You are on page 1of 5

RESENSI NOVEL INDONESIA

“SANG PEMIMPI”

1. Identitas Buku

Judul : Sang Pemimpi


Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Halaman : x + 292 Halaman
Cetakan : ke-14, januari 2008
ISBN : 979-3062-92-4

2. Pratinjau

Luar biasa. Begitulah kesan yang tersirat setelah membaca buku kedua dari
tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini. Bagaimana tidak? Alur
cerita dan gaya bahasa yang disuguhkannya mampu dikemas begitu apik
dari awal hingga akhir. Ditinjau dari segi intrinsiknya, novel ini bisa dibilang
hampir tanpa cela. Sebab di setiap peristiwa, Andrea dengan cerdas
menggambarkan karakteristik dan deskripsi yang begitu kuat pada tiap
karakternya. Sehingga pembaca bisa dengan mudah menafsirkan arah jalan
ceritanya. Bahasanya pun sangat memikat, dengan dibumbui ragam
kekayaan bahasa dan imajinasi yang luas. Novel ini memiliki kekayaan
bahasa sekaligus keteraturan berbahasa Indonesia. Dimulai dari istilah-
istilah saintifik, humor metaforis, hingga dialek dan sastra melayu
bertebaran di sepanjang halaman. Mulanya, cerita ini lebih bernuansa
komikal dengan latar kenakalan remaja pada umumnya. Canda tawa khas
siswa SMA sangat kental. Namun lebih dalam menjelajahi setiap makna
kata demi kata, terasalah begitu kuat karakter yang muncul di tiap-tiap
tokohnya. Terlebih saat Andrea membawa kita ke dalam kenyataan hidup
yang harus dihadapi tokoh Ikal yang mimpinya seakan sudah mencapai titik
kemustahilan, dan dengan sensasi filosofis Andrea kembali membangkitkan
obor semangat meraih mimpi dan menekankan begitu besarnya kekuatan
mimpi Ikal yang akhirnya dapat mengantarkannya ke Sorbonne, kota
impiannya.

Selain menggambarkan betapa superpower-nya kekuatan mimpi, pada


novel ini Andrea juga mencitrakan kebijaksanaan seorang ayah yang begitu
besar. Pengorbanan dan ketulusan seorang ayah dalam mendukung mimpi
anaknya di tengah keterbatasan hidup menjadikan semangat tak terbeli
bagi Ikal dan Arai dalam menggapai impiannya. Disinilah cerita mulai
berevolusi menjadi balada yang begitu mengharu biru. Kesabaran seorang
ayah dan rasa sayang seorang anak yang luar biasa besarnya kepada sang
ayah menyempurnakan novel ini menjadi bacaan yang begitu kolosal dan
sarat akan pesan-pesan moril.

Angkat topi untuk Andrea Hirata yang telah berhasil membuat suguhan
kisah yang kental dengan budaya melayu namun sangat cerdas dan
saintifik. Tak hanya bisa membuat seseorang kembali membangun mimpi-
mimpinya, novel ini juga bisa menambah rasa hormat kita kepada sang
ayah dan mencintainya dengan tulus meskipun di tengah kondisi yang
sangat terbatas.

3. Isi

3.1 Unsur Intrinsik

3.1.1 Tema
Tema yang tersirat dalam novel Sang Pemimpi ini tak lain
adalah “persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi
kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi
atau pengharapan”. Hal itu dapat dibuktikan dari penceritaan
per kalimatnya dimana penulis berusaha menggambarkan
begitu besarnya kekuatan mimpi sehingga dapat membawa
seseorang menerjang kerasnya kehidupan dan batas
kemustahilan.

3.1.2 Latar
Dalam novel ini disebutkan latarmya yaitu di Pulau Magai
Balitong, los pasar dan dermaga pelabuhan, di gedung bioskop,
di sekolah SMA Negeri Bukan Main, terminal Bogor, dan Pulau
Kalimantan. Waktu yang digunakan pagi, siang, sore, dan
malam. Latar nuansanya lebih berbau melayu dan gejolak
remaja yang diselimuti impian-impian.

3.1.3 Penokohan dan Perwatakan


Ikal : baik hati, optimistis, pantang menyerah, penyuka
Bang
Rhoma
Arai : pintar, penuh inspirasi/ide baru, gigih, rajin,
pantang
menyerah
Jimbron : polos, gagap bicara, baik, sangat antusias pada
kuda
Pak Balia : baik, bijaksana, pintar
Pak Mustar : galak, pemarah, berjiwa keras
Ibu Ikal : baik, penuh kasih sayang
Ayah Ikal : pendiam, sabar, penuh kasih sayang, bijaksana

Dan tokoh lain Mahader, A Kiun, Pak Cik Basman, Taikong


Hanim, Capo, Bang Zaitun, Pendeta Geovanny, Mak cik dan
Laksmi adalah tokoh pendukung dalam novel ini.

