You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Dasar No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem


Pendididkan Nasional adalah pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, sedangkan pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sisdiknas: 2003
hal.5-6).

Oleh karena itu untuk dapat mencapai fungsi pendididkan nasional

yang tertera dalam UU. No. 20 tahun 2003 tersebut membutuhkan usaha dan

kerja keras yang terus menerus dan berkesinambungan serta melibatkan

banyak faktor pendukung yakni faktor internal yang berupa minat belajar dan

faktor eksternal yang meliputi fasilitas belajar dan profesionalisme guru

dalam menyampaikan materi pembelajaran khususnya pada pelajaran

matematika.

“Metode pengajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pengajaran”.

(Nana Sudjana: 2002, hal.85). Pada kenyataannya metode yang digunakan

dalam pembelajaran dikelas masih memiliki kekurangan sehingga kurang dari

apa yang menjadi harapan sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar

siswa yang belum tercapai secara optimal.

Proses belajar mengajar merupakan fenomena kompleks, segala

sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, asosiasi, dan sampai sejauh

1
mana dapat mengubah lingkungan dengan sebuah rancangan pembelajaran

dalam proses belajar mengajar. Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu

pendidikan yaitu melalui peningkatan kualitas pembelajaran dari masing-

masing mata pelajaran, khususnya mata pelajaran matematika.

Kenyataan riil yang ada di SDN 3 Rarang bahwa masih banyak siswa

yang belum memahami tentang konsep matematika akibatnya ada beberapa

siswa yang mengabaikan pelajaran matematika disebabkan karena bosan dan

sulit untuk di pahami dan dimengerti.

Dalam hal ini guru sebagai pendidik memiliki peran penting dalam

dunia pendidikan. Seorang guru dituntut untuk berupaya keras agar proses

belajar mengajar berlangsung efektif dan menyenangkan, sehingga siswa

termotivasi untuk belajar. Untuk itu salah satu upaya yang harus dilakukan

untuk memperbaiki kondisi ini adalah dengan memilih metode belajar yang

tepat, oleh karena itu, salah satu metode pembelajaran yang dianggap mampu

untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa adalah

metode Realistic Matematic Education (RME).

Metode Realistic Matematic Education (RME) merupakan salah satu

metode yang dipandang tepat digunakan dalam proses belajar mengajar di

SDN 3 Rarang, metode Realistic Matematic Education (RME) ini akan lebih

mengefektifkan dan mengefesienkan proses belajar mengajar. Dengan metode

Realistic Matematic Education (RME) dapat mengembangkan kemampuan

anak untuk berfikir dan bertindak secara logis, kreatif dan kritis.

2
Antara metode Realistic Matematic Education (RME) dengan hasil

belajar saling mempengaruhi sehingga keduanya dapat mendukung siswa

memperoleh hasil belajar yang baik dalam proses belajar mengajar. Guru

dituntut memiliki kompetensi dalam mengatur metode, waktu dan

menggunakan sarana dan prasarana yang ada di masing-masing sekolah.

Metode Realistic Matematic Education (RME) dapat dilakukan pada setiap

mata pelajaran termasuk pada mata pelajaran matematika pada SDN 3

Rarang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, identifikasi

masalah yang dapat diajukan antara lain prestasi belajar siswa dari segi

pengetahuan (kognitif) dalam pembelajaran matematika masih belum

optimal, dari segi sikap (apektif) belum mampu merelaisasikan dalam

kehidupan, dan dari segi keterampilan (psikomotor) masih jauh dari yang

diharapkan.

Akan tetapi di kalangan siswa berkembang persepsi bahwa belajar

matematika sangat membosankan, oleh karena selalu berhitung. Persepsi

dari para siswa seperti ini tentu saja bertolak belakang dengan tujuan

pembelajaran matematika yang termuat dalam kurikulum. Di sisi lain

ditemukan fakta bahwa prestasi belajar siswa kelas II SDN 3 Rarang

dalam pelajaran matematika masih kurang memuaskan. Prestasi yang

masih kurang ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

berikut.

