi angkat lengan ke samping lalu ke atas kepala
- Aduksi silangkan lengan di depan tubuh
- Rotasi internal taruh satu tangan di belakang dan sentuh tulang skapula
- Rotasi eksternal angkat lengan setinggi bahu, lalu tekuk siku dan putar lengan bawah
ke arah atas
6. Manuver
- crossover test palpasi dan bandingkan kedua sendi, cari apakah ada nyeri atau
bengkak. Aduksi lengan pasien menyebrangi dada (menilai sendi akromioklavikular).
- the Apley scratch test minta pasien untuk menyentuh skapula yang berlawanan,
menggunakan 2 gerakan dari atas dan dari belakang (menilai rotasi bahu menyeluruh).
- test Neers impingement sign tekan skapula untuk mencegah pergerakan skapula
dengan satu tangan, angkat lengan pasien dengan tangan satunya. Gerakan ini menekan
tuberositas besar dari humerus terhadap akromion.
- test Hawkins impingement sign fleksi bahu pasien 90 dengan telapak tangan ke arah
bawah, putar lengan ke internal. Gerakan ini menekan tuberositas besar terhadap
ligamen korakoakromial.
- test supraspinatus strength elevasi lengan 90 dan putar ke dalam dengan arah ibu jari
menunjuk ke bawah. Minta pasien untuk menahan ketika pemeriksa menekan lengan
pasien ke bawah.
- test infraspinatus strength minta pasien untuk menaruh lengannya disamping dan
fleksikan siku 90 dengan ibu jari menunjuk ke atas. Berikan tekanan ketika pasien
menekan lengan bawah ke depan.
- test forearm supination fleksikan lengan bawah pasien 90 di siku dan pronasi kan
pergelangan tangan pasien. Berikan tahanan ketika pasien melakukan supinasi lengan
bawah.
- test thedrop arm sign minta pasien untuk abduksi lengan sejajar bahu dan turunkan
secara perlahan.
-
136
137
Ekstensi minta pasien untuk menggerakkan ibu jari menjauh dari telapak tangan
Abduksi dan aduksi minta pasien untuk mengangkat ibu jari, gerakan mendekati
telapak tangan untuk aduksi dan menjauh untuk abduksi
- Oposisi minta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyentuh tiap-tiap ujung jari
yang lainnya
6. Manuver
- Thumb movement minta pasien untuk menggenggam ibu jari, lalu gerakan ke arah
deviasi ulnar
- Thumb abduction dengan telapak tangan menghadap ke atas minta pasien untuk
mengangkat ibu jarinya keatas ketika kita menekannya ke arah bawah (carpal tunnel)
- Test Tinels sign dengan menekan ringan di jalur nervus medianus (carpal tunnel)
- Test Phalens sign minta pasien untuk mempertemukan kedua punggung tangan lalu
tekan. Tahan selama 60 detik
-
138
139
140
pegang pergelangan kaki dengan tangan yang lain, tekuk lutut dan putar kaki bagian
bawah melintasi garis tengah sumbu tubuh
Rotasi internal tidur dengan alas yang datar, stabilkan paha dengan satu tangan,
pegang pergelangan kaki dengan tangan yang lain, tekuk lutut dan putar kaki bagian
bawah menjauhi garis tengah sumbu tubuh
141
142
Varus Stress Test sekarang dengan posisi paha dan lutut sama dengan tes valgus, ubah
posisi tangan sehingga satu tangan di bagian medial lutut dan satunya lagi di bagian
lateral pergelangan kaki. Dorong ke arah medial terhadap lutut dan tarik ke arah lateral
di pergelangan kaki untuk membuka sendi lutut ke arah lateral.
Anterior Drawer Sign dengan posisi pasien terlentang, panggul fleksi dan lutut fleksi
90 dan telapak kaki di tempat yang datar menyentuh permukaan meja pemeriksaan,
pegang lutut dengan kedua tangan pemeriksa, taruh ibu jari di bagian medial dan lateral
dari sisipan otot hamstring. Tarik tibia ke depan dan amati apakah tergeser ke depan
seperti laci dari bawah femur. Bandingkan derajat pergerakan ke depan dengan lutut
sebelahnya
Lachman Test taruh lutut fleksi 15 dan putar ke eksternal. Pegang femur distal
dengan satu tangan dan tangan lainnya lagi memegang tibia bagian atas. Dengan ibu jari
di bagian tibia di garis sendinya, secara serentak tarik tibia ke depan dan femur ke
belakang. Estimasi berapa derajat pergerakannya.
Posterior Drawer Sign posisikan pasien dan taruh tangan di tempat yang sama seperti
anterior drawer sign. Dorong tibia ke arah posterior dan observasi derajat pergerakan ke
belakang di femur.
143
2. Pemeriksaan lutut
- Menekan lutut ke posisi ekstensi dengan tangan saat menggerakkan tumit menandakan
kelemahan quadrisep
- Genu varum dan genu valgum, kontraktur saat fleksi (ketidakmampuan untuk
sepenuhnya meregangkan) sering pada anggota yang paralisis
- Bengkak di sekitar patela menandakan bursitis prepatelar. Bengak di sekitar
tuberkulum tibial menandakan bursitis infrapatelar atau bila lebih medial menandakan
bursitis anserine
- Osteoartritis bila tulang rawan serta batas sendi, deformitas genu varum dan kekakuan
selama 30 menit atau kurang. Krepitus mungkin ada
- Robekan meniskus dengan nyeri setelah trauma sering terjadi pada meniskus medial
- Nyeri pada ligamentum kolateral medial setelah trauma, kemungkinan merupakan
robekan ligamentum kolateral medial, kerusakan ligamentum kolateral lateral jarang
terjadi
- Nyeri pada tendon atau ketidakmampuan untuk meregangkan lutut kemungkinan
merupakan robekan parsial atau komplit dari tendon patela
- Nyeri dan krepitus menandakan kerusakan dari permukaan bawah dari patela yang
bersambung dengan femur. Nyeri yang serupa mungkin terjadi akibat menaiki tangga
atau berubah posisi dari duduk ke berdiri
- Nyeri dengan tekanan dan pergerakan saat kontraksi quadrisep menandakan
chondromalasia atau degeneratif patela (sindrom patelofemoral)
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
144
Bengkak di atas dan sekitar patela menandakan penebalan sinovial atau efusi di sendi
lutut
Bengkak atau teraba panas di daerah lutut mengindikasikan sinovitis atau efusi yang
tidak nyeri dari osteoartritis
Bursitis prepatelar (housemaid knees) akibat dari terlalu sering berlutut, bursitis
anserine akibat sering berlari, deformitas valgus, fibromialgia akibat osteoartritis
Gelombang cairan atau tonjolan dari bagian medial antara patela dan femur merupakan
tanda positif bulge sign konsisten dengan adanya efusi
Ketika sendi lutut mengandung efusi yang besar, tekanan dari suprapatela
menyemburkan cairan ke ruang di sekitar patela. Cairan yang dapat terpalpasi
merupakan tanda positif dari ballon sign. Cairan yang kembali ke suprapatelar
mengkonfirmasi adanya efusi
Cairan yang dapat terpalpasi saat kembali ke kantong mengkonfirmasi lebih lanjut
adanya efusi yang besar
Defek di otot yang nyeri dan bengkak pada ruptur tendon achilles, nyeri dan penebalan
dari tendon diatas kalkaneus, terkadang ada tonjolan tulang yang menonjol pada
tendinitis achilles
Tidak adanya plantar fleksi mengindikasikan terdapat ruptur tendon achilles. Tandatanda seperti nyeri tiba-tiba yang sangat berat, seperti terkena luka tembak, adanya
ekimosis dari betis sampai ke tumit juga mungkin ada
Pada osteoartritis terdapat krepitus pada fleksi dan ekstensi
Bunyi klik pada sendi lutut pada pemeriksaan valgus stres, rotasi eksternal dan ekstensi
kaki menandakan kemungkinan robeknya bagian posterior dari meniskus medial.