3.1.4 Alur
Dalam novel ini menggunakan alur gabungan (alur maju dan
mundur). Alur maju ketika pengarang menceritakan dari mulai
kecil sampai dewasa dan alur mundur ketika menceritakan
peristiwa waktu kecil pada saat sekarang/dewasa.

3.1.5 Gaya Penulisan


Gaya penceritaan novel ini sangat sempurna. Yaitu kecerdasan
kata-kata dan kelembutan bahasa puitis berpadu tanpa ada
unsur repetitif yang membosankan. Setiap katanya
mengandung kekayaan bahasa sekaligus makna apik dibalik
tiap-tiap katanya. Selain itu, Novel ini ditulis dengan gaya realis
bertabur metafora, penyampaian cerita yang cerdas dan
menyentuh, penuh inspirasi dan imajinasi. Komikal dan banyak
mengandung letupan intelegensi yang kuat sehingga pembaca
tanpa disadari masuk dalam kisah dan karakter-karakter yang
ada dalam novel Sang Pemimpi.

3.1.6 Amanat
Amanat yang disampaikan dalam Sang Pemimpi ini adalah
jangan berhenti bermimpi. Hal itu sangat jelas pada tiap-tiap
subbabnya. Yang pada prinsipnya manusia tidak akan pernah
bisa untuk lepas dari sebuah mimpi dan keinginan besar dalam
hidupnya. Hal itu secara jelas digambarkan penulis dalam novel
ini dengan maksud memberikan titik terang kepada manusia
yang mempunyai mimpi besar namun terganjal oleh segala
keterbatasan.

3.1.7 Sudut Pandang


Sudut pandang novel ini yaitu “orang pertama” (akuan). Dimana
penulis memposisikan dirinya sebagai tokoh Ikal dalam cerita.

3.2 Unsur Ekstrinsik

3.2.1 Nilai Moral


Nilai moral pada novel ini sangat kental. Sifat-sifat yang
tergambar menunjukkan rasa humanis yang terang dalam diri
seorang remaja tanggung dalam menyikapi kerasnya
kehidupan. Di sini, tokoh utama digambarkan sebagai sosok
remaja yang mempunyai perangai yang baik dan rasa setia
kawan yang tinggi.

3.2.2 Nilai Sosial


Ditinjau dari nilai sosialnya, novel ini begitu kaya akan nilai
sosial. Hal itu dibuktikan rasa setia kawan yang begitu tinggi
antara tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron. Masing-masing saling
mendukung dan membantu antara satu dengan yang lain dalam
mewujudkan impian-impian mereka sekalipun hampir mencapai
batas kemustahilan. Dengan didasari rasa gotong royong yang
tinggi sebagai orang Belitong, dalam keadaan kekurangan pun
masih dapat saling membantu satu sama lain.

3.2.3 Nilai Adat istiadat


Nilai adat di sini juga begitu kental terasa. Adat kebiasaan pada
sekolah tradisional yang masih mengharuskan siswanya
mencium tangan kepada gurunya, ataupun mata pencaharian
warga yang sangat keras dan kasar yaitu sebagai kuli tambang
timah tergambar jelas di novel ini. Sehingga menambah
khazanah budaya yang lebih Indonesia.

3.2.4 Nilai Agama


Nilai agama pada novel ini juga secara jelas tergambar.
Terutama pada bagian-bagian dimana ketiga tokoh ini belajar
dalam sebuah pondok pesantren. Banyak aturan-aturan islam
dan petuah-petuah Taikong (kyai) yang begitu hormat merka
patuhi. Hal itu juga yang membuat novel ini begitu kaya.

4. Kelebihan dan Kelemahan

4.1 Kelebihan

Banyak kelebihan-kelebihan yang didapatkan dalam novel ini. Mulai


dari segi kekayaan bahasa hingga kekuatan alur yang mengajak
pembaca masuk dalam cerita hingga merasakan tiap latar yang
terdeskripsikan secara sempurna. Hal ini tak lepas dari kecerdasan
penulis memainkan imajinasi berfikir yang dituangkan dengan
bahasa-bahasa intelektual yang berkelas. Penulis juga menjelaskan
tiap detail latar yang mem-background-i adegan demi adegan,
sehingga pembaca selalu menantikan dan menerka-nerka setiap hal
yang akan terjadi. Selain itu, kelebihan lain daripada novel ini yaitu
kepandaian Andrea dalam mengeksplorasi karakter-karakter sehingga
kesuksesan pembawaan yang melekat dalam karakter tersebut begitu
kuat.