3
1. Faktor lingkungan sekolah.

2. Faktor pendukung pembelajaran yang masih

minim, bahkan masih belum memiliki beberapa sarana dan prasarana

yang dibutuhkan dalam pembelajaran matematika.

3. Kemungkinan metode atau teknik pembelajaran

yang dipakai oleh guru mata pelajaran masih belum tepat.

4. Media pembelajaran sebagai salah satu alat

dalam mencapai tujuan pembelajaran belum digunakan secara optimal.

C. Pembatasan Masalah

Pada identifikasi masalah di atas telah dikemukakan beberapa

permasalahan dan faktor yang melatar belakangi prestasi belajar siswa

dalam pembelajaran matematika. Oleh karena, keterbatasan waktu, biaya,

dan tenaga, maka tidak semua faktor tersebut menjadi objek penelitian.

Agar penelitian ini berjalan lancar, objektif, dan terarah perlu adanya

pembatasan masalah yang diteliti, yaitu: “Prestasi belajar siswa,

khususnya bidang kognitif dan psikomotor dalam pembelajaran

matematika melalui Realistic Matematic Education”.

Mata pelajaran matematika memiliki waktu belajar 6 jam pelajaran

dalam satu minggu, satu jam pelajaran 30 menit. Objek penelitian ini

adalah penggunaan metode Realistic Matematic Education (RME) dalam

pembelajaran matematika. Subjek penelitian adalah siswa kelas II SDN 3

Rarang tahun pelajaran 2009/2010.

4
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, maka masalah utama

dalam penelitian ini adalah “ Apakah penerapan Realistic Matematic

Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa

kelas II SDN 3 Rarang ?”

E. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah tersebut, maka tujuan

penelitian ini, sebagai berikut “ Untuk mengetahui apakah penerapan

Realistic Matematic Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar

matematika pada siswa kelas II SDN 3 Rarang Tahun Pelajaran

2009/2010.

F. Manfaat Penelitian

1. M

anfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu, khususnya pembelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis

a. Mendapatkan informasi penting tentang penggunaan Realistic

Matematic Education pada pembelajaran matematika.

b. Menambah wawasan dalam pengajaran bagi tenaga edukatif dalam

melaksanakan tugas sebagai pendidik dan pengajar.

5
c. Sebagai bahan masukan bagi guru di sekolah tempat pelaksanaan

penelitian, sehingga ke depan akan lebih terpacu untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan

kompetensi siswa di sekolah tempat penelitian.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teoretis

1. Metode Belajar Realistic Matematic Education (RME)

a. Pengertian Metode Belajar Realistic Matematic Education (RME)

Metode RME adalah sebuah metode yang mengembangkan

perpaduan beberapa metode mengajar dalam matematika dengan

keterlibatan benda nyata di lingkungan sekitar (Gagne dalam Karso,

2003:1.28).

RME merupakan model pembelajaran yang menempatkan

realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah

yang nyata atau telah dikuasai dapat dibayangkan dengan baik oleh

siswa dan digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau

pengertian matematika yang semakin meningkat (Soedjadi, 2001:2).

Pengertian RME menurut Graivermeijer (2000:16) bahwa ide

utama dari RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk

menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan

orang dewasa. Usaha untuk membangun konsep tersebut adalah melalui

penjelajahan berbagai situasi dan persoalan realistik. Realistik dalm

pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi

juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan.

7
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, disimpulkan bahwa

RME adalah metode yang mengembangkan model pembelajaran

dengan menempatkan realitas/kenyataan dan lingkungan sebagai titik

awal pembelajaran, dengan memperhatikan kesempatan para siswa

untuk menemukan konsep matematika sendiri yang dibimbing oleh

orang dewasa atau guru.