Robekan ini mungkin menggantikan jaringan meniskal, menyebabkan kekuncinya
ekstensi penuh dari lutut
Nyeri atau adanya gap di garis sendi medial menunjukkan kelemahan ligamen dan
adanya robekan parsial dari ligamentum kolateral medial. Kerusakan paling sering pada
bagian medial
Nyeri atau adanya gap di garis sendi lateral menunjukkan kelemahan ligamen dan
adanya robekan dari ligamentum kolateral lateral
145
Sendi yang mengalami artritis sering mengalami nyeri bila digerakkan ke segala arah,
walaupun ligamentum yang mengalami keseleo menghasilkan nyeri yang maksimal saat
ligamentum di regangkan
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China, 2009. p 588-638.
15.4 Stabilisasi Fraktur Tanpa Gips
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: mampu meminimalisasi pergerakkan otot dan tulang saat terjadi fraktur tanpa gips
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
1. Pertama memperkenalkan diri dahulu kepada pasien atau keluarga pasien yang menemani
pasien atau bila sedang di jalan perkenalkan diri kepada orang-orang sekitar
2. Menjelaskan kepada pasien tentang tata laksana yang akan dilakukan
3. Cuci tangan 7 langkah
4. Inspeksi dahulu dan lihat:
- Pergerakan abnormal dari komponen tulang dan sendi
- Posisi abnormal dari bagian tubuh
- Tonjolan tulang yang keluar melalui kulit
5. Bagian tubuh yang mengalami trauma harus diproteksi dengan hati-hati untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
- Support minta pasien untuk jangan banyak bergerak dan bantu pasien untuk
menyangga bagian yang mengalami trauma
- Beri kompres dingin jika diperlukan
- Boleh diberikan perban bila proporsi anatomi bagian tubuh yang farktur tersebut intak
- Pasang bidai bila terlihat ada dislokasi (gawat darurat) atau bila waktu tidak
memungkinkan (saat malam hari) atau lokasi untuk ke rumah sakit jauh bidai harus
terpasang melewati 2 sendi
- Saat bidai telah terpasang pastikan kembali tidak terlalu kencang untuk mencegah
terjadinya kompartemen sindrom
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Fraktur adalah patahnya tulang atau terputusnya kontinuitas tulang akibat trauma
2. Patah tulang biasanya selalu disertai dengan kerusakan jaringan lunak disekitarnya
3. Terkadang tidak mudah untuk membedakan antara kontusio, keseleo atau fraktur
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Jika masih ragu apakah trauma tersebut adalah fraktur, tata laksana harus dilakukan dengan
menganggapnya sebagai sebuah fraktur
Referensi
Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and Bandaging Techniques.
Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 38.
146
147
5. Ikat kedua ujung kain secara bersama di bagian bahu yang sehat dengan simpul mati.
Sebelum diikat mati pastikan lengan bergantung di tempat yang benar dan kedua bahu
relaksasi ke arah bawah
6. Pastikan lengan tengah beristirahat sepenuhnya di dalam kain segitiga
7. Lipat kain segitiga di siku dan fiksasi dengan plester
Sling elevasi
1. Lihat langkah-langkah sling (langkah 1-3)
2. Tekuk siku dan taruh jari-jari tangan pada lengan yang cedera di tulang collar
3. Lipat kain segitiga melewati lengan bawah dan fiksasi ujung kain dengan menggunakan
safety pin
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Spiral bandaging dan circular bandaging sering digunakan pada bagian tubuh yang
berbentuk silindris atau bulat
2. Figure-of-eight bandage sering digunakan untuk mengikat bagian sendi untuk fleksi atau
bagian bawah dan atas dari sendi tersebut
3. Reccurent bandaging digunakan hanya untuk bagian tubuh yang tumpul
4. Ketika memasang perban ada hal yang harus diperhatikan, yaitu kongesti vaskular:
- Jangan terlalu keras dalam menggulung perban untuk menghindari kongesti vaskular,
terutama bagian vena karena terletak superfisial.
- Terus tutupi bagian kulit setiap putaran, agar tidak terlihat kulit yang terjepit di antara
perban
- Ketika memutar perban pastikan memiliki tekanan yang sama agar tidak mengganggu
aliran darah
- Taruh sendi pada posisi yang fisiologis
5. Pilih arah yang pasti untuk memfiksasi putaran perban, jangan putarkan perban di tempat
yang sudah diperban
Referensi
Robroek, WCL, Beek, Van de G. Skills in Medicinie: Bandages and Bandaging Techniques.
Mediview: Maastricht University, Netherlands, 2009, p 39-43, 76-77
148
16.1
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: melihat dan menilai kelainan kulit dan jaringan penunjang
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
Kulit
Inspeksi dan palpasi
- Warna lihat apakah banyak peningkatan pigmentasi, hilangnya pigmentasi, kemerahan,
pucat, sianosis dan kekuningan di kulit
- Kelembaban lihat dan rasakan apakah kulit pasien kering, banyak keringat atau
berminyak
- Suhu dengan menggunakan punggung jari tangan untuk memeriksa ini. Sebagai
tambahan untuk mengidentifikasi kehangatan generalisata atau kulit yang dingin, catat
temperatur di setiap tempat yang kemerahan
- Tekstur nilai dan rasakan kelembutan atau kekasaran kulit pasien
- Turgor dan mobilitas angkat sedikit dari lipatan kulit dan catat kemudahannya dalam
terangkat dan kembali ke bentuk semula
Lesi kulit
Observasi setiap kelainan yang ditemukan
- Tentukan lokasi anatomi dan distribusinya di tubuh generalisata, lokal, universalis, difus,
sirkumskripta, unilateral, bilateral, regional
- Pola dan bentuk liniar, anular, arsinar polisiklik, korimbiformis
- Tipe lesi kulit setinggi permukaan (makula), diatas permukaan kulit (urtika, vesikel, bula,
kista, pustul, papul, nodus), lesi sekunder (ekskoriasi, krusta, skuama, erosi)
- warna
Rambut
Inspeksi dan palpasi rambut. Catat kuantitas, distribusi rambut dan teksturnya
Kuku
Inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kuku jari kaki. Lihat warna, bentuk dan kelainan
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
149
bentuk. Garis longitudinal seperti pigmen mungkin dapat terlihat pada orang normal dengan
kulit yang lebih gelap
Analisis Hasil Pemeriksaan
18. Pucat yang terjadi oleh karena penurunan kemerahan akibat anemia dan kekurangan aliran
darah, yang biasa terjadi pada orang yang sering pingsan atau insufisiensi arteri
19. Penyebab sianosis sentral adalah penyakit paru lanjut, penyakit jantung kongenital, dan
hemoglobinopati
20. Sianosis di gagal jantung kongestif sering perifer, merefleksikan menurunnya aliran darah,
tetapi di edema paru kemungkinan sentral. Obstruksi vena mungkin menyebabkan sianosis
perifer
21. Jaundice menandakan penyakit hepar atau hemolisis dari sel darah merah yang terlalu
banyak
22. Kulit kering pada hipotiroid, kulit berminyak pada jerawat
23. Kehangatan kulit generalisata ada pada demam, kulit dingin pada hipotiroid, kehangatan
lokal akibat inflamasi atau selulitis
24. Kulit keras pada hipotiroid, kulit seperti beludru pada hipertiroid
25. penurunan mobilitas pada edema dan skrofuloderma, penurunan turgor akibat dehidrasi
26. Banyak penyakit kulit punya distribusi yang tipikal. Jerawat berada di wajah, dada bagian
atas dan punggung. Psoriasis sering pada lutut, siku dan punggung bawah dan infeksi
kandida pada area-area lipatan
27. Vesikel yang unilateral dan bersifat dermatom khas pada herpes zoster
28. Kemerahan lokal di kulit menandakan akan terjadi nekrosis, walaupun beberapa luka akibat
tekanan dalam terjadi tanpa didahului oleh kemerahan
29. Alopesia artinya rambut rontok, bisa difus, bercak atau total. Rambut yang jarang pada
hipotiroid, rambut yang lembut seperti sutra pada hipertiroid
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th edition.