4.2 Kelemahan

Pada dasarnya novel ini hampir tiada kelemahan. Hal itu disebabkan
karena penulis dengan cerdas dan apik menggambarkan keruntutan
alur, deskripsi setting, dan eksplorasi kekuatan karakter. Baik ditinjau
dari segi kebahasaan hingga sensasi yang dirasakan pembaca
sepanjang cerita, novel ini dinilai cukup untuk mengobati keinginan
pembaca yang haus akan novel yang bermutu.

5. Sinopsis

Novel Sang Pemimpi menceritakan tentang sebuah kehidupan tiga orang


anak Melayu Belitong yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron yang penuh dengan
tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan yang memesona sehingga
kita akan percaya akan adanya tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi
dan kekuasaan Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang demi menuntut ilmu
di SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka tinggal di
salah satu los di pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli
ngambat untuk tetap hidup sambil belajar.

Ada Pak Balia yang baik dan bijaksana, beliau seorang Kepala Sekolah
sekaligus mengajar kesusastraan di SMA Negeri Bukan Main, dalam novel
ini juga ada Pak Mustar yang sangat antagonis dan ditakuti siswa, beliau
berubah menjadi galak karena anak lelaki kesayangannya tidak diterima di
SMA yang dirintisnya ini. Sebab NEM anaknya ini kurang 0,25 dari batas
minimal. Bayangkan 0,25 syaratnya 42, NEM anaknya hanya 41,75.

Ikal, Arai, dan Jimbron pernah dihukum oleh Pak Mustar karena telah
menonton film di bioskop dan peraturan ini larangan bagi siswa SMA Negeri
Bukan Main. Pada apel Senin pagi mereka barisnya dipisahkan, dan
mendapat hukuman berakting di lapangan sekolah serta membersihkan
WC.

Ikal dan Arai bertalian darah. Nenek Arai adalah adik kandung kakek Ikal
dari pihak ibu,ketika kelas 1 SD ibu Arai wafat dan ayahmya juga wafat
ketika Arai kelas 3 sehingga di kampung Melayu disebut Simpai Keramat.
Sedangkan Jimbron bicaranya gagap karena dulu bersama ayahnya
bepergian naik sepeda tiba-tiba ayahnya kena serangan jantung dan
Jimbron pontang-panting membawa ayahnya panik. Ia sangat antusias
sekali dengan kuda, segala macam kuda ia tahu.

Ayah Ikal bekerja di PN Timah Belitong, ayahnya pendiam tapi kasih


sayangnya sangat besar, dia bersepeda ke Magai 30 kilometer hanya untuk
mengambil rapot anaknya di SMA Negeri Bukan Main. Dan ibu Ikal
menyiapkan baju safari ayah dengan menyalakan setrika arang dan gesit
memercikan air pandan dan bunga kenanga yang telah direndam semalam.

Ketika belajar di lapangan sekolah Pak Mustar berkata : “Jelajahi


kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya
budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di atas altar suci almamater
terhebat tiada tara Sorbonne. Ikuti jejak-jejak Sartre, Louis Pasteur,
Montesquieu, Voltaire. Disanalah orang belajar science, sastar, dan seni
hingga mengubah peradaban”. Ikal dan Arai tak berkedip ketika Pak Balia
memperlihatkan gambar yang tampak seorang pelukis dibelakang kanvas
berdiri menjulang Menara Eiffel yang menunduk memerintahkan Sungai
Seine agar membelah diri menjadi dua tepat dikaki-kakinya.

Saat itulah mereka mengkristalkan harapan agung dengan statement yang


sangat ambisius : Cita-cita kami adalah kami ingin sekolah ke Prancis! Ingin
menginjakan kaki di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajah Eropa
sampai ke Afrika.

Dengan perjuangan hidup mesti serba terbatas dan banyak rintangan Ikal
dan Arai akhirnya diterima kuliah di Universite de Paris, Sorbonne, Prancis.
Sedangkan Jimbron tetap di Belitong mengurusi kuda milik capo.

6. Kepengarangan

Andrea Hirata, lahir di Belitong. Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat


menggemari sains-fisika,biologi,kimia,astronomi-dan tentu saja sastra.
Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan
backpacker. Sekarang ia tengah mengejar mimpinya untuk tinggal di Kye
Gompa, desa tertinggi di dunia, di Himalaya. Andrea berpendidikan ekonomi
di Universitas Indonesia. Ia mendapat beasiswa Uni Eropa untuk studi
master of science di Universite de Paris, Sorbonne, Prancis dan Sheffield
Hallam University, United Kingdom. Tesis Andreadi bidang ekonomi
telekomunikasi mendapat penghargaan dri kedua universitas tersebut dan
lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan
merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh
orang Indonesia. Saat ini Andrea tinggal di Bandung dan masih bekerja di
kantor pusat PT. Telkom.

You might also like