Kaitannya dengan pembelajaran matematika, maka Realistic

Matematic Education (RME) adalah suatu metode mengajar yang

menyajikan bahan pelajaran dengan memanfaatkan secara langsung

objeknya atau caranya melakukan sesuatu untuk mempertunjukkan

proses tertentu.

b. Langkah-langkah Metode Belajar Realistic Matematic Education

(RME)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran

matematika, jika menggunakan Realistic Matematic Education, sebagai

berikut.

1) Mempersiapkan alat dan sarana pembelajaran, dalam hal ini alat

bantu atau media sesuai dengan materi.

2) Menyampaikan tujuan pembelajaran, dengan maksud agar siswa

termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.

3) Memberikan penjelasan tentang materi yang akan dipelajari.

4) Siswa melakukan latihan dalam bentuk kelompok dengan

bimbingan dan pengawasan langsung dari guru.

8
5) Menarik kesimpulan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

6) Penilaian yang dilakukan adalah penilaian proses dan penilaian

tertulis (Karso, 2003:16).

Berkaitan dengan langkah-langkah pembelajaran di atas, Van

Reeuwijk (1995) menjelaskan, dalam pembelajaran, sebelum siswa

masuk pada sistem formal, terlebih dahulu dibawa ke situasi informal.

Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian

menjadi bagian yang sama (contoh pembagian kue) sehingga tidak

terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep

matematika (pengetahuan matematika formal).

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa dalam

pembelajaran matematika harus dimulai dengan kegiatan informal

terlebih dahulu baru masuk kepada kegiatan formal, sehingga tidak

terjadi loncatan p-engetahuan informal siswa dengan konsep-konsep

matematika formal.

c. Keunggulan Metode Belajar Realistic Matematic Education (RME)

Keunggulan Realistic Matematic Education (RME), sebagai

berikut.

1) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena

menggunakan realitas yang ada di sekitar siswa.

2) Siswa akan sulit lupa akan materi yang dipelajarinya karena

membangun sendiri pengetahuannya.

9
3) Siswa akan merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap

jawaban ada nilainya.

4) Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan berani mengemukakan

pendapat.

5) Mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam membuat

model.

6) Mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam menemukan

konsep dan algoritma dalam matematika.

7) Mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi

dalam kelas dan membuat siswa senang dalam belajar matematika

(Georgia Aryanti, 2008).

Realistic Matematic Education (RME) merupakan matematika

sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan

pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran RME

menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran,

dan melalui matematisasi horisontal-vertikal siswa diharapkan dapat

menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika atau

pengetahuan formal (Suharta, 2009:3).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, disimpulkan bahwa RME

menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai tiik awal

pembelajaran sehingga siswa diharapkan dapat menemukan dan

mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

10
2. Hasil Belajar

a. Pengertian

Untuk menyatakan bahwa suatu proses pembelajaran dikatakan

berhasil, setiap guru memiliki pandangan yang berbeda sesuai dengan

filsafatnya. Namun, untuk menyamakan persepsi digunakan ketentuan

dengan mengacu kepada kurikulum yang berlaku, sehingga dinyatakan hasil

belajar adalah tercapainya tujuan pembelajaran yang termuat dalam rencana

pembelajaran secara individual maupun klasikal (Djamarah, 2006:105).

Hasil belajar menurut Aswan Zain (1996:11) adalah hasil kegiatan

belajar mengajar yang tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara

material, struktural-fungsional, maupun secara behavior, dan prestasi yang

dicapai siswa mulai dari proses pembelajaran berlangsung sampai selesai

dan bagaimana tingkat karakteristik perilaku anak didik.

Indikator petunjuk bahwa proses pembelajaran berhasil adalah hal-hal

sebagai berikut.

1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diaharkan mencapai prestasi

tinggi, baik secara individual maupun klasikal.

2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah tercapai oleh

siswa, baik secara individual maupun klasikal.

Untuk mengukur dan mengevaluasi keberhasilan pembelajaran (hasil

belajar) dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang

lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian

sebagai berikut.

11
1) Tes Formatif

Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok

bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini

dimanfaatkan untuk memperbaiki proses pembelajaran dalam waktu

tertentu.