Lippincott Williams & Wilkins, China, 2009, p 168-170
16.2
Pemeriksaan Laboratorium
- Pewarnaan gram
Tingkat Ketrampilan: 4A
Alat dan bahan
1. Kaca objek
2. Mikroskop
3. Larutan Gentian violet
4. Larutan Safranin
5. Larutan Jodium
6. Alkohol 95%
7. Aquades
Teknik Pemeriksaan
1. Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh di kaca objek
2. Rekatkanlah sediaan dengan api, biarkan dingin lagi
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
150
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Analisis
1. Kesalahan biasa adalah overstaining atau overdecolorizing
2. Kuman gram-positif menjadi violet, sedangkan gram negatif menjadi merah
Referensi
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2008. Hal 191-192.
Teknik Pemeriksaan: 4A
Alat dan Bahan:
1. Kaca objek
2. Mikroskop
3. Larutan metilen biru
4. aquades
Teknik Pemeriksaan
1. Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh di kaca objek
2. Rekatkanlah sediaan yang sudah kering dengan api
3. Pulas dengan metilen biru selama -3 menit
4. Cuci dengan aquades, keringkan dan periksa
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Lamanya pulasan ditentukan oleh bahan yang diperiksa dan oleh tebalnya sediaan
2. Dalam pulasan ini bentuk sel-sel badan lrbih terjaga daripada dengan pulasan Gram atau
Ziehl-Nielsen
3. Digunakan jika hanya menghendaki menyatakan adanya jasad renik saja
Referensi
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2008. Hal 193-194.
151
Pulasan Ziehl-Nielsen
Tingkat Ketrampilan: 4A
Alat dan Bahan
1. Kaca objek
2. Mikroskop
3. Larutan carbol-fuchsin
4. Larutan metilen biru
5. Alkohol asam
6. Aquades
Teknik Pemeriksaan
1. Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh di kaca objek
2. Rekatkanlah sediaan yang sudah kering dengan api
3. Taruhlah agak banyak carbol-fuchsin di atas kaca objek dan panasilah kaca itu dengan hatihati sampai nampak uap selama 3 menit
4. Cuci dengan aquades
5. Buanglah warna dengan alkohol asam sampai tidak ada warna merah dilepaskan lagi oleh
sediaan
6. Cuci dengan aquades
7. Pulas dengan metilen biru selama 1 menit-2 menit
8. Cuci dengan aquades
9. Biarkan kering dan periksalah
Analisis Hasil Pemeriksaan
Jasad renik yang tahan asam menjadi merah, sedangkan yang tidak tahan dan sel-sel lain
menjadi warna biru
Referensi
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat:Jakarta. 2008. Hal 192-193.
Tingkat Ketrampilan: 4A
Alat dan Bahan
1. Kaca objek
2. Mikroskop
3. Pisau tumpul steril
4. Larutan KOH 10% dan 20%
Teknik Pemeriksaan
1. Ambilah bahan untuk pemeriksaan laboratorium dan taruh di kaca objek
- Kulit tidak berambut dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit si
luar kelainan sisik kulit
- Kulit berambut rambut dicabut pada bagian yang mengalami kelainan, kulit di
daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
152
Kuku diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya
hingga mengenai seluruh tebal kuku
Kemudian ditambahkan 1-2 tetes larutan KOH
- KOH 10% untuk sediaan rambut
- KOH 20% untuk sediaan kulit dan kuku
Setelah dicampur dengan larutan KOH, tunggu 15-20 menit untuk mealrutkan jaringan
Dapat dipercepat dengan dengan melakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil.
Pada saat mulai keluar uap, pemanasan sudah cukup
Setelah itu langsung dapat dilihat di bawah mikroskop
-
2.
3.
4.
5.
153
16. Pasang drain atau ujung dari kassa steril untuk menyerap sisa abses
17. Pasang perban yang bisa menyerap abses dimana udara dapat masuk
18. Minta pasien untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang telah di operasi atau pakaikan sling
bila luka bekas oeprasi berada di ekstremitas atas
19. Cek luka bekas operasi setiap hari dan angkat drain setelah 2 hari, jika belum jatuh dengan
sendirinya
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Abses adalah akumulasi pus yang terdapat di kavitas yang baru terbuat dan dikelilingi oleh
dinding abses
2. Abses dapat keluar dari kulit secara spontan, maka sebelum itu terjadi sebaiknya dilakukan
insisi atau drainase abses
3. Abses seperti abses peri anal, abses mastitis, karbunkel, panaritium ossale atau tendineum
dan hidradenitis supuratif harus dirujuk ke spesialis karena anestesi tidak cukup dengan
anestesi lokal saja
4. Saat sudah terbentuk abses jangan gunakan antibiotik karena hanya akan menghambat
respon imun yang menyebabkan bertambah abses bertambah besar
Referensi
Prof. Stapert J, Dr. Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview: Maastricht University,
Netherlands, 2009, p 31, 61
16.4
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: mampu membersihkan dan mengangkat tumor jinak di jaringan kulit
Alat dan Bahan
- Pegangan scalpel
- Scalpel no 10
- Pinset anatomis
- Pinset chirurgis
- Needle holder
- Gunting lancip-lancip bengkok
- Gunting lancip-tumpul
- Benang jahit
- Drape steril
- Klem mosquito
- Klem kocher
- Retraktor
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergiterhadap obat anestesi lokal
3. Tandai kulit yang akan dilakukan eksisi
4. Cuci tangan 7 langkah dan memakai hand scoen steril
5. Disinfeksi tempat yang akan dilakukan eksisi dan jaringan kulit di sekitarnya dengan
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
154
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Referensi
Prof.Stapert J, Dr. Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview: Maastricht University,
Netherlands, 2009, p 28-29, 55-56.
