Professional Documents
Culture Documents
Setiap individu memiliki ciri-ciri dan sifat karakteristik bawaan dan karakteristik
yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Sesuatu yang dipikirkan, dikerjakan, atau yang
dirasakan seseorang merupakan hasil perpaduan antara faktor-faktor biologis yang
diturunkan dan pengaruh lingkungan anak tersebut berada. Seorang bayi yang baru lahir
merupakan hasil dari dua garis keluarga (ayah dan ibu). Berikut ini, akan dipaparkan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan personal anak, karakteristik
kepribadian, dan perkembangan yang lahir akibat faktor-faktor tersebut ialah sebagai
berikut:
1. Genetic - Temperamental Disposition
Faktor genetic merupakan faktor dalam diri individu yang diwariskan dari orang
tuamya meliputi bakat pembawaan, potensi-potensi psikis dan fisik. Sedangkan
temperamen berasal dari kata ‘temper’, artinya campuran. Temperamen adalah sifat-sifat
seseorang yang disebabkan campuran-campuran zat di dalam tubuh yang juga
memengaruhi tingkah laku orang itu.
Temperamen juga merupakan gaya perilaku atau karakteristik dalam merespons
lingkungan, ada bayi yang sangat aktif menggerak-gerakkan tangan, kaki dan mulutnya
dengan keras ada pula bayi yang merespon orang lain dengan hangat, adapula yang pasif
dan acuh tak acuh. Menurut Thomas dan Chess (1991) tiga dasar temperamen yaitu yang
mudah, yang sulit, dan yang lambat.
Temperamen adalah sifat-sifat jiwa yang sangat erat hubungannya dengan konstitusi
tubuh. Yang dimaksud dengan konstitusi tubuh ialah keadaan jasmani seseorang yang
terlihat dalam hal-hal yang khas baginya seperti keadaan darah, pekerjaan kelenjar,
pencernaan, pusat saraf, dll. Temperamen lebih merupakan pembawaan dan sangat
dipengaruhi tergantung kepada konstitusi tubuh. Oleh karena itu temperamen sukar
diubah atau dididik, tidak dapat dipengaruhi oleh kemauan atau kata hati orang yang
bersangkutan (Purwanto, 1984:143). Contoh, Bing Slamet memiliki kemampuan
melawak yang sangat dikagumi, karena ia memiliki tipe tubuh dan raut muka yang
demikian rupa, sehingga baru saja melihat mimiknya orang sudah ingin tertawa. Lain
halnya dengan Iskak, meskipun ia juga terkenal sebagai pelawak termasuk dalam wartet
jaya, lawakan Iskak dapat kita lihat lebih “dibuat-buat”. Ini disebabkan oleh konstitusi
tubuh dari kedua pelawak itu yang memang tidak sama.
Disposition (watak) adalah struktur batin manusia yang tampak pada kelakuan dan
perbuatan yang tertentu dan tetap. Ia merupakan ciri khas dari pribadi orang yang
bersangkutan. Pedjawijadna mengemukakan watak atau karakter ialah seluruh yang
termasuk ke dalam tindakan (insan dan pilihan) terlibat dalam situasi. Selanjutnya ia
mengatakan bahwa watak itu dapat dipengaruhi dan dididik tetapi pendidikan watak itu
tetap merupakan pendidikan yang amat individual dan tergantung kepada kehendak bebas
dari orang yang dididiknya.
Seorang ahli bernama Kercheensteiner mengemukakan bahwa watak ialah keadaan
jiwa tetap, tempat semua perbuatan kemauan ditetapkan oleh prinsip-prinsip yang ada
dalam alam kejiwaan. Kercheensteiner membagi watak manusia menjadi dua bagian
yakni yang pertama watak biologis mengandung nafsu atau dorongan insting yang rendah
yang terikat kepada kejasmanian atau kehidupan biologisnya. Watak biologis ini tidak
dapat diubah dan dididik. Sedangkan watak yang kedua yaitu watak intelijibel. Watak
intelijibel ialah berkaitan dengan kesadaran dan intelegensi manusia. Watak ini
mengandung fungsi-fungsi jiwa yang tinggi seperti kekuatan kemauan, kemampuan
membentuk pendapat atau berfikir, kehalusan perasaan dan getaran jiwa.
2. Parenting Styles (Gaya Asuh Orang Tua)
Parent dalam parenting memiliki beberapa defenisi ibu, ayah, seseorang yang akan
membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun seorang pelindung.
Parent adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan
pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam
setiap tahapan perkembangannya. Pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, emosi dan
sosial.
Telah dilakukan riset tentang hubungan antara parenting dengan motivasi murid.
Orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mungkin percaya bahwa
keterlibatan mereka dalam pendidikan anak adalah penting. Mereka lebih mungkin untuk
berpartisipasi dalam pendidikan anak dan memberi stimuli intelektual di rumah. Ketika
waktu dan energi orang tua lebih banyak dihabiskan untuk orang lain atau untuk sesuatu
yang lain dibandingkan untuk anaknya, motivasi anak mungkin akan sangat menurun.
Prestasi murid dapat menurun apabila mereka tinggal dalam keluarga single parent,
tinggal bersama orang tua yang waktunya dihabiskan untuk bekerja.
Pengasuhan fisik mencakup semua aktivitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan
hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya seperti makan, kehangatan,
kebersihan, ketenangan waktu tidur, dan kepuasan ketika membuang sisa metabolisme
dalam tubuhnya. Pengasuhan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami
kejadaian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-
temannya, takut atau mengalami trauma. Pengasuhan emosi bertujuan agar anak
mempunyai kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan
lingkungannya, menciptakan rasa aman serta optimis atas hal-hal baru yang akan ditemui
oleh anak. Pengetahuan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan
sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa
selanjutnya.
Konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok yaitu;
1. Pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak
secara optimal baik secara fisik, mental maupaun sosial.
2. Pengasuhan merupakan proses interaksi yang terus-menerus antara orang tua dan
anak.
3. Pengasuhan adalah proses sosialisasi.
4. Sebagai proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan
dari social budaya dimana anak dibesarkan/tumbuh.
○ Attachment ( perlekatan)
Kecenderungan bayi untuk mencari kedekatan dengan pengasuhnya dan untuk
merasa lebih aman dengan kehadiran pengasuhnya dapat mempengaruhi
kepribadian. Teori perlakatan (John Bowlby) menunjukkan: kegagalan anak untuk
membentuk hubungan dengan orang lain pada masa dewasa (1973). Berikut ini
beberapa praktik Parenting styles sabagai wujud kasih sayang yang dapat
meningkatkan prestasi dan motivasi anak:
1. Mengenal betul anak dengan memberi tantangan dan dukungan dalam
kadar yang tepat.
2. Memberkan iklim emosional yang positif, yang memotivasi anak
menginternalisasikan nilai dan tujuan orang tua.
3. Menjadi model perilaku yang memberi motivasi: bekerja keras dan gigih
menghadapi tantangan
○ Parenting styles ( Authoritarian, Authoritative, Permissive)
1. Authoritarian
Authoritarian Parenting adalah gaya asuh yang bersifat membatasi dan
menghukum. Orang tua yang otoriter memerintahkan anak untuk
mengikuti petunjuk mereka dan menghormati mereka. Mereka membatasi
dan mengontrol anak mereka dan tidak mengizinkan anak tidak banyak
bicara. Misalnya, orang tua yang otoriter mengatakan “lakukan sesuai
perintahku. Jangan banyak Tanya!”. Anak-anak dari orang tua yang
otoriter, seringkali berperilaku secara tidak kompeten, secara sosial.
Mereka cenderung cemas menghadapi situasi sosial, tidak bisa membuat
inisiatif untuk beraktifitas dan keahlian komunikasinya buruk.
2. Authoritative Parenting
Gaya asuh positif yang mendorong anak untuk menjadi indipenden tetapi
masih membatasi mengontrol tindakan anak. Perbincangan tentang tukar
pendapat diperbolehkan dan orang tua bersikap membimbing dan
mendukung. Orang tua yang Authoritative akan merangkul anaknya dan
berkata “kamukan tahu, seharusnya kamu tidak boleh melakukan itu. Mari
kita bahas bagaimana cara kamu bisa menangani situasi secara berbeda
lain kali”. Anak yang orang tuanya Authoritative seringkali berprilaku
kompeten secara sosial. Mereka cenderung mandiri, tidak cepat puas, gaul,
dan memperlihatkan harga diri yang tinggi.
3. Permissive atau Neglectful Parenting
Gaya asuh, di mana orang tua tidak terlibat aktif dalam kehidupan
anaknya. Ketika anaknya menjadi remaja atau bahkan masih kecil, orang
tua model ini tidak akan bisa menjawab jika ditanya, “sudah jam sepuluh
malam, anakmu ada di mana?”. Anak dai orang tua yang tidak peduli ini
akan menganggap bahwa aspek lain dari kehidupan orang tuanya lebih
penting daripada kehidupan anaknya. Anak dari orang tua yang tidak
peduli ini sering bertindak tidak kompeten secara sosial. Mereka
cenderung kurang bisa mengontrol diri, tidak cukup mandiri dan tidak
termotivasi untuk berprestasi.
3. Culture (kebudayaan)
Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang
tertentu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Produk itu berasal dari
interaksi antar kelompok orang dengan linkungannya selama bertahun-tahun (Chun,
Organizta, dan Marin dalam Santrock, 2007:170). Studi lintas cultural membandingkan
apa yang terjadi dalam satu kultur dngan apa yang terjadi dalam satu ataulebih kultur
lainnya, memberi informasi tentang sejauh mana orang itu sama dan sejauh mana
perilaku tertentu itu khusus bagi kultur tertentu. Kultur dikelompokkan menjadi kultur
individualistis (seperangkat nilai yang lebih memperioritaskan tujuan personal ketimbang
tujuan kelompok) dan kultur kolektivistik (seperangkat nilai yang lebih memperioritaskan
nilai yang mendukung kelompok namun kultur Barat lebih cenderung ke individualistis
sedangkan kultur Timur cenderung ke kolektivistik). Berapa pun besarnya kultur
kelompok itu akan memengaruhi perilaku anggotanya (Berry dalam Santrock 2007:170).
Psikolog Donald Campbell dan rekannya menemukan bahwa orang-orang di semua
kultur cenderung:
1. Percaya bahwa apa yang terjadi dalam kultur mereka adalah sesuatu yang “alami”
dan “benar” dan apa yang terjadi di dalam kultur lain adalah “tidak alami” dan
“tidak benar”.
2. Menganggap bahwa kebiasaan cultural mereka adalah valid secara universal.
3. Berperilaku dengan cara-cara yang sesuai dengan kelompok kulturalnya.
4. Merasa bangga dengan kelompok kulturalnya.
5. Bermusuhan dengan kelompok kulturalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Mahkam. Dkk. 2008. Psikologi Remaja. Makassar: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah.
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.