2) Tes Subsumatif

Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah

diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh

gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar

siswa. Hasil tes subsumatif ini diamanfaatkan untuk memperbaiki proses

pembelajaran dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport.

3) Tes Sumatif

Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan

pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester.

Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf serap keberhasilan

belajar siswa dalam periode belajar tertentu. Hasil dari tes ini

dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau

sebagai ukuran mutu sekolah (Djamarah, 2006:107).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Mulyati (2003:95) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar sebagai berikut.

12
1) Faktor yang bersifat internal

Faktor-faktor yang bersifat internal antara lain motivasi,

kemampuan dasar intelektual, kebiasaan belajar, kemampuan dan

keterampilan dasar, bahasa daerah (bahasa ibu), dan perbendaharaan

pengalaman (skemata).

2) Faktor yang bersifat eksternal

Faktor-faktor eksternal terdiri dari sarana penunjang pembelajaran

yang menyangkut buku pelajaran, perpustakaan, alat bantu atau media

pembelajaran, metode mengajar, termasuk lingkungan tempat belajar.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian ini relevansi dengan penelitian sebelumnya, yang pernah

dilakukan seperti berikut.

1) Yuniati Asri, tahun 2008 denga judul

“Kefektifan Model Pembelajaran RME dan Creative Problem Solving

(CPS) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas VIII

SMPN II Semarang (Universitas Negeri Semarang).

Simpulan dari penelitian yang dilakukan adalah kemampuan pemecahan

masalah peserta didik kelas VIII SMPN II Semarang mengalami

peningkatan secara individual dan klasikal.

2) Rofiqoh, Khanifah Nur, tahun 2009

dengan judul “Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa

13
Kelas VI MI Mambaul Ulum dengan Menggunakan Pendekatan RME

(Universitas Negeri Malang).

Hasil penelitian yang dilakukan adalah terjadinya peningkatan representasi

matematika siswa kelas VI MI Mambaul Ulum. Prestasi siswa dalam

representasi yang semula hanya mencapai IPK 6,2 naik menjadi 7,5.

3) Muhammad Su’udi, tahun 2008 dengan

judul “Penerapan Pembelajaran RME pada Konsep Perkalian dan

Pembagian dengan Cara Bersusun di Kelas IV SDN Masanga Kecamatan

Bungah Kabupaten Gresik (Universitas Muhammadiyah Gresik).

Penelitian Muhammad Su’udi menjadikan konsep perkalian dan

pembagian secara bersusun lebih baik dan efektif dalam pembelajaran

matematika. Dengan RME dalam pembelajaran perkalian dan pembagian

bersusun, siswa lebih cepat menyelesaikan tes dan hasilnya menjadi lebih

baik.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan deskripsi teoritis tersebut, maka berikut ini akan

dikemukakan beberapa dasar pemikiran yaitu dalam proses belajar mengajar

tidak luput dari metode mengajar seorang guru. Untuk itu, strategi mengajar

yang salah dan terus menerus diberikan kepada siswa akan mempengaruhi

struktur otak siswa yaitu kecerdasan, bakat serta minat siswa yang pada

akhirnya akan mempengaruhi cara siswa berperilaku. Guru dituntut memiliki

kemampuan dalam menentukan metode pembelajaran yang digunakan dalam

kemampuan dalam menentukan metode pembelajaran yang digunakan dalam

14
proses belajar mengajar. Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah

metode ceramah.

Dalam proses belajar mengajar matematika dengan menggunakan

metode ceramah peran guru lebih dominan yang mengakibatkan kurangnya

keterlibatan atau peran aktif siswa dalam pembelajaran sehingga siswa

menjadi pasif, sedangkan guru aktif. Aktivitas siswa terbatas pada

mendengarkan, mencatat dan menjawab bila guru memberikan pertanyaan.