155
156
3.
4.
5.
4.
5.
6.
Referensi
Prof. Stapert J, Dr. Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview: Maastricht University,
Netherlands, 2009, p 26-27, 38-39
16.6
Ekstraksi Kuku
Tingkat Ketrampilan 4A
Tujuan: mampu mengangkat kuku yang tumbuh ke arah dalam
Alat dan Bahan
- Pegangan scalpel
- Scalpel no 10
- Pinset anatomis
- Pinset chirurgis
- Needle holder
- Gunting lancip-lancip bengkok (bila diperlukan)
- Gunting lancip-tumpul (bila diperlukan)
- Benang jahit (bila diperlukan)
- Drape steril (bila diperlukan)
- Klem mosquito
- Klem kocher
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Pada tindakan ada 3 pilihan, tergantung dengan kesembuhan pada setiap tahap:
- Tahap 1
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
157
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: Mampu melakukan kompres terbuka maupun tertutup pada kulit
Alat dan Bahan: Teknik Tindakan
Kompres terbuka
5. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
6. Siapkan kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal (3 lapis)
7. Cuci tangan 7 langkah sebelum memulai tindakan
8. Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril dan jangan menggunakan kapas karena lekat
dan menghambat penguapan
9. Kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, diperas lalu dibalutkan dan didiamkan, biasanya
sehari dua kali selama 3 jam
10. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi. Bila kering dibasahkan lagi
11. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
158
Kompres tertutup
6. Prinsip hampir sama dengan kompres terbuka
7. Digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau
plastic
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Kompres termasuk dalam bahan dasar (vehikulum) solusio sebagai pengobatan topikal
2. Hasil pengobatan yang diinginkan adalah keadaan yang basah menjadi kering, permukaan
menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses
epitelisasi
3. Prinsip pengobatan: membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya)
dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai
4. Berguna untuk menghilangkan gejala: rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacammacam dermatosis
5. Bahan aktif yang biasa dipakai adalah astringen dan antimicrobial
Referensi
Hamzah M, Djuanda A, Aisah S, et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V. FKUI, Jakarta,
2007, hal 342-343
-
Tingkat Ketrampilan: 4A
Alat dan Bahan: Perban elastik
Teknik Pemeriksaan
Terapi kompresi harus:
1. Meluas dari alas kaki atau jari ke tuberositas tibia
2. Menggunakan kompresi yang cukup
3. Tekanan menurun, dari ankle ke arah betis
4. Tekanan yang sama sepanjang kontur anatomis tungkai
5. Memelihara tekanan yang tetap hingga bandage diganti
6. Memelihara tungkai pada posisi awal selama pemakaian terapi
7. Tidak menyebabkan iritasi juga alergi
8. Nyaman
Analisis Hasil Pemeriksaan
1. Terapi kompresi dengan perban elastik adalah terapi dasar untuk insufisiensi vena kronis
2. Cara ini berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa otot betis untuk mencegah
kembalinya aliran darah vena, edema kaki dan bocornya fibrin sehingga mencegah
pembesaran vena lebih lanjut
3. Pemakaiannya harus tepat dari telapak kaki sampai bawah lutut dengan kompresi sekitar
30-40 mmHg
Referensi
Sjamsuhidajat R, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC: Jakarta. 2007. Hal 582-585.
159
17.2
Kegawatdaruratan
1. Bantuan Hidup Dasar
2. Resusitasi Jantung Paru
3. Resusitasi Cairan
4. Tatalaksana Dehidrasi pada Anak
5. Manuver Heimlich
17.3
Bedah Minor
1. Prinsip Aseptik dan Antiseptik (lihat Bab I Pendahuluan Bagian C. Universal
Precaution)
2. Anestesi (Infiltrasi, Blok Saraf Lokal, Topikal)
3. Jahit Luka
4. Perawatan Luka (lihat Bab XVI Sistem Kulit dan Integument Bagian H. Perawatan
Luka)
5. Incisi Abses dan Eksisi Tumor Jinak (lihat Bab XVI Sistem Kulit dan Integument
Bagian E. Incisi Abses dan F. Eksisi Tumor Jinak Kulit)
17.4
17.5
17.6
Kedokteran Komunitas
Ketrampilan Prosedural Lain
Pemeriksaan Forensik dan Medikolegal
17.1
1. Palpasi Fontanella
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: mampu menilai ubun-ubun pada bayi
Alat dan Bahan: Teknik Pemeriksaan
1. Inspeksi fontanela anterior dan posterior, lihat apakah ada pembesaran
2. Pada palpasi sutura terasa seperti bubungan dan fontanela terasa seperti cekungan yang
lembut. Palpasi fontanela ketika bayi sedang duduk tenang atau sedang digendong oleh
ibunya
3. Pulsasi yang teraba di fontanela merefleksikan pulsasi perifer
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
160
4.
161
satu kakinya yang tidak menyentuh permukaan datar akan melangkah maju
4. Loncatan alternatif akan terjadi
Analisis Hasil Pemeriksaan
30. Respon yang asimetri pada pemeriksaan refleks moro menandakan adanya fraktur
klavikula, cedera pada pleksus brachialis, atau hemiparesis
31. Tidak adanya refleks moro pada bayi menandakan adanya disfungsi sistem saraf pusat
32. Refleks moror muncul saat usia 28-32 minggu dan sempurna usia 37 minggu, bertahan
selama 5-6 bulan
33. Refleks menggenggam palmar muncul saat usia 28 minggu dan sempurna saat usia 32
minggu, bertahan selama 2-3 bulan
34. Refleks mengisap muncul saat usia 32 minggu dan sempurna saat usia 36 minggu, dan
bertahan 1 bulan
35. Tidak adanya refleks untuk menyentuhkan kakinya ke tanah mengindikasikan paralisis
36. Bayi yang lahir dengan posisi sungsang mungkin tidak ada refleks untuk menyentuhkan
kakinya
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 794-795.
3.
4.
Bicara dengan perlahan kepada anak atau ikuti suara anak untuk
mengalihkan perhatian
5.
6.
162
163
164
Referensi
Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History
Taking, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. China. 2009. p 752-754.
165
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada ibu pasien tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Cuci tangan 7 langkah
3. Lakukan tata laksana gizi buruk sesuai tabel di bawah ini:
166
Saunders Elsevier:
167
17.2
KEGAWATDARURATAN
168
20.
21.
22.
23.
24.