Siswa hanya bekerja karena atas perintah guru menurut cara yang ditentukan

guru, begitu juga berfikir menurut apa yang digariskan oleh guru. Proses

belajar mengajar seperti ini jelas tidak mendorong siswa untuk berfikir. Hal

ini tentu tidak sesuai dengan hakekat pribadi siswa sebagai pelajar. Oleh

karena itu, perlu diupayakan model pembelajaran yang lebih efektif. Dalam

penelitian ini pembelajaran yang digunakan adalah penerapan pembelajaran

Realistic Matematic Education (RME) yang dapat membuat siswa lebih aktif

dalam proses belajar mengajar, siswa dibiasakan untuk belajar memecahkan

masalah sendiri dan bergelut dengan ide-ide, siswa juga dibiasakan untuk

berfikir dan berani mengemukakan pendapat sehingga siswa mampu

berinteraksi dalam kelas dan membuat siswa senang dalam belajar

matematika karena menggunakan realitas yang ada disekitarnya, serta

menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Dengan demikian, dengan menggunakan penerapan Realistic Matematic

Education (RME) hasil belajar siswa akan meningkat.

D. Hipotesis Penelitian

15
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 64) hipotesis merupakan suatu

jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai

terbukti melalui data yang terkumpul. Sementara itu Nasution (2002: 39)

mengemukakan bahwa hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan

dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk

memahaminya. Selanjutnya, Yatim Riyanto (2001: 16) berpendapat bahwa

hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan

yang diajukan dalam penelitian.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian

berupa dugaan sementara yang pembuktian kebenarannya harus diuji.

Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah penggunaan metode Realistic Matematic

Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran

matematika siswa kelas II SDN 3 Rarang Tahun Pelajaran 2009-2010.

16
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan diadakan pada siswa kelas II SDN 3 Rarang, mulai dari

bulan Juli 2009 sampai dengan selesai. Subjek penelitian berjumlah 20 orang

siswa, yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 4 orang perempuan.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam pemecahan masalah adalah

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang data-

datanya berbentuk kata-kata atau dinyatakan dalam simbol (Suharsimi

Arikunto, 2006: 239).

Pendapat lain mengatakan, pendekatan kualitatif adalah deskripsi

yang menggambarkan tentang sebab akibat, tentang hubungan antara

persoalan-persoalan dalam fenomena yang diteliti, tentang tema dan

kategori alur cerita yang diungkapkan oleh subjek yeng diteliti (Iskandar,

2009: 21).

Berdasarkan kedua pendapat di atas, disimpulkan bahwa pendekatan

kualitatif adalah pendekatan yang data-datanya berbentuk kata-kata atau

deskripsi yang menggambarkan hubungan sebab akibat, atau fenomena-

fenomena yang diteliti.

17
2. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yang biasa

juga disebut Classroom Action Research. Disebut penelitian tindakan kelas

(PTK) karena peneliti sengaja memberikan perlakuan untuk menimbulkan

gejala yang diinginkan.

Penelitian Tindakan kelas (Classroom Action Research), yaitu

penelitian yang dilakukan oleh guru, bekerjasama dengan peneliti (atau

dilaksanakan oleh guru sendiri yang juga bertindak sebagai peneliti) di

kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada

penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajran

(Suharsimi Arikunto, 2008:57).

Pendapat lain menyatakan, Penelitian Tindakan Kelas merupakan

suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas, dan

dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan

jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam penelitian tindakan kelas

diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti (Supardi dalam

Suharsimi Arikunto, 2008:104).

Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa PTK atau

Classroom Action Research adalah penelitian yang dilakukan oleh guru,

bekerjasama dengan peneliti (atau dilaksanakan oleh guru sendiri yang

juga bertindak sebagai peneliti) di kelas atau di sekolah yang akar

permasalahannya muncul di kelas dengan penekanan pada penyempurnaan

atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran.

18
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini direncanakan selama tiga

siklus, tiap siklus dilaksanakan sesuai rencana pembelajaran yang telah

dibuat, pada setiap siklus terdiri dari empat kegiatan yang akan dilakukan,

yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/pengamatan, dan

refleksi. Hal ini dapat dilihat sebagaimana pada gambar di bawah ini.

Rencana
Tindakan

Refleksi

Siklus I Observasi

Pelaksanaan
Tindakan

Rencana
Tindakan

Refleksi

Siklus II Observasi

Pelaksanaan
Tindakan

Siklus Berikutnya

(Suharsimi Arikunto, 2008: 16).

19
1. Siklus I

a. Tahapan perencanaan tindakan

Pada tahapan perencanaan ini peneliti menentukan pusat peristiwa

pada hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati,

antara lain sebagai berikut :

1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan

penerapan pembelajaran Realistic Matematic Education (RME).

2. Mempersiapkan sarana pembelajaran yang mendukung

terlaksananya tindakan. Sarana pembelajaran ini dapat berupa

misalnya media pembelajaran, Lembar Kerja Siswa.

3. Mempersiapkan instrumen penelitian, yaitu lembar

observasi untuk mengamati aktivitas belajar siswa dan lembar

observasi kegiatan guru, dan instrumen berupa tes untuk mengukur

hasil belajar siswa, serta pedoman observasi aktivitas belajar siswa.

b. Tahapan pelaksanaan tindakan

Pada tahap ini, rancangan strategi dan skenario pembelajaran

yang telah disusun pada tahap perencanaan tindakan akan diterapkan

dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika dengan

menggunakan RME. Tindakan ini akan berlangsung di dalam kelas

selama jam pelajaran.

c. Tahapan observasi/pengamatan

Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan

dengan menggunakan lembar observasi. Pada tahap ini siswa

20
diobservasi oleh oberver yaitu peneliti dengan melakukan kolaborasi

dengan guru pamong atau guru bidang studi tentang perubahan sikap

dan hasil belajar siswa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan RME.

d. Tahapan refleksi

Tahap ini merupakan tahap pemrosesan data yang diperoleh pada

saat observasi, pada dasarnya refleksi merupakan kegiatan analisis-

sintesis, interpretasi, dan eksplanasi (penjelasan) terhadap semua

informasi yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan. Informasi yang

terkumpul perlu diurai, dicari kaitan antara yang satu dengan yang

lainnya, dibandingkan dengan pengalaman sebelumnya, dikaitkan

dengan teori tertentu, dan atau hasil penelitian yangka relevan. Melalui

proses refleksi yang mendalam dapat ditarik kesimpulan yang mantap

dan tajam. Refleksi merupakan bagian yang amat penting untuk

memahami dan memberikan makna terhadap proses dan hasil

(perubahan) yang terjadi sebagai akibat adanya tindakan (intervensi)

yang dilakukan. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah

selanjutnya dalam upaya untuk menghasilkan perbaikan.

Komponen-komponen refleksi dapat digambarkan sebagai

berikut:Analisis Pemaknaan Penjelasan Penyimpulan Tindak Lanjut

2. Siklus II

Pelaksanaan siklus II merupakan perbaikan dari siklus I dimana tahap

pelaksanaannya sama dengan siklus I yaitu perencanaa tindakan,

21
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pelaksanaan siklus II ini

mengacu pada hasil refleksi pada siklus I. jika siklus II hasil belajar belum

tuntas maka dilanjutkan kesiklus berikutnya.

C. Data dan Sumber Data

1. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

a. Data proses pembelajaran berupa aktivitas guru dan siswa di dalam

kelas.

b. Data hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes sebelum dilakukan

tindakan (pre tes) dan tes evaluasi yang dilakukan setelah proses

pembelajaran atau pada akhir siklus yang berbentuk soal essay.

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II SDN

3 Rarang Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 20 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data digunakan alat pengumpul data yang

terdiri atas :

1. Pedoman observasi, digunakan untuk memperoleh data tentang proses

pembelajaran berupa aktivitas siswa dan guru.

2. Tes prestasi belajar, digunakan untuk mendapatkan data atau nilai

hasil belajar siswa pada materi pokok perkalian yang hasilnya dua

22
angka, yang diberikan sebelum tindakan (pre tes) dan setiap

berkahirnya siklus.

E. Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:136) bahwa instrumen

penelitian adalah alat bantu yang dipergunakan dalam mengumpulkan

data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti

lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka instrumen penelitian yang

dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Lembar Observasi

Instrumen ini dirancang oleh peneliti untuk mengumpulkan data

mengenai kegiatan guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran. Aspek

aktivitas siswa yaitu : (1) Kesiapan siswa dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran, (2) Antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran, (3) Interaksi siswa dengan guru, (4) Interaksi siswa dengan

siswa, (5) Kemampuan siswa dalam menyusun peta konsep, (6) Partisipasi

siswa dalam menyimpulkan hasil belajar. Sedangkan untuk aspek kegiatan

guru terdiri dari : (1) Meningkatkan minat siswa dan motivasi siswa dalam

belajar, (2) Pemberian apersepsi pada siswa, (3) Penyampaian materi pada

siswa, (4) Pembimbingan siswa dalam menyusun peta konsep, (5)

Pendampingan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung, (6)

Perhatian terhadap kemampuan perorangan, (7) Pendampingan siswa

23
dalam mengerjakan tugas, (8) Kemampuan menciptakan suasana belajar

yang kondusif, (9) Bersama siswa membuat kesimpulan, (10) Informasi

kegiatan selanjutnya.

2. Tes Hasil Belajar

Untuk mengetahui hasil belajar siswa diperoleh dengan

menggunakan alat evaluasi sebagai alat ukur dalam pencapaian tujuan

pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang dicapai pada penelitian ini

adalah siswa dapat melakukan operasi perkalian sampai jumlah dua

angka. Soal yang digunakan adalah berbentuk uraian dan terdiri dari 5

soal dengan skor total 100, karena bentuk soal seperti ini akan

memberikan keleluasaan siswa untuk berfikir aktif dan kreatif dalam

menyelesaikan masalah.

F. Teknik Analisis Data

1. Data Aktivitas Siswa

Data aktivitas belajar siswa dianalisis dengan cara sebagai berikut.

a. Skor Maksimal Ideal (SMi)


Skor maksimal adalah 100
Setiap soal yang jawabannya betul nilai 20 dan yang salah nilai 0
b. Menentukan nilai rata-rata

M =
∑ fx
N
Keterangan :

R = nilai rata-rata

24
Σ fx = total nilai seluruh sampel

N = jumlah sampel

c. Menentukan Mean, Standar Deviasi (SD) dan Kelompok Siswa

MI = 1 X SMI SDi = 1 X MI
2 3
= 1 X SMI = 1 X 50
2 3
= 50 = 16,7
Batas atas
M + 1 Sdi = 50 + 16,7 = 66,7 kemampuan tinggi

Antara 33,3 – 66,7 kemampuan sedang

Batas bawah M – 1 Sdi = 50 – 16,7 = 33,3 kemampuan rendah

d. Menentukan Indek Prestasi Kelompok

a) M = ∑
fx
N

M
b) IPK = X 100
SMi

Keterangan : IPK = Indek Prestasi Kelompok

M = Mean

SMi = Skor Maksimal Ideal

Pedoman Pengkategorian Kemampuan Kelompok

1) 90-100 = Sangat Tinggi

2) 75-89 = Tinggi

3) 55-74 = Normal

4) 31-54 = Kurang

5) 0-30 = Sangat Kurang (Nurkancana, 1986:111).

25
2. Data Kegiatan Guru

Kegiatan guru dianalisis dengan langkah sebagai berikut.

a. Membuat format sesuai dengan aspek yang ditentukan yang berjumlah

sepuluh aspek. Setiap aspek nilainya 10 sehingga skor eluruhnya adalah

100.

b. Menentukan kategori kegiatan guru dengan pedoman sebagai berikut.

a. 90-100 = Sangat Baik

b. 75-89 = Baik

c. 55-74 = Sedang

d. 31-54 = Kurang

e. 0-30 = Sangat Kurang

26

You might also like