169
Referensi
Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta:2010. Hal 340-355
2. Resusitasi Jantung Paru
Tingkat Ketrampilan: 4A
Indikasi Tindakan
1. Henti napas
2. Henti jantung
Alat dan Bahan
1. Kompresi
- Cek pulsasi arteri karotis
- Lokasi kompresi : setengah bawah dari sternum, diantara putting susu
- Metode kompresi : tangan yang satu berada di atas tangan yang lainya
- Kedalaman kompresi : paling tidak 5 cm
- Tunggu recoil sempurna setelah satu kompresi
- Kecepatan kompresi : 100 kali/menit
- Rasio kompresi-ventilasi : 30:2
- Minimalisasi interupsi saat kompresi dilakukan
- Hindari kelebihan ventilasi
2. Jalan napas
- Head tilt-chin lift (bila dicurigai trauma pada leher gunakan jaw thrust)
3. Ventilasi
- Satu napas setiap 6-8 detik (8-10 napas/menit)
- Saat melakukan ventilasi, kompresi tidak dilakukan
- Sekitar 1 detik/napas
- Sampai terlihat dada mengembang
4. Defibrilasi
Referensi
Medscape
3. Resusitasi Cairan
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
Teknik Pemberian
1. Dapat dilakukan dengan penginfusan NS atau RA/RL 20ml/kg selama 30-60 menit
2. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalalm 10 menit
3. Jika syok terjadi:
- Berikan oksigen segera
- Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS
- Dosis bisa mencapai 20 ml/kg
- Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
170
Saunders Elsevier:
171
5. Manuver Heimlich
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: mampu melakukan pertolongan pertama pada sumbatan airway oleh benda asing
Alat dan Bahan: Langkah Tindakan
Korban sadar
1. Penolong berdiri di belakang korban, rangkul bagian atas perut korban
2. Selipkan salah satu lutut penolong di antara kedua kaki korban. Posisi ini akan lebih
menahan korban terutama bila korban menjadi tiba-tiba menjadi tidak sadar
3. Posisikan korban sedikit membungkuk
4. Kepalkan salah satu tangan penolong dan pegang kepalan dengan tangan yang lain
5. Letakkan kepalan di antara xifoid dan pusar di garis tengah
6. Lakukan hentakan perut (abdominal thrust) yang cepat ke arah atas atau diafragma hingga
benda asing keluar
7. Setiap gerakan lakukan terpisah dan jelas
8. Setelah 5 kali hentakan perut, periksa adanya benda asing yang keluar dari mulut korban
Korban tidak sadar
1. Penolong berlutut, dengan posisi seolah-olah menunggangi korban menghadap kepala
korban
2. Letakkan tumit salah satu tangan antara tulang xifoid dengan pusar di garis tengah.
Letakkan tangan kedua di atas tangan pertama
3. Segera lakukan hentakan perut (abdominal thrust) ke arah diafragma korban
4. Setelah 5 kali hentakan perut, periksa adanya benda asing di mulut korban dan keluarkan
Analisis Tindakan
1. Korban yang mengalami sumbatan jalan napas, namun masih sadar dan dapat bernapas,
maka korban dimotivasi untuk muntah
2. Korban mengalami sumbatan total atau parsial masih dapat bernapas dengan kondisi
korban yang makin memburuk, seperti menjadi sianosis, lemah atau tidak lagi batuk
3. Pada ibu hamil atau orang gemuk letakkan di tulang dada-xifoid dan lakukan hentakan dada
(chest trust)
Referensi
Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: 2010. Hal 345-346
172
Tujuan: mampu melakukan semua jenis anestesi sesuai kompetensi dokter umum
Alat dan Bahan
1. Disinfektan (povidon iodine)
2. Spray ethyl chloride
3. Spuit 2 cc dan 5 cc
4. Jarum aspirasi untuk obat anestesi
5. Jarum halus untuk infiltrasi
6. Deksametason 5 mg = 1 ml IV
7. Epinefrin 1 mg = 1ml, 0,3 ml IM
Teknik Tindakan
Anestesi lokal
1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Cuci tangan 7 langkah
3. Minta pasien untuk berbaring
4. Disinfeksi area yang akan dilakukan insisi
5. Pegang aerosol (spray ethyl chloride) secara vertical
Analisis Hasil Pemeriksaan
6. Semprotkan spray secara terus-menerus di area yang akan di insisi sampai muncul
lapisan-lapisan putih
7. Insisi saat lapisan-lapisan putih tersebut masih terlihat
Anestesi infiltrasi
1 Tanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat anestesi
2 Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
3 Minta pasien untuk berbaring
4 Pilihlah obat untuk anestesi (lidokain 0,5-1% dengan atau tanpa epinefrin)
5 Aspirasi obat anestesi, tergantung tempat yang akan di anestesi dan banyaknya cairan
yang akan diambil (5-10 ml)
6 Disinfeksi area yang akan di injeksi
7 Gunakan spuit jarum halus untuk melakukan infiltrasi
8 Posisikan jarum di tempat yang akan dimasuki (untuk luka di ujung luka dan segaris
dengan axis longitudinalnya, untuk tumor kecil atau lesi kulit di kedua sisi area yang
akan diangkat, diluar tumor)
9 Konfirmasi dengan aspirasi bahwa jarum tidak masuk ke vena
10 Buat depot subkutan dari anestesi lokal dengan injeksi secara perlahan (tarik kembali
jarum secara perlahan). Pertama injeksi area kutan, lalu injeksikan di tempat yang lebih
dalam. Untuk eksisi atau batas jahitan luka, depot subkutan harus dibuat di jaringan
subkutis di batas luka. Untuk eksisi tumor, injeksi harus dilakukan di sekitar kulit yang
akan di eksisi dengan bentuk diamond (blok area). Depot juga dibuat di bawah tumor
dan membuatnya makin terlihat ke atas.
11 Observasi pasien untuk alergi atau reaksi keracunan saat memasukkan obat anestesi.
12 Tunggu sampai semua stimulus nyeri yang diberikan teranestesi sebelum memulai
tindakan operasi.
173
8. Jahit Luka
Tingkat Ketrampilan: 4A
Tujuan: mampu melakukan semua jenis anestesi sesuai kompetensi dokter umum
Alat dan Bahan
1. Drape steril
2. Needle holder
3. Pinset anatomis
4. Pinset chirurgis
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
174
5. Gunting operasi
6. 1 benang reabsorbable dengan jarum bulat (autraumatic needle)untuk menjahit lapisan
dalam
7. Benang non-reabsorbable dengan jarum lancip untuk menjahit kulit
8. 10 Kain kassa steril 10 cm
9. Disinfektan
10. Anestesi lokal
11. Material perban
12. Gunting perban
Teknik Tindakan
Jahitan dasar
1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
2. Minta pasien untuk berbaring
3. Tanyakan riwayat alergi tentang obat anestesi atau iodine
4. Tempatkan cahaya ke area luka yang akan dijahit
5. Disinfeki luka dan area-area disekitarnya
6. Cuci tangan 7 langkah dan pakai handscoen steril
7. Tutup luka dengan drape steril
8. Berikan anestesi lokal atau blok saraf lokal dengan metode oberst, tunggu sampai
anestesi bekerja
9. Taruh jarum bulat di bagian depan dari needle holder, kurang lebih jepit di setengah
badan jarum
10. Pegang pinset chirurgis seperti memegang pensil dengan satu tangan. Tangan yang
lainnya memegang needle holder yang tadi sudah terpasang jarum
11. Dengan menggunakan pinset, pegang ujung luka di tempat yang terjauh untuk
meminimalisasi kerusakan jaringan, bagian pinset yang memiliki satu gigi harus berada
di tepi luka dan bagian dengan dua gigi harus berada di kulit
12. Posisikan jarum tegak lurus terhadap kulit kurang lebih 0,5 cm dari tepi luka dan
masukkan ke dalam kulit
13. Dengan pergerakan tangan supinasi, bawa jarum menuju tepi luka dengan gerakan
seperti busur panah, mirip dengan lekukan jarum. Untuk luka yang tidak melampaui
kutis dan tidak ada ketegangan di tepi lukanya, langsung saja melangkah ke langkah 18.
Untuk luka yang dalam, langkah penjahitan ada 2 langkah (buat jahitan dari tepi luka ke
tengah luka, lalu pindahkan needle holder ke ujung jarum yang telah melewati tepi luka
dan lanjutkan dari tepi luka yang berlawanan hingga keluar ke tepi luka)
14. Buka needle holder dan tarik jarum menuju ke luka
15. Tarik jarum melalui kulit dan keluar dari luka dalam jalur melengkung
16. Reposisi jarum di posisi yang benar di needle holder
17. Tarik benang melalui kulit, tinggalkan panjang yang cukup untuk nanti dijahit (sekitar 2
cm jika diikat dengan needle holder atau 10 cm jika diikat dengan tangan)
18. Dengan menggunakan pinset, pegang ujung luka yang paling dekat dengan kita dan
putar batas luka ke arah luar
19. Dengan pergerakan melengkung, masukkan jarum ke batas luka dan bawa sedalam
mungkin sampai ke dasar luka dan bawa kembali ke atas sampai ujung jarum terlihat
menembus kulit
20. Buka needle holder saat berdekatan dengan luka dan gunakan untuk memegang kembali
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
175
Jahitan donati
1. Tetapkan titik pertama masuk 1 cm dari batas luka dan menembus seluruh kutis
2. Jahit dalam 2 langkah dan keluar di batas luka yang berlawanan, simetris dari jahitan
pertama
3. Buat titik masuk kedua di sisi yang sama dari tempat keluar benang yang terakhir, dekat
dengan batas luka tetapi masuk superfisial( 1 mm dalamnya) melalui kulit
4. Masuk ke batas luka yang berlawanan secara intrakutan dan munculkan lagi jarum di
dekat tepi luka
5. Buat simpul di atas titik masuk yang pertama
Jahitan intrakutan
1. Tetapkan titik masuk pertama bersama dengan ekstensi luka 1 cm dari permulaan luka
2. Bubuhkan benang ke kulit dengan mengikat jahitan di ujung
3. Masukkan jarum di ujung luka
4. Masukkan jarum secara intrakutan di salah satu batas luka
5. Keluarkan intrakutan dan masukkan lagi intrakutan di batas luka yang berlawanan arah
6. Lakukan terus seperti ini (zig-zag) sampai mencapai ujung dari luka
7. Titik keluar yang terakhir harus bersama dengan penarikkan seleuruh garis luka hingga tepi
satu bertemunya dengan tepi lainnya
8. Bubuhkan kembali jahitan di ujung lukanya dan ikat
Analisis Hasil Tindakan
1. Jarum jahitan terbuat dari material yang dapat diabsorbsi dan yang tidak diabsorbsi
2. Kedua kategori tersebut mengandung monofilamen dan multifilamen
3. Ketebalan benang : 6 5 4 3 2 1 0 00 000 0000 00000 000000 (diameter
dalam 0, dimana semakin tinggi angka semakin tipis)
4. Dalam praktek sehari-hari 3/0 atau 4/0 digunakan untuk jahitan simpel (5/0 digunakan
untuk bagian wajah). 3/0 yang reabsorbable digunakan untuk subkutan
5. Dalam memilih benang jahitan harus memikirkan beberapa aspek sebagai berikut:
a. Kekuatan regangan
b. Keamanan simpul
c. Reaksi jaringan
d. Aksi kapiler
e. Reaksi alergi
6. Jahitan intrakutan harus memenuhi kriteria
a. Tidak ada tarikan di batas luka
b. Kondisi luka harus aman dari kontaminasi
c. Ujung-ujung luka harus lurus
176
Referensi
Prof. Stapert J, Dr. Kunz M. Skills in Medicinie: Minor Surgery. Mediview: Maastricht University,
Netherlands, 2009, p 15, p 41-47
9. Perawatan Luka (lihat Bab XVI Sistem Kulit dan Integument Bagian H. Perawatan
Luka)
10. Incisi Abses dan Eksisi Tumor Jinak (lihat Bab XVI Sistem Kulit dan Integument
Bagian E. Incisi Abses dan F. Eksisi Tumor Jinak Kulit)
17.4
177
Analisis Tindakan
1. Pengambilan specimen tidak boleh dilakukan pada vena-vena yang melebar ( varises)
2. Darah yang diperoleh pada varises tidak menggambarkan biokimiawi tubuh yang sebenarnya karena darah
yang diperoleh adalah darah yang mengalami stasis
Referensi
Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar. Edisi 5. Jakarta: EGC.
2005.
2. Injeksi Intramuskular
Tingkat Ketrampilan: 4A
Persiapan alat
6. Spuit 3 cc
7. Spuit 5 cc
8. Kapas alkohol
9. Obat injeksi yang akan disuntikkan
10. Aquades
11. Sarung tangan
Teknik Tindakan
1. Pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan obat ke pasien yang salah dan
jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
2. Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe.
3. Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi
- Daerah lengan atas (deltoid)
- Daerah dorsogluteal (gluteus maximus)
- Daerah ventrogluteal (gluteus medius)
- Daerah paha bagian luar (vastus lateralis)
- Daerah paha bagian depan (rectus femoris)
4. Cuci tangan 7 langkah dan pakai handscoen
5. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah serta ideal bagi Anda untuk
melakukan injeksi yang diinginkan.
6. Tentukan lokasi penyuntikan yang benar
7. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
8. Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari telunjuk)
9. Gunakan tangan non dominan untuk mengencangkan kulit di sekitar lokasi suntikan.
10. Masukkan jarum dengan sudut 90 sehingga menembus otot yang dicari. Gunakan
pengetahuan anatomi Anda untuk memperkirakan kedalaman jarum.
11. Lakukan aspirasi. Bila tidak ada darah, lanjutkan. Bila ada darah, cabut jarum, ulangi
prosedur.
12. Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang diinginkan tercapai.
13. Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang dimasukkan, ada beberapa obat
yang memerlukan pemijatan ringan untuk membantu penyerapan, namun ada pula yang
tidak. Pahami secara menyeluruh obat yang Anda suntikkan, atau silahkan baca
rekomendasi dari pabrik pembuat obat.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
178
14. Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus sampah medis.
15. Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada perdarahan,
pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang terjadi.
16. Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan waktu
pemberian
Analisis Tindakan
1. Lokasi deltoid
- Jumlah obat paling kecil antara 0,5-1 ml
- Jarum disuntikkan kurang lebih 2,5 cm di bawah tonjolan acromion
- Organ penting yang mungkin terkena adalah a.brachialis atau n.radialis. Hal ini
terjadi apabila menyuntik jauh lebih ke bawah daripada seharusnya
- Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang
peragawati), dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah
untuk disuntik dan dapat mengurangi nyeri
2. Lokasi gluteus maximus
- Gambarlah garis imajiner horizontal setinggi pertengahan glutea kemudian buat dua
garis imajiner vertical yang memotong garis horizontal tadi pada pertengahan
pantat pada masing-masing sisi. Suntiklah di regio glutea pada kuadran lateral atas
- Hati-hati terhadap n.sciatus dan a.gluteus superior
- Volume suntikan ideal 2-4 ml. Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut
sedikit fleksi
3. Lokasi gluteus medius
- Letakkan tangan kanan Anda di pinggul kiri pasien pada trochanter major (atau
sebaliknya). Posisikan jari telunjuk sehingga menyentuh SIAS. Kemudian gerakkan
jari tengah Anda sejauh mungkin menjauhi jari telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka
jari telunjuk dan jari tengah Anda akan membentuk huruf V
- Suntikan jarum di tengah-tengah huruf V, maka jarum akan menembus gluteus
medius
- Volume ideal antara lain 1-4 ml
4. Lokasi vastus lateralis
- Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada sepertiga tengah paha bagian
luar
- Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau sedikit
dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
- Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml)
5. Lokasi rectus femoris
- Pada orang dewasa, m. rectus femoris terletak pada sepertiga tengah paha bagian
depan.
- Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau sedikit
dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
- Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml).
- Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan autoinjection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat biasanya menggunakan
tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa kemana-mana
Referensi
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
179
3. Injeksi intravena
Teknik Pemeriksaan: 4A
Persiapan alat
1. Spuit 3 cc
2. Spuit 5 cc
3. Kapas alkohol
4. Obat injeksi yang akan disuntikkan
5. Aquades
6. Sarung tangan
7. Torniket
Teknik Tindakan
1. Pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan obat ke pasien yang salah dan
jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
2. Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe.
3. Tentukan lokasi injeksi. Carilah vena perifer yang tampak atau yang cukup besar sehingga
akan memudahkan Anda untuk melakukan injeksi nantinya. Ada kalanya vena yang ideal
tidak ada, dan kemudian akan tergantung kepada keahlian dan pengalaman Anda untuk
berhasil melakukan injeksi.
4. Cuci tangan 7 langkah dan pakai sarung tangan.
5. Pasang torniket di bagian proksimal dari lokasi injeksi.
6. Tentukan lokasi penyuntikan yang benar.
7. Bersihkan kulit di atasnya dengan kapas alkohol.
8. Suntikkan jarum dengan sudut sekitar 45 derajat atau kurang ke dalam vena yang telah
Anda tentukan. Jarum mengarah ke arah proximal sehingga obat yang nanti disuntikkan
tidak akan menyebabkan turbulensi ataupun pengkristalan di lokasi suntikan.
9. Lakukan aspirasi:
- Bila tidak ada darah, berarti perkiraan dokter salah. Beberapa institusi mengajarkan
untuk terus berusaha melakukan probing dan mencari venanya, selama tidak terjadi
hematom. Beberapa lagi menganjurkan untuk langsung dicabut dan prosedur diulangi
lagi.
- Bila ada darah yang masuk, berwarna merah terang, sedikit berbuih, dan memiliki
tekanan, segera tarik jarum dan langsung lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi tadi.
Itu berarti Anda mengenai arteri. Walaupun ini jarang terjadi, karena kecuali Anda
menusuk dan melakukan probing terlalu dalam, Anda tetap harus tahu mengenai resiko
ini.
- Bila ada darah yang masuk, berwarna merah gelap, dan tidak memiliki tekanan, itu
adalah vena. Lanjutkan dengan langkah berikut.
10. Lepaskan torniquet dengan hati-hati, jangan sampai menggerakkan jarum yang sudah
masuk dengan benar.
11. Suntikkan obat secara perlahan-lahan. Terkadang mengusap-usap vena di bagian proximal
dari lokasi injeksi dengan kapas alkohol dapat mengurangi nyeri selama memasukkan obat.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
180
12. Setelah selesai, cabut jarum dan langsung lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi dengan
kapas alkohol. Penekanan dilakukan kurang lebih 2-5 menit. Atau bisa juga Anda gunakan
band-aid untuk menutupi luka suntikan itu.
13. Buanglah syringe dan jarum di tempat sampah medis.
14. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
Analisis Tindakan
1. Teknik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikkan akan diabsorpsi oleh tubuh
dengan pelan dan berdurasi panjang
2. Biasanya volume obat yang disuntikkan terbatas pada 1-2 ml per sekali suntik
3. Saat akan menyuntik penting untuk mengetahui posisi katup vena, karena bila terkena
katup tersebut biasanya rusak secara permanen dan akan menyebabkan kolaps pada vena
yang bersangkutan
4. Cara mengetahui letak katup vena
- Lakukan tekanan ke arah distal pada vena yang bersangkutan
- Ikuti tekanan itu dan nanti akan menemukan tempat tertentu dimana darah yang
didorong tidak datap lewat lagi. Di tempat itulah terdapat katup vena
Referensi
Springhouse Corporation Medication. Administration and IV Therapy Manual. 2nd edition.
Pennsylvania, Springhouse Corporation. 1993.
4. Injeksi subkutan
Tingkat Ketrampilan: 4A
Persiapan alat
1. Spuit dengan jarum khusus untuk injeksi subkutan
2. Kapas alkohol
3. Obat injeksi yang akan disuntikkan
4. Aquades
5. Sarung tangan
Teknik Tindakan
1. Pastikan identitas pasien. Anda tidak mau menyuntikkan obat ke pasien yang salah dan
jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
2. Siapkan obat yang akan disuntikkan, masukkan ke dalam syringe.
3. Tentukan tempat yang akan dilakukan injeksi
- Daerah lengan atas kiri dan kanan
- Daerah panggul kanan dan panggul kiri
- Daerah paha depan kiri dan kanan
- Daerah perut di sekitar umbilikus
4. Cuci tangan 7 langkah dan pakai sarung tangan
5. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman, dan juga mudah serta ideal bagi Anda untuk
melakukan injeksi yang diinginkan.
6. Tentukan lokasi penyuntikan yang benar
7. Bersihkan kulit di atasnya dengan alkohol atau cairan desinfektan lain.
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
181
8. Pegang syringe dengan tangan dominan Anda (gunakan ibu jari dan jari telunjuk)
9. Gunakan tangan non dominan untuk mencubit kulit di sekitar lokasi suntikan.
10. Masukkan jarum dengan sudut 90. Gunakan pengetahuan anatomi Anda untuk
memperkirakan kedalaman jarum.
11. Masukkan obat dengan perlahan (1 ml per 10 detik) sampai dosis yang diinginkan tercapai.
12. Setelah usai, tarik jarum syringe. Tergantung jenis obat yang dimasukkan, ada beberapa obat
yang memerlukan pemijatan ringan untuk membantu penyerapan, namun ada pula yang
tidak. Pahami secara menyeluruh obat yang Anda suntikkan, atau silahkan baca
rekomendasi dari pabrik pembuat obat.
13. Pisahkan jarum dari syringe. Buang keduanya di tempat sampah khusus sampah medis.
14. Periksa lokasi suntikan sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada perdarahan,
pembengkakan, atau reaksi-reaksi lain yang terjadi.
15. Catat dalam rekam medis pasien jenis obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan waktu
pemberian
Analisis Tindakan
1. Apabila dilakukan dengan jarum khusus injeksi subkutan, penyuntikan dapat dilakukan
dengan posisi 90.
2. Biasanya volume obat terbatas pada 1-2 ml sekali suntik.
3. Bila tidak ada jarum khusus injeksi subkutan. Injeksi dilakukan dengan posisi 45.
Referensi
Peragallo-Dittko V. Rethinking subcutaneous injection technique. American Journal of Nursing.
1997. 97, 5, 71-72.
182
Tingkat Ketrampilan: 4A
Teknik Deskripsi
1. Jelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan kepada pasien
2. Persiapkan pasien dalam posisi litotomi, agar memudahkan dalam pengambilan sekret
3. Sekret vagina diambil dengan menggunakan lidi kapas yang telah di sterilkan dan telah
dibasahi dengan larutan NaCl 0,9 % dahulu
4. Sekret diambil dari bibir labia dan vulva, lalu dimasukkan ke vagina dan diputar
perlahan 2-3 kali
5. Lidi kapas dioleskan memanjang tiga kali dengan arah yang sama pada kaca objek,
kemudian dibiarkan mengering.
6. Setelah kering lakukan pemeriksaan
Analisis
Metode vaginal smear menggunakan sel epitel dan sel lukosit sebagai bahan identifikasi. Sel
epitel merupakan sel yang terletak di permukan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan
kadar estrogen maka sel epitel merupakan sel yang paling awal terkena akibat dari perubahan
tersebut. Sel leukosit merupakan sel antibodi yang terdapat di seluruh bagian individu. Sel
leukosit di vagina berfungsi membunuh bakteri dan kuman yang dapat merusak ovum. Sel epitel
berbentuk oval atau polygonal, sedangkan sel leukosit berbentuk bulat berinti.
Referensi
Prawirohardjo S. Radang dan beberapa penyakit lain pada alat-alat genital wanita. Dalam:
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo; 2007.
7. Transpor pasien
Tingkat Ketrampilan: 4A
Teknik Pemeriksaan
Dasar-dasar pengangkatan
1. Rencanakan setiap gerakan
2. Pertahankan sikap tegak saat berdiri, berlutut, maupun duduk, jangan membungkuk
3. Konsentrasikan beban pada otot paha bukan punggung
4. Gunakan otot fleksor (otot untuk menekuk bukan meluruskan)
5. Otot fleksor lengan maupun tungkai lebih kuat daripada otot ekstensor
6. Saat mengangkat dengan tangan, telapak tangan menghadap ke arah depan
7. Jaga titik berat badan sedekat mungkin ke tubuh anda
8. Gunakan alat bantu
9. Jarak antara kedua lengan dan tungkai adalah selebar bahu
10. Posisi awal dalam posisi berlutut, satu tungkai bertekuk pada lutut dengan tungkai
bawah sejajar lantai. Tungkai lain bertekuk pada lutut dengan telapak kaki bertumpu pada
lantai
Memindahkan korban darurat
1. Menggendong korban di belakang punggung
2. Menopang korabn dari sisi sambil berjalan oleh satu penolong
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
183
17.5
1. Deskripsi luka
Tingkat Ketrampilan: 4A
Deskripsi Luka
8. Regio tempat luka tersebut berada
9. Hitung letaknya berdasarkan titik tengah/garis anatomis yang terdekat
10. Tentukan tipe luka (luka mekanik, luka fisika atau luka kimia)
11. Lihat tepi luka dan batasnya
12. Warna luka
13. Panjang luka
Analisis Hasil Pemeriksaan
5. Luka mekanik diakibatkan oleh:
- Kekerasan oleh benda tajam
- Kekerasan oleh benda tumpul
- Tembakan senjata api
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
184
185
186
Teknik
Autopsi
Forensik.
FKUI
Bagian
Kedokteran
187
4. Pengambilan urine
Tingkat Ketrampilan: 4A
Teknik Deskripsi
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan oleh pasien
2. Jelaskan kepada pasien pilihan waktu yang akan diambil sebagai spesimen
3. Sebelum mengambil urin, pasien harus cuci tangan
4. Penis atau vulva dibersihakn dengan air sabun atau tissue basah steril
5. Hindari mengenai kulit
6. spesimen dikumpulkan di pertengahan urine (mid stream urine) dikeluarkan
7. pengumpulan urine selesai sebelum aliran air urine habis
8. Tutup botol spesimen dan kirim ke lab untuk diperiksa
9. Kembali cuci tangan
Analisis
1. Memilih sampel urin
- Urin sewaktu cukup baik untuk pemeriksaan rutin
- Urin pagi lebih pekat sehingga baik untuk pemeriksaan sedimen, protein, berat
jenis, dll
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
188
2.
3.
4.
5.
Referensi
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat:Jakarta. 2008. Hal 69-70.
Kata pro justisia menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat khusus untuk tujuan
peradilan
Bagian pemberitaan berjudul hasil pemeriksaan dan berisi tentang hasil pemeriksaan
medik korban, luka korban dan tindakan yang sudah dilakukan oleh dokter
Bagian penutup berisi kalimat demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan
sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai
dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Analisis
1. Dasar hukum visum et repertum pasal 133 KUHAP
2. Visum et repertum adalah alat bukti yang sah pasal 184 KUHAP
3. Visum et repertum tidak membutuhkan meterai untuk memiliki kekuatan hukum di
DRAFT PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS DOKTER PELAYANAN PRIMER
189
pengadilan
4. Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, dokter hanya melakukan pemeriksaan
sesuai dengan yang diminta oleh penyidik yang berweang, namun bila ada ketidaksesuaian
identitias korban dengna hasil pemeriksaan dapat meminta penjelasan dari penyidik
5. Uraian dalam bagian pemberitaan adalah sebagai pengganti barang bukti
6. Jenis dan bentuk visum et repertum
-
Referensi
Budianto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Cetakan II. 1997, Jakarta : Ilmu Kedokteran
Forensik FKUI.
6. Ventilasi masker
Tingkat Ketrampilan: 4A
Teknik Pemeriksaan
Pasien tanpa curiga cedera tulang belakang
1. Posisi di atas kepala pasien
2. Posisikan kepala pasien seperti saat akan melakukan head tilt
3. Buka jalan napas. Bila perlu pasang OPA
4. Posisikan ibu jari di bagian atas masker dan jari telunjuk di bagian bawah masker
5. Taruh masker di wajah pasien. Posisikan masker menutupi hidung dan dagu pasien
6. Pegang mandibula pasien dengan menggunakan tiga jari yang tersisa untuk mengangkat
rahang ke arah masker
7. Sambungkan masker dengan bag-valve dan mulai pompa
8. Pastikan bahwa udara yang di pompa tidak bocor dengan cara melihat pergerakan dada
pasien
9. Pompa dengan ritme seperti frekuensi napas orang normal
10. Evaluasi
190
http://www.pearsonhighered.com.
Chapter 9. Respiration and Artificial Ventilation
http://www.pearsonhighered.com.
Chapter 9. Respiration and Artificial Ventilation
Analisis
- Tujuannya adalah untuk mencapai pertukaran gas yang memadai sekaligus
mempertahankan tekanan puncak udara tetap rendah
- Memompa dengan cepat dan keras akan menghasilkan tekanan puncak tinggi yang tidak
akan masuk ke saluran pernapasan, melainkan masuk ke lambung
- metode terbaik ventilasi bag-mask adalah untuk memberikan volume tidal sekitar 500
mL disampaikan selama 1 sampai 1,5 detik
Referensi
http://www.pearsonhighered.com. Chapter 9. Respiration and Artificial Ventilation. Diunduh
pada tanggal 5 Agustus 2013
191